PENGEMBANGAN SISTEM CARA PRODUKSI MAKANAN ENTERAL YANG BAIK (CPMEB) DAN APLIKASINYA DI RSPAD GATOT SOEBROTO DITKESAD JAKARTA AMIROH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGEMBANGAN SISTEM CARA PRODUKSI MAKANAN ENTERAL YANG BAIK (CPMEB) DAN APLIKASINYA DI RSPAD GATOT SOEBROTO DITKESAD JAKARTA AMIROH"

Transkripsi

1 PENGEMBANGAN SISTEM CARA PRODUKSI MAKANAN ENTERAL YANG BAIK (CPMEB) DAN APLIKASINYA DI RSPAD GATOT SOEBROTO DITKESAD JAKARTA AMIROH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir Pengembangan SistemCara Produksi Makanan Enteral yang Baik (CPMEB) dan Aplikasinya di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Tugas Akhir ini.saya menyatakan bahwa saya telah mendapatkan izin tertulis dari instansi tempat pengambilan data. Bogor, Januari 2013 Amiroh

3 ABSTRACT AMIROH. Development of Good Manufacturing Practices System for enteral food and its application at Gatot Soebroto Hospital Jakarta. Under the supervision of WINIATI P. RAHAYU and RATIH DEWANTI-HARIYADI. Hospital formula enteral food is a ready to eat (RTE) food categorized as a special food because it is targeted specifically for group of people with health risk. Therefore, the safety of this enteral food needs to be controlled more stringenly than other RTE food. One of the basic food safety management that can be applied is GMP (Good Manufacturing Practices). Presently guidelines for good processing method for enteral food is not available yet. This research was aimed to develop a GMP system for enteral food or CPMEB (Cara Produksi Makanan Enteral yang Baik) consisting a guideline as well as the auditing system, and its application in Gatot Soebroto Hospital Jakarta. The system was development based on the Indonesian Health Ministry Regulation Number: 1096/MenKes/PER/VI/2011 on hygiene and food services sanitation; The National Agency of Drug and Food Control Regulation2011 Number: HK on the guidelines for the production of processed food products for baby powder formula and advanced powder formula; The National Agency of Drug and Food Control Decree2003 Number: HK on the guidelines for food production for home industry; and other relevant references. Based on the literature review and trials, the CPMEB guideline and its audit system applicable to the enteral production unit of the hospital were developed. Thirteen aspects were defined for the requirements; including four main aspects. The main aspects were criteria with higher priority. The aspects belong to this group were the production room, production equipment, process control and workers' hygiene. The rest of the aspects include building and its facilities, sanitation facility, raw materials storage, monitoring management, pest control, enteral food distribution, training, and patient feeding. The trial at Gatot Soebroto hospital shows that the enteral food production unit can be categorized as good; with improvements needed for several aspects such as: production equipment storage, hygiene and sanitation maintenance, blender handling sanitation procedure, process control for type of container, volume of container, production notes, enteral food storage, food distribution and training. Keywords: aspects, the CPMEB guideline, enteral food, main aspects.

4 RINGKASAN AMIROH.Pengembangan Sistem Cara Produksi Makanan Enteral yang Baik (CPMEB) dan Aplikasinya di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta.Dibimbing oleh WINIATI P. RAHAYU dan RATIH DEWANTI- HARIYADI. Makanan enteral yaitu semua makanan cair yang dimasukkan ke dalam tubuh lewat saluran cerna, baik melalui mulut (oral), selang nasogastrik, maupun selang melalui lubang stoma gaster (gastrotomi) atau lubang stoma jejunum (jejunostomi). Konsumen (pasien) yang mengonsumsi makanan enteral mempunyai kondisi kesehatan lebih rendah dibandingkan pasien lain. Berdasarkan hasil penelitian Oliveira et al (2001) penerapan sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control point) dapat menurunkan jumlah bakteri pada makanan enteral di rumah sakit dari 10 5 CFU/mL menjadi < 10 1 CFU/mL. Hal tersebut mengindikasikan bahwa perlu diterapkan sistem pengendalian keamanan pangan.sebelum diterapkan sistem HACCP, industri pengolahan pangan harus sudah mampu menerapkan sistem GMP (Good Manufacturing Practices) atau CPPB (Cara Produksi Pangan yang Baik). Saat ini pedoman cara produksi makanan enteral yang baik (CPMEB) belum tersedia. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengembangkan pedoman dan panduan audit Cara Produksi Makanan Enteral yang Baik (CPMEB). Pedoman CPMEB diperlukan sebagai pedoman unit penyedia makanan enteral di rumah sakit untuk memproduksi makanan enteral yang aman, bermutu dan layak untuk dikonsumsi secara konsisten. Panduan audit CPMEB digunakan untuk mengevaluasi pemenuhan persyaratan CPMEB. (2) Mengaplikasikan panduan audit CPMEB yang dikembangkan dalam penelitian untuk mengevaluasi pemenuhan persyaratan CPMEB unit penyedia makanan enteral RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad. Hasil audit dijadikan acuan untuk menentukan skala prioritas dalam rangka perbaikan sarana produksi. (3) Menyusun rekomendasi untuk pemenuhan persyaratan CPMEB pada unit penyedia makanan enteral RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad berdasarkan hasil audit. Penelitian dilakukan di rumah sakit X dan RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta melalui 4 (empat) tahap sebagai berikut : (1) Menyusun pedoman dan panduan audit CPMEB. (2) Melaksanakan uji coba hasil pengembangan pedoman dan audit CPMEB di rumah sakit X dan RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta. (3) Mengaplikasikan panduan audit CPMEB di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta. (4) Menyusun rekomendasi untuk pemenuhan persyaratan CPMEB di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta. Mekanisme penyusunan dilakukan melalui pengkajian bahan pustaka yang relevan untuk menyusun pedoman CPMEB. Pustaka tersebut antara lain Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1096/MenKes/PER/VI /2011 tentang higiene sanitasi jasaboga; Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tahun

5 2011 Nomor: HK tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik untuk Formula Bayi dan Formula Lanjutan Bentuk Bubuk; Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tahun 2003 Nomor: HK tentang Pedoman Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga; hasil penelitian Oliveira et al (2000) dan (2001). Berdasarkan kajian bahan pustaka ditetapkan aspek dan parameter beserta persyaratan yang berpengaruh terhadap pengendalian keamanan makanan enteral. Penyusunan panduan audit CPMEB didasarkan pada pedoman pemeriksaan sarana produksi perusahaan pangan industri rumah tangga (IRT) tahun Oleh karena itu susunan panduan audit sarana produksi pada unit penyedia makanan enteral rumah sakit terdiri dari pendahuluan yang berisi penjelasan tentang persiapan yang harus dilakukan oleh auditor sebelum melaksanakan audit; formulir pemeriksaan sarana produksi; kriteria penilaian masing-masing parameter; cara penilaian; dan tindak lanjut/saran perbaikan. Cara penilaian dilakukan dengan terlebih dahulu menentukan bobot pada aspek dan selanjutnya menentukan cara penetapan kategori atau menyimpulkan hasil pemeriksaan. Pedoman dan audit yang tersusun diuji cobakan dan disempurnakan sehingga tersusun pedoman dan panduan audit CPMEB yang siap untuk digunakan. Hasil kajian bahan pustaka menghasilkan 13 (tiga belas) aspek yang menjadi persyaratan CPMEB draf 1. Aspek yang dimaksud adalah (1) Bangunan dan Fasilitas (2) Ruang Produksi (3) Peralatan Produksi (4) Fasilitas Sanitasi (5) Penyimpanan bahan baku (6) Pengendalian Proses (7) Manajemen Pengawasan (8) Pengendalian Hama (9) Higiene Karyawan (10) Penyaluran Makanan (11) Pelatihan (12) Pemberian Makanan Enteral kepada Pasien (13) Pencatatan dan Dokumentasi. Beberapa parameter penyusun aspek dipersyaratkan lebih ketat dibandingkan pangan siap saji karena makanan enteral termasuk pangan kategori khusus yaitu pangan yang ditujukan bagi orang sakit.persyaratan yang diperketat antara lain pada aspek pengendalian proses untuk parameter jenis wadah dan parameter volume wadah; aspek ruang produksi untuk parameter kondisi ruangan dan parameter letak ruangan. Penentuan bobot pada aspek dalam rangka menyusun panduan audit CPMEB draf 1 menghasilkan bahwa yang termasuk aspek utama yaitu higiene karyawan; penyimpanan; peralatan produksi; dan ruang produksi. Penetapan kategori hasil pemeriksaan CPMEB dilakukan dengan cara menghitung nilai total dan sebaran nilai aspek. Penetapan kategori dikelompokkan ke dalam kategori baik (B); cukup (C); dan kurang (K). Kriteria kategori B bila nilai total minimal 35 dengan sebaran aspek, seluruh aspek utama bernilai B dan minimal 5 (lima) aspek yang lain juga memperoleh nilai B serta tanpa ada nilai K (4B dan 5B-4C); kategori C bila nilai total minimal 30 dengan sebaran aspek, seluruh aspek utama bernilai baik dan minimal 9 (sembilan) aspek yang lain memperoleh nilai C serta tanpa ada nilai K (4B dan 9C); dan kategori K bila tidak mencapai nilai cukup. Hasil uji coba pedoman dan panduan audit CPMEB menunjukkan perlu adanya (1) penyempurnaan persyaratan dan kriteria penilaian beberapa aspek dan parameter, (2) perubahan aspek penyimpanan menjadi aspek penyimpanan bahan baku, (3) perubahan kelompok aspek utama. Kelompok aspek utama hasil penyempurnaan terdiri dari ruang produksi; peralatan produksi; pengendalian proses; dan higiene karyawan.

6 Hasil aplikasi pedoman dan panduan audit CPMEB di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta menunjukkan bahwa unit penyedia makanan enteral rumah sakit tergolong dalam kategori baik (B), dengan beberapa saran perbaikan. Aspek dan parameter yang perlu diperbaiki antara lain aspek peralatan produksi untuk parameter penyimpanan peralatan, pemeliharaan kebersihan dan sanitasi, serta prosedur penanganan sanitasi blender; aspek pengendalian proses untuk parameter jenis wadah, volume wadah, keterangan produksi, dan penyimpanan makanan enteral; aspek penyaluran makanan untuk parameter kondisi makanan saat penyaluran; dan aspek pelatihan. Berdasarkan hasil aplikasi pedoman dan audit CPMEB di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta direkomendasikan beberapa hal yaitu melengkapi rak piring tertutup dan kompor di ruang produksi; memperbaiki hot & cool thermobox; mengadakan blender tahan panas; menggunakan wadah dengan volume satu porsi dan mudah disanitasi; selalu menempelkan keterangan produksi pada wadah; dan mewajibkan penanggung jawab dan seluruh penjamah makanan enteral mendapatkan kursus higiene sanitasi jasaboga dan keamanan pangan. Setelah persyaratan CPMEB unit penyedia makanan enteral (dapur sonde) di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta terpenuhi sebaiknya distribusi makanan enteral dilakukan secara sentralisasi agar pengawasan pengendalian keamanan makanan enteral lebih mudah dilakukan.selanjutnya penerapan keamananan pangan dapat ditingkatkan melalui penerapan HACCP.Draf CPMEB yang tersusun ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pembuatan peraturan CPMEB di Indonesia.

7 Hak Cipta milik IPB, tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

8 PENGEMBANGAN SISTEM CARA PRODUKSI MAKANAN ENTERAL YANG BAIK (CPMEB) DAN APLIKASINYA DI RSPAD GATOT SOEBROTO DITKESAD JAKARTA AMIROH Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi Teknologi Pangan pada Program Studi Teknologi Pangan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

9 Penguji Luar Komisi Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Sugiyono, MAppSc

10 Judul Tugas Akhir Nama Mahasiswa : Pengembangan Sistem Cara Produksi Makanan Enteral yang Baik (CPMEB) dan Aplikasinya di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta : Amiroh Nomor Pokok : F Program Studi : Teknologi Pangan Menyetujui, Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Winiati Pudji Rahayu, MS Ketua Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc Anggota Mengetahui Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Profesi Teknologi Pangan Prof. Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

11 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Tugas akhir ini berjudul Pengembangan Sistem Cara Produksi Makanan Enteral yang Baik (CPMEB) dan Aplikasinya di RSPAD GatotSoebroto Ditkesad Jakarta, sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Program Studi Teknologi Pangan. Penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Winiati Pudji Rahayu, MS dan Dr. Ir. Ratih Dewanti- Haryadi, MSc selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan pemahaman akan kaidah-kaidah ilmiah mulai dari awal penyusunan hingga selesainya tesis ini. 2. Prof. Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc dan Prof. Dr. Ir. Sugiyono, MAppSc sebagai tim penguji yang telah memberikan masukan berharga bagi penyempurnaan tesis ini. 3. Kepala RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta yang telah memberikan izin bagi peneliti untuk melaksanakan penelitian di dapur sonde Unit Gizi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta. 4. Kepala Unit Gizi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta Letkol Ckm Prima Haris, S.Sos serta pembimbing lapang Mayor Ckm Ishiko Herianto, SPd, M.Kes. 5. Sdr. Nathan Nael Hery Susanto, S.Gz, Letda Erna Rumdani, AMG, Sdri. Cipa Aipa AMd serta seluruh karyawan Unit Gizi yang telah membantu pelaksanaan penelitian. 6. Ibu Fatikhaturohmah AMd, yang selalu memberikan semangat selama berlangsungnya studi ini. 7. Keluarga tercinta, yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materiil dalam penyelesaian tugas akhir ini. 8. Mbak Siwi dan semua pihak yang telah membantu penyelesaian tugas ini dan kepada pihak-pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu. Semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya. Bogor, Januari 2013 Penulis

12 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Brebes, tepatnya di kecamatan Ketanggungan Timur pada tanggal 20 Juni 1958 anak dari almarhum Fadholi Wahab dan almarhumah Bachriyah. Penulis merupakan anak ke lima dari delapan bersaudara. Lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri Tegal pada tahun 1977 dan melanjutkan di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi dan Mekanisasi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 1978 dan lulus tahun Pada tahun itu juga penulis bekerja di Balai Besar Industri Hasil Pertanian (BBIHP) yang sekarang telah berubah nama menjadi Balai Besar Industri Agro (BBIA) Bogor. Tahun 1983 penulis pindah ke Surabaya dan mengajar di Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional Veteran Surabaya.Tahun 1988 penulis pindah ke Mataram dan mengajar di Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Universitas Muhamadiyah Mataram.Akhir tahun 1991 pindah ke Jakarta dan tahun 1993 mengajar diakademi Gizi Yayasan Pendidikan MH.Thamrin sekaligus diberi tanggung jawab sebagai Pembantu Direktur bidang administrasi dan keuangan. Tahun 2005, setelah Akademi Gizi dan Akademi Kesehatandi lingkungan Yayasan Pendidikan MH.Thamrin bergabung menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan MH.Thamrin (STIKes MH.Thamrin) penulis diberi tanggung jawab sebagai Pembantu Ketua Sekolah Tinggi bidang adminstrasi dan keuangan.tahun 2010 bulan November bersamaan dengan diterimanya penulis untuk melanjutkan kuliah di Program Studi Magister Profesi Teknologi Pangan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, penulisdiberi tanggung jawab sebagai Ketua Program Studi Diploma III Gizi STIKes MH.Thamrin Jakarta sampai sekarang.

13 DAFTAR ISI Halaman ABSTRACT... ii RINGKASAN... iii KATA PENGANTAR... ix DAFTAR ISI... xi DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR LAMPIRAN... xvi I. PENDAHULUAN... 1 A. LATAR BELAKANG... 1 B. TUJUAN... 3 C. RUANG LINGKUP... 3 D. MANFAAT PENELITIAN... 4 II. TINJAUAN PUSTAKA... 5 A. MAKANAN ENTERAL... 5 B. PANGAN SIAP SAJI (PSS)... 7 C. KEAMANAN PANGAN... 7 D. GMP (Good Manufacturing Practices)... 8 III. METODOLOGI 13 A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN B. BAHAN PENELITIAN C. METODE PENELITIAN Penyusunan pedoman CPMEB a. Pengkajian bahan pustaka untuk penentuan CPMEB.. 15 b. Penetapan aspek dan parameter Penyusunan panduan audit CPMEB a. Penentuan bobot pada aspek b. Penetapan kategori hasil pemeriksaan Uji coba pedoman dan panduan audit CPMEB di rumah sakit Penyempurnaan pedoman dan panduan audit CPMEB Aplikasi panduan audit CPMEB pada unit penyedia makanan enteral di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta... 20

14 Halaman 6. Penyusunan rekomendasi untuk pemenuhan persyaratan CPMEB pada unit penyedia makanan enteral di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENYUSUNAN PEDOMAN CPMEB Penetapan aspek dan parameter B. PENYUSUNAN PANDUAN AUDIT CPMEB Penentuan bobot pada aspek Penetapan kategori hasil pemeriksaan C. HASIL UJI COBA PEDOMAN DAN PANDUAN AUDIT CPMEB DI RUMAH SAKIT Gambaran unit penyedia makanan enteral di rumah sakit X 33 a. Penanggung jawab unit penyedia makanan enteral b. Tata letak unit penyedia makanan enteral c. Bahan baku, peralatan dan proses produksi d. Distribusi produk dan pengawasan e. Pengendalian hama Gambaran unit penyedia makanan enteral di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta a. Penanggung jawab unit penyedia makanan enteral b. Tata letak unit penyedia makanan enteral c. Bahan baku dan peralatan d. Jenis dan proses produksi e. Alur pemesanan bahan baku dan distribusi produk f. Perawatan kebersihan dan sanitasi g. Pengendalian hama Uji coba pedoman CPMEB Uji coba panduan audit CPMEB D. PENYEMPURNAAN PEDOMAN DAN PANDUAN AUDIT CPMEB E. APLIKASI PANDUAN AUDIT CPMEB PADA UNIT PENYEDIA MAKANAN ENTERAL DI RSPAD GATOT SOEBROTO DITKESAD JAKARTA Peralatan produksi Pengendalian proses... 63

15 Halaman 3. Penyaluran makanan Pelatihan karyawan F. REKOMENDASI UNTUK PEMENUHAN PERSYARATAN CPMEB DI RSPAD GATOT SOEBROTO DITKESAD JAKARTA Aspek peralatan produksi Aspek pengendalian proses Aspek pelatihan V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN B. SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 77

16 DAFTAR TABEL Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4. Tabel 5. Tabel 6. Halaman Peraturan pemerintah dan pustaka yang terkait dengan penyusunan pedoman dan panduan audit CPMEB Perbandingan kelompok yang sangat berpengaruh terhadap keamanan pangan pada CPPSSB 2011, CPPB-IRT 2003 dan pustaka pendukung Cara penilaian akhir yang diterapkan pada CPPSSB-2011, CPPB-IRT 2003 serta yang dirancang untuk CPMEB Hasil uji coba pemeriksaan sarana pada unit makanan cair di rumah sakit X dan dapur sonde di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta Penyempurnaan pedoman dan panduan audit CPMEB berdasarkan uji coba yang dilakukan di rumah sakit X dan RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta Hasil evaluasi penerapan pedoman CPMEB di dapur sonde RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta 59

17 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Tahapan penelitian Gambar 2. Tahap penyusunan pedoman dan panduan audit CPMEB 14 Gambar 3. Skema proses pembuatan makanan saring tanpa susu dan makanan cair formula susu (makanan cair rumah sakit) Gambar 4. Skema proses pembuatan makanan cair formula susu untuk diet lambung 1 dan formula WHO.. 44

18 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Uji kelaikan fisik untuk higiene sanitasi makanan jasaboga Formulir pemeriksaan sarana produksi perusahaan pangan industri rumah tangga (IRT) Perbandingan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.1096/ Men.Kes/Per/VI/201 (CPPSSB 2011), Pedoman CPPOB untuk formula bayi dan formula lanjutan bentuk bubuk tahun 2011, Pedoman CPPB-IRT thn 2003, serta pustaka-pustaka yang mendukung Pedoman cara produksi makanan enteral yang baik (CPMEB) di rumah sakit draf 1 dan draf Panduan audit sarana produksi pada unit penyedia makanan enteral rumah sakit draf 1 dan draf Lampiran 6. Denah ruang produksi makanan cair di rumah sakit X Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9. Lampiran 10. Lampiran 11. Lampiran 12. Denah dapur Unit Gizi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta Denah unit penyedia makanan enteral (dapur sonde) di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta Prosedur pembuatan makanan enteral formula WHO (diet tinggi kalori tinggi protein) Prosedur penyajian (rekonstitusi) makanan enteral formula WHO Prosedur pmbuatan makanan enteral formula rumah sakit Prosedur makanan enteral formula rumah sakit (diet hati) Lampiran 13. Alur pemenuhan makanan pasien

19 Halaman Lampiran 14. Alur permintaan bahan baku di pengolahan makanan enteral/sonde Lampiran 15. Prosedur pemeriksaan kualitas telur (candling) Lampiran 16. Prosedur tes kit metanil yellow Lampiran 17. Prosedur tes kit rhodamin B Lampiran 18. Prosedur tes kit boraks Lampiran 19. Prosedur tes kit formalin Lampiran 20. Laporan hasil uji film/plastik pembungkus Lampiran 21. Lampiran 22. Lampiran 23. Lampiran 24. Laporan hasil pemeriksaan kualitas air bersih secara fisik Laporan hasil pemeriksaan kualitas air bersih secara kimiawi Laporan hasil pemeriksaan kualitas air bersih secara bakteriologi Hasil pemantauan pekerjaan pest control pengendalian kucing

20 1. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pangan merupakan kebutuhan dasar yang paling esensial bagi manusia untuk mempertahankan hidup dan kehidupan, terutama bagi orang yang sedang sakit (pasien). Makan bagi seorang pasien merupakan salah satu terapi untuk memulihkan dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak. Kebutuhan zat gizi seorang yang sedang sakit sering lebih besar karena pada saat sakit terdapat peningkatan hormon stres yang memerlukan tambahan energi. Di lain pihak, banyak kendala atau kesulitan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi karena pasien tidak mau makan (selera makan kurang) atau tidak mampu makan karena penyakitnya. Hal tersebut dapat diatasi dengan memberikan makanan yang berbentuk lunak atau cair. Makanan cair adalah makanan yang mempunyai konsistensi cair hingga kental. Makanan ini diberikan kepada pasien yang mengalami gangguan mengunyah, menelan dan mencernakan makanan disebabkan oleh menurunnya kesadaran, suhu badan meningkat, rasa mual, muntah, pasca perdarahan saluran cerna, serta pra dan pasca bedah. Makanan cair dapat diberikan secara oral atau enteral. Jalur pemberian makanan melalui oral adalah jalur asupan zat gizi melalui jalan normal sebagaimana mestinya, sedangkan jalur pemberian makanan melalui enteral adalah jalur asupan zat gizi melalui selang nasogastrik, gastronomi maupun jejunostomi. Jalur ini tidak melalui proses menelan. Cara ini diberikan apabila asupan oral tidak memungkinkan tetapi sistem saluran cerna masih bekerja dengan baik. Namun jika tingkat gangguan atau kegagalan fungsi usus menyebabkan pemberian makanan enteral pun tidak dapat dilakukan atau tidak memadai, maka pemberian makanan dilakukan melalui pembuluh darah yang disebut dengan pemberian secara parenteral. Ditinjau dari cara pembuatannya, ada 2 (dua) jenis makanan enteral yaitu makanan enteral yang diproduksi oleh rumah sakit dan yang diproduksi oleh industri pangan. Makanan enteral formula rumah sakit (FRS) dalam bentuk semi

21 2 padat hasil blender ataupun makanan cair, diper` siapkan untuk langsung dikonsumsi sehingga dapat diklasifikasikan sebagai pangan siap saji, sedangkan makanan enteral komersial (FK) yaitu yang diproduksi oleh industri pangan, tersedia dalam bentuk bubuk dan dijual dalam kemasan sehingga diklasifikasikan sebagai pangan olahan. Selain memenuhi kebutuhan gizi, makanan yang dikonsumsi pasien harus terjamin keamanannya. Bahkan jaminan keamanan makanan enteral seharusnya lebih baik dibandingkan makanan lain di rumah sakit karena kondisi sistem imun pasien yang mengonsumsi makanan enteral jauh lebih rendah dibandingkan pasien yang mampu mengonsumsi makanan padat. Menurut hasil penelitian Oliveira et al. (2001) bahwa sebelum unit penyedia makanan enteral di rumah sakit menerapkan sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point), hasil analisis mikrobiologi pada makanan enteral menunjukkan adanya coliform, Enterococcus sp. dan mikroba aerobik mesofilik sejumlah 10 5 CFU/mL. Jumlah tersebut berada diatas persyaratan (> 10 4 CFU/mL). Sesudah diterapkan HACCP, hasil analisis mikrobiologi menunjukkan perbedaan yang nyata yaitu jumlah mikroba menjadi < 10 1 CFU/mL. Oleh karena itu sangat diperlukan pengendalian keamanan pangan untuk produksi makanan enteral di rumah sakit. Industri pengolahan pangan yang akan menerapkan sistem keamanan pangan model HACCP harus merencanakan, merancang/mendisain dan mengimplementasikan suatu program persyaratan kelayakan dasar atau sering disebut dengan istilah pre-requisite program. Secara umum pre-requisite program adalah hal-hal yang berkaitan dengan operasi sanitasi dan higiene pangan suatu proses produksi atau penanganan pangan yang dikenal dengan GMP (Good Manufacturing Practices). GMP merupakan suatu pedoman bagi industri pangan tentang cara berproduksi makanan dan minuman yang baik untuk menjamin agar produk yang dihasilkannya aman, bermutu dan layak untuk dikonsumsi secara konsisten. Pedoman cara produksi pangan siap saji yang baik telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan melalui Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1096/MenKes/PER/VI/2011 tentang higiene sanitasi jasaboga. Makanan enteral FRS, dapat diklasifikasikan sebagai pangan siap saji yang diproduksi oleh

22 3 rumah sakit sehingga berdasarkan peraturan menteri kesehatan tersebut di atas unit penyedia makanan enteral FRS, termasuk ke dalam jasaboga golongan B (jasaboga yang melayani kebutuhan masyarakat khusus). Oleh karena itu cara produksi makanan enteral FRS yang baik dapat mengacu pada persyaratan higiene sanitasi jasaboga golongan B. Tetapi karena jaminan keamanan makanan enteral harus lebih baik dibandingkan makanan lain di rumah sakit maka persyaratan keamanan pangan untuk produksi makanan enteral FRS juga harus mengacu pada produk sejenis yang mempunyai risiko tinggi terhadap gangguan kesehatan, misalnya pedoman cara produksi formula bayi yang baik. Saat ini pedoman cara produksi makanan enteral yang baik (CPMEB) di Indonesia belum tersedia. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dikembangkan pedoman CPMEB. Pedoman perlu disertai dengan sistem auditnya agar evaluasi pemenuhan persyaratan keamanan pangan dapat dilakukan dengan mudah dan terukur dengan jelas. Untuk mengkaji apakah pedoman yang dikembangkan dapat diaplikasikan di rumah sakit, perlu dilakukan uji coba. Dalam hal ini uji coba dilaksanakan di rumah sakit X Jakarta Timur dan di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta sebelum pelaksanaan aplikasi. Rumah sakit tersebut dipilih karena keduanya merupakan rumah sakit besar di wilayah Jakarta yang setiap harinya memproduksi makanan enteral dan telah mempunyai ruang khusus untuk memproduksi makanan enteral. B. TUJUAN 1. Mengembangkan pedoman Cara Produksi Makanan Enteral yang Baik (CPMEB) termasuk panduan auditnya. 2. Mengaplikasikan panduan audit CPMEB yang dikembangkan dalam penelitian untuk unit penyedia makanan enteral RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta. 3. Menyusun rekomendasi untuk pemenuhan persyaratan CPMEB pada unit penyedia makanan enteral RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta.

23 4 C. RUANG LINGKUP Ruang lingkup penelitian ini adalah mengembangkan pedoman CPMEB dan panduan audit khususnya untuk FRS dan rekonstitusi FK. Pengembangan pedoman CPMEB dan panduan auditnya mengacu pada Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) dari pangan lain yang sejenis dan relevan. Pedoman dan panduan audit diuji cobakan, disempurnakan kemudian diaplikasikan di lapangan yakni di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta. D. MANFAAT PENELITIAN Tersedianya pedoman CPMEB dapat digunakan sebagai rujukan oleh unit penyedia makanan enteral di rumah sakit untuk memproduksi makanan enteral yang aman, bermutu dan layak untuk dikonsumsi secara konsisten. Evaluasi pemenuhan persyaratan CPMEB menggunakan panduan audit. Terevaluasinya pemenuhan persyaratan CPMEB dapat dijadikan acuan untuk menentukan skala prioritas dalam rangka perbaikan sarana produksi.

24 II. TINJAUAN PUSTAKA A. MAKANAN ENTERAL Pemberian makanan yang tepat pada pasien akan meningkatkan kualitas hidup, mencegah malnutrisi serta menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. Ditinjau dari teksturnya makanan dapat berupa makanan padat, lunak ataupun cair. Sedangkan jalur pemberian makanan dapat melalui oral, enteral dan parenteral (Almatsier 2005). Pada kondisi tertentu kebutuhan gizi tidak dapat dipenuhi dalam bentuk makanan padat bahkan kadang-kadang tidak dapat melalui jalur oral yaitu jalur normal melalui mulut. Jika hal ini terjadi maka pemberian makanan enteral dapat menjadi pilihan. Menurut Escot-Stump (1998) yang dimaksud makanan enteral yaitu semua makanan cair yang dimasukkan ke dalam tubuh lewat saluran cerna, baik melalui mulut (oral), selang nasogastrik, maupun selang melalui lubang stoma gaster (gastrotomi) atau lubang stoma jejunum (jejunostomi). Disamping itu, dikenal pula makanan yang diberikan melalui parenteral yaitu pemberian makanan melalui vena dalam bentuk cairan formula khusus (Almatsier 2005). Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pemberian nutrisi enteral ialah jalur masuknya makanan, ukuran pipa makanan yang digunakan, volume formula yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pasien, toleransi sistem saluran cerna dan kondisi klinis pasien (Lukito et al. 2008). Makanan enteral dapat diklasifikasikan berdasarkan penggunaan pada situasi klinik yaitu makanan enteral standar yang digunakan untuk pasien dengan fungsi saluran cerna yang normal dan makanan enteral spesifik yang digunakan pada pasien dengan kondisi penyakit yang membutuhkan nutrisi khusus misalnya kelainan ginjal, diabetes mellitus dan kondisi kritis (Lukito et al. 2008) Berdasarkan formulanya makanan enteral juga dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis formula yaitu formula rumah sakit (FRS) dan formula komersial (FK). Makanan enteral FRS, dibuat dari beberapa bahan pangan yang diracik dan dibuat di rumah sakit dengan menggunakan blender. Konsistensi larutan, kandungan zat-zat gizi, dan osmolaritas dapat berubah pada setiap

25 6 pembuatan dan rentan terhadap kontaminasi. Sedangkan makanan enteral FK, berupa bubuk yang siap dicairkan atau berupa cairan yang dapat segera dipakai. Nilai gizinya bermacam-macam sesuai kebutuhan; konsistensi dan osmolaritasnya tetap; praktis menyiapkannya dan tidak mudah terkontaminasi (Simadibrata 2009). Ditinjau dari jenis diet dan bahan bakunya, Simadibrata (2009) mengelompokan makanan enteral FRS menjadi: 1). Makanan cair tinggi energi dan tinggi protein dengan bahan baku terdiri dari susu full cream, susu skim, susu rendah laktosa, telur, glukosa, gula pasir, tepung beras, minyak kacang dan sari buah; 2). Makanan cair rendah laktosa dengan bahan baku terdiri dari susu rendah laktosa, telur, gula pasir, maizena dan minyak kacang; 3). Makanan cair tanpa susu (bebas laktosa) dengan bahan baku terdiri dari telur, kacang hijau, wortel jeruk, tepung beras dan gula pasir; dan 4). Makanan khusus untuk penyakit hati, rendah protein untuk penyakit ginjal, rendah purin untuk penyakit gout dan diet diabetes. Berdasarkan konsistensinya, Almatsier (2005) mengelompokkan makanan cair menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu makanan cair jernih, makanan cair penuh dan makanan cair kental. Ada dua formula makanan cair penuh yaitu formula rumah sakit (FRS) dan formula komersial (FK). Makanan cair penuh formula rumah sakit terdiri dari: 1) Formula dengan susu full cream atau skim diperuntukkan bagi pasien dengan gangguan lambung, usus halus tetapi kolon bekerja normal; 2) Makanan hasil blender bila pasien memerlukan tambahan makanan berserat; 3) Formula rendah laktosa untuk pasien yang tidak tahan terhadap laktosa (laktose intolerance); dan 4) Formula tanpa susu untuk pasien yang tidak tahan protein susu. Mahan et. al (2012) mensyaratkan makanan enteral sebagai berikut: 1) Memiliki kepadatan kalori tinggi dengan kepadatan ideal yaitu 1 kcal/ml; 2) Kandungan nutrisinya seimbang yaitu memenuhi kebutuhan energi per hari dan kebutuhan komponen gizi yang lain; 3) Osmolaritas makanan enteral sesuai dengan osmolaritas cairan tubuh; 4) Komponen penyusun bahan baku makanan enteral mudah diabsorpsi sehingga sedikit atau tanpa memerlukan pencernaan; dan 5) Tanpa atau kurang mengandung serat maupun laktosa. Sedangkan

26 7 USFDA (1995) menetapkan batas maksimum mikroba aerobik dalam pangan rumah sakit baik dalam bentuk cair maupun tepung yaitu 10 4 CFU/g dan Moffit et al. (1997) menyatakan bahwa CFU/g makanan enteral equivalen ke CFU/mL. B. PANGAN SIAP SAJI (PSS) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu dan gizi pangan menyebutkan bahwa pangan siap saji adalah makanan dan/atau minuman yang sudah diolah dan siap untuk langsung disajikan di tempat usaha atau di luar tempat usaha atas dasar pesanan (BPOM 2004). Pada umumnya, pengendalian mutu dan keamanan pangan siap saji meliputi empat tahap, yaitu saat pembelian dan penerimaan bahan pangan; saat penyimpanan; penyiapan dan pengolahan; dan penyajian pangan (Rahayu 2010 ). Menurut Rahayu (2010) ada delapan prinsip penanganan pangan siap saji yang dapat diaplikasikan untuk menjaga keamanan pangannya yaitu praktek higiene karyawan yang ketat; pengendalian waktu dan suhu pengolahan; memastikan bahan pangan segar disimpan terpisah dengan pangan siap konsumsi; memastikan kebersihan dan sanitasi permukaan kerja yang kontak dengan pangan; memasak hingga atau lebih besar dari suhu internal minimum pangan; mempertahankan suhu pangan panas pada suhu sama atau lebih dari 60 0 C atau suhu pangan dingin pada 5 0 C atau lebih rendah; mendinginkan pangan matang yang panas hingga 5 0 C dalam waktu selambatnya 4 jam; memanaskan kembali pangan untuk disajikan selama lebih dari 15 detik pada suhu internal 74 0 C dalam selang waktu dua jam. C. KEAMANAN PANGAN Definisi keamanan pangan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Bahaya adalah suatu faktor yang keberadaannya pada bahan pangan dapat menimbulkan masalah kesehatan konsumen yaitu meliputi bahaya biologis, kimia atau fisik (BPOM 2004).

27 8 Bahaya biologis berasal dari benda hidup; umumnya mikroba, yang keberadaannya pada bahan pangan menimbulkan masalah kesehatan konsumen. Mikroba yang dimaksud adalah mikroba patogen yang dapat menyebabkan diare, sakit perut, muntah sampai gagal ginjal dan dapat menyebabkan kematian (Hariyadi & Dewanti-Hariyadi 2011). Ada dua faktor yang dapat mempengaruhi bahaya biologis yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik terdiri dari ph, kadar air, aktivitas air (aw), nutrien, senyawa anti mikroba, struktur biologis dan lain-lain. Faktor ekstrinsik terdiri dari suhu, kelembaban, gas (karbon dioksida, ozon, sulfur dioksida ) dan lain-lain (Winarno 2011b). Bahaya kimia adalah segala bahan kimia yang bersifat racun; sehingga mengancam kesehatan manusia. Bahaya kimia ini dapat berasal dari bahan pangan sendiri, maupun berasal dari luar. Bahaya kimia yang berasal dari bahan itu dapat berasal dari proses metabolisme bahan ataupun hasil metabolisme mikroba yang berada pada bahan pangan tersebut. Sedangkan bahaya kimia yang berasal dari luar, dapat digolongkan dalam bahan bahaya yang masuk secara sengaja (intentionally) ataupun yang secara tidak sengaja ditambahkan (non-intentionally) pada bahan pangan (Hariyadi & Dewanti- Hariyadi 2011). Bahaya fisik bisa berupa fisik bahan pangan itu sendiri ataupun bahan fisik lain yang keberadaannya dapat mengancam keselamatan konsumen. Bahaya fisik benda asing dapat berupa pecahan atau patahan tulang, logam, kaca, batang kayu yang dapat menyebabkan kesehatan atau kecelakaan bagi konsumen. Bahaya fisik yang disebabkan oleh kondisi fisik bahan pangan itu sendiri, misalnya tekstur dan ukuran produk (Hariyadi & Dewanti-Hariyadi 2011). D. GMP (Good Manufacturing Practices) GMP adalah persyaratan minimum sanitasi dan pengolahan untuk menjamin pangan yang diroduksinya aman dan bermutu. Tujuan dan perlunya menerapkan GMP adalah untuk memberikan panduan tata cara khusus (Specific Codes) yang diperlukan bagi setiap rantai pangan, proses pengolahan, atau penanganan komoditi bahan pangan untuk mencegah terjadinya kesalahan dan meningkatkan prinsip pelaksanaan persyaratan higiene yang spesifik bagi masing-masing bidang tersebut (Winarno 2011a). Panduan tata cara khusus produksi pangan yang baik dituangkan dalam Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor

28 9 75/M-IND/PER/7/2010 yaitu tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (Good Manufacturing Practices). Ruang lingkup pedoman tersebut meliputi lokasi, bangunan, fasilitas sanitasi, mesin dan peralatan, bahan, pengawasan proses, produk akhir, laboratorium, karyawan, pengemas, label dan keterangan produk, penyimpanan, pemeliharaan dan program sanitasi, pengangkutan, dokumen dan catatan, pelatihan, penarikan produk dan pelaksanaan pedoman (Kementerian Perindustrian 2010). Cara produksi pangan yang baik untuk pangan siap saji menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan yaitu cara produksi yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara mencegah tercemarnya pangan siap saji oleh cemaran biologis, kimia dan benda lain yang mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan; mematikan atau mencegah hidupnya jasad renik patogen, serta mengurangi jumlah jasad renik lainnya; dan mengendalikan proses antara lain pemilihan bahan baku, penggunaan bahan tambahan pangan, pengolahan, pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan serta cara penyajian (BPOM 2004). Pedoman cara produksi pangan siap saji yang baik tersebut dituangkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1096/MenKes/PER/VI/2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga. Menurut peraturan tersebut jasaboga adalah usaha pengelolaan makanan yang disajikan di luar tempat usaha atas dasar pesanan yang dilakukan oleh perseorangan atau badan usaha. Pengelolaan makanan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi penerimaan bahan makanan mentah atau terolah, pembuatan, pengubahan bentuk, pengemasan, pewadahan, pengangkutan dan penyajian (Kementerian Kesehatan 2011). Peraturan tersebut menggolongkan jasaboga kedalam tiga kelompok yaitu golongan A, B dan C. Jasaboga golongan A merupakan jasaboga yang melayani kebutuhan masyarakat umum, golongan B melayani kebutuhan masyarakat dalam kondisi tertentu dan golongan C melayani kebutuhan masyarakat di dalam alat angkut umum internasional dan pesawat udara (Kementerian Kesehatan 2011).

29 10 Pelayanan jasaboga golongan B meliputi a) asrama haji, asrama transito atau asrama lainnya, b) industri, pabrik, pengeboran lepas pantai, c) angkutan umum dalam negeri selain pesawat udara dan d) fasilitas pelayanan kesehatan. Jasaboga golongan ini akan mendapatkan sertifikat kelaikan fisik higiene sanitasi antara lain bila telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan minimal 90,2 % dan hasil pemeriksaan laboratorium terhadap pangan yang dihasilkan menunjukkan cemaran kimia pada makanan negatif; bakteri E.coli 0/gram contoh; dan tidak dijumpai adanya mikroba patogen pada penjamah makanan yang diperiksa dengan cara usap dubur/rectal swab (Kementerian Kesehatan 2011). Makanan enteral FRS diproduksi oleh unit penyelenggara makanan pada pelayanan kesehatan. Oleh karena itu pedoman cara produksi makanan enteral FRS yang baik mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1096/MenKes/PER/VI/2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga khususnya untuk jasaboga golongan B. Persyaratan tersebut meliputi persyaratan teknis higiene dan sanitasi, cara pengolahan makanan yang baik dan kursus higiene sanitasi makanan bagi pengusaha/pemilik/penanggungjawab dan penjamah makanan yang bekerja di jasaboga. Persyaratan tersebut terdiri dari beberapa parameter. Parameter yang dimaksud tercantum pada Lampiran 1 yaitu uji kelaikan fisik untuk higiene sanitasi makanan jasaboga (Kementerian Kesehatan 2011). Berdasarkan hasil penelitian Oliveira et. al (2000) menyebutkan bahwa blender yang dipergunakan untuk merekonstitusi makanan enteral menjadi penyebab utama terjadinya kontaminasi. Oleh karena itu disarankan pencucian blender dilakukan dengan cara membongkar peralatan dan diikuti dengan sanitasi menggunakan disinfektan, setiap kali selesai proses. Sumber kontaminasi yang lain yaitu higiene karyawan, wadah makanan enteral, air atau lingkungan. Oliveira et al. (2001) juga menyebutkan bahwa hasil penelitian yang dilakukan terhadap penerapan HACCP makanan enteral di rumah sakit menemukan bahwa rata-rata suhu lemari pendingin yang dipergunakan untuk menyimpan makanan enteral siap konsumsi menunjukkan suhu diatas yang disarankan, yaitu di atas 7 0 C. Menurut Jay et al. (2005) bahwa suhu untuk penyimpanan dingin idealnya adalah 4,4 0 C atau diantara 0 dan 7 0 C. Hasil

30 11 penelitian itu juga menyarankan agar sistem distribusi makanan enteral ke pasien dilakukan dengan sistem sentralisasi. Ruang pengolahan dibagi menjadi dua dengan jendela sebagai penghubungnya. Ruang pertama dipergunakan untuk membersihkan dan mensanitasi peralatan dan ruang kedua hanya untuk mempersiapkan dan memblender makanan enteral (Oliveira et al. 2001).

31 12

32 III. METODOLOGI A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2012 meliputi tahap penyusunan pedoman dan panduan audit CPMEB, pelaksanaan uji coba dan aplikasi panduan audit. Uji coba pedoman dan audit dilaksanakan di rumah sakit X dan RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta. Aplikasi panduan audit CPMEB dan evaluasi pemenuhannya dilaksanakan di RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Jakarta setelah pelaksanaan uji coba. B. BAHAN PENELITIAN Bahan penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini antara lain : (1) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1096/MenKes/PER/VI/2011 tentang higiene dan sanitasi jasa boga (CPPSSB- 2011) (2) Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tahun 2011 Nomor: HK tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik untuk Formula Bayi dan Formula Lanjutan Bentuk Bubuk ( CPPOB Formula Bayi-2011b) (3) Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tahun 2003 Nomor: HK tentang Pedoman Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT 2003). C. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan melalui pengkajian bahan pustaka tentang pangan enteral dan peraturan terkait di Indonesia sehingga tersusun pedoman CPMEB beserta panduan auditnya. Pedoman dan panduan audit diujicobakan di dua rumah sakit dan berdasarkan hasil uji coba dilakukan penyempurnaan. Aplikasi panduan audit pemenuhan persyaratan CPMEB dilakukan menggunakan panduan audit yang telah disempurnakan. Tahapan penelitian tergambar pada Gambar 1 sedangkan tahap penyusunan pedoman dan panduan audit CPMEB tercantum pada Gambar 2.

33 14 Pengkajian bahan pustaka Uji coba di RS X Uji coba di RSPAD Gatot Soebroto Penyempurnaan Penerapan di RSPAD Gatot Soebroto Hasil Evaluasi REKOMENDASI Gambar 1. Tahapan penelitian. Pustaka dan peraturan yang terkait Aspek dan parameter Persyaratan PEDOMAN - Kriteria penilaian - Pembobotan - Penetapan kategori PANDUAN AUDIT Gambar 2. Tahap penyusunan pedoman dan panduan audit CPMEB

34 15 1. Penyusunan pedoman CPMEB Penyusunan pedoman dilakukan melalui dua tahap yaitu pengkajian bahan pustaka dan peraturan yang terkait; serta penetapan aspek dan parameter yang dianggap sebagai penentu keamanan makanan enteral. a. Pengkajian bahan pustaka untuk penentuan CPMEB Bahan pustaka dan peraturan yang terkait untuk penyusunan pedoman CPMEB tertera pada Tabel 1. Perihal yang mendasari penetapan bahan pustaka dan peraturan tersebut adalah sebagai berikut ini: Makanan enteral FRS dan FK yang telah direkonstitusi termasuk kelompok pangan siap saji karena setelah diolah langsung dikonsumsi. Hal ini sesuai dengan yang disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2004 yang menyebutkan bahwa pangan siap saji adalah makanan dan atau minuman yang sudah diolah dan siap untuk langsung disajikan (BPOM 2004). Peraturan pemerintah yang mengatur tentang cara produksi pangan siap saji yang baik (CPPSSB) tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1096/MenKes/PER/VI/2011 tentang higiene sanitasi jasaboga, Unit pengelola makanan enteral termasuk jasaboga golongan B, sehingga CPPSSB yang menjadi acuan terutama adalah yang ditujukan untuk jasaboga golongan B. Makanan enteral FRS dan FK yang telah direkonstitusi, termasuk pangan dengan kategori khusus karena konsumennya adalah populasi berisiko terhadap gangguan kesehatan yaitu orang sakit dengan daya tahan tubuh terbatas. Oleh karena itu bahan pustaka yang ke dua adalah peraturan cara produksi pangan yang baik untuk produk dengan kategori khusus. Dalam hal ini pustaka yang dipergunakan yaitu Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tahun 2011 Nomor: HK tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik untuk Formula Bayi dan Formula Lanjutan Bentuk Bubuk (BPOM 2011b). Perusahaan yang memproduksi formula bayi umumnya adalah perusahaan besar sedangkan produksi makanan enteral sangat sederhana baik proses maupun peralatannya. Oleh karena itu mengacu juga pada Pedoman Cara Produksi Pangan

35 16 yang Baik untuk Industri Rumah Tangga tahun Peraturan tersebut tercantum dalam Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tahun 2003 Nomor: HK tentang Pedoman Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT) (BPOM 2003). Disamping itu juga karena unsur pada pedoman CPPB-IRT 2003 terdeskripsi dengan jelas dibandingkan pada CPPSSB-2011 dan pedoman pemeriksaan sarana produksinya tersusun secara simpel, praktis dan mudah dipahami. Tabel 1. Peraturan pemerintah dan pustaka yang terkait dengan penyusunan pedoman dan panduan audit CPMEB. No. Bahan Pustaka Perihal/judul Penyusun/penulis, tahun terbit 1 Utama Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1096/MenKes/PER/VI/2011 Higiene sanitasi jasaboga Kementerian Kesehatan, Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tahun 2011 Nomor: HK Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik untuk Formula Bayi dan Formula Lanjutan Bentuk Bubuk Badan Pengawas Obat dan Makanan, Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tahun 2003 Nomor: HK Pedoman Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT). Badan Pengawas Obat dan Makanan Pendukung J Nutrition 16: Microbiological quality of reconstituted enteral formulation used in hospital. Oliveira MH, Bonelli R, Aidoo KE, Batista CRV, J Human Nutr Dietetic 14: Application of Hazard Analysis Critical Control Pointsystem to enteral tube feeding in hospital. Oliveira MR, Batista CRV, Aidoo KE, 2001.

36 17 b. Penetapan aspek dan parameter Penetapan aspek dan parameter yang menjadi persyaratan CPMEB dilakukan dengan cara menyandingkan, mengkaji dan menggabungkan bahan pustaka yang tertera pada Tabel 1. Aspek dan parameter pada CPPSSB-2011 disebut dengan uraian, item atau obyek pemeriksaan. Obyek pemeriksaan yang harus dinilai tercantum pada formulir 3 peraturan tersebut. Formulir tersebut berjudul uji kelaikan fisik untuk higiene sanitasi makanan jasaboga seperti tercantum pada Lampiran 1. Ada beberapa obyek pemeriksaan yang tercantum pada pedoman dan berpengaruh terhadap persyaratan CPMEB tetapi tidak tercantum pada formulir 3. Obyek tersebut ikut disandingkan untuk dikaji. Aspek dan parameter yang terdapat pada CPPOB Formula Bayi-2011 tidak tersusun khusus dalam satu formulir tetapi masih dalam bentuk uraian pedoman. Oleh karena itu dalam rangka menyandingkan dengan aspek dan parameter dari pedoman yang lain diambil inti sari yang tercantum dalam pedoman. Aspek dan parameter pada CPPB-IRT 2003 disebut dengan group dan unsur. Group dan unsur yang harus diperiksa tercantum dalam formulir pemeriksaan sarana produksi perusahaan pangan industri rumah tangga (IRT). Formulir yang dimaksud dapat dilihat pada Lampiran 2. Aspek dan parameter yang berasal dari pustaka pendukung yaitu faktor yang berdasarkan penelitiannya mempengaruhi keamanan makanan enteral. Kumpulan aspek dan parameter hasil kajian, selanjutnya dilengkapi dengan persyaratan-persyaratan yang dapat mengendalikan keamanan makanan enteral sehingga tersusun pedoman. Pedoman yang tersusun disebut pedoman CPMEB draf Penyusunan panduan audit CPMEB. Penyusunan panduan audit CPMEB dalam hal ini yaitu menyusun panduan audit sarana produksi unit penyedia makanan enteral di rumah sakit dan disusun berdasarkan pedoman CPPB-IRT Maksud dan tujuannya adalah agar evaluasi pemenuhan persyaratan CPMEB dapat dilakukan dengan mudah dan terukur. Susunan panduannya yaitu sebagai berikut: pendahuluan yang berisi

37 18 penjelasan tentang persiapan yang harus dilakukan oleh auditor sebelum melaksanakan audit; formulir pemeriksaan sarana produksi; kriteria penilaian masing-masing parameter; cara penilaian; dan tindak lanjut/saran perbaikan. Pada uraian cara penilaian, diperlukan skala penilaian (bobot) setiap aspek dan cara menentukan kategori atau menyimpulkan hasil pemeriksaan. Oleh karena itu perlu diuraikan metode penentuan bobot dan penetapan kategori atau pengambilan kesimpulan hasil pemeriksaan. a. Penentuan bobot pada aspek. Penentuan bobot pada CPMEB dimaksudkan untuk menentukan kelompok aspek utama yaitu aspek-aspek yang dianggap mempunyai peluang risiko keamanan makanan enteral lebih besar dibandingkan aspek yang lain. Pembobotan yang diterapkan CPPSSB-2011 yaitu dengan memberikaan bobot pada setiap obyek pemeriksaan dengan bobot terendah 1 (satu) dan tertinggi 5 (lima). Obyek pemeriksaan yang berbobot 3, 4 dan 5 harus segera diperbaiki jika ternyata mengalami penyimpangan (Kementerian Kesehatan 2011). Dengan kata lain obyek pemeriksaan yang berbobot 3, 4 dan 5 adalah obyek pemeriksaan yang dianggap sangat berpengaruh terhadap pengendalian keamanan makanan jasaboga. Sedangkan dalam pedoman pemeriksaan sarana produksi perusahaan pangan IRT 2003 ditentukan bahwa ada 4 (empat) aspek yang dianggap lebih penting dibandingkan dengan 8 (delapan) aspek lainnya. Keempat aspek ini dikategorikan sebagai kelompok utama dalam pemeriksaan (BPOM 2003). Penentuan aspek utama pada CPMEB dilakukan dengan cara menyandingkan dan mengkaji kelompok yang sangat berpengaruh terhadap keamanan makanan jasaboga pada CPPSSB 2011 yaitu obyek pemeriksaan yang berbobot 3, 4 dan 5; kelompok utama pada CPPB-IRT 2003; dan pustaka pendukung terkait makanan enteral di rumah sakit. Selanjutnya kelompok hasil kajian dan gabungan, disebut kelompok aspek utama untuk persyaratan CPMEB. b. Penetapan kategori hasil pemeriksaan. Penetapan kategori hasil audit sarana produksi unit penyedia makanan enteral di rumah sakit dikaji dari yang diterapkan pada CPPSSB-2011 dan CPPB-IRT

II. TINJAUAN PUSTAKA A. MAKANAN ENTERAL

II. TINJAUAN PUSTAKA A. MAKANAN ENTERAL II. TINJAUAN PUSTAKA A. MAKANAN ENTERAL Pemberian makanan yang tepat pada pasien akan meningkatkan kualitas hidup, mencegah malnutrisi serta menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. Ditinjau dari teksturnya

Lebih terperinci

A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN III. METODOLOGI A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2012 meliputi tahap penyusunan pedoman dan panduan audit CPMEB, pelaksanaan uji coba dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENYUSUNAN PEDOMAN CPMEB Penetapan aspek dan parameter. Proses dan hasil penetapan aspek serta parameter CPMEB dapat dilihat pada Lampiran 3 yang berisi perbandingan peraturan

Lebih terperinci

Kata kunci: GMP, HACCP, Pangan siap saji, danger zone

Kata kunci: GMP, HACCP, Pangan siap saji, danger zone EVALUASI PEMENUHAN PERSYARATAN GMP (GOOD MANUFACTURING PRACTICE) DAN PERENCANAAN SISTEM HACCP (HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT) UNIT PENYELENGGARA MAKANAN DI RUMAH SAKIT Amiroh 1, Parlin Dwiyana

Lebih terperinci

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 181). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Toko Daging & Swalayan Sari Ecco merupakan salah satu industri

BAB I PENDAHULUAN. Toko Daging & Swalayan Sari Ecco merupakan salah satu industri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Toko Daging & Swalayan Sari Ecco merupakan salah satu industri berbasis rumah tangga yang bergerak dalam bidang pengolahan bahan pangan asal ternak dan supermarket.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1096/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG HIGIENE SANITASI JASABOGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1096/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG HIGIENE SANITASI JASABOGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1096/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG HIGIENE SANITASI JASABOGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengumpulan Data 20 METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian Cross sectional study, yaitu data dikumpulkan pada satu waktu. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENERAPAN PROGRAM MANAJEMEN RISIKO KEAMANAN PANGAN DI INDUSTRI

Lebih terperinci

KAJIAN AWAL SISTEM HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PRODUKSI SUSU PASTEURISASI DI MILK TREATMENT KPBS PENGALENGAN BANDUNG

KAJIAN AWAL SISTEM HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PRODUKSI SUSU PASTEURISASI DI MILK TREATMENT KPBS PENGALENGAN BANDUNG KAJIAN AWAL SISTEM HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PRODUKSI SUSU PASTEURISASI DI MILK TREATMENT KPBS PENGALENGAN BANDUNG SKRIPSI ELLYTA WIDIA PUTRI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK

Lebih terperinci

BAB IV KURSUS HIGIENE SANITASI MAKANAN

BAB IV KURSUS HIGIENE SANITASI MAKANAN - 18 - BAB IV KURSUS HIGIENE SANITASI MAKANAN A. PENYELENGGARAAN 1. Peserta, Penyelenggara, Penanggung Jawab dan Pembina Teknis a. Peserta pelatihan adalah setiap orang dan/atau pengusaha/pemilik/penanggung

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN PERATURAN NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA SERTIFIKASI CARA PRODUKSI PANGAN OLAHAN YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. bahwa dalam rangka melindungi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG Nomor 13 Tahun 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN TEMPAT PENGELOLAAN MAKANAN (TPM) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Penyelenggaraan kegiatan pelayanan gizi di Rumah Sakit, pada dasarnya terdiri dari kegiatan pengadaan makanan,

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Penyelenggaraan kegiatan pelayanan gizi di Rumah Sakit, pada dasarnya terdiri dari kegiatan pengadaan makanan, BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Penyelenggaraan kegiatan pelayanan gizi di Rumah Sakit, pada dasarnya terdiri dari kegiatan pengadaan makanan, pelayanan gizi di ruang rawat inap, penyuluhan/konsultasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam beberapa tahun belakangan ini, media di Indonesia sangat gencar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam beberapa tahun belakangan ini, media di Indonesia sangat gencar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam beberapa tahun belakangan ini, media di Indonesia sangat gencar dalam mengulas berita tentang keamanan pangan. Ulasan berita tersebut menjadi tajuk utama, khususnya

Lebih terperinci

BAB IV PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

BAB IV PEMBINAAN DAN PENGAWASAN - 25 - BAB IV PEMBINAAN DAN PENGAWASAN A. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN 1. Pembinaan Pemeriksaan berkala yang dilakukan pada jasaboga, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota/KKP dan dapat melibatkan Asosiasi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.18,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Label dan Iklan. Pangan Olahan. Pengawasan Klaim. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

No. 1071, 2014 BPOM. Pangan. Olahan yang Baik. Cara Produksi. Sertifikasi. Tata Cara.

No. 1071, 2014 BPOM. Pangan. Olahan yang Baik. Cara Produksi. Sertifikasi. Tata Cara. No. 1071, 2014 BPOM. Pangan. Olahan yang Baik. Cara Produksi. Sertifikasi. Tata Cara. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA SERTIFIKASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya makanan maka manusia tidak dapat melangsungkan hidupnya. Makanan

BAB I PENDAHULUAN. adanya makanan maka manusia tidak dapat melangsungkan hidupnya. Makanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Tanpa adanya makanan maka manusia tidak dapat melangsungkan hidupnya. Makanan berfungsi untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keamanan Pangan Keamanan pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS) Pelayanan gizi rumah sakit adalah pelayanan gizi yang disesuaikan dengan keadaan pasien dan berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status

Lebih terperinci

Pengaruh Formula dengan Penambahan Bumbu untuk Makanan Rumah Sakit pada Status Gizi dan Kesehatan Pasien LIBER

Pengaruh Formula dengan Penambahan Bumbu untuk Makanan Rumah Sakit pada Status Gizi dan Kesehatan Pasien LIBER Pengaruh Formula dengan Penambahan Bumbu untuk Makanan Rumah Sakit pada Status Gizi dan Kesehatan Pasien LIBER SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.708, 2013 BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN FORMULA LANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN,

Lebih terperinci

GMP (Good Manufacturing Practices) Cara Pengolahan Pangan Yang Baik

GMP (Good Manufacturing Practices) Cara Pengolahan Pangan Yang Baik GMP (Good Manufacturing Practices) Cara Pengolahan Pangan Yang Baik HANDOUT MATA KULIAH : REGULASI PANGAN (KI 531) OLEH : SUSIWI S JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA F P M I P A UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengharapkan produk pangan yang lebih mudah disiapkan, mengandung nilai

I. PENDAHULUAN. mengharapkan produk pangan yang lebih mudah disiapkan, mengandung nilai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsumen masa kini lebih cerdas dan lebih menuntut, mereka mengharapkan produk pangan yang lebih mudah disiapkan, mengandung nilai gizi yang tinggi, harga terjangkau, rasa

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.5.1.2569 TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA PENILAIAN PRODUK PANGAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pada usia 6 bulan saluran pencernaan bayi sudah mulai bisa diperkenalkan pada

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pada usia 6 bulan saluran pencernaan bayi sudah mulai bisa diperkenalkan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada usia 6 bulan saluran pencernaan bayi sudah mulai bisa diperkenalkan pada makanan padat sebagai makanan tambahannya. Berdasarkan ilmu gizi, para bayi perlu diperkenalkan

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB XV PENGENDALIAN MUTU SELAMA PROSES KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne No. 887, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Klaim. Pangan Olahan. Label dan Iklan. pengawasan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENERBITAN SERTIFIKAT PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA DAN SERTIFIKAT LAIK HYGIENE SANITASI JASABOGA, DEPOT AIRMINUM

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. TEMPAT DAN WAKTU Penelitian terhadap kecukupan Sistem Keamanan Pangan untuk Industri Jasa Boga dilakukan dengan pengambilan data di beberapa instansi terkait yaitu Direktorat

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Makanan merupakan kebutuhan dasar manusia untuk bertahan hidup. Makanan yang dibutuhkan harus sehat dalam arti memiliki nilai gizi optimal seperti vitamin, mineral,

Lebih terperinci

KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT. keterkaitannya dengan penyakit akibat pangan di mana masalah keamanan pangan di suatu

KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT. keterkaitannya dengan penyakit akibat pangan di mana masalah keamanan pangan di suatu KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) menekankan tentang tantangan dan peluang terkait Keamanan Pangan. Keamanan pangan sangat penting karena keterkaitannya

Lebih terperinci

TENTANG KATEGORI PANGAN

TENTANG KATEGORI PANGAN LAMPIRAN XIII PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KATEGORI PANGAN 13.0 Produk Pangan Untuk Keperluan Gizi Khusus 4 Pangan untuk keperluan gizi khusus

Lebih terperinci

ASESMEN RISIKO HISTAMIN SELAMA PROSES PENGOLAHAN PADA INDUSTRI TUNA LOIN. Oleh: Dhias Wicaksono C

ASESMEN RISIKO HISTAMIN SELAMA PROSES PENGOLAHAN PADA INDUSTRI TUNA LOIN. Oleh: Dhias Wicaksono C ASESMEN RISIKO HISTAMIN SELAMA PROSES PENGOLAHAN PADA INDUSTRI TUNA LOIN Oleh: Dhias Wicaksono C34104028 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya merupakan hak azasi setiap warga masyarakat sehingga harus tersedia dalam jumlah yang cukup, aman, bermutu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah menjadi pelengkap kebutuhan pangan manusia yang mempunyai banyak variasi rasa, warna, dan serat yang bermanfaat untuk kesehatan. Selain dikonsumsi secara langsung

Lebih terperinci

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 APA ITU CPPOB? adalah cara produksi yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara : a. mencegah tercemarnya pangan

Lebih terperinci

APLIKASI GOOD MANUFACTURING PRACTICES SANITATION STANDARD OPERATING PROCEDURES DAN PENENTUAN

APLIKASI GOOD MANUFACTURING PRACTICES SANITATION STANDARD OPERATING PROCEDURES DAN PENENTUAN APLIKASI GOOD MANUFACTURING PRACTICES, SANITATION STANDARD OPERATING PROCEDURES DAN PENENTUAN TITIK KENDALI KRITIS PADA PRODUKSI SUSU PASTEURISASI KOPERASI PETERNAK BANDUNG SELATAN SKRIPSI DINNI RAHMI

Lebih terperinci

PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA HAZARD ANALYSIS AND CRITICAL CONTROL POINT

PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA HAZARD ANALYSIS AND CRITICAL CONTROL POINT SKRIPSI PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA HAZARD ANALYSIS AND CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PRODUK CROISSANT DI PT. CIPTAYASA PANGAN MANDIRI PULOGADUNG JAKARTA Oleh ABDUROHMAN F02400012 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN xxix HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel daging ayam beku yang diambil sebagai bahan penelitian berasal dari daerah DKI Jakarta sebanyak 16 sampel, 11 sampel dari Bekasi, 8 sampel dari Bogor, dan 18 sampel dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gizi dan mempunyai bentuk yang menarik, akan tetapi juga harus aman dalam arti

BAB I PENDAHULUAN. gizi dan mempunyai bentuk yang menarik, akan tetapi juga harus aman dalam arti BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kehidupannya, makhluk hidup membutuhkan makanan, karena dari makanan manusia mendapatkan berbagai zat yang diperlukan oleh tubuh untuk dapat bekerja dengan optimal.

Lebih terperinci

CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi Keamanan Pangan dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu Nasional SIAP SAJI YANG BAIK

CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi Keamanan Pangan dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu Nasional SIAP SAJI YANG BAIK CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi SIAP SAJI YANG BAIK BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Direktorat Surveilan dan Penyuluhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan layur (Trichiurus sp.) adalah salah satu jenis ikan demersal ekonomis penting yang banyak tersebar dan tertangkap di perairan Indonesia terutama di perairan Palabuhanratu.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebersihan makanan dan minuman sangatlah penting karena berkaitan dengan kondisi tubuh manusia. Apabila makanan dan minuman yang dikonsumsi tidak terjaga kebersihannya

Lebih terperinci

Air demineral SNI 6241:2015

Air demineral SNI 6241:2015 Standar Nasional Indonesia Air demineral ICS 67.160.20 Badan Standardisasi Nasional BSN 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh globalisasi perdagangan pangan sudah mulai meluas ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh globalisasi perdagangan pangan sudah mulai meluas ke berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pengaruh globalisasi perdagangan pangan sudah mulai meluas ke berbagai negara termasuk Indonesia. Ditinjau dari aspek keamanan pangan, globalisasi tersebut dapat memperbesar

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 227, Tambahan Lembaran Negar

2017, No Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 227, Tambahan Lembaran Negar BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1712, 2017 BPOM. Pangan Olahan. Batas Maksimum Cemaran Logam Berat. PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 23 TAHUN 2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM CEMARAN LOGAM

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG PENCANTUMAN INFORMASI KANDUNGAN GULA, GARAM, DAN LEMAK SERTA PESAN KESEHATAN UNTUK PANGAN OLAHAN DAN PANGAN SIAP SAJI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA, -1- PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM CEMARAN LOGAM BERAT DALAM PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN

Lebih terperinci

STRATEGI PENINGKATAN MUTU DAN KEAMANAN PRODUK OLAHAN MARKISA DI PT. PINTU BESAR SELATAN, SUMATERA UTARA DUMASARI SIREGAR

STRATEGI PENINGKATAN MUTU DAN KEAMANAN PRODUK OLAHAN MARKISA DI PT. PINTU BESAR SELATAN, SUMATERA UTARA DUMASARI SIREGAR STRATEGI PENINGKATAN MUTU DAN KEAMANAN PRODUK OLAHAN MARKISA DI PT. PINTU BESAR SELATAN, SUMATERA UTARA DUMASARI SIREGAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS

Lebih terperinci

Regulasi sanitasi Industri Pangan

Regulasi sanitasi Industri Pangan Regulasi sanitasi Industri Pangan Nur Hidayat Regulasi Undang Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang : Pangan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 Tentang: Keamanan, Mutu Dan Gizi Pangan

Lebih terperinci

Fungsi Makanan Dalam Perawatan Orang Sakit

Fungsi Makanan Dalam Perawatan Orang Sakit P e n g e r t i a n D i e t DASAR DIETETIK M u s l i m, M P H l m u D i e t I Cabang ilmu gizi yang mengatur pemberian makan pada kelompok/perorangan dalam keadaan sehat/sakit dengan memperhatikan syarat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk makanan dari jasaboga. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk makanan dari jasaboga. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya pendapatan masyarakat dan meningkatnya kegiatan pekerjaan di luar rumah, akan meningkatkan kebutuhan jasa pelayanan makanan terolah termasuk makanan dari

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI... ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i ii iii iv vii xiv xx BAB I BAB II PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

Lebih terperinci

VERIFIKASI PENERAPAN GMP DAN SSOP MELALUI PENGUJIAN PRODUK PADA UNIT PENGOLAHAN YOGURT DI SALAH SATU KOPERASI PETERNAK SAPI (KPS) DI BANDUNG

VERIFIKASI PENERAPAN GMP DAN SSOP MELALUI PENGUJIAN PRODUK PADA UNIT PENGOLAHAN YOGURT DI SALAH SATU KOPERASI PETERNAK SAPI (KPS) DI BANDUNG VERIFIKASI PENERAPAN GMP DAN SSOP MELALUI PENGUJIAN PRODUK PADA UNIT PENGOLAHAN YOGURT DI SALAH SATU KOPERASI PETERNAK SAPI (KPS) DI BANDUNG SKRIPSI FITRIA BUNGA YUNITA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK

Lebih terperinci

TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI. Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt

TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI. Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt Disusun Oleh : Yatin Dwi Rahayu 1006578 JURUSAN PENDIDIKAN TEKNOLOGI AGROINDUSTRI FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

Lebih terperinci

PANDUAN PENYELENGGARAAN MAKANAN

PANDUAN PENYELENGGARAAN MAKANAN DETASEMEN KESEHATAN WILAYAH 02.04.03 RUMAH SAKIT TK IV 02.07.04 PANDUAN PENYELENGGARAAN MAKANAN RUMAH SAKIT TK IV 02.07.04 DETASEMEN KESEHATAN WILAYAH 02.04.03 RUMAH SAKIT TK IV 02.07.04 SURAT KEPUTUSAN

Lebih terperinci

ANALISIS CEMARAN MIKROBA PADA KUE BASAH DI PASAR BESAR KOTA PALANGKA RAYA. Susi Novaryatiin, 1 Dewi Sari Mulia

ANALISIS CEMARAN MIKROBA PADA KUE BASAH DI PASAR BESAR KOTA PALANGKA RAYA. Susi Novaryatiin, 1 Dewi Sari Mulia ARTIKEL PENELITIAN ANALISIS CEMARAN MIKROBA PADA KUE BASAH DI PASAR BESAR KOTA PALANGKA RAYA 1 Susi Novaryatiin, 1 Dewi Sari Mulia 1 Dosen Pengajar Program Studi D-III Farmasi, Fakultas Ilmu Kesehatan,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 01/MEN/2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 01/MEN/2007 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 01/MEN/2007 TENTANG PENGENDALIAN SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Analisis Risiko Pengolahan Hasil Pertanian

Analisis Risiko Pengolahan Hasil Pertanian Analisis Risiko Pengolahan Hasil Pertanian Tekn. Penanganan dan Pengolahan Hasil Pertanian Mas ud Effendi Risiko Risiko merupakan ketidakpastian (risk is uncertainty) dan kemungkinan terjadinya hasil yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan itu harus memenuhi syarat-syarat bagi kesehatan hidup manusia.

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan itu harus memenuhi syarat-syarat bagi kesehatan hidup manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Makanan merupakan suatu kebutuhan pokok manusia, dimana persyaratan itu harus memenuhi syarat-syarat bagi kesehatan hidup manusia. Syarat-syarat makanan yang baik diantaranya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keamanan pangan memegang peranan yang sangat strategis. Terjaminnya kondisi keamanan pangan di Indonesia berarti telah memenuhi hak-hak masyarakat Indonesia untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak

BAB I PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak asasi setiap orang untuk keberlangsungan hidupnya. Makanan adalah unsur terpenting dalam menentukan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.5.12.11.09955 TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pangan yang aman, bermutu dan bergizi sangat penting peranannya

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan P

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan P No.1730, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPERIN. SNI. Air Mineral Demineral. Air Mineral CAlami. Air Minum Embun. Pemberlakuan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari

I. PENDAHULUAN. sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keamanan pangan, dalam UU RI no 7 tahun 1996 didefinisikan sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. olahan susu. Produk susu adalah salah satu produk pangan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. olahan susu. Produk susu adalah salah satu produk pangan yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang CV Cita Nasional merupakan salah satu industri yang bergerak pada olahan susu. Produk susu adalah salah satu produk pangan yang sangat mudah terkontaminasi karena kandungan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. higiene sanitasi di perusahaan dan konsep HACCP yang telah diteliti pada tahap

BAB V PEMBAHASAN. higiene sanitasi di perusahaan dan konsep HACCP yang telah diteliti pada tahap digilib.uns.ac.id BAB V PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian mengenai penyelenggaraan kantin, faktor higiene sanitasi di perusahaan dan konsep HACCP yang telah diteliti pada tahap penyajian makanan,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

2015, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH P

2015, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.228, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Produksi. Pangan. Olahan. Formula. Bayi. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA

TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA 5 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.04.12.2207 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA TATA CARA

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 13 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia kuliner saat ini di Indonesia khususnya di Semarang mengalami kemajuan yang cukup pesat. Jenis-jenis industri kuliner yang ada di Semarang sangat beraneka ragam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017

- 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 - 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENERBITAN SERTIFIKAT PENERAPAN PROGRAM MANAJEMEN MUTU TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi GAMBARAN HYGIENE SANITAS PENGOLAHAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN ANGKA KUMAN PADA PERALATAN MAKAN DI INSTALASI GIZI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TINGKAT IV KOTA MANADO Inayah Akmalia Waleuru*, Rahayu H. Akili*,

Lebih terperinci

KAJIAN PEMBUATAN EDIBEL FILM KOMPOSIT DARI KARAGENAN SEBAGAI PENGEMAS BUMBU MIE INSTANT REBUS

KAJIAN PEMBUATAN EDIBEL FILM KOMPOSIT DARI KARAGENAN SEBAGAI PENGEMAS BUMBU MIE INSTANT REBUS KAJIAN PEMBUATAN EDIBEL FILM KOMPOSIT DARI KARAGENAN SEBAGAI PENGEMAS BUMBU MIE INSTANT REBUS ENDANG MINDARWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2 0 0 6 Judul Tesis Nama NIM : Kajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kesehatan dan kesejahteraan manusia (Sumantri, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. dalam kesehatan dan kesejahteraan manusia (Sumantri, 2010). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan zat yang memiliki peranan sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia.tanpa air, berbagai proses kehidupan tidak dapat berlangsung. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

Gambaran pentingnya HACCP dapat disimak pada video berikut

Gambaran pentingnya HACCP dapat disimak pada video berikut A. Penerapan Cara Peoduksi Perikanan laut yang Baik (GMP/SSOP/HACCP) HACCP merupakan suatu sistem yang mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengontrol setiap tahapan proses yang rawan terhadap risiko bahaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pangan yang ada. Betapapun tinggi nilai gizi suatu bahan pangan atau. maka makanan tersebut tidak ada nilainya lagi.

BAB I PENDAHULUAN. pangan yang ada. Betapapun tinggi nilai gizi suatu bahan pangan atau. maka makanan tersebut tidak ada nilainya lagi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produk makanan dan minuman merupakan kebutuhan pokok bagi manusia yang dibutuhkan setiap waktu sehingga harus ditangani dan dikelola dengan baik dan benar agar produk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Depot Air Minum Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 492/ MENKES/ PER/ IV/ 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum, Penyelenggara air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan keberhasilan program sanitasi makanan dan minuman

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan keberhasilan program sanitasi makanan dan minuman BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pengembangan keberhasilan program sanitasi makanan dan minuman diperlukan peraturan dalam memproses makanan dan pencegahan terjadinya food borne disease. Selain itu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pangan yang aman,

Lebih terperinci

ANALISIS ENERGI DAN EKSERGI PADA PRODUKSI BIODIESEL BERBAHAN BAKU CPO (Crude Palm oil) RISWANTI SIGALINGGING

ANALISIS ENERGI DAN EKSERGI PADA PRODUKSI BIODIESEL BERBAHAN BAKU CPO (Crude Palm oil) RISWANTI SIGALINGGING ANALISIS ENERGI DAN EKSERGI PADA PRODUKSI BIODIESEL BERBAHAN BAKU CPO (Crude Palm oil) RISWANTI SIGALINGGING SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 i PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut SNI 01-3719-1995, minuman sari buah ( fruit juice) adalah minuman ringan yang dibuat dari sari buah dan air minum dengan atau tanpa penambahan gula dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut WHO, makanan adalah : Food include all substances, whether in a

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut WHO, makanan adalah : Food include all substances, whether in a BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut WHO, makanan adalah : Food include all substances, whether in a natural state or in a manufactured or preparedform, which are part of human diet. Artinya adalah

Lebih terperinci

Terasi udang SNI 2716:2016

Terasi udang SNI 2716:2016 Standar Nasional Indonesia ICS 67.120.30 Terasi udang Badan Standardisasi Nasional BSN 2016 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

STUDI KANDUNGAN BAKTERI Salmonella sp. PADA MINUMAN SUSU TELUR MADU JAHE (STMJ) DI TAMAN KOTA DAMAY KECAMATAN KOTA SELATAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012

STUDI KANDUNGAN BAKTERI Salmonella sp. PADA MINUMAN SUSU TELUR MADU JAHE (STMJ) DI TAMAN KOTA DAMAY KECAMATAN KOTA SELATAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012 1 Summary STUDI KANDUNGAN BAKTERI Salmonella sp. PADA MINUMAN SUSU TELUR MADU JAHE (STMJ) DI TAMAN KOTA DAMAY KECAMATAN KOTA SELATAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012 TRI ASTUTI NIM 811408115 Program Studi Kesehatan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM CEMARAN LOGAM BERAT DALAM PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM CEMARAN LOGAM BERAT DALAM PANGAN OLAHAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM CEMARAN LOGAM BERAT DALAM PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisa melaksanakan rutinitasnya setiap hari(depkesri,2004).

BAB I PENDAHULUAN. bisa melaksanakan rutinitasnya setiap hari(depkesri,2004). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan adalah produk pangan yang siap hidang atau yang langsung dapat dimakan, biasanya dihasilkan dari bahan pangan setelah terlebih dahulu diolah atau di masak.

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 27 Mei 2013 sampai dengan 5 Juni 2013 di PT. Awindo Internasional Jakarta. PT. Awindo Internasional terletak

Lebih terperinci

Milik MPKT B dan hanya untuk dipergunakan di lingkungan akademik Universitas Indonesia

Milik MPKT B dan hanya untuk dipergunakan di lingkungan akademik Universitas Indonesia umumnya digunakan untuk menggambarkan makanan yang dianggap bermanfaat bagi kesehatan, melebihi diet sehat normal yang diperlukan bagi nutrisi manusia. Makanan Sehat "Makanan Kesehatan" dihubungkan dengan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU, DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN NOMOR 66/KEP-BKIPM/2017 TENTANG

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU, DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN NOMOR 66/KEP-BKIPM/2017 TENTANG KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU, DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN NOMOR 66/KEP-BKIPM/2017 TENTANG SKEMA SERTIFIKASI LEMBAGA SERTIFIKASI PROFESI PENGENDALI HAMA PENYAKIT DAN MUTU IKAN

Lebih terperinci

TINGKAT KEAMANAN SUSU BUBUK SKIM IMPOR DITINJAU DARI KUALITAS MIKROBIOLOGI UTI RATNASARI HERDIANA

TINGKAT KEAMANAN SUSU BUBUK SKIM IMPOR DITINJAU DARI KUALITAS MIKROBIOLOGI UTI RATNASARI HERDIANA TINGKAT KEAMANAN SUSU BUBUK SKIM IMPOR DITINJAU DARI KUALITAS MIKROBIOLOGI UTI RATNASARI HERDIANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

WAHYU WIJIATI RAHAYU RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA JAKARTA

WAHYU WIJIATI RAHAYU RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA JAKARTA WAHYU WIJIATI RAHAYU RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA JAKARTA LANDASAN Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 712/Menkes/Per/X/1986 tentang Persyaratan Kesehatan Jasaboga Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor

Lebih terperinci

Cindy K Dastian 1, Idi Setyobroto 2, Tri Kusuma Agung 3 ABSTRACT

Cindy K Dastian 1, Idi Setyobroto 2, Tri Kusuma Agung 3 ABSTRACT EFFECT OF SANITATION STANDARD OPERATING PROCEDURE (SSOP) SOCIALIZATION TO KNOWLEDGE ON SANITATION HYGIENE OF FOOD PROCESSING STAFF AT NUTRITION INSTALLATION OF PROF. DR. W. Z JOHANES HOSPITAL KUPANG Cindy

Lebih terperinci