APLIKASI GOOD MANUFACTURING PRACTICES SANITATION STANDARD OPERATING PROCEDURES DAN PENENTUAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "APLIKASI GOOD MANUFACTURING PRACTICES SANITATION STANDARD OPERATING PROCEDURES DAN PENENTUAN"

Transkripsi

1 APLIKASI GOOD MANUFACTURING PRACTICES, SANITATION STANDARD OPERATING PROCEDURES DAN PENENTUAN TITIK KENDALI KRITIS PADA PRODUKSI SUSU PASTEURISASI KOPERASI PETERNAK BANDUNG SELATAN SKRIPSI DINNI RAHMI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 RINGKASAN DINNI RAHMI. D Aplikasi Good Manufacturing Practices, Sanitation Standard Operating Procedures dan Penentuan Titik Kendali Kritis pada Produksi Susu Pasteurisasi Koperasi Peternak Bandung Selatan. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing utama : Dr. Ir. Rarah Ratih Adjie Maheswari, DEA Pembimbing anggota : Ir. Lucia Cyrilla ENSD, M.Si Susu merupakan produk yang bersifat mudah rusak dan tidak memiliki waktu penyimpanan yang cukup lama tanpa pengolahan lebih lanjut. Pasteurisasi merupakan salah satu proses pemanasan yang dilakukan pada susu segar sehingga menjadi produk yang memiliki masa simpan lebih lama. Pengolahan susu menjadi susu pasteurisasi merupakan salah satu cara untuk memperpanjang waktu simpannya. Industri yang bergerak dalam bidang pangan senantiasa mengarahkan kegiatan usahanya untuk menghasilkan produk yang memenuhi standar keamanan pangan dan memberikan kepuasan bagi konsumen. Pemenuhan produk yang sesuai dengan standar keamanan pangan dapat dilakukan dengan menciptakan produk yang bernilai ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal). Nilai ASUH pada suatu produk dapat dipenuhi dengan menerapkan Good Manufacturing Pratices (GMP) dan Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) yang baik dan benar pada keseluruhan rangkaian proses produksi. Tugas akhir dalam bentuk magang ini dilaksanakan selama 2 bulan, pada tanggal 24 Juli 2007 hingga 24 September Magang ini dilaksanakan di KPBS, Pangalengan. Langkah penerapan untuk GMP dan SSOP di KPBS telah mulai dilakukan dengan cara keseluruhan proses produksi mengarah kepada SOP yang telah ditetapkan oleh pihak Koperasi. Aplikasi GMP dan SSOP dinilai belum maksimal karena masih terdapat berbagai kekurangan dalam penerapannya pada keseluruhan tahap proses produksi yang berlangsung, terutama proses sanitasi. Penerapan GMP dan SSOP yang tidak maksimal berpengaruh terhadap tahapan proses produksi yang beresiko menjadi titik kendali kritis. Tiga tahap proses produksi susu pasteurisasi dinyatakan sebagai titik kendali kritis, yaitu proses penerimaan susu segar terutama pada pengujian kualitas susu dinyatakan sebagai titik kendali kritis karena tidak melakukan pengujian residu antibiotika sehingga meningkatkan resiko bahaya kimia, pasteurisasi beresiko meningkatkan bahaya secara kimia dan biologis karena tidak dilakukan akurasi waktu dan suhu yang digunakan secara berkala dan pengemasan beresiko meningkatkan bahaya secara kimia dan biologis akibat tingginya mobilitas karyawan di ruangan pengemasan serta kurang terjaganya higien karyawan. Penetapan tiga tahap proses tersebut sebagai titik kendali kritis karena memiliki kaitan erat dengan resiko bahaya yang mengancam keamanan pangan produk susu pasteurisasi yang dihasilkan. Aplikasi GMP dan SSOP yang dilakukan pada proses produksi susu pasteurisasi di KPBS, Pangalengan tidak maksimal. Kata-kata kunci : GMP, SSOP, titik kendali kritis, susu pasteurisasi dan keamanan pangan.

3 ABSTRACT Application of Good Manufacturing Practices, Standard Sanitation Operating Procedures and Determination of Critical Control Point on Pasteurized Milk Production, at Koperasi Peternak Bandung Selatan Rahmi, D., R. R. A. Maheswari, L. Cyrilla Studies were carried out to evaluate the application of Good Manufacturing Practices (GMP), Standard Sanitation Operating Procedures (SSOP) and to determine the critical point on pasteurized milk processing at Koperasi Peternak Bandung Selatan (KPBS), Pangalengan. Studies were done during two months at Milk Treatment- KPBS (MT-KPBS). All production flow on MT-KPBS has done based on the Standard Operation Procedures (SOP) standardized by the company, even tough the GMP and SSOP applications were not on optimum level yet, especially on the sanitary process. It s caused to the critical control point on production process. There are three steps that defined as critical control point; milk reception step especially in fresh milk quality control because not doing a control antibiotic residue so increase risk of chemical hazard, pasteurized process have risk to increase biological and chemical hazard because not doing monitoring and recording acuration time and temperature that been used and packaging process have risk to increase biological and chemical hazard because minimum application of higienic personal. The three steps claimed as critical point because their influences on food safety that may harmful for MT-KPBS milk pasteurized product. Keywords: GMP, SSOP, Critical Control Point, Pasteurized Milk, Food Safety.

4 APLIKASI GOOD MANUFACTURING PRACTICES, SANITATION STANDARD OPERATING PROCEDURES DAN PENENTUAN TITIK KENDALI KRITIS PADA PRODUKSI SUSU PASTEURISASI KOPERASI PETERNAK BANDUNG SELATAN DINNI RAHMI D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

5 APLIKASI GOOD MANUFACTURING PRACTICES, SANITATION STANDARD OPERATING PROCEDURES DAN PENENTUAN TITIK KENDALI KRITIS PADA PRODUKSI SUSU PASTEURISASI KOPERASI PETERNAK BANDUNG SELATAN Oleh DINNI RAHMI D Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 25 Maret 2008 Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Dr. Ir. Rarah R. A. Maheswari, DEA NIP Ir. Lucia Cyrilla ENSD M.Si NIP Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Agr.Sc NIP

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 20 Desember 1986 Bogor, Jawa Barat. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Didin Wahidin, S.Pd. dan Ibu Tini Surtini. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1998 di SD Sindang Sari Bogor. Pendidikan lanjutan tingkat pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SLTPN 1 Bogor dan pendidikan menengah umum diselesaikan pada tahun 2004 di SMUN 3 Bogor. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif dalam Himpunan Mahasiswa Ilmu Produksi Ternak (HIMAPROTER) selama tahun dan kegiatankegiatan lain di luar kampus.

7 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena dengan limpahan rahmat, hidayah dan pertolongan-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Aplikasi Good Manufacturing Practices, Sanitation Standard Operating Procedures dan Penentuan Titik Kendali Kritis pada Produksi Susu Pasteurisasi Koperasi Peternak Bandung Selatan. Shalawat beriring salam semoga senantiasa tercurah dan terlimpah kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW, kepada keluarga, para sahabat dan kepada umatnya sampai akhir zaman. Perhatian masyarakat dunia terhadap dunia pangan saat ini adalah pada peningkatan kualitas bahan pangan. Masyarakat menginginkan pangan yang tidak hanya mengenyangkan, namun juga memiliki nilai tambah dalam mencukupi kebutuhan gizi, menjaga kesehatan dan juga memiliki masa simpan yang relatif bertahan lebih lama. Industri yang bergerak di bidang pangan mengarahkan setiap kegiatan usahanya untuk mengacu pada keamanan pangan dan kepuasan konsumen. Pemenuhan produk pangan yang memenuhi standar keamanan pangan dapat dilihat dari nilai ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal) produk. Nilai ASUH dapat dipenuhi dengan menerapkan sistem Good Manufacturing Practises (GMP) dan Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) yang baik pada keseluruhan proses produksi. Aplikasi GMP dan SSOP akan menjadi landasan untuk menentukan titiktitik yang dianggap kritis bahkan cenderung beresiko membahayakan keamanan produk yang dihasilkan. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan di masa mendatang. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga karya yang sederhana ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan Indonesia. Bogor, Maret 2008 Penulis

8 DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN... ii ABSTRACT... iii RIWAYAT HIDUP... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Susu... 3 Susu Pasteurisasi... 4 Pengolahan Susu... 6 Pasteurisasi Susu... 7 Pengemasan... 8 Polyprophylene... 9 Good Manufacturing Practises (GMP)... 9 Sanitasi Sanitasi Pekerja Sanitasi Alat dan Wadah Sanitasi Bangunan Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) Critical Control Point (CCP) Diagram Ishikawa (Fish Bone Diagram) METODE Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Praktek Kerja Langsung Wawancara Pengamatan Lapang dan Pengumpulan Data Analisis Permasalahan Studi pustaka Pembuatan Diagram Ishikawa Penetapan Signifikansi Bahaya pada Tahap Proses Pembuatan Susu Pasteurisasi... 18

9 Penetapan Critical Control Point (CCP) terhadap Bahan Utama Pembuatan Susu Pasteurisasi Penetapan Critical Control Point ( CCP) Proses Produksi Susu Pasteurisasi HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Perusahaan Sejarah Umum Data Umum Perusahaan Tenaga Kerja dan Keanggotaan Jenis dan Kapasitas Produksi Struktur Organisasi Perusahaan Teknologi Proses Produksi Bahan Baku Pengemas Proses Produksi Proses Produksi Chilled Milk Proses Produksi Susu Pasteurisasi tanpa Penambahan Cita Rasa Proses Produksi Susu Pasteurisasi dengan Penambahan Cita Rasa Sarana dan Prasarana MT-KPBS Sarana Milkana Bak penimbang Bak Penyaring Lempeng Pendingin Tangki Penyimpanan Balance Tank Plate Heat Exchanger Homogenizer Tangki Pencampur Mesin Pengemas Cup Mesin Pengemas Prepack Prasarana Penerapan Good Manufacturing Practises (GMP) Lokasi dan Lingkungan Pabrik Bangunan dan Ruangan Pengolahan Desain dan Tata Ruang Konstruksi Ventilasi dan Sirkulasi Udara Penerangan Produk akhir Peralatan Produksi Bahan Produksi Higiene Personal Pengendalian Proses Pengolahan Fasilitas Sanitasi ix

10 Label Keterangan Produk Penyimpanan Pemeliharaan Sarana Pengolahan dan sanitasi Laboratorium Wadah Kemasan Transportasi Penerapan Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) Keamanan Air Proses Produksi Kondisi dan Kebersihan Permukaan yang Kontak dengan Bahan Pangan Pencegahan Kontaminasi Silang dari Objek yang Tidak Saniter Kebersihan Pekerja Proteksi dari Bahan-Bahan yang Digunakan Pelabelan dan Penyimpanan yang Tepat Pengendalian Kesehatan Karyawan Pemberantasan Hama Diagram Ishikawa Penentuan Critical Control Point (CCP) Penetapan Signifikansi Bahaya pada Tahap Proses Pembuatan Susu Pasteurisasi Penetapan Critical Control Point (CCP) Bahan Utama Pembuatan Susu Pasteurisasi Penetapan Critical Control Point (CCP) Proses Pembuatan Susu Pasteurisasi Decission Tree Bahan Mentah Decission Tree Proses Pengolahan Analisis Permasalahan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN x

11 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Kandungan Gizi dan Vitamin Susu tiap 100 g Syarat Mutu Susu Pasteurisasi Syarat Mutu Botol Plastik Daftar TPK dan Jumlah Peternak yang Dimilikinya Penetapan Signifikansi Bahaya pada Tahap Proses Pembuatan Susu Pasteurisasi Penetapan Critical Control Point (CCP) Bahan Utama Pembuatan Susu Pasteurisasi Penetapan Critical Control Point (CCP) Proses Pembuatan Susu Pasteurisasi... 69

12 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Bagan Struktur Organisasi KPBS Bagan Proses produksi Chilled Milk Bagan Proses Produksi Susu Pasteurisasi Tanpa Rasa Bagan Proses Produksi Susu Pasteurisasi Rasa Gambar Peralatan Produksi MT KPBS Diagram Ishikawa GMP Diagram Ishikawa SSOP Diagram Ishikawa Kualitas Produk Susu Pasteurisasi Dessicion Tree untuk Bahan Mentah Dessicion Tree untuk Proses Pengolahan... 76

13 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Perincian Jam Kerja Karyawan MT KPBS Check List GMP Check List SSOP Gambar Milkana Spesifikasi Milkana Parameter Pengukuran Milkana Spesifikasi Milk Reception Scale Spesifikasi Milk Reception Vat Spesifikasi Plate Cooler Spesifikasi Storage Tank Spesifikasi Balance Tank Spesifikasi Plate Heat Exchanger (PHE) Spesifikasi Homogenizer Spesifikasi Mixing Tank... 96

14 PENDAHULUAN Latar Belakang Perusahaan yang bergerak dalam bidang pangan senantiasa mengarahkan kegiatan usahanya untuk menghasilkan produk yang memenuhi standar keamanan pangan serta memberikan kepuasan bagi konsumen. Masalah keamanan pangan pada saat ini sedang mendapatkan perhatian penuh dari pemerintah, serta menjadi sebuah tuntutan yang harus dipenuhi oleh setiap perusahaan yang bergerak dalam bidang pangan. Hal ini disebabkan oleh semakin meningkatnya minat konsumen terhadap produk yang bernilai Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH). Pemenuhan produk yang bernilai ASUH dapat dilakukan dengan menerapkan Good Manufacturing Practices (GMP) dan Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) pada keseluruhan rangkaian proses produksi yang berlangsung. GMP merupakan pedoman tata cara memproduksi bahan pangan dengan baik dan benar pada seluruh rantai produksi, dimulai dari tahap produksi primer hingga konsumen akhir dan menekankan higien pada setiap tahapan. Pedoman GMP mencakup tentang lokasi pabrik, bangunan, produk akhir, peralatan produksi, bahan baku, higien karyawan, pengendalian proses pengolahan, fasilitas sanitasi, label, keterangan produk, penyimpanan, pemeliharaan sarana pengolahan, kegiatan sanitasi, laboratorium, wadah atau kemasan serta transportasi. SSOP merupakan suatu prosedur untuk memelihara kondisi sanitasi yang umumnya berhubungan dengan seluruh fasilitas produksi atau area dan tidak terbatas pada tahapan tertentu atau titik kendali kritis. Sanitasi merupakan cara pencegahan penyakit dengan mengatur atau menghilangkan faktor-faktor lingkungan yang saling terkait dalam rantai perpindahan penyakit tersebut. Prosedur SSOP merupakan alat bantu dalam penerapan GMP, yang berisi tentang perencanaan tertulis cara menjalankan GMP, syarat agar penerapan GMP dapat dimonitor dengan pembuatan catatan atau recording serta terdapat tindakan koreksi jika terdapat saran dan kritik, verifikasi dan dokumentasi.

15 Tujuan Tujuan dari kegiatan magang ini adalah: 1. mengkaji penerapan GMP dan SSOP pada proses produksi susu pasteurisasi di KPBS, Jawa Barat; 2. menetapkan titik kritis pada proses produksi susu pasteurisasi di KPBS, Jawa Barat; dan 3. memberikan solusi bagi masalah yang terjadi dalam proses produksi susu pasteurisasi yang berlangsung.

16 TINJAUAN PUSTAKA Susu Badan Standardisasi Nasional (1998) dalam SNI No mendefinisikan susu segar sebagai cairan yang berasal dari ambing sapi sehat, diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, tidak mengalami penambahan atau pengurangan suatu komponen apapun dan tidak mengalami pemanasan. Komposisi gizi pada susu secara umum terdiri atas protein (30%), karbohidrat (40%) dan lemak (40%) (Supardi dan Sukamto, 1999). Kandungan gizi serta vitamin secara lengkap yang terdapat dalam susu ditampilkan pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin Susu Kandungan (Unit/100 gr) Kandungan Gizi Kalori 67,5 Protein (g) 3,5 Lemak (g) 4,25 Karbohidrat (g) 4,75 Calcium (mg) 119 Sodium (mg) 50 Potasium (mg) 152 Vitamin A (IU) 148 Thiamin B 1 (µg) 37 Riboflavin B 2 (µg) 160 Pyridoxine B 6 (µg) 46 Cyanocobalamine B 12 (μg) 0,39 Vitamin C (mg) 1,5 Sumber : Tamime dan Robinson (1985) Dwidjoseputro (1987) menjelaskan bahwa susu memiliki fungsi sebagai media terbaik untuk hidup mikroorganisme yang terkandung di dalamnya, sehingga pertumbuhan bakteri dalam susu sangat cepat, yaitu setiap 20 hingga 30 menit akan berlipat ganda. Hal ini menjadi alasan utama bahwa susu merupakan produk yang sangat mudah mengalami kerusakan serta tidak memiliki waktu penyimpanan lama tanpa pengolahan lebih lanjut. Rataan total kandungan bakteri awal dalam susu adalah sebesar 1x10 3 cfu/ml hingga 1x10 6 cfu/ml. Jenis bakteri yang terkandung dalam susu sangat bervariasi, dengan jenis yang terbanyak adalah bakteri Streptococcus sp. (0-55%) dan

17 Micrococcus sp. (30-39%), sedangkan untuk bakteri Gram positif, Bacillus dan bakteri lainnya memiliki kisaran sebesar 10% (Cousins dan Bramley, 1981). Umumnya mikroorganisme hidup dan berkembang biak secara optimal pada suhu 37 o C, sedangkan pada suhu o C pertumbuhan mikroorganisme menjadi sedikit terhambat dan menjadi tidak aktif pada suhu kurang dari 10 o C (Ressang dan Nasution, 1982). Menurut Rahman et al. (1992) pertumbuhan mikroba pada susu dapat menimbulkan berbagai perubahan karakteristik. Pembentukan asam, gas, pelendiran, produk alkali serta perubahan cita rasa dan warna merupakan perubahan karakteristik yang sering dijumpai pada susu akibat adanya mikroorganisme. Lampert (1970) menjelaskan bahwa mikroorganisme dalam susu dapat berasal dari peralatan yang kurang bersih, sumber air dan kandang dengan mikroorganisme yang umum didapatkan adalah bakteri psikotrofik, seperti Enterobacter, Bacillus dan Flavobacterium. Susu Pasteurisasi Menurut Badan Standardisasi Nasional (1995) dalam SNI No susu pasteurisasi merupakan susu segar, susu rekonstitusi, susu rekombinasi yang telah mengalami proses pemanasan pada temperatur 63 o C-66 o C selama minimum 30 menit atau pada pemanasan 72 o C selama minimum 15 detik, kemudian segera didinginkan hingga 10 o C, selanjutnya diperlakukan secara aseptis dan disimpan pada suhu maksimum 4,4 o C. International Dairy Federation (1983) menyatakan bahwa susu pasteurisasi merupakan produk susu yang telah mengalami proses pasteurisasi, yang bila dijual ke retail atau pengecer mengalami pendinginan terlebih dahulu tanpa adanya suatu penundaan dan dikemas dengan kondisi penundaan minimum untuk meminimalkan kontaminasi. Produk tersebut harus memiliki nilai uji fosfatase negatif segera setelah dilakukan perlakuan pemanasan. Susu pasteurisasi harus disimpan dalam suhu rendah selama proses distribusi hingga penjualan (Robinson et al., 1981). Proses distribusi dalam suhu rendah bertujuan agar pertumbuhan bakteri menjadi terhambat, namun tidak membunuh keseluruhan bakteri (Winarno et al., 1980). Kandungan standar bakteri dalam susu pasteurisasi dengan grade A sebesar bakteri/ml dan kurang dari sepuluh bakteri /ml untuk bakteri koliform (FDA, 2001).

18 Susu pasteurisasi menurut Early (1998) memiliki kandungan nilai gizi yang tidak jauh berbeda dengan susu segar, karena sebagian besar nutrisi seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin tidak terpengaruh oleh perlakuan pasteurisasi. Kehilangan nyata yang terjadi adalah sekitar setengah (50%) kandungan vitamin C serta sekitar 10% tiamin dan vitamin B 12 yang terdapat secara alami akan hilang. Renner (1986) menyatakan hampir keseluruhan kandungan vitamin C yang hilang pada susu terjadi selama proses penanganan atau handling, pasteurisasi dan pengemasan. Jenis susu pasteurisasi terdiri atas dua macam, yaitu susu pasteurisasi tanpa penambahan cita rasa dan susu pasteurisasi dengan penambahan cita rasa yang masing-masing digolongkan ke dalam satu jenis mutu tertentu (BSN, 1995). Syarat mutu susu pasteurisasi diperlihatkan pada Tabel 2. Tabel 2. Syarat Mutu Susu Pasteurisasi (SNI No ) Karakteristik Tanpa Penambahan Cita Dengan Penambahan Cita Rasa Rasa Bau Khas khas Rasa Khas khas Warna Khas khas Kadar lemak (% min) 2,80 1,50 Kadar SNF (% min) 7,7 7,5 Uji Reduktase (MB) 0 0 Kadar protein (% min) 2,5 2,5 Uji fosfatase 0 0 TPC (maks) 3x10 4 3x10 4 Coliform presumptive (maks) Logam berbahaya : As (ppm, maks) 1 1 Pb (ppm, maks) 1 1 Cu (ppm, maks) 2 2 Zn (ppm, maks) 5 5 Bahan Pengawet Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. Pemantap Zat warna Cita rasa Sumber : BSN (1995) 235/Men. Kes/Per/VI/79 Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 235/Men. Kes/Per/VI/79 Cara pengemasan susu pasteurisasi yang benar menurut Badan Standardisasi Nasional (1995) adalah sebagai berikut : susu pasteurisasi disajikan dalam bentuk cairan yang dikemas secara aseptis dalam botol, karton yang dilapisi dengan

19 polyethylene atau aluminium foil serta kantong plastik atau bahan lain yang tidak mempengaruhi isi. Syarat mutu botol plastik diperlihatkan dalam Tabel 3. Tabel 3. Syarat Mutu Botol Plastik (SNI No ) Jenis uji Satuan Persyaratan Visual dan sifat tampak Bersih, tidak ada benda asing menempel, - tidak ada kerusakan berupa penyok, goresan dan retak Bau dan rasa Tidak boleh menyebabkan perubahan - terhadap bau dan rasa pada produk Kapasitas penuh (terhadap Maksimum: 101 % kapasitas nominal) Minimum: 60 Kompresi (top load) Kgf Tidak boleh ada bocor Kebocoran (Leak test) - Tidak boleh ada bocor, pecah maupun retak Jatuh (drop test) - - Identifikasi PP, PE dan PET PVC Residu VCM (maks) ppm - 1 Global Migrasi (maks) ppm Total Logam berat(pb, Cd) yang termigrasi (maks) ppm 1 1 Reduksi KMnO 4 (maks) ppm Sumber : BSN (2004) Pengolahan Susu Upaya memperpanjang umur simpan dan meningkatkan nilai guna susu dapat dilakukan melalui berbagai cara pengolahan seperti pembuatan susu menjadi produk susu kental manis, susu bubuk, es krim, permen susu, kerupuk susu, dodol susu, noga susu dan masih banyak lagi produk lainnya. Usaha untuk memperpanjang masa simpan telah banyak dilakukan, baik dalam hal penanganan maupun pengawetan (Wong et al., 1988). Pengolahan susu bertujuan untuk mengolah susu menjadi bahan pangan yang memiliki tingkat akseptibilitas serta palatabilitas lebih tinggi serta mampu meningkatkan daya simpannya. Hasil olahan susu merupakan suatu produk yang terbuat dari susu atau produk yang merupakan hasil suatu perlakuan terhadap susu (Buckle et al., 1987). Pengolahan susu dengan pemanasan terlebih dahulu merupakan titik kendali kritis untuk menjamin mikroorganisme patogen telah musnah. Hal itu juga menjamin bakteri berspora telah dimusnahkan atau setidaknya berkurang jumlahnya untuk menjaga kualitas produk secara optimum (Elmagli dan Abtisam, 2006). Pasteurisasi Susu

20 International Dairy Federation (IDF) yang dikutip atau disampaikan Lewis (1999) mendefinisikan pasteurisasi sebagai salah satu proses pemanasan yang diaplikasikan pada susu dengan tujuan untuk menghindari bahaya kesehatan pada produk susu yang mungkin terjadi karena hadirnya mikroorganisme patogen dan sekaligus meminimalisir perubahan pada susu secara kimiawi, fisik dan organoleptik. Buckle et al., (1987) menjelaskan bahwa pasteurisasi merupakan perlakuan pemanasan pada susu yang bertujuan untuk mencegah penularan penyakit dan kerusakan yang disebabkan oleh mikroorganisme dan enzim. Hal ini dilakukan untuk memberikan perlindungan maksimum pada konsumen terhadap penyakit yang mungkin dapat ditularkan melalui susu. Prinsip pasteurisasi susu adalah memanaskan susu di bawah titik didihnya yaitu 102,8 o C. Penggunaan panas pada proses pasteurisasi susu tidak menimbulkan perubahan pada komposisi, rasa, warna dan bau secara nyata sehingga susu pasteurisasi masih memiliki komposisi, rasa, warna dan bau seperti susu segar (Babe, 2002). Proses pasteurisasi terbagi menjadi dua jenis, yaitu (1) Low Temperature Long Time (LTLT), yang menggunakan suhu pemanasan 65 o C (145 o F) selama 30 menit, (2) High Temperature Short Time (HTST), yang menggunakan suhu pemanasan o C (160 o F) selama 15 detik (Babe, 2002). Tujuan utama proses pasteurisasi adalah mencegah penularan penyakit dan kerusakan akibat jasad renik dan enzim sehingga kualitas susu tetap baik selama masa simpan serta memusnahkan seluruh sel vegetatif dari bakteri patogen dan sebagian besar mikroorganisme pembusuk yang terdapat dalam susu (Potter dan Hotchkiss, 1995; Ray, 2001). Proses pasteurisasi akan membunuh sebagian besar sel bakteri, kapang dan khamir di dalam susu. Proses pasteurisasi dengan menggunakan metode HTST akan menghancurkan 90-99% bakteri yang terdapat dalam susu, namun bakteri termodurik dan laktik akan tetap bertahan selama proses pasteurisasi berlangsung. Umumnya proses pasteurisasi dengan menggunakan metode HTST lebih banyak digunakan dikarenakan efisiennya waktu proses yang dibutuhkan (Early, 1998). Jumlah kandungan bakteri koliform yang tinggi dalam produk susu pasteurisasi mayoritas disebabkan oleh proses penanganan, proses sanitasi yang buruk serta peralatan yang digunakan dalam proses penyimpanan yang tidak higienis (Hayes et al., 2001). Bakteri koliform umumnya mengkontaminasi susu segar dan

21 tidak tahan terhadap proses pasteurisasi dan secara berkala bakteri ini dipergunakan sebagai indikator proses yang berjalan tidak sempurna atau sebagai kontaminasi setelah proses produksi (Manie et al., 1999). Gruetzmacher dan Bradley (1999) menyatakan faktor penting yang mempengaruhi batas masa simpan susu pasterurisasi dalam suhu refrigerator (4-7 o C) adalah kualitas mikrobiologi dari susu segar, suhu dan waktu pasteurisasi, keberadaan dan aktivitas kontaminasi setelah proses pasteurisasi, jenis dan aktivitas mikroorganisme yang resinsten terhadap proses pasteurisasi serta suhu penyimpanan susu setelah proses pasteurisasi. Kontaminasi yang terjadi setelah proses pasteurisasi menjadi faktor paling utama dalam menentukan masa simpan produk susu pasteurisasi. Pengemasan Pengemasan merupakan suatu cara dalam memberikan kondisi sekeliling bagi bahan pangan (Buckle et al., 1987). Bahan pengemas digunakan untuk membatasi antara bahan pangan dan keadaan normal sekeliling untuk menunda proses kerusakan dalam jangka waktu yang diinginkan. Menurut Griffin dan Sacharrow (1972), pengemasan bertujuan untuk melindungi atau mengawetkan produk yang dikemas, penunjang transportasi dan distribusi serta merupakan bagian penting dalam mengatasi persaingan dalam pemasaran, hal ini dikarenakan apabila suatu produk memiliki pengemasan yang baik dan menarik maka konsumen akan lebih mengenal produk tersebut. Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh suatu kemasan antara lain : tidak toksik, cocok dengan bahan yang dikemas, mudah dibuka dan ditutup, mudah dan aman dalam mengeluarkan isi dan biaya murah (Hanlon, 1971). Adanya wadah atau pembungkus dapat membantu mencegah atau mengurangi kerusakan, melindungi bahan pangan yang ada di dalamnya, melindungi bahan pangan dari pencemaran mikroorganisme serta gangguan fisik seperti gesekan, getaran dan benturan (Syarief et al., 1989). Pengemasan pada produk pangan akan memperlambat proses deteriorasi atau penyimpangan suatu produk dari mutu awalnya, yaitu dengan mempertahankan stabilitas, kesegaran dan penerimaan konsumen dari produk atau memperpanjang umur simpan. Stabilitas produk pangan dihubungkan dengan mudah tidaknya produk

22 mengalami perubahan kimia. Kesegaran utamanya dihubungkan dengan rasa, bau dan aroma produk termasuk pula bentuk, tekstur dan harga. Tingkat deteriorasi produk dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan, sedangkan laju deteriorasi dipengaruhi oleh kondisi lingkungan penyimpanan dan jenis-jenis kemasan yang biasa digunakan untuk produk pangan (Arpah, 2001). Polyprophylene Syarief et al. (1989) menyatakan bahwa kemasan plastik poliprophylene merupakan salah satu kemasan yang dapat digunakan untuk produk minuman. Poliprophylene termasuk jenis plastik olefin dan merupakan polimer dari prophylen. Plastik jenis ini cukup mudah diperoleh di pasaran dan memiliki kekuatan yang cukup baik terhadap perlindungan keluar masuknya gas dan uap air. Beberapa sifat utama dari poliprophylene adalah : 1) ringan (densitas 0,9 g/cm 3 ), mudah dibentuk, tembus pandang dalam bentuk film dan tidak transparan dalam bentuk kemasan kaku; 2) memiliki kekuatan tarik yang lebih besar dari pada plastik poliethylen; 3) lebih kaku dibandingkan dengan plastik poliethylen dan tidak mudah sobek; 4) memiliki permeabilitas uap air yang rendah, permeabilitas gas sedang dan tidak baik digunakan untuk makanan yang peka akan oksigen; dan 5) tahan terhadap suhu tinggi hingga mencapai suhu 100 o C. Good Manufacturing Practices (GMP) Good Manufacturing Practices (GMP) merupakan pedoman cara memproduksi makanan yang baik pada seluruh rantai makanan, mulai dari produksi primer sampai konsumen akhir dan menekankan higiene pada setiap tahap pengolahan. Thaheer (2005) menyebutkan bahwa GMP merupakan suatu pedoman cara memproduksi makanan dengan tujuan agar produsen memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk makanan yang bermutu dan sesuai dengan keamanan pangan dan tuntutan konsumen. Pedoman GMP atau Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) menurut Menteri Kesehatan No.23/MEN.KES/SK/1978 mencakup lokasi pabrik, bangunan, produk akhir, peralatan pengolahan, bahan produksi, higien personal, pengendalian proses pengolahan, fasilitas sanitasi, label, keterangan produk, penyimpanan, pemeliharaan sarana pengolahan dan kegiatan sanitasi, laboratorium, kemasan dan transportasi.

23 1) Lokasi pabrik Berada pada lokasi yang memiliki kemudahan akses jalan masuk, prasarana jalan yang memadai, jauh dari pemukiman penduduk, terbebas dari pencemaran serta memiliki pintu masuk dan keluar yang terpisah. Cemaran yang dimaksud dapat berasal dari polusi, hama, pengolahan limbah serta sistem pembuangan yang tidak berfungsi dengan baik. 2) Bangunan Konstruksi, desain, tata ruang dan bahan baku dibuat berdasarkan syarat mutu dan teknik perencanaan pembuatan bangunan yang berlaku sesuai dengan jenis produknya. Bahan baku berasal dari bahan yang mudah dibersihkan, dipelihara dan disanitasi serta tidak bersifat toksik. 3) Produk akhir Produk akhir mengalami uji-uji secara kimia, fisik dan mikrobiologi sebelum dipasarkan. 4) Peralatan pengolahan Bahan baku peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan harus dibuat memenuhi standar baik teknik, mutu dan higiene, seperti bersifat tidak toksik, tahan karat, kuat, tidak menyerap air, tidak mengelupas, mudah dipelihara, dibersihkan dan disanitasi. 5) Bahan produksi Bahan baku serta bahan tambahan yang digunakan untuk memproduksi produk harus sesuai dengan standar mutu yang berlaku serta tidak membahayakan ataupun merugikan kesehatan konsumen. Masing-masing bahan mengalami pengujian secara organoleptik, fisik, kimia, biologi dan mikrobiologis sebelum diproses. 6) Higiene personal Seluruh karyawan yang berhubungan dengan proses produksi menjalani pemeriksaan rutin (minimal enam bulan satu kali), tidak diperbolehkan melakukan kebiasaan yang beresiko meningkatkan kontaminasi terhadap produk seperti : bersandar pada peralatan, mengusap muka, meludah sembarangan serta memakai arloji dan perhiasan selama proses produksi berlangsung.

24 7) Pengendalian proses pengolahan Pengendalian terhadap proses pengolahan dilakukan dengan cara : pengecekan alur proses secara berkala, penerapan SSOP dalam setiap langkah serta pemeriksaan raw material secara berkala yang dilakukan dengan melakukan pengujian secara organoleptik, fisik, kimia dan biologis. 8) Fasilitas sanitasi Fasilitas sanitasi yang digunakan harus memenuhi syarat mutu yang berlaku, seperti : memiliki sarana air bersih yang mencukupi, saluran yang berbeda untuk proses sanitasi dan produksi, air yang digunakan untuk proses produksi sesuai dengan syarat mutu air minum dan dilakukan pengecekan berkala terhadap fasilitas sanitasi. 9) Label Label yang tertera pada kemasan harus sesuai dengan syarat yang telah disebutkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan tentang tata cara pelabelan makanan kemasan. 10) Keterangan produk Keterangan produk yang tertera dalam kemasan produk harus lengkap serta dapat menjelaskan tentang tata cara penyimpanan, kandungan nutrisi, produsen dan tanggal kadaluarsa. 11) Penyimpanan Proses penyimpanan bahan baku dan produk dilakukan secara terpisah dengan tujuan untuk meniadakan proses kontaminasi silang antara kedua bahan tersebut, selain itu proses penyimpanan terpisah pun dilakukan pada bahan yang bersifat toksik (bahan kimia) dan bahan pangan serta bahan yang dikemas dengan bahan tidak dikemas. 12) Pemeliharaan sarana pengolahan dan kegiatan sanitasi Aplikasi pemeliharaan sarana pengolahan dilakukan dengan selalu menerapkan proses sanitasi peralatan pengolahan pada saat sebelum dan setelah proses produksi berlangsung, sedangkan untuk kegiatan sanitasi dilakukan dengan cara mencegah masuknya binatang yang dianggap hama (tikus, serangga, burung dan kecoa) ke dalam ruang produksi, penempatan

25 pest control pada titik yang dianggap kritis serta melakukan monitoring secara berkala dan recording terhadap proses sanitasi yang berlangsung. 13) Laboratorium Perusahaan yang bergerak dalam bidang pangan diharuskan untuk memiliki laboratorium untuk melakukan uji secara fisik, kimia, biologis dan mikrobiologis terhadap bahan yang digunakan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan. 14) Kemasan Bahan baku kemasan yang digunakan untuk produk pangan umumnya bersifat tidak toksik dan mencemari atau mengkontaminasi produk sehingga aman untuk kesehatan konsumen. 15) Transportasi Sarana transportasi yang digunakan untuk bahan pangan harus memiliki sifat atau fungsi untuk menjaga bahan pangan agar tidak terkontaminasi dan terlindung dari kerusakan. Penjagaan bahan baku atau produk dilakukan dengan melengkapi sarana transportasi dengan fasilitas yang dibutuhkan seperti alat pendingin. Sanitasi Sanitasi berasal dari kata Latin, yaitu sanitas yang memiliki arti sehat (Marriot dan Norman, 1992). Sanitasi merupakan cara pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dalam rantai perpindahan penyakit tersebut. Sumber kontaminasi dalam industri pangan adalah pekerja, hewan dan lingkungan (Jenie, 1998). Sanitasi harus dilakukan pada semua jalur industri dari bahan mentah hingga produk akhir (Soekarto, 1990). Sanitasi untuk bahan pangan merupakan suatu proses untuk menciptakan keadaan bebas dari bahan yang dapat menyebabkan penyakit dari bagian atau sentuhan serangga (Stewart dan Amerine, 1973). Sanitasi pangan merupakan suatu upaya pencegahan terhadap kemungkinan tumbuh dan berkembang biaknya jasad renik pembusuk dan pathogen dalam makanan, minuman dan bangunan yang dapat merusak kualitas pangan dan membahayakan kesehatan manusia (Marriot dan Norman, 1992).

26 Sanitasi Pekerja Sanitasi pekerja merupakan suatu kebiasaan seseorang yang bekerja dalam industri pangan untuk menjaga kebersihan diri atau kebersihan orang lain (Triller, 1983). Sanitai pekerja penting untuk dilaksanakan karena bagian-bagian tubuh seperti tangan, rambut, hidung dan mulut merupakan jalan masuk mikroba yang dapat meningkatkan kontaminasi pada bahan pangan selama proses persiapan pengolahan hingga penyajian yang dapat dilakukan melalui sentuhan, pernafasan, batuk dan bersin (Marriot dan Norman, 1985). Penerapan sanitasi pekerja yang baik dapat memutus rantai infeksi terhadap bahan pangan. Sanitasi pekerja umumnya dapat diterapkan secara optimal jika penerapan disiplin dalam suatu industri telah dilakukan dengan baik (Hobbs, 1989). Sanitasi Alat dan Wadah Pengolahan pangan pada umumnya beresiko akan kontaminasi karena penggunaan alat pengolahan yang kotor dan mengandung mikroba dalam jumlah yang tinggi. Peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan bahan pangan diharuskan mengalami proses sanitasi terlebih dahulu sebelum dan setelah proses produksi berlangsung (Jenie, 1998). Sanitasi alat dan wadah umumnya menggunakan bahan-bahan kimia untuk menimimalisir kandungan mikroba yang terdapat dalam peralatan produksi. Bahan kimia yang umum digunakan sebagai bahan sanitasi peralatan terdiri atas soda kaustik, asam serta alkohol (Marriot dan Norman, 1985). Sanitasi Bangunan Sanitasi bangunan merupakan suatu aturan yang diberlakukan oleh suatu industri pangan berkaitan dengan kondisi lingkungan ataupun area yang digunakan sebagai area tempat kegiatan produksi berlangsung yang mencakup keseluruhan ruangan yang terdapat dalam bangunan suatu industri. Keadaan lingkungan ataupun area yang dimaksud adalah suatu kondisi higienis yang tercipta untuk menjalankan proses produksi secara keseluruhan (Hobbs, 1989). Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) Undang-Undang Pangan RI No. 7 tahun 1996 menjelaskan bahwa sanitasi pangan merupakan upaya pencegahan terhadap berbagai kemungkinan tumbuh dan berkembang biaknya jasad renik pembusuk dan patogen dalam makanan, minuman,

27 peralatan dan bangunan yang dapat merusak pangan dan membahayakan kesehatan manusia. SSOP merupakan alat bantu dalam penerapan GMP, yang berisikan tentang perencanaan tertulis untuk menjalankan GMP, syarat agar penerapan GMP dapat dimonitor dan adanya tindakan koreksi jika terdapat komplain, verifikasi dan dokumentasi (FDA, 1995). SSOP menurut FDA (1995) terdiri atas delapan aspek kunci yaitu : 1) keamanan air proses produksi; 2) kondisi kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan; 3) pencegahan kontaminasi silang dari objek yang tidak saniter; 4) kebersihan pekerja; 5) pencegahan atau perlindungan dari adulterasi; 6) pelabelan dan penyimpanan yang tepat; 7) pengendalian kesehatan karyawan; dan 8) pemberantasan hama. Critical Control Point (CCP) Critical Control Point (CCP) atau titik kendali kritis merupakan seluruh titik di dalam sistem keamanan pangan yang spesifik, hilangnya kendali akan menyebabkan resiko kesehatan yang besar (Pierson dan Corlett, 1992). Menurut SNI (1998) CCP merupakan langkah pengendalian suatu titik, tahapan atau prosedur dari suatu proses yang dapat dilakukan dan perlu sekali diterapkan untuk mencegah atau meniadakan bahaya keamanan pangan atau mengurainya sampai pada tingkat yang dapat diterima. CCP ini berlaku untuk keseluruhan tahapan proses produksi yang berlangsung dalam suatu industri. Menentukan dan memantau CCP merupakan metode yang lebih efektif dan ekonomis dibandingkan dengan pengawasan tradisional atau dengan pengujian yang dilakukan pada produk akhir (ILSI Eropa, 1993). Penentuan CCP terdapat dalam prinsip Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) yang merupakan hasil adopsi dari SNI yang telah disesuaikan dengan Codex dan terdiri atas tujuh tahapan, yaitu: 1) analisis bahaya dan penetapan kategori bahaya; 2) penetapan titik kendali kritis (CCP); 3) penetapan batas kritis yang harus dipenuhi bagi setiap CCP yang ditentukan;

28 4) dokumentasi prosedur untuk memantau batas kritis CCP; 5) penetapan tindakan koreksi yang harus dilakukan bila terjadi penyimpangan selama pemantauan CCP; 6) penetapan prosedur verifikasi untuk membuktikan bahwa sistem HACCP telah berhasil; dan 7) penetapan dokumentasi mengenai seluruh prosedur catatan yang sesuai dengan prinsip-prinsip dan penerapannya. Diagram Ishikawa (Fish Bone Diagram) Ishikawa (1985) menyatakan bahwa diagram Ishikawa merupakan grafik alat bantu manajemen (mutu) yang memaparkan dan menggambarkan sumber-sumber penyebab variasi suatu proses, yang umumnya disebut juga dengan sebutan diagram sebab-akibat atau diagram tulang ikan. Penyusunan diagram Ishikawa bertujuan untuk mencari dan menenmukan beberapa sumber masalah yang menjadi kunci penyebab suatu masalah, sumber-sumber masalah yang teridentifikasi kemudian dijadikan target perbaikan. Diagram ini juga mengungkapkan hubungan hirarki antara faktor penyebab masalah menuju akibat yang ditimbulkannya. Arpah (2006) menjelaskan bahwa diagram Ishikawa bertujuan untuk menelusuri akar permasalahan dari suatu proses, mengidentifikasi daerah-daerah yang beresiko besar terhadap timbulnya masalah serius, serta berguna untuk membandingkan kepentingan relatif berbagai penyebab masalah tersebut. Faktorfaktor utama yang umumnya digunakan dalam menyusun diagram Ishikawa terbagi kedalam dua tipe yaitu tipe analisis manufacturing (proses produksi) biasanya menggunakan faktor sumber daya manusia (SDM), material, metode dan fasilitas serta sarana sedangkan untuk tipe kedua yaitu tipe sistem sosial (administrasi dan jasa) biasanya menggunakan faktor peralatan, kebijakan, prosedur dan manusia.

29 METODE Lokasi dan Waktu Kegiatan magang dilaksanakan di Koperasi Peternak Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan, Bandung. Magang dilaksanakan selama dua bulan, mulai tanggal 24 Juli hingga 24 September Jadwal harian aktivitas magang di KPBS disesuaikan dengan jam kerja karyawan yang terdapat dalam Lampiran 1. Materi Materi yang dikaji adalah aspek-aspek kunci yang berkaitan dengan GMP dan SSOP. Materi GMP terdiri atas 15 aspek dan materi SSOP terdiri atas delapan aspek. Keadaan pabrik, produk serta ketenagakerjaan merupakan materi penunjang yang digunakan. Materi GMP dan SSOP terdapat dalam Lampiran 2 dan 3. Prosedur Aspek yang dikaji pada kegiatan magang ini terdiri atas aspek umum dan khusus. Aspek umum meliputi keadaan umum perusahaan yang mencakup sejarah singkat perusahaan, lokasi dan tata letak pabrik, proses produksi, sarana pengolahan, struktur organisasi perusahaan, ketenagakerjaan dan pemasaran produk. Aspek khusus mencakup pengkajian tata cara pelaksaan GMP, SSOP dan CCP yang terdapat dalam proses produksi susu pasteurisasi. Metode-metode yang digunakan untuk mengkaji aspek khusus KPBS adalah pengamatan lapang, praktek kerja langsung, wawancara, pengambilan dan pengumpulan data, analisis permasalahan, studi pustaka serta perumusan dan penulisan laporan. Praktek Kerja Langsung Praktek kerja langsung di lapangan dilaksanakan dengan mengamati proses pemerahan yang berlangsung di peternak yang berada dalam wilayah kerja koperasi, ikut serta dalam pengambilan bahan baku (susu segar) di beberapa Tempat Pelayanan Kelompok (TPK), ikut serta membantu proses pengujian susu segar baik secara fisik maupun mikrobiologis dan mengamati alur proses produksi susu pasteurisasi. Jadwal praktek kerja langsung yang dilakukan, diberikan oleh pihak koperasi yang dimulai dengan mengamati proses pemerahan yang berlangsung di peternak selama tiga hingga empat hari, kemudian dilanjutkan dengan ikut serta dalam pengambilan bahan

30 baku di TPK selama enam hari. Praktek untuk proses pengujian secara fisik dan mikrobiologis berlangsung selama 15 hari, sedangkan untuk pengamatan alur proses berlangsung selama 25 hari. Wawancara Data tambahan mengenai GMP, SSOP dan tahap-tahap yang diangggap titik kritis diperoleh melalui wawancara dengan karyawan proses produksi. Wawancara dilakukan tidak mengikuti waktu kerja koperasi, karena bersifat lebih personal. Pengamatan Lapang dan Pengumpulan Data Pengamatan lapang dilaksanakan dengan cara mengamati dan mencatat halhal penting yang berhubungan dengan GMP dan SSOP yang diterapkan di KPBS. Pengambilan dan pengumpulan data dilaksanakan pada proses yang terkait dengan pengendalian keamanan pangan di seluruh rantai proses produksi susu pasteurisasi seperti GMP, SSOP dan penentuan titik-titik kritis. Standar yang digunakan untuk pedoman GMP mencakup: 1) lokasi pabrik; 2) bangunan; 3) produk akhir; 4) peralatan produksi; 5) bahan (bahan baku dan tambahan serta bahan penolong); 6) higien karyawan; 7) pengendalian proses pengolahan; 8) fasilitas sanitasi; 9) label; 10) keterangan produk; 11) penyimpanan; 12) pemeliharaan sarana pengolahan dan kegiatan sanitasi; 13) laboratorium; 14) kemasan; dan 15) transportasi. Standar pedoman SSOP yang digunakan mencakup: 1) keamanan air; 2) kondisi kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan;

31 3) pencegahan kontaminasi silang; 4) kebersihan pekerja; 5) pencegahan atau pelindungan dari adulterasi; 6) pelabelan dan penyimpanan yang tepat; 7) pengendalian kesehatan karyawan; dan 8) pemberantasan hama. Penentuan titik kritis dilakukan dengan menentukan signifikansi bahaya yang mungkin terjadi pada tiap tahapan dari keseluruhan proses yang berlangsung serta bahan yang digunakan, setelah itu seluruh tahapan proses produksi maupun bahan yang digunakan diuji menggunakan diagram analisa bahaya. Analisis Permasalahan Dilakukan dengan cara menilai seluruh tahapan proses yang berlangsung. Penentuan signifikansi bahaya pada suatu tahapan berdasarkan diagram analisa bahaya. Studi Pustaka Studi pustaka dilakukan dengan cara mencari dan membandingkan literatur yang mendukung dan berhubungan dengan GMP, SSOP dan titik kritis pada proses susu pasteurisasi. Studi pustaka mengacu pada berbagai macam buku maupun jurnal ilmiah yang berhubungan serta mengarah terhadap pokok permasalahan. Pembuatan Diagram Ishikawa Nyatakan problem yang akan ditelusuri penyebabnya setelah itu tuliskan akibat utama (masalah utama) tersebut dalam segi empat pada posisi kepala ikan dilanjutkan dengan penulisan ke empat faktor berdasarkan tipe yang digunakan (manufacturing atau sosial) pada cabang tulang ikan. Kembangkan tiap faktor primer kedalam faktor penyebab sekunder yang dituliskan sebagai ranting pada cabang tulang ikan. Ulangi hal yang sama terhadap masing-masing ranting, yaitu dengan cara kembangkan kemungkinan penyebab tersier dan susunlah ke dalam grafik berupa anak ranting dan seterusnya. Pertimbangkan untuk melakukan pemecahan ranting apabila anak ranting yang terbentuk terlalu bertumpuk. Periksa kembali semua penyebab yang telah dituliskan, hilangkan hal-hal yang merupakan suatu akibat atau merupakan suatu gejala. Ulangi pemeriksaan terhadap grafik yang

32 diperoleh, eliminasi penyebab yang tidak dapat atau belum dapat diukur dan dikontrol, lakukan penggantian istilah apabila ada istilah yang kurang tepat atau kurang spesifik. Usahakan agar penyebab-penyebab teridentifikasi yang tersisa juga merupakan proses variabel. Penetapan Signifikansi Bahaya pada Tahap Proses Pembuatan Susu Pasteurisasi Urutkan tahapan-tahapan proses dari awal langkah hingga akhir, kemudian tentukan bahaya yang mungkin terjadi baik secara biologi, kimia dan fisik pada tiap tahapan tersebut. Nyatakan sumber utama penyebab bahaya yang terjadi, setelah itu lakukan klasifikasi terhadap peluang terjadinya bahaya, tingkat keparahan bahaya tersebut ke dalam proses serta signifikansinya pada tahap tersebut. Tentukan tindakan pencegahan yang paling efektif yang dapat meminimalisir terjadinya bahaya tersebut. Klasifikasi tingkatan nilai peluang, keparahan dan signifikansi dinyatakan dalam tiga jenis, yaitu: 1) Tinggi (T). Nilai ini diberikan jika frekuensi terjadinya diatas 75% dari total jumlah pengamatan; 2) Sedang (S). Nilai ini diberikan jika frekuensi terjadinya diantara 50% hingga 75% dari total jumlah pengamatan; dan 3) Rendah (R). Nilai ini diberikan jika frekuensi terjadinya dibawah 50% dari total jumlah pengamatan. Lakukan pengulangan untuk tiap tahapan yang terjadi seperti petunjuk diatas kemudian tentukan tingkat peluang, keparahan serta signifikansinya. Penetapan Critical Control Point (CCP) terhadap Bahan Utama Pembuatan Susu Pasteurisasi Tentukan bahan-bahan utama yang digunakan dalam proses ini. Lakukan penentuan bahaya yang mungkin terjadip baik secara biologi, kimia dan fisik, tentukan pula faktor penyebab terjadinya hingga dapat disimpulkan menjadi suatu bahaya. Berikan contoh tindakan pencegahan atau pengendalian yang dapat dilakukan untuk menghilangkan atau meminimalisir resiko bahaya tersebut.

33 Kemudian lihat decission tree untuk bahan mentah yang digunakan, ikuti langkahlangkah yang terdapat pada diagram tersebut lalu nyatakan nilai tahapan tersebut sesuai urutan (P 1, P 2 dan P 3 ) apakah ya (Y) atau tidak (T). Nyatakan nilai bahan baku yang diuji apakah masuk ke dalam CCP atau tidak, disertai dengan alasan mengapa bahan mentah tersebut mendapatkan kategori CCP atau tidak. Ulangi keseluruhan tahapan tersebut untuk seluruh bahan baku yang digunakan pada proses produksi. Penetapan Critical Control Point (CCP) Proses Produksi Susu Pasteurisasi Urutkan tahapan-tahapan yang berlangsung dari awal hingga akhir proses produksi berlangsung. Lakukan penentuan bahaya yang mungkin terjadi baik secara biologi, kimia dan fisik, tentukan pula faktor penyebab terjadinya hingga dapat disimpulkan menjadi suatu bahaya. Berikan contoh tindakan pencegahan atau pengendalian yang dapat dilakukan untuk menghilangkan atau meminimalisir resiko bahaya tersebut. Kemudian lihat decission tree untuk proses pengolahan yang berlangsung, ikuti langkah-langkah yang terdapat pada diagram tersebut lalu nyatakan nilai tahapan tersebut sesuai urutan (P 1, P 2, P 3, P 4 dan P 5 ) apakah ya (Y) atau tidak (T). Nyatakan nilai tahapan proses yang diuji apakah masuk ke dalam CCP atau tidak, disertai dengan alasan mengapa bahan mentah tersebut mendapatkan kategori CCP atau tidak. Ulangi keseluruhan tahapan tersebut untuk seluruh tahapan yang terjadi pada proses yang berlangsung.

34 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Perusahaan Sejarah Umum Sejak zaman penjajahan Belanda, wilayah Jawa Barat terkenal sebagai daerah usaha peternakan sapi perah yang dikelola oleh empat perusahaan besar, yaitu De Friesche Trep, Almanak, Van Der Els serta Bigman yang bekerja sama dengan Bandungsche Milk Center (BMC) untuk pemasarannya. Perusahaan tersebut mengalami kehancuran saat penjajahan beralih ke Jepang, sehingga sisa-sisa peternakan kemudian dikelola oleh masyarakat sekitar dalam skala rumah tangga. Pada November 1949, pemerintah mencanangkan penambahan populasi sapi perah untuk meningkatkan kesejahteraan para peternak, melalui sebuah koperasi. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sekitar tahun 1961 menyebabkan koperasi mengalami kemunduran sehingga tata niaga susu di Jawa Barat diambil alih oleh para tengkulak. Pada tanggal 1 April 1969 dibentuk sebuah koperasi oleh pemerintah dan UNICEF yang diberi nama KPBS, untuk mengambil alih tata niaga susu dari para tengkulak. Tahun merupakan periode yang berat bagi KPBS dalam menghadapi berbagai tantangan yang erat kaitannya dengan bidang pemasaran produksi susu, hal ini dikarenakan : 1) Penerimaan susu oleh Industri Pengolahan Susu (IPS) hanya dilakukan pada hari-hari kerja dan hanya berupa susu yang telah mengalami perlakuan pasteurisasi dan pendinginan; dan 2) Sulitnya melakukan pemasaran langsung ke konsumen, hal ini disebabkan oleh tidak terjaminnya kualitas susu serta tingginya tingkat pemalsuan susu yang dilakukan oleh pengecer. tahun 1976 KPBS mengadakan kerja sama dengan pihak industri pengolahan susu untuk mendirikan Milk Treatment (MT). Pembangunan MT dilaksanakan pada bulan Januari hingga Juli Kemitraan yang terbentuk antara industri pengolahan susu dengan KPBS dalam pembangunan MT memiliki jangka waktu pembayaran selama lima tahun dengan angsuran saham anggota sebesar Rp 25/liter. Peralihan manajemen dari industri pengolahan susu ke KPBS dapat dilakukan pada tanggal 24

APLIKASI GOOD MANUFACTURING PRACTICES SANITATION STANDARD OPERATING PROCEDURES DAN PENENTUAN

APLIKASI GOOD MANUFACTURING PRACTICES SANITATION STANDARD OPERATING PROCEDURES DAN PENENTUAN APLIKASI GOOD MANUFACTURING PRACTICES, SANITATION STANDARD OPERATING PROCEDURES DAN PENENTUAN TITIK KENDALI KRITIS PADA PRODUKSI SUSU PASTEURISASI KOPERASI PETERNAK BANDUNG SELATAN SKRIPSI DINNI RAHMI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Susu

TINJAUAN PUSTAKA. Susu TINJAUAN PUSTAKA Susu segar Susu adalah susu murni yang belum mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya. Susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi

Lebih terperinci

KAJIAN AWAL SISTEM HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PRODUKSI SUSU PASTEURISASI DI MILK TREATMENT KPBS PENGALENGAN BANDUNG

KAJIAN AWAL SISTEM HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PRODUKSI SUSU PASTEURISASI DI MILK TREATMENT KPBS PENGALENGAN BANDUNG KAJIAN AWAL SISTEM HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PRODUKSI SUSU PASTEURISASI DI MILK TREATMENT KPBS PENGALENGAN BANDUNG SKRIPSI ELLYTA WIDIA PUTRI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Susu pasteurisasi. Badan Standardisasi Nasional ICS

SNI Standar Nasional Indonesia. Susu pasteurisasi. Badan Standardisasi Nasional ICS SNI 01-3951-1995 Standar Nasional Indonesia Susu pasteurisasi ICS 13.040.30 Badan Standardisasi Nasional SNI 01-3951-1995 Daftar isi Daftar isi...i Pendahuluan... 1 Spesifikasi... 1 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN MUTU SUSU PASTEURISASI

ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN MUTU SUSU PASTEURISASI ANALISIS PENERAPAN MANAJEMEN MUTU SUSU PASTEURISASI (Studi Kasus Balai Pengembangan Perbibitan Ternak-Sapi Perah Cikole ) SKRIPSI MARIA HERLINA PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

VERIFIKASI PENERAPAN GMP DAN SSOP MELALUI PENGUJIAN PRODUK PADA UNIT PENGOLAHAN YOGURT DI SALAH SATU KOPERASI PETERNAK SAPI (KPS) DI BANDUNG

VERIFIKASI PENERAPAN GMP DAN SSOP MELALUI PENGUJIAN PRODUK PADA UNIT PENGOLAHAN YOGURT DI SALAH SATU KOPERASI PETERNAK SAPI (KPS) DI BANDUNG VERIFIKASI PENERAPAN GMP DAN SSOP MELALUI PENGUJIAN PRODUK PADA UNIT PENGOLAHAN YOGURT DI SALAH SATU KOPERASI PETERNAK SAPI (KPS) DI BANDUNG SKRIPSI FITRIA BUNGA YUNITA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan layur (Trichiurus sp.) adalah salah satu jenis ikan demersal ekonomis penting yang banyak tersebar dan tertangkap di perairan Indonesia terutama di perairan Palabuhanratu.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gizi yang tinggi seperti protein, lemak, mineral dan beberapa vitamin lainnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gizi yang tinggi seperti protein, lemak, mineral dan beberapa vitamin lainnya 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Susu Susu merupakan salah satu pangan asal ternak yang memiliki kandungan gizi yang tinggi seperti protein, lemak, mineral dan beberapa vitamin lainnya (Suwito dan Andriani,

Lebih terperinci

TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI. Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt

TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI. Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt Disusun Oleh : Yatin Dwi Rahayu 1006578 JURUSAN PENDIDIKAN TEKNOLOGI AGROINDUSTRI FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi yang digunakan dalam pengolahan susu oleh sebagian besar peternak sapi perah adalah proses homogenisasi dan proses pendinginan. Proses homogenisasi adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mineral. Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Susu merupakan bahan pangan yang baik bagi manusia karena mengandung zat gizi yang tinggi, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Susu adalah suatu

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 27 Mei 2013 sampai dengan 5 Juni 2013 di PT. Awindo Internasional Jakarta. PT. Awindo Internasional terletak

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB XV PENGENDALIAN MUTU SELAMA PROSES KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU

Lebih terperinci

KAJIAN AWAL SISTEM HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PRODUKSI SUSU PASTEURISASI DI MILK TREATMENT KPBS PENGALENGAN BANDUNG

KAJIAN AWAL SISTEM HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PRODUKSI SUSU PASTEURISASI DI MILK TREATMENT KPBS PENGALENGAN BANDUNG KAJIAN AWAL SISTEM HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PRODUKSI SUSU PASTEURISASI DI MILK TREATMENT KPBS PENGALENGAN BANDUNG SKRIPSI ELLYTA WIDIA PUTRI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk memenuhi kebutuhan protein hewani, salah satu bahan pangan asal ternak yang dapat digunakan adalah susu. Susu merupakan bahan makanan yang istimewa bagi manusia

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING. (Laporan Penelitian) Oleh PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN TEHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI, DAN ORGANOLEPTIK PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING (Laporan Penelitian) Oleh PUTRI CYNTIA DEWI JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PETANIAN

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Udang beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

SNI Standar Nasional Indonesia. Udang beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Udang beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3

Lebih terperinci

PERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)**

PERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)** PERANAN NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) SEBAGAI PERSYARATAN DASAR UNTUK PRODUKSI PANGAN HEWANI YANG AMAN, SEHAT, UTUH DAN HALAL (ASUH)** Oleh : Dr.drh. I Wayan Suardana, MSi* *Dosen Bagan Kesmavet Fakultas

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN GOOD SLAUGHTERING PRACTICES DAN STANDARD SANITATION OPERATING PROCEDURE DI RUMAH PEMOTONGAN HEWAN KELAS C SKRIPSI DIANASTHA

EVALUASI PELAKSANAAN GOOD SLAUGHTERING PRACTICES DAN STANDARD SANITATION OPERATING PROCEDURE DI RUMAH PEMOTONGAN HEWAN KELAS C SKRIPSI DIANASTHA EVALUASI PELAKSANAAN GOOD SLAUGHTERING PRACTICES DAN STANDARD SANITATION OPERATING PROCEDURE DI RUMAH PEMOTONGAN HEWAN KELAS C SKRIPSI DIANASTHA DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Ikan segar - Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

Ikan segar - Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Ikan segar - Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Good Farming Practices (GFP) Good Milking Practices (GMiP) dan Good Hygienie Practices (GHP)

TINJAUAN PUSTAKA Good Farming Practices (GFP) Good Milking Practices (GMiP) dan Good Hygienie Practices (GHP) TINJAUAN PUSTAKA Good Farming Practices (GFP) Good Farming Practices (GFP) menurut Menteri Pertanian (2010) adalah suatu pedoman yang menjelaskan cara budidaya tumbuhan/ternak yang baik agar menghasilkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu TINJAUAN PUSTAKA Sifat Umum Susu Susu adalah sekresi yang dihasilkan oleh mammae atau ambing hewan mamalia termasuk manusia dan merupakan makanan pertama bagi bayi manusia dan hewan sejak lahir (Lukman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau

I. PENDAHULUAN. diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi

Lebih terperinci

MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12

MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12 MIKROORGANISME DALAM PENGEMAS ASEPTIK PENGENDALIAN MUTU MIKROORGANISME PANGAN KULIAH MIKROBIOLOGI PANGAN PERTEMUAN KE-12 MIKROORGANISME MAKANAN DAN KEMASAN Bahan pangan mempunyai mikroflora spesifik yang

Lebih terperinci

Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi

Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi HANDOUT MATA KULIAH : REGULASI PANGAN (KI 531) OLEH : SUSIWI S JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA F P M I P A UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Keberadaan mikroorganisme patogen pada makanan umumnya tidak menyebabkan perubahan fisik

Keberadaan mikroorganisme patogen pada makanan umumnya tidak menyebabkan perubahan fisik Prerequisite Program #7 Pencegahan Kontaminasi Silang Pencegahan, pengendalian, deteksi kontaminasi; kontaminasi mikrobiologik, fisik, dan kimiawi Bahaya biologis: cacing, protozos, bakteri, cendawan/fungi

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

Peluang Usaha Budidaya Cabai? Sambal Aseli Pedasnya Peluang Usaha Budidaya Cabai? Potensinya terbuka, baik pasar bebas maupun industri. Kebutuhan cabai perkapita (2013) adalah 5 Kg/ tahun. Dengan jumlah penduduk 230 juta jiwa, maka

Lebih terperinci

GMP (Good Manufacturing Practices) Cara Pengolahan Pangan Yang Baik

GMP (Good Manufacturing Practices) Cara Pengolahan Pangan Yang Baik GMP (Good Manufacturing Practices) Cara Pengolahan Pangan Yang Baik HANDOUT MATA KULIAH : REGULASI PANGAN (KI 531) OLEH : SUSIWI S JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA F P M I P A UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan keberhasilan program sanitasi makanan dan minuman

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan keberhasilan program sanitasi makanan dan minuman BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pengembangan keberhasilan program sanitasi makanan dan minuman diperlukan peraturan dalam memproses makanan dan pencegahan terjadinya food borne disease. Selain itu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 25 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel susu berasal dari 5 kabupaten yaitu Bogor, Bandung, Cianjur, Sumedang dan Tasikmalaya. Lima sampel kandang diambil dari setiap kabupaten sehingga jumlah keseluruhan sampel

Lebih terperinci

Pengawetan dengan Suhu Tinggi

Pengawetan dengan Suhu Tinggi Pengawetan dengan Suhu Tinggi Pengawetan dengan suhu tinggi adalah salah satu dari sekian banyak metode pengawetan makanan yang sering digunakan. Metode ini sebenarnya sudah sangat familier dalam aktivitas

Lebih terperinci

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 181). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA HAZARD ANALYSIS AND CRITICAL CONTROL POINT

PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA HAZARD ANALYSIS AND CRITICAL CONTROL POINT SKRIPSI PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA HAZARD ANALYSIS AND CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PRODUK CROISSANT DI PT. CIPTAYASA PANGAN MANDIRI PULOGADUNG JAKARTA Oleh ABDUROHMAN F02400012 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

Ikan tuna dalam kaleng Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

Ikan tuna dalam kaleng Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Ikan tuna dalam kaleng Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 8 media violet red bile agar (VRB). Sebanyak 1 ml contoh dipindahkan dari pengenceran 10 0 ke dalam larutan 9 ml BPW 0.1% untuk didapatkan pengenceran 10-1. Pengenceran 10-2, 10-3, 10-4, 10-5 dan 10-6

Lebih terperinci

VII ANALISIS TINGKAT KEPENTINGAN DAN TINGKAT KINERJA

VII ANALISIS TINGKAT KEPENTINGAN DAN TINGKAT KINERJA VII ANALISIS TINGKAT KEPENTINGAN DAN TINGKAT KINERJA 7.1. Analisis Penilaian Tingkat Kepentingan dan Tingkat Kinerja Penelitian ini menggunakan analisis Importance Performance Analysis (IPA) dan Costumer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan itu harus memenuhi syarat-syarat bagi kesehatan hidup manusia.

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan itu harus memenuhi syarat-syarat bagi kesehatan hidup manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Makanan merupakan suatu kebutuhan pokok manusia, dimana persyaratan itu harus memenuhi syarat-syarat bagi kesehatan hidup manusia. Syarat-syarat makanan yang baik diantaranya

Lebih terperinci

MATERI III : ANALISIS BAHAYA

MATERI III : ANALISIS BAHAYA MATERI III : ANALISIS BAHAYA (Prinsip HACCP I) Tahap-tahap Aplikasi HACCP 1 1. Pembentukan Tim HACCP 2. Deskripsi Produk 3. Indentifikasi Konsumen Pengguna 4. Penyusunan Bagan alir proses 5. Pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK

BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK Good Manufacturing Practice (GMP) adalah cara berproduksi yang baik dan benar untuk menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu dan keamanan. Telah dijelaskan sebelumnya

Lebih terperinci

KAJIAN AWAL PENERAPAN HACCP PADA UNIT USAHA PENGOLAHAN KEFIR PERTAPAAN BUNDA PEMERSATU GEDONO DI SALATIGA SKRIPSI MIRA HOTRI

KAJIAN AWAL PENERAPAN HACCP PADA UNIT USAHA PENGOLAHAN KEFIR PERTAPAAN BUNDA PEMERSATU GEDONO DI SALATIGA SKRIPSI MIRA HOTRI KAJIAN AWAL PENERAPAN HACCP PADA UNIT USAHA PENGOLAHAN KEFIR PERTAPAAN BUNDA PEMERSATU GEDONO DI SALATIGA SKRIPSI MIRA HOTRI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lemak, laktosa, mineral, vitamin, dan enzim-enzim (Djaafar dan Rahayu, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. lemak, laktosa, mineral, vitamin, dan enzim-enzim (Djaafar dan Rahayu, 2007). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Susu merupakan salah satu sumber protein hewani yang sangat penting bagi pemenuhan kebutuhan gizi manusia dan diminati berbagai kalangan, mulai dari anak-anak, remaja,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Balai Besar Karantina Pertanian Soekarno-Hatta (BBKPSH) merupakan unit pelaksana teknis (UPT) lingkup Badan Karantina Pertanian yang berkedudukan di Bandara Udara Internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2012). Sapi berasal dari famili Bovida, seperti halnya bison, banteng, kerbau

BAB I PENDAHULUAN. 2012). Sapi berasal dari famili Bovida, seperti halnya bison, banteng, kerbau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi merupakan hewan ternak yang menghasilkan daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% kebutuhan daging di dunia, 95% kebutuhan

Lebih terperinci

SIFAT KIMIA TEPUNG DAGING SAPI YANG DIBUAT DENGAN METODE PENGERINGAN YANG BERBEDA DAN SIFAT MIKROBIOLOGISNYA SELAMA PENYIMPANAN

SIFAT KIMIA TEPUNG DAGING SAPI YANG DIBUAT DENGAN METODE PENGERINGAN YANG BERBEDA DAN SIFAT MIKROBIOLOGISNYA SELAMA PENYIMPANAN SIFAT KIMIA TEPUNG DAGING SAPI YANG DIBUAT DENGAN METODE PENGERINGAN YANG BERBEDA DAN SIFAT MIKROBIOLOGISNYA SELAMA PENYIMPANAN SKRIPSI HARFAN TEGAS ADITYA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2013 di PT. AGB Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi-Jawa Barat. 3.2 Alat dan Bahan Penelitian 3.2.1 Alat

Lebih terperinci

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN Anna Rakhmawati,M.Si Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Email:anna_rakhmawati@uny.ac.id Bahan makanan merupakan salah satu kebutuhan primer manusia yang penting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu yang baru keluar dari kelenjar mamae melalui proses pemerahan merupakan suatu sumber bahan pangan yang murni, segar, higienis, bergizi, serta mengandung sejumlah

Lebih terperinci

Sosis ikan SNI 7755:2013

Sosis ikan SNI 7755:2013 Standar Nasional Indonesia Sosis ikan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di PT. Graha Insan Sejahtera yang berlokasi di salah satu Perusahaan Perikanan Samudera Nizam Zachman, Jalan Muara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras kencur dikenal sebagai minuman tradisional khas Indonesia yang terbuat dari bahan-bahan herbal segar. Komposisi utamanya ialah beras dan rimpang kencur yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi masyarakat dunia. Diperkirakan konsumsi ikan secara global

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi masyarakat dunia. Diperkirakan konsumsi ikan secara global BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengolahan hasil perikanan memegang peranan penting dalam kegiatan pascapanen, sebab ikan merupakan komoditi yang sifatnya mudah rusak dan membusuk, di samping itu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. bahan pangan yang sehat, tanpa dikurangi komponen-komponennya (Hadiwiyoto,

TINJAUAN PUSTAKA. bahan pangan yang sehat, tanpa dikurangi komponen-komponennya (Hadiwiyoto, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Susu Susu adalah cairan berwarna putih, yang diperoleh dari pemerahan sapi atau hewan yang menyusui lainnya, yang dapat diminum atau digunakan sebagai bahan pangan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 113 LAMPIRAN 113 114 Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 1 Lokasi Lokasi produksi harus jauh dari tempattempat yang menjadi sumber cemaran, seperti: tempat pembuangan sampah,

Lebih terperinci

BAB IX SANITASI PABRIK

BAB IX SANITASI PABRIK BAB IX SANITASI PABRIK Sanitasi merupakan suatu kegiatan yang terencana terhadap lingkungan produksi, bahan baku, peralatan dan kebersihan, kesehatan, kesejahteraan pekerja, mencegah terjadinya pencemaran

Lebih terperinci

Food SUSU SUSU. Mitos. Minum BISA PACU TINGGI BADAN? Susu BISA GANTIKAN. for Kids. Makanan Utama? pada Bumil. Edisi 6 Juni Vol

Food SUSU SUSU. Mitos. Minum BISA PACU TINGGI BADAN? Susu BISA GANTIKAN. for Kids. Makanan Utama? pada Bumil. Edisi 6 Juni Vol Edisi 6 Juni Vol 4 2016 Food for Kids I N D O N E S I A SUSU BISA GANTIKAN Makanan Utama? Mitos Minum Susu pada Bumil SUSU BISA PACU TINGGI BADAN? Love Milk Food for Kids I N D O N E S I A DAFTAR ISI Edisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam beberapa tahun belakangan ini, media di Indonesia sangat gencar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam beberapa tahun belakangan ini, media di Indonesia sangat gencar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam beberapa tahun belakangan ini, media di Indonesia sangat gencar dalam mengulas berita tentang keamanan pangan. Ulasan berita tersebut menjadi tajuk utama, khususnya

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi SSOP dan GMP

4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi SSOP dan GMP 90 4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi SSOP dan GMP Checklist Standard Sanitation Operational Procedur (SSOP) (Lampiran 4) menunjukkan nilai akhir 83. Sesuai dengan Permenkes RI No. 1096/MENKES/PER/VI/2011

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 02/MEN/2007 TENTANG CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 02/MEN/2007 TENTANG CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 02/MEN/2007 TENTANG CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

4 PEMBAHASAN 4.1 Implementasi Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) dan Good Manufacturing Practices (GMP) Di Katering A

4 PEMBAHASAN 4.1 Implementasi Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) dan Good Manufacturing Practices (GMP) Di Katering A 4 PEMBAHASAN 4.1 Implementasi Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) dan Good Manufacturing Practices (GMP) Di Katering A Penelitian ini dilakukan dengan menganalisa sebuah proses produksi dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. media pertumbuhan mikroorganisme. Daging (segar) juga mengandung enzim-enzim

BAB I PENDAHULUAN. media pertumbuhan mikroorganisme. Daging (segar) juga mengandung enzim-enzim 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging adalah salah satu pangan asal hewan yang mengandung zat gizi yang sangat baik untuk kesehatan dan pertumbuhan manusia, serta sangat baik sebagai media pertumbuhan

Lebih terperinci

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 APA ITU CPPOB? adalah cara produksi yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara : a. mencegah tercemarnya pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut SNI 01-3719-1995, minuman sari buah ( fruit juice) adalah minuman ringan yang dibuat dari sari buah dan air minum dengan atau tanpa penambahan gula dan

Lebih terperinci

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: 1-5 ISSN :

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: 1-5 ISSN : Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: 1-5 ISSN : 2088-3137 ANALISIS BAHAYA DAN PENENTUAN TITIK PENGENDALIAN KRITIS PADA PENANGANAN TUNA SEGAR UTUH DI PT. BALI OCEAN ANUGRAH LINGER

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 02/MEN/2007 TENTANG CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 02/MEN/2007 TENTANG CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 02/MEN/2007 TENTANG CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah, Maksud dan tujuan penelitian, Manfaat penelitian, Kerangka Berpikir, Hipotesa penelitian dan Waktu dan tempat penelitian.

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN BISKUIT ORIORIO VANILA DI PT. SIANTAR TOP, Tbk WARU-SIDOARJO LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN

PROSES PEMBUATAN BISKUIT ORIORIO VANILA DI PT. SIANTAR TOP, Tbk WARU-SIDOARJO LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN PROSES PEMBUATAN BISKUIT ORIORIO VANILA DI PT. SIANTAR TOP, Tbk WARU-SIDOARJO LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN OLEH: FELICIA ONGGO 6103009030 TRIFONIA SIENNY.S 6103009031 STEPHANIE HANS

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Meraih Gelar Sarjana Strata I (S1) Disusun Oleh :

TUGAS AKHIR. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Meraih Gelar Sarjana Strata I (S1) Disusun Oleh : PENGUKURAN PERFORMANSI MANAJEMEN KEAMANAN PANGAN UNTUK MENENTUKAN CORRECTIVE & PREVENTIVE ACTION BERDASARKAN IMPLEMENTASI ISO 22000 : 2005 DENGAN MENGGUNAKAN METODE PDCA (Studi Kasus di PT. Mayora Indah

Lebih terperinci

TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA

TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA 5 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.04.12.2207 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA TATA CARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya merupakan hak azasi setiap warga masyarakat sehingga harus tersedia dalam jumlah yang cukup, aman, bermutu,

Lebih terperinci

PEMBUATAN ES KRIM SIRSAK (Annona muricata L.) dan ANALISA EKONOMI PRODUKNYA

PEMBUATAN ES KRIM SIRSAK (Annona muricata L.) dan ANALISA EKONOMI PRODUKNYA LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN ES KRIM SIRSAK (Annona muricata L.) dan ANALISA EKONOMI PRODUKNYA Making Soursop (Annona muricata L.) Ice Cream and Product Economy Analysis Diajukan sebagai salah satu syarat

Lebih terperinci

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan Teknologi Pangan Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan tujuan industri untuk memenuhi permintaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari proses pengolahan yang aman mulai dari bahan baku, produk setengah

BAB I PENDAHULUAN. dari proses pengolahan yang aman mulai dari bahan baku, produk setengah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produk pangan yang bergizi tinggi, sehat dan aman dapat dihasilkan bukan hanya dari bahan baku yang pada dasarnya bermutu baik, namun juga dari proses pengolahan yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. sehat juga semakin meningkat. Produk-produk fermentasi bisa berasal dari berbagai

I PENDAHULUAN. sehat juga semakin meningkat. Produk-produk fermentasi bisa berasal dari berbagai I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, dan (6) Hipotesis Penelitian.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terasi Terasi atau belacan adalah salah satu produk awetan yang berasal dari ikan dan udang rebon segar yang telah diolah melalui proses pemeraman atau fermentasi, disertai

Lebih terperinci

PENENTUAN WAKTU TINGGAL OPTIMUM PASTEURISASI SUSU DENGAN PLATE HEAT EXCHANGER

PENENTUAN WAKTU TINGGAL OPTIMUM PASTEURISASI SUSU DENGAN PLATE HEAT EXCHANGER PENENTUAN WAKTU TINGGAL OPTIMUM PASTEURISASI SUSU DENGAN PLATE HEAT EXCHANGER Ninik Lintang Edi Wahyuni Teknik Kimia - Politeknik Negeri Bandung Jl Gegerkalong Hilir Ciwaruga, Bandung 40012 Telp/fax :

Lebih terperinci

TINGKAT PENDAPATAN UNIT USAHA SUSU PASTEURISASI PADA KOPERASI SUSU WARGA MULYA KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA

TINGKAT PENDAPATAN UNIT USAHA SUSU PASTEURISASI PADA KOPERASI SUSU WARGA MULYA KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA TINGKAT PENDAPATAN UNIT USAHA SUSU PASTEURISASI PADA KOPERASI SUSU WARGA MULYA KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA (Revenue Rate of Pasteurized Milk Unit of "Warga Mulya" Economic Enterprise Sleman Regency Yogyakarta)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa merupakan komoditas penting bagi rakyat Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa merupakan komoditas penting bagi rakyat Indonesia dan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kelapa merupakan komoditas penting bagi rakyat Indonesia dan merupakan salah satu sumber devisa negara. Daerah penghasil kelapa di Indonesia antara lain Sulawesi Utara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengawetan dengan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat atau menghentikan metabolisme. Hal ini dilakukan berdasarkan fakta bahwa respirasi pada buah dan sayuran tetap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan bahan makanan yang bergizi tinggi karena mengandung

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan bahan makanan yang bergizi tinggi karena mengandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu merupakan bahan makanan yang bergizi tinggi karena mengandung zat-zat makanan yang lengkap dan seimbang seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan vitamin

Lebih terperinci

Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI

Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN 2012 DAFTAR ISI 1. Apa Kandungan gizi dalam Daging ayam? 2. Bagaimana ciri-ciri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu merupakan produk hewani yang umum dikonsumsi oleh manusia mulai dari anak-anak hingga dewasa karena kandungan nutrisinya yang lengkap. Menurut Codex (1999), susu

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian adalah suatu proses berfikir dari menemukan masalah, mengumpulkan data, baik melalui tinjauan pustaka maupun melalui studi lapangan, melakukan pengolahan

Lebih terperinci

Analisis Risiko Pengolahan Hasil Pertanian

Analisis Risiko Pengolahan Hasil Pertanian Analisis Risiko Pengolahan Hasil Pertanian Tekn. Penanganan dan Pengolahan Hasil Pertanian Mas ud Effendi Risiko Risiko merupakan ketidakpastian (risk is uncertainty) dan kemungkinan terjadinya hasil yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komposisi senyawanya terdiri dari 40% protein, 18% lemak, dan 17%

BAB I PENDAHULUAN. komposisi senyawanya terdiri dari 40% protein, 18% lemak, dan 17% BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai di Indonesia dilakukan dalam

Lebih terperinci

Teti Estiasih - THP - FTP - UB

Teti Estiasih - THP - FTP - UB 1 2 Merupakan proses thermal yang menggunakan suhu Blansing: perlakuan pendahuluan pada buah dan sayuran Pasteurisasi dan sterilisasi merupakan proses pengawetan pangan 3 Blansing air panas Blansing uap

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan nasonal. Indonesia terus melakukan upaya meningkatkan sektor pertanian untuk menghasilkan produk yang bermutu. Kemajuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebersihan makanan dan minuman sangatlah penting karena berkaitan dengan kondisi tubuh manusia. Apabila makanan dan minuman yang dikonsumsi tidak terjaga kebersihannya

Lebih terperinci

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya.

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya. SUSU a. Definisi Susu Air susu termasuk jenis bahan pangan hewani, berupa cairan putih yang dihasilkan oleh hewan ternak mamalia dan diperoleh dengan cara pemerahan (Hadiwiyoto, 1983). Sedangkan menurut

Lebih terperinci

PENANGANAN SUSU SEGAR KUD BATU di KOTA BATU

PENANGANAN SUSU SEGAR KUD BATU di KOTA BATU PENANGANAN SUSU SEGAR KUD BATU di KOTA BATU LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN OLEH: YOLANDA SACHARISSA WIDODO (6103013022) ELIZABETH ASTRITH (6103013027) MICHELLIA RENATA (6103013028) PROGRAM

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN xxix HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel daging ayam beku yang diambil sebagai bahan penelitian berasal dari daerah DKI Jakarta sebanyak 16 sampel, 11 sampel dari Bekasi, 8 sampel dari Bogor, dan 18 sampel dari

Lebih terperinci

Tugas Manajemen Mutu Terpadu. 3. Penanganan dan pengolahan Penanganan dan pengolahan cumi-cumi beku sesuai SNI :2010.

Tugas Manajemen Mutu Terpadu. 3. Penanganan dan pengolahan Penanganan dan pengolahan cumi-cumi beku sesuai SNI :2010. Nama : RaisAbdullah NPM : 230110097026 Kelas : Perikanan B Tugas Manajemen Mutu Terpadu Spesifikasi CUMI-CUMI BEKU SNI 2731.1:2010 1. Istilah dan definisi cumi-cumi beku merupakan produk olahan hasil perikanan

Lebih terperinci

EVALUASI CEMARAN BAKTERI PADA SUSU SAPI SEGAR DALAM DISTRIBUSI SUSU DI KABUPATEN BANYUMAS SKRIPSI. Oleh : JAAFAR RIFAI

EVALUASI CEMARAN BAKTERI PADA SUSU SAPI SEGAR DALAM DISTRIBUSI SUSU DI KABUPATEN BANYUMAS SKRIPSI. Oleh : JAAFAR RIFAI EVALUASI CEMARAN BAKTERI PADA SUSU SAPI SEGAR DALAM DISTRIBUSI SUSU DI KABUPATEN BANYUMAS SKRIPSI Oleh : JAAFAR RIFAI PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

PERATURAN KEMASAN DAN PEDOMAN UMUM PELABELAN. 31 Oktober

PERATURAN KEMASAN DAN PEDOMAN UMUM PELABELAN. 31 Oktober PERATURAN KEMASAN DAN PEDOMAN UMUM PELABELAN 31 Oktober 2014 1 OUTLINE Aturan Kemasan Pangan STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) Aturan Jepang Aturan Amerika Aturan Uni Eropa Label Makanan Tindakan Administratif

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

KAJIAN PENERAPAN GMP, GTP, GRP DAN SSOP SERTA PENYUSUNAN AWAL RENCANA SISTEM HACCP PADA PRODUKSI YOGHURT DI KPSBU LEMBANG, BANDUNG

KAJIAN PENERAPAN GMP, GTP, GRP DAN SSOP SERTA PENYUSUNAN AWAL RENCANA SISTEM HACCP PADA PRODUKSI YOGHURT DI KPSBU LEMBANG, BANDUNG KAJIAN PENERAPAN GMP, GTP, GRP DAN SSOP SERTA PENYUSUNAN AWAL RENCANA SISTEM HACCP PADA PRODUKSI YOGHURT DI KPSBU LEMBANG, BANDUNG SKRIPSI YONGKI WAHYU PERDANA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

2015, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH P

2015, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung

Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung Kombinasi Jumlah Tabung yang Positif 1:10 1:100 1:1000 APM per gram atau ml 0 0 0

Lebih terperinci