BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini, dibahas mengenai teori-teori yang digunakan. Berdasarkan langkah Martin Hirzer dalam pendeteksian marker, ada empat langkah utama. Berdasarkan metoda tersebut teori yang dibahasa meliputi Marker, Citra Digital, Teori Dasar Pengolahan Citra, Segmentasi Citra dan metoda Martin Hirzer sendiri. Teori tersebut tidak selalu harus penulis gunakan, teori ini digunakan pada keadaan dimana bingkai marker tertutupi sebagian. Jika tidak ada gangguan pada marker maka deteksi dilakukan tanpa menggunakan cara Hirzer tersebut, cukup dengan pendeteksian default dari ARToolKit. 2.1 ARToolKit ARToolkit adalah software library untuk membangun aplikasi berbasis Augmented Reality (AR). ARToolkit merupakan integrasi antara library yang terdiri dari ARToolkit dan OpenGL, Microsoft Visual Studio C++ sebagai IDE, dan Compiler C. ARToolKit adalah software library yang akan digunakan pada pengerjaan tugas akhir ini. Struktur data yang digunakan pada modul baru yang akan dibuat disesuaikan dengan tools yang dipakai yaitu ARToolKit, agar tidak ada masalah pada saat modul baru yang dibuat disisipkan di library ARToolKit. Berikut alur kerja ARToolKit. Gambar 2 Flow kerja ARToolKit dalam mendeteksi marker Terdapat 5 proses utama pada ARToolKit yaitu Pendeteksian posisi marker, Menentukan posisi dan orientasi marker terhadap kamera, mencocokan id marker, menentukan posisi dan 7

2 BAB II Landasan Teori 8 orientasi objek 3D dan Menampilkan objek 3D pada layar. Untuk mengimplementasi metoda yang akan digunakan hanya akan mengubah pada proses nomor 1 yaitu Pendeteksian Posisi Marker dengan input berupa video frame (image) dan output berupa info marker (posisi marker) yang ditemukan. 2.2 Marker Dalam bukunya, Fiala telah meninjau secara luas tentang marker (M.Fiala, 2005). Banyak sekali sistem yang berbasis vision yang menggunakan pola 2-dimensi untuk menyimpan informasi didalamya. Ada banyak bidang aplikasi dibidang industri yang merancang marker sebagai alat untuk membawa informasi contohnya untuk pengiriman data dimana marker dipakai untuk lokalisasi, Augmented Reality, dan juga navigasi untuk robot. Untuk mengurangi sensitifitas dari kondisi cahaya dan pengaturan kamera planar marker system biasanya menggunakan bitonal marker yaitu marker yang hanya terdiri dari 2 warna, biasanya berwarna hitam dan putih. Jadi tidak perlu mengidentifikasi warna yang kurang jelas dan juga mempermudah pada proses penentuan keputusan warna per pixel pada saat threshold (Hirzer, 2008). Desain marker yang digunakan biasanya bergantung pada dimana akan mengaplikasikannya. Pada Gambar 3 menunjukan beberapa contoh marker dan dimana marker tersebut diaplikasikan. Gambar 3 Desain-desain marker diambil dari (M.Fiala, 2005) Menurut Martin Hirzer marker di Augmented Reality hanya terdeteksi jika marker terlihat secara utuh, beruntung karena pada Augmented reality sendiri informasi yang dibawa oleh

3 BAB II Landasan Teori 9 marker tidak terlalu banyak, dengan keadaan seperti ini data dari marker yang rusak karena tidak terbaca akibat tertutupi atau kondisi cahaya di Augmented Reality mudah untuk diperbaiki tanpa merubah banyak informasi di dalam marker (Hirzer, 2008). Marker di Augmented Reality biasa disebut fiducial marker, marker ini umumnya berwarna hitam-putih, memiliki garis tebal yang membentuk segi empat atau disebut juga quadrilateral outline, 4 titik sudut yang berguna untuk perhitungan posisi tiga dimensi, dan suatu pola ditengah yang berfungsi sebagai id Bagian-Bagian Marker Dalam marker Augmented Reality terdapat tiga bagian penting yang harus ada pada sebuah marker, yaitu : 1. Quadrilateral Outline Quadrilateral outline adalah bagian dari marker yang berfungsi sebagai tanda bahwa area di bagian dalam quadrilateral outline adalah marker selain itu quadrilateral outline adalah informasi posisi dimana marker berada karena quadrilateral outline ini menyimpan informasi letak-letak titik sudut. Gambar 4 Quadrilateral Outline dilihat dari 4 sudut pandang berbeda 2. Titik Sudut Titik sudut ini berfungsi untuk Menentukan posisi 3D dari objek yang akan ditampilkan. Dalam teorinya Martin Hirzer menentukan titik sudut ini dari perpotongan segmentsegment garis yang diperpanjang. 3. ID Gambar 5 Titik sudut di quadrilateral outline

4 BAB II Landasan Teori 10 Id pada Augmented Reality merupakan sebuah pola unik yang biasanya terletak dibagian tengah marker. id ini berfungsi untuk pembeda antara satu marker dengan marker yang lainnya, berbeda id biasanya objek yang ditampilkan juga akan berbeda. Pola pada Id tidak boleh simetris, baik secara vertikal, horizontal, maupun diagonal. Pola id yang seperti ini sebenarnya tidak akan mempengaruhi keberhasilan program dalam menampilkan objek 3D, hanya saja objek yang di-load akan me-reset posisinya terus menerus karena kesalahan program dalam mengidentifikasi marker saat diputar atau dimiringkan pada sudut tertentu terhadap webcam. Id juga dibuat sesederhana mungkin agar proses identifikasi lebih cepat, namun meski sederhana harus tetap bersifat unik. Poin ini harus diperhatikan terutama jika hardware untuk mendeteksi marker yang digunakan memiliki resolusi yang tidak terlalu besar hanya sepenulisr 1,3 megapixel (Tantiohadi, et al., 2011). Ukuran optimal dari sebuah marker berkisar antara 7-15cm 2 dengan kamera minimal 1,3 mega pixel (Tantiohadi, et al., 2011). Marker juga harus dicetak di kertas yang tidak memantulkan cahaya dan mengkilat agar tidak mengganggu kamera dalam penangkapan gambar marker yang di akibatkan pantulan cahaya yang berlebihan Quadrilateral Quadrilateral atau tetragon adalah polygon yang memiliki empat sisi dan juga empat simpul atau sudut yang dibentuk dari ujung-ujung sisi yang saling berhubungan. Quadrilateral yang digunakan sebagai marker di Augmented Reality adalah jenis quadrilateral Convex. menjelaskan tentang berbagai macam bentuk Quadrilateral yang penulis ketahui, bentukbentuk pada gambar tersebut bermacam-macam dan memiliki karakteristik yang berbeda tetapi tetap memiliki empat titik sudut.

5 BAB II Landasan Teori 11 Gambar 6 Jenis-jenis quadrilateral Quadrilateral convex memiliki segmen garis khusus 1. Kedua diagonal dari quadrilateral convex adalah segment garis yang menghubungkan simpul yang berlawanan Gambar 7 Bimedian dari quadrilateral convex

6 BAB II Landasan Teori Kedua Bimedian dari quadrilateral convex adalah segmen garis yang menghubungkan titik tengah dari sisi yang berlawanan. Mereka berpotongan di titik pusat massa pada quadrilateral convex (Weisstein, ). Gambar 8 Maltitude (titik tengah ketinggian) dari quadrilateral convex 3. Keempat Maltitudes dari segiempat cembung adalah garis tegak ke sisi melalui titik tengah sisi yang berlawanan (Weisstein, ). Dengan mengetahui tentang quadrilateral convex dapat membantu penulis dalam pendeteksian marker di Augmented Reality. 2.3 Citra Digital Citra digital adalah gambar 2D yang dapat ditampilkan pada layar monitor komputer sebagai himpunan berhingga (diskrit) nilai digital yang disebut pixel (picture elements). Berdasarkan cara penyimpanan atau pembentukannya, citra digital dapat dibagi menjadi dua jenis. Jenis pertama adalah citra digital yang dibentuk oleh kumpulan pixel dalam array 2D. Citra jenis ini disebut citra bitmap (bitmapimage) atau citra raster (rasterimage). Jenis citra yang kedua adalah citra yang dibentuk oleh fungsifungsi geometri dan matematika. Jenis citra ini disebut grafik vektor (vector graphics). Dalam pembahasan tugas akhir ini, yang dimaksud citra digital adalah citra bitmap. Citra digital (diskrit) dihasilkan dari citra analog (kontinu) melalui digitalisasi. Digitalisasi citra analog terdiri atas penerokan (sampling) dan kuantisasi (quantization). Penerokan adalah pembagian citra ke dalam elemen-elemen diskrit (pixel), sedangkan kuantisasi adalah

7 BAB II Landasan Teori 13 pemberian nilai intensitas warna pada setiap pixel dengan nilai yang berupa bilangan bulat (G.W. Awcock, 1996). Citra dapat dinyatakan dalam titik-titik koordinat pada kawasan ruang (spasial) atau bidang dan untuk menentukan warna atau menyatakan nilai keabuan suatu citra. Salah satu contoh bentuk citra digital adalah citra monokrom atau citra hitam putih yang merupakan citra satu kanal, dimana citra f ( x, y) merupakan fungsi tingkat keabuan dari hitam ke putih; x menyatakan variabel baris dan y menyatakan variabel kolom. Gambar x menunjukkan bentuk citra monokrom dan bentuk matriks penyusunnya. Gambar 9 Contoh bentuk citra monokrom dan bentuk matriks penyusunnya Piksel Agar citra dapat diolah oleh sebuah komputer digital, maka sebuah citra harus disimpan pada format yang dapat diolah oleh sebuah program komputer. Cara yang paling praktis yang dapat dilakukan adalah dengan membagai citra menjadi sekumpulan sel-sel diskret, yang disebut piksel. Pada umumnya sebuah citra dibagi menjadi kisi-kisi persegi, sehingga piksel sendiri adalah sebuah kisi-kisi persegi yang kecil. Selanjutnya setiap piksel diberi nilai yang menyatakan warna atau menyatakan tingkat kecerahan piksel yang bersangkutan, yang sering disebut dengan intensitas piksel Jenis Citra Berdasarkan warna-warna penyusunnya, citra digital dapat dibagi menjadi tiga macam (Marvin Chandra Wijaya,2007) yaitu: 1. Citra berwarna

8 BAB II Landasan Teori Citra grayscale 3. Citra biner Citra Berwarna Citra berwarna, yaitu citra yang nilai pixel-nya merepresentasikan warna tertentu. Banyaknya warna yang mungkin digunakan bergantung kepada kedalaman pixel citra yang bersangkutan. Citra berwarna direpresentasikan dalam beberapa kanal (channel) yang menyatakan komponen-komponen warna penyusunnya. Banyaknya kanal yang digunakan bergantung pada model warna yang digunakan pada citra tersebut. Gambar 10 Citra berwarna Intensitas suatu pada titik pada citra berwarna merupakan kombinasi dari tiga intensitas : derajat keabuan merah (fmerah(x,y)), hijau fhijau(x,y) dan biru (fbiru(x,y)). Persepsi visual citra berwarna umumnya lebih kaya dibandingkan dengan citra hitam putih. Citra berwarna menampilkan objek seperti warna aslinya (meskipun tidak selalu tepat demikian). Warnawarna yang diterima oleh mata manusia merupakan hasil kombinasi cahaya dengan panjang gelombang berbeda. Untuk mengubah citra berwarna yang mempunyai nilai matrik masing-masing r,g, dan b menjadi citra grayscale dengan nilai s, maka konversi dapat dilakukan dengan mengambil rata-rata dari nilai r,g dan b sehingga dapat dituliskan menjadi : Rumus 1 Mencari citra grayscale dari nilai citra rgb

9 BAB II Landasan Teori Citra Grayscale Citra grayscale, yaitu citra yang nilai pixel-nya merepresentasikan derajat keabuan atau intensitas warna putih. Nilai intensitas paling rendah merepresentasikan warna hitam dan nilai intensitas paling tinggi merepresentasikan warna putih. Pada umumnya citra grayscale memiliki kedalaman pixel 8 bit (256 derajat keabuan), tetapi ada juga citra grayscale yang kedalaman pixel-nya bukan 8 bit, misalnya 16 bit untuk penggunaan yang memerlukan ketelitian tinggi. Gambar 11 Citra grayscale (abu-abu) Citra grayscale merupakan citra satu kanal, dimana citra f(x,y) merupakan fungsi tingkat keabuan dari hitam keputih, x menyatakan variable kolom atau posisi pixel di garis jelajah dan y menyatakan variable kolom atau posisi pixel di garis jelajah. Intensitas f dari gambar hitam putih pada titik (x,y) disebut derajat keabuan (grey level), yang dalam hal ini derajat keabuannya bergerak dari hitam keputih. Derajat keabuan memiliki rentang nilai dari Imin sampai Imax, atau Imin < f < Imax, selang (Imin, Imax) disebut skala keabuan. Biasanya selang (Imin, Imax) sering digeser untuk alasan-alasan praktis menjadi selang [0,L], yang dalam hal ini nilai intensitas 0 meyatakan hitam, nilai intensitas L meyatakan putih, sedangkan nilai intensitas antara 0 sampai L bergeser dari hitam ke putih. Sebagai contoh citra grayscale dengan 256 level artinya mempunyai skala abu dari 0 sampai 255 atau [0,255], yang

10 BAB II Landasan Teori 16 dalam hal ini intensitas 0 menyatakan hitam, intensitas 255 menyatakan putih, dan nilai antara 0 sampai 255 menyatakan warna keabuan yang terletak antara hitam dan putih. Untuk mengubah citra grayscale ke citra biner bisa dilakukan dengan cara threshold ing, penulis menentukan nilai threshold ing tertentu kemudian nilai yang ada dibawah nilai threshold nilainya dijadikan 0 dan yang ada diatas threshold nilainya dijadikan Citra Biner Citra biner, yaitu citra yang hanya terdiri atas dua warna, yaitu hitam dan putih. Oleh karena itu, setiap pixel pada citra biner cukup direpresentasikan dengan 1 bit. Gambar 12 merupakan contoh citra dan Gambar 13 merupakan representasi citra biner. Gambar 12 Contoh citra Gambar 13 Representasi citra biner dari Gambar 12 Meskipun saat ini citra berwarna lebih disukai karena memberi kesan yang lebih kaya dari citra biner, namun tidak membuat citra biner mati. Pada beberapa aplikasi citra biner masih tetap dibutuhkan, misalkan citra logo instansi (yang hanya terdiri dari warna hitam dan putih), citra kode barang (bar code) yang tertera pada label barang, citra hasil pemindaian dokumen teks, dan sebagainya. Seperti yang sudah disebutkan diatas, citra biner hanya mempunyai dua nilai derajat keabuan : hitam dan putih. Pixel pixel objek bernilai 1 dan pixel pixel latar belakang bernilai 0. pada waktu menampilkan gambar, adalah putih dan 1 adalah hitam. Jadi

11 BAB II Landasan Teori 17 pada citra biner, latar belakang berwarna putih sedangkan objek berwarna hitam seperti tampak pada gambar 2.1 diatas. Meskipun komputer saat ini dapat memproses citra hitamputih (grayscale) maupun citra berwarna, namun citra biner masih tetap dipertahankan keberadaannya. Alasan penggunaan citra biner adalah karena citra biner memiliki sejumlah keuntungan sebagai berikut: 1. Kebutuhan memori kecil karena nilai derajat keabuan hanya membutuhkan representasi 1 bit. 2. Waktu pemrosesan lebih cepat dibandingkan dengan citra hitam-putih ataupun warna. 2.4 Teori Dasar Pengolahan Citra Citra merupakan suatu fungsi kontinu dari intensitas cahaya dalam bidang 2D, dengan (x,y) menyatakan koordinat citra dan nilai f pada koordinat (x,y) menyatakan tingkat kecerahan atau derajat keabuan. Citra digital merupakan array 2D dengan nilai f(x,y) nya telah dikonversi ke dalam bentuk diskrit baik pada koordinat citra maupun kecerahannya. Pengolahan citra secara umum dapat didefinisikan sebagai pemrosesan sebuah gambar 2D secara digital. Pengolahan citra merupakan proses pengolahan dan analisis citra yang banyak melibatkan presepsi visual. Proses ini mempunyai data masukan dan informasi keluaran yang berbentuk citra. Operasi pengolahan citra digital umumnya dilakukan dengan tujuan memperbaiki kualitas suatu gambar sehingga dapat dengan mudah diinterpretasikan oleh mata manusia dan untuk mengolah informasi yang terdapat pada suatu gambar untuk keperluan pengenalan objek secara otomatis. 2.5 Segmentasi Citra Segmentasi citra merupakan proses pengelompokan pixel-pixel tetangga yang memiliki koherenitas dari propertinya (misalnya nilai intensitas). Daerah hasil bisa merupakan objek atau merupakan bagian dari objek, dan bisa diverifikasi (atau modifikasi) mengikuti langkahlangkah analisis gambar atau pengenalan pola. Algoritma segmentasi citra pada umumnya didasarkan pada dua properti dari nilai intensitas : diskontinuitas dan similaritas. Properti pertama, pendekatan yang dilakukan adalah dengan membagi-bagi citra berdasarkan pada perubahan intensitas, seperti garis tepi pada citra. Pada properti yang kedua, pendekatan yang

12 BAB II Landasan Teori 18 dilakukan adalah berdasarkan pada pengelompokkan citra menjadi suatu daerah-daerah/ region yang memiliki kesamaan berdasarkan pada suatu kriteria yang telah ditentukan sebelumnya. Contoh dari penerapan properti ini didapat pada metode tresholding, region growing, dan region splitting dan merging Deteksi Diskontinuitas Ada tiga jenis diskontinuitas pada citra digital, yaitu: point (titik), line (garis), dan edge (batas). Dalam prakteknya, cara yang paling umum digunakan untuk menemukan diskontinuitas pada citra adalah dengan menggunakan mask yang dioperasikan ke seluruh pixel yang ada di dalam citra tersebut. Dengan menggunakan mask berukuran 3 x 3, akan didapatkan hasil : Rumus 2 Rumus konvolusi dimana zi adalah graylevel dari pixel yang bersesuaian dengan koefisien mask wi. Gambar 14 Contoh mask 3 x 3 Lakukan loop untuk seluruh titik pada gambar (gunakan dua for loop. Loop pertama untuk sumbu X dan loop kedua untuk sumbu Y). a) Rekam titik yang sedang diperiksa dan juga titik sepenulisrnya ke dalam matrix neighbor. b) Isi matrix mask dengan angka. c) Kalikan matrix neighbor dengan matrix mask secara scalar (Output[x,y] = Mask[x.y] * Neighbor[x,y]). Maksudnya adalah kalikan cell matrix mask [0,0] dengan matrix neighbor[0,0] dan simpan hasilnya dalam matriks lain misalnya output [0,0]. Kemudian kalikan cell matrix mask [0,1] dengan matrix neighbor [0,1] demikian seterusnya hingga setiap cell dari matriks telah dikalikan. Jumlahkan seluruh isi cell dari matrix Output. Hasil penjumlahan ini adalah titik baru yang akan penulis letakkan pada layer output.

13 BAB II Landasan Teori Deteksi Tepi (Edge Detection) Deteksi tepi (Edge Detection) pada suatu citra adalah suatu proses yang menghasilkan tepitepi dari objek-objek citra, tujuannya adalah : a) Untuk menandai bagian yang menjadi detail citra. b) Untuk memperbaiki detail dari citra yang kabur, yang terjadi karena error atau adanya efek dari proses akuisisi citra. Suatu titik (x,y) dikatakan sebagai tepi (edge) dari suatu citra bila titik tersebut mempunyai perbedaan yang tinggi dengan tetangganya. Gambar x berikut ini menggambarkan bagaimana tepi suatu gambar diperoleh. Gambar 15 Proses deteksi tepi citra

14 BAB II Landasan Teori 20 Perhatikan hasil deteksi dari beberapa citra menggunakan model differensial di atas : Gambar 16 Hasil deteksi tepi Pada Gambar 16. terlihat bahwa hasil deteksi tepi berupa tepi-tepi dari suatu gambar. Bila diperhatikan bahwa tepi suatu gambar terletak pada titik-titik yang memiliki perbedaan tinggi. Berdasarkan prinsip-prinsip filter pada citra maka tepi suatu gambar diperoleh mengguanakn High Pass Filter (HPF), yang mempunyai karakteristik: Rumus 3 High pass filter (HPF) Diketahui fungsi citra f(x,y) sebagai berikut: Dengan menggunakan filter : H(x,y) = [-1 1] Maka hasil filter adalah : Gambar 17 Contoh fungsi citra

15 BAB II Landasan Teori 21 Gambar 18 Hasil deteksi tepi Gambar 17 Bila digambarkan maka proses filter di atas mempunyai masukan dan keluaran sebagai berikut Gambar 19 Input dan output deteksi tepi Banyak metoda untuk mendeteksi tepi. Metoda yang banyak digunakan untuk proses deteksi tepi ini, antara lain : 1. Metoda Robert 2. Metoda Prewitt 3. Metoda Sobel Metoda Robert Metoda Robert adalah nama lain dari teknik differensial yang dikembangkan di atas, yaitu differensial pada arah horizontal dan differensial pada arah vertikal, dengan ditambahkan proses konversi biner setelah dilakukan differensial. Teknik konversi biner yang disarankan adalah konversi biner dengan meratakan distribusi warna hitam dan putih. Metoda Robert ini juga disamakan dengan teknik DPCM (Differential Pulse Code Modulation). Kernel filter yang digunakan dalam metoda Robert ini adalah : Rumus 4 Kernel deteksi tepi robert Metoda Prewitt

16 BAB II Landasan Teori 22 Metoda Prewitt merupakan pengembangan metoda Robert dengan menggunakan filter HPF yang diberi satu angka nol penyangga. Metoda ini mengambil prinsip dari fungsi laplacian yang dikenal sebagai fungsi untuk membangkitkan HPF. Kernel filter yang digunakan dalam metoda Prewitt ini adalah : Rumus 5 Kernel deteksi tepi prewitt Metoda Sobel Metoda Sobel merupakan pengembangan metoda Robert dengan menggunakan filter HPF yang diberi satu angka nol penyangga. Metoda ini mengambil prinsip dari fungsi laplacian dan gaussian yang dikenal sebagai fungsi untuk membangkitkan HPF. Kelebihan dari metoda Sobel ini adalah kemampuan untuk mengurangi noise sebelum melakukan perhitungan deteksi tepi. Kernel filter yang digunakan dalam metoda Sobel ini adalah : Rumus 6 Kernel deteksi tepi sobel Hasil Implementasi Deteksi Tepi Untuk mendeteksi garis yang berbasis edge diperlukan kumpulan point terlebih dahulu. Point ini didapat dari pendeteksian tepi. Seperti yang sudah diketahui terdapat tiga metoda deteksi tepi yang sering digunakan, yaitu Roberts, Prewitt dan Sobel. Nilai baru dari suatu pixel akan ditemukan dengan cara: Rumus 7 Menenntukan nilai gradien

17 BAB II Landasan Teori 23 Dimana adalah hasil konvolusi filter H dengan citra, dan adalah hasil konvolusi filter V dengan citra. Dalam pendeteksian tepi ini akan dipilih salah satu metoda yang akan digunakan. Berikut perbandingan dari metoda Roberts, Prewitt dan Sobel. Jika diketahui terdapat 3 buah citra berikut : Gambar 20 Tiga buah citra yang akan di deteksi tepiannya 1. Hasil perhitungan menggunakan metoda Sobel dengan ambang konvolusi T=255 * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * Gambar 21 Hasil deteksi tepi Gambar 20 (a) dengan metoda sobel Terdeteksi 25 tepi menggunakan metoda Sobel. Berikut hasil deteksi tepi menggunakan software yang sudah ada (ImageJ).

18 BAB II Landasan Teori 24 Gambar 22 Hasil deteksi tepi Gambar 20 (b) dan (c) dengan metoda sobel 2. Hasil perhitungan menggunakan metoda Prewitt dengan ambang konvolusi T=255 * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * Gambar 23 Hasil deteksi tepi Gambar 20 (a) dengan metoda prewitt Terdeteksi 22 tepi menggunakan metoda Prewitt. Berikut hasil deteksi tepi menggunakan software yang sudah ada (ImageJ). Gambar 24 Hasil deteksi tepi gambar 20 (b) dan (c) dengan metoda prewitt 3. Hasil perhitungan menggunakan metoda Robert dengan ambang konvolusi T= * * * *

19 BAB II Landasan Teori * * * * * * * * * * * Gambar 25 Hasil deteksi tepi gambar 20 (a) dengan metoda robert Terdeteksi 9 tepi menggunakan metoda Robert Berikut hasil deteksi tepi menggunakan software yang sudah ada (ImageJ). Gambar 26 Hasil deteksi tepi gambar 20 (b) dan (c) dengan metoda robert Dari ketiga uji coba tersebut terlihat bahwa dengan metoda Roberts pendeteksian tepi yang dihasilkan lebih sedikit dibanding Prewitt dan Sobel. Operator yang digunakannya pun menggunakan filter 2x2 sedangkan Prewitt dan Sobel 3x3, sehingga dalam pengoprasiannya metoda Roberts lebih cepat dibanding metoda Sobel dan Prewitt Line Detection Tingkatan selanjutnya dalam deteksi diskontinuitas adalah pendeteksian garis. Untuk mendeteksi adanya suatu garis, bisa digunakan mask berikut : Gambar 27 Mask-mask pendeteksian garis Mask yang pertama akan memberikan respon yang kuat pada garis yang memiliki arah horizontal. Sedangkan mask-mask berikutnya dapat digunakan untuk mendeteksi garis yang memiliki arah 45, vertikal, dan -45. Tampak bahwa arah garis yang dideteksi sesuai dengan arah koefisien mask yang nilainya lebih besar dari yang lain, yaitu 2. Jika R1, R2, R3, dan R4

20 BAB II Landasan Teori 26 adalah response dari keempat mask yang ada di gambar di atas, dan keempatnya dijalankan pada pixel yang sama, maka nilai R yang tertinggi menunjukkan arah yang paling mendekati arah pixel tersebut. 2.6 RANSAC (Random Sample Consensus) RANSAC adalah singkatan untuk "RANdom SAmple Consensus". Ini adalah algoritma untuk menemukan kelompok inliers, yaitu point yang dapat dipasangkan ke dalam garis. Ini adalah algoritma non-deterministik dalam pengertian bahwa RANSAC memproduksi hasil yang memuaskan hanya dengan probabilitas tertentu. RANSAC mendapatkan model garisnya dengan cara mengambil secara random subset dari data-data yang ada. Kemudian data tersebut di hipotesis sebagai inlier yang kemudian di test dengan parameter-parameter yang ada sehingga menghasilkan model garis yang paling baik (Sunglok, et al., n.d.). Parameter-parameter pada RANSAC diantaranya adalah nilai threshhold t, jumlah minimal data yang dekat dengan model d untuk menegaskan bahwa data tersebut bisa dijadikan model ditentukan berdasarkan kebutuhan dan jumlah data yang ada, nilainya biasanya ditentukan oleh eksperimen yang dilakukan (Sunglok, et al., n.d.). Sedangkan nilai dari maksimal iterasi max_iteration ditentukan berdasarkan hasil perhitungan yang sudah ditentukan. Untuk menentukan jumlah dari iterasi yang dilakukan bisa didapat dari rumus : Rumus 8 Menentukan jumlah iterasi algoritma RANSAC Dimana p merupakan probabilitas yang ditentukan oleh user sesuai dengan kebutuhan, dan w adalah jumlah inlier pada data dan n adalah jumlah point yang akan dipilih (Sunglok, et al., n.d.). Secara umum langkah-langkah pada RANSAC bisa digambarkan seperti pada flowchart dibawah ini :

21 BAB II Landasan Teori 27 Mengambil 2 Data secara random Perkirakan Parameter Garis yang terbentuk dari data yang diambil Error < Threshold Ambil data baru dan Hitung Error garis terhadap data yang baru true false false false Masukan data sebagai kandidat inliers dan tambah jumlah inliers Semua data sudah dicek true Simpan Parameter Garis sebagai Parameter Final true Jumlah inliers terbesar sampai saat ini Iterasi sudah selesai dilakukan false true Return Parameter Final 2.7 Metoda Martin Hirzer Gambar 28 Flowchart RANSAC Metoda Martin Hirzer merupakan metoda yang akan digunakan dalam pendeteksian marker ini. Berdasarkan tulisannya yang berjudul Marker Detection for Augmented Reality akan digunakan Deteksi Garis Berbasis Tepi Dalam metodanya hirzer mendeteksi garis dalam dua tahapan algoritma. Tahapan yang pertama algoritma yang digunakan adalah untuk mencari kandidat-kandidat titik yang akan dijadikan garis, kandidat-kandidat titik ini adalah berupa tepian (edge). Untuk menghindari pencarian semua bagian pixel dalam sebuah gambar algoritma ini pertama kali membagi

22 BAB II Landasan Teori 28 gambar menjadi region dengan besar 40px X 40px dan tiap region itu dibagi lagi menjadi region yang lebih kecil dengan besar 5px X 5px, pembagian ini dilakukan agar tepi yang didapatkan tidak terlalu banyak karena hanya mendapatkan titik tepi setiap 5px bukan setiap 1px, dengan kata lain yang diambil adalah sampling tepi untuk setiap 5px. Setiap titik tepi yang ditemukan dihitung orientasinya dengan persamaan : Rumus 9 Menentukan orientasi titik ( ) gy : komponen y pada gradient gx : komponen x pada gradient Gambar 29 Contoh citra yang akan dicari titik tepinya Hasil dari orientasi ini adalah 0 o 360 o sesuai dengan nilai intensitas gambar. Ini berarti titik yang berada diantara hitam-putih dengan titik tepi yang berada diantara putih-hitam dengan arah yang sama akan mempunyai nilai perbedaan orientasi sebesar 180 o. Gambar 30 Hasil titik tepi dengan orientasinya Pada tahapan kedua algoritma RANSAC-grouper akan digunakan untuk mencari segmen garis berdasarkan tepian yang sudah ditemukan oleh tahapan pertama. RANSAC-grouper ini

23 BAB II Landasan Teori 29 akan menghipotesis garis menggunakan paling sedikit dua titik tepi, dimana dua titik tepi ini berada di region 40px X 40px yang sama dan memiliki orientasi yang compatible dengan segmen garis yang akan menghubungkan kedua titik ini Menggabungkan segmen-segmen garis Setelah langkah sebelumnya selesai dilakukan penulis akhirnya hanya mempunyai segmen garis pendek. Untuk memperoleh garis yang lebih panjang penulis harus menyatukan segmen garis pendek tersebut. Penulis melakukanya dengan cara melakukan testing semua kemungkinan penyatuan garis yang bisa dilakukan. Dua segmen garis disatukan jika mampu memenuhi dua kriteria. Yang pertama orientasi dua segmen garis tersebut haruslah kompatibel. Hal ini harus diperiksa karena penulis ingin mencari garis-garis lurus. Definisikan maksimal perbedaan orientasi yang dibolehkan dan hanya pasangan segmen garis yang mempunyai perbedaan orientasi lebih kecil dari threshold tersebut yang diperiksa lebih lanjut. Akan tetapi jika hanya memeriksa orientasi dari dua segmen garis tentu saja tidak cukup, karena hal itu akan mengantarkan penulis pada situasi segmen garis yang parallel yang tidak bertempat pada garis yang sama tapi tetap saja penulis menyatukanya. Maka dari itu kriteria kedua berhubungan dengan koneksi garis dari dua segmen-segmen garis. Orientasi dari koneksi garis juga harus kompatibel dengan orientasi dari dua segmensegmen garis. Oleh karena koneksi garis sekarang harus mempunyai orientasi yang sama terhadap segmen-segmen garis. Segmen garis parallel yang tidak berada digaris yang sama tidak lagi disatukan. Tapi, masih ada satu masalah lagi yaitu segmen garis mana yang tidak sesuai tapi telah disatukan. Bayangkan, untuk contohnya, ada beberapa marker yang terlihat pada gambar, dan marker ini disejajarkan dalam grid reguler. Dengan test menyatukan garis, definisi sejauh ini ialah memungkinkan saja bahwa segmen-segmen garis marker sebelahnya bergaris sama dengan satu sama lain (koneksi garisnya juga memiliki orientasi yang sama). Hal ini dapat menghasilkan garis panjang yang menyambungkan region dari image lainya, seperti background putih yang dikelilingi oleh marker-marker. Untuk menghindari hal ini penulis harus memeriksa koneksi garis dari poin ke poin. Gradien orientasi dari semua poin koneksi garis harus kompatibel dengan orientasinya. Perhitungan dari gradien orientasinya sama seperti untuk edgels. Pada akhirnya segmen garis yang sudah melewati test terakhir ini penulis satukan.

24 BAB II Landasan Teori 30 Hingga saat ini tidak ada yang mengatakan tentang jarak antara segmen garis dalam proses menyatukan. Tentu saja penulis ingin menghubungkan segmen garis yang dekat dengan satu sama lain, karena segmen-segmen garis seharusnya memang berasal dari garis yang sama. Gambar 31 Sebelum segmen garis digabungkan (kiri) dan setelah digabungkan (kanan) Hence dalam versi sebelumnya tentang algoritma merging yang penulis pakai threshold value-nya untuk jarak maksimum yang diperbolehkan. Masalahnya ialah disatu sisi jika value terlalu kecil tidak semua segmen garis yang sesuai disatukan, yang menyebabkan hasilnya bisa memiliki jarak. Disisi lainya menggunakan value yang terlalu besar bisa menyebabkan situasi dimana exterior segmen garis dari sebuah garis di satukan terlebih dahulu. Sebagai hasilnya bisa terjadi interior segmen garis tidak disatukan dengan garis lagi, karena jarak terhadap akhir garis terlalu jauh sekarang. Dan segmen garis yang tersisa sekarang bisa menyebabkan permasalahan dilangkah selanjutnya. Untuk mengatasi problem ini penulis menggunakan line segment merging process. Sekarang dimulai dengan dua segmen garis yang kompatibel dengan koneksi garis terdekat, lalu datang dua segmen garis kompatibel dengan koneksi garis kedua terdekat, dan seterusnya. Dengan cara seperti ini penulis bisa menyatukan segmen garis yang terdekat sebelum menyatukan segmen garis yang jarraknya lebih jauh. Untuk mengurangi waktu kerja dari algoritma ini dua langkah menyatukan segmen garis digunakan. Yang dimana penulis gunakan region yang kecil untuk mendapatkan segmen garis.

25 BAB II Landasan Teori Perpanjangan Garis Setelah segmen-segmen garis tersebut sudah disatukan (merge), langkah berikutnya ialah memperpanjang garis. Fungsi perpanjangan garis ini untuk memperoleh garis dengan panjang yang maksimum sesuai pada citra yang ada. Cara yang digunakan Hirzer untuk memperpanjang garis ialah dengan mencari point berikutnya yang sesuai. Pada gambar dibawah ini terlihat terdapat garis berwarna merah.setelah diperpanjang point berwarna kuning merupakan point yang sesuai untuk perpanjangan garisnya dan berhenti hingga menemukan daerah putih atau hitam. Point berwarna biru merupakan tes point untuk estimasi disaat menentukan corner. Gambar 32 Proses memperpanjang garis Menurut penelitian infi pada blognya memaparkan bahwa Algoritmanya dalam memperpanjang garis ini ialah (Otter, 2010): 1. Perpanjang garis dari setiap end of line telah teredeteksi dengan menemukan tepinya. Jika setiap pixel adalah tepi lakukan langkah 2. Lakukan hingga pixel bukan merupakan tepi. 2. Lanjutkan ke pixel berikutnya. Jika piksel tersebut berwarna putih, piksel tersebut merupakan corner walaupun ada pada daerah putih. Gambar 33 Hasil memperpanjang garis

26 BAB II Landasan Teori Deteksi Titik Sudut Untuk mendapatkan quadrangle langkah yang dilakukan adalah dengan mendeteksi sudut.pada metodanya martin hirzer mendapatkan sudut dari hasil perpanjangan garis yang dilakukan. Gambar 34 Warna merah adalah garis yang dihasilkan dari menggabungkan garis dan garis kuning adalah hasil dari perpanjangan garis (Hirzer, 2008) Cara mendeteksinya adalah dengan cara mengambil salah satu segment garis yang telah diperpanjang kemudian mencari perpotongannya dengan segment garis lain yang sudah diperpanjang juga. Untuk mencari garis lainnya yang cocok dengan garis pertama yang diambil beberapa langkah dilakukan: 1. Langkah pertama setalah secara random garis pertama diambil, garis kedua yang diambil harus memiliki perpotongan dengan garis yang pertama. 2. Periksa arah dari garis pertama dan kedua, arahnya tidak boleh sama seperti pada Gambar 35 sebelah kiri. Gambar 35 Sebelah (kiri) arah yang hampir sama dan sebelah (kanan) arah yang berbeda

27 BAB II Landasan Teori 33 Dengan ketentuan titik akhir dari garis pertama harus bertemu dengan titik awal dari garis kedua. 3. Kemudian pengecekan terhadap orientasi garis dilakukan, disini yang ingin didapatkan hanyalah marker sehingga yang hars terdeteksi adalah garis hitam yang dikelilingi oleh latarbelakang berwarna putih. Nilai dari orientasi adalah berupa derajat yang menandakan orientasinya seperti terlihat pada gambar dibawah ini. Gambar 36 Nilai orientasi garis antara latar depan dan latar belakang Dengan begitu yang diperiksa adalah yang memiliki orientasi seperti pada Gambar 37. Gambar 37 (a) Orientasi garis yang kompatibel Dan (b) orientasi garis yang tidak kompatibel (Hirzer, 2008) Dari Gambar 37(a) orientasi garis sesuai dengan yang ditentukan kemudian keempat sudut didapatkan (titik berwarna hijau) dan pada gambar b tidak ada sudut yang ditemukan karena tidak sesuai orientasinya.

28 BAB II Landasan Teori 34 Gambar 38 Hasil akhir deteksi titik sudut Setelah semua langkah-langkah deteksi sudut dijalanjan sesuai dengan aturan-aturan yang ada tadi maka hasil akhir yang didapatkan ada seperti pada Gambar Pembentukan Quadrangle Jika ke empat sudut sudah ditemukan maka quadrangle sudah terbentuk dan marker bisa ditemukan dan pendeteksian lokasi marker pun selesai, namun jika yang ditemukan hanya tiga sudut, sudut yang ke empat dapat di perkirakan letaknya dengan cara menarik garis dari dua sudut sehingga akan ditemukan sudut yang ke empat. Gambar 39 (Kiri) 4 Titik sudut ditemukan Quadranle dapat ditemukan dan (Kanan) 3 Titik sudut terdeteksi titik yang keempat diestimasi Gambar 40 Dua titik sudut terdeteksi tidak dapat menemukan Quadrangle

29 BAB II Landasan Teori 35 Jika yang terdeteksi hanya 2 sudut ada kemungkinan quadrangle gagal dideteksi seperti terlihat pada gambar Gambar 40, namun jika sudut yang terdeteksi hanya 1 sudut saja tidak akan ada quadrangle terdeteksi. Gambar 41 Quadrangle yang terbentuk Gambar diatas hasil dari deteksi dengan ditemukanya tiga marker sedangkan ada marker yang id markernya tertutupi sehingga tidak terdeteksi. Terlihat jika satu bagian segmen garis tertutupi benda lain dan salah satu sudut marker tertutupi masih dapat terdeteksi bahwa itu adalah sebuah marker pada akhir proses pendeteksian.

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1 Contoh Augmented reality diambil dari (http://technabob.com)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1 Contoh Augmented reality diambil dari (http://technabob.com) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Augmented Reality atau biasa disingkat AR merupakan suatu metoda untuk menggabungkan dunia nyata dan dunia virtual yang dibuat melalui komputer sehingga batas antara

Lebih terperinci

Pertemuan 2 Representasi Citra

Pertemuan 2 Representasi Citra /29/23 FAKULTAS TEKNIK INFORMATIKA PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING ) Pertemuan 2 Representasi Citra Representasi Citra citra Citra analog Citra digital Matrik dua dimensi yang terdiri

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Aditya Wikan Mahastama mahas@ukdw.ac.id Sistem Optik dan Proses Akuisisi Citra Digital 2 UNIV KRISTEN DUTA WACANA GENAP 1213 v2 Bisa dilihat pada slide berikut. SISTEM OPTIK MANUSIA

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan pemrosesan data untuk sistem pendeteksi senyum pada skripsi ini, meliputi metode Viola Jones, konversi citra RGB ke grayscale,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital Citra digital merupakan sebuah fungsi intensitas cahaya, dimana harga x dan y merupakan koordinat spasial dan harga fungsi f tersebut pada setiap titik merupakan

Lebih terperinci

Pembentukan Citra. Bab Model Citra

Pembentukan Citra. Bab Model Citra Bab 2 Pembentukan Citra C itra ada dua macam: citra kontinu dan citra diskrit. Citra kontinu dihasilkan dari sistem optik yang menerima sinyal analog, misalnya mata manusia dan kamera analog. Citra diskrit

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Marka Jalan Marka jalan merupakan suatu penanda bagi para pengguna jalan untuk membantu kelancaran jalan dan menghindari adanya kecelakaan. Pada umumnya marka jalan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengolahan Citra Pengolahan citra (image processing) merupakan proses untuk mengolah pixel-pixel dalam citra digital untuk tujuan tertentu. Beberapa alasan dilakukan pengolahan

Lebih terperinci

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. PERTEMUAN 8 - GRAFKOM DAN PENGOLAHAN CITRA Konsep Dasar Pengolahan Citra Pengertian Citra Analog/Continue dan Digital. Elemen-elemen Citra

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1 Analisis Sistem 3.1.1 Analisa Perbandingan Aplikasi Sebelumnya Gambar 3.1 Gambar Tampilan GeoSeg Versi 1.0.0.0 (Sumber Charles:2012) Pada aplikasi GeoSeg versi

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Citra Apusan Tepi Sel Darah Merah Normal

Gambar 2.1. Citra Apusan Tepi Sel Darah Merah Normal BAB II DASAR TEORI 2.1 Sel Darah Merah Normal Sel darah merah, yang juga disebut sebagai eritrosit, bertugas mengangkut oksigen dari paru ke semua sel di seluruh tubuh. Sel darah merah normal berbentuk

Lebih terperinci

PERBANDINGAN METODE ROBERTS DAN SOBEL DALAM MENDETEKSI TEPI SUATU CITRA DIGITAL. Lia Amelia (1) Rini Marwati (2) ABSTRAK

PERBANDINGAN METODE ROBERTS DAN SOBEL DALAM MENDETEKSI TEPI SUATU CITRA DIGITAL. Lia Amelia (1) Rini Marwati (2) ABSTRAK PERBANDINGAN METODE ROBERTS DAN SOBEL DALAM MENDETEKSI TEPI SUATU CITRA DIGITAL Lia Amelia (1) Rini Marwati (2) ABSTRAK Pengolahan citra digital merupakan proses yang bertujuan untuk memanipulasi dan menganalisis

Lebih terperinci

Analisa Perbandingan Metode Edge Detection Roberts Dan Prewitt

Analisa Perbandingan Metode Edge Detection Roberts Dan Prewitt Analisa Perbandingan Metode Edge Detection Roberts Dan Prewitt Romindo Polikteknik Ganesha Medan Jl. Veteran No. 190 Pasar VI Manunggal romindo4@gmail.com Nurul Khairina Polikteknik Ganesha Medan Jl. Veteran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengenalan Pola Pengenalan pola adalah suatu ilmu untuk mengklasifikasikan atau menggambarkan sesuatu berdasarkan pengukuran kuantitatif fitur (ciri) atau sifat utama dari suatu

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Citra Citra menurut kamus Webster adalah suatu representasi atau gambaran, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek atau benda, contohnya yaitu foto seseorang dari kamera yang

Lebih terperinci

PERBANDINGAN METODE PREWIT DAN ROBERTS UNTUK KEAKURATAN MENDETEKSI TEPI PADA SEBUAH GAMBAR DENGAN MENGGUNAKAN VB.6

PERBANDINGAN METODE PREWIT DAN ROBERTS UNTUK KEAKURATAN MENDETEKSI TEPI PADA SEBUAH GAMBAR DENGAN MENGGUNAKAN VB.6 PERBANDINGAN METODE PREWIT DAN ROBERTS UNTUK KEAKURATAN MENDETEKSI TEPI PADA SEBUAH GAMBAR DENGAN MENGGUNAKAN VB.6 Siti Mujilahwati 1, Yuliana Melita Pranoto 2 1 Mahasiswa Magister Teknologi Informasi,

Lebih terperinci

Batra Yudha Pratama

Batra Yudha Pratama Pendeteksian Tepi Pengolahan Citra Digital Batra Yudha Pratama m111511006@students.jtk.polban.ac.id Lisensi Dokumen: Seluruh dokumen di IlmuKomputer.Com dapat digunakan, dimodifikasi dan disebarkan secara

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Citra digital adalah citra yang bersifat diskrit yang dapat diolah oleh computer. Citra ini dapat dihasilkan melalui kamera digital dan scanner ataupun citra yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Citra Citra merupakan salah satu komponen multimedia yang memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Meskipun sebuah citra kaya akan informasi, namun sering

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan atau imitasi dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa

Lebih terperinci

Rancang Bangun Sistem Pengujian Distorsi Menggunakan Concentric Circle Method Pada Kaca Spion Kendaraan Bermotor Kategori L3 Berbasis Edge Detection

Rancang Bangun Sistem Pengujian Distorsi Menggunakan Concentric Circle Method Pada Kaca Spion Kendaraan Bermotor Kategori L3 Berbasis Edge Detection JURNAL TEKNIK POMITS Vol., No., (22) -6 Rancang Bangun Sistem Pengujian Distorsi Menggunakan Concentric Circle Method Pada Kaca Spion Kendaraan Bermotor Kategori L3 Berbasis Edge Detection Muji Tri Nurismu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra (image) atau yang secara umum disebut gambar merupakan representasi spasial dari suatu objek yang sebenarnya dalam bidang dua dimensi yang biasanya ditulis dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Citra adalah gambar dua dimensi yang dihasilkan dari gambar analog dua dimensi yang kontinu menjadi gambar diskrit melalui proses sampling. Gambar analog dibagi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Citra merupakan suatu fungsi kontinyu dari intensitas cahaya dalam

BAB II LANDASAN TEORI. Citra merupakan suatu fungsi kontinyu dari intensitas cahaya dalam BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Dasar Pengolahan Citra Citra merupakan suatu fungsi kontinyu dari intensitas cahaya dalam bidang dua dimensi, dengan (x,y) menyatakan koodinat citra dan nilai f pada koodinat

Lebih terperinci

BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM

BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM Bab ini akan membahas mengenai proses implementasi dari metode pendeteksian paranodus yang digunakan dalam penelitian ini. Bab ini terbagai menjadi empat bagian, bagian 3.1 menjelaskan

Lebih terperinci

Model Citra (bag. 2)

Model Citra (bag. 2) Model Citra (bag. 2) Ade Sarah H., M. Kom Resolusi Resolusi terdiri dari 2 jenis yaitu: 1. Resolusi spasial 2. Resolusi kecemerlangan Resolusi spasial adalah ukuran halus atau kasarnya pembagian kisi-kisi

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL 2.1 Citra Secara harafiah, citra adalah representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi pada bidang dari suatu objek. Ditinjau dari sudut pandang matematis,

Lebih terperinci

BAB II CITRA DIGITAL

BAB II CITRA DIGITAL BAB II CITRA DIGITAL DEFINISI CITRA Citra adalah suatu representasi(gambaran),kemiripan,atau imitasi dari suatu objek. DEFINISI CITRA ANALOG Citra analog adalahcitra yang bersifat kontinu,seperti gambar

Lebih terperinci

PENDETEKSIAN POSISI MARKER PADA TEKNOLOGI AUGMENTED REALITY

PENDETEKSIAN POSISI MARKER PADA TEKNOLOGI AUGMENTED REALITY PENDETEKSIAN POSISI MARKER PADA TEKNOLOGI AUGMENTED REALITY MARKER POSITION DETECTION ON AUGMENTED REALITY TECHNOLOGY Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Program Studi D3

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Lembar Pengesahan Penguji... iii. Halaman Persembahan... iv. Abstrak... viii. Daftar Isi... ix. Daftar Tabel... xvi

DAFTAR ISI. Lembar Pengesahan Penguji... iii. Halaman Persembahan... iv. Abstrak... viii. Daftar Isi... ix. Daftar Tabel... xvi DAFTAR ISI Halaman Judul... i Lembar Pengesahan Pembimbing... ii Lembar Pengesahan Penguji... iii Halaman Persembahan... iv Halaman Motto... v Kata Pengantar... vi Abstrak... viii Daftar Isi... ix Daftar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Citra Secara harafiah, citra (image) adalah gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi). Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus (continue) dari intensitas

Lebih terperinci

PERBANDINGAN WAKTU EKSEKUSI MENDETEKSI TEPI GAMBAR MENGGUNAKAN BERBAGAI METODE

PERBANDINGAN WAKTU EKSEKUSI MENDETEKSI TEPI GAMBAR MENGGUNAKAN BERBAGAI METODE PERBANDINGAN WAKTU EKSEKUSI MENDETEKSI TEPI GAMBAR MENGGUNAKAN BERBAGAI METODE Ayu Leonitami, Noor Aziza Arifani 2, Retno Dewi Anissa 3, Sari Narulita Hantari 4, Widya Wulaningsuci 5 Informatika/Ilmu Komputer,

Lebih terperinci

Implementasi Edge Detection Pada Citra Grayscale dengan Metode Operator Prewitt dan Operator Sobel

Implementasi Edge Detection Pada Citra Grayscale dengan Metode Operator Prewitt dan Operator Sobel Implementasi Edge Detection Pada Citra Grayscale dengan Metode Operator Prewitt dan Operator Sobel Sri Enggal Indraani, Ira Dhani Jumaddina, Sabrina Ridha Sari Sinaga (enggal24@gmail.com, Ira.dhani5393@gmail.com,

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital 2.1.1 Pengertian Citra Digital Citra dapat didefinisikan sebagai sebuah fungsi dua dimensi, f(x,y) dimana x dan y merupakan koordinat bidang datar, dan harga fungsi f disetiap

Lebih terperinci

BAB II TI JAUA PUSTAKA

BAB II TI JAUA PUSTAKA BAB II TI JAUA PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menunjang tugas akhir ini. Antara lain yaitu pengertian citra, pengertian dari impulse noise, dan pengertian dari reduksi noise.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengolahan Citra Pengolahan citra adalah kegiatan memanipulasi citra yang telah ada menjadi gambar lain dengan menggunakan suatu algoritma atau metode tertentu. Proses ini mempunyai

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN 3.1 Analisis Sistem Tahapan analisis merupakan tahapan untuk mengetahui tahapan awal didalam sebuah sistem pendeteksian filter sobel. Didalam aplikasi filter sobel ini

Lebih terperinci

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner Jurnal Ilmiah Teknologi dan Informasia ASIA (JITIKA) Vol.9, No.2, Agustus 2015 ISSN: 0852-730X Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner Nur Nafi'iyah Prodi Teknik Informatika

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH

IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH Fitri Afriani Lubis 1, Hery Sunandar 2, Guidio Leonarde Ginting 3, Lince Tomoria Sianturi 4 1 Mahasiswa Teknik Informatika, STMIK Budi Darma

Lebih terperinci

PENDETEKSI TEMPAT PARKIR MOBIL KOSONG MENGGUNAKAN METODE CANNY

PENDETEKSI TEMPAT PARKIR MOBIL KOSONG MENGGUNAKAN METODE CANNY PENDETEKSI TEMPAT PARKIR MOBIL KOSONG MENGGUNAKAN METODE CANNY Minati Yulianti 1, Cucu Suhery 2, Ikhwan Ruslianto 3 [1] [2] [3] Jurusan Sistem Komputer, Fakultas MIPA Universitas Tanjungpura Jl. Prof.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2. Pengertian Citra Citra (image) atau istilah lain untuk gambar sebagai salah satu komponen multimedia yang memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Meskipun

Lebih terperinci

DETEKSI GERAK BANYAK OBJEK MENGGUNAKAN BACKGROUND SUBSTRACTION DAN DETEKSI TEPI SOBEL

DETEKSI GERAK BANYAK OBJEK MENGGUNAKAN BACKGROUND SUBSTRACTION DAN DETEKSI TEPI SOBEL DETEKSI GERAK BANYAK OBJEK MENGGUNAKAN BACKGROUND SUBSTRACTION DAN DETEKSI TEPI SOBEL Muhammad Affandes* 1, Afdi Ramadani 2 1,2 Teknik Informatika UIN Sultan Syarif Kasim Riau Kontak Person : Muhammad

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM. Pada dewasa sekarang ini sangat banyak terdapat sistem dimana sistem tersebut

BAB III PERANCANGAN SISTEM. Pada dewasa sekarang ini sangat banyak terdapat sistem dimana sistem tersebut BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Definisi Masalah Pada dewasa sekarang ini sangat banyak terdapat sistem dimana sistem tersebut sudah terintegrasi dengan komputer, dengan terintegrasinya sistem tersebut

Lebih terperinci

MENGANALISA PERBANDINGAN DETEKSI TEPI ANTARA METODE SOBEL DAN METODE ROBET

MENGANALISA PERBANDINGAN DETEKSI TEPI ANTARA METODE SOBEL DAN METODE ROBET MENGANALISA PERBANDINGAN DETEKSI TEPI ANTARA METODE SOBEL DAN METODE ROBET Purnomo Adi Setiyono Program Studi Teknik Informatika-S1, Fakultas Ilmu Komputer Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) Semarang

Lebih terperinci

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara.

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara. Image Enhancement Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara. Cara-cara yang bisa dilakukan misalnya dengan fungsi transformasi, operasi matematis,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. 1 Tinjauan Studi Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menunjukkan betapa pentingnya suatu edge detection dalam perkembangan pengolahan suatu citra, berikut

Lebih terperinci

Proses memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau komputer

Proses memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau komputer Pengolahan Citra / Image Processing : Proses memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau komputer Teknik pengolahan citra dengan mentrasformasikan citra menjadi citra lain, contoh

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI METODE CANNY DAN SOBEL UNTUK MENDETEKSI TEPI CITRA

IMPLEMENTASI METODE CANNY DAN SOBEL UNTUK MENDETEKSI TEPI CITRA Hal : -29 IMPLEMENTASI METODE CANNY DAN SOBEL UNTUK MENDETEKSI TEPI CITRA Asmardi Zalukhu Mahasiswa Teknik Informatika STMIK Budi Darma Medan Jl. Sisingamangaraja No. 338 Simpang Limun Medan ABSTRAK Deteksi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi dan suatu obyek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa foto,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu system perekaman data dapat bersifat optik berupa foto,

Lebih terperinci

COMPUTER VISION UNTUK PENGHITUNGAN JARAK OBYEK TERHADAP KAMERA

COMPUTER VISION UNTUK PENGHITUNGAN JARAK OBYEK TERHADAP KAMERA Seminar Nasional Teknologi Terapan SNTT 2013 (26/10/2013) COMPUTER VISION UNTUK PENGHITUNGAN JARAK OBYEK TERHADAP KAMERA Isnan Nur Rifai *1 Budi Sumanto *2 Program Diploma Elektronika & Instrumentasi Sekolah

Lebih terperinci

Pengolahan Citra : Konsep Dasar

Pengolahan Citra : Konsep Dasar Pengolahan Citra Konsep Dasar Universitas Gunadarma 2006 Pengolahan Citra Konsep Dasar 1/14 Definisi dan Tujuan Pengolahan Citra Pengolahan Citra / Image Processing Proses memperbaiki kualitas citra agar

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN 3.1 Analisis Fungsi utama perancangan program aplikasi tugas akhir ini adalah melakukan konversi terhadap citra dengan format raster atau bitmap ke format vektor dengan tipe

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Citra Digital Secara harafiah, citra (image) adalah gambar pada bidang dua dimensi. Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinu dari intensitas cahaya

Lebih terperinci

PENDETEKSIAN TEPI OBJEK MENGGUNAKAN METODE GRADIEN

PENDETEKSIAN TEPI OBJEK MENGGUNAKAN METODE GRADIEN PENDETEKSIAN TEPI OBJEK MENGGUNAKAN METODE GRADIEN Dolly Indra dolly.indra@umi.ac.id Teknik Informatika Universitas Muslim Indonesia Abstrak Pada tahap melakukan ekstraksi ciri (feature extraction) faktor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanda Tangan Tanda tangan atau dalam bahasa Inggris disebut signature berasal dari latin signare yang berarti tanda atau tulisan tangan, dan biasanya diberikan gaya tulisan

Lebih terperinci

Representasi Citra. Bertalya. Universitas Gunadarma

Representasi Citra. Bertalya. Universitas Gunadarma Representasi Citra Bertalya Universitas Gunadarma 2005 Pengertian Citra Digital Ada 2 citra, yakni : citra kontinu dan citra diskrit (citra digital) Citra kontinu diperoleh dari sistem optik yg menerima

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan sistem pendeteksi orang tergeletak mulai dari : pembentukan citra digital, background subtraction, binerisasi, median filtering,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan perkembangan komputer dan alat pengambilan gambar secara digital yang semakin berkembang saat ini, sehingga menghasilkan banyak fasilitas untuk melakukan proses

Lebih terperinci

Bab III Perangkat Pengujian

Bab III Perangkat Pengujian Bab III Perangkat Pengujian Persoalan utama dalam tugas akhir ini adalah bagaimana mengimplementasikan metode pengukuran jarak menggunakan pengolahan citra tunggal dengan bantuan laser pointer dalam suatu

Lebih terperinci

Konvolusi. Esther Wibowo Erick Kurniawan

Konvolusi. Esther Wibowo Erick Kurniawan Konvolusi Esther Wibowo esther.visual@gmail.com Erick Kurniawan erick.kurniawan@gmail.com Filter / Penapis Digunakan untuk proses pengolahan citra: Perbaikan kualitas citra (image enhancement) Penghilangan

Lebih terperinci

BAB II. Computer vision. teknologi. yang. dapat. Vision : Gambar 2.1

BAB II. Computer vision. teknologi. yang. dapat. Vision : Gambar 2.1 BAB II LANDASAN TEORI Computer vision adalah bagian dari ilmu pengetahuan dan teknologi yang membuat mesin seolah-olah dapat melihat. Komponen dari Computer Vision tentunya adalah gambar atau citra, dengan

Lebih terperinci

ANALISIS EDGE DETECTION CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE ROBERT DAN CANNY

ANALISIS EDGE DETECTION CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE ROBERT DAN CANNY Jurnal Riset Komputer (JURIKOM), Volume :, Nomor: 1, Februari 2016 ISSN : 2407-89X ANALISIS EDGE DETECTION CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN METODE ROBERT DAN CANNY Linda Herliani Harefa Mahasiswa Program

Lebih terperinci

EDGE DETECTION MENGGUNAKAN METODE ROBERTS CROSS

EDGE DETECTION MENGGUNAKAN METODE ROBERTS CROSS EDGE DETECTION MENGGUNAKAN METODE ROBERTS CROSS Arifin 1, Budiman 2 STMIK Mikroskil Jl. Thamrin No. 112, 124, 140 Medan 20212 arifins2c@yahoo.com 1, sync_vlo@yahoo.com 2 Abstrak Pengolahan citra digital

Lebih terperinci

BAB I PERSYARATAN PRODUK

BAB I PERSYARATAN PRODUK BAB I PERSYARATAN PRODUK Pemrosesan gambar secara digital telah berkembang dengan cepat. Pengolahan gambar ini didukung dengan kemajuan teknologi perangkat keras yang signifikan. Produk produk pengolah

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN METODE PREWITT DAN CANNY UNTUK IDENTIFIKASI IKAN AIR TAWAR

ANALISIS PERBANDINGAN METODE PREWITT DAN CANNY UNTUK IDENTIFIKASI IKAN AIR TAWAR ANALISIS PERBANDINGAN METODE PREWITT DAN CANNY UNTUK IDENTIFIKASI IKAN AIR TAWAR Gibtha Fitri Laxmi 1, Puspa Eosina 2, Fety Fatimah 3 1,2,3 Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

Citra Digital. Petrus Paryono Erick Kurniawan Esther Wibowo

Citra Digital. Petrus Paryono Erick Kurniawan Esther Wibowo Citra Digital Petrus Paryono Erick Kurniawan erick.kurniawan@gmail.com Esther Wibowo esther.visual@gmail.com Studi Tentang Pencitraan Raster dan Pixel Citra Digital tersusun dalam bentuk raster (grid atau

Lebih terperinci

Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Gasal 2015/2016

Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Gasal 2015/2016 MKB3383 - Teknik Pengolahan Citra Pengolahan Citra Digital Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Gasal 2015/2016 CITRA Citra (image) = gambar pada bidang 2 dimensi. Citra (ditinjau dari sudut pandang matematis)

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Computer Vision Computer vision dapat diartikan sebagai suatu proses pengenalan objek-objek berdasarkan ciri khas dari sebuah gambar dan dapat juga digambarkan sebagai suatu deduksi

Lebih terperinci

GLOSARIUM Adaptive thresholding Peng-ambangan adaptif Additive noise Derau tambahan Algoritma Moore Array Binary image Citra biner Brightness

GLOSARIUM Adaptive thresholding Peng-ambangan adaptif Additive noise Derau tambahan Algoritma Moore Array Binary image Citra biner Brightness 753 GLOSARIUM Adaptive thresholding (lihat Peng-ambangan adaptif). Additive noise (lihat Derau tambahan). Algoritma Moore : Algoritma untuk memperoleh kontur internal. Array. Suatu wadah yang dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mesin atau robot untuk melihat (http://en.wikipedia.org/wiki/computer_vision).

BAB II LANDASAN TEORI. mesin atau robot untuk melihat (http://en.wikipedia.org/wiki/computer_vision). BAB II LANDASAN TEORI Computer vision adalah suatu ilmu di bidang komputer yang dapat membuat mesin atau robot untuk melihat (http://en.wikipedia.org/wiki/computer_vision). Terdapat beberapa klasifikasi

Lebih terperinci

Edge adalah batas antara dua daerah dengan nilai gray-level yang relatif berbeda atau dengan kata lain edge

Edge adalah batas antara dua daerah dengan nilai gray-level yang relatif berbeda atau dengan kata lain edge Definisi Edge Edge adalah batas antara dua daerah dengan nilai gra-level ang relatif berbeda atau dengan kata lain edge merupakan tempat-tempat ang memiliki perubahan intensitas ang besar dalam jarak ang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini diperlukan sebuah desain dan metode penelitian agar dalam pelaksanaaannya dapat menjadi lebih teratur dan terurut. 3.1. Desain Penelitian Bentuk dari desain

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE SOBEL DAN GAUSSIAN DALAM MENDETEKSI TEPI DAN MEMPERBAIKI KUALITAS CITRA

PENERAPAN METODE SOBEL DAN GAUSSIAN DALAM MENDETEKSI TEPI DAN MEMPERBAIKI KUALITAS CITRA PENERAPAN METODE SOBEL DAN GAUSSIAN DALAM MENDETEKSI TEPI DAN MEMPERBAIKI KUALITAS CITRA HASNAH(12110738) Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika, STMIK Budidarma Medan Jl. Sisingamangaraja No. 338

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Steganografi Steganografi adalah mekanisme penanaman atau penyisipan pesan (m) kedalam sebuah cover objek (c) menggunakan kunci (k) untuk berbagi rahasia kepada orang lain,

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM PROGRAM APLIKASI HANDS RECOGNIZER

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM PROGRAM APLIKASI HANDS RECOGNIZER BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM PROGRAM APLIKASI HANDS RECOGNIZER Dalam analisis dan perancangan sistem program aplikasi ini, disajikan mengenai analisis kebutuhan sistem yang digunakan, diagram

Lebih terperinci

Klasifikasi Kualitas Keramik Menggunakan Metode Deteksi Tepi Laplacian of Gaussian dan Prewitt

Klasifikasi Kualitas Keramik Menggunakan Metode Deteksi Tepi Laplacian of Gaussian dan Prewitt Klasifikasi Kualitas Keramik Menggunakan Metode Deteksi Tepi Laplacian of Gaussian dan Prewitt Ardi Satrya Afandi Fakultas Teknologi Industri Universitas Gunadarma Depok, Indonesia art_dhi@yahoo.com Prihandoko,

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN CITRA MENGGUNAKAN METODE KECERAHAN CITRA KONTRAS DAN PENAJAMAN CITRA DALAM MENGHASILKAN KUALITAS GAMBAR

TEKNIK PENGOLAHAN CITRA MENGGUNAKAN METODE KECERAHAN CITRA KONTRAS DAN PENAJAMAN CITRA DALAM MENGHASILKAN KUALITAS GAMBAR TEKNIK PENGOLAHAN CITRA MENGGUNAKAN METODE KECERAHAN CITRA KONTRAS DAN PENAJAMAN CITRA DALAM MENGHASILKAN KUALITAS GAMBAR Zulkifli Dosen Tetap Fakultas Ilmu Komputer Universitas Almuslim Email : Zulladasicupak@gmail.com

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab landasan teori ini akan diuraikan mengenai teori-teori yang terkait dengan Content Based Image Retrieval, ekstraksi fitur, Operator Sobel, deteksi warna HSV, precision dan

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI Bab ini berisi analisis pengembangan program aplikasi pengenalan karakter mandarin, meliputi analisis kebutuhan sistem, gambaran umum program aplikasi yang

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. a. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. a. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Penelitian 3.1.1 Alat Penelitian a. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Prosesor Intel (R) Atom (TM) CPU N550

Lebih terperinci

SISTEM PENGENALAN BARCODE MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN LEARNING VECTOR QUANTIZATION

SISTEM PENGENALAN BARCODE MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN LEARNING VECTOR QUANTIZATION SISTEM PENGENALAN BARCODE MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN LEARNING VECTOR QUANTIZATION Nama Mahasiswa : Gigih Prasetyo Cahyono NRP : 1206 100 067 Jurusan : Matematika FMIPA-ITS Dosen Pembimbing : Prof.

Lebih terperinci

ANALISIS SISTEM PENDETEKSI POSISI PLAT KENDARAAN DARI CITRA KENDARAAN

ANALISIS SISTEM PENDETEKSI POSISI PLAT KENDARAAN DARI CITRA KENDARAAN ANALISIS SISTEM PENDETEKSI POSISI PLAT KENDARAAN DARI CITRA KENDARAAN I Dewa Gede Aditya Pemayun 1, Widyadi Setiawan 2, Ngurah Indra ER 3 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

SAMPLING DAN KUANTISASI

SAMPLING DAN KUANTISASI SAMPLING DAN KUANTISASI Budi Setiyono 1 3/14/2013 Citra Suatu citra adalah fungsi intensitas 2 dimensi f(x, y), dimana x dan y adalahkoordinat spasial dan f pada titik (x, y) merupakan tingkat kecerahan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra 2.1.1 Definisi Citra Secara harfiah, citra adalah gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi). Jika dipandang dari sudut pandang matematis, citra merupakan hasil pemantulan

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM BAB 3 PERANCANGAN SISTEM 3.1 Metode Perancangan Perancangan sistem didasarkan pada teknologi computer vision yang menjadi salah satu faktor penunjang dalam perkembangan dunia pengetahuan dan teknologi,

Lebih terperinci

ANALISA PERBANDINGAN KINERJA DETEKSI TEPI METODE SOBEL DAN METODE CANNY PADA CITRA LUKISAN ABSTRAK

ANALISA PERBANDINGAN KINERJA DETEKSI TEPI METODE SOBEL DAN METODE CANNY PADA CITRA LUKISAN ABSTRAK ANALISA PERBANDINGAN KINERJA DETEKSI TEPI METODE SOBEL DAN METODE CANNY PADA CITRA LUKISAN Rizky Yuni Andriyanto 1, Setia Astuti, S.Si, M.Kom 2 1,2 Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN 3.1 Analisis Pada penelitian ini dilakukan kombinasi edges detectionpada citra manuscripts kuno dengan mengimplementasikan metode gradientedges detection operator Sobel dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Citra Digital

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Citra Digital 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Bab ini berisi tentang teori yang mendasari penelitian ini. Terdapat beberapa dasar teori yang digunakan dan akan diuraikan sebagai berikut. 2.1.1 Citra Digital

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2. Citra Digital Menurut kamus Webster, citra adalah suatu representasi, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek atau benda. Citra digital adalah representasi dari citra dua dimensi

Lebih terperinci

Aplikasi Metoda Random Walks untuk Kontrol Gerak Robot Berbasis Citra

Aplikasi Metoda Random Walks untuk Kontrol Gerak Robot Berbasis Citra Abstrak Aplikasi Metoda Random Walks untuk Kontrol Gerak Robot Berbasis Citra R. Febriani, Suprijadi Kelompok Keahlian Fisika Teoritik Energi Tinggi dan Instrumentasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II TEORI PENUNJANG

BAB II TEORI PENUNJANG BAB II TEORI PENUNJANG 2.1 Computer Vision Komputerisasi memiliki ketelitian yang jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan cara manual yang dilakukan oleh mata manusia, komputer dapat melakukan berbagai

Lebih terperinci

PERANCANGAN APLIKASI PENGURANGAN NOISE PADA CITRA DIGITAL MENGGUNAKAN METODE FILTER GAUSSIAN

PERANCANGAN APLIKASI PENGURANGAN NOISE PADA CITRA DIGITAL MENGGUNAKAN METODE FILTER GAUSSIAN PERANCANGAN APLIKASI PENGURANGAN NOISE PADA CITRA DIGITAL MENGGUNAKAN METODE FILTER GAUSSIAN Warsiti Mahasiswi Program Studi Teknik Informatika STMIK Budi Darma Medan Jl. Sisingamangaraja No. 338 Sp. Limun

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1 Analisa Program Aplikasi Dalam proses identifikasi karakter pada plat nomor dan tipe kendaraan banyak menemui kendala. Masalah-masalah yang ditemui adalah proses

Lebih terperinci

PENENTUAN KUALITAS DAUN TEMBAKAU DENGAN PERANGKAT MOBILE BERDASARKAN EKSTRASI FITUR RATA-RATA RGB MENGGUNAKAN ALGORITMA K-NEAREST NEIGHBOR

PENENTUAN KUALITAS DAUN TEMBAKAU DENGAN PERANGKAT MOBILE BERDASARKAN EKSTRASI FITUR RATA-RATA RGB MENGGUNAKAN ALGORITMA K-NEAREST NEIGHBOR PENENTUAN KUALITAS DAUN TEMBAKAU DENGAN PERANGKAT MOBILE BERDASARKAN EKSTRASI FITUR RATA-RATA RGB MENGGUNAKAN ALGORITMA K-NEAREST NEIGHBOR Eko Subiyantoro, Yan Permana Agung Putra Program Studi Teknik

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR DAN METODOLOGI. Pada bab ini kita akan melihat masalah apa yang masih menjadi kendala

BAB III PROSEDUR DAN METODOLOGI. Pada bab ini kita akan melihat masalah apa yang masih menjadi kendala 52 BAB III PROSEDUR DAN METODOLOGI 3.1 ANALISA MASALAH Pada bab ini kita akan melihat masalah apa yang masih menjadi kendala melakukan proses retrival citra dan bagaimana solusi untuk memecahkan masalah

Lebih terperinci

Penentuan Stadium Kanker Payudara dengan Metode Canny dan Global Feature Diameter

Penentuan Stadium Kanker Payudara dengan Metode Canny dan Global Feature Diameter Penentuan Stadium Kanker Payudara dengan Metode Canny dan Global Feature Diameter Metha Riandini 1) DR. Ing. Farid Thalib 2) 1) Laboratorium Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri, Universitas

Lebih terperinci

ALAT BANTU PEMBELAJARAN MATA KULIAH COMPUTER VISION PADA MATERI EDGE BASED SEGMENTASI CITRA BERBASIS MULTIMEDIA

ALAT BANTU PEMBELAJARAN MATA KULIAH COMPUTER VISION PADA MATERI EDGE BASED SEGMENTASI CITRA BERBASIS MULTIMEDIA ALAT BANTU PEMBELAJARAN MATA KULIAH COMPUTER VISION PADA MATERI EDGE BASED SEGMENTASI CITRA BERBASIS MULTIMEDIA 1 Achmad Sahri Ramdhani (07018037), 2 Murinto (0510077302) 1,2 Program Studi Teknik Informatika

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Steganografi Kata steganografi berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari steganos (tersembunyi) graphen (menulis), sehingga bisa diartikan sebagai tulisan yang tersembunyi.

Lebih terperinci