PERTUMBUHAN GMELINA (Gmelina arborea Roxb.) PADA BEBERAPA POLA AGROFORESTRI DI DESA SEKARWANGI, KECAMATAN MALANGBONG, KABUPATEN GARUT IDA ROSITA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERTUMBUHAN GMELINA (Gmelina arborea Roxb.) PADA BEBERAPA POLA AGROFORESTRI DI DESA SEKARWANGI, KECAMATAN MALANGBONG, KABUPATEN GARUT IDA ROSITA"

Transkripsi

1 i PERTUMBUHAN GMELINA (Gmelina arborea Roxb.) PADA BEBERAPA POLA AGROFORESTRI DI DESA SEKARWANGI, KECAMATAN MALANGBONG, KABUPATEN GARUT IDA ROSITA DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 PERTUMBUHAN GMELINA (Gmelina arborea Roxb.) PADA BEBERAPA POLA AGROFORESTRI DI DESA SEKARWANGI, KECAMATAN MALANGBONG, KABUPATEN GARUT IDA ROSITA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Silvikultur DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 ii

3 RINGKASAN IDA ROSITA. Pertumbuhan Gmelina (Gmelina arborea Roxb.) pada Beberapa Pola Agroforestri di Desa Sekarwangi, Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut. Dibimbing oleh NURHENI WIJAYANTO. Agroforestri adalah sistem penggunaan lahan yang mengkombinasikan tanaman berkayu (pepohonan, perdu, rotan) dengan tanaman tidak berkayu atau dapat pula dengan rerumputan (pasture), kadang-kadang ada komponen ternak dan hewan lainnya sehingga terbentuk interaksi ekologis antara tanaman berkayu dan komponen yang lainnya. Pemilihan pola agroforestri yang tidak tepat akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman pokok dengan adanya persaingan yang tinggi untuk mendapatkan unsur hara, udara, maupun cahaya matahari. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pola agroforestri terhadap pertumbuhan G. arborea dan menganalisis hubungan sistem pengelolaan lahan terhadap pertumbuhan G. arborea. Penelitian ini menggunakan pola Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan analisis satu faktorial, yakni pola agroforestri. Pola agroforestri yang dipilih sebagai perlakuan di antaranya pola agroforestri satu (AgF1) terdiri dari gmelina, suren, mahoni, singkong, cabai, dan jagung. Pola agroforestri dua (AgF2) terdiri dari gmelina, sengon, tanaman jagung, dan singkong. Pola agroforestri tiga (AgF3) terdiri dari gmelina, suren, kacang tanah, singkong, dan jagung. Parameter yang diamati adalah dimensi gmelina berupa tinggi total, diameter batang, tinggi bebas cabang, dan diameter tajuk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola agroforestri dengan kombinasi tanaman gmelina, suren, mahoni, cabai, dan jagung memberikan pengaruh yang paling baik terhadap seluruh parameter pertumbuhan gmelina. Adapun parameter tersebut di antaranya diameter batang, tinggi total, tinggi bebas cabang, dan diameter tajuk. Hal tersebut diperoleh berdasarkan hasil uji sidik ragam dan uji Duncan. Pola agroforestri dengan kombinasi tanaman gmelina, suren, mahoni, cabai, dan jagung memberikan rataan tertinggi pada setiap parameter. Selain itu sistem pengelolaan lahan pada agroforestri tersebut juga memberikan pengaruh paling baik terhadap pertumbuhan gmelina. Kata kunci: pertumbuhan, agroforestri, Gmelina arborea iii

4 SUMMARY IDA ROSITA. Growth of Gmelina (Gmelina arborea Roxb.) in Some Agroforestry Patterns. Supervised by NURHENI WIJAYANTO. Agroforestry is a system of land use which combines wooden plants (trees, shrubs, rattan) with plants is not a wooden or may with grass (pasture), sometimes there is a component of livestock and other animals so that ecological interactions between plant formed a wooden and other components. Selection of inappropriate agroforestry pattern will affect the growth of plants by the existence of high competition to get nutrient elements, air, and light of the Sun. Agroforestry patterns which were selected as a treatment are agroforestry pattern one (AgF1) consists of gmelina, suren, mahoni, pete, the dominance of chili plants, and corn. Agroforestri pattern two (AgF2) consists of gmelina, sengon, dominance of plant corn, and cassava. Agroforestri pattern three (AgF3) consists of gmelina, suren, crop the dominance of cassava, peanut, and corn. Observed parameters is gmelina dimension, which are total tall, total diameter trunk, tall branch without crown, and the crown diameter. This research aims to analyze the effect of agroforestry pattern on the growth of G. arborea and analyze the relationship of land use management system with the growth of G. arborea. The research held in the Sekarwangi Village, Malangbong, Garut in December 2011 up to February This research uses a Complete random Design (RAL) with one factorial analysis, i.e. agroforestry pattern. The result showed that agroforestry pattern one give the best effect to gmelina growth. It obtained based on the test and test fingerprints variegated Duncan. Agroforestry pattern one gives highest average on all parameters. Besides that, land management system agroforestry pattern one also exert the best effect to the gmelina growth. Key words: growth, agroforestry, Gmelina arborea iv

5 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pertumbuhan Gmelina (Gmelina arborea Roxb.) pada Beberapa Pola Agroforestri di Desa Sekarwangi, Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Juni 2012 Ida Rosita NIM E v

6 LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi Nama Mahasiswa NIM : Pertumbuhan Gmelina (Gmelina arborea Roxb) pada Beberapa Pola Agroforestri di Desa Sekarwangi, Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut : Ida Rosita : E Menyetujui: Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS NIP Mengetahui: Ketua Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS NIP Tanggal lulus: vi

7 KATA PENGANTAR Penulis memanjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT karena atas rahmat dan kasih sayang-nya penulis dapat merampungkan karya ilmiah ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi seluruh umat, Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, sahabat, dan sampai kepada pengikutnya sampai akhir zaman. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Desember 2011 sampai dengan Pebruari 2012 adalah pertumbuhan Gmelina arborea dengan judul Pertumbuhan Gmelina (Gmelina arborea Roxb.) pada Beberapa Pola Agroforestri di Desa Sekarwangi, Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut. Penelitian dilaksanakan di lahan agroforestri milik masyarakat Desa Sekarwangi dengan harapan agar dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mencari pola agroforestri yang tepat dan menguntungkan bagi pengambilan keputusan dalam rangka meningkatkan nilai ekonomis kegiatan rehabilitasi. Hasil penelitian kemudian didokumentasikan dalam bentuk skripsi sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Kritik dan saran membangun dari pembaca untuk penulis sangat dinanti untuk kemajuan penulis di masa yang akan datang. Harapan penulis ialah semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat dan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan di bidang kehutanan, khususnya silvikultur. Bogor, Juni 2012 Ida Rosita NIM E vii

8 UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah membantu proses penyusunan skripsi ini dan juga pihak yang selama ini membimbing penulis, antara lain: 1. Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS yang telah mencurahkan segala kesabaran, perhatian, waktu, tenaga, serta pikiran beliau dalam memberikan arahan dan bimbingan. Bapak Dr. Ir. Budi Hernowo, M.Sc selaku dosen penguji serta Bapak Dr. Ir Cahyo Wibowo, M.Sc.F.Trop selaku ketua sidang komprehensif atas masukan dan sarannya terhadap penulis. 2. Ayahanda Adja dan ibunda Yati serta kakak beserta keluarga besar di Garut atas semua dukungan dan kasih sayang yang diberikan, baik moril maupun materil serta doa yang selalu mengalir tanpa henti kepada penulis. 3. Bapak Lurah Desa Sekarwangi, Bapak Ahim Rahayu selaku Ketua Kelompok Tani, dan masyarakat Desa Sekarwangi khususnya para pemilik dan penggarap lahan agroforestri atas yang telah membantu dan mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di Lahan Agroforestri Desa Sekarwangi Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut. 4. Ibu Dr. Ir. Arum Sekar Wulandari, MS selaku ketua Komisi Pendidikan atas saran dan masukannya kepada penulis. 5. Staf Tata Usaha: Ibu Aliyah, Pak Ismail, Pak Dedi, dan Mas Saiful serta keluarga besar Silvikultur baik dosen maupun staf Departemen Silvikultur atas kekeluargaan dan ilmu yang telah diberikan. 6. Teman-teman Silvikultur 45 dan keluarga Fakultas Kehutanan IPB: Dekya, Bude, Ari, Mimi, Lita, Khori, Umar, Uan, Edo, Ageng, Yolan, Lintang dan seluruh teman-teman atas segala bantuan, dukungan, motivasinya, semua kenangan yang telah kita lalui, dan kebersamaan ini semoga bisa tetap terjalin. 7. Teman dan sahabat yang sekaligus menjadi keluarga di Bogor: Wyanda, Alm. Vebry, Nina, Inggit, Baher, Dea, Yani, Ulfah, Dian, Rizki, dan Syifa. 8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan, tanpa mengurangi rasa hormat, semoga segala kebaikan dibalas Allah SWT. viii

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Garut, pada tanggal 28 April 1989 sebagai anak ke-5 dari lima bersaudara pasangan Adja dan Yati. Pada tahun 2008 penulis lulus SMA Negeri 9 Garut dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Silvikultur, Fakultas Kehutanan. Selama menuntut ilmu di IPB penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan, yakni staf divisi Informasi dan Komunikasi (INFOKOM) BEM Fakultas Kehutanan tahun 2010, staf Scientific Improvement Division Tree Grower Community (TGC) tahun 2010, dan sekretaris umum Tree Grower Community (TGC) tahun Selain itu penulis juga aktif dalam beberapa kepanitiaan kegiatan kemahasiswaan. Penulis juga mengikuti beberapa kegiatan praktik lapang, kegiatan tersebut, yakni Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Sancang Timur-Gunung Papandayan Garut, Praktik Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (Sukabumi), serta Praktik Kerja Profesi di PT Newmont Nusa Tenggara, Nusa Tenggara Barat. Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Pertumbuhan Gmelina (Gmelina arborea Roxb.) pada Beberapa Pola Agroforestri, dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS. ix

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Gmelina arborea Agroforestri... 7 III. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Metode Pengumpulan Data Metode Kerja Analisis Data IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pembahasan VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN x

11 DAFTAR TABEL Halaman 1 Hasil sidik ragam pengaruh pola agroforestri terhadap parameter dimensi tanaman Hasil uji Duncan pengaruh pola agroforestri terhadap parameter tinggi gmelina Hasil uji Duncan pengaruh pola agroforestri terhadap parameter diameter batang gmelina Hasil uji Duncan pengaruh pola agroforestri terhadap parameter TBC gmelina Hasil uji Duncan pengaruh pola agroforestri terhadap parameter diameter tajuk gmelina Rata-rata persentase penutupan tajuk pada setiap pola agroforestri Rata-rata suhu dan kelembaban Hasil analisis sifat kimia tanah Hasil analisis sifat fisik tanah xi

12 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Pola agroforestri: A. kombinasi tanaman gmelina + suren + mahoni + sengon + cabai + jagung; B. kombinasi tanaman gmelina + sengon + jagung + singkong; C. kombinasi tanaman gmelina + suren + kacang tanah + singkong + jagung Tata letak gmelina pada pola agroforestri: A. kombinasi tanaman gmelina + suren + mahoni + sengon + cabai + jagung; B. kombinasi tanaman gmelina + sengom + jagung + singkong; C. kombinasi tanaman gmelina + suren + kacang tanah + singkong + jagung Titik pengambilan contoh tanah individu: A. sistematik diagonal B. sistematik zig-zag C. sistematik diagonal D. acak xii

13 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Hasil pengolahan data tinggi total gmelina Hasil pengolahan data diameter batang gmelina Hasil pengolahan data diameter tajuk gmelina Hasil pengolahan data tinggi bebas cabang gmelina Hasil analisis sifat kimia tanah Hasil analisis sifat fisik tanah xiii

14 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan manusia akan sumberdaya semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Sudibyo (2011) menyatakan bahwa menurut sensus penduduk tahun 2010 pertumbuhan penduduk melebihi proyeksi nasional yaitu sebesar 237,6 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk (LPP) 1,49 per tahun dan menurut prediksi BKKBN bahwa jumlah penduduk Indonesia diperkirakan pada tahun 2011 telah bertambah menjadi 241 juta jiwa lebih. Jumlah penduduk di Kabupten Garut pada tahun 2000 sebanyak jiwa. Jumlah penduduk semakin meningkat pada tahun 2010 menjadi jiwa dengan LPP sebesar 1,57% (Badan Pusat Statistik 2012). Jumlah penduduk yang semakin meningkat mengakibatkan adanya peningkatan pemenuhan kebutuhan sumberdaya alam yang melebihi kapasitas maksimum sehingga menimbulkan adanya ketidakseimbangan lingkungan. Salah satu sumberdaya yang dimanfaatkan oleh manusia adalah sumberdaya hutan. Menurut UU no. 41 tahun 1999 hutan memiliki tiga fungsi pokok, di antaranya fungsi konservasi, fungsi lindung, dan fungsi produksi. Fungsi pokok dalam konservasi adalah pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya misalnya suaka alam, cagar alam, dan kawasan pelestarian alam. Fungsi pokok hutan dalam perlindungan adalah perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Fungsi pokok hutan dalam produksi adalah memproduksi hasil hutan. Pertambahan jumlah penduduk yang semakin meningkat mengakibatkan tingginya tingkat degradasi hutan. Luas kawasan hutan yang rusak dan harus direhabilitasi di Jawa Barat sebesar ha atau sebesar 28,8% dari luas total kawasan hutan yang ada di Jawa Barat (Badan Planologi Kehutanan 2002). Degradasi hutan tersebut terjadi karena adanya perambahan hutan, konversi hutan, dan lain sebagainya. Adanya degradasi hutan tersebut mengakibatkan berkurangnya pasokan air pada suatu wilayah terutama Daerah Aliran Sungai karena berkurangnya daerah resapan air. Hal tersebut merupakan salah satu

15 2 dampak yang dirasakan oleh penduduk Desa Sekar Wangi, Kecamatan Malangbong, Garut. Perlu adanya peran dari berbagai pihak untuk mengatasi permasalahan tersebut. Agroforestri merupakan sistem penggunaan lahan yang dapat digunakan sebagai salah satu solusi yang dapat mengatasi permasalahan tersebut. Kehadiran sistem agroforestri sangat diperlukan saat ini, karena pada sistem agroforestri ini setidaknya ada dua keuntungan yang bisa langsung diambil yaitu keuntungan secara ekonomis dan ekologis. Tanaman pertanian atau tanaman sela yang disisipkan diantara tanaman pokok (kayu), memungkinan tanah tercuci atau tererosi akan bisa dikurangi dan tanaman kehutanan dapat meningkatkan infiltrasi air hujan sehingga pasokan air yang tersedia meningkat. Secara ekonomis jelas akan meningkatkan pendapatan masyarakat tanpa harus menebang semua pohon untuk diganti dengan tanaman pertanian. 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh pola agroforestri terhadap pertumbuhan tanaman pokok G. arborea dan mengkaji hubungan sistem pengelolaan lahan terhadap produktivitas tanaman pokok. 1.3 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mencari pola agroforestri yang tepat dan menguntungkan bagi pengambilan keputusan dalam rangka meningkatkan nilai ekonomis kegiatan rehabilitasi.

16 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhan Pertumbuhan adalah proses dalam kehidupan tanaman yang mengakibatkan perubahan ukuran tanaman semakin besar dan juga yang menentukan hasil tanaman. Pertumbuhan ukuran tubuh tanaman secara keseluruhan merupakan hasil dari pertambahan ukuran bagian-bagian (organ-organ) tanaman akibat dari pertambahan jaringan sel yang dihasilkan oleh pertumbuhan ukuran sel. Jumlah sel yang semakin banyak atau ruang (volume) sel yang semakin besar membutuhkan semakin banyak bahan-bahan sel yang disintesis menggunakan substrat yang sesuai. Pertumbuhan berfungsi sebagai proses yang mengolah masukan substrat tersebut menghasilkan produk pertumbuhan. Pada tingkat sel, proses pertumbuhan menggunakan substrat dan senyawa-senyawa organik seperti asam amino dan karbohidrat untuk menghasilkan bahan-bahan sel. Pada tingkat tanaman, substrat dapat dibatasi pada bahan anorganik dan dan unsur lain yang diambil tanaman dari lingkungannya seperti karbondioksida, unsur hara, air, dan kuanta radiasi matahari yang diolah menjadi bahan organik yang dapat diukur secara sederhana dengan pertambahan bobot keseluruhan tanaman atau bagianbagian tanaman termasuk bagian yang ditanam dan parameter lain (Sitompul dan Guritno 1995). Peristiwa yang terjadi pada sistem tanaman dapat dimulai dari perkecambahan biji atau bahan tanaman lain seperti stek. Setelah bahan tanam ini ditanam, substrat yang terdapat di dalamnya (karbohidrat, lemak, dan protein) akan mengalami perombakan secara enzimatik untuk mendukung aktivitas embrio atau tunas membentuk bakal tanaman yang kemudian membentuk organ-organ utama tanaman seperti batang, daun, dan akar. Pembentukan awal organ-organ ini dengan demikian bergantung pada cadangan karbohidrat dan unsur hara dalam biji serta efisiensi metabolisme. Tanaman kemudian tumbuh dan berkembang mengikuti program ontogeni dimana aktivitas dari proses-proses yang mendukung pertumbuhan disinkronisasi sedemikian rupa dalam membentuk biomassa tanaman yang maksimal sesuai dengan kondisi lingkungan.

17 4 Setelah substrat awal habis digunakan, penyediaan substrat selanjutnya tergantung pada luas daun dan efisiensinya memfiksasi CO 2. Sejalan dengan pertambahan umur tanaman, luas daun akan meningkat, tetapi tidak selalu diikuti peningkatan produksi karbohidrat yang proporsional karena ada penurunan efisiensi fiksasi CO 2 khususnya pada tanaman yang dapat tumbuh dalam suatu komunitas yang cukup rapat. Tanaman yang memiliki daun yang lebih luas pada awal pertumbuhan akan lebih cepat tumbuh karena kemampuan menghasilkan fotosintat yang lebih tinggi dari tanaman yang memiliki luas daun lebih rendah. Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang sering diamati baik sebagai indikator pertumbuhan maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan atau perlakuan yang diterapkan. Hal ini didasarkan atas kenyataan bahwa tinggi tanaman merupakan ukuran pertumbuhan yang mudah dilihat. Sebagai parameter pengukur pengaruh lingkungan, tinggi tanaman sensitif terhadap faktor lingkungan tertentu seperti cahaya. Tanaman yang mengalami kekurangan cahaya biasanya lebih tinggi dari tanaman yang mendapat cahaya cukup (Sitompul dan Guritno 1995). 2.2 Gmelina arborea Klasifikasi dan penyebaran Berdasarkan klasifikasi tumbuhan, gmelina (G. arborea) termasuk dalam famili Verbenaceae. Nama perdagangan yang umum dikenal adalah gmelina, di Indonesia dikenal secara umum dikenal dengan jati putih, sedangkan di beberapa tempat terkenal dengan nama di antaranya yaitu: Arakoko, koko, kayu titi (Maluku dan Irian Jaya), yemane, mai saw (Burma), gamar (Bangladesh), gumbar, shiwan (India), dan so-maeo (Thailand) (Martawijaya 1995). Klasifikasi morfologi gmelina sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Lamiales Famili : Verbenaceae Genus : Gmelina

18 5 Spesies : arborea Roxb. Penyebaran alami gmelina adalah di Nepal, India, Pakistan, Bangladesh, Sri Lanka, Myanmar, Thailand, Laos, Kamboja, dan Cina Selatan. Di hutan alam spesies ini selalu tersebar dan berkelompok dengan spesies yang lain. Gmelina dijumpai di hutan yang selalu hijau di Myanmar dan Bangladesh, dan hutan kering menggugurkan daun di India Tengah. Gmelina sudah ditanam luas di berbagai negara Asia Tenggara termasuk Indonesia, Afrika Barat, dan Amerika Selatan. Di Indonesia spesies ini termasuk kayu asing (exotic spesies) dan mendapat prioritas dalam rangka pembangunan Hutan Tanaman Industri (Sukajadi 1992) Deskripsi botani Tanaman gmelina (G. arborea) merupakan pohon dengan ukuran sedang, tinggi dapat mencapai lebih (30 40) meter, batang silindris, diameter rata-rata 50 cm kadang-kadang mencapai 140 cm. Kayu gmelina termasuk dalam kategori kelas kuat III IV, dan kelas awet III (Martawijaya 2005). Kulit halus atau bersisik, warna coklat muda sampai abu-abu. Ranting halus licin atau berbulu halus. Bunga kuning terang, mengelompok dalam tandan besar ( bunga per tandan). Daun bersilang, bergerigi, atau bercuping, berbentuk jantung, ukuran cm x 5 18 cm. Bunga sempurna, panjang mencapai lebih dari 25 mm, berbentuk tabung dengan 5 helai mahkota. Bunga mekar malam hari, penyerbukan umumnya dilakukan dengan bantuan lebah. Buah gmelina berupa buah berdaging dengan panjang mm, kulit mengkilat, mesokarp lunak, agak manis sedangkan bijinya keras seperti batu, panjang mm, permukaan licin, satu ujung bulat, ujung yang lain runcing. Buah terdiri dati 4 ruang, jarang dijumpai 5 ruang, sedikitnya satu ruang berisi benih, jarang dalam satu buah terdiri dari biji batu. Ukuran benih meningkat menurut ukuran biji, yaitu panjang 6 9 mm. Berat butir biji batu sekitar 400 g. Tanaman gmelina berbunga dan berbuah setiap tahun. Di sebaran alami beriklim musim, mulai berbunga pada musim kemarau ketika pohon menggugurkan daun. Di luar sebaran alami beriklim musim, periode pembungaan dan pembuahan tidak jelas, bunga dan buah terlihat kira-kira sepanjang tahun. Buah masak terjadi 1,5 bulan setelah pembungaan (Martawijaya 2005).

19 Syarat tumbuh Gmelina tumbuh mulai dari dataran rendah sampai dengan dataran tinggi ( m dpl) dengan curah hujan mm per tahun dengan jumlah bulan kering maksimum 6 7 bulan per tahun. Menurut Alrasyid dan Widiarti (1992), untuk mendapatkan pertumbuhan yang optimal berada pada ketinggian m dpl dengan curah hujan s/d mm dengan musim kering 2 4 bulan, suhu udara yang dikehendaki berkisar 21 o C 28 o C suhu maksimum dan minimumnya berkisar antara 24 o C 35 o C dan 18 o C-26 o C. Pada tanah subur, berdrainase baik dengan ph 4 sampai dengan 7. Gmelina tidak cocok pada tanah pasir, gambut dengan pengaruh pasang surut, begitu pula pada tanah yang kedap dari lapisan olah yang sangat tipis. Untuk tanah yang kurang subur, masih dapat tumbuh tetapi produksinya rendah. Menurut Sumarna (2012) gmelina relatif tahan dengan kondisi lahan yang kering Teknik silvikultur Tanaman G. arborea dapat diproduksi dengan biji, stump, dan stek. Bahan untuk keperluan biji ini dikumpulkan dari tegakan yang baik agar diperoleh tegakan yang baik (Alrasyid dan Widiarti 1992). Biji atau benih dapat disimpan pada wadah kedap udara. Biji atau benih dikumpulkan lebih baik ketika buah masih hijau atau kuning. Daya kecambah benih dari buah cokelat atau hitam sangat rendah. Biji yang mengapung dalam air sebaiknya tidak dipakai. Benih tidak mengalami dormansi dan tidak memerlukan perlakuan pendahuluan. Benih yang akan ditabur sebaiknya direndam dalam air dingin selama jam. Benih umumnya cepat berkecambah dalam jumlah banyak. Perkecambahan sering lebih dari 100% karena dari satu biji tumbuh lebih dari satu kecambah. Kecambah gmelina termasuk epigeal (kotiledon terangkat dari permukaan tanah). Bibit gmelina ditanam pada musim hujan dengan jarak tanam yang umum dipakai 2,5 x 2,5 meter atau 3,5 x 3,5 meter. Hama penyakit yang perlu diwaspadai adalah serangan Atta sp, yaitu sejenis semut perusak daun dan sejenis semut gamar (Calapepla leayana) yaitu umumnya menyerang daun tunas dan ranting pohon (Sukajadi 1992).

20 Pemanfaatan Kayu G. arborea ringan dan memiliki berat jenis 0,42 0,64. Pada mulanya pohon ini dikenal sebagai penghasil kayu energi, karena kayunya menghasilkan arang berkualitas terbaik, kurang berasap, dan cepat terbakar. Pohon ini juga dapat digunakan untuk keperluan pembuatan papan partikel, core kayu lapis, korek api, peti kemas, dan bahan kerajinan kayu (Alrasyid 1991). Martawijaya (1995) menambahkan, bahwa kayu gmelina bisa juga untuk bahan venir dan kayu lapis, papan partikel dan moulding. Kayu gmelina menghasilkan pulp yang berkualitas baik. Pulp semi campuran sesuai digunakan sebagai papan karton atau kertas tulis kualitas rendah, namun pulp sesuai digunakan sebagai kertas tulis yang berkualitas tinggi. Akar, kulit batang, daun, buah, dan benih dari gemelina digunakan sebagai pengobatan bagi masyarakat Hindu. Buah dan kulit kayu gmelina digunakan sebagai obat penyakit hati. Gmelina sering ditanam pada kebun kopi dan cokelat untuk melindungi pohon muda dan untuk menekan rumput yang berbahaya. Daun dari gmelina digunakan sebagai makanan ternak. Bunga dari gmelina menghasilkan nektar yang melimpah yang akan menghasilkan madu yang berkualitas tinggi (Soerianegara dan Lemmens 1994). 2.3 Agroforestri Pengertian Secara bahasa agroforestri berasal dari dua akar kata yaitu agros dan forestri. Agros adalah bahasa Yunani yang berarti bentuk kombinasi kegiatan pertanian dengan kegiatan lainnya pada sebuah lahan sedangkan forestry berasal dari bahasa inggris yang berarti segala sesuatu berkenaan dengan hutan (kehutanan) (Mahendra 2009). Menurut Lahjie (1992) agroforestri merupakan bentuk pengelolaan lahan yang memadukan prinsip-prinsip pertanian dan kehutanan. Pertanian dalam arti suatu pemanfaatan lahan untuk memperoleh pangan, serat, dan protein hewani. Kehutanan untuk memperoleh produksi kayu pertukangan dan atau kayu bakar serta fungsi estetik, hidrologi, serta konservasi flora dan fauna. Agroforestri adalah suatu sistem tata guna lahan yang bersifat permanen. Tanaman semusim maupun tahunan ditanam bersamaan atau dalam rotasi sehingga membentuk tajuk-tajuk yang berlapis. Sistem ini memberikan

21 8 keuntungan secara biologis maupun ekonomis. Menurut International Council for Reasearch in Agroforestry (De Foresta et al. 2000) agroforestri memiliki beberapa pengertian, di antaranya: 1. Agroforestri adalah sistem penggunaan lahan yang mengkombinasikan tanaman berkayu (pepohonan, perdu, rotan, dll) dengan tanaman tidak berkayu atau dapat pula dengan rerumputan (pasture), kadang-kadang ada komponen ternak dan hewan lainnya (lebah, ikan) sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antara tanaman berkayu dan komponen yang lainnya. 2. Agroforestri adalah sistem penggunaan lahan yang mengkombinasikan tanaman berkayu dengan tanaman tidak berkayu (kadang-kadang dengan hewan) yang tumbuh bersamaan atau bergiliran pada suatu lahan, untuk memperoleh berbagai produk dan jasa sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antar tanaman Pola agroforestri Sistem agroforestri memiliki pola-pola (pattern) tertentu dalam mengkombinasikan komponen tanaman penyusunnya satu ruang dan waktu. Pola ini dibentuk agar tidak terjadi interaksi negatif antar komponen penyusun. Interaksi negatif yang terjadi bisa berupa kompetisi yang tidak sehat dalam memperebutkan unsur hara, cahaya matahari, air, serta ruang tumbuh. Akibat dari kompetisi tersebut adalah salah satu tanaman bisa tertekan bahkan mati karena pengaruh tanaman lainnya. Tajuk pohon yang terlalu lebat menyebabkan cahaya matahari tidak sampai ke strata di bawahnya yang merupakan tempat tumbuh tanaman peranian. Akar pohon yang memanjang dan menempati horison tanah dengan kedalaman kurang dari 50 cm bisa mengganggu perakaran tanaman pertanian sehingga terjadi perebutan unsur hara (nutrisi) yang akhirnya merugikan tanaman peranian. Vergara (1981) mengklasifikasikan pola tanam agroforestri dalam beberapa bentuk antara lain: Trees Along Border (TAB), yaitu pola penanaman pohon di bagian pinggir lahan dan tanaman pertanian berada di bagian tengah pohon-pohon yang ditanam mengelilingi lahan biasanya difungsikan sebagai pagar ataupun pembatas lahan. Bentuk yang kedua adalah alternate rows, yaitu model penanaman agroforestri yang menempatkan pohon dan tanaman pertanian

22 9 secara berselang-seling. Bentuk yang ketiga adalah alley cropping, yaitu pola penanaman agroforestri yang menempatkan pohon di pinggir kanan dan kiri tanaman pertanian. Pola ini memiliki beberapa keuntungan, di antaranya menghasilkan mulsa dan fiksasi nitrogen oleh tanaman sehingga produktivitas lebih meningkat, menghasilkan kayu dan pakan ternak, melindungi tanaman dari pengaruh angin kencang dan cahaya berlebih, serta keuntungan aspek konservasi tanah. Bentuk yang keempat adalah random mixture, yaitu pola penanaman acak, artinya antara tanaman pertanian dan pohon ditanam tidak teratur Peran agroforestri Peran agroforestri menurut Mahendra (2009) adalah menjaga kestabilan ekosistem ditandai dengan keanekaragaman hayati yang tinggi, menjaga kestabilan tanah dan ketersediaan hara dalam tanah, menjaga tata air dan ketersediaan air tanah untuk proses fisiologi tanaman, mencegah terjadinya bencana alam berupa erosi dan tanah longsor, memperbaiki struktur/agregasi tanah, dan meminmalisir dampak pemanasan global (global warming). Andayani (2005) menyatakan bahwa agroforestri dapat diartikan sebagai suatu bentuk kolektif (collective name) dari sebuah sistem nilai masyarakat yang berkaitan dengan model-model penggunaan lahan lestari. Oleh karena itu, agroforestri dalam bentuk implementasinya dapat berbentuk seperti agrisilvikultur, sylvopastural, agrosylvo-pastoral, dan multipurpose forest tree production system. Agrisilvikultur yaitu penggunaan lahan secara sadar dan dengan pertimbangan yang masak untuk memproduksi sekaligus hasil-hasil pertanian dari hutan. Sylvopastural, yaitu sistem pengelolaan hutan dimana hutan dikelola untuk menghasilkan kayu sekaligus juga untuk memelihara ternak. Agrosylvo-pastoral, yaitu sistem penggunaan lahan yang dikelola untuk memproduksi hasil pertanian dan hasil kehutanan secara bersamaan dan sekaligus memelihara hewan ternak. Multipurpose forest tree production system, yaitu sistem penggunaan lahan dengan berbagai jenis kayu ditanam dan dikelola, tidak saja untuk menghasilkan kayu tetapi juga dedaunan dan buah-buahan yang dapat digunakan sebagai bahan makanan manusia maupun dijadikan makanan ternak. Dalam bahasa Indonesia, kata agroforestri dikenal dengan istilah wanatani atau agroforestri yang arti sederhananya adalah menanam pepohonan di lahan

23 10 pertanian. Sistem agroforestri sederhana adalah suatu sistem pertanian dimana pepohonan ditanam secara tumpang sari dengan satu atau lebih jenis tanaman semusim. Sistem agroforestri kompleks adalah suatu sistem pertanian menetap yang melibatkan banyak jenis tanaman pohon (berbasis pohon) baik sengaja ditanam maupun yang tumbuh secara alami pada sebidang lahan dan dikelola petani mengikuti pola tanam dan ekosistemnya menyerupai hutan.

24 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2011 sampai dengan bulan Pebruari 2012 di lahan agroforestri Desa Sekarwangi, Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut, Jawa Barat. 3.2 Alat dan Bahan Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah lahan garapan petani agroforestri dengan tanaman pokok G. arborea umur 14 bulan. Alat yang digunakan dalam penelitian adalah phiband (pita diameter), galah bambu, kompas, patok, tali rafia, golok, milimeter block, tally sheet, ring tanah, bor tanah, spiracle densiometer, kantong plastik, alat tulis, lembar kuisioner, alat hitung, kamera digital, dan komputer. A B C Gambar 1 Pola Agroforestri : A. kombinasi tanaman gmelina + suren + mahoni + cabai + jagung; B. kombinasi tanaman gmelina + sengon + jagung + singkong; C. kombinasi tanaman gmelina + suren + kacang tanah + singkong + jagung 3.3 Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan merupakan data primer dan data sekunder. Proses pengumpulan data primer yaitu melalui pengukuran langsung di lapangan seperti pengukuran dimensi tanaman, pengukuran suhu dan kelembaban, persen penutupan tajuk, pengambilan contoh tanah, serta sistem pengelolaan lahan yang diterapkan. Data sekunder yang dibutuhkan adalah topografi dan kondisi iklim Desa Sekarwangi. Data ini diperoleh dari kantor Desa Sekarwangi dan wawancara bebas dengan petugas lapangan. Untuk data-data lain yang terkait dengan

25 12 penelitian ini, diperoleh dari studi pustaka serta laporan dan arsip dinas terkait maupun yang bersumber dari media elektronik. 3.4 Metode Kerja Pengukuran dimensi tanaman Pengukuran dimensi tanaman meliputi diameter batang, tinggi total, tajuk dan tinggi bebas cabang (TBC). Diameter batang, tinggi total, tinggi bebas cabang, dan tajuk diukur di dalam plot pengamatan. Diameter diukur menggunakan phiband pada ketinggian setinggi dada (DBH ± 1,3 meter). Pengukuran tinggi tanaman diukur dengan menggunakan galah berskala bambu yang telah diberi skala dan pita ukur. Pengukuran tinggi gmelina dilakukan dari pangkal batang sampai pucuk atau titik paling ujung. Tajuk tanaman diukur dengan menggunakan kompas, galah, dan pita ukur. Panjang tajuk merupakan tajuk terpanjang dari gmelina yang diukur pada garis proyeksinya yang tegak lurus ke tanah. Lebar tajuk diukur pada tajuk terlebar gmelina yang garis proyeksinya tegak lurus dengan garis imajiner dari proyeksi tajuk terpanjang yang sudah diukur. Tata letak gmelina dan tanaman pertanian serta pola penanaman gmelina dalam satu plot disajikan pada Gambar 2. A X S M X S M X S M X S M X S M X S M B XX X X X X X X X X X X X X X X X X X X S X S X S X S C X X S X S X S X S X S X S X S X S X S X S Gambar 2 Tata letak gmelina pada pola agroforestri: A. kombinasi tanaman gmelina + suren + mahoni + cabai + jagung; B. kombinasi tanaman gmelina + sengon + jagung + singkong; C. kombinasi tanaman gmelina + suren + kacang tanah + singkong + jagung (X = gmelina, S = suren, M = mahoni)

26 Pengukuran Intensitas Penutupan Tajuk Pendugaan penutupan tajuk dilakukan dengan menggunakan alat spiracle densiometer yang dikembangkan oleh Supriyanto dan Irawan (2001). Pengukuran persen penutupan tajuk dilakukan di tengah blok dan pada empat arah mata angin yaitu Utara, Timur, Selatan, dan Barat. Cara menggunakannya dengan meletakkan spiracle densiometer pada jarak cm dari badan dengan ketinggian sejajar lengan. Masing-masing kotak dihitung persen bayangan langit yang dapat tertangkap pada cermin dengan pembobotan, yaitu terbuka penuh memiliki bobot 4 (100%), bobot 3 (75%), bobot 2 (50%), bobot 1 (25%), serta bobot 0 (0%) Pengukuran Suhu dan Kelembaban Pengukuran suhu dan kelembaban dilakukan selama 3 hari berturut-turut tanpa ada hujan di setiap plot pengamatan pada setiap pola agroforestri. Setiap harinya dilakukan tiga waktu pengukuran, yaitu pagi hari pada pukul WIB, siang pada pukul WIB, dan sore hari pukul WIB. Masing-masing waktu pengukuran dilakukan 3 kali ulangan setiap 10 menit Pengambilan Sampel Tanah dan Analisis Tanah Pegukuran dilakukan dengan menggunakan metode tanah tidak terusik dengan menggunakan ring tanah. Pengambilan contoh tanah untuk penentuan sifat fisik tanah ini dilakukan di plot pengamatan pada kelerengan sedang dan curam serta pada plot pengamatan permudaan berumur 14 bulan. Adapun sifat fisik tanah yang diamati antara lain tekstur tanah, berat isi, ruang pori, dan kadar air contoh tanah. Cara pengambilan tanah utuh adalah sebagai berikut (Balai Penelitian Tanah 2004): lapisan tanah diratakan dan dibersihkan dari serasah serta bahan organik lainnya, kemudian tabung diletakkan tegak lurus dengan permukaan tanah. Tanah di sekitar tabung digali dengan sekop. Kemudian tanah dikerat dengan pisau sampai hampir mendekati bentuk tabung. Tabung ditekan sampai 3/4 bagiannya masuk ke dalam tanah dan tabung lainnya diletakkan tepat di atas tabung pertama, kemudian ditekan kembali sampai bagian bawah dari tabung ini masuk ke dalam tanah kira-kira 1 cm. Tabung kedua dipisahkan dengan hati-hati, kemudian tanah

27 14 yang berlebihan pada bagian atas dan bawah tabung dibersihkan. Tabung ditutup dengan tutup plastik. A B A C D Gambar 3 Titik pengambilan contoh tanah individu: A. sistematik diagonal; B.sistematik zig-zag; C. sistematik diagonal; D. acak Sifat kimia tanah seperti ph tanah, kandungan bahan organik, nitrogen, serta unsur-unsur hara yang lain diamati dengan cara mengambil contoh tanah menggunakan metode yang dikembangkan oleh Balai Penelitian Tanah (2004) yaitu sebagai berikut: penentuan tempat atau titik pengambilan contoh tanah individu, dengan cara: (1) sistematik, seperti sistem diagonal atau zig-zag (Gambar 3A, 3B, dan 3C), atau (2) acak (Gambar 3D). Pengambilan contoh tanah dilakukan pada areal datar (low land), areal miring, dan areal datar terpisah (upland). Permukaan tanah dibersihkan dari rumput, batu, atau kerikil, dan sisasisa tanaman atau bahan organik segar atau serasah. Tanah dicangkul sedalam lapisan olah (20 cm), kemudian pada sisi yang tercangkul, tanah diambil setebal 1,5 cm dengan menggunakan sekop atau cangkul. Apabila menggunakan bor tanah (auger atau tabung), maka pada setiap titik pengambilan dibor sedalam 20 cm. Contoh tanah individu tersebut dicampur dan diaduk (10 15 contoh) dalam satu tempat (ember atau hamparan plastik), kemudian ambil kira-kira 1 kg, dan dimasukkan ke dalam kantong plastik (ini merupakan contoh tanah komposit). Tanah tersebut diberi label yang berisi keterangan: tanggal dan kode

28 15 pengambilan (nama pengambil), nomor contoh tanah, lokasi (desa/kecamatan/kabupaten), dan kedalaman contoh tanah. Pengambilan contoh tanah komposit secara sistematik (zig-zag) sebanyak tiga titik. Berat contoh tanah yang diambil adalah 500 g dari setiap petak pengamatan. 3.5 Analisis Data Data dimensi gmelina meliputi diameter batang, tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk dianalisis dengan menggunakan metode statistik Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor. Data lain berupa suhu, kelembaban, sifat fisik dan kimia tanah, serta intensitas penutupan tajuk dianalisis secara deskriptif. Perlakuan yang diberikan pada penelitian ini di antaranya: 1. Pola agroforestri 1 (AgF1) dengan tanaman pokok gmelina, suren, mahoni, sengon, cabai, dan jagung. 2. Pola agroforestri 2 (AgF2) dengan tanaman pokok gmelina, sengon, jagung, dan singkong 3. Pola agroforestri 3 (AgF3) dengan tanaman pokok gmelina, suren, kacang tanah, singkong, dan jagung. Model yang diuji dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor (Mattjik & Sumertajaya 2006) : Y ij = µ + α i + ij keterangan : Y ij = nilai respon pengamatan pada pola agroforestri ke-i, ulangan ke-j µ = rataan umum α i ij = pengaruh pola agroforestri ke-i = pengaruh acak pola agroforestri ke-i dan ulangan ke-j Data hasil pengukuran dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) dan bila terdapat pengaruh yang signifikan pada parameter percobaan, maka analisis dilanjutkan dengan uji Duncan. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Office Excel dan software SAS (Statistical Analysis System) Portable.

29 IV. KONDISI UMUM LOKASI Desa Sekarwangi merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut, Jawa barat. Kabupaten Garut merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Barat dan terletak di bagian Selatan. Secara geografis wilayahnya terletak pada koordinat 6 o o LS dan 107 o o 7 30 BT. Desa sekarwangi memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Sela Awi, sebelah utara berbatasan dengan Desa Cilampuyang, sebelah timur berbatasan dengan Desa Mekarasih, dan sebelah selatan berbatasan dengan Desa Sukajaya. Desa Sekarwangi beriklim tropis basah (humid tropical climate), dengan bulan basah sebanyak lima bulan, curah hujan bulanan sebesar 186,5 mm, dan suhu rata-rata harian berkisar antara 18 o C 25 o C. Desa ini terletak pada ketinggian 550 meter di atas permukaan laut. Desa Sekarwangi memiliki topografi wilayah yang berbukit-bukit. Kondisi tanah di desa ini tergolong ke dalam subur dengan didominasi oleh tanah yang liat dengan jenis tanah latosol. Luas total wilayah Desa Sekarwangi adalah ha. Sebagian besar penggunaan lahan di Desa Sekarwangi digunakan untuk berkebun dan pemukiman. Luas perkebunan sebesar ha dan luas pemukiman sebesar ha. Total penduduk di Desa Sekarwangi pada tahun 2011 sebanyak orang dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak orang dan jumlah penduduk perempuan sebanyak orang (Profil Desa 2011). Sebagian besar penduduk desa ini bermata pencaharian sebagai buruh tani. Lahan pertanian yang ada di Desa Sekarwangi sebagian besar didominasi oleh tanaman pertanian, terutama tanaman pertanian berupa palawija.

30 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk. Hasil pengolahan data pengaruh pola agroforestri terhadap parameter pertumbuhan tanaman dapat dilihat pada Lampiran 1. Rekapitulasi hasil sidik ragamnya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Hasil sidik ragam pengaruh pola agroforestri terhadap parameter pertumbuhan tanaman Parameter Pertumbuhan Perlakuan p-value Diameter batang Tinggi total TBC Diameter tajuk *: berpengaruh nyata pada taraf 5% * * * * < 0,0001 0,0027 < 0,0001 < 0,0001 Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa pola agroforestri yang diberikan memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter pertumbuhan gmelina yakni diameter batang, tinggi, tinggi bebas cabang, dan diameter tajuk pada taraf 5%. Hal tersebut sesuai dengan nilai p-value yang lebih kecil dari taraf nyata 5%. Tinggi total Berdasarkan hasil uji Duncan pada Tabel 2 pola agroforestri satu (AgF1) memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap pola agroforestri tiga pada taraf 5% dan memberikan nilai rataan tinggi total tertinggi daripada pola agroforestri dua (AgF2) dan pola agroforestri tiga (AgF3). Pola agroforestri dua memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap pola agroforestri satu dan tiga.

31 18 Tabel 2 Hasil uji Duncan pengaruh pola agroforestri terhadap parameter tinggi gmelina Pola agroforestri Tinggi gmelina AgF1 3,6 a* AgF2 3,3 ab AgF3 2,9 b* *: huruf beda di belakang angka menunjukan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5%; AgF1: gmelina + suren + mahoni + sengon + cabai + jagung; AgF 2: gmelina + sengon + jagung + singkong; AgF 3: gmelina + suren + kacang tanah + singkong + jagung Diameter batang Berdasarkan Tabel 3 ketiga perlakuan memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap variabel diameter batang gmelina. Pola agroforestri yang memberikan nilai rataan diameter batang tertinggi adalah pola agroforestri satu. Pola agroforestri tiga memberikan pengaruh nilai rataan diameter yang paling rendah. Tabel 3 Hasil uji Duncan pengaruh pola agroforestri terhadap parameter diameter batang gmelina Pola agroforestri Diameter batang gmelina (cm) AgF 1 3,5 * AgF 2 3,0 b* AgF3 2,3 c* *: huruf beda di belakang angka menunjukan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5%; AgF1: gmelina + suren + mahoni + sengon + cabai + jagung; AgF 2: gmelina + sengon + jagung + singkong; AgF 3: gmelina + suren + kacang tanah + singkong + jagung Tinggi bebas cabang (TBC) Berdasarkan Tabel 4 pola agroforestri satu memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap tinggi bebas cabang gmelina. Selain itu, rataan tinggi bebas cabang tertinggi terdapat pada pola agroforestri satu. Rataan tinggi bebas cabang yang paling rendah terdapat pada pola agroforestri tiga.

32 19 Tabel 4 Hasil uji Duncan pengaruh pola agroforestri terhadap parameter TBC gmelina Pola agroforestri Rata-rata TBC (m) AgF 1 40,7 a* AgF 2 20,1 b AgF 3 19,6 b *: Huruf beda di belakang angka menunjukan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5%; AgF1: gmelina + suren + mahoni + sengon + cabai + jagung; AgF 2: gmelina + sengon + jagung + singkong; AgF 3: gmelina + suren + kacang tanah + singkong + jagung Diameter tajuk Tabel 5 menunjukkan bahwa pola agroforestri satu memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan memberikan pengaruh paling baik terhadap pertumbuhan diameter tajuk gmelina. Pola agroforestri dua dan tiga memberikan pengaruh yang saling tidak berbeda nyata. Hal ini dapat dilihat dari nilai rataan diamater tajuk yang hampir sama. Tabel 5 Hasil uji Duncan pengaruh pola agroforestri terhadap parameter diameter tajuk gmelina Pola Agroforestri Diameter tajuk (m) AgF 1 1,5 a* AgF 2 0,8 b AgF 3 0,7 b *: huruf beda di belakang angka menunjukan pengaruh berbeda nyata pada taraf 5%; AgF1: gmelina + suren + mahoni + sengon + cabai + jagung; AgF 2: gmelina + sengon + jagung + singkong; AgF 3: gmelina + suren + kacang tanah + singkong + jagung Persentase penutupan tajuk Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa persen penutupan tajuk yang paling rendah terdapat pada pola agroforstri satu (16,5%). Persen penutupan tajuk yang paling besar terdapat pada pola agroforestri dua (51,3%). Tabel 6 Rata-rata persentase penutupan tajuk pada setiap pola agroforestri Pola agroforestri Penutupan tajuk (%) AgF1 16,5 AgF2 51,3 AgF3 25,9 AgF1: gmelina + suren + mahoni + sengon + cabai + jagung; AgF 2: gmelina + sengon + jagung + singkong; AgF 3: gmelina + suren + kacang tanah + singkong + jagung

33 20 Suhu dan kelembaban Berdasarkan Tabel 7, rataan suhu yang paling tinggi terdapat pada pola agroforestri satu. Berbeda halnya dengan suhu, nilai kelembaban terbesar terdapat pada pola agroforestri tiga. Tabel 7 Rata-rata suhu dan kelembaban Pola agroforestri Suhu rata-rata ( o C) Kelembaban (%) AgF1 AgF2 AgF3 25,7 25,0 25, AgF1: gmelina + suren + mahoni + sengon + cabai + jagung; AgF 2: gmelina + sengon + jagung + singkong; AgF 3: gmelina + suren + kacang tanah + singkong + jagung Sifat fisik dan kimia tanah Tabel 8 Hasil analisis sifat kimia tanah Parameter Perlakuan AgF1 AgF2 AgF3 Tekstur Pasir (%) 11,08 7,62 4,54 Debu (%) 27,21 18,53 14,58 Liat (%) 61,71 73,85 80,85 ph H 2 0 5,6 5,4 5,6 KCL 4,8 4,7 4,9 Bahan organik C (%) 2,07 2,0 1,67 Nilai Tukar Kation N (%) 0,21 0,2 0,17 Ca (me/100g) 6,64 5,34 8,15 Mg (me/100g) 3,01 2,18 2,01 K (me/100g) 1,56 0,76 0,67 P pada HCl 25% (ppm) 123,1 136,1 72,9 Na (me/100g) 0,66 0,34 0,32 KTK (me/100g) 20,25 22,46 25,76 KB (%) 58,62 38,38 43,26 Fe (ppm) 5,76 4,10 303,58 Cu (ppm) 3, ,18 Zn (ppm) 1,75 4,39 3,54 Mn (ppm) 64,21 50,50 29,46 Tabel 9 Hasil analisis sifat fisik tanah Parameter Hasil Bulk density (g/cm 3 ) 1,15 Porositas (%) 56,49 Kadar air (% volume) PF 2.54 PF ,69 22,17 Air Tersedia (%) 13,52

34 21 Sampel tanah yang diambil untuk analisis sifat fisik hanya diambil sebanyak satu sampel. Hal ini dikarenakan semua pola agroforestri terletak pada satu hamparan lahan yang sama dan dianggap homogen. Berdasarkan analisis sifat fisik tanah, sifat fisik tanah yang diperoleh merupakan sifat fisik yang tergolong baik untuk pertumbuhan gmelina. Sifat kimia dan fisik tanah pada setiap pola agroforestri disajikan pada Tabel 8 dan Tabel Pembahasan Pola agroforestri dengan tanaman pokok gmelina yang diamati pada penelitian ini adalah sebanyak tiga pola. Pola agroforestri satu (AgF1) terdiri dari gmelina, suren (Toona sureni), mahoni (Swietenia macrophylla), sengon, dominansi cabai, dan jagung. Pola agroforestri dua (AgF2) terdiri dari gmelina, sengon, dominansi jagung, dan singkong. Pola agroforestri tiga (AgF3) terdiri dari gmelina, suren, dominansi kacang tanah, singkong, dan jagung. Berdasarkan hasil sidik ragam perlakuan yang diberikan berpengaruh nyata terhadap empat parameter pertumbuhan yakni diameter batang, tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk. Berdasarkan uji lanjut Duncan dapat dilihat bahwa pola agroforestri satu memberikan pengaruh berbeda nyata dan memberikan pengaruh yang paling baik terhadap pertumbuhan gmelina dilihat dari nilai rataan yang tertinggi dari semua parameter pertumbuhan, yakni tinggi total, diameter, tinggi bebas cabang, dan diemeter tajuk. Tinggi pohon merupakan salah satu parameter pertumbuhan yang mudah diamati. Berdasarkan hasil uji Duncan yang disajikan pada Tabel 2, pola agroforestri satu memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap pola agroforestri tiga. Selain itu nilai rataan tinggi total gmelina pada pola agroforestri satu merupakan rataan tertinggi dibandingkan pola agroforestri dua dan tiga yakni sebesar 3,7 cm. Pola agroforestri satu dan pola agroforestri dua tidak saling berbeda nyata. Hal ini dapat dilihat dari nilai rataan tinggi total yang selisihnya berdekatan. Rataan tinggi total yang besar pada pola agroforestri satu diduga karena unsur hara yang cukup, suhu yang optimal, dan cahaya yang cukup. Hal tersebut mengakibatkan tingkat fotosintesis yang optimal sehingga pertumbuhan tinggi lebih pada pola ini lebih tinggi. Menurut Lewenussa (2009), pada usia muda,

35 22 tanaman cenderung melakukan pertumbuhan yang cepat ke arah vertikal (atas), pertumbuhan diameter berlangsung apabila keperluan hasil fotosintesis untuk respirasi, pergantian daun, pergantian akar, dan tinggi telah terpenuhi. Rataan tinggi total yang besar pada pola agroforestri dua diduga karena adanya faktor kekurangan cahaya. Intensitas cahaya yang masuk pada pola agroforestri dua lebih rendah dibandingkan dengan pola agroforestri satu dan tiga. Hal ini dilihat dari nilai persentase penutupan tajuk sebesar 51,3%. Sitompul dan Guritno (1995), menyatakan bahwa tinggi tanaman sensitif terhadap faktor lingkungan tertentu seperti cahaya. Tanaman yang mengalami kekurangan cahaya biasanya lebih tinggi dari tanaman yang mendapat cahaya cukup. Diameter batang adalah salah satu parameter pertumbuhan yang diamati. Berdasarkan hasil uji Duncan yang disajikan pada Tabel 3, pengaruh ketiga pola agroforestri saling berbeda nyata pada taraf 5%. Akan tetapi berdasarkan nilai rataan diameter batang, pola agroforestri satu memberikan pengaruh yang paling baik terhadap parameter diameter batang gmelina. Hal tersebut terbukti dengan nilai rataan yang tertinggi pada pola agroforestri satu, yaitu sebesar 3,5 meter. Nilai rataan diameter batang yang tinggi pada pola agroforestri satu diduga karena unsur hara yang cukup. Selain itu pula pada pola agroforestri ini cahaya dan suhu optimal merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan diameter batang. Cahaya yang cukup dan suhu yang optimal memungkinkan optimalnya kemampuan tanaman untuk melakukan fotosintesis. Fotosintesis merupakan proses fisiologis yang berfungsi dalam pertumbuhan. Rataan diameter yang paling rendah pada pola agroforestri tiga diduga karena kombinasi tanaman yang beragam dengan tidak diiringi oleh sistem pengelolaan yang kurang optimal terutama dalam hal pemeliharaan tanaman pertanian seperti pemupukan. Hal ini mengakibatkan adanya persaingan yang tinggi dalam hal mendapatkan unsur hara pada setiap tanaman. Pemupukan dilakukan untuk memenuhi ketersediaan unsur hara bagi tanaman (Sumarna 2012). Kombinasi tanaman yang banyak akan membutuhkan lebih banyak masukan unsur hara. Tinggi bebas cabang merupakan parameter pertumbuhan tanaman yang diamati. Tinggi bebas cabang tanaman selain dipengaruhi oleh lingkungan dan

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2011 sampai dengan bulan Pebruari 2012 di lahan agroforestri Desa Sekarwangi, Kecamatan Malangbong,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhan Pertumbuhan adalah proses dalam kehidupan tanaman yang mengakibatkan perubahan ukuran tanaman semakin besar dan juga yang menentukan hasil tanaman. Pertumbuhan ukuran

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan sejak bulan Desember 2011 sampai Januari 2012. Lokasi penelitian yaitu di RPH Jatirejo, Desa Gadungan, Kecamatan Puncu,

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April sampai bulan Juni tahun 2009, pada areal hutan produksi perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan milik petani yang mempunyai tanaman jati pada hutan rakyat di Desa Karanglayung, Desa Babakan Asem dan Desa Conggeang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 8 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan November 2011 sampai Januari 2012. Lokasi penelitian di lahan agroforestri di Desa Cibadak, Kecamatan Ciampea, Kabupaten

Lebih terperinci

Pertumbuhan Gmelina (Gmelina arborea Roxb.) pada Beberapa Pola Agroforestri di Desa Sekarwangi Kecamatan Malangbong Kabupaten Garut

Pertumbuhan Gmelina (Gmelina arborea Roxb.) pada Beberapa Pola Agroforestri di Desa Sekarwangi Kecamatan Malangbong Kabupaten Garut JURNAL Vol. 03 Agustus SILVIKULTUR 2012 TROPIKA Pertumbuhan Gmelina (Gmelina arborea Roxb.) 85 Vol. 03 No. 02 Agustus 2012, Hal. 85 91 ISSN: 2086-8227 Pertumbuhan Gmelina (Gmelina arborea Roxb.) pada Beberapa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Agroforestri

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Agroforestri II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Agroforestri Para ahli memiliki banyak definisi tentang agroforestri. Menurut Nair (1983), agroforestri adalah sistem penggunaan lahan terpadu yang memiliki aspek sosial

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas cahaya dan penutupan tajuk Cahaya digunakan oleh tanaman untuk proses fotosintesis. Semakin baik proses fotosintesis, semakin baik pula pertumbuhan tanaman (Omon

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah diameter pangkal, diameter setinggi dada (dbh), tinggi total, tinggi bebas cabang, tinggi tajuk, panjang

Lebih terperinci

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Papilionaceae; genus Arachis; dan spesies Arachis hypogaea L. Kacang tanah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Kacang Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Kacang Tanah TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Kacang Tanah Kacang tanah tergolong dalam famili Leguminoceae sub-famili Papilinoideae dan genus Arachis. Tanaman semusim (Arachis hypogaea) ini membentuk polong dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Hijau Kacang-kacangan (leguminosa), sudah dikenal dan dimanfaatkan secara luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan waktu Penelitian lapangan dilaksanakan di areal IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Propinsi Kalimantan Tengah. Areal penelitian merupakan areal hutan yang dikelola dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pada saat jagung berkecambah, akar tumbuh dari calon akar yang berada dekat ujung biji yang menempel pada janggel, kemudian memanjang dengan diikuti oleh akar-akar samping.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertanian dengan kegiatan lainnya pada sebuah lahan sedangkan forestry berasal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertanian dengan kegiatan lainnya pada sebuah lahan sedangkan forestry berasal BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Agroforestri Secara bahasa agroforestri berasal dari dua akar kata yaitu agros dan forestri. Agros adalah bahasa Yunani yang berarti bentuk kombinasi kegiatan pertanian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan hujan tropika yang berlokasi di areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Tanaman Bayam Bayam (Amaranthus sp.) merupakan tanaman semusim dan tergolong sebagai tumbuhan C4 yang mampu mengikat gas CO 2 secara efisien sehingga memiliki daya adaptasi

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang, akar sekunder yang tumbuh dari akar tunggang, serta akar cabang yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Durian 1. Karakteristik tanaman durian Durian (Durio zibethinus Murr.) merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah 3 TINJAUAN PUSTAKA Pemadatan Tanah Hillel (1998) menyatakan bahwa tanah yang padat memiliki ruang pori yang rendah sehingga menghambat aerasi, penetrasi akar, dan drainase. Menurut Maryamah (2010) pemadatan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan

METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan II. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tegakan jabon dan vegetasi tumbuhan bawah yang terdapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Rakyat 1. Pengertian Hutan Rakyat Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang

Lebih terperinci

2 METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan. Rancangan Penelitian

2 METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan. Rancangan Penelitian 5 2 METODE PENELITIAN Penelitian ini terdiri atas: 1) Pengaruh alelopati daun dan ranting jabon terhadap pertumbuhan, produksi rimpang dan kandungan kurkumin tanaman kunyit, 2) Pengaruh pemupukan terhadap

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Famili ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung manis termasuk dalam golongan famili graminae dengan nama latin Zea

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung manis termasuk dalam golongan famili graminae dengan nama latin Zea II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Jagung Manis Jagung manis termasuk dalam golongan famili graminae dengan nama latin Zea mays saccarata L. Menurut Rukmana ( 2009), secara sistematika para ahli botani mengklasifikasikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mentimun Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : Divisi :

Lebih terperinci

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk ALFARED FERNANDO SIAHAAN DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keluarga remput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi jagung dijelaskan sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keluarga remput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi jagung dijelaskan sebagai berikut : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Jagung Menurut Purwono dan Hartono (2005), jagung termasuk dalam keluarga remput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi jagung dijelaskan

Lebih terperinci

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan,

Lebih terperinci

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau, pada 3 tipe penggunaan lahan gambut yaitu; Hutan Alam, Kebun Rakyat dan Areal HTI Sagu, yang secara geografis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) Menurut Rahayu dan Berlian ( 2003 ) tanaman bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Tabel 1. Botani Bawang Merah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang Lahan bekas tambang pasir besi berada di sepanjang pantai selatan desa Ketawangrejo, Kabupaten Purworejo. Timbunan-timbunan pasir yang

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Rakyat Hutan rakyat dalam pengertian menurut peraturan perundang-undangan (UU No.5/1967 junto UU No.41/1999) adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Tomat Tanaman tomat termasuk tanaman semusim yang berumur sekitar 4 bulan (Pudjiatmoko, 2008). Klasifikasi tanaman tomat adalah sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kombinasi Pupuk Kimia dan Pupuk Organik terhadap Tanaman Jagung Manis

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kombinasi Pupuk Kimia dan Pupuk Organik terhadap Tanaman Jagung Manis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kombinasi Pupuk Kimia dan Pupuk Organik terhadap Tanaman Jagung Manis Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur hara guna mendorong pertumbuhan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan tanggal 22 April sampai 9 Mei 2007 di hutan rawa habitat tembesu Danau Sumbu dan Danau Bekuan kawasan Taman Nasional Danau

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Manggis dan Syarat Tumbuh Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, April 2010, hlm ISSN

Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, April 2010, hlm ISSN Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, April 2010, hlm. 14-19 ISSN 0853 4217 Vol. 15 No.1 PENGARUH PEMBERIAN PUPUK NPK DAN KOMPOS TERHADAP PERTUMBUHAN SEMAI JABON (Anthocephalus cadamba Roxb Miq) PADA MEDIA

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Tanaman salak yang digunakan pada penelitian ini adalah salak pondoh yang ditanam di Desa Tapansari Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman Yogyakarta.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Jati (Tectona grandis Linn. f) Jati (Tectona grandis Linn. f) termasuk kelompok tumbuhan yang dapat menggugurkan daunnya sebagaimana mekanisme pengendalian diri terhadap

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dalam areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Sari Bumi Kusuma, Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah. Areal hutan yang dipilih untuk penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani

TINJAUAN PUSTAKA Botani TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman apel berasal dari Asia Barat Daya. Dewasa ini tanaman apel telah menyebar di seluruh dunia. Negara penghasil utama adalah Eropa Barat, negaranegara bekas Uni Soviet, Cina,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Caisin Caisin (Brassica chinensis L.) merupakan tanaman asli Asia. Caisin dibudidayakan di Cina Selatan dan Tengah, di negara-negara Asia Tenggara seperti Indonesia,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi umum daerah Wonorejo Kawasan mangrove di Desa Wonorejo yang tumbuh secara alami dan juga semi buatan telah diputuskan oleh pemerintah Surabaya sebagai tempat ekowisata.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 12 BAB III METODOLOGI PENELIT TIAN 31 Waktu dan Tempat Penelitian inii dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2010 yang berlokasi di TAHURA Inten Dewata dimana terdapat dua lokasi yaitu Gunung Kunci dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada titik koordinat 5 22 10 LS dan 105 14 38 BT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Menurut Tjitrosoepomo (1989) tanaman kacang hijau termasuk suku (family) Leguminosae. Kedudukan tanamn kacang hijau dalam taksonomi tumbuhan diklasifikasikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Agroforestri Agroforestri merupakan sebuah nama bagi sistem-sistem dan teknologi penggunaan lahan dimana pepohonan berumur panjang (termasuk semak, palem, bambu, kayu,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di tiga padang golf yaitu Cibodas Golf Park dengan koordinat 6 0 44 18.34 LS dan 107 0 00 13.49 BT pada ketinggian 1339 m di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Pinus 2.1.1. Habitat dan Penyebaran Pinus di Indonesia Menurut Martawijaya et al. (2005), pinus dapat tumbuh pada tanah jelek dan kurang subur, pada tanah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Agustus 2010. Penelitian dilakukan di lahan percobaan NOSC (Nagrak Organic S.R.I. Center) Desa Cijujung,

Lebih terperinci

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa Apakah mulsa itu? Mulsa adalah sisa tanaman, lembaran plastik, atau susunan batu yang disebar di permukaan tanah. Mulsa berguna untuk melindungi permukaan tanah dari terpaan hujan, erosi, dan menjaga kelembaban,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistematika dan Botani Tanaman Jagung Manis Tanaman jagung manis termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays saccharata Sturt. Dalam Rukmana (2010), secara

Lebih terperinci

III.TATA CARA PENELITIAN

III.TATA CARA PENELITIAN III.TATA CARA PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan November 2015 sampai bulan Maret 2016 di Green House dan Lahan Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium 14 TINJAUAN PUSTAKA Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Dalam dunia tumbuhan, tanaman bawang merah diklasifikasikan dalam Divisi : Spermatophyta ; Sub Divisi : Angiospermae ; Class : Monocotylodenae ;

Lebih terperinci

Sumber : Manual Pembibitan Tanaman Hutan, BPTH Bali dan Nusa Tenggara.

Sumber : Manual Pembibitan Tanaman Hutan, BPTH Bali dan Nusa Tenggara. Penyulaman Penyulaman dilakukan apabila bibit ada yang mati dan perlu dilakukan dengan segera agar bibit sulaman tidak tertinggal jauh dengan bibit lainnya. Penyiangan Penyiangan terhadap gulma dilakukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Semangka merupakan tanaman semusim yang termasuk ke dalam famili

II. TINJAUAN PUSTAKA. Semangka merupakan tanaman semusim yang termasuk ke dalam famili II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Semangka Semangka merupakan tanaman semusim yang termasuk ke dalam famili Cucurbitaceae sehingga masih mempunyai hubungan kekerabatan dengan melon (Cucumis melo

Lebih terperinci

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Suka Banjar Kecamatan Gedong Tataan

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Suka Banjar Kecamatan Gedong Tataan I. BAHAN DAN METODE 1.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Suka Banjar Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran pada bulan Mei sampai September 2011. 1.2 Bahan dan Alat

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis dan Iklim Daerah aliran sungai (DAS) Siulak di hulu DAS Merao mempunyai luas 4296.18 ha, secara geografis terletak antara 101 0 11 50-101 0 15 44 BT dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Tanaman Jengkol Klasifikasi tanaman jengkol dalam ilmu tumbuh-tumbuhan dimasukkan dalam klasifikasi sebagai berikut (Pitojo,1992). Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledonae

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan nitrogen tanah bervariasi dari satu tempat ke tempat lainnya. Variasi kandungan nitrogen dalam tanah terjadi akibat perubahan topografi, di samping pengaruh iklim, jumlah

Lebih terperinci

Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk

Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk Standar Nasional Indonesia Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk ICS 65.020.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Penelitian dilaksanakan di rumah kaca C Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini dilakukan selama kurun waktu 4 bulan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Setyamidjaja (2006) menjelasakan taksonomi tanaman kelapa sawit (palm oil) sebagai berikut. Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Ordo : Monocotyledonae Famili

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman cabai Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis tanaman hortikultura penting yang dibudidayakan secara komersial, hal ini disebabkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Sistem perakaran tanaman bawang merah adalah akar serabut dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Sistem perakaran tanaman bawang merah adalah akar serabut dengan TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Rukmana (2005), klasifikasi tanaman bawang merah adalah sebagai berikut: Divisio Subdivisio Kelas Ordo Famili Genus : Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledonae

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani 3 TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Pepaya (Carica papaya) merupakan tanaman buah-buahan tropika. Pepaya merupakan tanaman asli Amerika Tengah, tetapi kini telah menyebar ke seluruh dunia

Lebih terperinci

TEKNIK PEMANFAATAN ANAKAN ALAM PUSPA (Schima wallichii (DC) Korth) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT (HPGW), SUKABUMI FITRI APRIANTI

TEKNIK PEMANFAATAN ANAKAN ALAM PUSPA (Schima wallichii (DC) Korth) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT (HPGW), SUKABUMI FITRI APRIANTI TEKNIK PEMANFAATAN ANAKAN ALAM PUSPA (Schima wallichii (DC) Korth) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT (HPGW), SUKABUMI FITRI APRIANTI DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim.

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. 19 TINJAUAN PUSTAKA Botani tanaman Bawang merah merupakan tanaman yang tumbuh tegak dengan tinggi antara 15-50 cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. Perakarannya berupa akar serabut yang tidak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika. 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengenalan Tanaman Sorgum Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika. Tanaman ini sudah lama dikenal manusia sebagai penghasil pangan, dibudidayakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika Darmaga, Bogor (Tabel Lampiran 1) curah hujan selama bulan Februari hingga Juni 2009 berfluktuasi. Curah hujan terendah

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan III. METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan adalah timbangan analitik, tabung reaksi, higrometer, altimeter, pipet berskala, labu ukur, oven, spektrofotometer, gunting, plastik, alat

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian tentang Perkembangan Tegakan Pada Hutan Alam Produksi Dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) dilaksanakan di areal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mentimun Papasan Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota Cucurbitaceae yang diduga berasal dari Asia dan Afrika. Tanaman mentimun papasan memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan pangan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, baik di dunia maupun nasional.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan pangan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, baik di dunia maupun nasional. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan pangan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, baik di dunia maupun nasional. Berbagai jenis tanaman pangan diusahakan untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E

II. TINJAUAN PUSTAKA. daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kacang Tanah Kacang tanah tumbuh secara perdu setinggi 30 hingga 50 cm dan mengeluarkan daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan/industri berupa pohon batang lurus dari famili Arecaceae. Tanaman tropis ini dikenal sebagai penghasil minyak sayur yang berasal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Nasional Way Kambas Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan lindung. Pendirian kawasan pelestarian alam Way Kambas dimulai sejak tahun 1936

Lebih terperinci

PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API

PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API (Avicennia marina Forssk. Vierh) DI DESA LONTAR, KECAMATAN KEMIRI, KABUPATEN TANGERANG, PROVINSI BANTEN Oleh: Yulian Indriani C64103034 PROGRAM

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani tanaman. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput rumputan dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani tanaman. Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput rumputan dengan TINJAUAN PUSTAKA Botani tanaman Tanaman jagung termasuk dalam keluarga rumput rumputan dengan spesies Zea mays L. Jagung merupakan tanaman semusim, sama seperti jenis rumput-rumputan yang lain, akar tanaman

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Riau Jalan H.R Subrantas Km 15 Simpang Baru Panam. Penelitian ini berlangsung

MATERI DAN METODE. Riau Jalan H.R Subrantas Km 15 Simpang Baru Panam. Penelitian ini berlangsung III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agronomi dan di lahan Percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Lebih terperinci

Makalah Utama pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September )

Makalah Utama pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September ) KONSERVASI TANAH DAN AIR: PEMANFAATAN LIMBAH HUTAN DALAM REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN TERDEGRADASI 1) Oleh : Pratiwi 2) ABSTRAK Di hutan dan lahan terdegradasi, banyak dijumpai limbah hutan berupa bagian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 musim ke-44 sampai

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 musim ke-44 sampai 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 musim ke-44 sampai dengan bulan Desember 2013. Penelitian dilakukan di kebun percobaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Buah Naga Buah naga ( Dragon Fruit) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang baru dibudidayakan di Indonesia dengan warna buah merah yang menyala dan bersisik hijau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar

BAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar peranannya dalam Pembangunan Nasional, kurang lebih 70% dari luas daratan berupa hutan. Hutan sangat

Lebih terperinci