PENDEKATAN TEORITIS DAN KERANGKA PEMIKIRAN. 2.1 Perkembangan Sistem Politik Indonesia: Tinjauan Teoritis

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDEKATAN TEORITIS DAN KERANGKA PEMIKIRAN. 2.1 Perkembangan Sistem Politik Indonesia: Tinjauan Teoritis"

Transkripsi

1 8 PENDEKATAN TEORITIS DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Perkembangan Sistem Politik Indonesia: Tinjauan Teoritis Studi mengenai perilaku politik 4 elit beretnis Tolaki pada pemilihan Gubernur Sulawesi Tenggara Tahun 2007, dapat diawali dengan tinjauan literatur mengenai teori dan fakta empiris tentang perilaku politik dalam sistem pemilihan langsung yang terjadi di Indonesia saat ini. Tinjauan ini nantinya berguna sebagai landasan teoritis serta menjadi acuan meletakkan sikap peneliti dalam studi-studi yang telah ada. Studi-studi perilaku politik pilkada sebelumnya lebih mengarah pada perilaku politik masyarakat atau mengenai perilaku masyarakat sebagai pemilih, meskipun telah banyak pula studi mengenai perilaku politik elit dalam upayanya memobilisasi massa. Studi ini sendiri berada pada jalur perilaku elit politik sebagai bagian dari aktor politik pilkada, oleh karenanya, dengan tidak mengesampingkan pentingnya literatur mengenai studi perilaku politik yang dilakukan oleh masyarakat sebagai pihak pemilih, maka bagian literatur ini akan lebih banyak mengulas mengenai perilaku elit politik dalam sistem pemilihan langsung kepala daerah yang terjadi di Indonesia saat ini. Perkembangan studi-studi periaku politik didasari oleh perubahan sistem politik yang berlaku di Indonesia saat ini, dimana sistem pemilihan langsung oleh masyarakat telah membuka peluang bagi lahirnya sistem politik yang lebih demokratis atau corak demokrasi deliberatif yakni demokrasi yang melibatkan pertimbangan masyarakat secara memadai (Soetarto dan Shohibuddin, 2004). Lebih lanjut dikatakan oleh keduanya, meskipun telah dihadapkan pada sebuah 4 Dalam pandangan sosiologi, politik lebih terarah pada masalah kekuasaan. Istilah kekuasaan disini diartikan sebagai kesanggupan seorang individu atau suatu kelompok sosial guna melanjutkan suatu bentuk tindakan (membuat dan melaksanakan keputusan, dan secara lebih luas lagi, menentukan agenda pembuatan keputusan) jika perlu menentang kelompok kepentingan, dan bahkan oposisi serta individu lainnya (Bottomore, 1983).

2 9 sistem yang lebih menjamin berkembangnya nilai-nilai demokrasi, kondisi transisi demokrasi di Indonesia saat ini lebih mengarah pada pembaruan struktur politik secara formal semata melalui pelembagaan infrastruktur politik dan hukum, di samping itu, elit di berbagai level pemerintahan dan ranah sosial belum mencerminkan nilai-nilai demokrasi dan keadaban (civility) yang sebenarnya. Salah satu perangkat sistem politik demokrasi seperti partai politik misalnya. Sebagai instrumen politik untuk menyalurkan aspirasi masyarakat, partai politik belum mampu menjadi keterwakilan suara masyarakat dan partai politik ditengarai tidak lebih sebagai kendaraan politik bagi para elit. Keputusan pemerintah pun melalui berbagai Undang-Undang yang dikeluarkan turut mendukung mandegnya perkembangan sistem demokrasi yang dicita-citakan. Dijelakan oleh Amin (2005), dibandingkan RUU yang diajukan pemerintah, UU No.32 Tahun 2004 jauh mengalami kemunduran. Dalam RUU yang diajukan pemerintah, calon kepala daerah dan wakil kepala daerah bukan hanya berasal dari partai politik, tetapi bisa juga diajukan oleh perseorangan, organisasi kemasyarakatan atau keagamaan, organisasi profesi dan organisasi okupasi. Jadi, ada kesempatan bagi calon independen untuk mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah. Namun, ayat 2 pasal 56 menegaskan, bahwa pasangan calon sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 diajukan oleh partai politik atau gabungan dari partai politik artinya, UU No. 32 tahun 2004 menutup peluang bagi calon independen (nonpartai) untuk mencalonkan diri menjadi kepala daerah. Dalam masa transisi sistem politik Indonesia saat ini, selain penting melihat partai politik sebagai salah satu instrumen pada sistem politik demokratis, penting juga untuk melihat bagaimana sumber-sumber kekuatan politik pilkada di akomodir menjadi basis kekuatan dalam sistem politik yang melibatkan masyarakat sebagai pihak penentu kemenangan 5. Telaah terhadap pola mobilisasi massa melalui berbagai sumber kekuatan politik juga akan memperlihatkan 5 Dalam konteks pemilihan kepala daerah, politik bermain dalam penerimaan dan penolakan pemilih terhadap pasangan calon kepala daerah. Kultur Indonesia, penolakan dan penerimaan ini lebih banyak disebabkan oleh hubungan yang bersifat emosional ketimbang rasional (Amin, 2005).

3 10 kecenderungan perilaku politik dari elit politik dalam upaya mencapai tujuan politiknya. Bachtiar Effendi dalam Sitepu (2005) menyatakan banyak aspek yang potensial yang dapat ditransformasikan menjadi kekuatan politik yakni aspek formal maupun aspek non-formal. Aspek formal adalah kekuatan politik yang mengambil bentuk ke dalam partai-partai politik sedangkan aspek non-formal adalah merupakan bangunan dari civil society yaitu 1. Dunia usaha, 2. Kelompok professional dan kelas menengah, 3. Pemimpin agama, 4. Kalangan cerdik pandai (intelektual), 5. Pranata-pranata masyarakat, 6. Media massa dan yang lainnya. Partai politik sebagai sumber kekuatan politik formal, lebih memiliki kekuatan formal setelah dikeluarkannya UU No. 32 pada pasal 56 seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Sedangkan sumber-sumber kekuatan politik yang lain sebagai kekuatan non-formal mendapatkan tempatnya sebab kultur masyarakat Indonesia dimana masyarakat sebagai pihak pemilih, cenderung memilih berdasarkan aspek-aspek emosional dan lebih dekat kepada sumbersumber kekuatan non-formal tersebut. Seperti misalnya media massa. Melalui media massa, kekuatan figur politik sebagai salah satu dasar pilihan masyarakat dapat terbentuk. Mengenai kekuatan figure politik, Qodari dalam Soetarto dan Shohibuddin (2004) menyatakan bahwa lima kategori latarbelakang calon anggota DPD yang berpeluang besar terpilih dalam kompetisi pemilu. Pertama, mantan pejabat karena namanya telah dikenal luas oleh masyarakat, kedua pengusaha besar karena memiliki dana dan dukungan karyawan yang besar, ketiga tokoh organisasi agama, figure tokoh etnis dan yang kelima adalah veteran pengurus partai karena selain berpengalaman dalam membina konstituen dan menggalang dukungan, ia juga dapat memanfaatkan jaringan partainya untuk memobilisasi dukungan politik. 2.2 Pendekatan Perilaku Politik Mengkaji sistem politik suatu masyarakat, terdapat beberapa teori yang dapat digunakan. Sitepu (2005) mengemukakan terdapat empat teori guna menganalisis dinamika kehidupan politik suatu Negara. Pertama adalah teori

4 11 sistem yang mengemukakan pranata-pranata sosial politik merupakan wadah untuk memahami dinamika kehidupan politik masyarakat. Kedua adalah teori perilaku politik yang mengungkapkan bahwa mengamati dinamika kehidupan politik masyarakat, tidak cukup dengan melihat pranata sosial politik formal saja tetapi juga individu-individu yang bersangkutan. Teori elit merupakan teori ketiga yang mengungkapkan bahwa elit politiklah yang menetukan dinamika kehidupan politik masyarakat. Sedangkan teori kelompok merupakan teori terakhir yang menjelaskan bahwa kristalografi yang ada dalam masyarakat ikut menentukan kehidupan politik masyarakat dan Negara. Dalam pengkajian perilaku politik ini, pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan politik di dasarkan atas empat pendekatan politik Sitepu (2005) yang sebelumnya telah diuraikan. Meskipun empat pendekatan ini diajukan untuk melihat dinamika kehidupan politik Negara, namun pendekatan ini akan dipakai dan dipinjam untuk menjelaskan dinamika politik masyarakat daerah multietnis. Empat pendekatan politik yakni teori sistem, teori perilaku politik, teori elit dan teori kelompok digunakan dengan menyesuaikan konteks penelitian yaitu masyarakat daerah. Untuk kepentingan penelitian, dari empat teori tersebut di atas, teori yang akan digunakan adalah teori perilaku politik. Pemilihan atas teori perilaku politik (behavior political theory) didasarkan atas pumpunan penelitian yang ingin dikaji yaitu perilaku politik para pelaku politik dalam pemilihan gubernur Sulawesi Tenggara Pendekatan perilaku politik diarahkan untuk melihat kecenderungan perilaku politik individu ber-etnis Tolaki dalam kaitannya memanfaatkan ruang politik yang ada serta memainkan peranannya dalam ruang politik. Pendekatan ini juga digunakan untuk melihat hubungan antara elit politik ber-ernis Tolaki dalam kehidupan bermasyarakat, kemampuan menjalin hubungan sosial asosiatif dengan masyarakat khususnya membangun hubungan politik sesama elit. Dalam kehidupan sosial terdapat dua golongan elit yang berbeda yaitu antara elit yang memerintah dan elit non-memerintah. Elit yang memerintah adalah individu yang secara langsung maupun tidak langsung memainkan bagian yang berarti dalam pemerintahan sedangkan elit yang tidak memerintah adalah elit yang tidak termasuk dalam golongan pertama (Bottomore, 1984). Sehubungan dengan

5 12 penelitian ini, maka pengkajian dibatasi hanya kepada perilaku-perilaku politik elit yang memeritah. Selain pendekatan politik, dalam penelitian ini juga akan menggunakan pendekatan etnisitas. Pendekatan etnisitas diharapkan mampu menjelaskan perjalanan budaya dan sosial masyarakat etnis Tolaki, terlebih hubungan etnis Tolaki dengan etnis lainnya dan khususnya hubungan dan proses sosial politik elit ber-etnis Tolaki dengan elit dari etnis lainnya. Terdapat tiga pendekatan untuk mengkaji etnisitas. Pertama adalah perspektif asimilasi yang lebih menekankan pada proses-proses sosial yang cenderung melarutkan dan menghilangkan perbedaan etnisitas, mengarahkan asimilasi etnis minoritas ke dalam masyarakat luas. Pendekatan kedua adalah perspektif stratifikasi yang berfokus pada konsekuensi dari ketidakseimbangan yang terjadi akibat keberagaman antara kelompok etnis. Pendekatan yang ketiga adalah perspektif sumber-sumber kelompok sosial yang menekankan pada proses-proses mobilisasi dan solidaritas kelompok, anggota kelompok etnis menggunakan etnisitasnya untuk bersaing secara sempurna dengan kelompok yang lain. Gordon dalam Healey (1945) mengemukakan bahwa teori asimilasi sangat penting untuk melihat asimilasi dan pluralisme dapat terjadi secara bersama. Asimilasi merupakan sebuah proses untuk mencapai komformiti. Dalam penelitian ini, perspektif asimilasi merupakan pendekatan utama yang akan digunakan, meskipun demikian tidak berarti dua pendekatan lainnya tidak digunakan. Dalam menelaah dan menganalisis proses sosial dalam kelompok etnis Tolaki kaitannya dengan etnis lainnya, pokok pimikiran dari ketiga perspektif di atas akan digunakan secara kontekstual agar tujuan penelitian dapat tercapai.

6 Perkembangan Budaya Politik, Pola Interaksi serta Nilai Sosial Etnis Tolaki Etnis 6 Tolaki tersebar secara meluas di hampir seluruh wilayah Sulawesi Tenggara, tidak seperti etnis Buton dan Muna yang memiliki daerah pemusatan kelompok masyarakat tersendiri. Etnis Tolaki secara umum berasal dari kerajaan Konawe dan kerajaan Mekongga. Dalam penelitian ini, pengkajian terhadap subyek penelitian tidak melakukan pembedaan atas asal-usul dari kerajaan mana etnis Tolaki berasal, hal ini disebabkan pemakaian individu sebagai subyek penelitian, selain itu, Tamburaka (2004) juga menjelaskan bahwa penduduk Kolaka (kerajaan Mekongga) dan Kendari (kerajaan Konawe) merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dan DR. Kruyt dalam Tamburaka (2004) juga menjelaskan bahwa orang Tolaki mendiami daerah yang sangat luas yang meliputi kerajaan Mekongga dan kerajaan Konawe. Selanjutnya dijelaskan bahwa bahasa dan adat-istiadat orang-orang etnis Tolaki yang diam di landscahp Mekongga hanya berbeda sedikit skali dari orang Tolaki di landschap Konawe, sehingga secara pasti dapat dikatakan bahwa mereka semua adalah rumpun orang-orang suku Tolaki. Namun demikian, penjelasan mengenai kerajaan Konawe dan kerajaan Mekongga dianggap penting untuk menyajikan gambarakan mengenai etnis Tolaki di Sulawesi Tenggara. Dari segi administrasi, wilayah Kendari saat ini sebagian besar merupakan wilayah yang meliputi bekas kerajaan Konawe. Sedangkan kerajaan Konawe yang asal mula katanya adalah Konaweeha yang merupakan sungai yang memberikan kesuburan dan kemakmuran bagi masyarakatnya, memiliki wilayah yang sangat luas. Wilayah tersebut berbatas langsung dengan wilayah propinsi Sulawesi Tengah (kerajaan Bungku dan kerajaan Luwu) di bagian Utara, Teluk Bone dan kerajaan Mekongga (kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara) di bagian Barat, selat Tiworo dan selat Buton di bagian Selatan, dan dibagian Timur berbatas langsung 6 Glazer (2000) membedakan antara culture dan ethnicity dimana ethnic lebih kepada bentuk sebuah kelompok sedangkan culture merupakan nilai yang berlaku dalam kelompok tersebut.

7 14 dengan laut Maluku. Namun demikian, wilayah Kendari ini serta berubah ketika Kendari berubah dari bentuk kerajaan Konawe. Seperti dengan kesultanan Buton, kerajaan Konawe juga mendapat pengaruh besar dari masuknya agama Islam. Pengaruh ini dapat terlihat dari sistem politik yang beribah serta sistem lainnya. Pada awal kerajaan Konawe, hukum serta sistem politik selalu bersumber dari hukum adat dan hal ini tergantikan menjadi politik berdasarkan hukum-hukum Islam yang bersumber dari Al Quran dan Al Hadits. Sistem pemerintahan ini cenderung mengarah pada sistem musyawarah atas mufakat, dan kegotong-royongan. Selain itu, masyarakat tidak dibedakan jenis ras dan strata masyarakat tetapi masyarakat merupakan kelompok yang memiliki hak dan kewajiban yang sama. Asas kemanusiaan merupakan prinsip yang menjadi pegangan kerajaan Konawe ketika politik Islam berlaku. Dalam bidang sosial budaya, masuknya agama Islam mempengaruhi pergeseran nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat. Apabila sistem adat memberlakukan strata sosial berdasarkan asal-usul keluarga, yaitu anak dari keturunan kerajaan mutlak memiliki status sosial yang tinggi, maka pada sistem hukum Islam hal ini tidak berlaku. Status sosial diperolah bukan atas dasar keturunan tetapi lebih berorientasi pada perjuangan. Sehingga pendidikan Islam melahirkan elit-elit baru yaitu; elit politik, elit ilmu pengetahuan, elit harta benda dan elit bangsawan yang pengaruhnya hanya terlihat pada kehidupan bermasyarakat semata. Daerah Mekongga pada mulanya bernama Wonua Sorume atau Wonua Unamendaa. Seperti kerajaan Konawe, kerajaan Mekongga juga mendapat pengaruh besar dari masuknya agama Islam. Penyebaran agama Islam di kerajaan Mekongga dilakukan melalui tiga jalur, yaitu; a. Jalur pendidikan, dilaksanakan oleh para da i diawali dengan memberikan pengetahuan yang mudah dimengerti oleh masyarakat, bertetangga dan bernegara, sampai kepada hal-hal yang menyangkut hidup berumah tangga. Di samping itu diperkenalkan sikap bertingkah

8 15 laku, baik sebagai anggota masyarakat maupun sebagai pemimpin suatu kelompok atau golongan dalam masyarakat. b. Perkawinan, penyebaran agama Islam melalui perkawinan dilakukan pertama kali oleh seorang guru agama (da i) dari Luwu yang menikah dengan keluarga bangsawan. Selanjutnya jalur pernikahan ini diikuti oleh da i lainnya, sehingga di Kolaka banyak terdapat keturunan masyarakat yang berasal dari daerah Luwu dan Bone. c. Saluran Islamisasi melalui perdagangan dilakukan oleh orang Bugis yang telah menganut agama Islam dan juga datang untuk berdagang. Kerajaan Mekongga membina hubungan dengan kerajaan Konawe, Wolio, Muna, Tiworo, Moronene, kerajaan Bone dan Luwu. Hubungan kerajaan Konawe dan Mekongga berlangsung sejak raja pertama. Selain itu, raja Mekongga dan raja Konawe adalah bersaudara. Hubungan kekeluargaan keduanya dipererat lagi dengan adanya perkawinan antar keturunan. Dalam sidang paripurna dan seminar nasional yang diadakan di Kendari pada tanggal 24 Agustus 1999, terdapat keputusan yang mengangkat sejarah masyarakat Sulawesi Tenggara yaitu diterimanya Haluoleo sebagai pahlawan nasional. Haluoleo lebih dikenal sebagai tokoh yang beretnis Tolaki, namun demikian, dalam penjelajahan sejarah, Tamburaka (2004) mejelaskan bahwa Haluoleo merupakan pahlawan pemersatu masyarakat Sulawesi Tenggara yang terdiri dari beragam etnis. Awal karirnya, Haluoleo berkedudukan sebagai Tamalaki Pobendeno Wonua (panglima perang) di kerajaan Konawe, Mekongga dan Moronene ( ). Selanjutnya Haluoleo menjadi raja ke VII di kerajaan Muna dengan gelar Raja Lakolaponto ( ). Pada tahun 1538, Haluoleo diangkat menjadi raja Buton ke VI ( ) dan kemudian dinobatkan menjadi Sultan Buton I dengan gelar Sultan Qaimoeddin Khalifatul Khamiz ( ) dan setelah mangkat pada tahun 1587 diberi gelar Murhum. Demikian sejarah Sulawesi Tenggara dan hadirnya tokoh etnis Tolaki yang menjadi pemersatu beragam etnis di Sulawesi Tenggara sekaligus menjabat sebagai pemimpin atau raja di periode tertentu. Meskipun demikian, dalam kehidupan masyarakat sehari-hari saat ini pengakuan atas kehadiran tokoh etnis

9 16 Tolaki sebagai pemersatu tidak begitu dihiraukan oleh masyarakat, sehingga perjalanan sejarah seolah-olah menjadi kabur, bahkan masyarakat etnis lainnya cenderung untuk menyangsikan dan meragukan atas sejarah tersebut (beberapa percakapan dengan masyarakat etnis Muna dan Buton memperlihatkan kecenderungan yang serupa). 2.4 Kerangka Pemikiran Pada dasarnya kerangka pemikiran dibangun sebagai gambaran pola pikir peneliti, mapping atau susunan arah penelitian. Pada penelitian ini, ketertarikan terhadap kecenderungan aktor politik beretnis Tolaki selalu hadir dalam konfigurasi pasangan calon kepala daerah, kemenangan kubu yang dilekatkan dengan identitas Tolaki namun disatu etnis Tolaki tidak mendominasi peta politik Sultra, menjadi dasar kajian untuk melihat bagaimana fenomena PILKADA gubernur Sulawesi Tenggara digelar. Kajian ini meliputi perilaku 7 politik aktor politik beretnis Tolaki khususnya dalam proses pilkada, berbagai hal yang mempengaruhi perilaku politik yang dalam penelitian ini difokuskan pada nilai etnisitas khususnya nilai akan pentingnya kepemimpinan serta sejarah peranan dan kedudukan etnis Tolaki dalam peta politik Sultra. Selain hal itu, berbagai aspek yang menjadi kekuatan politik sebagai madia pencerminan dari perilaku politik yang dilakukan etnis Tolaki untuk mencapai berbagai kedudukan strategis dalam peta politik Sultra lebih jauh akan dikaji alam penelitian ini. Untuk dapat menjabarkan hal tersebut, teori perilaku politik dari Sitepu (2005) merupakan pilihan teori yang digunakan untuk menganalisis bagaimana fenomena perilaku politik etnis Tolaki tersebut berlangsung. Pemilihan teori ini dilandaskan atas pemikiran bahwa perilaku-perilaku politik dari para aktor politik 7 Batasan konsep perilaku secara umum dalam kajian ini mengacu pada konsep perilaku yang dikemukakan oleh Theodorson dan Theodorson, A.G (1979) dimana perilaku tidak hanya terbatas pada reaksi fisik dan gerakan tetapi juga mencakup pernyataan dan perkataan atau secara umum dapat mencakup segala sesuatu baik perkataan, pemikiran, perasaan dan perbuatan seseorang.

10 17 mencerminkan dinamika kehidupan politik masyarakat. Begitupula dengan perilaku politik calon kepala daerah beretnis Tolaki merupakan representasi serta pencerminan dari perilaku politik elit politik beretnis Tolaki. Merujuk pada Nazaruddin Syamsuddin dalam Sitepu (2005) individual sebagai kekuatan politik merujuk pada aktor-aktor politik atau orang-orang yang memainkan peranan dalam kehidupan politik. Orang-orang ini terdiri dari pribadipribadi yang hendak mempengaruhi peroses pengambilan keputusan politik. Dalam kasus pemilihan kepala daerah, aktor politik dapat berwujud masyarakat umum sebagai pemilih dan elit politik. Elit politik merupakan fokus kajian sekaligus sebagai subyek penelitian kali ini. Pemilihan elit politik sebagai pelaku politik yang akan dikaji didasarkan atas keyakinan bahwa pelaku politik yaitu elit politik mampu memberikan berbagai warna pada proses politik yang terjadi pada pemilihan gubernur Sulawesi Tenggara. Weber dalam Eva dan Etzioni (1973) juga mengemukakan bahwa elit politik beserta pengikutnya merupakan bagian terpenting untuk membawa perubahan dalam masyarakat, dan perubahan tersebut tentunya akan kembali ke masyarakat. Perilaku politik yang dilakukan oleh para aktor politik tidak dapat terlepas dari nilai-nilai yang tertanam dalam dirinya. Seperti yang dikemukakan oleh Althof dan Rush (1983) bahwa tidak ada seorang pun yang bertingkah laku terisolasi secara mutlak dari nilai-nilai. Lebih lanjut dikemukakan oleh keduanya bahwa nilai-nilai dapat dianggap penting selama ia dalam bentuk ideology; karena perkembangan nilai-nilai yang berkaitan dalam pola yang konsisten merupakan kekuatan bagi pembentukan tingkah-laku sosial, dan lebih khusus lagi bagi pembentukan sikap politik. Sztompka (1993) menyatakan perubahan dalam masyarakat dapat dilihat dari faktor tak teraba seperti keyakinan, nilai, motivasi dan sebagainya. Hal ini juga didukung oleh pendapat Weber bahwa nilai kultural, norma dan motivasi psikologis menjadi akar tindakan dan perilaku sosial seseorang. Berdasarkan konsep tersebut, maka perilaku politik aktor beretnis Tolaki didasarkan atas berbagai nilai yang dianut dalam etnisnya. Nilai kepemimpinan menjadi nilai penting dalam perilaku politik aktor beretnis Tolaki.

11 18 Selain berbagai nilai kepemimpinan yang dimiliki oleh etnis Tolaki, perilaku politik aktor beretnis Tolaki juga dipengaruhi oleh sejarah peranan dan kedudukan etnis Tolaki dalam peta politik Sultra khususnya pada masa sebelum pilkada Gubernur Nilai kepemimpinan yang dimiliki etnis Tolaki serta sejarah peta politik Sultra, membentuk sikap terhadap apa yang diharapkan, dalam hal ini harapan akan perubahan peran dan kedudukan elit politik beretnis Tolaki dalam peta politik Sultra. Baron dan Byrne (2003) menyatakan bahwa ketika individu memiliki sikap yang kuat terhadap isu-isu tertentu, mereka seringkali bertingkah laku konsisten dengan pandangan tersebut. Pentingnya peran serta kedudukan strategis dalam peta politik Sultra yang diyakini berdampak pada keterwakilan etnis Tolaki dalam segi sosial, politik, ekonomi Sultra serta peningkatan kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat etnis Tolaki menjadikan pentingnya aksi-aksi dan perilaku politik untuk mewujudkan hal tersebut. Momentum pemilihan kepala daerah secara langsung yang digelar di Sulawesi Tenggara tahun 2007 adalah sebuah momentum tepat untuk menjalankan serangkaian perilaku politik untuk mewujudkan tujuan politik yang dilatarbelakangi oleh faktor nilai kepemimpinan dan sejarah peta politik Sultra tersebut. Perubahan sistem pemilihan Gubernur dari dewan legislatif menjadi pilihan berdasarkan suara masyarakat semakin meningkatkan keinginan untuk mewujudkan tujuan politik; mendapat peran strategis dalam peta politik Sultra. Hal ini dikarenakan memberikan signifikansi terhadap siapa figur yang pantas menjadi pemimpin masyarakat Sultra dalam dikotomis wilayah daratan versus kepulauan. Merujuk pada konsep aspek potensial dalam pilkada oleh Bachtiar Effendi dalam Sitepu (2005), maka untuk mewujudkan tujuan politiknya, aktor beretnis Tolaki mengoptimalisasikan sejumlah aspek potensial baik aspek formal maupun non-formal sebagai sumber kekuatan politik dalam proses pemilihan Gubernur. Aspek formal mengambil bentuk pada partai politik sebagai lembaga yang menentukan siapa elit politik yang berhak maju pada ajang politik pilkada. Sedangkan aspek non-formal mengambil bentuk pada kelompok-kelompok masyarakat, media massa, kekuatan figur politik.

12 19 Kemampuan optimalisasi sejumlah kekuatan politik ini juga merupakan bentuk partisipasi politik elit beretnis Tolaki secara pribadi atau individu serta kemampuannya mengorganisir berbagai kekuatan politik untuk mencapai tujuan politiknya. Optimalisasi kekuatan politik juga mempertimbangkan aspek masyarakat Sultra sebagai pemilih dilihat dari sisi rasional dan emosional pemilih serta sisi keberagaman masyarakat Sultra yang tersebar pada wilayah daratan dan kepulauan. Berikut skema kerangka berfikir perilaku politik aktor beretnis Tolaki dalam pemilihan Gubernur Sultra Nilai Etnis Tolaki Perilaku politik aktor politik beretnis Tolaki 1. Penggunaan Media Massa dan Pranata Sosial 2. Optimalisasi Figur 3. Optimalisasi Partai Politik Peranan Etnis Tolaki dalam peta politik Sultra Peran & Kedudukan Etnis Tolaki dalam peta politik Sultra Gambar 1. Kerangka Fikir Perilaku Politik Etnis Tolaki Dalam Pemilihan Gubernur Sultra Tahun 2007

13 Definisi Konseptual Berdasarkan berbagai konsep dan literatur yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, maka disusun beberapa definisi konseptual sebagai acuan pencarian data, penyusunan hasil kajian serta penarikan kesimpulan. Definisi konseptual tersebut akan dijelaskan sebagai berikut: 1. Etnis merupakan kelompok terdiri dari orang-orang yang memiliki kesamaan identitas yaitu seperangkat nilai menjadi dasar bertindak dan berperilaku sekaligus menjadi pemersatu kelompok. Etnis yang memiliki identitas mampu membedakan antara etnis ego 8 dengan etnis lainnya. 2. Politik merupakan kesanggupan individu atau kelompok untuk bertindak mempengaruhi proses pembuatan, pengambilan serta pelaksanaan keputusan-keputusan yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat. 3. Politik Etnis merupakan kemampuan individu atau kelompok untuk mempengaruhi jalannya pengambilan keputusan-keputusan yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat, dengan menggunakan identitas kelompok sebagai sumber kekuatan bertindak. 4. Perilaku Politik merupakan aksi-aksi yang dilakukan para pelaku politik untuk mencapai tujuan politiknya yaitu mendapatkan peran dan kedudukan strategis dalam peta politik Sultra melalui optimalisasi sejumlah aspek kekuatan politik. 5. Kekuatan politik dalam pemilihan kepala daerah terarah pada semua aspek baik aspek formal maupun non-formal yang dapat dioptimalisasikan dalam upaya menggalang suara dari masyarakat. Partai politik sebagai lembaga penentu calon kepala daerah serta jaringan keanggotaan yang ada di dalamnya merupakan aspek formal kekuatan politik. Sedangkan media massa, kelompok masyarakat serta figur politik merupakan aspek nonformal kekuatan politik. 8 Dimaksudkan untuk menunjukkan pribadi individu. Sebagai contoh: saya orang Bugis, dia orang Muna.

14 21 6. Mobilisasi Massa merupakan segala bentuk gerak dan upaya untuk menghimpun massa atau masyarakat agar ikut ke dalam tujuan politik yang diinginkan. Dalam pemilihan kepala daerah, mobilisasi massa ditunjukkan dengan adanya berbagai upaya agar masyarakat bersimpatik, mendukung dan akhirnya memilih calon pasangan tertentu. 7. Nilai Etnis yaitu seperangkat nilai yang dimiliki etnis tertentu yang menjadi dasar dan pedoman dalam bertindak. Kasus etnis Tolaki, nilai ini mengatur cara berperilaku orang Tolaki juga apa yang dianggap baik oleh etnis Tolaki. 8. Tim Sukses yaitu sekelompok orang-orang dengan beragam latar belakang, memiliki tujuan bersama, dengan pembagian tugas yang jelas, saling dukung-mendukung untuk berjuang mendapatkan kemenangan dalam pilgub Sultra Figur Politik yaitu pencitraan terhadap sosok pemimpin mengenai apa yang dianggap layak dan tidak layak, menjadi salah satu dasar dan pertimbangan atas pilihan politik. 10. Peran dan kedudukan strategis adalah posisi struktural dalam organisasi pemerintahan yang memungkinkan aktor politik menjalankan kontrol terhadap segi kehidupan masyarakat Sultra.

TAHUN Tahun 2007) SEKOLAH

TAHUN Tahun 2007) SEKOLAH PERILAKU POLITIK ETNIS TOLAKI DALAM PEMILIHAN GUBERNUR SULAWESI TENGGARA TAHUN 2007 (Kasus: Kubu NUSA Dalam Pemilihan Gubernur Sulawesi Tenggara Tahun 2007) ARYUNI SALPIANA JABAR SEKOLAH PASCASARJANAA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. merupakan bentuk kelompok sedangkan budaya berararti nilai yang berlaku dalam kelompok tersebut.

PENDAHULUAN. merupakan bentuk kelompok sedangkan budaya berararti nilai yang berlaku dalam kelompok tersebut. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah saat ini merupakan ruang otonom 1 dimana terdapat tarik-menarik antara berbagai kepentingan yang ada. Undang-Undang Otonomi Daerah yang dikeluarkan oleh pemerintah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum.

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan suatu negara yang menganut paham demokrasi, dan sebagai salah satu syaratnya adalah adanya sarana untuk menyalurkan aspirasi dan memilih pemimpin

Lebih terperinci

TAHUN Tahun 2007) SEKOLAH

TAHUN Tahun 2007) SEKOLAH PERILAKU POLITIK ETNIS TOLAKI DALAM PEMILIHAN GUBERNUR SULAWESI TENGGARA TAHUN 2007 (Kasus: Kubu NUSA Dalam Pemilihan Gubernur Sulawesi Tenggara Tahun 2007) ARYUNI SALPIANA JABAR SEKOLAH PASCASARJANAA

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Responden Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego Buay Subing di Desa Labuhan Ratu Kecamatan Labuhan Ratu Kabupaten Lampung Timur yang

Lebih terperinci

Modul ke: Fakultas TEKNIK. Program Studi SIPIL.

Modul ke: Fakultas TEKNIK. Program Studi SIPIL. Modul ke: 12 Fakultas TEKNIK AKTUALISASI SILA KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAH KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN PERWAKILAN ( DALAM BIDANG POLITIK, EKONOMI, SOSIAL BUDAYA, HANKAM HUKUM DAN HAM )

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui lembaga legislatif atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

I. PENDAHULUAN. melalui lembaga legislatif atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan proses perekrutan pejabat politik di daerah yang berkedudukan sebagai pemimpin daerah yang bersangkutan yang dipilih langsung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia.

I. PENDAHULUAN. demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum (pemilu) menjadi bagian terpenting dalam penyelenggaraan demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia. Pemilu sering diartikan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. oleh rakyat dan untuk rakyat dan merupakan sistem pemerintahan yang. memegang kekuasaan tertinggi (Gatara, 2009: 251).

BAB I. PENDAHULUAN. oleh rakyat dan untuk rakyat dan merupakan sistem pemerintahan yang. memegang kekuasaan tertinggi (Gatara, 2009: 251). BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demokrasi secara sederhana dapat diartikan sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat dan merupakan sistem pemerintahan yang dianggap paling

Lebih terperinci

Penguatan Partisipasi dan Perbaikan Keterwakilan Politik Melalui Pembentukan Blok Politik Demokratik

Penguatan Partisipasi dan Perbaikan Keterwakilan Politik Melalui Pembentukan Blok Politik Demokratik Penguatan Partisipasi dan Perbaikan Keterwakilan Politik Melalui Pembentukan Blok Politik Demokratik Pendahuluan Pokok Pokok Temuan Survei Nasional Demos (2007 2008) : Demokrasi masih goyah: kemerosotan

Lebih terperinci

8 KESIMPULAN DAN REFLEKSI

8 KESIMPULAN DAN REFLEKSI 8 KESIMPULAN DAN REFLEKSI 8.1 Kesimpulan 8.1.1 Transformasi dan Pola Interaksi Elite Transformasi kekuasaan pada etnis Bugis Bone dan Makassar Gowa berlangsung dalam empat fase utama; tradisional, feudalism,

Lebih terperinci

ETNISITAS DAN PERILAKU PEMILIH

ETNISITAS DAN PERILAKU PEMILIH ETNISITAS DAN PERILAKU PEMILIH (STUDI KASUS : PERSEPSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT ETNIS BATAK TOBA PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH LANGSUNG KABUPATEN KARO TAHUN 2010) SKRIPSI DIAJUKAN KEPADA FAKULTAS ILMU

Lebih terperinci

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU BAB VI KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU Konflik merupakan sebuah fenonema yang tidak dapat dihindari dalam sebuah kehidupan sosial. Konflik memiliki dua dimensi pertama adalah dimensi penyelesaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah mengharuskan untuk diterapkannya kebijakan otonomi daerah. Meskipun dalam UUD 1945 disebutkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh Unang Sunardjo yang dikutip oleh Sadu Wasistiono (2006:10) adalah

I. PENDAHULUAN. oleh Unang Sunardjo yang dikutip oleh Sadu Wasistiono (2006:10) adalah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Desa atau yang disebut dangan nama lainnya sebagaimana yang dikemukakan oleh Unang Sunardjo yang dikutip oleh Sadu Wasistiono (2006:10) adalah suatu kesatuan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pilgub Jabar telah dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2013, yang

BAB I PENDAHULUAN. Pilgub Jabar telah dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2013, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pilgub Jabar telah dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2013, yang dilaksanakan secara langsung, yang merupakan salah satu bentuk Demokrasi. Bagi sebuah bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Simbol manifestasi negara demokrasi adalah gagasan demokrasi dari

BAB I PENDAHULUAN. Simbol manifestasi negara demokrasi adalah gagasan demokrasi dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Simbol manifestasi negara demokrasi adalah gagasan demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Pemilihan Umum (Pemilu) menjadi bagian utama dari gagasan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Pada Bab Penutup ini melihat kesimpulan dari data yang diperoleh di

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Pada Bab Penutup ini melihat kesimpulan dari data yang diperoleh di Studi Kasus: Kontestasi Andi Pada Pilkada Kabupaten Pinrang 1 BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Pada Bab Penutup ini melihat kesimpulan dari data yang diperoleh di lapangan yang menyajikan interpretasi saya

Lebih terperinci

DEMOKRASI & POLITIK DESENTRALISASI

DEMOKRASI & POLITIK DESENTRALISASI Daftar Isi i ii Demokrasi & Politik Desentralisasi Daftar Isi iii DEMOKRASI & POLITIK DESENTRALISASI Oleh : Dede Mariana Caroline Paskarina Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2008 Hak Cipta 2008 pada penulis,

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR SERIKAT PEKERJA PT INDOSAT BAB I NAMA, SIFAT, JANGKA WAKTU DAN TEMPAT KEDUDUKAN. Pasal 1 Nama

ANGGARAN DASAR SERIKAT PEKERJA PT INDOSAT BAB I NAMA, SIFAT, JANGKA WAKTU DAN TEMPAT KEDUDUKAN. Pasal 1 Nama ANGGARAN DASAR SERIKAT PEKERJA PT INDOSAT BAB I NAMA, SIFAT, JANGKA WAKTU DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1 Nama Serikat ini bernama Serikat Pekerja PT Indosat (Persero) Tbk disingkat SP Indosat. Pasal 2 Sifat

Lebih terperinci

BAB 1 PENGANTAR Latar Belakang. demokrasi sangat tergantung pada hidup dan berkembangnya partai politik. Partai politik

BAB 1 PENGANTAR Latar Belakang. demokrasi sangat tergantung pada hidup dan berkembangnya partai politik. Partai politik BAB 1 PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Partai politik merupakan sebuah institusi yang mutlak diperlukan dalam dunia demokrasi, apabila sudah memilih sistem demokrasi dalam mengatur kehidupan berbangsa dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suara yang sebanyak-banyaknya, memikat hati kalangan pemilih maupun

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suara yang sebanyak-banyaknya, memikat hati kalangan pemilih maupun BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pemilu merupakan salah satu arena ekspresi demokrasi yang dapat berfungsi sebagai medium untuk meraih kekuasaan politik. Karenanya, berbagai partai politik

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP 1. Kesimpulan

BAB VI PENUTUP 1. Kesimpulan BAB VI PENUTUP Setelah menjelaskan berbagai hal pada bab 3, 4, dan 5, pada bab akhir ini saya akan menutup tulisan ini dengan merangkum jawaban atas beberapa pertanyaan penelitian. Untuk tujuan itu, saya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tujuannya. Artinya seorang pemimpin organisasi memegang peranan yang

I. PENDAHULUAN. tujuannya. Artinya seorang pemimpin organisasi memegang peranan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepemimpinan dalam sebuah organisasi merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya. Artinya seorang pemimpin organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada sekitar 1.340 suku bangsa di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada

Lebih terperinci

2015 HUBUNGAN ANTARA SIKAP TERHADAP KAMPANYE DI MEDIA MASSA DENGAN PARTISIPASI POLITIK PADA MAHASISWA DI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2015 HUBUNGAN ANTARA SIKAP TERHADAP KAMPANYE DI MEDIA MASSA DENGAN PARTISIPASI POLITIK PADA MAHASISWA DI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Demokrasi merupakan suatu sistem yang mengatur pemerintahan berlandaskan pada semboyan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Untuk mewujudkan sistem demokrasi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP FAKTOR PENYEBAB TIDAK TERPILIHNYA 11 ORANG CALEG PEREMPUAN

BAB IV ANALISIS TERHADAP FAKTOR PENYEBAB TIDAK TERPILIHNYA 11 ORANG CALEG PEREMPUAN BAB IV ANALISIS TERHADAP FAKTOR PENYEBAB TIDAK TERPILIHNYA 11 ORANG CALEG PEREMPUAN A. CALEG PEREMPUAN DI KELURAHAN TEWAH MENGALAMI REKRUTMEN POLITIK MENDADAK Perempuan dan Politik di Tewah Pada Pemilu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemilihan umum (Pemilu). Budiardjo (2010: 461) mengungkapkan bahwa dalam

BAB I PENDAHULUAN. pemilihan umum (Pemilu). Budiardjo (2010: 461) mengungkapkan bahwa dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia merupakan negara yang menganut sistem demokrasi,salah satu ciri negara yang menerapkan sistem demokrasi adalah melaksanakan kegiatan pemilihan umum

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Reformasi politik yang sudah berlangsung sejak berakhirnya pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto pada bulan Mei 1998, telah melahirkan perubahan besar

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. ikatan-ikatan sosial. Selain itu keberadaan masyarakat sipil juga berpengaruh

BAB V PENUTUP. ikatan-ikatan sosial. Selain itu keberadaan masyarakat sipil juga berpengaruh BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Masyarakat sipil lahir dari interaksi sosial masyarakat yang terbina berkat ikatan-ikatan sosial. Selain itu keberadaan masyarakat sipil juga berpengaruh sebagai penyeimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. politik sangat tergantung pada budaya politik yang berkembang dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. politik sangat tergantung pada budaya politik yang berkembang dalam masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan politik suatu negara, negara tidak lepas dari corak budaya yang ada dalam masyarakatnya. Peran masyarakat dalam kehidupan politik sangat tergantung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan

I. PENDAHULUAN. Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari presiden, kepala daerah,

Lebih terperinci

Oleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa) Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKB 1

Oleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa) Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKB 1 Disampaikan pada Seminar Menghadirkan Kepentingan Perempuan: Peta Jalan Representasi Politik Perempuan Pasca 2014 Hotel Haris, 10 Maret 2016 Oleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa)

Lebih terperinci

PANDANGAN AKHIR FRAKSI PARTAI DAMAI SEJAHTERA DPR-RI TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PARTAI POLITIK

PANDANGAN AKHIR FRAKSI PARTAI DAMAI SEJAHTERA DPR-RI TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PARTAI POLITIK PANDANGAN AKHIR FRAKSI PARTAI DAMAI SEJAHTERA DPR-RI TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PARTAI POLITIK Disampaikan oleh : Ir. Apri Hananto Sukandar, M.Div Nomor Anggota : A- 419 Yang terhormat Pimpinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat saling bertukar informasi dengan antar sesama, baik di dalam keluarga

BAB I PENDAHULUAN. dapat saling bertukar informasi dengan antar sesama, baik di dalam keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi adalah kebutuhan manusia dengan berkomunikasi manusia dapat saling bertukar informasi dengan antar sesama, baik di dalam keluarga maupun bermasyarakat

Lebih terperinci

PERILAKU POLITIK PEMILIH PEMULA PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN TAHUN 2015 DI KECAMATAN MOWILA JURNAL PENELITIAN

PERILAKU POLITIK PEMILIH PEMULA PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN TAHUN 2015 DI KECAMATAN MOWILA JURNAL PENELITIAN PERILAKU POLITIK PEMILIH PEMULA PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN TAHUN 2015 JURNAL PENELITIAN OLEH: NILUH VITA PRATIWI G2G115106 PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Partai politik merupakan sarana ataupun wadah bagi masyarakat untuk menyalurkan aspirasinya dalam kekuasaan atau pemerintahan di suatu negara. Di dalam bukunya Miriam

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. keterlibatan masyarakat dalam berpartisipasi aktif untuk menentukan jalannya

BAB I PENGANTAR. keterlibatan masyarakat dalam berpartisipasi aktif untuk menentukan jalannya 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Situasi perkembangan politik yang berkembang di Indonesia dewasa ini telah membawa perubahan sistem yang mengakomodasi semakin luasnya keterlibatan masyarakat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bali dikenal sebagai daerah dengan ragam budaya masyarakatnya yang

BAB I PENDAHULUAN. Bali dikenal sebagai daerah dengan ragam budaya masyarakatnya yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali dikenal sebagai daerah dengan ragam budaya masyarakatnya yang unik. Bali dipandang sebagai daerah yang multikultur dan multibudaya. Kota dari provinsi Bali adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kyai dan Jawara ditengah tengah masyarakat Banten sejak dahulu menempati peran kepemimpinan yang sangat strategis. Sebagai seorang pemimpin, Kyai dan Jawara kerap dijadikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kaderisasi merupakan hal penting bagi sebuah organisasi, karena merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Kaderisasi merupakan hal penting bagi sebuah organisasi, karena merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kaderisasi merupakan hal penting bagi sebuah organisasi, karena merupakan inti dari kelanjutan perjuangan organisasi ke depan. Tanpa kaderisasi, rasanya sangat

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan 56 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Identitas Responden Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan yang berjumlah 100 responden. Identitas responden selanjutnya didistribusikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai cara yang sekiranya bisa menarik masyarakat untuk memilih. calonnya, calon pasangan kepala daerah untuk Wilayah Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. berbagai cara yang sekiranya bisa menarik masyarakat untuk memilih. calonnya, calon pasangan kepala daerah untuk Wilayah Kabupaten BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan pemilihan Kepala Daerah di Banyumas suasana politik semakin hangat. Banyak yang mempromosikan calonnya dengan berbagai cara yang sekiranya bisa menarik masyarakat

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil temuan lapangan, terdapat beberapa persoalan mendasar yang secara teoritis maupun praksis dapat disimpulkan sebagai jawaban dari pertanyaan penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbagai permasalahan politik salah satunya dapat diamati dari aspek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbagai permasalahan politik salah satunya dapat diamati dari aspek 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai permasalahan politik salah satunya dapat diamati dari aspek dinamika internal partai politik yang menyebabkan kinerja partai politik sebagai salah satu institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hampir seluruh organisasi politik memiliki strategi yang berbeda-beda.

BAB I PENDAHULUAN. hampir seluruh organisasi politik memiliki strategi yang berbeda-beda. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Strategi adalah suatu cara atau taktik dalam meraih dan memperoleh sesuatu. Sehingga dalam wahana politik strategi merupakan sesuatu hal yang sangat urgen yang kianhari

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. (Kompas, Republika, dan Rakyat Merdeka) yang diamati dalam penelitian

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. (Kompas, Republika, dan Rakyat Merdeka) yang diamati dalam penelitian BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Pertarungan wacana politik Kasus Bank Century di media massa (Kompas, Republika, dan Rakyat Merdeka) yang diamati dalam penelitian menunjukkan berbagai temuan penelitian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semarak dinamika politik di Indonesia dapat dilihat dari pesta demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semarak dinamika politik di Indonesia dapat dilihat dari pesta demokrasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semarak dinamika politik di Indonesia dapat dilihat dari pesta demokrasi dari tingkat pusat sama tingkat daerah. Setiap daerah banyak mencalonkan dirinya dan

Lebih terperinci

PARTAI POLITIK OLEH: ADIYANA SLAMET. Disampaikan Pada Kuliah Pengantar Ilmu Politik Pertemuan Ke-15 (IK-1,3,4,5)

PARTAI POLITIK OLEH: ADIYANA SLAMET. Disampaikan Pada Kuliah Pengantar Ilmu Politik Pertemuan Ke-15 (IK-1,3,4,5) PARTAI POLITIK OLEH: ADIYANA SLAMET Disampaikan Pada Kuliah Pengantar Ilmu Politik Pertemuan Ke-15 (IK-1,3,4,5) Definisi Partai Politik Secara umum dapat dikatakan partai politik adalah suatu kelompok

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. menggunakan metode penelitian kuantitatif. Metode kuantitatif digunakan

III. METODE PENELITIAN. menggunakan metode penelitian kuantitatif. Metode kuantitatif digunakan 32 III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode penelitian kuantitatif. Metode kuantitatif digunakan dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB IV. Mekanisme Rekrutmen Politik Kepala Daerah PDI Perjuangan. 4.1 Rekrutmen Kepala Daerah Dalam Undang-Undang

BAB IV. Mekanisme Rekrutmen Politik Kepala Daerah PDI Perjuangan. 4.1 Rekrutmen Kepala Daerah Dalam Undang-Undang BAB IV Mekanisme Rekrutmen Politik Kepala Daerah PDI Perjuangan 4.1 Rekrutmen Kepala Daerah Dalam Undang-Undang Tahapan Pilkada menurut Peraturan KPU No.13 Th 2010 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pencalonan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Warga negara sangat berperan dalam menentukan masa depan negara.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Warga negara sangat berperan dalam menentukan masa depan negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Warga negara sangat berperan dalam menentukan masa depan negara. Negara yang mengaku dirinya adalah negara demokrasi, sejatinya memiliki kekuatan ada pada warga negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada Juni 2005, rakyat Indonesia melakukan sebuah proses politik yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada Juni 2005, rakyat Indonesia melakukan sebuah proses politik yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada Juni 2005, rakyat Indonesia melakukan sebuah proses politik yang baru pertama kali dilakukan di dalam perpolitikan di Indonesia, proses politik itu adalah Pemilihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekelompok orang yang akan turut serta secara aktif baik dalam kehidupan politik dengan

BAB I PENDAHULUAN. sekelompok orang yang akan turut serta secara aktif baik dalam kehidupan politik dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Permasalahan Partisipasi merupakan aspek yang penting dari demokrasi, partisipasi politik yang meluas merupakan ciri khas dari modernisasi politik. Partisipasi politik

Lebih terperinci

Bab VI: Kesimpulan. 1 Pemilih idealis mengaktualisasikan suaranya berdasarkan ideologi untuk memperjuangkan nilai-nilai

Bab VI: Kesimpulan. 1 Pemilih idealis mengaktualisasikan suaranya berdasarkan ideologi untuk memperjuangkan nilai-nilai Bab VI Kesimpulan Studi ini telah mengeksplorasi relasi dari kehadiran politik klan dan demokrasi di Indonesia dekade kedua reformasi. Lebih luas lagi, studi ini telah berupaya untuk berkontribusi terhadap

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan upaya pemberdayaan ekonomi perempuan melalui pengembangan modal sosial di Suara Ibu Peduli dan mendeskripsikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Politik merupakan upaya atau cara untuk memperoleh sesuatu yang dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya berkisar di lingkungan kekuasaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. semua warga menikmati kebebasan untuk berbicara, kebebasan berserikat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. semua warga menikmati kebebasan untuk berbicara, kebebasan berserikat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Demokrasi di Indonesia Definisi demokrasi menurut Murod (1999:59), sebagai suatu policy di mana semua warga menikmati kebebasan untuk berbicara, kebebasan berserikat, mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) merupakan partai yang menjadikan. Islam sebagai asas partai. PKS memiliki tujuan untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) merupakan partai yang menjadikan. Islam sebagai asas partai. PKS memiliki tujuan untuk mewujudkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partai Keadilan Sejahtera (PKS) merupakan partai yang menjadikan Islam sebagai asas partai. PKS memiliki tujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera yang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kesimpulan ini merupakan inti pembahasan yang disesuaikan dengan permasalahan penelitian yang dikaji. Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian

Lebih terperinci

UU 29/2003, PEMBENTUKAN KABUPATEN BOMBANA, KABUPATEN WAKATOBI, DAN KABUPATEN KOLAKA UTARA DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA

UU 29/2003, PEMBENTUKAN KABUPATEN BOMBANA, KABUPATEN WAKATOBI, DAN KABUPATEN KOLAKA UTARA DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA Copyright (C) 2000 BPHN UU 29/2003, PEMBENTUKAN KABUPATEN BOMBANA, KABUPATEN WAKATOBI, DAN KABUPATEN KOLAKA UTARA DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA *14385 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 29 TAHUN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Peran Menurut Abdulsyani (1994) peran atau peranan adalah apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya. Peran merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menetapkan tujuan pendidikan nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan

Lebih terperinci

Kesimpulan. Bab Sembilan

Kesimpulan. Bab Sembilan Bab Sembilan Kesimpulan Rote adalah pulau kecil yang memiliki luas 1.281,10 Km 2 dengan kondisi keterbatasan ruang dan sumberdaya. Sumberdayasumberdaya ini tersedia secara terbatas sehingga menjadi rebutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum Pengertian Budaya Politik adalah pola perilaku suatu masyarakat dalam kehidupan bernegara, penyelenggaraan administrasi negara, politik pemerintahan, hukum,

Lebih terperinci

Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan

Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan SEMINAR KOALISI PEREMPUAN INDONESIA (KPI) Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan 20 Januari 2016 Hotel Ambhara 1 INDONESIA SAAT INI Jumlah Penduduk Indonesia per 201 mencapai 253,60 juta jiwa, dimana

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. ekonomi, kultural, sosial, dan modal simbolik. mampu untuk mengamankan kursi Sumenep-1 kembali.

BAB V PENUTUP. ekonomi, kultural, sosial, dan modal simbolik. mampu untuk mengamankan kursi Sumenep-1 kembali. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Analisis Modal Petahana (Busyro Karim) Busyro Karim adalah kandidat petahana yang mencalonkan kembali pada Pemilu Bupati Sumenep 2015 dengan strategi yang dianalisis dengan

Lebih terperinci

PERANAN MEDIA MASSA TERHADAP KESADARAN POLITIK MASYARAKAT DI DUSUN WIJILAN WIJIMULYO NANGGULAN KULON PROGO DALAM PEMILIHAN UMUM 9 APRIL 2014 ARTIKEL

PERANAN MEDIA MASSA TERHADAP KESADARAN POLITIK MASYARAKAT DI DUSUN WIJILAN WIJIMULYO NANGGULAN KULON PROGO DALAM PEMILIHAN UMUM 9 APRIL 2014 ARTIKEL PERANAN MEDIA MASSA TERHADAP KESADARAN POLITIK MASYARAKAT DI DUSUN WIJILAN WIJIMULYO NANGGULAN KULON PROGO DALAM PEMILIHAN UMUM 9 APRIL 2014 ARTIKEL oleh : Timbul Hari Kencana NPM. 10144300021 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepala daerah di Indonesia ditandai dengan diberlakukannya Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. kepala daerah di Indonesia ditandai dengan diberlakukannya Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi sistem pemilihan pemimpin publik yakni kepala daerah dan wakil kepala daerah di Indonesia ditandai dengan diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BOMBANA, KABUPATEN WAKATOBI, DAN KABUPATEN KOLAKA UTARA DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hubungan antara pemerintah dengan warga negara atau rakyat selalu berada. terbaik dalam perkembangan organisasi negara modern.

I. PENDAHULUAN. Hubungan antara pemerintah dengan warga negara atau rakyat selalu berada. terbaik dalam perkembangan organisasi negara modern. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hubungan antara pemerintah dengan warga negara atau rakyat selalu berada dalam bingkai interaksi politik dalam wujud organisasi negara. Hubungan negara dan rakyat

Lebih terperinci

RGS Mitra 1 of 10 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2003 TENTANG

RGS Mitra 1 of 10 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2003 TENTANG RGS Mitra 1 of 10 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BOMBANA, KABUPATEN WAKATOBI, DAN KABUPATEN KOLAKA UTARA DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat penting dalam kehidupan bernegara. Pemilihan umum, rakyat berperan

I. PENDAHULUAN. sangat penting dalam kehidupan bernegara. Pemilihan umum, rakyat berperan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum adalah suatu proses dari sistem demokrasi, hal ini juga sangat penting dalam kehidupan bernegara. Pemilihan umum, rakyat berperan penuh untuk memilih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembahasan, akhirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

BAB I PENDAHULUAN. pembahasan, akhirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setelah melalui perjalanan panjang selama kurang lebih 7 tahun dalam pembahasan, akhirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa disahkan pada tanggal 15 Januari

Lebih terperinci

PELEMBAGAAN PARTISIPASI MASYARAKAT DESA MELALUI PEMBANGUNAN BKM

PELEMBAGAAN PARTISIPASI MASYARAKAT DESA MELALUI PEMBANGUNAN BKM PELEMBAGAAN PARTISIPASI MASYARAKAT DESA MELALUI PEMBANGUNAN BKM Oleh: Donny Setiawan * Pada era demokratisasi sebagaimana tengah berjalan di negeri ini, masyarakat memiliki peran cukup sentral untuk menentukan

Lebih terperinci

ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS)

ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) KURIKULUM 2013 KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) / MADRASAH TSANAWIYAH (MTS) KELAS VII - IX MATA PELAJARAN : ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) Nama Guru NIP/NIK Sekolah : : : 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan dalam masyarakat Indonesia adalah mutlak adanya dan merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan Bangsa seperti Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut (http://www.wikipedia.org). Dalam prakteknya secara teknis yang

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut (http://www.wikipedia.org). Dalam prakteknya secara teknis yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara demokrasi, dimana rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi pada suatu negara tersebut. Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia sejak dulu sudah mempraktekkan ide tentang demokrasi walau

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia sejak dulu sudah mempraktekkan ide tentang demokrasi walau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia sejak dulu sudah mempraktekkan ide tentang demokrasi walau bukan tingkat kenegaraan, masih tingkat desa yang disebut demokrasi desa. Contoh pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahwa pada dasarnya tempat wanita adalah di dapur, yang berarti bahwa dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahwa pada dasarnya tempat wanita adalah di dapur, yang berarti bahwa dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nilai yang cukup dominan dalam kultur berbagai bangsa menyatakan bahwa pada dasarnya tempat wanita adalah di dapur, yang berarti bahwa dalam masyarakat peran

Lebih terperinci

1. PENDAHULUNAN. Kedaulatan berada di tangan raknyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

1. PENDAHULUNAN. Kedaulatan berada di tangan raknyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang 1. PENDAHULUNAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia menganut sistem pemerintahan demokrasi telah tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 (setelah amandemen) pasal 1 ayat (1) berbunyi Kedaulatan berada

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Ramli melalui tiga cara, yakni: Pertama, Pemakaian simbol dan atribut identitas,

BAB V KESIMPULAN. Ramli melalui tiga cara, yakni: Pertama, Pemakaian simbol dan atribut identitas, BAB V KESIMPULAN Politisasi identitas Betawi dilakukan oleh Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli melalui tiga cara, yakni: Pertama, Pemakaian simbol dan atribut identitas, yaitu dengan penggunaan pakaian yang

Lebih terperinci

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU UTARA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU UTARA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara demokratis merupakan negara yang memberi peluang dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara demokratis merupakan negara yang memberi peluang dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara demokratis merupakan negara yang memberi peluang dan kesempatan yang seluas-luasnya dalam mengikutsertakan warga negaranya dalam proses politik, termasuk

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. kewenangan penuh untuk menggelola segala hal yang menyangkut tentang tata kelola

BAB V PENUTUP. kewenangan penuh untuk menggelola segala hal yang menyangkut tentang tata kelola BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dengan berlakunya UU Desa No 6 Tahun 2014, pemerintahan desa diberi kewenangan penuh untuk menggelola segala hal yang menyangkut tentang tata kelola pemerintahan desa. Pengakuan

Lebih terperinci

2015 PERANAN PEREMPUAN DALAM POLITIK NASIONAL JEPANG TAHUN

2015 PERANAN PEREMPUAN DALAM POLITIK NASIONAL JEPANG TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Jepang merupakan negara maju yang terkenal dengan masyarakatnya yang giat bekerja dan juga dikenal sebagai negara yang penduduknya masih menjunjung tinggi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Agama Republik Indonesia (1975:2) menyatakan bahwa : maka dilakukan perkawinan melalui akad nikah, lambang kesucian dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Agama Republik Indonesia (1975:2) menyatakan bahwa : maka dilakukan perkawinan melalui akad nikah, lambang kesucian dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkawinan merupakan peristiwa hukum yang terjadi didalam hidup bermasyarakat yang menyangkut nama baik keluarga ataupun masyarakat. Hal ini diterangkan dalam buku

Lebih terperinci

PERANAN KPU DAERAH DALAM MENCIPTAKAN PEMILU YANG DEMOKRATIS

PERANAN KPU DAERAH DALAM MENCIPTAKAN PEMILU YANG DEMOKRATIS PERANAN KPU DAERAH DALAM MENCIPTAKAN PEMILU YANG DEMOKRATIS R. Siti Zuhro, PhD (Peneliti Utama LIPI) Materi ini disampaikan dalam acara diskusi Penguatan Organisasi Penyelenggara Pemilu, yang dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Memasuki abad 21, hampir seluruh negara diberbagai belahan dunia (termasuk Indonesia) menghadapi tantangan besar dalam upaya meningkatkan sistem demokrasi,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,

Lebih terperinci

ABSTRAK (RINGKASAN PENELITIAN)

ABSTRAK (RINGKASAN PENELITIAN) ABSTRAK (RINGKASAN PENELITIAN) Pemilihan umum merupakan salah satu wadah yang bertujuan untuk memberikan kesempatan pada masyarakat untuk menentukan siapa yang akan mewakili mereka dalam lembaga legislatif

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2003 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2003 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BOMBANA, KABUPATEN WAKATOBI, DAN KABUPATEN KOLAKA UTARA DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. demokrasi. Hal ini dipertegas oleh Pasal 1 ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi

I. PENDAHULUAN. demokrasi. Hal ini dipertegas oleh Pasal 1 ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan, bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat atau negara demokrasi. Hal ini dipertegas

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang: Mengingat: a. bahwa

Lebih terperinci

DINAMIKA POLITIK LOKAL SUKSESI PEMILU KEPALA DAERAH

DINAMIKA POLITIK LOKAL SUKSESI PEMILU KEPALA DAERAH DINAMIKA POLITIK LOKAL SUKSESI PEMILU KEPALA DAERAH Heri Wahyudi UPBJJ-UT Denpasar heriw@ut.ac.id Abstrak Pasca Putusan Makamah Konstitusi (MK) tentang calon perseorangan, telah memberikan kesempatan kepada

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PAPUA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG PERADILAN ADAT DI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI PAPUA, Menimbang : a. bahwa pemberian Otonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena hubungan-hubungan serupa itu mengandaikan sekurang-kurangnya satu

BAB I PENDAHULUAN. karena hubungan-hubungan serupa itu mengandaikan sekurang-kurangnya satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Solidaritas sosial menunjuk pada suatu keadaan hubungan antara individu atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama yang diperkuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang. merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara

BAB I PENDAHULUAN. Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang. merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara berfikir, lingkungan, kebiasaan, cara

Lebih terperinci

Partisipasi LSM..., Firsty Husbani, FISIP UI, 2009 Universitas Indonesia. Mundurnya Demokrasi di Indonesia. Demos.

Partisipasi LSM..., Firsty Husbani, FISIP UI, 2009 Universitas Indonesia. Mundurnya Demokrasi di Indonesia. Demos. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebuah hasil penelitian menyebutkan bahwa setelah jatuhnya rejim Orde Baru dibawah kepemimpinan Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998, Indonesia kemudian menjadi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perilaku Pemilih 1. Perilaku Pemilih Sikap politik seseorang terhadap objek politik yang terwujud dalam tindakan atau aktivitas politik merupakan perilaku politik

Lebih terperinci