BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tanaman Nagasari (Calophyllum nagassarium Burm.f.)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tanaman Nagasari (Calophyllum nagassarium Burm.f.)"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Nagasari (Calophyllum nagassarium Burm.f.) Nagasari merupakan tanaman hijau, berupa pohon berukuran sedang, tinggi dapat mencapai 36 m, batang lurus, diameter dapat mencapai 95 cm, sering bercabang di bagian bawah. Permukaan batang beralur panjang, terdapat sisik dan retakan yang tidak beraturan berwarna coklat pudar hingga abu-abu dengan sedikit warna ungu, terdapat eksudat berwarna putih hingga kuning pucat dan menjadi lebih gelap jika terpapar lama (Yuniarti et al, 2001). Nagasari memiliki cabang mendatar atau merunduk, arah daun mendatar atau bergantung, daun muda terlihat seperti merah bersinar. Daun bersilangan, tunggal, tepi daun rata, berbentuk lonjong, berukuran 4,5-12,5 x 1-4 cm, pangkal daun runcing, berwarna hijau kebiru-biruan dengan bagian bawah putih, urat daun tidak jelas, panjang tangkai daun 4-8 mm. Bunga tunggal atau sepasang, diameter hingga 9 cm, terdapat di ujung ranting atau di ketiak daun, daun mahkota berjumlah 4, berwarna putih atau merah muda, daun kelopak berjumlah 4, berwarna hijau, menempel kuat, beberapa membesar dan menebal pada buah, benang sari banyak, bakal buah menumpang pada dasar bunga, terdapat 1-2 rongga, setiap rongga terdiri dari 1-2 bakal biji (Yuniarti et al., 2001). 4

2 5 Berdasarkan sistem klasifikasi, tumbuhan nagasari dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Divisio Sub Divisio Kelas Ordo Suku Marga Jenis : Plantae (Tmbuhan) : Spermatophyta (Tumbuhan berbunga) : Angiospermae (Tumbuhan berbiji tertutup) : Dicotyledoneae (Tumbuhan berkeping dua / dikotil) : Theales : Gutiferrea : Mesua : Mesua ferrea L sinonim Calophyllum nagassarium Burm.f. Tumbuhan nagasari sering dimanfaatkan sebagai sebagai tanaman obat seperti antiseptik, pencahar, pembersih darah, kontrol cacing, tonik. Di Thailand tumbuhan nagasari di manfaatkan untuk mengobati demam, dingin, asma, ekspektoran, kardiotonik, diuretik dan agen antipiretik, sedangkan daunnya sering digunakan sebagai obat sengatan kalajengking dan gigitan ular. 2.2 Kandungan Kimia dalam Daun Nagasari Kandungan kimia daun nagasari hasil uji pendahuluan adalah saponin, polifenol, alkaloid dan terpenoid.

3 Saponin Saponin merupakan glikosida tumbuhan baik dari triterpen maupun sterol. Saponin merupakan glikosida tumbuhan yang dapat membentuk busa dalam air. Saponin berdasarkan golongan sapogeninnya diklasifikasikan menjadi 2 yaitu saponin steroid dan saponin triterpen. Adanya saponin dalam sampel dapat dilihat dari terbentunya busa yang stabil. Salah satu contoh saponin dapat dilihat pada Gambar 2.1. Saponin bersifat racun masuk ke dalam pembuluh darah akan mengalami hemolisis karena bereaksi dengan kolesterol pada membran sel darah merah. (Harbone, 1987) Hederagenin Gambar 2.1 Struktur Sapogenin ( Harbone, 1987) Saponin yang memberikan aktivitas antikanker adalah Saponin ginsenosides, dengan menghambat penyebaran melalui pembuluh darah dengan mekanisme supresi inducer dalam sel endotel sehingga mencegah pelekatan (adhering), invasi, dan metastasis. Tubeimoside II mempunyai aktivitas anti kanker lebih besar dan

4 7 mempunyai efek samping yang lebih ringan dibandingkan dengan tubeimoside I karena tubeimoside II mempunyai gugus OH pada C 16, sedangkan tubeimoside I tidak. Dioscin merupakan suatu saponin steroid dan aglycone diosgenin mempunyai efek anti tumor dengan menghentikan siklus sel dan apoptosis (Robinson, 1995) Polifenol Senyawa fenolik merupakan senyawa yang memiliki inti aromatik yang terikat dengan satu atau lebih substituen hidroksil. Beribu-ribu senyawa fenol alam telah diketahui strukturnya dan senyawa ini memiliki struktur yang mirip dengan alkohol. Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol (Surveswaran, 2007 ; Harbone, 1987). Beberapa golongan primer yang termasuk senyawa polifenol adalah lignin, melanin, dan tanin. Tanin merupakan salah satu golongan senyawa polifenol yang tersebar luas dalam tumbuhan berpembuluh khususnya dalam jaringan kayu. Tanin dapat bereaksi dengan protein membentuk polimer yang stabil yang tak larut dalam air (Suradikusumah, 1989). Contoh senyawa polifenol tertera pada Gambar 2.2 Gambar 2.2 Struktur senyawa melanin (Robinson, 1995.)

5 Alkaloid Alkaloid adalah senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen dengan struktur lingkar (siklik). Pada umumnya alkaloid ditemukan dalam tumbuhan, tetapi tidak semua senyawa yang mengandung cincin heterosiklik nitrogen adalah alkaloid. Klasifikasi alkaloid berdasarkan jenis cincin heterosikliknya terdiri atas : pirol, piridin, kuinolin, pirolidin, piperidin, isokuinolin, indol, dan indolizidin. Struktur alkaloid dapat dilihat pada Gambar 2.2. Gambar 2.3 Kerangka penyusun alkaloid Terpenoid Terpenoid adalah senyawa yang berasal dari molekul isopren dan kerangka karbonnya dibentuk dari gabungan dua atau lebih unit isoprennya. Senyawa ini diklasifikasikan menurut jumlah isoprennya menjadi monoterpenoid, seskuiterpenoid, diterpenoid, triterpenoid dan politerpenoid (Soetarno, 1990). Struktur unit isopren dapat dilihat pada Gambar 2.4.

6 9 Gambar 2.4 Struktur unit isoprene Terpenoid merupakan senyawa yang sebagian besar mempunyai struktur siklik dengan satu atau lebih gugus fungsionalnya yang kebanyakan merupakan suatu alkohol, aldehid atau asam karboksilat. Asam abisat merupakan terpenoid karboksilat yang mempunyai peranan penting pada tanaman yaitu sebagai regulator pertumbuhan. Asam Absisat seperti dipaparkan pada pada Gambar 2.5 berfungsi dalam menghambat pertumbuhan, hal ini dilakukan untuk membantu tumbuhan untuk bertahan dalam kondisi yang sulit, sehingga hormon absisat hanya diproduksi jika tumbuhan mengalamai kondisi seperti kekurangan air, pada musim dingin, musim kering, dan musim gugur sehingga terjadi proses-proses untuk menghambat pertumbuhan. Gambar 2.5 Struktur asam absisat 2.3 Metode Analisis Tanaman Isolasi senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam tanaman dilakukan melalui beberapa tahapan analisis meliputi: ekstraksi, pemisahan, pemurnian dan identifikasi (Harbone, 1987).

7 Ekstraksi Ekstraksi merupakan suatu cara untuk menarik atau memindahkan sebagian atau seluruh komponen kimia yang terdapat dalam suatu sampel tumbuhan dengan pelarut yang sesuai (berdasarkan polaritas pelarut). Pemilihan metode ekstraksi yang tepat untuk bahan alam tergantung pada kandungan kimia tumbuhan dan jenis senyawa yang akan diisolasi (Harborne, 1987; Suradikusumah, 1989). Hal-hal yang harus diperhatikan pada pengambilan, penyimpanan, dan pengeringan sampel yang harus diperhatikan. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kontaminasi maupun degradasi senyawa yang akan diisolasi. Jaringan tanaman kering dihancurkan hingga berbentuk serbuk sebelum diekstraksi (Harborne, 1987). Pada tahap ekstraksi dapat dilakukan dengan metode maserasi, perkolasi atau sokhletasi. Teknik ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik maserasi. Maserasi adalah proses perendaman sampel untuk memisahkan komponen yang kita inginkan dengan kondisi dingin diskontinyu. Keuntungan dari maserasi adalah lebih praktis dan tidak memerlukan pemanasan sedangkan kekurangannya adalah pelarut yang digunakan relatif banyak. Filtrat yang diperoleh dari proses tersebut kemudian diuapkan dengan alat penguap putar vakum (rotary vacuum evaporator) pada tekanan rendah hingga menghasilkan ekstrak kental (Harborne, 1987; Suradikusumah, 1989) Pemisahan dan pemurnian Pemisahan dilakukan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang terkandung dalam suatu sampel, sedangkan pemurnian bertujuan untuk memurnikan senyawa yang diperoleh dari hasil pemisahan. Ekstrak kental yang paling toksik dipisahkan

8 11 dan dimurnikan dengan teknik-teknik kromatografi. Umumnya pemisahan dan pemurnian dilakukan dengan menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) atau kromatografi kolom (Gritter et al., 1991; Hendayana, 2006). Pemisahan kandungan kimia tumbuhan dapat dilakukan dengan beberapa metode di antaranya adalah partisi dan kromatografi kolom, sedangkan pemurnian dapat dilakukan dengan menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT). Kromatografi adalah suatu proses pemisahan berdasarkan distribusi diferensial dari komponen sampel diantara dua fase yaitu fase diam (stationer phase), dan fase gerak (mobile phase). Fase gerak akan bergerak diantara sela-sela fase diam. Pergerakan fase ini mengakibatkan pergerakan diferensial dari komponen-komponen sampel (Gandjar, 2012) Partisi (fraksionasi) Partisi adalah suatu metode pemisahan yang digunakan untuk mengelompokkan senyawa-senyawa yang terdapat dalam ekstrak kasar berdasarkan tingkat kepolarannya. Partisi umumnya dimulai dengan pelarut nonpolar, kemudian dilanjutkan dengan pelarut semi polar dan terakhir dengan pelarut polar. Senyawasenyawa non polar akan larut ke dalam pelarut non polar sedangkan senyawasenyawa polar akan larut ke dalam pelarut polar (Harborne, 1987). Teknik yang paling umum untuk metode partisi adalah menggunakan corong pemisah dengan menggunakan dua pelarut yang tidak saling bercampur (Sudjadi, 1992).

9 Kromatografi lapis tipis (KLT) Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan suatu teknik kromatografi yang sering digunakan dalam pemisahan campuran senyawa organik. KLT memiliki kelebihan yang nyata yaitu peralatan yang digunakan sederhana, waktu analisis yang cepat, ketajaman pemisahan yang besar dan kepekaan yang tinggi serta hanya menggunakan sampel dalam jumlah sedikit (Sudjadi, 1992). Kromatografi Lapis Tipis merupakan suatu teknik pemisahan campuran senyawa dimana pemisahan terjadi karena adanya perbedaan afinitas masing-masing komponen terhadap fase diam dan fase gerak. Jenis interaksi yang terjadi pada teknik ini adalah adsorpsi. Komponen-komponen akan teradsorpsi diantara dua fase dan pemisahannya tergantung pada koefisien distribusi masing-masing komponen. Senyawa yang teradsorpsi lebih kuat dalam fase diam tidak akan bergerak jauh dibandingkan dengan senyawa yang teradsorpsi lebih lemah (Gritter et al., 1991). Kromatografi Lapis Tipis adalah metode pemisahan fisikokimia. Fase diam pada KLT terdiri atas partikel-partikel halus yang ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisahkan, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak. Plat atau lapisan ditaruh di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan). Selanjutnya, senyawa yang tidak berwarna harus dideteksi dengan menggunakan sinar UV atau pereaksi penampak noda (Anwar, 2004). Fase diam yang digunakan sebagai adsorben berupa partikel halus yang dilapiskan pada lempeng penyangga kaca, logam, atau plastik. Adsorben yang dapat

10 13 digunakan diklasifikasikan berdasarkan sifat kimia atau daya ikatannya. Adsorben pada KLT adalah analog dengan yang digunakan pada kromatografi kolom, hanya berbeda ukuran partikelnya. Fase diam yang bisa digunakan pada KLT antara lain silika gel, alumina, kieselguhr, selulosa, dan poliamida (Sudjadi, 1992). Fase gerak ialah medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa pelarut, dimana pelarut multikomponen ini harus berupa satu campuran sesederhana mungkin yang terdiri atas maksimum tiga komponen (Anwar, 2004). Setelah elusi selesai, noda diamati dengan lampu UV atau pereaksi penampak noda. Noda-noda yang terbentuk diberi tanda dan karena pengaruh adsorpsi masing-masing senyawa berbeda-beda, maka hambatan pergerakan juga berbeda. Besarnya hambatan ditentukan dengan harga Retardation factor (Rf) (Gritter et al., 1991; Sudjadi, 1992). Jarak tempuh masing - masing komponen Rf Jarak tempuh pelarut Kromatografi lapis tipis selain digunakan pada proses pemurnian, sering juga digunakan untuk memilih pelarut atau kombinasi pelarut dalam kromatografi kolom yang dilakukan dengan membandingkan hasil kromatografi lapis tipis dari beberapa eluen. Eluen yang memberikan hasil pemisahan terbaik digunakan sebagai eluen dalam kromatografi kolom (Sudjadi, 1992) Kromatografi kolom Kromatografi kolom disebut juga kromatografi adsorpsi atau kromatografi elusi karena senyawa yang terpisah akan terelusi dari kolom. Kromatografi ini membutuhkan penyerap (fase diam) dalam jumlah relatif besar. Kromatografi ini

11 14 bertujuan untuk memisahkan komponen senyawa yang terkandung dalam suatu ekstrak ke dalam beberapa fraksi (Robinson, 1991). Teknik kromatografi kolom didasarkan pada pemisahan komponen senyawa organik karena adanya perbedaan serapan masing-masing komponen zat pada fase diam. Sebagai fase diam biasanya digunakan silika atau alumina. Pada proses pemisahan ini, kolom diletakkan pada posisi vertikal dan dimasukkan glasswool untuk menyangga zat penyerap yang digunakan. Selanjutnya dimasukkan fase gerak terbaik yang diperoleh dari hasil KLT. Fase gerak dicampur dengan silika gel, diaduk hingga homogen dan menjadi bubur. Bubur ini dimasukkan ke dalam kolom sambil mengalirkan fase gerak sampai terjadi pemampatan sempurna (Sudjadi, 1992). Zat yang akan dianalisis dimasukkan ke dalam kolom dengan pipet tetes melalui bagian atas kolom, kemudian dialiri fase gerak yang akan membawa komponen-komponen turun. Perbedaan serapan masing-masing komponen terhadap fase diam, menyebabkan terjadi pemisahan komponen. Komponen yang diserap lemah oleh fase diam akan keluar lebih cepat bersama fase gerak, sebaliknya komponen yang diserap kuat akan keluar lebih lambat. Idealnya zat yang terpisah membentuk pita-pita yang perlahan-lahan menuruni kolom dan akhirnya ditampung ke dalam sejumlah botol kecil, komponen dianalisis dengan KLT. Komponen yang memiliki pola noda dengan Rf yang sama dapat digabungkan dalam satu fraksi (Sudjadi, 1992).

12 Uji Toksisitas terhadap Larva Udang (Artemia salina L.) Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) merupakan salah satu metode skrining untuk mengetahui toksisitas suatu ekstrak ataupun senyawa bahan alam (Sukardiman, 2004). Uji toksisitas ini dapat diketahui dari jumlah kematian larva Artemia salina L. karena pengaruh perubahan ekstrak atau senyawa bahan alam pada konsentrasi tertentu (McLaughlin et al., 1998). Penggunaan larva Artemia salina L. sebagai bioindikator pertama kali dilakukan pada tahun Penggunaan larva digunakan sebagai skrining umum untuk substansi bioaktif yang terdapat pada ekstrak tanaman (Meyer et al., 1982). Uji toksisitas akut dengan hewan uji Artemia salina Leach dapat digunakan sebagai uji pendahuluan pada penelitian yang mengarah ke uji sitotoksik, karena ada kaitan antara uji toksisitas akut dengan uji sitotoksik jika harga LC 50 dari toksisitas akut < 1000 μg/ml (Meyer et al., 1982). Toksisitas terhadap Artemia salina Leach yaitu merupakan uji toksisitas akut. Parameter yang digunakan untuk menunjukkan adanya aktivitas biologi suatu senyawa terhadap Artemia salina Leach adalah kematian. Senyawa-senyawa yang menunjukkan toksisitas yang tinggi dalam BSLT sering dikaitkan dengan potensinya sebagai antikanker. Penelitian menggunakan Artemia salina Leach sebenarnya tidak spesifik untuk antitumor atau aksi fisiologis tertentu, namun demikian jumlah yang signifikan dari sampel yang bersifat toksik terhadap Artemia salina Leach ternyata juga mempunyai aktivitas sitotoksik (Santi, 2009). Metode pengujian dengan larva Artemia salina Leach merupakan cara yang paling efektif dan sederhana karena ketersediaan telur-telur larva yang mudah menetas,

13 16 pertumbuhannya cepat dan relatif mudah pengaturan populasinya pada kondisi laboratorium. Pengembangan metode ini didasarkan pada sifat khas dari larva udang yang dapat menerima segala jenis zat dan bahan tanpa seleksi terlebih dahulu, pengerjaannya mudah, cepat serta menggunkan sampel yang relatif sedikit. Metode ini dapat digunakan sebagai metode awal untuk menemukan komponen antikanker pada tumbuhan tingkat tinggi (Mclaughlin,1991 ; Santi, 2009). Uji ini menggunakan larva Artemia salina L. yang telah berumur 48 jam yang diuji pada konsentrasi ekstrak 10 ppm, 100 ppm, dan 1000 ppm selama 24 jam. Pengulangan sebanyak 3 kali dilakukan setiap pengujian. Data mortalitas larva selanjutnya digunakan untuk mencari nilai LC 50 (konsentrasi yang menyebabkan kematian 50% larva). Apabila LC 50 kurang dari 1000 ppm, maka dikatakan mempunyai potensi bioaktivitas sebagai antikanker (Meyer et al., 1982). 2.5 Metode Identifikasi Identifikasi suatu senyawa hasil isolasi (isolat) dilakukan dengan uji fitokimia dan analisis data fisikokimia dilakukan dengan mengukur spektrum-spektrum yang khas dengan menggunakan spektrofotometer. Dalam penelitian ini uji fisikokimia dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan IR Identifikasi dengan uji fitokimia Uji fitokimia terhadap isolat aktif dilakukan dengan menggunakan pereaksipereaksi yang spesifik terhadap suatu golongan senyawa. Pengerjaannya dapat dilakukan pada plat tetes atau tabung pereaksi yaitu dengan mereaksikan sedikit isolat dengan

14 17 pereaksi golongan senyawa tertentu. Perubahan warna yang terjadi tergantung dari pereaksi yang digunakan dan golongan senyawa apa yang terkandung didalamnya. Adapun pereaksi yang digunakan yaitu : a. Pereaksi untuk golongan senyawa flavonoid. - Pereaksi Wilstater, reaksi positif jika terjadi perubahan warna dari orange menjadi merah atau merah krimsom dan atau krimsom menjadi magenta tergantung jenis flavonoidnya. - Peraksi Bate Smith-Metacalfe, reaksi positif jika terjadi perubahan warna merah yang konsisten. b. Pereaksi untuk golongan saponin dilakukan dengan uji busa - Positif saponin ditunjukkan dengan timbulnya busa yang stabil setelah pengocokkan dengan air panas dan penambahan HCL pekat. c. Pereaksi untuk golongan senyawa fenolik - Pereaksi FeCl 3, reaksi positif jika terjadi perubahan warna dari hijau sampai biru. d. Pereaksi untuk golongan senyawa alkaloid - Pereaksi Dragendorff, reaksi positif jika terbentuk endapan merah pada plat tetes atau tabung reaksi. - Pereaksi Meyer, reaksi positif jika terbentuk endapan berwarna putih pada plat tetes atau tabung reaksi. - Pereaksi Wagner, reaksi positif jika terbentuk endapan berwarna coklat pada plat tetes atau tabung reaksi.

15 18 e. Pereaksi untuk golongan senyawa steroid atau triterpen - Pereaksi Lieberman-Bruchard, apabila terjadi perubahan warna hijau-biru menunjukkan positif steroid, dan perubahan warna merah ungu menunjukkan positif triterpenoid Identifikasi senyawa dengan spektrofotometer inframerah (IR) Spektrofotometri inframerah merupakan suatu metode yang mengamati interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik pada daerah panjang gelombang 0, µm atau pada bilangan gelombang cm -1. Spektrum inframerah dilihat dari segi aplikasi dan instrumentasinya dibagi dalam tiga jenis radiasi yaitu inframerah dekat dengan panjang gelombang 0,78 25 µm atau bilangan gelombang antara cm -1, inframerah pertengahan mempunyai kisaran panjang gelombang di 2,5 50 µm atau bilangan gelombang antara cm -1, dan inframerah jauh antara µm atau kisaran bilangan gelombang antara cm -1 (Silverstain et al.,1991). Aplikasi spektrofotometri inframerah sangat luas baik untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif. Penggunaaan yang paling banyak adalah pada daerah pertengahan dengan kisaran bilangan gelombang 4000 sampai 670 cm -1 atau dengan panjang gelombang 2,3 sampai 15 µm. Kegunaan yang paling penting dari spektrofotometri inframerah adalah untuk mengidentifikasi senyawa organik karena spektrum inframerah dari senyawa organik mempunyai sifat fisik yang karakteristik artinya senyawa mempunyai spektrum yang berbeda dengan lainnya. Pengukuran

16 19 dengan spektrofotometri inframerah adalah pengukuran frekuensi dimana vibrasi dan rotasi yang terjadi berhubungan dengan jumlah energi yang terserap pada frekuensi tersebut. Pengukuran energi yang terserap direkam sebagai transmitan sebagai fungsi panjang gelombang. Spektra setiap komponen senyawa adalah unik sehingga spektra inframerah disebut juga sebagai sidik jari dari komponen senyawa (Sastrohamidjojo, 1991 ; Silverstain et al.,1991). Pada spektrofotometri inframerah terdapat 2 daerah serapan yaitu daerah gugus fungsi (stretching) dan daerah sidik jari (bending). Daerah serapan gugus fungsi pada cm -1 sedangkan daerah serapan sidik jari pada cm -1. Ikatan dengan H seperti C-H, O-H, N-H berada pada serapan cm -1, ikatan rangkap tiga seperti C C, C N berada pada serapan cm -1, ikatan rangkap dua seperti C=O, C=C, C=N, N=O berada pada serapan cm -1, dan ikatan tunggal seperti C-C, C-O, C-N berada pada serapan cm -1 (Silverstain et al.,1991). Senyawa terpenoid dapat dibagi menjadi tiga yaitu terpenoid alkohol, tepenoid aldehid dan terpenoid karboksilat. Terpenoid alkohol memberikan serapan O-H pada daerah bilangan gelombang cm -1 dan serapan kuat C-O alkohol pada daerah bilangan gelombang cm -1. Terpenoid aldehid mempunyai serapan khas C=O pada daerah bilangan gelombang cm -1 dan serapan C-H aldehid pada daerah bilangan gelombang cm -1. Terpenoid karboksilat memberikan serapan O-H pada daerah bilangan gelombang cm -1, serapan

17 20 C=O pada daerah bilangan gelombang cm -1 dan serapan C-H alifatik pada daerah bilangan gelombang cm -1 (Silverstain et al.,1991) Identifikasi senyawa dengan spektrofotometer ultraviolet-sinar tampak (UV-VIS) Spektrofotometri ultraviolet merupakan suatu metode analisis berdasarkan atas pengukuran serapan suatu larutan yang dilalui radiasi monokromatis ultraviolet. Apabila suatu molekul menyerap radiasi ultraviolet, di dalam molekul tersebut terjadi perpindahan elektron dari tingkat energi lebih rendah ketingkat energi yang lebih tinggi (terseksitasi). Panjang gelombang cahaya ultraviolet tergantung pada mudahnya promosi elektron akan menyerap radiasi ultraviolet pada panjang gelombang yang lebih pendek. Molekul yang memerlukan energi lebih sedikit akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih panjang (Fessenden dan Fessenden, 1995). Panjang gelombang cahaya UV dan tampak jauh lebih pendek daripada panjang gelombang radiasi inframerah. Satuan yang digunakan untuk panjang gelombang ini adalah nanometer ( 1 nm = 10-7 cm ). Spektrum tampak terentang dari sekitar 400 nm (ungu) sampai 750 nm (merah). Sedangkan spektrum ultraviolet terentang dari 200 sampai 400 nm (Fessenden dan Fessenden, 1995). Spektra UV-vis dari senyawa senyawa organik berkaitan erat dengan transisi transisi diantara tingkatan energi elektronik tersebut. Transisi elektronik melibatkan orbital ikatan, orbital pasangan elektron bebas, dan orbital anti ikatan. Transisi transisi yang biasanya terjadi yaitu σ σ * yang memerlukan energi lebih

18 21 tinggi, π π *, n σ *, dan n π *. Terjadinya transisi sangat dipengaruhi oleh adanya kromofor dan auksokrom. Kromofor digunakan untuk menyatakan gugus tak jenuh kovalen yang dapat menyerap radiasi dalam daerah UV-Vis. Auksokrom merupakan gugus jenuh yang terikat pada kromofor yang dapat mengubah panjang gelombang dan intensitas serapan maksimum (Cresswell et al.,1982; Silverstain et al.,1991).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyiapan Sampel Sampel daging buah sirsak (Anonna Muricata Linn) yang diambil didesa Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, terlebih

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Fraksinasi Sampel buah mahkota dewa yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari kebun percobaan Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor dalam bentuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat-alat 1. Alat Destilasi 2. Batang Pengaduk 3. Beaker Glass Pyrex 4. Botol Vial 5. Chamber 6. Corong Kaca 7. Corong Pisah 500 ml Pyrex 8. Ekstraktor 5000 ml Schoot/ Duran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan ketinggian m m di atas permukaan laut. Susunan daun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan ketinggian m m di atas permukaan laut. Susunan daun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pranajiwa (Euchresta hosrfieldii (Lesch) Benn) 2.1.1 Morfologi Tumbuhan Pranajiwa Tanaman pranajiwa adalah salah satu tumbuhan perdu tegak dengan tinggi 0,5 m-1,5 m. Sekilas,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan selama lima bulan dari bulan Mei hingga September 2011, bertempat di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Bengkel Teknologi Peningkatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Uji Aktivitas dan Pemilihan Ekstrak Terbaik Buah Andaliman 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan dan Ekstraksi Sampel Sebanyak 5 kg buah segar tanaman andaliman asal Medan diperoleh dari Pasar Senen, Jakarta. Hasil identifikasi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan sampel ascidian telah dilakukan di Perairan Kepulauan Seribu. Setelah itu proses isolasi dan pengujian sampel telah dilakukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung.

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung. 16 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2012 sampai dengan bulan Maret 2013 di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung. 3.2 Alat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa. steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran 1, Hal. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 1. Pemeriksaan kandungan kimia kulit batang asam kandis ( Garcinia cowa Roxb.) menunjukkan adanya golongan senyawa flavonoid, terpenoid, steroid, saponin, dan fenolik.(lampiran

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Latar dan Waktu Penelitian Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagian daun dari tanaman binahong (A. cordifolia) yang diperoleh dari Desa Toima Kecamatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kering, dengan hasil sebagai berikut: Table 2. Hasil Uji Pendahuluan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kering, dengan hasil sebagai berikut: Table 2. Hasil Uji Pendahuluan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Uji Flavonoid Dari 100 g serbuk lamtoro diperoleh ekstrak metanol sebanyak 8,76 g. Untuk uji pendahuluan masih menggunakan serbuk lamtoro kering,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1. BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada awal penelitian dilakukan determinasi tanaman yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tanaman yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Persentase inhibisi = K ( S1 K

HASIL DAN PEMBAHASAN. Persentase inhibisi = K ( S1 K 7 Persentase inhibisi = K ( S1 S ) 1 K K : absorban kontrol negatif S 1 : absorban sampel dengan penambahan enzim S : absorban sampel tanpa penambahan enzim Isolasi Golongan Flavonoid (Sutradhar et al

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah daun pohon suren (Toona sinensis Roem) yang diperoleh dari daerah Tegalpanjang, Garut dan digunakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian 9 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan mulai bulan November 2010 sampai dengan bulan Juni 2011 di Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia FMIPA dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung Lawu. Sedangkan pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Biologi dan Kimia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan November 2015. Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. dilakukan di daerah

Lebih terperinci

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA TOKSIK DARI DAGING BUAH PARE (Momordica charantia L.) I G. A. Gede Bawa

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA TOKSIK DARI DAGING BUAH PARE (Momordica charantia L.) I G. A. Gede Bawa ISSN 1907-9850 ISOLASI DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA TOKSIK DARI DAGING BUAH PARE (Momordica charantia L.) I G. A. Gede Bawa Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran e-mail : gung_bawa@kimia.unud.ac.id

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga bulan Desember 2013 di Laboratorium Bioteknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air Pemilihan Eluen Terbaik Pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G 60 F 4. Ekstrak pekat ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering, langsung dielusi dalam

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. - Beaker glass 1000 ml Pyrex. - Erlenmeyer 1000 ml Pyrex. - Labu didih 1000 ml Buchi. - Labu rotap 1000 ml Buchi

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. - Beaker glass 1000 ml Pyrex. - Erlenmeyer 1000 ml Pyrex. - Labu didih 1000 ml Buchi. - Labu rotap 1000 ml Buchi BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat-alat - Beaker glass 1000 ml Pyrex - Erlenmeyer 1000 ml Pyrex - Maserator - Labu didih 1000 ml Buchi - Labu rotap 1000 ml Buchi - Rotaryevaporator Buchi R 210 - Kain

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab Bandung Barat. Sampel yang diambil berupa tanaman KPD. Penelitian berlangsung sekitar

Lebih terperinci

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan.

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan. Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan. 43 Lampiran 2. Gambar tumbuhan eceng gondok, daun, dan serbuk simplisia Eichhornia crassipes (Mart.) Solms. Gambar tumbuhan eceng gondok segar Daun eceng gondok 44 Lampiran

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Lampung.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Bioaktivitas Ekstrak Kasar Kayu Teras Suren Contoh uji yang digunakan dalam penelitian didapatkan dari Desa Cibadak, Sukabumi. Sampel daun dikirim ke Herbarium Bogoriense,

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Hasil determinasi tumbuhan yang dilakukan di LIPI-UPT Balai. Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Eka Karya Bedugul Bali menunjukkan

BAB VI PEMBAHASAN. Hasil determinasi tumbuhan yang dilakukan di LIPI-UPT Balai. Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Eka Karya Bedugul Bali menunjukkan 49 BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang dilakukan di LIPI-UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Eka Karya Bedugul Bali menunjukkan bahwa tumbuhan bungur yang dikumpulkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014, III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari sampai dengan Juli 2014, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN. Jurnal yang berjudul Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid dalam Daun Tembelekan. Oleh Darmawati M. Nurung NIM:

LEMBAR PENGESAHAN. Jurnal yang berjudul Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid dalam Daun Tembelekan. Oleh Darmawati M. Nurung NIM: LEMBAR PENGESAHAN Jurnal yang berjudul Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid dalam Daun Tembelekan Oleh Darmawati M. Nurung NIM: 441 410 004 1 ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID DALAM DAUN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sebanyak 400 gram sampel halus daun jamblang (Syzygium cumini)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sebanyak 400 gram sampel halus daun jamblang (Syzygium cumini) 4.1 Ektraksi dan Fraksinasi BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sebanyak 400 gram sampel halus daun jamblang (Syzygium cumini) dimaserasi dengan pelarut metanol selama 4 24 jam, dimana setiap 24 jam

Lebih terperinci

TOKSISITAS EKSTRAK ETANOL KULIT UMBI KETELA GENDRUWO

TOKSISITAS EKSTRAK ETANOL KULIT UMBI KETELA GENDRUWO TOKSISITAS EKSTRAK ETANOL KULIT UMBI KETELA GENDRUWO (Manihot utilissima Pohl) DENGAN BRINE SHRIMP LETHALITY TEST Susan Retnowati, 2011 Pembimbing : (I) Sajekti Palupi, (II) Elisawati Wonohadi ABSTRAK

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Sampel Sampel Akar tumbuhan akar wangi sebanyak 3 kg yang dibeli dari pasar Bringharjo Yogyakarta, dibersihkan dan dikeringkan untuk menghilangkan kandungan air yang

Lebih terperinci

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini :

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini : Kompetensi Dasar: Mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan metode pemisahan dengan KLT dan dapat mengaplikasikannya untuk analisis suatu sampel Gambaran Umum KLT Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di 30 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 - Januari 2013, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai

BAB V HASIL PENELITIAN. 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai 40 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Penyiapan Bahan Hasil determinasi tumbuhan yang telah dilakukan di UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Eka Karya Bali menunjukkan bahwa sampel tumbuhan yang diambil di

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu, dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cibarunai, Kelurahan Sarijadi, Bandung. Sampel yang diambil berupa tanaman

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel Zat warna sebagai bahan tambahan dalam kosmetika dekoratif berada dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Paye dkk (2006) menyebutkan,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Tanaman Uji Serangga Uji Uji Proksimat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Tanaman Uji Serangga Uji Uji Proksimat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor (IPB), Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel PBAG di lingkungan sekitar kampus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dan daerah Cipaku.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang-

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang- 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang- Cihideung. Sampel yang diambil adalah CAF. Penelitian

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCBAAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk membuat, mengisolasi dan mengkarakterisasi derivat akrilamida. Penelitian diawali dengan mereaksikan akrilamida dengan anilin sulfat.

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN BAB IV PROSEDUR PENELITIAN 4.1. Pengumpulan Bahan Tumbuhan yang digunakan sebagai bahan penelitian ini adalah daun steril Stenochlaena palustris. Bahan penelitian dalam bentuk simplisia, diperoleh dari

Lebih terperinci

Noda tidak naik Minyak 35 - Noda tidak naik Minyak 39 - Noda tidak naik Minyak 43

Noda tidak naik Minyak 35 - Noda tidak naik Minyak 39 - Noda tidak naik Minyak 43 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Hasil uji pendahuluan Setelah dilakukan uji kandungan kimia, diperoleh hasil bahwa tumbuhan Tabemaemontana sphaerocarpa positif mengandung senyawa alkaloid,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ekstrak Etil Asetat dari Didemnum sp. Langkah awal dalam penelitian ini adalah membuat sediaan ekstrak etil asetat. Disebut ekstrak etil asetat karena pelarut

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L etanol, diperoleh ekstrak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN A. Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah tanaman dengan kode AGF yang diperoleh dari daerah Cihideng-Bandung. Penelitian berlangsung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1. Uji fitokimia daun tumbulian Tabernaenwntana sphaerocarpa Bl Berdasarkan hasil uji fitokimia, tumbuhan Tabemaemontana sphaerocarpa Bl mengandung senyawa dari

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan Januari 2010. Daun gamal diperoleh dari Kebun Percobaan Natar, Lampung Selatan

Lebih terperinci

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA BAB 1 TIJAUA PUSTAKA 1.1 Glibenklamid Glibenklamid adalah 1-[4-[2-(5-kloro-2-metoksobenzamido)etil]benzensulfonil]-3- sikloheksilurea. Glibenklamid juga dikenal sebagai 5-kloro--[2-[4{{{(sikloheksilamino)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012. 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. identifikasi, sedangkan penelitian eksperimental meliputi uji toksisitas dan

BAB IV METODE PENELITIAN. identifikasi, sedangkan penelitian eksperimental meliputi uji toksisitas dan 42 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan dua rancangan penelitian, yaitu: deskriptif eksploratif dan eksperimental. Penelitian deskriptif eksploratif meliputi isolasi

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Juli 2012. Pengambilan sampel dilakukan di Perairan Lampung Selatan, analisis aktivitas antioksidan dilakukan di

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Maret sampai Juni 2012 di Laboratorium Riset Kimia dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

KIMIA ANALISIS ORGANIK (2 SKS)

KIMIA ANALISIS ORGANIK (2 SKS) KIMIA ANALISIS ORGANIK (2 SKS) 1.PENDAHULUAN 2.KONSEP DASAR SPEKTROSKOPI 3.SPEKTROSKOPI UV-VIS 4.SPEKTROSKOPI IR 5.SPEKTROSKOPI 1 H-NMR 6.SPEKTROSKOPI 13 C-NMR 7.SPEKTROSKOPI MS 8.ELUSIDASI STRUKTUR Teknik

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Determinasi Tanaman. acuan Flora of Java: Spermatophytes only Volume 2 karangan Backer dan Van

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Determinasi Tanaman. acuan Flora of Java: Spermatophytes only Volume 2 karangan Backer dan Van 22 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. Determinasi Tanaman Determinasi merupakan suatu langkah untuk mengidentifikasi suatu spesies tanaman berdasarkan kemiripan bentuk morfologi tanaman dengan buku acuan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. identifikasi senyawa aktif yang terkandung dalam spons Clathria (Thalysias) sp,

BAB IV METODE PENELITIAN. identifikasi senyawa aktif yang terkandung dalam spons Clathria (Thalysias) sp, 45 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan dua rancangan penelitian, yaitu : deskriptif eksploratif dan eksperimental. Penelitian deskriptif eksploratif meliputi isolasi

Lebih terperinci

ISOLASI DAN KARAKTERISASI GOLONGAN SENYAWA FENOLIK DARI KULIT BATANG TAMPOI (Baccaurea macrocarpa) DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN

ISOLASI DAN KARAKTERISASI GOLONGAN SENYAWA FENOLIK DARI KULIT BATANG TAMPOI (Baccaurea macrocarpa) DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN ISOLASI DAN KARAKTERISASI GOLONGAN SENYAWA FENOLIK DARI KULIT BATANG TAMPOI (Baccaurea macrocarpa) DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN Novitaria 1*, Andi Hairil Alimuddin 1, Lia Destiarti 1 1 Progam Studi Kimia,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan 4.1 Ekstraksi dan Fraksinasi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Serbuk halus daun tumbuhan jeringau sebanyak 400 g diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan pelarut metanol, maserasi dilakukan 3 24 jam. Tujuan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2014 di Laboratorium Kimia Instrumen dan Laboratorium Kimia Riset Makanan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kulit jengkol, larva

BAB III METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain kulit jengkol, larva 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan April 2015 di Laboratorium Kimia Universitas Medan Area. 3.2 Bahan dan Alat Penelitian

Lebih terperinci

TUGAS ANALISIS FARMASI ANALISIS OBAT DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

TUGAS ANALISIS FARMASI ANALISIS OBAT DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS TUGAS ANALISIS FARMASI ANALISIS OBAT DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS OLEH NAMA : RAHMAD SUTRISNA STAMBUK : F1F1 11 048 KELAS : FARMASI A JURUSAN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus communis (sukun) yang diperoleh dari Jawa Barat. Identifikasi dari sampel

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ekstraksi dan Fraksinasi Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel kulit buah manggis. Sebelum maserasi dilakukan, kulit buah manggis dibersihkan dari

Lebih terperinci

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA PENDAHULUAN Glibenklamid merupakan sulfonylurea generasi kedua yang digunakan sebagai obat antidiabetik oral yang berperan menurunkan konsentrasi glukosa darah. Glibenklamid merupakan salah satu senyawa

Lebih terperinci

Lampiran 1. Surat Identifikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor.

Lampiran 1. Surat Identifikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor. Lampiran 1. Surat Identifikasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-Bogor. 60 Lampiran 2. Gambar tumbuhan buni dan daun buni Gambar A. Pohon buni Gambar B.

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN UJI TOKSISITAS EKSTRAK METANOL DARI DAUN TANAMAN SIRSAK (Annona muricata L)

IDENTIFIKASI DAN UJI TOKSISITAS EKSTRAK METANOL DARI DAUN TANAMAN SIRSAK (Annona muricata L) IDENTIFIKASI DAN UJI TOKSISITAS EKSTRAK METANOL DARI DAUN TANAMAN SIRSAK (Annona muricata L) R.Juliani 1, Yuharmen, H.Y. Teruna 1 Mahasiswa Program Studi S1 Kimia Dosen Kimia Organik, Jurusan Kimia Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Muhammadiyah Semarang di Jalan Wonodri Sendang Raya 2A Semarang.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Muhammadiyah Semarang di Jalan Wonodri Sendang Raya 2A Semarang. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium kimia program studi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel atau bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Artocarpus communis (sukun) yang diperoleh dari Garut, Jawa Barat serta

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. glukosa darah mencit yang diinduksi aloksan dengan metode uji toleransi glukosa.

BAB IV METODE PENELITIAN. glukosa darah mencit yang diinduksi aloksan dengan metode uji toleransi glukosa. 33 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriftif dan eksperimental, dilakukan pengujian langsung efek hipoglikemik ekstrak kulit batang bungur terhadap glukosa darah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. 1 Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu penelitian dimulai dari bulan Februari sampai Juni 2014. Lokasi penelitian dilakukan di berbagai tempat, antara lain: a. Determinasi sampel

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 14. Hasil Uji Alkaloid dengan Pereaksi Meyer; a) Akar, b) Batang, c) Kulit batang, d) Daun BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Fitokimia Sampel Kering Avicennia marina Uji fitokimia ini dilakukan sebagai screening awal untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder pada sampel. Dilakukan 6 uji

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica charantia

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica charantia BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian ini adalah daging buah paria (Momordica charantia L.) yang diperoleh dari Kampung Pipisan, Indramayu. Dan untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Pemisahan dengan VLC Hasil pemisahaan dengan VLC menggimakan eluen heksan 100% sampai diklorometan : metanol (50 : 50) didiperoleh 11 fraksi. Pengujian KLT

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan preparasi sampel, bahan, alat dan prosedur kerja yang dilakukan, yaitu : A. Sampel Uji Penelitian Tanaman Ara

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai dengan bulan Juli 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material, dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sistematika dari hewan teripang (Martoyo dkk, 2006) adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sistematika dari hewan teripang (Martoyo dkk, 2006) adalah sebagai berikut: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Hewan 2.1.1 Sistematika Hewan Sistematika dari hewan teripang (Martoyo dkk, 2006) adalah sebagai berikut: Filum Sub-filum Kelas Sub-kelas Ordo (bangsa) Famili (suku)

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 2 dalam menurunkan kadar glukosa dalam darah, selain itu daun anggrek merpati juga memiliki kandungan flavonoid yang tinggi, kandungan flavonoid yang tinggi ini selain bermanfaat sebagai antidiabetes juga

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi Senyawa Fenolik Dari penelitian ini telah berhasil diisolasi senyawa flavonoid murni dari kayu akar tumbuhan kenangkan yang diperoleh dari Desa Keputran Sukoharjo Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Obat Tradisional Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut, yang

Lebih terperinci

TOKSISITAS SENYAWA FLAVONOID DARI EKSTRAK ETANOL DAUN DEWANDARU (Eugenia uniflora Linn.) SEBAGAI SKRINING AWAL ANTIKANKER SKRIPSI

TOKSISITAS SENYAWA FLAVONOID DARI EKSTRAK ETANOL DAUN DEWANDARU (Eugenia uniflora Linn.) SEBAGAI SKRINING AWAL ANTIKANKER SKRIPSI TOKSISITAS SENYAWA FLAVONOID DARI EKSTRAK ETANOL DAUN DEWANDARU (Eugenia uniflora Linn.) SEBAGAI SKRINING AWAL ANTIKANKER SKRIPSI OLEH : I MADE ADI SUARDHYANA NIM. 1108105005 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Determinasi Tumbuhan Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI Bandung untuk mengetahui dan memastikan famili dan spesies tumbuhan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Gambar tumbuhan gambas (Luffa cutangula L. Roxb.)

Lampiran 1. Gambar tumbuhan gambas (Luffa cutangula L. Roxb.) Lampiran 1. Gambar tumbuhan gambas (Luffa cutangula L. Roxb.) Gambar 1. Tumbuhan gambas (Luffa acutangula L. Roxb.) Gambar 2. Biji Tumbuhan Gambas (Luffa acutangula L. Roxb.) Lampiran 2. Gambar Mikroskopik

Lebih terperinci

DESTILASI SECARA UMUM

DESTILASI SECARA UMUM DESTILASI SECARA UMUM Disusun oleh : NANDA RISKI JANESTIA (1011101020034) FARHAN RAMADHANI (1011101010035) PADLI SYAH PUTRA (1111101010020) JAMNUR SAHPUTRA FAHMI SUHANDA (1211101010050) IBRAHIM (1111101010017)

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek penelitian ini adalah bagian daun tumbuhan suren (Toona sinensis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek penelitian ini adalah bagian daun tumbuhan suren (Toona sinensis 29 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek penelitian ini adalah bagian daun tumbuhan suren (Toona sinensis Roem.). Determinasi tumbuhan ini dilakukan di Laboratorium Struktur

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material serta di Laboratorium

Lebih terperinci

UJI TOKSISITAS FRAKSI DARI SPONGS LAUT Xestospongia DENGAN METODE BRINE SHRIMP TEST (BST)

UJI TOKSISITAS FRAKSI DARI SPONGS LAUT Xestospongia DENGAN METODE BRINE SHRIMP TEST (BST) UJI TOKSISITAS FRAKSI DARI SPONGS LAUT Xestospongia DENGAN METODE BRINE SHRIMP TEST (BST) Oleh: FRANSISCHA GALUH KARTIKASARI 15060002 Dosen Pembimbing: Awik Puji Dyah Nurhayati S.Si, M.Si Drs. Agus Wahyudi

Lebih terperinci

2 METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Determinasi Tanaman Preparasi Sampel dan Ekstraksi

2 METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Tahapan Penelitian Determinasi Tanaman Preparasi Sampel dan Ekstraksi 3 2 METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Bahan Alam, Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong dan Badan Tenaga Atom

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA ANTRAQUINON PADA FRAKSI KLOROFORM AKAR KAYU MENGKUDU ( Morinda Citrifolia, L) ABSTRAK

IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA ANTRAQUINON PADA FRAKSI KLOROFORM AKAR KAYU MENGKUDU ( Morinda Citrifolia, L) ABSTRAK IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA ANTRAQUINON PADA FRAKSI KLOROFORM AKAR KAYU MENGKUDU ( Morinda Citrifolia, L) Gloria Sindora 1*, Andi Hairil Allimudin 1, Harlia 1 1 Progam Studi Kimia, Fakultas MIPA, Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sampel dan Lokasi Penelitian Sampel atau bahan penelitian ini adalah daun M. australis (hasil determinasi tumbuhan dilampirkan pada Lampiran 1) yang diperoleh dari perkebunan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian 15 HN DN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengendalian Serangga Hama dan iodegradasi UPT. alai Penelitian dan Pengembangan iomaterial LIPI dan Laboratorium Parasitologi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia yang bertempat di jalan Dr. Setiabudhi No.

Lebih terperinci

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Skrining Alkaloid dari Tumbuhan Alstonia scholaris

ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Skrining Alkaloid dari Tumbuhan Alstonia scholaris BAB IV ASIL DAN PEMBAASAN 4.1. Skrining Alkaloid dari Tumbuhan Alstonia scholaris Serbuk daun (10 g) diekstraksi dengan amonia pekat selama 2 jam pada suhu kamar kemudian dipartisi dengan diklorometan.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Pelaksanaan Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Pelaksanaan Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biofarmaka, Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong dari bulan April 2008

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia dan Laboratorium Kimia Instrumen 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2012 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia

Lebih terperinci

Isolasi dan Identifikasi Senyawa Metabolit Sekunder pada Ekstrak Metanol Tumbuhan Suruhan

Isolasi dan Identifikasi Senyawa Metabolit Sekunder pada Ekstrak Metanol Tumbuhan Suruhan LEMBAR PENGESAHAN JURNAL Isolasi dan Identifikasi Senyawa Metabolit Sekunder pada Ekstrak Metanol Tumbuhan Suruhan OLEH RIAMSY DAI 441 410 062 Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji Pembimbing I Pembimbing

Lebih terperinci

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA TOKSIK PADA EKSTRAK METANOL DAUN GAHARU (Gyrinops versteegii)

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA TOKSIK PADA EKSTRAK METANOL DAUN GAHARU (Gyrinops versteegii) ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA TOKSIK PADA EKSTRAK METANOL DAUN GAHARU (Gyrinops versteegii) I Nyoman Mika Adi Santosa, Ida Ayu Raka Astiti Asih, dan A. A. I. A. Mayun Laksmiwati Jurusan Kimia FMIPA

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September 2015 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September 2015 di 21 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September 2015 di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung.

Lebih terperinci