ekor, sapi potong sebanyak ekor, dan sapi perah sebanyak ekor. (sumber : Statistik Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Tahun 2012)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ekor, sapi potong sebanyak ekor, dan sapi perah sebanyak ekor. (sumber : Statistik Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Tahun 2012)"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN Proses globalisasi dan otonomi daerah telah memunculkan paradigma baru didalam tatanan pemerintahan, yaitu mendorong pemerintah untuk lebih menfokuskan diri berperan sebagai fasilitator, akselerator dan regulator, agar mampu menjawab tantangan, perubahan lingkungan guna mendorong munculnya daya saing daerah, melalui proses kreatif masyarakat dalam mengelola sumber daya tersedia. Selanjutnya di era reformasi ini, peran pemerintah selalu diawasi dengan ketat, baik melalui pengawasan internal dan eksternal maupun masyarakat, sehingga pemerintah harus membangun akuntabilitas, transparansi dan partisipasi secara konsisten dan berkelanjutan. Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat dalam kapasitasnya sebagai fasilitator, akselerator dan regulator urusan dan kewenangan pemerintah pada sektor peternakan di Jawa Barat, dalam mendorong kinerja peternakan ditempuh melalui berbagai kebijakan dan program yang mengacu ke pada dokumen perencanaan pembangunan. Sampai saat ini pembangunan peternakan belum sepenuhnya mampu memberikan kesejahteraan bagi para peternak serta terhadap masyarakat secara wajar dan merata. Dalam penyediaan kebutuhan masyarakat terhadap komoditas telur, daging dan susu sampai saat ini baik jumlah maupun keterjangkauan masih memerlukan pasokan dari luar, karena produksi dan distribusi produk masih terkendala berbagai faktor. Dilain pihak melihat laju pertumbuhan penduduk di Jawa Barat relatif tinggi dibandingkan dengan daerah lain yaitu tercatat laju pertumbuhan penduduk selama 10 (sepuluh) tahun terakhir yaitu pada tahun adalah sebesar 1,90%, demikian pula pengaruh dari income per capita Jawa Barat serta tingkat pendidikan, akan mendorong permintaan konsumsi produk peternakan secara terus meningkat. Apabila mengacu kepada Standar Gizi Nasional rekomendasi Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (1993) konsumsi protein minimal masyarakat adalah sebesar 39 gr/kap/hr asal nabati dan 18 gr/kap/hr asal hewani (termasuk ikan). Sedangkan untuk protein hewani asal ternak sebesar 6,00 gr protein/hari. pada tahun 2012* tingkat konsumsi protein yang berasal dari ternak di Jawa Barat baru mencapai konsumsi rata-rata 6,71 gr prot/kap/hr. Apabila melihat populasi ternak, Jawa Barat mempunyai keunggulan dibandingkan dengan provinsi lain, antara lain dapat dilihat pada tahun 2012 populasi ternak ayam ras pedaging tercatat sebanyak ekor, ayam buras sebanyak ekor, ayam ras petelur sebanyak ekor, dan Itik sebanyak ekor,. Adapun ternak lainnya seperti ternak domba tercatat sebanyak ekor, kambing sebanyak

2 ekor, sapi potong sebanyak ekor, dan sapi perah sebanyak ekor. (sumber : Statistik Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Tahun 2012) Komoditi ternak unggas (ayam ras, ayam buras dan itik), mempunyai kontribusi besar sebagai penghasil daging unggas yang cukup dapat diandalkan, hal ini terlihat dari total produksi daging unggas yang berasal dari komoditi tersebut pada tahun 2012 tercatat sebanyak ton (82,86%) dari total produksi daging secara keseluruhan sebesar ton. Sedangkan untuk produk susu, Jawa Barat pada tahun 2012 mampu menghasilkan ton susu, dan untuk produk telur Jawa Barat sebanyak ton. (Sumber : Statistik Peternakan Jawa Barat Tahun 2012) Selain dari hal-hal tersebut diatas, Berdasarkan angka BPS menurut harga konstan, pencapaian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Barat tahun 2011** sebesar Rp. 343,11 trilyun termasuk minyak dan gas bumi. Kontribusi sektor Pertanian mencapai sebesar Rp. 42,10 trilyun atau sekitar 12,27%. (sumber data Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat 2012) ** angka sementara Sub sektor peternakan dan hasil-hasilnya menyumbang sekitar 5,53 Trilyun atau sekitar 13,14% terhadap sektor pertanian. Secara keseluruhan kondisi peternakan Jawa Barat didalam perspektif pembangunan ekonomi di Jawa Barat, masih belum menjadi prioritas utama dalam menunjang pencapaian sasaran Indeks Pembangunan Manusia, khususnya pada indeks daya beli. Hal ini antara lain fokus pembangunan sampai saat ini masih dititik beratkan kepada sektor pendidikan, kesehatan dan penyediaan infrastruktur. Sehingga dengan keterbatasan anggaran pemerintah pada sektor pertanian tersebut, maka diperlukan peningkatan partisipasi dunia usaha dan industri untuk berperan dalam menghela pembangunan, dilain pihak sampai saat ini segmentasi sektor peternakan masih didominasi oleh para peternak kecil di pedesaan, yang belum berorientasi kepada industri sehingga output input produksi berjalan dengan skala kecil-kecil dan tersebar diberbagai tempat serta dalam satuan waktu dan standar produksi yang berbeda, sehingga distribusi input output tidak efisien dalam meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelakunya. Peran terbesar dari pembangunan memang berasal dari masyarakat dan swasta, namun peran pemerintah walaupun persentasenya kecil sangat berpengaruh dalam menunjang laju pertumbuhan ekonomi. Fasilitasi yang dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota berdampak luas terhadap Potensi Sumber Daya yang dibutuhkan dalam pengembangan peternakan di Jawa Barat, sebenarnya cukup tersedia, baik sumber daya ternak, lahan, manusia maupun teknologi, dengan ketersediaan akses kelembagaan pembiayaan cukup terbuka. Demikian pula melihat peluang kebutuhan akan

3 produk peternakan bagi masyarakat Jawa Barat yang cukup tinggi, dengan melihat proyeksi jumlah penduduk menurut kelompok umur di Jawa Barat pada tahun 2012** tercatat sebanyak jiwa merupakan peluang pasar yang sangat tinggi untuk menjaga ketahanan pangan asal protein hewani. (Jawa Barat dalam angka 2012) Melihat berbagai peluang, potensi dan permasalahan pada sektor peternakan di Jawa Barat tersebut diatas, maka melalui perubahan kebijakan menjadi Agent Of Development akan memberikan atmosfir yang lebih fokus peran pemerintah dan penentu akomodatif bagi para pemangku peran peternakan untuk lebih berkiprah dalam pembangunan peternakan di Jawa Barat, menunjang tercapainya Visi Jawa Barat. Tuntutan perubahan pembangunan memerlukan perubahan sikap dari birokrasi peternakan untuk lebih menjadi fasilitator pembangunan dan pelayan masyarakat agar mampu merubah masyarakat dan swasta untuk lebih partisipatif dalam pembangunan peternakan. Sejalan dengan kebijakan Pusat melalui Departemen Pertanian dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), acuan pembangunan pada sektor peternakan dilaksanakan melalui 4 Program, yaitu melalui Program Peningkatan Produksi Pertanian. Program Pemberdayaan Sumber Daya Pertanian. Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Tanaman, Ternak Dan ikan. Serta Program Pemasaran dan Pengolahan Hasil Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Perikanan dan Kehutanan. Untuk APBD Program yang dilaksanakan adalah: Program Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Aparatur, Program Pelayanan Administrasi Perkantoran, Program Peningkatan Sarana & Prasarana, Program Peningkatan Pengembangan Sistem Pelaporan Capaian Kinerja dan Keuangan, Program Pengembangan Data/Informasi/Statistik, Program Peningkatan Produksi Pertanian, Program Pemberdayaan Sumber Daya Pertanian, Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Tanaman, Ternak dan Ikan, dan Program Pemasaran dan Pengolahan Hasil Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Perikanan dan Kehutanan. Alokasi anggaran untuk menunjang penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan pada sub sektor peternakan di Jawa Barat pada tahun 2012 melalui sumber dana APBD Provinsi Jawa Barat adalah sebesar Rp ,50 yang terdiri atas Belanja Tidak Langsung untuk Gaji sebesar Rp ,50 dan Belanja Langsung sebesar Rp ,- yang digunakan untuk membiayai sebanyak... kegiatan. Selain dari dana APBD, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat juga mendapat alokasi anggaran APBN dari Kementerian Pertanian RI sebesar Rp ,- yang berasal dari Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan sebesar Rp ,- yang

4 terdiri dari dana Dekonsentrasi sebesar Rp ,- dan Tugas Pembantuan sebesar Rp ,- ; Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian dengan jumlah sebesar Rp ,- yang terdiri dari dana Dekonsentrasi sebesar Rp ,- dan Tugas Pembantuan sebesar Rp ,- ; Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian sebesar Rp ,- untuk dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan sebesar Rp ,-

5 BAB II ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN Mengacu kepada Visi Jawa Barat yang ditetap Dalam rancangan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Jawa Barat , tercantum visi jangka panjang Jawa Barat yaitu Jawa Barat dengan Iman dan Taqwa sebagai Provinsi Termaju di Indonesia. Selanjutnya di dalam RPJMD ( ) yang merupakan tahapan kedua RPJPD, arah kebijakan pembangunan ditujukan untuk pengentasan kemiskinan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat, revitalisasi pertanian dan kelautan, perluasan kesempatan lapangan kerja, peningkatan aksebilitas dan kualitas pelayanan kesehatan dan pendidikan, pembangunan infrastruktur strategis, perdagangan, jasa dan industri pengolahan yang berdaya saing, rehabilitasi dan koservasi lingkungan serta penataan struktur pemerintah daerah yang menyiapkan kemandirian masyarakat Jawa Barat, meningkatkan aksesibilitas dan kualitas pelayanan kesehatan dan pendidikan, pembangunan infrastruktur strategis, revitalisasi pertanian, perdagangan, jasa dan industri pengolahan yang berdaya saing, rehabilitasi dan konservasi lingkungan serta penataan struktur pemerintahan daerah untuk menyiapkan kemandirian masyarakat Jawa Barat. Dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, permasalahan, tantangan dan peluang yang ada di Jawa Barat serta mempertimbangkan budaya yang hidup dalam masyarakat, maka Visi Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat tahun yang hendak dicapai dalam tahapan kedua Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jawa Barat adalah Tercapainya Masyarakat Jawa Barat yang Mandiri, Dinamis dan Sejahtera. Dalam rangka mengantisipasi kondisi dan permasalahan yang ada serta memperhatikan tantangan ke depan dengan memperhitungkan peluang yang dimiliki, maka rumusan Misi Provinsi Jawa Barat dalam rangka pencapaian Visi Jawa Barat 2013 ditetapkan dalam 5 (lima) Misi berikut ini, untuk mencapai masyarakat Jawa Barat yang mandiri, dinamis dan sejahtera. 1. Misi Pertama, Mewujudkan Sumber Daya Manusia Jawa Barat yang Produktif dan Berdaya Saing. 2. Misi Kedua, Meningkatkan Pembangunan Ekonomi Regional Berbasis Potensi Lokal. 3. Misi Ketiga, Meningkatkan Ketersediaan dan Kualitas Infrastruktur Wilayah. 4. Misi Keempat, Meningkatkan Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Untuk Pembangunan yang Berkelanjutan. 5. Misi Kelima, Meningkatkan Efektifitas Pemerintahan Daerah dan Kualitas Demokrasi.

6 Bidang Peternakan yang termasuk dalam Misi ke 2 Meningkatkan pembangunan perekonomian regional berbasis potensi lokal, dalam Bidang Pertanian melalui kebijakan dan program sebagai berikut : Meningkatkan produksi dan nilai tambah hasil pertanian, yang dilaksanakan melalui program-program sebagai berikut: 1. Program Peningkatan Produksi Pertanian, dengan sasaran: A. Meningkatnya produksi, produktivitas dan kualitas produk pertanian, perkebunan, dan peternakan; B. Meningkatnya pengembangan benih/bibit unggul pertanian, perkebunan, dan peternakan; C. Meningkatnya pendapatan usaha tani komoditas pertanian, perkebunan dan peternakan; D. Meningkatnya penyerapan tenaga kerja pertanian, perkebunan dan peternakan; E. Meningkatnya ketersediaan dan kualitas sarana dan prasarana pertanian, perkebunan, dan peternakan; F. Meningkatnya diversifikasi produk usaha pertanian, perkebunan, peternakan, dan kehutanan G. Berkembangan Kawasan Agribisnis melalui penerapan model pengembangan kawasan yang teruji, seperti: Agropolitan, Gerakan Multi Aktivitas Agribisnis (GEMAR), dlsb. H. Terlaksananya inovasi dan teknologi pertanian, perkebunan, dan peternakan yang ramah lingkungan; I. Menurunnya tingkat kehilangan hasil pasca panen. 2. Program Pemberdayaan Sumber Daya Pertanian, dengan sasaran: A. Meningkatnya kinerja sumber daya pertanian Jawa Barat; B. Meningkatnya penyuluhan terhadap petani, peternak, dan pekebun; C. Meningkatnya kemampuan peran kelembagaan usaha agribisnis; D. Meningkatnya kualitas tata guna lahan dan air, terkendalinya konversi lahan pertanian serta pencetakan lahan persawahan. 3. Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Tanaman, Ternak dan Ikan, dengan sasaran Terkendalinya hama dan penyakit tanaman, ternak, dan ikan. 4. Program Pemasaran dan Pengolahan Hasil Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Perikanan dan Kehutanan, dengan sasaran: A. Meningkatnya sarana pemasaran hasil pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan;

7 B. Meningkatnya pengembangan usaha pemasaran; C. Meningkatnya sarana pengolahan hasil pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan; D. Meningkatnya pengolahan hasil pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan; E. Meningkatnya margin pemasaran hasil pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan; F. Meningkatnya nilai tambah pengolahan hasil pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan. Visi menggambarkan pencapaian sebuah organisasi di masa depan, setelah berhasil mengimplementasikan strategi dalam menggunakan seluruh potensi yang dimilikinya untuk memanfaatkan peluang dan mengatasi tantangan. Dengan demikian, visi juga merefleksikan tujuan akhir dari organisasi yang bersangkutan. Visi Dinas Peternakan Jawa Barat dibangun berdasarkan hasil diskusi, masukan, dan kesepakatan pelaku dibidang peternakan dengan bunyi sebagai berikut Menjadi Dinas yang memberdayakan sumberdaya domestik menuju ketahanan pangan serta kesejahteraan masyarakat Jawa Barat. Visi Dinas Peternakan dirumuskan dengan tetap mengacu kepada visi Jawa Barat sebagai induk organisasinya. Dengan tiga Misi utama yang diemban oleh Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat : 1. Melayani masyarakat peternakan di Jawa Barat dengan profesional melalui kemitraan strategis. 2. Memfasilitasi pengembangan kawasan usaha peternakan yang berwawasan lingkungan. 3. Menciptakan lingkungan yang kondusif bagi peningkatan status kesehatan masyarakat veteriner, ketahanan dan keamanan pangan asal hewan. Sedangkan untuk sasaran pembangunan peternakan adalah sebagai berikut : 1. Terwujudnya mitra strategis diantara seluruh pemangku kepentingan disektor peternakan di Jawa Barat. 2. Terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan peternakan yang efektif. 3. Terwujudnya keterkaitan kawasan peternakan dalam suatu system ekonomi yang saling menguntungkan. 4. Meningkatkan ketersediaan bibit ternak. 5. Terwujudnya ketersediaan pasokan pakan ternak sepanjang tahun.

8 6. Meningkatnya produktivitas budidaya peternakan. 7. Meningkatnya nilai tambah usaha peternakan. 8. Terkendalinya penyakit Hewan menular Strategis. 9. Terwujudnya sistem jaminan mutu pangan asal hewan. Selanjutnya dalam upaya memberikan kontribusi terhadap pencapaian keberhasilan pembangunan di Jawa Barat, sekaligus untuk menunjang sasaran-sasaran pemerintah pusat (Kementrian Pertanian), maka telah ditetapkan Kebijakan Pembangunan Peternakan yang didasarkan atas kondisi dan sasaran pembangunan peternakan di Jawa Barat, maka kebijakan dalam memanfaatkan potensi dasar wilayah secara optimal adalah sebagai berikut : 1. Meningkatnya koordinasi dan kebersamaan pada pemangku kepentingan di sektor peternakan. 2. Mendorong Penerapan Standar Pelayanan Minimal. 3. Meningkatkan perencanaan partisipatif dan akurasi data informasi serta peningkatan koordinasi pelaksanaan pemantauan dan evaluasi. 4. Mendorong terwujudnya tata ruang peternakan dan pengembangan prioritas komoditas unggulan. 5. Pengembangan pembibitan ternak dan rearing. 6. Koordinasi pengelolaan sumberdaya yang berkelanjutan dan mendorong kegiatan usaha multiaktifitas. 7. Penerapan teknologi tepat guna dan lokal spesifik. 8. Mendorong produksi peternakan yang berorientasi pasar. 9. Biosecurity yang ketat berkaitan dengan kesehatan hewan dan ternak, kesehatan masyarakat veteriner, keamanan produk dan pangan/pakan ternak. 10. Mendorong penerapan sistem jaminan Mutu. Untuk mendukung tujuan sasaran pembangunan tersebut, terdapat 4 strategi pembangunan peternakan yaitu : 1. Arah pengembangan budidaya dan wilayah peternakan secara komprehensif. Melalui penetapan wilayah pengembangan prioritas komoditas unggulan yang didukung melalui pengembangan sarana dan prasarana penunjang serta petugas teknis atau kader peternakan, sebagai wilayah-wilayah basis produksi peternakan yang terintegrasi dalam keselarasan sistem agribisnis, dari sub sistem hulu sampai sub sistem hilir.

9 2. Arah pengembangan kelembagaan peternakan. Garis besar domain strategi yang relevan dengan tahapan pengembangan ini meliputi komponen-komponen berikut ini : A. Pembentukan dan peningkatan kinerja serta peran kelompok ternak, gabungan kelompok ternak dan koperasi di dalam konteks peningkatan hubungan antara peternak, lembaga, pasar (linking farmers to market), jumlah permodalan. B. Peningkatan keragaan infrastruktur, terutama infrastruktur regulasi dan informasi. Termasuk di dalamnya, upaya-upaya untuk menciptakan status legalitas (legal framework) yang berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya peternakan demi menjamin keberlangsungan insentif. 3. Arah pengembangan produk peternakan bernilai tambah. Garis besar domain strategi yang relevan dengan arah pengembangan ini meliputi komponen-komponen berikut ini: A. Penginisiasian tumbuhnya pusat-pusat bisnis produk pangan berbasis ternak dengan tujuan mereduksi sekecil mungkin perdagangan ternak hidup antar wilayah. B. Memperluas upaya standarisasi produk-produk industri pengolahan pangan sesuai dengan standard mutu, kesehatan, dan keamanan pangan. C. Penumbuhan mekanisme market intelligence. Mekanisme ini mencakup pemanfaatan sub terminal, terminal agribisnis, informasi pasar dan nice market. 4. Arah peningkatan profesionalisme dan kompetensi SDM peternakan diarahkan kepada peningkatan pengetahuan dan kompetensi untuk menunjang pelayanan pada masyarakat. Selanjutnya operasional kebijakan pembangunan peternakan di Jawa Barat, dilaksanakan melalui program-program pembangunan, dimana program tersebut secara teknis sejalan dengan program Kementerian Pertanian, serta program pembangunan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Adapun program tersebut adalah : A. Program Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Aparatur B. Program Pelayanan Administrasi Perkantoran C. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur D. Program Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Aparatur E. Program, Peningkatan Pengembangan Sistem Pelaporan Capaian Kinerja dan Keuangan F. Program Pengembangan Data/Informasi/Statistik Daerah

10 G. Program Peningkatan Produksi Pertanian, H. Program Pemberdayaan Sumber Daya Pertanian, I. Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Tanaman, Ternak dan Ikan J. Program Pemasaran dan Pengolahan Hasil Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Perikanan dan Kehutanan.

11 BAB III ORGANISASI DAN KETATAUSAHAAN 3.1. ORGANISASI DAN TATALAKSANA Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 21 Tahun 2008 tentang organisasi dan tatakerja Dinas Daerah Provinsi Jawa Barat, yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Gubernur Provinsi Jawa Barat Nomor 36 Tahun 2009, telah ditetapkan Organisasi, Tugas Pokok dan Fungsi, Rincian Tugas Unit dan Tata Kerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, dengan struktur organisasi sebagaimana dalam Lampiran 1. Adapun Susunan Organisasi Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat terdiri atas : 1. Kepala Dinas. 2. Sekretariat membawahi 3 (tiga) Sub Bagian terdiri dari : A. Sub Bagian Perencanaan dan Program. B. Sub Bagian Keuangan. C. Sub Bagian Kepegawaian dan Umum. 3. Bidang Prasarana dan Sarana membawahi 3 (tiga) Seksi terdiri dari : A. Seksi Penataan Kawasan. B. Seksi Teknologi Alat Mesin. C. Seksi Data dan Informasi. 4. Bidang Produksi membawahi 3 (tiga) Seksi terdiri dari : A. Seksi Pembibitan. B. Seksi Pakan Ternak. C. Seksi Budidaya. 5. Bidang Kesehatan Hewan dan Kesmavet membawahi 3 (tiga) Seksi terdiri dari : A. Seksi Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Hewan. B. Seksi Pengamatan Penyakit dan Pengawasan Obat Hewan. C. Seksi Kesehatan Masyarakat Veteriner. 6. Bidang Pengembangan Usaha membawahi (tiga) Seksi terdiri dari : A. Seksi Fasilitasi Usaha dan Kelembagaan. B. Seksi Pascapanen dan Pengolahan. C. Seksi Distribusi dan Pemasaran Hasil. 7. Kelompok Jabatan Fungsional. 8. Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD).

12 Berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi Jawa Barat Nomor 113 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit pelaksana Teknis Dinas dan Badan di Lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, maka Kelembagaan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) dengan status esselon III, di lingkungan Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat sebanyak 8 buah, yaitu UPTD : 1. Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Unggas di Jatiwangi Kab. Majalengka; 2. Balai Pengembangan Ternak Sapi Perah dan Hijauan Makanan Ternak di Cikole Lembang. Kab. Bandung Barat; 3. Balai Perbibitan dan Pengembangan Inseminasi Buatan Ternak Sapi Perah di Bunikasih Kab. Cianjur; 4. Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Sapi Potong di Kab. Ciamis; 5. Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba di Margawati Kab. Garut dengan Sub Unit Pengembangan Perbibitan Ternak Domba Trijaya di Kab. Kuningan dan Sub Unit Pengembangan Perbibitan Ternak Domba Bunihayu di Kab. Subang; 6. Balai Pengujian dan Penyidikan Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner di Cikole Lembang Kab. Bandung Barat, dengan instalasi : A. Sub Unit Pos Pemeriksaan Hewan (Check Point) Banjar di Kota Banjar; B. Sub Unit Pos Pemeriksaan Hewan (Check Point) Losari di Kab. Cirebon; C. Sub Unit Laboratorium Kesehatan Hewan di Losari Kab. Cirebon; D. Sub Unit Pos Pemeriksaan Hewan (Check Point) Gunungsindur di Kab Bogor; 7. Balai Pelatihan Peternakan di Cikole Lembang Kab. Bandung Barat; 8. Balai Pengujian Mutu Pakan Ternak di Cikole Lembang Kab. Bandung Barat ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN 1. Kekuatan Pegawai Pegawai Negeri Sipil Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat pada Tahun 2011 berjumlah 313 orang terdiri dari Golongan I, II, III dan IV. Adapun rincian jumlah pegawai dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3.1. Jumlah Pegawai Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Unit Kerja Jumlah Pegawai (orang) IV III II I IV III II I 1. Provinsi BPT SP & HMT Cikole Lembang

13 Unit Kerja Jumlah Pegawai (orang) IV III II I IV III II I 3. BPP IBT SP Bunikasih Cianjur BPPT Unggas Jatiwangi BPPT Domba Margawati BPPT Sapi Potong Ciamis BPPPHK Cikole Lembang BPMPT Cikole Lembang Balai Pelatihan Peternakan Cikole Sub Unit PPT Domba Trijaya Sub Unit Pos Pemeriksaan Hewan Losari Sub Unit Pos Pemeriksaan Hewan Banjar Sub Unit Lab Keswan Losari Sub Unit Pos Pemeriksaan Hewan Gunung Sindur T o t a l Dari tabel tersebut diatas terlihat jumlah Pegawai Negeri Sipil pada Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat pada tahun 2012 berkurang 20 orang dibandingkan dengan Tahun 2011, terjadi perubahan jumlah yaitu adanya 7 orang alih tugas, juga terdapat pengurangan sebanyak 13 orang yang pensiun, dengan rincian sebagaimana tertera pada tabel dibawah ini : Tabel 3.2. Alih tugas dan Pensiun pada Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat No. Tahun 2012 Nama/NIP 1 Ir. Zurmida Didin Hermawan H. Endang Djaenudin Ir. Ruhiyat Hendra Supena Kartawi Ir. Hj. Yenni Rochyani Gustiani Ir. Suyud Yusup Pandi Sunarya Pangkat Golongan Ruang Keterangan IV/a Pensiun bulan Januari 2012 III/b Pensiun bulan Februari 2012 II/c Pensiun bulan Maret 2012 III/d Pensiun bulan Mei 2012 II/a Pensiun bulan Mei 2012 III/d Pensiun bulan Juni 2012 III/d Pensiun bulan Juni 2012 II/b Pensiun bulan Juli 2012 II/a Pensiun bulan Agustus 2012

14 No. Nama/NIP 10 Endang Suherman Hj. Endang Setiarini Ir. H. Dade Soedjana Priya Eddy Syamsudin Rizka Siti Zakiyya, A.Md.Ak Dinar Djuliawati Tahyudin Otong Supriatman Asep Mu'min Yudiah Sri Purnawanti, SE, MM R. Nani Sumarni Pangkat Golongan Ruang Keterangan III/d Pensiun bulan September 2012 III/d Pensiun bulan September 2012 IV/b Pensiun bulan Oktober 2012 III/b Pensiun bulan Oktober 2012 II/c Alih Tugas ke Dinas Kesehatan Prov.Jabar II/b Alih Tugas ke BKD Prov.Jabar II/b Alih Tugas ke Biro Keuangan Setda Prov.Jabar II/b Alih Tugas ke Dinas Kesehatan Prov.Jabar II/a Alih Tugas ke Dinas Satpol PP Prov.Jabar III/b Alih Tugas ke Diskominfo Prov.Jabar III/a Alih Tugas ke KPID Prov.Jabar 2. Mutasi Kepangkatan A. Kenaikan Pangkat Kenaikan pangkat merupakan salah satu bentuk penghargaan yang diberikan oleh pemerintah kepada pegawai, dalam rangka memberikan penghargaan dan pembinaan tersebut serta untuk lebih meningkatkan motivasi yang lebih baik kepada pegawai yang berprestasi, maka tahun 2012 telah dilaksanakan proses kenaikan pangkat, diberikan secara langsung kepada 60 orang, dengan rincian pada tabel berikut ini : Tabel 3.3. Pegawai Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat yang Naik Pangkat/ Golongan pada Tahun 2012 No Golongan Jumlah Pegawai (orang) 1 IV/c IV/d - 2 IV/b IV/c - 3 IV/a IV/b 2 4 III/d IV/a 2 5 III/c III/d 4 6 III/b III/c 2 7 III/a III/b 6 8 II/d III/a 1 9 II/c II/d 6 10 II/b II/c 1 11 II/a II/b I/d II/a - 13 I/c I/d 3 14 I/b I/c - 15 I/a I/b 9 Jumlah 60

15 Dengan perubahan kepangkatan tersebut diatas, maka jumlah Pegawai Negeri Sipil Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat sampai dengan bulan Desember 2012, berdasarkan pangkat dan golongan sebagaimana tertera pada tabel dibawah ini. Tabel 3.4. Rekapitulasi Kekuatan Pegawai Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat pada Tahun 2012 IV III II I Golongan Jumlah (orang) D - C 1 B 11 A 14 Sub Jumlah 26 D 26 C 18 B 35 A 25 Sub Jumlah 104 D 11 C 16 B 58 A 23 Sub Jumlah 108 D 5 C 9 B 24 A 17 Sub Jumlah 55 Jumlah 293 B. Mutasi Jabatan Dalam Tahun 2012 di lingkungan Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat terdapat mutasi jabatan berupa rotasi jabatan maupun promosi sebanyak 12 orang dapat dilihat pada Lampiran 2. C. Kenaikan Gaji Berkala Pada Tahun 2012 telah diberikan kenaikan gaji berkala kepada Pegawai Negeri Sipil sebanyak 124 orang, secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut :

16 Tabel 3.5. Jumlah Kenaikan Gaji Berkala Pegawai Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat pada Tahun 2012 No Golongan Jumlah (orang) 1. IV/d - 2. IV/c - 3. IV/b 8 4. IV/a 8 5. III/d III/c 9 7. III/b III/a 9 9. II/d II/c II/b II/a I/d I/c I/b I/a 10 Jumlah 124 D. C u t i Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1976 tentang Cuti Pegawai Negeri Sipil, pada tahun 2012 telah diberikan Cuti sesuai dengan haknya atas dasar permohonan masing masing, seperti tertera pada tabel berikut ini : Tabel 3.6. Jumlah Pegawai Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat yang memperoleh Cuti selama Tahun 2012 No. Golongan Jenis Cuti Tahunan MPP/Ibadah Haji Bersalin 1 IV III II I Jumlah ADMINISTRASI KEUANGAN 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Pada Tahun 2012 Anggaran Dinas Peternakan memperoleh dana dari 2 (dua) sumber yaitu : A. Anggaran APBD Murni sebesar Rp ,50,- dan setelah perubahan menjadi ,- serta penyerapan keuangannya sampai dengan 31 Desember 2012 sebesar Rp ,- ( 96,75%).

17 B. Anggaran APBN terdiri dari 3 satker yaitu Satker Direktorat Jenderal Peternakan ( ), Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian ( ) dan Ditjen Pengelolaan Lahan Dan Air ( ) anggaran ini terdiri dari 2 dana yaitu dana Dekonsentrasi dan dana Tugas Pembantuan, untuk dana Dekonstrasi dari 3 satker berjumlah Rp ,- yang terealisasi Rp ,- (80,88%) dan untuk dana Tugas Pembantuan dari 2 satker yaitu , , dan Rp ,- yang terealisasi Rp ,- (95,26 %). Melihat perbandingan jumlah Pagu APBD tahun 2011 dengan jumlah Pagu APBD tahun 2012, mengalami peningkatan sebesar ,-, Kenaikan pagu anggaran tersebut dikarenakan adanya: A. Naiknya Pagu Anggaran untuk Tahun 2012; B. Naiknya Belanja Tidak Langsung dikarenakan penambahan pegawai. Sedangkan untuk anggaran APBN jumlah dana mengalami kenaikan 50,00% dari tahun sebelumnya. Adapun perbandingan pagu APBD dan APBN tahun 2011 dan 2012 dapat dilihat pada tabel sebagai berikut : Tabel 3.7. Jumlah Pagu Anggaran Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Tahun 2011 dibandingkan dengan Tahun 2012 No. Anggaran Sumber Tahun/Persentase % A APBD , ,- 4,4 % (Naik) B APBN Dana Dekonsentrasi dan , ,- 55,87% (Naik) Dana Tugas Pembantuan Jumlah , ,- 4,20% 2. Anggaran Pendapatan Tahun 2012 Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat memiliki potensi PAD sebesar Rp ,- yang bersumber dari : A. Retribusi Penjualan Produk Usaha Daerah; B. Retribusi Pemeriksaan Hewan dan BAH antar Provinsi, Makanan Ternak serta Penyidikan Penyakit Hewan.

18 Awal tahun 2012 Anggaran Pendapatan Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat ditargetkan sebesar Rp ,- setelah perubahan menjadi Rp ,-. Adapun pencapaian PAD Dinas Peternakan Tahun 2012 Tabel 3.8. Pencapaian Pendapatan Asli Daerah Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Tahun 2012 Uraian Target Realisasi Retribusi Jasa Usaha Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah 1. BPPT Sapi Perah Cikole Lembang , ,- 2. BPPT Sapi Perah Bunikasih , ,- 3. BPPT Unggas Jatiwangi , ,- 4. BPPT Domba Margawati Garut , ,- 5. BPPT Sapi Potong Ciamis , ,- 6. Instalasi SPTD Trijaya Kuningan , ,- Jumlah I , ,- Retribusi Pemeriksaan hewan dan Bahan Asal Hewan antar Provinsi, Makanan Ternak serta Penyidikan Penyakit Hewan 1. Balai Pengujian dan Penyidikan Penyakit Hewan dan , ,- Kesmavet Cikole Lembang 2. Balai Pengujian Mutu Pakan Ternak Cikole Lembang , ,- Jumlah II , ,- Jumlah Keseluruhan I dan II , ,- Potensi Pendapatan yang dimiliki oleh Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat dari target keseluruhan sebesar Rp ,-, telah direalisasi sebesar Rp ,- atau 102,76 %. Realisasi pendapatan tersebut sudah melebihi 100% dari target penerimaan yang dilaksanakan di UPTD : A. Balai Pengembangan Ternak Sapi Perah dan Hijauan Makanan Ternak Cikole Sapi Perah Cikole Lembang; B. Balai Perbibitan dan Pengembangan Inseminasi Buatan Ternak Sapi Perah Bunikasih Kabupaten Cianjur. C. Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Unggas Jatiwangi di Kabupaten Majalengka; D. Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba Margawati Garut;

19 E. Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Sapi Potong Ciamis Kabupaten Ciamis; F. Instalasi SPTD Trijaya Kuningan di Kabupaten Kuningan; G. Balai Pengujian dan Penyidikan Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Cikole Lembang; H. Balai Pengujian Sarana dan Prasarana Peternakan di Cikole Lembang.

20 BAB V PERKEMBANGAN PRODUKSI TERNAK 4.1. KEGIATAN PENGEMBANGAN KAWASAN PETERNAKAN DI JAWA BARAT TAHUN 2012 Pembangunan Peternakan yang dinamis diantaranya menuntut daya saing yang tinggi serta memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Sub sektor peternakan dapat menunjang penyerapan dan penciptaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat bahkan perolehan devisa. Sumberdaya peternakan berpotensi sebagai penggerak utama perekonomian nasional yang berbasis sumberdaya lokal. Akan tetapi saat ini impor untuk produk peternakan tidak sedikit jumlahnya, seperti impor daging sapi yang mencapai 30% dari kebutuhan nasional dan susu sekitar 70%. Hal ini berarti bahwa peran dan potensi peternakan saat ini belum teroptimalkan dengan baik, sehingga berakibat kepada kinerja sector ekonomi berbasis peternakan relatif rendah. Beberapa permasalahan yang sering dihadapi oleh peternak antara lain biaya produksi yang masih tinggi, kurangnya infrastruktur, sulitnya mendapatkan pasokan bahan baku yang berkualitas secara berkesinambungan, lemahnya permodalan, lemahnya kemampuan teknis pembudiyaan ternak, kurangnya standar kualitas dan keamanan pangan yang berasal dari hewan ternak dan penanganan pascapanen yang tidak memadai. Untuk memperbaiki kinerja tersebut, semua pelaku usaha pembangunan peternakan perlu berupaya untuk meningkatkan produksi, produktivitas dan daya saing komoditas serta produk-produk peternakan. Adapun dari hasil identifikasi permasalahan yang mendasar dalam penyusunan kebijakan dan program pembangunan peternakan adalah terbatasnya sumber daya yang dimiliki pemerintah serta kewenangan Provinsi Jawa Barat. Dilain pihak dengan melihat karakteristik pelaku usaha peternakan di Jawa Barat yang sebagian besar adalah para peternak kecil, maka kebijakan dan program yang disusun harus mampu menjadi pelindung bagi peternak kecil tersebut dan memberikan akses yang sebesar-besarnya bagi para peternak yang berkeinginan untuk maju dan berkembang, serta mampu menciptakan iklim usaha yang kondusif dalam memotivasi dunia usaha dan investasi. Oleh karena itu, diperlukan perencanaan fasilitasi dan regulasi dari pemerintah yang terintegrasi dan berkesinambungan namun harus dapat dipertanggungjawabkan secara akuntabel sesuai dengan Keputusan Presiden RI Nomor 7 Tahun 1999.

21 Salah satu misi penting dalam pengembangan peternakan adalah menggerakkan berbagai upaya untuk memanfaatkan sumberdaya peternakan secara optimal dan menerapkan teknologi tepat spesifik serta menciptakan peternakan yang ramah lingkungan diantaranya melalui pemanfaatan limbah pertanian dan limbah peternakan dengan menghasilkan nilai tambah untuk meningkatkan produktivitas komoditi. Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, untuk mengatasi masalah tersebut di atas secara bertahap melaksanakan inventarisasi pembangunan di Jawa Barat Selatan khususnya di Kabupaten Sukabumi, Cianjur, Garut, Tasikmalaya dan Ciamis. Selain itu sebagai unit percontohan akan melaksanakan bantuan hibah Pengolahan Pakan dan limbah pertanian serta Pengolahan Limbah Peternakan. Melalui Kegiatan Pengembangan Kawasan Peternakan di Jawa Barat tersebut, terdapat beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan diantaranya Inventarisasi Pembangunan Kawasan Peternakan di Jawa Barat Selatan, Pengembangan Kawasan Ternak Domba dan Sapi, Pendampingan Ban-Gub, Fasilitasi Instalasi Pengolahan Limbah Peternakan, Biogas, Pupuk Organik, dan ikutannya. 1. Inventarisasi Pembangunan Peternakan di Jawa Barat Selatan Terinventarisasinya pembangunan peternakan di Jawa Barat Selatan pada 5 kabupaten.salah satu prioritas pengembangan kawasan peternakan sapi potong adalah wilayah Jawa Barat Selatan yang meliputi Kabupaten Sukabumi, Cianjur, Garut, Tasikmalaya dan Ciamis. Untuk mengetahui potensi wilayah dan kegiatan pembangunan yang sudah dilaksanakan pada wilayah Jawa Barat Selatan tersebut, dilaksanakan inventarisasi pembangunan peternakan. Dari kegiatan ini diperoleh hasil Invertarisasi pembangunan peternakan di Jawa Barat Selatan yaitu kabupaten Sukabumi, Cianjur, Garut, Tasikmalaya dan Ciamis atau sebagai basic data, untuk bahan kajian lebih lanjut dalam pengembangan peternakan, khususnya sapi potong pada perencanaan mendatang. Lokasi titik tumbuh pada wilayah kawasan peternakan di Jawa Barat Selatan yang telah dirintis sejak tahun 2009 sebagai berikut : Tabel 4.1. Lokasi titik tumbuh pada wilayah kawasan peternakan di Jawa Barat Selatan Sejak tahun 2009 No Kabupaten Titik Tumbuh Kawasan 1. Sukabumi Kec. Surade 2. Cianjur Kec. Agrabinta 3. Garut Kec. Caringin, Kec. Mekar Mukti, Kec. Pameungpeuk 4. Tasikmalaya Kec. Cipatujah, Kec. Panca Tengah 5. Ciamis Kec. Cijulang

22 2. Pengembangan Kawasan Ternak Domba dan Sapi Untuk menunjang kelancaran pelaksanaan kegiatan Bantuan Sosial atau Hibah instalasi Pengolahan Pakan dan limbah Pertanian serta instalasi Pengolahan Limbah Peternakan dilaksanakan sosialisasi serta pembekalan pengetahuan dan keterampilan bagi para peternak. Kegiatan pembekalan ini dilaksanakan melalui pelatihan teknis pada kelompok bantuan hibah Pengolahan Pakan dan Limbah Pertanian dan bantuan hibah Pengolahan Limbah Peternakan dilaksanakan pada 5 Kelompok pada 4 kabupaten yang sudah dipilih sesuai hasil CPCL dari kabupaten. Tujuan dari pelatihan teknis ini agar para anggota kelompok memahami teknis operasional instalasi Pengolahan Pakan dan Limbah Pertanian serta Pengolahan Limbah Peternakan, dan dapat memanfaatkan semaksimal mungkin alat dan mesin yang diberika sehingga dapat berdayaguna dan berhasilguna sesuai dengan sasaran yang diharapkan dan anggota kelak dapat merasakan dan menikmati hasil dari kegiatan pengolahan tersebut baik bagi dirinya sendiri maupun kemajuan kelompoknya. Adapun kelompok penerima bantuan Hibah Instalasi Pengolahan Pakan dan Limbah Pertanian serta Pengolahan Limbah Peternakan sebagai berikut : Tabel 4.2. Kelompok penerima bantuan Hibah Instalasi Pengolahan Pakan dan Limbah Pertanian serta Pengolahan Limbah Peternakan No Kelompok Desa Kecamatan Kabupaten Komoditi 1 Tegal Amba Sumber Wetan Jatitujuh Majalengka Domba 2 Manahijul Huda Sukaraja Raja Polah Tasikmalaya Sapi Potong 3 Mekar Tani Sindang Kasih Majalengka Majalengka Sapi Potong 4 Bungbulang Neglasari Purabaya Sukabumi Sapi Potong Mekar Asih Sunten Jaya Lembang Bandung Barat Sapi Perah Untuk meningkatkan wawasan, kompetensi dan kinerja para petugas pelaksana kegiatan Pengembangan Kawasan Peternakan di Jawa Barat maka dilaksanakan kunjungan kerja ke dalam rangka Pengamatan Model Kawasan Peternakan Terpadu ke Nusa Tenggara, peserta juga melibatkan petugas Balai Perbibitan dan Pengembangan Sapi Potong Ciamis serta petugas kabupaten Tasikmalaya dan Ciamis.

23 3. Instalasi Pengolahan Limbah Peternakan, Biogas, Pupuk Organik dan Ikutannya (dihibahkan kepada Kelompok Masyarakat) Instalasi Pengolahan Limbah Peternakan, Biogas, pupuk Organik dan Ikutannya terdiri dari 2 (dua) jenis yaitu : A. Instalasi Pengolahan Pakan dan Limbah Pertanian, sebanyak 4 (empat) paket B. Instalasi Pengolahan Limbah Peternakan sebanyak 1 (satu) paket. Paket Instalasi Pengolahan Pakan dan Limbah Pertanian serta Instalasi Pengolahan Limbah Peternakan, maka bentuk hibah yang dilaksanakan berupa Bahan Bangunan, Alat dan Mesin, Kendaraan Roda 3 serta Bahan-bahan dan Perlengkapan Pendukung dengan rincian : A. Bantuan Pengolahan Pakan dan Limbah Pertanian : a. Bahan bangunan Gudang (Batu, pasir, semen, kayu, asbes, dll) b. Alat dan Mesin (chopper) c. Bahan-bahan dan perlengkapan pendukung (drum plastik, starter, plastik lembaran dan bahan lainnya) B. Bantuan Pengolahan Limbah Peternakan : a. Bahan bangunan Gudang b. Bahan Bak Fermentasi c. Alat dan Mesin : - Alat Pengolah Pupuk Organik - Mesin Pengayak/sortir - Mesin Grandul - Mesin Pengaduk/pencampur - Mesin Penepung - Mesin jahit karung d. Kendaraan Roda 3 e. Bahan-bahan dan perlengkapan pendukung (drum plastik, Plastik sealer, bioaktivator, dll Dengan adanya paket hibah dalam bentuk bahan bangunan, alat dan mesin serta bahan-bahan perlengkapan pendukung, maka kewajiban kelompok penerima adalah berperan aktif, baik dalam menyediakan tenaga kerja maupun swadaya untuk membangun instalasi tersebut.

24 4.2. KEGIATAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI DAN ALAT MESIN PETERNAKAN TAHUN Koordinasi Kerjasama Teknologi dalam Program Hibah Kompetisi Berbasis Institusi (PHK-I) dengan Perguruan Tinggi. Kegiatan PHKI-Unpad merupakan bentuk kerjasama antara Unpad, Bappeda Provinsi Jawa Barat, dan Pemerintah Daerah Kabupaten sebagai manifestasi dari kegiatan pembangunan daerah yang mengintegrasikan peran perguruan tinggi dan daerah. Kegiatan integrasi yang dilakukan adalah pemberdayaan dan pembelajaran masyarakat melalui introduksi pejantan unggul pada populasi domba lokal di kelompok ternak, introduksi itik Rambon, pemanfaatan limbah peternakan untuk produksi gas, introduksi teknologi pembuatan pakan ternak, introduksi teknologi penetasan telur itik, dan pemanfaatan kaliandra untuk meningkatkan produktivitas lahan dan diversitas produk pangan sumber protein nabati. Integrasi pertanian-peternakan dalam konsep pembagunan peternakan merupakan konsep pembangunan yang berkelanjutan dengan masud perubahan kesejahteraan masyarakat khususnya di Kabupaten Subang, Indramayu dan Cirebon dalam peningkatan calon kelompok baru. A. Data kelompok Ternak domba pada pelaksanaan kegiatan PHK-I, adalah : a. KAB. INDRAMAYU : Nama Kelompok : Gebang Sari Lokasi : Desa Longok, Kec. Sliyeg, Kab. Indramayu Ketua : Wardono Sekretaris : Carwaji Bendahara : Kumedi b. KAB. CIREBON : Nama Kelompok : Gimbal Jaya Lokasi : Desa Slendra, Kec. Gegesik, Kab. Cirebon Ketua : Muhadi Sekretaris : Junaedi c. KAB. SUBANG : Nama Kelompok : Sugih Mukti Lokasi : Desa Sadawarna, Kec. Cibogo, Kab. Subang Ketua : Ma in Sekretaris : Sarmin Bendahara : Rustawan B. Data kelompok Ternak Itik pada pelaksanaan kegiatan PHK-I, adalah: a. KAB. INDRAMAYU : Nama Kelompok : Sub Kelompok Gebang Sari (Siwalan Jaya) Lokasi : Desa Longok, Kec. Sliyeg, Kab. Indramayu Ketua : Karta Sekretari : Tinsar

25 b. KAB. CIREBON : Nama Kelompok : Tigan Mekar Lokasi : Ds. Karang Anyar, Kec. Panguragan, Kab.Cirebon Ketua : Abdul Wakhid Sekretaris : Umar Anas Bendahara : Nadi c. KAB. SUBANG : Nama Kelompok : Sumber Makmur Lokasi : Desa Rancadaka, Kec. Pusakanagara, Kab. Subang Ketua : Selamet Sekretaris : Nurhendi Bendahara : Kursin Kelompok tani ternak menjalankan usaha pokok sebagai pembibit (VBC), yaitu menghasilkan ternak itik dan domba sebagai bibit. Kegiatan kedua adalah budidaya ternak seperti penggemukan, produksi telur, penetasan, pengolahan bahan pakan hasil ikutan pertanian menjadi pakan ternak melalui amoniasi, pengeringan, hay dan wafering dan mixing bahan pakan, pengolahan limbah peternakan untuk produksi pupuk organik. Hasil dari kegiatan ini ternyata peternak sangat memerlukan teknologi yang tepat guna dan mudah dilaksanakan didaerahnya dengan mengunakan potensi lokal yang ada di daerah masing-masing. Kegiatan ini diharapkan terus berlangsung untuk mendampingi para peternak dalam menggelola budidaya ternaknya supaya hasil ternak yang didapat efisien dan efektif terutama dalam penyediaan pakan, sehingga pendapatan peternak akan meningkat sehingga kesejahteraan peternak dan keluarganya meningkat. Pendampingan dari pihak Dinas Peternakan yang bekerjasama dengan perguruan tinggi merupakan langkah yang baik untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peternak untuk menggunakan potensi bahan pakan lokal. 2. Teknologi Pengembangan BIOGAS Berbagai upaya Pembangunan khususnya yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, dicirikan melalui pemanfaatan sumber daya t telah dirintis dengan titik sentral pemanfaatan limbah ternak yang tidak hanya untuk pengendalian pencemaran lingkungan, namun menghasilkan sumber energi alternatif serta ikutan lainnya yang berkontribusi positif terhadap peningkatan pendapatan. Melalui pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas, maka dapat terdongkrak kehidupannya dengan potensi sumber energi rumah tangga yang dimiliki, potensi ekonomi dan peningkatan kesuburan tanah dari pupuk kompos

26 limbah biogas serta mampu menghindarkan diri dari stigma pencemar lingkungan maupun penyumbang pemanasan global yang besar. Untuk itu, Pemerintah Provinsi Jawa Barat terus melakukan berbagai terobosan untuk memfasilitasi pencapaian hal tersebut. Dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, permasalahan, tantangan dan peluang yang ada, serta sejalan dengan budaya hidup masyarakat, maka diluncurkan Program Pengembangan Peternakan Ramah Lingkungan Melalui Pengembangan Biogas yang diharapkan sebagai salah satu jalan keluar yang efektif dimana bisa dicapai dengan potensi limbah peternakan. Tabel 4.3. Potensi Limbah Sapi Perah di Sentra Utama Sapi Perah di Bandung Utara dan Bandung Selatan Uraian Kawasan Bandung Utara - Kec. Lembang - Kec. Cisarua - Kec. Parongpong Kab. Bandung Barat Kawasan Bandung Selatan - Kec. Pangalengan - Kec. Kertasari - Kec. Pasir Jambu Kab. Bandung Populasi (ekor) Potensi Kotoran Ternak (kg/hr) Jawa Barat Sumber : Disnak Jabar, diolah Selain itu dengan teknologi biogas. Biogas adalah gas yang mudah terbakar (flammable), yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri anaerob. Secara umum, semua bahan organik dapat diproses menjadi biogas, namun salah satu yang paling baik dijadikan biogas adalah bahan organik dari kotoran ternak (berbentuk padat dan cair). Teknologi biogas adalah teknologi fermentasi bahan organik sehingga menghasilkan gas metana untuk kebutuhan sehari-hari di dalam alat berupa penghasil biogas. Tabel 4.4. Pemanfaatan Biogas di Masyarakat Tahun Lokasi (Kab/Kota) Jumlah Unit Biogas Jumlah KK Penerima 2006 Kuningan, Sumedang Bandung, Garut, Tasikmalaya Ciamis, Majalengka, Tasikmalaya Bogor, Bandung, Tasikmalaya Bandung Barat, Bandung, Sumedang Jumlah Sumber : Dinas ESDM, diolah

27 Adapun manfaat dari Biogas adalah sebagai berikut : A. Sebagai Bahan Bakar (Energi Alternatif) Pengolahan kotoran sapi menjadi biogas dan pupuk organik memberikan berbagai keuntungan yang sangat signifikan, utamanya masyarakat tidak perlu membeli gas untuk keperluan memasak, menghindari pembuangan kotoran sapi ke sungai, menciptakan lingkungan pemukiman yang bersih/sehat serta mendukung program pengembangan ternak sapi/kerbau. Pada beberapa literatur disebutkan bahwa nilai kalori 1 m 3 biogas sekitar watt jam atau setara dengan setengah liter minyak diesel. Dengan demikian biogas dapat menjadi bahan bakar alternatif pengganti minyak tanah, LPG, butana, batubara dan lainnya yang bersumber fosil. Tabel 4.5. Perbandingan Biogas dengan Bahan Bakar Lain Biogas Bahan Bakar Lainnya 1 m3 biogas setara dengan LPG 0,46 kg Minyak tanah 0,62 liter Minyak solar 0,52 liter Bensin 0,80 liter Gas kota 1,50 m3 Kayu bakar 3,50 kg Sumber : Dinas ESDM, Disnak Jabar & Hivos. Misalkan, sebuah rumah tangga untuk keperluan memasak dalam satu bulan menghabiskan satu tabung LPG 12 kg atau 0,4 kg LPG/hari. Apabila rumah tangga tersebut memiliki satu unit biogas dengan ukuran reaktor 4 m3 (setara ternak 2-3 ekor), maka dapat menghasilkan gas 1m3/hari yang setara LPG 0,46 kg, sehingga biogas dapat mensubstitusi gas LPG. B. Sebagai pupuk organik Limbah/sisa biogas yang telah hilang gasnya, sehingga berbentuk lumpur (slurry) merupakan pupuk organik yang sangat kaya akan unsurunsur yang dibutuhkan tanaman, bahkan terdapat unsur-unsur seperti protein, selulosa, lignin dan lain-lain yang tidak bisa tergantikan oleh pupuk kimia. C. Pengendalian pencemaran lingkungan a. Gas metan yang dihasilkan secara alami oleh kotoran ternak yang menumpuk tanpa diolah, saat ini dipandang sebagai penyumbang

28 terbesar efek rumah kaca (lebih besar dibanding CO2 yang dihasilkan pembakaran bahan bakar fosil). Dengan diolah menjadi biogas, maka gas metan yang terbuang ke udara akan berkurang. b. Kotoran ternak yang dibuang langsung akan mencemari sungai terutama oleh racun dan bakteri e.coli yang dibawanya. Dengan diolah jadi biogas, maka pada sisa biogas / slurry terdapat penurunan COD 90% dari kondisi bahan awal dan perbandingan BOD/COD sebesar 0,37 lebih kecil dari kondisi normal limbah cair BOD/COD = 0,5. Pembangunan instalasi biogas di kawasan ternak sapi perah Bandung Utara erat kaitannya dengan pengendalian pencemaran di Sub DAS Cikapundung, dan di kawasan ternak sapi perah Bandung Selatan erat kaitannya dengan pengendalian pencemaran di hulu Sungai Citarum Pengembangan Biogas dalam rangka Kali Bersih dan Peningkatan Pendapatan Masyarakat diharapkan dapat mensinergiskan berbagai program di bidang pertanian, peternakan, energi dan lingkungan, dalam mendukung upaya peningkatan IPM dan Jawa Barat sebagai Green Province PENGEMBANGAN DATA DAN PENYEDIAAN INFORMASI BIDANG PETERNAKAN Pembangunan sektor peternakan saat ini menghadapi tantangan yang cukup besar dengan terbukanya pasar era globalisasi, yang berdampak terhadap mobilitas barang dan jasa yang semakin cepat dan persaingan yang semakin meningkat. Agar memiliki kemampuan bersaing, maka Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat dituntut harus mampu mempertinggi daya saing produk peternakan. Dalam upaya meningkatkan daya saing tersebut, data dan informasi yang menyangkut kondisi sumber daya sektor peternakan harus akurat, tepat, objektif, dan komprehensif (ATOK), sehingga dapat digunakan untuk merumuskan langkah-langkah strategis guna mengarahkan pembangunan sektor peternakan dimasa mendatang. Data dan informasi sub sektor peternakan yang dijadikan acuan untuk pembangunan sektor peternakan, diantaranya data populasi ternak dari 11 komoditas yaitu ternak sapi potong, sapi perah, kerbau, kuda, kambing, domba, babi, ayam buras, ayam ras petelur, ayam ras pedaging dan itik. Sedangkan produksi hasil ternak terdiri

29 dari produksi daging, telur dan susu serta konsumsi masyarakat terhadap produk hasil peternakan tersebut. 1. Pencapaian Populasi Ternak Pertumbuhan populasi ternak memiliki peranan yang cukup penting dalam kegiatan ekonomi sub sektor peternakan. Laju Pertumbuhan populasi ternak besar di Jawa Barat pada tahun 2012 dibandingkan dengan tahun 2011 berkisar antara 17,16% sampai (22,61%). Laju pertumbuhan tertinggi ada di komoditas ternak domba sekitar 17,16%, sedangkan terendah di komoditas babi sekitar (22,61%). Populasi ternak babi pada tahun 2011 pertumbuhannya sekitar 14,73% menurun drastis menjadi (22,61%) pada tahun 2012, kondisi ini seiiring dengan kebijakan pemerintah Provinsi Jawa Barat yang akan menghapuskan budidaya ternak babi di masyarakat. Pertumbuhan ternak yang meningkat setelah domba yaitu ternak kambing sekitar 14,20%, ternak kuda sekitar 2,40%, dan ternak sapi potong sekitar 1,57%. Relatif kecilnya peningkatan populasi ternak sapi potong dikarenakan permintaan akan daging sapi pada tahun 2012 meningkat, sedangkan ketersediaan daging sapi terbatas, yang disebabkan karena adanya pembatasan ternak sapi impor menyebabkan terjadinya eksploitasi terhadap sapi lokal yang ada. Ternak besar yang mengalami penurunan populasi yaitu ternak sapi perah sekitar (2,80%) dan ternak kerbau yang laju pertumbuhannya dari tahun ke tahun cenderung menurun (6,38%). Populasi sapi perah mengalami penurunan dikarenakan peternak sapi perah banyak yang menjual ternak sapinya untuk dipotong, selain dikarenakan harga ternak per berat hidup cukup tinggi, juga dikarenakan mahalnya harga pakan yang berkualitas sedangkan harga jual produksi susu masih rendah. Turunnya populasi sapi perah ini juga dikarenakan banyaknya pengeluaran sapi perah yang sudah tidak produktif lagi, untuk dipotong. Populasi kerbau menurun setiap tahunnya dikarenakan peternak pada dasarnya memelihara kerbau untuk membajak sawah. Dengan semakin berkembangnya kemajuan teknologi (yang mana dewasa ini sudah menggunakan traktor untuk mengolah sawah), peternak mulai malas memelihara kerbau dan akhirnya menjual kerbaunya sehingga dari tahun ke tahun populasi kerbau semakin menurun. Untuk komoditas unggas, laju pertumbuhannya berkisar antara 4,66% sampai (5,77%). Laju pertumbuhan tertinggi pada ternak ayam ras pedaging yang

U R A I A N JUMLAH PENDAPATAN 2,960,500, BELANJA BELANJA TIDAK LANGSUNG 28,248,041, BELANJA LANGSUNG 51,476,657,376.00

U R A I A N JUMLAH PENDAPATAN 2,960,500, BELANJA BELANJA TIDAK LANGSUNG 28,248,041, BELANJA LANGSUNG 51,476,657,376.00 Urusan Pemerintahan Organisasi : : 2.01 URUSAN PILIHAN Pertanian 2.01.03 Dinas Peternakan KODE 00 00 PENDAPATAN DAERAH 00 00 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 2,960,500,000.00 00 00 1 2 Retribusi Daerah 2,960,500,000.00

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi

Lebih terperinci

U R A I A N JUMLAH PENDAPATAN 2,597,999, BELANJA BELANJA TIDAK LANGSUNG 29,647,491, BELANJA LANGSUNG 66,211,846,000.00

U R A I A N JUMLAH PENDAPATAN 2,597,999, BELANJA BELANJA TIDAK LANGSUNG 29,647,491, BELANJA LANGSUNG 66,211,846,000.00 Urusan Pemerintahan Organisasi : : 2.01 URUSAN PILIHAN Pertanian 2.01.03 Dinas Peternakan KODE 00 00 PENDAPATAN DAERAH 00 00 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 2,597,999,85.00 00 00 1 2 Retribusi Daerah 2,597,999,85.00

Lebih terperinci

BAB III OBJEK PRAKTEK KERJA LAPANGAN. 3.1 Sejarah Singkat Dinas Petenakan Provinsi Jawa Barat

BAB III OBJEK PRAKTEK KERJA LAPANGAN. 3.1 Sejarah Singkat Dinas Petenakan Provinsi Jawa Barat BAB III OBJEK PRAKTEK KERJA LAPANGAN 3.1 Sejarah Singkat Dinas Petenakan Provinsi Jawa Barat Organisasi/Instansi pemerintah yang menangani urusan/fungsi peternakan dan kesehatan hewan di Jawa Barat sudah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013 BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA Akuntabilitas Kinerja dalam format Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur tidak terlepas dari rangkaian mekanisme

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur Pembangunan Peternakan Provinsi Jawa Timur selama ini pada dasarnya memegang peranan penting dan strategis dalam membangun

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi

Lebih terperinci

U R A I A N JUMLAH PENDAPATAN 3,591,000, BELANJA BELANJA TIDAK LANGSUNG 35,453,688, BELANJA LANGSUNG 80,361,575,770.00

U R A I A N JUMLAH PENDAPATAN 3,591,000, BELANJA BELANJA TIDAK LANGSUNG 35,453,688, BELANJA LANGSUNG 80,361,575,770.00 Urusan Pemerintahan Organisasi : : 2.01 URUSAN PILIHAN Pertanian 2.01.03 Dinas Peternakan KODE 00 00 PENDAPATAN DAERAH 00 00 1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 3,591,000,000.00 00 00 1 2 Retribusi Daerah 3,591,000,000.00

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi

Lebih terperinci

OLEH DR. Drh. RAIHANAH, M.Si. KEPALA DINAS KESEHATAN HEWAN DAN PETERNAKAN ACEH DISAMPAIKAN PADA :

OLEH DR. Drh. RAIHANAH, M.Si. KEPALA DINAS KESEHATAN HEWAN DAN PETERNAKAN ACEH DISAMPAIKAN PADA : OLEH DR. Drh. RAIHANAH, M.Si. KEPALA DINAS KESEHATAN HEWAN DAN PETERNAKAN ACEH DISAMPAIKAN PADA : WORKSHOP PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA RABIES DINAS PETERNAKAN KAB/KOTA SE PROVINSI ACEH - DI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) yang dilaksanakan pada Mei 2010 penduduk

I. PENDAHULUAN. Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) yang dilaksanakan pada Mei 2010 penduduk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia cukup tinggi, berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN, BUPATI KLATEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KLATEN NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN SUSUNAN ORGANISASI TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERTANIAN KETAHANAN PANGAN DAN PERIKANAN KABUPATEN

Lebih terperinci

BUPATI TASIKMALAYA KEPUTUSAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 18 TAHUN 2004 TENTANG

BUPATI TASIKMALAYA KEPUTUSAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 18 TAHUN 2004 TENTANG BUPATI TASIKMALAYA KEPUTUSAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 18 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS UNIT DINAS PETERNAKAN, PERIKANAN DAN KELAUTAN KABUPATEN TASIKMALAYA BUPATI TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Laporan Kinerja Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Madiun Th

BAB I PENDAHULUAN. Laporan Kinerja Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Madiun Th BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, bahwa setiap instansi pemerintah diminta untuk menyampaikan

Lebih terperinci

Ayam Ras Pedaging , Itik ,06 12 Entok ,58 13 Angsa ,33 14 Puyuh ,54 15 Kelinci 5.

Ayam Ras Pedaging , Itik ,06 12 Entok ,58 13 Angsa ,33 14 Puyuh ,54 15 Kelinci 5. NO KOMODITAS POPULASI (EKOR) PRODUKSI DAGING (TON) 1 Sapi Potong 112.249 3.790,82 2 Sapi Perah 208 4,49 3 Kerbau 19.119 640,51 4 Kambing 377.350 235,33 5 Domba 5.238 17,30 6 Babi 6.482 24,55 7 Kuda 31

Lebih terperinci

.000 WALIKOTA BANJARBARU

.000 WALIKOTA BANJARBARU SALINAN.000 WALIKOTA BANJARBARU PERATURAN WALIKOTA BANJARBARU NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, URAIAN TUGAS DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KOTA BANJARBARU DENGAN

Lebih terperinci

LAPORAN REFLEKSI AKHIR TAHUN 2014 DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI SUMATERA UTARA

LAPORAN REFLEKSI AKHIR TAHUN 2014 DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI SUMATERA UTARA LAPORAN REFLEKSI AKHIR TAHUN 2014 DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI SUMATERA UTARA Medan, Desember 2014 PENDAHULUAN Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Suamtera Utara sebagai salah

Lebih terperinci

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA. Berikut ini merupakan gambaran umum pencapaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur :

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA. Berikut ini merupakan gambaran umum pencapaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur : BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA 3.1. CAPAIAN KINERJA ORGANISASI 3.1.1. Capaian Kinerja Berikut ini merupakan gambaran umum pencapaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur : Tujuan 1 Sasaran : Meningkatkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TEGAL DINAS KELAUTAN DAN PERTANIAN Jalan Lele Nomor 6 (0283) Tegal BAB I

PEMERINTAH KOTA TEGAL DINAS KELAUTAN DAN PERTANIAN Jalan Lele Nomor 6 (0283) Tegal BAB I PEMERINTAH KOTA TEGAL DINAS KELAUTAN DAN PERTANIAN Jalan Lele Nomor 6 (0283) 351191 Tegal - 52111 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sektor Kelautan dan Pertanian secara kontinyu dan terarah

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF Pada bab ini dikemukakan rencana program dan kegiatan, indikator kinerja, kelompok sasaran, dan pendanaan

Lebih terperinci

VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN

VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN Paradigma pembangunan saat ini lebih mengedepankan proses partisipatif dan terdesentralisasi, oleh karena itu dalam menyusun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KETAHANAN PANGAN

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi SKPD Visi SKPD adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi masa depan yang ingin dicapai SKPD melalui penyelenggaraan tugas

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 17 TAHUN 2003 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS UNIT DINAS PERTANIAN KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya A. Visi Perumusan visi dan misi jangka menengah Dinas Pertanian,

Lebih terperinci

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PANGAN, PERTANIAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PERTANIAN KOTA BATU DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi PENDAHULUAN A. Tugas Pokok dan Fungsi Berdasarkan Peraturan Gubernur No. 28 Tahun 2015 tentang rincian tugas, fungsi dan tata kerja Dinas Perkebunan Provinsi Riau, pada pasal 2 ayat 2 dinyatakan bahwa

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 42 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR,

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 42 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR, BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 42 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR, Menimbang : a. bahwa untuk pelaksanaan lebih lanjut Peraturan

Lebih terperinci

PENETAPAN KINERJA DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN JOMBANG TAHUN ANGGARAN 2015

PENETAPAN KINERJA DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN JOMBANG TAHUN ANGGARAN 2015 PENETAPAN KINERJA DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN JOMBANG TAHUN ANGGARAN 2015 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil,

Lebih terperinci

WALIKOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013 BAB II. PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Rencana Strategis atau yang disebut dengan RENSTRA merupakan suatu proses perencanaan yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada proses pelaksanaan era otonomi dan reformasi seperti sekarang ini, dari berbagai kalangan masyarakat muncul tuntutan akan terwujudnya kepemerintahan yang baik

Lebih terperinci

Dinas Perkebunan, Pertanian, Peternakan Perikanan dan Kehutanan Kota Prabumulih 1

Dinas Perkebunan, Pertanian, Peternakan Perikanan dan Kehutanan Kota Prabumulih 1 Kota Prabumulih 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Keinginan Pemerintah dan tuntutan dari publik saat ini adalah adanya transparansi dan akuntabilitas terhadap pengelolaan keuangan negara. Dasar dari

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 608 TAHUN 2003 TENTANG URAIAN TUGAS DINAS PERTANIAN, KEHUTANAN DAN KELAUTAN KABUPATEN JEMBRANA BUPATI JEMBRANA,

KEPUTUSAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 608 TAHUN 2003 TENTANG URAIAN TUGAS DINAS PERTANIAN, KEHUTANAN DAN KELAUTAN KABUPATEN JEMBRANA BUPATI JEMBRANA, KEPUTUSAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 608 TAHUN 2003 TENTANG URAIAN TUGAS DINAS PERTANIAN, KEHUTANAN DAN KELAUTAN KABUPATEN JEMBRANA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Daerah

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF Pada bab ini dikemukakan rencana program dan kegiatan, indikator kinerja, kelompok sasaran, dan pendanaan

Lebih terperinci

GAMBARAN DINAS PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF PROVINSI LAMPUNG

GAMBARAN DINAS PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF PROVINSI LAMPUNG 2 GAMBARAN DINAS PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF PROVINSI LAMPUNG 2.1 TUGAS, FUNGSI DAN STRUKTURORGANISASI Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 4 Tahun 2014 tentang Perubahan kedua atas Peraturan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan produksi menuju swasembada, memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan serta meratakan taraf hidup

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Koperasi dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi sosial negara sedang berkembang dengan membantu membangun struktur ekonomi dan sosial yang kuat (Partomo,

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 113 TAHUN 2016 T E N T A N G KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERTANIAN DAN PERIKANAN KOTA PEKANBARU

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi SKPD Visi SKPD adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi masa depan yang ingin dicapai SKPD melalui penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA 3.1. CAPAIAN KINERJA SKPD Pada sub bab ini disajikan capaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timnur untuk setiap pernyataan kinerja sasaran strategis SKPD sesuai dengan

Lebih terperinci

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO 10.1. Kebijakan Umum Penduduk Kabupaten Situbondo pada umumnya banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Tengah dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008 tanggal 7 Juni 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 63 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 63 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 63 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI JEMBRANA PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN PETERNAKAN KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Maksud dan Tujuan

I. PENDAHULUAN. A. Maksud dan Tujuan I. PENDAHULUAN A. Maksud dan Tujuan Rencana Kerja (Renja) Dinas Peternakan Kabupaten Bima disusun dengan maksud dan tujuan sebagai berikut : 1) Untuk merencanakan berbagai kebijaksanaan dan strategi percepatan

Lebih terperinci

GAMBARAN DINAS PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF PROVINSI LAMPUNG

GAMBARAN DINAS PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF PROVINSI LAMPUNG 2 GAMBARAN DINAS PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF PROVINSI LAMPUNG 2.1 TUGAS, FUNGSI DAN STRUKTURORGANISASI Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 4 Tahun 2014 tentang Perubahan kedua atas Peraturan

Lebih terperinci

-2- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Re

-2- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Re GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 104 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013 BAB II. PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Rencana Strategis atau yang disebut dengan RENSTRA merupakan suatu proses perencanaan yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu tertentu

Lebih terperinci

Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Lampung

Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Lampung BAB. I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1.1 Tugas Pokok dan Fungsi Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 4 Tahun 2014 tentang Perubahan kedua atas Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor

Lebih terperinci

I. PROGRAM DAN KEGIATAN TAHUN 2016

I. PROGRAM DAN KEGIATAN TAHUN 2016 I. PROGRAM DAN KEGIATAN TAHUN 2016 A. Program. Sebagai upaya untuk mewujudkan sasaran pembangunan peternakan ditempuh melalui 1 (satu) program utama yaitu Program Pengembangan Agribisnis. Program ini bertujuan

Lebih terperinci

2 seluruh pemangku kepentingan, secara sendiri-sendiri maupun bersama dan bersinergi dengan cara memberikan berbagai kemudahan agar Peternak dapat men

2 seluruh pemangku kepentingan, secara sendiri-sendiri maupun bersama dan bersinergi dengan cara memberikan berbagai kemudahan agar Peternak dapat men TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN HIDUP. Peternak. Pemberdayaan. Hewan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 6) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 60 TAHUN 2016

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 60 TAHUN 2016 BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 60 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN BLORA DENGAN

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 28 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 RKT DIT. PPL TA. 2013 KATA PENGANTAR Untuk

Lebih terperinci

BUPATI TASIKMALAYA KEPUTUSAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS UNIT DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KABUPATEN TASIKMALAYA

BUPATI TASIKMALAYA KEPUTUSAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS UNIT DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KABUPATEN TASIKMALAYA BUPATI TASIKMALAYA KEPUTUSAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG URAIAN TUGAS UNIT DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KABUPATEN TASIKMALAYA BUPATI TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa dengan telah ditetapkannya

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 78 TAHUN 2001 SERI D.75 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2001 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 78 TAHUN 2001 SERI D.75 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2001 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 78 TAHUN 2001 SERI D.75 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 3 TAHUN 2001 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN KABUPATEN SUMEDANG SEKRETARIAT

Lebih terperinci

Terlampir. Terlampir

Terlampir. Terlampir KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN : Satu set DIPA Petikan A. Dasar Hukum: 1.UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. 2.UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara. 3.UU No. 27 Tahun

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN KANTOR SERTA SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KABUPATEN BENGKAYANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR TAHUN 2017 TENTANG BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR TAHUN 2017 TENTANG TUGAS, FUNGSI, URAIAN TUGAS DAN TATA KERJA UNSUR-UNSUR ORGANISASI DINAS PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Penetapan visi sebagai bagian dari perencanaan strategi, merupakan satu langkah penting dalam perjalanan suatu organisasi karena

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN PENDANAAN INDIKATIF

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN PENDANAAN INDIKATIF Rencana Strategis (RENSTRA) 20142019 BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN PENDANAAN INDIKATIF Rencana program indikatif dimaksudkan sebagai pedoman bagi aktifitas pembangunan yang

Lebih terperinci

Renstra BKP5K Tahun

Renstra BKP5K Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN Revitalisasi Bidang Ketahanan Pangan, Pertanian, Perikanan dan Kehutanan merupakan bagian dari pembangunan ekonomi yang diarahkan untuk meningkatkan pendapatan, kesejahteraan, taraf

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

IV.B.13. Urusan Wajib Ketahanan Pangan

IV.B.13. Urusan Wajib Ketahanan Pangan 13. URUSAN KETAHANAN PANGAN Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan Latar Belakang

Bab I Pendahuluan Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, bahwa pembangunan yang berkeadilan dan demokratis

Lebih terperinci

SALINAN. Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5887);

SALINAN. Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5887); SALINAN SALINAN BUPATI BULUNGAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERTANIAN KABUPATEN BULUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pengembangan sub sektor peternakan perlu untuk dilakukan karena sub

Lebih terperinci

Sapi Perah - Cianjur... BAB IX Laporan Khusus...

Sapi Perah - Cianjur... BAB IX Laporan Khusus... DAFTAR ISI BAB I Pendahuluan... BAB II Arah Kebijakan Pembangunan Peternakan... BAB III Organisasi dan Ketatausahaan... 3.1. Organisasi dan Tatalaksana... 3.2. Administrasi Kepegawaian... 3.3. Administrasi

Lebih terperinci

2013, No.6 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan: 1. Pemberdayaan Peternak adalah segala upaya yang dila

2013, No.6 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan: 1. Pemberdayaan Peternak adalah segala upaya yang dila No.6, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Peternak. Pemberdayaan. Hewan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5391) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Penelitian 1.1 Gambaran Umum Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1.1 Sejarah Dinas Peternakan Organisasi/Instansi pemerintah yang menangani urusan/fungsi peternakan dan kesehatan hewan di Jawa Barat sudah berdiri sejak

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNSUR ORGANISASI DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN H. ISKANDAR ANDI NUHUNG Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian ABSTRAK Sesuai

Lebih terperinci

BAB VI INDIKATOR KINERJA YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD

BAB VI INDIKATOR KINERJA YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD BAB VI INDIKATOR KINERJA YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN P erencanaan Strategis Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan merupakan bagian dari implementasi pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 19-P TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS PERTANIAN WALIKOTA SURAKARTA,

PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 19-P TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS PERTANIAN WALIKOTA SURAKARTA, PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 19-P TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN URAIAN TUGAS JABATAN STRUKTURAL PADA DINAS PERTANIAN WALIKOTA SURAKARTA, Menimbang : a. bahwa sebagai tindaklanjut ditetapkannya Peraturan

Lebih terperinci

https://esakip.bantulkab.go.id/bpsyslama/www/monev/laporan/daftar/bulan/12 1 of 8 7/31/17, 9:02 AM

https://esakip.bantulkab.go.id/bpsyslama/www/monev/laporan/daftar/bulan/12 1 of 8 7/31/17, 9:02 AM 1 of 8 7/31/17, 9:02 AM Laporan Program/Kegiatan APBD Tahun Anggaran 2016 (Belanja Langsung) s/d Bulan Desember Dinas Pertanian dan Kehutanan 1 01 Program Pelayanan Administrasi Perkantoran 424,049,000

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG,

PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG, PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG, Menimbang : a. bahwa Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Subang

Lebih terperinci

BUPATI BONE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BONE NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BONE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BONE NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BONE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BONE NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN, HORTIKULTURA DAN

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 85 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 85 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 85 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KETAHANAN PANGAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan

Lebih terperinci

Selanjutnya tugas pembantuan tersebut meliputi : 1. Dasar Hukum 2. Instansi Pemberi Tugas Pembantuan

Selanjutnya tugas pembantuan tersebut meliputi : 1. Dasar Hukum 2. Instansi Pemberi Tugas Pembantuan BAB IV PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN Penyelenggaraan tugas pembantuan menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan / atau

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TAHUN Target. Realisasi Persentase URAIAN (Rp)

BAB III KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TAHUN Target. Realisasi Persentase URAIAN (Rp) BAB III KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TAHUN 2009 3.1. Program dan Kegiatan Dinas Pertanian Tahun 2008 Program yang akan dilaksanakan Dinas Pertanian Tahun 2008 berdasarkan Prioritas Pembangunan Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis yang sangat mendukung, usaha peternakan di Indonesia dapat berkembang pesat. Usaha

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT, BUPATI LOMBOK BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN, PETERNAKAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 95 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 95 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 95 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERTANIAN KABUPATEN PURBALINGGA

Lebih terperinci

Tabel 5.1 Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Pembangunan Daerah Tahun

Tabel 5.1 Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Pembangunan Daerah Tahun Tabel 5. Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Pembangunan Daerah Tahun 3-8 VISI MISI TUJUAN SASARAN INDIKATOR SATUAN AWAL TARGET INDIKATOR 3 4 5 6 7 8 8 3 4 5 6 7 8 9 3 4 TERWUJUDNYA TEMANGGUNG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan pangan hewani asal ternak (daging, telur dan susu) dari waktu kewaktu cenderung meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, pendapatan, kesadaran

Lebih terperinci

AGRIBISNIS KAMBING - DOMBA

AGRIBISNIS KAMBING - DOMBA PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KAMBING - DOMBA Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKA DINAS PERKEBUNAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKA DINAS PERKEBUNAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKA DINAS PERKEBUNAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Tujuan Sasaran RPJMD Kinerja Utama Program dan Kegiatan Indikator

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT KATA PENGANTAR Sebagai tindaklanjut dari Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, yang mewajibkan bagi setiap pimpinan instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan

Lebih terperinci