II. TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroalga Menurut Mata et al. (2010), mikroalga merupakan mikroorganisme prokariotik dan eukariotik yang dapat tetap hidup dalam kondisi yang kurang mendukung pertumbuhannya, karena memiliki struktur sel yang uniseluler maupun multiseluler sederhana. Mikroalga dapat ditemui di seluruh wilayah perairan baik di lautan maupun di daratan dengan air asin maupun tawar. Diperkirakan terdapat lebih dari spesies mikroalga yang hidup di berbagai kondisi lingkungan, namun hanya sekitar yang telah dipelajari. Mikroalga dapat dibedakan menjadi beberapa divisi berdasarkan pigmen yang terkandung didalamnya. Klasifikasi mikroalga dapat dilihat pada Tabel 1 (Kumampung, 2012). Tabel 1. Klasifikasi mikroalga Divisi Pigmen (Zat Warna) Chlorophyta (Green algae) Klorofil-a dan klorofil-b Cyanophyta (Blue-green algae) Klorofil-a, phycocianobilin, phycoerythrobilin Chrysophyta / Bacillariophyta Klorofil-a, klorofil-c1, klorofil-c2, fucoxanthin Pyrrophyta / Dinoflagellata Klorofil-a, klorofil-c2, dan peridinin Cryptophyta Klorofil-a, klorofil-c2, phycocianobilin atau phycoerythrobilin Euglenophyta Klorofil-a dan klorofil-b Rhodophyta (Red algae) Klorofil-a dan phycoerythrobilin Sumber: Kumampung (2012) Mikroalga atau yang sering juga disebut dengan fitoplankton menempati posisi sebagai produsen primer dalam piramida makanan di perairan karena memiliki kandungan nutrisi yang tinggi yang terdiri dari protein (30-55%), 5

2 6 karbohidrat (10%-30%), lemak (10%-25%), mineral (10%-40%), dan asam nukleat (4%-6%) (Pranayogi, 2003). Sebagai dasar mata rantai makanan di perairan, mikroalga merupakan makanan alami bagi zooplankton maupun hewan perairan lain yang mengkonsumsi plankton. 2.2 Morfologi Tetraselmis chuii Tetraselmis chuii merupakan alga uniseluler berbentuk cordiform (heart shaped), elips, atau hampir bulat, dan memiliki empat buah flagella berukuran sama dalam 2 pasang, berwarna hijau, memiliki pigmen fotosintetik yang dapat bergerak secara lincah dan cepat (Kawaroe et al., 2010). Tetraselmis chuii memiliki ukuran berkisar 7-12 mikron dengan klorofil sebagai pigmen yang dominan (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Mikroalga ini memiliki inti sel yang jelas dan berukuran kecil, dinding sel yang mengandung selulosa dan pektosa (Pujiono, 2013), serta satu kloroplas yang berbentuk cangkir dengan pusat pyrenoid (Kawaroe et al., 2010). Pigmen klorofil Tetraselmis chuii terdiri dari dua macam, yaitu karotin dan xantofil. Tetraselmis chuii masuk ke dalam kingdom Plantae dan subkingdom Viridaeplantae. Mikroalga ini merupakan alga hijau sehingga masuk ke dalam filum Chlorophyta dengan kelas Prasinophyceae. Tetraselmis chuii merupakan bagian dari ordo Chlorodendrales dan keluarga Chloroendraceae. Karena masuk ke dalam genus Tetraselmis dan nama chuii untuk membedakan spesies ini dengan spesies lainnya dalam genus yang sama, maka mikroalga ini memiliki nama spesies Tetraselmis chuii (Kawaroe et al., 2010). Tetraselmis sp. dapat tumbuh dalam kondisi salinitas berkisar 15-36, dengan kisaran suhu o C (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995), dan ph 7-8

3 7 (Balai Budidaya Laut Lampung, 2002). Pertumbuhan optimal Tetraselmis sp. terjadi pada salinitas 40 dengan intensitas cahaya lux dalam media Walne (Ghezelbash et al.,2008). Reproduksi Tetraselmis chuii terjadi secara vegetatif aseksual dan seksual. Reproduksi aseksual diawali dengan sel vegetatif yang kemudian membentuk 4 buah zoospora. Ketika keempat zoospora telah terbentuk kemudian dilanjutkan dengan penentuan letak gamet. Setelah letak gamet ditentukan, kemudian unit-unit gamet mengalami pembelahan dan berkembang menjadi zygospora. Reproduksi seksual (isogami) Tetraselmis chuii diawali dari terjadinya fusi antara gamet jantan dan betina, kemudian kloroplas bersatu. Setelah kloroplas bersatu maka akan terbentuk zygot baru (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Mikroalga Tetraselmis chuii memiliki laju pertumbuhan dan adaptasi lingkungan yang relatif cepat. Puncak pertumbuhan Tetraselmis chuii terjadi pada hari ke-10 (Putra, 2014). Tetraselmis chuii memiliki sifat yang sensitif terhadap kepadatan sel yang tinggi. Penurunan jumlah kepadatan sel dapat diakibatkan oleh Tetraselmis chuii sensitif dengan bioproduknya sendiri, kandungan nutrien dalam media telah habis terserap, atau kultur Tetraselmis chuii yang telah terkontaminasi oleh alga lain (Pujiono, 2013). Gambar 1 dan 2 merupakan morfologi mikroalga Tetraselmis chuii. Gambar 1. Morfologi Tetraselmis chuii (Sumber:

4 8 Gambar 2. Tetraselmis chuii perbesaran 1.000x (Sumber: Koleksi pribadi, 2015) Menurut Isnansetyo dan Kurniastuty (1995) kultur mikroalga Tetraselmis chuii dimulai dari kegiatan isolasi yang kemudian dikembangkan sedikit demi sedikit secara bertingkat. Media kultur yang digunakan mula-mula hanya beberapa mililiter kemudian berangsur-angsur meningkat ke volume yang lebih besar. Kultur mikroalga hingga volume 3 liter disebut dengan kultur skala laboratorium, sedangkan volume kultur liter merupakan kultur skala semimasal, kultur dengan volume 1 ton hingga lebih merupakan kultur skala masal, dan kultur dengan volume dari 20 ton disebut skala pembenihan. Karena kultur mikroalga menggunakan proses yang bertingkat dari volume yang kecil ke yang lebih besar, maka prinsip kultur mikroalga disebut dengan kultur bertingkat atau berlanjut. Pertumbuhan mikroalga memiliki kaitan yang erat dengan faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan mikroalga adalah faktor genetik yang akan berpengaruh pada sifat-sifat pertumbuhan mikroalga. Faktor eksternal atau faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan mikroalga adalah temperatur (suhu), kualitas dan kuantitas nutrien (unsur hara), intensitas cahaya, derajat keasaman (ph), aerasi (sumber CO2), dan salinitas.

5 9 Berikut ini merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan Tetraselmis chuii: 1. Suhu Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan mikroalga. Mikroalga Tetraselmis sp. dapat hidup pada media dengan suhu 10 o -30 o C dengan suhu optimum pertumbuhan pada 23 o -25 o C (Balai Budidaya Laut Lampung, 2002). 2. Nutrien Nutrien yang dibutuhkan mikroalga terdiri dari makronutrien (C, H, N, P, K, S, Mg, dan Ca) dan mikronutrien (Fe, Cu, Mn, Zn, Co, Mo, Bo, Vn, dan Si) yang diperoleh dari media kultur yang digunakan (Kawaroe et al., 2010). Konsentrasi Fe, Mg, dan Na (Pujiono, 2013) dalam media berfungsi dalam pembentukan klorofil. Vitamin B12 dalam media dapat memacu pertumbuhan mikroalga melalui rangsangan fotosintetik (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Unsur N, P, dan S dalam media berfungsi dalam pembentukan protein, sedangkan unsur K berfungsi dalam metabolisme karbohidrat (Pujiono, 2013). Menurut Isnansetyo dan Kurniastuty (1995), pembentukan dinding sel mikroalga dipengaruhi oleh unsur Si dan Ca. Unsur N dan Fe dalam media mempengaruhi pertumbuhan dan biomassa yang dihasilkan oleh mikroalga (Mata et al., 2013). Nutrien yang diperlukan untuk pertumbuhan mikroalga secara alami terdapat pada air laut yang digunakan. Penambahan pupuk dalam medium dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan mikroalga hingga 10 kali lebih cepat dibandingkan dengan kultur mikroalga tanpa pupuk (Pujiono, 2013). Pupuk yang dapat ditambahkan ke dalam medium skala laboratorium antara lain Walne, Guillard,

6 10 BG-11, Modified Johnson, Zarrouk, dan ASW (Kawaroe et al., 2010). Pada penelitian ini digunakan media BG-11 (Blue Green-11) dengan kandungan Fe dan Mg yang telah dimodifikasi (4 mg/l Mg dan 24 µm Fe) (Primaryadi, 2015). 3. Intensitas Cahaya Intensitas cahaya merupakan banyak cahaya per luas area per satuan waktu. Organisme fotosintetik menyerap cahaya dalam bentuk foton. Energi dari foton tersebut digunakan oleh klorofil untuk memecah ikatan hidrogen pada air yang nantinya bersama CO2 digunakan untuk mensintesa gula saat fotosintesis. Demikian halnya dengan Tetraselmis chuii yang menyerap cahaya dalam bentuk foton dan menggunakan energinya dalam fotosintesis untuk meghasilkan senyawa organik (Balai Budidaya Laut Lampung, 2002). Menurut Isnansetyo dan Kurniastuty (1995), intensitas cahaya yang diperlukan untuk pertumbuhan mikroalga bergantung pada kepadatan sel dan volume kultur, karena semakin tinggi kepadatan dan volume kultur maka intensitas cahaya yang diperlukan juga semakin tinggi. Intensitas cahaya yang diperlukan untuk kultur skala laboratorium menggunakan erlenmeyer adalah lux, sedangkan untuk volume kultur yang lebih besar diperlukan intensitas cahaya sebersar lux. Intensitas cahaya yang diperlukan untuk pertumbuhan Tetraselmis sp. adalah berkisar antara lux (Balai Budidaya Laut Lampung, 2002), dan intensitas cahaya terbaik untuk menghasilkan biomassa tertinggi Tetraselmis chuii dalam media Walne adalah lux (Ghezelbash et al., 2008).

7 11 4. Derajat Keasaman (ph) Derajat keasaman atau ph merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroalga. Menurut Buck et al. (2002), ph didefinisikan sebagai aktivitas relatif ion hidrogen dalam suatu larutan. ph kultur mikroalga akan mempengaruhi tingkat fotosintetik mikroalga (Supramaniam et al., 2012), dan kinerja enzim dalam proses metabolisme sel (Isnadina et al., 2013). Apabila ph media kultur yang digunakan tidak sesuai dengan kebutuhannya, maka mikroalga tidak dapat tumbuh dengan baik. Mikroalga Tetraselmis sp. memerlukan ph 7-8 untuk pertumbuhannya (Balai Budidaya Laut Lampung, 2002). Pertumbuhan optimum mikroalga Tetraselmis suecica terjadi pada ph 7,5 (Moheimani, 2013), dan 8,5 pada Tetraselmis sp. (Khatoon et al., 2014). 5. Aerasi Aerasi diperlukan untuk mencegah terjadinya pengendapan atau sedimentasi mikroalga, memastikan semua sel mikroalga mendapatkan cahaya dan nutrisi yang sama. Selain itu, aerasi juga dilakukan untuk menghindari stratifikasi suhu dan tercampurnya air dengan suhu yang berbeda, dan untuk meningkatkan pertukaran cahaya antara media kultur dan udara (Kawaroe et al., 2010). 6. Salinitas Salinitas merupakan faktor lingkungan yang memiliki efek yang sangat signifikan pada pertumbuhan dan komposisi biokimia alga laut seperti pada tumbuhan lainnya. Pertumbuhan mikroalga pada salinitas yang berbeda akan menghasilkan tingkat pertumbuhan yang berbeda karena perubahan tingkat metabolisme mikroalga (Ghezelbash et al., 2008). Perubahan salinitas media dapat mempengaruhi tekanan osmotik pada sel mikroalga sehingga

8 12 mempengaruhi fotosintesis mikroalga tersebut (Kawaroe et al., 2010). Salinitas yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan mikroalga Tetraselmis sp. adalah sebesar (Balai Budidaya Laut Lampung, 2002), sedangkan salinitas terbaik untuk menghasilkan konsentrasi biomassa tertinggi Tetraselmis chuii adalah 40 pada media Walne (Ghezelbash et al., 2008). 2.3 Pertumbuhan Mikroalga Menurut Isnansetyo dan Kurniastuty (1995), pertumbuhan mikroalga dalam kultur dapat ditandai dengan bertambahnya ukuran dan jumlah sel. Selain itu pertumbuhan mikroalga juga dapat ditandai dengan perubahan air kultur dari bening menjadi berwarna (hijau muda/coklat muda yang kemudian menjadi hijau/coklat dan seterusnya), perubahan ini disertai dengan menurunnya transparansi kultur. Menurut Kawaroe et al. (2010), pola pertumbuhan mikroalga terbagi menjadi 5 tahap, yaitu: 1. Fase Lag Fase lag merupakan fase awal dimana kelimpahan mikroalga terjadi dalam jumlah sedikit. Fase ini mudah untuk diamati pada saat kulturisasi atau pembuatan kultur mikroalga baru dilakukan. Pada fase ini umumnya terjadi stressing secara fisiologi karena terjadi perubahan kondisi media kultur dari media awal ke media yang baru. Stressing ini juga dapat terjadi karena adanya penambahan nutrien pada media baru yang menyebabkan larutan menjadi lebih pekat dan mempengaruhi sintesis metabolik mikroalga. Terjadinya perubahan media menyebabkan mikroalga mengalami proses adaptasi sebelum mengalami pertumbuhan (Kawaroe et al., 2010).

9 13 2. Fase Eksponensial/Logaritmik Fase eksponensial merupakan fase lanjuran dari fase lag. Pada fase ini mikroalga mengalami pertumbuhan dan penambahan biomassa secara cepat. Kulturisasi mikroalga sebaiknya dilakukan pada masa akhir fase eksponensial, karena struktur sel mikroalga masih berada pada kondisi normal dan secara nutrisi terjadi keseimbangan antara nutrien dalam media dan nutrisi dalam sel mikroalga. Jumlah biomassa dan kandungan protein pada akhir fase ini mencapai titik optimum sehingga baik digunakan untuk tujuan yang lebih lanjut seperti pembuatan bibit maupun dimanfaatkan sebagai bahan baku biofuel (Kawaroe et al., 2010). 3. Fase Penurunan Pertumbuhan (Declining Growth) Fase penurunan pertumbuhan (declining growth) terjadi ketika adanya penurunan kecepatan pertumbuhan sampai sama dengan fase awal pertumbuhan yaitu kondisi yang stagnan karena tidak terjadi penambahan sel. Pada fase ini terjadi penurunan nutrien sehingga mempengaruhi kemampuan pembelahan sel mikroalga. Pemanenan biomassa mikroalga sebaiknya dilakukan pada tahap ini karena jumlah sel mikroalga dalam media berada dalam jumlah maksimum (Kawaroe et al., 2010). 4. Fase Stasioner Fase stasioner diindikasikan dengan adanya pertumbuhan mikroalga yang terjadi secara konstan akibat dari keseimbangan anabolisme dan katabolisme dalam sel (Kawaroe et al., 2010). Kepadatan kultur mikroalga pada fase ini adalah tetap karena laju reproduksi dan kematian sel yang sama (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).

10 14 5. Fase Kematian Menurut Kawaroe et al. (2010), fase kematian diindikasikan dengan kematian sel mikroalga yang terjadi karena adanya perubahan kualitas air kearah yang buruk, penurunan nutrisi dalam media kultur, dan kemampuan metabolisme sel yang rendah karena umur yang tua. Pada fase ini terjadi perubahan warna kultur menjadi pudar, terbentuknya buih pada permukaan media, dan terbentuknya gumpalan mikroalga yang mengendap di dasar wadah kultur. Fase pertumbuhan mikroalga dapat dilihat pada Gambar 3. y Keterangan: 1. Fase Lag 2. Fase Logaritmik 3. Fase Penurunan Laju Pertumbuhan 4. Fase Stasioner 5. Fase Kematian x Gambar 3. Fase pertumbuhan mikroalga (Sumber: Kawaroe et al., 2010) 2.4 Response Surface Methodology (RSM) Percobaan ini dirancang dengan Response Surface Methodology (RSM). Response Surface Methodology atau metode permukaan respon adalah suatu kumpulan dari teknik-teknik statistika dan matematika yang berguna untuk menganalisis permasalahan tentang beberapa variabel bebas yang mempengaruhi variabel terikat, serta bertujuan untuk mengoptimumkan respon tersebut (Gaspersz, 1995). Keuntungan utama dari penggunaan metode RSM adalah mengurangi jumlah percobaan yang harus dilakukan untuk mengevaluasi kondisi terbaik.

11 15 Menurut Gaspersz (1995), metode permukaan respon dapat dipergunakan oleh peneliti untuk: (1) mencari suatu fungsi pendekatan yang cocok untuk meramalkan respon yang akan datang, serta (2) menentukan nilai-nilai dari variabel bebas yang mengoptimumkan respons yang dipelajari. Dalam metode permukaan respon, variabel-variabel bebas akan didefinisikan sebagai X1, X2,, Xk, dimana variabel bebas ini diasumsikan merupakan variabel kontinyu dan dapat dikendalikan oleh peneliti tanpa kesalahan, sedangkan respon yang didefinisikan sebagai variabel terikat (Y) diasumsikan merupakan variabel acak (random variable). Pada dasarnya analisis permukaan respon serupa dengan analisis regresi, yaitu menggunakan prosedur pendugaan parameter fungsi respon berdasarkan metode kuadrat terkecil, hanya saja dalam analisis permukaan respon diperluas dengan teknik-teknik matematik untuk menentukan titik-titik optimum agar dapat ditemukan respon yang optimum (maksimum atau minimum) (Gaspersz, 1995). 2.5 Klorofil Klorofil merupakan pigmen berwarna hijau yang terdapat dalam kloroplas bersama dengan karoten dan xantofil pada semua makhluk hidup yang mampu melakukan fotosintesis. Mikroalga seperti tumbuhan lainnya dapat melakukan fotosintesis yang dibantu dengan cahaya, CO2, H2O, dan klorofil. Sebagian besar klorofil pada tanaman hijau (selain bakteri fotosintetik dan beberapa alga) memiliki klorofil yang identik yaitu klorofil a dan klorofil b (Bohinski, 1973). Klorofil memiliki struktur dasar metallo-tetra-pyrrole yang sedikit berbeda dengan heme. Pada klorofil, ion Mg 2+ yang berikatan dengan cicin dasar tetrapyrrole, sedangkan pada heme mengikat ion Fe 2+ atau Fe 3+. Karena memiliki

12 16 struktur dasar pyrrole, maka klorofil memiliki sifat nonpolar. Perbedaan klorofil a dan klorofil b terletak pada satu cincin pyrrole yang pada klorofil a cincin pyrrole berikatan dengan metil (CH3), sedangkan pada klorofil b berikatan dengan alkanal (CHO). Perbedaan struktur ini menyebabkan adanya perbedaan kemampuan penyerapan cahaya. Klorofil a dapat menyerap cahaya pada 670 nm-683 nm, sedangkan klorofil b pada 480 nm-650 nm (Bohinski, 1973). Rumus empiris klorofil a adalah C55H72O5N4Mg, sedangkan rumus empiris untuk klorofil b adalah C55H70O6N4Mg (Gambar 4). Gambar 4. Rumus struktur klorofil a dan b (Sumber: Bohinski, 1973) Menurut Pratama (2011), kedua jenis klorofil ini memiliki fungsi yang saling terikat satu dengan lainnya dalam proses fotosintesis. Klorofil a yang merupakan pigmen fotosintesis utama banyak dihasilkan untuk proses fotosistem I. Klorofil a dapat menangkap cahaya dengan panjang gelombang 430 nm (biru) dan 662 nm

13 17 (merah). Klorofil b dapat meningkatkan panjang gelombang cahaya yang ditangkap hingga 453 nm dan 642 nm untuk gelombang biru dan merah. Pada fotosistem II, jumlah klorofil b lebih tinggi jika dibandingkan dengan klorofil a. Ketika berada dalam keadaan minim cahaya, klorofil b akan lebih banyak dibentuk untuk meningkatkan kemampuan fotosintesis. Menurut Dwidjoseputro (1995), biosintesis klorofil dimulai dari asam amino (asam glutamat) dikonversi menjadi 5 asam amino levulinat (ALA) yang terbentuk dari suksinil KoA dan glisin oleh enzim ALA sintetase. Pada reaksi ini asam glutamat melekat ke molekul RNA transfer. Dua molekul ALA yang terbentuk kemudian terkondensasi dan membentuk porphobilinogen (PBG) yang membentuk cincin pirol dalam klorofil. Tahap berikutnya merupakan perakitan struktur porfirin dari empat molekul PBG. Fase ini terdiri dari enam langkah enzimatik yang berbeda dan berakhir dengan produk protoporfirin IX. Seluruh tahapan biosintesis klorofil dan heme sama hingga terbentuknya porifirin. Porifirin yang terbentuk akan mengikat ion logam yang menentukan pembentukan molekul akhir. Apabila porifirin berikatan dengan magnesium yang dimasukkan oleh enzim magnesium chetalase maka molekul yang terbentuk adalah klorofil, sedangkan apabila berikatan dengan Fe maka yang terbentuk adalah hemoglobin. Tahap selanjutnya dari biosintesis klorofil adalah pembentukan cincin kelima (cincin E) oleh siklisasi salah satu rantai samping asam propionat yang membentuk protochlorophyllide. Jalur ini melibatkan pengurangan atau reduksi salah satu ikatan ganda dalam cincin D menggunakan NADPH. Proses ini digerakkan oleh cahaya pada angiosperma yang dibantu oleh

14 18 enzim protochlorophyllide oxidoreductase (POR) dan membentuk chlorophyllide a. Tahap terakhir dari proses biosintesis klorofil adalah chlorophyllide a akan mengalami proses esterifikasi dan membentuk klorofil a, pada proses ini berlangsung atas peran enzim chlorophyll synthase yang berfungsi sebagai sebagai katalisator (Gambar 5). Gambar 5. Diagram alir biosintesis klorofil (Sumber: Dwidjoseputro, 1995)

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tetraselmis sp. Menurut B u t c h e r ( 1 9 5 9 ) klasifikasi Tetraselmis sp. adalah sebagai berikut: Filum : Chlorophyta Kelas : Chlorophyceae Ordo : Volvocales Sub ordo Genus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mikroalga Tetraselmis sp. merupakan salah satu mikroalga hijau.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mikroalga Tetraselmis sp. merupakan salah satu mikroalga hijau. 1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tetraselmis sp. Mikroalga Tetraselmis sp. merupakan salah satu mikroalga hijau. Klasifikasi Tetraselmis sp. menurut Bold & Wynne (1985) adalah sebagai berikut: Filum Kelas Ordo

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm. 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp Mikroalga adalah tumbuhan tingkat rendah yang memiliki klorofil, yang dapat digunakan untuk melakukan proses fotosintesis. Mikroalga tidak memiliki

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp. Spirulina sp. merupakan mikroalga yang menyebar secara luas, dapat ditemukan di berbagai tipe lingkungan, baik di perairan payau, laut dan tawar. Spirulina

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Nannochloropsis sp. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama hidupnya tetap dalam bentuk plankton dan merupakan makanan langsung bagi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang umumnya dikenal dengan nama fitoplankton. Organisme ini merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang umumnya dikenal dengan nama fitoplankton. Organisme ini merupakan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroalga Mikroalga merupakan organisme tumbuhan paling primitif berukuran seluler yang umumnya dikenal dengan nama fitoplankton. Organisme ini merupakan produsen primer perairan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesuksesan budidaya. Kebutuhan pakan meningkat seiring dengan meningkatnya

I. PENDAHULUAN. kesuksesan budidaya. Kebutuhan pakan meningkat seiring dengan meningkatnya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pakan merupakan kebutuhan penting dan berpengaruh besar dalam kesuksesan budidaya. Kebutuhan pakan meningkat seiring dengan meningkatnya usaha budidaya perikanan. Pakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mikroalga dikenal sebagai organisme mikroskopik yang hidup dari nutrien

I. PENDAHULUAN. mikroalga dikenal sebagai organisme mikroskopik yang hidup dari nutrien I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mikroalga merupakan organisme air fotoautropik uniseluler atau multiseluler (Biondi and Tredici, 2011). Mikroalga hidup dengan berkoloni, berfilamen atau helaian pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fotosintesis (Bold and Wynne, 1985). Fitoplankton Nannochloropsis sp., adalah

TINJAUAN PUSTAKA. fotosintesis (Bold and Wynne, 1985). Fitoplankton Nannochloropsis sp., adalah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp. 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Mikroalga diartikan berbeda dengan tumbuhan yang biasa dikenal walaupun secara struktur tubuh keduanya memiliki klorofil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mikroalga merupakan jasad renik dengan tingkat organisasi sel yang

I. PENDAHULUAN. Mikroalga merupakan jasad renik dengan tingkat organisasi sel yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mikroalga merupakan jasad renik dengan tingkat organisasi sel yang termasuk dalam tumbuhan tingkat rendah, dikelompokan dalam filum Thalophyta karena tidak memiliki akar,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memerlukan area yang luas untuk kegiatan produksi. Ketersediaan mikroalga

I. PENDAHULUAN. memerlukan area yang luas untuk kegiatan produksi. Ketersediaan mikroalga I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Perairan laut Indonesia memiliki keunggulan dalam keragaman hayati seperti ketersediaan mikroalga. Mikroalga merupakan tumbuhan air berukuran mikroskopik yang memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Benih ikan berkualitas baik dibutuhkan dalam tahapan utama pembesaran ikan.

I. PENDAHULUAN. Benih ikan berkualitas baik dibutuhkan dalam tahapan utama pembesaran ikan. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Benih ikan berkualitas baik dibutuhkan dalam tahapan utama pembesaran ikan. Peningkatan benih berkualitas mampu didapatkan dengan pengontrolan panti benih dan pakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam budidaya perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari biaya produksi. Pakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai media penyakit (Cholik, et.al 1989 dalam wilujeng, 1999). Makanan alami

BAB I PENDAHULUAN. sebagai media penyakit (Cholik, et.al 1989 dalam wilujeng, 1999). Makanan alami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sasaran utama untuk memenuhi tersedianya pakan adalah memproduksi pakan alami, karena pakan alami mudah didapatkan dan tersedia dalam jumlah yang banyak sehingga dapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pembagian tugas yang jelas pada sel sel komponennya. Hal tersebut yang

TINJAUAN PUSTAKA. pembagian tugas yang jelas pada sel sel komponennya. Hal tersebut yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp. 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Nannochloropsis sp. Mikroalga merupakan tanaman yang mendominasi lingkungan perairan. Morfologi mikroalga berbentuk

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. kondisi yang sulit dengan struktur uniseluler atau multiseluler sederhana. Contoh

2. TINJAUAN PUSTAKA. kondisi yang sulit dengan struktur uniseluler atau multiseluler sederhana. Contoh 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroalga Nannochloropsis sp. Mikroalga merupakan mikroorganisme prokariotik atau eukariotik yang dapat berfotosintesis dan dapat tumbuh dengan cepat serta dapat hidup dalam kondisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam kegiatan pembenihan pakan alami telah terbukti baik untuk larva.

I. PENDAHULUAN. Dalam kegiatan pembenihan pakan alami telah terbukti baik untuk larva. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kegiatan pembenihan pakan alami telah terbukti baik untuk larva. Pakan alami yang banyak digunakan dalam budidaya perikanan adalah mikroalga. Mikroalga merupakan

Lebih terperinci

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan didefenisikan sebagai pertambahan kuantitas konstituen seluler dan struktur organisme yang dapat dinyatakan dengan ukuran, diikuti pertambahan jumlah, pertambahan

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN

PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN SAHABUDDIN PenelitiPada Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Dan Penyuluhan Perikanan Dipresentasikan pada Kuliah umum Praktik Lapang Terpadu mahasiswa Jurusan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh data mengenai biomassa panen, kepadatan sel, laju pertumbuhan spesifik (LPS), waktu penggandaan (G), kandungan nutrisi,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Nannochloropsis sp. adalah salah satu jenis fitoplankton dari golongan Chlorophyta yang

TINJAUAN PUSTAKA. Nannochloropsis sp. adalah salah satu jenis fitoplankton dari golongan Chlorophyta yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Nannochloropsis sp. 1. Klasifikasi dan Morfologi Nannochloropsis sp. Nannochloropsis sp. adalah salah satu jenis fitoplankton dari golongan Chlorophyta yang dapat melakukan fotosintesis.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton merupakan mikro alga sehingga dalam dunia pembenihan

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton merupakan mikro alga sehingga dalam dunia pembenihan TINJAUAN PUSTAKA Fitoplankton Fitoplankton merupakan mikro alga sehingga dalam dunia pembenihan sering hanya disebut alga. Alga merupakan organisme yang tersedia melimpah di alam dan dibedakan menjadi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Chaetoceros sp. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi parameter kualitas air terkontrol (Lampiran 4). Selama kultur berlangsung suhu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dapat melakukan fotosintesa. Klasifikasi Nannochloropsis sp. menurut Renny

II. TINJAUAN PUSTAKA. dapat melakukan fotosintesa. Klasifikasi Nannochloropsis sp. menurut Renny II. TINJAUAN PUSTAKA A. Nannochloropsis sp. A.1. Klasifikasi dan Morfologi Nannochloropsis sp. Fitoplankton Nannochloropsis sp., adalah salah satu jenis Chlorophyta yang dapat melakukan fotosintesa. Klasifikasi

Lebih terperinci

The Growth of Chlorella spp Culturing with Some Density of Inoculum. Lady Diana Tetelepta

The Growth of Chlorella spp Culturing with Some Density of Inoculum. Lady Diana Tetelepta PERTUMBUHAN KULTUR Chlorella spp SKALA LABORATORIUM PADA BEBERAPA TINGKAT KEPADATAN INOKULUM The Growth of Chlorella spp Culturing with Some Density of Inoculum Lady Diana Tetelepta Jurusan Biologi, Fakultas

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Pendahuluan Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi kontrol, kultivasi menggunakan aerasi (P1) dan kultivasi menggunakan karbondioksida

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PUPUK CAIR TNF UNTUK BUDIDAYA Nannochloropsis sp ABSTRAK

PEMANFAATAN PUPUK CAIR TNF UNTUK BUDIDAYA Nannochloropsis sp ABSTRAK ejurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 1 Oktober 013 ISSN: 303600 PEMANFAATAN PUPUK CAIR TNF UNTUK BUDIDAYA Nannochloropsis sp Leonardo Bambang Diwi Dayanto *, Rara Diantari dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Usaha pengembangan budidaya perairan tidak dapat lepas dari pembenihan jenisjenis

I. PENDAHULUAN. Usaha pengembangan budidaya perairan tidak dapat lepas dari pembenihan jenisjenis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Budidaya memegang peranan penting untuk lestarinya sumber daya ikan. Usaha pengembangan budidaya perairan tidak dapat lepas dari pembenihan jenisjenis unggulan. Pembenihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha budidaya ikan pada dewasa ini nampak semakin giat dilaksanakan baik secara intensif maupun ekstensif. Usaha budidaya tersebut dilakukan di perairan tawar, payau,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dibutuhkan untuk pertumbuhan larva (Renaud et.al, 1999). Pemberian pakan

I. PENDAHULUAN. yang dibutuhkan untuk pertumbuhan larva (Renaud et.al, 1999). Pemberian pakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pakan alami memiliki peran penting dalam usaha akuakultur, terutama pada proses pembenihan. Peran pakan alami hingga saat ini belum dapat tergantikan secara menyeluruh.

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kepadatan Sel Kepadatan sel Spirulina fusiformis yang dikultivasi selama 23 hari dengan berbagai perlakuan cahaya menunjukkan bahwa kepadatan sel tertinggi terdapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan saat ini mengalami kendala dalam. perkembangannya, terutama dalam usaha pembenihan ikan.

I. PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan saat ini mengalami kendala dalam. perkembangannya, terutama dalam usaha pembenihan ikan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan budidaya perikanan saat ini mengalami kendala dalam perkembangannya, terutama dalam usaha pembenihan ikan. Permasalahan yang sering dihadapi adalah tingginya

Lebih terperinci

SNTMUT ISBN:

SNTMUT ISBN: PENAMBAHAN NUTRISI MAGNESIUM DARI MAGNESIUM SULFAT (MgSO 4.7H 2 O) DAN NUTRISI KALSIUM DARI KALSIUM KARBONAT (CaCO 3 ) PADA KULTIVASI TETRASELMIS CHUII UNTUK MENDAPATKAN KANDUNGAN LIPID MAKSIMUM Dora Kurniasih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dibudidayakan dan memiliki nilai gizi tinggi yaitu, kandungan protein 74%, lemak

I. PENDAHULUAN. dibudidayakan dan memiliki nilai gizi tinggi yaitu, kandungan protein 74%, lemak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mikroalga Tetraselmis sp. merupakan salah satu mikroalga yang mudah dibudidayakan dan memiliki nilai gizi tinggi yaitu, kandungan protein 74%, lemak 4%, dan karbohidrat

Lebih terperinci

Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018

Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018 Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018 Faktor Pembatas Keadaan yang mendekati atau melampaui batas toleransi. Kondisi batas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. terhadap pertumbuhan Chlorella sp.diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. terhadap pertumbuhan Chlorella sp.diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Perbedaan Konsentrasi Limbah Cair Tahu Terhadap Kelimpahan Mikroalga Chlorella sp. Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh konsentrasi limbah cair tahu terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam habitat akuatik/perairan maupun terestrial/daratan. Keanekaragaan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam habitat akuatik/perairan maupun terestrial/daratan. Keanekaragaan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mikroalga merupakan organisme fotosintetik yang mampu mengubah energi cahaya menjadi energi kimia dalam bentuk biomassa. Mikroalga termasuk organisme yang mempunyai

Lebih terperinci

4 KULTIVASI Chaetoceros gracilis DALAM MEDIUM NPSi 4.1 Pendahuluan

4 KULTIVASI Chaetoceros gracilis DALAM MEDIUM NPSi 4.1 Pendahuluan 4 KULTIVASI Chaetoceros gracilis DALAM MEDIUM NPSi 4.1 Pendahuluan 4.1.1 Latar belakang Indonesia memiliki potensi keanekaragaman hayati perairan yang luar biasa besarnya. Sumberdaya yang tidak dapat secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada bidang akuakultur, mikroalga umumnya telah dikenal sebagai pakan alami untuk pembenihan ikan karena dan memiliki peran sebagai produsen primer di perairan dan telah

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

Kata kunci : biomassa, K 2 HPO 4, klorofil, NaNO 3, Tetraselmis chuii. iii

Kata kunci : biomassa, K 2 HPO 4, klorofil, NaNO 3, Tetraselmis chuii. iii I Gusti Ayu Putu Agung Puspita Swandewi. 1211205039. 2016. Pengaruh Penambahan NaNO 3 dan K 2 HPO 4 pada Media BG-11 terhadap Konsentrasi Biomassa dan Klorofil Tetraselmis chuii. Dibawah bimbingan A. A.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Parameter pertumbuhan yang diukur adalah tinggi, berat basah, dan berat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Parameter pertumbuhan yang diukur adalah tinggi, berat basah, dan berat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pertumbuhan Parameter pertumbuhan yang diukur adalah tinggi, berat basah, dan berat kering akhir tanaman. Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang sering diamati

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien. Protein berperan

I. PENDAHULUAN. Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien. Protein berperan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien. Protein berperan penting dalam pembentukan biomolekul, namun demikian apabila organisme sedang kekurangan energi,

Lebih terperinci

1 Asimilasi nitrogen dan sulfur

1 Asimilasi nitrogen dan sulfur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumbuhan tingkat tinggi merupakan organisme autotrof dapat mensintesa komponen molekular organik yang dibutuhkannya, selain juga membutuhkan hara dalam bentuk anorganik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di alam yang berguna sebagai sumber pakan yang penting dalam usaha

I. PENDAHULUAN. di alam yang berguna sebagai sumber pakan yang penting dalam usaha 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pakan terdiri dari pakan buatan dan pakan alami. Pakan buatan adalah pakan yang dibuat dan disesuaikan dengan jenis hewan baik ukuran, kebutuhan protein, dan kebiasaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Efek Laju Pembebanan Gas CO 2 terhadap Laju Pertumbuhan Mikroalga Pada penelitian ini, laju pembebanan gas CO 2 dibuat bervariasi untuk mengetahui efek laju pembebanan gas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tebu ( Saccharum officinarum L.)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tebu ( Saccharum officinarum L.) 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tebu (Saccharum officinarum L.) Saccharum officinarum L., merupakan spesies tebu yang termasuk dalam kelas monokotiledon, ordo Glumaceae, famili Graminae, dan genus Saccharum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pemenuhan gizi khususnya protein hewani menyebabkan semakin meningkatnya konsumsi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perbedaan Suhu Terhadap Pertumbuhan Scenedesmus sp. yang Dibudidayakan Pada Media Limbah Cair Tapioka

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perbedaan Suhu Terhadap Pertumbuhan Scenedesmus sp. yang Dibudidayakan Pada Media Limbah Cair Tapioka BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perbedaan Suhu Terhadap Pertumbuhan Scenedesmus sp. yang Dibudidayakan Pada Media Limbah Cair Tapioka Berdasarkan hasil analisis statistik One Way Anova tentang

Lebih terperinci

PRODUKSI BIOMASSA Spirulina sp. DENGAN VARIASI KONSENTRASI CO2 DAN FOTOPERIODE. Okta Nugraha 1) dan Elida Purba 1)

PRODUKSI BIOMASSA Spirulina sp. DENGAN VARIASI KONSENTRASI CO2 DAN FOTOPERIODE. Okta Nugraha 1) dan Elida Purba 1) PRODUKSI BIOMASSA Spirulina sp. DENGAN VARIASI KONSENTRASI CO2 DAN FOTOPERIODE Okta Nugraha 1) dan Elida Purba 1) 1) Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Lampung Jl. Prof. Dr. Soemantri Brodjonegoro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tahu merupakan salah satu industri yang menghasilkan limbah organik. Limbah industri tahu yang dihasilkan dapat berupa limbah padat dan cair, tetapi limbah

Lebih terperinci

BAB V FOTOSINTESIS. 5. proses terjadinya rreaksi terang dan gelap dalam proses fotosintesis.

BAB V FOTOSINTESIS. 5. proses terjadinya rreaksi terang dan gelap dalam proses fotosintesis. BAB V FOTOSINTESIS A. STANDAR KOMPETENSI Mahasiswa mampu memahami proses fotosintesis dan mampu menguraikan mekanisme terjadinya fotosintesis pada tumbuhan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. B.

Lebih terperinci

4. Jenis pupuk. Out line. 1. Definisi pupuk 2. Nutrien pada tanaman dan implikasinya 3. Proses penyerapan unsur hara pada tanaman

4. Jenis pupuk. Out line. 1. Definisi pupuk 2. Nutrien pada tanaman dan implikasinya 3. Proses penyerapan unsur hara pada tanaman PUPUK Out line 1. Definisi pupuk 2. Nutrien pada tanaman dan implikasinya 3. Proses penyerapan unsur hara pada tanaman 4. Jenis pupuk 5. Proses pembuatan pupuk 6. Efek penggunaan pupuk dan lingkungan Definisi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Januari di Balai Besar Pengembangan Budidaya

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Januari di Balai Besar Pengembangan Budidaya III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Januari di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Hanura Lampung dan uji proksimat di Politeknik Lampung 2012. B. Materi

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Scenedesmus sp. merupakan mikroalga yang bersifat kosmopolit dan

2. TINJAUAN PUSTAKA. Scenedesmus sp. merupakan mikroalga yang bersifat kosmopolit dan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Morfologi Scenedesmus sp. Scenedesmus sp. merupakan mikroalga yang bersifat kosmopolit dan sebagian besar dapat hidup di lingkungan akuatik seperti perairan tawar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Sungai Air merupakan salah satu sumber daya alam dan kebutuhan hidup yang penting dan merupakan sadar bagi kehidupan di bumi. Tanpa air, berbagai proses kehidupan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam kegiatan budidaya ikan, pakan dibagi menjadi dua jenis, pakan buatan dan

I. PENDAHULUAN. Dalam kegiatan budidaya ikan, pakan dibagi menjadi dua jenis, pakan buatan dan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu input penting dalam budidaya ikan. Pakan menghabiskan lebih dari setengah biaya produksi dalam kegiatan budidaya ikan. Dalam kegiatan budidaya

Lebih terperinci

BAB VIII PROSES FOTOSINTESIS, RESPIRASI DAN FIKSASI NITROGEN OLEH TANAMAN

BAB VIII PROSES FOTOSINTESIS, RESPIRASI DAN FIKSASI NITROGEN OLEH TANAMAN BAB VIII PROSES FOTOSINTESIS, RESPIRASI DAN FIKSASI NITROGEN OLEH TANAMAN 8.1. Fotosintesis Fotosintesis atau fotosintesa merupakan proses pembuatan makanan yang terjadi pada tumbuhan hijau dengan bantuan

Lebih terperinci

PEMISAHAN ZAT WARNA SECARA KROMATORAFI. A. Tujuan Memisahkan zat-zat warna yang terdapat pada suatu tumbuhan.

PEMISAHAN ZAT WARNA SECARA KROMATORAFI. A. Tujuan Memisahkan zat-zat warna yang terdapat pada suatu tumbuhan. PEMISAHAN ZAT WARNA SECARA KROMATORAFI A. Tujuan Memisahkan zat-zat warna yang terdapat pada suatu tumbuhan. B. Pelaksanaan Kegiatan Praktikum Hari : Senin, 13 April 2009 Waktu : 10.20 12.00 Tempat : Laboratorium

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke perairan yang menyebabkan pencemaran. Limbah tersebut

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

Fotografi Cahaya Terhadap Pigmen Warna Tanaman

Fotografi Cahaya Terhadap Pigmen Warna Tanaman Fotografi Cahaya Terhadap Pigmen Warna Tanaman Kasma Rusdi (G11113006) Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar, 2014 Abstrak Warna hijau pada daun merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan bahan persediaan bahan bakar fosil berkurang. Seiring menipisnya

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan bahan persediaan bahan bakar fosil berkurang. Seiring menipisnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan bahan bakar fosil saat ini semakin meningkat sehingga dapat menyebabkan bahan persediaan bahan bakar fosil berkurang. Seiring menipisnya persediaan bahan

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2009 hingga bulan April

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2009 hingga bulan April 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2009 hingga bulan April 2010 bertempat di Laboratorium Kultivasi Mikroalga di Pusat Penelitian Surfaktan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yaitu ± ,42 Km (Dahuri dkk, 2011). Di laut, tumbuh dan berkembang

I. PENDAHULUAN. yaitu ± ,42 Km (Dahuri dkk, 2011). Di laut, tumbuh dan berkembang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang mempunyai garis pantai terpanjang di dunia yaitu ± 80.791,42 Km (Dahuri dkk, 2011). Di laut, tumbuh dan berkembang berbagai jenis mikroalga

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Bibit (cm) Dari hasil sidik ragam (lampiran 4a) dapat dilihat bahwa pemberian berbagai perbandingan media tanam yang berbeda menunjukkan pengaruh nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sering digunakan oleh seluruh manusia di dunia ini. Menurut Departemen

BAB 1 PENDAHULUAN. sering digunakan oleh seluruh manusia di dunia ini. Menurut Departemen BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahan bakar fosil telah menjadi bahan bakar yang paling luas dan sering digunakan oleh seluruh manusia di dunia ini. Menurut Departemen Energi dan Sumber Daya

Lebih terperinci

Alga (ganggang) Alga sering disebut ganggang.

Alga (ganggang) Alga sering disebut ganggang. Alga (ganggang) Alga sering disebut ganggang. Alga termasuk golongan tumbuhan berklorofil tubuh disebut talus yaitu tidak punya akar, batang dan daun. Alga dianggap sebagai bentuk tumbuhan rendah karena

Lebih terperinci

KINERJA ALGA-BAKTERI UNTUK REDUKSI POLUTAN DALAM AIR BOEZEM MOROKREMBANGAN, SURABAYA

KINERJA ALGA-BAKTERI UNTUK REDUKSI POLUTAN DALAM AIR BOEZEM MOROKREMBANGAN, SURABAYA Program Magister Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya KINERJA ALGA-BAKTERI UNTUK REDUKSI POLUTAN DALAM AIR BOEZEM MOROKREMBANGAN,

Lebih terperinci

Gambar 8. Kelimpahan Sel Chlorella Selama Kultur

Gambar 8. Kelimpahan Sel Chlorella Selama Kultur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelimpahan Sel Chlorella sp. Hasil penelitian menunjukan bahwa kultur Chlorella yang diberi pupuk berupa ekstrak etanol bayam mengalami peningkatan kelimpahan sel yang tinggi

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja...

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja... SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal 8.4 1. ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja... Klorofil Kloroplas Hormon Enzim Salah satu faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembenihan karena memiliki nutrisi tinggi, antara lain protein %,

I. PENDAHULUAN. pembenihan karena memiliki nutrisi tinggi, antara lain protein %, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah adalah mikroalga dari golongan Cyanobacteria yang dimanfaatkan sebagai pakan alami dalam budidaya perikanan khususnya pembenihan karena memiliki nutrisi tinggi,

Lebih terperinci

Tabel Perbedan Reaksi terang dan Reaksi gelap secara mendasar: Tempat membran tilakoid kloroplas stroma kloroplas

Tabel Perbedan Reaksi terang dan Reaksi gelap secara mendasar: Tempat membran tilakoid kloroplas stroma kloroplas Tabel Perbedan Reaksi terang dan Reaksi gelap secara mendasar: Reaksi Terang Reaksi Gelap Tempat membran tilakoid kloroplas stroma kloroplas Kebutuhan Cahaya membutuhkan cahaya tidak membutuhan cahaya

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. digunakan sebagai sumber pakan alami untuk pembenihan larva udang, ikan dan

I. PENDAHULUAN. digunakan sebagai sumber pakan alami untuk pembenihan larva udang, ikan dan I. PENDAHULUAN Spirulina platensis merupakan alga hijau berfilamen yang sudah banyak digunakan sebagai sumber pakan alami untuk pembenihan larva udang, ikan dan krustase, karena memiliki nilai nutrisi

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Variabel pertumbuhan yang diamati pada eksplan anggrek Vanda tricolor

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Variabel pertumbuhan yang diamati pada eksplan anggrek Vanda tricolor IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Variabel pertumbuhan yang diamati pada eksplan anggrek Vanda tricolor berupa rerata pertambahan tinggi tunas, pertambahan jumlah daun, pertambahan jumlah tunas, pertambahan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

FOTOSINTESIS. Pengertian Fotosintesis

FOTOSINTESIS. Pengertian Fotosintesis FOTOSINTESIS Pengertian Fotosintesis Fotosintesis merupakan proses yang dilakukan oleh organisme autotrof, dengan menggunakan energi dari cahaya matahari yang diserap oleh klorofil untuk membuat bahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ganggang Mikro

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ganggang Mikro II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ganggang Mikro Ganggang termasuk golongan organisme berklorofil dan memiliki ukuran beraneka ragam, mulai dari ukuran yang sangat kecil dalam skala µm hingga beberapa meter panjangnya.

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Laju Fotosintesis

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Laju Fotosintesis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Laju Fotosintesis (Fisiologi Tumbuhan) Disusun oleh J U W I L D A 06091009027 Kelompok 6 Dosen Pembimbing : Dra. Tasmania Puspita, M.Si. Dra. Rahmi Susanti, M.Si. Ermayanti,

Lebih terperinci

FISIOLOGI TUMBUHAN MKK 414/3 SKS (2-1)

FISIOLOGI TUMBUHAN MKK 414/3 SKS (2-1) FISIOLOGI TUMBUHAN MKK 414/3 SKS (2-1) OLEH : PIENYANI ROSAWANTI PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA 2017 METABOLISME Metabolisme adalah proses-proses

Lebih terperinci

SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME

SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME Metabolisme adalah seluruh reaksi kimia yang dilakukan oleh organisme. Metabolisme juga dapat dikatakan sebagai proses

Lebih terperinci

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat

Lebih terperinci

PENGARUH SALINITAS DAN NITROGEN TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN TOTAL Nannochloropsis sp. ABSTRAK

PENGARUH SALINITAS DAN NITROGEN TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN TOTAL Nannochloropsis sp. ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 2 Februari 2014 ISSN: 2302-3600 PENGARUH SALINITAS DAN NITROGEN TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN TOTAL Nannochloropsis sp. Nindri Yarti *, Moh.

Lebih terperinci

KANDUNGAN LEMAK TOTAL Nannochloropsis sp. PADA FOTOPERIODE YANG BERBEDA ABSTRAK

KANDUNGAN LEMAK TOTAL Nannochloropsis sp. PADA FOTOPERIODE YANG BERBEDA ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume I No 2 Februari 2013 ISSN: 2302-3600 KANDUNGAN LEMAK TOTAL Nannochloropsis sp. PADA FOTOPERIODE YANG BERBEDA Meytia Eka Safitri *, Rara Diantari,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Hanura Lampung pada bulan Juli - Agustus 2011. B. Materi Penelitian B.1. Biota Uji Biota

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk dikembangkan di Indonesia, baik sebagai bunga potong maupun tanaman

I. PENDAHULUAN. untuk dikembangkan di Indonesia, baik sebagai bunga potong maupun tanaman I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggrek merupakan salah satu komoditas tanaman hias yang mempunyai potensi untuk dikembangkan di Indonesia, baik sebagai bunga potong maupun tanaman dalam pot. Dari ribuan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Chlorella SP 1. Klasifikasi Penamaan Chlorella sp karena memiliki kandungan klorofil yang tinggi dan juga merupakan produsen primer dalam rantai makanan (Sidabutar, 1999).

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN JASAD RENIK

PERTUMBUHAN JASAD RENIK PERTUMBUHAN JASAD RENIK DEFINISI PERTUMBUHAN Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai pertambahan secara teratur semua komponen di dalam sel hidup. Pada organisme multiselular, yang disebut pertumbuhan

Lebih terperinci

Kehidupan. Senyawa kimia dalam jasad hidup Sintesis dan degradasi. 7 karakteristik kehidupan. Aspek kimia dalam tubuh - 2

Kehidupan. Senyawa kimia dalam jasad hidup Sintesis dan degradasi. 7 karakteristik kehidupan. Aspek kimia dalam tubuh - 2 Kehidupan 7 karakteristik kehidupan Senyawa kimia dalam jasad hidup Sintesis dan degradasi Aspek kimia dalam tubuh - 2 Aspek kimia dalam tubuh - 3 REPRODUKSI: Penting untuk kelangsungan hidup spesies.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selada merupakan tanaman semusim polimorf (memiliki banyak bentuk),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selada merupakan tanaman semusim polimorf (memiliki banyak bentuk), 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Selada Selada merupakan tanaman semusim polimorf (memiliki banyak bentuk), khususnya dalam hal bentuk daunnya. Tanaman selada cepat menghasilkan akar tunggang diikuti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Selada (Lactuca sativa L.) merupakan salah satu tanaman sayur yang dikonsumsi

I. PENDAHULUAN. Selada (Lactuca sativa L.) merupakan salah satu tanaman sayur yang dikonsumsi 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Selada (Lactuca sativa L.) merupakan salah satu tanaman sayur yang dikonsumsi masyarakat dalam bentuk segar. Warna, tekstur, dan aroma daun selada dapat

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Chaetoceros sp. adalah salah satu spesies diatom. Diatom (filum

2. TINJAUAN PUSTAKA. Chaetoceros sp. adalah salah satu spesies diatom. Diatom (filum 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fitoplankton Chaetoceros sp. Chaetoceros sp. adalah salah satu spesies diatom. Diatom (filum Heterokontophyta, kelas Bacillariophyta) berbentuk uniseluler, walaupun demikian terdapat

Lebih terperinci

METABOLISME MIKROBIAL OLEH: FIRMAN JAYA

METABOLISME MIKROBIAL OLEH: FIRMAN JAYA METABOLISME MIKROBIAL OLEH: FIRMAN JAYA 1. Metabolisme Aerobik dan Anaerobik Proses metabolisme: a. Katabolisme: reaksi eksergonik (Penguraian Senyawa Karbohidrat energi). Contoh: respirasi asam piruvat,

Lebih terperinci