XYLARIUM BOGORIENSE DAN PERANANNYA DALAM PENELITIAN ANATOMI DAN PENGENALAN ANEKA JENIS KAYU DI INDONESIA* Oleh: Y. I. Mandang ** Ringkasan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "XYLARIUM BOGORIENSE DAN PERANANNYA DALAM PENELITIAN ANATOMI DAN PENGENALAN ANEKA JENIS KAYU DI INDONESIA* Oleh: Y. I. Mandang ** Ringkasan"

Transkripsi

1 XYLARIUM BOGORIENSE DAN PERANANNYA DALAM PENELITIAN ANATOMI DAN PENGENALAN ANEKA JENIS KAYU DI INDONESIA* Oleh: Y. I. Mandang ** Ringkasan Menjelang usianya yang ke 100, Xylarium Bogoriense sudah mengumpulkan contoh kayu sebanyak spesimen, 3001 jenis yang tergabung dalam 591 marga dan 94 suku. Koleksinya sudah dimanfaatkan sesuai dengan tujuan didirikannya xylarium, yaitu untuk bahan penelitian serta bahan rujukan identifikasi kayu. Jumlah koleksi meningkat pesat antara 1915 sampai 1955 tetapi kemudian hampir mendatar. Namun sebaliknya jumlah publikasi anatomi kayu yang menggunakan koleksi contoh kayu dari Xylarium Bogoriense telah meningkat dari hanya 1 judul pada tahun 1920, lalu 6 judul pada tahun 1949, menjadi 70 judul pada tahun Beberapa hasil penelitian anatomi kayu di sini memperlihatkan bahwa pemahaman struktur anatomi kayu dapat menjadi penunjang dalam mengatasi berbagai problema taksonomi tumbuhan walaupun hanya sampai marga atau kelompok. Demikian pula dalam penerapannya dalam praktek identifikasi kayu dalam kehidupan sehari-hari, hanya dapat dilakukan sampai tingkat marga. Identifikasi sampai tingkat jenis, apalagi dengan asal-usulnya haruslah dicari dengan metode lain. Koleksi contoh kayu sangat membantu juga sebagai acuan dalam menyelesaikan berbagai problema paleobotani, arkeologi, dan teknologi kayu, tetapi belum sepenuhnya dapat membantu menyelesaikan masalah masalah yang berkaitan dengan peraturan dan hukum. Penerapan teknologi digital dalam manajemen informasi xylarium telah pula memungkinkan pelayanan identifikasi kayu menjadi lebih mudah dan lebih cepat. Tindakan lebih lanjut yang perlu dilakukan terhadap sistem informasi xylarium ini adalah pemutakhiran data termasuk perbaikan kesalahan pengetikan. Untuk pemutakhiran basis data identifikasi kayu diperlukan tambahan data ciri mikro 158 marga, dari kelompok the least known wood species yang jumlahnya 577 jenis. Upaya mempercepat pengumpulan data ciri mikro the least known wood species ini dapat dilakukan dengan mengerahkan beberapa peneliti secara bersamaan. I. Pendahuluan Arti umum tentang kata xylarium adalah bangunan atau ruangan di mana koleksi berbagai jenis kayu dikumpulkan, dicatat, ditata, dipelihara, dirawat dan disediakan bagi pihak-pihak yang memerlukan. Ada juga arti yang lebih sederhana tentang xylarium yakni xylotheque atau perpustakaan kayu. Memang ada xylarium milik pribadi dan ada xylarium milik lembaga. Koleksi utama suatu xylarium milik lembaga biasanya dikumpulkan dari wilayah hutan dimana xylarium itu berada. Bila ada contoh kayu dari wilayah atau negera lain biasanya diperoleh dengan cara tukar menukar. Tanggung-jawab aspek teknis dan ilmiah xylarium dijabat oleh seorang kurator. Dalam hal dimana tidak tersedia orang ** Mantan Peneliti Utama Anatomi Kayu pada Puslitbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan Bogor, dan Mantan Kurator Xularium Bogoriense. Disajikan pada Diskusi Litbang Anatomi Kayu Indonesia di IPB International Convention Center, 3 Juni

2 yang berkemampuan memadai untuk jabatan itu maka karyawan yang ditunjuk untuk menjaganya disebut keeper. Tujuan dibangunnya xylarium tentunya berbeda untuk xylarium milik pribadi dan xylarium milik lembaga. Tujuan xylarium milik lembaga dikemukakan oleh Stern (1988) sebagai berikut: 1) memenuhi kebutuhan kalangan botanist, wood technologist, foresters, dan lainnya yang baginya kayu merupakan medium penelitian dan pembelajaran. 2) menyediakan suatu landasan untuk menyelesaikan masalah-masalah di bidang arkeologi, antropologi, hukum, teknologi kayu, dan bidang ilmu terapan lainnya dimana spesimen kayu teridentifikasi diperlukan untuk pengujian dan pembandingan. Khusus mengenai xylarium milik negara di Tervuren, Belgia, dinyatakan sebagai xylarium untuk pengelolaan biodiversitas secara lestari (Beeckman, tt). Kedua tujuan yang dikemukakan oleh Stern dan Beeckman itu telah gabung dan dijadikan acuan kerja dalam pengelolaan Xylarium Bogoriense selama ini. Hampir di setiap negara ada xylarium milik lembaga. Ada yang punya satu tetapi ada yang banyak. Sebagai perbandingan, jumlah xylaria di beberapa negara diperlihatkan dalam Daftar 1. Indonesia ternyata termasuk negara yang miskin xylarium walaupun termasuk negara yang terluas hutannya dengan keanekaragaman yang tinggi pula. Daftar 1. Perbandingan jumlah xylaria di beberapa negara No Negara Banyaknya Xylaria [2010] 1 Brazil 18* 2 Germany 9 3 UK 9 4 USA 18 5 China 7 6 The Netherland 7 7 Australia 6 8 Japan 5 9 India 4 10 Canada 3 11 Malaysia 3 12 Indonesia 1 13 Philippine 1 Sumber: Index Xylariorum 4, 2010; *) 3 diantaranya didirikan sebelum PD II Upaya para botanist menggolong-golongkan tumbuhan kedalam sistem yang kita kenal sekarang telah telah banyak menolong dalam pengenalan dan pemanfaatan sumber daya alam termasuk pohon-pohonan penghasil kayu. Penelitian terhadap anatomi kayunya telah pula mengungkapkan akan adanya kesejajaran antara penggolongan berdasarkan morfologi dan penggolongan berdasarkan struktur anatomi kayu. Karena itu dalam menghadapi suku suku besar yang masih menyisakan banyak problema taksonomi, seperti misalnya Euphorniaceae, Fabaceae, Sapotaceae, Rubiaceae dll. dukungan cabang ilmu anatomi sangat diperlukan. Namun demikian telah disadari juga bahwa keampuhan penggolongan kayu-kayuan berdasarkan struktur anatomi sejauh ini hanya sampai tingkat marga atau puak, dan kurang dapat diandalkan untuk sampai ke tingkat jenis/ species. Meskipun demikian penelitian anatomi kayu sistematik tetap masih diperlukan. Untuk itu 2

3 diperlukan sarana berupa koleksi contoh kayu. Inilah salah satu alasan mengapa xylarium perlu dibangun. Di pihak lain para pengguna kayu tidak selalu mempermasalahkan mengenai status botanis suatu jenis kayu. Baginya kayu memang perlu ada identitas yang jelas yaitu nama, rupa (warna, corak, tekstur) dan sifat-sifatnya (kekuatan, keawetan, mudah tidaknya dikerjakan), dan dimana bisa diperoleh. Untuk menyediakan bahan kayu yang sesuai yang dibutuhkan oleh para pengguna tetaplah diperlukan pertelaan ciri anatomi kayu yang dapat digunakan oleh pengenal kayu untuk menjamin kebenaran identitasnya agar tehindar dari kekeliruan dan kemungkinan pemalsuan jenis. Dalam hal ini penelitian yang berupa risalah ciri fisik dan anatomi kayu dari berbagai wilayah penghasil kayu perlu dilakukan dan arsip contoh kayunya disimpan di Xylarium. Dalam makalah ini disajikan informasi riwayat pendirian Xylarium Bogoriense, perkembangannya dan pemanfaatannya serta apa saja yang sudah diteliti dan yang belum diteliti tentang jenis-jenis kayu yang ada di Indonesia, khususnya yang sudah ada koleksi contoh kayunya. II. Xylarium Bogoriense A. Status Xylarium Bogoriense didirikan pada tahun 1914 dibawah Proefstation voor het Boschwezen, cikal bakal Badan Litbang Kehutanan. Saat ini Xylarium Bogoriense berada di bawah Puslitbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Kementerian Kehutanan. Xylarium Boogoriense sudah tercatat dalam Index Xylariorum, Institutional wood collection of the World, sejak Edisi I (1957), Edisi II (1967), Edisi III (1988) sampai Edisi IV (2010). Xylarium Bogoriense juga sudah tercatat dalam Index Herbariorum Indonesianum Tahun Selain Xylarium Bogoriense, di beberapa lembaga di Indonesia ada juga yang mempunyai xylarium tetapi dengan jumlah koleksi yang relatif sedikit dan oleh karena itu digabungkan dengan Herbarium induknya. B. Perkembangan koleksi Xylarium Bogoriense mulai melakukan kegiatan pengumpulan contoh kayu dengan material herbarium tahun pada tahun Pada mulanya, pengumpulan dilakukan oleh 2 golongan kolektor : 1) Para peneliti antara lain : L. G. Den Berger, C.A. Backer, A. J. Kostermans, F. A. Endert, A. Plaas, K. Heine, Tohrenaar. 2) Para pejabat kehutanan daerah Bosch Opzichter, Mandoor, BW [PolHut], Commisaaris, Houtvester, Mantri, Panglong Opneemer, Panglong Opzichter, Admnistratuur dll. Kini, setelah Indonesia merdeka, pengumpulan contoh kayu dilakukan oleh peneliti di Pustekolah. Pengumpulan dilakukan secara integral dengan material yang diperlukan untuk penelitian sifat dasar kayu lainnya. Koleksi dari dalam negeri pada tahun 2012 berjumlah : spesimen, 3001 jenis, 591 marga, 94 suku. [ Data jumlah suku, marga dan jenis dihitung dari buku tentang 3

4 Berat jenis Kayu yang ditulis oleh Oey (1964), sedangkan jumlah spesimen dijumlahkan dari buku-buku register contoh kayu]. Sebagian besar koleksi ada pasangan material herbariumnya. Material herbarium disimpan dan dipelihara oleh Kelti Botani PUSLITBANG KONSERVASI HUTAN di Bogor. Tetapi material herbarium penyerta contoh kayu yang dikumpulkan sejak tahun 1985 tidak lagi disimpan oleh kelti Botani. Dengan demikian koleksi contoh kayu sejak itu tidak lagi didukung sepenuhnya oleh material herbarium. Bila kelak ada masalah identifikasi, tidak ada lagi yang bisa dirujuk untuk menyelesaikan masalahnya. Setiap contoh kayu dicatat dalam buku register. Keterangan yang dicatat meliputi: nomor koleksi (nomor contoh kayu), nomor herbarium penyerta, asal contoh, nama setempat, nama botani, suku, nama kolektor, dan tanggal koleksi. Perkembangan jumlah koleksi contoh kayu dalam negeri dari tahun 1915 sampai 2012 disajikan dalam Gambar 1. Perkembangan jumlah koleksi sangat pesat pada jaman penjajahan Belanda. Sesudah itu sejak tahun 1955 tidak ada lagi perkembangan jumlah koleksi yang mencolok. Antara 1945 sampai 1955 masih ada perkembanan yang lumayan. Tetapi perkembangan itu disebabkan oleh adanya beberapa peneliti Belanda yang masih bertahan di Indonesia yaitu F.H. Hildebrand dan Dr. A. J. Kostermans. Dengan demikian koleksi Xylarium Bogoriense pada hakekatnya sebagian besar adalah warisan dari jaman penjajahan Belanda. Koleksi luar negeri dari Canada, USA, Brasilia, Australia, Belgia, India, Jepang, Thailand, Vietnam, Malaysia, Philippina, Afrika Selatan dan Pantai Gading Pantai Gading berjumlah spesimen tetapi belum dirinci menurut marga dan suku. Contoh kayu dari luar negeri ini diperoleh dengan cara tukar menukar. 5 X Gambar 1. Perkembangan jumlah koleksi contoh kayu di Xylarium Bogoriense. Di Indonesia diperkirakan terdapat 4000 jenis pohon yang berdiameter 40 cm ke atas (Martawijaya et al., 1981) sedangkan jumlah koleksi dalam Xylarium Bogoriense ada 3001 jenis. Hal ini berarti masih kurang 999 jenis. Kekurangan ini sebaiknya disi. Wilayah yang perlu diutamakan untuk eksplorasi pencarian jenis-jenis baru adalah Papua dan pulau pulau 4

5 kecil karena koleksi contoh kayu dari wilayah-wilayah tersebut sangat sedikit atau belum ada sama sekali. C. Pemanfaatan koleksi Pemanfaatan sebagai bahan peneltian Sejak pendiriannya, koleksi contoh kayu Xylarium Bogoriense telah digunakan untuk bahan penelitian anatomi sistematik, identifikasi kayu dan teknologi kayu oleh berbagai peneliti dalam dan luar negeri. Sebagai imbalan dari disediakannya koleksi contoh kayu untuk diteliti diperoleh karya tulis yang dapat digunakan sebagai bahan rujukan untuk kegiatan identifikasi kayu dan rujukan untuk penelitian lebih lanjut. Karya tulis yang terlacak tertera dalam Daftar 2. Daftar 2. Pemanfaatan koleksi dan hasilnya berurut tahun Tahun Karya Tulis Hasil Penelitian Kategori 1920 Beekman: 78 Preanger Houtsoorten, beschreiving, afbelding en A3 determinatietabel 1922 Den Berger: Inleiding Toot Herkening van Hout in de Praktijk A Den Berger: Fossiele houtsoorten uit het tertiar van Zuid Sumatra. C 1925 Den Berger: Belangrijke Houtsoorten van Nederlands Indie A Den Berger: Houtsoorten der Cultuurgebieden van Java en van A3 Sumatra s Ooskust 1927 Den Berger: Unterscheidungsmerkmale von rezenten und fossielen C Dipterocarpaceengattungen 1949 Den Berger: Determinatietabel voor houtsoorten van Malesie A Soewarsono: identifikasi jenis-jeniskayu daun jarum yang pentingpenting A Pandit: Struktur anatomi beberapa jenis kayu tengkawang (Shorea A2 spp.) 1975 Miller: Systematic anatomy of the xylem and comment on the A1 relationship of Flacourtiaceae Sarayar: Anatomi kayu meranti Indonesia A Martawijaya et al. : Atlas kayu indonesia Jilid I A Wibowo: Struktur anatomi kayu Adina spp. Famili Rubiaceae A Mandang : Anatomi 14 jenis kayu kayu dari Maluku A Mandang: Anatomi 10 jenis kayu dari Kalimantan Timur A bogidarmanti: Mempelajari struktur anatomi beberapa jenis kayu dari A3 Irian Jaya Mandang: Pemilahan kayu kapur sintok dari jenis-jenis kayu kapur A2 lainnya 1988 Mandang: Anatomi perbandingan kayu cendana dan eksokarpus A Mandang et al: Anatomi 19 jenis kayu dari Sulawesi A Martawijaya et al. : Atlas kayu indonesia Jilid Jilid II A Mandang: Anatomi kayu kurang dikenal ( Aceraceae sampai A2 Caesalpiniaceae) 1990 Rulliaty: Anatomi perbandingan Gluta renghas dengan Melanorrhoea A2 wallichii 1991 Wijanarko: Struktur naatomi beberapa jenis kayu kurang dikenal yang munkin dapat digunakan sebagai pengganti ramin A3 5

6 1991 Indrajaya et al. Anatomi kayu Albizia spp (Mimosoideae) A Mandang: Kayu Raja Sumatera (Fernandoa macroloba Steen.) sudah A3 langka atau masih langka 1991 Mandang: Anatomi 21 jenis kayu kurang dikenal (Casuarinaceae A2 sampai Euphorbiaceae) 1992 Mandang: Anatomi 10 jenis kayu dari Sulawesi Utara A Mandang: Anatomi 9 jenis kayu kurang dikenal dari suku Meliaceae A Mandang: Anatomi 7 jenis kayu dari Sulawesi Tengah A Mandang: Anatomi 7 jenis kayu dari Maluku Utara A Sulistyobudi: Struktur xylem sekunder dan taksonomi kayu famili A1 Sapotaceae Asia Pasifik 1994 Mandang: Anatomi 11 jenis kayu kurang dikenal (Mimosaceae, A2 Moraceae dan Myristicaceae) 1996 Mandang: Pencarian penganti kayu jelutung untuk bahan baku B batang pensil 1996 Mandang: Anatomi 8 jenis kayu kurang dikenal (Flacourtiaceae A2 sampai Juglandaceae) 1996 Mandang et al.: Keanekaragaman fosil kayu di bagian barat pulau C Jawa 1996 Mandang et al.: Pedoman identifikasi jenis kayu di lapangan A Mandang & Barly: kemungkinan pemanfaatan jenis kayu di Indonesia B untuk pengganti kayu pok 1996 Mandang: Wide rays in Casuarina and Gymnostoma A Sidiyasa: Ecological and systematic Wood Anatomy of Alstonia A Noshiro: Systematic wood anatomy of Cornaceae and alies A Klaasen: Wood anatomy of Sapindaceae A Mandang et al.: Anatomi 20 jenis kayu dari kawasan Barat Indonesia A Mandang et al. : Anatomi 9 jenis kayu kurang dikenal dari Kalimantan A3 Timur 2001 Mandang et al: Anatomi 10 jenis kayu andalan dari jawa Barat. A Mandang & Wiyono: Anatomi kayu gaharu (Aquilaria malaccensis) A2 dan beberapa jenis sekerabat Artistien et al:: Anatomi dan kualitas serat kayu Hibiscus A3 macrophyllus dan Artocarus heterophyllus 2002 Meiva: Studi pemakaian kayu Agathis dan Kemiri untuk bahan baku B bilah pensil 2003 Mandang et al.: Anatomi dan kualitas sert kayu Utap-utap A3 (Aromadendron elegans) dan beberapa jenis kayu kurang dikenal lainna Mandang et al.: Sifat-sifat kayu nyatoh (Palaquium obtusifolium) B sehubungan dengan kemungkinan penggunaannnya sebagai bahan baku batang pensil Mandang et Kagemori: A fossil wood of Dipterocarpaceae from C Pliocene deposit in the west region of Java Island Abdurrohim et al: Atlas Kayu Indonesia Jilid III. A Rulliaty: Beberapa Jenis Kayu Alternatif Penganti Ramin. B 2006 Mandang: Digitalisasi Basis data Xylarium Puslitbang Hasil Hutan A3 Bogor 2007 Rulliaty: Jenis-Jenis Kayu Yang Dapat Dimanfaatkan Sebagai Substitusi Kayu B Ramin 2007 Mandang et al. Identifikasi kayu pada perahu kuno dari Bojonegoro D 2007 Mandang et al.: Anatomi kayu pasak bumi dan jenis terkait. A Damayanti et al.: Pedoman identifikasi kayu kurang dikenal A3 6

7 2007 Damayanti et al.: Anatomi dan Kualitas serat kayu kemenyan (Styrax A3 spp) Suhendar: Anatomi beberapa jenis kayu suku Apocynaceae A Krisdianto: Anatomi dan kualitas serat 6 jenis kayu kurang dikenal A3 dari Jawa Barat Mandang et al.: pedoman identifikasi kayu ramin dan kayu mirip A3 ramin 2008 IAWA Commitee: Daftar ciri mikroskopik untuk identifikasi kayu kayu A3 daun lebar. Terjemahan oleh: Sulistyobudi, Mandang, Ratih dan Rulliaty Dewi et al. :Wood Anatomy and Fibre Quality of Platea spp.- A3 Icacinaceae 2009 Damayanti et al.: Wood Anatomy and Fiber Quality of Eight Least A2 Known Timbers Belongs to Actinidiaceae and Bignoniaceae 2009 Prasetyo: Struktur Anatomi dan Kualitas serat The least known wood A2 species dari famili Fabaceae Mandang: Identification of wood flour. Is it possible? A Rulliaty: Sifat dasar dan bambu tutul Bambusa maculata dan bambu A3 hitam Gigantochloa atriviolacea 2011 Rulliaty: Sifat dasar dan kegunaan Gigantochloa apus dan A3 Gigantochloa pseudoarundinacea 2011 Rulliaty, S. dkk Sifat dasar dan kegunaan bambu mayan A3 Gigantochloa robusta dan bambu petung Dendrocalamus asper 2011 Fajar: Sifat Anatomi The least Known Species suku Magnoliaceae Rulliaty: Sifat dasar Jenis kayu ki cau Pisonia umbelliflora (Forst) A3 Seem 2012 Terada & Mandang et al.: What fossil wood can tell. C Duplikat koleksi xylarium dikirim juga ke berbagai negara dalam rangka tukar menukar koleksi dan mestinya sudah digunakan sebagai bahan penelitian. Bila ditelusuri hasil penelitian mengenai anatomi kayu sistematik di berbagai belahan dunia maka akan tampak siapa saja yang sudah memanfaatkannya. Jadi, Daftar 2 yang memuat peneliti yang menggunakan koleksi Xylarium Bogoriense hanya menampilkan sebagian saja. Namun tanpa yang belum terlacak pun, perkembangan jumlah publikasi tentang anatomi dan identifikasi jenis jenis kayu di Indonesia cukup memggembirakan dari segi kuantitas. Karya tulis yang terlacak menggunakan koleksi Xylarium Bogoriense ada 70 judul (Daftar 2). Untuk keperluan penulisan makalah ini ke 70 makalah dan buku tersebut telah digolong-golonkan berdasarkan kriteria yang disajikan dalam Daftar 3. Hasil penggolongan menunjukan bahwa dari 70 karya tulis yang terlacak menggunakan koleksi Xylarium Bogoriense hanya 5 penulis yang meneliti aspek anatomi sistematik, yaitu Miller (1975) mengenai Flacourtiaceae, Sulistyobudi (2003) mengenai Sapotaceae, Noshiro (1998), mengenai Cornaceae, Sidiyasa (1998) mengenai Alstonia dan Klaasen (1999) mengenai Sapindaceae. Taxon yang diteliti dapat digolong-golongkan ke dalam marga atau kelompok tertentu berikut garis keturunannya namun tidak sampai tingkat jenis. Suku Sapotaceae yang diteliti oleh Sulistyobudi hanya dapat digolongkan atas 8 kelopok struktur, sehingga ada kelompok yang beranggotakan beberapa marga, bahkan ada marga yang terpisah pada dua kelompok. Selanjutnna untuk keperluan pemanfaatan komersial beliau membagi anggota Sapotaceae menjadi hanya 4 kelompok berdasarkan kombinasi struktur dan sifat yakni : bitis, nyatoh, nyatoh kuning dan bbn [belum bernama dagang]. Sidiyasa dan Baas ( 1998) menggolongkan marga Alstonia atas 3 seksi 7

8 berdasarkan bentuk parenkim, frekuensi pembuluh dan tebal dinding serat. Sebelumnya telah diketahui ada kelompok pulai ringan dan kelompok pulai keras. Sekarang pengelompokan pulai tampaknya dapat dilakukan atas 3 kelompok yaitu pulai lunak, pulai sedang dan pulai keras, namun belum bisa sampai tingkat jenis. Dengan demikian upaya identifikasi kayu sampai tingkat jenis dan asal usul perlu diupayakan dengan metode lain seperti misalnya dengan metode DNA yang kini sudah dimungkinkan penerapannya (Lowe and Cross, 2011). Artikel Gambar 2. Perkembangan jumlah karya tulis penelitian anatomi kayu yang menggunakan koleksi Xylarium Bogoriense Daftar 3. Penggolongan karya tulis pengguna koleksi Xylarium Bogoriense Kategori Ciri Jumlah A.1 Anatomi melakukan risalah, penggolongan dan penelusuran 5 sistematik garis evolusi keturunan dalam suatu taxon A.2 Anatomi melakukan risalah dan pembandingan antar 18 semi sistematik anggota dalam suatu taxon A.3 Risalah melakukan risalah anatomi berbagai jenis kayu 34 B Anatomi Anatomi dan sifat kayu dari suatu wilayah melakukan risalah dan hubungan anatomi kayunya dengan sifat, kegunaan, pengolahan C Paleobotani melakukan risalah anatomi, pengenalan dan penggolongan tumbuhan pra sejarah D Arkeologi melakukan risalah anatomi kayu dari benda atau alat yang digunakan oleh masyarakat di masa lampau Jumlah

9 Sebanyak 17 makalah tergolong studi anatomi semi sistematik yaitu yang hanya membandingkan ciri anatomi antar beberapa anggota taxon yang bersangkutan namun sekaligus memperlihatkan adanya keselarasan antara penggolongan berdasarkan morfologi pohon dan ciri anatomi kayunya. Sebagai misal, Iderajaya et al. (1991) mendukung pemilahan Albizia falcata ke Paraserianthes falcataria dan Albizia minahassae ke Serianthes minahassae berdasarkan kehadiran parenkim aksial dengan sekat longitudinal. Mandang (1998) mendukung pemilahan marga Casuarina L. menjadi 2 marga yaitu Casuarina L dan Gymnostoma Johnson berdasarkan perbedaan ciri jari-jari kayu. Makalah yang berisi risalah anatomi kayu dari berbagai wilayah berjumlah paling banyak yaitu 34 judul. Hasil risalahnya merupakan sumber data untuk dimasukkan ke dalam basis data identifikasi kayu. [Namun demikian walau pun risalahnya dilakukan menurut jenis kayu, dalam identifikasinya kelak hanya dapat dipercaya sampai tingkat marga atau sub marga]. Dengan meningkatnya jumlah karya tulis anatomi kayu yang dihasilkan berarti meningkat pula banyaknya data ciri anatomi kayu yang tersedia untuk basis data. Sampai tahun 1949 banyaknya jenis kayu yang ada risalah anatomi kayunya hanya 139. Sekarang data ciri antomi kayu dari berbagai publikasi dari dalam dan ditambah dengan data dari luar sudah terhimpun 433 marga (Gambar 3). Masih diperlukan data ciri anatomi 158 marga untuk melengkapinya. Marga direncanakan Gambar 3. Jumlah marga kayu yang sudah terhimpun data ciri anatomi kayunya dalam basis data dan proyeksi pada tahun Salah satu sumbangan Xylarium Bogoriense di bidang teknologi kayu adalah menyediakan koleksinya untuk pencarian kayu substitusi untuk jenis jenis yang makin jarang didapat. Misalnya pengganti kayu jelutung untuk bahan baku batang pensil (Mandang, 1996; Mandang et al. 2003). Hal ini penting bagi anak-anak yang belum mampu menjaga dirinya dari bahaya penggunaan alat-alat tajam. Didapatkan bahwa mudah tidaknya kayu diserut 9

10 dengan alat peruncing pensil bergantung pada struktur anatomi dan berat jenis kayu. Kayu dengan parenkim bentuk jala, atau garis-garis tengensial pendek, dan dengan berat jenis kurang dari 0,55, mudah sekali diserut. Berdasarkan pemahaman ini dilakukanlah percobaan menggunakan kayu yang mempunya struktur anatomi dan BJ demikian. Didapatkan bahwa kayu Pterospermum spp dan Palaquium spp dengan BJ < 055, mudah diserut dengan pisau serut peruncing pensil. Penelitian bidang teknologi lainnya yang menggunakan koleksi xylarium Bogoriense adalah pencarian pengganti kayu pok Guaijacum officinale dari Brasilia untuk propeler baling baling kapal laut (Mandang,et al. 1996). Didapatkan bahwa Elateriospermum tapos dan Xantophyllum stipitatum mungkin dapat digunakan karena bersifat sangat berat dan keras namun mampu mengabsorpsi cairan sampai 40 % dengan metode vakum-tekan. Kemampuan ini diperlukan agar mampu menyerap pelumas sebanyak 25 % dari berat kayu, seperti yang terkandung dalam kayu pok. Tetapi penelitian ini masih perlu dilanjutkan untuk menemukan formulasi pelumas yang cocok. Pemanfaatan koleksi sebagai bahan rujukan identifikasi kayu Koleksi Xylarium Bogoriense secara rutin sudah digunakan untuk bahan rujukan guna melayani permintaan identifikasi kayu dari berbagai kalangan seperti: 1. Industri perkayuan 2. Industri pemukiman 3. Eksportir hasil hutan 4. Dinas Kehutanan, BP2HP 5. BKSDA/Taman Nasional 6. Kepolisian 7. Kejaksaan 8. Bea Cukai 9. Lembaga Penelitian lainnya 10. Xylaria diluar negeri 11. Mahasiswa Dengan tersedianya sistem identifikasi kayu dengan bantuan komputer maka pekerjaan pelayanan ini dapat dilakukan dengan lebih mudah dan lebih cepat. Beberapa contoh kasus yang pernah terselesaikan adalah: 1) Penyeludupan log sonokeling dan eboni melalui pelabuhan Tanjung Priok. 2) Penyelundupan ramin dan jenis jenis kayu lainnya yang terdaftar dalam CITES, a.l. kayu pacar dari Sulawesi Tengah. 3) Penggunaan jenis kayu yang tidak sesuai spesifikasi oleh perusahaan konstruksi 4) Pencurian kayu di Taman Nasional Salak-Halimun 5) Kenekaragaman fosil kayu di bagian barat pulau Jawa pada periode Pliosin 6) Identifikasi kayu dari perahu kuno dari tepian Bengawan Solo, Bojonegoro, Jawa Timur. Beberapa kasus yang tidak terselesaikan anatara lain adalah: 1) Permintaan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara sekitar tahun 1986 untuk memberikan kesaksian bahwa kayu tangkapan Kejaksaan adalah Diospyros celebica yang dilarang ditebang. 10

11 2) Dugaan pelanggaran penebangan kayu tengkawang oleh suatu perusahaan HPH di Kalimantan Timur sekitar tahun ) Dugaan pencurian kayu mahoni di wilayah Banten sekitar tahun Puslitbang Keteknikan kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan diminta untuk membuktikan bahwa kayu mahoni tangkapan berasal dari wilayah Hutan PERHUTANI di Banten. 4) Dugaan penebangan liar di hutan lindung Kalimantan Selatan tahun Kesaksian bahwa kayu-kayu terebut adalah hasil penebangan yang melanggar hukum di wilayah hutan yang bersangkutan tidak dapat dipenuhi karena untuk membuktikannya harus dengan metode DNA yang sampai kini belum dikuasai oleh Xylarium Bogoriense. D. Pemeliharaan dan perawatan koleksi Ancaman terhadap koleksi contoh kayu terutama dari serangan serangga, rayap dan bubuk kayu. Pada mulanya pencegahan serangga dilakukan dengan pemberian gas BHC. Contoh kayu dimasukkan ke dalam ruang kedap udara lalu disi dengan gas sampai serangga yang mungkin ada mati. Sekitar tahun 1980 penggunaan gas BHC dilarang. Sebagai gantinya digunakan freezer. Contoh kayu dimasukkan ke dalam freezer selama 3-4 hari untuk membuat serangga yang mungkin. ada di dalamnya mati beku. Penggunaan freezer dilakukan setelah 10 tahun kemudian, itupun berkat ada pinjaman freezer dari Ir. Jamal Balfas M.Sc dari Laboratorium Penggergajian Kayu pada tahun Freezer itu hanya berfungsi selama kurang lebih 8 tahun karena rusak pada tahun Sampai sekarang freezer yang rusak itu belum ada gantinya. Akibatnya cukup banyak juga contoh yang rusak dimakan rayap dan bubuk kayu. E. Sistem Informasi Xylarium Sampai tahun 2003, pencatatan dan penelusuran informasi di Xylarium Bogoriense masih dilakukan secara manual. Akibatnya penelusuran informasi seringkali memerlukan waktu lama. Ketika itu identifikasi jenis kayu diawali dengan merujuk buku buku-buku tentang anatomi dan identifikasi kayu. Setelah ada dugaan sementara dilanjutkan dengan merujuk ke koleksi contoh kayu. Selain prosesnya lama adakalanya peneluran identitas kayu menemui jalan buntu. Dalam hal demikian, kami minta agar disertai material herbarium. Bila herbarium tersedia, kami minta bantuan kepada peneliti di Kelti Botani Puskonservasi. Pada tahun 2004 kami mulai melakukan digitalisasi data xylarium. Secara gotong royong kami menyalin data dari register contoh kayu sebanyak 12 buku ke dalam bentuk digital dengan menggunakan Microsoft Access. Tetapi program aplikasinya kami buat melalui kerjasama dengan developer dari luar. Sejak saat itu pekerjaan penelusuran informasi dan identifikasi menjadi jauh lebih mudah dan lebih cepat. Tahun 2006 dilakukan rekonstruksi untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Namun program yang diperoleh ada tahap kedua ini tidak stabil. Dari 2 program aplikasi yang dibuat akhirnya hanya 1 program yang dapat diselamatkan, yaitu program identifikasi kayu, itu pun tanpa ada fitur cetak laporan. Tahun 2011 dilakukan rekonstruksi sistem informasi xylarium tahap kedua. Pada tahap ini komponennya dikembangkan menjadi 5 yaitu: 1) Koleksi dalam negeri, 2) Koleksi 11

12 luar negeri, 3) Pustaka Anatomi, 4) Alamat penyimpanan contoh kayu, 5) Kunci identifikasi kayu. Basis data koleksi dalam negeri dan koleksi luar negeri disalin dari buku-buku register contoh kayu. Basis data Pustaka Anatomi baru dimulai dengan artikel yang ada di IAWA Journal tahun 1982 sampai Basis data identifikasi kayu dihimpun dari hasil penelitan anatomi kayu di Pustekolah, buku-buku PROSEA 5(1), 5(2), 5(3). Jumlahnya sudah mencapai 433 marga yaitu yang meliputi commercial species dan lesser known species. Tindak lanjut yang perlu dilakukan terhadap sistem informasi ini adalah pemutakhiran basis datanya dengan penambahan data baru, revisi serta perbaikan kesalahan-kesalahan ketik. Penambahan data baru diharapkan dari hasil penelitian the least known wood species. Dalam Tahun 2013 ini sedang diupayakan transformasi sistem informasi xylarium dari basis desktop ke dalam basis web untuk kemudian dikoneksikan ke internet agar dapat diakses oleh pengguan dari luar Pustekolah. III. The Least Known Wood Species Pada akhir dekade 1970 di kalangan eksportir kayu ada penggolongan kayu yang di ekspor: 1) commercial species, 2) light mix hardwood species (LMSH). Kemudian penggolongan itu berangsur diartikan sebagai 1) commercial species, 2) lesser known species. Lesser known species ada kalanya disebut juga lesser used species. Dalam tahun 1952 Hildebrand sudah menulis tentang jenis jenis kayu di Indonesia yang dianggap penting karena rerdapat dalam jumlah banyak dan sudah digunakan oleh masyarakat. Jumlahnya 400 jenis. Dari jumlah itu Anonim (1974) dan Kartasujana et. al., (1979) menggolongkan 267 jenis ke dalam kelompok kayu perdagangan sedangkan sisanya 133 jenis digolongkan ke dalam kelompok kayu kurang dikenal. Sejak saat itu penelitian diutamakan pada jenis jenis kayu perdagangan yang masih kurang data sifat dasar kayunya. Hasilnya penelitiannya dimuat dalam buku Atlas kayu Indonesia jilid I (Martawijaya et al, 1981) dan jilid II (Martawijaya et al., 1989). Pada tahun 1986 ada seminar Pemanfaatan Kayu Kurang Dikenal diselenggarakan oleh Pustekolah. Seminar ini mendorong dilakukannya penelitian terhadap jenis-jenis kayu kurang dikenal termasuk anatomi kayunya. Sejak saat itu mulailah diteliti anatomi kayu kurang dikenal. Sasarannya adalah 133 jenis kayu kurang dikenal tersebut di atas. Bahannya diambil dari koleksi Xylarium Bogoriense. Daftar 4: Penggolongan Kayu Asia tenggara Jilid Golongan Banyaknya marga Prosea 5(1) Major Commercial Timbers 51 Prosea 5(2) Minor Commercial timbers 62 Prosea 5(3) Lesser Known timbers 309 Jumlah Prosea 5(1 s/d 3) [ ? ] * 281 Jumlah 703 The least known species Ketika penulis sudah menyelesaikan 64 dari 133 jenis kayu kurang dikenal, datang permintaan dari yayasan PROSEA untuk bergabung meneliti The Lesser Known Timber 12

13 Species. Pengamatannya dilaksanakan di Forestry Research Institue Malaysia (FRIM), Kuala Lumpur, tahun Sebanyak 15 wood anatomists dari Asia Tenggara, Jepang, Belanda, Amerika dan Australia bersama-sama mengerjakan 309 marga kayu Asia Tenggara. Setiap anatomist mengamati rata-rata 20 marga per orang. Hasilnya dipublikasikan dalam buku Plant Resources of South east Asia Vol. 5(3): The lesser known Timbers (Sosef et al., 1998). Setelah dijumlahkan ternyata ketiga jilid buku PROSEA mencakup 422 marga pohon kayu Asia Tenggara (Daftar 4). Pengecekan lebih lanjut, dengan membandingkannya dengan daftar jenis kayu yang dibuat oleh Oey (1950), ternyata ada 281 marga, 577 jenis yang yang belum tercakup dalam buku PROSEA 5(1), 5(2),dan 5(3). Inilah yang digolongkan ke dalam The Least Known Wood Species. Daftarnya disajikan dalam Lampiran makalah ini. Hanya sebagian kecil taxa TLKWS itu yang data ciri antominya tersedia yaitu antara lain dari Klaasen (1999) mengenai Sapindaceae, Sulistyobudi (1990) mengenai Sapotaceae, Suhendar mengenai Apocynaceae, Ratih (2009) mengenai Actinidiaceae dan Bignoniaceae, Prasetyo (2009) mengenai Fabaceae dan Fajar (2011) mengenai Magnoliaceae. Data ciri anatomi TLKWS lainnya mesih perlu diamati. IV. Kurator Xylarium Bogoriense Terakhir namun tidak kalah penting adalah siapa saja yang mengelola Xylarium Bogoriense selama ini dan apa karyanya yang sudah dilakukan (Daftar 5). Hal ini perlu agar ada acuan bagi kurator penerus untuk merecanakan kegiatan yang perlu dilakukan di waktu yang akan datang. Belum ditemukan dokumen yang menyatakan siapa kurator Xylarium Bogoriense yang pertama: apakah Beekman atau Den Berger. Memang yang pertama membuat tulisan mengenai identifikasi kayu Priangan adalah Beekman pada tahun Tetapi dalam register contoh kayu tidak ditemukan nama Beekman sebagai kolektor. Den Berger tercatat melakukan koleksi sejak tahun 1917 sampai 1926 di berbagai lokasi di Jawa, Lampung dan Kalimantan, sebelum Beekman menulis bukunya. Antara tahun Den Berger menulis 5 buku tentang anatomi dan identifikasi kayu serta 2 tulisan tentang fosil kayu. Lagi pula 93,5 % koleksi Xylarium Bogoriense sekarang ini dikumpulkan selama beliau aktif di Proefstation voor het Boschwezen. Jadi dapat disimpulkan bahwa Den Berger adalah kurator xylarium yang pertama. Kurator kedua yang patut dihargai adalah Oey Djoen Seng. Beliau tidak menulis tentang anatomi dan identifikasi kayu tetapi mengukur berat jenis setiap contoh kayu yang ada di xylarium yang jumlahnya sekitar spesimen dengan alat yang beliau rancang sendiri. Hasilnya merupakan karya monumental berjudul : Berat jenis dari jenis-jenis kayu Indonesia dan pegertian beratnya kayu untuk untuk keperluan praktek [terjemahan oleh Soewarsono, 1964] dan masih manjadi acuan utama tentang sifat jenis-jenis kayu Indonesia hingga kini. Kurator ketiga Iding kartasujana menulis beberapa buku tentang kayu, antara lain Atlas kayu Indonesia Jilid I dan II dan beberapa karya tulis lainnya. Peran utamanya bagi Xylarium adalah memelihara dan merawat koleksi serta memutakhirkan data. Setiap ada revisi taxonomi dari para botanist, beliau merevisi juga register contoh kayu. Nama lama dicoret [tidak dihapus] lalu diatasnya dituliskan nama baru. Revisi nama dalam buku register dilakukan berdasarkan laporan yang dibuat oleh para taxonom. 13

14 Daftar 5. Kurator Xylarium Bogoriense dan karyanya No Kurator Karya 1 L.G. Den Berger Oey Djoen Seng Iding Kartasujana Y. I. Mandang Sri Rulliaty ) Membangun xylarium. Mengoleksi contoh kayu antara tahun di berbagai daerah di Jawa, Lampung, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tmur 2) Menulis 5 buku anatomi /identifikasi kayu 3) Menulis 2 artikel tentang fosil kayu 1) Meneliti Berat Jenis 3001 jenis kayu Indonesia 2) Memelihara dan merawat koleksi 3) Menerapkan revisi nama botani dalam buku register dan contoh kayu 1) Atlas kayu Indonesia jilid I dan Jilid II 2) Kayu perdagangan Indonesia, sifat dan kegunaannya 3) Memelihara dan merawat koleksi 4) Menerapkan revisi nama botani dalam buku register dan contoh kayu 1) Atlas Kayu Indonesia jilid II dan jilid III 2) Anatomi kayu dari berbagai propinsi (9 karya tulis) 3) Anatomi kayu Kurang Dikenal dari suku Aceraceae sampai Moraceae (5 karya tulis ) 4) Fosil kayu dari Jawa barat 2 artikel 5) Kayu berkhasiat obat (4 karya tulis) 6) Digitalisasi basis data Xylarium 1) Atlas kayu Indonesia Jilid IV (naskah) 2) Anatomi perbandingan kayu Gluta renghas dan Melanorhoea wallichii 3) Anatomi dan Kualitas kayu ( 5 artikel) 4) Anatomi kayu the least known spesies (5 artikel) 5) Anatomi Bambu (4 artikel) 6) Digitalisasi Basis data Xylarium 7) Renovasi Xylarium Kurator keempat dijabat oleh penulis mulai dari tahun 1988 sampai tahun Penulis melanjutkan penulisan naskah Atlas Kayu jilid II yang tidak sempat diselesaikan oleh Iding Kartasujana. Penulis juga menerima daftar 133 jenis kayu kurang dikenal dari Kurator kedua Iding Kartasujana, yang kemudian ditanggapi oleh penulis sebagai pesan untuk dikerjakan. Selanjutnya melihat kondisi buku-buku register contoh kayu yang sudah lapuk dan data didalamnya terancam musnah, penulis berinisiatif menyalinnya ke dalam bentuk digital. Setelah terlebih dahulu mengikuti kursus komputer selama 2 bulan, penulis bersama rekan-rekan di Lab Anatomi Kayu menyalin data dalam buku-buku register contoh kayu kedalam bentuk digital. Dengan diamankannya data dalam register contoh kayu kedalam bentuk digital maka selamat pula koleksi tersebut karena tanpa dukungan data pendukungnya maka nilai koleksi contoh kayu hanya sama dengan kayu bakar saja. Kurator ke 5 dijabat oleh Dra Sri Rulliaty, MSc. Karyanya tertera dalam Daftar 4 dan masih bertambah lagi sejalan dengan masa tugasnya yang masih panjang. 14

15 Demikianlah sedikit informasi tentang para kurator yang sudah mengelola Xylarium Bogoriense ini. Semoga informasi ini dapat menjadi acuan bagi kurator penerus untuk melakukan apa saja yang perlu dilakukan guna perkembangan koleksi dan penelitian yang memerlukan tersedianya koleksi contoh kayu. V. Penutup Menjelang usianya yang ke 100, Xylarium Bogoriense sudah mengumpulkan contoh kayu sebanyak 3001 jenis kayu. Di alam Indonesia diperkirakan terdapat 4000 jenis pohon kayu berarti perlu dikumpulkan 999 jenis lagi untuk melengkapinya. Pengumpulan diutamakan dari wilayah Papua dan pula-pulau kecil karena koleksi contoh kayu yang berasal dari wilayah itu jumlahnya sedikit atau belum ada sama skali. Sejak tahun 1985 material herbarium penyerta tidak lagi disimpan dan dipelihara oleh Kelti Botani/ Herbarium Pusat Penelitian dan pengemangan Konservasi Alam di Bogor. Ini berarti sebagian contoh kayunya tidak lagi didukung oleh material herbarium. Bilamana dikemudian hari diketahui ada kesalahan, pelacakan tidak mungkin lagi karena herbariumnya sudah tidak ada. Oleh karena itu mulai saat ini disarankan agar herbarium penyerta harus disimpan dan dipelihara sendiri oleh Xylarium Bogoriense. Publikasi anatomi kayu yang menggunakan koleksi contoh kayu dari Xylarium Bogoriense telah meningkat dari hanya 1 judul pada tahun 1920, lalu 6 judul pada tahun 1949, menjadi 66 judul pada tahun Beberapa hasil penelitian anatomi kayu sistematik menunjukkan bahwa studi anatomi kayu dapat membantu mangatasi problema taksonomi walau hanya sampai tingkat marga atau kelompok. Dengan demikian untuk mampu mengidentifikasi sampai tingkat jenis haruslah dengan metode lain. Klasifikasi dan identifikasi dengan metode DNA sudah dimungkinkan. Oleh karena itu hendaknya ada di kalangan anatomist kayu yang mendalami biologi molekuler.. Penerapan teknologi digital dalam manajemen informasi xylarium telah pula memungkinkan pelayanan identifikasi kayu menjadi lebih mudah dan lebih cepat. Tindakan lebih lanjut yang perlu dilakukan terhadap sistem informasi xylarium ini adalah pemutakhiran data termasuk perbaikan kesalahan pengetikan. Untuk pemutakhiran basis data identifikasi diperlukan tambahan data ciri mikro 158 marga dari kelompok the least known wood species yang jumlahnya 577 jenis. Bila dikerjakan sebanyak 20 jenis per tahun maka akan selesai dalam waktu 29 tahun. Terlalu lama. Bila dikerjakan sebanyak 100 jenis per tahun maka akan selesai dalam waktu 6 tahun. Ini dapat dicapai bila penelitiannya dilakukan oleh beberapa peneliti sekaligus. Koleksi contoh kayu rawan terhadap serangan serangga. Guna pemeliharaannya diperlukan freezer dengan kapasitas memadai untuk dapat dimasuki secara bergilir oleh 700 laci berisi contoh kayu dalam setahun, sekali masuk selama 4 hari dalam freezer. Setiap laci minimal masuk freezer 1 kali setahun (360 hari). Jika dihitung, diperoleh 8 laci per 4 hari harus bergilir masuk freezer. Untuk bisa menampung 8 laci diperlukan freezer kapasitas 1 m3. Sebaiknya minimal 2 freezer perlu diadakan untuk menjaga kemungkinan ada yang rusak tidak berfungsi. Ucapan terimakasih: ditujukan kepada Dra Sri Rulliaty, MSc. atas tambahan informasi dan kepada Bapak Andianto S.Hut. M.Si atas bantuan mengedit makalah ini. Juga kepada Ibu Tutiana atas bantuannya membuat potret anatomi kayu untuk penyajian dengan PwP. 15

16 Daftar Pustaka Abdurrohim, S. Y.I. Mandang & U. Sutisna.2004 Anonim Artistien,S. & Mandang, Y.I, Beeckman, H. tt Beekman, 1920 H.A.J.M, Bogidarmanti, R Damayanti dan Mandang, Y.I Damayanti dan Mandang, Y.I Damayanti, R. and Rulliaty, S Den Berger, L.G en H. Beekman.1922 Den Berger, L.G dan F.H. Endert, 1925 Atlas kayu Indonesia Jilid III. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil hutan, Bogor Standardization of Nomenclature and Specification of Lesser Known and Lesser Utilized Species of Timber. Country Report from Indonesia. Ministry of Agriculture, Directorate General of Forestry, Indonesia Anatomi Dan Kualitas Kayu Hibiscus Macrophyllus Roxb. Dan Artocarpus heterophyllus Jarret. (Wood Anatomy And Fibre Quality Of Hibiscus macrophyllus Roxb. And Artocarpus heterophyllus Jarret). Bulletin Penelitian Hasil Hutan 20(3): Thn ISSN A xylarium for the sustainable management of biodiversity: the wood collection of the Royal Museum for Central Africa, Tervuren, Belgium Mei Preanger houtsoorten, beschrijving, afbeelding en determinatietabel. Meded. Proefstation v.h. Boschwezen 5: Mempelajari struktur anatomi beberapa jenis kayu dari Irian Jaya. Laporan Praktek. Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam, IPB Pedoman Identifikasi Kayu Kurang Dikenal. Guide to the identification of the lesser known wood species. Pusat Penelitian Dan pengembangan Hasil Hutan, Bogor Anatomi Dan Kualitas Serat Kayu Kemenyan (Styrax spp.- Styracaceae). (Wood Anatomy And Fiber Quality Of Kemenyan Wood (Styrax spp.-styracaceae).jurnal Penelitian Hasil Hutan 25(3): Wood Anatomy and Fiber Quality of Eight Least Known Timbers Belongs to Actinidiaceae and Bignoniaceae from Indonesia. Proceedings Indonesian Wood Research Society, Bogor. Inleiding tot de herkening van hout in de praktijk. Meded. Proestation v.h. Boschwezen No. 7: Belangrijke Houtsoorten van Nederlandsch-Indie. Meded. Proefstation v.h. Boschwezen 11:

17 Den Berger, L.G. Den Berger LG, 1949 Den Berger, LG Den Berger, LG Dewi, L. M., Y. I. Mandang and I. Wahyudi Houtsoorten der Culturgebieden van Java en van Sumatra s Oostkust. Meded. Proefstat. V.h. Boschwezen 13: Determinatietabel voor houtsoortenvan van Malesie tot op familmilie of geslacht. Balai Penyelidikan Kehutanan, Bogor, Indonesia Fossiele houtsoorten uit het Tertiar van Zuid Sumatra. Verh. Geol. Mijnbowkundig Genootschap voor Nederland en Kolonien. Geol. Ser,. Dl 6: Unterscheidungsmerkmale von rezenten und fossielen Dipterocarpaceengattungen. Bull. Jard. Bot. De Buitenzorg, Ser 3, vol. 9: Wood Anatomy and Fibre Quality of Platea spp.- Icacinaceae. Paper presented at the 1 st International Symposium of Indonesian Wood Research Society. Bogor, 2-3 November, Fajar, M Hildebrand, F.H Sifat Anatomi The least Known Species suku Magnoliaceae. (Jenis kayu Talauma gigantifolia Miq., T. liliifera O.K., T. rubra Miq, dan T. singapurensis Ridl.) Skripsi Sarjana. Departemen Hasil Hutan, IPB. Belum dipublikasikan. Nama-nama kesatuan untuk jenis-jenis pohon yang penting di Indonesia. Pengumuman Istimewa No. 6, Balai Penyelidikan Kehutanan Bogor. Kartasujana, I dan A. Martawijaya Kayu perdagangan Indonesia, Sifat dan Kegunaannya. Gabungan Pengumuman No. 3 dan No. 56, Lembaga Penelitian Hasil hutan Bogor Klaasen, R Krisdianto, 2007 Lowe, A.J and H.B. Cross Wood Anatomy of Sapindaceae. Rijks-Universiteit, Leiden Anatomi dan kualitas serat 6 jenis kayu kurang dikenal dari Cianjur Selatan, Jawa barat. Jurnal penelitian Hasil Hutan 25(3): The aplication of DNA methods for timber tracking and origin verification. IAWA Journal 32(2): Martawijaya, A dan I. Kartasujana, Ciri umum, sifat dan kegunaan jenis-jenis kayu indonesia. Publikasi khusus No. 41, Lembaga Penelitian Hasil Hutan, Bogor 17

18 Mandang, Y.I Anatomi Dan Identifikasi Empat Belas Jenis Kayu Dari Maluku, (Anatomy And Identification Of Fourteen Wood Species From Maluku). Jurnal Pen. H.H. 3(4):13-27 Mandang, Y.I Anatomi Dan Identifikasi Sepuluh Jenis Kayu Dari Kalimantan Timur. (Anatomy And Identification Of Ten Wood Species From East Kalimantan). Jurnal. Pen. H.H. 3(4): Mandang, Y.I Rulliaty, S. & Y.I. Mandang, Pemilahan Jenis Kayu Kapur Sintok (Dryobalanops oocarpa V.Sl.) Dari Jenis Jenis Kayu Kapur Lainnya. (Differentiation Of Kapur Sintok (Drobalanops oocarpa V.Sl.) From Other Kapur Wood Species) Jurnal Penelitian Hasil Hutan 4(2): Struktur Anatomi Beberapa Jenis Kayu Hutan Tanaman Industri. (Anatomical Structure Of Several Wood Species From Industrial Wood Plantation) Jurnal. Pen. H.H. 5(6): Mandang,Y.I Anatomi Perbandingan Kayu Cendana (Santalum album L. Dan Eksokarpus (Exocarpus latifolia R.Br.). (Comparative Wood Anatomy Of Cendana Wood (Saltalum album Lin.) And Exocarpus Wood (Exocarpus latifolia R.Br.) Jurnal Pen. H.H. 5(6): Mandang, Y.I. dan N. Sumarliani, Mandang, Y.I Mandang, Y.I Anatomi Dan Identifikasi Sembilan Belas Jenis Kayu Dari Sulawesi. (Anatomy And Identification Of Nineteen Wood Species From Sulawesi). Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6(1): Anatomi Dan Identifikasi Tujuh Belas Jenis Kayu Kurang Dikenal (Aceraceae S/D Caesalpiniaceae). Anatomy And Identificartion Of Seventeen Lesser Known Wood Species (Aceraceae-Caesalpiniaceae). Jurnal Pen. H.H. 8(2): Kayu Raja Sumatra, Sudah Langka Atau Masih Langka. Prosiding Seminar Dan Kongres Nasional Biologi X. Bogor, September Perhimpunan Biologi Indonesia. Mandang, Y.I Anatomi Dan Identifikasi 21 Jenis Kayu Kurang Dikenal ( Casuarinaceae s/d Euphorbiaceae). (Anatomy And Identification Of Twenty One Lesser Known Wood Species (Casuarinaceae-Euphorbiaceae). Jurnal Pen. H.H. 9(1): 5-23 Mandang, Y.I Anatomi Dan Identifikasi Sepuluh Jenis Kayu Dari Sulawesi Utara. (Anatomy And Identification Of Ten Wood Species From North Sulawesi). Jurnal Pen. H.H. 10(5):

19 Mandang, Y.I Mandang, Y.I Mandang, Y.I Mandang, Y.I Anatomi Dan Identifikasi Sembilan Jenis Kayu Kurang Dikenal Dari Suku Meliaceae. (Anatomy And Identification Of Nine Lesser Known Wood Species Of Meliaceae). 23Jurnal Pen. H.H. 11(3): Anatomi dan Identifikasi Tujuh Jenis Kayu dari Sulawesi Tengah. (Anatomy And Identification Of Seven Wood Specie26s From Central Sulawesi). Jurnal. Pen. H.H. 11(6): Anatomi Dan Identifikasi Tujuh Jenis Kayu Dari Maluku Utara. (Anatomy And Identification Of Seven Wood Species From N30orth Maluku).Jurnal Pen. H.H. 11(7): Mandang, 31Y.I Anatomi Dan Identifikasi Sebelas Jenis Kayu Kurang Dikenal Dari Suku Mimosaceae, Myristicaceae dan Moraceae (Anatomy And Identification Of Eleven Lesser Known Wood Species Of Mimosaceae, Myristicaceae And Moraceae).. Jurnal Pen H.H. 12(1):9-20. Mandang, Y.I Anatomi Delapan Jenis Kayu Kurang Dikenal Dari Suku Flacourtiaceae Sampai Juglandaceae. (Anatomy And Identification Of Eight Wood Species Of Flacourtiaceae To Juglandaceae). Bulletin Pen. H.H. 14(1): Mandang, Y.I Mandang, Y.I Mandang, Y.I. & Barly Mandang,Y.I. & Usep Sudardji Mandang, Y.I. dan Usep Sudardji, 2000 Pencarian Pengganti Kayu Jelutung Untuk Bahan Baku Batang Pensil. (A Search For Jelutung Substitute For Pencil Slat). Buletin Pen. H.H. 14(6): Wide Rays in Casuarina and Gymnostoma. Proceeding The Second International Wood Science.Seminar. JSPS-LIPI, Serpong, Indonesia Kemungkinan pemanfaatan jenis kayu Indonesia untuk pengganti kayu pok (Possible Utilization of Indonesian wood species for Guajacum substitute). Bull. Penelitian Hasil Hutan 14(10): Anatomi Dan Kualitas Serat Sembilan Jenis Kayu Dari Kalimantan Timur. (Anatomy And Fibre Quality Of Nine Wood Species Fronm East Kalimantan). Bulletin Pen. H.H. 19(1): Anatomi Dan Kualitas Serat Dua Puluh Jenis Kayu Dari Kawasan Barat Indonesia.(Anatomy And Fibre Quality Of Twenty Wood Species From Indonesia Wet Region). Bulletin Pen. H.H. 18(3):

20 Mandang, Y.I. & Krisdianto Mandang, Y.I. & Usep Sudarji Mandang, Y.I. & Bambang Wiyono, Mandang, Y.I. & Noriko Kagemori Mandang, Y.I. dan Herpin Suhaendra, Mandang, Y.I Mandang, Y.I Mandang Y.I Mandang, Y.I., Dimas Putro & B. Kurniawan, 2005 Mandang, Y. I. & I. Ktut Pandit Mandang, Y.I. & Andianto Mandang, Y.I. & D. Martono Wood Anatomy Of Five Major Species From Jambi. Buletin Pen. H.H. 19(2): Anatomi dan kualitas serat 10 jenis kayu andalan dari Jawa Barat. Info Hasil Hutan 8(1): Anatomi Kayu Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) Dan Beberapa Jenis Sekerabat. (Anatomy of Gaharu Wood (Aquilaria malaccensis Lamk) And Several Related Species). Bulletin Penelitian Hasil Hutan 20(2): Thn ISSN A Fossil Wood Of Dipterocarpaceae From Pliocene Deposit In The West Region Of Java Island. Forest Products Research Bulletin 21(3) : Sifat Sifat Kayu Nyatoh (Palaquium obtusifolium Burck) Sehubungan Dengan Kemungkinan Penggunaannya Untuk Bahan Baku Batang Pensil. Bulletin Penelitian Hasil Hutan 21(1): Thn ISSN Anatomi Pepagan Pulai Dan Beberapa Jenis Sekerabat. (Bark Anatomy Of Pulai And Several Allied Species). Journal of Forest Products 22(4): Aplikasi Program Komputer Sql Server Untuk Identifikasi Jenis Jenis Kayu Asia Tenggara. (Aplication Of SQL Server Computer Program For Identification Of South Asian Timbers). Info Hasil Hutan 11(1): Digitalisasi Basis Data Xylarium Puslitbang Hasil Hutan Bogor.(Digitalisation Of Xylarium Database Of The Forest Products Research And Development Center Bogor) Info Hasil Hutan 12(2) Kunci (Komputer) Identifikasi Kayu Versi 2.2 (Wood Identification: A Computer Key Version 2.2.) Puslitbang Hasil Hutan, Bogor. Pedoman Identifikasi Kayu Di Lapangan. (Guide To Wood Identification In The Field). Prosea Indonesia, Bogor Anatomi kayu pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack) dan beberapa jenis kayu suku Simaroubaceae)- (Wood Anatomy Of Pasak Bumi (Eurycoma Longifolia Jack) And Several related Wood Species within Simaroubaceae). Identifikasi Kayu Dari Perahu Kuno Yang Tergali Di Tepi Bengawan Solo, Bojonegoro-( Identification Of Wood From Ancient Boat Excavated From River Bank Of Bengawan 20

Xylarium Bogoriense 1915

Xylarium Bogoriense 1915 INPUT Xylarium Bogoriense 1915 PROSES OUTPUT FOREST PRODUCTS RESEARCH & DEVELOPMENT CENTER RESEARCH, DEVELOPMENT AND INNOVATION AGENCY Jl. Gunung Batu 5, Bogor 16610, INDONESIA Definisi (Definition) Xylarium

Lebih terperinci

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 :

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : DIGITALISASI BASIS DATA XYLARIUM PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HASIL HUTAN BOGOR Oleh Yance I. Mandang 1) ABSTRAK Xylarium Bogoriense Pusat Litbang Hasil Hutan di Bogor menyimpan hampir 40.000 contoh

Lebih terperinci

KONTRAK PERKULIAHAN ANALISIS INSTRUKSIONAL GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN SATUAN ACARA PENGAJARAN KISI-KISI TES/CONTOH SOAL UJIAN

KONTRAK PERKULIAHAN ANALISIS INSTRUKSIONAL GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN SATUAN ACARA PENGAJARAN KISI-KISI TES/CONTOH SOAL UJIAN KONTRAK PERKULIAHAN ANALISIS INSTRUKSIONAL GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN SATUAN ACARA PENGAJARAN KISI-KISI TES/CONTOH SOAL UJIAN MATA KULIAH ANATOMI DAN IDENTIFIKASI KAYU (HHT 212) DEPARTEMEN HASIL

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan

PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagian besar hutan yang ada di Indonesia adalah hutan hujan tropis, yang tidak saja mengandung kekayaan hayati flora yang beranekaragam, tetapi juga termasuk ekosistem terkaya

Lebih terperinci

BRIEF Volume 11 No. 07 Tahun 2017

BRIEF Volume 11 No. 07 Tahun 2017 PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL, EKONOMI, KEBIJAKAN DAN PERUBAHAN IKLIM BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN POLICY BRIEF Volume 11 No. 07 Tahun

Lebih terperinci

VISUALISASI STRUKTUR ANATOMI UNTUK APLIKASI IDENTIFIKASI KAYU DALAM ANIMASI 3 DIMENSI

VISUALISASI STRUKTUR ANATOMI UNTUK APLIKASI IDENTIFIKASI KAYU DALAM ANIMASI 3 DIMENSI VISUALISASI STRUKTUR ANATOMI UNTUK APLIKASI IDENTIFIKASI KAYU DALAM ANIMASI 3 DIMENSI Oleh: Ratih Damayanti Prof. (Ris.) Gustan Pari Sri Rulliaty Dian Anggraini Seminar dan Diskusi Ilmiah Putaran I Bogor,

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) I. KULIAH

GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) I. KULIAH DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS KEHUTANAN DEPARTEMEN SILVIKULTUR MAJOR INTERDEPARTEMEN, STRATA 1 (S-1) GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) I. KULIAH A. Mata Kuliah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. dikelompokkan sebagai tanaman berkayu. Bambu tersebar di beberapa belahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. dikelompokkan sebagai tanaman berkayu. Bambu tersebar di beberapa belahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bambu merupakan anggota dari famili Graminae, subfamili Bambuscideae dan suku Bambuseae. Bambu memiliki sifat seperti pohon dan dapat dikelompokkan sebagai tanaman

Lebih terperinci

RESPONS PERTUMBUHAN ANAKAN JELUTUNG MERAH

RESPONS PERTUMBUHAN ANAKAN JELUTUNG MERAH RESPONS PERTUMBUHAN ANAKAN JELUTUNG MERAH (Dyera costulata Hook.f) YANG DITANAM PADA LAHAN KERING DAN LAHAN BASAH DI KABUPATEN KAPUAS KALIMANTAN TENGAH Oleh/by SULAIMAN BAKRI Program Studi Budidaya Hutan

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 479 /Kpts-11/1998 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 479 /Kpts-11/1998 TENTANG Menimbang : MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 479 /Kpts-11/1998 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI TUMBUHAN DAN SATWA LIAR MENTERI KEHUTANAN

Lebih terperinci

Asrianny, Arghatama Djuan. Laboratorium Konservasi Biologi dan Ekowisata Unhas. Abstrak

Asrianny, Arghatama Djuan. Laboratorium Konservasi Biologi dan Ekowisata Unhas. Abstrak Pola Penyebaran dan Struktur Populasi Eboni (Diospyros celebica Bakh.) di Hutan Pendidikan Universitas Hasanuddin, Kabupaten Maros Propinsi Sulawesi Selatan Asrianny, Arghatama Djuan Laboratorium Konservasi

Lebih terperinci

TINJAUAN SINGKAT PENELITIAN ANATOMI KAYU DI BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN (BALITBANGHUT) *

TINJAUAN SINGKAT PENELITIAN ANATOMI KAYU DI BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN (BALITBANGHUT) * 1 1 9 1 3-2 0 1 3 Thn L I T B A N G H U T TINJAUAN SINGKAT PENELITIAN ANATOMI KAYU DI BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN (BALITBANGHUT) 1920-2012 * Oleh: Y. I. Mandang 1, Sri Rulliaty 2 & Andianto

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bambu merupakan tanaman dari famili rerumputan (Graminae) yang banyak dijumpai dalam kehidupan manusia, termasuk di Indonesia. Secara tradisional bambu dimanfaatkan untuk

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan No. 479/Kpts-II/1994 Tentang : Lembaga Konservasi Tumbuhan Dan Satwa Liar

Keputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan No. 479/Kpts-II/1994 Tentang : Lembaga Konservasi Tumbuhan Dan Satwa Liar Keputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan No. 479/Kpts-II/1994 Tentang : Lembaga Konservasi Tumbuhan Dan Satwa Liar MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN, Menimbang : a. bahwa jenis tumbuhan dan satwa liar

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Menteri; d. bahwa dalam rangka optimalisasi penanganan barang bukti tindak pidana lingkungan hidup dan kehutanan perlu diatu

2017, No Peraturan Menteri; d. bahwa dalam rangka optimalisasi penanganan barang bukti tindak pidana lingkungan hidup dan kehutanan perlu diatu No.642, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Penanganan Barang Bukti Tindak Pidana Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya

I. PENDAHULUAN. Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia bersama sejumlah negara tropis lain seperti Brazil, Zaire dan Meksiko, merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya (mega biodiversity).

Lebih terperinci

SIFAT FISIS DAN MEKANIS BATANG KELAPA (Cocos nucifera L.) DARI KALIMANTAN SELATAN

SIFAT FISIS DAN MEKANIS BATANG KELAPA (Cocos nucifera L.) DARI KALIMANTAN SELATAN Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol.3, No.1, Juni 2011: 29 39 SIFAT FISIS DAN MEKANIS BATANG KELAPA (Cocos nucifera L.) DARI KALIMANTAN SELATAN PHYSICAL AND MECHANICAL PROPERTIES OF COCONUT (Cocos nucifera

Lebih terperinci

MODUL III PENDAFTARAN CAGAR BUDAYA

MODUL III PENDAFTARAN CAGAR BUDAYA MODUL III PENDAFTARAN CAGAR BUDAYA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar Cagar Budaya dimiliki oleh masyarakat, sehingga perlu diupayakan agar masyarakat dapat berpartisipasi aktif melakukan

Lebih terperinci

Analisis Perbandingan Perhitungan Teknis Dan Ekonomis Kapal Kayu Pelayaran Rakyat Menggunakan Regulasi BKI Dan Tradisional

Analisis Perbandingan Perhitungan Teknis Dan Ekonomis Kapal Kayu Pelayaran Rakyat Menggunakan Regulasi BKI Dan Tradisional JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2014) ISSN: 2337 3539 (2301 9271 Print) 1 Analisis Perbandingan Perhitungan Teknis Dan Ekonomis Kapal Kayu Pelayaran Rakyat Menggunakan Regulasi BKI Dan Tradisional

Lebih terperinci

Oleh: Merryana Kiding Allo

Oleh: Merryana Kiding Allo Corak Indah Kayu Eboni (Diospyros celebica Bakh.) CORAK INDAH KAYU EBONI (Diospyros celebica Bakh.) Oleh: Balai Penelitian Kehutanan Makassar, Jl. Perintis Kemerdekaan Km.16 Makassar, 90243, telp. (0411)

Lebih terperinci

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : POTENSI, KEGUNAAN DAN NILAI TAMBAH KAYU DARI HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN BOGOR

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : POTENSI, KEGUNAAN DAN NILAI TAMBAH KAYU DARI HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN BOGOR POTENSI, KEGUNAAN DAN NILAI TAMBAH KAYU DARI HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN BOGOR Oleh : Achmad Supriadi 1) ABSTRAK Industri perkayuan di Indonesia saat ini banyak mengalami kekurangan bahan baku terutama kayu

Lebih terperinci

PENGENALAN JENIS KAYU Manfaat Pengenalan Jenis Kayu

PENGENALAN JENIS KAYU Manfaat Pengenalan Jenis Kayu PENGETAHUAN DASAR TENTANG KAYU Materi perkuliahan KRIYA KAYU Drs. Yadi Rukmayadi, M.Pd. PENGENALAN JENIS KAYU Manfaat Pengenalan Jenis Kayu Kegiatan penentuan jenis kayu (identifikasi jenis kayu) merupakan

Lebih terperinci

EFISIENSI PEMASARAN KAYU JABON (Anthocephalus cadamba) (STUDI KASUS HASIL HUTAN RAKYAT DESA WAMBULU KECAMATAN KAPONTORI)

EFISIENSI PEMASARAN KAYU JABON (Anthocephalus cadamba) (STUDI KASUS HASIL HUTAN RAKYAT DESA WAMBULU KECAMATAN KAPONTORI) Ecogreen Vol. 1 No. 1, April 2015 Halaman 101 108 ISSN 2407-9049 EFISIENSI PEMASARAN KAYU JABON (Anthocephalus cadamba) (STUDI KASUS HASIL HUTAN RAKYAT DESA WAMBULU KECAMATAN KAPONTORI) Marketing eficient

Lebih terperinci

RPI 8 PENGOLAHAN HASIL HUTAN. Koordinator : Ir. Jamal Balfas, MSc. Wakil : Dra. Sri Rulliaty, MSc. Pembina : Prof. Riset. Dr. Drs. Adi Santoso, M.Si.

RPI 8 PENGOLAHAN HASIL HUTAN. Koordinator : Ir. Jamal Balfas, MSc. Wakil : Dra. Sri Rulliaty, MSc. Pembina : Prof. Riset. Dr. Drs. Adi Santoso, M.Si. RPI 8 PENGOLAHAN HASIL HUTAN Koordinator : Ir. Jamal Balfas, MSc. Wakil : Dra. Sri Rulliaty, MSc. Pembina : Prof. Riset. Dr. Drs. Adi Santoso, M.Si. LATAR BELAKANG - Keterbatasan informasi dasar - Pengolahan

Lebih terperinci

KAYU JUVENIL (JUVENILE WOOD)

KAYU JUVENIL (JUVENILE WOOD) KARYA TULIS KAYU JUVENIL (JUVENILE WOOD) Disusun oleh : RUDI HARTONO, S.HUT, MSi NIP 132 303 838 JURUSAN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2006 DAFTAR ISI Kata Pengantar... Daftar

Lebih terperinci

C10. Oleh : Titik Sundari 1), Burhanuddin Siagian 2), Widyanto D.N. 2) 1) Alumni Fakultas Kehutanan UGM, 2) Staf Pengajar Fakultas Kehutanan UGM

C10. Oleh : Titik Sundari 1), Burhanuddin Siagian 2), Widyanto D.N. 2) 1) Alumni Fakultas Kehutanan UGM, 2) Staf Pengajar Fakultas Kehutanan UGM C10 DIMENSI SERAT DAN PROPORSI SEL PADA BEBERAPA VARIASI UMUR POHON DAN LETAK RADIAL BATANG Acacia auriculiformis A. Cunn. Ex Benth. DARI DESA KEDUNGPOH, GUNUNGKIDUL Oleh : Titik Sundari 1), Burhanuddin

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Borror Pengenalan Pelajaran Serangga Edisi VI. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.

DAFTAR PUSTAKA. Borror Pengenalan Pelajaran Serangga Edisi VI. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. DAFTAR PUSTAKA Abdurachman dan Hadjib. 2009. Sifat Fisika dan Mekanik Kayu Laminan Campuran Kayu Mangium dan Sengon. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Volume 27 No 3. Barly dan Sabarudi. 2010. Kajian Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Volume Pohon Secara alami, volume kayu dapat dibedakan menurut berbagai macam klasifikasi sortimen. Beberapa jenis volume kayu yang paling lazim dipakai sebagai dasar penaksiran,

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN KORIDOR EKOSISTEM PENTING DI SUMATERA. Herwasono Soedjito Pusat Penelitian Biologi - LIPI

KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN KORIDOR EKOSISTEM PENTING DI SUMATERA. Herwasono Soedjito Pusat Penelitian Biologi - LIPI KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN KORIDOR EKOSISTEM PENTING DI SUMATERA Herwasono Soedjito Pusat Penelitian Biologi - LIPI KEHATI INDONESIA Paling tidak terdapat 47 ekosistem buatan dan alam yang kemudian direklasifikasi

Lebih terperinci

Indonesia: Mega Biodiversity Country

Indonesia: Mega Biodiversity Country ONRIZAL Departemen Kehutanan Universitas Sumatera Utara Indonesia: Mega Biodiversity Country Diperkirakan 38.000 spesies tumbuhan (55% endemik) Memiliki 10% tumbuhan berbunga yang ada di dunia 12% binatang

Lebih terperinci

o a t n Ind , a K yu hon Rot n d ne anat hineb salta

o a t n Ind , a K yu hon Rot n d ne anat hineb salta e n Atlas Rotan Indonesia rm B i s a e n i h, Kayu, J e n is P o ho fo n I r b m u S 5 n d a R o t a n Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia Herbarium Wanariset Xylarium Bogoriense 1915 16 Atlas Benih Tanaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl.,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl., II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Mahkota Dewa 1. Klasifikasi dan Ciri Morfologi Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl., dengan nama sinonim Phaleria papuana. Nama umum dalam

Lebih terperinci

Makalah Utama pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September )

Makalah Utama pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September ) KONSERVASI TANAH DAN AIR: PEMANFAATAN LIMBAH HUTAN DALAM REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN TERDEGRADASI 1) Oleh : Pratiwi 2) ABSTRAK Di hutan dan lahan terdegradasi, banyak dijumpai limbah hutan berupa bagian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.63/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA MEMPEROLEH SPESIMEN TUMBUHAN DAN SATWA LIAR UNTUK LEMBAGA KONSERVASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

TINJAUAN SINGKAT PENELITIAN ANATOMI KAYU DI PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN. Oleh : RUDI HARTONO

TINJAUAN SINGKAT PENELITIAN ANATOMI KAYU DI PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN. Oleh : RUDI HARTONO TINJAUAN SINGKAT PENELITIAN ANATOMI KAYU DI PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN Oleh : RUDI HARTONO Disampaikan Pada Acara : Diskusi Litbang Anatomi Kayu Indonesia

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebun Raya Bogor (KRB) memiliki keterikatan sejarah yang kuat dalam pelestarian tumbuhan obat. Pendiri KRB yaitu Prof. Caspar George Carl Reinwardt merintis kebun ini

Lebih terperinci

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, maka perlu menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, maka perlu menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1444, 2014 KEMENHUT. Satwa Liar. Luar Negeri. Pengembangbiakan. Peminjaman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/Menhut-II/2014 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.83/Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.83/Menhut-II/2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.83/Menhut-II/2014 TENTANG PEMINJAMAN JENIS SATWA LIAR DILINDUNGI KE LUAR NEGERI UNTUK KEPENTINGAN PENGEMBANGBIAKAN (BREEDING LOAN) DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN KUALITAS BAMBU DENGAN STABILISASI DIMENSI. The Increasing of Bamboo Quality Using Dimensional Stabilization

UPAYA PENINGKATAN KUALITAS BAMBU DENGAN STABILISASI DIMENSI. The Increasing of Bamboo Quality Using Dimensional Stabilization UPAYA PENINGKATAN KUALITAS BAMBU DENGAN STABILISASI DIMENSI The Increasing of Bamboo Quality Using Dimensional Stabilization Karti Rahayu Kusumaningsih Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Stiper Yogyakarta

Lebih terperinci

PILIHAN KEBIJAKAN UNTUK PENYELAMATAN RAMIN DI INDONESIA 1)

PILIHAN KEBIJAKAN UNTUK PENYELAMATAN RAMIN DI INDONESIA 1) PILIHAN KEBIJAKAN UNTUK PENYELAMATAN RAMIN DI INDONESIA 1) Oleh: Slamet Riyadhi Gadas 2) PENDAHULUAN Ramin adalah nama dagang salah satu jenis kayu dari Indonesia yang banyak diperdagangkan di dunia. Pohon

Lebih terperinci

Makalah Penunjang pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September

Makalah Penunjang pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September PENGARUH UMUR SEMAI TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN DI PERSEMAIAN 1) Oleh: Agus Sofyan 2) dan Syaiful Islam 2) ABSTRAK Suren (Toona sureni Merr), merupakan jenis yang memiliki pertumbuhan cepat dan kegunaan

Lebih terperinci

Pemetaan Pandan (Pandanus Parkins.) di Kabupaten dan Kota Malang

Pemetaan Pandan (Pandanus Parkins.) di Kabupaten dan Kota Malang Pemetaan Pandan (Pandanus Parkins.) di Kabupaten dan Kota Malang Apriyono Rahadiantoro, Rodliyati Azrianingsih, Brian Rahardi Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Brawijaya, Malang the_reddishsky@yahoo.co.id

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 1. Tempat perlindungan Orang utan yang dilindungi oleh pemerintah banyak terdapat didaerah Tanjung

Lebih terperinci

SISTEM PAKAR UNTUK IDENTIFIKASI KAYU

SISTEM PAKAR UNTUK IDENTIFIKASI KAYU SISTEM PAKAR UNTUK IDENTIFIKASI KAYU Diah Alfiani Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Gunadarma Email : diah@staff.gunadarma.ac.id Abstrak Mengingat keterbatasan jumlah ahli atau pakar perkayuan dan begitu

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA U M U M Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa kekayaan berupa

Lebih terperinci

MUHDI, S. Hut., M.Si Fakultas Pertanian Program Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara

MUHDI, S. Hut., M.Si Fakultas Pertanian Program Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara PENYARADAN KAYU DENGAN SISTEM KUDA-KUDA DI HUTAN RAWA GAMBUT (Studi Kasus di Areal HPH PT Kurnia Musi Plywood Industrial Co. Ltd, Prop. Sumatera Selatan) PENDAHULUAN MUHDI, S. Hut., M.Si Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

PELUANG PENGEMBANGAN HHBK PRIORITAS DAERAH DI WILAYAH KPH MODEL DI INDONESIA. TIM PENELITI HHBK DR. TATI ROSTIWATI, M.Si. YETTI HERYATI, S.HUT, M.Sc.

PELUANG PENGEMBANGAN HHBK PRIORITAS DAERAH DI WILAYAH KPH MODEL DI INDONESIA. TIM PENELITI HHBK DR. TATI ROSTIWATI, M.Si. YETTI HERYATI, S.HUT, M.Sc. PELUANG PENGEMBANGAN HHBK PRIORITAS DAERAH DI WILAYAH KPH MODEL DI INDONESIA TIM PENELITI HHBK DR. TATI ROSTIWATI, M.Si. YETTI HERYATI, S.HUT, M.Sc. PUSAT LITBANG PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN CISARUA,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1919, 2014 LIPI. Perjanjian. Pengalihan. Material. Pedoman PERATURAN KEPALA LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERJANJIAN PENGALIHAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Tabel 1 Jenis-jenis pohon sebagai bahan penelitian. Asal Tempat Tumbuh. Nama Daerah Setempat

III. METODOLOGI. Tabel 1 Jenis-jenis pohon sebagai bahan penelitian. Asal Tempat Tumbuh. Nama Daerah Setempat III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung dari bulan Pebruari hingga Juni 2009. Identifikasi herbarium dilakukan di Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam Bogor, sementara pengamatan

Lebih terperinci

INFO TEKNIK Volume 8 No. 1, Juli 2007 (15-18) PERILAKU GESER PADA PENGUJIAN KETEGUHAN LENTUR STATIK JENIS KAYU KELAS DUA

INFO TEKNIK Volume 8 No. 1, Juli 2007 (15-18) PERILAKU GESER PADA PENGUJIAN KETEGUHAN LENTUR STATIK JENIS KAYU KELAS DUA INFO TEKNIK Volume 8 No. 1, Juli 2007 (15-18) PERILAKU GESER PADA PENGUJIAN KETEGUHAN LENTUR STATIK JENIS KAYU KELAS DUA Muhamad Syamsuni 1 ABSTRAK - Kajian Keteguhan lentur Statik Jenis Kayu Kelas Dua

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 19 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN POHON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa pohon

Lebih terperinci

POLA PERTUMBUHAN PULAI DARAT

POLA PERTUMBUHAN PULAI DARAT POLA PERTUMBUHAN PULAI DARAT (Alstonia angustiloba Miq) DI KABUPATEN MUSI RAWAS SUMATERA SELATAN 1) Oleh : Imam Muslimin 2) dan Abdul Hakim Lukman 2) ABSTRAK Pertumbuhan dan perkembangan tanaman pulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sulit untuk dihindari dan mulai dapat dirasakan dampaknya terhadap kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. sulit untuk dihindari dan mulai dapat dirasakan dampaknya terhadap kehidupan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Iklim merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap persebaran vegetasi di suatu wilayah. Perubahan iklim yang terjadi saat ini sudah sulit untuk dihindari

Lebih terperinci

JENIS KAYU DARI HUTAN RAKYAT UNTUK MEBEL DAN KERAJINAN

JENIS KAYU DARI HUTAN RAKYAT UNTUK MEBEL DAN KERAJINAN JENIS KAYU DARI HUTAN RAKYAT UNTUK MEBEL DAN KERAJINAN Oleh: Kasmudjo* Abstrak Jenis kayu dari hutan rakyat jumlahnya cukup banyak. Terdiri dari jenis kayu yang sudah dikenal maupun belum dengan potensi

Lebih terperinci

European Union. Potensi rotan ramah lingkungan

European Union. Potensi rotan ramah lingkungan European Union Potensi rotan ramah lingkungan Manfaat rotan ramah lingkungan Solo, (Provinsi Jawa Tengah) Surabaya (Provinsi Jawa Timur) SNV menyadari besarnya kebutuhan akan produk rotan Indonesia yang

Lebih terperinci

SIFAT PENGERJAAN KAYU SENGON {Paraserianthes falcataria Backer.) (Machining Properties of Sengon (Paraserianthes falcataria Backer.

SIFAT PENGERJAAN KAYU SENGON {Paraserianthes falcataria Backer.) (Machining Properties of Sengon (Paraserianthes falcataria Backer. Jumal Penelitian Hasil Hutan Forest Products Research Journal Vol. 13, No. 4 (1995) pp. 127-131 SIFAT PENGERJAAN KAYU SENGON {Paraserianthes falcataria Backer.) (Machining Properties of Sengon (Paraserianthes

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sebaran rayap tanah di berbagai vegetasi Hutan Pendidikan Gunung Walat memiliki luas wilayah 359 ha, dari penelitian ini diperoleh dua puluh enam contoh rayap dari lima

Lebih terperinci

24 Media Bina Ilmiah ISSN No

24 Media Bina Ilmiah ISSN No 24 Media Bina Ilmiah ISSN No. 1978-3787 SIFAT FISIKA EMPAT JENIS BAMBU LOKAL DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT oleh Febriana Tri Wulandari Prodi Kehutanan Faperta UNRAM Abstrak : Bambu dikenal oleh masyarakat

Lebih terperinci

ISSN Jurnal Exacta, Vol. X No. 1 Juni 2012 KEANEKARAGAMAN DAN POPULASI BAMBU DI DESA TALANG PAUH BENGKULU TENGAH

ISSN Jurnal Exacta, Vol. X No. 1 Juni 2012 KEANEKARAGAMAN DAN POPULASI BAMBU DI DESA TALANG PAUH BENGKULU TENGAH KEANEKARAGAMAN DAN POPULASI BAMBU DI DESA TALANG PAUH BENGKULU TENGAH Ariefa Primair Yani Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Bengkulu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak di antara dua benua, Asia dan Australia, merupakan negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan lainnya dipisahkan

Lebih terperinci

Kota, Negara Tanggal, 2013

Kota, Negara Tanggal, 2013 Legalitas Pengeksporan Hasil Hasil--Hasil Hutan ke negara--negara Uni Eropa negara Eropa,, Australia dan Amerika Serikat Kota, Negara Tanggal, 2013 Gambaran Umum Acara Hari Ini Perkenalan dan Sambutan

Lebih terperinci

TEKNIK PEMBIBITAN MERBAU (Intsia bijuga) Oleh : Budi Budiman, S.Hut, M.Sc Penyuluh Kehutanan Pusat

TEKNIK PEMBIBITAN MERBAU (Intsia bijuga) Oleh : Budi Budiman, S.Hut, M.Sc Penyuluh Kehutanan Pusat TEKNIK PEMBIBITAN MERBAU (Intsia bijuga) Oleh : Budi Budiman, S.Hut, M.Sc Penyuluh Kehutanan Pusat Merbau merupakan salah satu jenis pohon yang menghasilkan kayu dengan kualitas yang baik. Kualitas ini

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN

PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN Pilihan suatu bahan bangunan tergantung dari sifat-sifat teknis, ekonomis, dan dari keindahan. Perlu suatu bahan diketahui sifat-sifat sepenuhnya. Sifat Utama

Lebih terperinci

Prospek Gaharu Budidaya & Regulasi yang dibutuhkan. Deden Djaenudin Puspijak 2012

Prospek Gaharu Budidaya & Regulasi yang dibutuhkan. Deden Djaenudin Puspijak 2012 Prospek Gaharu Budidaya & Regulasi yang dibutuhkan Deden Djaenudin Puspijak 2012 Outline Perkembangan gaharu Ketersediaan alam Budidaya Kelayakan ekonomi profitability Daya saing: domestik dan internasional

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran N

2017, No Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran N No.1490, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Pengelolaan Barang Bukti. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN BARANG

Lebih terperinci

Analisis Teknis dan Ekonomis Pemilihan Bilah Laminasi Bambu Berdasarkan Lokasi Potong Sebagai Alternatif Pengganti Kayu Dalam Pembuatan Lambung Kapal

Analisis Teknis dan Ekonomis Pemilihan Bilah Laminasi Bambu Berdasarkan Lokasi Potong Sebagai Alternatif Pengganti Kayu Dalam Pembuatan Lambung Kapal JURNL TEKNIK POMITS Vol. 2, No., (203) ISSN: 2337-3539 (230-927 Print) nalisis Teknis dan Ekonomis Pemilihan Bilah Berdasarkan Lokasi Potong Sebagai lternatif Pengganti Kayu Dalam Pembuatan Kapal M. Bagus

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian internasional, perkembangan

Lebih terperinci

TEKNIK PENGADAAN BIBIT ULIN DENGAN PEMOTONGAN BIJI BERULANG SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KEDIKLATAN

TEKNIK PENGADAAN BIBIT ULIN DENGAN PEMOTONGAN BIJI BERULANG SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KEDIKLATAN TEKNIK PENGADAAN BIBIT ULIN DENGAN PEMOTONGAN BIJI BERULANG SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KEDIKLATAN Oleh : Ir. Suwignyo Widyaiswara Balai Diklat Kehutanan Samarinda Abstrak Ulin adalah salah satu jenis pohon

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada

Lebih terperinci

V. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA

V. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA 59 V. TINJAUAN UMUM RUMPUT LAUT DI INDONESIA 5.1. Perkembangan Rumput Laut Dunia Rumput laut merupakan salah satu komoditas budidaya laut yang dapat diandalkan, mudah dibudidayakan dan mempunyai prospek

Lebih terperinci

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM Muhdi Staf Pengajar Program Studi Teknologi Hasil Hutan Departemen Kehutanan USU Medan Abstract A research was done at natural tropical

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Perbedaan statistik perdagangan komoditi plywood negara berkembang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Perbedaan statistik perdagangan komoditi plywood negara berkembang 17 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perbedaan Statistik Perdagangan Negara Berkembang Negara berkembang yang memiliki catatan data impor lebih besar dari catatan data ekspor Indonesia untuk komoditi plywood,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan faktor..., Amah Majidah Vidyah Dini, FKM UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan faktor..., Amah Majidah Vidyah Dini, FKM UI, 2009 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim merupakan perubahan variabel iklim, khususnya suhu udara dan curah hujan yang terjadi secara berangsur-angsur dalam jangka waktu yang panjang antara

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Perkebunan Dunia

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Perkebunan Dunia IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Perkebunan Dunia Komoditi perkebunan Indonesia rata-rata masuk kedalam lima besar sebagai produsen dengan produksi tertinggi di dunia menurut Food and agriculture organization (FAO)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuasa dan kehendak Allah SWT yang tidak ada henti-hentinya memberikan

BAB I PENDAHULUAN. kuasa dan kehendak Allah SWT yang tidak ada henti-hentinya memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berada di dalam sebuah negara yang memiliki sumber daya alamnya yang melimpah sudah seharusnya menjadikan suatu hal yang membanggakan dan patut untuk disyukuri, karena

Lebih terperinci

BAB 2 ANALISIS LINGKUNGAN MAKRO

BAB 2 ANALISIS LINGKUNGAN MAKRO BAB 2 ANALISIS LINGKUNGAN MAKRO Baik di industri furniture maupun industri lainnya, akan ada faktor eksternal yang akan mempengaruhi keberlangsungan bisnis perusahaan. Ada 5 faktor eksternal yang turut

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059]

UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059] UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059] BAB XV KETENTUAN PIDANA Pasal 111 (1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muhamad Adnan Rivaldi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muhamad Adnan Rivaldi, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sancang, Kecamatan Cibalong,, Jawa Barat, merupakan kawasan yang terletak di Selatan Pulau Jawa, yang menghadap langsung ke Samudera Hindia. Hutan Sancang memiliki

Lebih terperinci

Pemanfaatan Limbah Kayu Kelapa dari CV. UNIQUE Furniture Cibarusah Kab. Bekasi Sebagai Wadah Alat Tulis Modular

Pemanfaatan Limbah Kayu Kelapa dari CV. UNIQUE Furniture Cibarusah Kab. Bekasi Sebagai Wadah Alat Tulis Modular Pemanfaatan Limbah Kayu Kelapa dari CV. UNIQUE Furniture Cibarusah Kab. Bekasi Sebagai Wadah Alat Tulis Modular Iyus Susila 1,*, Fakhri Huseini 1 1 Institut Teknologi dan Sains Bandung, Deltamas, Bekasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandalkan hidupnya dan bermata pencaharian dari hutan (Pratiwi, 2010 :

BAB I PENDAHULUAN. mengandalkan hidupnya dan bermata pencaharian dari hutan (Pratiwi, 2010 : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam. Hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang memegang peranan penting dalam kehidupan. Hutan memberikan

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 6886/Kpts-II/2002 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 6886/Kpts-II/2002 TENTANG MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 6886/Kpts-II/2002 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN (IPHH) PADA HUTAN PRODUKSI MENTERI KEHUTANAN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan. Pemilihan serat bambu (petung) sebagai bahan penelitian dengan. dengan pertumbuhan yang relatif lebih cepat.

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan. Pemilihan serat bambu (petung) sebagai bahan penelitian dengan. dengan pertumbuhan yang relatif lebih cepat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai jenis bambu dengan kualitas yang baik tumbuh subur di berbagai daerah di Indonesia. Serat bambu mempunyai potensi yang baik untuk dikembangkan menjadi bahan

Lebih terperinci

SIFAT ANATOMI DAN KUALITAS SERAT JENIS KAYU SANGAT KURANG DIKENAL: SUKU CAPPARIDACEAE, CAPRIFOLIACEAE, CHLORANTHACEAE DAN COMPOSITAE

SIFAT ANATOMI DAN KUALITAS SERAT JENIS KAYU SANGAT KURANG DIKENAL: SUKU CAPPARIDACEAE, CAPRIFOLIACEAE, CHLORANTHACEAE DAN COMPOSITAE Penelitian Hasil Hutan Vol. 32 No. 4, Desember 2014: 341-354 ISSN: 0216-4329 Terakreditasi No.: 443/AU2/P2MI-LIPI/08/2012 SIFAT ANATOMI DAN KUALITAS SERAT JENIS KAYU SANGAT KURANG DIKENAL: SUKU CAPPARIDACEAE,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. tinggi. Keadaan ini dapat dijadikan modal Indonesia dalam menanggapi

PENDAHULUAN. tinggi. Keadaan ini dapat dijadikan modal Indonesia dalam menanggapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati sangat tinggi. Keadaan ini dapat dijadikan modal Indonesia dalam menanggapi persaingan global yang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengeksplor kekayaan alam Indonesia. kehendak Allah SWT yang tidak ada henti-hentinya memberikan keindahan

BAB I PENDAHULUAN. mengeksplor kekayaan alam Indonesia. kehendak Allah SWT yang tidak ada henti-hentinya memberikan keindahan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berada dalam sebuah negara yang memiliki kekayaan sumber daya alamnya yang melimpah sudah seharusnya menjadikan suatu hal yang membanggakan dan patut untuk disyukuri,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN MARET 2014

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN MARET 2014 No. 19/05/36/Th.VIII, 2 Mei 2014 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN MARET 2014 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MARET 2014 NAIK 0,99 PERSEN MENJADI US$802,39 JUTA Nilai ekspor Banten pada Maret 2014 naik

Lebih terperinci

PENGARUH ELEVASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS KAYU MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PENGARUH ELEVASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS KAYU MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara PENGARUH ELEVASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS KAYU MUHDI Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN Laju pertumbuhan pohon dan macam pohon apa yang tumbuh

Lebih terperinci

TUNJANGAN KINERJA JABATAN STRUKTURAL

TUNJANGAN KINERJA JABATAN STRUKTURAL 5 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG JABATAN DAN KELAS JABATAN SERTA TUNJANGAN KINERJA PEGAWAI DI LINGKUNGAN BADAN KOORDINASI PENANAMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem Logistik Nasional memiliki peran strategis dalam menyelaraskan kemajuan antar sektor ekonomi dan antar wilayah demi terwujudnya sistem pertumbuhan ekonomi yang

Lebih terperinci

BULETIN TEKNIK PERTANIAN :

BULETIN TEKNIK PERTANIAN : Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 200/ BULETIN TEKNIK PERTANIAN : WADAH KARYA TULIS TEKNISI LITKAYASA BIKANINGSIH Balai Besar Pengembangan Alat dan Mesin Pertanian, Serpong PENDAHULUAN Salah satu wadah

Lebih terperinci

PERBAIKAN SIFAT KAYU KELAS KUAT RENDAH DENGAN TEKNIK PENGEMPAAN

PERBAIKAN SIFAT KAYU KELAS KUAT RENDAH DENGAN TEKNIK PENGEMPAAN Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol.1, No.2, Desember 2009 : 19 24 PERBAIKAN SIFAT KAYU KELAS KUAT RENDAH DENGAN TEKNIK PENGEMPAAN THE CHARACTERISTIC IMPROVEMENT OF LOW STRENGTH CLASS WOOD BY PRESSING

Lebih terperinci

UJI PENANAMAN DIPTEROKARPA DI JAWA BARAT DAN BANTEN

UJI PENANAMAN DIPTEROKARPA DI JAWA BARAT DAN BANTEN UJI PENANAMAN DIPTEROKARPA DI JAWA BARAT DAN BANTEN Oleh: Atok Subiakto dan Putera Parthama RINGKASAN Sebagai jenis asli Indonesia yang kualitas dan nilainya sudah terbukti, semestinya jenis-jenis dipterokarpa

Lebih terperinci

KAYULAPIS Teknologi dan Sertifikasi sebagai Produk Hijau

KAYULAPIS Teknologi dan Sertifikasi sebagai Produk Hijau KAYULAPIS Teknologi dan Sertifikasi sebagai Produk Hijau Penulis: : Prof. Ir. Tibertius Agus Prayitno, MFor., PhD. Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2012 Hak Cipta 2012 pada penulis, Hak Cipta dilindungi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Sekilas Tentang Kota Tarakan Pantai Amal Indah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Sekilas Tentang Kota Tarakan Pantai Amal Indah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Sekilas Tentang Kota Tarakan Tarakan menurut cerita rakyat berasal dari bahasa tidung Tarak (bertemu) dan Ngakan (makan) yang secara harfiah dapat diartikan Tempat para nelayan untuk

Lebih terperinci

Analisis Teknis Dan Ekonomis Penggunaan Bambu Ori Dengan Variasi Umur Untuk Pembuatan Kapal Kayu

Analisis Teknis Dan Ekonomis Penggunaan Bambu Ori Dengan Variasi Umur Untuk Pembuatan Kapal Kayu JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013 ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print 1 Analisis Teknis Dan Ekonomis Penggunaan Bambu Ori Dengan Variasi Untuk Pembuatan Kapal Kayu Nur Fatkhur Rohman dan Heri Supomo

Lebih terperinci

6 Semua negara di Oceania, kecuali Australia dan Selandia Baru (New Zealand).

6 Semua negara di Oceania, kecuali Australia dan Selandia Baru (New Zealand). GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM 2013 24 Sesi NEGARA MAJU DAN NEGARA BERKEMBANG : 2 A. PENGERTIAN NEGARA BERKEMBANG Negara berkembang adalah negara yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi rendah, standar

Lebih terperinci