BAB IV ANALISA TERHADAP KEPEMIMPINAN PENDETA BERETNIS TIONGHOA DALAM GEREJA-GEREJA ALIRAN PENTAKOSTA DI KOTA SALATIGA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV ANALISA TERHADAP KEPEMIMPINAN PENDETA BERETNIS TIONGHOA DALAM GEREJA-GEREJA ALIRAN PENTAKOSTA DI KOTA SALATIGA"

Transkripsi

1 BAB IV ANALISA TERHADAP KEPEMIMPINAN PENDETA BERETNIS TIONGHOA DALAM GEREJA-GEREJA ALIRAN PENTAKOSTA DI KOTA SALATIGA Untuk menjawab pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya, yakni bagaimana kepemimpinan Pendeta beretnis Tionghoa dalam gereja-gereja aliran Pentakosta di kota Salatiga? yang kemudian di jabarkan ke dalam fokus penelitian yang menyoroti dan berkaitan dengan gaya atau tipe kepemimpinan, karakter kepemimpinan, pengaruh kultur sebagai seorang etnis Tionghoa dalam proses kepemimpinan, serta kompetensi Pendeta beretnis Tionghoa sebagai pemimpin, maka pada bagian ini peneliti melakukan analisa terhadap data-data yang telah didapatkan di lapangan melalui teknik wawancara mendalam maupun observasi. Secara berurutan, bagian yang akan dibahas dalam bab ini meliputi: (4.1) Gaya Kepemimpinan Pendeta Beretnis Tionghoa, (4.2) Pemimpin yang Mampu Menjadi Teladan (Role Model) kepada Orang-orang yang Dipimpinnya, (4.3) Pemimpin yang Bervisi, (4.4) Adanya Pengaruh dari Kultur sebagai Seorang Etnis Tionghoa terhadap Proses Kepemimpinan, dan (4.5) Kompetensi Pendeta Beretnis Tionghoa Gaya Kepemimpinan Pendeta Beretnis Tionghoa Dari data yang tersaji, yang diperoleh melalui teknik wawancara mendalam maupun observasi maka terungkap beberapa gaya kepemimpinan yang dimiliki oleh Pendeta beretnis Tionghoa. Gaya kepemimpinan yang diungkap dalam penelitian ini akan dijabarkan, sbb: (A) Gaya Kepemimpinan dengan Kinerja tinggi dan kekompakan tinggi, (B) Gaya Kepemimpinan Demokratis, (C) Gaya kepemimpinan Situasional, (D) Gaya Kepemimpinan Pengayom (Headmanship), (E) Gaya Kepemimpinan Transaksional. 113

2 Gaya Kepemimpinan Kerja Tinggi dan Kekompakan Tinggi. Gaya kepemimpinan pertama yang akan dibahas adalah gaya kepemimpinan yang berorentasi kepada relasi dan tugas terutama berkaitan dengan suasana organisasi dan dalam pengambilan keputusan. Dari keempat gaya kepemimpinan yang dikembangkan dari dua dimensi tugas kepemimpinan yakni kepemimpinan yang berorentasi pada tugas (task oriented) dan kepemimpinan yang berorentasi pada manusia (human relationship oriented), ditemukan kedua subjek memiliki gaya kepemimpinan kerja tinggi dan kekompakan tinggi. Pemimpin yang memiliki gaya kepemimpinan kerja tinggi dan kekompakan tinggi, dapat menjaga kerja dan kekompakan kepemimpinan tinggi, cocok dipergunakan untuk membentuk kelompok. Dalam gaya kepemimpinan ini, pemimpin menjadi model untuk kelompok dengan menunjukan perilaku yang membuat kelompok efektif dan puas. Kinerja yang tinggi dapat terlihat dari keberadaan berbagai unit pendukung pelayanan yang dimiliki oleh kedua gereja. Terutama dalam kasus 1 (satu), dari hasil observasi ditemukan adanya banyak unit pendukung pelayanan. Unit-unit pendukung yang dimiliki antara lain: adanya sekolah, hotel, koperasi, yayasan, poliklinik, radio, dll. Keberadaan unit-unit pendukung tersebut menjadi bukti adanya kinerja yang tinggi yang diperlihatkan oleh subjek sebagai pemimpin dan menjadi penekanan dalam proses kepemimpinan untuk mencapai semua hal tersebut. Kedua subjek pun selalu mendorong rekan-rekan pelayanannya untuk memberikan pelayanan atau pun menunjukan kinerja terbaik yang dapat dilakukan. Penekanan pada gaya kepemimpinan dengan kinerja yang tinggi yang ditunjukan dalam kepemimpinan Pendeta beretnis Tionghoa,diyakini merupakan hasil dari pengaruh kultur sebagai seorang etnis Tionghoa. Kedua subjek dibesarkan dalam keluarga yang menekankan sistem nilai seperti kerja 114

3 keras, ulet dalam bekerja dll. Sehingga hal tersebut mendorong kedua subjek dalam kepemimpinan menerapakan sistem nilai tersebut. Dari data yang diperoleh melalui wawancara maupun observasi berkaitan dengan gaya kepemimpinan yang menekankan kepada tugas/kinerja dan relasi/kekompakan, maka ditemukan bahwa selain tidak mengabaikan upaya untuk membangun kinerja yang tinggi, subjek dalam kasus 2 (dua) sebagai pemimpin juga menekankan adanya relasi/kekompakan yang tinggi. Data yang ditemukan melalui wawancara berkaitan dengan gaya kepemimpian terungkap bahwa Pdt. Gideon Rusli (subjek 2) adalah pemimpin yang memberikan penekanan lebih pada relasi (relasi/kekompakan tinggi). Baginya kinerja memang juga merupakan bagian yang penting namun hal-hal yang berkaitan dengan kinerja dapat dibangun kemudian. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa untuk mencapai kinerja yang baik maka harus terlebih dahulu didasari dengan relasi yang baik. Dengan relasi yang dibangun, dalam hal ini relasi seperti sebuah keluarga maka menurutnya akan mampu menggerakan atau mengarahkan orang lain terutama orang-orang yang dipimpinnya untuk dengan mudah dapat memiliki kinerja yang tinggi. Jadi upaya menciptakan relasi/kekompakan yang tinggi oleh subjek adalah bagian dari upaya untuk membangun kinerja yang berkualitas (kinerja tinggi). Relasi yang berusaha dibangun oleh subjek adalah hubungan atau relasi yang didasari pada sebuah nilai bahwa semua yang ada dalam gereja ini adalah keluarga. Maka secara otomatis hubungan yang tercipta dalam jemaat, seperti hubungan atau relasi sebagaimana dalam konteks keluarga. Sebagai keluarga, ia berperan sebagai bapak dan jemaat adalah anak-anaknya. Hal tersebut juga diterapkannya dengan rekan-rekan pelayanannya. Subjek mengaku bahwa mereka sebagai satu tim berjuang bersama-sama sebagai sebuah keluarga. Jadi sejauh ini relasi yang terus dibangun adalah relasi seperti keluarga. Jadi gaya kepemimpinan yang ditunjukan subjek 115

4 pada kasus 2 (dua) adalah gaya kepemimpinan dengan relasi/kekompakan tinggi dan juga menekankan kinerja yang tinggi pula. Hal yang serupa juga ditunjukan dalam kasus 1 (satu). Subjek 1 memahami bahwa kenerja yang tinggi harus didahului dengan relasi yang baik. Walaupun penekanan subjek terhadap orang-orang yang dipimpinnya untuk dapat bekerja dan melayani dengan maksimal, namun ia tidak mengabaikan upaya untuk terus menjalin hubungan/relasi dengan orang-orang yan dipimpinnya. Terutama para Pendeta Muda yang telah subjek kader untuk meneruskan kepemimpinannya untuk waktu kedepan. Dari hasil wawancara mendalam diperoleh informasi bahwa Pdt. Bambang Hengky dinilai bukan pemimpin yang sama sekali tidak perduli dalam hal membangun relasi dengan jemaat dan rekan-rekan pelayanannya. Pdt. Bambang Hengky selalu menyediakan waktu diantara kesibukannya untuk tetap hadir dalam ibadah-ibadah Komsel, Family Altar setiap minggunya. Subjek secara bergiliran hadir dalam kelompok-kelompok persekutuan sel dan membangun hubungan atau relasi dengan jemaat. Walaupun sebenarnya untuk mengingat dan dekat dengan semua jemaat melalui kunjung satu demi satu adalah hal yang menurutnya tidak mungkin karena jumlah jemaat yang mencapai ribuan jiwa. Untuk itulah ia sering mendelegasikan tugas kepada rekan-rekan pelayannya, tim kunjungan dan para Pendeta Muda lainnya. Selain itu, ia selalu bersedia untuk ditemui jika ada jemaat atau rekan pelayanan yang datang langsung kepadanya untuk berkomunikasi. Adanya relasi/kekompakan yang tinggi, yang juga ditunjukan oleh kedua subjek, merupakan bagian pengaruh dari karakter yang dimiliki kedua subjek sebagai pemimpin. Kedua subjek dikenal sebagai pribadi yang welcome dan terbuka. Selain itu bagian lain yang dapat menjadi faktor yang menghasilkan gaya kepemimpinan dengan kekompakan/relasi yang tinggi yaitu 116

5 corak gereja-gereja aliran Pentakosta yang juga menyukai adanya persekutuan (fellowship) dalam kehidupan berjemaat Gaya Kepemimpinan Demokratis Berdasarkan data yang tersaji berkaitan dengan gaya atau tipe kepemimpinan, yang diperoleh dari teknik observasi dan wawancara mendalam maka terungkap juga bahwa gaya atau tipe kepemimpinan yang ditunjukan oleh kedua subjek sebagai pemimpin adalah gaya atau tipe kepemimpinan demokratis. Temuan ini tidak sejalan dengan penjelasan yang telah dilansir sebelumnya bahwa dalam gereja-gereja aliran pentakosta, peran pemimpin sangat dominan dan cenderung individual dalam pengambilan kebijakan dan keputusan dalam gereja. Dalam struktur kepemimpinan gereja-gereja aliran Pentakosta menempatkan Pendeta (Gembala Jemaat) sebagai posisi atau kedudukan/jabatan teratas yang kemudian memberikan ruang yang besar dan cenderung bebas kepada Gembala jemaat dalam menentukan berbagai kebijakan dalam gereja. Hal ini tidak dipisahkan dari sejarahnya. Sebagai gerakan yang bersifat revival, pemimpin gereja aliran pentakosta mendapat wewenang sebagai pemimpin dari kharisma yang dimiliki seseorang. Hal tersebut memungkinkan munculnya sikap individual dan dominasi dari pemimpin yang cenderung berlebihan. Namun sikap yang cenderung individual dan otoriter serta dominasi yang berlebihan dari pemimpin tidak diperlihatkan dan ditunjukan oleh kedua Pendeta beretnis Tionghoa dalam kepemimpinan mereka. Keduanya justru menunjukan gaya atau tipe kepemimpinan demokratis. Gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya kepemimpinan yang menempatkan manusia sebagai faktor terpenting dalam kepemimpinan yang dilakukan berdasarkan dan mengutamakan orientasi pada hubungan dengan anggota organisasi. Filsafat demokratis yang mendasari pandangan gaya kepemimpinan 117

6 demokratis ini adalah pengakuan dan penerimaan bahwa manusia merupakan makhluk yang memiliki hatkat dan martabat yang mulia dengan hak asasi yang sama. Nilai-nilai demokratis dalam kepemimpinan tampak dari kebijakan pemimpin yang orientasinya pada hubungan manusiawi, berupa pengakuan yang sama dan tidak membedabedakan anggota organisasi atas dasar warna kulit, ras, kebangsaan, agama, status sosial ekonomi, dan lain-lain. Pengimplementasian nilai-nilai demokratis di dalam kepemimpinan dilakukan dengan memberikan kesempatan yang luas pada anggota organsasi untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan sesuai dengan posisi dan wewenang masing-masing. Dalam kasus 1, subjek sebagai pemimpin menunjukan tipe pemimpin yang cenderung terbuka dalam menerima masukan atau pendapat orang-orang yang dipimpinnya. Ia selalu memberikan kesempatan untuk orang-orang yang dipimpinnya untuk dapat mengeluarkan pendapat atau usulan serta memberikan ide-ide yang membangun. Ia mendorong orang-orang yang ia pimpin untuk mampu dan mau berinsiatif. Lebih dari itu ia memiliki kerinduan semua jemaat harus terlibat dan bukan menjadi penonton. Jika dalam proses itu, ingin bertanya maka subjek kapan saja menyediakan waktu untuk bisa ditemuai. Selain itu subjek tidak jarang memberikan kepercayaan kepada rekan-rekan pelayanannya yang lain, untuk dapat memutuskan sesuatu Sedangkan dalam kasus 2 (dua), dari hasil data yang diperoleh dengan menggunakan teknik wawancara kepada informan kunci, berkaitan dengan tipe kepemimpinan yang diterapkan ditemukan bahwa subjek sebagai pemimpin mengaku terhadap rekan-rekan pelayanannya, selalu bersikap open. Terhadap rekan-rekan pelayanannya, ia memberikan kesempatan dan ruang yang sebesar-besarnya untuk dapat berpendapat. Dalam rapat atau pertemuan-pertemauan yang sering dilaksanakan dia memberikan kesempatan kepada orang yang dipimpinnya untuk dapat 118

7 memunculkan ide-ide, dan selalu mengijinkan orang-orang untuk berbeda pendapat. Dalam hal mengambil kebijakan juga diperlakukan hal yang sama. Dalam kepemimpinannya ia berusaha untuk selalu kerja sebagai satu tim. Sebagai wujudnya, ia sebagai pemimpin menyukai adakan pertemuan, untuk dapat mendengarkan dan membicarakan ide-ide dari rekan-rekan pelayananya yang lain. Berkaitan dengan gaya atau tipe kepemimpinan dari Pdt. Gideon Rusli ditemukan dari hasil wawancara dengan informan pendukung yang adalah salah satu staff di bagian multimedia, bahwa Pdt. Gideon Rusli adalah tipe pemimpin yang memberikan kesempatan kepada patner pelayanannya untuk dapat melakukan yang bisa dilakukan dengan talenta dan kemampuan yang dimiliki. Sebagai patner pelayanan Pdt, Gideon Rusli, ia menilai bahwa Pdt. Gideon adalah pemimpin yang mau memberikan kesempatan dan ruang yang lebih kepada orang-orang yang dipimpinnya untuk dapat berkreativitas dengan kemampuan dan talenta yang dimiliki. Yang ia rasakan selama bekerja sama dengan Pdt. Gideon Rusli adalah ia dapat berkembang lebih baik dalam hal talenta yang dimiliki. Pdt. Gideon Rusli sebagai pemimpin selalu mendorong orangorang yang dipimpinnya, termasuk sdr. Maikel untuk dapat melakukan segala sesuatu dengan terbaik. Sebagai pemimpin ia selalu memberikan masukan kepada patner-patner pelayanannya. Pemimpin yang sering juga memberikan apresiasi kepada apa yang telah dikerjakan dengan maksimal oleh orang-orang yang dipimpinnya. Hal tersebut sejalan dengan keterangan yang diperoleh dari hasil wawancara dengan saudari Yunita, yang juga adalah salah satu staff di Gereja Bethel Indonesia (GBI) Salatiga. Ia juga menilai Pdt. Gideon Rusli adalah pemimpin yang selalu memberikan tantangan dan kesempatan untuk rekan-rekan kerja dan pelayanannya untuk melakukan apa yang bisa dilakukan untuk kemajuan pelayanan. Selain itu juga, Pdt. Gideon Rusli adalah sosok yang selalu welcome dan 119

8 open dengan berbagai pendapat atau usulan dari orang lain. Selama pendapat yang diberikan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Firman Tuhan, maka ia akan mendengarkan dan mempertimbangkan. Gambaran yang berkaitan dengan gaya atau tipe kepemimpinan yang ditunjukan oleh kedua subjek tersebut menurut penjelasan Nawawi dan Hadari merupakan tipe pemimpin yang demokratis. Gaya atau tipe kepemimpinan demokratis adalah kepemimpinan yang diwujudkan dengan cara memberikan kesempatan yang luas bagi orang-orang yang dipimpinnya untuk dapat berpartisipasi dalam setiap kegiatan. Partisipasi tersebut disesuaikan dengan posisi masingmasing, disamping memperhatikan pula tingkat dan jenis kemampuan setiap anggota. Tipe kepemimpinan ini menempatkan manusia sebagai faktor utama dan terpenting dalam setiap kelompok/organisasi.lebih lanjut dijelaskan bahwa tipe kepemimpinan demokratis adalah tipe kepemimpinan yang menempatkan orang-orang yang dipimpinnya sebagai subjek, yang memiliki kepribadian dengan berbagai aspek, seperti dirinya juga. Kemauan, kehendak, kemampuan, buah pikiran, pendapat, minat/perhatian, kreativitas, insiatif dan lain-lain yang berbeda-beda antara yang satu dengan lain selalu dihargai dan disalurkan secara wajar 1. Kepemimpinan gaya atau tipe ini dalam mengambil keputusan-keputusan sangat mementingkan musyawarah, yang diwujudkan pada setiap jenjang dan di dalam unit masingmasing. Pemimpin dengan tipe demokratis menaruh perhatian penuh pada gagasan anggota kelompok. Dengan demikian akan selalu terjadi pertemuan gagasan, yang dapat menghasilkan keputusan terbaik untuk dilaksanakan. Hal ini ditunjukan oleh kedua subjek dalam memimpin, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya berdasarkan data yan diperoleh. Sehingga yang terjadi adalah orang-orang- yang dipimpinnya dalam pelaksanaan setiap keputusan tidak dirasakan 1 Hadari Nawawi dan M. Martini Hadari, Kepemimpinan yang.,

9 sebagai kegiatan yang dipaksaka, justru sebaliknya semua terdorong untuk mensukseskannya sebagai tanggung jawab bersama 2. Pendapat lain yang sejalan dengan hasil temuan, dijelaskan oleh Siagian. Ia menejelaskan bahwa seorang pemimpin yang demokratis akan dihormati dan disegani dan bukan ditakuti karena perilakunya dalam kehidupan organisasional. Perilakunya mendorong orang-orang yang dipimpinnya menumbuhkan dan mengembangkan daya inovasi dan kreativitasnya. Dengan sungguh-sungguh ia mendengarkan pendapat, saran dan bahkan kritik orang lain, terutama orang-orang yang dipimpinnya. Bahkan seorang pemimpin yang demokratis tidak akan takut membiarkan para bahwahannya berprakarsa meskipun ada kemungkinan prakarsa itu akan berakibat pada kesalahan Jika terjadi kesalahan, pemimpin yang demokratis berada di samping orang-orang yang dipimpinnya yang berbuat kesalahan itu bukan untuk menindak atau menghukumnya, melainkan meluruskannya sedemikian rupa sehingga orang-orang yang dipimpinnya tersebut belajar dari kesalahannya itu dan dengan demikian menjadi anggota organisasi yang lebih bertanggung jawab 3. Hal ini sesuai dengan hasil temuan yang memperlihatkan bahwa kedua subjek sebagai pemimpin dengan tipe demokratis sangat dihormati dan disegani oleh orang-orang dipimpinnya Gaya kepemimpinan Situasional Gaya kepemimpinan berikutnya, yang ditunjukan dan dimiliki oleh Pendeta beretnis Tionghoa adalah gaya kepemimpinan situasional. Gaya kepemimpinan situsional adalah gaya kepemimpinan yang mencoba mengidentifikasi karakteristik situasi dan keadaan sebagai faktor penentu utama yang membuat seorang pemimpin berhasil melakukan tugas-tugas organisasi 2 Ibid. 3 Sondang P. Siagian, Teori dan Praktek Kepemimpinan (Jakarta: Rineka Cipta, 2010),

10 secara efektif dan efisien. Kepemimpinan situasional menekankan bahwa keefektifan kepemimpinan seseorang bergantung pada pemilihan gaya kepemimpinan yang tepat dalam menghadapi situasi tertentu dan tingkat kematangan jiwa dari orang-orang yang dipimpin. Hal tersebut ditemukan pada kasus 1 (satu). Terlihat subjek cenderung menunjukan gaya kepemimpinan yang disebut sebagai gaya kepemiminan situasional. Gaya kepemimpinan situasional diperkenalkan oleh Blanchard (1997) 4. Gaya kepemimpinan ini dikembangkan dari keyakinan dan nilai tentang orang, yaitu: orang dapat dan ingin dikembangkan. Salah satu defenisi dari ketrampilan pemimpin situsional, yang diungkapkan oleh Blanchard adalah adanya keluwesan, yaitu kemampuan untuk menggunakan berbagai macam gaya kepemimpinan dengan baik 5. Inti utama dari kepemimpinan situasional adalah bagaimana pemimpin mengembangkan semaksimal mungkin kemampuan pengikut mereka sesuai dengan gaya tahapan dari pengikut yang ada. Hal ini bila ditelaah lebih lanjut merupakan prinsip utama dari servant leadership yaitu bagaimana pemimpin dapat melayani pengikutnya untuk perkembangan dan kemajuan bersama 6. Bagian yang diungkapkan dan dijelaskan oleh Blanchard tersebut sejalan dengan hasil temuan berkaitan dengan gaya kepemimpinan dari subjek dalam kasus 1(satu). Hasil data yang diperoleh dengan menggunakan teknik wawancara dan observasi, ditemukan gaya kepemimpinan yang subjek terapkan selama ini menyesuaikan dengan orang-orang yang ia pimpin. Hal ini berangkat dari pemahamannya bahwa tidak ada gaya kepemimpinan yang terbaik. Sebagai pemimpin bagi jemaat dengan jumlah ribuan jiwa, ia merasa adanya perbedaan yang ditunjukan oleh setiap orang, termasuk didalamnya adalah rekan-rekan pelayanannya, baik itu dalam hal kompetensi maupun komitmen ketika melayani. Kondisi ini membuat subjek harus 4 Jony Oktavian Haryanto, KEPEMIMPINAN YANG MELAYANI.,31. 5 Ibid. 6 Ibid. 122

11 dapat menyesuaikan dan menempatkan gaya kepemimpinan yang tepat ketika berhadapan dengan setiap orang yang dipimpinnya. Baginya gaya kepemimpinan yang terbaik adalah gaya kepemimpinan yang mampu menyesuaikan dengan siapa pemimpin itu sedang berhadapan. Kadang sebagai pemimpin ia harus mampu memberikan directing bagi mereka dengan komitemen tinggi tetapi masih memiliki kemampuan atau kompentesi rendah karena masih kurangnya pengalaman. Kondisi ini sesuai dengan perilaku dasar kepemimpinan situasional, yakni perilaku direktif. Perilaku diriketif adalah perilaku yang diterapkan apabila pemimpin dihadapkan pada tugas yang rumit dan bawahan belum memiliki pengalaman dan motivasi untuk mengerjakan tugas tersebut, atau pemimpin berada di bawah tekanan waktu penyelesaian, maka pemimpin akan menjelaskan apa yang perlu dikerjakan. Ia kadang juga harus menjadi pelatih, bagi mereka yang sudah mulai memiliki kompetensi yang boleh dikatakan sedang namun komitmen yang mulai rendah. Menjadi suporter yang memberika dukungan ketika berdahapan dengan mereka yang memilki kompetensi tinggi namun komitmenya variabel. Serta sebagai pemimpin ia pun harus dapat memberikan delegasi (delegation) ketika berhadapan dengan mereka yang telah memiliki komitmen tinggi sekaligus memiliki kompetensi yang tinggi. Subjek mampu memainkan fungsinya sebagai pemimpin dengan menerapkan gaya kepemimpinan yang dapat menyesuaikan dengan orang-orang yang dipimpinnya. Kondisi ini sesuai dengan hal utama yang menjadi penekanan dalam gaya kepemimpinan situasional, yakni bagaimana pemimpin dapat mengembangkan semaksimal mungkin kemampuan pengikut mereka sesuai dengan gaya dan tahapan dari pengikut yang ada. 123

12 Subjek mampu berganti gaya kepemimpinan dengan cepat dan sesuai ketika berhadapan dengan orang dengan tipe yang berbeda-beda. Kemampuannya tersebut dirasakan oleh orangorang yang dipimpinnya, termasuk oleh orang-orang tedekatnya. Menurut Pdm. Satrio Sambodo ketika berhadapan dengan para Pendeta Muda, subjek sering memberikan delegasi dalam menjadi perpanjangan tangan dari gembala jemaat untuk menjangkau jemaat-jemaat dengan berbagai persoalan yang ada. Mereka diberikan kesempatan untuk mengambil kebijakan dalam gereja sejauh tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar yang berlaku dalam gereja dan merugikan orang lain. Kondisi ini juga sesuai dengan penjelasan dari salah satu perilaku mendasar dari gaya kepemimpinan situasional, yakni perilaku delegatif. Perilaku delegatif ini diterapkan apabila orang-orang yang dipimpin sudah sepenuhnya paham dan efisien dalam kinerja tugas, sehingga pemimpin dapat melepaskan mereka untuk menjalankan tugasnya sendiri. Hal inilah yang dilakukan oleh subjek terhadap para Pendeta Muda yang telah dianggap memiliki kinerja tugas yang tinggi dan efisien Gaya Kepemimpinan Pengayom (Headmanship) Selain menunjukan gaya kepemimpinan dengan kinerja dan relasi tinggi, demokratis, dan situasional, kedua subjek juga menunjukan tipe atau gaya kepemimpinan pengayom (Headmanship). Nawawi dan Hadari menjelaskan bahwa tipe kepemimpinan pengayom menempatkan seseorang sebagai kepala pada dasarnya berfungsi sebagaimana layaknya seorang kepala keluarga. Pemimpin memiliki kesediaan dan kesungguhan dalam mengayomi orang-orang yang dipimpinnya. Kepemimpinan dijalankan dengan melakukan kegiatan kepeloporan, kesediaan berkorban, pengabdian, melindungi, dan selalu melibatkan diri dalam usaha memecahkan masalah perseorangan atau kelompok. Pemimpin ibarat ayah yang berfungsi mengayom anggotanya ibarat anak-anak dan anggota keluarganya yang lain. 124

13 Hal yang dijelaskan oleh Nanawi dan Hadari dapat terlihat pada kedua kasus dalam penelitian ini. Dalam kasus 2 (dua), dari teknik observasi dan wawancara mendalam dengan informan kunci dan informan pendukung maka terungkap bahwa Pdt. Gideon Rusli adalah pemimpin yang mendasari relasi dengan orang-orang yang dipimpinnya pada sebuah nilai bahwa semua yang ada dalam gereja adalah keluarga. Maka secara otomatis hubungan yang tercipta dalam jemaat, diharapkan seperti hubungan atau relasi dalam konteks keluarga. Sebagai keluarga, ia berperan sebagai bapak dan jemaat adalah anak-anaknya. Hal tersebut juga dilakukannya dengan rekan-rekan pelayanannya. Subjek mengaku bahwa mereka sebagai satu tim berjuang bersama-sama sebagai sebuah keluarga. Jadi sejauh ini relasi yang terus dibangun adalah relasi seperti keluarga. Upaya membangun hubungan sebagaimana sebuah keluarga diwujudkannya dengan merasakan apa yang orang-orang dipimpinnya rasakan. Ibu Ely dan Bapak Cipto sebagai angota jemaat, berkisah ketika rumah mereka rusak karena terkena bencana angin ribut maka Pdt. Gideon Rusli sebagai pemimpin mau langsung bergerak membantu mereka dan keluarga yang lain, yang juga terkena bencana. Keperduliannya tersebut atas dasar pandangannya bahwa semua yang ada dalam jemaat adalah keluarga sehingga harus saling membantu. Kondisi ini sesuai dengan bagian dari penjelasan dalam gaya kepemimpinan pengayom, yaitu pemimpin memiliki kesediaan dan kesungguhan dalam melibatkan diri dalam usaha memecahkan masalah perseorangan atau kelompok. Dalam membangun relasi dengan orang-orang yang dipimpinnya, sebagai pemimpin ia menyukai untuk melakukannya melalui sentuhan secara personal. Dalam hal ini ia sebagai pemimpin berusaha menyediakan waktu untuk dapat membangun komunikasi pribadi dengan orang-orang yang dipimpinnya. Walaupun secara ideal tidak semua jemaat dapat didekati secara 125

14 personal namun ia sebagai pemimpin berusaha kalau ada jemaat baru maka ia menyediakan waktu untuk melakukan kunjungan dan melakukan sentuhan secara personal. Dalam kasus 1 (satu), ditemukan hal yang tidak jauh berbeda dengan kasus 2 (dua). Hasil wawancara diperoleh keterangan dari salah satu orang yang dipimpin subjek, mengaku bahwa ia menemukan sosok Gembala jemaat memperlakukan dirinya sebagai anak. Ia sendiri merasa memiliki bapak rohani yang perduli dan sangat baik dalam mendidik dirinya. Labih lanjut dijelaskan bahwa Pdt. Bambang Hengky adalah sosok pemimpin yang memiliki hati bapak. Hati bapak yang dimaksudkan adalah ia sebagai sosok yang sangat mengasihi orang-orang yang dipimpinnya, selalu mau berkorban untuk orang-orang yang dipimpinnya dan memperlakukan mereka sebagai anak-anaknya sendiri. Bentuk kasihnya dia tunjukan melalui tindakan-tindakan yang tegas tetapi disisi lain ia pun bisa mempelakukan orang-orang yang dipimpinnya dengan penuh kelembutan Gaya Kepemimpinan Transaksional Secara kritis ketika melakukan tinjauan terhadap bagian yang berkaitan dengan gaya atau tipe kepemimpinan yang ditunjukan oleh kedua Pendeta beretnis Tionghoa maka terungkap juga adanya gaya atau tipe kepemimpinan transaksional. Dari data yang tersaji, yang diperoleh melalui teknik wawancara mendalam dan observasi, ditemukan bahwa kedua Pendeta beretnis Tionghoa sebagai pemimpin melakukan pengorbanan yang tidak sedikit selama proses kepemimpinan dalam gereja yang dipimpin. Pengorbanan yang tidak sedikit yang dimaksud, ditunjukan dalam bentuk materi. Dalam kasus 1 (satu), pengorbanan yang ditunjukan oleh subjek dalam bentuk menyerahkan kompleks/tanah yang dahulunya milik pribadi dari Pdt. Bambang Hengky dan keluarga kepada gereja. Sehingga tanah yang saat ini telah dibangun bangunan gereja dan berbagai unit pendukung, telah menjadi milik jemaat lokal sepenuhnya. Sedangkan 126

15 pada kasus 2 (dua), subjek yang memimpin sebagai gembala jemaat pada saat proses pembangunan gedung gereja, juga melakukan pengorbanan dalam bentuk materi. Hal ini ditunjukannya ketika subjek menjual 2 (dua) mobil pribadinya untuk membantu kebutuhan biaya pembangunan gedung gereja. Walaupun di satu sisi pengorbanan dalam bentuk materi tersebut dianggap sebagai hal yang positif, yang ditunjukan kedua Pendeta beretnis Tionghoa sebagai pemimpin, namun pada sisi lain, tidak dapat diabaikan bahwa hal tersebut juga dapat menjadi salah satu indikasi adanya gaya atau tipe kepemimpinan transaksional. Gaya kepemimpinan transaksional adalah gaya kepemimpinan yang bercirikan adanya pengorbanan individu terhadap oganisasi dikarenakan adanya kepentingan pribadi. Kepemimpinan yang memotivasi orang-orang yang dipimpin dengan minat-minat pribadinya. Kepemimpinan transaksional juga melibatkan nilai-nilai akan tetapi nilai-nilai itu relevan sebatas proses pertukaran (exchange process), tidak langsung menyentuh substansi perubahan yang dikehendaki. Jika melihat corak kepemimpinan yang khas dari gereja-gereja aliran Pentakosta, dalam hal ini tidak mengenal adanya mutasi Pendeta yang berlaku dalam sinode Gereja-gereja aliran Pentakosta tersebut berada, maka tidak menutup kemungkinan munculnya kepentingan pribadi atau individu dari pemimpin. Kondisi ini memungkinkan Pendeta menjadi Gembala jemaat dalam durasi waktu yang tidak ditentukan atau bahkan dapat seumur hidup menjadi pemimpin dalam jemaat tersebut karena tidak adanya mutasi dalam kepemimpinan gereja-gereja aliran Pentakosta. Dengan corak demikian, maka pemimpin bisa saja melakukan pengorbanan yang tidak sedikit dalam bentuk materi terhadap gereja yang dipimpin. Hal ini dikarenakan ia tahu bahwa akan menjadi pemimpin seumur hidup dalam gereja tersebut. Tidak adanya mutasi atau 127

16 pertukaran penempatan Pendeta dalam gereja-gereja aliran Pentakosta juga memungkinkan Pendeta menganggap bahwa gereja menjadi miliki pribadi atau individu. Dalam kasus 2 (dua), subjek menjadi Gembala jemaat setelah kepemimpinan dalam Gereja Bethel Indonesia (GBI) Salatiga sebelumnya dipegang oleh ayahnya yaitu Pdt. Andreas Muliatno Rusli. Jadi kepemimpinan Pdt. Andreas Muliatno Rusli digantikan oleh putranya sendiri yakni Pdt. Gideon Rusli yang telah menjadi Gembala jemaat sampai saat ini. Kondisi ini cenderung mengarah pada adanya kepentingan pribadi pemimpin ketika mealakukan pengorbanan kepada gereja yang dipimpin. Kondisi ini yang oleh peneliti maksudkan menjadi alasan adanya gaya atau tipe kepemimpinan transaksional jika dilihat dari sisi lain. Jadi nilai yang ditunjukan oleh kedua Pendeta beretnis Tionghoa, dalam hal ini pengorbanan yang dilakukan, dapat atau dimungkinkan menjadi sebatas proses pertukaran (exchange process) Pemimpin yang Mampu Menjadi Teladan (Role Model) kepada Orang-orang yang Dipimpinnya. Dari hasil teknik wawancara mendalam, baik kepada informan kunci maupun kepada informan pendukung, diperoleh data yaitu kedua Pendeta beretnis Tionghoa ternyata mampu menjadi teladan atau role model yang baik bagi para pengikutnya. Hal tersebut dilakukan kedua subjek sebagai cara atau upaya dalam proses mempengaruhi para pengikutnya untuk mencapai tujuan bersama. Kedua subjek yang adalah Pendeta beretnis Tionghoa mengandalkan keteladanan, dengan menjadi role model bagi orang-orang yang dipimpinnya. Dalam upaya menjadi teladan bagi pengikutnya, kedua subjek menunjukan karakter-karakter yan dimiliki oleh seorang pemimpin yang melayani. 128

17 Karakter yang dimiliki kedua subjek ternyata memainkan peranan yang sangat signifikan dan penting dalam proses kepemimpinannya. Penemuan ini sejalan dengan bagian yang diungkapkan oleh Neuschel yang menyatakan bahwa Karakter merupakan fondasi kemampuan kepemimpinan. Karakter yang dimaksudkan lebih merupakan seluruh sistem nilai yang ditunjukan terus menerus. Ketika manifestasi ini jelas dan konsisten serta merefleksikan suatu karakter integritas pribadi, citra inilah yang akan menjadi instrument yang efektif dalam mempengaruhi pengikutnya. Sehingga kekuatan dari karakter yang dimiliki oleh pemimpin menjadi faktor yang penting dan mendasar dalam mempengaruhi orang-orang yang dipimpin untuk mencapai tujuan bersama. Ada beberapa karakter yang ditunjukan dalam kepemimpinan kedua Pendeta beretnis Tionghoa, yang menjadi instrument yang efektif dalam mempengaruhi orang-orang yang dipimpin oleh kedua subjek, antara lain: (a)melayani dengan tekun, (b) kerendahan hati (c) setia, (d) fokus, (e) pemberdayaan, (f) rajin, (g) percaya (h) tegas, (i) berani mengambil keputusan yang berisiko, (j) berintegritas, (k) empati, (l) mendengarkan, (m) disiplin, (n) rela berkorban. Semua karakter yang disebutkan diatas, yang dimiliki oleh kedua Pendeta beretnis Tionghoa merupakan karakter yang telah meliputi dimensi karakteristik yang dimiliki oleh pemimpin yang melayani. Bagian-bagian karakter yang disebutkan tersebut juga telah di jelaskan pada bagian bab sebelumya. Namun ada salah satu karakter yang menjadi penekanan dalam kepemimpinan kedua Pendeta beretnis Tionghoa yang ditunjukan oleh keduanya, yaitu rela berkorban. Rela bekorban menjadi salah satu karakter yang memberikan penaruh yang signifikan dalam proses kepemimpinan kedua Pendeta beretnis Tionghoa. Hasil dari teknik wawancara dan observasi, terungkap bahwa kedua Pendeta beretnis Tionghoa menunjukan karakter sebagai pemimpin yang rela berkorban. Hal tersebut terlihat 129

18 dalam pengorbanan pribadi yang dilakukan oleh keduanya dalam rangka untuk kepentingan orang lain dalam hal ini jemaat atau komunitas yang dipimpinnya. Satu hal yang menarik dari apa yang dilakukan oleh Pdt. Bambang Hengky sebagai Gembala jemaat Gereja Bethany Salatiga berkaitan dengan karakter sebagai pemimpin yang rela berkorban adalah dengan menyerahkan semua kompleks yang dahulunya merupakan milik pribadi dari Pdt. Bambang Hengky dan keluarga kepada gereja sepenuhnya. Tanah yang saat ini telah dibangun bangunan gereja dan berbagai unit pendukung lainnya seperti sekolah, koperasi, poliklinik, dll, telah beralih kepemilikan menjadi milik jemaat lokal sepenuhnya. Pdt. Bambang Hengky memandang bahwa gereja membutuhkan tanah tersebut. Sehingga ia dan keluarga kemudian memberikan aset tersebut menjadi milik gereja. Selain itu Pdt. Bambang Hengky juga tidak jarang berkorban dalam memberikan uang pribadi untuk disumbangkan ke gereja dalam rangka digunakan dalam mencukupi kebutuhan gereja. Hal yang tidak jauh berbeda juga dilakukan oleh Pdt. Gideon Rusli (kasus 2). Ia berkorban dalam hal menjual 2 (dua) mobil milik pribadinya untuk membantu biaya pembangunan gedung gereja Bethel Indonesia (GBI) Salatiga, yang pada saat itu masih dalam tahap pembangun serta membutuhkan biaya yang besar. Menarik yang diungkapkan oleh Bapak Cipto dan Ibu Ely sebagai anggota jemaat dan juga merupakan aktivis pelayanan kategorial saat diwawancarai mengungkapkan bahwa Pdt. Gideon Rusli adalah sosok pemimpin yang melibatkan pengorbanan pribadi meskipun tidak ada keuntungan pribadi yang didapatkan oleh Pdt. Gideon Rusli. Ia memberikan teladan yang baik katika ia mengajarkan tentang memberikan yang terbaik yang dimiliki. Maka Pdt. Gideon Rusli terlebih dahulu memberikan teladan bagaimana memberikan yang terbaik yang dimilikinya. Hal ini membuat jemaat tergerak untuk 130

19 dengan rela memberikan apa yang dimiliki untuk pembangunan gereja tersebut. Hasilnya bangunan gereja tersebut bisa selesai pembangunannya saat ini. Karakter yang ditunjukan oleh kedua Pendeta beretnis Tionghoa tersebut merupakan bagian dari kerakteritik dari kepemimpinan yang melayani, seperti yang diungkapkan oleh Patterson. Dari model teoritis yang dibuat oleh Patterson (2003) mengenai kepemimpinan yang melayani (servant leadership), yang terdiri dari tujuh konstruk kebijakan atau kesalehan terdapat pembahasan tentang mengutamakan orang lain (altruism). Tulisan Kaplan (2000) menyatakan bahwa altruism adalah membantu orang lain tanpa pamrih, yang melibatkan pengorbanan pribadi, meskipun tidak ada keuntungan pribadi. Sementara Dennis dan Bocarnea (2006) mengutip tulisan Eisenberg (1986) mendefenisikan perilaku altruistik sebagai perilaku sukarela yang dimaksudkan untuk menguntungkan pihak lain dan tidak dimotivasi oleh harapan eksternal yakni penerimaan imbalan atau pahala. Bagi Dennis dan Bocarnea (2006) mendefenisikannya sebagai perilaku yang dimaksukan untuk mendatangkan keuntungan yang lain, bahkan melakukannya mungkin beresiko atau memerlukan pengorbanan untuk kesejahteraan orang lain Pemimpin yang Bervisi Salah satu dimensi dari karakteristik kepemimpinan yang melayani, berdasarkan model teoritis yang dibuat oleh Patterson tentang tujuh konstruk kebijakan atau kesalehan mengenai servant leadership (kepemimpinan melayani), yaitu: adanya dimensi visi (vision) yang dimiliki seorang pemimpin. Visi dan kepemimpinan tidak dapat dipisahkan. Blanchard (2000) mendefinisikan visi sebagai gambaran masa depan yang menghasilkan gairah. Pemimpin tanpa visi adalah pemimpin yang liar. Bahkan ia sebenarnya sama sekali tidak dapat disebut sebagai pemimpin 7. Hubungan yang tidak terpisahkan antara visi dan kepemimpinan diperlihatkan dari kedua Pedeta 7 Sendjaya, Kepemimpinan Kristen.,

20 beretnis Tionghoa selama mejalankan kepemimpinan mereka. Dari data yang disajikan yang diperoleh melalui teknik wawancara mendalam dan observasi maka ditemukan bahwa kedua Pendeta beretnis Tionghoa yang menjadi subjek dalam penelitian ini, termasuk sebagai pemimpi yang bervisi. Ditemukan pada kasus 1, bahwa subjek dalam menjalankan kepemimpinannya memberikan penekanan utama kepada visi gereja yang adalah visi bersama dalam komuitas. Subjek memahami visi gereja tidak terlepas dari pemahaman bahwa pelayanan tidak hanya terbatas pada 4 (empat) tembok gereja. Dalam hal ini subjek sebagai pemimpin selalu berupaya memikirkan bagaimana caranya untuk dapat menggerakan jemaat (orang-orang yang dipimpin) agar terpanggil dalam pengembangan masyarakat. Wujud dari visi tersebut terlihat dari kehadiran dari unit-unit kerja yang diharapkan mampu memberkati kota Salatiga, antara lain: Sekolah, Koperasi, Hotel, Yayasan Sosial, Poliklinik serta juga memiliki 2 (dua) radio. Kehadiran unitunit kerja yang dimiliki gereja Bethany Salatiga dalam rangka untuk membuka lapangan kerja bagi masyarakat yang membutuhkan pekerjaan termasuk jemaat Gereja Bethany Salatiga sendiri yang merupakan bagian dari masyarakat kota Salatiga. Selain memahami visi dengan baik dan jelas, serta tahu kearah mana gereja akan bergerak, kedua subjek adalah pemimpin yang mampu menterjemahkan visi dengan baik kepada orangorang yang dipimpinnya. Hal tersebut terlihat dari upaya yang dilakukan oleh keduanya. Dalam hal ini visi besar dari gereja diturunkan ke dalam tema-tema tahunan dan kemudian lebih diperjelas lagi melalui tema-tema bulanan. Selain itu dalam rangka memastikan visi bersama terus dipegang oleh orang-orang yang dipimpinnya maka keduanya mampu menjadi pemimpin terus berupaya membagikan visi bersama kepada orang-oran yang dipimpinnya. Dalam kasus 1 (satu), ditemukan bahwa subjek secara rutin mengadakan pertemuan dengan sekitar 250 pekerja 132

21 dari semua unit pelayanan dan gereja-gereja cabang yang dimiliki Gereja Bethany, setiap bulannya pada minggu pertama (setiap hari Sabtu) untuk membagikan visi bulanan dan terus memotivasi para pelayan untuk terus dapat bergerak ke arah pencapaian visi besar gereja yang menjadi visi bersama. Tidak berhenti disitu, subjk juga membagikan visi yang telah ia bagikan kepada para pelayan dan pemimpin-pemimpin gereja juga dibagikan kepada jemaat melalui pertemuan FA (Family Altar), buletin dan pesan gemabala. Jadi terlihat bahwa subjek mampu menggerakan jemaat untuk terus bergerak menuju visi besar dari gereja. Subjek adalah sosok pemimpin yang selalu memberikan waktu untuk terus menggerakan dan membagikan visi kepada jemaat. Tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan oleh subjek 1 (satu), dalam kasus 2, subjek pun adalah pemimpin yang menempatkan visi gereja yang adalah visi bersama pada salah satu bagian yang terpenting dalam kepemimpinanya. Terlihat sebagai pemimpin subjek selalu berupaya untuk orang-orang yang dipimpinnya untuk tidak melepaskan visi gereja. Maka visi gereja selalu dibicarakan minimal 2 (dua) kali dalam setahun. Tepatnya pada awal tahun dan pertengahan tahun untuk terus mengingatkan jemaat untuk visi besar yang dimiliki. Selain itu visi gereja yakni Menjadi jemaat lokal yang memberkati kota, bangsa dan dunia dengan pelayanan yang holistik dan terpadu dijabarkankan ke dalam program-program dalam 5 (lima) bidang atau depertemen yang ada. Sehingga menurutnya ketika orang mengikuti program yang telah direncanakan maka ia akan digiring untuk bergerak ke arah visi gereja. Sebagai pemimpin subjek menggunakan berbagai cara untuk menggerakan orang kepada visi bersama. Hal yang biasa dialakukan subjek adalah melalui mimbar. Selain itu juga ada pendekatan secara pribadi yang dilakukan subjek, melalui percakapan secara pribadi berkaitan dengan visi gereja dengan orang-orang yang dipimpinnya. 133

22 Hasil temuan ini memperlihatkan adanya kesesuaian dengan penjelasan dari salah satu dimensi karakter pemimpin yang melayani, yang dijelaskan oleh Sendjaya. Dalam pejelasan dimensi transforming Influence, dikatakan bahwa seorang pemimpin harus selalu dapat berupaya memastikan setiap individu dalam organisasi memegang visi yang dibagikan bersama.lebihdari itu apa yang dilakukan oleh kedua Pendeta beretnis Tionghoa yang telah dijelaskan dari hasil temuan juga sejalan dengan hasil temuan dari Laub (1999) yang menemukan bahwa visi bersama membangun orang lain (memberdayakan mereka) dan melayani kebutuhan orang lain (melayani mereka). Hal ini telah diperlihatkan oleh kedua Pendeta beretnis Tionghoa dalam kepemimpinan mereka. Sehingga keduanya dapar dikatakan sebagai pemimpin yang visoner karna memimpin dengan memiliki visi yang jelas sebagai pemimpi dan adanya upaya untuk menterjemahkan visi secara jelas kepada orang-orang yang dipimpin. Lebih dari itu ada upaya untuk menggerakan orang-orang yang dipimpinnya ke arah visi bersama yang dimiliki Adanya Pengaruh dari Kultur sebagai Seorang Etnis Tionghoa terhadap Proses Kepemimpinan Menarik untuk menganalisa tentang adanya pengaruh dari kultur sebagai seorang etnis Tionghoa terhadap kepemimpinan Pendeta beretnis Tionghoa dalam jemaat. Pembahasan yang berkaitan dengan kultur, dijelaskan oleh Baidhaiwy, yang menyatakan bahwa kebudayaan atau kultur membentuk perilaku, sikap, dan nilai manusia termasuk memberntuk pribadi seorang pemimpin. Ternyata keberhasilan kedua subjek dalam memimpin sampai saat ini, dengan menunjukan gejala pertumbuhan gereja yang terus meningkat setiap waktu, terlebih pertumbuhan secara kuantitas dan kehadiran berbagai unit kerja atau pelayanan dikarenakan adanya pengaruh postif dari kultur yang dimiliki kedua subjek. 134

23 Dari teknik wawancara yang dilakukan dengan subjek dan 2 (dua) informan pendukung lainnya, yang menjabat sebagai Pendeta Muda di Gereja Bethany Salatiga, maka terungkap bahwah Pdt. Bambang Hengky sebagai pemimpin adalah sosok pemimpin yang memiliki etos kerja yang tinggi. Hal ini dinilai oleh subjek sendiri maupun informan pendukung merupakan hasil dari pengaruh kulturnya sebagai seorang beretnis Tionghoa. Subjek yang berasal dari keluarga yang anggota keluarganya berprofesi sebagai pengusaha dan pembisnis, terbiasa dididik untuk bekerja keras. Sehingga, bekerja keras menjadi bagian yang telah tertanam dalam pribadi subjek sejak awal sebelum ia menjadi Gembala jemaat. Berkaitan dengan kepemimpinannya dalam jemaat gereja Bethany Salatiga, etos kerja yang tinggi diperlihatkannya melalaui komitmennya sebagai pemimpin untuk tetap hadir dalam setiap persekutuan doa pagi yang berlangsung Pukul WIB disetiap harinya. Subjek selalu memiliki komitmen untuk selalu hadir dalam persekutuan yang dikenal sebagai gerbang pagi. Dalam menghadiri persekutuan tersebut, subjek selalu hadir tepat waktu. Tentu untuk menjalani hal tersebut, dibutuhkan etos kerja yang tinggi. Subjek memiliki aktivitas yang tidak sedikit/sibuk sebagai pemimpin jemaat karena gereja Bethany Salatiga memiliki banyak unit pelayanan. Hal ini mengharuskan subjek untuk dapat hadir dalam setiap pertemuan dengan semua staf dan pengurus dari setiap bagian unit pelayanan yang ada. Namun dalam kesibukannya ia selalu menyediakan waktu untuk setia hadir dalam doa pagi yang berlangsung Pukul WIB setiap harinya. Etos kerja yang ditunjukan oleh subjek membuat orang-orang yang dipimpinnya malu jika berkata cape dihadapannya. Sebagai pemimpin dengan etos kerja yang tinggi, subjek juga mendorong rekan-rekan pelayananya untuk dapat melayani dengan maksimal dalam menjawab kebutuhan jemaat secara khusus dan masyarakat kota Salatiga secara umum. 135

24 Pengaruh positif dari kultur yang dimiliki terhadap kepemimpinan dalam jemaat juga dirasakan oleh subjek 2 (dua). Dalam wawancara bersama informan kunci, ditemukan bahwa dalam kulturnya ia dididik untuk memiliki apa yang ia sebut sebagai daya juang yang tinggi. Karakter ini menjadi sangat berperan dalam proses menjalankan kepemimpinannya selama 14 tahun. Dengan adanya semangat juang yang tinggi dalam dirinya sebagai pemimpin maka membuat dirinya menjadi pemimpin yang tidak mudah untuk menyerah ketika berhadapan dengan berbagai kesulitan dan tantangan. Yang tertanam dalam dirinya adalah bagaimana caranya apapun yang dikerjakan harus jadi. Kondisi ini terlihat juga pada saat ia memimpin rapat. Dalam rapat ia tidak menerima alasan atas kesulitan-kesulitan yang dihadapi tetapi yang ingin dikejar adalah solusi apa yang bisa dilakukan untuk kesulitan, hambatan dan tantangan yang dihadapi. Jika rekan-rekan kerja atau pelayanannya yang lain tidak bisa kerjakan maka ia sebagai pemimpin akan langsung turun tangan. Jadi menurutnya dengan kulturnya sebagai seorang etnis Tionghoa membuat di dalam dirinya tertanam karakter sebagai seseorang yang ulet, kerja keras, dan memiliki daya juang yang tinggi. Hal-hal tersebut yang membuat ia sebagai pemimpin tidak mudah untuk menyerah ketika berhadapan dengan kesulitan dan tantangan dalam proses kepemimpinan. Kerja keras, ulet dan memiliki semangat juang yang tinggi adalah bagian-bagian yang menurutnya menjadi salah satu faktor yang kemudian membuat GBI Salatiga berhasil menyelesaikan pembangunan gedung gereja Bethel Indonesia (GBI) Salatiga dibawah kepemimpinannya. Dalam proses pembangunan gereja yang disebut sebagai markas besar tersebut harus menempuh proses yang tidak mudah. Namun dengan semangat juang yang tinggi, kerja keras dan uletnya sebagai pemimpin ia mampu menggerakan jemaat untuk dapat 136

25 berkontribusi terhadap pembangunan gereja. Sehingga dibawah kepemimpinannya, berhasil dibangun gedung gereja yang megah untuk umat dapat beribadah. Temuan ini sejalan dengan pandangan dari Nahayandi yang menyatakan bahwa kultur juga ikut mempengaruhi nilai dan keyakinan, mempengaruhi kepemimpinan serta hubungan interpersonal seseorang. Tidak dapat dipungkiri bahwa perilaku manusia adalah hasil dari proses sosialisasi. Dan sosialisasi selalu terjadi dalam konteks lingkungan etnik dan kultur tertentu. Kondisi ini dikarenakan kultur atau budaya terdiri dari nilai-nilai umum yang dipegang dalam suatu kelompok manusia; merupakan satu set norma, kebiasaan, nilai dan asumsi-asumsi yang mengarahkan perilaku kelompok tersebut. Dengan demikian sistem nilai yang menurut Skiner ditekankan dan penting bagi orangorang Tionghoa seperti kerajinan, kehematan, pengendalian pada diri sendiri, semangat berusaha/semangat juang yang tingi dan ketrampilan yang membuat mereka dinilai paling cocok dengan perkembangan ekonomi, ternyata juga berperan dalam kepemimpinan Pendeta beretnis Tionghoa. Sebagaian besar dari sistem nilai dari etnis dan kultur Tionghoa tersebut kemudian juga diterapkan oleh Pendeta beretnis Tionghoa dalam memimpin jemaat dan menghasilkan pengaruh postif yang signifikan. Hal tersebut terlihat dari kepemimpinan kedua subjek dalam penelitian ini Kompetensi Pendeta Beretnis Tionghoa Bagian lain yang menarik ketika meneliti kepemimpinan Pendeta beretnis Tionghoa adalah berkaitan dengan kompetensi yang dimiliki sebagai pemimpin dalam pengelolaan gereja. Dalam tulisan ini peneliti membedakan antara kepemimpinan (leadership) dan pengelolaan (management). Pengelolaan merupakan jenis kepemimpinan yang khusus. Hal yang paling penting dalam pengelolaan adalah tercapainya tujuan organisasi. Kedua subjek dalam upaya 137

26 mencapai tujuan organisasi dalam hal ini gereja, juga menunjukan kompetensi pengelolaan gereja yang mereka terapkan dalam kepemimpinan keduanya. Dari data yang diperoleh dari teknik wawancara ditemukan salah satu kelebihan Pdt. Bambang Hengky sebagai pemimpin adalah ia memiliki pengalaman dalam hal manajemen bisnis dimasa lalu yang mungkin Pendeta lain tidak miliki. Pengalaman tersebut menjadi salah satu modal dalam upaya pengembangan gereja Bethany Salatiga. Sampai saat ini, gereja Bethany dibawah kepemimpinan Pdt. Bambang Hengky telah memiliki berbagai unit pendukung pelayanan seperti koperasi, hotel, sekolah, poliklinik, dan 2 (dua) radio, dll yang menunjukan gejala perkembangan secara terus menerus. Kehadiran berbagai unit pendukung pelayanan tersebut telah menyerap tenaga kerja dan dapat memberkati kota Salatiga. Dapat dianalisa bahwa Pdt. Bambang Hengky bukanlah Pendeta yang hanya mengetahui tentang hal-hal yang berkaitang dengan Teologi. Namun ia juga memiliki kemampuan pengolahan atau manajemen yang lebih. Hal ini karena adanya pengalaman masa lalu sebagai seorang dosen dan pembisnis. Kondisi ini membuat ia mampu membangun komunikasi dan hubungan dengan jemaat yang sebagaian besarnya adalah para pengusaha dan pembisnis. Dalam menjalankan kepemimpinnya, ia bahkan menggunakan kemampuan pengelolaan atau manajemen dalam berbisnis, yang tentu dalam penerapannya tidak bertentangan dengan prinsipprinsip Alkitab dalam rangka mengembangkan gereja. Sampai saat ini gereja Bethany telah memiliki banyak unit pendukung. Bahkan Gereja Bethany adalah satu-satunya gereja di Salatiga yang memiliki unit kerja/unit pendukung seperti hotel. Dapat dianalisa bahwa kemampuannya dalam berbisnis tidak terlepas dari latar belakangnya sebagai seseorang beretnis Tionghoa. Ia dibesarkan dalam keluarga yang semuanya adalah pembisnis dan pedagang, sehingga tidak heran ia terdorong untuk juga berbisnis dan akhirnya memiliki kompetensi dalam manajemen atau 138

27 pengelolaan bisnis yang ia terapkan dalam gereja yang dipimpinnya. Hal ini dilakukan dalam rangka pengembangan gereja kedepan dalam menjadi gereja yang semakin mapan. Sedangkan untuk kasus 2 (dua), berdasarkan data yang diperoleh melalui observasi dan wawancara mendalam dengan beberapa informan pendukung berkaitan dengan kompetensi yang dimiliki subjek sebagai pemimpin, maka ditemukan bahwa subjek sebaga pemimpin juga memiliki kompetensi manajerial yang baik. Hal tersebut diperkuat dari keterangan saudara Maikel yang mengaku tertarik untuk berjemaat dan bekerja sebagai staff di Gereja Bethel Indonesia (GBI) Salatiga karena ia menilai bahwa di Gereja Bethel Indonesia (GBI) Salatiga, semuanya pengolahan atau manajemen pelayanannya lebih teratur rapih dibandingkan dengan gereja dimana ia berjemaat sebelumnya. Hal tersebut diperkuat dengan keterangan yang disampaikan oleh Saudari Yunita sebagai informan pendukung saat diwawancarai. Ia ketika memutuskan untuk berjemaat dan kemudian bekerja sebagai staff karena suka dengan pola kepemimpinan Pdt. Gideon Rusli yang dalam manajeman gereja yang baik. Sehingga pelayanan dalam gereja berjalan tidak serampangan, melainkan pelayanan dijalankan dengan perencanaan yang pelaksaan yang sistematis serta teratur. 139

BAB V PENUTUP. juga akan mencoba mengajukan beberapa rekomendasi atau saran.

BAB V PENUTUP. juga akan mencoba mengajukan beberapa rekomendasi atau saran. BAB V PENUTUP Pada bagian penutup ini akan disajikan kesimpulan yang didasarkan pada fokus penelitian serta paparan data yang ditemukan. Kesimpulan ditarik dari uraian bab-bab sebelumnya, terutama bab

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI MAGISTER SOSIOLOGI AGAMA FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2014

PROGRAM STUDI MAGISTER SOSIOLOGI AGAMA FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2014 PROGRAM STUDI MAGISTER SOSIOLOGI AGAMA FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2014 KEPEMIMPINAN PENDETA BERETNIS TIONGHOA (Studi Kasus Pada Gereja-gereja Aliran Pentakosta di Kota Salatiga)

Lebih terperinci

BAB III KEPEMIMPINAN PENDETA BERETNIS TIONGHOA DALAM GEREJA-GEREJA ALIRAN PENTAKOSTA DI KOTA SALATIGA

BAB III KEPEMIMPINAN PENDETA BERETNIS TIONGHOA DALAM GEREJA-GEREJA ALIRAN PENTAKOSTA DI KOTA SALATIGA BAB III KEPEMIMPINAN PENDETA BERETNIS TIONGHOA DALAM GEREJA-GEREJA ALIRAN PENTAKOSTA DI KOTA SALATIGA Pada bab ini akan dipaparkan hasil penelitian mengenai kepemimpinan Pendeta beretnis Tionghoa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Katolik, Hindu, dan Budha. Negara menjamin kebebasan bagi setiap umat bergama untuk

BAB I PENDAHULUAN. Katolik, Hindu, dan Budha. Negara menjamin kebebasan bagi setiap umat bergama untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam UUD 1945, disebutkan bahwa Indonesia sebagai Negara yang berlandaskan pada Pancasila mengakui adanya lima agama di dalamnya, antara lain: Islam, Kristen,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) memiliki 44 wilayah klasis, 2.504 jemaat, dengan jumlah warga mencapai 1.050.411 jiwa yang dilayani oleh 1.072 pendeta, (Lap. MS-

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. jawab baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja dari

BAB II KAJIAN TEORI. jawab baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja dari BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Pengertian Kepemimpinan Kepemimpinan secara harfiah berasal dari kata pimpin. Kata pimpin mengandung pengertian mengarahkan, membina atau mengatur, menuntun dan juga menunjukkan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Pendampingan dan konseling pastoral adalah alat-alat berharga yang melaluinya gereja tetap relevan kepada kebutuhan manusia. 1 Keduanya, merupakan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Gereja Protestan Maluku secara institusi mengenal adanya jabatan organisasi dan jabatan pelayanan fungsional gereja. Jabatan secara organisasi gereja yaitu Ketua Majelis,

Lebih terperinci

RENUNGAN KITAB 1Tesalonika Oleh: Pdt. Yabes Order

RENUNGAN KITAB 1Tesalonika Oleh: Pdt. Yabes Order RENUNGAN KITAB 1Tesalonika Oleh: Pdt. Yabes Order Bacaan Alkitab hari ini: 1Tesalonika 1 HARI 1 MENJADI TELADAN Mengingat waktu pelayanan Rasul Paulus di Tesalonika amat singkat, mungkin kita heran saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam sebuah organisasi, adalah perilaku extra-role atau perilaku baik warga

BAB I PENDAHULUAN. dalam sebuah organisasi, adalah perilaku extra-role atau perilaku baik warga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persoalan umum yang dihadapi institusi pendidikan dan guru berkaitan dengan salah satu dari tiga perilaku penting dari seorang pegawai dalam sebuah organisasi,

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. Ada beberapa definisi untuk kata gereja. Jika kita amati, definisi pertama

Bab I PENDAHULUAN. Ada beberapa definisi untuk kata gereja. Jika kita amati, definisi pertama Bab I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Ada beberapa definisi untuk kata gereja. Jika kita amati, definisi pertama kata gereja yang diberikan oleh banyak kamus, khususnya kamus daring (online),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh kesiapan dari pegawai tersebut, akan tetapi tidak sedikit organisasi

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh kesiapan dari pegawai tersebut, akan tetapi tidak sedikit organisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sebuah organisasi apapun bentuknya membutuhkan pegawai yang paling ideal untuk mendukung terciptanya pencapaian tujuan organisasi. Pegawai sebagai Man Power

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan. Pelayanan kepada anak dan remaja di gereja adalah suatu bidang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan. Pelayanan kepada anak dan remaja di gereja adalah suatu bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Pelayanan kepada anak dan remaja di gereja adalah suatu bidang pelayanan yang penting dan strategis karena menentukan masa depan warga gereja. Semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan arus globalisasi, maka muncul pula persoalan-persoalan baru yang harus dihadapi oleh sumber daya manusia yang ada di dalam Gereja. Oleh

Lebih terperinci

Jika Allah hanya peduli pada kegiatan keagamaan,

Jika Allah hanya peduli pada kegiatan keagamaan, L. E. V. E. L O. N. E BAGIAN PERTAMA: HIDUP YANG MEMURIDKAN ORANG LAIN (DISCIPLE MAKER) 3: Hidup Sebagai Pembuat Murid Mengapa Anda ingin menjadikan seseorang murid? Apakah Anda menanyakan pertanyaan ini

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Definisi manajemen SDM Manajemen sumber daya manusia merupakan ilmu yang mengatur unsur manusia dalam suatu organisasi agar terwujud suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Upaya untuk menilai sukses tidaknya pemimpin itu. dilakukan antara lain dengan mengamati dan mencatat

BAB I PENDAHULUAN. Upaya untuk menilai sukses tidaknya pemimpin itu. dilakukan antara lain dengan mengamati dan mencatat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya untuk menilai sukses tidaknya pemimpin itu dilakukan antara lain dengan mengamati dan mencatat kualitas atau mutu perilakunya, yang dipakai sebagai kriteria untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi menduduki suatu tempat yang utama dalam tatanan

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi menduduki suatu tempat yang utama dalam tatanan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi menduduki suatu tempat yang utama dalam tatanan organisasi, dan secara keseluruhan ditentukan oleh cara berkomunikasi. Oleh karena itu komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan prosedur yang telah ditetapkan yaitu pimpinan dapat memberikan. melakukan kinerja didalam suatu perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. dengan prosedur yang telah ditetapkan yaitu pimpinan dapat memberikan. melakukan kinerja didalam suatu perusahaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan suatu perusahaan dalam melakukan aktivitasnya selalu didukung dengan adanya manajemen kerja yang efektif dan hal tersebut merupakan kunci keberhasilan

Lebih terperinci

RENUNGAN KITAB 1Timotius Oleh: Pdt. Yabes Order

RENUNGAN KITAB 1Timotius Oleh: Pdt. Yabes Order RENUNGAN KITAB 1Timotius Oleh: Pdt. Yabes Order HARI 1 JEJAK-JEJAK PEMURIDAN DALAM SURAT 1-2 TIMOTIUS Pendahuluan Surat 1-2 Timotius dikenal sebagai bagian dari kategori Surat Penggembalaan. Latar belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah salah satu unsur produksi selain itu juga faktor penting dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah salah satu unsur produksi selain itu juga faktor penting dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah salah satu unsur produksi selain itu juga faktor penting dan utama di dalam segala bentuk organisasi. Sehingga perlu mendapatkan perhatian, penanganan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN DEMOKRATIK DENGAN KINERJA KARYAWAN

HUBUNGAN ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN DEMOKRATIK DENGAN KINERJA KARYAWAN HUBUNGAN ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN DEMOKRATIK DENGAN KINERJA KARYAWAN NASKAH PUBLIKASI Oleh: ZULFIKA DWI UTAMI F 100 070 048 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2013 1 2 HUBUNGAN ANTARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 8 Tgl 11 Agustus 1949 dengan jumlah jemaat sebanyak 83 jemaat yang

BAB I PENDAHULUAN. 8 Tgl 11 Agustus 1949 dengan jumlah jemaat sebanyak 83 jemaat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gereja Kristen Protestan di Bali (GKPB) merupakan organisasi agama (Religious Organization) yang resmi terbentuk dengan badan hukum 214 LN. No 8 Tgl 11 Agustus 1949

Lebih terperinci

BAB IV KESESUAIAN ANTARA KEMATANGAN KARYAWAN DENGAN GAYA KEPEMIMPINAN PADA SUB DIREKTORAT SDM PT X KANTOR PUSAT JAKARTA

BAB IV KESESUAIAN ANTARA KEMATANGAN KARYAWAN DENGAN GAYA KEPEMIMPINAN PADA SUB DIREKTORAT SDM PT X KANTOR PUSAT JAKARTA BAB IV KESESUAIAN ANTARA KEMATANGAN KARYAWAN DENGAN GAYA KEPEMIMPINAN PADA SUB DIREKTORAT SDM PT X KANTOR PUSAT JAKARTA Setelah melakukan penyebaran kuesioner kepada 52 orang responden karyawan tetap pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan yang ada di gereja, yang bermula dari panggilan Allah melalui Kristus

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan yang ada di gereja, yang bermula dari panggilan Allah melalui Kristus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Agama Kristen Protestan merupakan salah satu agama yang diakui di Indonesia. Pada Agama Kristen biasanya memiliki suatu organisasi di gereja yang melibatkan

Lebih terperinci

Bab 4. Tinjauan Kritis Ibadah, Nyanyian dan Musik Gereja di GKMI Pecangaan

Bab 4. Tinjauan Kritis Ibadah, Nyanyian dan Musik Gereja di GKMI Pecangaan Bab 4 Tinjauan Kritis Ibadah, Nyanyian dan Musik Gereja di GKMI Pecangaan 4.1. Pendahuluan Pada bab ini penulis akan menyampaikan hasil tinjauan kritis atas penelitian yang dilakukan di GKMI Pecangaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. memengaruhi tersebut. Berdasarkan pengertian diatas dan dikaitkan dengan kegiatan

BAB II KAJIAN TEORITIS. memengaruhi tersebut. Berdasarkan pengertian diatas dan dikaitkan dengan kegiatan BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Kepemimpinan Pembahasan tentang kepemimpinan secara umum dapat dijelaskan bahwa Kepemimpinan adalah suatu kemampuan yang dimiliki oleh orang untuk mempengaruhi orang

Lebih terperinci

Gal.6:1-5. Ev. Bakti Anugrah, M.A.

Gal.6:1-5. Ev. Bakti Anugrah, M.A. Gal.6:1-5 Ev. Bakti Anugrah, M.A. Kitab Galatia dituliskan oleh Rasul Paulus kepada jemaat-jemaat di Galatia dengan tujuan agar mereka dapat berpegang pada Injil Kristus dan bukan pada hukum yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk religius (homo religious), manusia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk religius (homo religious), manusia memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai mahluk religius (homo religious), manusia memiliki keterbatasan sehingga manusia dapat melakukan ritual - ritual atau kegiatan keagamaan lain

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. organisasi, agar individu dapat memuaskan kebutuhannya sendiri walaupun

BAB 1 PENDAHULUAN. organisasi, agar individu dapat memuaskan kebutuhannya sendiri walaupun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembicaraan mengenai MSDM (manajemen sumberdaya manusia) dewasa ini semakin mendapat perhatian. Pada hakekatnya MSDM merupakan suatu upaya pengintegrasian

Lebih terperinci

Gereja Menyediakan Persekutuan

Gereja Menyediakan Persekutuan Gereja Menyediakan Persekutuan Pada suatu Minggu pagi sebelum kebaktian Perjamuan Tuhan, lima orang yang akan diterima sebagaianggota gereja berdiri di depan pendeta dan sekelompok diaken. Salah seorang

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. 1.Pengertian Gaya Kepemimpinan Partisipatif

PEMBAHASAN. 1.Pengertian Gaya Kepemimpinan Partisipatif PEMBAHASAN 1.Pengertian Gaya Kepemimpinan Partisipatif Model kepemimpinan merupakan aspek penting bagi seorang pemimpin, karena model kepemimpinan akan efektif jika disesuaikan dengan tingkat kematangan

Lebih terperinci

Roh Kudus GBI JEMAAT INDUK DANAU BOGOR RAYA. Roh Kudus adalah satu pribadi. Pesan Gembala Minggu, 13 Mei 2012 Pdt Sutadi Rusli

Roh Kudus GBI JEMAAT INDUK DANAU BOGOR RAYA. Roh Kudus adalah satu pribadi. Pesan Gembala Minggu, 13 Mei 2012 Pdt Sutadi Rusli GBI JEMAAT INDUK DANAU BOGOR RAYA Pesan Gembala Minggu, 13 Mei 2012 Pdt Sutadi Rusli Roh Kudus Shalom, saya sangat yakin setiap pribadi diberkati oleh Tuhan. Amin! Tanpa terasa kita sudah memasuki bulan

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN KRITIS. budaya menjadi identitasnya. Apabila manusia dicabut dari budayanya, ia bukan lagi orang

BAB IV TINJAUAN KRITIS. budaya menjadi identitasnya. Apabila manusia dicabut dari budayanya, ia bukan lagi orang BAB IV TINJAUAN KRITIS Dari pemaparan pada bab-bab sebelumnya kita dapat melihat bahwa manusia selalu menyatu dengan kebudayaannya dan budaya itu pun menyatu dalam diri manusia. Karena itu budaya menjadi

Lebih terperinci

FINDING YOUR LIFE PURPOSE #3 - MENEMUKAN TUJUAN HIDUPMU #3 GROWING IN THE FAMILY OF GOD BERTUMBUH DALAM KELUARGA ALLAH

FINDING YOUR LIFE PURPOSE #3 - MENEMUKAN TUJUAN HIDUPMU #3 GROWING IN THE FAMILY OF GOD BERTUMBUH DALAM KELUARGA ALLAH FINDING YOUR LIFE PURPOSE #3 - MENEMUKAN TUJUAN HIDUPMU #3 GROWING IN THE FAMILY OF GOD BERTUMBUH DALAM KELUARGA ALLAH PEMBUKAAN: Hari ini saya ingin melanjutkan bagian berikutnya dalam seri khotbah Menemukan

Lebih terperinci

adalah bagian dari komitmen seorang kepala sekolah.

adalah bagian dari komitmen seorang kepala sekolah. BAB V KESIMPULAN, ILPIKASI, DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Dari hasil perhitungan pada Bab IV penelitian ini diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Kepemimpinan kepala sekolah harus didukung oleh nilai-nilai

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA. Kepemimpinan merupakan ilmu terapan dari ilmu-ilmu sosial, sebab prinsipprinsip

BAB II TELAAH PUSTAKA. Kepemimpinan merupakan ilmu terapan dari ilmu-ilmu sosial, sebab prinsipprinsip 1 BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Kepemimpinan Kepemimpinan merupakan ilmu terapan dari ilmu-ilmu sosial, sebab prinsipprinsip dan rumusannya diharapkan dapat mendatangkan manfaat

Lebih terperinci

KEPEMIMPINAN KRISTIANI SEBAGAI PELAYAN DI BIARA Rohani, Juni 2013, hal Paul Suparno, S.J.

KEPEMIMPINAN KRISTIANI SEBAGAI PELAYAN DI BIARA Rohani, Juni 2013, hal Paul Suparno, S.J. 1 KEPEMIMPINAN KRISTIANI SEBAGAI PELAYAN DI BIARA Rohani, Juni 2013, hal 25-28 Paul Suparno, S.J. Suster Serviana saat ini menjadi pimpinan suatu kongregasi. Ia termasuk pimpinan yang disenangi banyak

Lebih terperinci

BAB IV PANDANGAN WARGA JEMAAT GBI BANDUNGAN TERHADAP PSK BANDUNGAN. A. Pandangan Warga Jemaat GBI Bandungan Terhadap PSK Bandungan

BAB IV PANDANGAN WARGA JEMAAT GBI BANDUNGAN TERHADAP PSK BANDUNGAN. A. Pandangan Warga Jemaat GBI Bandungan Terhadap PSK Bandungan BAB IV PANDANGAN WARGA JEMAAT GBI BANDUNGAN TERHADAP PSK BANDUNGAN A. Pandangan Warga Jemaat GBI Bandungan Terhadap PSK Bandungan Pada Bab II telah dijelaskan bahwa cara pandang Jemaat Gereja terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu dengan individu lainnya dimana individu sebagai komunikator. memperlakukan komunikannya secara manusiawi dan menciptakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. satu dengan individu lainnya dimana individu sebagai komunikator. memperlakukan komunikannya secara manusiawi dan menciptakan suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Relations merupakan suatu hubungan yang terjalin antara individu satu dengan individu lainnya dimana individu sebagai komunikator memperlakukan komunikannya secara

Lebih terperinci

PENDEKATAN DALAM STUDI KEPEMIMPINAN

PENDEKATAN DALAM STUDI KEPEMIMPINAN PENDEKATAN DALAM STUDI KEPEMIMPINAN -Pendekatan Perilaku -Pendekatan Situasional Disusun oleh : 1. Danang Ramadhan (135030200111032) 2. Fahad (135030201111180) 3. Rinaldi Hidayat (135030201111011) 4. Yohannes

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masukan selama periode tersebut (Dossett dan Greenberg, 1981). a. Perbandingan ukuran harga bagi masukan dan hasil.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masukan selama periode tersebut (Dossett dan Greenberg, 1981). a. Perbandingan ukuran harga bagi masukan dan hasil. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Produktivitas 2.1.1 Pengertian Produktivitas Secara umum, produktivitas diartikan sebagai hubungan antara hasil nyata maupun fisik dengan masukan yang sebenarnya dimana

Lebih terperinci

II. KAJIAN PUSTAKA. Salah satu unsur penting yang paling menentukan dalam meningkatkan kualitas

II. KAJIAN PUSTAKA. Salah satu unsur penting yang paling menentukan dalam meningkatkan kualitas II. KAJIAN PUSTAKA A. Supervisi Salah satu unsur penting yang paling menentukan dalam meningkatkan kualitas pendidikan adalah tenaga pendidik. Tenaga pendidik (guru) dituntut untuk mampu melaksanakan tugas

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1.LATAR BELAKANG

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1.LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1.LATAR BELAKANG Organisasi adalah perserikatan orang-orang yang masing-masing diberi peran tertentu dalam suatu sistem kerja dan pembagian dalam mana pekerjaan itu diperinci menjadi

Lebih terperinci

Perubahan Untuk Diri sendiri dan mereka yang dipimpin

Perubahan Untuk Diri sendiri dan mereka yang dipimpin 4 Perubahan Untuk Diri sendiri dan mereka yang dipimpin Seorang pemimpin tidak dengan otomatis akan menjadi seorang pemimpin yang melayani. Pemimpin yang melayani perlu terus menerus melakukan perubahan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. 1. Ada pengaruh positif dan signifikan gaya kepemimpinan kepala sekolah

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. 1. Ada pengaruh positif dan signifikan gaya kepemimpinan kepala sekolah BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil beberapa kesimpulan, antara lain : 1. Ada pengaruh positif dan signifikan gaya kepemimpinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki budaya yang merupakan ciri khas organisasi

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki budaya yang merupakan ciri khas organisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap organisasi memiliki budaya yang merupakan ciri khas organisasi tersebut. Budaya tersebut dapat tercermin pada perilaku para karyawan, kebijakan-kebijakan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan pencapaian suatu tujuan pendidikan. Oleh sebab itu,

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan pencapaian suatu tujuan pendidikan. Oleh sebab itu, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan unsur yang sangat mendasar dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Kegiatan pembelajaran dalam kelas sangatlah menentukan

Lebih terperinci

Leadership Karakteristik, Kompetensi, Perilaku

Leadership Karakteristik, Kompetensi, Perilaku Leadership Karakteristik, Kompetensi, Perilaku Teori Kepemimpinan Awal Teori kepemimpinan Awal berfokus pd pemimpin (Teori Ciri) & cara pemimpin berinteraksi dg anggota kelompok (teori perilaku) 6 ciri

Lebih terperinci

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF METODE SAKAMOTO UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS SISWA PADA PELAJARAN MATEMATIKA (PTK

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF METODE SAKAMOTO UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS SISWA PADA PELAJARAN MATEMATIKA (PTK PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF METODE SAKAMOTO UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS SISWA PADA PELAJARAN MATEMATIKA (PTK Pembelajaran Matematika Kelas VIII E SMP Negeri 3 Patebon Kendal Pokok Bahasan Balok

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memiliki peranan penting dalam meningkatan sumber daya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memiliki peranan penting dalam meningkatan sumber daya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan penting dalam meningkatan sumber daya manusia. Menurut UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Absen Guru Tahun Diklat /2013. Presentasi Kehadiran (%) 2010/ / /2013 Keterangan

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Absen Guru Tahun Diklat /2013. Presentasi Kehadiran (%) 2010/ / /2013 Keterangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Absen Guru Tahun Diklat 2010/2011 2012/2013 di SMK Negeri 2 Kota Tangerang Selatan, adalah Sebagai berikut : Tabel 1.1 Absen Guru Tahun Diklat 2010 2012/2013

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada saat publikasi jurnal yang berjudul Developing leaders for tomorrow: releasing system potential, Harris dan Townsend (2007) menyatakan bahwa banyak negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan

BAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan dilaksanakan dengan tujuan untuk membentuk karakteristik seseorang agar menjadi lebih baik. Melalui jalur pendidikan formal, warga negara juga diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tujuan pembangunan Indonesia adalah mewujudkan visi pembangunan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tujuan pembangunan Indonesia adalah mewujudkan visi pembangunan 1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan Indonesia adalah mewujudkan visi pembangunan Indonesia jangka panjang yaitu Indonesia yang maju dan mandiri, adil dan demokratis, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Kinerja Pegawai Di Sekretariat Direktorat Jenderal. Pendidikan Islam Kementrerian Agama RI

BAB I PENDAHULUAN Kinerja Pegawai Di Sekretariat Direktorat Jenderal. Pendidikan Islam Kementrerian Agama RI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1.1. Kinerja Pegawai Di Sekretariat Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementrerian Agama RI Salah satu amanat yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Kristen Maranatha

LAMPIRAN. Universitas Kristen Maranatha LAMPIRAN KATA PENGANTAR Saya adalah mahasiswa Psikologi. Saat ini saya sedang melakukan suatu penelitian untuk tugas akhir saya (skripsi) mengenai kecerdasan dari Pemimpin Kelompok Kecil (PKK) Persekutuan

Lebih terperinci

Catatan Kepergian dan Mutiara Kepemimpinan HKM. Oleh: I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi (Ketua KPU Provinsi Bali)

Catatan Kepergian dan Mutiara Kepemimpinan HKM. Oleh: I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi (Ketua KPU Provinsi Bali) Catatan Kepergian dan Mutiara Kepemimpinan HKM Oleh: I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi (Ketua KPU Provinsi Bali) 1 Berita tentang berpulangnya Ketua KPU Husni Kamil Manik (HKM) yang saya terima pada tanggal

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dengan referensi pada sejumlah standar seperti biaya-biaya masa lalu atau yang

BAB II LANDASAN TEORI. dengan referensi pada sejumlah standar seperti biaya-biaya masa lalu atau yang BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kinerja Kinerja menurut Soetjipto (1997) merupakan suatu istilah secara umum yang digunakan untuk sebagian atau seluruh tindakan atau aktivitas dari suatu organisasi pada suatu

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Setelah penulis mengkaji nilai keadilan yang diterapkan dalam kehidupan

BAB V PENUTUP. Setelah penulis mengkaji nilai keadilan yang diterapkan dalam kehidupan BAB V PENUTUP Setelah penulis mengkaji nilai keadilan yang diterapkan dalam kehidupan keluarga di Jemaat GPIB Immanuel Semarang, maka penulis membuat suatu kesimpulan berdasarkan pembahasan-pembahasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia -manusia pembangunan yang ber-pancasila serta untuk membentuk

BAB I PENDAHULUAN. manusia -manusia pembangunan yang ber-pancasila serta untuk membentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan (Ngalim Purwanto,

Lebih terperinci

KEPEMIMPINAN SEBAGAI GEMBALA DAN PENGURUS DI BIARA Rohani, Juli 2013, hal Paul Suparno, S.J.

KEPEMIMPINAN SEBAGAI GEMBALA DAN PENGURUS DI BIARA Rohani, Juli 2013, hal Paul Suparno, S.J. 1 KEPEMIMPINAN SEBAGAI GEMBALA DAN PENGURUS DI BIARA Rohani, Juli 2013, hal 25-28 Paul Suparno, S.J. Suster Peduliata oleh kongregasinya diberi tugas menjadi pimpinan asrama siswi-siswi SMA. Suster Peduliata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada organisme biologis dan psikis yang diperlukan dalam hubungan manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada organisme biologis dan psikis yang diperlukan dalam hubungan manusia BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Belajar 1. Defenisi Belajar pada hakikatnya adalah penyempurnaan potensi atau kemampuan pada organisme biologis dan psikis yang diperlukan dalam hubungan manusia dengan dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Organisasi merupakan sebuah wadah berkumpulnya orang-orang yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Organisasi merupakan sebuah wadah berkumpulnya orang-orang yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Organisasi merupakan sebuah wadah berkumpulnya orang-orang yang memiliki tujuan yang sama dengan harapan dapat mewujudkan tujuan tersebut. Tercapai atau tidaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti saat ini, persaingan antar organisasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti saat ini, persaingan antar organisasi yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi seperti saat ini, persaingan antar organisasi yang bergerak pada industri yang sejenis semakin meningkat. Hal ini salah satunya disebabkan oleh konsumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah upaya yang dilakukan negara untuk mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan pendidikan adalah untuk

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gereja Kristen Jawa Kutoarjo merupakan salah satu gereja dari 11 Gereja Kristen Jawa yang berada dibawah naungan Klasis Purworejo. GKJ Kutoarjo merupakan sebuah gereja

Lebih terperinci

PENGINJILAN I. PENTINGNYA VISI DAN MISI PENGINJILAN DALAM GEREJA LOKAL

PENGINJILAN I. PENTINGNYA VISI DAN MISI PENGINJILAN DALAM GEREJA LOKAL PENGINJILAN I. PENTINGNYA VISI DAN MISI PENGINJILAN DALAM GEREJA LOKAL 1. Visi dan Misi Penginjilan dalam gereja lokal a. Visi: Terlaksananya Amanat Agung Yesus Kristus (Matius 28: 19 20) b. Misi: (1)

Lebih terperinci

Krisen Indonesia, 2009), hlm. 147

Krisen Indonesia, 2009), hlm. 147 IV. PERAN MAJELIS JEMAAT SEBAGAI PEMIMPIN DALAM PEMBERDAYAAN WARGA JEMAAT 4.1 Pemberdayaan sebagai Pembangunan Gereja Dalam Tata Gereja GKI Pemberdayaan berarti memampukan, memberi kesempatan, dan mengijinkan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Disiplin Kerja 2.1.1 Pengertian Disiplin Menurut Sastrohadiwiryo (2005:291) Disiplin Kerja adalah suatu sikap menghormati, menghargai, patuh dan taat terhadap peraturan-peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Motivasi belajar sangat berperan dalam mencapai tujuan belajar. Tanpa adanya motivasi siswa untuk belajar dengan sungguh-sungguh maka ia tidak akan dapat mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN PUSTAKA. Gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan pemimpin dalam

BAB II LANDASAN PUSTAKA. Gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan pemimpin dalam BAB II LANDASAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Gaya Kepemimpinan Gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan pemimpin dalam berinteraksi dengan bawahannya (Tjiptono, 2007). Karakteristik seorang pemimpin

Lebih terperinci

-AKTIVITAS-AKTIVITAS

-AKTIVITAS-AKTIVITAS KEHIDUPAN BARU -AKTIVITAS-AKTIVITAS BARU Dalam Pelajaran Ini Saudara Akan Mempelajari Bagaimanakah Saudara Mempergunakan Waktumu? Bila Kegemaran-kegemaran Saudara Berubah Kegemaran-kegemaran Yang Baru

Lebih terperinci

yang tunggal Yesus Kristus, maka tugas jemaat adalah menanggapi penyataan kasih

yang tunggal Yesus Kristus, maka tugas jemaat adalah menanggapi penyataan kasih Bab 5 Penutup 5.1. Kesimpulan Berdasarkan analisa yang penulis sampaikan pada bab 4 tentang praktek nyanyian dan musik gereja di GKMI Pecangaan dalam peribadatan, maka penulis menarik beberapa kesimpulan

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN KRITIS TERHADAP MUTASI PENDETA DI GKBP

BAB IV TINJAUAN KRITIS TERHADAP MUTASI PENDETA DI GKBP BAB IV TINJAUAN KRITIS TERHADAP MUTASI PENDETA DI GKBP 4.1. Pengantar Pada Bab IV ini penulis akan mengunakan teori-teori yang sudah dikemukakan dalam Bab II untuk meninjau permasalahan yang terjadi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pendidikan sangat penting apabila berbicara tentang kualitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pendidikan sangat penting apabila berbicara tentang kualitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan sangat penting apabila berbicara tentang kualitas pembangunan manusia pada suatu negara. Sesuai amanat Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,

Lebih terperinci

Ordinary Love. Timothy Athanasios

Ordinary Love. Timothy Athanasios Ordinary Love Timothy Athanasios Bab I Gereja dan Pelayanan Konsep menciptakan berhala, hanya rasa ingin tahu yang bisa memahami. (Gregory Nyssa) Jika Kerajaan Allah hendak direalisasikan dalam rupa dua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gereja, tetapi di sisi lain juga bisa membawa pembaharuan ketika gereja mampu hidup dalam

BAB I PENDAHULUAN. gereja, tetapi di sisi lain juga bisa membawa pembaharuan ketika gereja mampu hidup dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gereja tidak bisa lepas dari proses perubahan yang terjadi dalam masyarakat seperti modernisasi dan sekularisasi. Perubahan akan menimbulkan permasalahan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi senantiasa memanfaatkan sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi senantiasa memanfaatkan sumber daya manusia yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi senantiasa memanfaatkan sumber daya manusia yang dimilikinya dengan sumber daya lainnya seperti mesin, sarana dan prasarana untuk dioptimalkan dalam mendukung

Lebih terperinci

MSDM Handout 10. Seminar Manajemen Sumber Daya Manusia

MSDM Handout 10. Seminar Manajemen Sumber Daya Manusia MSDM Handout 10 Seminar Manajemen Sumber Daya Manusia Latar belakang Organisasional dan Gaya individual Dalam sessi ini akan disampaikan hal-hal yang terjadi dan berlaku dalam suatu organisasi yang melatar

Lebih terperinci

NATUR PENDIDIKAN KRISTEN Modul: Falsafah Pendidikan Kristen P4TK TRAMPIL Wednesday, March 23, 2011

NATUR PENDIDIKAN KRISTEN Modul: Falsafah Pendidikan Kristen P4TK TRAMPIL Wednesday, March 23, 2011 P4TK TRAMPIL - 2011 10 ALASAN MEMPERTIMBANGKAN PENTINGNYA PENDIDIKAN KRISTEN 1. Berfokus kepada TUHAN Allah TUHAN Allah lah Penggagas Awal perlunya PENDIDIKAN. Baca: Ulangan 6: 1-25; Ulangan 11:18-19 Tetapi

Lebih terperinci

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS Dalam gereja ditemukan berbagai kepentingan yang berbeda. Sebagai akibat, perbedaan itu dapat memunculkan konflik yang selanjutnya dinilai sebagai sesuatu yang wajar. 1 Ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas dan sumber daya yang dimiliki perusahaan. perusahaan sektor publik. Salah satu perusahaan sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas dan sumber daya yang dimiliki perusahaan. perusahaan sektor publik. Salah satu perusahaan sektor publik yang menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persaingan usaha yang semakin ketat dewasa ini menuntut perusahaan untuk dapat beroperasi secara efektif dan efisien. Terwujudnya efisiensi bagi perusahaan sangat bergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, dan keterampilan

BAB I PENDAHULUAN. dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, dan keterampilan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Madrasah adalah sarana efektif dan strategis untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 23 tahun 2006,

Lebih terperinci

PEMAHAMAN MAKNA LITURGI (Studi Mengenai Makna Warna-warna Liturgis dalam Pemahaman Jemaat Gereja Kristen Protestan Bali/GKPB)

PEMAHAMAN MAKNA LITURGI (Studi Mengenai Makna Warna-warna Liturgis dalam Pemahaman Jemaat Gereja Kristen Protestan Bali/GKPB) PEMAHAMAN MAKNA LITURGI (Studi Mengenai Makna Warna-warna Liturgis dalam Pemahaman Jemaat Gereja Kristen Protestan Bali/GKPB) Diajukan Kepada Fakultas Teologi Sebagai Salah Satu Persyaratan Uji Kelayakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. efektivitas dan keberhasilan organisasi (Yulk, 2005: 4). Kepemimpinan didefinisikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. efektivitas dan keberhasilan organisasi (Yulk, 2005: 4). Kepemimpinan didefinisikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepemimpinan 2.1.1. Pengertian Kepemimpinan Kepemimpinan adalah kemampuan individu untuk mempengaruhi, memotivasi, dan membuat orang lain mampu memberikan kontribusinya demi

Lebih terperinci

XII. Diunduh dari. Bab. Keluarga Kristen Menjadi Berkat Bagi Lingkungan

XII.  Diunduh dari. Bab. Keluarga Kristen Menjadi Berkat Bagi Lingkungan Bab XII A. Pengantar Bernyani Kucinta Keluarga Tuhan Kucinta k luarga Tuhan, terjalin mesra sekali semua saling mengasihi betapa s nang kumenjadi k luarganya Tuhan Keluarga Kristen Menjadi Berkat Bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kesatuan sosial yang dikoordinasikan secara sadar dengan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kesatuan sosial yang dikoordinasikan secara sadar dengan sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada berbagai bidang khususnya kehidupan berorganisasi, faktor manusia merupakan masalah utama disetiap kegiatan yang ada didalamnya. Organisasi merupakan kesatuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1. Pengertian Pemimpin dan Kepemimpinan Pemberian definisi antara pemimpin dan kepemimpinan tidak dapat disamakan. Oleh karena pemimpin merupakan individunya

Lebih terperinci

TOPIK 2 = PEMBINAAN REMAJA & PEMUDA

TOPIK 2 = PEMBINAAN REMAJA & PEMUDA TOPIK 2 = PEMBINAAN REMAJA & PEMUDA SUB BIDANG PEMBINAAN WARGA GEREJA SINODE GEREJA KRISTUS YESUS KATA PENGANTAR Puji Syukur kepada Tuhan Yesus atas pimpinan-nya sehingga buku ini dapat diterbitkan. Sesungguhnya

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan di perkotaan diperhadapkan dengan sebuah realita kehidupan yang kompleks. Pembangunan yang terus berlangsung membuat masyarakat berlomba-lomba untuk

Lebih terperinci

MAKALAH KEPEMIMPINAN KONSEP KEPEMIMPINAN

MAKALAH KEPEMIMPINAN KONSEP KEPEMIMPINAN MAKALAH KEPEMIMPINAN KONSEP KEPEMIMPINAN Disusun Oleh : Kelompok 1 TRI OKTAWALDIANA (135030201111055) SHONIA RAHMA AUSRI (135030201111150) NOOR RIKA DINATA INBAR (135030201111152) TRI DEWI EINDRIAS (135030201111166)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertemunya masyarakat yang beragama, yang disebut juga sebagai jemaat Allah. 1

BAB I PENDAHULUAN. bertemunya masyarakat yang beragama, yang disebut juga sebagai jemaat Allah. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persekutuan di dalam Yesus Kristus dipahami berada di tengah-tengah dunia untuk dapat memberikan kekuatan sendiri kepada orang-orang percaya untuk dapat lebih kuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka yaitu menyesuaikan diri dengan lingkungan alam sekitarnya 1.

BAB I PENDAHULUAN. mereka yaitu menyesuaikan diri dengan lingkungan alam sekitarnya 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan bangsa yang terdiri atas beragam etnis, ras, dan budaya yang tersebar luas di berbagai pulau di seluruh Nusantara. Dalam keberagaman etnis yang

Lebih terperinci

BAB IV PEMAHAMAN TENTANG PERSEMBAHAN

BAB IV PEMAHAMAN TENTANG PERSEMBAHAN BAB IV PEMAHAMAN TENTANG PERSEMBAHAN Persembahan identik secara formal dengan memberikan sesuatu untuk Tuhan. Berkaitan dengan itu, maka dari penelitian dalam bab tiga, dapat disimpulkan bahwa, pemahaman

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kompetensi yang baik maka seorang guru terutama guru TK dapat memenuhi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kompetensi yang baik maka seorang guru terutama guru TK dapat memenuhi dan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seorang guru TK yang profesional diharapkan memahami dan menguasai kompetensi yang menjadi tuntutan profesi yang dijalaninya, sehingga dengan kompetensi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidik merupakan tenaga professional sesuai dengan bidangnya, hal ini sejalan dengan Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Nomor

I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Nomor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, merupakan suatu sistem pendidikan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan berorganisasi faktor manusia merupakan masalah utama disetiap kegiatan yang ada didalamnya. Organisasi merupakan kesatuan sosial yang dikoordinasikan

Lebih terperinci