III. KERANGKA TEORI. faktor produksi tenaga kerja. Pembeli input tenaga kerja adalah perusahaan dan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "III. KERANGKA TEORI. faktor produksi tenaga kerja. Pembeli input tenaga kerja adalah perusahaan dan"

Transkripsi

1 III. KERANGKA TEORI 3.1. Pasar Tenaga Kerja Pasar tenaga kerja adalah pasar dimana ada sejumlah pembeli dan penjual faktor produksi tenaga kerja. Pembeli input tenaga kerja adalah perusahaan dan penjual input tenaga kerja adalah rumah tangga. Perusahaan diasumsikan menentukan jumlah tenaga kerja yang akan dibeli dalam upaya mendapatkan keuntungan maksimal. Sementara rumah tangga diasumsikan sebagai pihak yang memiliki input tenaga kerja untuk dijual kepada perusahaan. Dalam analisis pasar tenaga kerja, perilaku pihak pemilik input tenaga kerja diilustrasikan sebagai kurva penawaran tenaga kerja. Kurva penawaran tenaga kerja menunjukkan hubungan antara jumlah jam kerja per hari yang bersedia ditawarkan pada berbagai tingkat upah (Arfida, 2005). Upah (W) S W 2 C W 1 B W 0 A O L 0 L 1 Waktu Kerja (Jam per hari) Gambar 1. Penawaran Tenaga Kerja yang Melengkung ke Belakang Sumber : Pindyck and Rubinfeld, 2001 (dimodifikasi).

2 38 Kurva penawaran tenaga kerja mempunyai kemiringan positif karena dengan kenaikan upah seseorang mungkin secara sukarela bersedia untuk mengurangi waktu luang (leisure) untuk bekerja lebih lama seperti pada Gambar 1. Namun, kurva penawaran tenaga kerja dapat melengkung ke belakang (backward-bending) karena bila tingkat upah terus meningkat pada akhirnya jam kerja yang ditawarkan dapat turun karena orang memilih untuk menikmati lebih banyak waktu luang dan lebih sedikit bekerja. Gambar 1 diasumsikan bahwa seorang pekerja mempunyai fleksibilitas untuk memilih berapa jam per hari harus bekerja. Upah mengukur jumlah uang yang harus dikorbankan pekerja untuk menikmati waktu luang. Pada tingkat upah di W 0, jumlah jam kerja yang ditawarkan L 0. Bila upah naik, misalkan di W 1, jumlah jam kerja yang ditawarkan meningkat menjadi L 1. Bila upah meningkat lagi, misalkan di W 2, jumlah jam kerja yang ditawarkan menurun menjadi L 0. Mengapa terjadi penurunan jumlah jam kerja yang ditawarkan? Hal tersebut disebabkan pada tingkat upah di W 1, kebutuhan pekerja telah terpenuhi sebesar OW 1 BL 1. Pada saat upah meningkat misalkan di W 2, meskipun kebutuhan pekerja telah dapat terpenuhi perssis sebesar OW 1 BL 1, jumlah jam kerja yang ditawarkan pekerja menurun menjadi L 0 dan memilih lebih banyak menikmati waktu luang karena kebutuhan telah terpenuhi. Namun yang harus kita cermati adalah standar kebutuhan setiap individu berbeda. Studi kasus yang dilakukan di negara maju menunjukkan elastisitas peningkatan upah terhadap penawaran jam kerja pada kelompok keluarga dengan sumber penghasilan suami dan istri dengan maupun tanpa anak menunjukkan nilai negatif. Artinya kelompok keluarga tersebut berada pada bagian kurva penawaran yang melengkung ke belakang. Namun, perekonomian makro Indonesia dicirikan

3 39 oleh nilai upah minimum yang hanya mampu memenuhi persen KHM dan tingkat pengangguran serta inflasi yang relatif tinggi. Dengan karakteristik tersebut untuk kasus Indonesia secara agregat, kuat dugaan nilai elastisitas penawaran jam kerja akibat kenaikan upah masih positif. Artinya penawaran agregat tenaga kerja Indonesia masih pada kurva yang melengkung ke atas. Kurva permintaan faktor input tenaga kerja adalah permintaan turunan (derived demand). Permintaan tenaga kerja bergantung pada dan berasal dari tingkat output yang dihasilkan dan biaya input tenaga kerja itu sendiri. Kurva permintaan tenaga kerja menunjukkan jumlah input tenaga kerja yang akan dibeli oleh perusahaan pada berbagai tingkat upah. Jika diasumsikan perusahaan menjual outputnya pada pasar persaingan sempurna maka perusahaan adalah sebagai penerima harga di pasar output. Dengan demikian nilai produksi marjinal tenaga kerja adalah sama dengan produk marjinal tenaga kerja (MVP L ) dikalikan harga output (P Y ), secara matematis: MVP = MP. P. Karena kenaikan hasil L L Y yang semakin berkurang terhadap input tenaga kerja maka produk marjinal tenaga kerja turun ketika jumlah jam kerja bertambah. Dengan demikian, kurva nilai produk marjinal akan turun melengkung ke bawah meskipun harga output tetap konstan. Kurva MVP L ini disebut sebagai kurva permintaan input tenaga kerja. Keseimbangan pasar tenaga kerja tercapai sebagai hasil interaksi antara rumah tangga sebagai penjual dengan perusahaan sebagai pembeli input tenaga kerja (Nicholson, 2002). Secara grafis, keseimbangan pada pasar tenaga kerja digambarkan oleh perpotongan antara kurva penawaran tenaga kerja dan kurva permintaan tenaga kerja. Dari perpotongan ini akan diperoleh jumlah tenaga kerja yang diserap pasar dan upah keseimbangan pasar seperti pada Gambar 2.

4 40 Upah S 0 S 1 E 0 W 0 W minimum W 1 E 1 D L 0 L 1 Jumlah Tenaga Kerja Gambar 2. Keseimbangan Pasar Tenaga Kerja Sumber : Nicholson, 2002 (dimodifikasi). Gambar 2 memperlihatkan bahwa upah keseimbangan (W 0 ) pada pasar tenaga kerja ditentukan oleh penawaran tenaga kerja (S 0 ) dan permintaan tenaga kerja (D). Kondisi keseimbangan E 0 sangat sulit dicapai di Indonesia. Hal ini disebabkan jumlah tenaga kerja yang masuk ke pasar kerja Indonesia (S 0 ) tidak sebanding dengan jumlah ketersediaan lapangan kerja (D). Pergeseran kurva penawaran tenaga kerja menjadi S 1 akan menurunkan upah menjadi W 1 meskipun jumlah tenaga kerja yang terserap di pasar kerja bertambah menjadi L 1. Dalam kondisi seperti ini diperlukan kebijakan upah minimum yang merupakan standar normatif dan jaring pengaman (safety net) bagi pekerja/ buruh. Standar normatif artinya upah minimum telah ditetapkan dalam bentuk undang-undang yang memiliki aturan sanksi secara hukum bila tidak dilaksanakan oleh perusahaan. Jaring pengaman dimaksud agar tingkat upah tidak terus menurun pada level terendah dan mencegah terjadinya eksploitasi pekerja/ buruh.

5 Kebijakan Upah Minimum Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan memberi pengertian pada upah sebagai hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan (Depnakertrans, 2004b). Pemerintah Indonesia telah melakukan intervensi terhadap penentuan upah dalam bentuk penetapan kebijakan upah minimum sejak tahu Pada tahun 1970 sampai tahun 1980-an kebijakan upah minimum belum bersifat normatif. Disamping itu pemerintah mengontrol secara ketat (hanya ada satu serikat pekerja). Ada dua alasan utama mengapa sejak awal tahun 1990-an terjadi perubahan besar pada kebijakan ketenagakerjaan. Pertama, serikat independen mulai didirikan yang hingga saat ini sudah mencapai 68 organisasi pekerja (Smeru Research Team, 2004). Kedua, pemerintah mulai memperkuat pelaksanaan upah minimum dan nilai upah minimum terus meningkat karena adanya tekanan dari dalam dan luar negri. Dari dalam negri, pengambil keputusan dalam pemerintahan bependapat bahwa para pekerja tidak memperoleh bagian yang adil dari kue pertumbuhan ekonomi yang tinggi yang pernah dialami Indonesia. Dari luar negri, Amerika Utara dan Uni Eropa menuduh Indonesia mengeksploitasi para pekerja dengan memberikan kondisi kerja buruk, upah rendah, dan menghalangi hak pekerja untuk membentuk serikat pekerja. Dengan latar belakang tersebut, kebijakan ketenagakerjaan dituangkan dalam bentuk peraturan perundang-

6 42 undangan dan telah mengalami beberapa perubahan perundang-undangan yang berlaku seperti pada Tabel 8. Tabel 8. Perubahan Perundang-undangan tentang Kebijakan Upah Minimum di Indonesia. No. Bentuk Peraturan 1. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-01/ Men/ 1999 Tanggal 12 januari Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. Kep-226/ men/ Oktober 2000 Sumber : Depnakertrans, Pada dasarnya, kebijakan upah minimum di Indonesia merupakan salah satu upaya perlindungan terhadap para pekerja/ buruh baru yang berpendidikan rendah, tidak mempunyai pengalaman, mempunyai masa kerja di bawah satu tahun, dan lajang/ belum berkeluarga (Priyono, 2002). Tujuannya untuk mencegah tindakan sewenang-wenang dari pihak perusahaan dalam memberikan upah kepada pekerja/ buruh baru dengan kondisi tersebut. Namun dalam pelaksanaannya penegakan kebijakan upah minimum ini telah melatarbelakangi keputusan pengusaha yang mempekerjakan buruh untuk menaikkan upah secara individu di semua golongan pekerja (Wirahyoso, 2002). Fenomena ini disebut upah sundulan, yaitu mengacu pada fenomena pendorong naiknya upah semua buruh sebagai dampak naiknya upah buruh yang sebelumnya berada di bawah upah minimum akibat kebijakan upah minimum (Priyono, 2002).

7 Pasar Tenaga Kerja yang Bersaing Studi terdahulu juga secara teori belum dapat menyimpulkan secara pasti besarnya dampak kebijakan upah minimum terhadap kesempatan kerja di Indonesia. Namun secara teoritis dapat dipastikan bahwa kebijakan upah minimum akan memberikan dampak yang berbeda pada struktur pasar yang berbeda. Dalam pasar tenaga kerja yang kompetitif, penetapan upah minimum di atas tingkat upah keseimbangan pasar akan mengurangi jumlah tenaga kerja yang terserap oleh pasar tenaga kerja sehingga akan menyebabkan pengangguran. Kajian teoritis ini dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 3. Upah S Upah W M W C * = MVP L * F E Upah minimum ME = AE = S ME= AE= S D = MVP L D = MVP L L M L C * L M Jumlah Tenaga Kerja L M L C * Jumlah Tenaga Kerja (a) (b) Gambar 3. Dampak Kebijakan Upah Minimum di Pasar Tenaga Kerja Bersaing Sumber : Nicholson, 2002 (dimodifikasi). Gambar 3 memperlihatkan bahwa (a) keseimbangan pasar tenaga kerja dalam struktur persaingan sempurna dan (b) penggunaan input tenaga kerja oleh

8 44 perusahaan dengan modal tetap pada struktur persaingan sempurna. Pada struktur pasar tenaga kerja yang bersaing, penawaran tenaga kerja yang dihadapi perusahaan bersifat elastis sempurna dan identik dengan kurva pengeluaran marjinal (ME) dan juga kurva pengeluaran rata-rata (AE). Pada upah keseimbangan pasar (W * C ) perusahaan akan memepekerjakan input tenaga kerja sebanyak L * C. Pada struktur pasar tenaga kerja yang bersaing ini jelas terlihat bahwa upah buruh dibayar sesuai dengan produktifitas buruh tersebut * * ( W C = MVP L ). Intervensi pemerintah pada upah dalam bentuk kebijakan upah minimum pada struktur pasar persaingan sempurna akan menyebabkan tingkat upah W M berada di atas upah keseimbangan. Pada tingkat upah W M (Gambar 3.2.b), perusahaan akan mengurangi penggunaan input tenaga kerja dari L * C menjadi L M. Jika perusahaan tetap menggunakan tenaga kerja sebanyak L * C, perusahaan tidak akan memaksimumkan keuntungan. Hal ini disebabkan pada tingkat upah minimum yang lebih tinggi tersebut, tenaga kerja yang digunakan dapat lebih sedikit karena perusahaan mampu mendapatkan produktifitas fisik marjinal yang lebih tinggi dari tenaga kerja yang digunakannya. Ketika hanya ada satu input yang dapat dirubah, asumsi produktifitas marjinal tenaga kerja menjamin bahwa peningkatan upah tenaga kerja akan menyebabkan lebih sedikit tenaga kerja yang digunakan perusahaan (Nicholson, 2002). Pada saat yang bersamaan (Gambar 3.2.a), lebih banyak tenaga kerja yang ditawarkan pada tingkat upah W M. Dalam struktur pasar tenaga kerja yang bersaing sempurna, intervensi pemerintah dalam bentuk penetapan upah minimum dapat menyebabkan terjadinya kelebihan penawaran tenaga kerja sebesar L M -L M. Dapat disimpulkan bahwa pada pasar

9 45 tenaga kerja yang bersaing, penerapan kebijakan upah minimum dapat menyebabkan pengangguran sebesar L M - L M Pasar Tenaga Kerja Monopsoni Perusahaan yang berada dalam struktur pasar tenaga kerja monopsoni menghadapi kurva penawaran pasar untuk seluruh input dan berslope positif. Namun pada struktur pasar monopsoni, kurva penawaran tenaga kerja yang dihadapi perusahaan tidak identik dengan kurva pengeluaran marjinal. Kurva penawaran pasar tenaga kerja tersebut memperlihatkan berapa banyak tenaga kerja yang harus perusahaan bayarkan per unit sebagai fungsi jumlah total unit tenaga kerja yang dibeli perusahaan. Dengan kata lain kurva penawaran tenaga kerja tersebut adalah kurva pengeluaran rata-rata perusahaan (AE). Karena kurva AE berslope positif maka kurva pengeluaran marginal perusahaan (ME) harus terletak di atas kurva S. Keputusan untuk membeli satu unit tambahan tenaga kerja menaikkan harga yang harus dibayarkan untuk semua unit tenaga kerja, bukan hanya untuk satu unit tambahan tenaga kerja tersebut. Untuk memperoleh kurva pengeluaran marjinal secara matematis adalah sebagai berikut: E = W L... (1) Pengeluaran marjinalnya: E W ME = = W + L... (2) L L Karena kurva penawaran berslope positif maka W/ L adalah positif dan pengeluaran marjinalnya lebih besar daripada pengeluaran rata-rata.

10 46 Selanjutnya jika perusahaan bertujuan untuk mencapai manfaat ekonomi semaksimal mungkin, maka secara defenisi perusahaan akan berusaha membuat perbedaan sebesar mungkin antara nilai penerimaan dan nilai pengeluaran dari pembelian tenaga erja. Secara matematis, manfaat bersih (NB) perusahaan dari pembelian tenaga kerja adalah sebagai berikut: NB = V E... (3) Keterangan: V = nilai penerimaan perusahaan dari pembelian tenaga kerja E = nilai pengeluaran perusahaan dari pembelian tenaga kerja Manfaat bersih dapat dimaksimalkan apabila: NB L NB L = 0, maka: V E = = 0... (4) L L MV ME = 0... (5) MV = ME... (6) Persamaan (6) menunjukkan bahwa untuk memaksimumkan manfaat, perusahaan seharusnya mempekerjakan tenaga kerja dimana manfaat tambahan pembelian satu tenaga kerja adalah tepat sama dengan biaya marjinal atas penggunaan tambahan satu tenaga kerja. Namun, pada kasus dimana perusahaan mempunyai kekuatan monopsoni, perusahaan akan menghadapi kurva penawaran tenaga kerja yang berarah positif. Akibatnya perusahaan membeli tenaga kerja dengan jumlah yang lebih sedikit dan upah yang lebih rendah dibandingkan yang terjadi dalam struktur pasar tenaga kerja yang bersaing. Selanjutnya juga akan diuraikan secara teoritis bahwa dalam pasar tenaga kerja dimana perusahaan mempunyai kekuatan monopsoni,

11 47 penetapan upah minimum di atas tingkat upah monopsoni tetapi masih di bawah tingkat upah struktur pasar bersaing akan meningkatkan kesempatan kerja seperti pada Gambar 4. Upah ME S = AE E MVP L W M * W N F Upah Minimum D = MVP L L N * L M Jumlah Tenaga Kerja Gambar 4. Dampak Kebijakan Upah Minimum di Pasar Tenaga Kerja Monopsoni Sumber : Nicholson, 2002 (dimodifikasi). Gambar 4 memperlihatkan bahwa pada syarat keseimbangan ME = MVP L jumlah tenaga kerja yang dapat dipekerjakan perusahaan adalah sebanyak LN * dan upah yang dibayarkan adalah sebesar W * N. Upah yang dibayarkan oleh perusahaan monopsoni ditentukan dari kurva penawarannya (upah W * N sendirilah yang menimbulkan penawaran L * N ). Akibatnya terlihat bahwa biaya marjinal atas * penggunaan tambahan satu tenaga kerja melebihi upah pasar. Demikian pula W N * dan L N lebih sedikit dibandingkan dengan upah dan jumlah tenaga kerja yang seharusnya berlaku dalam suatu pasar yang bersaing. Dapat dikatakan bahwa pada L N * perusahaan membayar upah buruh kurang dari yang seharusnya dibayarkan. Perbedaan antara produktifitas buruh dengan upah yang diterima tersebut menggambarkan eksploitasi tenaga kerja (buruh).

12 48 Kondisi perbedaan antara upah dan produktifitas akan semakin merugikan pekerja bila kurva penawaran tenaga kerja yang dihadapi perusahaan monopsoni semakin inelastis. Jika penawaran tenaga kerja semakin kurang responsif terhadap upah rendah maka perusahaan monopsoni dapat mengambil keuntungan yang semakin banyak pada situasi tersebut (Pindyck, 2001). Pendekatan matematis dari kenyataan ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Bila persamaan (2) dikalikan W dan dibagi W maka akan menjadi: L W ME = W + W... (7) W L berdasarkan persamaan (6) maka: MV = W 1 + W... (8) ε S MV W W 1 =... (9) ε S Berdasarkan persamaan (9), suatu pasar yang bersaing memiliki elastisitas penawaran tenaga kerja ε = 0 sehingga MV = W. Namun, jika perusahaan S memiliki kekuatan monopsoni, maka perusahaan dapat membeli tenaga kerja dengan upah di bawah nilai marjinalnya. Sejauhmana upah diturunkan di bawah nilai marjinalnya bergantung pada elastisitas penawaran tenaga kerja yang dihadapi perusahaan sebagai pembeli. Jika penawaran sangat leastis ( ε Sbesar ) maka penurunan upah akan kecil dan perusahaan akan mempunyai kekuatan monopsoni yang kecil (upah akan mendekati apa yang seharusnya terjadi dalam pasar persaingan sempurna). Sebaliknya jika elastisitas penawaran tenaga kerja tidak elastis maka penurunan upah menjadi besar dan perusahaan sebagai pembeli tenaga kerja akan mempunyai kekuatan monopsoni yang sangat besar.

13 Dampak Kebijakan Upah minimum di Indonesia Penjelasan sebelumnya telah membuktikan bahwa kekuatan monopsoni mengakibatkan upah dan penyerapan tenaga kerja yang lebih rendah. Pemerintah dapat melakukan intervensi untuk membuat posisi pekerja tidak terlalu dirugikan. Akan dilakukan pendekatan secara teoritis alasan pentingnya penetapan kebijakan upah minimum terhadap pekerja dengan status 4 (buruh/ karyawan) di Indonesia. Pendekatan yang akan digunakan adalah dengan membandingkan surplus konsumen dan surplus produsen yang berasal dari struktur pasar persaingan sempurna dengan surplus yang terjadi ketika perusahaan monopsoni adalah satusatunya pembeli seperti pada Gambar 5. Upah ME S = AE A W C * W N D E B C Deadweight Loss D = MVP L L N * L C Jumlah Tenaga Kerja Gambar 5. Surplus Produsen dan Konsumen pada Pasar Monopsoni Sumber : Nicholson, 2002 (dimodifikasi). Gambar 5 memperlihatkan keuntungan perusahaan monopsoni dapat dimaksimumkan dengan membeli tenaga kerja sebanyak L N * dengan upah W N * sehingga nilai penerimaan marjinal akan sama dengan nilai pengeluaran marjinal

14 50 perusahaan. Selanjutnya akan dianalisis bagaimana surplus konsumen dan produsen berubah bila upah dan jumlah tenaga kerja pada pasar yang bersaing (W C dan L C ) kita rubah menjadi upah dan jumlah tenaga kerja pada pasar monopsoni (W * N dan L * N ), seperti pada Tabel 9. Tabel 9. Analisis Surplus Produsen dan Surplus Konsumen dari Kekuatan Monopsoni Surplus Pasar Persaingan Sempurna Pasar Monopsoni Selisih Konsumen (Perusahaan) A+B A+D +D-B Produsen (Pekerja) C+D+E E -C-D Surplus Bersih -B-C Sumber : Gambar 5. Dengan monopsoni maka upah akan lebih rendah dan tenaga kerja yang terserap di pasar kerja lebih sedikit. Karena upah yang lebih rendah, pekerja kehilangan sejumlah surplus yang diberikan oleh segi empat D. Selain itu, pekerja sebagai penjual jasa tenaga kerja kehilangan surplus yang diberikan oleh segi tiga C karena penjualan yang berkurang. Oleh karena itu, total kerugian surplus pekerja sebagai produsen jasa tenaga kerja adalah sebesar C+D. Perusahaan sebagai pembeli jasa tenaga kerja memperoleh surplus yang diberikan oleh segi empat D dengan membeli tenaga kerja dengan upah yang lebih rendah. Namun, perusahaan membeli lebih sedikit tenaga kerja (L * N -L C ) sehingga kehilangan surplus sebesar segi tiga B. Total kelebihan surplus bagi perusahaan adalah D-B. Secara keseluruhan terdapat kerugian bersih surplus sebesar luas segi tiga B+C (deadweight loss) akibat kekuatan monopsoni. Deadweight loss adalah

15 51 biaya sosial yang ditanggung oleh pekerja karena adanya ketidakefisienan pasar monopsoni tenaga kerja. Dari perbandingan teoritis dua struktur pasar di atas jelas terlihat bahwa pada pasar tenaga kerja monopsoni, adalah beralasan bagi pemerintah untuk menerapkan kebijakan upah minimum sebesar W = W untuk menghilangkan M C deadweight loss dari kekuatan monopsoni. Dengan penetapan ini dapat meningkatkan upah dari W * N menjadi W M sementara penyerapan tenaga kerja juga akan meningkat dari L * N menjadi L M. Berbeda dengan dampak penetapan kebijakan upah minimum pada struktur pasar persaingan sempurna, kebijakan upah minimum pada pasar monopsoni justru berdampak pada peningkatan upah maupun penyerapan tenaga kerja. Menurut hasil kajian Suryahadi (2003) belum ada bukti empiris yang menunjukkan bahwa pasar tenaga kerja di Indonesia secara umum bersifat monopsoni. Ada beberapa kecenderungan adanya kekuatan monopsoni pada perusahaan-perusahaan besar di daerah-daerah yang relatif terisolasi di luar jawa. Namun, untuk membangun gambaran realistis tentang bagaimana identifikasi struktur pasar tenaga kerja secara umum di Indonesia dapat diamati melalui data jumlah pencari kerja dan jumlah lapangan kerja yang tersedia. Data tenaga kerja (BPS, 2005) menunjukkan bahwa jumlah lapangan pekerjaan formal yang tersedia (29.2 juta pekerja) jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah pencari kerja (102.9 juta pekerja). Diperkuat pula dengan studi empiris oleh Priyono (2002) bahwa indikasi di lapangan memperlihatkan bahwa kekuatan tawar menawar (bargaining power) pengusaha di Indonesia lebih besar dibandingkan dengan

16 52 kekuatan buruh. Dari dua karakteristik di atas dapat diasumsikan bahwa struktur pasar tenaga kerja Indonesia cenderung mengarah pada struktur pasar monopsoni. Pemerintah Indonesia telah menetapkan sistem pengupahan yaitu Upah Minimum yang terdiri dari upah pokok ditambah tunjangan tetap. Penetapan upah minimum pada prinsipnya didasarkan atas faktor-faktor : (1) Kebutuhan dasar hidup pekerja dengan keluarganya, (2) Tingkat upah pada sektor-sektor industri dan usaha-usaha lainnya, (3) Keadaan perekonomian pada umumnya dan perusahaan pada khususnya yang dikaitkan dengan pembangunan daerah dan pembangunan nasional, (4) Kemampuan perusahaan di sektor yang bersangkutan. Dalam penetapan upah minimum di Indonesia didasarkan pada kebutuhan hidup pekerja lajang yang telah mengalami dua kali perubahan. Pertama, penetapan upah minimum yang didasarkan pada Kebutuhan Fisik Minimum (KFM) dan kedua, didasarkan pada Kebutuhan Hidup Minimum (KHM). Kebutuhan fisik Minimum adalah kebutuhan minimum seorang pekerja yang diukur menurut jumlah kalori, protein, vitamin-vitamin, dan bahan mineral lainnya yang diperlukan sesuai dengan tingkat kebutuhan minimum seorang pekerja dengan syarat-syarat kesehatan (Depnakertrans, 2004b). Menurut Depnakertrans, dengan perkembangan teknologi dan sosial ekonomi yang cukup pesat maka dirasakan penetapan upah minimum didasarkan pada KFM sudah tidak sesuai lagi. Pemerintah beranggapan dasar kebutuhan hidup layak dapat lebih meningkatkan produktifitas kerja dan produktifitas perusahaan sehingga pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan produktifitas nasional. Namun pada awalnya penetapan upah minimum berdasarkan KHM

17 53 mendapat koreksi yang relatif besar dari pekerja karena mereka beranggapan hal tersebut dapat berimplikasi pada rendahnya daya beli dan kesejahteraan masyarakat terutama para pekerja level bawah Keterkaitan Pasar Tenaga Kerja dan Keseimbangan Ekonomi Makro Teori ekonomi makro tradisional difokuskan pada analisis variabel ekonomi agregat tertentu. Teori tersebut cenderung mengagregatkan ekonomi menjadi empat pasar yaitu : (1) Pasar barang, (2) Pasar uang, (3) Pasar Obligasi dan (4) pasar tenaga kerja. Terkait dengan hukum Walras maka hanya tiga dari keempat pasar ini yang independen. Dengan demikian salah satu dari pasar ini dapat dihapuskan, karena keseimbangannya dapat dijamin oleh keseimbangan ketiga pasar yang lainnya. Secara tradisional, pasar obligasilah yang akan dihilangkan dan analisisnya difokuskan pada ketiga pasar yang lainnya. Dengan demikian, defenisi teori ekonomi makro dapat dikembangkan dalam konteks pasar barang, pasar uang, dan pasar tenaga kerja. Menurut Romer (1996) dikotomi dalam sistem klasik sudah pecah. Perubahan keseimbangan pada salah satu pasar dapat menyebabkan perubahan keseimbangan di pasar lainnya melalui mekanisme transmisi. Secara keseluruhan sistem dalam ekonomi makro saling berhubungan (Mankiw, 2000). Pasar tenaga kerja dan pasar lainnya secara makro ikut menentukan jumlah penyerapan tenaga kerja. Pada khususnya, ini berarti bahwa kebijakan moneter dan fiskal dapat mempengaruhi tingkat pengangguran dan output nasional begitu pula sebaliknya. Sebagai contoh, diberlakukannya kebijakan peningkatan upah minimum. Secara makro, upah berpengaruh terhadap pendapatan nasional baik secara

18 54 langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, upah akan mempengaruhi produktivitas kerja dan mengakibatkan output yang dihasilkan meningkat. Secara kumulatif hal ini akan meningkatkan produksi nasional dan pada akhirnya meningkatkan pendapatan nasional. Secara tidak langsung, peningkatan upah akan meningkatkan daya beli pekerja untuk mengkonsumsi barang-barang. Hal ini mengakibatkan permintaan barang meningkat, sehingga mendorong pengusaha untuk meningkatkan produksinya. Peningkatan produksi akan memperluas kesempatan kerja, dan akhirnya akan meningkatkan pendapatan nasional. Hubungan ini dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 6. AE=C+I+G+X-M Eq Ps IS AE=Y AD MD=L(r,Y) Equilibrium Makro Eq Ps Uang LM AS = AD MS/P=MD Fungsi Produksi AS D TK =P.f(L) Indikator Makro: 1. Pengangguran 2. Inflasi 3. Output nasional Eq Ps TK S TK = D TK S TK =P e.g(l) Gambar 6. Skema Hubungan Pasar Tenaga Kerja dan Keseimbangan Ekonomi Makro Sumber: Mankiw, 2000.

19 Shock di Pasar Tenaga Kerja dan Transmisinya Teori ekonomi makro tradisional dapat dirangkumkan sebagai berikut (Mankiw, 2000): Keseimbangan pasar tenaga kerja Fungsi produksi Keseimbangan pasar barang (IS) Keseimbangan pasar uang (LM) : P e. g (L) = P. f (L) : Y = f (L) : Y = C (Y T) + I (r) + G + X M : MS/P = MD (r,y) Keterangan: P e = Ekspektasi indeks harga umum. P = Indeks harga umum. L = Jumlah tenaga kerja. Y = Output nasional. C = Konsumsi. T = Pajak. I = Investasi. r = Suku bunga. G = Pengeluaran pemerintah. X = Ekspor. M = Impor. MS/P = Penawaran uang riil. MD = Permintaan uang. Secara teoritis, idealnya output selalu berada pada tingkat penggunaan tenaga kerja penuh atau full employment (Branson, 1976). Namun pada kenyataannya kondisi ketenagakerjaan (digambarkan oleh pasar tenaga kerja) tampaknya menyesuaikan diri secara lambat terhadap perubahan permintaan agregat. Dalam dunia nyata informasi adalah tidak sempurna. Para pengusaha mengetahui informasi harga dengan sempurna sementara tidak demikian halnya dengan para pekerja. Akibatnya besar pergeseran kurva permintaan tenaga kerja tidak sama besar dengan pergeseran kurva penawaran tenaga kerja. Keadaan ini lebih jelas diperlihatkan pada contoh kasus seperti pada Gambar 7.

20 W WS 1 = P 1 e.g(l) WS 0 = P 0 e.g(l) 56 W 0 B A W 2 1 W 1 WD 0 = P 0.f(L) AS Y Y 0 Y 1 WD 1 = P 1.f(L) L 2 L 1 L 0 L A Y= f (L) B (a) Pasar TK dan Fungsi Produksi L 2 L 1 L 0 L r r LM (P 1 ) r M M P 1 P 0 LM (P 0 ) r 1 r 2 B r 2 B r 2 A r 0 r 0 A r 0 B A I (r) IS LD 0 LD 1 I 1 I 0 I Y 1 Y 0 Y riil MS, MD P P 1 P 0 B AS 1 AS 0 A A (b) Pasar Barang, Pasar Uang dan Keseimbangan Makro AD 0 Y 1 Y 0 Y riil Gambar 7. Shock di Pasar Tenaga Kerja dan Transmisi

21 57 Gambar 7 memperlihatkan keseimbangan awal pada setiap pasar berada pada titik A. Adanya kebijakan pemerintah yang menyesuaikan Upah Minimum Propinsi (UMP) dengan tingkat inflasi ditambah kebijakan-kebijakan ketenagakerjaan antara lain: (i) Keputusan Menteri no. 150 tahun 2000 tentang pengawasan ketenagakerjaan dalam industri dan perdagangan, (ii) Undang-undang ketenagakerjaan no 13 tahun 2003 tentang aturan mempekerjakan perempuan dan (iii) Undang-undang no 2 / 2004 tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial dapat meningkatkan biaya operasional perusahaan sehingga menjadi pemicu berkurangnya permintaan tenaga kerja. Mekanisme perubahan keseimbangan di pasar tenaga kerja akan mempengaruhi keseimbangan di semua pasar secara makro. Permintaan tenaga kerja berkurang, kurva permintaan tenaga kerja bergeser ke kiri (D 0 ke D 1 ). Pada saat upah tetap di W 0 akan terjadi kelebihan penawaran tenaga kerja sehingga upah keseimbangan cenderung turun menjadi W 1. Bila diasumsikan adanya kebijakan upah minimum merupakan kendala bagi perusahaan untuk menurunkan upah sementara diasumsikan informasi bersifat tidak sempurna dan adanya kekuatan serikat pekerja untuk menuntut kenaikan upah maka kurva penawaran tenaga kerja akan bergeser ke kiri atas (S 0 ke S 1 ). Kesempatan kerja berkurang. Keseimbangan di pasar tenaga kerja terjadi pada titik B (W 2,L 2 ). Pada fungsi produksi terlihat output berkurang (Y 0 ke Y 1 ). Pada keseimbangan makro, penurunan output nasional karena efek di pasar tenaga kerja di ilustrasikan dari pergeseran penawaran agregat AS ke kiri atas (AS 0 ke AS 1 ). Pada indeks harga umum yang konstan di P 0 terjadi kelebihan

22 58 permintaan agregat sehingga harga cenderung meningkat (P 0 ke P 1 ). Keseimbangan makro bergeser ke titik B (P 1,Y 1 ). Peningkatan indeks harga-harga umum ke P 1 menyebabkan perubahan keseimbangan di pasar uang dan pasar barang. Kurva penawaran uang bergeser ke kiri (M/P 0 ke M/P 1 ), LM bergeser ke kiri (LM(P 0 ) ke LM(P 1 )). Keseimbangan IS-LM bergeser ke titik B(r 2,Y 1 ). Kesimpulan dari adanya pemberlakuan kebijakan ketenagakerjaan pada kasus di atas menimbulkan beberapa dampak secara makro. Dampak tersebut adalah : i) penurunan growth dari Y 0 ke Y 1, ii) inflasi karena peningkatan indeks harga-harga umum dari P 0 ke P 1, iii) penurunan kesempatan kerja dari L 0 ke L 2, dan iv) peningkatan jumlah pengangguran sebesar selisih L 0 dan L Pengangguran Dalam pembahasan ekonomi makro dibedakan berbagai jenis pengangguran. Keynes membedakan pengangguran berdasarkan kesediaan bekerja menjadi pengangguran yang disengaja (voluntary unemployment) dan pengangguran yang tidak disengaja (unvoluntary unemployment). Pengangguran yang disengaja terjadi bila ada pekerjaan tetapi orang yang menganggur tidak mau menerima pekerjaan dengan upah yang berlaku untuk pekerjaan tersebut. Pengangguran yang tidak disengaja terjadi bila seseorang bersedia menerima pekerjaan dengan upah yang berlaku tetapi pekerjaannya tidak ada. Menurut Lucas dalam Romer (1996), pengangguran disebabkan oleh kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh pekerja dan pengusaha. Pekerja membuat kesalahan mengenai upah riil dan melepas pekerjaannya atau menolak pekerjaan

23 59 yang ditawarkan karena upah yang terlalu rendah. Pengusaha juga membuat kesalahan tentang permintaan dan kadang-kadang memproduksi dalam jumlah yang terlalu kecil dan terlalu sedikit mempekerjakan pekerja. Tetapi karena manusia adalah mahluk rasional, yang melihat kedepan dalam membuat pengharapan, kesalahan akan diperbaiki dengan segera dan pengangguran akan hilang. Keynes mengemukakan pendapat mengawali The General Theory -nya dengan menyerang Hukum Say, yaitu pandangan bahwa penawaran menciptakan permintaannya sendiri. Menurut hukum ini, pengangguran adalah hal yang tidak mungkin, karena setiap ada penawaran tenaga kerja (atau setiap ada penawaran barang dalam ekonomi) maka akan ada permintaan untuk tenaga kerja tersebut (atau permintaan untuk barang tersebut). Keynes kemudian berpendapat bahwa permintaan agregat atau permintaan total menentukan penawaran dari output dan tingkat tenaga kerja. Ketika permintaan tinggi, ekonomi akan makmur, perusahaan akan berkembang dan mempekerjakan lebih banyak lagi tenaga kerja dan masalah pengangguran akan terpecahkan. Tetapi ketika permintaan rendah, perusahaan tidak akan mampu menjual barang mereka sehingga terpaksa mengurangi produksi dan tenaga kerja. Apabila keadaan semakin memburuk, maka akan tejadi pemecatan besar-besaran dan pengangguran yang tinggi. Kondisi tingkat permintaan tenaga kerja yang rendah dibandingkan dengan penawaran tenaga kerja tercermin di pasar tenaga kerja Indonesia. Pertumbuhan angkatan kerja Indonesia yang tinggi tidak dibarengi dengan pertumbuhan dan skala ekonomi yang tinggi. Kondisi seperti ini terus berlangsung di Indonesia.

24 60 Sekarang Indonesia dikategorikan sebagai Labour Surplus Economy Depnakertrans dan BPPS, 1999) Pengangguran di Indonesia merupakan masalah ketenagakerjaan dan masalah ekonomi yang serius karena menyangkut pemborosan dalam penggunaan sumberdaya (Depnakertrans dan BPPS, 1999). Pemborosan ini terjadi sebagai akibat belum dimanfaatkannya sumberdaya tenaga kerja ke arah kegiatan produktif. Kerugian akibat pemborosan akan merupakan beban yang harus ditanggung negara, masyarakat dan individu. Beban yang ditanggung negara menyangkut biaya pemeliharaan keamanan, ketenangan dan stabilitas kehidupan masyarakat yang harus dikeluarkan sebagai akibat dari pengangguran. Masyarakat harus mengeluarkan biaya untuk penghidupan tenaga kerja yang belum dimanfaatkan secara produktif. Individu akan menanggung beban moral, merasa terasing, rendah diri, kehilangan kepercayaan dan penghargaan keluarga dan masyarakat. Dari berbagai pengalaman menunjukkan bahwa pengangguran dapat menyebabkan timbulnya keresahan dalam kehidupan masyarakat. Pengangguran juga telah menyebabkan masyarakat kehilangan sebagian produksi barang dan jasa akibat belum digunakannya sumberdaya tenaga kerja tersebut. Sebagai contoh, kerugian akibat pengangguran siklis bagi masyarakat adalah adanya output yang hilang karena perekonomian tidak beroperasi pada tingkat penggunaan tenaga kerja penuh. Ukuran pertama atas kerugian itu adalah seperti pada hukum Okun. Hukum Okun menyatakan bahwa untuk setiap laju pertumbuhan GNP riil sebesar 2.2 persen di atas tingkat trend yang telah dicapai

25 61 pada tahun tertentu tingkat pengangguran akan menurun sebesar 1 persen (Mankiw, 2000). Terdapat kerugian tambahan bagi masyarakat akibat pengangguran, yang sangat sulit untuk diukur. Kerugian itu timbul dari distribusi beban pengangguran yang tidak merata antar penduduk yang ada. Pengangguran cenderung terpusat pada kaum miskin dan hal ini membuat aspek distribusi pengangguran menjadi masalah yang serius. Pengangguran ini tidak dapat kita ukur secara mudah meskipun seharusnya tidak boleh diabaikan Inflasi Menurut Mankiw (2000) inflasi adalah peningkatan dalam seluruh tingkat harga. Inflasi dapat disebabkan oleh reaksi dari sisi permintaan dan sisi penawaran. Inflasi dorongan biaya disebut juga inflasi dari sisi penawaran (supply shock inflation). Ada tiga faktor yang menyebabkan inflasi dari sisi penawaran. Pertama, disebabkan oleh kenaikan upah yang merupakan tuntutan serikat pekerja, yang disebut juga wage-push inflation. Kedua, disebabkan penetapan harga yang tinggi oleh industri monopolistik atau oligopolistik, yang disebut juga profit-push inflation. Ketiga, disebabkan adanya transmisi inflasi dari negara pengekspor ke negara pengimpor (import driven). Prasyarat terjadinya wage-push adanya pasar tenaga kerja yang tidak kompetitif, terutama dengan adanya serikat pekerja. Sementara prasyarat profitpush inflation adanya pasar persaingan tidak sempurna. Penetapan harga, melalui administered price yang jauh lebih besar dari biaya, dapat juga menyebabkan

26 62 inflasi. Peningkatan harga faktor, dengan cara yang sama seperti wage-push menyebabkan bergesernya kurva penawaran agregat ke kiri menyebabkan inflasi yang disebut cost-push inflation (Shapiro, 1978). Mekanisme pergeseran kurva penawaran agregat, akibat terjadi perubahan di pasar tenaga kerja, dalam hal ini tuntutan serikat pekerja untuk menaikan upah dapat dilihat pada Gambar 8. W S 1 P AS 1 S 0 AS 0 W 1 W 0 B A P 1 P 0 B A D 0 AD 0 Y L 1 L 0 L Y Y 1 Y 0 Y riil Y 0 Y 1 B A Y = f (L) Y 0 Y 1 B A Gambar 8. Inflasi Dorongan-Biaya akibat Tuntutan Kenaikan Upah oleh L Serikat Pekerja 1 L 0 L Y 1 Y 0 Y riil Sumber : Shapiro, Gambar 8 memperlihatkan pada kondisi kurva AD tertentu, keseimbangan awal terjadi pada saat kurva AD 0 berpotongan dengan kurva AS 0 pada tingkat upah W 0, tenaga kerja L 0, produksi Y 0 dan harga P 0. Jika serikat pekerja

27 63 menuntut kenaikan upah, pada tingkat harga tetap di P 0, permintaan tenaga kerja tetap di D 0, sedangkan upah meningkat dari W 0 ke W 1. Akibatnya kurva penawaran tenaga kerja bergeser ke kiri dari S 0 ke S 1. Peregeseran kurva penawaran tenaga kerja ke kiri menyebabkan jumlah faktor yang digunakan menurun dari L 0 ke L 1, sehingga output menurun dari Y 0 ke Y 1. Dengan harga tetap di P 0, penurunan output dari Y 0 ke Y 1 menyebabkan kurva penawaran agregat bergeser dari AS 0 ke AS 1. Akibatnya terjadi excess demand yang menyebabkan harga meningkat dari P 0 ke P 1. Kenaikan harga ini disebut wagepush inflation. Grafik sebelah kiri bawah merupakan kurva produksi dan grafik di kiri atas merupakan kurva penawaran dan permintaan tenaga kerja di pasar tenaga kerja. Pada permintaan tenaga kerja yang tetap, perubahan W menyebabkan pergeseran kurva penawaran tenaga kerja, S. Hal ini menyebabkan kurva AS bergeser. Dengan demikian shifter AS adalah upah, W. Jika dianalogkan upah sebagai input, maka harga input lain juga merupakan shifter kurva AS. Dalam jangka panjang, perubahan teknologi juga akan menggeser kurfa AS ke kanan yang dapat menurunkan tingkat harga Kurva Phillips Kurva Phillips dapat diterjemahkan kedalam kurva yang mengaitkan perubahan upah dengan senjang keluaran dengan memperhatikan bahwa pengangguran dan senjang ini mempunyai hubungan negatif. Senjang resesi berkaitan dengan tingkat pengangguran tinggi, dan senjang inflasi berkaitan

28 64 dengan tingkat pengangguran rendah. Kurva Phillips diperlihatkan pada Gambar 9. (+) (+) Laju Perubahan Laju Perubahan W 0 W U 0 U* Tingkat Pengangguran (%) Y* Y 0 Pendapatan Nasional Riil (-) (-) Gambar 9. Kurva Phillips Sumber: Mankiw, Kedua kurva di atas memberikan informasi yang sama. Senjang inflasi (yang berkaitan dengan pengangguran rendah) berkaitan dengan kenaikan upah relatif terhadap produktifitas. Sementara senjang resesi (yang berkaitan dengan tingkat pengangguran tinggi) berkaitan dengan penurunan upah relatif terhadap produktifitas. Kurva Phillips menunjukkan bahwa laju inflasi upah menurun dengan naiknya pengangguran. Laju inflasi upah dapat dinyatakan sebagai berikut (Dornbusch, 1997): keterangan : W W 1 gw =.. (10) W 1 gw W = Laju inflasi upah = Tingkat upah dalam periode ini

29 65 W -1 = Tingkat upah periode yang lalu Kurva Phillips menyiratkan bahwa upah dan harga-harga menyesuaikan diri secara lambat terhadap perubahan permintaan agregrat. Mengapa bisa demikian? Dimisalkan perekonomian berada dalam keadaan equilibrium dengan tingkat harga yang stabil dan pengangguran dengan tingkat alamiahnya. Sekarang ada kenaikan uang beredar sebanyak 10 persen. Harga-harga dan upah semestinya naik sebesar 10 persen agar perekonomian tersebut kembali kepada keadaan equilibriumnya. Akan tetapi kurva Phillips menunjukkan bahwa bila upah naik 10 persen angka pengangguran akan merosot. Ini akan mengakibatkan tingkat upah mulai menanjak. Tingkat upah mulai naik, harga juga meningkat, dan akhirnya perekonomian akan kembali kepada kondisi permulaan tenaga kerja penuh. Namun sementara itu, kenaikan jumlah uang beredar menyebabkan turunnya jumlah pengangguran. Kurva Phillips yang digunakan para ekonom dewasa ini berbeda dalam tiga hal dari hubungan yang dipelajari Phillips. Pertama, kurva Phillips modern mensubtitusi inflasi harga untuk inflasi upah. Perbedaan ini tidak penting, karena inflasi harga dan inflasi upah terkait erat. Dalam periode ketika upah meningkat pesat, harga-harga juga meningkat pesat. Kedua, kurva Phillips modern mencakup inflasi yang diharapkan. Penambahan ini mengacu pada hasil kerja Milton Friedman dan Edmund Phelps. Dalam mengembangkan model kesalahan persepsi pekerja pada tahun 1960-an kedua ekonom ini menekankan pentingnya harapan pada penawaran agregrat. Ketiga, kurva Phillips modern mencakup goncangan penawaran. Kredit untuk penambahan ini diberikan kepada OPEC,

30 66 organisasi negara-negara pengekspor minyak. Pada tahun 1970-an, OPEC menyebabkan kenaikan besar dalam harga minyak dunia yang membuat para ekonom lebih menyadari pentingnya goncangan terhadap penawaran agregrat. Kurva Phillips dalam bentuk modernnya menyatakan bahwa tingkat inflasi tergantung pada tiga kekuatan yaitu : 1). Inflasi yang diharapkan (expected inflation), 2). Defiasi pengangguran dari tingkat alamiah atau disebut pengangguran siklikal (cyclical unemployment) dan 3). Goncangan penawaran (supply shock). Tiga kekuatan ini ditunjukan dalam persamaan berikut (Mankiw, 2000): e n π = π β ( u u ) + v.... (11) dimana : π = Tingkat inflasi aktual π e = Tinggat inflasi yang diharapkan β = Parameter yang mengukur respon inflasi terhadap pengangguran siklikal u = tingkat pengangguran aktual u n = tingkat pengangguran alamiah v = goncangan tingkat pengangguran 3.4. Bagan Alur Penelitian Berdasarkan kerangka teori tentang keterkaitan pasar tenaga kerja dengan keseimbangan di pasar uang, pasar barang dan keseimbangan makro maka penelitian ini diharapkan mampu menjawab dampak kebijakan ketenagakerjaan

31 67 terhadap perubahan di pasar tenaga kerja dan perekonomian Indonesia di era otonomi daerah. Bagan alur penelitian diilustrasikan seperti pada Gambar 10. KEBIJAKAN KETENAGAKERJAAN 1. Upah Minimum: % KHM. Upah sundulan Peningkatan W. 2. Kebijakan penyelesaian perselisihan hubungan industrial: Pekerja dan pengusaha sama-sama diberatkan dengan argumen berbeda Pemogokan dan unjuk rasa. Maraknya sistem kontrak dan Outsourching. Produksi Sektoral Keseimbangan Pasar TK Penawaran Agregat Permintaan Agregat Keseimbangan Pasar Barang Keseimbangan Makro Indikator: 1. Tingkat Pengangguran 2. Tingkat Inflasi 3. Output Nasional Keseimbangan Pasar Uang Gambar 10. Kerangka dan Bagan Alur Penelitian

III. KERANGKA TEORITIS

III. KERANGKA TEORITIS III. KERANGKA TEORITIS 3.1. Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Moneter Kebijakan fiskal mempengaruhi perekonomian (pendapatan dan suku bunga) melalui permintaan agregat pada pasar barang, sedangkan kebijakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. Tenaga Kerja adalah penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut

BAB II TINJAUAN TEORI. Tenaga Kerja adalah penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Ketenagakerjaan Tenaga Kerja adalah penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, yang disebut sebagai tenaga kerja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menganggap pengangguran bukan masalah ketenagakerjaan yang serius

I. PENDAHULUAN. menganggap pengangguran bukan masalah ketenagakerjaan yang serius I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sampai era tahun 1980-an, para analis ketenagakerjaan pada umumnya menganggap pengangguran bukan masalah ketenagakerjaan yang serius (Depnakertrans, 2004a).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Ketenagakerjaan Penduduk suatu negara dapat dibagi menjadi dua yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Tenaga kerja adalah penduduk yang berusia kerja

Lebih terperinci

Fungsi produksi adalah sebuah fungsi yang menunjukkan hubungan antara output (jumlah produksi barang/jasa) dan faktor-faktor produksi (input).

Fungsi produksi adalah sebuah fungsi yang menunjukkan hubungan antara output (jumlah produksi barang/jasa) dan faktor-faktor produksi (input). Penawaran agregrat menunjukkan kemampuan masyarakat suatu negara menawarkan produk/jasa secara agregat. Kurva penawaran agregat dibentuk dengan menghubungkan antara fungsi produksi, fungsi permintaan dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Boediono (2000) Inflasi dapat diartikan sebagai kecenderungan kenaikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Boediono (2000) Inflasi dapat diartikan sebagai kecenderungan kenaikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Inflasi Boediono (2000) Inflasi dapat diartikan sebagai kecenderungan kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus. kenaikan harga pada satu atau dua barang

Lebih terperinci

PENAWARAN AGREGAT. Minggu 14

PENAWARAN AGREGAT. Minggu 14 PENAWARAN AGREGAT Minggu 14 Pendahuluan Penawaran agregrat menunjukkan kemampuan masyarakat suatu negara menawarkan produk/jasa secara agregat. Kurva penawaran agregat dibentuk dengan menghubungkan antara

Lebih terperinci

KESEIMBANGAN AGREGAT DEMAND AGREGAT SUPPLY

KESEIMBANGAN AGREGAT DEMAND AGREGAT SUPPLY KESEIMBANGAN AGREGAT DEMAND AGREGAT SUPPLY L Suparto LM,.M.Si AGREGAT DEMAND-AGREGAT SUPPLY Dengan memperkenalkan peranan uang dalam perekonomian, dan menerangkan teori Keynes yang menyatakan bahwa tingkat

Lebih terperinci

Prof. Dr. Almasdi Syahza, SE., MP Peneliti dan Pengamat Ekonomi Pedesaan Blog:

Prof. Dr. Almasdi Syahza, SE., MP Peneliti dan Pengamat Ekonomi Pedesaan Blog: Pokok Bahasan 3 PENENTUAN KEGIATAN EKONOMI Dosen Pengampu: Prof. Dr. H. Almasdi Syahza, SE., MP Email: asyahza@yahoo.co.id; syahza.almasdi@gmail.com Guru Besar Universitas Riau Pandangan Klasik, Keynes

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keahlian-keahlian, kemampuan untuk berfikir yang dimiliki oleh tenaga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keahlian-keahlian, kemampuan untuk berfikir yang dimiliki oleh tenaga BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Tenaga Kerja Menurut Sudarso (1991), tenaga kerja merupakan manusia yang dapat digunakan dalam proses produksi yang meliputi keadaan fisik jasmani, keahlian-keahlian,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1, tenaga kerja adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1, tenaga kerja adalah 7 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Pengertian Tenaga Kerja Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1, tenaga kerja adalah tiap orang yang mampu melaksanakan pekerjaan baik di dalam

Lebih terperinci

Permintaan Agregat dalam Perekonomian Tertutup: Perilaku Pasar Barang dan Pasar Uang

Permintaan Agregat dalam Perekonomian Tertutup: Perilaku Pasar Barang dan Pasar Uang Modul 1 Permintaan Agregat dalam Perekonomian Tertutup: Perilaku Pasar Barang dan Pasar Uang Arief Ramayandi, S.E., MecDev., Ph.D. Ari Tjahjawandita, S.E., M.Si. M PENDAHULUAN odul ini akan menjelaskan

Lebih terperinci

VIII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Berdasarkan hasil dan pembahasan Bab V sampai dengan Bab VII,

VIII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Berdasarkan hasil dan pembahasan Bab V sampai dengan Bab VII, VIII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Simpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan Bab V sampai dengan Bab VII, dirumuskan beberapa simpulan sebagai berikut: 1. Undang-undang ketenagakerjaan era otda

Lebih terperinci

= Inflasi Pt = Indeks Harga Konsumen tahun-t Pt-1 = Indeks Harga Konsumen tahun sebelumnya (t-1)

= Inflasi Pt = Indeks Harga Konsumen tahun-t Pt-1 = Indeks Harga Konsumen tahun sebelumnya (t-1) Inflasi adalah kecendrungan meningkatnya harga-harga barang secara umum dan terus menerus. Kenaikkan harga satu atau dua barang tidak bisa disebut sebagai inflasi, kecuali jika kenaikkan harga barang itu

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. terdahulu oleh Arifatul Chusna (2013) dalam penelitiannya Pengaruh Laju

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. terdahulu oleh Arifatul Chusna (2013) dalam penelitiannya Pengaruh Laju BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Dalam melakukan penelitian ini diambil acuan dari penelitian terdahulu oleh Arifatul Chusna (2013) dalam penelitiannya Pengaruh Laju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lapangan atau peluang kerja serta rendahnya produktivitas, namun jauh lebih

BAB I PENDAHULUAN. lapangan atau peluang kerja serta rendahnya produktivitas, namun jauh lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dimensi masalah ketenagakerjaan bukan hanya sekedar keterbatasan lapangan atau peluang kerja serta rendahnya produktivitas, namun jauh lebih serius dengan penyebab

Lebih terperinci

PERMINTAAN DAN PENAWARAN AGREGAT

PERMINTAAN DAN PENAWARAN AGREGAT PERMINTAAN DAN PENAWARAN AGREGAT L Suparto LM,. M.Si Dalam teori makroekonomi klasik, jumlah output bergantung pada kemampuan perekonomian menawarkan barang dan jasa, yang sebalikya bergantung pada suplai

Lebih terperinci

PENGUKURAN INFLASI. Dalam menghitung Inflasi secara umum digunakan rumus: P P

PENGUKURAN INFLASI. Dalam menghitung Inflasi secara umum digunakan rumus: P P INFLASI Minggu 15 Pendahuluan Inflasi adalah kecendrungan meningkatnya harga-harga barang secara umum dan terus menerus. Kenaikkan harga satu atau dua barang tidak bisa disebut sebagai inflasi, kecuali

Lebih terperinci

Pengantar Ekonomi Makro. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

Pengantar Ekonomi Makro. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Pengantar Ekonomi Makro Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Pengertian Ilmu Ekonomi Adalah studi mengenai cara-cara yang ditempuh oleh masyarakat untuk menggunakan sumber daya yang langka guna memproduksi komoditas

Lebih terperinci

KURVA PHILLIPS (PHILLIPS CURVE) 1

KURVA PHILLIPS (PHILLIPS CURVE) 1 1. Kurva Phillips Asli Atau Awal KURVA PHILLIPS (PHILLIPS CURVE) 1 Bahan 7 Phillips Curve Pada tahun 1958 A. W. Phillips, kemudian menjadi professor di London School of Economics, mempublikasikan hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja untuk orang lain karena adanya

I. PENDAHULUAN. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja untuk orang lain karena adanya 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja untuk orang lain karena adanya pekerjaan yang harus dilakukan dimana ada unsur perintah, upah dan waktu. Hubungan kerja

Lebih terperinci

Pengantar Ekonomi Makro. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

Pengantar Ekonomi Makro. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Pengantar Ekonomi Makro Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Materi Perkuliahan: 1. Ruang Lingkup Analisis Makroekonomi (Konsep dasar ekonomi makro) 2. Aliran kegiatan perekonomian (aliran sirkular atau circular

Lebih terperinci

Makro ekonomi adalah Makro artinya besar, analisis makro ekonomi merupakan analisis keseluruhan kegiatan perekonomian. Bersifat global dan tidak

Makro ekonomi adalah Makro artinya besar, analisis makro ekonomi merupakan analisis keseluruhan kegiatan perekonomian. Bersifat global dan tidak TEORI EKONOMI MAKRO Makro ekonomi adalah Makro artinya besar, analisis makro ekonomi merupakan analisis keseluruhan kegiatan perekonomian. Bersifat global dan tidak memperhatikan kegiatan ekonomi yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses multidimensional yang mencakup berbagai

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses multidimensional yang mencakup berbagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi nasional,

Lebih terperinci

Permintaan Agregat & Penawaran Agregat

Permintaan Agregat & Penawaran Agregat Permintaan Agregat & Penawaran Agregat Permintaan Agregat Permintaan Agregat adalah, jumlah dari keseluruhan barang dan jasa yang diminta oleh seluruh pelaku ekonomi pada berbagai tingkat harga. Permintaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. landasan teori yang digunakan dalam penelitian yaitu mengenai variabel-variabel

BAB II TINJAUAN TEORI. landasan teori yang digunakan dalam penelitian yaitu mengenai variabel-variabel BAB II TINJAUAN TEORI Bab ini membahas mengenai studi empiris dari penelitian sebelumnya dan landasan teori yang digunakan dalam penelitian yaitu mengenai variabel-variabel dalam kebijakan moneter dan

Lebih terperinci

PENGANTAR EKONOMI MAKRO. Masalah Utama dalam perekonomian, Alat Pengamat Kegiatan Ekonomi dan Kebijakan Ekonomi Makro

PENGANTAR EKONOMI MAKRO. Masalah Utama dalam perekonomian, Alat Pengamat Kegiatan Ekonomi dan Kebijakan Ekonomi Makro PENGANTAR EKONOMI MAKRO Masalah Utama dalam perekonomian, Alat Pengamat Kegiatan Ekonomi dan Kebijakan Ekonomi Makro EKONOMI MAKRO DAN MIKRO Pengertian Ekonomi Makro ilmu yang mempelajari fenomena ekonomi

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Sebelum penelitian ini terdapat penelitian sejenis yang sudah dilakukan oleh beberapa orang. Penelitian terdahulu yang menjadi refrensi

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERADAAN TRADEOFF INFLASI DAN PENGANGGURAN (KURVA PHILLIPS) DI INDONESIA

ANALISIS KEBERADAAN TRADEOFF INFLASI DAN PENGANGGURAN (KURVA PHILLIPS) DI INDONESIA ANALISIS KEBERADAAN TRADEOFF INFLASI DAN PENGANGGURAN (KURVA PHILLIPS) DI INDONESIA Abstract Inflasi dan pengangguran adalah masalah pelik yang selalu dihadapi oleh Negara Indonesia terkait belum berkualitasnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau bahkan tercapainya full employment adalah kondisi ideal perekonomian yang

BAB I PENDAHULUAN. atau bahkan tercapainya full employment adalah kondisi ideal perekonomian yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tingkat inflasi yang terkendali, nilai tukar dan tingkat suku bunga yang stabil serta tingkat pengangguran yang rendah atau bahkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia bertujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Nasional yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil, makmur yang merata, material dan spiritual berdasarkan

Lebih terperinci

MODEL SEDERHANA PERMINTAAN AGREGAT PENAWARAN AGREGAT

MODEL SEDERHANA PERMINTAAN AGREGAT PENAWARAN AGREGAT MODEL SEDERHANA PERMINTAAN AGREGAT PENAWARAN AGREGAT Permintaan agregat adalah permintaan keseluruhan total atau permintaan seluruh lapisan masyarakat. Permintaan agregat terbentuk : 1. Dibentuk oleh pasar

Lebih terperinci

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang dalam. yang sangat kompleks karena mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang dalam. yang sangat kompleks karena mempengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang dalam pengelompokkan negara berdasarkan taraf kesejahteraan masyarakat, dimana salah satu permasalahan yang dihadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Dalam melakukan penelitian ini diambil acuan dari penelitian terdahulu oleh Ulviani (2010) yang berjudul : Analisis Pengaruh Nilai Output dan Tingkat Upah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter Bank Indonesia selaku otoritas moneter. BI Rate merupakan instrumen kebijakan utama untuk

Lebih terperinci

BAB 2 Ilmu Ekonomi Makro

BAB 2 Ilmu Ekonomi Makro BAB 2 Ilmu Ekonomi Makro Satuan Acara Perkuliahan 2 Tujuan kegiatan belajar ini adalah untuk membahas : Akar Ilmu Ekonomi Makro Definisi Ekonomi Makro Perbedaan ekonomi makro dan ekonomi mikro Permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya,

BAB I PENDAHULUAN. fiskal maupun moneter. Pada skala mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum angka inflasi yang menggambarkan kecenderungan umum tentang perkembangan harga dan perubahan nilai dapat dipakai sebagai informasi dasar dalam pengambilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi yang pernah dilakukan di Indonesia. tenaga kerja dengan variabel pertumbuhan ekonomi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi yang pernah dilakukan di Indonesia. tenaga kerja dengan variabel pertumbuhan ekonomi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan diuraikan mengenai landasan teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati, studi empiris dari penelitian sebelumnya dan Studi empiris yang dibahas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu

BAB I PENDAHULUAN. mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu Negara, pemerintah mempunyai berbagai kekuasaan untuk mengatur masuk dan keluarnya perusahaan dari sebuah indutri, standar mutu produk, menetapkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. rata-rata pendapatan riil dan standar hidup masyarakat dalam suatu wilayah. Oleh

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. rata-rata pendapatan riil dan standar hidup masyarakat dalam suatu wilayah. Oleh BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Konsep Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses kenaikan output yang terus menerus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara. Inflasi itu sendiri yaitu kecenderungan dari harga-harga untuk menaik

BAB I PENDAHULUAN. negara. Inflasi itu sendiri yaitu kecenderungan dari harga-harga untuk menaik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Inflasi merupakan fenomena ekonomi yang sangat ditakuti oleh semua negara. Inflasi itu sendiri yaitu kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah ekonomi dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yag pesat merupakan feneomena penting yang

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah ekonomi dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yag pesat merupakan feneomena penting yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah ekonomi dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yag pesat merupakan feneomena penting yang dialami dunia hanya semenjak dua abad

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter

BAB I PENDAHULUAN. BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BI Rate yang diumumkan kepada publik mencerminkan stance kebijakan moneter Bank Indonesia selaku otoritas moneter. BI Rate merupakan instrumen kebijakan utama untuk

Lebih terperinci

Kerangka Belajar Ekonomi Makro Pandangan Klasik, Keyness dan Sesudahnya

Kerangka Belajar Ekonomi Makro Pandangan Klasik, Keyness dan Sesudahnya 3. Kerangka Belajar Ekonomi Makro Pandangan Klasik, Keyness dan Sesudahnya Mengapa Anda Perlu Tahu Tahun 1997 Indonesia pernah mengalami krisis ekonomi yang disebabkan oleh krisis moneter di Asia. Secara

Lebih terperinci

ekonomi K-13 INFLASI K e l a s A. INFLASI DAN GEJALA INFLASI Tujuan Pembelajaran

ekonomi K-13 INFLASI K e l a s A. INFLASI DAN GEJALA INFLASI Tujuan Pembelajaran K-13 ekonomi K e l a s XI INFLASI Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan menjelaskan penyebab inflasi dan dampaknya bagi kehidupan bermasyarakat. A. INFLASI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penulis menggunakan penelitian terdahulu sebagai acuan atau referensi untuk melakukan penelitian ini. Dengan adanya penelitian terdahulu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat banyak, serta memiliki sumber kekayaan alam yang melimpah, hal ini membuat Indonesia pantas disebut

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Dasar Perdagangan Internasional Teori perdagangan internasional adalah teori yang menganalisis dasardasar terjadinya perdagangan internasional

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. (excess demand) terhadap barang-barang dalam perekonomian secara

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. (excess demand) terhadap barang-barang dalam perekonomian secara 8 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Definisi Inflasi Pada tahun awal Perang Dunia II Lerner mengutarakan definisi inflasi. Menurut Lerner, inflasi adalah keadaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah sektor riil dalam pembahasan mengenai ekonomi makro menggambarkan kondisi perekonomian dipandang dari sisi permintaan dan penawaran barang dan jasa. Oleh karena

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Keadaan pasar kerja yang dualistik dengan kelebihan penawaran tenaga kerja dan

PENDAHULUAN. Keadaan pasar kerja yang dualistik dengan kelebihan penawaran tenaga kerja dan I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam situasi perburuhan yang sifat dan dinamikanya semakin kompleks, upah masih tetap menjadi persoalan utama di negara berkembang seperti Indonesia. Keadaan pasar kerja

Lebih terperinci

Pengantar Ekonomi Makro. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

Pengantar Ekonomi Makro. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Pengantar Ekonomi Makro Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Penger:an Ilmu Ekonomi Adalah studi mengenai cara- cara yang ditempuh oleh masyarakat untuk menggunakan sumber daya yang langka guna memproduksi komoditas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masih memiliki stuktur perekonomian bercorak agraris yang rentan terhadap goncangan kestabilan kegiatan perekonomian.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam

I. PENDAHULUAN. Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian. Tingkat inflasi berbeda dari satu periode ke periode lainnya,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Subsidi Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), subsidi adalah cadangan keuangan dan sumber-sumber daya lainnya untuk mendukung

Lebih terperinci

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang digunakan pada penelitian ini. Hal yang dibahas pada bab ini adalah: (1) keterkaitan penerimaan daerah

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Teori Perdagangan Internasional Teori tentang perdagangan internasional telah mengalami perkembangan yang sangat maju, yaitu dimulai dengan teori klasik tentang keunggulan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1. Kesempatan Kerja Secara umum, kesempatan kerja adalah suatu keadaan yang mencerminkan seberapa jumlah dari total angkatan kerja yang dapat diserap atau ikut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara adalah pemerataan pembangunan ekonomi. Dalam

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara adalah pemerataan pembangunan ekonomi. Dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan negara adalah pemerataan pembangunan ekonomi. Dalam mencapai tujuannya, pemerintah negara Indonesia sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. berkerja di perusahaan/usaha tersebut, baik berkaitan dengan produksi maupun

II. TINJAUAN PUSTAKA. berkerja di perusahaan/usaha tersebut, baik berkaitan dengan produksi maupun II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritik 1. Pengertian Tenaga Kerja Berdasarkan BPS, pekerja atau tenaga kerja adalah semua orang yang biasanya berkerja di perusahaan/usaha tersebut, baik berkaitan dengan

Lebih terperinci

Pengaruh Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Pengangguran di Indonesia 1

Pengaruh Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Pengangguran di Indonesia 1 Pengaruh Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Pengangguran di Indonesia 1 1. Pendahuluan Salah satu titik awal kelahiran ilmu ekonomi makro adalah adanya permasalahan ekonomi jangka pendek yang tidak

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INFLASI DAN

HUBUNGAN ANTARA INFLASI DAN KURVA PHILIPS A.W Phillips seorang ekonom yang berasal dari London, melakukan pengamatan pada kondisi perekonomian di Inggris terutama mengenai upah pekerja dan tingkat pengangguran Inggris. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan antara lain melalui pendekatan jumlah uang yang beredar dan

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan antara lain melalui pendekatan jumlah uang yang beredar dan digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Melihat berbagai kebijakan moneter yang dilakukan oleh Bank Sentral di seluruh dunia saat ini menunjukkan kecenderungan dan arah yang sama yaitu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. menyediakan sarana dan prasarana,baik fisik maupun non fisik. Namun dalam

PENDAHULUAN. menyediakan sarana dan prasarana,baik fisik maupun non fisik. Namun dalam PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia mempunyai cita cita yang luhur sebagaimana tertuang dalam Pembukuan UUD Tahun 1945 adalah untuk memajukan kesejahteraan umum menuju masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

Upah Hak pekerja/buruh uang imbalan termasuk tunjangan

Upah Hak pekerja/buruh uang imbalan termasuk tunjangan Pengupahan Upah Hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu PK,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. inflasi yang rendah dan stabil. Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7,

BAB I PENDAHULUAN. inflasi yang rendah dan stabil. Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fokus utama dari kebijakan moneter adalah mencapai dan memelihara laju inflasi yang rendah dan stabil. Sesuai dengan UU No. 3 Tahun 2004 Pasal 7, tujuan Bank Indonesia

Lebih terperinci

Oleh: Disusun ( ) ( ) Misbahul Munir

Oleh: Disusun ( ) ( ) Misbahul Munir MAKALAH DISKUSI KELAS KELEMAHAN TEORI MONETER MILTON FRIEDMAN Makalah ini disusun guna memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Ekonomika Moneter Dosen Pengampu: Teguh Sihono, M.M. & Supriyanto,

Lebih terperinci

Keseimbangan Umum IS-LM

Keseimbangan Umum IS-LM Keseimbangan umum terjadi apabila pasar barang dan pasar uang berada dalam keseimbangan secara bersama-sama. Dari keseimbangan tersebut diperoleh keseimbangan pendapatan nasional dan keseimbangan tingkat

Lebih terperinci

EKONOMI MAKRO: MODEL ANALISIS IS-LM. Oleh : Nur Baladina, SP. MP.

EKONOMI MAKRO: MODEL ANALISIS IS-LM. Oleh : Nur Baladina, SP. MP. EKONOMI MAKRO: MODEL ANALISIS IS-LM Oleh : Nur Baladina, SP. MP. Konsep Dasar Analisis IS-LM Model IS-LM memadukan ide-ide aliran pemikiran Klasik dengan Keynes, sering disebut sebagai sintesis Klasik-Keynesian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini sudah mencapai kondisi yang cukup memprihatinkan. Jumlah penganggur

BAB I PENDAHULUAN. saat ini sudah mencapai kondisi yang cukup memprihatinkan. Jumlah penganggur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu masalah yang cukup serius dihadapi Indonesia dewasa ini adalah masalah pengangguran. Pengangguran merupakan masalah ketenagakerjaan yang saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dua persoalan ekonomi yang sering diangkat menjadi komoditas politik

BAB I PENDAHULUAN. Dua persoalan ekonomi yang sering diangkat menjadi komoditas politik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dua persoalan ekonomi yang sering diangkat menjadi komoditas politik adalah inflasi dan pengangguran. Prathama dan Mandala menjelaskan kategori pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB II PEMBAHASAN Penawaran Agregat

BAB I PENDAHULUAN BAB II PEMBAHASAN Penawaran Agregat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam pembahasan ini akan diuraikan mengenai penawaran agregat ( agregat supply) sebagai salah satu model dalam analisis teori makro ekonomi untuk menjelaskan tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan Ekonomi merupakan proses perubahan kondisi suatu Negara secara

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan Ekonomi merupakan proses perubahan kondisi suatu Negara secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan Ekonomi merupakan proses perubahan kondisi suatu Negara secara kesinambungan menuju perekonomian yang baik selama priode tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Untuk mengukur kinerja ekonomi suatu negara dapat dilakukan dengan menghitung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Untuk mengukur kinerja ekonomi suatu negara dapat dilakukan dengan menghitung 27 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendapatan Nasional Untuk mengukur kinerja ekonomi suatu negara dapat dilakukan dengan menghitung besarnya pendapatan nasional atau produksi nasional setiap tahunnya, yang

Lebih terperinci

BAB VI INFLATION, MONEY GROWTH & BUDGET DEFICIT

BAB VI INFLATION, MONEY GROWTH & BUDGET DEFICIT BAB VI INFLATION, MONEY GROWTH & BUDGET DEFICIT A. INFLASI Adalah kecederungan tingkat perubahan harga secara terus menerus, sementara tingkat harga adalah akumulasi dari inflasi inflasi terdahulu. π =

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Teori Pertumbuhan Ekonomi Berbagai model pertumbuhan ekonomi telah banyak dikemukakan oleh para ahli ekonomi. Teori pertumbuhan yang dikembangkan dimaksudkan

Lebih terperinci

Keseimbangan Umum Pasar Barang dan Pasar Uang. Minggu 12

Keseimbangan Umum Pasar Barang dan Pasar Uang. Minggu 12 Keseimbangan Umum Pasar Barang dan Pasar Uang Minggu 12 Pendahuluan Keseimbangan umum terjadi apabila pasar barang dan pasar uang berada dalam keseimbangan secara bersama-sama. Dari keseimbangan tersebut

Lebih terperinci

Ilmu Ekonomi Pengangguran dan Inflasi

Ilmu Ekonomi Pengangguran dan Inflasi Ilmu Ekonomi Pengangguran dan Inflasi 23/12/2013 1 Pengangguran Salah satu ukuran keberhasilan pengelolaan ekonomi suatu negara tingkat pengangguran Pengangguran (unemployment), tidak berkaitan dengan

Lebih terperinci

INFLATION TARGETING FRAMEWORK SEBAGAI KERANGKA KERJA DALAM PENERAPAN KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA

INFLATION TARGETING FRAMEWORK SEBAGAI KERANGKA KERJA DALAM PENERAPAN KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA Pengantar Ekonomi Makro INFLATION TARGETING FRAMEWORK SEBAGAI KERANGKA KERJA DALAM PENERAPAN KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA NAMA : Hendro Dalfi BP : 0910532068 2013 BAB I PENDAHULUAN Pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

Pertanyaan: Isi semua kolom tersebut (sertakan perhitungannya di bawah tabel)

Pertanyaan: Isi semua kolom tersebut (sertakan perhitungannya di bawah tabel) Tugas PIE Makro 1. Diketahui: C = 50 + 0,8 Yd S = - 50 + 0,2 Yd I = 40 Pendapatan Nasional Konsumsi RT Tabungan RT Investasi Pengeluaran Agregat 0 150 200 450 600 750 Pertanyaan: Isi semua kolom tersebut

Lebih terperinci

Pengantar Ekonomi Mikro. Modul ke: 7FEB. Review Bab 1-6. Fakultas. Febrina Mahliza, SE, M.Si. Program Studi Manajemen

Pengantar Ekonomi Mikro. Modul ke: 7FEB. Review Bab 1-6. Fakultas. Febrina Mahliza, SE, M.Si. Program Studi Manajemen Pengantar Ekonomi Mikro Modul ke: Review Bab 1-6 Fakultas 7FEB Febrina Mahliza, SE, M.Si Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id Masalah Ekonomi dan Kebutuhan Membuat Pilihan Kelangkaan (scarcity)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan meningkatnya tingkat kemiskinan. suatu negara. Gambar 1.1 dibawah ini menunjukkan tingkat inflasi yang terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan meningkatnya tingkat kemiskinan. suatu negara. Gambar 1.1 dibawah ini menunjukkan tingkat inflasi yang terjadi di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Inflasi merupakan salah satu indikator penting dalam perekonomian yang tidak bisa diabaikan, karena dapat mengakibatkan dampak yang sangat luas baik terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebuah negara tidak akan pernah bisa lepas dari berbagai permasalahan yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang memiliki

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kepada tenaga kerja buruh atas jasa-jasa fisik maupun mental yang disediakan

TINJAUAN PUSTAKA. kepada tenaga kerja buruh atas jasa-jasa fisik maupun mental yang disediakan II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Teori Upah Menurut teori ekonomi, upah dapat diartikan sebagai pembayaran yang diberikan kepada tenaga kerja buruh atas jasa-jasa fisik maupun mental yang disediakan

Lebih terperinci

Jenis-Jenis Inflasi. Berdasarkan Tingkat Keparahan;

Jenis-Jenis Inflasi. Berdasarkan Tingkat Keparahan; INFLASI Pengertian Inflasi Inflasi adalah suatu keadaan perekonomian dimana harga-harga secara umum mengalami kenaikan dan kenaikan harga itu berlangsung dalam jangka panjang. Inflasi secara umum terjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam penetapan tingkat upah. Kebijakan ini disebut dengan kebijakan upah

I. PENDAHULUAN. dalam penetapan tingkat upah. Kebijakan ini disebut dengan kebijakan upah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu bentuk keterlibatan pemerintah dalam hubungan industrial adalah dalam penetapan tingkat upah. Kebijakan ini disebut dengan kebijakan upah minimum. Upah minimum

Lebih terperinci

BAB II TELAAH TEORITIS DAN PENGEMBANGAN MODEL PENELITIAN. Volatilitas (volatility)berasal dari kata dasar volatile(restiyanto, 2009).

BAB II TELAAH TEORITIS DAN PENGEMBANGAN MODEL PENELITIAN. Volatilitas (volatility)berasal dari kata dasar volatile(restiyanto, 2009). BAB II TELAAH TEORITIS DAN PENGEMBANGAN MODEL PENELITIAN 2.1. Telaah Teoritis Volatilitas (volatility)berasal dari kata dasar volatile(restiyanto, 2009). Istilah ini mengacu pada kondisi yang berkonotasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusi-institusi nasional.

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Sulistiawati (2012).

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Sulistiawati (2012). BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Sulistiawati (2012). Penelitian yang berjudul Pengaruh Upah Minimum terhadap Penyerapan

Lebih terperinci

Indikator Inflasi Beberapa indeks yang sering digunakan untuk mengukur inflasi seperti;.

Indikator Inflasi Beberapa indeks yang sering digunakan untuk mengukur inflasi seperti;. Bab V INFLASI Jika kita perhatikan dan rasakan dari masa lampau sampai sekarang, harga barang barang dan jasa kebutuhan kita harganya terus menaik, dan nilai tukar uang selalu turun dibandingkan nilai

Lebih terperinci

Xpedia Ekonomi. Makroekonomi

Xpedia Ekonomi. Makroekonomi Xpedia Ekonomi Makroekonomi Doc. Name: XPEKO0399 Doc. Version : 2012-08 halaman 1 01. Pengangguran friksional / frictional unemployment ialah... (A) diasosiasikan dengan penurunan umum di dalam ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara yang sedang berkembang. Peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. of The Republic of Indonesia. Jakarta, 1992, page 18. Universitas Indonesia. Pengaruh upah minimum..., Gianie, FE UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. of The Republic of Indonesia. Jakarta, 1992, page 18. Universitas Indonesia. Pengaruh upah minimum..., Gianie, FE UI, 2009 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Setiap kali perekonomian suatu negara mengalami guncangan (shock), masyarakat langsung terkena imbasnya. Biasanya harga-harga kebutuhan pokok yang mencerminkan tingkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan

I. PENDAHULUAN. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Migrasi merupakan perpindahan orang dari daerah asal ke daerah tujuan. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan dengan kedua daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak sekedar memenuhi kebutuhan hayati saja, namun juga menyangkut kebutuhan lainnya seperti

Lebih terperinci

Ekonomi. untuk SMA/MA Kelas XI Semester 1. Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial. Inung Oni Setiadi Irim Rismi Hastyorini. Dibuat oleh:

Ekonomi. untuk SMA/MA Kelas XI Semester 1. Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial. Inung Oni Setiadi Irim Rismi Hastyorini. Dibuat oleh: Ekonomi untuk SMA/MA Kelas XI Semester 1 Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial Dibuat oleh: Inung Oni Setiadi Irim Rismi Hastyorini Disclaimer Powerpoint pembelajaran ini dibuat sebagai alternatif guna membantu Bapak/Ibu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebijakan pengupahan yang dilakukan pemerintah untuk melindungi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebijakan pengupahan yang dilakukan pemerintah untuk melindungi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebijakan pengupahan yang dilakukan pemerintah untuk melindungi pekerja atau buruh dituangkan dalam UU Nomor 13 tahun 2003. Undang- Undang Republik Indonesia

Lebih terperinci