LAPORAN BATAM (PR4) Dibuat oleh: Cheryl, Kelly, Veronica

Transkripsi

1 LAPORAN BATAM (PR4) Dibuat oleh: Cheryl, Kelly, Veronica Batam adalah salah satu pulau yang besar di kepulauan Riau. Luas tanah Batam 415km 2, hanya 67% besarnya Singapura. Batam dihubungkan dengan pulau Repang dan pulau Galang yang ada di dekat pulau Batam. Tiga pulau ini disambung oleh 6 jembatan yang spektakular. Kira-kira 30 tahun yang lalu, di Batam hanya ada kira-kira 6000 orang tinggal di desa nelayan. Sekarang, Batam sudah ada kira-kira sejuta orang. Di Batam juga ada investasi dari 550 perusahaan asing dan kira-kira 9500 perusahaan lokal di 14 daerah industri dan beberapa daerah yang dikelola oleh BIDA. ( Batam Island Development Authority). Turisme sekarang adalah industri yang utama. Batam dikunjungi oleh kira-kira 1.3 juta turis setiap tahun. Batam adalah tujuan nomor dua, paling populer di Indonesia sesudah Bali. Orang-orang di Batam memakai Bahasa Indonesia untuk berkomunikasi antara penduduk yang multi-etnis. Tetapi sekarang, banyak orang juga bisa berbicara bahasa Inggris. Kalau berdiskusi tentang bisnis, orang-orang sering memakai bahasa Inggris. Kebanyakan orang di Batam adalah orang Melayu. Tetapi sekarang oleh sebab perkembangan yang cepat dan maju, banyak orang dari kelompok etnis yang lain, juga pindah ke Batam untuk mencari pekerjaan dan mencari kehidupan yang lebih baik. Beberapa ratus tahun yang lalu, sudah ada Batam. Tapi, tidak ada literatur yang dapat menjadi rujukan dari mana nama Batam diambil. Dalam sejarah Malaya, pulau Batam penting sekali karena di situ, pada tahun , Laksamana Hang Nadim bertempur dalam beberapa pertempuran melawan Portugis. Sekarang, namanya Hang Nadim terkenal di Batam dan namanya dia juga adalah nama bandara internasional Batam. Pulau Batam mulai menjadi lebih moderen karena usaha Letnan Jendral Dr. H. Ibnu Sutowo, direktur perusahaan minyak Pertamina. Pertamina adalah perusahaan minyak kepunyaan pemerintah Indonesia. Pada tahun 1969, dia memutuskan ingin membuat Batam menjadi

2 seperti Singapura. Karena itu, Batam, menjadi pusat berlogistik untuk industri perusahaan minyak. Sekarang di Batam juga ada bermacam-macam industri dan mengekspor ke banyak negeri sekitar dunia. Di Singapura, dari terminal di Harbour Front dan Tanan Merah terminal ada kapal tambang untuk pergi ke Batam setiap hari. Di Batam ada 4 terminal kapal tambang. Waterfront City, Nongsa, Sekupang dan Batam Centre. Waterfront City dan Nongsa lebih bersih dan paling efisien. Pada tanggal 8 Feburari 2004, kelas Bahasa Indonesia tingkat tiga pergi ke Batam untuk proyek. Kami naik kapal tambang dari Harbour Front Terminal, sampai di Waterfront City Batam. Perjalanannya makan waktu kira-kira 45 menit. Waktu kami pulang ke Singapura, kami naik kapal tambang dari Batam Centre sampai ke Harbour Front lagi. Perjalanan ini makan waktu 1 jam. Perjalanan kembali lebih lama karena Batam Centre lebih jauh dari Habour Front dari pada Waterfront City. Di kapal tambang, kami duduk di lantai satu. Rasanya di kapal tambang, agak membosankan, tidak ada banyak hal yang dapat dilakukan. Jadi, semua murid perempuan mulai omong-omong dan menunggu dengan sabar. Murid laki-laki, pergi ke lantai kedua supaya bisa melihat pemandangan. Kami juga memakai waktu di kapal tambang untuk mengambil foto-foto. Tempat pertama yang kami kunjungi adalah Kampung Melayu. Kampung Melayu agak besar dan kehidupan di sana sederhana. Di Kampung Melayu, ada sebanyak 400 orang. Penduduknya tidak mau pindah karena mereka sudah menjadi penduduk lama, jadi hubungan antara orang-orang di sana rapat. Kalau dibandingkan dengan Singapura, hubungan antara orang-orang Singapura dan tetangga-tetangga mereka, tidak rapat. Kadang-kadang di kampung ini, ada perayaan. Banyak orang akan berkumpul bersamasama untuk merayakan peryaan itu.

3 Di Kampung Melayu ada banyak rumah yang tidak sama jenisnya. Di sana ada rumah yang didirikan di daratan, dibuat dari semen dan kayu. Dan juga ada rumah yang didirikan di laut, terbuat dari kayu, namanya kelong. Kelong-kelong itu dibuat dari kayu yang bagus kwalitasnya. Hasilnya, kelong-kelong itu bisa tahan lama, dan kuat. Tetapi, waktu kami jalan di kelong, kami masih takut jatuh ke laut. Di kelong, pemandangan ke arah laut indah dan ada efek yang menenangkan. Beberapa orang Singapura mempunyai kelong di Kampung Melayu. Kadang-kadang mereka tinggal di sana untuk berlibur. Orang Singapura mau tinggal di sana karena kehidupannya lebih sederhana dan bisa bersantai-santai. Kehidupan di Singapura terlalu stres. Kebanyakan waktu, kelong mereka kosong, jadi harus punya penjaga untuk menjaga rumahnya, hingga mereka berkunjung kembali ke kelong lagi. Kami merasa, karena kehidupan di kampung lebih sederhana, mereka merasa lebih bebas, dan tidak ada terlalu banyak pembatasan. Waktu kami mengunjungi Kampung Melayu, di situ ada banyak anak-anak berenang di laut yang kotor sekali. Kamar kecilnya pun di laut! Kalau di Singapura, orang tua pasti tidak akan membiarkan anak-anak berbuat begitu. Karena laut itu kotor sekali, nanti anak-anak jatuh sakit. Di Singapura, orang tua memberi banyak perlindungan kepada anak-anak. Jadi, kami merasa anak-anak di kampung lebih mandiri dan berani. Bapak Saptono, kepala bagian kebudayaan dan turisme di Pemerintahan Kota Batam, tinggal di Kampung Melayu. Dia mengharapkan bisa mengubah kehidupan di Batam menjadi lebih baik. Dia tidak lahir di Batam. Dia pindah ke Batam dan ingin tinggal di kampung karena dia merasa di kampung masih ada gotong-royong. Dia merasa orangorang di kampung lebih akrab dan memperhatikan tetangga-tetangga mereka. Pak Saptono memberitahukan kami, anak-anak di Kampung Melayu juga bersekolah. Di Batam, ada banyak sekolah dasar. Tapi sekolah SMP hanya ada di Sungei Terapan, 40 km dari Kampung Melayu. Universitas hanya ada universitas swasta, tidak ada universitas negeri.

4 Pak Saptono juga berkata kepada kami, kebanyakan orang di Kampung Melayu bekerja sebagai nelayan. Nelayan-nelayan hanya sedikit karena sekarang lautnya sudah berkurang, ikan tidak banyak dan ada pengotoran air karena ada industri minyak, tempat beristirahat dan galangan kapal. Ikan-ikan yang ditangkap di sekitar Batam oleh nelayan, tidak dijual di Batam karena harga ikan lebih rendah di Batam. Jadi, di Batam atau di Kampung Melayu, tidak ada banyak ikan yang besar dan bagus karena ikan-ikan itu, dijual di Singapura. Mereka hanya dapat makan ikan yang tidak bisa dijual, seperti ikan-ikan yang kecil dan kurang baik kwalitasnya. Dulu, orang-orang di Batam pergi berbelanja di Singapura memakai perahu dayung. Mereka pergi ke Pasir Panjang berbelanja sesudah menjual ikan. Kemudian, mereka akan membeli barang-barang yang lain dan membawa pulang ke Batam. Orang-orang di Batam kalau ke Singapura hanya perlu memakai KTP, tetapi mereka hanya diizinkan masuk ke Singapura selama 1 hari. Orang Batam juga cemburu kepadaorang Singapura karena orang Singapura bisa masuk dengan mudah ke Batam, tapi kalau orang Batam mau masuk ke Singapura, lebih susah dan kadang-kadang dirampok oleh bajak laut dari pulau yang lain. Meskipun Pak Saptono bekerja sebagai pejabat pemerintah gajinya hanya sebanyak S$250. Karena di Batam bebas pajak, dia hanya membayar S$9000 untuk mobilnya. Pada umumnya, biaya hidup naik oleh karena pengaruh dari Singapura. Dari Kampung Melayu, kami pergi ke Panti Asuhan Plus Pesantren. Panti Asuhan itu terletak di sebuah rumah yang ada dua lantai di satu jajaran rumah. Di Panti Asuhan ini ada satu ruang tamu untuk anak-anak bermain dan untuk anak-anak gadisnya belajar menjahit. Di lantai satu juga ada satu ruang komputer untuk anak-anak laki-laki belajar komputer. Di lantai dua ada satu kamar tidur dan satu ruang untuk sembahyang. Tangga rumahnya curam sekali, dan agak bahaya untuk anak kecil. Waktu kami naik tangganya kami merasa takut dan capai. Panti asuhan ini baru satu setengah tahun umurnya. Anak-anak di sana ada yang berumur enam tahun sampai lima belas tahun. Di Panti asuhan itu ada 27 anak yatim, 12 perempuan dan 15 laki-laki. Mereka berasal dari banyak tempat di Indonesia, tidak hanya dilahirkan di Batam saja. Mereka berkelakuan

5 baik meskipun kebanyakan anak-anak masih kecil. Di panti asuhan di Singapura, saya pernah melihat anak kecil yang menjerit-jerit dan nakal sekali. Waktu kami tiba, mereka sudah berdiri dalam satu barisan untuk memberi sambutan yang meriah. Waktu ketuanya berbicara, mereka diam saja duduk di lantai ruang tamu. Anak-anak sanggat malu karena mereka tidak berani omong-omong dengan kami. Waktu kita sudah mau pergi, anak-anak disuruh bersalaman dengan kami dan semuanya menurut. Ketua panti asuhannya merasa bahagia dan berterima kasih pada kami karena kami telah meluangkan waktu untuk mengunjungi tempat mereka. Dia menjelaskan tugas-tugas panti asuhannya dan bagaimana sistim kerja mereka. Tugas yang penting adalah menyiapkan anak-anak untuk berdiri sendiri. Anak-anak gadisnya harus bisa menjahit karena mempunyai kecakapan ini dihargai di Indonesia. Supaya anak laki-lakinya tidak ketinggalan jaman dan lebih mudah mencari pekerjaan, mereka harus belajar komputer. Waktu anak-anak itu berumur kira-kira enam belas, mereka harus keluar untuk mencari nafkah. Panti asuhan ini disokong oleh sumbangan dari penderma, jadi mereka tidak mendapat uang dari pemerintah. Oleh karena itu, ketuanya mengharap kami bisa mendermakan uang supaya mereka bisa membangun satu panti asuhan yang lebih besar dan yang mempunyai lebih banyak fasilitas. Sayang ketuanya berbicara terlalu cepat, jadi kami tidak mengerti kebanyakan yang dikatakannya. Waktu kami sudah mau pergi, kami merasa sayang karena tidak ada waktu untuk omongomong dengan anak-anaknya. Kami hanya punya waktu untuk mendengar ketuanya berbicara. Sehabis melihat tempat-tempatnya, kami harus pergi. Kalau ada waktu, kami lebih ingin mewawancarai mereka supaya tahu apakah mereka bahagia tinggal di sana dan bagaimana kehidupan mereka. Sehabis itu, kami melanjutkan perjalanan kami. Kami pergi makan di restoran Golden Prawn 933. Ada banyak sekali makanannya, yaitu ikan, sotong, udang, kepiting, sayur kangkung, kerang gong gong, sop, buah-buahan dan kelapa. Karena kami tidak pernah makan gong gong, kami tidak senang lalu hampir semua gong gongnya diberikan

6 pada Gary yang senang sekali. Sehabis makan, kami semua kenyang dan tidak bisa menggerakkan badan. Kebetulan hari itu adalah hari ulang tahun Shini, jadi dia makan dengan senang sekali. Makanannya sangat enak tapi kami tidak mau repot-repot makan kepitingnya. Ikannya segar dan enak sekali. Sesudah makan, kami menonton tarian kuda lumping. Ini tradisi dari Jawa Tengah. Waktu lagi menari, mereka kesurupan. Di belakangnya ada orang yang bermain musik dan waktu musiknya main, roh akan datang dan masuk ke badan penarinya. Kemudian, kedua orang itu menari memakai kuda terbuat dari bambu. Mereka juga menari memakai Barong. Barong itu dari pulau Bali tapi yang kami menonton di Batam, tariannya pendek sekali. Seharusnya, tariannya panjang sekali karena ada ceritanya juga. Ceritanya begitu... Rangda, adalah ibu Erlangga. Waktu itu, kira-kira abad ke sepuluh, Erlangga adalah raja Bali karena bapaknya sudah meninggal. Rangda suka memakai ilmu sihir jadi dia memanggil setan dari hutan untuk mengejar Erlangga. Erlangga tentu takut jadi dia memakai pasukan-pasukan tentara dia. Tetapi ilmu sihir Rangda terlalu kuat. Erlangga tidak punya pilihan lain lagi. Dia minta tolong dari Barong. Rangda memakai ilmu sihir untuk menyuruh tentara Erlangga memakai pisau masing-masing untuk membunuh diri. Tapi, Barong ini hebat sekali. Dia menyihir balik jadi semua tentara Erlangga menjadi kuat dan tidak bisa dilukai. Kemudian, Barong menang dan Rangda hanya bisa melarikan diri. Sesudah tarian Barong, penari masih kesurupan. Dia mengupas kulit kelapa memakai giginya, berarti giginya juga kuat sekali selain memakai ilmu sihir. Dia juga bisa makan api dan makan gelas tapi badannya tidak luka. Jadi kita tidak perlu kuatir.

7 Dari sana kami ke toko Polo.Waktu di toko Polo, semua senang karena mendapat baju baru tapi, mungkin waktunya harus lebih lama jadi bisa lebih seru waktu berbelanja! Sesudah toko polo, kami mengunjungi Maha Vihara Duta Maitreya di Batam Centre. Maha Vihara Duta Maitreya adalah salah satu kelenteng Buddha yang paling besar di Asia Tenggara. Gedungnya dibuka pada tahun 1999, jadi masih baru dan sekarang masih terus dikembangkan. Kelenteng Buddha itu bangunan raksasa dan sangat indah. Karena ada ide-ide dari anggota masyarakat orang Cina di Batam, jadi Maha Vihara Duta Maitreya bisa didirikan. Banyak orang Buddha dari Indonesia dan Asia Tenggara pergi ke sana untuk bersembahyang dan belajar. Maha Vihara Duta Maitreya dibuka setiap hari dan semua turis pun dipersilakan datang. Biasanya, kelenteng Buddha itu sepi dan tenang. Hari itu waktu kami mengunjunginya, kelenteng itu sepi sekali. Hanya pada waktu festival Cina, banyak orang Cina akan pergi ke sana bersembahyang. Kami merasa Maha Vihara Duta Maitreya bisa didirikan di satu negeri yang penduduk beragama Islam, adalah hal yang luar biasa. Sesudah kami mengunjungi kelenteng itu, kita pergi ke Matahari, tempat belanja yang terkenal di Batam. Di tempat belanja Matahari, ada banyak macam barang dan harganya juga lebih murah kalau dibandingkan dengan di tempat belanja di Singapura. Tapi, kwalitasnya kurang baik jadi kami harus tahu memilih yang bagus. Kami hanya ada satu jam lebih di sana jadi tidak ada banyak waktu untuk membeli banyak barang. Beberapa tahun yang lalu, saya pernah pergi ke Matahari di Jakarta dan saya merasa waktu itu, ada lebih banyak macam barang dan kwalitasnya juga lebih baik. Barangkali sekarang standarnya sudah berkurang. Sesudah sehari itu di Batam, kami pulang dari Batam Centre dan kebanyakan sudah capai dan hanya bisa tidur saja di kapal! Kita mempunyai pengalaman yang tak terlupakan dan merasa asyik sekali pergi ke Indonesia dengan teman-teman.