UNSUR KEPERCAYAAN JAWA, TIBET, DAN VOODO DALAM NOVEL PINTU: KAJIAN STRUKTURALISME GENETIK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNSUR KEPERCAYAAN JAWA, TIBET, DAN VOODO DALAM NOVEL PINTU: KAJIAN STRUKTURALISME GENETIK"

Transkripsi

1 UNSUR KEPERCAYAAN JAWA, TIBET, DAN VOODO DALAM NOVEL PINTU: KAJIAN STRUKTURALISME GENETIK Zakaria Sulistiawan¹ Mudjianto² Djoko Saryono³ Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang 5 Malang Abstract: Beliefs or religion of people are not much different basicly because a belief form towards spirit power or God. Genetic structuralism approach used to analize Javanese belief, Tibetan belief, and Voodoonese belief substance in Pintu novel with watching life of the writer, Fira Basuki. Fira's life is not much different with the story of novel. One of the belief substance there is in all beliefs is reincarnation. There is a sameness in three beliefs essention. Keywords: Javanese belief, Tibetan belief, Voodoonese belief, genetic structuralism. Abstrak: Berbagai kepercayaan atau religi yang terdapat di masyarakat pada dasarnya tidak terlalu berbeda karena merupakan suatu bentuk kepercayaan kepada kekuatan gaib atau Tuhan. Pendekatan strukturalisme genetik digunakan untuk menganalisis unsur kepercayaan Jawa, Tibet, dan Voodoo dalam novel Pintu dengan melihat kehidupan pengarang, yaitu Fira Basuki. Kehidupan Fira tidak terlalu berbeda dengan cerita novel. Salah satu unsur kepercayaan yang ada dalam setiap kepercayaan tersebut adalah paham reinkarnasi. Terdapat kemiripan pada esensi ketiga kepercayaan tersebut. Kata kunci: kepercayaan Jawa, kepercayaan Tibet, kepercayaan Voodoo, strukturalisme genetik. Kehidupan masyarakat tidak terlepas dari kepercayaan-kepercayaan yang ada seperti kepercayaan suku, kepercayaan mistis, kepercayaan yang berkaitan dengan religi, dan lain-lain. Bentuk-bentuk kepercayaan sesuai dengan kepercayaan dan religi di masingmasing tempat. Kepercayaan-kepercayaan atau religi-religi tersebut sebenarnya tidak berbeda sama sekali karena sebagai sesama religi, menunjukkan tata cara peribadatan dan hubungan kepada Tuhan, dewa, atau kekuasaan tertinggi. Kepercayaan Jawa, kepercayaan Tibet, dan kepercayaan Voodoo tidaklah terlalu berbeda. Beberapa unsur kepercayaan di dalamnya memiliki kesamaan. Seperti misalnya pandangan hidup Jawa yang memiliki kesamaan dengan esensi dari Voodoo. Kepercayaan-kepercayaan di dalam masyarakat juga tercermin di dalam karya ¹Zakaria Sulistiawan adalah mahasiswa Universitas Negeri Malang. Artikel ini diangkat dari Skripsi Program Sarjana Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah Universitas Negeri Malang. ²Mudjianto dan Djoko Saryono adalah Dosen Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang. 95 JPBSIOnline, Volume 1, Nomor 1, April 2013

2 sastra. Kepercayaan Jawa meliputi kepercayaan suku, kepercayaan mistis, dan kepercayaan religi yang ada di Jawa atau dianut orang Jawa. Begitu juga dengan kepercayaan Tibet, dan Voodoo. Novel Pintu berisi kepercayaan Jawa, Tibet, dan Voodoo yang melingkupi kehidupan Bowo, seorang lelaki Jawa. Kelahiran Bowo yang tidak biasa dan anggapan ia seorang reinkarnasi menjadi dasar cerita yang nantinya dilengkapi dengan unsur-unsur dari beberapa kepercayaan. Bowo lahir bungkus dan dianggap 'orang istimewa' serta dipercaya merupakan titisan Sunan Kalijaga yang masih nenek moyangnya. Bowo memiliki kemampuan spiritual seperti melihat makhluk halus dan memiliki mata ketiga yang dapat melihat aura. Mata ketiga adalah hal yang umum di Tibet. Orang Tibet mempercayai orang-orang yang berbakat spiritual atau seorang reinkarnasi harus dibuka kemampuannya untuk dapat membantu masyarakat, salah satunya adalah membuka kemampuan mata ketiga (Rampa, 2002). Pemeluk Voodoo mempercayai adanya waktu-waktu tertentu antara kematian dan kelahiran yang dalam kepercayaan Tibet dipercaya terdapat waktu senggang, untuk melanjutkan hidup atau kelahiran kembali, yang dikenal dengan reinkarnasi. Keserupaan di antara ketiga kepercayaan tersebut membuat kepercayaan Jawa, Tibet, dan Voodoo tidak sepenuhnya berbeda dan memiliki suatu hubungan yang unik. Unsur kepercayaan Jawa, Tibet, dan Voodoo dalam novel Pintu dianalisis menggunakan pendekatan strukturalisme genetik. Stukturalisme genetik digunakan untuk menganalisis kepercayaan dengan melihat latar belakang kehidupan pengarang, yaitu Fira Basuki. Pengarang dalam membuat karya sastra tidak terlepas dari masyarakat atau kelas sosialnya (Endraswara, 2003: 56). Terdapat pengaruh atau gambaran sosial, masyarakat di dalam karya sastra. Penelitian ini melihat kesinambungan antara latar belakang dan kehidupan pengarang dengan kepercayaankepercayaan di novel. Fira Basuki lahir dan tinggal di keluarga Jawa. Ia tidak terkungkung secara adat atau tradisi sehingga masih dapat menentukan keinginan dan masa depannya bersama dengan bimbingan dan dukungan keluarga. Keluarga Jawa yang dialami Fira memberinya pengetahuan-pengetahuan tentang Jawa dan kepercayaan Jawa. Hal ini memberi manfaat tersendiri bagi kepenulisannya yang membahas kepercayaan Jawa. Fira menikah dengan orang Tibet dan menempuh kuliah di Amerika Serikat yang memberinya pengetahuan tentang kepercayaan Tibet dan Voodoo. Sebagai sebuah religi atau yang berasal dari religi, religi Jawa, Tibet, dan Voodoo dapat dilihat dari teori kepercayaan atau religi. Religi Jawa mengakui adanya kasakten, yaitu kekuatan dan kekusaan gaib atau kekuatan supernatural, dan selain itu juga terdapat makhluk halus di sekitar manusia. Adanya kekuatan gaib ini membuat lahirnya emosi keagamaan pada orang Jawa. Dunia gaib dan dunia manusia hidup secara berdampingan dan saling mempengaruhi. Hal ini terdapat dalam sistem kepercayaan yaitu dunia gaib dan kekuatan atau makhluk-makhluk halus atau supernatural. Kekuatan supernatural dipercaya ada di dalam senjata atau pusakapusaka Jawa, seperti keris. Orang Jawa masih menghormati kuburan nenek moyang dan memberi sesaji pada beberapa tempat dan waktu yang menunjukkan bentuk upacara atau kegiatan keagamaan. Beberapa orang Jawa juga masih menjaga kerohanian mereka dengan bertapa atau meditasi. Keadaan alam Tibet dengan sendirinya menjadi pendorong rasa atau emosi keagamaan bagi siapa pun. Religi Tibet adalah Buddha Mahayana yang menjadi sistem kepercayaan orang Tibet. Rahib Tibet menguasai tata cara peramalan atau mengatakan 96 JPBSIOnline, Volume 1, Nomor 1, April 2013

3 tentang masa depan. Tentang konsep roh, orang Tibet mempercayai reinkarnasi atau ruh yang meninggalkan tubuh dan pergi ke tubuh yang baru atau disebut kelahiran kembali. Upacara keagamaan orang Tibet yang paling terlihat adalah kegiatan atau rutinitas meditasi dan membaca doa. Terdapat upacara-upacara lain seperti misalnya saat membimbing roh keluar dari tubuh yang dipimpin seorang rahib yang telah berpengalaman (Rampa, 2002). Emosi keagamaan pada pemeluk Voodoo dapat diciptakan atau ditingkatkan ketika merasakan tarian dan musik yang saling berpadu. Pemeluk Voodoo mempercayai kekuatan tertinggi yaitu Bon Dye. Sistem kepercayaan mereka juga terlihat pada kekuatan-kekuatan sakti pada saat membaca mantra saat menari atau saat ritual boneka Voodoo. Konsep roh sangat penting karena merupakan bagian penting dan akar dari religi Voodoo. Pemeluk Voodoo memiliki suatu tempat upacara yaitu bangunan atau pondok dan houmfor yang digunakan untuk persembahan dan juga ritual. Terdapat sebuah tiang yang dipercaya sebagai tempat roh berkomunikasi. Peralatan utama di setiap ritual adalah alat musik seperti genderang kecil yang disertai dengan tarian atau pun nyanyian atau mantra. Upacara, ritual, atau prosesi dipimpin oleh seorang pendeta. Penelitian sebelumnya yang juga mengemukakan kepercayaan Jawa adalah penelitian yang berjudul Kepercayaan Masyarakat Jawa dalam Film Kuntilanak oleh Tassa Ari Maheswarina. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan (1) unsur kepercayaan Jawa, (2) unsur kepercayaan Tibet, dan (3) unsur kepercayaan Voodoo di dalam novel Pintu. METODE Penelitian ini adalah penelitian kajian pustaka yang termasuk penelitian kualitatif. Penelitian ini menganalisis unsur kepercayaan Jawa, kepercayaan Tibet, dan kepercayaan Voodoo dengan menggunakan pendekatan strukturalisme genetik. Pendekatan ini melihat latar belakang dan kehidupan pengarang untuk menganalisis data-data atau unsur-unsur kepercayaan tersebut. Data penelitian ini adalah unsur-unsur kepercayaan yang terdapat di dalam novel Pintu yang menunjukkan kepercayaan Jawa, kepercayaan Tibet, dan kepercayaan Voodoo. Sumber data penelitian ini adalah novel Pintu karya Fira Basuki yang diterbitkan Gramedia Widiasarana Indonesia atau Grasindo di Jakarta tahun Pintu bercerita tentang kehidupan Bowo yang dilingkupi kepercayaan Jawa, Tibet, dan Voodoo. Data penelitian ini adalah unsur-unsur kepercayaan Jawa, Tibet, dan Voodoo. Untuk menganalisis kepercayaan diperlukan data-data yang diambil dari novel. Untuk menemukan data terlebih dahulu dilakukan pembacaan isi novel secara menyeluruh untuk menemukan unsur-unsur kepercayaan Jawa, Tibet, dan Voodoo. Untuk memudahkan menemukan data digunakan instrumen penelitian untuk menjaring unsurunsur kepercayaan. Penjaringan unsur kepercayaan berguna untuk menghasilkan data-data penelitian yang akan dianalisis. Setelah data ditemukan masih diperlukan klasifikasi agar data menjadi terorganisir sesuai bagian-bagian pokok di setiap kepercayaan, seperti pada kepercayaan Jawa yang terdiri dari bagian-bagian pokok kepercayaan, kelahiran, olah spiritual, mata ketiga, dan pusaka. Begitu juga dengan kepercayaan Tibet dan Voodoo sesuai bagian-bagian penting masing-masing kepercayaan di dalam novel. 97 JPBSIOnline, Volume 1, Nomor 1, April 2013

4 Untuk menganalisis unsur-unsur kepercayaan digunakan sumber-sumber pustaka yang relevan, seperti pada kepercayaan Jawa digunakan buku-buku antropologi, terutama religi, lalu buku tentang kebudayaan Jawa, dan lain-lain. Penelitian ini adalah penelitian kajian pustaka sehingga analisis data, pembahasan data, dan penyimpulan dilakukan bersamaan saat analisis data, atau dijadikan satu pada setiap unsur yang dianalisis, tanpa menggunakan bab pembahasan tersendiri di belakang seperti pada model penelitian-penelitian yang umum. Analisis kepercayaan Jawa dimulai dengan mendefinisikan kepercayaan menjadi kepercayaan suku, kepercayaan gaib atau mistis, kepercayaan religi, dan religi, seperti pada kepercayaan Jawa yaitu kepercayaan suku, kepercayaan gaib atau mistis, kepercayaan religi, dan religi Jawa. Klasifikasi dilanjutkan menurut kehidupan tokoh utama yaitu orang pilihan yang menunjukkan kelahiran si tokoh, yang terdiri dari bayi bungkus, bayi kuning, reinkarnasi, tanggalan kelahiran, dan pernikahan; lalu olah spiritual yang terdiri dari lelaku, meditasi, semadi, olah batin, dan penyucian diri. Dilanjutkan dengan mata ketiga dan pusaka. Kemampuan mata ketiga tokoh serupa dengan perihal mata ketiga di Tibet sehingga kepercayaan Jawa tidak terlalu jauh berbeda dengan kepercayaan Tibet. Orang Tibet percaya bahwa orang berkemampuan khusus, seperti misalnya mata ketiga, harus dibuka untuk membantu masyarakat. Analisis kepercayaan Tibet dimulai dengan keadaan Tibet yang telah dibuka dan menjadi bagian dari China. Pengelompokkan unsur atau subbab kepercayaan Tibet meliputi keadaan Tibet yaitu masyarakat dan rahib, kepercayaan reinkarnasi, ramalan, dan mata ketiga. Mata ketiga adalah kemampuan untuk melihat aura, pikiran, kesehatan, spiritualitas, dan hal-hal tidak terlihat lainnya. Mata ketiga telah menarik perhatian masyarakat internasional sehingga menggunakan sumber pustaka yang relatif umum yang membahas mata ketiga dan aura. Pandangan hidup Jawa memiliki kemiripan dengan esensi Voodoo. Kepercayaan Voodoo diklasifikasikan menjadi Voodoo, kelahiran Voodoo yang meliputi masa kolonisasi, kepercayaan Voodoo di Amerika Serikat yang terdiri dari New Orleans, kuburan Marie Laveau, dan tempat dan ritual Voodoo. Analisis unsur kepercayaan dihubungkan dengan kehidupa dan latar belakang Fira Basuki, sebagai pengarang novel Pintu. Hal ini sesuai dengan pendekatan yang digunakan yaitu strukturalisme genetik yang melihat hubungan antara karya sastra dengan pengarangnya. Hasil analisis diamati untuk melihat kesesuaian atau kesinkronan antara isi novel dan pengarang. HASIL Unsur Kepercayaan Jawa Kepercayaan Jawa berasal dari religi Jawa. Religi Jawa adalah religi pertama orang atau suku Jawa yang kemudian telah dipengaruhi religi luar, seperti Hindu dan Islam dan menjadi religi seperti yang nampak sekarang, salah satunya adalah Kejawen dan kegiatan-kegiatan kepercayaan Jawa yang masih dilakukan masyarakat sampai saat ini. Religi Jawa mempercayai hal-hal atau sesuatu yang bersifat gaib. Hal-hal gaib berasal dari alam gaib, alam lain atau alam adikodrati dan oleh sebab itu harus dijaga keselarasannya dengan alam manusia. Religi ini berdampingan dengan pandangan hidup orang Jawa. Pandangan hidup orang Jawa yaitu tatanan alam semesta atau kosmos. Religi Jawa juga terdapat dalam kepercayaan-kepercayaan atau masih melingkupi 98 JPBSIOnline, Volume 1, Nomor 1, April 2013

5 kepercayaan-kepercayaan yang ada, seperti kepercayaan religi dan kepercayaan suku atau orang Jawa. Hal gaib yang paling dipercaya atau puncak religi orang Jawa adalah kasaktén. Kasaktén atau kekuatan sakti adalah kekuatan atau kekuasaan tertinggi atau dapat dikatakan tertinggi, terkuat, atau yang paling disegani dalam religi Jawa. Kasaktén adalah kekuasaan gaib tertinggi yang dianut orang Jawa dan dalam kehidupan sehari-hari orang Jawa, ada saatnya kepercayaan kepada kasakten menunjukkan "jatidirinya", seperti kepercayaan dan anggapan pada benda-benda sakti, keramat, atau pusaka. Setelah kasakten, di bawahnya terdapat kepercayaan kepada arwah atau roh leluhur, lalu yang terakhir adalah kepercayaan kepada makhluk-makhluk halus seperti memedi, lelembut, demit, tuyul, dan makhluk-makhluk halus yang lain. Leluhur atau arwah leluhur, dalam keyakinan orang Jawa dapat memberikan keselamatan dan memberikan perlindungan. Hal ini juga tidak terlepas dari peran leluhur semasa hidupnya. Terlebih leluhur memiliki peran penting ketika hidup. Sehingga leluhur atau roh mereka dapat tetap memberi pertolongan, atau paling tidak dapat menjadi perantara dengan kekuasaan tertinggi. Setelah tiada, sosok leluhur tetap dimuliakan, diagungkan, dan dijadikan panutan anak cucu. Bowo adalah seorang lelaki Jawa yang lahir bungkus dan dipercaya sebagai titisan Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga masih nenek moyang Bowo yang dipercaya bereinkarnasi ke Bowo agar generasi Bowo atau yang sekarang tidak melupakan ajaran atau adat Jawa dan nenek moyang. Konsep reinkarnasi ini juga ada pada masyarakat Tibet yang dilandasi religi Buddha Mahayana. Bowo dan keluarganya masih tetap menjalankan adat Jawa sehingga memudahkan Bowo untuk melestarikan kebudayaan Jawa. Saat lahir, Bowo berkulit kuning yang dianggap sebagai tanda keistimewaan Bowo atau dapat disebut bayi kuning. Bowo yang lahir bungkus dapat melihat makhluk halus seperti kepercayaan atau mitos di masyarakat yaitu bayi bungkus memiliki kemampuan spiritual yaitu melihat makhluk halus. Kemampuan mata ketiga Bowo dibuka secara spiritual ketika lulus SMU. Mata ketiga adalah kemampuan untuk melihat aura atau hal-hal yang tidak tampak atau terlihat oleh mata biasa yang lain. Pembukaan mata ketiga Bowo terjadi di kuburan salah satu nenek moyangnya. Bowo dapat melihat pikiran, kesehatan, keadaan spiritual orang lain yang semuanya itu ada dalam aura. Setelah lulus dan pulang dari Amerika, Bowo melalukan penyucian diri. Ia bermeditasi di sungai untuk menyucikan diri secara spiritual dan fisik. Hal itu atas nasihat gurunya, Pak Haji Brewok. Setelah itu, teman Pak Haji Brewok memberinya sebilah keris. Bowo mengenakan keris itu saat pernikahannya dan akan menyerahkan keris itu kepada orang yang tepat suatu hari nanti saat ia tua Unsur Kepercayaan Tibet Mata ketiga Bowo adalah hal yang lumrah di Tibet. Masyarakat Tibet mengenal mata ketiga dan menurut mereka orang-orang yang dianugrahi kemampuan tersebut harus dibuka dan menggunakannya untuk membantu masyarakat. Mata ketiga adalah suatu kemampuan melihat aura dan hal-hal di dalamnya yaitu pikiran, keadaan spiritual, kesehatan, dan lain-lain. Salah satu orang Tibet yang dibuka mata ketiganya adalah Tuesday Lobsang Rampa. Pada usia tujuh tahun ia mulai menjalani kehidupan sebagai rahib di biara dan usia delapan tahun dibuka mata ketiganya. Pembukaan mata ketiga dilakukan dengan operasi kecil yaitu pelubangan pada kening Lobsang saat ia dalam kondisi sadar. Lobsang akhirnya dapat melihat aura orang lain. 99 JPBSIOnline, Volume 1, Nomor 1, April 2013

6 Pembukaan mata ketiga Lobsang memiliki beberapa kesamaan dengan Bowo. Pembukaan keduanya terjadi setelah matahari terbit dan membutuhkan waktu beberapa hari untuk menyesuaikan diri setelah pembukaan. Lobsang adalah seorang reinkarnasi dan ia hidup dalam keluarga kaya dan terpandang, dan tentu saja menerapkan budaya atau adat Tibet secara ketat. Bowo juga dipercaya sebagai reinkarnasi Sunan Kalijaga dan hidup dalam keluarga Jawa yang kaya. Sunan Kalijaga masih nenek moyang Bowo. Mayoritas orang Tibet memeluk agama Budha Mahayana dan di Indonesia juga pernah ada agama Budha Mahayana dan sekarang agama Budha masih ada sehingga tidak terdapat perbedaan jauh antara Buddha di Indonesia dan di Tibet. Tibet adalah negara yang tidak menginginkan kemajuan. Masyarakat Tibet lebih menjaga keseimbangan dan pencapaian tingkat kerohanian mereka atau esoteris mereka walau hidup dalam kesederhanaan. Pencapaian rohani tersebut juga didukung dengan hasil-hasil ilmu pengetahuan di Tibet. Ilmu-ilmu di Tibet terdiri dari ilmu fisik atau ilmu alam dan ilmu spiritual. Salah satu kegunaan ilmu alam adalah untuk memahami dan menganalisis tumbuh-tumbuhan di daerah pegunungan Himalaya, yang merupakan tempat negara Tibet berpijak. Ilmu spiritual meliputi ilmu atau pengetahuan rakyat Tibet, khususnya para rahib yang juga merupakan peneliti di Tibet, selain sebagai pilar keagamaan. Ilmu-ilmu spiritual Tibet mencakup seperti ilmu meramal, atau ilmu atau pengetahuan seputar rohani atau spiritual yang merupakan hasil penelitian lanjutan seperti teori reinkarnasi. Tentang aura, di Tibet orang yang terpilih akan dioperasi keningnya untuk membuka mata ketiganya dan dapat melihat aura, seperti yang terjadi pada Tuesday Lobsang Rampa. Unsur Kepercayaan Voodoo Bowo mulai mengenal kepercayaan Voodoo saat berlibur ke New Orleans. Ia mengenal Paris, wanita Amerika yang mengenalkannya kepada tradisi Voodoo. Voodoo adalah religi yang lahir di Haiti dan telah menyebar hingga ke Amerika Serikat. Sejarah lahirnya Voodoo adalah ketika orang-orang Afrika dibawa ke beberapa negara di masa kononisasi Eropa. Orang-orang Afrika dari berbagai suku tersebut menyatukan religi mereka dan melahirkan religi baru yaitu Voodoo. Voodoo lahir di Haiti dan juga sering disebut Vodun. Kota New Orleans di Louisiana, Amerika Serikat adalah ibu kota Voodoo di Amerika Serikat. Voodoo telah menjadi budaya dan tradisi di kota tersebut. Voodoo juga mengadaptasi ajaran-ajaran religi setempat seperti religi Kristen. Voodoo saat ini masih dijalankan seperti di Amerika Serikat, Haiti, Brazil, dan tempat-tempat lain. Pendeta Voodoo membantu atau mengabulkan keinginan orang-orang yang datang ke tempat Voodoo. Sebagian masyarakat menganggap Voodoo sebagai religi yang buruk walau mungkin karena kekurangtahuan di kalangan masyarakat tentang Voodoo. Voodoo sering dikaitkan dengan teknik sihir dengan boneka yang akan menyakiti orang dari jarak jauh. Hal ini yang mungkin paling diingat atau berkesan pada masyarakat umum sehingga Voodoo dianggap kepercayaan yang buruk atau jahat. Sebenarnya ritual boneka Voodoo hanya salah satu bagian kecil dalam religi Voodoo. Voodoo adalah religi yang menjaga hubungan penting dengan roh-roh atau spirit, sesuai dengan arti nama dari Voodoo yaitu spirit. 100 JPBSIOnline, Volume 1, Nomor 1, April 2013

7 Bowo diajak Paris untuk melakukan ritual Voodoo di pondok Voodoo. Keistimewaan Bowo juga diketahui saat ia harus bersentuhan dengan ular piton miliki pendeta Voodoo. Hanya orang-orang terpilih atau istimewa yang boleh bersentuhan dengan ular. Bowo akhirnya menyadari ia telah dikirimi energi spiritual buruk oleh Erna, mantan temannya sehingga kehidupan Bowo menjadi berantakan. PEMBAHASAN Unsur Kepercayaan Jawa Pembahasan unsur kepercayaan Jawa meliputi orang istimewa, hal atau kekuatan gaib, dan kemampuan khusus. Bowo, tokoh utama cerita adalah anak atau orang yang istimewa. Ia dianugrahi kelebihan atau kemampuan tertentu sejak lahir. Kemampuan bowo yang begitu terasa adalah kemampuan melihat makhluk halus, kepintaran, dan mata ketiga. Bowo saat kecil dapat melihat makhluk halus. Makhluk halus dapat digolongkan di dalam hal-hal tidak mudah untuk dilihat atau diketahui, atau bersifat spiritual. Kemampuan Bowo tersebut serupa dengan pengalaman hidup seorang pemerhati dan pembaca aura yaitu Barbara Martin. Aura termasuk ke dalam hal-ha spiritual. Barbara dapat melihat aura sejak usia tiga tahun dan mendapat teman atau hubungan spiritual dengan kekuatan gaib (Martin, 2006). Bowo yang dekat dengan makhluk halus menyiratkan tentang orang dan kepercayaan Jawa yang masih lekat dengan kepercayaan mistis atau gaib. Bowo dianggap istimewa karena memiliki kemampuan-kemampuan spiritual. Bowo sebagai orang istimewa atau terpilih menjadi terasa saat ia dewasa dan mengalami hal-hal spiritual yang semua itu semakin menegaskan akan keistimewaan Bowo. Kemampuan mata ketiga Bowo dibuka saat beranjak dewasa dan dengan kemampuan ini ia dapat melihat aura orang lain. Dapat dikatakan mata ketiga adalah salah satu kemampuan tinggi dalam hal spiritual. Bowo seolah disiapkan dan dimatangkan dan dipertegas dengan mata ketiganya yang dibuka secara spiritual. Hal ini menunjukkan kemungkinan masih adanya orang atau orang Jawa yang memiliki kemampuan tertentu, yang tidak banyak orang memiliki atau memahaminya. Kemampuan tersebut juga berguna untuk membantu melestarikan kebudayaan Jawa. Mata ketiga Bowo adalah salah satu kemampuan khusus yang tidak banyak orang yang memilikinya, terutama yang dimiliki secara alami atau sejak lahir. Mata ketiga memang lekat dengan kepercayaan di dalam Hindu dan Buddha yang sering ditunjukkan dengan adanya satu mata tambahan atau titik di dahi atau di antara kedua mata. Kemampuan mata ketiga juga dikenal secara luas di Tibet sebagai negara yang berlandaskan agama Buddha Mahayana (Rampa, 2002). Masyarakat Jawa pada sejarah religinya pernah memeluk agama Hindu dan Buddha dan mengalami adaptasi dengan religi Jawa asli, yang ikut melahirkan Kejawen. Sekarang pun, agama Hindu dan Buddha masih dipeluk oleh masyarakat Jawa atau Indonesia secara umum. Pembukaan mata ketiga Bowo dilakukan secara gaib atau spiritual di kuburan nenek moyangnya. Orang Jawa masih menghormati atau bahkan meminta di kuburan nenek moyang atau pun leluhur, dan di tempat-tempat lain yang dianggap memiliki berkah gaib atau kharisma (Suseno, 2003). Bowo memulai membuka mata ketiga dengan petunjuk sebuah mimpi. Mimpi masih dipercaya oleh sebagian masyarakat Jawa sebagai petunjuk terutama bagi ahli olah batin atau spiritual, karena mimpin adalah jawaban atau petunjuk yang terjamim. Hal-hal yang menunjukkan keistimewaan Bowo yang lain adalah kepintarannya, yang dapat dikatakan sebagai pengaruh reinkarnasi sebelumnya, yaitu ingatan, 101 JPBSIOnline, Volume 1, Nomor 1, April 2013

8 pengetahuan orang atau jiwa terdahulu ikut mempengaruhi jiwa orang yang sekarang (Mackenzie, 1990). Bowo dipercaya sebagai titisan atau reinkarnasi Sunan Kalijaga, nenek moyangnya. Hal yang lain adalah kedekatan Bowo dengan wanita yang seperti menunjukkan kepemimpinan atau sosok raja Jawa yang memiliki istri atau hubungan dengan beberapa wanita. Keistimewaan Bowo juga terlihat saat ia langsung diterima untuk dilatih silat oleh salah satu guru spiritual Bowo; lalu saat ia diperbolehkan untuk menyentuh ular milik pendeta Voodoo yang hanya orang tertentu atau istimewa saja yang dapat menyentuhnya di saat ritual Voodoo; dan saat Bowo mendapat atau diwarisi sebilah keris dari teman gurunya. Keris tersebut akan terus diwariskan kepada orang-orang yang terpilih saat pemegangnya telah berusia tua. Kedekatan Bowo dengan makhluk halus juga menunjukkan keistimewaan Bowo. Kedekatan Bowo dengan hal-hal spiritual dimulai dengan silat, lalu ajaran Kejawen yang dekat dengan kehidupannya, dan penyucian diri Bowo atau semacam meditasi saat ia merasa kotor. Keris yang diterima Bowo juga berisi suatu kekuatan gaib yang di kalangan orang Jawa memang terdapat orang-orang yang menggunakan keris untuk keberkahan atau jimat (Suseno, 2003). Unsur Kepercayaan Tibet Pembahasan unsur kepercayaan Tibet meliputi keadaan masyarakat Tibet dan pengetahuan atau kemampuan khusus. Masyakat Tibet adalah masyarakat yang tidak menginginkan kemajuan seperti pada masyarakat-masyrakat yang lain (Rampa, 2002). Pencapai esoteris atau kerohanian yang tinggi lebih diutamakan oleh orang Tibet. Kemajuan yang salah hanya akan mengotori pencapaian rohani mereka. Wilayah Tibet memang sempurna untuk meningkatkan segi kerohanian manusia. Tempat yang bergunung-gunung, wilayah yang masih alami, dan pemandangan alam Tibet mendukung untuk pencapaian rohani yang tinggi. Masyarakat Tibet terdiri dari masyarakat biasa dan rahib. Para rahib adalah pengembang dan penjaga ilmu-ilmu pengetahuan di Tibet, seperti konsep jiwa seperti dalam reinkarnasi, lalu ramalan, dan mata ketiga. Reinkarnasi adalah salah satu paham yang terkenal di Tibet. Reinkarnasi terdapat di dalam agama Hindu dan Buddha dan mulai mendapat perhatian di masyarakat luas, terutama di negara atau tempat yang dekat dengan pengajaran Buddha. Buddha Mahayana adalah agama mayoritas orang Tibet. Reinkarnasi adalah kelahiran kembali jiwa beserta "isinya" yaitu pemikiran, pengetahuan, kemampuan, ingatan, visi, dan lainlain. Orang yang mati akan dilahirkan kembali jiwanya kepada orang yang baru atau pada saat roh atau janin tercipta di tubuh sang ibu. Bowo dipercayaa sebagai reinkarnasi Sunan Kalijaga. Salah satu kelebihan Bowo yaitu kepintarannya dimungkinkan adalah "warisan" dari ingatan dan pengetahuan "jiwa-jiwa" terdahulu sebelum Bowo lahir. Salah satu contoh reinkarnasi dan bukti-buktinya, paling tidak sebagai bukti nyata reinkarnasi hidup adalah Osel. Osel adalah seorang anak Spanyol yang telah dibuktikan dan diberi gelar Lama oleh Dalai Lama, pemimpin Tibet. Osel dipercaya sebagai reinkarnasi Lama Thubten Yeshe, seorang lama Tibet yang telah meninggal (Mackenzie, 1990). Orang yang menjadi reinkarnasi yang lain adalah Tuesday Lobsang Rampa, yang pembukaan mata ketiganya memiliki kemiripan dengan Bowo. Ramalan adalah salah satu pengetahuan khusus di Tibet. Seorang peramal, terutama peramal negara di Tibet dapat melihat masa depan seseorang yang dapat 102 JPBSIOnline, Volume 1, Nomor 1, April 2013

9 dipastikan terjadi. Peramal di Tibet menggunakan prinsip-prinsip keilmuan, seperti pergerakan benda-benda langit dan juga menggunakan teknik meditasi mereka yang terkenal. Hasil dari ramalan adalah pembacaan masa depan seseorang yang telah "disetujui" olah dewa, manusia, dan setan, dan hal itu akan terjadi (Rampa, 2002). Meditasi juga dikenal dan digunakan orang Jawa untuk menemukan suatu petunjuk atau sebuah ilmu spiritual atau gaib (Pamungkas, 2006). Pengetahuan khusus yang lain adalah mata ketiga yang dimiliki Tuesday Lobsang Rampa dan Bowo, tokoh utama cerita. Pembukaan mata ketiga di Tibet yaitu pada Lobsang memiliki kemiripan dengan pembukaan pada Bowo. Mata ketiga dibuka saat matahari telah tenggelam atau saat gelap. Setelah mata ketiga dibuka dengan operasi kecil pada dahi, dibutuhkan beberapa minggu untuk menyesuaikan diri. Pemilik mata ketiga yang baru harus beradaptasi dengan cahaya luar sehingga untuk sementara waktu harus berada dalam ruangan gelap tanpa cahaya. Cahaya akan dimasukkan sedikit demi sedikit di dalam ruangan. Pembukaan mata ketiga Bowo tidak dilakukan dengan operasi namun dengan pembukaan secara spiritual atau gaib. Pembukaan mata ketiga Bowo membutuhka waktu beberapa hari dan pada saat itu Bowo dalam keadaan tertidur atau tidak sadarkan diri. Unsur Kepercayaan Voodoo Pembahasan unsur kepercayaan Voodoo meliputi masa kelahiran Voodoo, konsep roh dalam Voodoo, dan ritual Voodoo. Voodoo lahir di masa kolonisasi Eropa di abad ke-16. Orang-orang Afrika dari berbagai suku diambil dan ditempatkan di beberapa negara, salah satunya adalah Haiti, Amerika Tengah. Orang-orang Afrika tersebut lalu menyatukan religi mereka sehingga melahirkan religi baru yaitu Voodoo. Pemeluk Voodoo mempercayai kekuatan gaib tertinggi yaitu Bondye dan ratusan spirit yaitu Lwa. Pada kehidupan sehari-hari pemeluk Voodoo lebih sering berhubungan dengan Lwa, daripada Bondye, serupa dengan orang Jawa yang masih mempercayai dan dekat dengan makhluk-makhluk halus daripada dengan kasakten. Pemeluk Voodoo juga mempercayai dewa-dewa yang berasal dari roh-roh leluhur. Masyarakat Jawa juga masih menghormati bahkan meminta kepada roh-roh leluhur. Voodoo di Amerika Serikat berpusat di New Orleans, Louisiana, Amerika Serikat. Voodoo telah menjadi tradisi dan budaya di New Orleans, termasuk bersinkretisasi dengan agama-agama setempat. Hal ini serupa dengan religi Jawa yang beradaptasi dengan Hindu, Islam, dan religi-religi luar yang masuk. Marie Laveau adalah sosok yang terkenal di New Orleans. Ia adalah ratu Voodoo yang telah meninggal namun masyarakat masih mengunjungi makamnya untuk melakukan ritual Voodoo atau untuk meminta sesuatu. Serupa dengan sebagian masyarakat Jawa. Ular adalah salah satu hal atau perlengkan penting dalam agama Voodoo. Ular dianggap dapat menjembatani antara dunia gaib dan dunia nyata, seperti pada saat Bowo diberi ular oleh pendeta Voodoo di ritualnya. Ular di beberapa kebudayaan dikaitkan dengan dunia dan kekuatan gaib. Konsep ilmu gaib sebenarnya dekat dengan religi. Ilmu gaib adalah usaha-usaha manusia untuk mengatur alam atau mencapai tujuannya sedangkan religi adalah penyerahan diri kepada Tuhan, atau berserah diri di saat usaha manusia tidak lagi berhasil. 103 JPBSIOnline, Volume 1, Nomor 1, April 2013

10 Ilmu gaib dari Voodoo yang mungkin paling diingat dan berkesan di masyarakat umum adalah ilmu boneka Voodoo. Suatu boneka akan digunakan untuk mewakili seseorang, lalu boneka tersebut akan disakiti agar orang yang diwakilinya ikut tersakiti. Ilmu ini berdasarkan kepercayaan kepada kekuatan sakti atau hubungan-hubungan asosiasi, yaitu menghubungkan atau menyamakan antara boneka dengan seorang manusia (Koentjaraningrat, 1967:265). Pendeta Voodoo di saat ritual akan menari dan membaca mantra disesuaikan dengan irama musik yang ada. Saat telah mencapai puncak tarian dan musik, jiwanya akan dirasuki spirit atau roh tertentu untuk membantu terlaksananya ritual. Perasukan ini serupa dengan mediumisasi yaitu menggunakan tubuh seseorang yang masih hidup untuk dirasuki suatu roh yang dipanggil atau diinginkan untuk ditemui atau diajak berkomunikasi. Simpulan dan Saran Simpulan Kepercayaan Jawa atau religi Jawa adalah kepercayaan suku Jawa yang telah ada sejak dulu sebelum religi-religi luar datang seperti Hindu dan Islam. Kepercayaan dibedakan menjadi kepercayaan kepada sesuatu hal dan kepercayaan sebagai sebuah bentuk atau sebutan bagi suatu religi. Saat ini unsur-unsur religi Jawa masih ada dan dilakukan oleh sebagian orang Jawa. Kepercayaan Jawa memiliki beberapa kesamaan dengan kepercayaan Tibet dan Voodoo. Kepercayaan Jawa berasal dari religi Jawa, yaitu religi pertama orang Jawa, sedangkan Kejawen adalah religi Jawa yang telah terpengaruh Islam atau dapat dikatakan sebagai religi Jawa Hindu Islam. Dilihat dari sejarahnya religi Jawa mungkin telah tiada karena telah digantikan agama "resmi" yaitu Kejawen saat kerajaan Mataram baru menerima Islam. Hubungan kepercayaan Jawa dengan kedua kepercayaan yang lain adalah kepercayaan Jawa berasal dari religi awal yang berarti masih berhubungan erat dengan penyembahan nenek moyang, sama dengan religi Voodoo. Kepercayaan Jawa juga mengenal reinkarnasi yang merupakan unsur kepercayaan di Tibet. Kepercayaan Tibet berdasarkan religi Budha Mahayana di Tibet. Kepercayaan Tibet menghasilkan beberapa hal atau unsur yang mulai dikenal masyarakat luas seperti mata ketiga, reinkarnasi, ramalan, dan lain-lain. Pengetahuan-pengetahuan atau kemampuan khusus di Tibet dijaga dan diteliti oleh para rahib. Kepercayaan atau religi Voodoo adalah religi yang merupakan hasil penyatuan atau kumpulan religi suku-suku Afrika. Penyatuan ini terjadi masa kolonisasi bangsa Eropa dan Voodoo telah menyebar di beberapa tempat, seperti yang saat ini mengamalkannya yaitu New Orleans, Amerika Serikat, Haiti, Brazil, suku-suku di Afrika Barat, dan lain-lain. Saran Beberapa orang masih menganggap buruk beberapa kepercayaan seperti Kejawen, voodoo, namun sebenarnya hal itu karena kekurangtahuan dan pemahaman masyarakat. Untuk selanjutnya masyarakat dapat melihat terlebih dahulu isi keseluruhan atau pokok-pokok suatu religi sebelum menilainya. Pendekatan terhadap novel Pintu tidak hanya dilakukan dengan strukturalisme genetik saja. Harus ada pembaruan atau upaya tersendiri agar dapat menganalisis suatu keperecayaaan di dalam suatu karya sastra tanpa harus hanya melihat latar belakang 104 JPBSIOnline, Volume 1, Nomor 1, April 2013

11 pengarangnya. Sebaiknya terdapat pendekatan lain untuk menganalisis suatu kepercayaan di dalam novel. DAFTAR RUJUKAN Endraswara, Suwardi Metodologi Penelitian Sastra: Model, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Widyatama. Koentjaraningrat Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: Dian Rakyat. Mackenzie, Vicki. Tanpa Tahun. Reinkarnasi: Misteri Bocah Spanyol bernama Osel. Terjemahan Lany Kristono Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti Martin, Barbara Y. & Moraitis, Dimitri. Tanpa Tahun. Change Your Aura, Change Your Life: Langkah Praktis Membuka Kekuatan Spiritual Anda. Terjemahan: Osman Fiyanti Jakarta: Penerbit PPM. Pamungkas, Ragil Lelaku dan Tirakat: Cara Orang Jawa Menggapai Kesempurnaan Hidup. Yogyakarta: Penerbit Narasi. Rampa, T Lobsang. Mata Ketiga. Terjemahan: Yovita Hardiwati Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama. Suseno, F. M Etika Jawa: Sebuah Analisa Falsafi Tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa. Jakarta: PT Gramedia. 105 JPBSIOnline, Volume 1, Nomor 1, April 2013

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat. I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara kepulauan, yang memiliki berbagai macam suku bangsa yang kaya akan kebudayaan serta adat istiadat, bahasa, kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI. beberapa buku, skripsi yang isinya relevan dengan judul penelitian ini.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI. beberapa buku, skripsi yang isinya relevan dengan judul penelitian ini. BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI 2.1Tinjauan Pustaka Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, pendapat sesudah,menyelidiki atau mempelajari (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2003:1198).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk menunjukkan tingkat peradaban masyarakat itu sendiri. Semakin maju dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk menunjukkan tingkat peradaban masyarakat itu sendiri. Semakin maju dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan bagian yang melingkupi kehidupan manusia. Kebudayaan yang diiringi dengan kemampuan berpikir secara metaforik atau perubahan berpikir dengan

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. Negara Jepang adalah negara yang kaya akan kebudayaan dan banyak terdapat

Bab 5. Ringkasan. Negara Jepang adalah negara yang kaya akan kebudayaan dan banyak terdapat Bab 5 Ringkasan Negara Jepang adalah negara yang kaya akan kebudayaan dan banyak terdapat perayaan-perayaan ataupun festival yang diadakan setiap tahunnya. Pada dasarnya, perayaan-perayaan yang ada di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masyarakat Karo memiliki berbagai upacara, tradisi, maupun beragam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masyarakat Karo memiliki berbagai upacara, tradisi, maupun beragam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Karo memiliki berbagai upacara, tradisi, maupun beragam ritual yang menjadi ciri khasnya. Masyarakat Karo pada masa dahulu percaya akan kekuatan mistis yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Jawa pada umumnya masih melestarikan kepercayaan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Jawa pada umumnya masih melestarikan kepercayaan terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Jawa pada umumnya masih melestarikan kepercayaan terhadap ajaran-ajaran terdahulu dari nenek-moyang mereka. Ajaran-ajaran ini akan terus diamalkan

Lebih terperinci

JURNAL SKRIPSI. MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo)

JURNAL SKRIPSI. MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo) JURNAL SKRIPSI MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo) SKRIPSI Oleh: DESI WIDYASTUTI K8409015 FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan masuk ke Indonesia melalui jalur perdagangan pada abad ke-16. Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan masuk ke Indonesia melalui jalur perdagangan pada abad ke-16. Masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Tionghoa adalah salah satu kelompok masyarakat yang mendiami wilayah Indonesia dan masuk ke Indonesia melalui jalur perdagangan pada abad ke-16.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari beragamnya kebudayaan yang ada di Indonesia. Menurut ilmu. antropologi, (dalam Koentjaraningrat, 2000: 180) kebudayaan adalah

BAB I PENDAHULUAN. dari beragamnya kebudayaan yang ada di Indonesia. Menurut ilmu. antropologi, (dalam Koentjaraningrat, 2000: 180) kebudayaan adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki keanekaragaman di segala aspek kehidupan. Keanekaragaman tersebut terlihat dari beragamnya kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

BAB I PENDAHULUAN. [Type text] BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tari adalah suatu pertunjukan yang melibatkan seluruh elemen masyarakat pendukungnya. Tari merupakan warisan budaya leluhur dari beberapa abad yang lampau. Tari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Bagi ahli antropologi, religi merupakan satu fenomena budaya. Ia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Bagi ahli antropologi, religi merupakan satu fenomena budaya. Ia merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Bagi ahli antropologi, religi merupakan satu fenomena budaya. Ia merupakan satu ekspresi mengenai apa yang sekelompok manusia pahami, hayati, dan yakini baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan sistem nilai yang terkandung dalam sebuah masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan yang membentuk lapis-lapis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberagaman suku bangsa di Indonesia telah melahirkan ragamnya adat - istiadat dan kepercayaan pada setiap suku bangsa. Tentunya dengan adanya adatistiadat tersebut,

Lebih terperinci

PARTISIPAN : (Yang menjual anak) Nama : Alamat : Umur : Pekerjaan : Pendidikan : Jabatan dalam gereja/masyarakat :

PARTISIPAN : (Yang menjual anak) Nama : Alamat : Umur : Pekerjaan : Pendidikan : Jabatan dalam gereja/masyarakat : PARTISIPAN : (Yang menjual anak) Nama : Alamat : Umur : Pekerjaan : Pendidikan : Jabatan dalam gereja/masyarakat : Pertanyaan-pertanyaan : 1. Aspek manusia : penjual, pembeli dan si anak (Pada saat wawancara,

Lebih terperinci

BAB II TELAAH TEORITIS ANIMISME DALAM MASYARAKAT. Nusak Dengka, dan makna perayaan Limbe dalam masyarakat tersebut.

BAB II TELAAH TEORITIS ANIMISME DALAM MASYARAKAT. Nusak Dengka, dan makna perayaan Limbe dalam masyarakat tersebut. BAB II TELAAH TEORITIS ANIMISME DALAM MASYARAKAT Bab ini merupakan pembahasan atas kerangka teoritis yang dapat menjadi referensi berpikir dalam melihat masalah penelitian yang dilakukan sekaligus menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki kekayaan budaya dan tradisi yang beragam yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Kekayaan budaya dan tradisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinamakan mampu berbuat hamemayu hayuning bawana (Suwardi Endraswara,

BAB I PENDAHULUAN. dinamakan mampu berbuat hamemayu hayuning bawana (Suwardi Endraswara, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah bagian dari suatu ekosistem yang harus diperhatikan eksistensinya. Manusia harus menciptakan lingkungan budayanya menjadi enak dan nyaman. Orang yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN Nilai-nilai Pendidikan Islam Dalam Tradisi Saparan di Kaliwungu Kendal BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Analisis Pelaksanaan Tradisi Saparan di Kaliwungu Kabupaten Kendal Pelaksanaan tradisi Saparan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bukan sekedar jumlah penduduk saja, melainkan sebagai suatu system yang

BAB I PENDAHULUAN. bukan sekedar jumlah penduduk saja, melainkan sebagai suatu system yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut pandangan yang popular, masyarakat dilihat sebagai kekuatan impersonal yang mempengaruhi, mengekang dan juga menentukan tingkah laku anggota-anggotanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam lagi bahasa tercakup dalam kebudayaan. Bahasa menggambarkan cara berfikir

BAB I PENDAHULUAN. dalam lagi bahasa tercakup dalam kebudayaan. Bahasa menggambarkan cara berfikir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa dan kebudayaan merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Bahasa selalu menggambarkan kebudayaan masyarakat yang bersangkutan; lebih dalam lagi bahasa

Lebih terperinci

PERGESERAN MAKNA SENI TARI PRAJURITAN DESA TEGALREJO KECAMATAN ARGOMULYO

PERGESERAN MAKNA SENI TARI PRAJURITAN DESA TEGALREJO KECAMATAN ARGOMULYO PERGESERAN MAKNA SENI TARI PRAJURITAN DESA TEGALREJO KECAMATAN ARGOMULYO 1 Dwiyan Novriawan, 2 Drs. Tri Widiarto, M.Pd. E-mail : 1 novriawan.dwiyan@gmail.com, 2 tri.widiarto@staff.uksw.edu ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tercakup seperti adat serta upacara tradisional. Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tercakup seperti adat serta upacara tradisional. Negara Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, budaya ada di dalam masyarakat dan lahir dari pengalaman hidup sehari-hari yang dialami oleh setiap kelompok

Lebih terperinci

BAB III PENYAJIAN DATA. A. Pelaksanaan Kenduri Arwah sebagai rangkaian dari ritual kematian dalam

BAB III PENYAJIAN DATA. A. Pelaksanaan Kenduri Arwah sebagai rangkaian dari ritual kematian dalam 40 BAB III PENYAJIAN DATA A. Pelaksanaan Kenduri Arwah sebagai rangkaian dari ritual kematian dalam masyarakat Pujud Data yang disajikan adalah data yang diperoleh dari lapangan yang dihimpun melalui observasi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Tinjauan Pustaka 1. Definisi Kebudayaan Kata kebudayaan berasal dari kata Sansekerta buddhayah, ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau

Lebih terperinci

Oleh : Siti Masriyah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa

Oleh : Siti Masriyah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Perubahan Cara Pandang Masyarakat Terhadap Mitos dalam Tradisi Bersih Makam Ki Hajar Welaran di Gunung Paras Desa Karangsambung Kecamatan Karangsambung Kabupaten Kebumen Oleh : Siti Masriyah Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. atau pola kelakuan yang bersumber pada sistem kepercayaan sehingga pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. atau pola kelakuan yang bersumber pada sistem kepercayaan sehingga pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap daerah di Indonesia memiliki tradisi dan budaya yang berbeda. Ini menjadi variasi budaya yang memperkaya kekayaan budaya bangsa Indonesia. Budaya merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia terdiri dari beranekaragam suku bangsa dan memiliki berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia terdiri dari beranekaragam suku bangsa dan memiliki berbagai macam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia terdiri dari beranekaragam suku bangsa dan memiliki berbagai macam kebudayaan. Kebudayaan merupakan hasil cipta, karya, rasa manusia untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan sistem nilai yang terkandung dalam sebuah masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan yang membentuk lapis-lapis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat mempersatukan dan mempertahankan spiritualitas hingga nilai-nilai moral yang menjadi ciri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Suku Jawa merupakan suku dengan jumlah populasi terbanyak (sekitar 100 juta orang menurut data tahun 2011) di Indonesia berawal layaknya kelompok etnis Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 32 ayat (1) dan

Lebih terperinci

PELAYANAN ANAK. PELAYANAN ANAK Sesi 1: Menjangkau Anak-anak

PELAYANAN ANAK. PELAYANAN ANAK Sesi 1: Menjangkau Anak-anak PELAYANAN ANAK Sesi 1: Menjangkau Anak-anak PENDAHULUAN Allah tertarik pada anak-anak. Haruskah gereja berusaha untuk menjangkau anak-anak? Apakah Allah menyuruh kita bertanggung jawab terhadap anak-anak?

Lebih terperinci

BAB III PROSESI UPACARA PENGASIHAN DI MAKAM PUTRI CAMPA. Pengasihan merupakan kepercayaan untuk melancarkan jodoh, pekerjaan

BAB III PROSESI UPACARA PENGASIHAN DI MAKAM PUTRI CAMPA. Pengasihan merupakan kepercayaan untuk melancarkan jodoh, pekerjaan 43 BAB III PROSESI UPACARA PENGASIHAN DI MAKAM PUTRI CAMPA A. Prosesi Kegiatan 47 Pengasihan merupakan kepercayaan untuk melancarkan jodoh, pekerjaan dan keinginan yang sekiranya sulit untuk di capai.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, salah satu akibat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, salah satu akibat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, salah satu akibat dari kemajemukan tersebut adalah terdapat beraneka ragam ritual yang dilaksanakan dan dilestarikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu budaya penting bagi masyarakat Islam Jawa, baik yang masih berdomisili di

BAB I PENDAHULUAN. satu budaya penting bagi masyarakat Islam Jawa, baik yang masih berdomisili di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi menyambut bulan Suro merupakan hal yang sudah menjadi salah satu budaya penting bagi masyarakat Islam Jawa, baik yang masih berdomisili di Jawa maupun yang

Lebih terperinci

Pola Perilaku Spiritual dalam Kelompok Kebatinan Santri Garing di Desa Kajoran Kecamatan Karanggayam Kabupaten Kebumen

Pola Perilaku Spiritual dalam Kelompok Kebatinan Santri Garing di Desa Kajoran Kecamatan Karanggayam Kabupaten Kebumen Pola Perilaku Spiritual dalam Kelompok Kebatinan Santri Garing di Desa Kajoran Kecamatan Karanggayam Kabupaten Kebumen Oleh: Riana Anggraeni Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa rianaanggraeni93@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya. Tidak hanya menyebarkan di daerah-daerah yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya. Tidak hanya menyebarkan di daerah-daerah yang menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan penyebaran agama-agama di Indonesia selalu meningkat, baik itu agama Kristen Katholik, Protestan, Islam, dan sebagainya. Tidak hanya menyebarkan

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN 2.1 Pengertian Ritual Ritual adalah tehnik (cara metode) membuat suatu adat kebiasaan menjadi suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kekompleksitasan Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki lingkungan geografis. Dari lingkungan geografis itulah membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Secara umum, kebudayaan memiliki tiga wujud, yakni kebudayaan secara ideal

I. PENDAHULUAN. Secara umum, kebudayaan memiliki tiga wujud, yakni kebudayaan secara ideal 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebudayaan dalam masyarakat tidak begitu saja ada dengan sendirinya. Kebudayaan itu sendiri merupakan sebuah hasil dari cipta, rasa dan karsa manusia yang diperoleh melalui

Lebih terperinci

REALITAS SOSIAL DALAM NOVEL PINTU KARYA FIRA BASUKI JURNAL ILMIAH

REALITAS SOSIAL DALAM NOVEL PINTU KARYA FIRA BASUKI JURNAL ILMIAH REALITAS SOSIAL DALAM NOVEL PINTU KARYA FIRA BASUKI JURNAL ILMIAH diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (Strata 1) NOFRIANTI NPM 09080021 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kemajuan komunikasi dan pola pikir pada zaman sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kemajuan komunikasi dan pola pikir pada zaman sekarang ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan komunikasi dan pola pikir pada zaman sekarang ini semakin mendukung terkikisnya nilai-nilai tradisional sebuah bangsa. Lunturnya kesadaran akan nilai budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam kehidupan manusia, setiap pasangan tentu ingin melanjutkan hubungannya ke jenjang pernikahan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu unsur kebudayaan dan sebagai salah satu perantara sosial

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu unsur kebudayaan dan sebagai salah satu perantara sosial 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan adalah sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan bermasyarakat. Seiring dengan zaman, kebudayaan dan masyarakat akan selalu berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara kepulauan dengan ratusan suku bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara kepulauan dengan ratusan suku bangsa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara kepulauan dengan ratusan suku bangsa, didalamnya memiliki keragaman budaya yang mencerminkan kekayaan bangsa yang luar biasa. Kebudayaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebuah kalimat yang berasal dari lafadz hallala-yuhallilu-tahlilan yang berarti

I. PENDAHULUAN. sebuah kalimat yang berasal dari lafadz hallala-yuhallilu-tahlilan yang berarti 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata Tahlil secara etimologi dalam tata bahasa Arab membahasnya sebagai sebuah kalimat yang berasal dari lafadz hallala-yuhallilu-tahlilan yang berarti mengucapkan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Upacara adat Belian merupakan suatu bentuk kebudayaan asli Indonesia yang sampai saat ini masih ada dan terlaksana di masyarakat Dayak Paser, Kalimantan Timur. Sebagai salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh berbagai kalangan, mulai dari anak-anak, remaja, hingga dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh berbagai kalangan, mulai dari anak-anak, remaja, hingga dewasa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia tidak bisa terlepas dari permainan. Permainan dapat dilakukan oleh berbagai kalangan, mulai dari anak-anak, remaja, hingga dewasa. Permainan dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tradisi merupakan aktivitas yang diturunkan secara terus-menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tradisi merupakan aktivitas yang diturunkan secara terus-menerus dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tradisi merupakan aktivitas yang diturunkan secara terus-menerus dan mengandung nilai-nilai luhur. Aktivitas yang terdapat dalam tradisi secara turuntemurun

Lebih terperinci

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO Oleh: Wahyu Duhito Sari program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa Wahyu_duhito@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 32 ayat (1) dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia yang mempunyai ribuan pulau dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia yang mempunyai ribuan pulau dengan berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia yang mempunyai ribuan pulau dengan berbagai suku bangsa tentunya kaya akan budaya dan tradisi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Situasi

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem religi/kepercayaan terhadap sesuatu menjadi suatu Kebudayaan. Sistem

BAB I PENDAHULUAN. sistem religi/kepercayaan terhadap sesuatu menjadi suatu Kebudayaan. Sistem 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap kebudayaan memiliki sistem religi atau sistem kepercayaan, termasuk dalam kebudayaan etnis Tionghoa. Etnis Tionghoa selalu melestarikan kebudayaan

Lebih terperinci

BAB IV MAKNA ARUH MENURUT DAYAK PITAP. landasan untuk masuk dalam bagian pembahasan yang disajikan dalam Bab IV.

BAB IV MAKNA ARUH MENURUT DAYAK PITAP. landasan untuk masuk dalam bagian pembahasan yang disajikan dalam Bab IV. BAB IV MAKNA ARUH MENURUT DAYAK PITAP 4.1. PENDAHULUAN Bertolak dari uraian tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, dan tujuan penelitian yang terdapat dalam Bab I, yang dilanjutkan dengan pembahasan

Lebih terperinci

BAB IV KAJIAN UNSUR VISUAL NAGA PADA WAYANG DAN SENGKALAN YANG DIPENGARUHI KOSMIS-MISTIS

BAB IV KAJIAN UNSUR VISUAL NAGA PADA WAYANG DAN SENGKALAN YANG DIPENGARUHI KOSMIS-MISTIS BAB IV KAJIAN UNSUR VISUAL NAGA PADA WAYANG DAN SENGKALAN YANG DIPENGARUHI KOSMIS-MISTIS IV.1 Karakteristik Kosmis-Mistis pada Masyarakat Jawa Jika ditinjau dari pemaparan para ahli tentang spiritualisme

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Kebudayaan berasal dari kata sansekerta budhayah, yaitu bentuk jamak

BAB II KAJIAN TEORI. Kebudayaan berasal dari kata sansekerta budhayah, yaitu bentuk jamak BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Kebudayaan Kebudayaan berasal dari kata sansekerta budhayah, yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti budhi atau akal. Kebudayaan dapat diartikan hal-hal yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diwariskan secara turun temurun di kalangan masyarakat pendukungnya secara

BAB 1 PENDAHULUAN. diwariskan secara turun temurun di kalangan masyarakat pendukungnya secara digilib.uns.ac.id 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Upacara tradisional merupakan salah satu wujud peninggalan kebudayaan dan pada dasarnya upacara tradisional disebarkan secara lisan. Upacara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di mana kekuatan karakter merupakan trait positif yang ditampilkan melalui

BAB I PENDAHULUAN. di mana kekuatan karakter merupakan trait positif yang ditampilkan melalui BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Spiritualitas merupakan salah satu bagian dari kekuatan karakter individu, di mana kekuatan karakter merupakan trait positif yang ditampilkan melalui pikiran,

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DATA PENELITIAN. A. Kepercayaan Masyarakat Terhadap Pohon, Jembatan dan Makam Keramat

BAB IV PEMBAHASAN DATA PENELITIAN. A. Kepercayaan Masyarakat Terhadap Pohon, Jembatan dan Makam Keramat BAB IV PEMBAHASAN DATA PENELITIAN A. Kepercayaan Masyarakat Terhadap Pohon, Jembatan dan Makam Keramat Dalam masyarakat kita, apabila terjadi pada diri seseorang atau sesuatu yang dianggap luar biasa maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan bangsa di dunia yang mendiami suatu daerah tertentu memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, setiap bangsa memiliki

Lebih terperinci

KONTEN BUDAYA NUSANTARA Upacara Adat Rambu Solo - Toraja

KONTEN BUDAYA NUSANTARA Upacara Adat Rambu Solo - Toraja KONTEN BUDAYA NUSANTARA Upacara Adat Rambu Solo - Toraja Upacara pemakaman yang dilangsungkan saat matahari tergelincir ke barat. Jenazah dimakamkan di gua atau rongga di puncak tebing batu. Sebagai tanda

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA TRADISI PENGGUNAAN GARAM. A. Makna Tradisi Penggunaan Garam Perspektif Strukturalisme Claude

BAB IV ANALISIS DATA TRADISI PENGGUNAAN GARAM. A. Makna Tradisi Penggunaan Garam Perspektif Strukturalisme Claude 70 BAB IV ANALISIS DATA TRADISI PENGGUNAAN GARAM A. Makna Tradisi Penggunaan Garam Perspektif Strukturalisme Claude Levi Strauss Penggunaan garam dalam tradisi yasinan merupakan prosesi atau cara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, tarian dan adat istiadat yang dimiliki oleh setiap suku bangsa juga sangat beragam. Keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia memiliki beribu-ribu pulau di dalamnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia memiliki beribu-ribu pulau di dalamnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia memiliki beribu-ribu pulau di dalamnya. Banyaknya pulau-pulau di Indonesia menghadirkan suku dan budaya yang memiliki adat istiadat yang berbeda disetiap

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 INFORMED CONSENT Lembar Pernyataan Persetujuan oleh Subjek Saya yang bertanda tangan dibawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang ada di Indonesia dan masih terjaga kelestariannya. Kampung ini merupakan kampung adat yang secara

Lebih terperinci

No Nama Umur Pekerjaan Alamat. 1 Yohanes 60 tahun Pensiunan Pegawai. 2 Adrianus 45 tahun Guru Agama Desa. 3 April 25 Tahun Pembuat senjata Desa

No Nama Umur Pekerjaan Alamat. 1 Yohanes 60 tahun Pensiunan Pegawai. 2 Adrianus 45 tahun Guru Agama Desa. 3 April 25 Tahun Pembuat senjata Desa Daftar Informan No Nama Umur Pekerjaan Alamat 1 Yohanes 60 tahun Pensiunan Pegawai Negeri Sipil, tokoh adat Desa Senakin 2 Adrianus 45 tahun Guru Agama Desa Senakin 3 April 25 Tahun Pembuat senjata Desa

Lebih terperinci

CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR)

CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR) CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR) Oleh: Dyah Susanti program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa shanti.kece@yahoo.com Abstrak:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. 1 Dalam kaitannya

BAB I PENDAHULUAN. sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. 1 Dalam kaitannya BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. 1 Dalam kaitannya dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sehingga terpisah dari satu wilayah dengan wilayah lain. dengan perbedaan itulah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sehingga terpisah dari satu wilayah dengan wilayah lain. dengan perbedaan itulah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara multikultural baik dari adat, budaya, bahasa dan agama serta kepercayaan. Hal itu ada karena Indonesia adalah Negara kepualauan. Sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di Indonesia berbeda dengan yang ada di India, ini disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di Indonesia berbeda dengan yang ada di India, ini disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agama Hindu adalah agama yang telah menciptakan kebudayaan yang sangat kompleks di bidang astronomi, ilmu pengetahuan, filsafat dan lain-lain sehingga timbul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua. BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Kematian bagi masyarakat Tionghoa (yang tetap berpegang pada tradisi) masih sangat tabu untuk dibicarakan, sebab mereka percaya bahwa kematian merupakan sumber malapetaka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memiliki berbagai macam suku bangsa, bahasa, adat istiadat atau yang sering kita

I. PENDAHULUAN. memiliki berbagai macam suku bangsa, bahasa, adat istiadat atau yang sering kita I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau dan memiliki berbagai macam suku bangsa, bahasa, adat istiadat atau yang sering kita sebut dengan kebudayaan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. maupun dilestarikan. Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks yang

I. PENDAHULUAN. maupun dilestarikan. Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan salah satu kekayaan yang Indonesia miliki, kebudayaan yang beranekaragam ini merupakan aset negara yang harus tetap dipertahankan maupun dilestarikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena bangsa Indonesia terdiri dari beribu-ribu pulau dan keanekaragaman budaya merupakan

Lebih terperinci

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 BAB I A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki keanekaragaman budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 32 ayat (1) dan (2) Undang-undang

Lebih terperinci

Pola Perilaku Kesurupan Endhang Mayit dalam Kesenian Kuda Kepang Turangga Mudha di Desa Banioro Kecamatan Karangsambung Kabupaten Kebumen

Pola Perilaku Kesurupan Endhang Mayit dalam Kesenian Kuda Kepang Turangga Mudha di Desa Banioro Kecamatan Karangsambung Kabupaten Kebumen Pola Perilaku Kesurupan Endhang Mayit dalam Kesenian Kuda Kepang Turangga Mudha di Desa Banioro Kecamatan Karangsambung Kabupaten Kebumen Oleh: Hamzah Setiadi Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di tunda-tunda. Kesehatan memiliki peran penting dalam mempengaruhi derajat

BAB I PENDAHULUAN. di tunda-tunda. Kesehatan memiliki peran penting dalam mempengaruhi derajat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi dan tidak dapat di tunda-tunda. Kesehatan memiliki peran penting dalam mempengaruhi derajat hidup seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya adalah suatu konsep yang secara formal didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya adalah suatu konsep yang secara formal didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya adalah suatu konsep yang secara formal didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan,

Lebih terperinci

yang masih dipertahankan di suku Jawa adalah Ritual Bulan suro.

yang masih dipertahankan di suku Jawa adalah Ritual Bulan suro. BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia adalah sebagai sebuah Negara yang besar terkenal dengan keanekaragaman suku dan kebudayaan. Kepulauan Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan hasil sastra yang berupa puisi, prosa, maupun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan hasil sastra yang berupa puisi, prosa, maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil sastra yang berupa puisi, prosa, maupun lakon. Karya sastra mengungkapkan makna secara tidak langsung. Karya sastra merupakan sistem

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. pelestarian budaya lokal oleh pemprov Bangka dan proses pewarisan nilai

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. pelestarian budaya lokal oleh pemprov Bangka dan proses pewarisan nilai BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh tentang upaya pelestarian budaya lokal oleh pemprov Bangka dan proses pewarisan nilai Sembahyang Rebut kepada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebudayaan terjadi melalui proses belajar dari lingkungan alam maupun

I. PENDAHULUAN. Kebudayaan terjadi melalui proses belajar dari lingkungan alam maupun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebudayaan terjadi melalui proses belajar dari lingkungan alam maupun lingkungan sosial artinyahubungan antara manusia dengan lingkungan dihubungkan dengan tradisi masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seorang manusia sebagai bagian dari sebuah komunitas yang. bernama masyarakat, senantiasa terlibat dengan berbagai aktifitas sosial

BAB I PENDAHULUAN. Seorang manusia sebagai bagian dari sebuah komunitas yang. bernama masyarakat, senantiasa terlibat dengan berbagai aktifitas sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seorang manusia sebagai bagian dari sebuah komunitas yang bernama masyarakat, senantiasa terlibat dengan berbagai aktifitas sosial yang berlaku dan berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan

BAB I PENDAHULUAN. menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suku bangsa Tionghoa merupakan salah satu etnik di Indonesia. Mereka menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan leluhur orang Tionghoa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kajian Pustaka. 1. Pengertian Tradisi. Tradisi dalam bahasa latin traditio, diteruskan atau kebiasaan,

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kajian Pustaka. 1. Pengertian Tradisi. Tradisi dalam bahasa latin traditio, diteruskan atau kebiasaan, BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Pengertian Tradisi Tradisi dalam bahasa latin traditio, diteruskan atau kebiasaan, dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang dilakukan sejak lama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah memiliki keanekaragaman budaya yang tak terhitung banyaknya. Kebudayaan lokal dari seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki akal dan pikiran yang mampu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki akal dan pikiran yang mampu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki akal dan pikiran yang mampu menciptakan pola bagi kehidupannya berupa kebudayaan. Kebudayaan merupakan hasil cipta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dari segi sosialnya, Jepang merupakan negara yang maju dan. moderen. Walaupun demikian, negara tersebut memiliki banyak

BAB I PENDAHULUAN. Dari segi sosialnya, Jepang merupakan negara yang maju dan. moderen. Walaupun demikian, negara tersebut memiliki banyak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dari segi sosialnya, Jepang merupakan negara yang maju dan moderen. Walaupun demikian, negara tersebut memiliki banyak keanekaragaman budaya tradisional termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu suku bangsa mempunyai berbagai macam kebudayaan, tiap

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu suku bangsa mempunyai berbagai macam kebudayaan, tiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Dalam suatu suku bangsa mempunyai berbagai macam kebudayaan, tiap kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat yang dapat berwujud sebagai komunitas desa, sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Riau adalah rumpun budaya melayu yang memiliki beragam

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Riau adalah rumpun budaya melayu yang memiliki beragam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Provinsi Riau adalah rumpun budaya melayu yang memiliki beragam suku, yang dapat di jumpai bermacam-macam adat istiadat, tradisi, dan kesenian yang ada dan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. Malang Press, 2008, hlm Ahmad Khalili, M.Fiil.I, Islam Jawa Sufisme dalam Etika dan Tradisi Jawa, UIN

BAB IV ANALISIS. Malang Press, 2008, hlm Ahmad Khalili, M.Fiil.I, Islam Jawa Sufisme dalam Etika dan Tradisi Jawa, UIN 60 BAB IV ANALISIS A. Pantangan diyakini Masyarakat Karanggadung Lazimnya manusia yang hidup di tengah-tengah alam liar yang bebas beraktifitas. Penduduk pulau Jawa adalah para pengembara handal di alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. generasi yang telah mendarah daging berurat dan berakar. Kebiasaan ini dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. generasi yang telah mendarah daging berurat dan berakar. Kebiasaan ini dilakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tiap kelompok manusia memiliki corak, watak, kaidah, norma, etika, moral, serta tradisi dan adat istiadat yang dilakukan dengan turun temurun dari generasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kasunanan Surakarta merupakan sebuah kerajaan yang bercirikan keislaman. Ciri keislaman itu dapat dilihat dari adanya jabatan penghulu dan abdi dalem ngulama dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia yang terdiri atas beberapa pulau dan kepulauan serta di pulau-pulau itu terdapat berbagai suku bangsa masing-masing mempunyai kehidupan sosial,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Folklor merupakan sebuah elemen penting yang ada dalam suatu sistem tatanan budaya dan sosial suatu masyarakat. Folklor merupakan sebuah refleksi sosial akan suatu

Lebih terperinci

BAB IV MAKNA SIMBOLIS TRADISI LEMPAR AYAM DALAM PERSPEKTIF HERMENEUTIKA PAUL RICOEUR

BAB IV MAKNA SIMBOLIS TRADISI LEMPAR AYAM DALAM PERSPEKTIF HERMENEUTIKA PAUL RICOEUR 69 BAB IV MAKNA SIMBOLIS TRADISI LEMPAR AYAM DALAM PERSPEKTIF HERMENEUTIKA PAUL RICOEUR A. Implementasi Simbol dalam Perespektif Hermeneutika Paul Ricoeur Lempar ayam merupakan prosesi atau cara yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku X di Kabupaten Papua yang menganut tradisi potong jari ketika salah seorang anggota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahkluk sosial yang berbudaya mempunyai peran

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahkluk sosial yang berbudaya mempunyai peran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan mahkluk sosial yang berbudaya mempunyai peran sebagai aktor, sebagimana manusia itu dapat memberikan sumbangan dan memfasilitasi kehidupan yang mencakup

Lebih terperinci