DAFTAR ISI. Indonesia National Assessment Program (INAP) 1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DAFTAR ISI. Indonesia National Assessment Program (INAP) 1"

Transkripsi

1 DAFTAR ISI DAFTAR ISI...1 PENDAHULUAN...3 A. Latar Belakang...3 B. Tujuan...6 C. Ruang Lingkup...7 D. Manfaat...7 LANDASAN TEORI...8 A. Pengukuran, Penilaian, dan Evaluasi Hasil Belajar...8 B. Tes...12 C. Ragam Bentuk Soal Soal Bentuk Uraian Soal Bentuk Objektif...18 D. Teori Respons Butir pada Data Dikotomi...21 E. Teori Respons Butir pada Data Politomi Graded Respons Model (GRM) Partial Credit Model (PCM) Generalized Partial Credit Model (GPCM)...25 F. Kecocokan Model...26 G. Variabel yang Diukur...28 H. Strategi Asesmen...29 I. Siklus Asesmen...30 METODOLOGI PENELITIAN...32 A. Target Populasi...32 B. Sampel...32 C. Instrumen Penelitian...32 D. Strategi Pengumpulan Data...34 E. Kerangka Kerja Pengembangan Instrumen...34 F. Pelaksanaan Kegiatan Survei...36 LATAR BELAKANG SISWA...41 A. Faktor Diri Siswa Dan Keluarga...41 B. Kegiatan belajar dan fasilitas belajar...62 Indonesia National Assessment Program (INAP) 1

2 C. Kegiatan Di Waktu Luang/Libur...66 D. Mengenai Sekolah...72 E. Mengenai Mata Pelajaran...74 LATAR BELAKANG GURU...84 A. Karakteristik Guru Sampel...84 B. Faktor Pengalaman Mengajar...99 C. Penggunaan Komputer Dalam Pembelajaran Membaca D. Faktor Keadaan Sekolah KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran TINJAUAN PUSTAKA Indonesia National Assessment Program (INAP) 2

3 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mutu sumber daya manusia merupakan faktor yang sangat menentukan bagi kemajuan dan kemakmuran suatu bangsa. Pengalaman di banyak negara menunjukkan, mutu sumber daya manusia yang baik lebih penting daripada sumber daya alam yang melimpah. Mutu sumber daya manusia yang baik hanya dapat diwujudkan dengan pendidikan yang baik dan bermutu. Oleh karena itu, upaya peningkatan mutu pendidikan merupakan hal yang tidak dapat ditawar dalam rangka meningkatkan mutu SDM bangsa Indonesia yang siap dan mampu bersaing dalam pergaulan dan pasar kerja global saat ini. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa permasalahan pendidikan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan memperlihatkan berbagai kendala yang meng-hambat tercapainya tujuan pendidikan seperti diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Rendahnya mutu pendidikan ini dapat terlihat dari berbagai indikator mikro, seperti: hasil studi Trends in International Mathematic and Science Study (TIMSS), yang bertujuan mengetahui perkembangan matematika dan sains peserta didik usia 13 tahun (SMP/MTs kelas VIII) belum menunjukkan prestasi yang memuaskan. Peserta didik Indonesia dalam kemampuan matematika pada tahun 1999 hanya mampu menempati peringkat 34 dari 38 negara, kemampuan dalam bidang sains berada di urutan ke 32. Pada tahun 2003 kemampuan matematika peserta didik Indonesia berada pada peringkat 35 dari 46 negara, sedangkan untuk kemampuan dalam bidang sains berada di urutan ke 37. Selanjutnya, pada tahun 2007 prestasi Indonesia tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan, yaitu kemampuan matematika berada pada peringkat 36 dari 48 negara dan kemampuan sains berada pada peringkat 35. Keprihatinan yang sama dapat dilihat dalam laporan studi Programme for International Student Assessment (PISA). Pada tahun 2000 prestasi literasi membaca (reading literacy) bagi peserta didik Indonesia usia 15 tahun berada Indonesia National Assessment Program (INAP) 3

4 pada peringkat 39 dari 41 negara, prestasi literasi matematika (mathematical literacy) berada pada peringkat 39, dan prestasi literasi sains (scientific literacy) berada pada peringkat 38. Pada tahun 2003, untuk literasi membaca peserta didik Indonesia berada di peringkat 39 dari 40 negara peserta, literasi matematika berada di peringkat 38, dan untuk literasi sains berada pada peringkat 38. Pada tahun 2006 prestasi literasi membaca peserta didik Indonesia berada pada peringkat 48 dari 56 negara, literasi matematika berada pada peringkat 50 dari 57 negara, dan literasi sains berada pada peringkat 50 dari 57 negara. Hasil studi PIRLS (Progress in International Reading Literacy Study) tahun 2006 dalam bidang membaca pada anak-anak kelas IV sekolah dasar di seluruh dunia di bawah koordinasi The International Association for the Evaluation of Educational Achievement (IEA) yang diikuti 45 negara/negara bagian, baik berasal dari negara maju maupun dari negara berkembang, memperlihatkan bahwa peserta didik Indonesia berada pada peringkat ke 41. Secara nasional, mutu prestasi peserta didik kelas IX SMP/MTs, kelas XII SMA/MA berdasarkan ujian nasional (UN) masih sangat bervariasi dilihat dari rata-rata nasional setiap mata pelajaran 3 tahun terakhir. Hasil UN baik pada tahun 2006, 2007, maupun 2008 menunjukkan rentang nilai terendah dan tertinggi masih di atas 9 dari skala 10; yang menunjukkan bahwa perbedaan peserta didik kemampuan terendah dan kemampuan tertinggi masih terlampau jauh. Standar deviasi hasil UN dari tahun ke tahun pun menunjukkan peningkatan yang berarti keragaman nilai semakin bervariasi. Sebagai contoh mata pelajaran matematika; pada tahun 2006 untuk jenjang SMP/MTs standar deviasi meningkat dari 1,10 menjadi 1,61 di tahun 2008, dan untuk jenjang SMA/MA, standar deviasi meningkat dari 0,90 di tahun 2006 menjadi 1,58 di tahun Keberagaman ini menunjukkan lebarnya penyebaran kemampuan matematika peserta didik di tahun 2008 dibandingkan tahun Rerata nilai matematika dan bahasa Indonesia di tingkat SMP/MTs-pun menunjukkan trend penurunan. Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan perlu dilakukan pemantauan mutu pendidikan secara periodik dan sistematik agar diperoleh hasil yang lebih Indonesia National Assessment Program (INAP) 4

5 menyeluruh dari permasalahan yang dihadapi, sehingga kebijakan yang diambil dapat sinkron dengan permasalahan yang ada dan dapat menjawab pertanyaan yang sering muncul sehubungan dengan rendahnya mutu pendidikan di Indonesia. Hasil pemantauan mutu yang dilakukan secara periodik dan sistematik ini juga dapat mendiagnosa sehat tidaknya sistem pendidikan yang sedang berlaku, baik di tingkat nasional maupun provinsi/kabupaten/ kota. Selama ini di Indonesia belum ada mekanisme yang terlembaga yang memantau mutu secara periodik dan sistematik. Di negara maju sistem pemantauan mutu sudah berjalan dengan baik dan terlembaga, seperti di Amerika (NAEP), juga di negara berkembang telah terbukti bahwa asesmen yang terlembaga dan dilaksanakan secara profesional sangat berguna untuk menyusun kebijakan dalam rangka meningkatkan mutu, seperti di Chili. Berdasarkan kenyataan ini, mengembangkan sistem pemantauan melalui asesmen secara nasional yang terlembaga bagi Indonesia sangatlah penting, mengingat Indonesia sangat besar dan heterogen dilihat dari berbagai aspek. Dengan adanya sistem pemantauan terlembaga yang dilakukan secara periodik dan sistematik, dapat dikembangkan kebijakan yang tepat sesuai hasil diagnosa pemantauan ini, kemudian dapat dibuat laporan secara berkala, mana yang berhasil dan mana yang tidak berhasil sebagai akuntabilitas kepada publik. Dalam arti pendidikan diarahkan kepada sistem yang transparan, akuntabel, dan demokratis. Sehubungan dengan hal tersebut, Pusat Penilaian Pendidikan, Balitbang Kemdiknas membentuk sistem pemantauan mutu yang terlembaga di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Pemantauan mutu dilakukan melalui survei yang disebut Indonesia National Assessment Program (INAP). Survei ini bersifat longitudinal untuk memantau mutu pendidikan secara nasional pada satuan pendidikan SD/MI (kelas I VI), SMP/MTs (kelas VII IX), dan SMA/MA (kelas X XII). Berdasarkan survei longitudinal ini diperoleh data tentang mutu pendidikan yang valid, tidak hanya menggambarkan pencapaian kemampuan peserta didik, tetapi juga faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pada Indonesia National Assessment Program (INAP) 5

6 implementasinya, survei INAP dilakukan bertahap dengan membidik target kelas yang berbeda di setiap tahunnya hingga satu kurun siklus pelaksanaan. Diharapkan melalui INAP, berbagai pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan mengenai pendidikan, antara lain Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Agama, Bappenas, Kementerian Keuangan, Pemerintah Daerah, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, DPR/DPRD, Perguruan Tinggi, dan Lembaga Swadaya Masyarakat akan memperoleh informasi secara berkala, sistematis, dan ilmiah. Permasalahan yang dapat dirumuskan dari uraian tersebut adalah: (1) belum adanya sistem pemantauan yang terlembaga di Indonesia. Kalaupun ada, sifatnya adalah adhoc; (2) kurangnya kemampuan Provinsi, Kabupaten/Kota untuk melakukan survei dalam rangka memantau mutu pendidikan, (3) belum adanya informasi secara berkala dan terbuka kepada masyarakat luas mengenai perkembangan mutu pendidikan, baik di tingkat Provinsi, maupun Kabupaten/ Kota, terlebih lagi dalam hubungannya dengan kebijakan yang sudah diambil (transparansi dan akuntabilitas), dan (4) belum disusunnya pengambilan kebijakan yang berdasarkan hasil analisis terhadap data atau informasi yang diperoleh dari hasil pemantauan mutu. B. Tujuan Tujuan INAP adalah melakukan pemantauan mutu pendidikan untuk: 1. Membentuk sistem pemantauan mutu pendidikan di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota yang terlembaga. 2. Meningkatkan kemampuan provinsi, kabupaten/kota untuk melakukan survei dalam rangka memantau mutu pendidikan. 3. Membandingkan tingkat keberhasilan program pendidikan (prestasi) di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota 4. Mengidentifikasi domain konten dan kognitif yang belum dikuasai/lemah. 5. Mengidentifikasi variabel latar belakang peserta didik, guru, dan sekolah yang menentukan keberhasilan peserta didik. Indonesia National Assessment Program (INAP) 6

7 6. Memantau tingkat ketercapaian pembelajaran dari waktu ke waktu secara periodik dan sistematik. 7. Menyusun laporan tingkat ketercapaian pembelajaran pada tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota. C. Ruang Lingkup Ruang lingkup survei ini meliputi: 1. Objek survei ini adalah peserta didik kelas V SD/MI Negeri dan Swasta di dua Provinsi pilot project INAP (Sumatera Utara dan Sumatera Utara) 2. Kemampuan yang diukur adalah kemampuan matematika, membaca, dan IPA. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan peserta didik baik dari latar belakang peserta didik, guru, maupun sekolah dijaring melalui angket yang diberikan kepada peserta didik, guru, dan kepala sekolah. D. Manfaat Manfaat dari hasil analisis terhadap data atau informasi INAP adalah: 1. Orang tua dapat mengetahui ketercapaian prestasi peserta didik serta faktorfaktor yang mempengaruhinya. 2. Guru dapat memanfaatkan informasi untuk perbaikan proses pembelajaran. 3. Kepala sekolah dapat memanfaatkan informasi untuk merencanakan dan memperbaiki program manajemen sekolah, termasuk kegiatan pembelajaran. 4. Pemerintah (Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota), Kemdiknas (Dikdasmen, PMPTK, LPMP), Kementerian Agama, Bappenas, Kementerian Keuangan, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, Parlemen, Perguruan Tinggi, Pengembang Kurikulum, dan lain-lain akan dapat memanfaatkan informasi dari INAP yang tersedia secara berkala, sistematis, dan ilmiah. 5. Masyarakat secara luas dapat memperoleh informasi secara berkala dan terbuka mengenai perkembangan mutu pendidikan baik di tingkat Nasional maupun Provinsi, atau Kabupaten/Kota, terlebih lagi dalam hubungannya dengan kebijakan yang sudah diambil (transparansi dan akuntabilitas). Indonesia National Assessment Program (INAP) 7

8 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengukuran, Penilaian, dan Evaluasi Hasil Belajar Pengukuran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengukur dalam arti memberi angka terhadap sesuatu yang disebut objek pengukuran (Djaali & Pudji Muljono, 2008:2). Pengukuran adalah proses pemberian angka atau usaha memperoleh deskripsi numerik dari suatu tingkatan di mana seorang siswa telah mencapai karakteristik tertentu. Pengukuran bersifat kuantitatif. Berdasarkan berbagai pendapat tersebut, pengukuran dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan untuk mengukur sesuatu, sedangkan mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan atau atas dasar ukuran tertentu. Pengukuran hasil belajar dilakukan dengan menggunakan tes. Berdasarkan standarisasinya, tes yang digunakan untuk mengukur hasil belajar ada dua yaitu tes baku dan tes buatan guru (Djaali & Pudji Muljono, 2008:4). Adapun terkait penilaian, menurut Suharsimi Arikunto (2010:3), menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk. Penilaian merupakan suatu tindakan atau proses menentukan nilai sesuatu objek (Djaali & Pudji Muljono, 2008:2). Penilaian bersifat kualitatif. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan bab 1 pasal 1, penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik. Sedangkan penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu (Nana Sudjana, 1989:3). Berdasarkan pengertian tersebut, penilaian berarti menilai sesuatu. Menilai mengandung arti mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik atau buruk, sehat atau sakit dan sebagainya. Penilaian dilaksanakan secara sistematis dan berkesinambungan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan proses dan hasil belajar siswa. Selain itu, untuk pengambilan keputusan dalam menentukan keberhasilan mencapai kompetensi yang telah ditentukan. Penilaian hasil Indonesia National Assessment Program (INAP) 8

9 belajar oleh satuan pendidikan bertujuan menilai pencapaian standar kompetensi lulusan untuk semua mata pelajaran yang dilakukan dalam bentuk ujian sekolah/ madrasah. Sedangkan penilaian hasil belajar oleh pemerintah bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu yang dilakukan dalam bentuk ujian nasional. Tentang pengertian evaluasi, menurut Norman E. Gronlund & Robert L. Linn (1990: 5), evaluasi merupakan suatu proses sistematis dalam mengumpulkan, menganalisis, dan menginterpretasikan informasi untuk menentukan besarnya tujuan pembelajaran yang dicapai siswa. Evaluasi dapat juga diartikan sebagai proses menilai sesuatu berdasarkan kriteria atau tujuan yang telah ditetapkan, yang selanjutnya diikuti dengan pengambilan keputusan atas objek yang dievaluasi. Evaluasi hasil belajar digunakan untuk menunjukkan sampai di mana tingkat kemampuan dan keberhasilan siswa dalam pencapaian tujuan- tujuan kurikuler. Berdasarkan pengertian pengukuran, penilaian, dan evaluasi di atas, maka jelas bahwa pengukuran, penilaian dan evaluasi saling berkaitan, namun berbeda dan pelaksanaannya. Pengukuran adalah langkah awal dari kegiatan evaluasi. Penilaian tidak dapat terjadi tanpa pengukuran. Untuk dapat menentukan nilai dari sesuatu yang sedang dinilai, dilakukan pengukuran. Kegiatan mengukur dan menilai itulah yang disebut dengan evaluasi. Dalam sistem pendidikan nasional, rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik. (Nana Sudjana,1989:22). Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Diantara ketiga ranah tersebut, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai materi pelajaran. Menurut Anas Sudijono (1998:50), Bloom membagi tingkat kemampuan atau tipe hasil belajar yang termasuk aspek kognitif menjadi enam, yaitu pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), aplikasi Indonesia National Assessment Program (INAP) 9

10 (application), analisis (analysis), sintesis (syntesis), dan evaluasi (evaluation), namun telah direvisi oleh Lorin W. Anderson dan David R.Krathwohl (2001) menjadi mengingat (remember), memahami (understand), menerapkan (apply), menganalisis (analyze), menilai (evaluate), menciptakan (create). Perbaikan Lorin W. Anderson and David R.Krathwohl memadukan jenis pengetahuan yang akan dipelajari dan proses yang digunakan untuk belajar (proses kognitif). Pengetahuan terbagi dalam pengetahuan faktual (factual knowledge), pengetahuan konseptual (conceptual knowledge), pengetahuan prosedural (procedural knowledge), dan pengetahuan meta kognitif (metacognitive knowledge). Tabel 1. Aspek Kognitif dalam Taksonomi Bloom yang Direvisi Oleh Lorin W. Anderson dan David R. Krathwohl (2001) Aspek kognitif 1. Mengingat (remember) 1.1 Mengenali (recognizing) 1.2 Memunculkan kembali (recalling) 2. Memahami (understand) 2.1 Menterjemahkan (interpreting) 2.2 Mencontohkan (exemplifying) 2.3 Menggolongkan (classifying) 2.4 Meringkas (summarizing) 2.5 Menunjukkan (inferring) Keterangan Memunculkan kembali pengetahuan relevan dari kenangan jangka panjang (long-term memory). Menemukan pengetahuan di kenangan jangka panjang (long-term memory) yang konsisiten dengan bahan yang diberi. Contohnya pada soal benar-salah dan soal pilihan ganda. Memunculkan kembali pengetahuan relevan dari kenangan jangka panjang (long-term memory). Membangun konsep dari pesan instruksional, termasuk lisan, tertulis, komunikasi grafik. Menguraikan dengan kata-kata sendiri dari satu bentuk gambaran atau representasi. Menemukan contoh khusus atau gambaran dari konsep atau prinsip Mengetahui bahwa sesuatu mempunyai kategori. Mengintisarikan tema umum atau poin utama. Menarik kesimpulan logis dari informasi yang diberi. Indonesia National Assessment Program (INAP) 10

11 2.6 Membandingkan (comparing) 2.7 Menerangkan (explaining) Mengetahui korespondensi antara dua gagasan, objek dan sejenisnya. Membangun hubungan sebab-akibat dari sebuah sistem. 3. Menerapkan (apply) Menggunakan prosedur di dalam situasi tertentu. 4. Menganalisis (analyze) 4.1 Membedakan (differentiating) 4.2 Menyelenggarakan (organizing) 4.3 Mengaitkan (attributing) Membagi materi ke dalam bagian-bagian unsur pokoknya dan menentukan bagaimana bagianbagian tersebut berhubungan satu sama lain seperti sampai kepada maksud keseluruhan. Membedakan bahan yang diberikan, bagianbagian yang relevan dari yang tidak relevan, bagian-bagian yang penting dari yang tidak penting. Menentukan bagaimana elemen sesuai atau berfungsi dalam struktur. Menentukan sudut pandang, prasangka, nilai atau maksud yang mendasari materi yang diberikan. 5. Menilai (evaluate) Membuat keputusan berdasarkan kriteria atau ukuran tertentu. 5.1 Memeriksa (checking) 5.2 Mengomentari (critiquing) Mengetahui ketidakkonsistenan atau kekeliruan dalam proses atau produk yang mempunyai konsistensi mendalam, mengetahui keefektifan prosedur saat dilaksanakan. Mengetahui ketidakkonsistenan antara produk dan kriteria eksternal, memutuskan apakah produk mempunyai ketetapan eksternal, mengetahui kepatutan prosedur untuk masalah yang diberikan. 6. Menciptakan (create) Penyatuan bagian-bagian ke dalam suatu bentuk yang menyeluruh. 6.1 Menghasilkan (generating) 6.2 Merencanakan (planning) 6.3 Menghasilkan (producing) Menghasilkan hipotesis alternatif yang berdasarkan kriteria. Memikirkan prosedur untuk menyelesaikan beberapa tugas. Menciptakan produk. Indonesia National Assessment Program (INAP) 11

12 B. Tes Tes pada umumnya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran. Menurut Nana Sudjana (1989:35), tes sebagai alat penilaian adalah pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk tulisan (tes tulisan), atau dalam bentuk perbuatan (tes tindakan). Sedangkan menurut Ngalim Purwanto (1984:33), yang dimaksud tes hasil belajar (achievement tes) ialah tes yang dipergunakan untuk menilai hasil-hasil pelajaran yang telah diberikan oleh guru kepada siswa-siswanya, dalam jangka waktu tertentu. Pendapat lain menyatakan bahwa tes hasil belajar dapat didefinisikan sebagai alat atau prosedur sistematik untuk mengukur hasil belajar siswa (Cece Rakhmat dan Didi Suherdi, 1998/1999:67). Suatu kemajuan program pendidikan dibuktikan dengan peningkatan hasil yang diperoleh yang dapat dilihat dari hasil tes belajar. Meskipun fungsi utama dari tes hasil belajar adalah mengukur prestasi belajar siswa, bukan berarti tes hasil belajar semata-mata untuk memberikan angka di rapor. Umpan balik dari diadakannya tes hasil belajar adalah nilai. Anggapan yang salah adalah jika siswa beranggapan bahwa nilai menjadi tujuan utama dalam belajar, yang terkadang dicapai dengan cara apapun. Dengan demikian, tes tersebut akan memberikan hasil yang tidak sesuai dengan apa yang hendak diukur. Tes hasil belajar diharapkan mampu menjadi motivator siswa dalam belajar. Bentuk soal yang biasa dipakai dalam tes adalah soal pilihan ganda dan soal uraian. Keunggulan soal pilihan ganda yaitu dapat diskor dengan mudah, cepat, serta objektif dan mencakup ruang lingkup materi yang luas dalam suatu tes. Soal pilihan ganda menuntut peserta tes untuk memberikan jawaban atas pertanyaan atau pernyataan yang tercantum dalam pokok soal atau stem yang disertai dengan sejumlah kemungkinan jawaban. Pilihan jawaban terdiri atas jawaban yang benar yang disebut kunci jawaban, serta kemungkinan jawaban Indonesia National Assessment Program (INAP) 12

13 salah yang dinamakan pengecoh (distractor). Tugas peserta tes adalah memilih salah satu diantara jawaban yang tersedia, yang benar atau yang paling benar. Menurut Sumarna Surapranata (2004:133), bentuk soal pilihan ganda dibedakan menjadi dua macam yaitu bentuk soal dengan pokok soal (stem) pertanyaan dan bentuk soal dengan pokok soal (stem) pernyataan. Pada soal pilihan ganda berbentuk pertanyaan, stem disajikan dengan tanda tanya dan langsung ke arah permasalahan, sedangkan pada soal pilihan ganda berbentuk pernyataan, stem disajikan dengan empat buah titik di akhir kalimat yang terdapat pada stem atau dengan tiga buah titik (di awal kalimat atau di tengah kalimat). Menurut Ruseffendi (1991: 21), tipe soal yang cocok untuk assessment proses belajar siswa dalam mengerjakan soal sebagai suatu bentuk pengukuran hasil belajar adalah soal yang bertipe uraian atau essay. Pada dasarnya tes uraian adalah pertanyaan yang menuntut siswa menjawab dalam bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberikan alasan, dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata dan bahasa sendiri. Maka dalam tes uraian dituntut kemampuan siswa untuk menggeneralisasikan gagasannya melalui bahasan tulisan (Nana Sujana, 1992:35). Tipe essay test lebih bersifat power test. Pada tes ini hasil penilainnya relatif tergantung penilainya. Karena itu tes uraian ini subjektif. Tujuan utama tes berbentuk uraian adalah agar siswa dapat menunjukkan proses jawaban secara terperinci, tidak hanya hasil, misalnya membuktikan dan menghitung. Selain itu, tes uraian bisa digunakan untuk melatih ingatan dan kreativitas siswa dalam mengolah suatu jawaban. Kelebihan dari tes tertulis adalah: (a) Menyusunnya mudah, (b) Siswa bebas menjawab, (c) Siswa dilatih megemukakan pendapat, (d) Mudah disiapkan dan disusun, (e) Siswa tidak mudah berspekulasi, (f) Mendorong siswa untuk dapat mengemukakan pendapat dan serta menyusun dalam kalimat yang baik, (g) Ekonomis, karena menggunakan kertas yang sedikit. Adapun kelemahan tes uraian adalah: (a) Kadar validitas dan reliabilitas rendah, (b) Scope yang dinilai sempit, (c) Pemeriksaan yang sulit dan Indonesia National Assessment Program (INAP) 13

14 subjektif, (d) Hanya dapat diperiksa oleh penyusun tes atau pihak lain yang menguasai bidang yang sama, (e) Jawabannya heterogen, sehingga menyulitkan tester, (f) Baik-buruk tulisan, panjang pendek, tidak sama jawaban menimbulkan penskoran kurang objektif, dan (g) Adanya salah pengertian dalam memahami soal tes. Adapun cara mengatasi kelemahan tes uraian dapat dilakukan dengan cara: (a) Hendaknya penulis soal menentukan batasan jawab yang diharapkan agar jawaban tes tidak terlalu beraneka ragam, (b) Bahasa yang digunakan hendaknya seefisien mungkin, ringkas, tepat dan langsung pada permasalahan sehingga mudah dipahami oleh siswa, (c) Jika soal diambil dari buku, sebaiknya redaksinya dirubah menurut redaksi penulis soal, (d) Dalam pemeriksaan sebaiknya dilakukan pernomor soal bukan perorangan, (e) Untuk mengurangi subyektivitas, ada baiknya jika hasil pemeriksaan yang telah kita lakukan, kembali kita periksa untuk yang kedua kalinya setelah beberapa waktu tertentu, (f) Sebelum soal-soal tes diujikan, kita membuat dulu kunci jawaban atau penyelesaiannya, atau paling tidak pokok-pokok jawabannya. Dalam mata pelajaran matematika dapat dibuat perkiraan skor atau nilai tertentu untuk setiap tahap penyelesaian yang diberikan oleh siswa. Langkah ini dimaksudkan agar setiap siswa mendapat nilai yang sesuai dengan langkah-langkah pengerjaannya yang benar. Terkait dengan penyusunan tes uraian agar diperoleh soal-soal yang berkualitas, perlu diperhatikan beberapa hal berikut ini: a. Hendaknya tes meliputi ide-ide pokok bahan yang akan diteskan. b. Soal tidak sama persis dengan contoh yang ada pada catatan. c. Pada waktu menyusun soal, hendaknya juga dibuatkan kunci jawaban. d. Pertanyaan menggunakan kata tanya yang bervariasi. e. Hendaknya rumus yang digunakan dalam menjawab soal jelas dan mudah dipahami. f. Hendaknya ditegaskan model jawaban yang dikehendaki oleh pembuat, untuk itu harus spesifik dan tidak terlalu umum. Indonesia National Assessment Program (INAP) 14

15 C. Ragam Bentuk Soal Soal adalah serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau dijawab oleh peserta didik, suatu soal terdiri atas sejumlah butir soal. Ciri khusus soal ialah selalu mempunyai jawaban benar atau salah. Pekerjaan atau jawaban peserta didik tersebut setelah diperiksa benar-salahnya akan menghasilkan skor yang selanjutnya dengan cara tertentu diubah menjadi nilai. Soal dibagi menjadi dua bentuk, yaitu soal bentuk uraian dan soal bentuk objektif. Kedua bentuk soal memiliki kelebihan disamping kekurangan. Pemilihan bentuk soal yang tepat ditentukan oleh tujuan ujian, jumlah peserta ujian, waktu yang tersedia untuk memeriksa lembar jawaban, cakupan materi, dan karakteristik mata pelajaran yang diujikan (Djemari Mardapi, 2008: 91). 1. Soal Bentuk Uraian Instrumen penilaian hasil belajar bentuk soal adalah instrumen untuk merekam hasil belajar peserta didik. Hasil belajar merupakan manifestasi tujuan belajar dalam bentuk kompetensi belajar. Oleh karenanya hasil belajar peserta didik berupa kompetensi hasil belajar, yang berisi dua hal: a. kompetensi aspek kognitif, afektif, dan/atau psikomotor; b. materi kimia dalam bentuk pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan/atau meta kognitif. Pada soal bentuk uraian, butir soal berbentuk kalimat dan peserta didik harus menjawab dalam bentuk kalimat pula. Atas dasar hal ini, peserta didik harus memiliki kemampuan menulis kalimat dengan cara dan bahasa ilmiah yang benar. Pada soal bentuk objektif, butir soal berupa pertanyaan atau pernyataan dan diikuti dengan sejumlah alternatif jawaban. Peserta didik menjawab butir soal dengan memilih alternatif jawaban yang sudah disediakan Soal bentuk uraian terdiri atas butir-butir soal uraian. Butir soal uraian yang dimaksud di sini adalah butir soal yang mengandung pertanyaan yang jawabannya harus dilakukan dengan cara mengekspresikan pikiran peserta didik. Indonesia National Assessment Program (INAP) 15

16 Pada butir soal bentuk uraian tidak tersedia alternatif jawaban. Dalam menjawab butir soal uraian peserta didik dituntut untuk menguraikan jawabannya dengan kata-kata sendiri dan cara sendiri. Jawaban dari peserta didik selalu berbeda dalam hal bentuk, cara, dan gaya bahasanya. Soal uraian disebut soal non objektif, karena penilaian yang dilakukan terhadap hasil ujian dengan soal bentuk ini cenderung dipengaruhi subjektivitas dari penilai (unsur pribadi penilai). Bentuk soal ini menuntut kemampuan peserta didik untuk menyampai-kan, memilih, menyusun, dan memadukan gagasan atau ide yang telah dimilikinya dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Soal bentuk uraian memiliki kelebihan dibandingkan soal bentuk objektif, baik dalam cara penyusunannya maupun pelaksanaannya. Keunggulan bentuk soal ini dapat mengukur tingkat berpikir dari yang rendah sampai yang tinggi, yaitu mulai dari aspek kognitif mengingat sampai mengevaluasi. Kelebihan lainnya adalah: a. cara menyusunnya lebih mudah daripada soal objektif, b. mengukur hasil belajar kompleks, yang tidak dapat diukur dengan soal objektif, c. peserta didik tidak dapat menebak jawaban. Namun disamping kelebihan yang dimilikinya, soal uraian juga memiliki berbagai kekurangan, diantaranya: a. untuk koreksi diperlukan waktu lama, b. materi yang dicakup sangat terbatas, c. subjektivitas tinggi, d. reliabilitas rendah Untuk mengurangi subjektivitas yang tinggi, ada beberapa cara yang dapat ditempuh, yaitu: a. jawaban tiap soal tidak dituntut terlalu panjang, sehingga dapat mencakup materi yang banyak, b. tidak melihat nama peserta ujian, Indonesia National Assessment Program (INAP) 16

17 c. memeriksa tiap butir soal dalam waktu bersamaan atau sesuai nomor soal, sehingga jika penilai kelelahan dalam mengoreksi dapat berhenti di nomor soal yang sama. Hal ini dilakukan karena suasana hati penilai sangat berpengaruh dalam menilai, dan d. menyiapkan pedoman penskoran dalam bentuk tabel penskoran atau marking scheme untuk setiap butir soal uraian yang berupa tahap-tahap perhitungan, sedangkan jika jawaban soal bersifat argumentatif, maka harus ditetapkan kata kunci yang harus ada dalam jawaban. Soal uraian dibagi menjadi tipe uraian terbatas dan uraian bebas. Pada tipe soal uraian terbatas, jawaban peserta didik dibatasi rambu-rambu yang ditentukan dalam butir soal uraian tersebut. Jawaban peserta didik bersifat memusat (konvergen). Ragam soal ini ada tiga yaitu ragam soal uraian melengkapi (isian), ragam soal uraian jawaban singkat, dan ragam soal uraian terbatas sederhana. Pada tipe soal uraian bebas, peserta didik bebas menjawab soal dengan cara dan sistematika sendiri. Jawaban peserta didik terhadap soal tersebut bersifat menyebar (divergen). Ragam butir soal ini ada dua, yaitu ragam soal uraian bebas sederhana dan ragam soal uraian bebas ekspresif. Pemberian skor soal uraian melengkapi dan jawaban singkat, cara menskornya sederhana. Skor tiap butir soal untuk jawaban benar adalah 1 (satu) dan skor tiap butir soal untuk jawaban salah adalah 0 (nol). Pemberian skor soal uraian terbatas sederhana, soal uraian bebas sederhana dan uraian bebas ekspresif, perlu dibuat cara penskorannya dengan suatu tabel penskoran atau marking scheme.setiap langkah yang dijawab benar diberi skor, sehingga penskoran menjadi lebih objektif. Dalam menyusun soal bentuk uraian, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, diantaranya: a. Materi soal uraian merupakan materi yang tidak cocok diukur dengan soal objektif. b. Setiap butir soal menggunakan petunjuk dan rumusan yang jelas dan mudah dipahami sehingga tidak menimbulkan kebimbangan pada peserta didik. Indonesia National Assessment Program (INAP) 17

18 c. Jangan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memilih beberapa butir soal dari soal yang diberikan. d. Butir soal uraian mengarah pada aspek kognitif yang tinggi (C 2 ke atas). 2. Soal Bentuk Objektif Soal bentuk objektif terdiri atas sejumlah butir soal. Butir soal objektif adalah butir soal yang mengandung pertanyaan atau pernyataan yang alternatif jawabannya telah disediakan. Peserta didik diminta memilih salah satu alternatif jawaban yang benar. Bentuk soal objektif yang sering digunakan adalah bentuk pilihan ganda, benar salah, menjodohkan, dan uraian objektif. Soal uraian objektif sering digunakan pada bidang sains (IPA) dan teknologi atau bidang sosial yang jawabannya sudah pasti dan hanya satu jawaban yang benar. Sedangkan soal uraian non objektif (esai) sering digunakan pada bidang ilmu sosial, yaitu jika jawabannya luas dan tidak hanya satu jawaban yang benar, tergantung argumentasi peserta ujian. Bentuk soal objektif pilihan ganda dan benar salah sangat tepat digunakan bila jumlah peserta ujian banyak, waktu koreksi singkat, dan cakupan materi yang diujikan banyak. Bentuk soal uraian objektif sering digunakan pada mata pelajaran yang batasnya jelas, seperti mata pelajaran fisika, kimia, biologi, atau IPA terpadu, matematika, dan teknik. Soal pada ujian bentuk ini jawabannya hanya satu, mulai dari memilih rumus yang tepat, memasukkan angka dalam rumus, menghitung hasil, dan menafsirkan hasilnya. Soal uraian objektif penskorannya juga jelas dan rinci. Secara umum soal berbentuk objektif memiliki beberapa kelebihan, yaitu: a. cara mengoreksi jawaban mudah, cepat, dan dapat dilakukan oleh siapapun, b. materi pokok kimia yang dicakup luas, c. objektivitas tinggi. Sedangkan kekurangan soal objektif antara lain: Indonesia National Assessment Program (INAP) 18

19 a. cara menyusunnya sukar dan lama, b. hanya sesuai untuk mengukur hasil belajar pada aspek kognitif tingkat rendah (mengingat), c. ada kemungkinan peserta didik menebak jawaban. Soal objektif dibagi menjadi tipe objektif benar-salah, objektif menjodohkan, dan objektif pilihan ganda. Jawaban soal objektif dapat diskor dengan mudah dan bersifat objektif. Umumnya dipakai dasar, bila jawaban butir soal benar skor adalah 1, sedangkan bila jawaban butir soal salah, skor adalah 0. Soal objektif bentuk pilihan ganda dapat digunakan untuk mengukur hasil belajar dari dimensi proses kognitif sederhana sampai dengan yang kompleks dan berkenaan dengan aspek mengingat, mengerti, mengaplikasi, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Butir soal objektif bentuk plihan ganda terdiri atas pokok soal dan alternatif pilihan jawaban. Pokok soal disebut juga stem, yang dapat berbentuk pertanyaan atau pernyataan yang belum sempurna. Pilihan jawaban dapat berbentuk perkataan, bilangan, atau kalimat, dan disebut juga option. Kelebihan soal bentuk pilihan ganda adalah lembar jawaban dapat diperiksa dengan komputer, sehingga objektivitas penskoran dapat dijamin. Namun membuat soal pilihan ganda yang baik tidak mudah, perlu tahapan validasi kualitatif dan kuantitatif yang harus ditempuh agar benar-benar diperoleh soal dengan kualitas yang baik, valid, dan reliabel. Soal berbentuk pilihan ganda memiliki kelebihan, diantaranya: a. cara penilaian dapat dilakukan dengan mudah, cepat, objektif, b. kemungkinan peserta didik menjawab dengan menebak dapat dikurangi, untuk option sebanyak 5 kemungkinan menebak adalah 20% dan option sebanyak 4 kemungkinan menebak adalah 25%, Indonesia National Assessment Program (INAP) 19

20 c. dapat digunakan untuk meneliti kemampuan peserta didik dalam menginterpretasi, memilih, dan menemukan pendapat, d. dapat digunakan berulang-ulang, dan e. sangat cocok untuk menilai kemampuan peserta didik dalam mengaplikasikan prinsip-prinsip. Disamping kelebihan, soal berbentuk pilihan ganda memiliki kekurangan, yaitu: a. kebanyakan hanya digunakan untuk menilai ingatan, b. sukar menyusun soal yang benar-benar baik, c. memerlukan waktu dan tenaga yang banyak untuk menyusunnya. Dalam menyusun soal pilihan ganda,, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, diantaranya: a. Berilah petunjuk mengerjakan soal yang jelas. b. Jangan memasukkan materi yang`tidak relevan dengan apa yang sudah dipelajari peserta didik. c. Pernyataan pada pokok soal (stem) seharusnya merumuskan persoalan yang jelas dan berarti. d. Pernyataan dan alternatif jawaban (option) hendaknya merupakan kesatuan kalimat yang tidak terputus. e. Option hendaknya homogen dalam hal materi dan panjangnya, urutan bilangan dari besar ke kecil atau sebaliknya. f. Panjang option pada suatu soal hendaknya lebih pendek daripada stem-nya. g. Usahakan agar stem dan option tidak mudah diasosiasikan. h. Dalam penyusunannya, pola kemungkinan jawaban yang benar hendaknya jangan sistematis. i. Harus MATakini bahwa hanya ada satu jawaban yang benar. Indonesia National Assessment Program (INAP) 20

21 D. Teori Respons Butir pada Data Dikotomi Pada analisis butir dengan teori respons butir ada asumsi yang harus dipenuhi untuk analisis ini yakni independensi lokal dan unidimensi. Pada teori ini, pendekatan probabilistik untuk menyatakan hubungan antara kemampuan peserta dengan harapan menjawab benar. Hubungan ini dinyatakan dengan model logistik dengan parameter indeks kesukaran, indeks daya beda butir dan indeks tebakan semu (pseudoguessing). Pada model logistik tiga parameter dapat dinyatakan sebagai berikut (Hambleton, & Swaminathan, 1985 : 49; Hambleton, Swaminathan, & Rogers, 1991: 17; Baker, 2001 ). P i ( ) = c i + (1-c i ) Dai ( bi ) e Da ( ) 1 i b e i... (1) dengan tingkat kemampuan peserta tes, P ( ) probabilitas peserta tes yang i memiliki kemampuan dapat menjawab butir i dengan benar, a i indeks daya pembeda, bi indeks kesukaran butir ke-i, c i indeks tebakan semu butir ke-i, e bilangan natural yang nilainya mendekati 2,718, n banyaknya butir dalam tes, dan D faktor penskalaan yang harganya 1,7. Model 2 parameter dan model 3 parameter merupakan kasus khusus dari persamaan 1. Model 2 parameter merupakan kasus khusus dari model 3 parameter, yakni ketika c=0. Model 1 parameter merupakan kasus khusus model 1 parameter, yakni ketika a=1. Fungsi informasi butir (item information functions) merupakan suatu metode untuk menjelaskan kekuatan suatu butir pada perangkat soal dan menyatakan kekuatan atau sumbangan butir soal dalam mengungkap kemampuan laten (latent trait) yang diukur dengan tes tersebut (Hulin, C.L., Drasgow, F. & Parsons, C.K.,1983). Secara matematis, fungsi informasi butir didefinisikan sebagai berikut. (2) I i ( ) = 2 ' Pi ( )... P ( ) Q ( ) i i Indonesia National Assessment Program (INAP) 21

22 dengan i merupakan 1,2,3,,n, I i ( ) fungsi informasi butir ke-i, P i ( ) peluang peserta dengan kemampuan menjawab benar butir i, P' i ( ) turunan fungsi P i ( ) terhadap, Q i ( ) peluang peserta dengan kemampuan menjawab salah butir i. Fungsi informasi tes merupakan jumlah dari fungsi informasi butir-butir tes tersebut (Hambleton & Swaminathan, 1985: 94; De Gruijter, D.M. & van der Kamp, L.J.T., 2005). Berkaitan dengan hal ini, nilai fungsi informasi perangkat tes akan tinggi jika butir-butir penyusun tes mempunyai fungsi informasi yang tinggi pula. Fungsi informasi perangkat tes (I( )) secara matematis dapat didefinisikan sebagai berikut. n I ( ) = I i ( )..... (3) i 1 E. Teori Respons Butir pada Data Politomi Selain model respons butir dikotomi, ada model lain yang dapat digunakan untuk menskor respons peserta terhadap suatu butir tes, yakni model politomi. Model-model politomi pada teori respons butir antara lain nominal resons model (NRM), rating scale model (RSM), partial credit model (PCM), graded respons model (GRM) dan generalized partial credit model (GPCM) (Van der Linden & Hambleton, 1997). Model respons butir politomous dapat dikategorikan menjadi model respons butir nominal dan ordinal, tergantung pada asumsi karakteristik tentang data. Model respons butir nominal dapat diterapkan pada butir yang mempunyai alternatif jawaan yang tidak terurut (ordered) dan adanya berbagai tingkat kemampuan yang diukur. Pada model respons ordinal terjadi pada butir yang dapat diskor ke dalam banyaknya kategori tertentu yang tersusun dalam jawaban. Skala Likert diskor berdasarkan pedoman penskoran kategori respons terurut, yang merupakan penskoran ordinal. Butir-butir tes matematika dapat diskor menggunakan sistem parsial kredit, langkah-langkah menuju jawaban benar dihargai sebagai penskoran ordinal. Model penskoran yang pang sering dipakai ahli yakni GRM, PCM, dan GPCM. Indonesia National Assessment Program (INAP) 22

23 1. Graded Respons Model (GRM) Respons peserta terhadap butir j dengan model GRM dikategorikan menjadi m+1 skor kategori terurut, k=0,1,2,...,m dengan m merupakan banyaknya langkah dalam menyelesaikan dengan benar butir j, dan indeks kesukaran dalam setiap langkah juga terurut. Hubungan parameter butir dan kemampuan peserta dalam GRM untuk kasus homogen (aj sama dalam setiap langkah) dapat dinyatakan oleh Muraki & Bock (1997:7) sebagai berikut. * * P ( ) P ( ) P ( )...(4) P jk jk jk j k 1 exp[ Da j ( b jk )] ( )...(5) 1 exp[ Da ( b )] j jk * * Dengan P ( ) 1 dan P ( ) =0 a j b jk j0 j m 1 : indeks daya beda butir j : kemampuan peserta, : indeks kesukaran kategori k butir j P jk ( ) : probabilitas peserta berkemampuan yang memperoleh skor kategori k pada butir j P * ( ) : probabilitas peserta berkemampuan yang memperoleh skor kategori jk D k atau lebih pada butir j : faktor skala 2. Partial Credit Model (PCM) PCM merupakan perluasan dari model Rasch, dengan asumsi setiap butir mempunyai daya beda yang sama. PCM mempunyai kemiripan dengan GRM pada butir yang diskor dalam kategori berjenjang, namun indeks kesukaran dalam setiap langkah tidak perlu terurut, suatu langkah dapat lebih sukar dibandingkan langkah berikutnya. Indonesia National Assessment Program (INAP) 23

24 Bentuk umum PCM menurut Muraki & Bock (1997:16) sebagai berikut. P jk h 0 k exp ( b jv ) v 0 ( ), k=0,1,2,...,m m k exp ( b ) v 0 jv Dengan P jk ( ) = probabilitas peserta berkemampuan memperoleh skor kategori k pada butir j, : kemampuan peserta, m+1 : banyaknya kategori butir j, b jk : indeks kesukaran kategori k butir j k h 0 h ( b jh ) 0 dan ( b jh ) ( b jh ).(6) h 0 h h 1 Skor kategori pada PCM menunjukkan banyaknya langkah untuk menyelesaikan dengan benar butir tersebut. Skor kategori yang lebih tinggi menunjukkan kemampuan yang lebih besar daripada skor kategori yang lebih rendah. Pada PCM, jika suatu butir memiliki dua kategori, maka persamaan 5 menjadi persamaan model Rasch. Sebagai akibat dari hal ini, PCM dapat diterapkan pada butir politomus dan dikotomus. Indonesia National Assessment Program (INAP) 24

25 3. Generalized Partial Credit Model (GPCM) GPCM menurut Muraki (1997) merupakan bentuk umum dari PCM, yang dinyatakan dalam bentuk matematis, yang disebut sebagai fungsi respons kategori butir sebagai berikut. dan P jh h exp Z jr ( ) v 0 ( ), k=0,1,2,...,m m j i e exp Z jr ( ) e 0 v 0...(7) Z jh ( )=Da j ( -b jh )=Da j ( -b j +d h ), b j0 =0...(8) Dengan P jk ( ) : probabilitas peserta berkemampuan memperoleh skor kategori k pada butir j, : kemampuan peserta, a j : indeks daya beda butir j, b jh : indeks kesukaran kategori k butir j, b j : indeks kesukaran lokasi butir j (parameter butir lokasi) d k : parameter kategori k, m j +1 D : banyaknya kategori butir j, dan : faktor skala (D=1.7) Parameterb jh oleh Master dimamai dengan parameter tahap butir. Parameter ini merupakan titik potong antara kurva P jk ( ) dengan P jk-1 ( ). Kedua kurva hanya berpotongan di satu titik pada skala. Jika = b jk, maka P jk ( ) = P jk-1 ( ) Jika > b jk, maka P jk ( ) > P jk-1 ( ) Jika < b jk, maka P jk ( ) < P jk-1 ( ), K=1,2,3,...,m j Indonesia National Assessment Program (INAP) 25

26 F. Kecocokan Model Kemampuan peserta tes sebanyak N dinyatakan dengan yang merupakan skaa kontinu. Metode expected a posteriori (EAP) digunakan sebagai estimator untuk setiap kemampuan peserta. Menurut Du Toit (2003) estimasi EAP merupakan rerata dari distribusi posterior dari dengan diberikan pola respons terobservasi x i. Skor EAP didekati dengan titik quadrature (quadrature point) X f dan bobot A(X f ) yakni F f X f Ll ( X f ) A( X f ) 1 l F...(9) L ( X ) A( X ) f 1 l f Dengan L X ) merupakan probabilitas dari pola respons xi. Standar deviasi l ( f posterior dari skor EAP didekati dengan f PSD( l ) = F f 1 ( X ) f F f 1 l l 2 L ( X L ( X f l f ) A( X ) A( X f ) f )...(10) Setelah semua skor EAP peserta tes dikelompokkan pada suatu interval yang telah di perdeterminasikan H interval pada skala kontinu, frekuensi terobservasi dari respons kategori ke-k pada butir j dalam interval h yakni r hjk dan banyaknya peserta tes yang mengerjakan butir j dalam h interval yakni N hj dihitung. Skala kemampan yang telah diestimasi diskalakan sehingga varians dari distribusi sampel sama pada distribusi laten dari estimasi MML parameter butir yang selalu diset berdistribusi normal N(0,1). H dengan m j +1 tabel kontingensi untuk setiap butir ke-j. Untuk setiap interval, dihitung rerata interval h dan nilai fungsi respons yang cocok P ). Statistik jk ( h 2 perbandingan likelihood untuk setiap butir dihitung dengan G 2 j 2 H j m j r hjk h 1 k 0 ln N hj r P hjk jk ( ) h...(11) Indonesia National Assessment Program (INAP) 26

27 Dengan H j merupakan banyaknya interval setelah interval dengan nilai frekuensi kurang dari 5 digabung dengan interval terdekat. Derajat kebebasan sama dengan banyaknya interval H j dikalikan dengan m j. Statistik uji 2 perbandingan likelihood untuk tes keseluruhan merupakan jumlahan dari statistik uji 2 secara terpisah. Derajat kebebasan ini juga merupakan jumlahan dari derajat kebebasan dari tiap butir. Uji kecocokan ini digunakan untuk mengevaluasi kecocokan model pada data respons yang sama ketika model tersarang pada parameter-parameternya. Untuk mengetahui perbandingan model, menurut Thissen et. al. (1993: 72) dan Camilli dan Shepard (1994 : 76) dapat digunakan dengan metode perbandingan likelihood dalam teori respons butir (IRT-LR). Langkah-langkah untuk melakukan perbandingan likelihood sebagai berikut. Misalkan L * merupakan nilai fungsi likelihood L. Ada dua model yang akan diperbandingkan, model C, yaitu model kompak (compact) dan model A, yaitu model yang ditingkatkan (augmented). Model C merupakan model yang lebih sederhana. Kemudian dirumuskan hipotesis : H o : = Set C ( Set C memuat N parameter) (12) H a : = Set A ( Set A memuat N+M parameter)... (13) dianggap memiliki set parameter yang benar. Model C memiliki M parameter lebih sedikit dibandingkan dengan model A. Perbandingan likekihood (Likelihood Ratio, LR) untuk dua model dinyatakan dengan persamaan : LR = L L * ( C ) ( A).... (14) dengan: L : nilai fungsi likelihood model C * (C) * L ( A) ] : nilai fungsi likelihood model A. Kemudian ditransformasikan dengan logaritma natural : = -2 ln(lr) 2 (M ) =[-2 ln L * (C) ]-[-2ln L * ( A) ]... (15) Indonesia National Assessment Program (INAP) 27

28 dengan: L : nilai fungsi likelihood model C * (C) * L ( A) ] : nilai fungsi likelihood model A. Agar lebih mudah, G(C) = [-2 ln L * (C) ] dan G(A) =[-2ln L * ( A) ], sehingga rasio/perbandingan logaritma likelihood menjadi 2 = -2ln(LR) = G( C) G(A).. (16) (M ) Persamaan 16 tersebut berdistribusi khi-kuadrat dengan M derajat kebebasan. G. Variabel yang Diukur Variabel yang diukur dalam survei INAP terdiri dari pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), serta latar belakang peserta didik, guru, dan sekolah. 1. Pengetahuan dan Keterampilan Pengetahuan yang diukur berupa materi yang terdapat dalam kurikulum (curriculum focused) dan materi yang bersifat lintas kurikulum(cross-curricular elements) dengan penekanan pada pemahaman konsep dan kemampuan untuk menggu-nakannya dalam kehidupan pada berbagai situasi. Pengetahuan dan keterampilan yang diukur meliputi: a. Literasi membaca (reading literacy), meliputi: (1) kemampuan membaca (perfor-mative), (2) kemampuan menggunakan bahasa untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (functional), (3) kemampuan mengakses pengetahuan dengan bahasanya (informational), dan (4) kemampuan mentransformasi pengetahuan serta mengeva-luasi (epistemic). a. Literasi matematika (mathematical literacy), meliputi: (1) kemampuan mengetahui fakta dan prosedur matematika (knowing), (2) kemampuan menggunakan konsep matematika untuk menjawab permasalahan matematis sederhana (using), (3) dan kemampuan bernalar untuk memecahkan masalah yang membutuhkan pemikiran matematis (reasoning). b. Literasi sains (scientific literacy), mencakup kemampuan: 1) menggunakan pengeta-huan atau konsep-konsep sains secara bermakna, 2) mengidentifikasi masalah, 3) menganalisis dan mengevaluasi data atau peristiwa; 4) merancang Indonesia National Assessment Program (INAP) 28

29 penyelidikan; 5) menggunakan dan memanipulasi alat, bahan atau prosedur; serta 6) memecahkan masalah dalam rangka memahami fakta-fakta tentang alam dan perubahan yang terjadi dalam kehidupan. 2. Latar Belakang Peserta Didik, Guru, dan Sekolah a. Latar Belakang Peserta Didik Berdasarkan penggalian latar belakang peserta didik akan dicari informasi mengenai: demografi peserta didik, latar belakang status sosial dan ekonomi, tingkat motivasi dan minat peserta didik, partisipasi lingkungan peserta didik terhadap pendidikan, kebiasaan belajar peserta didik, persepsi peserta didik terhadap bidang studi yang diujikan, serta ekspektasi (harapan) peserta didik terhadap hasil pembelajaran. b. Latar Belakang Guru Setiap guru yang mengajar peserta didik yang menjadi sampel pada INAP akan diberikan angket yang mengukur aspek-aspek: demografi guru, pengalaman mengajar, latar belakang pendidikan dan pelatihan, alokasi waktu guru dalam mengajar, opini dan persepsi guru terhadap sekolah dan peserta didik, serta kesiapan guru mengajarkan materi yang diujikan. c. Latar Belakang Sekolah Aspek yang diukur yang berkaitan dengan latar belakang sekolah meliputi: demografi sekolah, jumlah peserta didik dan guru, latar belakang pendidikan semua guru, status semua guru (tetap atau honorer), kebijakan sekolah dalam penerimaan peserta didik, sumber dana sekolah dan pengalokasiannya, kebijakan pembelajaran di sekolah (penentuan mata pelajaran, buku yang digunakan), dan variabel-variabel lain yang berhubungan dengan pengelolaan sekolah. H. Strategi Asesmen Strategi asesmen yang ditempuh dalam INAP adalah dengan cara survei yang menggunakan metodologi, prosedur, dan mekanisme yang diadaptasi dari Indonesia National Assessment Program (INAP) 29

30 beberapa survei Internasional yang telah dilakukan, antara lain Programme for International Students Assessment (PISA) oleh Organization for Economics Cooperation Development (OECD), Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS), dan Programme for International Reading Literacy Study(PIRLS) oleh International Evaluation Assessment (IEA), National Assessment of Educational Progress (NAEP). Tabel 2. SK dan KD IPA Kelas IV SD/MI Berdasarkan Standar Isi Semester Jumlah SK Nomor SK Perincian KD Jumlah KD Setiap rangkaian survei INAP diawali dengan pengembangan kerangka kerja, pengembangan instrumen yang dilaksanakan dengan memenuhi kaidah psikometrik, pemilihan sampel sekolah, pengumpulan data, pengolahan data, serta pelaporan. Di setiap tahapan, pelaksanaan dilaksanakan dengan mematuhi ramburambu yang diadaptasi dari prosedur kerja survei internasional. Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik) adalah institusi yang mengkoordinir semua kegiatan INAP. Dalam pelaksanaannya Puspendik dibantu oleh Dinas Pendidikan terkait dan juga bekerjasama dengan Institusi Perguruan Tinggi di Indonesia. I. Siklus Asesmen Survei INAP merupakan survei tahunan yang target keseluruhannya adalah memantau pencapaian hasil pendidikan dari kelas I hingga kelas XII. Tahun 2012, kemampuan yang diukur dalam survei INAP adalah penguasaan Indonesia National Assessment Program (INAP) 30

31 domain konten dan kognitif kelas IV, serta latar belakang peserta didik, guru, dan sekolah yang menentukan keberhasilan peserta didik. Diharapkan dalam jangka waktu enam tahun, survei INAP telah mencapai satu siklus penuh dari kelas I hingga kelas XII. Indonesia National Assessment Program (INAP) 31

32 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Target Populasi Populasi dari survei INAP adalah seluruh peserta didik kelas V SD/MI di Provinsi Sumatera Utara dan Sumatera Utara. Di setiap jenjang sekolah, target populasi INAP mencakup sekolah Negeri dan Swasta; sekolah baik, sedang dan kurang berdasar hasil UN SD. B. Sampel Teknik sampling yang digunakan adalah multi-stages stratified probability proportional to size sampling. Di setiap provinsi sekolah yang menjadi target populasi diklasifikasikan berdasar tiga jenis strata (stratified): (1) jenis sekolah (SD/MI), (2) status sekolah (Negeri dan Swasta), dan (3) mutu sekolah (baik, sedang, kurang). Kriteria sekolah berdasarkan nilai rata-rata sekolah pada soalsoal linking Nasional UN SD. Di setiap Provinsi, ditentukan sekolah-sekolah yang memenuhi kriteria, yaitu lokasi terjangkau, jumlah peserta didik terdaftar memadai untuk pengambilan data (>7 peserta didik per sekolah), serta mencakup minimal 95% total populasi peserta didik di Provinsi tersebut. Sekolah dikelompokkan berdasarkan setiap strata dan diurutkan berdasarkan jumlah peserta didik terdaftar di masingmasing sekolah. Sebanyak 50 sekolah pada provinsi terpilih sebagai sampel utama studi INAP 2013 dan setiap sekolah sampel utama disiapkan 2 sekolah cadangan. C. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam survei ini terdiri atas tes dan angket. Tes digunakan untuk mengukur prestasi peserta didik dan angket digunakan untuk mendapatkan informasi tentang variabel-variabel yang mempengaruhi prestasi peserta didik, yang meliputi variabel peserta didik, guru, sekolah, dan proses Indonesia National Assessment Program (INAP) 32

33 belajar-mengajar. Setiap peserta didik akan menempuh tes Matematika, Bahasa Indonesia, dan IPA. Berdasarkan jenis mata pelajaran yang diujikan, terdapat dua macam buku tes, yaitu: (1) buku tes Matematika dan membaca, dan (2) buku tes Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Masing-masing buku tes terdiri atas 8 buku tes, sehingga jumlah buku tes keseluruhan adalah 16 buku tes. Antarbuku tes tersebut terdapat soal yang sama (anchor item) yang bertujuan untuk menyetarakan kemampuan peserta didik dalam satu skala, meskipun menempuh buku tes yang berbeda. Buku tes INAP didesain dengan mengikuti matriks pemetaan soal. Untuk setiap jenjang sekolah, soal-soal dari setiap mata pelajaran dikelompokkan dalam 8 cluster soal. Setiap buku tes terdiri atas 4 cluster soal yang berasal dari mata pelajaran yang berbeda. Pengaturan cluster dalam setiap buku tes dapat dilihat dalam Tabel 5 dan Tabel 6. Tabel 3. Pemetaan Cluster Soal dalam Setiap Buku Tes Matematika dan Membaca BUKU 1 BIN INT 1 (1-13) BUKU 2 MAT CLUSTER 2 (1-14) BUKU 3 BIN CLUSTER 3 (1-13) BUKU 4 MAT INT 1 (1-10) BUKU 5 BIN INT 2 (1-11) BUKU 6 MAT CLUSTER 4 (1-14) BUKU 7 BIN CLUSTER 5 (1-12) BUKU 8 MAT CLUSTER 6 (1-13) BUKU 9 BIN CLUSTER 1 (1-14) BIN CLUSTER 1 (14-27) MAT INT 2 (15-25) BIN CLUSTER 2 (14-26) MAT CLUSTER 3 (11-24) BIN CLUSTER 4 (12-25) MAT CLUSTER 5 (15-28) BIN INT 1 (13-25) MAT INT 2 (14-24) BIN CLUSTER 6 (15-27) MAT INT 1 (28-37) BIN CLUSTER 2 (26-38) MAT CLUSTER 3 (27-40) BIN INT 1 (25-37) MAT INT 2 (26-36) BIN CLUSTER 4 (29-42) MAT CLUSTER 5 (26-39) BIN CLUSTER 6 (25-37) MAT CLUSTER 1 (28-42) MAT CLUSTER 1 (38-52) BIN INT 2 (39-49) MAT CLUSTER 2 (41-54) BIN CLUSTER 3 (38-50) MAT CLUSTER 4 (37-50) BIN CLUSTER 5 (43-54) MAT INT 1 (40-49) BIN INT 2 (38-48) MAT CLUSTER 6 (43-55) Indonesia National Assessment Program (INAP) 33

34 Tabel 4. Pemetaan Cluster Soal dalam Setiap Buku Tes IPA BUKU 10 IPA INT 1 (1-10) BUKU 11 IPA CLUSTER 2 (1-12) BUKU 12 IPA CLUSTER 3 (1-12) BUKU 13 IPA INT 1 (1-10) BUKU 14 IPA INT 2 (1-11) BUKU 15 IPA CLUSTER 4 (1-11) BUKU 16 IPA CLUSTER 5 (1-12) BUKU 17 IPA CLUSTER 6 (1-12) BUKU 18 IPA CLUSTER 1 (1-12) IPA CLUSTER 1 (11-22) IPA INT 2 (13-23) IPA CLUSTER 2 (13-24) IPA CLUSTER 3 (11-22) IPA CLUSTER 4 (12-22) IPA CLUSTER 5 (12-23) IPA INT 1 (13-22) IPA INT 2 (13-23) IPA CLUSTER 6 (13-24) Sementara itu, angket yang digunakan dalam survei ini terdiri atas satu angket peserta didik, tiga angket guru (guru Matematika, guru Bahasa Indonesia, guru IPA), dan satu angket sekolah. D. Strategi Pengumpulan Data Dalam survei INAP ini digunakan buku tes dan angket. Buku tes digunakan untuk mengukur prestasi peserta didik dan angket digunakan untuk mendapatkan informasi tentang variabel-variabel yang mempengaruhi prestasi peserta didik, yang meliputi variabel peserta didik, guru, sekolah, dan proses belajar-mengajar. E. Kerangka Kerja Pengembangan Instrumen Kerangka kerja pengembangan instrumen prestasi belajar mengacu pada (1) Standar Nasional Kompetensi Lulusan, (2) format item dan proses kognitif mengadopsi PIRLS, TIMSS, dan PISA. Kerangka kerja pengembangan instrumen angket peserta didilk, guru, dan sekolah mengacu pada PIRLS, TIMSS, PISA dan dikembangkan sesuai dengan kondisi di Indonesia Indonesia National Assessment Program (INAP) 34

35 Langkah-langkah yang dilakukan dalam kegiatan pengembangan instrumen INAP sebagai berikut: 1. Spesifikasi Tes Spesifikasi tes merupakan matriks yang memuat pokok-pokok bahasan, kompe-tensi, subkompetensi yang akan diukur, bentuk soal, jumlah soal, domain kognitif soal, dan indikator soal yang akan diukur dalam tes. 2. Pengembangan Butir Soal Butir soal dikembangkan dengan mengacu pada spesifikasi tes yang sudah ditetapkan. Soal yang telah disusun ditelaah secara kualitatif. Selanjutnya, validasi soal secara empiris dilakukan dengan mengujicobakan soal. Kemudian data dianalisis dengan menggunakan IRT untuk menentukan apakah suatu butir soal dapat dipakai, atau perlu direvisi, atau dibuang. Soal-soal yang dinyatakan baik (valid) dikalibrasi tingkat kesukarannya untuk kemudian disimpan dalam bank soal. Selanjutnya soal-soal yang ada dalam bank soal dapat digunakan untuk berbagai keperluan dalam mendesain tes. 3. Penyusunan Pedoman Pedoman yang digunakan dalam survei INAP terdiri dari 9 (sembilan) jenis manual, yaitu: (1) pedoman umum, (2) pedoman pengembangan instrumen, (3) pedoman koordinator sekolah, (4) pedoman administrator tes, (5) pedoman pelaksanaan survei, (6) pedoman entri data, (7) pedoman skoring, (8) pedoman analisis, dan (9) pedoman pemantau independen. a. Pedoman Umum memuat tentang desain survei INAP, meliputi: (1) latar belakang, (2) tujuan, (3) ruang lingkup, (4) sampel survei, dan (5) pelaksanaan survei. b. Pedoman Pengembangan Instrumen, memuat: (1) penjelasan dari konstruk yang akan diukur, (2) spesifikasi instrumen, (3) pedoman penyusunan pengembangan item, (4) pedoman penelaahan, (5) pedoman uji coba, (6) pedoman analisis hasil uji coba, dan (7) pedoman kriteria pemilihan soal. Indonesia National Assessment Program (INAP) 35

36 c. Pedoman Koordinator Sekolah, meliputi: (1) peran koordinator sekolah, (2) tanggung jawab koordinator sekolah, (3) mengirimkan daftar peserta didik, (4) menentukan tanggal pelaksanaan tes, (5) mengkoordinasikan dan memberitahukan pelaksanaan tes, (6) mengkoordinasikan kegiatan dengan administrator tes, dan (7) menyebarkan dan mengumpulkan angket kepala sekolah dan guru. d. Pedoman Pelaksanaan Survei, meliputi: (1) metodologi pelaksanaan survei, (2) unsur-unsur yang terlibat dalam survei, (3) instrumen survei, (4) sampel survei, dan (5) kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan dalam survei. e. Pedoman Administrator Tes, meliputi: (1) peranan administrator tes, (2) persiapan pelaksanaan survei, (3) pelaksanaan survei, dan (4) penyusunan laporan pelaksanaan survei. f. Pedoman Entri Data, meliputi: (1) penyusunan data entry manager, (2) penyusunan pengembangan program entri data, dan (3) pedoman cleaning data. g. Pedoman Skoring, meliputi: (1) kerangka pedoman penkodean, (2) penetapan prinsip umum dalam pengkodean, (3) permasalahan dalam pengkodean, (4) kode-kode khusus, dan (5) kode dianulir. h. Pedoman Analisis, meliputi: (1) penetapan teknik analisis yang digunakan, (2) prosedur interpretasi hasil analisis, (3) pedoman pembobotan, dan (4) pedoman penanganan hasil analisis yang tidak lazim. i. Pedoman Pemantau Independen, meliputi: (1) latar belakang, (2) tujuan, (3) ruang lingkup, (4) sampel survei, (5) pedoman teknis pelaksanaan pemantauan, dan (6) pedoman penyusunan laporan hasil pemantauan. F. Pelaksanaan Kegiatan Survei 1. Identifikasi Sampel Setelah sekolah sampel ditentukan, Puspendik mengirimkan surat pemberitahuan kepada Kepala Dinas Pendidikan Provinsi mengenai survei dan memberitahukan daftar sekolah sampel di masing-masing Provinsi. Selanjutnya, Indonesia National Assessment Program (INAP) 36

37 kontak person Provinsi menginformasikan kepada sekolah sampel mengenai survei INAP secara umum, mata pelajaran dan materi yang akan diujikan. Kontak person Provinsi juga menghubungi sekolah sampel untuk memperoleh daftar nama peserta didik pada target kelas. Kalau pada sekolah tersebut terdapat kelas paralel, Puspendik akan menentukan kelas mana yang menjadi kelas sampel. Selanjutnya daftar nama peserta didik yang terdaftar di kelas terpilih akan didokumetasikan oleh tim pengolah data di Dinas Pendidikan Provinsi ke dalam database daftar nama peserta didik. Selanjutnya Puspendik akan memberikan petunjuk bagaimana mengolah daftar nama peserta didik tersebut menjadi formulir identifikasi peserta didik, sehingga Dinas Pendidikan Provinsi dapat mengirimkan formulir tersebut kepada Kepala Sekolah untuk divalidasi. 2. Penggandaan dan Pengiriman Instrumen Instrumen digandakan sesuai dengan banyaknya sampel ditambah cadangan. Di setiap sampul instrumen terdapat kotak pengisian identitas sampel. Selain itu disiapkan pula label identifikasi sampel yang berisi kode standar dari Puspendik. Selanjutnya semua instrumen akan dikirimkan ke setiap Provinsi sesuai dengan jumlah sampel. 3. Pelatihan Administrator Tes Dinas Pendidikan Provinsi akan menentukan petugas Provinsi yang akan bertugas melaksanakan pengumpulan data di sekolah. Semua petugas tes harus mengikuti pelatihan Administrator Tes (AT) di Dinas Pendidikan Provinsi yang dikoordinir oleh tim INAP Provinsi. Selanjutnya petugas Provinsi berkoordinasi dengan kontak person di Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota tentang mekanisme pengumpulan data di sekolah sampel. Bahan-bahan survei dibawa oleh AT dari Dinas Pendidikan Provinsi untuk diujikan kepada peserta didik sampel dengan komitmen menjaga kerahasiaan. Pelaksanaan tes di sekolah sampel dilakukan oleh seorang AT. AT tidak hanya berasal dari staf Dinas Pendidikan Provinsi, tetapi memungkinkan juga Indonesia National Assessment Program (INAP) 37

38 menggunakan mahasiswa tingkat akhir, pengawas, atau dosen. AT ini ditentukan oleh kontak person dengan mematuhi kriteria dari Puspendik. AT di Provinsi dilatih oleh koordinator INAP Provinsi sebelum melaksanakan tes di sekolah sampel yang menjadi tanggung jawabnya. Koordinator INAP Provinsi membagikan bahan-bahan survei kepada AT sesuai dengan sekolah sampelnya. AT memeriksa kelengkapan bahan-bahan survei dan menandatangani berita acara serah terima. Semua bahan survei bersifat rahasia, sehingga AT perlu menandatangani surat pernyataan menjaga kerahasiaan. 4. Pelaksanaan Pengumpulan Data Sebelum hari pelaksanaan tes di sekolah, AT berkoordinasi dengan Kepala Sekolah berkaitan dengan jadwal pelaksanaan tes dan persiapan peserta didik yang menjadi sampel. AT melaksanakan tes dengan berpedoman pada manual administrator tes agar tes dapat dilaksanakan dengan cara yang sama di seluruh sekolah sampel. Adapun pembagian buku tes diatur sesuai Tabel 7. Bila jumlah peserta didik kurang dari 40 orang, buku tes yang tidak dipakai disimpan dan dipisahkan dari buku tes yang dipakai. Tabel 5. Pengaturan Buku Tes Buku 1 Buku 2 Buku 3 Buku 4 Buku 5 Buku 6 Buku 7 Buku 8 Buku 9 Buku 1 Buku 2 Buku 3 Buku 4 Buku 5 Buku 6 Buku 7 Buku 8 Buku 9 Buku 1 Buku 2 Buku 3 Buku 4 Buku 5 Buku 6 Buku 7 Buku 8 Buku 9 Buku 1 Buku 2 Buku 3 Buku 4 Buku 5 Buku 6 Buku 7 Buku 8 Buku 9 Buku 1 Buku 2 Buku 3 Buku 4 Waktu untuk mengerjakan masing-masing buku tes adalah 120 menit dan angket peserta didik sekitar 35 menit. Tes dilaksanakan selama dua hari. Hari pertama, tes Matematika dan membaca. Hari kedua, tes fisika, biologi, dan kimia. Apabila ada peserta didik yang telah selesai sebelum waktu tes berakhir, peserta didik tidak diperbolehkan keluar ruangan. Angket peserta didik diberikan pada hari kedua setelah tes, sedangkan angket guru dan angket sekolah diberikan pada Indonesia National Assessment Program (INAP) 38

39 hari pertama. Guru yang mengisi angket adalah guru yang mengajar peserta didik yang menjadi sampel. Pada saat tes, peserta didik mengisi daftar hadir yang berisi nama peserta didik, nomor buku tes yang diterimanya (sesuai dengan format daftar hadir yang tersedia), sedangkan bagian identitas daftar hadir diisi oleh AT. Selain itu, AT juga membuat berita acara pelaksanaan tes. Setelah waktu tes berakhir, AT mengumpulkan dan menghitung kembali buku tes, serta mengurutkannya sesuai dengan urutan nomor absen peserta didik. Bila pelaksanaan survei di satu sekolah telah selesai, AT memeriksa kembali kelengkapan bahan-bahan dan kemudian bahan-bahan tersebut dibawa kembali ke Dinas Pendidikan Provinsi untuk diolah lebih lanjut oleh tim pengolah INAP Provinsi. Laporan pelaksanaan tes akan direkap oleh koordinator INAP Provinsi sebagai bahan laporan pelaksanaan ke Puspendik. 5. Pemilahan Data Bahan-bahan yang telah terkumpul dari semua sekolah sampel oleh tim Provinsi dipilah untuk keperluan penskoran dan pengentrian data. Sebelum dipilah, semua bahan dicek kelengkapannya. Selanjutnya, kode peserta didik pada dua buku tes dan angket yang ditempuh oleh seorang peserta didik dicek kesesuaiannya. Pengecekan ini dilakukan per sekolah dengan mengacu pada daftar hadir peserta didik. Apabila ditemukan kode peserta didik yang tidak sesuai, pemberkas melakukan penyesuaian atau pengkodean ulang. Setelah itu, angket peserta didik diikat kembali per sekolah, sedangkan angket guru dan angket sekolah diikat per Provinsi. Angket-angket tersebut dientri, sehingga diperoleh file data angket yang berisi identitas dan jawaban untuk tiap pernyataan dalam angket. Buku-buku tes dari satu sekolah dipilah berdasarkan nomor buku tes, sehingga diperoleh 16 tumpukan buku tes. Hal ini dilakukan pada semua sekolah dalam satu Provinsi. Tiap tumpukan buku tes diikat dan diberi label yang berisi nama dan kode Provinsi, nomor buku tes, jumlah buku tes, nama dan kode penskor. Tumpukan buku tes ini siap diskor. Indonesia National Assessment Program (INAP) 39

40 6. Penskoran Penskoran dilakukan oleh guru-guru mata pelajaran. Guru-guru ini dilatih terlebih dahulu mengenai metode penskoran soal-soal INAP agar mereka memiliki pemahaman yang sama terhadap soal-soal uraian dan pedoman penskorannya. Setelah pelatihan, guru-guru tersebut bekerja secara individual dengan didampingi seorang koordinator bidang studi. Untuk memantau reliabilitas penskoran, beberapa buku diskor oleh dua orang penskor dan hasilnya dibandingkan. 7. Entri Data Data-data hasil survei dientrikan ke dalam komputer dengan menggunakan program data entry manager. Pengentri dilatih terlebih dulu agar dapat mengentrikan data INAP. Data yang dientrikan terdiri atas: buku tes, angket peserta didik, angket guru, angket sekolah, kehadiran peserta didik, dan laporan pelaksanaan tes. 8. Teknik Analisis Data File data hasil entri/scan yang berisi hasil penskoran setiap peserta didik dan setiap mata pelajaran dianalisis dengan model IRT 3 parameter logistic (1-PL) dan model generalized partial credit (GPCM), sedangkan file data hasil entri angket dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif perbandingan mean untuk melihat hubungan variabel dalam angket dengan kemampuan peserta didik. Indonesia National Assessment Program (INAP) 40

41 BAB IV LATAR BELAKANG SISWA A. FAKTOR DIRI SISWA DAN KELUARGA a. Jenis Kelamin Pada survei INAP 2013 diberikan angket kepada setiap siswa sampel. Hasil angket menunjukkan bahwa responden perempuan dan laki-laki di setiap provinsi Sumatera Utara responden laki-laki berjumlah 687 dan responden perempuan814. Perempuan 48% Laki-laki 52% Gambar4.1 Proporsi Sampel Siswa Berdasarkan jenis kelaminnya, dihitung rerata skor siswa di setiap bidang mata pelajaran. Terlihat pada grafik untuk perempuan memiliki score rerata yang lebih tinggi untuk semua bidang mata pelajaran dibandingkan laki-laki. Hal ini mungkin dilatarbelakangi oleh sifat anak perempuan yang cenderung lebih sabar dan lebih rajin dibandingkan anak laki-laki. Indonesia National Assessment Program (INAP) 41

42 IPA 492,61 505,03 BIN 368,35 394,01 MAT 445,14 455, Perempuan Laki-laki Gambar4.2Rerata Skor Matematika Berdasar Jenis Kelamin b. Cita-Cita Siswa Data angket berdasarkan cita-cita siswa, menunjukkan dari jumlah responden sebanyak 1481 siswa dengan pembagian berimbang sekitar 15% bercita-cita menjadi tentara, 11% bercita-cita menjadi polisi, 20% siswa bercita-cita menjadi tenaga ahli,5% bercita-cita menjadi pengusaha, hanya sekitar 1% bercita-cita menjadi pedagang, 26% siswa berminat menjadi guru, dosen, pengajar, sekitar 14% siswa bercita-cita menjadi atlit, 4% bercita-cita menjadi artis, 1% bercitacita menjadi pemimpin, dan 3% bercita-cita selain yang tersebut di atas. Indonesia National Assessment Program (INAP) 42

43 4% 1% 3% 15% 14% 11% 26% 20% 1% 5% Tentara (Darat/Laut/Udara) Tenaga Ahli (Dokter/Pilot/wartawan) Pedagang Atlet (sepakbola/basket/dll) Pemimpin (Presiden/bupati/menteri/gubernur) Polisi Pengusaha/Wiraswasta Guru/Dosen/Pengajar Artis (Penyanyi/pemain film/pelukis) Lainnya Gambar4.3Proporsi Cita-cita siswa Untuk siswa yang memiliki cita-cita selain dari yang disebutkan memiliki score rerata tertinggi untuk Mapel Bahasa. Kelompok siswa yang bercita-cita sebagai pemimpin memiliki skor rerata tertinggi untuk mapel Matematika dan mapel IPA. Indonesia National Assessment Program (INAP) 43

44 Tabel 4.1 Diri/Cita-cita profesi yang ingin diraih Cita-cita Mean N MAT Tentara (Darat/Laut/Udara) Polisi Tenaga Ahli (Dokter/Pilot/wartawan) Pengusaha/Wiraswasta Pedagang Guru/Dosen/Pengajar Atlet (sepakbola/basket/dll) Artis (Penyanyi/pemain film/pelukis) Pemimpin (Presiden/bupati/menteri/gubernur) Lainnya BIN Tentara (Darat/Laut/Udara) Polisi Tenaga Ahli (Dokter/Pilot/wartawan) Pengusaha/Wiraswasta Pedagang Guru/Dosen/Pengajar Atlet (sepakbola/basket/dll) Artis (Penyanyi/pemain film/pelukis) Pemimpin (Presiden/bupati/menteri/gubernur) Lainnya IPA Tentara (Darat/Laut/Udara) Polisi Tenaga Ahli (Dokter/Pilot/wartawan) Pengusaha/Wiraswasta Pedagang Guru/Dosen/Pengajar Atlet (sepakbola/basket/dll) Artis (Penyanyi/pemain film/pelukis) Pemimpin (Presiden/bupati/menteri/gubernur) Lainnya Indonesia National Assessment Program (INAP) 44

45 c. Bahasa yang digunakan sehari-hari Berdasarkan hasil respon siswa terhadap bahasa sehari-hari yang dominan digunakan dirumah, sebesar 95% siswa sudah menggunakan Bahasa Indonesia, 5% siswa menggunakan Bahasa Indonesia, namun sangat minim menggunakan Bahasa Asing. PROPORSI PENGGUNAAN BAHASA DI RUMAH 5% 0% B. Indonesia B. Daerah B. Asing 95% Gambar4.4Proporsi Penggunaan Bahasa Dari grafik dibawah ini terlihat pola yang sama antara skor rerata untuk semua mata pelajaran baik Matematika, Bahasa, dan IPA. Skor rerata tertinggi diraih siswa yang dominan menggunakan bahasa Indonesia di rumah. Indonesia National Assessment Program (INAP) 45

46 PENGGUNAAN BAHASA DI RUMAH IPA BIN MAT ,29 500,33 410,33 362,08 382,66 431,67 422,13 451, B. Asing B. Daerah B. Indonesia Gambar4.5Penggunaan Bahasa dan skor Mapel Tabel 4.2 Diri/Penggunaan Bahasa di Rumah Bahasa Sehari-hari Mean N MAT B. Indonesia B. Daerah B. Asing IPA B. Indonesia B. Daerah B. Asing BIN B. Indonesia B. Daerah B. Asing d. Lokasi Tempat Tinggal Berdasarkan lokasi rumah tinggal, sebagaian besar siswa di Sumatera Utara memiliki lokasi rumah tinggal di daerah perkampungan yang rapat penduduk yaitu sebesar 37%, sebesar 14% siswa berlokasi rumah tinggal di daerah Kompleks Perumahan, 12% didaerah keramaian, 33% berada di lokasi pedesaan yang tenang/jauh dari jalan raya dan 4% sisanya berada di lokasi perkotaan (Pusat Kota). Indonesia National Assessment Program (INAP) 46

47 PROPORSI LOKASI RUMAH 33% 4% 14% 37% 12% Kompleks Perumahan Daerah Keramaian (Pasar/pertokoan/stasiun) Perkampungan/gang yang rapat penduduk Pedesaan yang tenang/jauh dari jalan raya Di Perkotaan (Pusat Kota) Gambar4.6Lokasi Rumah Tinggal Tabel. 4.3 Diri/ Siswa berdasarkan Lokasi Tempat tinggalnya Lokasi Rumah Mean N MAT Kompleks Perumahan Daerah Keramaian (Pasar/pertokoan/stasiun) Perkampungan/gang yang rapat penduduk Pedesaan yang tenang/jauh dari jalan raya Di Perkotaan (Pusat kota) BIN Kompleks Perumahan Daerah Keramaian (Pasar/pertokoan/stasiun) Perkampungan/gang yang rapat penduduk Pedesaan yang tenang/jauh dari jalan raya Di Perkotaan (Pusat kota) IPA Kompleks Perumahan Daerah Keramaian (Pasar/pertokoan/stasiun) Perkampungan/gang yang rapat penduduk Pedesaan yang tenang/jauh dari jalan raya Di Perkotaan (Pusat kota) Dari hasil analisis berdasarkan lokasi rumah tinggal menunjukkan hasil yang variatif, skor rerata tertinggi untuk mapel Matematika di Provinsi Sumatera Utara adalah kelompok siswa yang berlokasi tempat tinggal di Kompleks Perumahan, untuk mapel IPA Indonesia National Assessment Program (INAP) 47

48 adalah kelompok siswa yang berlokasi tempat tinggal di Pedesaan yang tenang, sedangkan untuk mapel Bahasa adalah kelompok siswa yang berlokasi tempat tinggal di daerah keramaian.skor rerata terendah untuk semua mapel adalah kelompok siswa yang berlokasi tempat tinggal daerah perkotaan/pusat kota, hal ini bisa saja diakibatkan banyaknya fasilitas hiburan yang tersedia. e. Tingkat Pendidikan Ayah TINGKAT PENDIDIKAN AYAH Saya tidak tahu DOKTOR Magister Sarjana TAMAT D1/D2/D3/Akademi SLTA/Sederajat Tamat SMP/MTS Tamat SD/MI Tidak tamat SD/tidak sekolah Gambar4.7Tingkat Pendidikan Ayah Dari sejumlah 1442 siswa responden, sebagian besar yaitu 180 siswa memiliki ayah yang berlatar belakang pendidikan Tamat SD, 599 siswa menjawab SLTA/Sederajat, 295 siswa menjawab Tamat SMP/MTS, 86 siswa menjawab tdk Tamat SD/ tdk sekolah, 107 siswa menjawab sarjana, 46 siswa menjawab Tamat Akademi, 17 siswa menjawab magister, 3 siswa menjawab Doktor, dan 176 siswa lainnya tidak mengetahui latar belakang pendidikan ayahnya. Indonesia National Assessment Program (INAP) 48

49 Tabel4.4Diri/ Tabel Pendidikan Ayah Mean N MAT Tidak tamat SD/tidak sekolah Tamat SD/MI Tamat SMP/MTS SLTA/Sederajat TAMAT D1/D2/D3/Akademi Sarjana Magister DOKTOR Saya tidak tahu BIN Tidak tamat SD/tidak sekolah Tamat SD/MI Tamat SMP/MTS SLTA/Sederajat TAMAT D1/D2/D3/Akademi Sarjana Magister DOKTOR Saya tidak tahu IPA Tidak tamat SD/tidak sekolah Tamat SD/MI Tamat SMP/MTS SLTA/Sederajat TAMAT D1/D2/D3/Akademi Sarjana Magister DOKTOR Saya tidak tahu Berdasarkan latar belakang pendidikan ayah terlihat pola yang sama terhadap semua mapel, skor rerata tertinggi justru dengan ayah berlatar belakang Sarjana. Dari tabel diatas terlihat hal yang Indonesia National Assessment Program (INAP) 49

50 menarik,kemampuan siswa tidak bisa diukur dari latar belakang pendidikan ayah. f. Tingkat Pendidikan Ibu TINGKAT PENDIDIKAN IBU Saya tidak tahu DOKTOR Magister Sarjana TAMAT D1/D2/D3/Akademi SLTA/Sederajat Tamat SMP/MTS Tamat SD/MI Tidak tamat SD/tidak sekolah Gambar4.8Tingkat Pendidikan Ibu Dari sejumlah 1442 siswa responden, sebesar 181 siswa memiliki ibu yang berlatar belakang pendidikan Tamat SD, 525 siswa menjawab SLTA/Sederajat, 290 siswa menjawab Tamat SMP/MTS, 81 siswa menjawab tdk Tamat SD/ tdk sekolah, 114 siswa menjawab sarjana, 49 siswa menjawab Tamat Akademi, 10 siswa menjawab magister, dan 168 siswa lainnya tidak mengetahui latar belakang pendidikan ibunya. Berdasarkan latar belakang pendidikan ibu terjadi pola yang hampir serupa dengan latar belakang pendidikan ayah, kecuali untuk mapel Matematika dan Bahasa.Untuk skor tertinggi rerata mapel Matematikaadalah kelompok siswa dengan ibu yang berlatar pendidikan magister, semakin tinggi pendidikan ibu, maka rerata skor matematika siswa semakin tinggi pula. Namun untuk skor tertinggi rerata mapel Bahasa adalah kelompok siswa dengan ibu yang berlatar pendidikan Akademi. Yang menarik dari hasil analisis ini adalah, Indonesia National Assessment Program (INAP) 50

51 siswa dengan ayahdan ibu berpendidikan lebih dari Sarjanamengalami penurunan di skorreratadi setiap satuan jenjang lebih tinggi dalam kasus ini Magister dan Doktor untuk semua mapel.. Kajian yang menelaah lebih jauh sebab terjadinya hal ini menarik untuk melihat sejauh mana dwi fungsi wanita sebagai ibu dan wanita karir berpengaruh terhadap prestasi anaknya, khususnya untuk pencapaian akademis. Gambar4.5Diri/ Tingkat Pendidikan Ibu Mean MAT Tidak tamat SD/tidak sekolah Tamat SD/MI Tamat SMP/MTS SLTA/Sederajat TAMAT D1/D2/D3/Akademi Sarjana Magister DOKTOR Saya tidak tahu BIN Tidak tamat SD/tidak sekolah Tamat SD/MI Tamat SMP/MTS SLTA/Sederajat TAMAT D1/D2/D3/Akademi Sarjana Magister DOKTOR Saya tidak tahu IPA Tidak tamat SD/tidak sekolah Tamat SD/MI Tamat SMP/MTS SLTA/Sederajat TAMAT D1/D2/D3/Akademi Sarjana N Indonesia National Assessment Program (INAP) 51

52 Magister DOKTOR Saya tidak tahu g. Pekerjaan Orang Tua Berdasarkan pekerjaan ayahnya, 72 siswa memiliki ayah tentara, 23 tenaga ahli, 580 pengusaha, 35 sebagai guru, 180 sebagai petani, 36 sebagai nelayan, 16 pensiunan, 106 sebagai supir, 204 sebagai buruh baik itu buruh tani, angkutan ataupun pabrik, dan 20 tidak bekerja. PEKERJAAN AYAH Lainnya Pensiunan Tidak Bekerja (menganggur) Buruh (tani/angkutan/pabrik) Supir Nelayan/Penangkap ikan Petani/bercocok tanam Guru/dosen/pengajar Pengusaha/wiraswasta Tenaga ahli (Dokter/pilot/wartawan) Tentara (Darat/laut/udara/polisi) Gambar4.9Proporsi pekerjaan ayah Indonesia National Assessment Program (INAP) 52

53 Tabel. 4.6 Diri/Siswa Berdasarkan Pekerjaan ayah Mean N MAT Tentara (Darat/laut/udara/polisi) Tenaga ahli (Dokter/pilot/wartawan) Pengusaha/wiraswasta Guru/dosen/pengajar Petani/bercocok tanam Nelayan/Penangkap ikan Supir Buruh (tani/angkutan/pabrik) Tidak Bekerja (menganggur) Pensiunan Lainnya 0 0 BIN Tentara (Darat/laut/udara/polisi) Tenaga ahli (Dokter/pilot/wartawan) Pengusaha/wiraswasta Guru/dosen/pengajar Petani/bercocok tanam Nelayan/Penangkap ikan Supir Buruh (tani/angkutan/pabrik) Tidak Bekerja (menganggur) Pensiunan Lainnya 0 0 IPA Tentara (Darat/laut/udara/polisi) Tenaga ahli (Dokter/pilot/wartawan) Pengusaha/wiraswasta Guru/dosen/pengajar Petani/bercocok tanam Nelayan/Penangkap ikan Supir Buruh (tani/angkutan/pabrik) Tidak Bekerja (menganggur) Pensiunan Lainnya 0 0 Indonesia National Assessment Program (INAP) 53

54 Ketika melihat rerata skor mapel siswa pada setiap kelompok berdasarkan latar belakang pekerjaan ayah, terlihat siswa dengan orangtua sopir rerata nilai matematikanya relatif tinggi dibandingkan kelompok lainnya. Untuk skor rerata mapel Bahasa dan IPA, siswa dengan orang tua buruh tani lebih tinggi dibanding yang lainnya. PEKERJAAN IBU Lainnya Pensiunan Tidak Bekerja (menganggur) Buruh (tani/angkutan/pabrik) Supir Nelayan/Penangkap ikan Petani/bercocok tanam Guru/dosen/pengajar Pengusaha/wiraswasta Tenaga ahli (Dokter/pilot/wartawan) Tentara (Darat/laut/udara/polisi) Gambar4.10Proporsi pekerjaan ibu Persentase pekerjaan ibunya, 5 siswa memiliki ibu tentara, 28 tenaga ahli, 232 pengusaha, 81 sebagai guru, 119 sebagai petani, 8 sebagai nelayan, 21 pensiunan, 7 sebagai supir, 365 sebagai buruh baik itu buruh tani, angkutan ataupun pabrik, dan 273 tidak bekerja. Berdasarkan pekerjaan ibu, rerata nilai semua mapel baik Matematika, Bahasa, dan IPA kelompok siswa dengan ibu berprofesi sebagai tenaga pengajar ralatif tinggi. Namun tidak ada pola tertentu yang dapat dibuat generik sebagai kaitan antara suatu profesi ibu dengan rerata skor anaknya. Tabel dan grafik berikut menunjukkan proporsi siswa dengan latar belakang profesi ibu dan nilai rerata skor mapel setiap kelompok. Indonesia National Assessment Program (INAP) 54

55 Tabel. 4.7 Siswa Berdasarkan Pekerjaan Ibu Mean N MAT Tentara (Darat/laut/udara/polisi) Tenaga ahli (Dokter/pilot/wartawan) Pengusaha/wiraswasta Guru/dosen/pengajar Petani/bercocok tanam Nelayan/Penangkap ikan Supir Buruh (tani/angkutan/pabrik) Tidak Bekerja (menganggur) Pensiunan Lainnya BIN Tentara (Darat/laut/udara/polisi) Tenaga ahli (Dokter/pilot/wartawan) Pengusaha/wiraswasta Guru/dosen/pengajar Petani/bercocok tanam Nelayan/Penangkap ikan Supir Buruh (tani/angkutan/pabrik) Tidak Bekerja (menganggur) Pensiunan Lainnya IPA Tentara (Darat/laut/udara/polisi) Tenaga ahli (Dokter/pilot/wartawan) Pengusaha/wiraswasta Guru/dosen/pengajar Petani/bercocok tanam Nelayan/Penangkap ikan Supir Buruh (tani/angkutan/pabrik) Tidak Bekerja (menganggur) Pensiunan Lainnya Indonesia National Assessment Program (INAP) 55

56 h. Kondisi Rumah Tinggal Salah atu indikator kondisi ekonomi siswa adalah kondisi bangunan rumah. Pada angket siswa INAP siswa diminta mengategorikan bangunan fisik rumah menjadi sederhana, sedang, dan bagus. Berikut pertanyaan pada angket siswa yang berkenaan dengan kondisi fisik bangunan rumah tinggal: Tabel berikut merupakan summary respon siswa terhadap pertanyaan tersebut beserta rerata skor matematika siswa di masingmasing kategori. PROPORSI KEADAAN RUMAH SISWA Sedang 53% Sederhana 10% Bagus 37% Gambar Siswa berdasarkan kondisi rumah Indonesia National Assessment Program (INAP) 56

57 Tabel 4.8Tabel Kondisi Rumah siswa Kondisi rumah Mean N MAT Sederhana Sedang Bagus BIN Sederhana Sedang Bagus IPA Sederhana Sedang Bagus Terlihat baik di semua mapel, mayoritas siswa tinggal di rumah dengan kondisi fisik bangunan sedang dengan dinding tembok dan ukuran cukup besar. Proporsi siswa dengan kondisi rumah sederhana dan bagus hampir seimbang. Siswa dengan skor rerata matematika tertinggi adalah kelompok dengan kondisi rumah bagus, diikuti kondisi rumah sedang, dan terendah kondisi rumah sederhana. Pada skor rerata mapelipadan Bahasa sebaliknya, tertinggi rerata skor matematika untuk kelompok siswa dengan kondisi rumah sedang, diikuti rumah bagus, dan terakhir rumah sederhana. i. Ketersediaan Internet Berdasarkan ketersediaan internet, sebesar 82% siswa belum mempunyai akses internet. Dari hasil survei menunjukkan ketersediaan akses internet berbanding lurus terhadap skor rerata untuk semua mapel baik Matematika, Bahasa, dan IPA. Terlihat dari skor rerata tertinggi untuk semua mapel untuk siswa yang memiliki ketersediaan akses internet. Indonesia National Assessment Program (INAP) 57

58 PROPORSI KETERSEDIAAN INTERNET Tidak 82% Ya 18% Gambar4.14Proporsi Ketersediaan Internet Tabel. 4.11Tabel Ketersediaan Internet Ketersediaan Internet Mean N MAT Ya Tidak BIN Ya Tidak IPA Ya Tidak Indonesia National Assessment Program (INAP) 58

59 k. Ketersediaan Komputer Begitu juga berdasarkan ketersediaan komputer, sebesar 58% siswa belum mempunyai komputer. Dari hasil survei menunjukkan ketersediaan komputer berbanding lurus terhadap skor rerata untuk semua mapel baik Matematika, Bahasa, dan IPA. Terlihat dari skor rerata tertinggi untuk semua mapel untuk siswa yang memiliki ketersediaan komputer. PROPORSI KETERSEDIAAN KOMPUTER Tidak 58% Ya 42% Gambar4.15Proporsi Ketersediaan Komputer Tabel. 4.12Tabel Ketersediaan Komputer Ketersediaan Komputer Mean N MAT Ya Tidak BIN Ya Tidak IPA Ya Tidak Indonesia National Assessment Program (INAP) 59

60 l. Senang Berada di Rumah Tidak sekedar mengetahui bagaimana kondisi fisik bangunan rumah tinggal namun juga dikaji bagaimana persepsi siswa mengenai kondisi non fisik rumah. Apakah siswa tersebut senang berada di rumah ataukah tidak. Hasil menunjukkan bahwa hampir 98% siswa menjawab senang berada di rumah. Terlihat adanya hubungan rasa senang berada dirumah terhadap skor rerata untuk semua mapel, terbukti dari kelompok siswa yang menjawab senang berada dirumah memiliki skor rerata tertinggi untuk semua mapel baik Matematika, Bahasa, maupun IPA. PROPORSI SISWA SENANG BERADA DI RUMAH Ya 98% Tidak 2% Gambar4.12Proporsi siswa merasa senang di rumah Tabel. 4.9Tabel siswa merasa senang di rumah Senang berada di rumah Mean N MAT Ya Tidak BIN Ya Tidak IPA Ya Tidak Indonesia National Assessment Program (INAP) 60

61 m. Bahagia bersama keluarga Selainmengkaji bagaimana persepsi siswa mengenai rasa senang berada dirumah, INAP 2013 ini juga mengkaji Apakah siswa tersebut merasa bahagia bersama keluarga ataukah tidak. Hasil menunjukkan sebesar 99% lebih siswa menjawab merasa bahagia bersama keluarga.disinipun juga terlihat adanya hubungan merasa bahagia bersama keluarga terhadap skor rerata untuk semua mapel, terbukti dari kelompok siswa yang menjawab merasa bahagia bersama keluarga memiliki skor rerata tertinggi untuk semua mapel baik Matematika, Bahasa, maupun IPA. PROPORSI SISWA MERASA BAHAGIA BERSAMA KELUARGA Ya 100% Tidak 0% Gambar4.13Proporsi siswa senang bersama keluarga Tabel. 4.10Tabel siswa senang bersama keluarga Senang bersama keluarga Mean N MAT Ya Tidak BIN Ya Tidak IPA Ya Tidak Indonesia National Assessment Program (INAP) 61

62 B. KEGIATAN BELAJAR DAN FASILITAS BELAJAR a. Yang menemani siswa belajar Pertanyaan lain yang muncul pada survei INAP 2013 adalah siapa yang dominan menemani siswa belajar di rumah. Terdapat pilihan ayah, ibu, kakak, paman/bibi/kakek/nenek/kerabat, pengasuh, guru les, dan tidak ada seorangpun. Sebesar 1% siswa-siswa responden menjawab paman/bib/kerabat, meskipun yang memilih menjawab paman/bib/kerabat hanya sedikit namun siswa-siswa tersebut memiliki rerata skortertinggi untuk semua mapel. Pola jawaban siswa menunjukkan bahwa dominan ibulah yang berperan menemani anak belajar di rumah (33%). Sedihnya, teradapat sekitar 10% siswa yang menyatakan tidak ada seorangpun menemani mereka belajar di rumah. PROPORSI YANG MENEMANI SISWA BELAJAR Ayah 0% 1% 12% 10% 21% Ibu Kakak 23% 33% Paman/Bibi/Kakek/Nenek /kerabat Pengasuh Guru Les Tidak ada seorangpun Gambar. 4.16Proporsi yang menemani siswa belajar di rumah Indonesia National Assessment Program (INAP) 62

63 Tabel 4.13 Tabelyang menemani siswa belajar di rumah Menemani Belajar Mean N MAT Ayah Ibu Kakak Paman/Bibi/Kakek/Nenek/kerabat Pengasuh Guru Les Tidak ada seorangpun BIN Ayah Ibu Kakak Paman/Bibi/Kakek/Nenek/kerabat Pengasuh Guru Les Tidak ada seorangpun IPA Ayah Ibu Kakak Paman/Bibi/Kakek/Nenek/kerabat Pengasuh Guru Les Tidak ada seorangpun b. Pendukung Belajar Di Rumah Pertanyaan lain yang berkaitan dengan kondisi rumah adalah alat-alat pendukung belajar yang dimiliki siswa di rumah. Berikut adalah rekap respon siswa mengenai alat-alat pendukung belajar yang dimiliki di rumah. Mayoritas yang dimiliki adalah buku Indonesia National Assessment Program (INAP) 63

64 pelajaran. Pertanyaan ini kurang tepat karena seharusnya tidak hanya dicentang di satu kotak saja, sebaiknya siswa memungkinkan menjawab semua pilihan barang yang tersedia bergantung pada kondisi sebenarnya di rumah. Hal inilah yang mungkin menjadi penyebab tidak adanya pola kaitan antara kepemilikan alat-alat pendukung belajar di rumah dengan rerata skor. Tabel. 4.14Tabel pendukung belajar di rumah Pendukung belajar di rumah Mean N MAT Buku Pelajaran Lainnya BIN Buku Pelajaran Lainnya IPA Buku Pelajaran Lainnya c. Dukungan Orang Tua Selain faktor kepemilikan alat-alat pendukung belajar di rumah, diberikan juga serangkaian pertanyaan mengenai seberapa besar dukungan orangtua akan kemajuan akademis anaknya. Pertanyaan tersebut berupa skala frekuensi dengan sembilan statement. Setiap statement terdiri atas empat kategori. Sembilan statement tersebut kemudian diolah menjadi satu skala dukungan orangtua dengan skala antara 9 sampai 36. Berdasarkan skornya dilakukan kategorisasi menjadi sangat mendukung, mendukung, kurang mendukung, tidak mendukung. Sangat mendukung jika siswa mendapat skor 1-9, mendukung untuk skor 10-18, kurang mendukung untuk skor 19-27, dan tidak mendukung untuk skor Berikut adalah kesembilan statement pada skala dukungan orangtua terhadap kemajuan akademis anaknya: Indonesia National Assessment Program (INAP) 64

65 PROPORSI DUKUNGAN ORANG TUA 14% 5% 9% 72% Sangat mendukung Mendukung Kurang mendukung Tidak mendukung Gambar4.17Proporsi Dukungan Orang Tua Indonesia National Assessment Program (INAP) 65

66 Tabel 4.15Tabel Dukungan Orang Tua Ortu Memeriksa PR Siswa Mean N MAT Sangat mendukung Mendukung Kurang mendukung Tidak mendukung BIN Sangat mendukung Mendukung Kurang mendukung Tidak mendukung IPA Sangat mendukung Mendukung Kurang mendukung Tidak mendukung Ternyata hasil analisis menunjukkan bahwa kelompok siswa yang orangtuanya sangat mendukung,memiliki rerata skor tertinggi untuk semua mapel. Hal ini menunjukkan dukungan orangtua berupa pertanyaan dan bantuan intensif setiap hari bisa jadi malah tidak melahirkan sikap kemandirian dalam belajar pada anak. Motivasi diri siswa untuk meningkatkan prestasi akademik tidak tumbuh karena biasa dikawal oleh orangtua. C. KEGIATAN DI WAKTU LUANG/LIBUR a. Kegiatan yanag paling disukai pada waktu luang Selanjutnya adalah pertanyaan mengenai aktivitas yang dilakukan murid di waktu luang. Indonesia National Assessment Program (INAP) 66

67 PROPORSI KEGIATAN SISWA WAKTU LIBUR 1% 7% 2% 13% 17% 14% 34% 12% Membaca Menonton TV Berolahraga Bermain bersama teman Bermain Mengerjakan hobi Piknik bersama keluarga Lainnya Gambar4.18Proporsi kegiatan siswa saat libur Sebesar34% siswa menghabiskan waktu libur dengan membaca, disusul 17% bermain bersama teman,, 14% berolahraga, 13% piknik bersama keluarga, 12% menonton TV, 7% bermain, dan 2% lainnya mengerjakan hobi. Analisis selanjutnya adalah melihat rerata skor mapel siswa untuk setiap kategori aktivitas yang dilakukan di waktu libur. Untuk siswa dengan skor rerata tertinggisemua mapel adalah kelompok siswa Indonesia National Assessment Program (INAP) 67

68 yang mengisi libur dengan kegiatan yang tidak disebutkan diatas.. Uniknya siswa yang membaca dalam mengisi waktu libur ternyata rerata skor mapel biasa saja. Maka menarik untuk dikaji jenis bacaan seperti apakah yang dibaca oleh siswa untuk mengisi waktu luang. Tabel. 4.16Tabel kegiatan siswa saat libur Kode provinsi Kegiatan waktu libur Mean N MAT Membaca Menonton TV Berolahraga Bermain bersama teman Bermain Mengerjakan hobi Piknik bersama keluarga Lainnya BIN Membaca Menonton TV Berolahraga Bermain bersama teman Bermain Mengerjakan hobi Piknik bersama keluarga Lainnya IPA Membaca Menonton TV Berolahraga Bermain bersama teman Bermain Mengerjakan hobi Piknik bersama keluarga Lainnya b. Jenis bacaan paling disukai pengisi waktu luang/libur Untuk mendalami jenis bacaan yang sering dibaca oleh siswa, pada angket siswa INAP 2013 disajikan pertanyaan berikut: Indonesia National Assessment Program (INAP) 68

69 Hasil analisis respon siswa menunjukkan mayoritas siswa membaca buku cerita. Namun kelompok siswa yang membaca komik memiliki rerata skor tertinggi untuk semua mapel. Tabel Tabel Jenis Bacaan Jenis bacaan Mean N MAT Komik Buku cerita Buku ilmu pengetahuan Koran/majalah BIN Komik Buku cerita Buku ilmu pengetahuan Koran/majalah IPA Komik Buku cerita Buku ilmu pengetahuan Koran/majalah Indonesia National Assessment Program (INAP) 69

70 Koran/majalah Komik Buku cerita Buku ilmu pengetahuan MAT BIN IPA Gambar5.19 Proporsi jenis bacaan paling disukai c. Jenis tontonan televisi paling kamu sukai untuk mengisi waktu luang Selain itu juga disajikan pertanyaan mengenai jenis tontonan TV yang paling disukai. Pertanyaan ini muncul mengingat kecenderungan anak-anak menghabiskan waktu menonton televisi. Berikut pertanyaan yang disajikan pada angket siswa INAP Persentase terbesar adalah menonton kartun. Dari hasil analisis terlihat hal yang menarik, kelompok siswa yang menonton ilmu pengetahuan memiliki skor rerata tertinggi untuk mapel Matematika dan IPA, sedangkan skor rerata tertinggi untuk mapel Bahasaadalah kelompok siswa yang menonton acara sinetron/telenovela. Indonesia National Assessment Program (INAP) 70

71 JENIS TONTONAN TV SISWA Ilmu pengetahuan 161 Hiburan/infotainment Komedi/humor/lawak Sinetron/telenovela Musik Kartun 770 Berita 301 Gambar Proporsi jenis tontonan siswa Tabel 4.18Tabel Jenis Tontonan Siswa Jenis tontonan TV Mean N MAT Berita Kartun Musik Sinetron/telenovela Komedi/humor/lawak Hiburan/infotainment Ilmu pengetahuan BIN Berita Kartun Musik Sinetron/telenovela Komedi/humor/lawak Hiburan/infotainment Ilmu pengetahuan IPA Berita Kartun Musik Sinetron/telenovela Komedi/humor/lawak Hiburan/infotainment Ilmu pengetahuan Indonesia National Assessment Program (INAP) 71

72 D. MENGENAI SEKOLAH a. Pendapat tentang sekolah Persepsi siswa akan sekolah juga mrupakan faktor yang diukur dalam angket siswa. Pertanyaan mendasar pertama adalah apakah senang belajar di sekolah. Kemungkinan jawaban hanya ya dan tidak. Sebagian besar siswa (96%) menjawab ya. Dan secara sistematis siswa yang merasa senang belajar di sekolah rerata skor untuk semua mapel lebih tinggi dibandingkan yang tidak merasa senang belajar di sekolah. Tabel Tabel pendapat siswa tentang sekolah Senang belajar di sekolah Mean N MAT Ya Tidak BIN Ya Tidak IPA Ya Tidak PROPORSI SISWA MERASA BELAJAR DI SEKOLAH Ya 96% Tidak 4% Gambar5.21Proposri Pendapat tentang sekolah Indonesia National Assessment Program (INAP) 72

73 b. Hal-hal yang sering dialami di sekolah Selanjutnya ditanyakan pula pengalaman kejadian tidak menyenangkan yang dialami siswa di sekolah. Frekuensi terjadinya kejadian-kejadian tersebut merupakan indikasi bagaimanakah kondisi keamanan di sekolah. Berikut adalah kejadian-kejadian tidak menyenangkan yang dijadikan indikator keamanan siswa di sekolah: Berdasarkan respon siswa pada lima statement tersebut dilakukan coding kondisi keamanan di sekolah yaitu aman, kurang aman, dan tidak aman. Persentase terbesar adalah kurang aman artinya kejadian tidak menyenangkan itu sering terjadi. KEAMANAN SEKOLAH Tidak aman 25% Aman 35% Kurang aman 40% Tabel. 4.22Gambar Proporsi Keamanan Sekolah Indonesia National Assessment Program (INAP) 73

74 Tabel 4.20Tabel Kondisi Keamanan Sekolah KONDISI KEAMANAN DI Mean N SEKOLAH MAT Aman Kurang aman Tidak aman BIN Aman Kurang aman Tidak aman IPA Aman Kurang aman Tidak aman E. MENGENAI MATA PELAJARAN a. Persepsi siswa mengenai mata pelajaran Selanjutnya disajikan pertanyaan persepsi siswa mengenai mata pelajaran. Berikut adalah respon siswa terhadap pertanyaan mata pelajaran yang paling disukai. Mata palajaran favorit siswa adalah Mtematika. MAPEL YANG PALING DISUKAI SISWA? IPS 192 IPA 467 Bahasa 60 Matematika Gambar4.23Mata Pelajaran Yang Paling Disukai Indonesia National Assessment Program (INAP) 74

75 Tabel 4.21Tabel Mata Pelajaran Yang Paling Disukai Mapel yang paling disukai siswa Mean N MAT Matematika Bahasa IPA IPS BIN Matematika Bahasa IPA IPS IPA Matematika Bahasa IPA IPS Mata pelajaran yang dianggap paling sulit oleh siswa adalah Matematika. MAPEL YANG PALING SULIT? IPS 155 IPA 66 Bahasa 263 Matematika Gambar4.24Mata Pelajaran Yang Paling Sulit Indonesia National Assessment Program (INAP) 75

76 Tabel 4.22Mata Pelajaran Yang Paling Sulit Mapel yang paling sulit Mean N MAT Matematika Bahasa IPA IPS BIN Matematika Bahasa IPA IPS PKN IPA Matematika Bahasa IPA IPS b. Seberapa sering hal-hal berikut dilakukan di sekolah? Indonesia National Assessment Program (INAP) 76

77 Hasil analisis dari bentu pertanyaan diatas dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Guru membaca nyaring/keras untuk siswa Tabel 4.23Hal-hal yang biasa terjadi di kelas IPA MAT BIN MEAN N MEAN N MEAN N Setiap hari atau 2 kali seminggu atau 2 kali sebulan Hampir tidak pernah Saya membaca nyaring untuk seluruh kelas Setiap hari atau 2 kali seminggu atau 2 kali sebulan Hampir tidak pernah c. Keaktifan siswa setelah membaca buku Untuk mengukurkeaktifan siswa setelah membaca buku dibuatlah pertanyaan sebagai berikut: Setelah kamu membaca sesuatu di kelas, seberapa sering kamu melakukan hal berikut? Indonesia National Assessment Program (INAP) 77

78 PROPORSI MEMBICARAKAN BACAAN OLEH SISWA 58% Setiap hari 1 atau 2 kali seminggu 13% 6% 23% 1 atau 2 kali sebulan tidak atau hampir tidak pernah Gambar4.25Proporsi frekuensi siswa membicarakan bacaan Grafik proporsi seberapa sering siswa membicarakan bacaan setalah membaca menunjukkan 58% dilakukan setiap hari oleh siswa, 23% siswa melakukan 1-2 kali seminggu, 6% siswa melakukan 1-2 kali sebulan, sedangkan 13% lainnya tidak pernah melakukannya. Tabel 4.24Tabel frekuensi siswa membicarakan bacaan Membicarakan bacaan oleh siswa Mean N MAT Setiap hari atau 2 kali seminggu atau 2 kali sebulan tidak atau hampir tidak pernah BIN Setiap hari atau 2 kali seminggu atau 2 kali sebulan tidak atau hampir tidak pernah IPA Setiap hari atau 2 kali seminggu atau 2 kali sebulan tidak atau hampir tidak pernah Indonesia National Assessment Program (INAP) 78

79 Berdasarkan analisis seberapa sering siswa membicarakan bacaan setalah membaca, kelompok siswa yang melakukannya 1-2 kali seminggu memiliki skor rerata siswa tertinggi untuk semua mapel. d. Frekuensi guru memberi PR Pertanyaan berikutnya adalah frekuensi guru memberi PR. Persentase terbesar guru memberikan PR setiap hari, diikuti persentase guru memberikan PR 3-4 kali seminggu, 1-2 kali seminggu,, kurang dari 1 kali seminggu. SEBERAPA SERING GURU MEMBERI PR? Setiap hari atau 4 kali seminggu 1 atau 2 kali seminggu Kurang dari satu kali seminggu Tidak pernah Gambar4.26Proporsi Frakuensi guru memberi PR Indonesia National Assessment Program (INAP) 79

80 Tabel. 4.25Frekuensi Guru Memberi PR Frekuensi guru memberi PR Mean N MAT Tidak pernah Kurang dari satu kali seminggu atau 2 kali seminggu atau 4 kali seminggu Setiap hari BIN Tidak pernah Kurang dari satu kali seminggu atau 2 kali seminggu atau 4 kali seminggu Setiap hari IPA Tidak pernah Kurang dari satu kali seminggu atau 2 kali seminggu atau 4 kali seminggu Setiap hari Berdasarkan frekuensi guru memberi PR, hasil analisis menunjukkan siswa yang diberi 3 atau 4 kali PR seminggu memiliki skor rerata tertinggi untuk semua mapel baik Matematika, Bahasa, maupun IPA. LAMA PENGERJAAN PR? Saya tidak pernah mengerjakan PR 23 Lebih dari 2 jam jam-2jam menit - 1 jam 610 Kurang dari 30 menit Gambar4.27Proporsiwaktu yang dibutuhkan siswa mengerjakan PR Indonesia National Assessment Program (INAP) 80

81 e. Waktu yang dibutuhkan siswa untuk mengerjakan PR Selain frekuensi guru memberi PR, lama pengerjaan PR juga ikut dikaji.persentase terbesar guru pengerjaan PR kurang dari 30 menit, diikuti persentase pengerjaan PR 30 menit - 1 jam, 1-2 jam,> 2jam, dan terakhir dengan persentase terkecil siswa tidak pernah mengerjakan PR. Tabel Tabel waktu yang dibutuhkan siswa mengerjakan PR Lama Pengerjaan PR Mean N MAT Kurang dari 30 menit menit - 1 jam jam-2jam Lebih dari 2 jam Saya tidak pernah mengerjakan PR BIN Kurang dari 30 menit menit - 1 jam jam-2jam Lebih dari 2 jam Saya tidak pernah mengerjakan PR IPA Kurang dari 30 menit menit - 1 jam jam-2jam Lebih dari 2 jam Saya tidak pernah mengerjakan PR Dari hasil analisis berdasarkan waktu yang dibutuhkan siswa mengerjakan PR, menunjukkan siswa yang tidak pernah mengerjakan PR memiliki skor rerata tertinggi untuk semua mapel baik Matematika, Bahasa, maupun IPA. Hal ini menjadi menarik karena justru ketika siswa tidak mengerjakan PR tetapi siswa memiliki skor rerat tertinggi. Untuk hal ini sebaiknya dikaji lebih dalam. Indonesia National Assessment Program (INAP) 81

82 f. Minat baca siswa PROPORSI SISWA SENANG DIBERI BUKU Ya 90% Tidak 10% Gambar4.28Proporsi minat baca siswa Selanjutnya disajikan analisis minat membaca siswa, dengan pertanyaan apakahsenang diberi hadiah buku. Berikut adalah respon siswa terhadap pertanyaan siswa senang diberi hadiah buku atau tidak. Terlihat 90% siswa senang diberi hadiah buku. Dari hasil analisis menunjukkan antara siswa merasa senang diberi hadiah buku berbanding lurus terhadap skor rerata mapel. Tabel 4.27Tabel minat baca siswa Siswa senang diberi hadiah buku Mean N MAT Ya Tidak BIN Ya Tidak IPA Ya Tidak Indonesia National Assessment Program (INAP) 82

83 g. Kemampuan membaca Untuk mengkaji kemampuan membaca, siswa diberi beberapa pertanyaan untuk menilai kemampuannya. Berikut ini bentuk pertanyaannya: Seberapa baik kamu membaca? Nyatakan seberapa setujukah kamu terhadap pernyataan berikut. Berdasarkan pertanyaan diatas menunjukkan siswa yang setuju membaca sangat mudah memiliki skor rerata lebih tinggi dibandingkan yang tidak setuju untuk semua mapel. Sedangkan siswa yang setuju membaca lebih lambat daripada teman yang lain memiliki skor rerata lebih rendah dibandingkan yang tidak setuju. Membaca Sangat Mudah Buat Saya Tabel 4.28Tabel IPA MAT BIN MEAN N MEAN N MEAN N Ya Tidak Membaca Lebih Lambat Daripada Teman Lain Ya Tidak Indonesia National Assessment Program (INAP) 83

84 BAB V LATAR BELAKANG GURU A. KARAKTERISTIK GURU SAMPEL Studi INAP 2013 juga mengkaji karakteristik guru sampel. Untuk angket guru, bagian awal menanyakan identitas dari responden; baik usia, jenis kelamin, status kepegawaian, tahun lamanya mengajar, ijazah tertinggi yang dimiliki, asal perguruan tinggi, pengalaman mengikuti pelatihan, serta kepemilikan sertifikasi mengajar. Datanya tersaji sebagai berikut. a. Usia guru PROPORSI RESPONDEN GURU PADA TIAP KELOMPOK USIA th 14% th 10% >54 th 16% < 25 th 2% th th 29% 6% th 17% th 6% Grafik 5.1 memberikan gambaran proporsi responden guru pada setiap kelompok usia. Indonesia National Assessment Program (INAP) 84

85 Terdapat 59 guru responden dengan persentase terbesar berusia antara tahun sebesar 16%. Sedangkan responden yang usianya di atas 54 tahun hanya 14 % demikian juga sebaliknya responden guru yang usianya sangat muda, dibawah 25 tahun, juga hanya 2%. T e r l i h a t b a h w a r e Tabel 5.1 Tabulasi rerata nilai siswa untuk setiap kelompok usia guru Usia Mean N IPA < 25 th th th th th th th >54 th MAT < 25 th th th th th th th >54 th BIN < 25 th th th th th th th >54 th Skor rerata tertinggi diperoleh oleh kelompok guru pada rentang usia tahun. Namun tidak ada pola kaitan antara usia guru dengan rerata skor. Indonesia National Assessment Program (INAP) 85

86 b. Jenis kelamin guru Responden studi INAP 2013 memiliki proporsi yang lebih besar untuk guru perempuan dibandingkan guru laki-laki. Hal ini memang cenderung menggambarkan kondisi guru-guru untuk jenjang sekolah dasar. Terlihat bahwa 88% responden berjenis kelamin perempuan. PROPORSI RESPONDEN GURU BERDASARKAN JENIS KELAMIN Laki-laki 12% Perempuan 88% Grafik 5.2 Rerata skor siswa dan jenis kelamin guru Tabel 5.2 Tabel Jenis kelamin guru Jenis Kelamin Mean N IPA Laki-laki Perempuan MAT Laki-laki Perempuan BIN Laki-laki Perempuan Siswa yang diajar oleh guru berjenis kelamin laki-laki memiliki skor rerata lebih tinggi untuk mapel IPA dan Matematika, dibandingkan siswa yang diajar oleh guru berjenis kelamin perempuan. Sedangkan untuk mapel Bahasa justru sebaiknya. Indonesia National Assessment Program (INAP) 86

87 c. Status kepegawaian Guru sampel INAP sebagian besar (65%) merupakan guru PNS dan hanya sekitar 19% yang merupakan guru swasta tetap, dan16% lainnya adalah kelompok guru honorer. Walaupun persentase guru PNS yang besar, tapi skor rerata lebih rendah dibandingkan kelompok guru yang lainnya untuk semua mapel. Guru-guru swasta dan honorer tetap juga memiliki skor rerata yang cukup tinggi. Perlu dikaji lebih mendalam mengapa kedua golongan guru tersebut, meskipun memiliki prestasi murid yang lebih baik. RESPONDENSI BERDASARKAN STATUS KEPEGAWAIAN 16% 19% 65% Guru PNS Guru SWasta Tetap Guru Honorer Grafik 5.3Proporsi Responden Berdasarkan Status Kepegawaian Indonesia National Assessment Program (INAP) 87

88 Tabel 5.3 kelompok status kepegawaian guru dan skor rerata Status Kepegawaian Mean N IPA Guru PNS Guru Swasta Tetap Guru Honorer MAT Guru PNS Guru Swasta Tetap Guru Honorer BIN Guru PNS Guru Swasta Tetap Guru Honorer Terlihat pada tabel 5.3 guru Swasta di Provinsi Sumatera Utara memiliki skor rerata siswa paling tinggi adalah kelompok guru swasta dan honorer untuk semuap mapel. d. Pengalaman guru mengajar Pengalaman guru mengajar diukur dengan melihat lamanya guru tersebut mengajar dalam satuan tahun. Untuk memudahkan proses pengolahan, instrumen telah menyajikan alternatif pilihan berupa rentang tahun mengajar dengan interval 5 tahun; mulai kurang dari 5 tahun sampai lebih dari 25 tahun. Ternyata hasil analisis menunjukkan tidak ada perbedaan yang berarti pada nilai siswa yang diajar oleh guru-guru dari kelompok pengalaman mengajar yang berbeda. Perbandingan rerata nilai siswa oleh guru dalam setiap kelompok pengalaman mengajar dapat dilihat pada tabel berikut Indonesia National Assessment Program (INAP) 88

89 RERATA BERDASARKAN LAMA MENGAJAR 31% 10% 16% 0-5 th 6-10 th 8% 23% 12% th th th >25 th Grafik 5.4Proporsi Responden Berdasarkan Status Kepegawaian Tabel 5.4 tahun lama mengajar dan nilai siswa Lama Mengajar Mean N IPA 0-5 th th th th th >25 th MAT 0-5 th th th th th >25 th BIN 0-5 th th th th th >25 th Berdasarkan hasil analisis pada tabel 6.4 terlihat bahwa tidak terlihat pola antara lama mengajar atau pengalaman guru mengajar dengan skor reratanya. Indonesia National Assessment Program (INAP) 89

90 e. Ijazah tertinggi yang dimiliki oleh guru Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat pendidikan guru sampel INAP 2013 sangat beragam, mulai dari tamatan SMA, sampai lulusan Sarjana. Persentase tamatan D1/D2 dan Sarjana berimbang sebesar 34%, sedangkan SMA/Sederajatsebesar 32%. Hanya 7% responden yang berijazah magister Sarjana. Dari hasil analisis terlihat, bahwa ketika guru tersebut memiliki pendidikan sarjana, maka prestasi siswanya baik cenderung lebih tinggi. RESPONDENSI GURU BERDASARKAN IJAZAH 34% 34% 32% SMA/Sederajat D1/D2 Sarjana Grafik 5.5 Proporsi Guru Berdasarkan Ijazah Tabel 5.5 Ijazah tertinggi guru dan rerata nilai siswa Ijazah yang dimiliki Mean N IPA SMA/Sederajat D1/D Sarjana MAT SMA/Sederajat D1/D Sarjana BIN SMA/Sederajat D1/D Sarjana Indonesia National Assessment Program (INAP) 90

91 Dari tabel diatas terlihat pola kaitan antara tingkat pendidikan guru dengan skor reratanya. Pendidikan guru berbanding lurus dengan skor raratanya, semakin tinggi pendidikan guru semakin tinggi skor reratanya. f. Jurusan yang diambil di perguruan tinggi Hasil menunjukkan bahwa nilai siswa pada bidang studi tertentu akan lebih tinggi jika diajar oleh guru dengan jurusan yang sesuai ketika menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Hal ini patut menjadi perhatian akan perlunya suatu regulasi untuk menerapkan sistem guru bidang studi di jenjang pendidikan sekolah dasar. Dan yang perlu diperhatikan adalah kesesuaian antara bidang studi yang diajarnya dengan latar belakang pendidikan yang pernah ditempuh guru tersebut. RESPONDENSI BERDASARKAN JURUSAN DIPERGURUAN TINGGI 19% 17% 2% 10% 2% 10% 2% 38% Matematika IPS Bahasa Indonesia Bahasa Inggris PKN Agama Kependidikan Bimbingan Konseling Grafik 5.6 Proporsi Guru Jurusan di Perguruan Tinggi Indonesia National Assessment Program (INAP) 91

92 D a r i t a b e l t e r Tabel5.6Jurusan di Perguruan Tinggi Jurusan di Mean N Perguruan Tinggi IPA Matematika IPS Bahasa Indonesia Bahasa Inggris PKN Agama Kependidikan Bimbingan Konseling MAT Matematika IPS Bahasa Indonesia Bahasa Inggris PKN Agama Kependidikan Bimbingan Konseling BIN Matematika IPS Bahasa Indonesia Bahasa Inggris PKN Agama Kependidikan Bimbingan Konseling Berdasarkan hasil analisis, bahwa guru dengan latar pendidikan IPS memiliki skor rerata tertinggi untuk mapel IPA dan Bahasa dibandingkan kelompok guru lainnya. Sedangkan untuk mapel Matematika skor rerata tertinggi adalah kelompok guru yang berlatar pendidikan Agama. Perlu dikaji lebih mendalam mengapa guru berlatarbelakang pendidkan sesuai tidak mendapatkan skor rerata terbaik untuk masing-masing bidangnya. Indonesia National Assessment Program (INAP) 92

93 g. Perguruan tinggi asal Responden guru dipilah-pilah berdasarkan jenis perguruan tinggi guru tersebut berasal, apakah dari perguruan tinggi negeri kependidikan, perguruan tinggi negeri non kependidikan, perguruan tinggi swasta kependidikan, ataukan perguruan tinggi swasta non kependidikan. Hasil analisis ditunjukkan pada tabel berikut: Tabel5.7Asal Perguruan Tinggi Asal Prguruan Tinggi Mean N IPA PTN Kependidikan PTS Kependidikan MAT PTN Kependidikan PTS Kependidikan BIN PTN Kependidikan PTS Kependidikan Hasil analisis menunjukkan bahwa skor nilai rerata tertinggi adalah kelompok guru yang berasal dari PTS kependidikan. Artinya muatan pendidik pada perguruan tinggi kependidikan swasta menjadi jaminan siswa menjadi lebih baik setelah diajar oleh guru tersebut. Indonesia National Assessment Program (INAP) 93

94 ASAL PERGURUAN TINGGI BIN MAT IPA 385, , , , , , PTS Kependidikan PTN Kependidikan Grafik 5.7 asal perguruan tinggi dan skor mapel h. Pelatihan profesi guru Tabel dan grafik berikut menunjukkan perbandingan prestasi siswa yang diajar oleh guru pernah mengikuti pelatihan profesi guru dan yang diajar oleh guru yang tidak mengikuti pelatihan profesi guru. Ternyata secara konsisten baik pada kemampuan matematika, membaca, dan sains, siswa-siswa dari guru yang pernah ikut pelatihan profesi guru nilainya lebih tinggi. Jumlah guru di Provinsi Sumatera Utara yang telah mengikuti profesi guru juga lebih banyak dibandingkan yang belum mengikuti yaitu 58% dibandingkan 42. Sehingga hasil perbandingan kemampuan siswanya juga relatif stabil. Hal ini mengindikasikan bahwa pelatihan profesi guru memiliki dampak yang baik untuk peningkatan kualitas siswa. Indonesia National Assessment Program (INAP) 94

95 PROPORSI BERDASARKAN PENGEMBANGAN PROFESI Ya 58% Tidak 42% Grafik 5.8. Proporsi Guru berdasarkan Pengembangan Profesi Tabel 5.8 Pelatihan Profesi Guru Dan Nilai Siswa Pelatihan Mean N Pengembangan Profesi IPA Tidak Ya MAT Tidak Ya BIN Tidak Ya Dari tabel diatas terlihat perbedaan yang antara rerata skor siswa yang diajar oleh guru dengan pelatihan pengembangan profesi dan tidak. Namun demikian hal ini dapat menjadi indikator bahwa pelatihan pengembangan profesi guru memang diperlukan dan berpengaruh positif terhadap prestasi akademik siswa yang diajarnya. Indonesia National Assessment Program (INAP) 95

96 i. Status memperoleh sertifikasi mengajar Dari sekitar 58 responden guru di Provinsi Sumatera Utara sebesar 35% belum mendapatkan sertifikasi mengajar, dan 65% lainnya sudah. Namun demikian jika dilihat skor rerata oleh kedua kelompok guru tersebut, ternyata tidak ada perbedaan yang signifikan. Nilainya cenderung sama. Artinya meskipun belum mendapat sertifikasi mengajar, namun ditinjau dari segi prestasi siswanya tidak ada beda dengan siswa-siswa yang diajar oleh guru yang sudah tersertifikasi. ` PROPORSI BERDASARKAN PEROLEHAN SERTIFIKASI MENGAJAR Sudah 65% Belum 35% Grafik 5.9 Proporsi Guru berdasarkan Perolehan Sertifikasi Mengajar Indonesia National Assessment Program (INAP) 96

97 Tabel 5.9Sertifikasi Mengajar Guru Dan Nilai Siswa Sertifikasi Mean N IPA Belum Sudah MAT Belum Sudah BIN Belum Sudah Hasil analisis pada tabel 5.9 menunjukkan tidak ada relevansi antara sertifikasi guru dengan skor rerata. Hal senada juga diperoleh dalam banyak studi yang mencoba membandingkan kemampuan kognitif siswa yang diajar oleh guru bersertifikasi dan belum tersertifikasi. Sehingga sekali lagi berdasarkan data hasil penelitian perlu dipertanyakan bagaimanakan efektifitas program sertifikasi guru terhadap peningkatan prestasi akademis siswa yang merupakan outcome dari program tersebut. PROPORSI KEAKTIFAN KKG-MGMP Ya 17% Tidak 83% Grafik 5.10 Proporsi Guru berdasarkan Keaktifan KKG-MGP Sebesar 83% korespondensi menjawab tidak aktif KKG- MGP, sedangkan 17% korespondensi lainnya menjawab turut aktif Indonesia National Assessment Program (INAP) 97

98 dalam kegiatan KKG-MGP. Disini terlihat hal yang menarik lagi, justru korespondensi yang tidak aktif mengikuti KKG-MGP memiliki skor rerata yang lebih tinggi. untuk lebih detailnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 5.10 Keaktifan KKG-MGP Keaktifan KKG-MGP Mean N IPA Tidak Ya MAT Tidak Ya BIN Tidak Ya KKG-MGMP MENDAPAT BANTUAN BIN MAT IPA 397,87 395,21 381,51 459,01 451,72 447,99 520,74 498,33 500,55 0,00 100,00 200,00 300,00 400,00 500,00 600,00 Thn 2012 Thn 2011 Thn 2010 Grafik 5.11 Proporsi KKG-MGP Mendapat Bantuan Langsung Indonesia National Assessment Program (INAP) 98

99 Tabel 5.11Tabel KKG-MGP Mendapat Bantuan Langsung Sertifikasi Mean N IPA Tahun Tahun Tahun MAT Tahun Tahun Tahun BIN Tahun Tahun Tahun Begitupun dengan dana bantuan langsung KKG-MGP, tidak terlihat pola hubungan dengan skor rerata. B. FAKTOR PENGALAMAN MENGAJAR Demikian juga halnya dengan latar belakang pendidikan apakah sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan, sebagian besar responden (90%) menyatakan sesuai, meskipun tidak spesifik terlihat apakah lulusan pendidikan guru sekolah dasar, ataukan lulusan guru bidang studi. Dan status kesesuaian latar belakang pendidikan ternyata berdampak terhadap nilai siswanya sebagaimana terlihat pada grafik. Untuk bidang studi matematika ada kecenderungan guru yang latar belakang pendidikan sesuai nilainya lebih baik. Meskipun kesesuaian ini tidka secara detail dikupas untuk bidang studi atau jurusan apa. Indonesia National Assessment Program (INAP) 99

100 PROPORSI BERDASARKAN KESESUAIAN MAPEL YANG DIJARKAN Ya 90% Tidak 10% Grafik 5.12Proporsi Guru berdasarkan Kesesuaian Mata Pelajaran Tabel 5.12 Kesesuaian Mapel dengan pendidikan Guru Kesesuaian MAPEL dg Pendidikan Guru Mean N IPA Ya Tidak MAT Ya Tidak BIN Ya Tidak Pada angket guru juga ditanyakan apakah guru tersebut mengajar di sekolah lain. Ternyata 47 orang responden menyatakan bahwa ia tidak mengajar di sekolah lain. Dan skor rerata oleh kelompok guru-guru tersebut lebih tinggi dibandingkan skor rerata oleh kelompok guru yang mengajar juga di sekolah lain. Artinya ketika guru mengajar di sekolah lain, kemungkinan perhatiannya terbagi dan tidak dapat fokus, sehingga nilai siswanya tidak sebaik siswa yang diajar oleh guru yang hanya mengajar di sekolah tersebut. Meskipun alasan ini masih harus dikaji lebih mendalam. Indonesia National Assessment Program (INAP) 100

101 Tabel 5.13 Mengajar Di Sekolah Lain dan Nilai Siswa Mengajar di Sekolah Lain Mean N IPA Ya Tidak MAT Ya Tidak BIN Ya Tidak Mengajar di sekolah lain? BIN 378,07 373,23 MAT IPA 444,51 468,06 496,87 467,41 0,00 100,00 200,00 300,00 400,00 500,00 600,00 Tidak Ya Grafik Mengajar di sekolah lain Ketika responden diminta memilih berapa persen kesulitan mata pelajaran IPA maka hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut ini. Terlihat ternyata benar, bahwa semakin besar persentase kesulitan mengajar mata pelajaran tertentu yang dirasakan oleh guru, maka nilai siswanya pada mata pelajaran tersebut juga semakin kecil. Artinya memang benar bahwa kemahiran guru dalam mengajarkan suatu materi pelajaran berpengaruh terhadap hasil belajar siswanya. Indonesia National Assessment Program (INAP) 101

102 Tabel 5.14 Kesulitan Mengajar MAPEL IPA Kesulitan Pengajaran MAPEL IPA Mean N IPA 1-10% % >20% MAT 1-10% % >20% BIN 1-10% % >20% Sedangkan ketika responden diminta memilih berapa persen kesulitan mata pelajaran matematika maka hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut ini. Terlihat semakin besar persentase kesulitan mengajar mata pelajaran tertentu yang dirasakan oleh guru, maka nilai siswanya pada mata pelajaran tersebut juga semakin kecil. Artinya memang benar bahwa kemahiran guru dalam mengajarkan suatu materi pelajaran berpengaruh terhadap hasil belajar siswanya. Tabel 5.15 Kesulitan Mengajar MAPEL MAT Kesulitan Pengajaran MAPEL MAT Mean N IPA 1-10% % >20% MAT 1-10% % >20% BIN 1-10% % >20% Dan ketika responden diminta memilih berapa persen kesulitan mata pelajaran Bahasa Indonesia maka hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut ini. Terlihat ternyata benar, bahwa semakin besar persentase kesulitan mengajar mata pelajaran tertentu yang dirasakan oleh guru, maka nilai siswanya pada mata pelajaran tersebut juga semakin kecil. Artinya Indonesia National Assessment Program (INAP) 102

103 memang benar bahwa kemahiran guru dalam mengajarkan suatu materi pelajaran berpengaruh terhadap hasil belajar siswanya. Tabel 5.16 Kesulitan Mengajar MAPEL BIN Kesulitan Pengajaran MAPEL BIN Mean N IPA 1-10% % >20% MAT 1-10% % >20% BIN 1-10% % >20% Hasil INAP nasional juga menunjukkan bahwa seluruh guru (100%) DI Provinsi Sumatera Utara membuat rencana pengajaran untuk setiap tahun. Tabel 5.17 Memperbaharui RPP Dan Nilai Siswa Memperbaharui RPP tiap tahun Mean N IPA Ya Tidak MAT Ya Tidak BIN Ya Tidak Terlihat bahwa ketika gurunya memperbaharui RPP setiap tahun, namun rerata skor nilai siswa justru lebih rendah. Hal ini perlu dikaji lagi mengapa hasil analisis bisa demikian. Indonesia National Assessment Program (INAP) 103

104 Penggunaan alat peraga dari hasil studi INAP menunjukkan bahwa untuk mata pelajaran Sains/IPAsemua guru (100%) menggunakan alat peraga. Untuk skor rerata semua mapel dapat dilihat pada tabel Penggunaan alat peraga Sains/IPA Tidak 0% Ya 100% Grafik Penggunaan alat peraga Sains/IPA Tabel 5.18 Tabel Penggunaan alat peraga Sains/IPA PENGGUNAAN ALAT PERAGA SAINS/IPA Mean N IPA Ya Tidak MAT Ya Tidak BIN Ya Tidak Indonesia National Assessment Program (INAP) 104

105 Penggunaan alat peraga Matematika Tidak 0% Ya 100% Grafik 5.15 Penggunaan alat peraga matematika Grafik 5.19 Tabel Penggunaan alat peraga Matematika PENGGUNAAN ALAT PERAGA MATEMATIKA Mean N IPA Ya Tidak MAT Ya Tidak BIN Ya Tidak Penggunaan alat peraga BHS.INDONESIA Tidak 8% Ya 92% Grafik 5.16 Penggunaan alat peraga Bahasa Indonesia Indonesia National Assessment Program (INAP) 105

106 Grafik 5.20 Tabel Penggunaan alat peraga Bahasa Indonesia PENGGUNAAN ALAT PERAGA B.INDO Mean N IPA Ya Tidak MAT Ya Tidak BIN Ya Tidak Begitupun bahwa skor rerata kelompok guru yang menggunakan alat peraga Matematika dan Bahasa Indonesia lebih tinggi dibandingkan kelompok guru yang tidak menggunakan alat peraga. Oleh karena itu perlu dilakukan pelatihan dan sosialisasi mengenai pemanfaatan alat peraga matematika dalam pembelajaran selain juga memfasilitasi sekolah dengan alat-alat pengajaran yang diperlukan. Hasil analisis data juga menunjukkan bahwa 24% guru merasa bahwa mereka memiliki hambatan dalam kelas. Hambatan tersebut ternyata membuat siswa yang diajarnya menjadi lebih rendah nilainya dibandingkan dengan siswa yang gurunya tidak merasa memiliki hambatan dalam kelas. Hal ini terlihat pada tabel berikut: PROPORSI HAMBATAN DALAM MENGUASAI KELAS Ya 24% Tidak 76% Grafik 5.17 Proporsi Besar Hambatan Di Kelas Indonesia National Assessment Program (INAP) 106

107 Tabel 5.21 Hambatan Menguasai Kelas Dan Nilai Siswa ADA HAMBATAN DALAM Mean N MENGUASAI KELAS IPA Ya Tidak MAT Ya Tidak BIN Ya Tidak C. PENGGUNAAN KOMPUTER DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA Hasil analisis data INAP 2013 menunjukkan bahwa 90 % guru tidak memiliki fasilitas komputer di dalam kelas yang dapat digunakan untuk pembelajaran membaca. Padahal hasil menunjukkan bahwa dengan adanya komputer di dalam kelas, maka nilai membaca, nilai matematika, dan nilai sains akan menjadi lebih baik. Hasil angket sekolah menunjukkan bahwa hampir semua sekolah memiliki komputer. Namun penempatan komputer tersebut tidaklah di dalam ruangan kelas, sehingga pemanfaatan komputer tersebut tidak optimal untuk menunjang kegiatan belajar mengajar di kelas. Negara-negara Asia yang maju seperti Jepang, Korea, Singapore mulai melakukan modelling program optimalisasi teknologi informasi di dalam ruang kelas. Siswa memperoleh akses yang luas untuk membuka komputer di dalam kelas, bahkan mereka mulai berekspansi mengganti papan tulis menjadi smartboard yang terkoneksi dengan laptop guru dan internet, sehingga mudah menyajikan suatu website atau file kepada siswa. Hal ini tentu saja masih jauh dari kemampuan siswa Indonesia. Namun setidaknya penempatan komputer di sekolah tidak hanya di ruang kepala Indonesia National Assessment Program (INAP) 107

108 sekolah ataupun ruang guru/tu, sehingga tidak optimal menunjang pembelajaran di kelas. PROPORSI KETERSEDIAAN KOMPUTER DALAM PELAJARAN Ya 8% Tidak 92% Grafik 5.18 Proporsi Ketersediaan Komputer dalam Pelajaran Tabel 5.22 Tersedianya Komputer Di Kelas Dan Nilai Siswa KETERSEDIAAN KOMPUTER UTK DIGUNAKAN DLM PELAJARAN Mean N IPA Ya Tidak MAT Ya Tidak BIN Ya Tidak Tuntutan era teknologi informasi yang mengandalkan koneksi internet juga belum terpenuhi oleh sebagian besar sekolah. Sekitar 77% sekolah tidak memiliki komputer dengan akses internet. Hal ini dapat dimaklumi mengingat lokasi sekolah sampel INAP tersebar sampai ke pelosok kabupaten, sehingga jaringan internet belum memadai. Namun di sisi lain pemakluman tersebut ada PR yang sangat berat untuk pusat teknologi dan komunikasi kemdikbud melakukan ekspansi jaringan pendidikan nasional Indonesia National Assessment Program (INAP) 108

109 (jardiknas) sampai ke pelosok negeri mengingat pesatnya laju informasi saat ini. Tabel 5.23 Memiliki Komputer Dengan Akses Internet Dan Nilai Siswa KOMPUTER YG MEMILIKI AKSES INTERNET Mean N IPA Ya Tidak MAT Ya Tidak BIN Ya Tidak PROPORSI KOMPUTER TANG MEMILIKI AKSES INTERNET Tidak 77% Ya 23% Grafik 5.19 Proporsi Komputer yang Memiliki Akses Internet Dengan tidak spesifik menunjuk kepada komputer di sekolah ataukah komputer di rumah, guru diberi pertanyaan seberapa sering meminta siswa untuk melakukan aktivitas mencari informasi dengan komputer, membaca cerita atau tulisan lain di komputer, menggunakan pembelajaran dalam perangkat lunak, serta menggunakan komputer Indonesia National Assessment Program (INAP) 109

110 untuk menulis cerita atau tulisan lain. Hasil analisis ditunjukkan pada tabel berikut. Secara umum, masih banyak guru yang belum memberikan tugas siswa mencari informasi dari komputer, hal ini wajar mengingat masih rendahnya akses internet yang dimiliki sekolah. Demikian juga dengan penugasan lain yang menggunakan komputer masih banyak guru menjawab tidak pernah memberikan tugas semacam itu. Hal ini juga mungkin disebabkan karena jenjang sekolah yang menjadi sampel inap adalah sekolah dasar, yang lokasinya tersebar dan jumlahnya begitu besar, sehingga sarana prasarana berupa komputer masih terbatas. D. FAKTOR KEADAAN SEKOLAH Berikut proporsi lokasi sekolah menurut pendapat guru: PROPORSI LOKASI SEKOLAH 4% 4% 14% Kompleks Perumahan Daerah Keramaian (Pasar/pertokoan/stasiun) 48% 30% Pedesaan yang tenang/jauh dari jalan raya Perkampungan/gang yang rapat penduduk Lainnya Grafik 5.20 Proporsi Lokasi Sekolah Proporsi sekolah yang berada di perkampungan rapat penduduk sebesar 48%, daerah keramaian sebesar 14%, pedesaan yang tenang sebesar 4%, dan kompleks perumahan cuma sebesar 4%. Artinya Indonesia National Assessment Program (INAP) 110

111 sekitar 61% sekolah berada di wilayah yang cukup baik aksesnya. Namun demikian, amat disayangkan, karena sebagaimana yang telah kita bahas akses internet yang dimiliki sekolah masih sangat minim. Tabel 5.24 Lokasi Sekolah Dan Nilai Siswa LOKASI SEKOLAH Mean N IPA Kompleks Perumahan Daerah Keramaian (Pasar/pertokoan/stasiun) Perkampungan/gang yang rapat penduduk Pedesaan yang tenang/jauh dari jalan raya Lainnya MAT Kompleks Perumahan Daerah Keramaian (Pasar/pertokoan/stasiun) Perkampungan/gang yang rapat penduduk Pedesaan yang tenang/jauh dari jalan raya Lainnya BIN Kompleks Perumahan Daerah Keramaian (Pasar/pertokoan/stasiun) Perkampungan/gang yang rapat penduduk Pedesaan yang tenang/jauh dari jalan raya Lainnya Terlihat pada tabel sekolah yang berada di kompleks perumahan memiliki skor rerata lebih tinggi dibandingkan dengan daerah yang lain. Hal ini mungkin disebabkan karena daerah perumahan memiliki suasana nyaman dibandingkan yang lain. Sebanyak 92% guru berpendapat bahwa lokasi sekolah tidak akan membawa pengaruh yang negatif terhadap guru. Yang menarik dari hal ini adalah, guru-guru yang termasuk dalam kelompok beropini lingkungan Indonesia National Assessment Program (INAP) 111

112 sekolah dapat membawa dampak negatif ternyata nilai siswanya lebih tinggi dibandingkan siswa-siswa yang gurunya berpendapat bahwa lingkungan sekolah tidak akan berdampak negatif kepada siswa. Namun hal ini mungkin lebih tepat jika dikaitkan dengan faktor lokasi yang beresiko biasanya ada di perkotaan dan tempat yang ramai. Dan perkotaan serta tempat yang ramai akan lebih mudah memperoleh informasi. Mudahnya akses terhadap informasi inilah yang sebenarnya berpengaruh terhadap lebih tingginya nilai siswa. Sehingga interpretasi lebih jauhnya adalah pengetahuan yang sudah umum kita pahami, kemudahan mengakses informasi di satu sisi berdampak positif dengan mudahnya mempertajam pengetahuan. Namun seperti sebuah koin, di sisi yang lain memudahkan siswa terimbas dampak negatif dari informasi yang tidak baik. PROPORSI LOKASI SEKOLAH MEMBAWA PENGARUH NEGATIF BAGI SISWA Tidak 92% Ya 8% Grafik 5.21 Proporsi Lokasi Sekolah Membawa Pengaruh Negatif Bagi Siswa Indonesia National Assessment Program (INAP) 112

113 Tabel 5.25 Pendapat Guru Mengenai Potensi Dampak Negatif Dari Lokasi Sekolah Dan Nilai Siswa LOKASI SEKOLAH MEMBAWA PENGARUH NEGATIF BAGI SISWA Mean N IPA Ya Tidak MAT Ya Tidak BIN Ya Tidak Sebanyak49% guru korespondensi merasa puas terhadap hasil kerjanya, 33% cukup puas dan 18% merasa puas. Tidak terlihat adanya pola hubungan antara kepuasan kerja guru dengan skor rerata, dapat dilihat lebih detail pada Tabel dibawah ini. PROPORSI KEPUASAN KERJA GURU SEDANG 33% SANGAT TINGGI 18% TINGGI 49% Grafik 5.22 Proporsi Kepuasaan Kerja Guru Indonesia National Assessment Program (INAP) 113

114 Tabel 5.26 TabelKepuasaan Kerja Guru KEPUASAAN KERJA GURU Mean N IPA SANGAT TINGGI TINGGI SEDANG MAT SANGAT TINGGI TINGGI SEDANG BIN SANGAT TINGGI TINGGI SEDANG PROPORSI SISWA BERSIKAP HORMAT TERHADAP GURU SEDANG TINGGI 2% 8% SANGAT TINGGI 90% Grafik 5.23 Proporsi Siswa Bersikap Hormat Terhadap Guru Dari grafik diatas, sebesar 91% siswa sangat hormat terhadap gurunya, sebesar 7% hormat, dan 2% cukup hormat. Indonesia National Assessment Program (INAP) 114

Indonesian National Assessment Program (INAP)

Indonesian National Assessment Program (INAP) Indonesian National Assessment Program (INAP) i DAFTAR ISI DAFTAR ISI... ii PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan... 4 C. Ruang Lingkup... 5 D. Manfaat... 5 LANDASAN TEORI... 6 A. Pembelajaran

Lebih terperinci

TEKNIK EVALUASI DAN INSTRUMEN EVALUASI HASIL BELAJAR

TEKNIK EVALUASI DAN INSTRUMEN EVALUASI HASIL BELAJAR I. Pendahuluan TEKNIK EVALUASI DAN INSTRUMEN EVALUASI HASIL BELAJAR *) Oleh; D. Tiala Secara umum telah diketahui, bahwa melakukan evaluasi merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Indonesian National Assessment Program (INAP)

DAFTAR ISI. Indonesian National Assessment Program (INAP) i DAFTAR ISI DAFTAR ISI... ii PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan... 4 C. Ruang Lingkup... 5 D. Manfaat... 5 LANDASAN TEORI... 6 A. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)... 6 1. Metode Ilmiah sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang i DAFTAR ISI DAFTAR ISI... ii PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan... 4 C. Ruang Lingkup... 5 D. Manfaat... 5 LANDASAN TEORI... 6 A. Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar... 6 1.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 42 BAB III METODE PENELITIAN A. Defenisi Operasional Untuk menyamakan persepsi mengenai istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka diperlukan adanya defenisi operasional mengenai istilah-istilah

Lebih terperinci

BAB II STUDI LITERATUR. A. Kemampuan Matematis dan Revisi Taksonomi Bloom. Kemampuan matematis adalah kemampuan dasar yang harus dimiliki

BAB II STUDI LITERATUR. A. Kemampuan Matematis dan Revisi Taksonomi Bloom. Kemampuan matematis adalah kemampuan dasar yang harus dimiliki 10 BAB II STUDI LITERATUR A. Kemampuan Matematis dan Revisi Taksonomi Bloom Kemampuan matematis adalah kemampuan dasar yang harus dimiliki siswa dalam mata pelajaran matematika. Dalam penelitian ini, kemampuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penilaian adalah proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penilaian adalah proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penilaian 2.1.1 Pengertian Penilaian Penilaian adalah proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu (Sudjana, 2006). Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan dan kewenangan guru dalam menjalankan profesinya sebagai seorang

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan dan kewenangan guru dalam menjalankan profesinya sebagai seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guru merupakan salah satu kunci penting dalam keberhasilan pendidikan. Untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, diperlukan guru yang memiliki kemampuan (kompetensi)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ika Citra Wulandari, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ika Citra Wulandari, 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang banyak digunakan dan dimanfaatkan untuk menyelesaikan permasalahan pada hampir semua mata pelajaran yang

Lebih terperinci

LISAN TULISAN OBSERVASI SKALA PENILAIAN SOSIOMETRI STUDI KASUS CHECKLIST

LISAN TULISAN OBSERVASI SKALA PENILAIAN SOSIOMETRI STUDI KASUS CHECKLIST BAHAN AJAR EVALUASI PEMBELAJARAN TES URAIAN DAN TES OBJEKTIF LISAN INDIVIDUAL KELOMPOK ESAI BERSTRUKTUR BEBAS TULISAN TERBATAS ALAT PENILAIAN TES OBSERVASI OBJEKTIF B-S MENJDHKAN MELENGKAPI NON TES KUESIONER/WAWANCARA

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Perubahan tingkah laku dapat berupa hasil belajar siswa dalam sebuah

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Perubahan tingkah laku dapat berupa hasil belajar siswa dalam sebuah 10 BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Hasil Belajar Perubahan tingkah laku dapat berupa hasil belajar siswa dalam sebuah proses pembelajaran untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Berdasarkan hal tersebut, negara-negara di dunia berkompetisi dalam

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Berdasarkan hal tersebut, negara-negara di dunia berkompetisi dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tingkat pendidikan menjadi salah satu indikator dari kemajuan suatu bangsa. Berdasarkan hal tersebut, negara-negara di dunia berkompetisi dalam meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fisika merupakan salah satu mata pelajaran yang dirasa sulit bagi kebanyakan peserta didik. Prestasi belajar untuk memahami pelajaran fisika dalam suatu sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Purnama Adek, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Purnama Adek, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan atau kemunduran suatu negara ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya, dan sumber daya manusia yang berkualitas dapat diperoleh melalui pendidikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Eksperimen mengandung makna belajar untuk berbuat, karena itu dapat dimasukkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Eksperimen mengandung makna belajar untuk berbuat, karena itu dapat dimasukkan II. TINJAUAN PUSTAKA 1. Metode Eksperimen Eksperimen mengandung makna belajar untuk berbuat, karena itu dapat dimasukkan ke dalam metode pembelajaran. Menurut Djamarah dan Zain (2006: 136) metode eksperimen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pengertian bahasa kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pengertian bahasa kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Kegiatan Evaluasi Dalam Pendidikan Menurut pengertian bahasa kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran. Stufflebeam (1971)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi adalah pengambilan keputusan berdasarkan hasil pengukuran dan

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi adalah pengambilan keputusan berdasarkan hasil pengukuran dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Evaluasi adalah pengambilan keputusan berdasarkan hasil pengukuran dan standar kriteria. Pengukuran dan evaluasi merupakan dua kegiatan yang berkesinambungan. Evaluasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu universal yang memiliki peran penting yang mendasari perkembangan teknologi modern dalam berbagai disiplin ilmu dalam bidang kehidupan.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 24 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Metode deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Definisi operasional bertujuan memberikan persamaan persepsi terhadap

BAB III METODE PENELITIAN. Definisi operasional bertujuan memberikan persamaan persepsi terhadap BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Definisi operasional bertujuan memberikan persamaan persepsi terhadap istilah yang ada dalam penelitian ini. 1. Analisis kualitas soal, soal dianalisis

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATERI PEDAGOGIK

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATERI PEDAGOGIK SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATERI PEDAGOGIK BAB VIII PENILAIAN DAN EVALUASI PEMBELAJARAN Prof. Dr. Sunardi, M.Sc Dr. Imam Sujadi, M.Si KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan pendidikan dalam suatu negara harus diawasi dan dievaluasi untuk mengetahui tingkat keberhasilan sistem pendidikan yang digunakan. Berhasil tidaknya

Lebih terperinci

Pengembangan tahap awal instrumen tes berbasis kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skill - hots) mata pelajaran fisika

Pengembangan tahap awal instrumen tes berbasis kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skill - hots) mata pelajaran fisika SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN FISIKA III 2017 "Etnosains dan Peranannya Dalam Menguatkan Karakter Bangsa" Program Studi Pendidikan Fisika, FKIP, UNIVERISTAS PGRI Madiun Madiun, 15 Juli 2017 74 Makalah Pendamping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ujian Nasional merupakan salah satu standar kelulusan bagi siswa yang duduk di bangku sekolah, dimana tes tersebut dilakukan secara nasional pada jenjang pendidikan

Lebih terperinci

Partial Credit Model (PCM) dalam Penskoran Politomi pada Teori Respon Butir

Partial Credit Model (PCM) dalam Penskoran Politomi pada Teori Respon Butir Vol. 9, No.1, 39-48, Juli 2012 Partial Credit Model (PCM) dalam Penskoran Politomi pada Teori Respon Butir Safaruddin 1, Anisa, M. Saleh AF Abstrak Dalam pelaksanaan tes uraian, penskoran biasanya dilakukan

Lebih terperinci

PEMBUATAN TES TERTULIS

PEMBUATAN TES TERTULIS PEMBUATAN TES TERTULIS BENTUK SOAL 1. SOAL JAWABAN SINGKAT 2. SOAL BENAR- SALAH 3. SOAL MENJODOHKAN 4. SOAL PILIHAN GANDA 5. SOAL URAIAN SOAL JAWABAN SINGKAT KARAKTERISTIK: SOAL YANG MENUNTUT PESERTA TES

Lebih terperinci

Mata Kuliah/Kode/ SKS : Evaluasi Pembelajaran TE/ EL501/2(dua) Semester/Program Studi : Teknik Tenaga Elektrik (TTE) : Dra. Tuti Suartini, M.

Mata Kuliah/Kode/ SKS : Evaluasi Pembelajaran TE/ EL501/2(dua) Semester/Program Studi : Teknik Tenaga Elektrik (TTE) : Dra. Tuti Suartini, M. Mata Kuliah/Kode/ SKS : Evaluasi Pembelajaran TE/ EL501/2(dua) Semester/Program Studi : Teknik Tenaga Elektrik (TTE) Dosen : Dra. Tuti Suartini, M.Pd 1. Pengukuran Pengantar tentang Definisi Pengukuran,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian 1. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan untuk mendeskripsikan jumlah dan kategori ranah dari pertanyaan yang diajukan siswa adalah

Lebih terperinci

TAKSONOMI BLOOM-REVISI. Ana Ratna Wulan/ FPMIPA UPI

TAKSONOMI BLOOM-REVISI. Ana Ratna Wulan/ FPMIPA UPI TAKSONOMI BLOOM-REVISI Ana Ratna Wulan/ FPMIPA UPI Revisi Taksonomi Bloom (Anderson, L.W. & Krathwohl, D.R.: 2001) Taksonomi Bloom lama C1 (Pengetahuan) C2 (Pemahaman) C3 (Aplikasi) C4 (Analisis) C5 (Sintesis)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diarahkan kepada tabiat manusia dan kepada sesamanya (Fa turrahman dkk,

BAB I PENDAHULUAN. diarahkan kepada tabiat manusia dan kepada sesamanya (Fa turrahman dkk, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan semua manusia di dunia ini, baik anakanak dan orang dewasa, bahkan para orang tua juga masih membutuhkannya. Pendidikan dapat membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Setting Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMA Kemala Bhayangkari Bandung yang terletak di jalan Palasari No. 46 Bandung, Jawa Barat. Sekolah yang berdiri di bawah naungan

Lebih terperinci

II. KAJIAN TEORI. Perkembangan sebuah pendekatan yang sekarang dikenal sebagai Pendekatan

II. KAJIAN TEORI. Perkembangan sebuah pendekatan yang sekarang dikenal sebagai Pendekatan II. KAJIAN TEORI A. Pendekatan Matematika Realistik Perkembangan sebuah pendekatan yang sekarang dikenal sebagai Pendekatan Matematika Realistik (PMR) dimulai sekitar tahun 1970-an. Yayasan yang diprakarsai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mendapatkan sesuatu hasil (Pabundu Tika, 1997: 10). Adapun tujuan dari

BAB III METODE PENELITIAN. mendapatkan sesuatu hasil (Pabundu Tika, 1997: 10). Adapun tujuan dari 28 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen adalah suatu metode penelitian untuk mengadakan kegiatan percobaan guna mendapatkan

Lebih terperinci

Tugas Evaluasi Pendidikan RANAH PENGETAHUAN MENURUT BLOOM

Tugas Evaluasi Pendidikan RANAH PENGETAHUAN MENURUT BLOOM Tugas Evaluasi Pendidikan RANAH PENGETAHUAN MENURUT BLOOM Dosen Pembina: PROF. DR.Ahmad Fauzan,M.Pd, M.Sc. Oleh: Kelompok I Asmi yuriana Dewi Desi Delarosa Isra Marlinawaty Sri Rahayu KONSENTRASI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Lind dan Gronlund (1995) asesmen merupakan sebuah proses yang ditempuh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Lind dan Gronlund (1995) asesmen merupakan sebuah proses yang ditempuh 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Asesmen dan Asesmen Kinerja Menurut Lind dan Gronlund (1995) asesmen merupakan sebuah proses yang ditempuh untuk mendapatkan informasi tentang belajar siswa (observasi,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tugas seorang guru dalam kegiatan pembelajaran adalah membantu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tugas seorang guru dalam kegiatan pembelajaran adalah membantu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tes Tugas seorang guru dalam kegiatan pembelajaran adalah membantu perubahan dan keberhasilan peserta didik atau siswa. Untuk mengetahui bagaimana perubahan dan tingkat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subyek Penelitian Sekolah yang dipilih sebagai lokasi penelitian adalah salah satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kota Bandung. Pemilihan sekolah tersebut menjadi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Berikut ini diuraikan beberapa definisi operasional dari istilah yang terkait dalam permasalahan penelitian ini, di antaranya: 1. Pengembangan tes tertulis

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMP

PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMP PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMP Rudiansyah Pendidikan Matematika, Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Lebih terperinci

Penilaian Proses dan Hasil Belajar

Penilaian Proses dan Hasil Belajar Penilaian Proses dan Hasil Belajar Oleh: Dr. Ana Ratna Wulan, M.Pd. FPMIPA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Revisi Taksonomi Bloom (Anderson, L.W. & Krathwohl, D.R.: 2001) Taksonomi Bloom C1 (Pengetahuan)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 24 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian dan Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Quasi Experimen. Metode ini dipilih karena ada beberapa variabel

Lebih terperinci

TUGAS EVALUASI PROSES & HASIL PEMBELAJARAN KIMIA

TUGAS EVALUASI PROSES & HASIL PEMBELAJARAN KIMIA TUGAS EVALUASI PROSES & HASIL PEMBELAJARAN KIMIA PENILAIAN PEMBELAJARAN Disusun Oleh: KELOMPOK 1 Riza Gustia (A1C109020) Janharlen P (A1C109044) Zunarta Yahya (A1C109027) Widi Purwa W (A1C109030) Dewi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan secara nasional adalah hasil nilai Ujian Nasional (UN). Permendikbud

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan secara nasional adalah hasil nilai Ujian Nasional (UN). Permendikbud BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan suatu negara dapat dilihat dari kualitas pendidikan di negara tersebut. Salah satu yang dapat digunakan untuk melihat kualitas dan keberhasilan

Lebih terperinci

PENSKORAN POLITOMI DALAM TEORI RESPON BUTIR MENGGUNAKAN GRADED RESPONSE MODEL (GRM) Kata Kunci: Item Respon Teori (IRT), Graded Response Model (GRM)

PENSKORAN POLITOMI DALAM TEORI RESPON BUTIR MENGGUNAKAN GRADED RESPONSE MODEL (GRM) Kata Kunci: Item Respon Teori (IRT), Graded Response Model (GRM) PENSKORAN POLITOMI DALAM TEORI RESPON BUTIR MENGGUNAKAN GRADED RESPONSE MODEL (GRM Azhar Rezky Wahyudi*, Anisa, Nasrah Sirajang Jurusan Matematika, FMIPA, Universitas Hasanuddin, Makassar 90245 *Email:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menjadi aspek yang paling berpengaruh dalam upaya membentuk generasi bangsa yang siap menghadapi masalah-masalah di era globalisasi. Namun, kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Adi Satrisman, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Adi Satrisman, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, yang berfungsi untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Model Penelitian dan Pengembangan Penelitian ini termasuk dalam penelitian pengembangan dengan mengembangkan instrumen penilaian hasil belajar kognitif matematika berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah dasar pendidikan nasional. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang dibuat oleh peneliti untuk membantu mengumpulkan dan menganalisis

BAB III METODE PENELITIAN. yang dibuat oleh peneliti untuk membantu mengumpulkan dan menganalisis BAB III METODE PENELITIAN 1.1 Desain Penelitian Untuk mendapatkan hasil penelitian yang baik maka dibutuhkan suatu desain penelitian. Desain penelitian merupakan suatu rencana atau rancangan yang dibuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kompetensi yang harus dikuasai oleh guru adalah evaluasi pembelajaran. Kompetensi tersebut sejalan dengan tugas dan tanggung jawab guru dalam pembelajaran,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Definisi operasional diperlukan agar tidak terjadi salah pengertian dan

BAB III METODE PENELITIAN. Definisi operasional diperlukan agar tidak terjadi salah pengertian dan BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Definisi operasional diperlukan agar tidak terjadi salah pengertian dan perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah di dalam judul skripsi. Sesuai dengan

Lebih terperinci

Penerapan asesmen kinerja dalam menilai Literasi kuantitatif siswa pada konsep ekosistem

Penerapan asesmen kinerja dalam menilai Literasi kuantitatif siswa pada konsep ekosistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia dengan daya saing yang tinggi masih menunjukan hasil yang kurang memuaskan. Hal tersebut sesuai dengan hasil studi Trends in International Mathematics

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Matematika merupakan ratunya ilmu. Matematika merupakan mata pelajaran yang menuntut siswanya untuk berfikir secara logis, kritis, tekun, kreatif, inisiatif,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Subyek Penelitian Penelitian dilaksanakan di beberapa lokasi di Kota Bandung. Pemilihan lokasi berdasarkan pada tempat pelaksanaan pendampingan pengembangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 41 BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Untuk menghindari penafsiran yang berbeda maka diperlukan penjelasan mengenai beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian melalui definisi operasional

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KESULITAN PESERTA DIDIK DALAM BELAJAR MATEMATIKA DAN SAINS DI SEKOLAH DASAR

IDENTIFIKASI KESULITAN PESERTA DIDIK DALAM BELAJAR MATEMATIKA DAN SAINS DI SEKOLAH DASAR IDENTIFIKASI KESULITAN PESERTA DIDIK DALAM BELAJAR MATEMATIKA DAN SAINS DI SEKOLAH DASAR Heri Retnawati, Badrun Kartowagiran, Samsul Hadi, dan Kana Hidayati Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan. sebagai tolok ukur dalam upaya pengembangan aspek pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan. sebagai tolok ukur dalam upaya pengembangan aspek pengetahuan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Standar kompetensi dan kompetensi dasar matematika yang disusun dalam pengembangan kurikulum matematika pada dasarnya digunakan sebagai tolok ukur dalam upaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Perangkat Evaluasi a. Evaluasi Evaluasi merupakan program yang dilaksanakan untuk mengetahui tujuan yang dicapai. Tayibnapis (2008:189-190) mengatakan bahwa

Lebih terperinci

PENYUSUNAN TES BENTUK URAIAN DAN OBJEKTIF. Heri Retnawati

PENYUSUNAN TES BENTUK URAIAN DAN OBJEKTIF. Heri Retnawati PENYUSUNAN TES BENTUK URAIAN DAN OBJEKTIF Heri Retnawati TUJUAN TES Prestasi Mengetahui keberhasilan siswa dalam pembelajaran Mengetahui keberhasilan guru dalam pembelajaran Memberikan remidi atau pengayaan?

Lebih terperinci

Adapun beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

Adapun beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini berjenis deskriptif. Peneliti hanya menggambarkan kondisi di lapangan sesuai fakta yang terjadi tanpa ada perlakuan terhadap variabel. Metode

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Dalam penelitian ini, pendekatan yang dipilih dan digunakan yaitu pendekatan kuntitatif. Pendekatan kuantitatif menekankan kepada fenomenafenomena objektif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai arti penting dalam kehidupan. Melalui pendidikan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai arti penting dalam kehidupan. Melalui pendidikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai arti penting dalam kehidupan. Melalui pendidikan diharapkan akan lahir sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu membangun kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karena melalui pendidikan diharapkan akan lahir sumber daya manusia yang berkualitas

I. PENDAHULUAN. karena melalui pendidikan diharapkan akan lahir sumber daya manusia yang berkualitas 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan suatu bangsa, karena melalui pendidikan diharapkan akan lahir sumber daya manusia yang berkualitas dan

Lebih terperinci

Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika. Vol 02 No 01 Tahun 2013, 20-25

Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika. Vol 02 No 01 Tahun 2013, 20-25 Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika. Vol 02 No 01 Tahun 2013, 20-25 ANALISIS PERBANDINGAN LEVEL KOGNITIF DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DALAM STANDAR ISI (SI), SOAL UJIAN NASIONAL (UN), SOAL (TRENDS IN INTERNATIONAL

Lebih terperinci

TEKNIK MENYUSUN ALAT EVALUASI BELAJAR MATA PELAJARAN AL-ISLAM DAN BAHASA ARAB 1 Oleh: Hujair AH. Sanaky 2 1. EVALUASI HASIL BELAJAR

TEKNIK MENYUSUN ALAT EVALUASI BELAJAR MATA PELAJARAN AL-ISLAM DAN BAHASA ARAB 1 Oleh: Hujair AH. Sanaky 2 1. EVALUASI HASIL BELAJAR TEKNIK MENYUSUN ALAT EVALUASI BELAJAR MATA PELAJARAN AL-ISLAM DAN BAHASA ARAB 1 Oleh: Hujair AH. Sanaky 2 1. EVALUASI HASIL BELAJAR Mengukur : Membandingkan sesuatu dengan satu ukuran [kuantitatif] - mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. .id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

BAB I PENDAHULUAN. .id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian PISA (Programme for International Student Assessment) adalah studi internasional tentang literasi membaca, matematika dan sains siswa sekolah berusia 15 tahun.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian pengembangan atau research and development. Metode ini digunakan

Lebih terperinci

Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. IX. No. 1 Tahun 2011, Hlm PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI. Oleh Sukanti 1.

Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. IX. No. 1 Tahun 2011, Hlm PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI. Oleh Sukanti 1. Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. IX. No. 1 Tahun 2011, Hlm. 74-82 PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI Oleh Sukanti 1 Abstrak Terdapat empat karakteristik afektif yang penting dalam

Lebih terperinci

SRIE MULYATI, 2015 KONSTRUKSI ALAT UKUR PENILAIAN LITERASI SAINS SISWA SMA PADA KONTEN SEL VOLTA MENGGUNAKAN KONTEKS BATERAI LI-ION RAMAH LINGKUNGAN

SRIE MULYATI, 2015 KONSTRUKSI ALAT UKUR PENILAIAN LITERASI SAINS SISWA SMA PADA KONTEN SEL VOLTA MENGGUNAKAN KONTEKS BATERAI LI-ION RAMAH LINGKUNGAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sejatinya adalah proses memanusiakan manusia, maka program pendidikan seharusnya dapat menjawab kebutuhan manusia secara utuh dalam menghadapi kenyataan

Lebih terperinci

Heri Retnawati Pend. Matematika FMIPA UNY. Abstrak

Heri Retnawati Pend. Matematika FMIPA UNY. Abstrak Mengestimasi Kemampuan Peserta Tes Uraian Matematika dengan Pendekatan Teori Respons Butir dengan Penskoran Politomus dengan Generalized Partial Credit Model Heri Retnawati (retnawati_heriuny@yahoo.co.id)

Lebih terperinci

PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI. Sukanti. Abstrak

PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI. Sukanti. Abstrak PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI Sukanti Abstrak Terdapat empat karakteristik afektif yang penting dalam pembelajaran yaitu: (1) minat, 2) sikap, 3) konsep diri, dan 4) nilai. Penilaian afektif

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 46 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Pada penelitian ini, peneliti tidak memberikan perlakuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Evy Yosita, Zulkardi, Darmawijoyo, Pengembangan Soal Matematika Model PISA

BAB I PENDAHULUAN. 1 Evy Yosita, Zulkardi, Darmawijoyo, Pengembangan Soal Matematika Model PISA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan mengembangkan daya pikir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Pada bab III metode penelitian akan dipaparkan mengenai jenis dan pendekatan, tempat dan waktu penelitian, populasi dan sampel penelitian, variabel dan indikator penelitian, teknik

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 10 Bandarlampung pada semester

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 10 Bandarlampung pada semester III. METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 10 Bandarlampung pada semester genap tahun pelajaran 2014/2015. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siswa. Di dalam penilaian tersebut guru merancang jenis penilaian yang seperti

BAB I PENDAHULUAN. siswa. Di dalam penilaian tersebut guru merancang jenis penilaian yang seperti 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guru profesional merupakan guru yang mempunyai kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan dan mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai pendidik.

Lebih terperinci

Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia (AKSI) di Jenjang SMP Tahun 2017

Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia (AKSI) di Jenjang SMP Tahun 2017 Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia (AKSI) di Jenjang SMP Tahun 2017 Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia (AKSI) Pendidikan yang baik dan bermutu merupakan aspek kunci dalam pengembangan mutu sumber daya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian Penelitian dilakukan di salah satu SMA negeri di kabupaten Bandung Barat. Subjek penelitian berupa soal-soal piktorial sebagai alat ukur dimensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan diberikan untuk memberikan gambaran masalah yang dialami peneliti, solusi permasalahan yang ditawarkan oleh peneliti serta batasan permasalahan yang akan diteliti. Beberapa

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Muhammadiyah 3 Bandarlampung yang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Muhammadiyah 3 Bandarlampung yang 24 III. METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel Penelitian ini dilaksanakan di SMP Muhammadiyah 3 Bandarlampung yang terletak di Jl. Zainal Abidin Pagar Alam No.14 Labuhanratu, Kedaton. Populasi dalam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Definisi operasional diperlukan agar tidak terjadi salah pengertian dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Definisi operasional diperlukan agar tidak terjadi salah pengertian dan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Definisi Operasional Definisi operasional diperlukan agar tidak terjadi salah pengertian dan perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang terkandung di dalam judul

Lebih terperinci

(Staf Pengajar Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta) Kata kunci: pembelajaran ekonomi, penilaian berbasis kompetensi.

(Staf Pengajar Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta) Kata kunci: pembelajaran ekonomi, penilaian berbasis kompetensi. Jurnal Ekonomi & Pendidikan, Volume 1 Nomor 2, Mei 2005 SISTEM PENILAIAN PEMBELAJARAN EKONOMI BERBASIS KOMPETENSI Oleh: Barkah Lestari (Staf Pengajar Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasy

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasy BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasy Experimental (Sugiyono, 008: 114). B. Desain Penelitian Adapun desain penelitian dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP kelas VIII Laboratorium Percontohan UPI Bandung sebanyak 3 kelas semester 1. Sampel

Lebih terperinci

KEMAMPUAN GURU MATA PELAJARAN IPA DALAM PEMBUATAN SOAL ULANGAN DI SMP NEGERI 5 PURWODADI

KEMAMPUAN GURU MATA PELAJARAN IPA DALAM PEMBUATAN SOAL ULANGAN DI SMP NEGERI 5 PURWODADI KEMAMPUAN GURU MATA PELAJARAN IPA DALAM PEMBUATAN SOAL ULANGAN DI SMP NEGERI 5 PURWODADI NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Biologi Disusun

Lebih terperinci

TEKNIK PENILAIAN NON TES

TEKNIK PENILAIAN NON TES TEKNIK PENILAIAN NON TES Penilaian Unjuk Kerja Dilakukan dengan mengamati kegiatan peserta didik dalam melakukan sesuatu. Cocok untuk menilai ketercapaian kompetensi yang menuntut peserta didik menunjukkan

Lebih terperinci

TEKNIK PENILAIAN TES NON TES

TEKNIK PENILAIAN TES NON TES TEKNIK PENILAIAN TES NON TES TES Cara/prosedur (yang ditempuh) dalam rangka pengukuran & penilaian Mengapa kita melakukan tes? Apa yang perlu di tes? Tes yang bagaimana yang dapat digunakan? Kapan kita

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang terkandung di dalam judul skripsi.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang terkandung di dalam judul skripsi. 33 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Definisi Operasional Definisi operasional diperlukan agar tidak terjadi salah pengertian dan perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang terkandung di dalam

Lebih terperinci

1. PERSOALAN PENILAIAN BELAJAR

1. PERSOALAN PENILAIAN BELAJAR Substansi 1. Identifikasi persoalan penilaian pembelajaran 2. Tujuan penilaian pembelajaran 3. Ranah tujuan penilaian pembelajaran 4. Strategi penilaian pembelajaran 5. Beberapa contoh aplikasi pd aspek

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 15 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut Arikunto (2006), penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk menghindari berbagai penafsiran terhadap definisi yang digunakan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk menghindari berbagai penafsiran terhadap definisi yang digunakan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Definisi Operasional Untuk menghindari berbagai penafsiran terhadap definisi yang digunakan dalam penelitian ini, maka diberikan penjelasan dari masing-masing variabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada hakikatnya merupakan proses pembebasan peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada hakikatnya merupakan proses pembebasan peserta didik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada hakikatnya merupakan proses pembebasan peserta didik dari ketidaktahuan, ketidakmampuan, ketidakberdayaan, ketidakbenaran, ketidakjujuran, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan (Syah, 2008). Pendidikan formal

BAB I PENDAHULUAN. bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan (Syah, 2008). Pendidikan formal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya, dengan demikian akan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 32 BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional 1. Asesmen portofolio Asesmen portofolio merupakan bentuk penilaian terhadap sekumpulan karya peserta didik yang tersusun secara sistematis dan terorganisasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perwujudan masyarakat Indonesia yang berkualitas dalam rangka

BAB 1 PENDAHULUAN. Perwujudan masyarakat Indonesia yang berkualitas dalam rangka BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Perwujudan masyarakat Indonesia yang berkualitas dalam rangka menghadapi tantangan zaman yang semakin pesat adalah menjadi tanggung jawab pendidikan. Sampai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen kuasi. Quasi

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen kuasi. Quasi BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen kuasi. Quasi experiment atau eksperimen semu merupakan pengembangan dari true experimental design.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelajaran Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang sangat berperanan penting dan berkontribusi positif pada perkembangan dan kemajuan IPTEK. Peran pelajaran

Lebih terperinci

Perbandingan Penskoran Dikotomi dan Politomi dalam Teori Respon Butir untuk Pengembangan Bank Soal Matakuliah Matematika Dasar

Perbandingan Penskoran Dikotomi dan Politomi dalam Teori Respon Butir untuk Pengembangan Bank Soal Matakuliah Matematika Dasar Vol. 9, No.2, 95-113, Januari 2013 Perbandingan Penskoran Dikotomi dan Politomi dalam Teori Respon untuk Pengembangan Bank Soal Matakuliah Matematika Dasar Anisa 1 Abstrak Teori Respon merupakan pendekatan

Lebih terperinci