BAB I PENDAHULUAN. sebagai media penyakit (Cholik, et.al 1989 dalam wilujeng, 1999). Makanan alami
|
|
- Yuliani Kusuma
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sasaran utama untuk memenuhi tersedianya pakan adalah memproduksi pakan alami, karena pakan alami mudah didapatkan dan tersedia dalam jumlah yang banyak sehingga dapat menunjang kelangsungan hidup larva selama budidaya ikan, mempunyai nilai nutrisi yang tinggi, mudah dibudidayakan, memiliki ukuran yang sesuai dengan bukaan mulut larva, memiliki pergerakan yang mampu memberikan rangsangan bagi ikan untuk mangsanya serta memiliki kemampuan berkembang biak dengan cepat dalam waktu yang relatif singkat dengan biaya pembudidayaan yang relatif murah. Upaya untuk memperoleh persyaratan dan memenuhi pakan alami yang baik adalah dengan melakukan kultur fitoplankton. Sejalan dengan meningkatnya usha pembenihan ikan maupun udang indonesia, maka perlu tersedia makanan alami yang berkualitas dan jumlah mencukupi. Sebagian besar unitpembenihan telah mampu menyediakan fasilitas budidaya makanan alami. Namun demikian, seringkali seringkali penanganan yang kurang teliti dapat mengakibatkan ketidakmurnian phytoplankton yang dibudidayakan atau bahkan menjadi media budidaya tersebut sebagai media penyakit (Cholik, et.al 1989 dalam wilujeng, 1999). Makanan alami adalah suatu organisme dasr yang hidup dialam perairan yang keberadaannya dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi untuk organisme yang di pelihara. 1
2 Pakan Alami baik phytoplankton maupun zooplankton sangat menentukan kualitas, kantitas, dan kesinambungan benih yang dihasilkan. Keberadaan unit kultur pakan alami mutlak dibutuhkan sebagai salah satu unit dalan sebuah kesatuan sebuah usaha pembenihan (Isnansetyo dan Kurniastuti,1995).Penyedian pakan alami merupakan faktor yang penting dalam menentukan keberhasilan usaha pembenihan ikan dan udang karena berpengaruh besar pada pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan dan udang disamping penyediaan induk. Hal ini terkait dengan pakan alami yang merupakan sumber nutrisi dalam memenuhi kebutuhan setiap fase pertumbuhan ikan dan udang terutama pada fase larva/benih. Usaha budidaya ikan pada dewasa ini nampak semakin giat dilaksanakan baik secara intensif maupun ekstensif. Usaha budidaya tersebut dilakukan di perairan tawar, payau, dan laut. Selain pengembangan skala usaha, ikan yang dibudidayakan semakin beragam jenisnya.salah satu faktor pendukung dalam keberhasilan usaha budidaya ikan adalah ketersediaan pakan, dimana penyediaan pakan merupakan faktor penting di samping penyediaan induk. Pemberian pakan yang berkualitas dalam jumlah yang cukup akan memperkecil persentase larva yang mati. Jenis pakan yang dapat diberikan pada ikan ada dua jenis, yaitu pakan alami dan pakan buatan. Pakan alami merupakan pakan yang sudah tersedia di alam, sedangkan pakan buatan adalah pakan yang diramu dari beberapa macam bahan yang kemudian diolah menjadi bentuk khusus sesuai dengan yang dikehendaki Upaya untuk memperoleh persyaratan dan memenuhi pakan alami yang baik adalah dengan melakukan kultur fitoplankton misalnya adalah fitoplankton genus 2
3 Tetraselmis. Tetraselmis termasuk alga hijau, mempunyai sifat selalu bergerak, berbentuk oval elips, mempunyai empat buah flagella pada ujung depannya yang berukuran 0,75-1,2 kali panjang badan dan berukuran 10x6x5 µm. Sel-sel Tetraselmis chuii berupa sel tunggal yang berdiri sendiri. Ukurannya 7-12 µm, berkolorofil sehingga warnanya pun hijau cerah (Mujiman, 1984 ).Pembudidayaan plankton jenis Tetraselmis sp. tergantung pada kondisi lingkungan perairannya, serta diperlukan paket teknologi budidaya yang baik. Budidaya plankton berbeda di tiap-tiap negara sesuai dengan kondisi alamnya, misalnya Indonesia adalah Negara tropis dimana suhu airnya relatif sama sepanjang tahun dibandingkan dengan Negara lain termasuk Jepang. Dalam kultur fitoplankton ada dua tujuan, yaitu monokultur dan kultur murni. Bila hendak mengkultur fitoplankton sebagai makanan zooplankter cukuplah membuat monokultur, misalnya sebagai makanan untuk Brachionus plicatilis, yang hidup di air payau. Tetapi bila mengkultur fitoplankter untuk keperluan genetika, fisiologi atau siklus hidup harus mengkultur fitoplankter yang bersangkutan secara murni, artinya tanpa adanya bakteri (Sachlan, 1982).Untuk menyediakan makanan dalam jumlah yang cukup, tepat waktu dan berkesinambungan, pengetahuan tentang teknik kultur murni fitoplankton yang baik mutlak diketahui oleh mereka yangbergerak di bidang usaha perikanan baik dalam skala besar maupun kecil. 3
4 1.2 Identifikasi Masalah 1. Bagaimana karakteristik pertumbuhan Tetraselmis sp yang baik dalam upaya pembudidayaaan. 2. Bagaimana kondisi medium yang paling baik untuk pertumbuhan Tetraselmis sp. 4
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik dan Sistematika Tetraselmis chuii Tetraselmis chuii termasuk alga hijau, mempunyai sifat selalu bergerak, berbentuk oval elips, mempunyai empat buah flagella pada ujung depannya yang berukuran 0,75-1,2 kali panjang badan dan berukuran 10x6x5 μm (Butcher, 1959). Menurut Mujiman (1984), Sel-sel Tetraselmis chuii berupa sel tunggal yang berdiri sendiri. Ukurannya 7-12 μm, berkolorofil sehingga warnanya pun hijau cerah. Pigmen penyusunnya terdiri dari klorofil. Karena memiliki flagella maka Tetraselmis dapat bergerak seperti hewan. Pigmen klorofil Tetraselmis chuii terdiri dari dua macam yaitut karotin dan xantofil. Inti sel jelas dan berukuran kecil serta dinding sel mengandung bahan sellulosa dan pektosa. berikut : Butcher (1959) mengklasifikasikan kedudukan Tetraselmis chuii sebagai Filum Kelas Ordo Sub ordo Genus Spesies Chlorophyta Chlorophyceae Volvocales Chlamidomonacea Tetraselmis Tetraselmis chuii 5
6 Tetraselmis tumbuh dengan kondisi salinitas optimal antara 25 dan 35 ppm (Fabregas et al, 1984). Menurut Griffith et al (1973) mengatakan bahwa Tetraselmis chuii masih dapat mentoleransi suhu antara 15 o -35 o C, sedangkan suhu optimal berkisar antara 23 o -25 o C. Reproduksi Tetraselmis chuii terjadi secara vegetatif aseksual dan seksual. Reproduksi aseksual dimulai dengan membelahnya protoplasma sel menjadi dua, empat, delapan dalam bentuk zoospore setelah masing-masing melengkapi diri dengan flagella. Sedangkan reproduksi secara seksual, setiap sel mempunyai gamet yang identik (isogami) kemudian dengan bantuan substansi salah satu gamet tersebut ditandai dengan bersatunya kloroplast yang kemudian menurunkan zygote yang sempurna (Erlina dan Hastuti, 1986). Alga ini berkembang biak secara aseksual dengan pembelahan sel dan seksual dengan penyatuan kloroplast dari gamet jantan dan gamet betina (Jaime,1984). Pada reproduksi secara aseksual protoplasma sel membelah menjadi 2,4, dan 8 sel dalam bentuk zoospora. Zoospora ini masing-masing akan dilengkapi dengan 4 buah flagella yang mana akan terlepas dalam bentuk zygospora (Isnansetyo dan Kurniastuty,1995). Pada reproduksi secara seksual gamet jantan dan betina identik sehingga disebut isogami. Bersatunya kloroplast diikuti dengan menurunkan zygot baru yang akan berkembang menjadi zygot sempurna (Sachlan,1982). Peranan 6
7 tetraselmis sebagi salah satu alga laut yakni dimanfaatkan sebagai pakan ikan, udang dan kerang-kerangan dan alternative biodiesel. Zat gizi yang terkandung pada Tetraselmis chuii yakni mengandung 48,42% protein, lemak 9,70%, serat kasar 0,08%, NFE 20,63%, abu 21,17%, sisanya air (Fabregas dan Jaime,1984). Tetraselmis sp. termasuk alga hijau, mempunyai sifat selalu bergerak, berbentuk oval elips, mempunyai empat buah flagella pada ujung depannya yang berukuran 0,75-1,2 kali panjang badan dan berukuran 10x6x5 µm. 2.2 Pertumbuhan Mikroalga Pertumbuhan mikroalga, secara umum dapat dibagi menjadi lima fase meliputi fase lag, fase eksponensial, fase penurunan kecepatan pertumbuhan, fase stasioner, dan fase kematian. Pada fase lag, pertambahan densitas populasi hanya sedikit bahkan cenderung tidak ada karena sel melakukan adaptasi secara fisiologis sehingga metabolisme untuk pertumbuhan lamban. Pada fase eksponensial pertambahan kepadatan sel (N) dalam waktu (t) dengan kecepatan tumbuh (µ) sesuai dengan rumus funsi eksponensial. Pada fase penurunan kecepatan tumbuh pembelahan sel mulai melambat karena kondisi fisik dan kimia kultur mulai membatasi pertumbuhan. Pada fase stasioner faktor pembatas dan kecepatan pertumbuhan sama karena jumlah sel yang membelah dan yang mati seimbang. Pada fase kematian kualitas fisik dan kimia kultur berada pada titik dimana sel tidak mampu lagi mengalami pembelahan. Waktu generasi (G) adalah Waktu yang 7
8 diperlukan suatu mikroalga untuk membelah sel dari satu sel menjadi beberapa sel dalam pertumbuhan (Sumarsih, 2007) Faktor-faktor yang Dapat Mempengaruhi Pertumbuhan Tetraselmis sp. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dari Tetraselmis sp., diantaranya sebagai berikut: 1. ph Variasi ph dapat mempengaruhi metabolisme dan pertumbuhan fitoplankton dalam beberapa hal, antara lain mengubah keseimbangan dari karbon organic, mengubah ketersediaan nutrient, dan dapat mempengaruhi fisiologis sel. Kisaran ph untuk kultur alga biasanya antara 7-9, kisaran optimum untuk alga laut antara sedangkan untuk Tetraselmis chuii optimal pada 7-8 (Mujiman, 1984). 2. Salinitas Hampir semua jenis fitoplankton yang berasal dari air laut dapt tumbuh optimal pada salinitas sedikit di bawah habitat asalnya. Tetraselmis chuii memiliki kisaran salinitas yang cukup lebar, yaitu ppt sedangkan salinitas optimal untuk pertumbuhannya adalah ppt (Cotteau, 1996; Taw, 1990). 3. Suhu Suhu optimal kultur fitoplankton secara umum antara C. hampir semua fitoplankton toleran terhadap suhu antara C. Suhu di bawah 16 C dapat 8
9 menyebabkan kecepatan pertumbuhan turun, sedangkan suhu di atas 36 C dapat menyebabkan kematian pada jenis tertentu (Fabregas et al, 1984). 4. Cahaya Cahaya merupakan sumber energi dalam proses fotosintetis yang berguna untuk pembentukan senyawa karbon organic. Kebutuhan akan cahaya bervariasi tergantung kedalaman kultur dan kepadatannya. Intensitas cahaya yang terlalu tinggi dapat menyebabkan fotoinbihisi dan pemanasan. Intensitas cahaya 1000 lux cocok untuk kultur dalam Erlenmeyer, sedangkan intensitas lux untuk volume yang lebih besar (Burlew, 1995). 5. Nutrien Nutrient dibagi menjadi menjadi makronutrien dan mikronutrien. Nitrat dan fosfat tergolong makronutrien yang merupakan pupuk dasar yang mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton. Nitrat adalah sumber nitrogen yang penting bagi fitoplankton baik di air laut maupun air tawar. Bentuk kombinasi lain dari nitrogen seperti ammonia, nitrit dan senyawa organic dapat digunakan apabila kekurangan nitrat (Sumarsih, 2007). 6. Karbondioksida Karbondioksida diperlukan fitoplankton untuk membantu proses fotosintesis. Karbondioksida dengan kadar 1-2 % biasanya sudah cukup untuk kultur fitoplankton 9
10 dengan intensitas cahaya yang rendah. Kadar karbondioksida yang berlebih dapat menyebabkan ph kurang dari batas optimum (Sumarsih, 2007). 10
11 BAB III PEMBAHASAN Mikroalga merupakan kelompok tumbuhan berukuran renik, baik sel tunggal maupun koloni yang hidup di seluruh wilayah perairan air tawar dan laut. Saat ini telah banyak ditemukan dan diidentifikasi manfaat dari mikoralga. Berikut adalah manfaatnya secara umum : 1. Sebagai peningkatan kesejahteraan ekonomi 2. Memiliki kandungan nutrisi yang sangat bermanfaat bagi kesehatan manusia, kesehatan hewan peliharaan maupun kesehatan hewan produktif lainnya serta sumber hara yang dibutuhkan tanaman. 3. Mikroalga banyak digunakan sebagai energy alternative seperti bioethanol, biofuel, biodiesel, dll. 4. Mikroalga digunakan sebagai pengontrol kualitas air terutama perairan laut. 5. Memiliki nilai kelimpahan yang tinggi di Negara megabiodiversity Indonesia. Dari beberapa poin manfaat diatas, maka banyak dilakukan pembudi-dayaan mikroalga dengan kesinambungannya tercipta studi-studi mikroalga secara spesifik, terlebih cara membudidayakan mikroalga tergolong mudah karena makanan utama mikroalga ialah karbondioksida dan ia mampu tumbuh cepat dan dipanen dalam waktu singkat yakni 7-10 hari. Kegiatan kultivasi tumbuhan produsen primer ini menghemat ruang (save space), memiliki efisiensi dan efektivitas tinggi. Panen mikroalga minimal 30 kali lebih banyak dibandingkan tumbuhan darat. 11
12 Beberapa mikroalga yang berpotensi diantaranya adalah Chlorella sp. dan Spirulina sp. sebagai suplemen, Dunaliella sp. dan Scenedesmus sp. berpotensi sebagai biofuel, dan beberapa spesies dari genus Tetraselmis yakni Tetraselmis chuii yang digunakan sebagai pakan ikan budidaya. Genus Tetraselmis masih belum terlalu banyak digunakan, padahal genus mikroalga ini memiliki kanandung protein (50%), lemak (20%), karbohidrat (20%), asam amino, vitamin dan mineral (Cresswell, 1989). Herba (2003) dalam Nurzana dkk. (2006), menambahkan bahwa mikroalga ini mengandung klorofil yang dapat berfungsi sebagai pembersih alamiah (mendorong terjadinya detoksifikasi), antioksidan, pencegah penuaan dini dan anti kanker. Oleh karena itu pembudidayaan genus Tetraselmis ini sangat diperlukan. Tertaselmis mempunyai klorofil (zat hijau daun) sehingga warnanya hijau cerah, dan tetraselmis dapat bergerak dengan cepat layaknya binatang karena tetraselmis mempunyai 4 buah bulu cambuk (flagella). Tertaselmis berkembang biak dengan cepat melalui pembelahan sel. Protoplasma sel vegetative mengadakan pembelahan berulang-ulang sehingga dari satu sel induk dapat terbentuk 2-16 sel anak. Namun, tetraselmis juga dapat berkembang biak dengan cara kawin, yaitu dengan cara membentuk sel-sel kelamin (sel gamet) dari satu induk dapat dihasilkan 2-64 buah sel gamet, dan apabila sel gamet dan betina bersatu, akan membentuk zigot, kemudian zigot itu membentuk didding sel yang tebal dan kemudian beristirahat. Apabila masa istirahatnya telah selesai, terbentuklah 4 sel kembaran dari satu zigot yang kemudian tumbuh menjadi sel vegetative yang tumbuh seperti biasa. Budidaya Tetraselmis dilakukan dalam beberapa langkah, diantaranya : 12
13 1. Pembibitan Mencari bibit alami Tertaselmnis dapat kita lakukan sendiri di perairan laut dekat pantai. Seperti dikatakan Cotteau, (1996); Taw, (1990), kisaran salinitas hidup Tetraselmis cukup lebar, yaitu ppt sedangkan salinitas optimal untuk pertumbuhannya adalah ppt. Selain itu, karena dewasa ini Tertaselmis sudah banyak dibudidayakan orang terutama di tempat pembenihan udang, maka kita tinggal membibitnya saja dari tempat itu, kita perlu memurnikan kembali karena biasanya sudah banyak campurannya, baru setelah di anggap murni benar dapat dilakukan pengembang-biakkkan lebih lanjut (Suryana, 2013). 2. Pembudidayaan Tetraselmis sp. Membudidayakan Tertaselmis dapat dilakukan dalam wadah yang berbeda-beda tergantung selera pembudidaya.namun demikian, pembudidayaan dilakukan dalam wadah kapasitas 1 liter, wadah kapasitas 1 galon dan wadah kapasitas 200 liter. Pembudidayaan dalam wadah 1 liter dapat kita gunakan botol elemeyer yang telah dicuci bersih. Brgitu juga dengan selang plastik dan batu aerasi yang akan kita gunakan.. Setelah itu baru kita isi dengan air medium, yaitu air laut yang berkadar garam sekitar 15 per millimeter, lalu kita sterilkan terlebih dahulu dengan cara kita rebus, lalu kita beri larutan klorin atau penyinaran dengan lampu ultraviolet. Setelah itu, barulah kita campur dengan pupuk yang telah kita buat sebelumnya. 13
14 Pupuk tersebut terdiri dari berbagai macam bahan kimia yang jenis dan ukurannya sudah ditentukan. Setelah itu, baru kita taburi bibit Tetraselmis sebanyak swl/ml. selanjutnya, kita letakkan pada ruangan yang teduh atau ber- AC dengan bantuan penyinaran dari lampu neon dan air selalu diudarai terus-menerus, setelah 5 hari biasanya tetraselmis sudah berkembang dengan kepadatan antara 4-5 juta sel/ml. Pembudidayaan skala kecil ini hasilnya akan kita gunakan untuk pembudidayaan dalam wada yang lebih besar lagi, yaitu wadah dengan kapasitas 1 galon atau wadah dengan kapasitas 200 liter atau 1 ton namun dengan cara atau teknik yang berbeda (Suryana, 2013). 3. Beberapa factor lingkungan yang perlu diperhatikan saat pembudidayaan Tetraselmis sp. a) Nutrien Nutrien dibagi menjadi menjadi makronutrien dan mikronutrien. Nitrat dan fosfat tergolong makronutrien yang merupakan pupuk dasar yang mempengaruhi pertumbuhan mikroalga. Nitrat adalah sumber nitrogen yang penting bagi fitoplankton baik di air laut maupun air tawar. b) Suhu Suhu optimal kultur mikroalga secara umum antara C, karena suhu rata-rata air laut tempat Tetraselmis berkembang biak adalah C. Hampir semua fitoplankton toleran terhadap suhu antara C. Suhu di bawah 16 C dapat menyebabkan kecepatan pertumbuhan turun, sedangkan 14
15 suhu di atas 36 C dapat menyebabkan kematian pada jenis tertentu (Cotteau, 1996; Taw, 1990). c) Cahaya Cahaya merupakan sumber energy dalam proses fotosintetis yang berguna untuk pembentukan senyawa karbon organic. Fotosintesis terjadi karena mikroalga umumnya memiliki klorofil. Kebutuhan akan cahaya bervariasi tergantung kedalaman kultur dan kepadatannya. Intensitas cahaya yang terlalu tinggi dapat menyebabkan fotoinbihisi dan pemanasan. Intensitas cahaya 1000 lux cocok untuk kultur dalam Erlenmeyer, sedangkan intensitas lux untuk volume yang lebih besar (Cotteau, 1996; Taw, 1990). d) Karbondioksida Karbondioksida diperlukan fitoplankton untuk membantu proses fotosintesis. Karbondioksida dengan kadar 1-2 % biasanya sudah cukup untuk kultur fitoplankton dengan intensitas cahaya yang rendah. Kadar karbondioksida yang berlebih dapat menyebabkan ph kurang dari batas optimum (Cotteau, 1996; Taw, 1990). e) ph Variasi ph dapat mempengaruhi metabolism dan pertumbuhan fitoplankton dalam beberapa hal, antara lain mengubah keseimbangan dari karbon organic, mengubah ketersediaan nutrient, dan dapat mempengaruhi fisiologis sel (Dorling er. Al., 1997). Kisaran ph untuk kultur alga biasanya antara 7-9, kisaran optimum untuk alga laut antara sedangkan untuk Tetraselmis chuii optimal pada 7-8 (Cotteau, 1996; Taw, 1990). 15
16 f) Salinitas Kebanyakan jenis fitoplankton yang berasal dari air laut dapat tumbuh optimal pada salinitas sedikit di bawah habitat asalnya. Tetraselmis sp. memiliki kisaran salinitas yang cukup lebar, yaitu ppt sedangkan salinitas optimal untuk pertumbuhannya adalah ppt (Cotteau, 1996; Taw, 1990). Salinitas berpengaruh kepada kemampuan mikroalga untuk bermetabolisme. Keadaan salinitas yang tidak cocok akan memperlambat metabolism dan pertumbuhan mikroalga terutama Tetraselmis. Budidaya perlu dilakukan dengan tujuan selain mengkonservasi juga untuk mengoptimalkan pemanfaatan agen hayati untuk menjawab permasalahan Negara terutama permasalahan ekonomi Negara. Sebelum pembudidayaan dilakukan, merupakan suatu keharusan untuk mempelajari terlebih dahulu mengenai karakteristik suatu spesies, karena dari mempelajari karakteristik inilah akan diketahui habitat kultur yang cocok dan nutrisi yang cukup untuk suatu spesies kultur sehinngga spesies kultur mampu beradaptasi dan tumbuh berkembang dengan maksimal. 16
17 BAB IV KESIMPULAN Tetraselmis tumbuh dengan kondisi salinitas optimal antara 25 dan 35 ppm. Tetraselmis chuii masih dapat mentoleransi suhu antara 15 o -35 o C, sedangkan suhu optimal berkisar antara 23 o -25 o C. Kondisi medium yang baik untuk pertumbuhan Tetraselmis chuii yaitu dengan wadah kapasitas bervolume besar > 200 liter serta memperhatikan faktor lingkungan seperti cahaya, suhu, ph, salinitas dan pemberian nutrisi. 17
18 DAFTAR PUSTAKA Cresswell, R.C, Rees, T dan Shak,N Algae and Cyanobacterial Biotechnology. Mc Graw Hill, London. Suryana, Agusna Budidaya Tetraselmis. budidaya-tetraselmis.html. Diakses pada tanggal 6 Nopember 2013 pukul 22:00 WIB. Nurzana, R. E., J. M. Maligan, T. D. Widyaningsih Pembuatan Tablet Suplemen Makanan Mikroalga (Tetraselmis chuii) Kajian Perbedaan Jenis dan Proporsi Bahan Pengisi. Universitas Brawijaya, Malang. 18
II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tetraselmis sp. Menurut B u t c h e r ( 1 9 5 9 ) klasifikasi Tetraselmis sp. adalah sebagai berikut: Filum : Chlorophyta Kelas : Chlorophyceae Ordo : Volvocales Sub ordo Genus
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Mikroalga Tetraselmis sp. merupakan salah satu mikroalga hijau.
1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tetraselmis sp. Mikroalga Tetraselmis sp. merupakan salah satu mikroalga hijau. Klasifikasi Tetraselmis sp. menurut Bold & Wynne (1985) adalah sebagai berikut: Filum Kelas Ordo
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. yang dibutuhkan untuk pertumbuhan larva (Renaud et.al, 1999). Pemberian pakan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pakan alami memiliki peran penting dalam usaha akuakultur, terutama pada proses pembenihan. Peran pakan alami hingga saat ini belum dapat tergantikan secara menyeluruh.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Usaha pengembangan budidaya perairan tidak dapat lepas dari pembenihan jenisjenis
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Budidaya memegang peranan penting untuk lestarinya sumber daya ikan. Usaha pengembangan budidaya perairan tidak dapat lepas dari pembenihan jenisjenis unggulan. Pembenihan
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.
3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp Mikroalga adalah tumbuhan tingkat rendah yang memiliki klorofil, yang dapat digunakan untuk melakukan proses fotosintesis. Mikroalga tidak memiliki
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama
7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Nannochloropsis sp. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama hidupnya tetap dalam bentuk plankton dan merupakan makanan langsung bagi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha budidaya ikan pada dewasa ini nampak semakin giat dilaksanakan baik secara intensif maupun ekstensif. Usaha budidaya tersebut dilakukan di perairan tawar, payau,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Benih ikan berkualitas baik dibutuhkan dalam tahapan utama pembesaran ikan.
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Benih ikan berkualitas baik dibutuhkan dalam tahapan utama pembesaran ikan. Peningkatan benih berkualitas mampu didapatkan dengan pengontrolan panti benih dan pakan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. yang umumnya dikenal dengan nama fitoplankton. Organisme ini merupakan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroalga Mikroalga merupakan organisme tumbuhan paling primitif berukuran seluler yang umumnya dikenal dengan nama fitoplankton. Organisme ini merupakan produsen primer perairan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Dalam kegiatan pembenihan pakan alami telah terbukti baik untuk larva.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kegiatan pembenihan pakan alami telah terbukti baik untuk larva. Pakan alami yang banyak digunakan dalam budidaya perikanan adalah mikroalga. Mikroalga merupakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kesuksesan budidaya. Kebutuhan pakan meningkat seiring dengan meningkatnya
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pakan merupakan kebutuhan penting dan berpengaruh besar dalam kesuksesan budidaya. Kebutuhan pakan meningkat seiring dengan meningkatnya usaha budidaya perikanan. Pakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam budidaya perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari biaya produksi. Pakan
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Chaetoceros sp. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi parameter kualitas air terkontrol (Lampiran 4). Selama kultur berlangsung suhu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Mikroalga merupakan jasad renik dengan tingkat organisasi sel yang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mikroalga merupakan jasad renik dengan tingkat organisasi sel yang termasuk dalam tumbuhan tingkat rendah, dikelompokan dalam filum Thalophyta karena tidak memiliki akar,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. fotosintesis (Bold and Wynne, 1985). Fitoplankton Nannochloropsis sp., adalah
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp. 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Mikroalga diartikan berbeda dengan tumbuhan yang biasa dikenal walaupun secara struktur tubuh keduanya memiliki klorofil
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp. Spirulina sp. merupakan mikroalga yang menyebar secara luas, dapat ditemukan di berbagai tipe lingkungan, baik di perairan payau, laut dan tawar. Spirulina
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. di alam yang berguna sebagai sumber pakan yang penting dalam usaha
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pakan terdiri dari pakan buatan dan pakan alami. Pakan buatan adalah pakan yang dibuat dan disesuaikan dengan jenis hewan baik ukuran, kebutuhan protein, dan kebiasaan
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh data mengenai biomassa panen, kepadatan sel, laju pertumbuhan spesifik (LPS), waktu penggandaan (G), kandungan nutrisi,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan saat ini mengalami kendala dalam. perkembangannya, terutama dalam usaha pembenihan ikan.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan budidaya perikanan saat ini mengalami kendala dalam perkembangannya, terutama dalam usaha pembenihan ikan. Permasalahan yang sering dihadapi adalah tingginya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. mikroalga dikenal sebagai organisme mikroskopik yang hidup dari nutrien
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mikroalga merupakan organisme air fotoautropik uniseluler atau multiseluler (Biondi and Tredici, 2011). Mikroalga hidup dengan berkoloni, berfilamen atau helaian pada
Lebih terperinciADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Tujuan Tujuan dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini adalah mengetahui teknik kultur Chaetoceros sp. dan Skeletonema sp. skala laboratorium dan skala massal serta mengetahui permasalahan yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. memerlukan area yang luas untuk kegiatan produksi. Ketersediaan mikroalga
I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Perairan laut Indonesia memiliki keunggulan dalam keragaman hayati seperti ketersediaan mikroalga. Mikroalga merupakan tumbuhan air berukuran mikroskopik yang memiliki
Lebih terperinciPAKAN DAN PEMBERIAN PAKAN
PAKAN DAN PEMBERIAN PAKAN 1. Pendahuluan Pakan alami adalah sejenis pakan ikan yang berupa organisme air. Organism ini secara ekosistem merupakan produsen primer atau level makanan dibawah ikan dalam rantai
Lebih terperinciPEMANFAATAN PUPUK CAIR TNF UNTUK BUDIDAYA Nannochloropsis sp ABSTRAK
ejurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 1 Oktober 013 ISSN: 303600 PEMANFAATAN PUPUK CAIR TNF UNTUK BUDIDAYA Nannochloropsis sp Leonardo Bambang Diwi Dayanto *, Rara Diantari dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pakan utama bagi larva ikan yaitu pakan alami. Pakan alami, seperti
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usaha budidaya perikanan sangat dipengaruhi oleh kualitas benih dan pakan. Pakan utama bagi larva ikan yaitu pakan alami. Pakan alami, seperti plankton. Plankton sangat
Lebih terperinciThe Growth of Chlorella spp Culturing with Some Density of Inoculum. Lady Diana Tetelepta
PERTUMBUHAN KULTUR Chlorella spp SKALA LABORATORIUM PADA BEBERAPA TINGKAT KEPADATAN INOKULUM The Growth of Chlorella spp Culturing with Some Density of Inoculum Lady Diana Tetelepta Jurusan Biologi, Fakultas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dibudidayakan dan memiliki nilai gizi tinggi yaitu, kandungan protein 74%, lemak
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mikroalga Tetraselmis sp. merupakan salah satu mikroalga yang mudah dibudidayakan dan memiliki nilai gizi tinggi yaitu, kandungan protein 74%, lemak 4%, dan karbohidrat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Dalam kegiatan budidaya ikan, pakan dibagi menjadi dua jenis, pakan buatan dan
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu input penting dalam budidaya ikan. Pakan menghabiskan lebih dari setengah biaya produksi dalam kegiatan budidaya ikan. Dalam kegiatan budidaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada bidang akuakultur, mikroalga umumnya telah dikenal sebagai pakan alami untuk pembenihan ikan karena dan memiliki peran sebagai produsen primer di perairan dan telah
Lebih terperinciPENGARUH SALINITAS DAN NITROGEN TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN TOTAL Nannochloropsis sp. ABSTRAK
e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 2 Februari 2014 ISSN: 2302-3600 PENGARUH SALINITAS DAN NITROGEN TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN TOTAL Nannochloropsis sp. Nindri Yarti *, Moh.
Lebih terperinciKANDUNGAN LEMAK TOTAL Nannochloropsis sp. PADA FOTOPERIODE YANG BERBEDA ABSTRAK
e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume I No 2 Februari 2013 ISSN: 2302-3600 KANDUNGAN LEMAK TOTAL Nannochloropsis sp. PADA FOTOPERIODE YANG BERBEDA Meytia Eka Safitri *, Rara Diantari,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. pembagian tugas yang jelas pada sel sel komponennya. Hal tersebut yang
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp. 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Nannochloropsis sp. Mikroalga merupakan tanaman yang mendominasi lingkungan perairan. Morfologi mikroalga berbentuk
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Januari di Balai Besar Pengembangan Budidaya
III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Januari di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Hanura Lampung dan uji proksimat di Politeknik Lampung 2012. B. Materi
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroalga Menurut Mata et al. (2010), mikroalga merupakan mikroorganisme prokariotik dan eukariotik yang dapat tetap hidup dalam kondisi yang kurang mendukung pertumbuhannya, karena
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA. kondisi yang sulit dengan struktur uniseluler atau multiseluler sederhana. Contoh
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroalga Nannochloropsis sp. Mikroalga merupakan mikroorganisme prokariotik atau eukariotik yang dapat berfotosintesis dan dapat tumbuh dengan cepat serta dapat hidup dalam kondisi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton merupakan mikro alga sehingga dalam dunia pembenihan
TINJAUAN PUSTAKA Fitoplankton Fitoplankton merupakan mikro alga sehingga dalam dunia pembenihan sering hanya disebut alga. Alga merupakan organisme yang tersedia melimpah di alam dan dibedakan menjadi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. yaitu ± ,42 Km (Dahuri dkk, 2011). Di laut, tumbuh dan berkembang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang mempunyai garis pantai terpanjang di dunia yaitu ± 80.791,42 Km (Dahuri dkk, 2011). Di laut, tumbuh dan berkembang berbagai jenis mikroalga
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Brachionus plicatilis O. F. Muller Djarijah (1995) mengatakan bahwa Brachionus plicatilis merupakan organisme eukariot akuatik yang termasuk ke dalam zooplankton yang bersifat
Lebih terperinciPERTUMBUHAN FITOPLANKTON Tetraselmis sp DI WADAH TERKONTROL DENGAN PERLAKUAN CAHAYA LAMPU TL
PERTUMBUHAN FITOPLANKTON Tetraselmis sp DI WADAH TERKONTROL DENGAN PERLAKUAN CAHAYA LAMPU TL Anita Padang, Sinta La Djen, Tahir Tuasikal Staf Pengajar UNIDAR-Ambon, e-mail : - ABSTRAK Tetraselmis sp merupakan
Lebih terperinciPengaruh Penggunaan Pupuk Organik Diamond Interest Grow dengan Dosis Berbeda terhadap Pertumbuhan Populasi Rotifera (Brachionus plicatilis)
Nike: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 3, Nomor 2, Juni 2015 Pengaruh Penggunaan Pupuk Organik Diamond Interest Grow dengan Dosis Berbeda terhadap Pertumbuhan Populasi Rotifera (Brachionus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tahu merupakan salah satu industri yang menghasilkan limbah organik. Limbah industri tahu yang dihasilkan dapat berupa limbah padat dan cair, tetapi limbah
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE
III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-Oktober 2009 bertempat di Laboratorium Nutrisi Ikan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Pendahuluan Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi kontrol, kultivasi menggunakan aerasi (P1) dan kultivasi menggunakan karbondioksida
Lebih terperinciIII. METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut
III. METODE KERJA A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung, Desa Hanura, Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung dari bulan Januari
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien. Protein berperan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien. Protein berperan penting dalam pembentukan biomolekul, namun demikian apabila organisme sedang kekurangan energi,
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar
Lebih terperinciNAMA TEKNOLOGI/ALAT : Penanganan pasca panen biomassa Alga Spirulina sebagai bahan baku industri non pangan
Penanganan pasca panen biomassa Alga Spirulina Sebagai bahan baku industri non pangan INFORMASI UMUM NAMA TEKNOLOGI/ALAT : Penanganan pasca panen biomassa Alga Spirulina sebagai bahan baku industri non
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. antena dorsal dan 2 buah antenna lateral. Pada ujung antenna biasanya terdapat
TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Umum Rotifera Rotifera merupakan sejenis organisme air yang memiliki klasifikasi menurut Ruutner dan Kolisko (1974) diacu oleh Dikkurahman (2003) sebagai berikut Phylum Kelas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pembenihan karena memiliki nutrisi tinggi, antara lain protein %,
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah adalah mikroalga dari golongan Cyanobacteria yang dimanfaatkan sebagai pakan alami dalam budidaya perikanan khususnya pembenihan karena memiliki nutrisi tinggi,
Lebih terperinciAlga (ganggang) Alga sering disebut ganggang.
Alga (ganggang) Alga sering disebut ganggang. Alga termasuk golongan tumbuhan berklorofil tubuh disebut talus yaitu tidak punya akar, batang dan daun. Alga dianggap sebagai bentuk tumbuhan rendah karena
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PLANKTON Plankton merupakan kelompok organisme yang hidup dalam kolom air dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas (Wickstead 1965: 15; Sachlan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. ikan di dalam air. Lemak mengandung asam-asam lemak yang berfungsi sebagai
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lemak merupakan sumber energi paling tinggi dalam makanan ikan. Dalam tubuh ikan, lemak memegang peranan dalam menjaga keseimbangan dan daya apung ikan di dalam air. Lemak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyebabkan bahan persediaan bahan bakar fosil berkurang. Seiring menipisnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan bahan bakar fosil saat ini semakin meningkat sehingga dapat menyebabkan bahan persediaan bahan bakar fosil berkurang. Seiring menipisnya persediaan bahan
Lebih terperinciPRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN
PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN SAHABUDDIN PenelitiPada Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Dan Penyuluhan Perikanan Dipresentasikan pada Kuliah umum Praktik Lapang Terpadu mahasiswa Jurusan
Lebih terperinci4 KULTIVASI Chaetoceros gracilis DALAM MEDIUM NPSi 4.1 Pendahuluan
4 KULTIVASI Chaetoceros gracilis DALAM MEDIUM NPSi 4.1 Pendahuluan 4.1.1 Latar belakang Indonesia memiliki potensi keanekaragaman hayati perairan yang luar biasa besarnya. Sumberdaya yang tidak dapat secara
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Brachionus plicatilis Brachionus plicatilis merupakan salah satu Rotifera yang diklasifikasikan berdasarkan tingkat hirarkinya Edmonson (1963) sebagai berikut: Phylum
Lebih terperinciPRODUKSI BIOMASSA Spirulina sp. DENGAN VARIASI KONSENTRASI CO2 DAN FOTOPERIODE. Okta Nugraha 1) dan Elida Purba 1)
PRODUKSI BIOMASSA Spirulina sp. DENGAN VARIASI KONSENTRASI CO2 DAN FOTOPERIODE Okta Nugraha 1) dan Elida Purba 1) 1) Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Lampung Jl. Prof. Dr. Soemantri Brodjonegoro
Lebih terperinciPEMANFAATAN KOMPOS KULIT KAKAO (Theobroma cacao) UNTUK BUDIDAYA Daphnia sp. ABSTRAK
e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 2 Februari 2014 ISSN: 2302-3600 PEMANFAATAN KOMPOS KULIT KAKAO (Theobroma cacao) UNTUK BUDIDAYA Daphnia sp. Arif Wibowo *, Henni Wijayanti
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ganggang Mikro
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ganggang Mikro Ganggang termasuk golongan organisme berklorofil dan memiliki ukuran beraneka ragam, mulai dari ukuran yang sangat kecil dalam skala µm hingga beberapa meter panjangnya.
Lebih terperinciIII. METODE KERJA. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zooplankton, Balai Besar
III. METODE KERJA A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zooplankton, Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung, Desa Hanura, Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Pesawaran, Provinsi
Lebih terperinciFaktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018
Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018 Faktor Pembatas Keadaan yang mendekati atau melampaui batas toleransi. Kondisi batas
Lebih terperinciikan yang relatif lebih murah dibanding sumber protein hewani lainnya, maka permintaan akan komoditas ikan terus meningkat dari waktu ke waktu.
1. PENDAHULUAN Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, maka kebutuhan ketahanan pangan termasuk di dalamnya kebutuhan akan protein hewani terus meningkat. Salah satu sumber protein yang
Lebih terperinciBAB 3 BAHAN DAN METODE
BAB 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April Mei 2007 di Laboratorium Ekologi Hewan Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sering digunakan oleh seluruh manusia di dunia ini. Menurut Departemen
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahan bakar fosil telah menjadi bahan bakar yang paling luas dan sering digunakan oleh seluruh manusia di dunia ini. Menurut Departemen Energi dan Sumber Daya
Lebih terperinciPengaruh Pemberian Kompos Sampah Rumah Tangga Terhadap Pertumbuhan Chlorella vulgaris Pada Skala Laboratorium
Pengaruh Pemberian Kompos Sampah Rumah Tangga Terhadap Pertumbuhan Chlorella vulgaris Pada Skala Laboratorium Reka Hafizhah, Riche Hariyati, Murningsih Laboratorium Ekologi dan Biosistematik Jurusan Biologi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pencemaran masalah lingkungan terutama perairan sekarang lebih diperhatikan,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pencemaran masalah lingkungan terutama perairan sekarang lebih diperhatikan, terutama setelah berkembangnya kawasan industri baik dari sektor pertanian maupun
Lebih terperinciGambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Biologi Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil silangan antara Clarias gariepinus dengan C. fuscus dan merupakan ikan introduksi yang pertama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai macam habitat akuatik/perairan maupun terestrial/daratan. Keanekaragaan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mikroalga merupakan organisme fotosintetik yang mampu mengubah energi cahaya menjadi energi kimia dalam bentuk biomassa. Mikroalga termasuk organisme yang mempunyai
Lebih terperinciBY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA
BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kepadatan Sel Kepadatan sel Spirulina fusiformis yang dikultivasi selama 23 hari dengan berbagai perlakuan cahaya menunjukkan bahwa kepadatan sel tertinggi terdapat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. cukup tinggi, contohnya pada pembenihan ikan Kerapu Macan (Epinephelus
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usaha pembenihan ikan laut berkembang pesat dan memiliki nilai jual yang cukup tinggi, contohnya pada pembenihan ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) dan Kerapu
Lebih terperinciPERTUMBUHAN Tetraselmis chuii PADA MEDIUM AIR LAUT DENGAN INTENSITAS CAHAYA, LAMA PENYINARAN DAN JUMLAH INOKULAN YANG BERBEDA PADA SKALA LABORATORIUM
PERTUMBUHAN Tetraselmis chuii PADA MEDIUM AIR LAUT DENGAN INTENSITAS CAHAYA, LAMA PENYINARAN DAN JUMLAH INOKULAN YANG BERBEDA PADA SKALA LABORATORIUM SKRIPSI Oleh Agustin Eka Pujiono NIM. 071810401049
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Tawes 2.1.1 Taksonomi Tawes Menurut Kottelat (1993), klasifikasi ikan tawes adalah sebagai berikut: Phylum : Chordata Classis Ordo Familia Genus Species : Pisces : Ostariophysi
Lebih terperinciSNTMUT ISBN:
PENAMBAHAN NUTRISI MAGNESIUM DARI MAGNESIUM SULFAT (MgSO 4.7H 2 O) DAN NUTRISI KALSIUM DARI KALSIUM KARBONAT (CaCO 3 ) PADA KULTIVASI TETRASELMIS CHUII UNTUK MENDAPATKAN KANDUNGAN LIPID MAKSIMUM Dora Kurniasih
Lebih terperinciTUGAS LINGKUNGAN BISNIS KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS BUDIDAYA RUMPUT LAUT
TUGAS LINGKUNGAN BISNIS KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS BUDIDAYA RUMPUT LAUT DISUSUN OLEH : NAMA : ANANG SETYA WIBOWO NIM : 11.01.2938 KELAS : D3 TI-02 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2012/2013 TEKNOLOGI BUDIDAYA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu sumberdaya hayati laut Indonesia yang cukup potensial adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sumberdaya hayati laut Indonesia yang cukup potensial adalah rumput laut atau yang dikenal dengan sebutan ganggang laut atau alga laut. Beberapa diantaranya
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan produksi protein hewani untuk masyarakat Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh peningkatan penduduk, maupun tingkat kesejahteraan
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA. Scenedesmus sp. merupakan mikroalga yang bersifat kosmopolit dan
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Morfologi Scenedesmus sp. Scenedesmus sp. merupakan mikroalga yang bersifat kosmopolit dan sebagian besar dapat hidup di lingkungan akuatik seperti perairan tawar
Lebih terperinciAPLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus)
APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus) Oleh Adi Hardiyanto, Marwa dan Narulitta Ely ABSTRAK Induk ikan mandarin memanfaatkan pakan untuk reproduksi. Salah satu
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Adehoog dan Simon (2001) Klasifikasi Nannochloropsis sp. adalah
6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Nannochloropsis sp. Menurut Adehoog dan Simon (2001) Klasifikasi Nannochloropsis sp. adalah sebagai berikut: Kingdom Superdevisi Divisi Kelas Genus : Protista : Eukaryotes
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2012 di Laboratorium
16 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2012 di Laboratorium Fitoplankton Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung. 3.2. Materi
Lebih terperinciStudi Kultur Semi-Massal Mikroalga Chlorella sp Pada Area Tambak Dengan Media Air Payau (Di Desa Rayunggumuk, Kec. Glagah, Kab.
Studi Kultur Semi-Massal Mikroalga Chlorella sp Pada Area Tambak Dengan Media Air Payau (Di Desa Rayunggumuk, Kec. Glagah, Kab. Lamongan) Study on Cultivation Semi-Mass of Microalgae Chlorella sp on Ponds
Lebih terperincin, TINJAUAN PUSTAKA Menurut Odum (1993) produktivitas primer adalah laju penyimpanan
n, TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Produktivitas Primer Menurut Odum (1993) produktivitas primer adalah laju penyimpanan energi sinar matahari oleh aktivitas fotosintetik (terutama tumbuhan hijau atau fitoplankton)
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. tersebut adalah fatty acid metyl ester (FAME) dengan hasil samping berupa gliserol
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Biodiesel Biodiesel diperoleh dari proses esterifikasi asam lemak dengan alkohol rantai pendek (metanol atau etanol) menggunakan katalis (alkali atau asam).
Lebih terperinciPengaruh Pemberian Air Cucian Beras dengan Dosis yang Berbeda Terhadap Kepadatan Chlorella
Pengaruh Pemberian Air Cucian Beras dengan Dosis yang Berbeda Terhadap Kepadatan Chlorella sp. The Influence of The Rice Water with Different Doses to The Density of Chlorella sp. Titis Indraswati P ¹*,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mudjiman (2008), menyatakan bahwa Moina sp merupakan kelompok udang renik
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ciri-ciri dan klasifikasi Moina sp 1. Ciri-ciri dan morfologi Moina sp Mudjiman (2008), menyatakan bahwa Moina sp merupakan kelompok udang renik yang termasuk dalam filum Crustacea,
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. terhadap pertumbuhan Chlorella sp.diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Perbedaan Konsentrasi Limbah Cair Tahu Terhadap Kelimpahan Mikroalga Chlorella sp. Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh konsentrasi limbah cair tahu terhadap
Lebih terperinciMANAJEMEN KUALITAS AIR
MANAJEMEN KUALITAS AIR Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. digunakan sebagai sumber pakan alami untuk pembenihan larva udang, ikan dan
I. PENDAHULUAN Spirulina platensis merupakan alga hijau berfilamen yang sudah banyak digunakan sebagai sumber pakan alami untuk pembenihan larva udang, ikan dan krustase, karena memiliki nilai nutrisi
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Brachionus plicatilis menurut Edmonson (1963) adalah
II. TINJAUAN PUSTAKA 1. Biologi Brachionus plicatilis a. Klasifikasi Klasifikasi Brachionus plicatilis menurut Edmonson (1963) adalah Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Rotifera
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia
TINJAUAN PUSTAKA Laut Belawan Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia yang berjarak ± 24 km dari kota Medan berhadapan dengan Selat Malaka yang sangat padat lalu lintas kapalnya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. juta ekor/tahun dan terdiri atas 240 jenis ikan hias laut dan 226 jenis ikan hias air
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia yang beriklim tropis memiliki potensi ikan hias mencapai 300 juta ekor/tahun dan terdiri atas 240 jenis ikan hias laut dan 226 jenis ikan hias air tawar (Lingga
Lebih terperinciTIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN LINGKUNGAN TANAH
EKOFISIOLOGI TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN TANAH LINGKUNGAN Pengaruh salinitas pada pertumbuhan semai Eucalyptus sp. Gas-gas atmosfer, debu, CO2, H2O, polutan Suhu udara Intensitas cahaya, lama penyinaran
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas
6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,
Lebih terperinciPERTUMBUHAN Diaphanasoma sp. YANG DIBERI PAKAN Nannochloropsis sp. Sri Susilowati 12 ABSTRAK
e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 2 Februari 2014 ISSN: 2302-3600 PERTUMBUHAN Diaphanasoma sp. YANG DIBERI PAKAN Nannochloropsis sp. Sri Susilowati 12 ABSTRAK Pakan alami yang
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perbedaan Suhu Terhadap Pertumbuhan Scenedesmus sp. yang Dibudidayakan Pada Media Limbah Cair Tapioka
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perbedaan Suhu Terhadap Pertumbuhan Scenedesmus sp. yang Dibudidayakan Pada Media Limbah Cair Tapioka Berdasarkan hasil analisis statistik One Way Anova tentang
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembentukan Organisme Bioflok 4.1.1 Populasi Bakteri Populasi bakteri pada teknologi bioflok penting untuk diamati, karena teknologi bioflok didefinisikan sebagai teknologi
Lebih terperinci