HUBUNGAN KETIDAKTERATURAN MAKAN DENGAN SINDROMA DISPEPSIA REMAJA PEREMPUAN DI SMA PLUS AL-AZHAR MEDAN A N N I S A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN KETIDAKTERATURAN MAKAN DENGAN SINDROMA DISPEPSIA REMAJA PEREMPUAN DI SMA PLUS AL-AZHAR MEDAN A N N I S A"

Transkripsi

1 HUBUNGAN KETIDAKTERATURAN MAKAN DENGAN SINDROMA DISPEPSIA REMAJA PEREMPUAN DI SMA PLUS AL-AZHAR MEDAN Oleh: A N N I S A FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Annisa : Hubungan Ketidakteraturan Makan Dengan Sindroma Dispepsia Remaja Perempuan Di SMA Plus Al- Azhar Medan, 2009.

2 HUBUNGAN KETIDAKTERATURAN MAKAN DENGAN SINDROMA DISPEPSIA REMAJA PEREMPUAN DI SMA PLUS AL-AZHAR MEDAN Karya Tulis Ilmiah Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Kelulusan Sarjana Kedokteran Oleh: A N N I S A NIM: FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Annisa : Hubungan Ketidakteraturan Makan Dengan Sindroma Dispepsia Remaja Perempuan Di SMA Plus Al- Azhar Medan, 2009.

3 LEMBAR PENGESAHAN Hubungan Ketidakteraturan Makan dengan Sindroma Dispepsia Remaja Perempuan di SMA Plus Al-Azhar Medan Nama : A N N I S A NIM : Pembimbing Penguji (dr. Dina Keumala Sari, M.Gizi, Sp.GK) (dr. Dedi Ardinata, M.Kes) NIP: NIP: (dr. Zulkifli, M.Si) NIP: Medan, 1 Desember 2009 Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara ( Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH ) NIP: Annisa : Hubungan Ketidakteraturan Makan Dengan Sindroma Dispepsia Remaja Perempuan Di SMA Plus Al- Azhar Medan, 2009.

4 ABSTRAK Sindroma dispepsia merupakan keluhan gastrointestinal yang sangat umum di semua kalangan masyarakat, khususnya golongan remaja. Sindroma dispepsia menunjukkan adanya kelainan dalam proses cerna, baik organik maupun fungsional, mulai dari tingkat yang ringan sampai berbahaya. Namun pada kenyataannya, sindroma ini sering diabaikan dan dianggap sebagai keluhan biasa oleh masyarakat umum. Sindroma dispepsia memiliki penyebab yang multifaktorial, dimana salah satu diantaranya adalah ketidakteraturan makan yang akan dibuktikan pada penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola keteraturan makan, angka kejadian dispepsia, dan hubungan antara ketidakteraturan makan dengan kejadian sindroma dispepsia pada remaja perempuan di SMA Plus Al-Azhar Medan. Desain penelitian ini adalah analitik cross-sectional. Responden penelitian adalah 73 orang remaja perempuan berusia tahun yang bersekolah di SMA Plus Al-Azhar Medan. Responden diambil dengan menggunakan metode total sampling, dimana diambil keseluruhan responden yang telah memenuhi syarat dan telah menandatangani persetujuan. Selanjutnya data akan dianalisa dengan program SPSS 17. Peneliti memperoleh data jumlah responden yang pola makannya tidak teratur yaitu 39 orang (53,4%). Angka kejadian sindroma dispepsia dari keseluruhan responden yaitu 47 orang (64,4%). Hasil analisa data menunjukkan nilai P sebesar 0,017 dengan interpretasi lebih besar dari nilai α (0,05). Artinya, terdapat hubungan antara keteraturan makan dengan sindroma dispepsia remaja perempuan di SMA Plus Al-Azhar Medan. Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa besarnya angka kejadian sindroma dispepsia di SMA Plus Al-Azhar Medan ternyata sesuai dengan pola makan remaja perempuan yang tidak teratur. Saran bagi responden dan pihak sekolah adalah untuk berusaha menjaga kedisiplinan dalam mengatur pola makan. Kata kunci: ketidakteraturan makan, dispepsia, remaja perempuan ii

5 ABSTRACT Dyspepsia syndrome is a very common gastrointestinal problem in the society, especially the teenagers. Dyspepsia underlined phatologic changes in digestive process, whether it is structural or functional, ranging from mild to severe pathology. However, in most case this syndrome has always been neglectly treated as a very common and insignificant symptom by the society. Dyspepsia syndrome has multifactorial causes, such one as taking meals irregulary which will be confirmed further in this study. The objectives of this study are to know the regularity of meal consumption, incidence of dyspepsia, and the association between dyspepsia syndrome and the irregular meal consumption on female teenagers in SMA Plus Al-Azhar Medan. The study used cross-sectional analytic method. Respondents of the study are 73 female teenagers age years old, currently studying on SMA Plus Al- Azhar Medan. The respondents were taken using a total sampling method, where the whole qualified and consented respondents were taken as the subjects. The collected datas will be analyzed using SPSS 17 program. The study showed the pattern of irregular meal consumption for total of 39 respondents (53,4%). Dyspepsia syndrome occurred in 47 respondents (64,4%). The data analyzing result showed the P value 0,017, by interpretation means is larger than α value (0,05). It confirmed that there is an association between irregular meal consumption and dyspepsia syndrome on female teenagers in SMA Plus Al-Azhar Medan. The conclusion made based on the result of this study is, the high incidence of dyspepsia syndrome in SMA Plus Al-Azhar Medan is actually justified by the female teenagers irregular meal consumption. The suggestion for the respondents and the school is to try to maintain discipline in establishing regularity of meal consumption. Keywords: irregular meal, dyspepsia, female teenager iii

6 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas nikmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian berjudul Hubungan Ketidakteraturan Makan dengan Sindroma Dispepsia Remaja Perempuan di SMA Plus Al-Azhar Medan. Penelitian ini terlaksana berkat bimbingan dan arahan dari berbagai pihak terutama pembimbing dan Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas (IKK) Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK USU) yang telah banyak memberi masukan saran demi kesempurnaan pelaksanaan penelitian. Ucapan terima kasih saya tujukan kepada Bapak Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan FK USU. Kepada dr. Dina Keumala Sari, M. Gizi, Sp.GK sebagai pembimbing yang telah memberikan petunjuk dan arahan dalam melaksanakan langkah-langkah penyusunan usulan penelitian. Terima kasih sebesar-besarnya kepada pihak SMA Plus Al-Azhar Medan, Drs. Sariman Al-Faruq selaku kepala sekolah, dan Drs. Binawan Setia S.T. yang telah memberikan izin menggunakan lokasi penelitian dan senantiasa mendukung peneliti di lapangan dalam pengumpulan data. Terima kasih kepada seluruh adikadik responden yang telah bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini. Terima kasih kepada orang tua, keluarga, sahabat, dan teman-teman yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materiil hingga penelitian ini terselesaikan. Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. Semoga karya tulis ilmiah ini dapat berguna bagi kita semua. Medan, Nopember 2009 Penulis iv

7 DAFTAR ISI Halaman Lembar Pengesahan..... Abstrak. Abstract Kata Pengantar Daftar Isi.. Daftar Tabel. Daftar Gambar Daftar Lampiran i ii iii iv v vii viii ix BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dispepsia Sekresi Asam Lambung Defenisi Dispepsia Etiologi Dispepsia Diagnosa Dispepsia Pola Makan Pola Makan Sehat Pola Makan Remaja Hubungan Ketidakteraturan Makan dengan Dispepsia.. 12 BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Definisi Operasional Hipotesis. 16 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Rancangan Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel Penelitian Teknik Pengumpulan Data Uji Validitas dan Realibilitas Pengolahan dan Analisis Data.. 18 v

8 BAB 5 HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian Deskripsi Lokasi Penelitian. 20 v

9 Deskripsi Karakteristik Responden Kelas Umur Gambaran Ketidakteraturan Makan Frekuensi Makan Pola Makan Makan Pagi Makan Siang Makan Malam Makanan Tambahan Jeda Waktu Makan Tindakan Diet Kejadian Sindroma Dispepsia Angka Kejadian Sindroma Dispepsia Gambaran Keluhan Sindroma Dispepsia Hubungan Ketidakteraturan Makan dengan Sindroma Dispepsia Pembahasan Ketidakteraturan Makan Kejadian Sindroma Dispepsia Hubungan Ketidakteraturan Makan dengan Sindroma Dispepsia. 31 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Saran. 34 DAFTAR PUSTAKA 35 LAMPIRAN 38 vi

10 DAFTAR TABEL Nomor Judul Halaman 2.1. Penyebab Dispepsia Hasil Pemeriksaan Esofagogastroduodenoskopi Tabulasi Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Distribusi Responden Berdasarkan Kelas di SMA Plus Al-Azhar Medan Distribusi Sampel Responden Berdasarkan Usia di SMA Plus Al-Azhar Medan Distribusi Ketidakteraturan Makan Responden di SMA Plus Al-Azhar Medan Distribusi Pola Makan Responden Secara Keseluruhan di SMA Plus Al-Azhar Medan Distribusi Frekuensi Makan Responden di SMA Plus Al-Azhar Medan Distribusi Pola Makan Pagi Responden di SMA Plus Al-Azhar Medan Distribusi Pola Makan Siang Responden di SMA Plus Al-Azhar Medan Distribusi Pola Makan Malam Responden di SMA Plus Al-Azhar Medan Distribusi Pola Konsumsi Makanan Tambahan Responden di SMA Plus Al-Azhar Medan Distribusi Jeda Waktu Makan Responden di SMA Plus Al-Azhar Medan Distribusi Tindakan Diet Responden di SMA Plus Al-Azhar Medan Distribusi Kejadian Sindroma Dispepsia Responden di SMA Plus Al-Azhar Medan tahun Distribusi Jumlah Keluhan Sindroma Dispepsia Pada Keseluruhan Responden di SMA Plus Al-Azhar Medan Distribusi Responden Berdasarkan Keluhan Dispepsia di SMA Plus Al-Azhar Medan Tabulasi Silang Responden Berdasarkan Kejadian Dispepsia dan Ketidakteraturan Makan. 28 vii

11 DAFTAR GAMBAR Nomor Judul Halaman 2.1. Sekresi Asam Lambung Pertahanan Mukosa Lambung Mekanisme Pembentukan Ulkus.. 9 viii

12 DAFTAR LAMPIRAN Daftar Riwayat Hidup Kuesioner Penelitian Lembar Pertetujuan (Informed Consent) Penelitian Surat Izin Penelitian Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian Data Induk Output SPSS Distribusi Frekuensi Output SPSS Hasil Analisa Chi-Square Output SPSS Hasil Uji Validitas dan Reabilitas ix

13 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dispepsia adalah keluhan umum yang disampaikan oleh individu-individu dalam suatu populasi umum yang mencari pertolongan medis. Berdasarkan penelitian pada populasi umum didapatkan bahwa 15-30% orang dewasa pernah mengalami hal ini dalam beberapa hari. Belum didapatkan data epidemiologi di Indonesia (Djojoningrat, 2001). Angka kejadian dispepsia di masyarakat luas tergolong tinggi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada suatu komunitas selama 6 bulan, tingkat keluhan dispepsia mencapai 38% (Jones dkk, 1989), dimana pada penelitian tersebut dinyatakan bahwa keluhan dispepsia banyak didapatkan pada usia yang lebih muda. Penelitian pada komunitas lain yang dilakukan oleh peneliti yang sama selama 6 bulan mendapatkan angka keluhan dispepsia 41% (Jones dkk, 1990). Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada remaja usia tahun, remaja perempuan lebih banyak menderita dispepsia dibandingkan dengan remaja laki-laki, yaitu 27% dan 16% (Reshetnikov, 2001). Penyebab timbulnya dispepsia diantaranya adalah faktor diet dan lingkungan, sekresi cairan asam lambung, fungsi motorik lambung, persepsi viseral lambung, psikologi, dan infeksi Helicobacter pylori (Djojoningrat, 2001). Berdasarkan penelitian tentang gejala gastrointestinal, jeda antara jadwal makan yang lama dan ketidakteraturan makan berkaitan dengan gejala dispepsia (Reshetnikov, 2007). Pola makan yang tidak teratur umunya menjadi masalah yang sering timbul pada remaja perempuan. Aktivitas yang tinggi baik kegiatan disekolah maupun di luar sekolah menyebabkan makan menjadi tidak teratur (Sayogo, 2006). Selain itu, pola diet banyak dilaporkan secara konsisten pada remaja wanita yang mencoba untuk melakukan diet. Pada survey nasional di sebuah sekolah menengah atas, 44% remaja perempuan dan 15% remaja laki-laki mencoba untuk menurunkan berat badan. Sebagai tambahan, 26% remaja perempuan dan 15%

14 2 remaja laki-laki dilaporkan mencoba menjaga agar berat badan mereka tidak bertambah (Robert, 2000). Penelitian dilakukan di SMA Plus Al-Azhar Medan yang terletak di jalan Pintu Air IV, Kwala Bekala, Padang Bulan Medan. Alasan penentuan lokasi penelitian antara lain adalah untuk menjaga homogenitas dari sampel. SMA Plus Al-Azhar merupakan SMA yang menggunakan fasilitas asrama, sehingga hal ini dapat menyingkirkan faktor-faktor lain yang secara umum dapat mempengaruhi kejadian sindroma dispepsia seperti aktivitas, konsumsi alkohol, dan rokok. Selain itu, belum ada penelitian serupa yang pernah dilakukan di SMA Plus Al-Azhar Medan. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: Apakah ada hubungan antara ketidakteraturan makan dengan terjadinya sindroma dispepsia remaja perempuan SMA Plus Al-Azhar? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Mencari hubungan antara ketidakteraturan makan dengan kejadian sindroma dispepsia remaja perempuan SMA Plus Al-Azhar Medan Tujuan Khusus Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah: 1. Diketahuinya ketidakteraturan makan remaja perempuan SMA Plus Al-Azhar Medan 2. Diketahuinya angka kejadian sindroma dispepsia remaja perempuan SMA Plus Al-Azhar Medan

15 Manfaat Penelitian 1. Bidang penelitian: Hasil penelitian diharapkan dapat dipakai sebagai data dasar untuk penelitian lebih lanjut tentang sindroma dispepsia. 2. Bidang pendidikan: Penelitian ini diharapkan sebagai sarana untuk melatih berfikir secara logis dan sistematis serta mampu menyelenggarakan suatu penelitian berdasarkan metode yang baik dan benar. 3. Bidang pelayanan masyarakat: Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi yang benar bagi masyarakat tentang ketidakteraturan makan dan sindroma dispepsia pada remaja perempuan.

16 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dispepsia Dispepsia umumnya terjadi akibat adanya masalah pada bagian lambung dan duodenum. Penyakit yang memiliki sindroma seperti dispepsia seperti gastroesophageal reflux disease dan irritable bowel syndrome yang melibatkan esofagus dan bagian saluran cerna lainnya tidak dimasukkan ke dalam bagian dispepsia (Djojoningrat, 2001) Sekresi Asam Lambung Lambung melaksanakan 3 fungsi utama. Fungsi utama lambung yang paling penting adalah menyimpan makanan yang telah dicerna hingga makanan tersebut dapat dikosongkan kedalam usus halus pada kecepatan normal untuk proses cerna dan absorpsi. Lambung akan mensekresikan asam hidroklorida (HCl) dan enzim untuk memulai pencernaan protein. Lambung memiliki motilitas khusus untuk gerakan pencampuran antara makanan yang dicerna dan cairan lambung untuk membentuk cairan padat yang dinamakan kimus. Seluruh isi lambung harus diubah menjadi kimus sebelum dikosongkan ke duodenum (Sheerwood, 2007). Sel-sel lambung mensekresikan sekitar 2500 ml cairan lambung setiap hari. Cairan lambung ini mengandung bermacam-macam zat, diantaranya adalah HCl dan pepsinogen (Gambar 2.1.). HCl yang disekresikan oleh kelenjar di korpus lambung membunuh sebagian besar bakteri yang masuk, membantu pencernaan protein, menghasilkan ph yang diperlukan pepsin untuk mencerna protein, serta merangsang aliran empedu dan cairan pankreas. Asam ini cukup pekat untuk dapat menyebabkan kerusakan jaringan, tetapi pada orang normal muksa lambung tidak mengalami iritasi atau tercerna karena sebagian cairan lambung juga mengandung mukus (Ganong, 2003).

17 5 Gambar 2.1. Sekresi Asam Lambung Sumber: Color Atlas of Pathophysiology, 2000 Lambung memiliki mekanisme protektif sendiri, diantaranya adalah mukus yang melapisi permukaan mukosa lambung (Gambar 2.2). Mukus ini berperan sebagai pelindung dari berbagai macam kerusakan potensial pada mukosa lambung dengan sifat lubrikasinya untuk mencegah kerusakan mekanis. Mukus juga membantu melindungi mukosa lambung agar tidak mencerna dirinya sendiri dengan menginhibisi pepsin saat bersentuhan dengan lapisannya. Sebagai substansi alkali, mukus juga membantu mekanisme perlindungan mukosa dari kerusakan akibat asam dengan menetralisir HCl di sekitarnya tanpa mempengaruhi HCl pada lumen (Sheerwood, 2007). Motilitas dan sekresi lambung diatur oleh mekanisme persarafan dan humoral. Komponen saraf adalah otonom lokal yang melibatkan neuron-neuron kolinergik dan ilmpuls-impuls dari SSP melalui nervus vagus. Pengaturan fisiologik sekresi lambung biasanya dibahas berdasarkan pengaruh otak (sefalik), lambung, dan usus (Ganong, 2003). Gambar 2.2. Pertahanan Mukosa Lambung Sumber: Color Atlas of Pathophysiology, 2000

18 6 Pengaruh sefalik adalah respon yang diperantarai oleh nervus vagus dan diinduksi oleh aktivitas di SSP. Adanya makanan dalam mulut secara refleks akan merangsang sekresi lambung. Serat-serat eferen untuk refleks ini adalah nervus vagus. Pada manusia, melihat, mencium, dan memikirkan makanan akan meningkatkan sekresi lambung. Peningkatan ini disebabkan oleh refleks bersyarat saluran cerna yang telah berkembang sejak awal masa kehidupan. Rangsang hipotalamus anterior dan bagian-bagian korteks frontalis orbital disekitarnya meningkatkan aktivitas eferen vagus dan sekresi lambung. Pengaruh otak menentukan sepertiga sampai separuh dari asam yang disekresikan sebagai respon terhadap makanan normal (Ganong, 2003). Pengaruh lambung terutama adalah respon-respon refleks lokal dan respon terhadap gastrin. Adanya makanan dalam lambung mempercepat peningkatan sekresi lambung yang disebabkan oleh penglihatan, bau makanan, dan adanya makanan di mulut. Reseptor di dinding lambung dan mukosa berespon terhadap peregangan dan rangsang kimia, terutama asam-asam amino dan produk pencernaan terkait lain. Produk-produk pencernaan protein juga menyebabkan peningkatan sekresi gastrin, dan hal ini meningkatkan aliran asam (Ganong, 2003). Pengaruh usus adalah efek umpan balik hormonal dan refleks pada sekresi lambung yang dicetuskan dari mukosa usus halus. Walaupun di mukosa usus halus dan lambung terdapat sel-sel yang berisi gastrin, pemberian asam amino langsung ke dalam duodenum tidak akan meningkatkan kadar gastrin dalam darah. Sekresi asam lambung meningkat bisa sebagian besar usus halus diangkat, sehingga sumber hormon-hormon yang menghambat sekresi asam menghilang (Ganong, 2003). Sekresi lambung akan menurun secara bertahap ketika makanan mulai masuk dari lambung menuju usus halus. Mekanisme penurunan sekresi lambung ada 3 jenis. Saat makanan mulai dikosongkan ke duodenum secara bertahap, stimulus utama yang merangsang sekresi lambung, yaitu protein, telah ditarik. Setelah makanan meninggalkan lambung, cairan lambung akan terus terakumulasi hingga ph lambung akan menurun sangat rendah dan akhirnya akan merangsang

19 7 somatostatin sebagai pemberi respon balik negatif untuk menghambat sekresi lambung. Penurunan motilitas lambung juga akan menurunkan sekresi asam lambung (Sheerwood, 2007) Defenisi dispepsia Dispepsia adalah sebuah turunan kata bahasa Yunani yang artinya indigestion atau kesulitan dalam mencerna. Semua gejala-gejala gastrointestinal yang berhubungan dengan masukan makanan disebut dispepsia, contohnya mual, heartburn, nyeri epigastrium, rasa tidak nyaman, atau distensi (Davidson, 1975). Prevalensi dispepsia bervariasi antara 3% hingga 40%. Variasi dalam angka prevalensi ini berkaitan dengan perbedaan dalam defenisi dispepsia pada penelitian-penelitian tersebut (Yasser, 2004). Dispepsia merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari nyeri ulu hati, mual, kembung, muntah, rasa penuh, atau cepat kenyang, dan sendawa. Keluhan ini sangat bervariasi, baik dalam jenis gejala maupun intensitas gejala tersebut dari waktu ke waktu (Djojoningrat, 2001). Dispepsia dapat muncul meskipun tidak ada perubahan struktural pada saluran cerna, yang biasanya dikenal sebagai fungsional dan gejalanya dapat berasal dari psikologis ataupun akibat intoleransi terhadap makanan tertentu. Di sisi lain, dispepsia dapat merupakan gejala dari gangguan organik pada saluran cerna, dan dapat juga disebabkan oleh gangguan di sekitar dari saluran cerna, misalnya pankres, kandung empedu, dan sebagainya (Davidson, 1975) Etiologi dispepsia Sebagai suatu gejala ataupun sindrom, dispepsia dapat disebabkan oleh berbagai penyakit, baik yang bersifat organik, maupun yang fungsional. Berdasarkan konsensus terakhir (kriteria Roma) gejala heartburn atau pirosis, yang diduga karena penyakit refluks gastroesofageal, tidak dimasukkan dalam sindrom dispepsia (Djojoningrat, 2001).

20 8 Tabel 2.1. Penyebab Dispepsia Dalam lumen saluran cerna Pankreas - Tukak peptik - Pankreatritis - Gastritis - Keganasan - Keganasan Keadaan sistemik Gastroparesis - Diabetes melitus Obat-obatan - Penyakit tiroid - Anti inflamasi non steroid - Gagal ginjal - Teofilin - Kehamilan - Digitalis - Penyakit jantung - Antibiotik iskemik Hepato-bilier Gangguan fungsional - Hepatitis - Dispepsia fungsional - Kolesistitis - Sindrom kolon iritatif - Kolelitiasis - Keganasan - Disfungsi sphincter Odli Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2001 Berdasarkan hasil pemeriksaan esofagogastroduodenoskopi pada 591 kasus dispepsia di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, ditemukan adanya lesi pada esophagus, gastritis, gaster, duodeni, dan lain-lain. Sebagian besar ditemukan kasus dispepsia dengan hasil esofagogastroduodenoskopi yang normal (Djojoningrat, 2001). Tabel 2.2. Hasil Pemeriksaan Esofagogastroduodenoskopi pada 591 Kasus Dispepsia di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta Lesi Jumlah Kasus % Normal ,43 Esofagitis 35 5,91 Gastritis ,91 Ulkus gaster 13 2,20 Ulkus duodeni 21 3,55 Turnor esofagus 1 0,16 Turnor gaster 6 1,01 Lain-lain 52 8,83 Keterangan: Data Subbagian Gastroenterologi RSCM tahun 1994 Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2001

21 9 Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa lambung. Secara histopatologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel radang pada daerah tersebut. Berdasarkan pada manifestasi klinis, gastritis dapat dibagi menjadi akut dan kronik, tetapi keduanya tidak saling berhubungan (Djojoningrat, 2001). Gastritis akut dapat terjadi tanpa diketahui penyebabnya. Kira-kira 80-90% pasien yang dirawat di ruang intensif menderita gastritis akut erosif yang sering disebut gastritis akut stress. Penyebab lain adalah obat-obatan. Obat yang sering dihubungkan dengan gastritis erosive adalah aspirin dan sebagian besar obat anti inflamasi non steroid (NSAID) (Hirlan, 2001). Ulkus peptikum ialah suatu istilah untuk menunjuk kepada suatu kelompok penyakit ulserativa saluran makanan bagian atas yang melibatkan terutama bagian proksimal duodenum dan lambung, yang mempunyai patogenesis yang sama-sama melibatkan asam-pepsin (Gambar 2.3.). Bentuk utama ulkus peptikum adalah ulkus duodeni dan ulkus lambung. Ulkus peptikum terjadi bila efek-efek korosif asam dan pepsin lebih banyak daripada efek protektif pertahanan mukosa lambung atau mukosa duodenum (McGuigan, 1995). Dispepsia dengan temuan penyebab organik ataupun adanya kelainan sistemik yang jelas akan berdampak pada pengobatan yang defenitif perdasarkan parogenesis yang ada. Dalam kenyataan sehari-hari didapatkan keluhan dispepsia yang tidak ada kelainan sistemik yang mendasarinya, pemeriksaan radiologi dalam batas normal dan pada pemeriksaan endoskopi tidak dijumpai lesi mukosa. Hal inilah yang melahirkan istilah dispepsia non-ulkus atau dispepsia fungsional. Gambar 2.3. Mekanisme Pembentukan Ulkus Sumber: Color Atlas of Pathophysiology, 2000

22 Diagnosa dispepsia Berdasarkan kriteria diagnosa Roma III, sindroma dispepsia didiagnosa dengan gejala rasa penuh yang mengganggu, cepat kenyang, rasa tidak enak atau nyeri epigastrium, dan rasa terbakar pada epigastrium. Pada kriteria tersebut juga dinyatakan bahwa dispepsia ditandai dengan adanya satu atau lebih dari gejala dispepsia yang diperkirakan berasal dari daerah gastroduodenal (Chang, 2006). Kriteria dispepsia memiliki utilitas terbatas dan dibagi atas 2 kelompok berdasarkan bukti yang tersedia, yaitu kelompok yang berhubungan dengan makanan, dan kelompok yang berhubungan dengan nyeri. Pada klinis, pengelompokan ini tidak dipergunakan, dan kriteria dispepsia tetap diaplikasikan. Mual dan muntah juga memiliki kriteria sendiri dalam kelompok lain yang berbedadiluar dari dispepsia (Chang, 2006). Untuk menegakkan diagnosa, diperlukan data dan pemeriksaan penunjang untuk melihat adanya kelainan organik/struktural, ataupun mengesklusinya untuk menegakkan diagnosa dispepsia fungsional. Adanya keluhan tambahan yang mengancam seperti penurunan berat badan, anemia, kesulitan menelan, perdarahan, dan lain-lainnya, mengindikasikan agar dilakukan eksplorasi diagnostik secepatnya. Selain radiologi, pemeriksaan yang bisa dilakukan diantaranya adalah laboratorium, endoskopi, manometri esofago-gastroduodenum, dan waktu pengosongan lambung (Djojoningrat, 2001) Pola Makan Pola makan sehat Ada dua hal yang terkandung dalam pola makan yang sehat, yaitu makanan yang sehat dan pola makannya. Makanan yang sehat yaitu makanan yang di dalamnya terkandung zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh (Hardani, 2002). Zat-zat yang dibutuhkan untuk tubuh, khususnya untuk remaja telah dibahas pada tinjauan sebelumnya. Pada Pedoman Umum Gizi Seimbang dari direktorat gizi masyarakat RI, terdapat 13 pesan dasar, yaitu: 1. Makanlah aneka ragam makanan

23 11 2. Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi 3. Makanlah makanan sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan energi 4. Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kebutuhan energi 5. Gunakan gara beryodium 6. Makanlah makanan sumber zat besi 7. Berikan ASI saja kepada bayi sampai umur empat bulan 8. Biasakan makan pagi 9. Minumlah air bersih, aman yang cukup jumlahnya 10. Lakukan kegiatan fisik dan olah raga secara teratur 11. Hindari minum minuman beralkohol 12. Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan 13. Bacalah label pada makanan yang dikemas Sedangkan pada masyarakat Jepang, ada beberapa anjuran kesehatan oleh departemen kesehatan Jepang yang tidak jauh berbeda dengan yang telah dikemukakan diatas. Hal yang penting diantaranya adalah memakan makanan tiga kali sehari dengan porsi yang seimbang, makan jangan berlebihan, jangan lupa makan pagi, dan setelah makan jangan langsung tidur (Hardani, 2002) Pola makan remaja Pertumbuhan yang pesat, perubahan psikologis yang dramatis serta peningkatan aktivitas yang menjadi karakteristik masa remaja, menyebabkan peningkatan kebutuhan zat gizi, dan terpenuhi atau tidak terpenuhinya kebutuhan ini akan mempengaruhi status gizi (Sayogo, 2006). Pada remaja awal, konsep diri remaja ditandai dengan adanya peningkatan kesadaran diri secara eksponen dalam tanggapannya terhadap transformasi somatis pubertas. Kesadaran pada usia ini cenderung untuk berpusat pada karakteristik luar yang berbeda dengan introspeksi pada remaja akhir. Normal pada remaja awal untuk memperhatikan dengan teliti penampilannya dan

24 12 merasakan bahwa orang lain sedang memandangi mereka juga. Gangguan citra tingkat ringan pada usia ini bersifat universal. Gangguan citra tubuh yang serius seperti anoreksia nervosa, juga cenderung muncul pada usia ini (Nelson, 2000). Saat mencapai puncak kecepatan pertumbuhan, remaja biasanya makan lebih sering dan lebih banyak. Sesudah masa growth spurt biasanya mereka akan lebih memperthatikan penampilan dirinya, terutama remaja putri. Mereka sering kali terlalu ketat dalam pengaturan pola makan dalam menjaga penampilannya sehingga dapat mengakibatkan kekurangan zat gizi (Sayogo, 2006). Pengembangan sebuah gambaran tentang fisik pribadi yang menyangkut bentuk tubuh dewasa adalah suatu gabungan antara kerja intelektual dan emosional yang berkaitan dengan isu nutrisi. Remaja umumnya merasa tidak nyaman dengan perubahan yang pesat pada bentuk tubuh mereka. Pada waktu yang bersamaan, mereka sangat dipengaruhi oleh dunia luar, seperti kesempurnaan yang dimiliki teman sebaya ataupun idola mereka. Remaja bisa menginginkan suatu bagian tubuh lebih kecil ataupun lebih besar, ingin tumbuh lebih cepat ataupun lebih lambat. Perasaan-perasaan seperti ini dapat mengarahkan mereka kepada percobaan untuk mengubah bentuk tubuh dengan memanipulasi pola makan mereka (Robert, 2000) Hubungan keteraturan makan terhadap dispepsia Salah satu faktor yang berperan pada kejadian dispepsia diantaranya adalah pola makan dan sekresi cairan asam lambung (Djojoningrat, 2001). Selain jenis-jenis makanan yang dikonsumsi, ketidak teraturan makan seperti kebiasaan makan yang buruk, tergesa-gesa, dan jadwal yang tidak teratur dapat menyebabkan dispepsia (Eschleman, 1984). Berdasarkan penelitian tentang gejala gastrointestinal yang dilakukan oleh Reshetnikov kepada 1562 orang dewasa, jeda antara jadwal makan yang lama dan ketidakteraturan makan berkaitan dengan gejala dispepsia. Pada penelitian ini juga ditemukan perbedaan antara pola makan dan pengaruhnya terhadap gejala gastrointestinal pada pria dan wanita (Reshetnikov, 2007).

25 13 Mendukung hasil penelitian diatas, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ervianti pada 48 orang subyek tentang faktor yang berhubungan dengan kejadian sindroma dispepsia, didapatkan salah satu faktor yang berhubungan dengan kejadian sindroma dispepsia adalah keteraturan makan (Ervianti, 2008). Remaja putri sering kali terlalu ketat dalam pengaturan pola makan dalam menjaga penampilannya sehingga dapat mengakibatkan kekurangan zat gizi. Tindakan remaja ini mencakup manipulasi jadwal makan dan menyebabkan terjadi jeda waktu yang panjang antara jadwal makan (Sayogo, 2006). Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 449 siswa usia tahun, remaja perempuan lebih banyak menderita dispepsia dibandingkan dengan remaja lakilaki, yaitu 27% dan 16% (Reshetnikov, 2001). Selain itu, pola diet banyak dilaporkan secara konsisten pada remaja wanita yang mencoba untuk melakukan diet. Pada survey nasional di sebuah sekolah menengah atas, 44% remaja perempuan dan 15% remaja laki-laki mencoba untuk menurunkan berat badan. Sebagai tambahan, 26% remaja perempuan dan 15% remaja laki-laki dilaporkan mencoba menjaga agar berat badan mereka tidak bertambah (Robert, 2000). Penyebab timbulnya dispepsia diantaranya adalah faktor diet dan lingkungan, serta sekresi cairan asam lambung (Djojoningrat, 2001). Asam lambung adalah cairan yang dihasilkan lambung dan bersifat iritatif dengan fungsi utama untuk pencernaan dan membunuh kuman yang masuk bersama makanan (Redaksi, 2009). Selain faktor asam, efek proteolitik pepsin sesuai dengan sifat korosif asam lambung yang disekresikan merupakan komponen integral yang menyebabkan cedera jaringan. Kebanyakan agen yang merangsang sekresi asam lambung juga meningkatkan sekresi pepsinogen. Walaupun sekresi asam lambung dihambat, sekretin tetap merangsang sekresi pepsinogen (Harrison, 2000). Produksi asam lambung berlangsung terus-menerus sepanjang hari (Redaksi, 2009). Penghasilan asam lambung diantaranya dipengaruhi oleh pengaturan sefalik, yaitu pengaturan oleh otak. Adanya makanan dalam mulut secara refleks akan merangsang sekresi lambung. Pada manusia, melihat dan

26 14 memikirkan makanan dapat merangsang sekresi asam lambung (Ganong, 2003). Selain pengaruh sefalik, sekresi asam lambung interdigestif atau basal dapat dipertimbangkan untuk menjadi tahapan sekresi. Tahap ini tidak berhubungan dengan makan, mencapai puncaknya sekitar tengah malam dan titik terendahnya kira-kira pukul 7 pagi (Harrison, 2000). Peningkatan sekresi asam lambung yang melampaui akan mengiritasi mukosa lambung, dimana efek-efek korosif asam dan pepsin lebih banyak daripada efek protektif pertahanan mukosa (McGuigan, 1995). Karena itu, tindakan remaja melaparkan diri salah satunya dapat mencetuskan sekresi asam lambung, dimana bila dilakukan berulang-ulang akan dapat mengiritasi mukosa lambung sendiri. Hal-hal demikian dapat menyebabkan terjadinya rasa tidak nyaman yang berakhir pada sindroma dispepsia.

27 BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah: Variabel Independen Variabel Dependen 3.2. Definisi Operasional Subyek penelitian: Subyek penelitian adalah remaja perempuan yang aktif secara akademik di SMA plus Al-Azhar Medan. Ketidakteraturan makan: Hitungan pola konsumsi makanan per hari yang diukur berdasarkan frekuensi dan penilaian cara konsumsi dengan menggunakan angket. Penilaian terhadap variabel ketidakteraturan makan yaitu dengan melakukan skoring. Skor terendah adalah 7 dan skor tertinggi adalah 28. Apabila responden menjawab: (a) Skornya adalah 4 (b) Skornya adalah 3 (c) Skornya adalah 2 (d) Skornya adalah 1 Dari skor tersebut terbagi dalam tiga kategori - Skor : Baik - Skor : Sedang - Skor 7-14 : Buruk

28 16 Penilaian ketidakteraturan makan: - Teratur : kategori baik - Tidak teratur : kategori sedang dan buruk Sindroma dispepsia: sindroma dispepsia merupakan kumpulan yang terdiri dari nyeri ulu hati, mual, kembung, muntah, rasa penuh, atau cepat kenyang dan sendawa. Pengukuran dilakukan dengan metode angket sesuai keluhan spesifik yang terpapar pada kriteria diagnosa dispepsia fungsional berdasarkan Rome Criteria III. Penilaian sindroma dispepsia positif adalah: Terdapatnya jawaban (Ya) pada 1 atau lebih dari pertanyaan 1-4 ataupun 2 atau lebih dari seluruh pertanyaan Hipotesis Ada hubungan antara ketidakteraturan makan dengan sindroma dispepsia pada remaja perempuan di SMA Al-Azhar Medan.

29 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Rancangan Penelitian Penelitian merupakan penelitian analitik dengan desain cross-sectional Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di SMA Plus Al-Azhar Medan yang terletak di jalan Pintu Air IV, Kwala Bekala, Padang Bulan Medan. Pengumpulan data akan dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan Agustus tahun 2009, dilanjutkan dengan pengolahan dan analisis data sampai bulan November tahun Populasi dan Sampel Penelitian Populasi Populasi penelitian adalah semua remaja perempuan yang bersekolah di SMA plus Al-Azhar Medan Sampel Sampel penelitian adalah subyek yang diambil dari populasi yang memenuhi kriteria penelitian yang diambil dengan metode total sampling, dan secara tertulis telah menyatakan bersedia ikut serta dalam penelitian dan telah menandatangani lembar persetujuan. Kriteria inklusi : 1. Remaja perempuan yang masih bersekolah di SMA Plus Al-Azhar 2. Berusia antara tahun 3. Telah menandatangani lembar persetujuan.

30 18 Besar sampel ditentukan dengan metode total sampling, dimana terdapat jumlah populasi kurang dari 100 orang, sehingga seluruh populasi dijadikan sampel (Notoatmodjo, 2005) Teknik Pengumpulan Data Data ketidakteraturan makan: diperoleh dengan menggunakan kuesioner berupa angket yang dibagikan kepada sampel penelitian, seperti yang tertera pada lampiran. Data sindroma dispepsia: diperoleh dengan menggunakan kuesioner berupa angket yang dibagikan kepada sampel penelitian, sepertinya yang tertera pada lampiran. Telah dilakukan uji validitas dan reabilitas terhadap instrumentasi penelitian sebagai berikut: Tabel 4.1. Tabulasi Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Variabel Ketidakteraturan Makan Nomor pertanyaan Total Pearson Correlation Status Alpha Status 1 0,574 Valid 0,685 Reliabel 2 0,739 Valid Reliabel 3 0,525 Valid Reliabel 4 0,707 Valid Reliabel 5 0,393 Valid Reliabel 6 0,559 Valid Reliabel 7 0,421 Valid Reliabel 4.5. Metode Analisis Data Pengolahan dan analisis data pada penelitian ini akan SPSS sebagai database dan program analisis data. Setelah dilakukan validasi dan pengelompokan data penelitian yang diperoleh, hasil pengamatan akan disusun dalam tabel 2 x 2. Kemudian

31 19 berdasarkan data akan dicari rasio prevalens untuk mengetahui pengaruh faktor resiko terhadap efek, dan dilakukan uji hipotesis. FAKTOR RISIKO EFEK YA TIDAK JUMLAH YA A B A + B TIDAK C D C + D Tabel 2 x 2 menunjukkan hasil pengamatan pada studi cross sectional. Rumus rasio prevalens: RP = A / (A + B) : C / (C + D) Interpretasi hasil: 1. Bila rasio prevalens = 1 berarti variabel yang diduga merupakan faktor risiko tersebut tidak ada pengaruhnya untuk terjadinya efek, dengan kata lain bersifat netral. 2. Bila rasio prevalens > 1 berarti variabel tersebut merupakan faktor risiko timbulnya penyakit tertentu. Penentuan uji hipotesis berdasarkan rancangan penelitian: Langkah Menentukan variabel yang dihubungkan Jawaban Variabel yang dihubungkan adalah ketidak teraturan makan (kategorik) dengan sindroma dispepsia (kategorik) Komparatif Kategorik Menentukan jenis hipotesis Menentukan masalah skala variabel Menentukan pasangan/tidak Tidak berpasangan berpasangan Menentukan jenis table B x K 2 x 2 Kesimpulan: Jenis tabel pada soal ini adalah 2 x 2. Uji yang digunakan adalah uji Chi-Square bila memenuhi syarat. Bila tidak memenuhi syarat uji Chi-Square digunakan uji alternatifnya yaitu uji Fisher.

32 BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian Deskripsi Lokasi Penelitian Perguruan Al-Azhar didirikan tanggal 16 Juli 1993 yang ditandai dengan pembukaan Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sekolah Menengah Atas (SMA) Plus Al-Azhar Medan berstatus swasta yang didirikan pada tahun 1984 terletak di jalan Pintu Air No.214 Medan. Nomor Data Sekolah (NDS) : GI Nomor Statistik Sekolah (NSS) : Jarak ke Pusat Kecamatan : ± 3 Km Jarak ke Pusat Kota : ± 7 Km Nama Kepala Sekolah : Drs. Sariman Al-Faruq SMA Plus Al-Azhar Medan memiliki berbagai fasilitas yang terdiri dari: - 9 buah ruangan belajar (XA, XB, XIA, XIB, XIIA, XIIB, XAksel, XIIAkselA, XIIAkselB) - 5 buah laboratorium (Fisika, Biologi, Kimia, Komputer, Bahasa) - Perpusta kaan - Aula dan Sanggar Kesenian - Masjid - Ruang Audio Visual - 6 buah lapangan (Sepak Bola, Basket, Badminton, Voli, Takraw, Upacara) - Area Parkir - Kantin - Asrama Siswa

33

34 Deskripsi Karakteristik Responden Kelas Responden penelitian ini adalah seluruh siswa kelas I, II, III, dan akselerasi III yang seluruhnya berjenis kelamin perempuan. Tabel 5.1. Distribusi Responden Berdasarkan Kelas di SMA Plus Al-Azhar Medan Kelas Jumlah (orang) Persentase (%) X XI XII XIIAksel Total Dari tabel 5.1 diatas terlihat bahwa jumlah responden tertinggi berasal dari kelas XII dengan jumlah 26 orang (35,6%), dan yang paling sedikit adalah kelas XIIAksel dengan jumlah 11 orang (15,1%) Umur Responden penelitian berumur antara 14 sampai 17 tahun dengan presentase umur tertinggi adalah 16 tahun sebanyak 34,2%, dengan perincian sebagai berikut: Tabel 5.2. Distribusi Sampel Responden Berdasarkan Usia di SMA Plus Al-Azhar Medan Umur (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%) Total Gambaran Pola Makan Berdasarkan hasil pengumpulan data dari 73 responden yang dikumpulkan dengan kuesioner penilaian keteraturan makan, maka diperoleh gambaran keteraturan makan sebagai berikut:

35 23 Tabel 5.3. Distribusi Ketidakteraturan Makan Responden di SMA Plus Al-Azhar Medan Tidak teratur Teratur Total Jumlah (orang) Persentase (%) Berdasarkan tabel 5.3 dapat dilihat bahwa distribusi remaja perempuan di SMA Plus Al-Azhar Medan yang pola makannya tidak teratur lebih tinggi daripada yang teratur, dengan jumlah 39 orang (53,4%). Tabel 5.4. Distribusi Pola Makan Responden Secara Keseluruhan di SMA Plus Al-Azhar Medan Baik Sedang Buruk Total Jumlah (orang) Persentase (%) Berdasarkan tabel 5.4 terlihat bahwa remaja perempuan yang memiliki pola makan baik (46,6%), lebih rendah daripada remaja perempuan dengan pola makan rendah dan buruk. Remaja perempuan dengan pola makan yang buruk tidak ada sama sekali (0%). Ketidakteraturan makan dan penilaian pola makan secara kategorik dinilai berdasarkan frekuensi makan, pola makan, jeda waktu makan, dan tindakan diet Frekuensi Makan Penilaian frekuensi makan didapatkan dengan kuesioner dengan pertanyaan tentang frekuensi makan responden sehari-harinya. Dari kuesioner tersebut didapatkan data sebagai berikut:

36 24 Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Makan Responden di SMA Plus Al-Azhar Medan Frekuensi Makan (kali/hari) Kalau lapar Total Jumlah (orang) Persentase (%) Dari tabel 5.5 terlihat bahwa persentase frekuensi makan responden paling tinggi adalah 3 kali perhari dengan jumlah 48 orang (65,8%). Persentase frekuensi makan responden paling rendah adalah 2 kali perhari dengan jumlah 6 orang (8,2%). Tidak ada responden yang makan 1 kali perhari (0%) Pola Makan Pola makan responden sehari-hari dinilai dari bagaimana responden makan pagi, makan siang, makan malam, dan mengkonsumsi makanan tambahan sehariharinya Makan Pagi Dari penilaian ini dapat diketahui pola makan pagi masing-masing responden setiap harinya. Tabel 5.6. Distribusi Pola Makan Pagi Responden di SMA Plus Al-Azhar Medan Pola Makan Pagi Jumlah (orang) Persentase (%) Rutin setiap hari Kalau ke sekolah Kalau lapar Tidak pernah sama sekali Total Dari tabel 5.6 dapat dilihat bahwa pola makan pagi rutin setiap hari adalah pola makan pagi yang paling tinggi dengan jumlah orang 41 (56,2%), sementara yang paling rendah berjumlah 10 orang (13,7%) dimana responden

37 25 hanya makan pagi bila pergi ke sekolah. Tidak ada responden yang rutin tidak pernah makan pagi setiap harinya (0%) Makan Siang Dari penilaian ini dapat diketahui pola makan siang masing-masing responden setiap harinya. Tabel 5.7. Distribusi Pola Makan Siang Responden di SMA Plus Al-Azhar Medan Pola Makan Pagi Jumlah (orang) Persentase (%) Rutin setiap hari Kalau ke sekolah Kalau lapar Tidak pernah sama sekali Total Dari tabel 5.7 dapat dilihat bahwa pola makan siang rutin setiap hari adalah pola makan siang yang paling tinggi dengan jumlah orang 40 (54,8%), sementara yang paling rendah berjumlah 6 orang (8,2%) dimana responden hanya makan siang bila pergi ke sekolah. Tidak ada responden yang rutin tidak pernah makan siang setiap harinya (0%) Makan Malam Dari penilaian ini dapat diketahui pola makan malam masing-masing responden setiap harinya. Tabel 5.8. Distribusi Pola Makan Malam Responden di SMA Plus Al-Azhar Medan Pola Makan Pagi Jumlah (orang) Persentase (%) Rutin setiap hari Kalau ke sekolah Kalau lapar Tidak pernah sama sekali Total

38 26 Dari tabel 5.8 dapat dilihat bahwa pola makan malam tertinggi adalah pola makan dimana responden hanya makan malam bila ia lapar, dengan jumlah orang 44 (60,3%), sementara yang paling rendah berjumlah 2 orang (2,7%) dimana responden tidak pernah makan malam sama sekali. Tidak ada responden yang makan malamnya dipengaruhi apakah ia ke sekolah atau tidak (0%) Makanan Tambahan Dari penelitian ini dapat diketahui bagaimana pola konsumsi makanan tambahan seperti susu atau camilan lain pada responden sehari-harinya. Tabel 5.9. Distribusi Pola Konsumsi Makanan Tambahan Responden di SMA Plus Al-Azhar Medan Konsumsi makanan Tambahan Rutin setiap hari Kadang-kadang Hanya bila ada kegiatan Tidak pernah Total Jumlah (orang) Persentase (%) Dari tabel 5.9 dapat dilihat bahwa pola konsumsi makanan tambahan tertinggi adalah 76,7%, dimana responden hanya kadang-kadang mengkonsumsi makan tambahan tersebut. Hasil terendah adalah 1,4% dengan jumlah 1 orang responden, dimana responden tersebut tidak pernah mengkonsumsi makanan tambahan sama sekali Jeda Waktu Makan Dari penelitian ini dapat diketahui berapa lama jeda waktu makan antara jadwal makan satu dengan lainnya yang biasa dilakukan responden sehari-hari. Didapatkan persentase jeda waktu makan yang paling tinggi adalah 6-7 jam (64.4%). Hasil terendah adalah >10 jam dengan 2 orang responden (2.7%) seperti yang tertera pada tabel berikut:

39 27 Tabel Distribusi Jeda Waktu Makan Responden di SMA Plus Al-Azhar Medan Jeda waktu makan (jam) >10 Total Jumlah (orang) Persentase (%) Tindakan Diet Data menunjukkan bahwa 22 responden (30,1%) dengan sengaja kadang-kadang menghindari makan untuk berdiet. Angka tertinggi perilaku diet yang ditunjukkan adalah 65,8%, dimana 48 orang responden tidak ada kesengajaan untuk melakukan tindakan diet seperti yang ditunjukkan tabel berikut: Tabel Distribusi Tindakan Diet Responden di SMA Plus Al-Azhar Medan Tindakan Diet Jumlah (orang) Persentase (%) Tidak diet Diet program kesehatan Menghindari makan Diet ketat Total Kejadian Sindroma Dispepsia Angka Kejadian Sindroma Dispepsia Dari hasil penentuan diagnosa awal dispepsia dengan menggunakan Rome Criteria III, didapatkan angka kejadian dispepsia sebagai berikut: Tabel Distribusi Kejadian Sindroma Dispepsia Responden di SMA Plus Al- Azhar Medan tahun 2009 Dispepsia Tidak dispepsia Total Jumlah (orang) Persentase (%)

40 28 Dari tabel 5.12 terlihat bahwa dari keseluruhan responden di SMA Plus Al-Azhar Medan, lebih banyak yang memiliki keluhan dan memenuhi kriteria dispepsia daripada yang tidak dispepsia. Responden dengan keluhan dispepsia berjumlah 47 orang (64,4%), dan yang tidak dispepsia 26 orang (35,6%). Tabel Distribusi Jumlah Keluhan Sindroma Dispepsia Pada Keseluruhan Responden di SMA Plus Al-Azhar Medan Jumlah keluhan Jumlah (orang) Persentase (%) Total Gambaran Keluhan Sindroma Dispepsia Tabel Distribusi Responden Berdasarkan Keluhan Dispepsia di SMA Plus Al-Azhar Medan Keluhan Jumlah (orang) Persentase (%) Nyeri epigastrium Rasa terbakar di dada Kembung Porsi makan menurun Mual Muntah Sendawa Dari tabel 5.14 dapat dilihat bahwa keluhan yang paling banyak diderita oleh responden adalah nyeri epigastrium, yaitu 38 orang (52,1%). Keluhan yang paling sedikit adalah keluhan muntah, yaitu 5 orang (6,8%).

41 Hubungan Ketidakteraturan Makan dengan Sindroma Dispepsia Tabel Tabulasi Silang Responden Berdasarkan Kejadian Dispepsia dan Keteraturan Total Ketidakteraturan Makan Tidak teratur teratur Dispepsia Positif Negatif Total Count Expected count Count Expected Count Count Expected count Tabel 5.15 menggambarkan deskripsi masing-masing sel untuk nilai observed dan expected. Nilai observed untuk sel a, b, c, d, masing-masing 30, 9, 17, 17 sedangkan nilai expectednya masing-masing 25.1, 13.9, 21.9, dan Setelah dimasukkan kedalam rumus perhitungan rasio prevalens, didapatkan hasil sebesar Nilai perhitungan lebih besar dari satu, yang interpretasinya menyatakan bahwa variabel tersebut merupakan faktor risiko timbulnya penyakit tertentu. Artinya, ketidakteraturan makan merupakan faktor risiko timbulnya kejadian sindroma dispepsia. Uji hipotesa penelitian ini menggunakan metode Chi-Square. Tabel 2 x 2 ini layak diuji dengan Chi-Square karena tidak ada nilai expected yang kurang dari lima. Pada hasil uji Chi-Square, nilai yang dipakai adalah nilai pada Pearson Chi-Square. Nilai significancy-nya adalah 0,017. Confidence interval yang digunakan adalah 95%. Karena faktor peluang kurang dari 5%, maka hasil tersebut bermakna. Artinya Ho ditolak, terdapat hubungan antara ketidakteraturan makan dengan sindroma dispepsia.

42 Pembahasan Ketidakteraturan Makan Dari penelitian yang telah disajikan pada lembar sebelumnya tentang gambaran pola makan di SMA Plus Al-Azhar Medan, ternyata diperoleh bahwa sebagian responden memiliki pola makan yang tidak teratur yaitu 53,4%. Responden yang memiliki pola makan teratur hanya 46,6% (tabel 5.3). Ketidakteraturan makan diantaranya dinilai berdasarkan frekuensi makan sehari-hari, dimana responden sebagian besar menjawab mereka makan dengan rutin sebanyak 3 kali sehari (tabel 5.5). Namun untuk keteraturan makan pagi, siang, dan malam, kebanyakan responden mengatakan bahwa mereka hanya makan apabila lapar, khususnya makan malam (60,3%). Selain itu, jeda waktu makan responden bervariasi (tabel 5.10), umumnya 6-7 jam (64,4%), bahkan ada yang diatas 10 jam (2,7%). Hal ini menunjukkan bahwa meskipun dari segi frekuensi makan responden sebagian besar menjawab rutin 3 kali sehari, namun dari segi keteraturan, responden tetap tidak menunjukkan pola yang sesuai. Penyebab dari ketidakteraturan makan umumnya multifaktorial. Salah satu penyebab yang paling sering adalah perubahan pola makan pada remaja putri. Remaja putri sering kali terlalu ketat dalam pengaturan pola makan dalam menjaga penampilannya sehingga dapat mengakibatkan kekurangan zat gizi (Sayogo, 2006). Berdasarkan data penelitian (tabel 5.11), didapatkan hasil bahwa 30,1% responden menghindari makan untuk berdiet, dan hanya sekitar 4,1% yang melakukan diet dengan panduan kesehatan. Hal ini juga dapat dilihat pada penelitian lain yaitu pada survey nasional di sebuah sekolah menengah atas, dengan presentase sebesar 44% remaja perempuan mencoba untuk menurunkan berat badan, dan sebagai tambahan 26% remaja perempuan dilaporkan mencoba menjaga agar berat badan mereka tidak bertambah (Robert, 2000) Kejadian Sindroma Dispepsia Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada suatu komunitas selama 6 bulan, tingkat keluhan dispepsia mencapai 38% (Jones dkk, 1989), dimana pada

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dispepsia merupakan kumpulan gejala berupa keluhan nyeri, perasaan tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan seperti rasa penuh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya gangguan pencernaan. Salah satunya dispepsia. Dispepsia adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya gangguan pencernaan. Salah satunya dispepsia. Dispepsia adalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan gaya hidup dan pola makan menjadi salah satu penyebab terjadinya gangguan pencernaan. Salah satunya dispepsia. Dispepsia adalah istilah yang dipakai untuk

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. menjadi salah satu penyebab sindrom dispepsia (Anggita, 2012).

BAB V PEMBAHASAN. menjadi salah satu penyebab sindrom dispepsia (Anggita, 2012). BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden 1. Jenis Kelamin Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar responden (51 orang) adalah perempuan. Perempuan lebih mudah merasakan adanya serangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dispepsia menurut kriteria Rome III didefinisikan sebagai sekumpulan gejala yang berlokasi di epigastrium, terdiri dari nyeri ulu hati atau ketidaknyamanan, bisa disertai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gastroesophageal reflux disease dan irritable bowel syndrome yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gastroesophageal reflux disease dan irritable bowel syndrome yang digilib.uns.ac.id BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Definisi Dispepsia Dispepsia umumnya terjadi akibat adanya masalah pada bagian lambung dan duodenum. Penyakit yang memiliki sindroma dispepsia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perilaku hidup sehatnya, khususnya pada pola makannya sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. perilaku hidup sehatnya, khususnya pada pola makannya sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat Indonesia dan khususnya sebagai generasi penerus bangsa tidak luput dari aktifitas yang tinggi. Oleh sebab itu, mahasiswa diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami dispepsia (Djojoningrat, 2009). 21% penderita terkena dispepsia dimana hanya 2% dari penderita yang

BAB I PENDAHULUAN. mengalami dispepsia (Djojoningrat, 2009). 21% penderita terkena dispepsia dimana hanya 2% dari penderita yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dispepsia adalah kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa perut penuh,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi analitik dengan desain studi cross-sectional.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi analitik dengan desain studi cross-sectional. 37 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan studi analitik dengan desain studi cross-sectional. Menurut Notoadmojo (2010) dalam penelitian cross sectional variabel sebab

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ansietas 2.1.1. Definisi Kecemasan atau ansietas adalah suatu sinyal yang menyadarkan, ia memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kasus-kasus penyakit tidak menular yang banyak disebabkan oleh gaya

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kasus-kasus penyakit tidak menular yang banyak disebabkan oleh gaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah, penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan yang belum terselesaikan, dan terjadi peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyakit yang sangat mengganggu aktivitas sehari hari, yang bisa

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyakit yang sangat mengganggu aktivitas sehari hari, yang bisa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis merupakan radang pada jaringan dinding lambung yang disebabkan oleh faktor iritasi, infeksi dan ketidakteraturan dalam pola makan misalnya makan terlalu banyak

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT ANSIETAS DENGAN KEJADIAN DISPEPSIA FUNGSIONAL MENJELANG UJIAN PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN USU STAMBUK 2015.

HUBUNGAN TINGKAT ANSIETAS DENGAN KEJADIAN DISPEPSIA FUNGSIONAL MENJELANG UJIAN PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN USU STAMBUK 2015. HUBUNGAN TINGKAT ANSIETAS DENGAN KEJADIAN DISPEPSIA FUNGSIONAL MENJELANG UJIAN PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN USU STAMBUK 2015 Oleh: FARIZKY 120100233 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendawa, rasa panas di dada (heartburn), kadang disertai gejala regurgitasi

BAB I PENDAHULUAN. sendawa, rasa panas di dada (heartburn), kadang disertai gejala regurgitasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dispepsia adalah kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari nyeri ulu hati, mual, kembung, muntah, rasa penuh (begah) atau cepat kenyang, sendawa, rasa

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN SINDROMA DISPEPSIA REMAJA PUTRI DI SMP NEGERI I KARYA PENGGAWA KABUPATEN PESISIR BARAT TAHUN 2013

HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN SINDROMA DISPEPSIA REMAJA PUTRI DI SMP NEGERI I KARYA PENGGAWA KABUPATEN PESISIR BARAT TAHUN 2013 JURNAL KESEHATAN HOLISTIK Vol 8, No 2, April 2014 : 94-98 HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN SINDROMA DISPEPSIA REMAJA PUTRI DI SMP NEGERI I KARYA PENGGAWA KABUPATEN PESISIR BARAT TAHUN 2013 Rohani 1, M. Ricko

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perubahan beberapa faktor atau pun kondisi setempat antara lain faktor

BAB 1 PENDAHULUAN. perubahan beberapa faktor atau pun kondisi setempat antara lain faktor BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pola makan disuatu daerah dapat berubah-ubah sesuai dengan perubahan beberapa faktor atau pun kondisi setempat antara lain faktor budaya, agama/kepercayaan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dispepsia 2.1.1 Definisi Dispepsia Menurut Grace & Borley (2006), dispepsia merupakan perasaan tidak nyaman atau nyeri pada abdomen bagian atas atau dada bagian bawah. Salah

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. disatu pihak masih banyaknya penyakit menular yang harus ditangani, dilain pihak

BAB 1 : PENDAHULUAN. disatu pihak masih banyaknya penyakit menular yang harus ditangani, dilain pihak BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang sedang kita hadapi saat ini dalam pembangunan kesehatan adalah beban ganda penyakit, yaitu disatu pihak

Lebih terperinci

: FELICIA GAYLE ASIDAZ

: FELICIA GAYLE ASIDAZ KARYA TULIS ILMIAH KEJADIAN DISPEPSIA PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 YANG BERKUNJUNG KE POLIKLINIK ENDOKRIN RSUD. DR. PIRNGADI MEDAN PADA BULAN SEPTEMBER HINGGA NOVEMBER 2014 Oleh : FELICIA GAYLE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pola konsumsi makanan, sehingga banyak timbul masalah kesehatan, salah

BAB I PENDAHULUAN. dan pola konsumsi makanan, sehingga banyak timbul masalah kesehatan, salah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Timbulnya suatu penyakit berpengaruh terhadap perubahan gaya hidup dan pola konsumsi makanan, sehingga banyak timbul masalah kesehatan, salah satunya gangguan pada

Lebih terperinci

HUBUNGAN STRES DENGAN KEJADIAN AKNE VULGARIS DI KALANGAN MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ANGKATAN

HUBUNGAN STRES DENGAN KEJADIAN AKNE VULGARIS DI KALANGAN MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ANGKATAN HUBUNGAN STRES DENGAN KEJADIAN AKNE VULGARIS DI KALANGAN MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ANGKATAN 2007-2009 Oleh: NITYA PERUMAL NIM: 070100473 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keadaan klinik yang sering dijumpai dalam praktek praktis sehari-hari.

BAB 1 PENDAHULUAN. keadaan klinik yang sering dijumpai dalam praktek praktis sehari-hari. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sindroma dispepsia merupakan keluhan/kumpulan gejala yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa perut

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ulkus Peptikum 2.1.1 Definisi Ulkus peptikum merupakan luka terbuka dengan pinggir edema disertai indurasi dengan dasar tukak tertutup debris (Tarigan, 2009). Ulkus peptikum

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada setiap individu (Schmidt-Martin dan Quigley, 2011; Mahadeva et al., 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN. pada setiap individu (Schmidt-Martin dan Quigley, 2011; Mahadeva et al., 2012). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dispepsia adalah kumpulan gejala penyakit saluran cerna bagian atas yang mengenai lebih dari 29% individu dalam suatu komunitas dan gejalanya bervariasi pada setiap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. kumpulan gejala yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah,

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. kumpulan gejala yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. DEFINISI DISPEPSIA Istilah dispepsia berkaitan dengan makanan dan menggambarkan keluhan atau kumpulan gejala yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SARAPAN PAGI DENGAN SINDROM DISPEPSIA PADA REMAJA DI SMP N 16 SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN ANTARA SARAPAN PAGI DENGAN SINDROM DISPEPSIA PADA REMAJA DI SMP N 16 SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN ANTARA SARAPAN PAGI DENGAN SINDROM DISPEPSIA PADA REMAJA DI SMP N 16 SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan RATRI PENNY AWIANTI

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan UKDW. dys- (buruk) dan peptin (pencernaan) (Abdullah,2012). Dispepsia merupakan istilah

BAB I. Pendahuluan UKDW. dys- (buruk) dan peptin (pencernaan) (Abdullah,2012). Dispepsia merupakan istilah BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Dispepsia merupakan salah satu gangguan yang diderita oleh hampir seperempat populasi umum di negara industri dan merupakan salah satu alasan orang melakukan konsultasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. gangguan mual-mual, perut keras bahkan sampai muntah (Simadibrata dkk,

BAB 1 PENDAHULUAN. gangguan mual-mual, perut keras bahkan sampai muntah (Simadibrata dkk, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dispepsia adalah adanya perasaan nyeri dan tidak nyaman yang terjadi di bagian perut atas ditandai dengan rasa penuh, kembung, nyeri, beberapa gangguan mual-mual, perut

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG BAHAYA MEROKOK TERHADAP KEBIASAAN MEROKOK DIKALANGAN MAHASISWA LAKI-LAKI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG BAHAYA MEROKOK TERHADAP KEBIASAAN MEROKOK DIKALANGAN MAHASISWA LAKI-LAKI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG BAHAYA MEROKOK TERHADAP KEBIASAAN MEROKOK DIKALANGAN MAHASISWA LAKI-LAKI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Oleh: MURSHIDAH 070100212 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini penyakit lambung/maag sudah banyak timbul di masyarakat dengan keluhan perut yang sakit, perih, atau kembung. Namun penyakit maag tidak seperti yang diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dispepsia merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang

BAB I PENDAHULUAN. Dispepsia merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Penelitian Dispepsia merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang berpusat pada perut bagian atas. Menurut kriteria Roma III, dispepsia didefinisikan sebagai kumpulan

Lebih terperinci

PENGARUH CARA DAN KEBIASAAN MEMBERSIHKAN WAJAH TERHADAP PERTUMBUHAN JERAWAT DI KALANGAN SISWA SISWI SMA HARAPAN 1 MEDAN.

PENGARUH CARA DAN KEBIASAAN MEMBERSIHKAN WAJAH TERHADAP PERTUMBUHAN JERAWAT DI KALANGAN SISWA SISWI SMA HARAPAN 1 MEDAN. PENGARUH CARA DAN KEBIASAAN MEMBERSIHKAN WAJAH TERHADAP PERTUMBUHAN JERAWAT DI KALANGAN SISWA SISWI SMA HARAPAN 1 MEDAN. Oleh : NIK AZZADEEN AZIZ BIN FAHEEM 070100232 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU DENGAN ASUPAN ENERGI SISWA SEKOLAH SEPAK BOLA (SSB) SEJATI PRATAMA MEDAN TAHUN Oleh : PUTRI FORTUNA MARBUN

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU DENGAN ASUPAN ENERGI SISWA SEKOLAH SEPAK BOLA (SSB) SEJATI PRATAMA MEDAN TAHUN Oleh : PUTRI FORTUNA MARBUN HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU DENGAN ASUPAN ENERGI SISWA SEKOLAH SEPAK BOLA (SSB) SEJATI PRATAMA MEDAN TAHUN 2014 Oleh : PUTRI FORTUNA MARBUN 110100276 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014

Lebih terperinci

ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN GASTRITIS TERHADAP PENGGUNAAN TERAPI KOMBINASI RANITIDIN DAN ANTASIDA DI PUSKESMAS S. PARMAN BANJARMASIN

ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN GASTRITIS TERHADAP PENGGUNAAN TERAPI KOMBINASI RANITIDIN DAN ANTASIDA DI PUSKESMAS S. PARMAN BANJARMASIN ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN GASTRITIS TERHADAP PENGGUNAAN TERAPI KOMBINASI RANITIDIN DAN ANTASIDA DI PUSKESMAS S. PARMAN BANJARMASIN Deisy Octaviani 1 ;Ratih Pratiwi Sari 2 ;Soraya 3 Gastritis merupakan

Lebih terperinci

Hubungan Timbulnya Varises pada Tungkai Bawah dengan Jumlah Paritas Ibu Hamil di RSUP H. Adam Malik Medan. Oleh: MARINTAN ASTRINA SITIO

Hubungan Timbulnya Varises pada Tungkai Bawah dengan Jumlah Paritas Ibu Hamil di RSUP H. Adam Malik Medan. Oleh: MARINTAN ASTRINA SITIO Hubungan Timbulnya Varises pada Tungkai Bawah dengan Jumlah Paritas Ibu Hamil di RSUP H. Adam Malik Medan Oleh: MARINTAN ASTRINA SITIO 070100165 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan dicerna untuk diserap sebagai zat gizi, oleh sebab itu kesehatan. penyakit dalam dan kehidupan sehari-hari (Hirlan, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. makanan dicerna untuk diserap sebagai zat gizi, oleh sebab itu kesehatan. penyakit dalam dan kehidupan sehari-hari (Hirlan, 2009). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saluran pencernaan merupakan gerbang utama masuknya zat gizi sebagai sumber pemenuhan kebutuhan tubuh baik untuk melakukan metabolisme hingga aktivitas sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 2 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan survei analitik yaitu untuk mencari hubungan antara dua variabel yaitu menopause dengan Sindroma Mulut Terbakar (SMT).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah, di satu pihak penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang belum

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA KONSUMSI MAKANAN DENGAN STATUS GIZI SISWA SMA SANTO THOMAS 1 MEDAN. Oleh : SERGIO PRATAMA

HUBUNGAN POLA KONSUMSI MAKANAN DENGAN STATUS GIZI SISWA SMA SANTO THOMAS 1 MEDAN. Oleh : SERGIO PRATAMA HUBUNGAN POLA KONSUMSI MAKANAN DENGAN STATUS GIZI SISWA SMA SANTO THOMAS 1 MEDAN Oleh : SERGIO PRATAMA 120100202 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015 HUBUNGAN POLA KONSUMSI MAKANAN

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 NAMA NIM : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 PROGRAM S1 KEPERAWATAN FIKKES UNIVERSITAS MUHAMMADIAH SEMARANG 2014-2015 1 LAPORAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pembangunan

Lebih terperinci

PREVALENSI NEFROPATI PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE II YANG DIRAWAT INAP DAN RAWAT JALAN DI SUB BAGIAN ENDOKRINOLOGI PENYAKIT DALAM, RSUP H

PREVALENSI NEFROPATI PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE II YANG DIRAWAT INAP DAN RAWAT JALAN DI SUB BAGIAN ENDOKRINOLOGI PENYAKIT DALAM, RSUP H PREVALENSI NEFROPATI PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE II YANG DIRAWAT INAP DAN RAWAT JALAN DI SUB BAGIAN ENDOKRINOLOGI PENYAKIT DALAM, RSUP H. ADAM MALIK, MEDAN PADA TAHUN 2009 Oleh: LIEW KOK LEONG

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. melakukan intervensi terhadap subjek penelitian (Notoatmodjo, 2010). Pada

BAB III METODE PENELITIAN. melakukan intervensi terhadap subjek penelitian (Notoatmodjo, 2010). Pada BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional. Penelitian observasional adalah penelitian yang dilakukan tanpa melakukan

Lebih terperinci

HIPONATREMIA. Banyak kemungkinan kondisi dan faktor gaya hidup dapat menyebabkan hiponatremia, termasuk:

HIPONATREMIA. Banyak kemungkinan kondisi dan faktor gaya hidup dapat menyebabkan hiponatremia, termasuk: HIPONATREMIA 1. PENGERTIAN Hiponatremia adalah suatu kondisi yang terjadi ketika kadar natrium dalam darah adalah rendah abnormal. Natrium merupakan elektrolit yang membantu mengatur jumlah air di dalam

Lebih terperinci

Lembar Persetujuan Menjadi Responden. Gambaran Pengetahuan Dan Perilaku Pencegahan Gastritis Pada

Lembar Persetujuan Menjadi Responden. Gambaran Pengetahuan Dan Perilaku Pencegahan Gastritis Pada Lampiran 1 Lembar Persetujuan Menjadi Responden Gambaran Pengetahuan Dan Perilaku Pencegahan Gastritis Pada Mahasiswa S1 Fakultas Keperawatan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pekerjaan serta problem keuangan dapat mengakibatkan kecemasan pada diri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pekerjaan serta problem keuangan dapat mengakibatkan kecemasan pada diri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap perubahan dalam kehidupan manusia dapat menimbulkan stress. Stress yang dialami seseorang dapat menimbulkan kecemasan yang erat kaitannya dengan pola hidup. Akibat

Lebih terperinci

HUBUNGAN USIA MENARCHE, LAMA MENSTRUASI, DAN RIWAYAT KELUARGA DENGAN KEJADIAN DISMENORE PADA SISWI SMK NEGERI 8 MEDAN TAHUN 2015.

HUBUNGAN USIA MENARCHE, LAMA MENSTRUASI, DAN RIWAYAT KELUARGA DENGAN KEJADIAN DISMENORE PADA SISWI SMK NEGERI 8 MEDAN TAHUN 2015. HUBUNGAN USIA MENARCHE, LAMA MENSTRUASI, DAN RIWAYAT KELUARGA DENGAN KEJADIAN DISMENORE PADA SISWI SMK NEGERI 8 MEDAN TAHUN 2015 Oleh: FADHILAH ULIMA NASUTION 120100385 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

(Nurul Khotimah) ( )

(Nurul Khotimah) ( ) Lampiran 1 INFORMED CONSENT Assalamu alaikum Wr.Wb Selamat siang saudara/i sekalian Peneliti : NURUL KHOTIMAH NIM : 081101040 Fak/Jur : Keperawatan/S1 Keperawatan Saya selaku mahasiswa dan peneliti dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sering terjadi akibat ketidakteraturan makan, misalnya makan terlalu banyak,

BAB 1 PENDAHULUAN. sering terjadi akibat ketidakteraturan makan, misalnya makan terlalu banyak, BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Gastritis merupakan suatu peradangan mukosa lambung yang paling sering terjadi akibat ketidakteraturan makan, misalnya makan terlalu banyak, cepat dan makan makanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. praktek sehari-hari. Diperkirakan bahwa hampir 30% kasus pada praktek umum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. praktek sehari-hari. Diperkirakan bahwa hampir 30% kasus pada praktek umum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Perumusan Masalah Keluhan dispepsia merupakan keadaan klinik yang sering dijumpai dalam praktek sehari-hari. Diperkirakan bahwa hampir 30% kasus pada

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA BERKACAMATA TENTANG KELAINAN REFRAKSI DI SMA NEGERI 3 MEDAN TAHUN Oleh : RAHILA

GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA BERKACAMATA TENTANG KELAINAN REFRAKSI DI SMA NEGERI 3 MEDAN TAHUN Oleh : RAHILA GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA BERKACAMATA TENTANG KELAINAN REFRAKSI DI SMA NEGERI 3 MEDAN TAHUN 2010 Oleh : RAHILA 070100129 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 GAMBARAN PENGETAHUAN

Lebih terperinci

PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PENYAKIT GASTRITIS DI RSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI

PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PENYAKIT GASTRITIS DI RSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PENYAKIT GASTRITIS DI RSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI Muhammad Mudzakkir, M.Kep. Prodi DIII Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan UN PGRI Kediri muhammadmudzakkir@yahoo.co.id ABSTRAK

Lebih terperinci

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PENCERNAAN MANUSIA

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PENCERNAAN MANUSIA JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PENCERNAAN MANUSIA Salah satu ciri mahluk hidup adalah membutuhkan makan (nutrisi). Tahukah kamu, apa yang

Lebih terperinci

GAMBARAN KLINIS PASIEN GASTROENTERITIS DEWASA YANG DIRAWAT INAP DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN PERIODE JUNI DESEMBER 2013 OLEH :

GAMBARAN KLINIS PASIEN GASTROENTERITIS DEWASA YANG DIRAWAT INAP DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN PERIODE JUNI DESEMBER 2013 OLEH : GAMBARAN KLINIS PASIEN GASTROENTERITIS DEWASA YANG DIRAWAT INAP DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN PERIODE JUNI 2013 - DESEMBER 2013 OLEH : LUSIA A TARIGAN 110100243 NIM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

Keluhan dan Gejala. Bagaimana Solusinya?

Keluhan dan Gejala. Bagaimana Solusinya? Faktor psikis atau kejiwaan seseorang bisa pula meningkatkan produksi asam lambung. Selain itu penyakit maag juga bisa disebabkan insfeksi bakteri tertentu, misalnya helicobacter pylori yang merupakan

Lebih terperinci

HUBUNGAN STATUS GIZI, STRESS, OLAHRAGA TERATUR DENGAN KETERATURAN SIKLUS MENSTRUASI PADA SISWI SMA ST. THOMAS 2 MEDAN TAHUN 2014

HUBUNGAN STATUS GIZI, STRESS, OLAHRAGA TERATUR DENGAN KETERATURAN SIKLUS MENSTRUASI PADA SISWI SMA ST. THOMAS 2 MEDAN TAHUN 2014 i HUBUNGAN STATUS GIZI, STRESS, OLAHRAGA TERATUR DENGAN KETERATURAN SIKLUS MENSTRUASI PADA SISWI SMA ST. THOMAS 2 MEDAN TAHUN 2014 OLEH: RANI LESTARI B. 110100128 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

PERILAKU SISWA SMP DHARMA PANCASILA, MEDAN TENTANG MEROKOK. Oleh : AHMAD SYAFIQ BIN THANTHAWI JAUHARI

PERILAKU SISWA SMP DHARMA PANCASILA, MEDAN TENTANG MEROKOK. Oleh : AHMAD SYAFIQ BIN THANTHAWI JAUHARI PERILAKU SISWA SMP DHARMA PANCASILA, MEDAN TENTANG MEROKOK Oleh : AHMAD SYAFIQ BIN THANTHAWI JAUHARI 070100399 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 PERILAKU SISWA SMP DHARMA PANCASILA,

Lebih terperinci

LEMBAR KUESIONER HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN SINDROM DISPEPSIA PADA MAHASISWA FKM USU TAHUN 2015

LEMBAR KUESIONER HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN SINDROM DISPEPSIA PADA MAHASISWA FKM USU TAHUN 2015 LEMBAR KUESIONER HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN SINDROM DISPEPSIA PADA MAHASISWA FKM USU TAHUN 2015 Nama : Umur : Jenis kelamin : Tahun angkatan : Jadwal makan 1. Apakah setiap hari anda biasa sarapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Gastritis adalah peradangan pada lapisan lambung. Banyak hal yang dapat menyebabkan gastritis. Penyebabnya paling sering adalah infeksi bakteri Helicobacter pylori

Lebih terperinci

Satuan Acara penyuluhan (SAP)

Satuan Acara penyuluhan (SAP) Lampiran Satuan Acara penyuluhan (SAP) A. Pelaksanaan Kegiatan a. Topik :Gastritis b. Sasaran : Pasien kelolaan (Ny.N) c. Metode : Ceramah dan Tanya jawab d. Media :Leaflet e. Waktu dan tempat : 1. Hari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian 1. Rancangan Penelitian Desain penelitian ini adalah deskriptif dengan rancangan cross sectional, yaitu setiap variabel diobservasi hanya satu kali saja dan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sakit Perut Berulang Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut berulang pada remaja terjadi paling sedikit tiga kali dengan jarak paling sedikit

Lebih terperinci

SINDROMA DISPEPSIA. Dr.Hermadia SpPD

SINDROMA DISPEPSIA. Dr.Hermadia SpPD SINDROMA DISPEPSIA Dr.Hermadia SpPD Pendahuluan Dispepsia merupakan keluhan klinis yg sering dijumpai Menurut studi berbasis populasi tahun 2007 peningkatan prevalensi dispepsia fungsional dr 1,9% pd th

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Almatsier tahun 2004, dispepsia merupakan istilah yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Almatsier tahun 2004, dispepsia merupakan istilah yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Dispepsia Menurut Almatsier tahun 2004, dispepsia merupakan istilah yang menunjukkan rasa nyeri atau tidak menyenangkan pada bagian atas perut. Kata dispepsia berasal

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH. Oleh: APRILIA PRAFITA SARI ROITONA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA. Universitas Sumatera Utara

KARYA TULIS ILMIAH. Oleh: APRILIA PRAFITA SARI ROITONA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA. Universitas Sumatera Utara 1 HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN WANITA USIA 20-50 TAHUN TENTANG SADARI SEBAGAI SALAH SATU DETEKSI DINI KANKER PAYUDARA DI KELURAHAN TANJUNG REJO MEDAN KARYA TULIS ILMIAH Oleh:

Lebih terperinci

TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA-SISWI SMA TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA HARAPAN 1 MEDAN. Oleh: DONNY G PICAULY

TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA-SISWI SMA TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA HARAPAN 1 MEDAN. Oleh: DONNY G PICAULY TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA-SISWI SMA TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA HARAPAN 1 MEDAN Oleh: DONNY G PICAULY 070100065 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 TINGKAT PENGETAHUAN

Lebih terperinci

Lesi mukosa akut lambung akibat Aspirin atau dengan istilah Aspirin gastropati merupakan kelainan mukosa akibat efek topikal yang akan diikuti oleh

Lesi mukosa akut lambung akibat Aspirin atau dengan istilah Aspirin gastropati merupakan kelainan mukosa akibat efek topikal yang akan diikuti oleh V. PEMBAHASAN UMUM Lesi mukosa akut lambung akibat efek samping OAINS/Aspirin merupakan kelainan yang sering ditemukan. Prevalensi kelainan ini sekitar 70 persen sedangkan pada 30 persen kasus tidak didapatkan

Lebih terperinci

Dewi Karwati 1) Nur lina, SKM, M.Kes dan Kiki Korneliani, SKM, M.Kes 2)

Dewi Karwati 1) Nur lina, SKM, M.Kes dan Kiki Korneliani, SKM, M.Kes 2) HUBUNGAN FREKUENSI KONSUMSI MAKANAN BERISIKO GASTRITIS DAN STRESS DENGAN KEJADIAN GASTRITIS PADA WANITA USIA 20-44 TAHUN YANG BEROBAT DI PUSKESMAS CILEMBANG TAHUN 2012 Dewi Karwati 1) Nur lina, SKM, M.Kes

Lebih terperinci

PROFIL PENDERITA DIARE PADA ANAK BALITA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN PADA TAHUN Oleh : AHMAD SYAFIQ AKMAL BIN ISHAK

PROFIL PENDERITA DIARE PADA ANAK BALITA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN PADA TAHUN Oleh : AHMAD SYAFIQ AKMAL BIN ISHAK PROFIL PENDERITA DIARE PADA ANAK BALITA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN PADA TAHUN 2009 Oleh : AHMAD SYAFIQ AKMAL BIN ISHAK 070100463 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Teori Dispepsia Organik Dispesia Non Organik Dispesia Diagnosa Penunjang Pengobatan H. pylori Tes CLO Biopsi Triple therapy Infeksi

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEJADIAN FLAT FOOT DENGAN OBESITAS PADA ANAK. Oleh: LAVENIA

HUBUNGAN KEJADIAN FLAT FOOT DENGAN OBESITAS PADA ANAK. Oleh: LAVENIA HUBUNGAN KEJADIAN FLAT FOOT DENGAN OBESITAS PADA ANAK Oleh: LAVENIA 120100080 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015 HUBUNGAN KEJADIAN FLAT FOOT DENGAN OBESITAS PADA ANAK KARYA TULIS

Lebih terperinci

OLEH: RUTH MUTIARA ANGELINA MANULLANG

OLEH: RUTH MUTIARA ANGELINA MANULLANG HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN POLA KONSUMSI BUAH DAN SAYUR PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ANGKATAN 2014 DI MEDAN TAHUN 2015 OLEH: RUTH MUTIARA ANGELINA MANULLANG 12010017

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEJADIAN FOTOFOBIA DENGAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG MATA PADA PEKERJA LAS DI KELURAHAN TANJUNG SELAMAT. Oleh : DEDI IMANUEL DEPARI

HUBUNGAN KEJADIAN FOTOFOBIA DENGAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG MATA PADA PEKERJA LAS DI KELURAHAN TANJUNG SELAMAT. Oleh : DEDI IMANUEL DEPARI HUBUNGAN KEJADIAN FOTOFOBIA DENGAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG MATA PADA PEKERJA LAS DI KELURAHAN TANJUNG SELAMAT Oleh : DEDI IMANUEL DEPARI 120100247 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN KADAR HEMOGLOBIN DENGAN PRESTASI AKADEMIK SISWA-SISWI SD. NEGERI NO SUKA MAKMUR KECAMATAN SIBOLANGIT KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2011

HUBUNGAN KADAR HEMOGLOBIN DENGAN PRESTASI AKADEMIK SISWA-SISWI SD. NEGERI NO SUKA MAKMUR KECAMATAN SIBOLANGIT KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2011 HUBUNGAN KADAR HEMOGLOBIN DENGAN PRESTASI AKADEMIK SISWA-SISWI SD. NEGERI NO.101837 SUKA MAKMUR KECAMATAN SIBOLANGIT KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2011 Oleh : NURAMALINA BINTI NORDIN 080100323 FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGARUH GAME ONLINE TERHADAP PRESTASI AKADEMIK PADA SISWA SMA DI KOTA MEDAN. Oleh : GOPINATH NAIKEN SUVERANIAM

PENGARUH GAME ONLINE TERHADAP PRESTASI AKADEMIK PADA SISWA SMA DI KOTA MEDAN. Oleh : GOPINATH NAIKEN SUVERANIAM PENGARUH GAME ONLINE TERHADAP PRESTASI AKADEMIK PADA SISWA SMA DI KOTA MEDAN Oleh : GOPINATH NAIKEN SUVERANIAM 080100409 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011 PENGARUH GAME ONLINE TERHADAP

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian Rumah Sakit Harapan Ibu Purbalingga yang merupakan salah satu Rumah Sakit Swasta kelas D milik Yayasan Islam Bani Shobari.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 35%, dan Perancis 29,5%. Di dunia, insiden gastritis sekitar sekitar 1,8-2,1 juta

BAB I PENDAHULUAN. 35%, dan Perancis 29,5%. Di dunia, insiden gastritis sekitar sekitar 1,8-2,1 juta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) mengadakan tinjauan terhadap beberapa Negara dunia dan mendapatkan hasil presentase dari angka kejadian diseluruh dunia, diantaranya

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA OLAHRAGA DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA SEKOLAH SMK TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMPUTER DARUSSALAM. Oleh :

HUBUNGAN ANTARA OLAHRAGA DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA SEKOLAH SMK TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMPUTER DARUSSALAM. Oleh : HUBUNGAN ANTARA OLAHRAGA DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA SEKOLAH SMK TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMPUTER DARUSSALAM Oleh : SHAANTA RUBINI A/P S.S.PUPATHY 110100407 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT SADAR GIZI KELUARGA DAN STATUS GIZI BALITA DI PUSKESMAS PADANG BULAN MEDAN. Oleh : DEA FADLIANA

HUBUNGAN TINGKAT SADAR GIZI KELUARGA DAN STATUS GIZI BALITA DI PUSKESMAS PADANG BULAN MEDAN. Oleh : DEA FADLIANA HUBUNGAN TINGKAT SADAR GIZI KELUARGA DAN STATUS GIZI BALITA DI PUSKESMAS PADANG BULAN MEDAN Oleh : DEA FADLIANA 070100091 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 HUBUNGAN TINGKAT SADAR

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PENDERITA PENYAKIT JANTUNG REMATIK PADA ANAK DI RSUP HAJI ADAM MALIK, MEDAN TAHUN

KARAKTERISTIK PENDERITA PENYAKIT JANTUNG REMATIK PADA ANAK DI RSUP HAJI ADAM MALIK, MEDAN TAHUN KARAKTERISTIK PENDERITA PENYAKIT JANTUNG REMATIK PADA ANAK DI RSUP HAJI ADAM MALIK, MEDAN TAHUN 2007-2009 Oleh : AZIZI BIN AZIZAN 070100390 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 KARAKTERISTIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lambung merupakan organ yang vital bagi tubuh yang cukup rentan cidera atau terluka. Salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja lambung adalah asupan makanan yang

Lebih terperinci

3. Apakah anda pernah menderita gastritis (sakit maag)? ( ) Pernah ( ) Tidak Pernah

3. Apakah anda pernah menderita gastritis (sakit maag)? ( ) Pernah ( ) Tidak Pernah 104 KUESIONER PENELITIAN GAMBARAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENCEGAHAN PENYAKIT GASTRITIS PADA MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TAHUN 2015 A. Karateristik 1. Umur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. angka kejadiannya (Depkes, 2006). Perkembangan teknologi dan industri serta. penyakit tidak menular (Depkes, 2006).

BAB 1 PENDAHULUAN. angka kejadiannya (Depkes, 2006). Perkembangan teknologi dan industri serta. penyakit tidak menular (Depkes, 2006). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang dihadapkan pada dua masalah dalam pembangunan kesehatan, yaitu penyakit menular yang masih belum banyak tertangani dan penyakit

Lebih terperinci

SEBAGAI PEROKOK. Oleh: ARSWINI PERIYASAMY

SEBAGAI PEROKOK. Oleh: ARSWINI PERIYASAMY KORELASI USIA, JENIS KELAMIN, STATUS SOSIOEKONOMI DAN KETERGANTUNGAN MAHASISWA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TERHADAP NIKOTIN DAN KATEGORINYA SEBAGAI PEROKOK Oleh: ARSWINI PERIYASAMY 120100490 FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015 HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN TERHADAP TINGKAT KONSUMSI MINUMAN BERKAFEIN DI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TAHUN 2015 Oleh: DESI GLORIA DAMANIK 120100152 FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lambung merupakan perluasan organ berongga besar berbentuk kantung dalam rongga peritoneum yang terletak di antara esofagus dan usus halus. Saat keadaan kosong, bentuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. paling sering terjadi. Peningkatan penyakit gastritis atau yang secara umum

BAB 1 PENDAHULUAN. paling sering terjadi. Peningkatan penyakit gastritis atau yang secara umum 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia yang mengarah modern ditandai gaya hidup yang tidak sehat seperti mengkonsumsi makanan yang dapat merangsang peningkatan asam lambung, seperti:

Lebih terperinci

HUBUNGAN PAPARAN ASAP ROKOK ORANG TUA DAN LINGKUNGAN RUMAH TERHADAP KEJADIAN LEUKEMIA PADA ANAK DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN KARYA TULIS ILMIAH.

HUBUNGAN PAPARAN ASAP ROKOK ORANG TUA DAN LINGKUNGAN RUMAH TERHADAP KEJADIAN LEUKEMIA PADA ANAK DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN KARYA TULIS ILMIAH. HUBUNGAN PAPARAN ASAP ROKOK ORANG TUA DAN LINGKUNGAN RUMAH TERHADAP KEJADIAN LEUKEMIA PADA ANAK DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN KARYA TULIS ILMIAH Oleh : IRSYADIL FIKRI 100100007 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Pengaruh Durasi Pemberian ASI dengan Kejadian Obesitas pada Murid PG dan TK A di Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Tahun 2010

Pengaruh Durasi Pemberian ASI dengan Kejadian Obesitas pada Murid PG dan TK A di Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Tahun 2010 Pengaruh Durasi Pemberian ASI dengan Kejadian Obesitas pada Murid PG dan TK A di Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Tahun 2010 Oleh : MARGHERITA S SUMARDI 070100340 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN DISPEPSIA FUNGSIONAL DAN KUALITAS TIDUR PADA MAHASISWA FK USU

KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN DISPEPSIA FUNGSIONAL DAN KUALITAS TIDUR PADA MAHASISWA FK USU 164 KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN DISPEPSIA FUNGSIONAL DAN KUALITAS TIDUR PADA MAHASISWA FK USU Dengan hormat, Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : KEVIN HUGHES PANJAITAN NIM : 120100088 adalah

Lebih terperinci

Prevalensi dan Gambaran Faktor-Faktor Resiko Terjadinya Skabies di Panti Asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Medan Tahun 2015

Prevalensi dan Gambaran Faktor-Faktor Resiko Terjadinya Skabies di Panti Asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Medan Tahun 2015 Prevalensi dan Gambaran Faktor-Faktor Resiko Terjadinya Skabies di Panti Asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Medan Tahun 2015 Oleh : MUTIA MAYWINSIH JAUHARI 120100293 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dispepsia kronis merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang berpusat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dispepsia kronis merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang berpusat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dispepsia kronis merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang berpusat pada perut bagian atas. Menurut kriteria Roma III, dispepsia kronis didefinisikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian secara observasional analitik dengan rancangan cross sectional.

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian secara observasional analitik dengan rancangan cross sectional. BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain penelitian non eksperimental atau observasional yang merupakan metode penelitian secara observasional

Lebih terperinci

PROPORSI DAN KARAKTERISTIK PENYEBAB PERDARAHAN SALURAN CERNA BAHAGIAN ATAS BERDASARKAN HASIL PEMERIKSAAN ENDOSKOPI DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN

PROPORSI DAN KARAKTERISTIK PENYEBAB PERDARAHAN SALURAN CERNA BAHAGIAN ATAS BERDASARKAN HASIL PEMERIKSAAN ENDOSKOPI DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 1 PROPORSI DAN KARAKTERISTIK PENYEBAB PERDARAHAN SALURAN CERNA BAHAGIAN ATAS BERDASARKAN HASIL PEMERIKSAAN ENDOSKOPI DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2010 Oleh : AGUS PRATAMA PONIJAN 080100396 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai kesatuan antara jasmani dan rohani, manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai kesatuan antara jasmani dan rohani, manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai kesatuan antara jasmani dan rohani, manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi agar dapat mencapai suatu keseimbangan atau suatu keadaan

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN SINDROM DISPEPSIA PADA MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TAHUN 2015

HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN SINDROM DISPEPSIA PADA MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TAHUN 2015 HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN SINDROM DISPEPSIA PADA MAHASISWA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TAHUN 2015 Novita Kurniati Nasution 1, Evawany Y Aritonang 2, Ernawati Nasution

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 1 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah analitik observasional yaitu penelitian diarahkan untuk menjelaskan suatu keadaan atau situasi bagaimana dan mengapa

Lebih terperinci

PENGARUH STATUS GIZI DENGAN TINGKAT PRESTASI AKADEMIK ANAK-ANAK SEKOLAH DASAR DI KOTA MEDAN. Oleh: TN BADIUZZAMAN BIN TUAN ISMAIL

PENGARUH STATUS GIZI DENGAN TINGKAT PRESTASI AKADEMIK ANAK-ANAK SEKOLAH DASAR DI KOTA MEDAN. Oleh: TN BADIUZZAMAN BIN TUAN ISMAIL PENGARUH STATUS GIZI DENGAN TINGKAT PRESTASI AKADEMIK ANAK-ANAK SEKOLAH DASAR DI KOTA MEDAN Oleh: TN BADIUZZAMAN BIN TUAN ISMAIL 070100301 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 PENGARUH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Sukarmin (2012) gastritis merupakan peradangan yang mengenai mukosa lambung. Peradangan ini dapat mengakibatkan pembengkakan mukosa lambung sampai terlepasnya

Lebih terperinci

GAMBARAN FUNGSI PENCIUMAN PADA LANSIA DI PANTI JOMPO BINJAI TAHUN 2014 OLEH: PUTRA BARUNA

GAMBARAN FUNGSI PENCIUMAN PADA LANSIA DI PANTI JOMPO BINJAI TAHUN 2014 OLEH: PUTRA BARUNA GAMBARAN FUNGSI PENCIUMAN PADA LANSIA DI PANTI JOMPO BINJAI TAHUN 2014 OLEH: PUTRA BARUNA 110100037 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 GAMBARAN FUNGSI PENCIUMAN PADA LANSIA DI PANTI

Lebih terperinci

TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG HIV/AIDS DI SMA NEGERI 1 MEDAN

TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG HIV/AIDS DI SMA NEGERI 1 MEDAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG HIV/AIDS DI SMA NEGERI 1 MEDAN Oleh : KALAIVANI ALAGAPAN 080100404 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011 TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA

Lebih terperinci