EVALUASI KINERJA USAHA PETANI GARAM RAKYAT (STUDI KASUS DI KABUPATEN BIMA, NUSA TENGGARA BARAT) AMRIL RACHMAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EVALUASI KINERJA USAHA PETANI GARAM RAKYAT (STUDI KASUS DI KABUPATEN BIMA, NUSA TENGGARA BARAT) AMRIL RACHMAN"

Transkripsi

1 EVALUASI KINERJA USAHA PETANI GARAM RAKYAT (STUDI KASUS DI KABUPATEN BIMA, NUSA TENGGARA BARAT) AMRIL RACHMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam laporan akhir saya yang berjudul : Evaluasi Kinerja Usaha Petani Garam Rakyat (Studi Kasus di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat) merupakan gagasan atau hasil penelitian laporan akhir saya sendiri, dengan pembimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukan rujukannya. Laporan akhir ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya. Bogor, Oktober 2011 Amril Rachman P

3 ABSTRACT AMRIL RACHMAN. Performance Evaluation of Salt Farmers Business People (Case Studies in Bima Distric, Nusa Tenggara Barat province). Supervised by SAPTA RAHARJA as chief and H. DARWIN KADARISMAN as member. Flood of salt imports from the country four season to meet consumption needs and the needs of industry to Indonesia make the price of salt is low, people's business performance seen from the salt farmer productivity, quality of salt and salt farmers welfare of the people questioned nationwide. Surprisingly rich tropical sea water and sunlight with the fourth longest coastline in the world's salt supply shortage in the country, in 2010 national production of only 30,600 tons of salt or less than 1 percent of national demand in 2010 due to harvest in a number of production centers between tons. ponds area and one of the factors that influence the production of salt is an integral part of the performance of producing salt as salt producers nationwide. Business performance on a salt farmer folk analyzed the influence of the land area of salt ponds on productivity, quality and financial performance by analysis of variance (Anova), for quality is also conducted lab tests and analysis of financial performance using the calculation of revenue, R/C ratio and B/C ratio. The analysis indicates the diversity of productivity F count is smaller than the F table with probability Analysis of the diversity of sea water salinity showed F count smaller than F table with probability Levels of NaCl has a score of percent with the average color of white salt crystals are turbid and a diameter of less than 5 millimeters. Revenue from June to August 2011 the highest value on the people producing salt flats with an area of 0.23 hectares of land, averaging while the lowest score in the group of farmers salt flats with an area of 0.85 hectares of land, the average score of The analysis indicates the diversity of income F count smaller than F table probabilities R/C ratio and B/C ratio produced from June to August 2011 the highest value in the group of people producing salt flats with total area of 0.23 hectares, the average score of while lowest in the group of salt farmers with average land area of 0.85 hectares, average score of The analysis indicates the diversity of F count is smaller than the F table with probability Effect of salt pond land area of productivity, quality and financial performance analysis results show analysis of variance (Anova) of the same namely the lack of significant differences. Based on the above data the business performance of the people rated low salt farmers and growers need to be enhanced by the salt of the people, particularly in the area. Keywords: financial, land area, productivity, quality salt farmers

4 RINGKASAN AMRIL RACHMAN. Evaluasi Kinerja Usaha Petani Garam Rakyat (Studi kasus di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat). Di bawah bimbingan SAPTA RAHARJA sebagai ketua dan H. DARWIN KADARISMAN sebagai anggota. Kebutuhan terhadap garam tidak dapat digantikan, setiap orang mengkonsumsi lebih kurang empat kg garam per tahun dalam bentuk aneka pangan garam yang dihasilkan dari air laut sebagai bahan baku utama merupakan komoditas strategis yang dibutuhkan manusia dalam bentuk garam konsumsi dan garam industri, garam konsumsi untuk konsumsi penduduk, pengasinan ikan, pakan ternak, dan lain-lain, sedangkan garam industri untuk caustik soda, pengeboran minyak, farmasi/kosmetika dan es, sabun, pengolahan kulit, dan lain-lain. Produksi garam dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan tersebut sangat kurang sejak beberapa tahun yang lalu Indonesia mengalami defisit garam, negeri tropis yang kaya air laut dan matahari terpaksa mengimpor garam untuk kebutuhan konsumsi dan industri. Tercatat garam dari negeri seperti Australia, India, dan China membanjiri Indonesia. Negara Indonesia yang sebagian besar daerahnya berada di daerah tropis yang langsung dipengaruhi oleh garis khatulistiwa, memotong Indonesia hampir menjadi dua dan luas lautnya mencapai kurang lebih tujuh puluh persen dari luas seluruh Indonesia, memiliki ribuan pulau-pulau kecil dan salah satu negara yang memiliki pantai terpanjang di dunia. Sangat ironis sebagai negara pengimpor garam. Rendahnya produksi garam di Indonesia di pengaruhi oleh banyak faktor diantaranya kinerja usaha petani garam sebagai tenaga kerjanya dilihat dari produktivitas, mutu, juga finansialnya yang di dapat oleh petani garam tersebut dan luas lahan tambak garam yang dimiliki, secara umum semakin luas lahan, semakin besar jumlah produksi yang dihasilkan oleh lahan tersebut. Oleh karena itu untuk meningkatkan pasokan garam dalam negeri, usaha petani garam sebagai produsen garam nasional, perlu dilakukan evaluasi kinerja. Kajian yang dilakukan bertujuan untuk (1) Mengetahui kinerja finansial (Pd, R/C ratio, dan B/C ratio) usaha petani garam rakyat; (2) Mengetahui kinerja non finansial (Produktivitas dan Mutu) usaha petani garam rakyat. Kajian dilakukan di Desa Bontokape Kecamatan Bolo dan Desa Donggobolo Kecamatan Woha Kabupaten Bima Propinsi Nusa Tenggara Barat. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, kinerja usaha petani garam rakyat dianalisa pada pengaruh luas lahan tambak garam terhadap produktivitas, mutu dan kinerja finansial dengan melakukan analisa keragaman (Anova) untuk mutu juga dilakukan uji lab dan analisa kinerja finansial menggunakan perhitungan pendapatan, R/C rasio dan B/C rasio. Hasil Kajian menunjukan bahwa berdasarkan Analisa keragaman produktivitas didapatkan F hitung lebih kecil dari F tabel dengan probabilitas Analisa keragaman kadar garam air laut menunjukan F hitung lebih kecil dari F tabel dengan probabilitas Kadar NaCl memiliki skor rataan 84,18 % dengan warna garam putih keruh dan diameter kristalnya kurang dari 5 milimeter. Pendapatan bulan Juni hingga Agustus 2011 nilai tertinggi pada kelompok petani garam rakyat dengan luas lahan rataan 0,23 hektar, skor rataan ,67 sedangkan terendah pada kelompok petani garam dengan luas lahan rataan 0,85 hektar, skor rataan ,00. Analisa keragaman pendapatan menunjukan F hitung lebih kecil dari F tabel probabilitas R/C ratio dan B/C ratio yang dihasilkan bulan Juni hingga Agustus 2011 nilai tertinggi pada kelompok petani garam rakyat dengan luas lahan rataan 0,23 hektar, skor rataan sedangkan terendah pada kelompok

5 petani garam dengan luas lahan rataan 0,85 hektar, skor rataan Analisa keragaman menunjukan F hitung lebih kecil dari F tabel dengan probabilitas Hasil keseluruhan Uji Anova mengenai pengaruh luas lahan tambak garam terhadap produktivitas, mutu dan kinerja finansial menunjukan hasil analisa keragaman (Anova) yang sama yaitu tidak adanya perbedaan yang nyata pada produktivitas, kadar garam, pendapatan petani garam, R/C rasio dan B/C rasio pada luas lahan yang berbeda, berarti kinerja usaha petani garam rakyat di Desa Bontokape dan Desa Donggobolo tercatat rendah dan perlu ditingkatkan oleh petani garam, khususnya di daerah tersebut.

6 EVALUASI KINERJA USAHA PETANI GARAM RAKYAT (Studi Kasus Di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat) AMRIL RACHMAN Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

7 PRAKATA Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya, sehingga laporan akhir ini dapat diselesaikan. Penulis menyadari bahwa laporan akhir ini dapat tersusun atas bantuan moril maupun materiil, baik secara langsung maupun tidak langsung dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak dan Ibu, atas doa yang selalu mengiringi perjalanan penulis sampai sekarang semoga Allah membalas kebaikan-kebaikannya. 2. Prof.Dr.Ir.H. Musa Hubeis, MS,Dipl.Ing,DEA, selaku Ketua Program Studi Magister Profesional Industri Kecil Menengah yang telah membantu membuka cakrawala ilmu bagi penulis. 3. Dr. Ir. Sapta Raharja. DEA, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan dorongan, baik selama proses belajar maupun dalam penyusunan laporan akhir. 4. Ir. H. Darwin Kadarisman, MS, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan waktu dan pikirannya untuk memberikan saran, masukan, arahan dan bimbingan yang sangat berguna dalam penyelesaian tugas akhir ini. 5. Bapak/Ibu dosen PS MPI yang telah menambahkan wawasan pengetahuan bagi penulis. 6. H. Yasin dan Bapak Akhmad selaku ketua kelompok petani garam di lokasi penelitian yang telah sudi memberikan dukungan data dan informasi berkaitan dengan penyelesaian tugas akhir ini. Kepada Dr.H.Iwan Setiawan,M.Si selaku Direktur Bisnis GKPN, terimakasih atas saran dan arahannya. Kepada Kepala Dinas KP Kabupaten Bima 7. Seluruh staf administrasi PS MPI IPB, khusunya Mas Haer, Mas Haris dan Mbak Vera terimakasih atas bantuannya. 8. Teman-teman MPI 13 atas kebersamaannya selama menimba ilmu di kampus tercinta. 9. Khusus Istriku, Sri Wahyuni, yang telah banyak berkorban dan bersabar dengan selalu memberi perhatian dalam penulisan laporan akhir ini, dan anak-anakku yang tercinta Arkan dan Vale sebagai penyemangat hidup. Akhirnya kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu dalam kesempatan ini. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan pahala dan karunia atas segala amal baiknya, amin. Penulis menyadari kajian ini masih jauh dari sempurna akibat keterbatasan pengetahuan dan pengalaman, namun penulis berharap bahwa laporan akhir ini dapat memberikan kontribusi pemikiran dan bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan. Bogor, Oktober 2011 Penulis

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 14 September 1981 sebagai anak pertama dari pasangan H. Muhammad Noor dan Siti Hanafiah. Penulis menyelesaikan Pendidikan Sekolah Dasar di SDN 28 Pagi Jakarta pada tahun 1993, Sekolah Menengah Pertama di SMPN 121 Jakarta diselesaikan pada tahun 1996 dan Sekolah Menengah Umum di SMUN 110 Jakarta diselesaikan pada tahun Pendidikan Sarjana ditempuh di Fakultas Ekonomi Akuntansi, Universitas Jayabaya dan lulus pada tahun Selanjutnya pada tahun 2010, penulis melanjutkan studi pada Program Magister Profesional Industri Kecil dan Menengah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor (IPB). Sejak tahun 2005 diterima bekerja di Kementerian Kelautan dan Perikanan di Direktorat Pesisir dan Lautan Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagai staf pelaksan pada subbag Tata Usaha.

9 Judul Tugas Akhir Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi : Evaluasi Kinerja Usaha Petani Garam Rakyat (Studi Kasus di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat) : Amril Rachman : P : Industri Kecil Menengah Disetujui Komisi Pembimbing Dr.Ir.Sapta Raharja.DEA Ketua Ir.H. Darwin Kadarisman, MS Anggota Mengetahui, Ketua Program Studi Industri Kecil Menengah Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA Dr.Ir. Dahrul Syah, M.Sc, A.gr Tanggal Ujian : 31 Oktober 2011 Tanggal Lulus :

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah... 3 C. Tujuan Penelitian... 3 D. Kegunaan Hasil Penelitian... 3 TINJAUAN PUSTAKA A. Petani Garam Rakyat... 4 B. Proses Produksi Garam... 9 C. Faktor faktor yang mempengaruhi produksi D. Kinerja dan Evaluasi Kinerja E. Kinerja Keuangan METODE KAJIAN A. Lokasi,Waktu dan Biaya Penelitian B. Metode Kerja Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Kabupaten Bima Geografi dan Iklim Perhubungan dan Perbankan Pengeluaran Penduduk dan Pendapatan Regional Penduduk dan Ketenagakerjaan Industri Pengolahan B. Kondisi Wilayah Studi dan keadaan Sosial Ekonomi Lokasi Keadaan Penduduk Keadaan Petani Garam Rakyat C. Karakteristik Responden Umur Responden... 37

11 2. Pendidikan Responden Jumlah Anggota Keluarga Responden Pengalaman Bertani Garam Rakyat Responden Menurut Kepemilikan Lahan D. Profil Usaha Garam Rakyat E. Analisis Produktivitas, Mutu, dan Kinerja Finansial Usaha Petani Garam Rakyat Produktifitas Mutu Kinerja Finansial Usaha Petani Garam Rakyat KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA... 73

12 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1. Luas Wilayah Kabupaten Bima Menurut Kecamatan Tahun Data klimatologi Kabupaten Bima Bulan April Juli Tahun Data Curah Hujan Bulanan Tahun 2010 Kabupaten Bima Jumlah Penduduk Kabupaten Bima Menurut Kecamatan Tahun Jumlah Penduduk Kecamatan Bolo dan Woha Tahun Jumlah Dan Persentase Responden Menurut Kelompok Umur Jumlah Dan Persentase Responden Menurut Tingkat Pendidikan Jumlah Dan Persentase Responden Menurut Tanggungan Jumlah Dan Persentase Responden Menurut Pengalaman Bertani Garam Jumlah Dan Persentase Responden Menurut Kepemilikan Lahan Kelompok Petani Garam Menurut Luas Lahan dan Produktivitas Konsentrasi Air Laut Dan % Kadar Garam per 10 ml Air Laut Milik Petani Garam Kelompok Petani Garam Menurut Luas Lahan dan Kadar Garam Hasil Analisa Kualitas Sampel Air Laut Hasil Pengujian Mutu Garam Rakyat Total Perhitungan Penerimaan Usaha Petani Garam Per Hektar Desa Donggobolo Kecamatan Woha dan Desa Bontokape Kecamatan Bolo Per 1 Juni s/d 14 Agustus Tahun Pengeluaran Per Hektar Usaha Petani Garam Per 1 Juni s/d14 Agustus Tahun Hasil Perhitungan Pendapatan Per Hektar Usaha Petani Garam Desa Donggobolo Kecamatan Woha dan Desa Bontokape Kecamatan Bolo Per 1 Juni s/d 14 Agustus Tahun Kelompok Petani Garam Menurut Luas Lahan dan Pendapatan... 68

13 20. R/C Ratio Usaha Petani garam Per 1 Juni s/d 14 Agustus Tahun Kelompok Petani Garam Menurut Luas Lahan dan R/C ratio... 70

14 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Rantai Pasok Garam Nasional Kebijakan Harga Minimum Skema Unit Pegaraman Sistem Tangga Kerangka Pikir Kajian Peta Administrasi Wilayah Kabupaten Bima Peta Tutupan lahan Wilayah Kabupaten Bima Tahun Curah Hujan Bulan Tahun 2001 S/D Grafik Persentase Penduduk Yang Bekerja Menurut Sektor Peta Wilayah Kecamatan Bolo dan Kecamatan Woha Kabupaten Bima Peta Wilayah Studi Secara Makro dan Usaha Garam Rakyat TataNiaga Darat dan Tata Niaga Laut Lahan Tambak Milik H. Yasin Dengan Luas 1 Ha Lahan Tambak Milik Suhardin Dengan Luas 0.93 Ha Lahan Tambak Milik Sayful Dengan Luas 0.9 Ha Lahan Tambak Milik H. M. Ali Dengan Luas 0.7 Ha Lahan Tambak Milik Aminah Dengan Luas 0.7 Ha Lahan Tambak Milik Usman Muhdar Dengan Luas 0.65 Ha Lahan Tambak Milik Ahmad Dengan Luas 0.53 Ha Lahan Tambak Milik Ismail Akhmad Dengan Luas 0.5 Ha Lahan Tambak Milik Firdaus M. Ali Dengan Luas 0.45 Ha Lahan Tambak Milik Rudi Dengan Luas 0.35 Ha Lahan Tambak Milik Mansyur Dengan Luas 0.3 Ha Lahan Tambak Milik Ismail H Masrun Dengan Luas 0.24 Ha Lahan Tambak Milik H. Syamsul Dengan Luas 0.2 Ha Lahan Tambak Milik Yusuf Dengan Luas 0.2 Ha Lahan Tambak Milik Ridwan Dengan Luas 0.2 Ha... 57

15 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Data Iklim Kabupaten Bima Hasil Uji Anova Data Produksi, Penjualan dan Produktivitas Uji Kadar NaCl Biaya Usaha Garam Rakyat Foto Dengan Petani Garam Gambar Beumemeter

16 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Garam yang dihasilkan dari air laut sebagai bahan baku utama merupakan komoditas strategis yang dibutuhkan manusia dalam bentuk garam konsumsi dan garam industri, Garam konsumsi untuk konsumsi penduduk, pengasinan ikan, pakan ternak, dan bahan penolong industri, sedangkan garam industri untuk caustik soda, pengeboran minyak, farmasi/kosmetika dan es, sabun, pengolahan kulit, dan lain-lain. Jenis garam terbagi menjadi garam halus, garam briket dan garam kasar. Pembuatan garam di Indonesia umumnya menggunakan sistem penguapan air laut dengan memanfaatkan sinar matahari (Solar Evaporation) di atas lahan tanah yang berarti pembuatan garam harus dekat dengan pantai namun beberapa daerah yang memproduksi garam dengan cara memasak, karena kondisi tanah yang porus yaitu Propinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) dan Bali dimana dilakukan dengan cara memasak. Kebutuhan terhadap garam tidak dapat digantikan, setiap orang mengkonsumsi lebih kurang 4 (empat) kg garam per tahun dalam bentuk aneka pangan (KKP 2010). Masa panen garam normal di Indonesia umumnya sekitar 4 5 bulan yaitu dimulai sejak bulan Juli November. Berdasarkan data dari PT.Garam (persero) tahun 2010 bahwa Kebutuhan garam di dalam negeri mencapai sekitar 2,872,326 ton, terdiri dari kebutuhan garam industri CAP (Chlor Alkali Plant) 1,519,440 ton, dan garam untuk non CAP 1,352,886 ton. Angka ini diperkirakan akan meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri yang membutuhkan garam, namun cuaca ekstrem yang melanda Indonesia di tahun 2010 berdampak serius terhadap produksi garam secara nasional. Kementerian Perindustrian memastikan, produksi garam tahun 2010 hanya ton atau sekitar 1% dari kebutuhan nasional tahun 2010 akibat panen di sejumlah sentra produksi antara 1,000 7,000 ton, padahal di tahun 2009, berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan, kemampuan produksi

17 2 garam dalam negeri yang dihasilkan dari petani/usaha kecil/menengah garam, mencapai 1,200,000 ton atau sekitar 42 % dari kebutuhan nasional di tahun Hal ini mengakibatkan Indonesia masih sangat membutuhkan impor garam dari luar negeri. Pada tahun 2010, pemerintah mengimpor garam sebanyak 2,2 juta ton dari Australia (80%), India (15%), dan China (3%), dan sisanya dari berbagai negara lain (KKP 2010). Negara Indonesia yang sebagian besar daerahnya berada di daerah tropis yang langsung dipengaruhi oleh garis khatulistiwa, memotong Indonesia hampir menjadi dua dan luas lautnya mencapai 5,8 juta kilometer persegi atau 70 persen dari luas seluruh Indonesia, memiliki ribuan pulau-pulau kecil dan salah satu negara yang memiliki pantai terpanjang di dunia. Sangat ironis sebagai negara pengimpor garam. Di tengah potensi kekayaan sumber daya lautan Indonesia, garam salah satu produk yang mempunyai kontribusi dalam proses pembangunan ekonomi ternyata belum mampu mengangkat para petani garam dari garis kemiskinan. Meskipun di lain sisi dipahami bahwa kemiskinan petani garam juga disebabkan oleh faktor lain yaitu seperti kondisi alam yang tak menentu, kebijakan yang diterapkan pemerintah dan rendahnya kinerja petani garam terutama dapat dilihat dari aspek (1) rendahnya tingkat perhitungan keuangan usaha petani garam dalam menentukan keuntungan dengan membandingkan antara hasil yang diharapkan akan diterima pada waktu panen (penerimaan, revenue) dengan biaya (pengorbanan,cost) yang harus dikeluarkannya, walaupun tidak harus secara tertulis. (2) rendahnya produktivitasnya usaha petani garam dan mutu produk garam. Pengertian produktivitas ini sebenarnya merupakan penggabungan antara konsepsi efesiensi usaha (fisik) dengan kapasitas tanah. Efisiensi fisik mengukur banyaknya hasil produksi (out put) yang dapat diperoleh dari satu kesatuan input. Sedangkan kapasitas dari sebidang tanah tertentu menggambarkan kemampuan tanah itu untuk menyerap tenaga dan modal sehingga memberikan hasil produksi bruto yang sebesar-besarnya pada tingkatan teknologi tertentu. Jadi secara teknis produktivitas merupakan perkalian antara efisiensi (usaha) dan kapasitas (tanah). Berdasarkan uraian diatas, maka dari satu sisi sangat dibutuhkan adanya penguatan manajemen untuk meningkatkan kinerja dan di sisi lain pelaksanaan

18 3 manajemen kinerja membutuhkan evaluasi kinerja yang dimaksudkan untuk mengetahui tingkat pencapaian sasaran petani garam terutama untuk mengetahui penyimpangan supaya segera diperbaiki, sehingga sasaran atau tujuan dapat tercapai. B. Rumusan Masalah Berdasarkan berbagai permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, kinerja finansial dan non finansial bagi usaha petani garam rakyat perlu ditingkatkan secara terus-menerus dan dipertahankan keberlanjutannya. Secara ringkas permasalahan yang ada dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah kinerja finansial ( Pd dan R/C ratio) usaha petani garam rakyat? 2. Bagaimanakah kinerja non finansial (Produktivitas dan Mutu) usaha petani garam rakyat? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari kajian ini adalah : 1. Mengetahui kinerja finansial (Pd dan R/C ratio) usaha petani garam rakyat. 2. Mengetahui kinerja non finansial (Produktivitas dan Mutu) usaha petani garam rakyat. D. Kegunaan Hasil Penelitian Manfaat yang bisa diambil dari kajian ini antara lain mengembangkan ilmu/kegunaan teoritis, hasil evaluasi kinerja usaha petani garam rakyat menunjukan kondisi atau posisi pencapaian tujuan atau sasaran dengan melihat sisi kinerja keuangan dan kinerja non keuangan pada saat itu, sehingga dapat diketahui berapa besar sasaran dimaksud telah tercapai. Bila ada indikasi penyimpangan, dapat sebagai bahan informasi agar segera dilakukan tindakan koreksi atau perbaikan atau penyempurnaan oleh pihak-pihak terkait.

19 4 2. TINJAUAN PUSTAKA A.Petani Garam Rakyat Pada umumnya, konsep kemiskinan lebih banyak dikaitkan dengan dimensi ekonomi, karena dimensi inilah yang paling mudah diamati, diukur dan diperbandingkan (Dewi, 2008). Dalam dimensi ekonomi, kemiskinan dapat dilihat dan menjelma dalam bentuk tidak mampunya suatu keluarga dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia, seperti sandang, pangan dan papan. Dalam arti luas, kemiskinan sebagai suatu fenomena multi face atau multidimensional akibat kemiskinan tidak hanya dilihat dari sisi ekonomi, tetapi juga dilihat dari dimensi sosial, budaya dan politik. Banyaknya persoalan yang dihadapi usaha petani garam rakyat baik yang berhubungan langsung dengan produksi dan pemasaran, pemerintah, maupun yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari, seperti: (1) pendapatan petani garam hanya diterima setiap musim panen, sedangkan pengeluaran harus diadakan setiap hari, setiap minggu, atau kadang-kadang dalam waktu yang sangat mendesak sebelum panen, padatnya penduduk maka lahan yang dimiliki, lahan disewa atau lahan digarap yang kemudian di bagi hasil dengan pemilik lahan, menjadi sangat sempit sehingga hasil bersih tidak cukup untuk hidup layak sepanjang tahun, pengeluaran yang besar kadang-kadang tidak dapat diatur dan ditunggu sampai panen tiba, misalnya kematian dan pesta perkawinan, dalam hal tersebut petani garam sering menjual produknya, misalnya pada saat masih dalam proses kristalisasi partikel-partikel garam, penjualan tersebut mengakibatkan harga yang diterima jauh lebih rendah, ketergantungan petani garam terhadap tengkulak sehingga kemampuan tawar-menawar (bargaining) rendah dalam penentuan harga hasil produksinya, (2) impor garam masih jauh lebih banyak dibandingkan produksi lokal, harga garam rakyat di berbagai wilayah Indonesia relatif rendah rata-rata dijual Rp. 325,- per kg untuk KW1 dan Rp. 250,- per kg untuk KW2 (KKP 2010) dan pada saat musim panen garam rakyat menurun drastis hingga Rp. 60,- per kg, dikarenakan membanjirnya produk garam impor yang mempunyai harga yang lebih murah dengan mutu yang lebih baik dibandingkan dengan garam buatan produsen garam nasional, merosotnya harga

20 5 garam di tingkat petani menyebabkan petani memilih menimbun ribuan ton garamnya di area penggaraman, sambil menunggu perkembangan harga yang ada di pasar, karena harga jual tidak mampu menutupi biaya produksi dan distribusi. Eksistensi SK Menperindag Nomor: 360/MPP/Kep/5/2004 yang mengatur tentang kewajiban bagi industri untuk membeli minimal 50% kebutuhannya dari garam rakyat sebelum melakukan impor garam, tidak berjalan efektif dan sering dilanggar, ketentuan dalam SK yang melarang impor garam pada masa tertentu yakni 1 bulan sebelum panen, selama panen dan 2 bulan setelah panen garam rakyat juga tidak diindahkan oleh sindikasi importir garam, Sehingga pada saat panen raya garam rakyat berlangsung, masih terdapat aktifitas bongkar muat garam impor, hal ini disebabkan mekanisme pengawasan dan penerapan sangsi hukum yang lemah, kondisi ini membuat petani garam semakin marjinal, (3) minimnya infrastruktur yang menyebabkan salah satunya, ketidaklancaran pasokan air laut ke tambak-tambak garam karena terjadinya pendangkalan pada saluran utama, teknologi industri pergaraman di sentra-sentra garam rakyat belum memadai, proses produksi garam sejak tahap sortasi bahan baku hingga proses pengemasan belum mencapai kualitas yang diharapkan, umumnya garam yang dihasilkan petani garam masih berupa garam krosok atau garam kasar yang belum layak dikonsumsi, (4) petani garam tidak mengetahui secara pasti spesifikasi teknis / kelas /grade mutu garam berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI), setidaknya ada 13 (tiga belas) kriteria standar mutu yang harus dipenuhi oleh petani garam, di antaranya adalah penampakan bersih, berwarna putih, tidak berbau, tingkat kelembaban rendah, dan tidak terkontaminasi dengan timbal/bahan logam lainnya, kualitas garam yang dihasilkan oleh petani garam memiliki kandungan NaCl berkisar 92 % sedangkan ketentuan SNI kandungan NaCl-nya tidak boleh lebih rendah dari 97 %, sehingga pabrik garam tidak bersedia membeli sesuai dengan harga yang tercantum dalam ketentuan SK Menperindag, Nomor : 360/MPP/KEP/5/2004, hal ini seringkali membuat petani garam frustasi. Selain dari itu petani garam dalam negeri tidak bisa menaikkan posisi tawar, harga yang diterima petani garam, jauh lebih rendah dibandingkan harga di tingkat konsumen, karena jalur perdagangan dan distribusi garam khususnya garam konsumsi kurang efisien, hal ini disebabkan terlalu banyak pelaku

21 6 pemasaran garam yang terlibat sehingga mengakibatkan panjangnya saluran proses penyaluran produk sampai ketangan konsumen akhir seperti terlihat pada Gambar 1. Konsumen/Industri Gambar 1. Rantai Pasok Garam Nasional. Masalah garam rakyat ini semakin rumit karena adanya disharmoni hubungan antara petani garam, pabrikan dan pemerintah. Petani garam rakyat adalah produsen garam yang skala kecil bukan industri dan hanya berproduksi musim kemarau saja. Pabrikan berharap agar petani garam mau meningkatkan kualitas garamnya sehingga sama dengan kualitas garam impor, sementara petani garam tidak mampu memenuhi kualitas karena tidak menambah harga jual secara signifikan yang artinya harga garam yang berlaku di tingkat petani garam tidak memberi insentif bagi petani garam untuk meningkatkan kualitasnya. Di sisi lain, pemerintah kesulitan menetapkan kebijakan floor price ( harga dasar ) garam atau harga minimum pada masing-masing daerah sentra produksi garam, harga dasar tidak memperhitungkan faktor persaingan, penetapan harga dasar biasanya dilakukan oleh suatu lembaga atau pemerintah untuk menjaga agar harga tidak merosot di tingkat produsen.

22 7 Menurut John Davis (2006) bahwa bentuk intervensi yang dilakukan dalam mekanisme harga dasar yaitu pemerintah melakukan pembelian terhadap surplus produksi (excess supply) yang terbentuk dari pengurangan antara jumlah yang ditawarkan dikurangi jumlah yang diminta ( Qs Qd ) yang mengakibatkan kurva demand patah menjadi D A B. Hal ini untuk melindungi agar produsen tidak mengalami kerugian terutama pada saat musim panen raya. Suatu komoditas pada saat panen raya kurva penawaran garam bergeser jauh kekanan, sehingga harga keseimbangan panen raya merosot jauh karena kurva permintaan garam inelastis, maka Pengeluaran Konsumen turun, keadaan tersebut membuat turun kinerja petani garam dan tidak mau lagi memproduksi garam sehingga dapat menurunkan produksi garam nasional yang akan berdampak pada meningkatnya impor garam sehingga membuat pemborosan devisa negara seperti yang telihat pada Gambar 2. Gambar 2. Kebijakan Harga Minimum Petani garam dibedakan berdasarkan kepemilikan lahan garam yaitu : pemilik, penyewa dan petani bagi hasil. Pemilik adalah petani garam yang memiliki lahan garam sendiri, Penyewa adalah para petani yang menyewa lahan garam dalam budidaya garam, sedangkan bagi hasil adalah petani yang menggarap lahan garam dan melakukan perjanjian bagi hasil dengan pemilik lahan garam. Berdasarkan Penelitian Kementerian Perindustrian, areal petani garam rakyat petak-petaknya kecil dan jumlahnya menyebar, waktu pungut garam 3-5 hari sudah dipungut garamnya, pungutan garamnya langsung diatas tanah.

23 8 Pada umumnya petani garam rakyat memakai sistem tangga, pada dasarnya sistem ini terdiri dari beberapa kolam yang mana kolam-kolam pegaraman ini seperti tangga, makin dekat ke kolam pengkristalan letak kolam semakin rendah. Gambar skema dari sistem tangga dapat dilihat pada Gambar Gambar 3. Skema unit pegaraman sistem tangga Keterangan : 1. Tempat persediaan air laut 2. Kolam Pemekatan I 3. Kolam Pemekatan II 4. Kolam Pemekatan III 5. Kolam Pemekatan IV 6. Kolam Pemekatan V 7. Kolam Pengkristalan Cara Kerjanya, mula-mula air laut dipompakan masuk ke kolam penyimpanan dan selanjutnya dialirkan ke kolam pemekatan. Pada kolam ini air laut diuapkan dengan bantuan sinar matahari dan angin sampai kepekatan tertentu. Pada kepekatan tertentu air laut itu dialirkan lagi ke kolam pemekatan berikutnya begitulah seterusnya sampai kepekatan mencapai 25 o Be selanjutnya air laut di alirkan ke kolam pengkristalan sampai kepekatan mencapai 29 o Be yaitu pengkristalan NaCl yang optimal. Umumnya petani garam rakyat mengkristalkan

24 9 garam hingga seluruh air garam yang dimasukkan meja kristal menjadi kering (total kristalisasi). B.Proses Produksi Garam Produksi garam adalah menguapkan air laut dalam petak-petak di pinggir pantai baik dengan sinar matahari maupun pemanasan dengan api. Produksi garam dengan air laut pada perinsipnya terdiri dari 2(dua) tahap yakni yang pertama adalah proses pemekatan (dengan penguapan airnya ) dan yang kedua adalah proses pemisahan garamnya (dengan kristalisasi), setelah dikristalkan pada proses selanjutnya akan diperoleh garam. Lokasi pembuatan garam harus memenuhi persyaratan antara lain lokasi landai, kedap air, air laut dapat naik ke lahan garam (dengan atau tanpa bantuan alat), lokasi juga bersih dari sumber air tawar, dengan curah hujan sedikit dan banyak sinar matahari untuk optimalnya penguapan air laut. Musim kemarau yang panjang akan memperkecil frekuensi turun hujan. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pembuatan garam metode penguapan air laut dengan enersi sinar matahari tersebut adalah : Konsentrasi air laut, berkaitan dengan banyak sedikitnya jumlah garam yang terlarut didalam satu satuan volume air laut Kecepatan penguapan, berkaitan dengan banyaknya garam yang diperoleh; makin cepat air laut menguap, maka makin cepat diperoleh air tua (air garam jenuh) dan akan berakibat makin cepat terjadinya garam. Curah hujan, banyaknya hujan memberikan effek negatif pada proses pembikinan garam karena mengencerkan kembali air garam jenuh dan merusak galengan lahan garam. Air laut yang hilang karena Peresapan (porositas) tanah, karena hilangnya air laut yang meresap akan mempengaruhi jumlah produksi garam. Beberapa tahap proses produksi garam yang perlu dijalankan, berdasarkan data dari Kementerian Perindustrian (2006) adalah : Persiapan dilakukan paling lambat 2 (dua) minggu sebelum musim kemarau tiba dengan demikian produksi garam dapat dimulai tepat diawal

25 10 musim kemarau dan pekerjaan persiapan adalah berupa memperbaiki kembali semua saluran, tanggul-tanggul kolam pengaraman, pintu-pintu air laut/garam dari satu kolam ke kolam lainnya, memperbaiki dasar tanah dengan mengeraskan dasar lahan petak atau kolam garam, membersihkan (dari lumpur dan kotoran-kotoran kolam kolam kristalisasi) tempat pencucian dan pengeringan garam, persiapan penempatan kembali pompa air laut (jika diperlukan) dan kincir angin, mempersiapkan alat pengambil kristal garam (penggarauk). Pekerjaan persiapan ini dilakukan pada demplot yang dioperasikan sebelumnya. Manajemen air laut untuk memperoleh air laut yang cukup sepanjang musim kemarau, melakukan pemeliharaan saluran air. Melaksanakan sistem penguapan dan kristalisasi. Melakukan pengawasan atau pengecekan kadar garam (kepekaan air laut), pengukuran dapat dilakukan dengan menggunakan alat Baumemeter (Be). Melakukan pemanenan garam yang sudah cukup tua (kadar garam tinggi). Hal ini dapat dilakukan dengan memperhatikan waktu kristalisasi (sebaiknya dibiarkan selama 5 hari di kolam pengkristalan). Selain itu di upayakan agar garam yang dipanen tidak tercampur tanah atau lumpur. Melakukan pembilasan atau pencucian garam setelah dipanen. Hal ini perlu dilakukan agar garam bersih dari kotoran tanah atau lumpur. Pencucian harus dilakukan dengan larutan garam pekat (dapat dilakukan dengan menggunakan air laut sisa kristalisasi). Melakukan penirisan garam di tempat pengeringan agar kadar air turun, kadar air garam yang rendah akan meningkatkan mutu garam. C. Faktor faktor yang mempengaruhi produksi Beberapa faktor yang mempengaruhi produksi garam adalah sebagai berikut : (1) lahan tambak garam yang merupakan penentu dari pengaruh faktor produksi produk garam rakyat. Secara umum dikatakan,semakin luas lahan (yang digarap / ditanami), semakin besar jumlah produksi yang dihasilkan oleh lahan tersebut. Ukuran lahan tambak garam dapat dinyatakan dengan hektar (ha) atau are; (2) tenaga kerja dalam hal ini petani garam merupakan faktor penting dalam

26 11 proses produksi garam. Tenaga kerja harus mempunyai kualitas berpikir yang maju dalam menggunakan teknologi untuk pencapaian produk garam yang bagus sehingga nilai jual tinggi. Penggunaan tenaga kerja dapat dinyatakan sebagai curahan tenaga kerja. Curahan tenaga kerja adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai. Usaha petani garam yang mempunyai ukuran lahan berskala kecil biasanya menggunakan tenaga kerja keluarga. Lain halnya dengan usaha petani garam berskala besar. Selain menggunakan tenaga kerja luar keluarga, juga memiliki tenaga kerja ahli; (3) modal, setiap kegiatan dalam mencapai tujuan membutuhkan modal apalagi kegiatan proses produksi. Dalam kegiatan proses tersebut modal dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu modal tetap dan modal tidak tetap. Modal tetap terdiri atas tanah, bangunan, mesin dan peralatan dimana biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi tidak habis dalam sekali proses produksi, sedangkan modal tidak tetap terdiri dari upah yang dibayarkan kepada tenaga kerja; (4) teknologi, dalam meningkatkan mutu garam, meliputi teknologi pengelolaan lahan, teknologi kristalisasi dan peralatan lain seperti kincir dan pompa, Teknologi pasca produksi meliputi teknologi pemurnian yaitu pencucian garam untuk membersihkan kotoran yang terkandung dalam garam berupa pasir dan lumpur serta untuk mengurangi kadar ion ion seperti Ca, Mg, dan SO 4. Serta Ion-ion dan senyawa tak larut lainnya; (5) manajemen, dalam usaha petani garam, peranan manajemen menjadi sangat penting dalam mengelola produksi garam rakyat, mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengendalian dan evaluasi. D. Kinerja dan Evaluasi Kerja. Ada banyak definisi tentang kinerja yang dikemukakan oleh para ahli terutama mereka yang memiliki keahlian dalam bidangnya. Karena setiap definisi kinerja itu sendiri memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, menurut (Irham 2010) kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan /program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis suatu organisasi, menurut (Simanjuntak, 2005) kinerja bermakna kemampuan

27 12 kerja dan hasil atau prestasi yang dicapai dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu. Evaluasi kinerja adalah suatu metode dan proses penilaian pelaksanaan tugas (performance) seseorang atau sekelompok orang atau unit-unit kerja dalam satu perusahaan atau organisasi sesuai dengan standar kinerja atau tujuan yang ditetapkan lebih dahulu (Simanjuntak, 2005). Tujuan evaluasi kinerja adalah untuk menjamin pencapaian sasaran dan tujuan organisasi atau perusahaan. Evaluasi kinerja merupakan bagian dari fungsi manajemen yang penting yaitu evaluasi dan pengawasan, evaluasi kinerja dimaksudkan untuk mengetahui pencapaian sasaran perorangan, kelompok kerja,bagian organisasi dan perusahaan. Hasil evaluasi kinerja masing-masing individu atau perorangan menggambarkan kondisi atau tingkat pencapaian sasaran individu yang bersangkutan, disamping itu evaluasi kinerja individu juga memberikan gambaran keunggulan, kelemahan dan potensi individu yang bersangkutan. Dengan demikian hasil evaluasi kinerja individu dapat dimanfaatkan untuk banyak penggunaan. E. Kinerja Keuangan Untuk memutuskan suatu usaha memiliki kualitas yang baik maka ada dua penilaian yang paling dominan yang dapat dijadikan acuan untuk melihat usaha tersebut telah menjalankan suatu kaidah-kaidah manajemen yang baik. Penilaian ini dapat dilakukan dengan melihat sisi kinerja keuangan (financial performance) dan kinerja non keuangan (non financial performance) (Fahmi 2010). Kinerja keuangan, data yang dipakai adalah data riil yang sebenarnya dikeluarkan. Misalnya jumlah tenaga kerja yang dipakai 3 orang dengan upah Rp. 3000/hari, biaya tenaga kerja adalah 3xRp 3000 =Rp Jika diantara tenaga kerja tersebut, terdapat 1 orang dari dalam keluarga dan 2 orang yang berasal dari luar, nilai upah yang dihitung hanya upah tenaga kerja luar saja sebesar 2 orang. Penilaian kinerja setiap usaha adalah berbeda-beda karena itu tergantung kepada ruang lingkup usaha yang dijalankan, kinerja keuangan petani memperhitungkan antara hasil yang diharapkan akan diterima pada waktu panen (penerimaan, revenue) dengan biaya (pengorbanan,cost) yang harus dikeluarkannya, jenis biaya

28 13 terbagi dalam biaya tetap dan biaya variabel (biaya tidak tetap). Yang dimaksud dengan biaya tetap adalah jenis biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada besar kecilnya produksi, misalnya sewa atau bunga tanah yang berupa uang, yang dimaksud biaya variabel adalah jenis biaya yang besar kecilnya berhubungan langsung dengan besarnya produksi misalnya biaya sarana produksi Kinerja non keuangan adalah terletak pada produktivitas usaha yang merupakan penggabungan antara konsepsi efesiensi usaha (fisik) dengan kapasitas tanah, efisiensi fisik mengukur banyaknya hasil produksi fisik (out put) yang dapat diperoleh dari satu kesatuan faktor produksi (input), sedangkan kapasitas dari sebidang tanah tentu menggambarkan kemampuan tanah itu untuk menyerap tenaga dan modal sehingga memberikan hasil produksi bruto yang sebesarbesarnya pada tingkatan teknologi tertentu, jadi secara teknis produktivitas merupakan kajian antara efisiensi (usaha) dan kapasitas (tanah), Kinerja non keuangan juga dapat dilihat melalui peningkatan mutu, kualitas garam rakyat umumnya kadar NaCl < 90%, masih dibawah dari ketentuan SNI garam konsumsi dengan kadar NaCl 94,7%. (DKP 2010). Mutu merupakan dimensi persaingan yang penting sejak tahun 1980-an hingga saat ini. Tetapi pada pertengahan tahun 1990-an, dalam arena persaingan bisnis, mutu telah bergeser dari suatu keunggulan strategis menjadi suatu kebutuhan. Barang yang bermutu tinggi adalah barang memiliki spesifikasi tinggi, seperti material nomor satu atau teknologi nomor satu. Sedangkan, spesifikasi yang tinggi dapat menyebabkan inefisiensi. Disamping pendapat tersebut para pakar mutu telah mencoba mendefinisikan mutu, seperti dikutip oleh Darwin (2010) sebagai berikut : (1) Philip B. Crosby berpendapat bahwa mutu berarti kesesuaian terhadap persyaratan (conformance to requirement). Seperti jam tahan air, sepatu yang tahan lama, atau dokter yang ahli. Hal lainnya dikemukakan tentang pentingnya melibatkan setiap orang pada proses dalam organisasi. Pendekatan Crosby merupakan proses top down. (2) W. Edwards Deming berpendapat bahwa mutu berarti pemecahan masalah untuk mencapai penyempurnaan secara terus menerus. Pendekatan ini merupakan pendekatan bottom up.

29 14 (3) Joseph M Juran berpendapat bahwa mutu berarti kesesuaian dengan penggunaan (fitnes for use), artinya suatu produk atau jasa harus dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan. (4) K. Ishikawa berpendapat bahwa mutu berarti kepuasan pelanggan. Dengan demikian setiap proses dalam organisasi memiliki pelanggan.

30 15 3. METODE KAJIAN A. Lokasi, Waktu dan Biaya Penelitian Tugas akhir ini dilaksanakan di Desa Donggobolo Kecamatan Woha dan Desa Bontokape Kecamatan Bolo Kabupaten Bima, Propinsi Nusa Tenggara Barat, Kabupaten bima terletak pada 118 o o 22 Bujur Timur dan 08 o o 57 Lintang Selatan. Kabupaten Bima berada pada bagian paling timur Pulau Sumbawa, diapit oleh Kabupaten Dompu disebelah Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur di sebelah Timur, dan Laut Flores disebelah Utara serta Samudera Indonesia di sebelah Selatan. Curah hujan tahun 2009 yang memiliki lahan produktif terluas dan tertinggi produksi secara rata-rata mencapai 85,5 mm per bulan dengan hari hujan 9,5 hari perbulan. Sedangkan suhu udara rata-rata adalah 27,6 yang berkisar antara 23 o C hingga 33 o C. Keadaan ini membuat suhu di wilayah Bima sangat panas. Jumlah Bank di Kabupaten Bima, baik itu bank umum maupun bank BPR pada tahun 2009 terdapat 4 buah Bank Cabang Pembantu, 5 BankUnit, 3 Kantor Kas dan 14 BPR, (BPS 2010). B. Metode Kerja 1. Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Penelitian dilakukan melalui beberapa tahapan berikut : (1) penetapan lokasi; (2) pengumpulan data primer dan sekunder; (3) pentabulasian data; dan (4) pengolahan atau analisis data. Dalam pengumpulan data di lapangan digunakan metode studi kasus karena daerah penelitian cukup luas. Peneliti dibatasi oleh biaya yang tersedia dan untuk mendapatkan gambaran yang mewakili objek penelitian dengan benar. Pada metode studi kasus tidak semua individu di dalam populasi diamati, melainkan hanya suatu fraksi (bagian) dari populasi yang disebut sebagai contoh (sample). Proses penetapan contoh (supaya hasil yang dicapai baik dan paling tidak mendekati kebenaran), diatur dengan metode pengambilan (penarikan) contoh

31 16 (sampling method) (Moehar 2005). Metode pengambilan contoh yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode pengambilan contoh acak distratifikasi (stratified random sampling). Metode acak distratifikasi ini lebih dulu untuk membedakan satuan elementer dalam populasi menjadi dua atau lebih, artinya sebelum pengambilan contoh dilakukan, populasi dipilah-pilah menjadi beberapa strata (kelas/lapisan). Di dalam stratified random sampling Pengambilan sampel langsung secara random dari objeknya hanya cocok/ tepat untuk suatu kelompok data yang homogen atau relatif homogen. Dalam hal data yang homogen / relatif homogen jumlah elemen yang diambil tidak perlu terlalu banyak ( Supranto 2002). Kriteria penetapan strata pada penelitian ini berdasarkan luas lahan produksi garam rakyat, yaitu peneliti membagi populasi menjadi tiga subpopulasi, yaitu kelompok petani garam besar (n 1 ), kelompok petani garam menengah (n 2 ) dan kelompok petani garam kecil (n 3 ). Untuk masing-masing kelompok diambil 5 responden secara acak. Data primer untuk mengetahui pengeluaran, penerimaan/pendapatan usaha petani garam, faktor produksi, hasil produksi dan apakah perbedaan tipologi petani garam rakyat yang ada di Kabupaten Bima terhadap pendapatan petani garam rakyat berasal dari luas lahan yang dimiliki. Untuk mendapatkan data ini melalui kegiatan wawancara, penyebaran kuesioner dan observasi. Sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai literatur maupun referensi yang terkait dengan tujuan dan sasaran penelitian. Data sekunder didapatkan dari laporan dan penelitian terdahulu mengenai usaha petani garam rakyat, dari sejumlah dinas dan instansi pemerintah seperti Kantor Statistik, Dinas Kelautan dan Perikanan, dan lain-lain. Kerangka berpikir kajian evaluasi kinerja usaha petani garam rakyat secara rinci dapat dilihat pada Gambar 4.

32 17 Data Primer Kuesioner Diskusi Identifikasi dan Perumusan Masalah Pengumpulan Data Tabulasi data Data Sekunder Data dari BPS, BAPPEDA, Stasiun Meteorologi Sultan M. Salahuddin Bima, Dinas Kelautan dan Perikanan. Kinerja finansial (TC, TR, Pd, R/C ratio) Evaluasi kinerja Produktivitas dan Mutu Kinerja Usaha Petani Garam Rakyat Gambar 4. Kerangka pikir kajian 2. Pengolahan dan Analisis Data Pengaruh luas lahan petani garam rakyat yang ada di Kabupaten Bima terhadap produktivitas, mutu dan kinerja finansial dilakukan analisis keragaman (ANOVA), sebelum data diolah dilakukan uji homogenitas data dengan bantuan software SPSS. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Produktivitas Ho : tidak terdapat perbedaan produktivitas pada luas lahan yang berbeda Ha : terdapat perbedaan produktivitas pada luas lahan yang berbeda b. Mutu Ho : tidak terdapat perbedaan % Kadar Garam per 10ml air laut pada luas lahan yang berbeda Ha : terdapat perbedaan % Kadar Garam per 10 ml air laut pada luas lahan yang berbeda

33 18 c. Pendapatan Ho : tidak terdapat perbedaan pendapatan pada luas lahan yang berbeda Ha : terdapat perbedaan pendapatan pada luas lahan yang berbeda d. R/C ratio Ho : tidak terdapat perbedaan R/C ratio pada luas lahan yang berbeda Ha : terdapat perbedaan R/C ratio pada luas lahan yang berbeda 3. Pengamatan dan Pengukuran a. Pendapatan Per Ha Usaha Petani Garam Rakyat Pendapatan usaha petani garam merupakan selisih antara total penerimaan dan total biaya, usaha petani garam dapat dirumuskan sebagai berikut. Pd = TR TC TR = Y. Py TC = FC + VC Di mana : Pd : pendapatan usaha TR : total penerimaan TC : total biaya FC : biaya tetap VC : biaya variabel Y : produksi yang diperoleh dalam suatu usaha Py : harga Y

34 19 b. R/C ratio Analisis Return Cost (R/C) ratio merupakan perbandingan (ratio atau nisbah) antara penerimaan (revenue) dan biaya (cost). Pernyataan tersebut dapat dinyatakan dalam rumus sebagai berikut: A = R/C Py x Y FC + VC dimana : A : R/C ratio R : penerimaan(revenue) C : biaya (cost) Py : harga output Y : output FC : biaya tetap (fixed cost) VC : biaya variabel (variabel cost) Kriteria keputusan : R/C > 1, usaha petani garam untung R/C < 1, usaha petani garam rugi R / C = 1, usaha petani garam impas (tidak untung / tidak rugi) c. Pengukuran Produktivitas Usaha Petani Garam Rakyat Ukuran produktivitas usaha petani garam rakyat dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut Produktivitas = Produksi Luas Lahan Ton/Ha Produksi dalam Ton Luas Lahan dalan Ha

35 20 d. Pengukuran Mutu produk Garam Rakyat Mutu garam rakyat pada penelitian ini ditentukan oleh: 1. Kadar garam air laut 2. Kadar Nacl (%) 3. Warna butiran garam (secara visual) 4. Diameter kristal (secara visual)

36 21 4. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Kabupaten Bima 1. Geografi dan Iklim Kabupaten Bima merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Terletak pada 118 o o 22 Bujur Timur dan 08 o o 57 Lintang Selatan. Kabupaten Bima berada pada bagian paling timur pulau Sumbawa, diapit oleh Kabupaten Dompu disebelah Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur di sebelah Timur, dan Laut Flores di sebelah Utara serta Samudera Hindia di sebelah Selatan. Gambar peta wilayah dan batas wilayah Kabupaten Bima dapat dilihat pada Gambar 5. Sumber : BAPPEDA Kabupaten Bima Gambar 5. Peta Administrasi Wilayah Kabupaten Bima.

37 22 Kabupaten Bima terdiri dari 177 desa. Sebanyak 35 desa merupakan desa pesisir, yaitu desa yang berada di pinggir laut. Sementara 142 desa lainnya berada di wilayah lembah atau pegunungan. Luas wilayah Kabupaten Bima adalah 4.374,65 km 2 yang terdiri dari 7,22 persen lahan sawah dan 92,78 persen bukan lahan sawah, yang dapat dilihat pada Gambar 6 dan Tabel 1. Sumber : BAPPEDA Kabupaten Bima Gambar 6. Peta Tutupan lahan Wilayah Kabupaten Bima Tahun 2009

38 23 Tabel 1. Luas Wilayah Kabupaten Bima Menurut Kecamatan Tahun Jenis Tanah No. Kecamatan Lahan Sawah Lahan Bukan sawah Jumlah (1) (2) (3) (4) (5) 1 Monta Parado Bolo Mada Pangga Woha Belo Palibelo Langgudu Wawo Lambitu Sape Lambu Wera Ambalawi Donggo Soromandi Sanggar Tambora Jumlah Sumber : BPS Kabupaten Bima 2010

39 24 Keadaan iklim Kabupaten Bima pada Bulan April - Juli di tahun 2011 secara rata-rata di tampilkan pada Tabel 2. Tabel 2. Data klimatologi Kabupaten Bima Bulan April Juli Tahun 2011 NO. BULAN TEMPERATUR o C (Rata ) CURAH HUJAN DITA - KAR (mm/hh) PEN - YINA - RAN MATA HARI % TEKAN- AN UDARA (Rata ) KELEM- BAPAN RELA- TIF % (Rata ) KECE - PATAN ANGIN (Rata ) (Km/ jam) ARAH ANGIN (Rata ) ,00 13,00 18,00 Jam ,00 APRIL 24,6 30,2 26,9 235,8/ , , MEI 23,7 31,4 27,0 34,9/ , , JUNI 21,3 30,2 25, , , JULI 21,7 31,00 26,1 0,5/ , , Sumber : Stasiun Meteorologi Sultan M. Salahuddin Bima Tabel 2 menggambarkan curah hujan di bulan April sampai dengan Juli tahun 2011 terlihat adanya penurunan secara rata-rata dari 235,8 mm per bulan menjadi 0,5 mm per bulan dengan hari hujan dari 21 hari per bulan turun menjadi 3 hari per bulan.sedangkan suhu udara sampai dengan bulan juli rata rata 25,1 yang berkisar antara 20,7 o C hingga 31,7 o C. Prakiraan curah hujan di Kabupaten Bima pada bulan Agustus sampai dengan bulan Oktober di tahun 2011 masih sangat rendah atau sama dengan pada bulan Juni dan Juli 2011,di bandingkan pada tahun 2010 yang curah hujannya diatas batas atas normal menurut data normal curah hujan bulanan yang dikeluarkan oleh Stasiun Meteorologi M. Salahuddin Bima dapat dilihat pada Lampiran 1.

40 JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP OCT NOV DES CURAH HUJAN (mm) 25 Data curah hujan bulanan tahun 2010 terlihat pada Tabel 3 serta batasan normal yang menunjukan curah hujan bulanan tahun 2001 sampai dengan tahun 2010 terlihat pada Gambar 7. Tabel 3. Data Curah Hujan Bulanan Tahun 2010 Kabupaten Bima Bulan Tahun JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEPT OCT NOV DES , ,1 96,4 293,6 228, DATA NORMAL CURAH HUJAN BULANAN TAHUN 2001 S/D 2010 Rata2 Curah Hujan Bulanan Thn 2001 s/d 2010 Batas Bawah Normal 50 Batas Atas Normal 0 Sumber : Stasiun Meteorologi Sultan M. Salahuddin Bima Gambar 7. Curah Hujan Bulan Tahun 2001 S/D 2010

41 26 Tabel 3 menunjukan terjadinya curah hujan di wilayah Kabupaten Bima sejak awal Juli 2010 hingga akhir Desember 2010 di atas batas normal berdasarkan data normal curah hujan bulanan tahun 2001 s/d 2010 yang terjadi di Indonesia, terlihat pada Gambar 7. Batas atas normal curah hujan di Indonesia bulan Juli 10 mm per hari, bulan Agustus 5 mm per hari, bulan september 20 mm per hari, bulan Oktober 15 mm per hari, bulan November 90 mm per hari dan bulan Desember 165 mm per hari. Curah hujan di Kabupaten Bima bulan Juli yaitu 69,9 mm per hari, bulan Agustus 11 mm per hari, bulan September 136,1 mm per hari, bulan Oktober 96,4 mm per hari, bulan November 293,6 mm per hari dan bulan Desember 228,7 mm per hari. Ini berarti bila dibandingkan dengan data normal curah hujan di Indonesia maka hampir sebagian besar wilayah Kabupaten Bima di bulan Juli sampai dengan bulan Desember curah hujannya di atas batas normal atau mengalami curah hujan dengan frekuensi yang tinggi. 2. Perhubungan dan Perbankan Sektor transportasi berperan penting dalam menjaga pertumbuhan ekonomi melalui kegiatan pengangkutan orang dan barang. Produktivitas sektor ini sangat tergantung pada infrastruktur jalan, pelabuhan dan kapasitas bandara. Panjang jalan negara di Kabupaten Bima tahun 2009 adalah 78,70 km, jalan propinsi 412,73 km, dan jalan kabupaten 827,70 km. Kondisi jalan di Kabupaten Bima masih sangat memprihatinkan. Hanya 57 persen yang berkondisi baik dan rusak ringan, sedangkan sisanya rusak serta tidak terinci. Berdasarkan jenis permukaan, hanya 44,63 persen jalan beraspal, sedangkan sisanya adalah jalan krikil dan tanah. Selain sarana transportasi darat, di Kabupaten Bima juga terdapat sarana transportasi udara, yaitu Bandara Sultan Muhammad Salahuddin yang berada di Kecamatan Palibelo. Pesawat yang mendarat di Bandara ini melayani rute penerbangan Denpasar, Mataram serta Labuhan Bajo.

42 27 Peran perbankan dalam mendorong peningkatan pembangunan sangatlah penting. Perbankan dituntut untuk mampu menyediakan modal usaha bagi masyarakat sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Perbankan juga memiliki peran yang sangat penting dalam kontrol laju inflasi melalui berbagai program penghimpunan dana masyarakat. Jumlah Bank di Kabupaten Bima, baik itu bank umum maupun bank BPR pada tahun 2009 terdapat 4 buah Bank Cabang Pembantu, 5 Bank Unit, 3 Kantor Kas dan 14 BPR(BPS Kabupaten Bima 2010). Disamping mengumpulkan dana yang ada di masyarakat dalam bentuk simpanan, perbankan juga dituntut untuk dapat menyalurkan dana tersebut kembali kepada masyarakat melalui skema kredit. Masyarakat dapat menggunakan dana tersebut untuk berbagai keperluan, seperti untuk modal kerja, investasi maupun untuk konsumsi. Setiap tahunnya, total pinjaman yang disalurkan oleh Bank Umum maupun BPR terus mengalami peningkatan. Besarnya pinjaman yang disalurkan ini pada tahun 2009 mencapai Rp Milyar, jauh meningkat dibandingkan tahun 2007 yang besarnya Rp. 783,7 Milyar. (BPS Kabupaten Bima 2010). 3. Pengeluaran Penduduk dan Pendapatan Regional Pengeluaran konsumsi rumah tangga perkapita Kabupaten Bima adalah yang terendah, jika dibandingkan dengan kabupaten kabupaten lain yang ada di Provinsi NTB. Meskipun demikian, perkembangan pengeluaran konsumsi rumah tangga perkapita Kabupaten Bima cenderung meningkat dari tahun 2005 hingga tahun Secara teori, meningkatnya peningkatan pengeluaran rumah tangga disebabkan oleh meningkatnya pendapatan dalam rumah tangga tersebut. Selain oleh faktor pendapatan, keadaan ini juga disebabkan oleh faktorfaktor lainnya seperti tingkat harga barang- barang dipasar umum, jumlah barangbarang konsumsi tahan lama, tingkat bunga bank, perkiraan tentang masa depan, dan kebijakan pemerintah mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan.

43 28 Pengeluaran per kapita penduduk Kabupaten Bima tahun 2009 Rp ,-, meningkat 12,21 persen dibandingkan tahun 2008 Rp ,-, pengeluaran terbesar penduduk Kabupaten Bima tahun 2009 adalah untuk konsumsi makanan yaitu 65,76 persen, sedangkan untuk konsumsi non makanan 34,24 persen. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator ekonomi yang mencerminkan produktivitas perekonomian suatu daerah. PDRB mencerminkan pendapatan dari faktor faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal dan kewirausahaan). Sebagai salah satu indikator untuk mengetahui tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat secara makro. PDRB per kapita merupakan gambaran dari rata-rata pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk selama satu tahun. Tingginya PDRB per kapita mencerminkan keadaan ekonomi masyarakat yang lebih baik, dan sebaliknya PDRB per kapita yang rendah mencerminkan keadaan ekonomi masyarakat yang kurang berkembang. Pendapatan per kapita penduduk Kabupaten Bima dari tahun ke tahun terus meningkat. Pada tahun 2009, pendapatan perkapita penduduk mencapai Rp , meningkat 5,38 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang besarnya Rp (BPS Kabupaten Bima 2010). 4. Penduduk dan Ketenagakerjaan Penduduk merupakan obyek sekaligus subyek pembangunan. Jumlah penduduk Kabupaten Bima pada tahun 2009 adalah jiwa, yang dapat dilihat pada Tabel 4.

44 29 Tabel 4. Jumlah Penduduk Kabupaten Bima Menurut Kecamatan Tahun 2009 No. Kecamatan Penduduk Laki-Laki Perempuan Jumlah (1) (2) (3) (4) (5) 1 Monta Parado Bolo Mada Pangga Woha Belo Palibelo Langgudu Wawo Lambitu Sape Lambu Wera Ambalawi Donggo Soromandi Sanggar Tambora Jumlah Sumber : BPS Kabupaten Bima 2010 Persebaran penduduk disetiap kecamatan tidak merata. Kecamatan Sape memiliki jumlah penduduk paling banyak sekitar 11,98 persen dari total jumlah penduduk Kabupaten Bima.

45 30 Kecamatan berikutnya yang memiliki jumlah penduduk terbanyak adalah Kecamatan Bolo dan Woha, masing-masing 9,97 persen dan 9,64 persen. Sementara itu, Kecamatan dengan jumlah penduduk paling sedikit adalah Kecamatan Lambitu yang diikuti oleh Kecamatan Tambora dimana masingmasing kurang dari 1 persen. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) adalah indikator yang menggambarkan bagian dari tenaga kerja yang sesungguhnya terlibat, atau berusaha untuk terlibat, dalam kegiatan produktif yaitu memproduksi barang dan jasa. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Kabupaten Bima tahun 2009 adalah 59,12 persen dari total seluruh penduduk usia kerja. Dari jumlah tersebut 95,42 persen bekerja dan sisanya 4,58 persen adalah pengangguran. Jumlah angkatan kerja yang bekerja pada tahun 2009 adalah jiwa.proporsi tenaga kerja terbesar berada di sektor Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan yaitu sebesar 67,30 persen dari total seluruh penduduk yang bekerja, sedangkan yang terkecil berada di sektor Lembaga Keuangan, Real Estate, Usaha Persewaan & Jasa Perusahaan yaitu sebesar 0,11 persen. Dibandingkan tahun 2008, sektor yang mengalami pertumbuhan tenaga kerja terbesar adalah sektor listrik, gas dan air minum yang naik 110,71 persen, sektor pertambangan dan penggalian 51,55 persen, dan sektor Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan 8,45 persen. Proporsi ketenagakerjaan di Kabupaten Bima di tahun 2009 secara rinci dapat dilihat pada Gambar 8.

46 31 3,34 0,11 7,18 10,47 0,20 1,51 6,84 1,27 1,8 67,30 Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan Penggaraman Pertambangan dan Penggalian Industri Listrik, Gas dan Air Minum Konstruksi Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa Akomodasi Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi Lembaga Keuangan, Real Estate, Ush Persewaan & Js Perusahaan Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan Gambar 8. Grafik persentase penduduk yang bekerja menurut sektor,2009 Sumber : BPS Kabupaten Bima dan DKP Kabupaten Bima Industri Pengolahan Proses Industrialisasi merupakan kelanjutan dari tahapan pembangunan ekonomi setelah sektor pertanian berkembang. Sektor industri memegang peranan penting sebagai sektor produktif dalam memaksimumkan pembangunan. Pada tahun 2009 terdapat sebanyak 519 industri kecil dan kerajinan rumah tangga (IKKR) di wilayah Kabupaten Bima. Jumlah ini terdiri dari 39,11 persen industri formal (memiliki ijin usaha) dan 60,89 persen industri non formal (belum memiliki ijin usaha).menurut data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bima usaha industri kecil dan kerajinan rumah tangga ini telah mampu menampung tenaga kerja sebanyak orang, yang berarti sekitar 2 orang untuk 1 usaha industri. Dari jumlah ini, industri formal menggunakan tenaga kerja lebih banyak dibandingkan industri non formal. Usaha garam rakyat merupakan salah satu usaha industri kecil yang ada di Kabupaten Bima, usaha ini sangat potensial di daerah Kabupaten Bima dan menyerap banyak tenaga kerja.

47 32 B. Kondisi Wilayah Studi dan keadaan Sosial Ekonomi 1. Lokasi Ribuan hektar lahan garam yang bergandengan dengan tambak-tambak bandeng adalah pemandangan yang menarik ketika melewati wilayah yang berada disekitar teluk Bima. Lahan-lahan ini sejak tahun 1950-an sudah dimanfaatkan untuk usaha garam rakyat dan bandeng. Usaha garam rakyat paling produktif yang ada di Kabupaten Bima meliputi dua kecamatan, yakni Kecamatan Bolo dan Kecamatan Woha, Kecamatan Bolo dan Kecamatan Woha memiliki lahan dengan tingkat kemiringan terdiri dari 0-2%, 3-15%, 16-40%, dan lebih besar dari 40%. Tingkat kemiringan > 40 % dari luas wilayahnya terbanyak di Kecamatan Bolo yaitu sedangkan di Kecamatan Woha hanya Wilayah Kecamatan Bolo dan Kecamatan Woha dapat dilihat pada Gambar 8. Sumber : BAPPEDA Kabupaten Bima dan Hasil survei, dianalisis penyusun 2011 Gambar 9. Peta Wilayah Kecamatan Bolo dan Kecamatan Woha Kabupaten Bima

48 33 Desa Bontokape berada di Kecamatan Bolo dan Desa Donggobolo berada di Kecamatan Woha, kedua desa ini adalah lokasi studi, gambaran peta lokasi dan usaha garam kedua desa ini secara rinci dapat dilihat pada Gambar 10. Batas Desa Air Danau Air Empang Air Laut Air Penggaraman Air Rawa Air Tawar Sungai Batas Desa Air Danau Air Empang Batas Desa Air Danau Air Empang Air Laut Air Penggaraman Budaya Lainnya Hutan Air Rawa Bakau Legend Hutan Air Tawar RimbaSungai Budaya Lainnya Hutan Bakau Hutan Rimba Padan Rumput Pasir/Bukit Pasir Darat Perumahan Sawah Pasir/Bukit Pasir Laut Sawah Perkebunan Tadah Hujan Air Laut Padan Rumput "/ Ibukota Kecamatan Semak Belukar Hutan Konservasi Air Penggaraman Pasir/Bukit Pasir Darat Tegalan/Ladang!. Desa Hutan Lindung Air Rawa Pasir/Bukit Pasir Laut Vegetasi Non Budaya Lainnya Air Tawar Sungai Perkebunan Dusun Hutan Produksi Terbatas Budaya Lainnya Hutan Bakau Hutan Rimba Padan Rumput q Perumahan Bandara Sawah Batas Propinsi Sawah Tadah Hujan Batas Kabupaten Semak Belukar Hutan Produksi Tetap Budidaya Perikanan Hutan Bakau Batas Kecamatan Perdagangan dan Jasa Pasir/Bukit Pasir Darat Tegalan/Ladang Pasir/Bukit Pasir Laut Batas Desa Perkebunan Vegetasi Non Budaya Lainnya Perkebunan Garis Pantai Jalan Arteri Jalan Kolektor Jalan Lokal Sungai Permukiman Pertanian Lahan Basah Pertanian Lahan Kering Peternakan Pusat Pemerintahan Kabupat Tubuh Air Kawasan Air Penggaraman Tubuh Air PENGERJAAN LAHAN MEMASUKKAN AIR LAUT KRISTALISASI GARAM RAKYAT MESIN YODIUM BERJALAN BURUH PANEN Sumber : BAPPEDA Kabupaten Bima dan Hasil survei, dianalisis penyusun 2011 Gambar 10. Peta Wilayah Studi Secara Makro dan Usaha Garam Rakyat

49 34 2. Keadaan Penduduk Kecamatan Bolo dan Kecamatan Woha memiliki jumlah penduduk terbanyak kedua dan ketiga yang ada di Kabupaten Bima, dapat dilihat kembali pada Tabel 5. Tabel 5. Jumlah Penduduk Kecamatan Bolo dan Woha Tahun 2009 No. Kecamatan Penduduk Laki-Laki Perempuan Jumlah (1) (2) (3) (4) (5) 1 Bolo Woha Sumber : BPS Kabupaten Bima 2010 Proporsi pemanfaatan potensi tenaga kerja terbesar di Desa Bontokape dan Desa Donggobolo berada disektor pertanian, sektor jasa, sektor perdagangan, sektor perikanan dan sektor industri kecil, di sektor industri kecil salah satunya pada usaha garam rakyat. 3. Keadaan Petani Garam Rakyat Luas kepemilikan lahan garam di dua desa ini rata-rata per orangnya 0,20 hektar sampai dengan 1,00 hektar dengan pemilik lahan terdiri dari para pegawai negeri, warga sekitar dan juga pengusaha. Dalam satu musim panen bila iklim mendukung, rata-rata para petani garam bisa mendapatkan kurang lebih 10 sampai dengan 15 ton garam kasar. Teknologi yang diterapkan oleh petani garam di Desa Bontokape dan Desa Donggobolo dalam memproduksi garam, masih sangat sederhana yaitu menggunakannya petak petak kecil maupun berukuran sedang secara berhubungan dengan sistem air mengalir dari petak pertama ke petak berikutnya. Pembuatan petak-petak kecil dimaksudkan agar terjadi evaporasi/penguapan secara berulang kali. Air laut di alirkan ke kolam pengumpul/pengendapan dengan menggunakan kincir angin dan bila tidak ada angin menggunakan gajo (ember). Istilah tataniaga di negara kita diartikan sama dengan pemasaran atau distribusi, yaitu semacam kegiatan ekonomi yang berfungsi membawa atau

50 35 menyampaikan barang dari produsen ke konsumen (Mubyarto 1995). Tata niaga di Desa Bontokape dan Desa Donggobolo terdapat dua jenis tataniaga yaitu tataniaga darat dan tataniaga laut, yang dapat dilihat pada Gambar 11. Industri / Konsumen Pemesan Pedagang Garam Juragan Kapal Pedagang Pengumpul Pedagang Pengumpul Tata Niaga Darat Petani Garam Tata Niaga Laut Petani Garam Sumber : Hasil survei, dianalisis penyusun 2011 Gambar 11. Tata niaga Darat dan Tata Niaga Laut Harga garam di Kabupaten Bima cenderung bervariasi dipengaruhi oleh cuaca dan musim garam. Di tahun 2011 harga garam tertinggi Rp ,- sampai dengan Rp ,- per karung isi 50 kg sampai dengan, Rp ,- sampai dengan Rp ,- per karung isi 50 kg, yang terjadi di awal musim yaitu satu atau dua bulan pertama pada saat para petani garam hanya memiliki sedikit garam hasil panen awal, kemudian harga merangka turun menuju harga terendah yaitu Rp ,- sampai dengan Rp ,- per karung isi 50 kg atau Rp. 60,- sampai dengan Rp. 100,-per kilogramnya, terjadi di pertengahan hingga akhir musim pada saat garam sudah sangat banyak ditingkat petani garam atau pada saat panen raya.

51 36 Harga yang tinggi di awal musim hanya bisa dinikmati sesaat oleh sebagian petani garam yang sudah sangat siap dalam menyiapkan lahan produksinya sebelum musim kemarau tiba berupa diantaranya memperbaiki kembali semua saluran, membentuk kembali kolam-kolam pemekatan, pengkristalan, tanggultanggul, memperbaiki dasar tanah, membersihkan lahan dari lumpur dan kotoran kotoran kolam- kolam kristalisasi, persiapan penempatan kembali mesin pompa air (jika diperlukan), kincir angin, dan lain sebagainya. Harga yang tinggi di awal musim tidak bisa dinikmati oleh petani garam yang belum siap menghadapi musim kemarau, salah satu penyebabnya adalah kondisi lahan garam yang masih dijadikan lahan tambak ikan bandeng (uta londe), dikarenakan petani garam di Desa Bontokape dan Desa Donggo ada yang menggunakan sistim polikultur pada lahan tambaknya berupa pada saat musim penghujan lahan yang ada dijadikan tambak ikan bandeng (uta londe) dan pada saat kemarau lahan dijadikan tambak garam dalam upaya peningkatan pendapatan. Saat panen raya, harga garam yang berlaku ditingkat petani tidak memberi insentif bagi petani garam. Dari kenyataan tersebut mengakibatkan tingkat pendapatan petani garam senantiasa masih rendah. Konsekuensi dari pendapatan yang rendah, para petani garam rakyat tersebut tidak memiliki cadangan dana untuk dapat melakukan investasi terhadap lahan garam yang dimiliki guna meningkatkan produktivitas maupun kualitas garam, dapat dikatakan bahwa harga bagi petani garam merupakan sebagai perwujudan produktivitas dan kualitas. Konsekuensi yang lebih jauh lagi adalah pertambahan penduduk yang menyebabkan lahan garam semakin menyempit dan perkembangan ekonomi, semakin lama semakin besar tingkat kebutuhan hidup untuk tahun tahun mendatang. Secara umum petani garam rakyat di dua desa ini sangat mengharapkan adanya pabrik-pabrik baru yang menangani garam tumbuh di Kabupaten Bima khususnya berada di Kecamatan Woha maupun Kecamatan Bolo sehingga para petani garam bisa langsung menjual hasil garamnya ke pabrik garam tanpa harus melalui pedagang pengumpul maupun pedagang garam yang membeli dengan

52 37 harga rendah karena sampai saat ini perusahaan yang membeli garam dari petani garam di Kabupaten Bima hanya satu perusahaan saja yaitu PD Budiono Madura, sehingga peluang untuk memonopoli harga garam sangat terbuka lebar. PD Budiono Madura datang membeli garam hanya pada waktu panen raya terjadi, pada saat harga garam di tingkat petani garam rendah sehingga petani garam terpaksa menjualnya karena takut garamnya kembali mencair, tetapi ada juga petani garam di Desa Bontokape maupun Desa Donggobolo yang bertahan menyimpan garamnya, berharap harga garam di tingkat petani garam membaik. C. Karakteristik Responden Untuk mendapatkan gambaran mengenai keadaan responden yang diteliti, maka perlu dikemukakan analisis karakteristik responden yang meliputi umur responden, pendidikan responden, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan, dan pengalaman kerja sebagai petani garam rakyat. Dalam penelitian ini respondennya adalah para petani garam rakyat yang bekerja sebagai petani garam di Desa Bontokape Kecamatan Bolo dan petani garam di Desa Donggobolo Kecamatan Woha Kabupaten Bima. Jumlah responden yang diambil adalah 15 petani garam rakyat, 5 dari Desa Bontokape dan 10 dari Desa Donggobolo. Dari 15 petani garam di bagi 3 kelompok berdasarkan luas lahan tambak garam yang dimiliki. Masing-masing kelompok berjumlah 5 orang. 1. Umur Responden Berdasarkan hasil penelitian terhadap 15 responden petani garam rakyat di Desa Bontokape dan Desa Donggobolo diketahui bahwa tingkat persentase umur masing-masing responden sampai tahun 2011 adalah berkisar antara tahun keatas. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 6.

53 38 Tabel 6. Jumlah Dan Persentase Responden Menurut Kelompok Umur Umur Responden (Tahun) Jumlah (orang) Persentase (%) ,67 46, ,66 Jumlah Tabel 6 diatas menunjukan lebih dari 50 persen responden berada pada usia produktif dan dari rata-rata umur responden umur rata-ratanya adalah pada usia 45 tahun. Kelompok umur tertinggi adalah pada kelompok responden yaitu sebanyak 7 reponden atau 46,66 persen dan kelompok umur terkecil adalah pada kelompok umur yaitu sebanyak 1 responden atau 6,66 persen. Ini menunjukan bahwa dari 15 responden sebagian besar berada pada usia produktif, dimana pada usia ini seseorang mempunyai kemampuan yang lebih baik dalam bertindak maupun bekerja. Pada usia produktif ini seseorang dianggap memiliki kondisi fisik yang prima dan mempunyai tenaga yang yang luar biasa bila dibandingkan dengan dibawah atau diatas usia produktif. Selain ini seseorang mempunyai kemampuan yang lebih baik dalam berpikir dan bertindak untuk mengambil satu rencana atau keputusan. Sehingga dimungkinkan seseorang bekerja secara optimal untuk mendapatkan hasil kerja yang maksimal. 2. Pendidikan Responden Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap 15 responden, dapat dilihat tingkat pendidikan masing-masing responden. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 7.

54 39 Tabel 7. Jumlah Dan Persentase Responden Menurut Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase (%) Tamat SD Tamat SMP Tamat SLTA Diploma/PT ,67 33,33 0 Jumlah Tabel 7 ini menggambarkan bahwa tingkat pendidikan responden masih sangat rendah karena lebih dari 60 % responden berpendidikan SD dan SMP. Rendahnya pendidikan ini disebabkan kondisi ekonomi masa lalu yang tidak mendukung untuk mendapatkan pendidikan yang lama, selain itu adanya anggapan bahwa hanya dengan tamat SD saja sudah bisa mencari uang atau mendapatkan uang. Seharusnya tingkat pendidikan yang rendah ini dapat diimbangi dengan pelatihan terhadap suatu inovasi baru dan adanya penyuluhan produksi dan manajemen yang diberikan kepada petani garam rakyat. 3. Jumlah Anggota Keluarga Responden Hasil penelitian menunjukan bahwa hampir semua petani garam rakyat sudah berkeluarga. Jumlah anggota keluarga berkisar antara 1-10 orang, tanggungan tersebut terdiri dari istri dan anak. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 8.

55 40 Tabel 8. Jumlah Dan Persentase Responden Menurut Tanggungan Jumlah anggota keluarga Jumlah(orang) Persentase (%) , ,33 13,33 6,67 Jumlah Tabel 8 menunjukan bahwa responden memiliki tanggungan yang cukup banyak. Dari rata-rata jumlah tanggungan responden Desa Bontokape dan Desa Donggobolo jumlah tanggungan mereka adalah memiliki 5 orang tanggungan dalam keluarga. Tabel 8 menunjukan kelompok tanggungan terbanyak adalah pada kelompok tanggungan 3-4 yaitu 6 responden atau 40 persen dan 5-6 yaitu 5 responden atau 33,33 persen hal ini menunjukan banyaknya jumlah tanggungan yang dimiliki mengandung indikasi bahwa jumlah pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan mereka menjadi lebih besar dibandingkan dengan mereka yang memiliki lebih sedik tanggungan, jumlah terkecil adalah pada kelompok tanggungan 0-2 dan 9-10 yaitu masing-masing 1 reponden atau 6,67 persen dari keseluruhan responden. Namun begitu tidak semua dari tanggungan tersebut menjadi tanggungan penuh, artinya bahwa tidak semua anggota keluarga itu memiliki usia produktif, tapi sebagian dari anggota keluarga tersbut sudah bisa bekerja atau mendapatkan penghasilan. Dengan adanya anggota keluarga pada usia produktif ini, tenaga kerja menjadi tersedia dari dalam keluarga tersebut. Secara tidak langsung memiliki nilai tambah dari banyaknya anggota keluarga sehingga dapat membantu dalam kegiatan usaha garam keluarga, baik mulai dari penyiapan lahan, pengelolaan sampai panen dan pemasaran. Seperti yang banyak dilakukan oleh

56 41 responden dimana mereka banyak menggunakan tenaga kerja dalam keluarga. Namun pada umumnya, tidak semua anggota keluarga yang produktif ini dapat membantu secara penuh kegiatan usaha pegaraman dalam keluarganya. Baik itu yang masih melanjutkan sekolah, mendapatkan pekerjaan dalam bidang lain, maupun yang tidak bekerja (pengangguran tersembunyi). Sehingga hal ini menunjukan bahwa banyaknya anggota keluarga yang dimiliki responden tidak memberikan nilai tambah dalam usaha pengaraman. Adanya kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup ini berdampak besar bagi kesejateraan keluarga responden didaerah penelitian 4. Pengalaman Bertani Garam Rakyat Pengalaman kerja adalah salah satu faktor yang memungkinkan seseorang untuk mencapai keberhasilan, dalam hal ini yang dimaksud adalah pengalaman bekerja sebagai petani garam. Pengalaman kerja petani garam menunjukan berapa lama petani bekerja pada bidang usaha pegaraman ini. Berdasarkan hasil penelitian pengalaman responden di Desa Bontokape dan Desa Donggobolo berkisar antara tahun, untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Jumlah Dan Persentase Responden Menurut Pengalaman Bertani Garam Pengalaman Bertani Garam (tahun) Jumlah(orang) Persentase (%) ,67 26,67 13,33 13,33 Jumlah Tabel 9 memberikan informasi bahwa adanya keanekaragaman pengalaman bertani garam yang dimiliki oleh responden sedikit banyaknya sangat dipengaruhi oleh faktor lama atau tidaknya seseorang itu bertani garam selain itu juga

57 42 dipengaruhi oleh adanya kefokusan pekerjaan dimana responden hanya memiliki satu-satunya pekerjaan yaitu bertani garam rakyat. Dari jumlah rata-rata pengalaman responden dalam bertani garam rakyat diperoleh pengalaman bertani masyarakat Desa Bontokape yang diwakili 5 responden dan Desa Donggobolo yang diwakili 10 responden adalah selama 20 tahun bekerja. Hal ini menunjukan bahwa pekerjaan bertani garam ini sudah lama mereka lakukan. Dengan hanya fokus terhadap satu pekerjaan, secara tidak langsung seorang petani garam akan memiliki keuletan dan ketelatenan dalam pekerjaannya yang kemudian membentuk keahlian yang dimilikinya. 5. Responden Menurut Kepemilikan Lahan Petani garam rakyat yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah petani garam yang sebagian besar mengelola lahan sendiri dan sebagian kecil sebagai petani garam bagi hasil, untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Jumlah Dan Persentase Responden Menurut Kepemilikan Lahan Pengusahaan Jumlah(orang) Persentase (%) Petani Pemilik Petani Bagi Hasil Jumlah Tabel 10 ini menggambarkan bahwa tingkat kepemilikan lahan responden masih sangat tinggi. tingginya kepemilikan lahan ini disebabkan warisan masa lalu.

58 43 D. Profil Usaha Garam Rakyat Berdasarkan hasil survei dan wawancara yang dilakukan terhadap 15 petani garam diketahui gambaran luas lahan dan bentuk petak-petak kolam penyimpanan air, pemekatan atau penguapan hingga pengkristalan yang dikerjakan masingmasing petani garam dan juga produksi yang dihasilkan, yang dapat dilihat pada contoh petakan Lahan Petani Garam di Desa Bontokape dan di Desa Donggobolo Berikut ini. 1. Petani Garam (H. Yasin). Gambar 12. Lahan Tambak Milik H. Yasin Dengan Luas 1 Ha. Pada Lahan tambak milik H Yasin di tahun 2011 menurut hasil wawancara langsung dengan H Yasin sebagai petani garam yang telah berumur 65 tahun dan bekerja sebagai petani garam sekitar 40 tahun di Desa Donggo Bolo Kecamatan Woha.

59 44 Di tahun 2011 dari bulan Juni sampai dengan minggu kedua bulan Agustus. H Yasin dilahan tambak garamnya memproduksi garam hingga 127 karung isi 50 kg atau 6,35 ton garam, hal ini disebabkan kondisi iklim yang bersahabat,waktu persiapan lahan yang disiapkan lebih awal sebelum musim garam yaitu bulan Mei dan kualitas air laut yang baik pada lahan tambak garam H. Yasin. 2. Petani Garam (Suhardin). Gambar 13. Lahan Tambak Milik Suhardin Dengan Luas 0,93Ha. Pada Lahan tambak milik Suhardin di tahun 2011 menurut hasil wawancara langsung dengan Suhardin sebagai petani garam yang telah berumur 42 tahun dan bekerja sebagai petani garam sekitar 15 tahun di Desa Donggo Bolo Kecamatan Woha Kabupaten Bima. Di tahun 2011 dari bulan Juni sampai dengan minggu kedua bulan Agustus. Suhardin dilahan tambak garamnya belum bisa memproduksi garam, hal ini disebabkan waktu persiapan lahan yang sangat terlambat karena kurangnya modal dan kurang tepat dalam mengukur kosentrasi air laut sebagai bahan baku pembuatan garam di tiap-tiap petak dari waduk hingga ke meja kristalisasi.

60 45 3. Petani Garam (Sayful). Gambar 14. Lahan Tambak Milik Sayful Dengan Luas 0.9 Ha. Pada Lahan tambak milik Sayful di tahun 2011 menurut hasil wawancara langsung dengan Sayful sebagai petani garam yang telah berumur 32 tahun dan bekerja sebagai petani garam sekitar 10 tahun di Desa Donggo Bolo Kecamatan Woha Kabupaten Bima. Di tahun 2011 dari bulan Juni sampai dengan minggu kedua bulan Agustus. Sayful baru menghasilkan garam 49 karung isi 50 kg atau 2,45 ton garam, hal ini disebabkan waktu persiapan lahan yang terlambat dan sebagian luas lahan tambak yang dimiliki Sayful kurang di maksimalkan artinya ada lahan tidur yang tidak digunakan sebagai tempat produksi yang luasnya kurang lebih 30 are sehingga garam yang dihasilkan tidak sebanding dengan luas lahan yang dimiliki Sayful.

61 46 4. Petani Garam (H. M. Ali). Gambar 15. Lahan Tambak Milik H. M. Ali Dengan Luas 0.7 Ha. Pada Lahan tambak milik H. M. Ali di tahun 2011 menurut hasil wawancara langsung dengan H. Ali sebagai petani garam yang telah berumur 53 tahun dan bekerja sebagai petani garam sekitar 35 tahun di Desa Donggo Bolo Kecamatan Woha Kabupaten Bima. Di tahun 2011 dari bulan Juni sampai dengan minggu kedua bulan Agustus. H. M. Ali telah menghasilkan garam 214 karung isi 50 kg atau 10,7 ton garam, hal ini disebabkan waktu persiapan lahan yang dilaksanakan sebelum musim panas dimana curah hujan sudah mulai berkurang dan tepat dalam mengatur volume air dan kosentrasi air laut pada masing-masing kolam dari waduk hingga ke meja pengkristalan.

62 47 5. Petani Garam (Aminah). Gambar 16. Lahan Tambak Milik Aminah Dengan Luas 0.7 Ha. Pada Lahan tambak milik Aminah di tahun 2011 menurut hasil wawancara langsung dengan Aminah sebagai petani garam yang telah berumur 45 tahun dan bekerja sebagai petani garam sekitar 20 tahun di Desa Donggo Bolo Kecamatan Woha Kabupaten Bima. Di tahun 2011 dari bulan Juni sampai dengan minggu kedua bulan Agustus. Aminah pada lahan tambak garam yang dimilikinya belum menghasilkan garam, hal ini disebabkan pekerjaan dalam menyiapkan lahan tambak garamnya sampai dengan pertengahan bulan Juli belum selesai karena kendala pendanaan untuk membayar buruh dan baru selesai pada awal bulan Agustus tapi tidak semua luas lahan yang dimiliki disiapkan dengan baik, Dari luas lahan 70 are yang dimiliki Aminah, 15 are nya masih berupa kolam penyimpanan air laut dan juga sebagai kolam ikan bandeng. Hal lain disebabkan kondisi fisik Aminah sebagai seorang petani garam berjenis kelamin Perempuan, karena dalam bertani garam dibutuhkan kondisi fisik yang prima.

63 48 6. Petani Garam (Usman Muhdar). Gambar 17. Lahan Tambak Milik Usman Muhdar Dengan Luas 0.65 Ha. Pada Lahan tambak milik Usman Muhdar di tahun 2011 menurut hasil wawancara langsung dengan Usman Muhdar sebagai petani garam yang telah berumur 46 tahun dan bekerja sebagai petani garam sekitar 20 tahun di Desa Donggo Bolo Kecamatan Woha Kabupaten Bima. Di tahun 2011 dari bulan Juni sampai dengan minggu kedua bulan Agustus. Usman Muhdar telah memproduksi garam sebanyak 73 karung isi 50 kg atau 3,65 ton garam, hal ini disebabkan waktu persiapan lahan yang dilaksanakan sebelum musim panas dimana curah hujan sudah mulai berkurang dan banyaknya petak kolam pengkristalan yang dimiliki dan juga bagus dalam memprediksikan volume air dan kosentrasi air laut pada masing-masing kolam dari waduk hingga ke meja pengkristalan.

64 49 7. Petani Garam (Ahmad). Gambar 18. Lahan Tambak Milik Ahmad Dengan Luas 0.53 Ha. Pada Lahan tambak milik Ahmad di tahun 2011 menurut hasil wawancara langsung dengan Ahmad sebagai petani garam yang telah berumur 45 tahun dan bekerja sebagai petani garam sekitar 18 tahun di Desa Bontokape Kecamatan Bolo Kabupaten Bima. Di tahun 2011 dari bulan Juni sampai dengan minggu kedua bulan Agustus. Ahmad dapat memproduksi garam sebanyak 280 karung isi 50 kg atau 14 ton garam, hal ini disebabkan waktu persiapan lahan yang dilaksanakan sebelum musim panas dimana curah hujan sudah mulai berkurang dan tepat dalam mengatur volume air dan kosentrasi air laut pada masing-masing kolam dari waduk hingga ke meja pengkristalan. Dan pengaturan kolam sangat baik sehingga bahan baku terus terpenuhi menyebabkan waktu panen yang tidak terputus.

65 50 8. Petani Garam (Ismail Akhmad). Gambar 19. Lahan Tambak Milik Ismail A. Dengan Luas 0.5 Ha. Pada Lahan tambak milik Ismail Ahmad di tahun 2011 menurut hasil wawancara langsung dengan Ismail Ahmad sebagai petani garam yang telah berumur 40 tahun dan bekerja sebagai petani garam sekitar 20 tahun di Desa Donggobolo Kecamatan Woha Kabupaten Bima. Di tahun 2011 dari bulan Juni sampai dengan minggu kedua bulan Agustus. Ismail Ahmad hanya dapat memproduksi garam sebanyak 7 karung isi 50 kg atau 0,35 ton garam, hal ini disebabkan perhitungan waktu persiapan lahan yang belum tepat karena kondisi keuangan dan kurang baik dalam mengatur volume air pada kolam pemekatan dan menetukan kosentrasi air laut pada masing-masing kolam dari waduk hingga ke meja pengkristalan.

66 51 9. Petani Garam (Firdaus M. Ali). Gambar 20. Lahan Tambak Milik Firdaus M. Ali Dengan Luas 0.45 Ha. Pada Lahan tambak milik Firdaus di tahun 2011 menurut hasil wawancara langsung dengan Firdaus sebagai petani garam yang telah berumur 36 tahun dan bekerja sebagai petani garam sekitar 19 tahun di Desa Donggobolo Kecamatan Woha Kabupaten Bima. Di tahun 2011 dari bulan Juni sampai dengan minggu kedua bulan Agustus. Ismail Ahmad belum dapat memproduksi garam, hal ini disebabkan perhitungan waktu persiapan lahan yang belum tepat karena kondisi keuangan dan kurang baik dalam mengatur volume air pada kolam pemekatan maupun kolam pengkristalan dan menetukan kosentrasi air laut pada masing-masing kolam dari waduk hingga ke meja pengkristalan.

67 Petani Garam ( Rudi). Gambar 21. Lahan Tambak Milik Rudi Dengan Luas 0.35 Ha. Pada Lahan tambak milik Rudi di tahun 2011 menurut hasil wawancara langsung dengan Rudi sebagai petani garam yang telah berumur 35 tahun dan bekerja sebagai petani garam sekitar 5 tahun di Desa Bontokape Kecamatan Bolo Kabupaten Bima. Di tahun 2011 dari bulan Juni sampai dengan minggu kedua bulan Agustus. Rudi dapat memproduksi garam sebanyak 133 karung isi 50 kg atau 6,65 ton garam, hal ini disebabkan waktu persiapan lahan yang dilaksanakan sebelum musim panas dimana curah hujan sudah mulai berkurang dan tepat dalam mengatur volume air dan menetukan kosentrasi air laut pada masing-masing kolam dari waduk hingga ke meja pengkristalan.

68 Petani Garam (Mansyur). Gambar 22. Lahan Tambak Milik Mansyur Dengan Luas 0.3 Ha. Pada Lahan tambak milik Mansyur di tahun 2011 menurut hasil wawancara langsung dengan Mansyur sebagai petani garam yang telah berumur 45 tahun dan bekerja sebagai petani garam sekitar 10 tahun di Desa Bontokape Kecamatan Bolo Kabupaten Bima. Di tahun 2011 dari bulan Juni sampai dengan minggu kedua bulan Agustus. Mansyur dapat memproduksi garam sebanyak 179 karung isi 50 kg atau 8,95 ton garam, hal ini disebabkan waktu persiapan lahan yang dilaksanakan sebelum musim panas dimana curah hujan sudah mulai berkurang dan tepat dalam mengatur volume air dan menetukan kosentrasi air laut pada masing-masing kolam dari waduk hingga ke meja pengkristalan. Dan waktu panen yang cepat karena penyimpanan bahan baku garam yang baik.

69 Petani Garam (H. Masrun). Gambar 23. Lahan Tambak Milik Ismail H Masrun Dengan Luas 0.24 Ha. Pada Lahan tambak milik Ismail H. Masrun di tahun 2011 menurut hasil wawancara langsung dengan Ismail H. Masrun sebagai petani garam yang telah berumur 50 tahun dan bekerja sebagai petani garam sekitar 30 tahun di Desa Donggobolo Kecamatan Woha Kabupaten Bima. Di tahun 2011 dari bulan Juni sampai dengan minggu kedua bulan Agustus. Ismail H. Masrun belum dapat memproduksi garam, hal ini disebabkan perhitungan waktu persiapan lahan yang belum tepat karena kondisi keuangan dan kurang baik dalam mengatur volume air dan kosentrasi air laut pada masingmasing kolam dari waduk hingga ke meja pengkristalan dan tidak mengandalkan pengalaman yang dimiliki.

70 Petani Garam (H. Syamsul). Gambar 24. Lahan Tambak Milik H. Syamsul Dengan Luas 0.2 Ha. Pada Lahan tambak milik H. Syamsul di tahun 2011 menurut hasil wawancara langsung dengan H. Syamsul sebagai petani garam yang telah berumur 50 tahun dan bekerja sebagai petani garam sekitar 25 tahun di Desa Bontokape Kecamatan Bolo Kabupaten Bima. Di tahun 2011 dari bulan Juni sampai dengan minggu kedua bulan Agustus. H, Syamsul dapat memproduksi garam sebanyak 228 karung isi 50 kg atau 11,4 ton garam, hal ini disebabkan waktu persiapan lahan yang dilaksanakan sebelum musim panas dimana curah hujan sudah mulai berkurang dan tepat dalam mengatur volume air dan kosentrasi air laut pada masing-masing kolam dari waduk hingga ke meja pengkristalan. Dan waktu panen yang cepat karena penyimpanan bahan baku garam yang baik.

71 Petani Garam (Yusuf). Gambar 25. Lahan Tambak Milik Yusuf Dengan Luas 0.2 Ha. Pada Lahan tambak milik Yusuf di tahun 2011 menurut hasil wawancara langsung dengan Yusuf sebagai petani garam yang telah berumur 35 tahun dan bekerja sebagai petani garam sekitar 17 tahun di Desa Bontokape Kecamatan Bolo Kabupaten Bima. Di tahun 2011 dari bulan Juni sampai dengan minggu kedua bulan Agustus. Yusuf dapat memproduksi garam sebanyak 182 karung isi 50 kg atau 9,1 ton garam, hal ini disebabkan waktu persiapan lahan yang dilaksanakan sebelum musim panas dimana curah hujan sudah mulai berkurang dan tepat dalam mengatur volume air dan kosentrasi air laut pada masing-masing kolam dari waduk hingga ke meja pengkristalan. Dan waktu panen yang cepat karena penyimpanan bahan baku garam yang baik dan optimal dalam menggunakan lahan.

72 Petani Garam (Ridwan). Gambar 26. Lahan Tambak Milik Ridwan Dengan Luas 0.2 Ha. Pada Lahan tambak milik Ridwan di tahun 2011 menurut hasil wawancara langsung dengan Ridwan sebagai petani garam yang telah berumur 35 tahun dan bekerja sebagai petani garam sekitar 10 tahun di Desa Donggobolo Kecamatan Woha Kabupaten Bima. Sedangkan di tahun 2011 dari bulan Juni sampai dengan minggu kedua bulan Agustus. Ridwan hanya dapat memproduksi garam sebanyak 4 karung isi 50 kg atau 0,2 ton garam, hal ini disebabkan perhitungan waktu persiapan lahan yang belum tepat karena kondisi keuangan dan kurang baik dalam mengatur volume air dan kosentrasi air laut pada masing-masing kolam dari waduk hingga ke meja pengkristalan dan sedikitnya petak kolam pengkristalan yang dimiliki Ridwan.

73 58 Berdasarkan perhitungan produktivitas yang dilakukan terhadap 15 petani garam di Desa Bontokape dan di Desa Donggobolo diketahui contoh petakan Lahan yang terbaik yaitu lahan tambak milik H. Syamsul dengan luas 0,2 hektar yang dapat memproduksi garam 57 ton/hektar. Hasil ini melebihi hasil produksi dari 14 petani garam lainnya. E. Analisis Produktivitas, Mutu, dan Kinerja Finansial Usaha Petani Garam Rakyat. 1. Produktivitas Data produksi petani garam pada penelitian ini secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 3. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap petani garam diketahui bahwa produktivitas rata-rata berdasarkan data pada lampiran 3 adalah seperti terlihat pada Tabel 11. Tabel 11. Kelompok Petani Garam Menurut Luas Lahan dan Produktivitas K elompok Luas Lahan (Ha) Rata-rata Luas Lahan (Ha) Produktivitas Ratarata Ton/Ha. 0,70 0,31-0,69 0,20-0,30 0,85 0,50 0, Dari Tabel 11 terlihat bahwa luas lahan tidak di ikuti dengan tingginya produktivitas justru produktivitas yang rendah, dihasilkan oleh lahan yang lebih luas Hasil analisis keragaman (Anova) yang terdapat pada Lampiran 2. menunjukan bahwa luas lahan tidak berpengaruh terhadap produktivitas. Hal ini berarti Ho diterima yaitu tidak terdapat perbedaan produktivitas pada luas lahan yang berbeda.

74 59 Dari pengamatan di lokasi ternyata yang lebih berpengaruh terhadap tinggi rendahnya produktivitas usaha petani garam di Desa Bontokape Kecamatan Bolo dan Desa Donggobolo Kecamatan Woha adalah mutu bahan baku air laut dan kesiapan lahan petani garam dalam memproduksi garam yang tepat waktu yaitu pada saat di awal musim garam di Kabupaten Bima. Pada umumnya petani garam yang tidak siap pada waktu musim garam datang disebabkan mereka terlalu memaksakan panen ikan bandeng sesuai waktu panen. Pada umumnya petani garam di Desa Bontokape Kecamatan Bolo dan Desa Donggobolo Kecamatan Woha menganut sistem Polikultur. Produktivitas rata-rata di Desa Bontokape Kecamatan Bolo adalah 35,55 Ton/Hektar. Produktivitas rata-rata di Desa Donggobolo Kecamatan Woha adalah 5,28 Ton/Hektar. 2. Mutu Mutu garam rakyat yang baik banyak ditentukan oleh kualitas air laut karena berpengaruh terhadap proses penguapan larutan garam dan kristalisasi partikel-partikel garam. Air laut yang rata rata sudah dua hari didiamkan dari tanggal 25 Juli 2011 sampai dengan tanggal 27 Juli 2011, pada 10 (sepuluh) kolam pemekatan milik 10 (sepuluh) petani garam dari 15 (lima belas) petani garam yang menjadi sampel penelitian, diamati dengan menggunakan dua cara pengamatan, yaitu secara secara teknis dan secara analisis. a. Konsentrasi dan kadar garam air laut Pengamatan secara teknis dilakukan pada air laut yang telah didiamkan di kolam pemekatan selama 2 (dua) hari dengan menggunakan alat pengukur yang telah ditentukan yaitu dengan Baume meter. Gambar alat pengukur Baume meter dapat dilihat pada Lampiran 7. Dalam hal ini yang diukur adalah konsentrasi air laut, standar derajat kepekatan air laut yang baik untuk pengkristalan menurut survei adalah 25 o Be sampai dengan 29 o Be dan persentase kadar garam. Hasilnya selengkapnya pada Tabel 12

75 60 Tabel 12. Konsentrasi Air Laut Dan % Kadar Garam per 10 ml Air Laut Milik Petani Garam No Petani Garam Konsentrasi Air Laut Luas Lahan Ha. o Be (Derajat kepekatan suatu larutan) % Kadar Garam Total per 10 ml Air Sampel 1. H.Yasin Saiful H.M Ali Usman Ahmad - Kec.Bolo Ismail Kec. Woha Rudi - Kec.Bolo Mansur - Kec.Bolo Yusuf - Kec.Bolo H.Samsul - Kec.Bolo Sumber : Hasil survei, dan Lab.Uji Stasiun Karantina Ikan Kelas II M Salahudin Bima 2011

76 61 Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap responden diketahui bahwa kadar garam rata-rata berdasarkan data 9 petani garam pada tabel 12 adalah seperti terlihat pada Tabel 13. Tabel 13. Kelompok Petani Garam Menurut Luas Lahan dan Kadar Garam Kelompok Luas Lahan (Ha) Rata-rata Luas Lahan (Ha) Kadar Garam Rata-rata (%) ,70 0,31-0,69 0,20-0,30 0,85 0,50 0, Dari Tabel 13 terlihat bahwa tinggi atau rendahnya luas lahan tidak di ikuti dengan perbedaan yang nyata terhadap kandungan kadar garamnya. Hasil analisis keragaman (Anova) yang terdapat pada Lampiran 2, menunjukan bahwa luas lahan tidak berpengaruh terhadap kadar garam. Hal ini berarti Ho diterima yaitu tidak terdapat perbedaan kadar garam per 10 ml air laut pada luas lahan yang berbeda. Dari pengamatan di lokasi diketahui bahwa hal ini disebabkan pada kenyataannya sumber bahan baku diambil dari tempat yang sama yaitu Teluk Bima dan ternyata yang lebih berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kadar garam petani garam di Desa Bontokape Kecamatan Bolo dan Desa Donggobolo Kecamatan Woha adalah cara mengolah lahan tambak garam dengan baik. Misalnya lahan tambak garam yang sebelumya digunakan sebagai lahan tambak ikan bandeng harus benar benar dibersihkan dari lumut, galengan-galengan pada lahan tambak harus baik sehingga air laut yang kosentrasi 0 Be sudah baik dan siap untuk di kristalkan tidak rusak karena bocoran air tawar melalui galengan dari tambak disebelah yang mungkin masih bertambak ikan bandeng.

77 62 b. Analisis fisika dan kimia air laut Pengamatan secara analisis dengan fisika dan kimia sebagai parameter ujinya di laboratorium uji Stasiun Karantina Ikan Kelas II M. Salahudin Bima hasilnya selengkapnya pada Tabel 14. Tabel 14. Hasil Analisa Kualitas Sampel Air Laut Nama Petani Garam Lokasi Desa, Keca matan FISIKA KIMIA Suhu TDS DO Salinitas Fe Na 2 SO 3 Cl ph ( o C) (ppm) (mg/i) (ppt) (ppm) (ppm) (ppm) 1. Ahmad Bonto kape, Bolo 2. Yusuf Bonto kape, Bolo 3. Mansur Bonto kape, Bolo 4. H.Samsul Bonto kape, Bolo 5. Rudi Bonto kape, Bolo 6. H.Yasin Donggo bolo, Woha Saiful Donggo bolo, Woha 8. Ismail Donggo bolo, Woha 9. Usman Donggo bolo, Woha 10.H.M Ali Donggo bolo, Woha Sumber : Lab.Uji Stasiun Karantina Ikan Kelas II M Salahudin Bima

78 63 Keterangan : 1. Suhu menunjukkan derajat panas benda. temperatur yang diukur dengan termometer Celsius 2. TDS (Total Dissolve Solid) yaitu jumlah zat padat yang terlarut dalam air/ ukuran tingkat kekeruhan air. dalam Part Per Million (PPM) DO (Dissolved Oxygen) yaitu kadar oksigen terlarut dalam milligram per Oksigen (mg/i) 3. ph adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. 4. Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air, dinyatakan dalam bagian perseribu (parts per thousand, ppt). 5. Fe (Ferrum) adalah unsur besi 6. Na 2 SO 3 adalah Natrium sulfit adalah natrium yang dapat larut dalam air 7. Cl (Klorin) adalah unsur pembentuk garam Gambaran Mutu garam rakyat yang dihasilkan oleh petani garam rakyat, di ambil dari 3 petani garam yang memiliki luas lahan tambak yang berbeda, 1 petani garam di Desa Bontokape Kecamatan Bolo dan 2 petani garam di Desa Donggobolo Kecamatan Woha dengan pengujian secara visual dan analisis dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Hasil Pengujian Mutu Garam Rakyat Nama Petani Garam Luas Lahan Ha. Lokasi Desa, Kecamatan Kadar NaCl (%) Warna Diameter Kristal Ridwan 0,20 Ha. Donggobolo, Woha 91,35% Putih Keruh < 5 mm H. Yasin 1,00 Ha. Donggobolo, Woha 82,48% Putih Keruh < 5 mm Ahmad 0,53 Ha. Bontokape, Bolo Sumber : Balai Pengujian dan Identifikasi Barang Jakarta. 78,71 % Putih Keruh < 5 mm Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.

79 64 Dari Tabel 15, dapat dilihat bahwa hasil uji lab kadar NaCl garam tiga petani dari lima belas petani garam adalah 78,71% - 91,35%. Dari tabel 15 juga terlihat bahwa kadar garam yang dihasilkan petani di Desa Donggobolo Kecamatan Woha lebih tinggi dibandingkan kadar garam yang dihasilkan petani di Desa Bontokape Kecamatan Bolo. Dengan demikian pada saat ini petani garam di Desa Bontokape dan Desa Donggobolo belum mampu menghasilkan kualitas garam yang memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) dan tidak dapat bersaing dengan garam impor. Kualitas garam yang dihasilkan oleh petani garam di Desa Bontokape dan Desa Donggobolo memiliki kadar NaCl di bawah 94%, sedangkan garam konsumsi harus memenuhi kadar NaCl tidak kurang dari 94 % untuk garam kelas dua, tidak boleh rendah dari 97% untuk garam kelas satu dan garam industri diatas 99%. 3. Kinerja Finansial Usaha Petani Garam Rakyat 1. Pendapatan Harga produksi garam di Kabupaten Bima berbeda-beda dipengaruhi oleh cuaca dan musim garam. Padahal garam bukan merupakan komoditas yang mudah busuk, tetapi dapat disimpan dalam jangka waktu cukup lama, sehingga seharusnya harga garam relatif lebih stabil dibanding harga komoditas pertanian. Selain dari itu petani garam di Kabupaten Bima khususnya di Desa Bontokape dan Desa Donggobolo tidak bisa menaikkan posisi tawar harga karena ketidaktahuannya mengenai mutu garam dan tidak banyaknya pembeli tetap. Masalah lain yang mempengaruhi harga garam rendah yaitu para petani garam di Desa Bontokape maupun Desa Donggobolo sebagian besar tidak memiliki tempat penyimpanan garam yang layak. Penerimaan usaha petani garam adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Dalam penelitian ini peneliti menghitung penerimaan usaha garam rakyat dengan memperhatikan yaitu 1. proses produksi usaha garam yang dapat dipanen beberapa kali sehingga tidak semua produksi garam antar responden dapat dipanen secara serentak.artinya dalam satu bulan produksi tiap responden berbeda-beda kemudian 2. Produksi mungkin dijual dalam beberapa kali dengan harga jual yang berbeda-beda.

80 65 Sehingga untuk mempermudah perhitungan dibuat data frekuensi produksi dan data frekuensi penjualan terhadap 15 responden yang ada di Desa Donggobolo dan Desa Bontokape per 1 Juni sampai dengan 14 Agustus 2011, yang ditampilkan pada beberapa tabel yang dapat dilihat pada lampiran 3. Pada kenyataannya 4 dari 15 petani garam sampai dengan pertengahan bulan Agustus pada lahan tambaknya hasil produksinya sangat sedikit kurang dari 10 Kg. Hal ini disebabkan keterlambatan petani garam dalam penyiapan lahan tambak garam serta mutu bahan baku yang kurang baik dan 1 petani garam pada lahan tambaknya hasil produksi 350 Kg tapi hingga pertengahan bulan Agustus hasil produksinya belum terjual, sehingga perhitungan penerimaan hanya 10 petani garam yang dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16.Total Perhitungan Penerimaan Usaha Petani garam Per Hektar Desa Donggobolo Kecamatan Woha dan Desa Bontokape Kecamatan Bolo Per 1 Juni s/d 14 Agustus Tahun 2011 Petani Garam Lokasi Desa, Kecamatan Kelompok 1 Luas Lahan (Ha) TR/Ha. 1. H.Yasin Donggobolo, Woha 1, ,- 2. Saiful Donggobolo, Woha 0, ,- 3. H.M Ali Donggobolo, Woha 0, ,- Kelompok 2 1. Usman Donggobolo, Woha 0,65 81,538,- 2. Ahmad Bontokape, Bolo 0, ,- 3. Rudi Bontokape, Bolo 0, ,- Kelompok 3 1. Mansur Bontokape, Bolo 0, ,- 2. H.Samsul Bontokape, Bolo 0, ,- 3. Yusuf Bontokape, Bolo 0, ,- 4. Ridwan Donggobolo, Woha 0, ,- Sumber : Hasil survei, dianalisis penyusun 2011 Perhektar usaha petani garam dari Tabel 16 terlihat bahwa penerimaan tertinggi berturut turut diperoleh oleh H. Samsul (Rp ,-), Yusuf (Rp.

81 ,-) dan Ahmad (Rp ,-). Kesemua petani garam dengan penerimaan tertinggi tersebut terdapat di Desa Bontokape Kecamatan Bolo. Hal ini mungkin disebabkan faktor kesiapan lahan petani garam di Desa Bontokape dalam memproduksi garam tepat waktu yaitu pada saat bulan Juni di awal musim kemarau tahun 2011 di Kabupaten Bima dan faktor lokasi bahan baku (air laut) di Desa Bontokape yang berada di pertengahan Teluk Bima di bandingkan lokasi bahan baku di Desa Donggobolo yang berada tepat di bawah Teluk Bima. Perhitungan pengeluaran usaha petani garam rakyat menurut responden di Desa Bontokape Kecamatan Bolo dan Desa Donggobolo Kecamatan Woha, secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 5. Pengeluaran usaha petani garam berdasarkan luas lahan per hektar sampai dengan pertengahan bulan Agustus dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Pengeluaran Per Hektar Usaha Petani garam Per 1 Juni s/d 14 Agustus Tahun 2011 Petani Garam Luas Lahan (Ha) Kelompok 1 TC /Ha. 1. H.Yasin Saiful H.M Ali Kelompok 2 1. Usman Ahmad Kec.Bolo Rudi Kec.Bolo Kelompok 3 1. Mansur Kec.Bolo H.Samsul Kec.Bolo Yusuf Kec.Bolo Ridwan Sumber : Hasil survei, dianalisis penyusun 201

82 67 Hasil perhitungan pendapatan 10 responden yang ada di Desa Donggobolo Kecamatan Woha dan Desa Bontokape Kecamatan Bolo per 1 Juni sampai dengan 14 Agustus 2011, ditampilkan pada Tabel 18. Tabel 18. Hasil Perhitungan Pendapatan Per Hektar Usaha Petani garam Desa Donggobolo Kecamatan Woha dan Desa Bontokape Kecamatan Bolo Petani Garam Per 1 Juni s/d 14 Agustus Tahun 2011 Luas Lahan (Hektar) Penerimaan/ Hektar Kelompok 1 Biaya/Hektar Pendapatan/ Hektar 1. H.Yasin 2. Saiful 3. H.M Ali 1. Usman 2. Ahmad Kec.Bolo 3. Rudi Kec.Bolo 1, , , ,- 0, , ,- ( ,-) 0, , , ,- Kelompok 2 0,65 81,538, ,- ( ,-) 0, , , ,- 0, , , ,- Kelompok 3 1. Mansur Kec.Bolo 2. H.Samsul Kec.Bolo 3. Yusuf Kec.Bolo 0, , , ,- 0, , , ,- 0, , , ,- 4. Ridwan 0, , ,000,- ( ,-) Sumber : Hasil survei, dianalisis penyusun 2011 Dari tabel 18, terlihat bahwa petani garam dengan perolehan pendapatan tertinggi per Ha. adalah H. Samsul (Rp ,-), Yusuf (Rp ,-) dan Ahmad (Rp ,-) yang kesemuanya berlokasi di Desa Bontokape Kecamatan Bolo. Kecenderungan ini sama dengan data penerimaan. Beberapa petani garam di Desa Donggobolo Kecamatan Woha bahkan merugi. Fakta ini menguatkan bahwa faktor lokasi dan kesiapan petani mengusahakan garam sangat

83 68 penting. Pendapatan rata-rata petani garam menurut kelompok luas lahan adalah seperti terlihat pada Tabel 19. Tabel 19. Kelompok Petani Garam Menurut Luas Lahan dan Pendapatan Rata-rata Luas Pendapatan Kelompok Luas Lahan (Ha) Lahan (Ha) Rata-rata (Rp). 1 0,70 0, ,- 2 0,31-0,69 0, ,- 3 0,20-0,30 0, ,- Dari Tabel 19 terlihat bahwa peningkatan luas lahan tidak di ikuti dengan tingginya pendapatan. Data bahkan menunjukan bahwa petani garam dengan lahan yang semakin luas memperoleh pendapatan lebih rendah. Hasil analisis keragaman (Anova) yang terdapat pada Lampiran 2, dapat diketahui bahwa luas lahan tidak berpengaruh terhadap pendapatan. Hal ini berarti Ho diterima yaitu tidak terdapat perbedaan pendapatan pada luas lahan yang berbeda. Dari pengamatan di lokasi ternyata yang lebih berpengaruh terhadap tinggi rendahnya pendapatan usaha petani garam di Desa Bontokape dan Desa Donggobolo adalah mutu bahan bakunya yaitu air laut di lihat dari cepatnya air laut tersebut menjadi kristal garam dan kesiapan lahan petani garam dalam memproduksi garam tepat waktu yaitu. Dalam hal ini, petani garam di Desa Bontokape, Kecamatan Bolo, kesiapan lahan pada waktu yang tepat yaitu pada bulan juni (awal musim kemarau). Pendapatan rata-rata per hektar petani garam dari 5 petani garam di Desa Donggobolo Kecamatan Woha adalah Rp. 595,965,- sedangkan pendapatan rata-rata per hektar petani garam di Desa Bontokape Kecamatan Bolo dari 5 petani garam adalah Rp ,-. Perbedaan pendapatan rata-rata per hektar petani garam di kedua lokasi tersebut sangat jauh.

84 69 2. R/C ratio Usaha Garam Rakyat Analisis Return Cost (R/C) ratio merupakan perbandingan (ratio atau nisbah) antara penerimaan (revenue) dan biaya (cost) dengan kriteria keputusan : 1. R / C > 1, Usaha petani garam rakyat untung 2. R / C < 1, Usaha petani garam rakyat rugi 3. R / C = 1, Usaha petani garam rakyat impas (tidak untung/tidak rugi) Hasil perhitungan R/C ratio 10 responden ditampilkan pada Tabel 20. Petani Garam Tabel 20.R/C Ratio Usaha Petani garam Per 1 Juni s/d 14 Agustus Tahun 2011 Luas Lahan Ha. Penerimaan Biaya Hasil Analisis Kesimpulan 1. H.Yasin 1, , ,- 3,53 Untung 2. Saiful 0, , ,- 0,92 Rugi 3. H.M Ali 0, , ,- 5,26 Untung 4. Usman 0,65 81,538, ,- 0,07 Rugi 5. Ahmad 0, , ,- 14,07 Untung 6. Rudi 0, , ,- 1,42 Untung 7. Mansur 0, , ,- 5,04 Untung 8. H.Samsul 0, , ,- 17,32 Untung 9. Yusuf 0, , ,- 8,10 Untung 10. Ridwan 0, , ,000,- 0,10 Rugi Sumber : Hasil survei, dianalisis penyusun 2011 Dari Tabel 20, terlihat bahwa dari 10 petani garam, 7 petani garam yang R/C ratio usaha diatas angka 1 sehingga telah meraih untung. Petani garam yang R/C ratio usahanya dibawah angka 1 sebanyak 3 orang yang kesemuanya berlokasi di Desa Donggobolo Kecamatan Woha. R/C ratio rata-rata petani garam menurut kelompok luas lahan adalah seperti terlihat pada Tabel 21.

85 70 Tabel 21. Kelompok Petani Garam Menurut Luas Lahan dan R/C ratio Rata-rata R/C ratio Kelompok Luas Lahan (Ha) Luas Lahan Rata-rata (%) (Ha) 1 0,70 0, ,31-0,69 0, ,20-0,30 0, Dari Tabel 21 terlihat bahwa tingginya luas lahan tidak di ikuti dengan tingginya R/C ratio. Dari hasil analisis keragaman (Anova) pada Lampiran 2, dapat diketahui bahwa luas lahan tidak berpengaruh terhadap R/C ratio. Hal ini berarti Ho diterima yaitu tidak terdapat perbedaan R/C ratio pada luas lahan yang berbeda. Dari pengamatan di lokasi pada umumnya (7 petani garam) menunjukan bahwa R/C ratio yang diperoleh lebih besar dari 1 dan hanya 3 petani garam yang R/C ratio kurang dari 1. Ketiga petani garam yang R/C usahanya kurang dari 1 berlokasi di Desa Donggobolo Kecamatan Woha.

86 71 5. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil analisis kinerja non finansial (produktivitas dan mutu) dan kinerja finansial usaha petani garam rakyat dapat disimpulkan bahwa : 1. Produktivitas rata-rata petani garam di Desa Bontokape Kecamatan Bolo dan Desa Donggobolo Kecamatan Woha Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat pada penelitian ini 8,12 33,33 ton/hektar. Produktivitas petani garam ini tidak terpengaruh oleh luas lahan. 2. Mutu garam rakyat dilihat dari aspek kadar garam berkisar antara 35,55 36,48 %. Kadar garam air laut dengan besaran tersebut menghasilkan garam dengan kadar NaCl 84,14%, warna putih keruh dan diameter kristalnya < 5 mm. Mutu garam dengan karakteristik tersebut masih belum memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI). 3. Pendapatan per hektar petani garam di Desa Bontokape Kecamatan Bolo dan Desa Donggobolo Kecamatan Woha berkisar antara - Rp ,- sampai dengan Rp ,-. Luas lahan tidak berpengaruh terhadap besarnya pendapatan. Pendapatan per hektar petani garam di Desa Bontokape Kecamatan Bolo pada umumnya jauh lebih tinggi dibandingkan petani garam di Desa Donggobolo Kecamatan Woha. 4. Dari 10 petani garam yang diteliti di kedua lokasi, ada 7 petani garam yang R/C ratio usahanya di atas 1 (untung) dan 3 lainnya di bawah 1 (rugi).

87 72 B. Saran 1. Petani garam rakyat di Desa Bontokape Kecamatan Bolo dan Desa Donggobolo Kecamatan woha perlu di bina oleh instansi terkait agar : a. Dapat menyiapkan lahan tambak garam lebih baik sebelum musim kemarau tiba. b. Melakukan intensifikasi pengusahaan lahan tambak garam antara lain dengan membuat galengan yang lebih baik, pemadatan dasar kolam serta memperbaiki cara pemekatan dan pengkristalan. 2. Perlu diteliti faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas dan kinerja finansial pengusahaan garam rakyat di luar luas lahan seperti lokasi, cara pengolahan mutu bahan baku (air laut) dan sebagainya.

88 73 DAFTAR PUSTAKA Agusyana, Yus Olah Data dengan SPSS 19. Jakarta: Alex Media Komputindo. Bloom, Paul dan Louise Boone Strategi Pemasaran Produk. Jakarta: Prestasi Pustaka. Daniel, Moehar Metode Penelitian Sosial Ekonomi. Jakarta: Bumi Aksara Davis, John Alat Ukur Kuantitatif dan Kualitatif UntukMengevaluasi Kesuksesan Pemasaran. Jakarta: PT Alex Media Komputindo. Departemen Pendidikan Nasional, Pusat Bahasa Kamus Besar Bahasa Indonesia. Ed ke-3. Jakarta: Balai Pustaka. Departemen Perindustrian dan Perdagangan Pengembangan Model Percontohan Dan Pembinaan IKM Garam Rakyat Dan Garam Konsumsi. Jakarta: Dirjen IDKM. Departemen Perindustrian, Penyuluh Perindustrian Pedoman Produksi Dalam Rangka Penerapan Manajemen Mutu Lahan Garam. Jakarta: Direktorat Industri Kimia Hilir. Departemen Perindustrian dan Perdagangan Pengembangan Usaha Pegaraman Rakyat Di Indonesia. Jakarta: Dirjen IKAH. Fahmi, Irham Manajemen Kinerja Teori dan Aplikasi. Bandung: Alfabeta. Kadarisman, Darwin Konsep dan Prinsip Mutu. Bogor: PS MPI. Kadarisman, Darwin Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan. Bogor: IPB Press. Kementerian Kelautan dan Perikanan,Dirjen KP3K Pedoman Pengembangan Jasa Kelautan. Jakarta: Direktorat Pesisir dan Lautan. Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dirjen KP3K Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat. Jakarta: Direktorat PMP. Mubyarto Pengantar Ekonomi Pertanian. Ed ke-3. Jakarta: LP3ES. Partanto, Pius dan Dahlan Al Barry Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arkola. Purwanto, Agus Panduan Laboratorium Statistik Inferensial. Jakarta: PT. Gasindo. Rahim, Abd dan Diah Retno Dwi Hastuti Pengantar Teori dan Kasus Ekonomi Pertanian. Jakarta: Penebar Swadaya. Simanjuntak, Payaman Manajemen dan Evaluasi Kinerja. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta: Sinungan, Muchdarsyah Produktivitas Apa dan Bagaimana. Jakarta: Bumi Aksara.

89 74 Sugiyono Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: ALFABETA. Sukirno, Sadono Pengantar Teori Mikroekonomi. Grafindo Persada. Suliyanto Studi Kelayakan Bisnis. Yogyakarta: ANDI. Jakarta: PT. Raja Supranto Metode Riset Aplikasinya Dalam Pemasaran. Jakarta: Rineka Cipta. Tunggal, Amin Widjaja Dasar Dasar Manajemen Mutu. Harvarindo. Jakarta:

90 LAMPIRAN 75

91 Lampiran 1. Data Iklim Kabupaten Bima 76

92 Lanjutan Lampiran 1 77

93 Lanjutan Lampiran 1 78

94 Lanjutan Lampiran 1 79

95 80 Lanjutan Lampiran 1 Prakiraan Curah Hujan Bulan Agustus Oktober Tahun 2011

96 81 Lanjutan Lampiran 1 Sumber : Stasiun Meteorologi Sultan M. Salahuddin Bima

97 82 Lampiran 2 Hasil Uji Anova Oneway (Produktivitas) Between-Subjects Factors Value Label N Luas Lahan Per Hektar Kelompok 1 Kelompok Kelompok Kelompok 3 4

98 83 Lanjutan Lampiran 2 Descriptive Statistics Dependent Variable:Hasil Produksi (Ton/Ha) Luas Lahan Per Hektar Kelompok Mean Std. Deviation N 0.2 Kelompok Total Kelompok Total Kelompok Total Kelompok Total Kelompok Total Kelompok Total Kelompok Total Kelompok Total Kelompok Total Total Kelompok Kelompok Kelompok Total

99 84 Lanjutan Lampiran 2 Levene's Test of Equality of Error Variances a Dependent Variable:Hasil Produksi (Ton/Ha) F df1 df2 Sig Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal across groups. a. Design: Intercept + Luas_lahan + Kelompok Dependent Variable:Hasil Produksi (Ton/Ha) Tests of Between-Subjects Effects Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model a Intercept Luas_lahan Kelompok Error Total Corrected Total a. R Squared =.513 (Adjusted R Squared = )

100 85 Lanjutan Lampiran 2 Post Hoc Tests Kelompok Multiple Comparisons Dependent Variable:Hasil Produksi (Ton/Ha) (I) Kelompok (J) Kelompok Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound Tukey HSD Kelompok 1 Kelompok Kelompok Kelompok 2 Kelompok Kelompok Kelompok 3 Kelompok Kelompok Bonferroni Kelompok 1 Kelompok Kelompok Kelompok 2 Kelompok Kelompok Kelompok 3 Kelompok Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = Kelompok Homogeneous Subsets Hasil Produksi (Ton/Ha) Subset Kelompok N 1 Tukey HSD a Kelompok Kelompok Kelompok Sig..582 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = a. Uses Harmonic Mean Sample Size =

101 86 Lanjutan Lampiran 2 Oneway (Kadar Garam) Descriptives % Kadar Garam per 10ml air laut 95% Confidence Interval for Mean N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Min. Max. Kelompok Kelompok Kelompok Total Test of Homogeneity of Variances % Kadar Garam per 10ml air laut Levene Statistic df1 df2 Sig ANOVA % Kadar Garam per 10ml air laut Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups Within Groups Total

102 87 Lanjutan Lampiran 2 Post Hoc Tests Dependent Variable:% Kadar Garam per 10ml air laut Multiple Comparisons (I) Kelompok (J) Kelompok Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound Tukey HSD Kelompok 1 Kelompok Kelompok Kelompok 2 Kelompok Kelompok Kelompok 3 Kelompok Kelompok Bonferroni Kelompok 1 Kelompok Kelompok Kelompok 2 Kelompok Kelompok Kelompok 3 Kelompok Kelompok Homogeneous Subsets % Kadar Garam per 10ml air laut Subset for alpha = 0.05 Kelompok N 1 Tukey HSD a Kelompok Kelompok Kelompok Sig..703 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size =

103 88 Lanjutan Lampiran 2 Oneway (Pendapatan) Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors Value Label N Luas Lahan Per Hektar Kelompok 1 Kelompok Kelompok Kelompok 3 4

104 89 Lanjutan Lampiran 2 Descriptive Statistics Dependent Variable:Pendapatan Luas Lahan Per Hektar Kelompok Mean Std. Deviation N 0.2 Kelompok E E7 3 Total E E Kelompok E6. 1 Total E Kelompok E6. 1 Total E Kelompok E7. 1 Total E Kelompok E6. 1 Total E Kelompok E6. 1 Total E Kelompok Total Kelompok E6. 1 Total E6. 1 Total Kelompok E E6 3 Kelompok E E6 3 Kelompok E E7 4 Total E E7 10 Levene's Test of Equality of Error Variances a Dependent Variable:Pendapatan F df1 df2 Sig Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal across groups. a. Design: Intercept + Luas_lahan + Kelompok

105 90 Lanjutan Lampiran 2 Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Pendapatan Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 6.178E E Intercept 3.826E E Luas_lahan 2.579E E Kelompok Error 9.314E E14 Total 2.282E15 10 Corrected Total 1.549E15 9 a. R Squared =.399 (Adjusted R Squared = ) Post Hoc Tests Kelompok Multiple Comparisons Dependent Variable:Pendapatan (I) Kelompok (J) Kelompok Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. 95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound Tukey HSD Kelompok 1 Kelompok E E E E8 Kelompok E E E E7 Kelompok 2 Kelompok E E E E8 Kelompok E E E E7 Kelompok 3 Kelompok E E E E8 Kelompok E E E E8 Bonferroni Kelompok 1 Kelompok E E E E8 Kelompok E E E E8 Kelompok 2 Kelompok E E E E8 Kelompok E E E E8 Kelompok 3 Kelompok E E E E8 Kelompok E E E E8 Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) =

106 91 Lanjutan Lampiran 2 Profile Plots Homogeneous Subsets Pendapatan Kelompok N Subset 1 Tukey HSD a Kelompok E6 Kelompok E6 Kelompok E7 Sig..736 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = a. Uses Harmonic Mean Sample Size =

2. TINJAUAN PUSTAKA. A.Petani Garam Rakyat

2. TINJAUAN PUSTAKA. A.Petani Garam Rakyat 4 2. TINJAUAN PUSTAKA A.Petani Garam Rakyat Pada umumnya, konsep kemiskinan lebih banyak dikaitkan dengan dimensi ekonomi, karena dimensi inilah yang paling mudah diamati, diukur dan diperbandingkan (Dewi,

Lebih terperinci

3. METODE KAJIAN A. Lokasi, Waktu dan Biaya Penelitian Metode Kerja 1. Pengumpulan Data

3. METODE KAJIAN A. Lokasi, Waktu dan Biaya Penelitian Metode Kerja 1. Pengumpulan Data 15 3. METODE KAJIAN A. Lokasi, Waktu dan Biaya Penelitian Tugas akhir ini dilaksanakan di Desa Donggobolo Kecamatan Woha dan Desa Bontokape Kecamatan Bolo Kabupaten Bima, Propinsi Nusa Tenggara Barat,

Lebih terperinci

Evaluasi Kinerja Usaha Petani Garam Rakyat di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat

Evaluasi Kinerja Usaha Petani Garam Rakyat di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat Manajemen IKM, September 2014 (106-118) Vol. 9 No. 1 ISSN 2085-8418 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalmpi/ Evaluasi Kinerja Usaha Petani Garam Rakyat di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat Performance

Lebih terperinci

Gambar 5. Peta Administrasi Wilayah Kabupaten Bima.

Gambar 5. Peta Administrasi Wilayah Kabupaten Bima. 21 4. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Kabupaten Bima 1. Geografi dan Iklim Kabupaten Bima merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Terletak pada 118 o 44 119 o 22 Bujur

Lebih terperinci

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU MENTE (Anacardium Occidentale L.) (Kasus di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur ) Oleh : Apollonaris Ratu

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. A. Gambaran Umum Kecamatan Batangan. Kabupaten Pati. Kecamatan Batangan terletak di ujung timur dari

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. A. Gambaran Umum Kecamatan Batangan. Kabupaten Pati. Kecamatan Batangan terletak di ujung timur dari BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Kecamatan Batangan 1. Kecamatan Batangan Batangan adalah salah satu kecamatan dari 21 kecamatan yang ada di Kabupaten Pati. Kecamatan Batangan terletak

Lebih terperinci

Bab 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

Bab 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Bab 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Fisik Kabupaten Dompu secara geografis terletak di antara 117 o 42 dan 180 o 30 Bujur Timur dan 08 o 6 sampai 09 o 05 Lintang Selatan. Kabupaten Dompu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia terbentang sepanjang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia terbentang sepanjang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia terbentang sepanjang 3.977 mil diantara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik terdiri dari luas daratan 1.91

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. China Germany India Canada Australia Mexico France Brazil United Kingdom

I. PENDAHULUAN. China Germany India Canada Australia Mexico France Brazil United Kingdom 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia salah satu negara dari sebelas negara produsen garam. Pencapaian jumlah produksi pada tahun 2009 sebanyak 1.4 juta ton, jauh dibandingkan dengan Cina yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk 28 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasiona Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

PRODUKSI GARAM INDONESIA

PRODUKSI GARAM INDONESIA PRODUKSI GARAM IDOESIA o A 1.1 eraca Garam asional eraca garam nasional merupakan perbandingan antara kebutuhan, produksi, ekspor, dan impor komoditas garam secara nasional dalam suatu periode tertentu.

Lebih terperinci

PENGGUNAAN ZAT ADITIF RAMSOL DALAM MENINGKATKAN MUTU GARAM RAKYAT

PENGGUNAAN ZAT ADITIF RAMSOL DALAM MENINGKATKAN MUTU GARAM RAKYAT PENGGUNAAN ZAT ADITIF RAMSOL DALAM MENINGKATKAN MUTU GARAM RAKYAT 1 Mahfud E, 2 Rahmad F. Sidik, 1 Haryo T 1 Prodi Ilmu Kelautan UTM, 2 Prodi TIP UTM e-mail: mahfudfish@gmail.com Abstrak Garam merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010). BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Air merupakan salah satu komponen penting untuk kehidupan semua makhluk hidup di bumi. Air juga merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kebutuhan

Lebih terperinci

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA, PENDAPATAN DAN R/C USAHATANI JAHE ( Zingiber officinale ) (Suatu Kasus di Desa Kertajaya Kecamatan Panawangan Kabupaten Ciamis)

ANALISIS BIAYA, PENDAPATAN DAN R/C USAHATANI JAHE ( Zingiber officinale ) (Suatu Kasus di Desa Kertajaya Kecamatan Panawangan Kabupaten Ciamis) ANALISIS BIAYA, PENDAPATAN DAN R/C USAHATANI JAHE ( Zingiber officinale ) (Suatu Kasus di Desa Ciamis) Oleh : Didin Saadudin 1, Yus Rusman 2, Cecep Pardani 3 13 Fakultas Pertanian Universitas Galuh 2 Fakultas

Lebih terperinci

Zainul Hidayah. Dosen Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura ABSTRAK

Zainul Hidayah. Dosen Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura ABSTRAK PEMODELAN DINAMIKA SISTEM EFEKTIVITAS PROGRAM PEMBERDAYAAN USAHA GARAM RAKYAT DI PESISIR SELAT MADURA (STUDI KASUS KONVERSI LAHAN GARAM TRADISIONAL MENJADI LAHAN GARAM GEOMEMBRAN) Zainul Hidayah Dosen

Lebih terperinci

ANALISIS PANGSA PASAR DAN TATANIAGA KOPI ARABIKA DI KABUPATEN TANA TORAJA DAN ENREKANG, SULAWESI SELATAN IMA AISYAH SALLATU

ANALISIS PANGSA PASAR DAN TATANIAGA KOPI ARABIKA DI KABUPATEN TANA TORAJA DAN ENREKANG, SULAWESI SELATAN IMA AISYAH SALLATU ANALISIS PANGSA PASAR DAN TATANIAGA KOPI ARABIKA DI KABUPATEN TANA TORAJA DAN ENREKANG, SULAWESI SELATAN IMA AISYAH SALLATU SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Saya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Garam merupakan komoditas vital yang berperan penting dalam kehidupan sehari-hari untuk dikonsumsi maupun untuk kegiatan industri. Permintaan garam terus meningkat seiring

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia 58 V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH 5.1. Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia Bawang merah sebagai sayuran dataran rendah telah banyak diusahakan hampir di sebagian besar wilayah Indonesia.

Lebih terperinci

KEBUTUHAN GARAM INDUSTRI NASIONAL. Hotel Santika Bogor Senin : 7 November 2016

KEBUTUHAN GARAM INDUSTRI NASIONAL. Hotel Santika Bogor Senin : 7 November 2016 KEBUTUHAN GARAM INDUSTRI NASIONAL Hotel Santika Bogor Senin : 7 November 2016 OUTLINE I. PENDAHULUAN II. III. IV. KONDISI SAAT INI PERMASALAHAN PROGRAM AKSI I. PENDAHULUAN 1. Industri garam merupakan industri

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data Iklim Kabupaten Bima

Lampiran 1. Data Iklim Kabupaten Bima LAMPIRAN 75 Lampiran 1. Data Iklim Kabupaten Bima 76 Lanjutan Lampiran 1 77 Lanjutan Lampiran 1 78 Lanjutan Lampiran 1 79 80 Lanjutan Lampiran 1 Prakiraan Curah Hujan Bulan Agustus Oktober Tahun 2011 81

Lebih terperinci

III. METODE KAJIAN Kerangka Pemikiran

III. METODE KAJIAN Kerangka Pemikiran III. METODE KAJIAN A. Kerangka Pemikiran Program PUGAR merupakan salah satu strategi pencapaian swasembada garam nasional oleh pemerintah dengan visi pencapaian target produksi garam 304.000 ton dan misi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berupa daging, disamping hasil ikutan lainnya berupa pupuk kandang, kulit, dan

TINJAUAN PUSTAKA. berupa daging, disamping hasil ikutan lainnya berupa pupuk kandang, kulit, dan TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Ternak Sapi Potong Ternak sapi, khususnya sapi potong merupakan salah satu sumber daya penghasil daging yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan penting artinya di dalam kehidupan

Lebih terperinci

KAJIAN PERILAKU KONSUMEN TERHADAP STRATEGI PEMASARAN TEH HERBAL DI KOTA BOGOR E. SRIVISHNU HERLAMBANG

KAJIAN PERILAKU KONSUMEN TERHADAP STRATEGI PEMASARAN TEH HERBAL DI KOTA BOGOR E. SRIVISHNU HERLAMBANG KAJIAN PERILAKU KONSUMEN TERHADAP STRATEGI PEMASARAN TEH HERBAL DI KOTA BOGOR E. SRIVISHNU HERLAMBANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAN PERMINTAAN BENIH IKAN NILA DI KABUPATEN SUKABUMI, PROPINSI JAWA BARAT

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAN PERMINTAAN BENIH IKAN NILA DI KABUPATEN SUKABUMI, PROPINSI JAWA BARAT ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN DAN PERMINTAAN BENIH IKAN NILA DI KABUPATEN SUKABUMI, PROPINSI JAWA BARAT Oleh: NORTHA IDAMAN A 14105583 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan sumber daya alam dalam bidang pertanian merupakan keunggulan yang dimiliki Indonesia dan perlu dioptimalkan untuk kesejahteraan rakyat. Pertanian merupakan aset

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI MUHAMMAD SALAHUDDIN BIMA

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI MUHAMMAD SALAHUDDIN BIMA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI MUHAMMAD SALAHUDDIN BIMA BMKG Jl. Sultan Muhammad Salahuddin Bima 84173, NTB Telp : (0374) 43215 Fax : (0374) 43123 Email : stamet_bmu@yahoo.co.id

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KEMUNING MUDA KECAMATAN BUNGARAYA KABUPATEN SIAK

ANALISIS USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KEMUNING MUDA KECAMATAN BUNGARAYA KABUPATEN SIAK 1 ANALISIS USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KEMUNING MUDA KECAMATAN BUNGARAYA KABUPATEN SIAK FARMING ANALYSIS OF PADDY IN KEMUNINGMUDA VILLAGE BUNGARAYA SUB DISTRICT SIAK REGENCY Sopan Sujeri 1), Evy Maharani

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN PETANI PADI LAHAN RAWA LEBAK DI KABUPATEN MUKO-MUKO, PROVINSI BENGKULU. Ahmad Damiri dan Herlena Budi Astuti

ANALISIS PENDAPATAN PETANI PADI LAHAN RAWA LEBAK DI KABUPATEN MUKO-MUKO, PROVINSI BENGKULU. Ahmad Damiri dan Herlena Budi Astuti ANALISIS PENDAPATAN PETANI PADI LAHAN RAWA LEBAK DI KABUPATEN MUKO-MUKO, PROVINSI BENGKULU Ahmad Damiri dan Herlena Budi Astuti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl. Irian KM 6,5 Bengkulu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Purwadany Samuel Pouw, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Purwadany Samuel Pouw, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbesar di dunia, dengan sekitar 13.487 pulau, yang terbentang sepanjang 5.210 Km dari Timur ke Barat sepanjang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan. Secara geografis, wilayah Indonesia memiliki luas wilayah seluruhnya mencapai 5.193.252 km 2 terdiri atas luas daratan sekitar 1.910.931,32

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan ribuan pulau yang mempunyai potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Letak Geografis dan Astronomis Indonesia Serta Pengaruhnya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Letak Geografis dan Astronomis Indonesia Serta Pengaruhnya BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum 1. Letak Geografis dan Astronomis Indonesia Serta Pengaruhnya Letak geografi Indonesia dan letak astronomis Indonesia adalah posisi negara Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang mempunyai iklim tropis, berpeluang besar bagi pengembangan budidaya tanaman buah-buahan, terutama buah-buahan tropika.

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN MONETER TERHADAP KINERJA SEKTOR RIIL DI INDONESIA

DAMPAK KEBIJAKAN MONETER TERHADAP KINERJA SEKTOR RIIL DI INDONESIA DAMPAK KEBIJAKAN MONETER TERHADAP KINERJA SEKTOR RIIL DI INDONESIA LIRA MAI LENA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2 0 0 7 ABSTRAK Lira Mai Lena. Dampak Kebijakan Moneter terhadap Kinerja Sektor

Lebih terperinci

Analisis dan Tinjauan Makro Perekonomian Kabupaten Bima

Analisis dan Tinjauan Makro Perekonomian Kabupaten Bima Analisis dan Tinjauan Makro Perekonomian Kabupaten Bima 2.1. Gambaran Umum Kabupaten Bima merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), terletak pada 118 44-119 22 Bujur Timur dan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. bagian timur dan merupakan Kabupaten yang letaknya paling

BAB IV DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. bagian timur dan merupakan Kabupaten yang letaknya paling BAB IV DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN IV.1. Deskripsi Kabupaten Bima IV.1.1. Letak Dan Kondisi Geografis Wilayah Kabupaten Bima terletak di Pulau Sumbawa bagian timur dan merupakan Kabupaten yang letaknya

Lebih terperinci

PENENTUAN HARGA POKOK DAN SKALA MINIMUM PRODUKSI COMRING HASIL OLAHAN SINGKONG

PENENTUAN HARGA POKOK DAN SKALA MINIMUM PRODUKSI COMRING HASIL OLAHAN SINGKONG 1 PENENTUAN HARGA POKOK DAN SKALA MINIMUM PRODUKSI COMRING HASIL OLAHAN SINGKONG Agus Gusmiran 1) Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi mirand17@yahoo.com Eri Cahrial, Ir.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan terpenting ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Kedelai juga merupakan tanaman sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS CUACA EKSTRIM DI KABUPATEN BIMA ( TANGGAL 13 FEBRUARI 2017 )

ANALISIS CUACA EKSTRIM DI KABUPATEN BIMA ( TANGGAL 13 FEBRUARI 2017 ) BMKG BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI MUHAMMAD SALAHUDDIN BIMA Jl. Sultan Muhammad Salahuddin Bima 84173, NTB Telp : (0374) 43215 Fax : (0374) 43123 Email : stamet_bmu@yahoo.co.id

Lebih terperinci

Oleh : Dewi Mutia Handayani A

Oleh : Dewi Mutia Handayani A ANALISIS PROFITABILITAS DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH MENURUT LUAS DAN STATUS KEPEMILIKAN LAHAN (Studi Kasus Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh : Dewi Mutia Handayani

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya sebagian besar adalah petani. Sektor pertanian adalah salah satu pilar dalam pembangunan nasional Indonesia. Dengan

Lebih terperinci

VI. KERAGAAN USAHA GARAM RAKYAT DI DAERAH PENELITIAN

VI. KERAGAAN USAHA GARAM RAKYAT DI DAERAH PENELITIAN 63 VI. KERAGAAN USAHA GARAM RAKYAT DI DAERAH PENELITIAN 6.1. Deskripsi Petani Responden Petani reponden hampir semuanya merupakan petambak ikan di musim hujan. Petambak ikan inilah yang mengembangkan usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemerintah memiliki peran vital untuk memajukan sumberdaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemerintah memiliki peran vital untuk memajukan sumberdaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah memiliki peran vital untuk memajukan sumberdaya petani agar kesejahteraan petani semakin meningkat. Petani dapat meningkatan produksi pertanian dengan menyediakan

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN PEMASARAN USAHA PEMBUATAN GARAM DI KELURAHAN TALISE KECAMATAN MANTIKULORE KOTA PALU

ANALISIS PENDAPATAN DAN PEMASARAN USAHA PEMBUATAN GARAM DI KELURAHAN TALISE KECAMATAN MANTIKULORE KOTA PALU e-j. Agrotekbis 3 (4) : 515-520, Agustus 2015 ISSN : 2338-3011 ANALISIS PENDAPATAN DAN PEMASARAN USAHA PEMBUATAN GARAM DI KELURAHAN TALISE KECAMATAN MANTIKULORE KOTA PALU Income Analysis and Salt Making

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011)

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki peluang besar dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang melimpah untuk memajukan sektor pertanian. Salah satu subsektor

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAGUNG (Zea Mays L) (Suatu kasus di Desa Pancawangi Kecamatan Pancatengah Kabupaten Tasikmalaya)

ANALISIS USAHATANI JAGUNG (Zea Mays L) (Suatu kasus di Desa Pancawangi Kecamatan Pancatengah Kabupaten Tasikmalaya) ANALISIS USAHATANI JAGUNG (Zea Mays L) (Suatu kasus di Desa Pancawangi Kecamatan Pancatengah Kabupaten Tasikmalaya) Oleh: Ade Epa Apriani 1, Soetoro 2, Muhamad Nurdin Yusuf 3 1) Mahasiswa Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

ANALISIS CUACA EKSTRIM DI KECAMATAN SAPE ( TANGGAL 02 JANUARI 2017 )

ANALISIS CUACA EKSTRIM DI KECAMATAN SAPE ( TANGGAL 02 JANUARI 2017 ) BMKG BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI SULTAN MUHAMMAD SALAHUDDIN BIMA Jl. Sultan Muhammad Salahuddin Bima 84173, NTB Telp : (0374) 43215 Fax : (0374) 43123 Web : www.bmkgbima.net

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG DI DESA LABUAN TOPOSO KECAMATAN LABUAN KABUPATEN DONGGALA

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG DI DESA LABUAN TOPOSO KECAMATAN LABUAN KABUPATEN DONGGALA e-j. Agrotekbis 4 (4) : 456-460, Agustus 2016 ISSN : 2338-3011 ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG DI DESA LABUAN TOPOSO KECAMATAN LABUAN KABUPATEN DONGGALA Income Analysis of Corn Farming Systemin Labuan

Lebih terperinci

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agribisnis nasional diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri nasional terutama untuk mendukung berkembangnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dan maritim terbesar di dunia. Selain

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dan maritim terbesar di dunia. Selain 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia memiliki wilayah laut sangat luas 5,8 juta km 2 yang merupakan tiga per empat dari keseluruhan wilayah Indonesia. Di dalam wilayah laut tersebut terdapat

Lebih terperinci

PERENCANAAN KREDIT INVESTASI DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL MENENGAH PAKAN TERNAK (STUDI KASUS PT AFI) Oleh RONALD G TAMPUBOLON

PERENCANAAN KREDIT INVESTASI DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL MENENGAH PAKAN TERNAK (STUDI KASUS PT AFI) Oleh RONALD G TAMPUBOLON PERENCANAAN KREDIT INVESTASI DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL MENENGAH PAKAN TERNAK (STUDI KASUS PT AFI) Oleh RONALD G TAMPUBOLON SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK Ronald

Lebih terperinci

PENGUATAN KEMITRAAN INDUSTRI PENGGUNA DAN PETANI GARAM. Disampaikan : Ir. M. Zainal Alim, MM

PENGUATAN KEMITRAAN INDUSTRI PENGGUNA DAN PETANI GARAM. Disampaikan : Ir. M. Zainal Alim, MM PENGUATAN KEMITRAAN INDUSTRI PENGGUNA DAN PETANI GARAM Disampaikan : Ir. M. Zainal Alim, MM PENDAHULUAN 1. Garam merupakan komoditas penting yaitu kebutuhan pokok masyarakat yang termasuk dalam kategori

Lebih terperinci

ANALISIS TITIK IMPAS SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PEDAGANG CABAI RAWIT DI WILAYAH KOTA GORONTALO* )

ANALISIS TITIK IMPAS SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PEDAGANG CABAI RAWIT DI WILAYAH KOTA GORONTALO* ) ANALISIS TITIK IMPAS SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PEDAGANG CABAI RAWIT DI WILAYAH KOTA GORONTALO* ) (BREAK-EVEN POINT ANALYSIS AS A PLANNING TOOL TRADERS INCOME CAYENNE PEPPER IN TRADITIONAL MARKETS GORONTALO

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI MUHAMMAD SALAHUDDIN BIMA

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI MUHAMMAD SALAHUDDIN BIMA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI MUHAMMAD SALAHUDDIN BIMA BMKG Jl. Sultan Muhammad Salahuddin Bima 84173, NTB Telp : (0374) 43215 Fax : (0374) 43123 Email : stamet_bmu@yahoo.co.id

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA AGROEKOSISTEM LAHAN TADAH HUJAN

ANALISIS USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA AGROEKOSISTEM LAHAN TADAH HUJAN ANALISIS USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA AGROEKOSISTEM LAHAN TADAH HUJAN Bunyamin Z. dan N.N. Andayani Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Jagung sebagian besar dihasilkan pada lahan kering dan lahan

Lebih terperinci

RANGKUMAN STUDI PENINGKATAN MUTU GARAM DENGAN PENCUCIAN

RANGKUMAN STUDI PENINGKATAN MUTU GARAM DENGAN PENCUCIAN Oleh: RANGKUMAN STUDI PENINGKATAN MUTU GARAM DENGAN PENCUCIAN. Vita Ageng Mayasari (347). Riansyah Lukman (348) I.. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan dengan panjang garis pantai 8. km merupakan

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN R.I

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN R.I SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN R.I. PADA ACARA ACARA PENYERAPAN GARAM LOKAL DI JAWA TIMUR OLEH ASOSIASI INDUSTRI PENGGUNA GARAM INDONESIA SAMPANG, 17 APRIL 2015 Yang Terhormat : 1. BupatiKabupatenSampang;

Lebih terperinci

USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT. Oleh: DAVID ERICK HASIAN A

USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT. Oleh: DAVID ERICK HASIAN A USAHATANI DAN TATANIAGA KACANG KAPRI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT Oleh: DAVID ERICK HASIAN A 14105524 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memerlukan pertumbuhan ekonomi yang kokoh dan pesat. Pertanian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memerlukan pertumbuhan ekonomi yang kokoh dan pesat. Pertanian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian sebagai penunjang utama kehidupan masyarakat Indonesia memerlukan pertumbuhan ekonomi yang kokoh dan pesat. Pertanian untuk pembangunan (agriculture

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H

ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H34076035 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang benar tentang konsep agribisnis itu sendiri. Sering ditemukan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang benar tentang konsep agribisnis itu sendiri. Sering ditemukan bahwa 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Agribisnis Semakin bergemanya kata agribisnis ternyata belum diikuti dengan pemahaman yang benar tentang konsep agribisnis itu sendiri. Sering

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pabrik gula merupakan salah satu industri yang strategis di Indonesia karena pabrik gula bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan pangan pokok, kebutuhan industri lainnya, dan penyedia

Lebih terperinci

Sartika Krisna Panggabean* ), Satia Negara Lubis** ) dan Thomson Sebayang** ) Staff Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Unversitas

Sartika Krisna Panggabean* ), Satia Negara Lubis** ) dan Thomson Sebayang** ) Staff Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Unversitas KEBIJAKAN PENETAPAN HARGA REFERENSI DAERAH (HRD) JAGUNG SUMATERA UTARA DAN DAMPAKNYA TERHADAP HARGA JUAL DAN PENDAPATAN PETANI DI KABUPATEN DAIRI (Studi Kasus: Desa Lau Mil Kecamatan Tigalingga Kabupaten

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukaluyu, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (pusposive). Alasan

Lebih terperinci

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah.

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan pertanian dan ketahanan pangan adalah meningkatkan produksi untuk memenuhi penyediaan pangan penduduk, mencukupi kebutuhan bahan baku industri dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL USAHATANI SAWI

ANALISIS FINANSIAL USAHATANI SAWI ANALISIS FINANSIAL USAHATANI SAWI (Studi Kasus: Kelurahan Terjun, Kecamatan Medan Marelan) WANDA ARUAN, ISKANDARINI, MOZART Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara e-mail

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Dasar pengolahan ikan adalah mempertahankan kesegaran dan mutu ikan selama dan sebaik mungkin. Hampir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi pusat perhatian dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN BERAS DI KABUPATEN KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH SKRIPSI. Oleh : ZAENUL LAILY

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN BERAS DI KABUPATEN KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH SKRIPSI. Oleh : ZAENUL LAILY ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN BERAS DI KABUPATEN KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH SKRIPSI Oleh : ZAENUL LAILY PROGRAM STUDI S-1 AGRIBISNIS FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia dan salah satu sumber pendapatan bagi para petani. Gula juga merupakan salah satu kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki nilai ekonomi tinggi serta mempunyai potensi besar untuk dikembangkan sebagai usaha di bidang

Lebih terperinci

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Lahan Pasir Pantai Lahan pasir pantai merupakan tanah yang mengandung lempung, debu, dan zat hara yang sangat minim. Akibatnya, tanah pasir mudah mengalirkan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan merupakan suatu rancangan kerja penelitian yang digunakan untuk mengungkapkan konsep dan teori dalam menjawab

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar mengembangkan sektor pertanian. Sektor pertanian tetap menjadi tumpuan harapan tidak hanya dalam

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN MONETER TERHADAP KINERJA SEKTOR RIIL DI INDONESIA

DAMPAK KEBIJAKAN MONETER TERHADAP KINERJA SEKTOR RIIL DI INDONESIA DAMPAK KEBIJAKAN MONETER TERHADAP KINERJA SEKTOR RIIL DI INDONESIA LIRA MAI LENA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2 0 0 7 ABSTRAK Lira Mai Lena. Dampak Kebijakan Moneter terhadap Kinerja Sektor

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI PADI DI KABUPATEN ACEH UTARA TESIS. Oleh ZURIANI

ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI PADI DI KABUPATEN ACEH UTARA TESIS. Oleh ZURIANI ANALISIS PENDAPATAN DAN PRODUKSI PADI DI KABUPATEN ACEH UTARA TESIS Oleh ZURIANI 107039001 PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2012 Judul : Analisis Produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan yang memiliki pulau dengan panjang garis pantai

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan yang memiliki pulau dengan panjang garis pantai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kepulauan yang memiliki 17.504 pulau dengan panjang garis pantai mencapai 81.000 km, Indonesia memiliki potensi sumberdaya pesisir dan laut yang cukup

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHATANI BAWANG MERAH DI KECAMATAN ANGGERAJA KABUPATEN ENREKANG

ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHATANI BAWANG MERAH DI KECAMATAN ANGGERAJA KABUPATEN ENREKANG Jurnal Galung Tropika, 4 (3) Desember 2015, hlmn. 137-143 ISSN Online 2407-6279 ISSN Cetak 2302-4178 ANALISIS PENDAPATAN DAN KELAYAKAN USAHATANI BAWANG MERAH DI KECAMATAN ANGGERAJA KABUPATEN ENREKANG Analysis

Lebih terperinci

ANALISIS KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP ATRIBUT MUTU PELAYANAN WISATA MANCING FISHING VALLEY BOGOR

ANALISIS KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP ATRIBUT MUTU PELAYANAN WISATA MANCING FISHING VALLEY BOGOR ANALISIS KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP ATRIBUT MUTU PELAYANAN WISATA MANCING FISHING VALLEY BOGOR Oleh : Dini Vidya A14104008 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan maupun mengatasi ketimpangan ekonomi dan pengembangan industri. Pada kondisi rawan pangan,

Lebih terperinci

POLA USAHATANI PADI, UBI JALAR, DAN KATUK UNTUK MENGAKUMULASI MODAL DAN MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI

POLA USAHATANI PADI, UBI JALAR, DAN KATUK UNTUK MENGAKUMULASI MODAL DAN MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI 1 POLA USAHATANI PADI, UBI JALAR, DAN KATUK UNTUK MENGAKUMULASI MODAL DAN MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI (Studi Kasus H. Adul Desa Situ Daun, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Ach. Firman

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM. pada posisi 8-12 Lintang Selatan dan Bujur Timur.

GAMBARAN UMUM. pada posisi 8-12 Lintang Selatan dan Bujur Timur. 51 IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Kondisi Umum 4.1.1 Geogafis Nusa Tenggara Timur adalah salah provinsi yang terletak di sebelah timur Indonesia. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terletak di selatan khatulistiwa

Lebih terperinci

PERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN BERAS KOTA BENGKULU. Sarina 1 dan Hermawati 2

PERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN BERAS KOTA BENGKULU. Sarina 1 dan Hermawati 2 PERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN BERAS KOTA BENGKULU Sarina 1 dan Hermawati 2 1 Fakultas Pertanian Universitas Prof. Dr. Hazairin, SH Bengkulu 2 Fakultas Ekonomi Universitas Prof. Dr. Hazairin, SH Bengkulu ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahatani Mubyarto (1989) usahatani adalah himpunan dari sumber sumber alam yang terdapat di tempat itu yang diperlukan untuk produksi pertanian seperti tubuh tanah dan air,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik dari dimensi ekonomi, sosial, maupun politik. Indonesia memiliki keunggulan komparatif sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut memiliki peranan yang cukup penting bila dihubungkan dengan masalah penyerapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketersediaan bahan pangan adalah ketersediaan bahan pangan secara fisik di suatu wilayah dari segala sumber, baik itu produksi domestik, perdagangan dan bantuan. Ketersediaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Paling tidak ada lima peran penting yaitu: berperan secara langsung dalam menyediakan kebutuhan pangan

Lebih terperinci

PEMODELAN STOK GABAH/BERAS DI KABUPATEN SUBANG MOHAMAD CHAFID

PEMODELAN STOK GABAH/BERAS DI KABUPATEN SUBANG MOHAMAD CHAFID PEMODELAN STOK GABAH/BERAS DI KABUPATEN SUBANG MOHAMAD CHAFID SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul : PEMODELAN STOK GABAH/BERAS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang dibutuhkan dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2008) 1 komoditi

Lebih terperinci

ANALISIS PRODUKSI DAN KELAYAKAN USAHATANI KAKAO DI KABUPATEN MADIUN

ANALISIS PRODUKSI DAN KELAYAKAN USAHATANI KAKAO DI KABUPATEN MADIUN digilib.uns.ac.id ANALISIS PRODUKSI DAN KELAYAKAN USAHATANI KAKAO DI KABUPATEN MADIUN TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA DAN NILAI TAMBAH PRODUK KERUPUK BERBAHAN BAKU IKAN DAN UDANG (Studi Kasus Di Perusahaan Sri Tanjung Kabupaten Indramayu)

ANALISIS USAHA DAN NILAI TAMBAH PRODUK KERUPUK BERBAHAN BAKU IKAN DAN UDANG (Studi Kasus Di Perusahaan Sri Tanjung Kabupaten Indramayu) Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. VIII No. 2 /Desember 2017 (118-125) ANALISIS USAHA DAN NILAI TAMBAH PRODUK KERUPUK BERBAHAN BAKU IKAN DAN UDANG (Studi Kasus Di Perusahaan Sri Tanjung Kabupaten Indramayu)

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat dengan responden para petani yang menggunakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci