PENAMPILAN BEBERAPA VARIEATAS INBRIDA PADI RAWA PADA LAHAN SAWAH BUKAAN BARU DI MANOKWARI PAPUA BARAT

Transkripsi

1 Abdul Wahid Rauf et.al.: Penampilan Beberapa Varietas.. PENAMPILAN BEBERAPA VARIEATAS INBRIDA PADI RAWA PADA LAHAN SAWAH BUKAAN BARU DI MANOKWARI PAPUA BARAT Abdul Wahid Rauf, Atekan dan Muhammad Arif Arbianto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Barat Jl. Basecamp Arfai Gunung, Manokwai Papua Barat ABSTRAK Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mendapatkan varietas-varietas inbrida padi rawa yang memiliki daya adaptasi pada lahan sawah bukaan baru. Penelitian dilaksanakan pada lahan sawah bukaan baru di Kabupaten Manokwari Papua Barat MH 2010/2011. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok dengan menggunakan 6 varietas inbrida padi rawa sebagai perlakuan yaitu; Inpara 1, Inpara 2, Inpara 3, Inpara 4, Inpara 5, dan Banyuasin. Parameter yang diamati dalam penelitian ini antara lain adalah komponen pertumbuhan tanaman yang terdiri atas, tinggi tanaman 30 HST, jumlah anakan produktif, dan tinggi tanaman saat panen serta komponen produksi terdiri atas jumlah malai/m 2, panjang malai, jumlah gabah isi, jumlah gabah hampa, berat 1000 biji, dan hasil gabah kering giling (GKG). Hasil Penelitian menunjukkan bahwa Varietas Inpara 4 memberikan hasil tertinggi dibandingkan dengan varietas lainnya yaitu mencapai 3,40 ton GKG/ha, namun tidak berbeda nyata dengan varietas Inpara 3, yaitu 3,17 ton GKG/ha. Varietas Inpara 4 juga memperlihatkan toleransi tinggi terhadap cekaman Fe dibandingkan dengan varietas lainnya. Kata Kunci : keracunan besi, inpara, sawah bukaan baru PENDAHULUAN Dalam rangka mendukung program swasembada beras nasional, maka provinsi Papua Barat ikut serta dalam mendukung program tersebut melalui program perluasan areal dengan pencetakan sawah baru. Sampai saat ini lahan sawah bukaan baru di Provinsi Papua mencapai 2000 ha. Namun lahan sawah bukaan baru tersebut belum dimanfaatkan secara intensif untuk pertanaman padi akibat beberapa kendala teknis antara lain keracunan besi (Fe). Gejala keracunan Fe pada tanaman padi merupakan masalah fisiologis yang kompleks yang disebabkan oleh tipe tanah, musim, waktu, dan genotipe (Asch et al., 2005). Keracunan besi dapat menurunkan hasil tanaman secara drastis pada tanah-tanah masam, khususnya pada wilayah tropis dan sub tropis ((Fageria dan Rabelo,1987). Kendala umum yang sering dijumpai pada lahan sawah bukaan baru antara lain adalah tingkat kemasaman tanah (ph) rendah yang berkorelasi erat dengan terjadinya keracunan Fe, kahat P, Ca dan Mg (Setyorini et al., 2007). Keracunan besi pada tanaman padi di Asia Tenggara dan Afrika terjadi karena kahat beberapa hara, dimana ph berkisar antara 3-7,2, kadar besi ppm, kadar Mn tinggi, dan kadar P, K, Ca, Mg dan Zn 610

2 Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013 rendah. Kahat beberapa hara ini pada tanaman disebabkan rendahnya kemampuan akar menyerap hara, sehingga besi fero secara langsung diserap lebih banyak oleh tanaman. Kahat P, K, Ca, dan Mg lebih mempengaruhi terjadinya keracunan besi daripada adanya kadar fero yang tinggi (Ottow et al., 1982). Untuk menurunkan kelarutan besi fero maka diperlukan teknologi bididaya dan pengelolaan hara yang baik. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas padi pada lahan sawah bukaan baru adalah dengan penggunaan varietas adaptif. Hal ini merupakan suatu cara yang paling mudah dan murah untuk dilaksanakan oleh petani. Sampai saat ini varietas-varietas padi untuk lahan sawah sub optimal termasuk lahan sawah bukaan baru yang memiliki kadar besi tinggi, telah banyak dihasilkan oleh lembaga-lembaga penelitian termasuk Badan Litbang Pertanian, namun belum sepenuhnya dimanfaatkan atau dikembangkan secara luas oleh petani khususnya di Papua Barat. Berdasarkan pada uraian-uraian tersebut di atas, maka dipandang perlu melakukan suatu kajian tentang peningkatan produksi padi pada lahan sawah bukaan baru melalui penggunaan varietas-varietas padi unggul inbrida padi rawa yang telah dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian. METODOLOGI Penelitian ini dilaksanakan pada lahan sawah bukaan baru di Distrik Oransbari Kabupaten Manokwari MH 2010/2011 pada ketinggian 2,5 mdpl. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok, yang terdiri atas 6 varietas padi inbrida sebagai perlakuan antara lain, Inpara 1, Inpara 2, Inpara 3, Inpara 4, Inpara 5 dan Banyuasin., masing-masing perlakuan tersebut diulang 3 kali. Pelaksanaan penelitian ini diawali dengan persiapan lahan atau demplot percobaan. Sebelum ploting dilakukan maka terlebih dahulu tanah diolah sampai siap tanam, kemudian dibuat ploting sesuai jumlah perlakuan. Luas setiap plot 4m x 5m. Selanjutnya pemindahan bibit berumur 21 hari dari pesemaian ke plot yang sudah disiapkan dengan jarak tanam 20cm x 20cm. Pemupukan dilakukan dengan dosis 250 kg Urea, 100 kg SP-36 dan 100 kg KCl per hektar. Sepertiga bagian urea dan seluruh dosis SP-36 dan KCl diberikan pada saat tanam. Dua pertiga bagian urea sisanya diberikan masing-masing pada umur tiga dan lima minggu setelah tanam. Furadan 2G sebanyak 2 kg ha-1 dan Reagent 20 l ha -1 masing-masing diaplikasikan tiga kali yaitu bersamaan dengan pemberian urea untuk mencegah timbulnya serangan hama dan penyakit. 611

3 Abdul Wahid Rauf et.al.: Penampilan Beberapa Varietas.. Pengendalian hama dan penyakit tanaman dilaksanakan berdasarkan konsep pengendalaian hama terpadu (PHT). Pengendalian pestisida ramah lingkungan dilaksanakan jika populasi hama berada di atas ambang ekonomi. Sementara penyiangan dilaksanakan sesuai dengan keadaan pertumbuhan gulma di lapangan. Parameter yang diamati dalam pengkajian ini meliputi komponen pertumbuhan dan produksi tanaman antara lain, 1) komponen pertumbuhan tanaman (Tinggi tanaman 30 HST, tinggi tanaman saat panen, dan jumlah anakan produktif), dan 2) komponen produksi tanaman (Jumlah malai/m2, panjang malai, bobot 1000 biji, gabah isi/malai, gabah hampa/malai, dan hasil gabah kering giling), 3) Persentase serangan hama/penyakit, dan 4) Cekaman keracunan besi (Fe). Data hasil pengamatan, pertumbuhan dan produksi dari beberapa varietas dianalisis menggunakan sidik ragam berdasarkan Rancangan Acak Kelompok. Karakteristik lahan HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilaksanakan pada lahan sawah bukaan baru yang memiliki karakteristik lahan seperti pada Tabel 1 berikut ini. Pada tabel tersebut memperlihatkan bahwa ph tanah berada pada kategori netral yaitu 6,3. Sementara kadar Fe sangat tinggi, yaitu mencapai 654 ppm. Menurut Yusuf et al, (1990) bahwa tanaman padi akan mengalami keracunan besi apabila kadar besi dalam tanah melebihi 300 ppm. Kondisi lahan seperti ini sesuai untuk dilakukan pengujian varietas guna mendapatkan varietas-varietas toleran terhadap cekaman besi. Tabel 1. Hasil analisis tanah pada lokasi penelitian di Distrik Oransbari Manokwari, Papua Barat Tekstur - Pasir (%) - Debu (%) - Liat (%) ph - H2O Jenis analisis Nilai ,3 5,6 - KCl 1N C-Organik (%) 2,41 N Total (%) 0,24 C/N 10,0 K (me/100 g) 0.08 Na (me/100 g) 0,32 Ca (me/100 g) 17,14 612

4 Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013 Jenis analisis Nilai Mg (me/100 g) 2,88 KTK (me/100 g) 48,54 KB (%) 42,0 Fe (ppm) 654 Zn (ppm) 18 Komponen pertumbuhan Penampilan rata-rata komponen pertumbuhan beberapa varietas padi unggul rawa ditampilkan pada Tabel 2. Varietas padi yang memperlihatkan pertumbuhan tinggi tanaman yang tertinggi pada umur 30 hari setelah tanam (HST) diperoleh pada varietas Inpara 1 yaitu 35,22 cm, namun pertumbuhan tanamannya sangat beragam dengan standar deviasi yang tertinggi dibandingkan dengan varietas lainnya yaitu 7,56 cm. Sementara tanaman terpendek pada umur 30 HST adalah varietas Banyuasin (29,54 cm) dengan standar deviasi 5,31 cm. Tabel 2. Keragaan komponen pertumbuhan beberapa varietas padi di Manokwari Papua Barat MH, 2010/2011 Tinggi tanaman Tinggi tanaman Jumlah anakan Varietas 30 HST saat Panen produktif Inpara 1 35,22±7,56 77,40±10,00 7,14±2,78 Inpara 2 34,30±3,56 80,34±8,67 8,00±3,80 Inpara 3 27,70±4,60 83,32±12,76 7,67±2,30 Inpara 4 34,70±2,35 87,53±6,80 9,20±3,55 Inpara 5 33,28±2,90 84,30±8,89 8,30±2,65 Banyuasin 29,54±5,31 76,80±13,02 6,60±3,20 Rata-rata ± Standar deviasi (n=15) Tanaman tertinggi pada saat panen diperoleh pada varietas Inpara 4 dengan penampilan tanaman lebih seragam dibandingkan dengan varietas lainnya dengan standar deviasi 6,80 cm, sedangkan tanaman terpendek diperoleh pada varietas Banyuasin yaitu 76,80 cm dengan standar deviasi yang tertinggi dibandingkan dengan varietas lainnya yaitu 13,02 cm. Penampilan varietas Banyuasin yang lebih pendek dan beragam disertai dengan banyaknya daun yang berubah warna menjadi coklat dan ungu menunjukkan bahwa varietas tersebut sangat respon terhadap keracunan besi dibandingkan dengan varietas lainnya. Jumlah anakan produktif tertinggi dipeoleh pada varietas Inpara 4 yaitu 9,20, kemudian diikuti secara berturut-turut oleh varietas Inpara 5 (8,30), Inpara 2 (8,00), Inpara 3 (7,67), Inpara 1 (7,14), dan terendah pada varietas Banyuasin (6,6). Sementara varietas 613

5 Abdul Wahid Rauf et.al.: Penampilan Beberapa Varietas.. yang memiliki anakan produktif yang lebih seragam diperoleh pada varietas Inpara 3 kemudian diikuti secara berturut oleh varietas Inpara 5, Inpara 1, Banyuasin, Inpara 4, dan Inpara 2, dengan standar deviasi masing-masing 2,30; 2,65; 2,78; 3,20; 3,55; dan 2,84. Komponen produksi Hasil pengamatan komponen produksi beberapa varietas padi diperlihatkan pada Tabel 3. Jumlah malai terbanyak diperoleh pada varietas Inpara 4 yaitu 146,67 malai/m 2 akan tetapi tidak berbeda nyata dengan varietas Inpara 2 (132,33 malai/m 2 ). Sementara varietas Inpara 2 secara berturut-turut tidak berbeda nyata dengan varietas Ipara 1, Inpara 3, dan Inpara 5, dengan jumlah malai/m 2 masing-masing 119,33, 130,00, dan 131,00. Jumlah malai terendah diperoleh pada varietas Banyuasin yaitu 106,67 malai/m 2. Hal ini diakibatkan oleh jumlah anakan yang terbentuk juga sangat rendah dibandingkan dengan varietas lainnya yaitu 6,60 anakan produktif. Panjang malai tertinggi juga diperoleh pada varietas Inpara 4 yaitu 18,93 cm, dan berbeda nyata dengan varietas lainnya. Sementara malai terpendek diperoleh pada varietas Inpara 2 yaitu 16,00 cm, namun secara berturut-turut tidak berbeda nyata dengan Inpara 1, Inpara 5, dan Banyuasin. Panjangnya malai yang diperoleh pada varietas Inpara 4 dibandingkan dengan yang lainnya karena varietas ini diduga lebih toleran terhadap cekaman Fe yang dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman tertekan atau kerdil. Mekanisme toleransi varietas padi terhadap keracunan Fe bergantung pada kekuatan oksidasi akar tanaman dan ion fero disekitar akar dapat teroksidasi menjadi ion feri yang tidak tersedia bagi tanaman (Suhartini dan Makarim, 2009). Jumlah gabah isi per malai juga diperoleh pada varietas Inpara 4 yaitu 72,33 dan berbeda nyata dengan varietas lainnya kecuali terhadap varietas Inpara 3. Sementara jumlah gabah hampa tertinggi diperoleh pada varietas Banyuasin, yaitu 11,33 gabah/malai. Jumlah gabah isi dan gabah hampa dipengaruhi oleh proses sintesis tanaman saat pembentukan malai. Ketika proses sintesis terhambat akibat tanaman mengalami cekaman lingkungan termasuk cekaman Fe maka akan berpengaruh terhadap pembentukan malai dan pengisian malai. Fairhurst dan Witt (2002) menyatakan bahwa tanaman yang mengalami keracunan besi mengakibatkan pembungaan tanaman terhambat, proses sintesis terhenti, dan tanaman menjadi kerdil. Hasil gabah tertinggi diperoleh pada varietas Inpara 4 yaitu 3,40 t/ha, dan berbeda nyata dengan varietas lainnya, namun tidak berbeda nyata dengan varietas Inpara 3, dengan hasil 3,17 t/ha. Sementara varietas Inpara 3, secara berturut-turut tidak berbeda nyata dengan Inpara 1, Inpara 2, dan Inpara

6 Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013 Tabel 3. Keragaan komponen produksi beberapa varietas padi di Oransbari, Manokwari MH 2010/2011 Jumlah panjang Jumlah Bobot Jumlah gabah Hasil GKG malai gabah 1000 biji Varietas malai/m2 hampa/ (t/ha) (cm) isi/malai (g) malai Inpara 1 119,33ab 17,00ab 64,33ab 9,33b 24,86 2,87ab Inpara 2 132,33bc 16,00a 58,33a 10,33bc 25,05 2,80ab Inpara 3 130,00b 17,17b 67,67bc 7,67ab 24,00 3,17bc Inpara 4 146,67c 18,93c 72,33c 6,00a 25,67 3,40c Inpara 5 131,00b 16,33ab 66,33b 9,00b 24,33 2,90ab Banyuasin 106,67a 16,67ab 56,67a 11,33c 24,12 2,57a Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 95% menurut Uji DMRT Tingginya hasil yang diperoleh pada varietas Inpara 4 dibandingkan dengan varietas lainnya karena kemungkinannya lebih toleran terhadap cekaman besi. Varietas yang akarnya lebih banyak mengeluarkan ion OH - akan menaikkan ph di zona perakarannya dan ion Fe ++ teroksidasi sehingga sedikit yang terserap oleh tanaman, dengan demikian varietas seperti ini akan lebih toleran terhadap keracunan Fe (Suhartini dan Makarim, 2009). Selain itupula varietas Inpara 4 memiliki kemampuan untuk sembuh kembali (recoveri) dari cekaman besi, sehingga masih dapat memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas lainnya. Pada Tabel 4 memperlihatkan bahwa varietas Inpara 4 memiliki skor nilai 1 (satu) terhadap cekaman besi, yang berarti bahwa hanya terdapat spot-spot merah kecoklatan pada daun tua. Sementara varietas laninnya memiliki skor cekaman lebih besar dari satu, yang berarti bahwa varietas tersebut kurang tahan terhadap cekaman besi. Varietas yang memiliki cekaman besi tertinggi dengan nilai skor 7 (tujuh) adalah varietas Inpara 1, Inpara 5, dan Banyuasin (Tabel 4). Jika dibandingkan dengan varietas Inpara 1 dan Inpara 5, maka varietas Banyuasin lebih peka terhadap cekaman besi karena tingkat penyembuhannya lebih rendah, sehingga hasil panen yang diperoleh lebih rendah. Sementara Inpara 1 dan Inpara 5, lebih cepat pulih dari cekaman besi dengan membentuk daun-daun muda kembali. Sementara ketahanan terhadap serangan hama dan penyakit semua varietas yang diuji tidak memperlihatkan adanya serangan hama dan penyakit, kecuali serangan hama putih palsu pada varietas Inpara 1 dan Banyuasin. Penyakit tungro dan hama sundep tidak ditemukan selama percobaan berlangsung. 615

7 Abdul Wahid Rauf et.al.: Penampilan Beberapa Varietas.. Tabel 4. Fenotifik dan ketahanan terhadap hama serta toleransi cekaman Fe beberapa varietas padi unggul baru di Manokwari Papua Barat MH. 2010/2011 Varietas Fenotipik Ketahanan Toleransi Hama/Penyakit Cekaman Fe Tungro HPP Sundep Inpara Inpara Inpara Inpara Inpara Banyuasin Fenotipik (1= baik sekali, 3=baik, 5=sedang, 7=jelek, 9=tidak dierima); Ketahanan hama/penyakit (1=tidak ada gejala, 3=1-10%, 5= 11-30%, 7=31-50%, 9=>50%); Toleransi cekaman Fe (0=normal, 1=terdapat spot-spot merah kecoklatan pada daun tua, 3=daundaun tua merah kecoklatan, ungu oranye, 5= banyak daun berubah warna, 7= banyak daun berubah warna dan mati, 9= hampir semua tanaman mati). KESIMPULAN 1. Varietas Inpara 4 memberikan hasil Gabah Kering Giling tertinggi yaitu 3,40 ton/ha, namun tidak berbeda nyata dengan varietas Inpara 3 dengan hasil Gabah Kering Giling 3,17 ton/ha. 2. Varietas yang memiliki toleransi tinggi terhadap cekaman besi (Fe) adalah varietas Inpara 4 dengan skor 1. DAFTAR PUSTAKA Asch, F., M. Becker, dan D.S. Kepongor A quick and efficient screen for resistance to iron toxicity in lowland rice. Journal of Plant Nutrition and Soil Science 168: Fageria, N. K. dan N. A. Rabelo Tolerance of rice cultivars to iron toxicity. Journal Plant Nutrition. 10: Fairhurst, T.H., dan C. Witt Rice. A practical giuide to nutrient management. IRRI Philippines. Ottow, J. C. G., G. Benckiser dan I. Watanabe Iron toxicity of rice as multiple nutritional soil stress. Trop. Agric. Res. Ser. Japan 15,

8 Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian, 2013 Setyorini, D., D.A. Suriadikarta, dan Nurjaya Rekomendasi pemupukan padi di lahan sawah bukaan baru. Dalam Agus, F., Wahyunto, dan Djoko Santoso (Penyunting) Tanah Sawah Bukaan Baru. Balai Besar Sumberdaya lahan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.pp: Suhartini, T. dan A.K. Makarim Teknik seleksi genotipe padi toleran keracunan besi. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 28 (3): Yusuf, A., S. Djakamihardja, G.Satari, dan S, Djakasutami Pengaru ph dan Eh terhadap kelarutan Fe, Al, dan Mn pada lahan sawah bukaan baru jenis Oxisol Sitiung. Dalam Prosiding Pengelolaan Sawah Bukaan Baru Menunjang Swasembada Pangan dan Program Transmigrasi. Padang Tanggal September Fakultas Pertanian Ekasakti dan Balai Penelitian Tanaman Pangan Sukarami. 617