BAB I PENDAHULUAN. Hukum pada umumnya diartikan sebagai keseluruhan kumpulankumpulan
|
|
- Suparman Tanuwidjaja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum pada umumnya diartikan sebagai keseluruhan kumpulankumpulan peraturan-peraturan tertulis atau kaidah-kaidah dalam suatu masyarakat sebagai susunan sosial, keseluruhan peraturan tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan memberikan sanksi bila dilanggar. Tujuan pokok dari hukum ialah menciptakan suatu tatanan hidup dalam masyarakat yang tertib dan sejahtera didalam keseimbangan-keseimbangan. Dengan terciptanya ketertiban didalam masyarakat diharapkan kepentingan manusia akan terlindungi. 1 Oleh karena itu, setiap kesalahan yang diperbuat oleh seseorang, tentunya harus ada sanksi yang layak untuk diterima si pembuat kesalahan, agar terjadi keseimbangan dan keserasian didalam kehidupan sosial. Untuk mengatur kehidupan masyarakat diperlukan kaidah-kaidah yang mengikat setiap anggota masyarakat agar tidak terjadi kejahatan dan pelanggaran terhadap ketertiban umum agar masyarakat dapat hidup damai, tenteram dan aman. Demikian pula bagi pasien, sebagai anggota masyarakat tentunya juga memerlukan kaidah-kaidah yang dapat menjaganya dari perbuatan tenaga kesehatan yang melanggar aturan ketertiban tenaga kesehatan itu sendiri. 1 Soeparto, Pitono,dkk, Etik Dan Hukum Dibidang Kesehatan, Surabaya: Airlangga University, 2008, hal 129
2 Disinilah hukum diperlukan untuk mengatur agar tenaga kesehatan menaati peraturan yang telah ditentukan oleh profesinya. Tanpa sanksi yang jelas terhadap pelanggaran yang dilakukannya, sebagai manusia biasa tentunya tenaga kesehatan pun dapat bersikap ceroboh. Oleh karena itu, bila memang seorang tenaga kesehatan terbukti melakukan malpraktek yang berakibat fatal terhadap pasien, tentunya perlu dikaji pula apakah ada pidana yang dapat diberlakukan kepada profesi ini. 2 Tindak pidana merupakan salah satu istilah untuk menggambarkan suatu perbuatan yang dapat dipidana. Wirjono Prodjodikoro memberikan definisi tindak pidana sebagai suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan pidana. 3 Malpraktek atau malpraktek medik adalah istilah yang sering digunakan orang untuk tindak pidana yang dilakukan oleh orang-orang yang berprofesi didalam dunia kesehatan atau biasa disebut tenaga kesehatan. Menurut Jusuf Hanafiah, malpraktek medik adalah kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama. 4 2 Isfandyarie,Anny, Malpraktek Dan Resiko Medik Dalam Kajian Hukum Pidana, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2005, hal Ibid, hal 48 4 Hanafiah, M.Yusuf dan Amri Amir, Etika Kedokteran Dan Hukum Kesehatan, Jakarta: Kedokteran EGC, 1999, hal 87
3 Sedangkan menurut Veronica, malpraktek medik adalah kesalahan dalam menjalankan profesi medis yang tidak sesuai dengan standar profesi medis dalam menjalankan profesinya. 5 Banyak persoalan malpraktek, atas kesadaran hukum pasien diangkat menjadi masalah pidana. Menurut Maryanti, hal tersebut memberi kesan adanya kesadaran hukum masyarakat terhadap hak-hak kesehatannya. 6 Bidan sebagai salah satu profesi yang termasuk dalam tenaga kesehatan seperti yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No.32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, tentu tidak lepas dari permasalahan ini. Profesi bidan, seperti juga profesi-profesi lain yang merupakan tenaga kesehatan adalah salah satu profesi yang sangat dibutuhkan masyarakat. Peranan bidan dalam masyarakat cukup besar, terutama bagi ibu atau wanita hamil untuk dapat memberikan bimbingan, nasehat dan bantuan baik selama masa kehamilan, melahirkan hingga pasca melahirkan. Bidan juga dapat memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat umum atau dengan kata lain tidak terbatas pada ibu atau wanita hamil saja, apabila tidak terdapat dokter atau tenaga kesehatan lain yang berwenang untuk melakukan pengobatan pada wilayah tersebut. Seperti yang tercantum dalam Pasal 17 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 900/MENKES/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan, yang berbunyi: Dalam keadaan tidak terdapat dokter yang berwenang pada wilayah tersebut bidan dapat memberikan pelayanan pengobatan pada penyakit ringan bagi ibu dan anak sesuai dengan kemampuannya. 5 Isfandyarie,Anny, op.cit., hal 22 6 Ibid, hal 9
4 Pasien yang datang untuk mendapatkan perawatan dari seorang bidan tentu saja mengharapkan dengan kemampuan dan pengetahuannya di bidang kesehatan, bidan tersebut dapat membantunya untuk memperbaiki kesehatannya. Bagi ibu atau wanita hamil yang datang untuk mendapatkan perawatan dari seorang bidan tentu saja mengharapkan agar bidan tersebut dapat membantunya melahirkan tanpa ada suatu hal yang tidak diharapkan untuk terjadi yang dapat membahayakan kesehatan dari sang ibu atau bayinya. Namun seringkali terjadi dalam prakteknya, perawatan atau tindakan yang dilakukan oleh bidan terhadap pasiennya justru menimbulkan akibat atau dampak yang negatif bahkan membahayakan kesehatan sang pasien. Misalnya perawatan atau tindakan yang dilakukan oleh bidan untuk membantu seorang ibu atau wanita yang hamil justru mengakibatkan sang ibu atau sang bayi menjadi cacat. Pasien yang mengalami hal ini, tentu saja merasa dirugikan akibat perbuatan yang dilakukan oleh bidan tersebut. Hal inilah yang seringkali dijadikan dasar untuk menuntut bidan dengan alasan malpraktek. Salah satu contoh kasus malpraktek yang dilakukan oleh bidan adalah kasus Kuret Ngatemi. Dalam kasus Kuret Ngatemi ini, usus Ngatemi sebagai korban putus sepanjang 10 cm dan kandungannya menjadi rusak, sehingga mengakibatkan saluran pembuangan Ngatemi terpaksa dipindahkan ke bagian perutnya. Abdul Mutalib sebagai suami karena merasa dirugikan, ia menggugat secara perdata terhadap dokter dan bidan dari Rumah Sakit Bersalin Kartini
5 yang menangani operasi pembersihan kandungan (kuret) istrinya kepada Pengadilan Negeri Belawan. 7 Namun sayangnya, pada kasus Kuret Ngatemi tersebut tidak dilakukan penuntutan secara pidana, akan tetapi hanya dilakukan gugatan secara perdata. Padahal dalam kasus Kuret Ngatemi ini seharusnya dilakukan penuntutan secara pidana, karena akibat dari perbuatan dokter dan bidan yang menangani operasi pembersihan kandungan (kuret) Ngatemi ini mengakibatkan Ngatemi sebagai korban menjadi cacat. Seiring dengan peningkatan kesadaran masyarakat yang semakin menyadari haknya, maka tuntutan malpraktek ini semakin sering kita jumpai. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, permasalahan yang akan dibahas penulis dalam penulisan skripsi ini adalah: 1. Apa saja faktor penyebab terjadinya malpraktek yang dilakukan oleh bidan dan upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya tindak pidana malpraktek yang dilakukan oleh bidan? 2. Bagaimana penyelesaian tindak pidana malpraktek yang dilakukan oleh bidan menurut hukum pidana? 7 Mariyanti, Ninik,, Malpraktek Kedokteran Dari Segi Hukum Pidana Dan Perdata, Jakarta: Bina Aksara 1988,hal 75-76
6 C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah: 1. Untuk dapat mengetahui dan memahami bagaimana pengaturan mengenai malpraktek yang dilakukan oleh bidan. 2. Untuk dapat mengetahui dan memahami apa faktor-faktor penyebab terjadinya malpraktek yang dilakukan oleh bidan, upaya-upaya pencegahannya serta kendala-kendala yang dihadapi dalam penyelesaian tindak pidana malpraktek yang dilakukan oleh bidan 3. Untuk dapat mengetahui dan memahami kriteria penentuan terjadinya tindak pidana malpraktek yang dilakukan oleh bidan Melalui penulisan ini, manfaat penulisan yang dapat diambil dari skripsi ini antara lain agar dapat memberi masukan dan ilmu pengetahuan khususnya mengenai tindak pidana malpraktek yang dilakukan oleh bidan. D. Keaslian Penulisan Penulisan skripsi ini, didasarkan oleh ide, gagasan maupun pemikiran penulis secara pribadi dari awal hingga akhir berdasarkan penelusuran di perpustakaan USU. Penulisan mengenai penyelesaian tindak pidana malpraktek yang dilakukan oleh bidan ini belum pernah dilakukan dalam topik dan permasalahan yang sama. Karena itu keaslian penulisan ini dapat di pertanggungjawabkan. Walaupun ada pendapat atau kutipan dalam penulisan ini
7 semata-mata adalah sebagai faktor pendukung dan pelengkap dalam penulisan yang memang sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan tulisan ini. E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Malpraktek Ada berbagai macam pendapat dari para sarjana mengenai pengertian malpraktek. Masing-masing pendapat itu diantaranya adalah sebagai berikut: a. Veronica menyatakan bahwa istilah malparaktek berasal dari malpractice yang pada hakekatnya adalah kesalahan dalam menjalankan profesi yang timbul sebagai akibat adanya kewajibankewajiban yang harus dilakukan oleh dokter. 8 b. Hermien Hadiati menjelaskan malpractice secara harfiah berarti bad practice, atau praktek buruk yang berkaitan dengan praktek penerapan ilmu dan teknologi medik dalam menjalankan profesi medik yang mengandung ciri-ciri khusus. Karena malpraktek berkaitan dengan how to practice the medical science and technology, yang sangat erat hubungannya dengan sarana kesehatan atau tempat melakukan praktek dan orang yang melaksanakan praktek. Maka Hermien lebih cenderung untuk menggunakan istilah maltreatment. 9 c. Danny Wiradharma memandang malpraktek dari sudut tanggung jawab dokter yang berada dalam suatu perikatan dengan pasien, yaitu dokter tersebut melakukan praktek buruk Isfandyarie,Anny, op.cit., hal 20 9 Ibid, 10 Ibid,
8 d. Ngesti Lestari mengartikan malpraktek secara harfiah sebagai pelaksanaan atau tindakan yang salah. 11 e. Amri Amir menjelaskan malpraktek medis adalah tindakan yang salah oleh dokter pada waktu menjalankan praktek, yang menyebabkan kerusakan atau kerugian bagi kesehatan dan kehidupan pasien, serta menggunakan keahliannya untuk kepentingan pribadi. 12 f. Sedangkan menurut Ninik Mariyanti, malpraktek sebenarnya mempunyai pengertian yang luas, yang dapat dijabarkan sebagai berikut: 13 1) Dalam arti umum : suatu praktek yang buruk, yang tidak memenuhi standar yang telah ditentukan oleh profesi. 2) Dalam arti khusus (dilihat dari sudut pasien) malpraktek dapat terjadi di dalam menentukan diagnosis, menjalankan operasi, selama menjalankan perawatan, dan sesudah perawatan. g. Menurut Jusuf Hanafiah, malpraktek medik adalah kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama. 14 Beberapa sarjana sepakat untuk merumuskan penggunaan istilah medical malpractice (malpaktek medik) sebagaimana disebutkan dibawah ini : a. John D. Blum memberikan rumusan tentang medical malpractice sebagai a form of professional negligence in which measerable injury occurs to a 11 Ibid, 12 Amir, Amri, Bunga Rampai Hukum Kesehatan, Jakarta; Widya Medika, 1997, hal Mariyanti, Ninik, op. cit, hal Hanafiah, M.Yusuf dan Amri Amir, op.cit, hal 87
9 plaintiff patient as the direct result of an act or ommission by the defendant practitioner (malpraktek medik merupakan bentuk kelalaian profesi dalam bentuk luka atau cacat yang dapat diukur yang terjadinya pada pasien yang mengajukan gugatan sebagai akibat langsung dari tindakan dokter). 15 b. Black Law Dictionary merumuskan malpraktek sebagai any professional misconduct, unreasonable lack of skill or fidelity in professional or judiacry duties, evil practice, or illegal or immoral conduct (perbuatan jahat dari seorang ahli, kekurangan dalam keterampilan yang dibawah standar, atau tidak cermatnya seorag ahli dalam menjalankan kewajibannya secara hokum, praktek yang jelek atau ilegal atau perbuatan yang tidak bermoral). 16 Dari beberapa pengertian tentang malpraktek medik diatas semua sarjana sepakat untuk mengartikan malpraktek medik sebagai kesalahan tenaga kesehatan yang karena tidak mempergunakan ilmu pengetahuan dan tingkat keterampilan sesuai dengan standar profesinya yang akhirnya mengakibatkan pasien terluka atau cacat atau bahkan meninggal dunia. Dari berbagai pengertian mengenai malpraktek yang dikemukakan oleh beberapa sarjana diatas, terlihat bahwa sebagian orang mengaitkan malpraktek medik sebagai malpraktek yang dilakukan oleh dokter. Hal ini mungkin disebabkan karena kasus-kasus yang muncul ke permukaan atau yang diajukan ke pengadilan adalah kasus-kasus yang dilakukan oleh dokter. Selain itu dalam 15 Isfandyarie,Anny, op.cit., hal Ibid,
10 berbagai literatur, permasalahan malpraktek ataupun permasalahan yang berhubungan dengan kesehatan, yang dijadikan sebagai patokan adalah profesi dokter. Akan tetapi menurut penulis, malpraktek medik tidak hanya dilakukan oleh orang-orang dari kalangan profesi dokter saja. Tetapi juga dapat dilakukan oleh orang-orang yang berprofesi di bidang pelayanan kesehatan atau biasa disebut tenaga kesehatan. Didalam Peraturan Pemerintah No.32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, yaitu dalam pasal 2 ayat (1) ditentukan bahwa tenaga kesehatan terdiri dari : a. Tenaga medis b. Tenaga keperawatan c. Tenaga kefarmasian d. Tenaga kesehatan masyarakat e. Tenaga gizi f. Tenaga keterapian fisik g.tenaga keteknisan medis. Orang-orang yang berprofesi sebagai tenaga kesehatan mungkin saja melakukan tindakan malpraktek medis. Jadi tidak hanya profesi dokter saja. Misalnya tenaga keperawatan yang terdiri dari perawat dan bidan. Mereka juga mungkin melakukan tindakan malpraktek medis karena perawat maupun bidan juga sama seperti dokter yang profesinya memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
11 2. Jenis-Jenis Malpraktek Ngesti Lestari dan Soedjatmiko membedakan malpraktek medik menjadi dua bentuk, yaitu malpraktek etik (ethical malpractice) dan malpraktek yuridis (yuridical malpractice), ditinjau dari segi etika profesi dan segi hukum. 17 a. Malpraktek Etik Yang dimaksud dengan malpraktek etik adalah tenaga kesehatan melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika profesinya sebagai tenaga kesehatan. Misalnya seorang bidan yang melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika kebidanan. Etika kebidanan yang dituangkan dalam Kode Etik Bidan merupakan seperangkat standar etis, prinsip, aturan atau norma yang berlaku untuk seluruh bidan. b. Malpraktek Yuridis Soedjatmiko membedakan malpraktek yuridis ini menjadi tiga bentuk, yaitu malpraktek perdata (civil malpractice), malpraktek pidana (criminal malpractice) dan malpraktek administratif (administrative malpractice). 18 1) Malpraktek Perdata (Civil Malpractice) Malpraktek perdata terjadi apabila terdapat hal-hal yang menyebabkan tidak terpenuhinya isi perjanjian (wanprestasi) didalam transaksi terapeutik oleh tenaga kesehatan, atau terjadinya perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad), sehingga menimbulkan kerugian kepada pasien. 17 Ibid., hal Ibid, hal 33
12 Adapun isi daripada tidak dipenuhinya perjanjian tersebut dapat berupa: 19 a. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatan wajib dilakukan. b. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan, tetapi terlambat melaksanakannya. c. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan, tetapi tidak sempurna dalam pelaksanaan dan hasilnya. d. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan Sedangkan untuk perbuatan atau tindakan yang melanggar hukum haruslah memenuhi beberapa syarat seperti: 20 a. Harus ada perbuatan (baik berbuat maupun tidak berbuat). b. Perbuatan tersebut melanggar hukum (tertulis ataupun tidak tertulis). c. Ada kerugian d. Ada hubungan sebab akibat (hukum kausal) antara perbuatan melanggar hukum dengan kerugian yang diderita. e. Adanya kesalahan (schuld) Sedangkan untuk dapat menuntut pergantian kerugian (ganti rugi) karena kelalaian tenaga kesehatan, maka pasien harus dapat membuktikan adanya empat unsur berikut: 21 a. Adanya suatu kewajiban tenaga kesehatan terhadap pasien. 19 Ibid, 20 Ibid, 21 Ibid,hal 34
13 b. Tenaga kesehatan telah melanggar standar pelayanan medik yang lazim dipergunakan. c. Penggugat (pasien) telah menderita kerugian yang dapat dimintakan ganti ruginya. d. Secara faktual kerugian itu diesbabkan oleh tindakan dibawah standar. Namun adakalanya seorang pasien (penggugat) tidak perlu membuktikan adanya kelalaian tenaga kesehatan (tergugat). Dalam hukum ada kaidah yang berbunyi res ipsa loquitor yang artinya fakta telah berbicara. Dalam hal demikian tenaga kesehatan itulah yang harus membutikan tidak adanya kelalaian pada dirinya. Dalam malpraktek perdata yang dijadikan ukuran dalam melpraktek yang disebabkan oleh kelalaian adalah kelalaian yang bersifat ringan (culpa levis). Karena apabila yang terjadi adalah kelalaian berat (culpa lata) maka seharusnya perbuatan tersebut termasuk dalam malpraktek pidana. Contoh dari malpraktek perdata, misalnya seorang dokter yang melakukan operasi ternyata meninggalkan sisa perban didalam tubuh si pasien. Setelah diketahui bahwa ada perban yang tertinggal kemudian dilakukan operasi kedua untuk mengambil perban yang tertinggal tersebut. Dalam hal ini kesalahan yang dilakukan oleh dokter dapat diperbaiki dan tidak menimbulkan akibat negatif yang berkepanjangan terhadap pasien.
14 2) Malpraktek Pidana Malpraktek pidana terjadi apabila pasien meninggal dunia atau mengalami cacat akibat tenaga kesehatan kurang hati-hati. Atau kurang cermat dalam melakukan upaya perawatan terhadap pasien yang meninggal dunia atau cacat tersebut. Malpraktek pidana ada tiga bentuk yaitu: 22 a. Malpraktek pidana karena kesengajaan(intensional), misalnya pada kasus aborsi tanpa insikasi medis, tidak melakukan pertolongan pada kasus gawat padahal diketahui bahwa tidak ada orang lain yang bisa menolong, serta memberikan surat keterangan yang tidak benar. b. Malpraktek pidana karena kecerobohan (recklessness), misalnya melakukan tindakan yang tidak lege artis atau tidak sesuai dengan standar profesi serta melakukan tindakan tanpa disertai persetujuan tindakan medis. c. Malpraktek pidana karena kealpaan (negligence), misalnya terjadi cacat atau kematian pada pasien sebagai akibat tindakan tenaga kesehatan yang kurang hati-hati. 3) Malpraktek Administratif Malpraktek administrastif terjadi apabila tenaga kesehatan melakukan pelanggaran terhadap hukum administrasi negara yang berlaku, misalnya menjalankan praktek bidan tanpa lisensi atau izin praktek, melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan lisensi atau izinnya, 22 Ibid, hal 35
15 menjalankan praktek dengan izin yang sudah kadaluarsa, dan menjalankan praktek tanpa membuat catatan medik. 3. Teori-Teori Malpraktek Ada tiga teori yang menyebutkan sumber dari perbuatan malpraktek yaitu: 23 a. Teori Pelanggaran Kontrak Teori pertama yang mengatakan bahwa sumber perbuatan malpraktek adalah karena terjadinya pelanggaran kontrak. Ini berprinsip bahwa secara hukum seorang tenaga kesehatan tidak mempunyai kewajiban merawat seseorang bilamana diantara keduanya tidak terdapat suatu hubungan kontrak antara tenaga kesehatan dengan pasien. Hubungan antara tenaga kesehatan dengan pasien baru terjadi apabila telah terjadi kontrak diantara kedua belah pihak tersebut. Sehubungan dengan adanya hubungan kontrak pasien dengan tenaga kesehatan ini, tidak berarti bahwa hubungan tenaga kesehatan dengan pasien itu selalu terjadi dengan adanya kesepakatan bersama. Dalam keadaan penderita tidak sadar diri ataupun keadaan gawat darurat misalnya, seorang penderita tidak mungkin memberikan persetujuannya. Apabila terjadi situasi yang demikian ini, maka persetujuan atau kontrak tenaga kesehatan pasien dapat diminta dari pihak ketiga, yaitu keluarga penderita yang bertindak atas nama dan mewakili kepentingan penderita. Apabila hal ini juga tidak mungkin, misalnya dikarenakan 23 Mariyanti,Ninik, op cit, hal 44
16 penderita gawat darurat tersebut datang tanpa keluarga dan hanya diantar oleh orang lain yang kebetulan telah menolongnya, maka demi kepentingan penderita, menurut perundang-undangan yang berlaku, seorang tenaga kesehatan diwajibkan memberikan pertolongan dengan sebaik-baiknya. Tindakan ini, secara hukum telah dianggap sebagai perwujudan kontrak tenaga kesehatan-pasien. b Teori Perbuatan Yang Disengaja Teori kedua yang dapat digunakan oleh pasien sebagai dasar untuk menggugat tenaga kesehatan karena perbuatan malpraktek adalah kesalahan yang dibuat dengan sengaja (intentional tort), yang mengakibatkan seseorang secara fisik mengalami cedera (asssult and battery) c. Teori Kelalaian Teori ketiga menyebutkan bahwa sumber perbuatan malpraktek adalah kelalaian (negligence). Kelalaian yang menyebabkan sumber perbuatan yang dikategorikan dalam malpraktek ini harus dapat dibuktikan adanya, selain itu kelalaian yang dimaksud harus termasuk dalam kategori kelalaian yang berat (culpa lata). Untuk membuktikan hal yang demikian ini tentu saja bukan merupakan tugas yang mudah bagi aparat penegak hukum. Selain dikenal adanya beberapa teori tentang sumber perbuatan malpraktek, yang apabila ditinjau dari kegunaan teori-teori tersebut tentu saja sangat berguna bagi pihak pasien dan para aparat penegak hukum, karena dengan
17 teori-teori tersebut pasien dapat mempergunakannya sebagai dasar suatu gugatan dan bagi aparat hukum dapat dijadikan dasar untuk melakukan penuntutan. Ada juga teori yang dapat dijadikan pegangan untuk mengadakan pembelaan apabila ia menghadapi tuntutan malpraktek. Teori-teori itu adalah: 24 a. Teori Kesediaan Untuk Menerima Resiko (Assumption Of Risk) Teori ini mengatakan bahwa seorang tenaga kesehatan akan terlindung dari tuntutan malpraktek, bila pasien memberikan izin atau persetujuan untuk melakukan suatu tindakan medik dan menyatakan bersedia memikul segala resiko dan bahaya yang mungkin timbul akibat tindakan medik tersebut. Teori ini mempunyai arti yang sangat besar bagi seorang tenaga kesehatan, selama tindakan tenaga kesehatan itu bertujuan untuk indikasi medis. b. Teori Pasien Ikut Berperan Dalam Kelalaian (Contributory Negligence) Adalah kasus dimana tenaga kesehatan dan pasien dinyatakan oleh pengadilan sama-sama melakukan kelalaian. c. Perjanjian Membebaskan Dari Kesalahan (Exculpatory Contract) Cara lain bagi tenaga kesehatan untuk melindungi diri dari tuntutan malpraktek adalah dengan mengadakan suatu perjanjian atau kontrak khusus dengan penderita, yang berjanji tidak akan menuntut tenaga kesehatan atau rumah sakit bila terjadi misalnya kelalaian malpraktek. 24 Ibid, hal 56
18 Teori pembelaan ini bersifat spekulasi karena berhasil tidaknya tenaga kesehatan menggunakan pembelaannya, yang dalam hal ini berupa perjanjian khusus dengan pasien, hasinya sangat tergantung pada penilaian pengadilan. d. Peraturan Good Samaritan Menurut teori ini,seorang tenaga kesehatan yang memberikan pertolongan gawat darurat dengan tujuan murni (setulus hati) pada suatu peristiwa darurat dibebaskan dari tuntutan hukum malpraktek kecuali jika terdapat indikasi terjadi suatu kelalaian yang sangat mencolok. e. Pembebasan Atas Tuntutan (Releas) Yaitu suatu kasus dimana pasien membebaskan tenaga kesehatan dari seluruh tuntutan malpraktek, dan kedua belah pihak bersepakat untuk mengadakan penyelesaian bersama. Teori pembelaan yang berupa pembebasan ini, hanya dapat dilaksanakan sepanjang kesalahan tenaga kesehatan tersebut menyangkut tanggungjawab perdata (masuk kategori hukum perdata), misalnya wanprestasi, sebab dalam kasus ini hanya melibatkan kedua belah pihak yang saling mengadakan kontrak atau janji saja. Dalam hal ini apabila mereka ternyata dapat bersepakat untuk menyelesaikan bersama dengan damai, itu lebih baik, karena sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai dalam penyelesaian kasus perdata, yaitu adanya suatu perdamaian antara kedua belah pihak.
19 Tetapi apabila kesalahan tenaga kesehatan itu termasuk dalam kategori hukum pidana (tanggung jawab pidana) misalnya terjadi kelalaian berat sehingga mengakibatkan meninggalnya pasien, maka teori ini tidak dapat diterapkan, sebab bicara hukum pidana berarti bicara tentang hukum publik, yang menyangkut kepentingan umum bersama. Oleh karena itu apabila telah terbukti tenaga kesehatan telah melakukan malpraktek, maka hukum harus tetap diberlakukan padanya, karena kalau tidak, berarti kita tidak mendidik kepada masyarakat pada umumnya untuk sadar terhadap hukum yang berlaku, sehingga selanjutnya akan sangat sulit untuk menegakkan hukum itu sendiri. Disamping itu, kalau teori ini diterima dalam kasus pidana dikhawatirkan tiap perbuatan malpraktek seorang tenaga kesehatan tidak akan ada sanksi hukumnya, sehingga dapat mengurangi tanggung jawab dan sikap hati-hatinya seorang tenaga kesehatan di dalam menjalankan tugasnya. f. Peraturan Mengenai Jangka Waktu Boleh Menuntut (Statute Of Limitation) Menurut teori ini tuntutan malpraktek hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu, yang biasanya relatif lebih pendek daripada tuntutan-tuntutan hukum yang lain. g. Workmen s Compensation Bila seorang tenaga kesehatan dan pasien yang terlibat dalam suatu kasus malpraktek keduanya bekerja pada suatu lembaga atau badan usaha yang sama, maka pasien tersebut tidak akan memperoleh ganti rugi dari
20 kasus malpraktek yang dibuat oleh tenaga kesehatan tersebut. Hal ini disebabkan menurut peraturan workmen s compensation, semua pegawai dan pekerja menerima ganti rugi bagi setiap kecelakaan yang terjadi di situ, dan tidak menjadi persoalan kesalahan siapa dan apa sebenarnya penyebab cedera atau luka. Akan tetapi walaupun dengan adanya teori-teori pembelaan tersebut, tidak berarti seorang tenaga kesehatan boleh bertindak semaunya kepada pasien. Walaupun terdapat teori-teori pembelaan tersebut, juga harus dilihat apakah tindakan tenaga kesehatan telah sesuai dengan standar profesi. Apabila tindakan tenaga kesehatan tersebut tidak sesuai dengan standar profesi, maka teori-teori pembelaan tersebut tidak dapat dijadikan alasan pembelaan baginya. Misalnya pada peraturan good Samaritan yang menyebutkan bahwa seorang tenaga kesehatan yang memberikan pertolongan gawat darurat pada peristiwa darurat dapat dibebaskan dari tuntutan hukum malpraktek. Walaupun terdapat peraturan good samaritan ini, seorang tenaga kesehatan dalam memberikan pertolongan gawat darurat pada peristiwa darurat tetap harus memberikan pertolongannya dengan sepenuh hati berdasarkan pengetahuan dan keahlian yang dimilikinya. Apabila dalam memberikan pertolongan gawat darurat, seorang tenaga kesehatan hanya memberikan pertolongan yang sekedarnya dan tidak sungguhsungguh dalam menggunakan pengetahuan dan keahliannya, jika terjadi sesuatu hal yang membahayakan kesehatan atau nyawa orang yang
21 ditolongnya itu, maka tenaga kesehatan tersebut tetap dapat dituntut secara hukum. F. Metode Penelitian Dalam penulisan skripsi mengenai penyelesaian tindak pidana malpraktek yang dilakukan oleh bidan ini penulis melakukan penelitian hukum normatif yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat di dalam peraturan perundangundangan. Penelitian ini disebut juga dengan penelitian doktrinal (doktrinal research), yaitu penelitian yang menganalisis berdasarkan hukum yang tertulis dalam buku. Selain itu penulis juga menganalisis sebuah kasus yang berkaitan dengan malpraktek yang dilakukan oleh bidan. Pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan ini adalah melalui penelitian kepustakaan (library research) untuk mendapatkan konsep, teori dan doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian pendahulu yang berhubungan dengan telaahan penelitian ini, juga dapat berupa peraturan perundang-undangan dan karya ilmiah lainnya. Data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder yang meliputi: 1. Bahan hukum primer, yaitu KUHP, Undang-Undang No.8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, Peraturan Pemerintah No.32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 369/MENKES/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan, dan Keputusan
22 Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 900/MENKES/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktek Bidan. 2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti pendapat dari kalangan pakar hukum dan buku-buku mengenai malpraktek dan kebidanan. G. Sistematika Penulisan Penulisan ini dibuat secara terperinci dan sistematis agar memberikan kemudahan bagi pembacanya dalam memahami maknanya dan memperoleh manfaatnya. Keseluruhan sistematika ini merupakan suatu kesatuan yang saling berhubungan satu dengan yang lain, yang dapat dilihat sebagai berikut: Bab I : Pendahuluan Terdiri dari latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II : Pengaturan Mengenai Malpraktek Yang Dilakukan Oleh Bidan Membahas tentang berbagai macam pengaturan mengenai malpraktek yang dilakukan oleh bidan. Baik yang berupa peraturan non hukum yaitu kode etik bidan, maupun yang berupa peraturan hukum yaitu UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan,Hukum Pidana, Hukum Perdata, Peraturan Pemerintah No.32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, dan Keputusan Menteri Kesehatan No.900/MENKES/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan.
23 Bab III : Faktor Penyebab Terjadinya Malpraktek Yang Dilakukan Oleh Bidan Dan Upaya Pencegahannya Memberikan pemahaman mengenai faktor-faktor penyebab terjadinya malpraktek yang dilakukan oleh bidan, upaya-upaya pencegahannya serta kendala-kendala yang dihadapi dalam penyelesaian tindak pidana malpraktek yang dilakukan oleh bidan. Bab IV : Penyelesaian Tindak Pidana Malpraktek Yang Dilakukan Oleh Bidan Dalam Perawatan Pasiennya Merupakan pembahasan pokok dari penulisan ini yang terdiri dari kriteria penentuan terjadinya tindak pidana malpraktek yang dilakukan oleh bidan serta uraian kasus dan analisis kasus. Bab V : Kesimpulan Dan Saran
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MALPRAKTEK DI BIDANG MEDIS. dalam undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MALPRAKTEK DI BIDANG MEDIS 1.1 Ganti Kerugian Pengertian mengenai ganti kerugian tidak ditemukan dalam KUHP, namun pengertian mengenai ganti kerugian dapat dilihat menurut
Lebih terperinciPERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP DOKTER YANG MELAKUKAN TINDAKAN MALPRAKTEK DIKAJI DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA INDONESIA
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP DOKTER YANG MELAKUKAN TINDAKAN MALPRAKTEK DIKAJI DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA INDONESIA Oleh : I Gede Indra Diputra Ni Md. Ari Yuliartini Griadhi Bagian Hukum
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN MENGENAI MALPRAKTEK YANG DILAKUKAN OLEH BIDAN. 1. Peraturan Non Hukum (kumpulan kaidah atau norma non hukum)
BAB II PENGATURAN MENGENAI MALPRAKTEK YANG DILAKUKAN OLEH BIDAN Peraturan tertulis maupun tidak tertulis, dilihat dari bidang pengaturannya, dibagi menjadi dua bentuk, yaitu: 25 1. Peraturan Non Hukum
Lebih terperinciTanggung Jawab Hukum Dokter Terhadap Pasien. 1. Tanggung Jawab Etis
Tanggung Jawab Hukum Dokter Terhadap Pasien 1. Tanggung Jawab Etis Peraturan yang mengatur tanggung jawab etis dari seorang dokter adalah Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Lafal Sumpah Dokter. Kode etik
Lebih terperinciPENGATURAN TINGKAT KESALAHAN DOKTER SEBAGAI DASAR PENENTUAN GANTI RUGI PADA PASIEN KORBAN MALPRAKTEK
PENGATURAN TINGKAT KESALAHAN DOKTER SEBAGAI DASAR PENENTUAN GANTI RUGI PADA PASIEN KORBAN MALPRAKTEK Oleh Kadek Arini Ida Bagus Putra Atmadja Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Malpractice
Lebih terperinciMasalah Malpraktek Dan Kelalaian Medik Dalam Pelayanan Kesehatan. Written by Siswoyo Monday, 14 June :21
Di dalam berbagai tulisan bahwa penggunaan istilah malpraktek (malpractice) dan kelalaian medik (medical negligence) di dalam pelayanan kesehatan sering dipakai secara bergantian seolah-olah artinya sama,
Lebih terperinciPEMBUKTIAN MALPRAKTIK
Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia The Indonesian Association of Forensic Medicine Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan 2017 Proceeding Annual Scientific Meeting 2017 PEMBUKTIAN MALPRAKTIK Syarifah Hidayah
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) sebelum tahun 1919 oleh
9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perbuatan Melawan Hukum 1. Pengertian Perbuatan Melawan Hukum Istilah perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) sebelum tahun 1919 oleh Hoge Raad diartikan secara sempit, yakni
Lebih terperinciAndrie Irawan, SH., MH Fakultas Hukum Universitas Cokroaminoto Yogyakarta
* Andrie Irawan, SH., MH Fakultas Hukum Universitas Cokroaminoto Yogyakarta *Kesehatan dlm kosnep duni internasional adalah a state of complete physical, mental and social, well being and not merely the
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Justru yang utama dan mendasar ada di dalam Undang Undang Praktek. kelalaian dalam melaksanakan profesi dalam undang-undang praktek
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem hukum Indonesia yang salah satu komponennya adalah hukum substantif, diantaranya hukum pidana, hukum perdata dan hukum administrasi. Justru yang utama dan mendasar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat terhadap profesi kedokteran di Indonesia akhir-akhir ini makin
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya pengetahuan masyarakat seiring pesatnya perkembangan teknologi dan kemudahan dalam mendapatkan informasi, membuat masyarakat lebih kritis terhadap pelayanan
Lebih terperinciLex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016
TANGGUNG GUGAT TENAGA MEDIS TERHADAP PASIEN DALAM TRANSAKSI TERAUPETIKAR 1 Oleh: Andreas Wenur 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui dalam hal apa dokter dalam menjalankan
Lebih terperinciUNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
RENCANA KEGIATAN PROGRAM PEMBELAJARAN (RKPP) Mata Kuliah Kode SKS Semester Nama Dosen SH PID 1210 2 VI (Enam) Endri, S.H., M.H. Deskripsi Mata Kuliah Standar kesehatan merupakan cabang dari ilmu hukum
Lebih terperinciPilihlah satu jawaban yang benar pada pilihan di lembar jawaban.
Pilihlah satu jawaban yang benar pada pilihan di lembar jawaban. 1. Pernyataan mana tentang Rekam Medik (RM) yang tidak benar: a. Pemaparan isi RM hanya boleh dilakukan oleh dokter yang merawat pasien
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terkait dalam bidang pemeliharaan kesehatan. 1 Untuk memelihara kesehatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan pokok manusia karena kesehatan merupakan modal utama manusia dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Melaksanakan upaya kesehatan yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MALPRAKTEK DI BIDANG MEDIS. tingkah laku yang melanggar undang-undang pidana. Setiap perbuatan yang
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MALPRAKTEK DI BIDANG MEDIS 1.1 Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian
Lebih terperinciPERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN KESEHATAN DALAM HAL TERJADI MALPRAKTEK. Oleh: Elyani Staf Pengajar Fakultas Hukum UNPAB Medan ABSTRAK
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN KESEHATAN DALAM HAL TERJADI MALPRAKTEK Oleh: Elyani Staf Pengajar Fakultas Hukum UNPAB Medan ABSTRAK Kesehatan merupakan hal yang harus dijaga oleh setiap manusia, karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang harus ditunaikannya dimana ia berkewajiban untuk menangani hal-hal yang
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Profesi dokter dipandang sebagai profesi yang mulia dan terhormat dimata masyarakat. Namun pada pelaksanaannya, seorang dokter memiliki tanggungjawab besar yang
Lebih terperinciTANGGUNG JAWAB DOKTER DALAM TERJADINYA MALPRAKTIK MEDIK DITINJAU DARI HUKUM ADMINISTRASI
206 Badamai Law Journal, Vol. 2, Issues 2, September 2017 TANGGUNG JAWAB DOKTER DALAM TERJADINYA MALPRAKTIK MEDIK DITINJAU DARI HUKUM ADMINISTRASI Diana Haiti Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. continental dan sistem Anglo Saxon. Perkembangan hukum secara. campuran karena adanya kemajemukan masyarakat dalam menganut tingkat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara maju maupun negara berkembang di dunia ini menganut berbagai sistem hukum, apakah sistem hukum kodifikasi maupun sistem hukum-hukum lainnya. Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Seperti kita ketahui bahwa masalah kesehatan bukanlah merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Seperti kita ketahui bahwa masalah kesehatan bukanlah merupakan hal yang baru dalam kehidupan, sebab hal tersebut banyak ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena
Lebih terperinciInform Consent. Purnamandala Arie Pradipta Novita Natasya Calvindra L
Inform Consent Purnamandala Arie Pradipta Novita Natasya Calvindra L 1 PENDAHULUAN Malpraktek pada dasarnya adalah tindakan tenaga profesional (profesi) yang bertentangan dengan Standard Operating Procedure
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam menyampaikan keluhan jasmani danrohani kepada dokter yang. merawat, tidak boleh merasa khawatir bahwa segala sesuatu yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rahasia kedokteran berkaitan erat dengan hak asasi manusia, seperti tertulis dalam United Nation Declaration of Human Right pada tahun 1984 yang intinya menyatakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. administratif. Hukum merupakan kumpulan peraturan-peraturan atau tertulis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem hukum di Indonesia salah satu komponennya adalah hukum subtantif, di antaranya hukum pidana, hukum perdata dan hukum administratif. Hukum merupakan kumpulan peraturan-peraturan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Kesehatan merupakan hal yang penting bagi setiap orang. Dalam
12 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kesehatan merupakan hal yang penting bagi setiap orang. Dalam kondisi sehat, orang dapat berpikir dan melakukan segala aktifitasnya secara optimal dan menghasilkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sangat mulia dan terhormat dalam pandangan masyarakat. Seorang dokter
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Profesi kedokteran dan tenaga medis lainnya merupakan profesi yang sangat mulia dan terhormat dalam pandangan masyarakat. Seorang dokter sebelum melakukan praktek kedokterannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Profesi dokter merupakan profesi istimewa karena berhadapan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Profesi dokter merupakan profesi istimewa karena berhadapan langsung dengan begitu banyak segi-segi kehidupan manusia dan yang lebih utama dengan hidup itu sendiri yang
Lebih terperinciHAK DAN KEWAJIBAN PASIEN - DOKTER
HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN - DOKTER dr. Meivy Isnoviana, S.H. Hak dan kewajiban dokter, berkaitan erat dengan transaksi terapeutik Transaksi terapeutik : terjadinya kontrak antara dokter dengan pasien 1
Lebih terperinciPROPOSAL TESIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN SEBAGAI KONSUMEN JASA DI BIDANG PELAYANAN MEDIS (SUATU TINJAUAN DARI SUDUT HUKUM PERDATA)
PROPOSAL TESIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN SEBAGAI KONSUMEN JASA DI BIDANG PELAYANAN MEDIS (SUATU TINJAUAN DARI SUDUT HUKUM PERDATA) 1.1.Latar Belakang Masalah Dalam dunia medis yang semakin berkembang,
Lebih terperinciTANGGUNG JAWAB PERDATA DOKTER KEPADA PASIEN DALAM TRANSAKSI TERAPEUTIK
TANGGUNG JAWAB PERDATA DOKTER KEPADA PASIEN DALAM TRANSAKSI TERAPEUTIK Oleh Made Hadi Setiawan A.A.Gede Agung Dharma Kusuma Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT This paper titled
Lebih terperinciPENYELESAIAN TINDAK PIDANA MALPRAKTEK YANG DILAKUKAN OLEH BIDAN DALAM PERAWATAN PASIENNYA. (Analisis Kasus No. 3344/Pid.B/2006/PN Mdn) SKRIPSI
PENYELESAIAN TINDAK PIDANA MALPRAKTEK YANG DILAKUKAN OLEH BIDAN DALAM PERAWATAN PASIENNYA (Analisis Kasus No. 3344/Pid.B/2006/PN Mdn) SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. kejahatan, menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehinga masyarakat puas
13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penegakan Hukum Pidana Sistem peradilan pidana adalah sistem dalam suatu masyarakat untuk menangulangi kejahatan, dengan tujuan mencegah masyarakat menjadi korban
Lebih terperinciJURNAL ILMIAH TANGGUNG JAWAB MEDIS TERHADAP RESIKO AKIBAT OPERASI BEDAH CAESAR
JURNAL ILMIAH TANGGUNG JAWAB MEDIS TERHADAP RESIKO AKIBAT OPERASI BEDAH CAESAR Oleh: Zaenathul Mardiani NIM D1A011360 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM 2015 TANGGUNG JAWAB MEDIS TERHADAP RESIKO AKIBAT
Lebih terperinciPENANGGULANGAN ABORTUS PROVOCATUS CRIMINALIS DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA
PENANGGULANGAN ABORTUS PROVOCATUS CRIMINALIS DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA Oleh : Angga Indra Nugraha Pembimbing : Ibrahim R. Program Kekhususan: Hukum Pidana, Universitas Udayana Abstract: The rise of
Lebih terperinciBAB V BENTUK DAN PERTANGGUNGJAWABAN MALPRAKTIK APOTEKER DAN EFEKTIFITAS PERUNDANG-UNDANGAN KEFARMASIAN
BAB V BENTUK DAN PERTANGGUNGJAWABAN MALPRAKTIK APOTEKER DAN EFEKTIFITAS PERUNDANG-UNDANGAN KEFARMASIAN A. Bentuk Dan Pertanggungjawaban Malpraktik Apoteker Kesadaran masyarakat terhadap perkembangan pelayanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal
Lebih terperinciTINJAUAN YURIDIS INFORMED CONCENT BAGI PENANGANAN PASIEN GAWAT DARURAT
TINJAUAN YURIDIS INFORMED CONCENT BAGI PENANGANAN PASIEN GAWAT DARURAT Oleh I Komang Gede Oka Wijaya I Gede Pasek Eka Wisanjaya Program Kehususan Hukum Pidana, Fakultas Hukum, Universitas Udayana ABSTRACT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Sedangkan pembangunan
Lebih terperinciBAB III ANALISA HASIL PENELITIAN
BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN A. Analisa Yuridis Malpraktik Profesi Medis Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 merumuskan banyak tindak pidana
Lebih terperinciKELALAIAN DAN MALPRAKTEK DALAM KEPERAWATAN
KELALAIAN DAN MALPRAKTEK DALAM KEPERAWATAN Latar Belakang Perawatan merupakan salah satu profesi tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan langsung baik kepada individu, keluarga dan masyarakat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tentang isi keadilan sukar untuk memberi batasannya. Aristoteles
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tentang isi keadilan sukar untuk memberi batasannya. Aristoteles membedakan adanya dua macam keadilan sebagaimana dikutip oleh Sudikno Mertokusumo dalam bukunya,
Lebih terperinciISSN Vol 13 No. 2 Oktober 2017
ISSN 2579-5198 Vol 13 No. 2 Oktober 2017 TINJAUAN YURIDIS TENTANG INFORMED CONSENT SEBAGAI HAK PASIEN DAN KEWAJIBAN DOKTER Dian Ety Mayasari 1 * 1 Fakultas Hukum Universitas Katolik Darma Cendika *Demasari@yahoo.co.id
Lebih terperinciKEDUDUKAN REKAM MEDIS DALAM
KEDUDUKAN REKAM MEDIS DALAM PEMBUKTIAN PERKARA MALPRAKTEK DI BIDANG KEDOKTERAN 1 Oleh: Agriane Trenny Sumilat 2 ABSTRAK Kesehatan memiliki arti yang sangat penting bagi setiap orang. Kesehatan menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Operasi bedah Caesar (Caesarean Section atau Cesarean Section) atau
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Operasi bedah Caesar (Caesarean Section atau Cesarean Section) atau biasa disebut juga dengan seksio sesarea (disingkat SC) adalah suatu persalinan buatan, di
Lebih terperinciOleh : A.A. Ngurah Jaya Wikrama A.A Gede Duwira Hadi Santosa Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana
PENYELESAIAN MALPRAKTIK ANTARA HEALTH CARE PROVIDER DENGAN HEALTH CARE RECIEVER PADA PELAYANAN MEDIK MELALUI MEKANISME MEDIASI DI RUMAH SAKIT PURI KAWAN SEJAHTERA DENPASAR Oleh : A.A. Ngurah Jaya Wikrama
Lebih terperincivii DAFTAR WAWANCARA
vii DAFTAR WAWANCARA 1. Apa upaya hukum yang dapat dilakukan pasien apabila hak-haknya dilanggar? Pasien dapat mengajukan gugatan kepada rumah sakit dan/atau pelaku usaha, baik kepada lembaga peradilan
Lebih terperinciHospital by laws. Dr.Laura Kristina
Hospital by laws Dr.Laura Kristina Definisi Hospital : Rumah sakit By laws : peraturan Institusi Seperangkat peraturan yang dibuat oleh RS (secara sepihak) dan hanya berlaku di rumah sakit yang bersangkutan,dapat
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. 1. Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Miskin Menurut Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan jo.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Miskin Menurut Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan jo. Undang- Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Undang-Undang
Lebih terperinciPEMBERIAN GANTI RUGI SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PASIEN DALAM TINDAK PIDANA DI BIDANG MEDIS
PEMBERIAN GANTI RUGI SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PASIEN DALAM TINDAK PIDANA DI BIDANG MEDIS I Gede Andika Putra I Wayan Wiryawan Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstrac
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, karena kesehatan sebagai kebutuhan yang sangat
10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu faktor terpenting dalam pelaksanaan pembangunan nasional, karena kesehatan sebagai kebutuhan yang sangat mendasar dan dibutuhkan oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mencantumkan dengan jelas cita-cita bangsa Indonesia yang juga merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mencantumkan dengan jelas cita-cita bangsa Indonesia yang juga merupakan tujuan nasional bangsa Indonesia, yakni
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkosaan merupakan salah satu tindakan kekerasan pada perempuan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkosaan merupakan salah satu tindakan kekerasan pada perempuan. Sebenarnya kekerasan terhadap perempuan sudah lama terjadi, namum sebagian masyarakat belum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. optimal dimana hal ini merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum
BAB I PENDAHULUAN A.Latar belakang Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal dimana hal ini merupakan
Lebih terperinciHAK PASIEN MENDAPATKAN INFORMASI RESIKO PELAYANAN MEDIK 1 Oleh : Rocy Jacobus 2
HAK PASIEN MENDAPATKAN INFORMASI RESIKO PELAYANAN MEDIK 1 Oleh : Rocy Jacobus 2 ABSTRAK Tujuan dilakukan penelitian skripsi ini adalah untuk mengetahui bagaimana hak pasien mendapatkan informasi resiko
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan hukum dalam mendukung jalannya roda pembangunan maupun dunia usaha memang sangat penting. Hal ini terutama berkaitan dengan adanya jaminan kepastian hukum.
Lebih terperinciABSTRAK. Kata kunci : Informed Consent, kesehatan, medis
ABSTRAK INDRA SETYADI RAHIM, NIM 271409137, Implementasi Informed Consent di Rumah Sakit Prof. Dr. H. Aloei Saboe. Dibawah bimbingan I DR. Fence M. Wantu S.H., M.H dan bimbingan II Dian Ekawaty Ismail
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. anggota militer beserta keluarganya secara gratis termasuk masyarakat. oleh kelompok agama yang ingin mendirikan rumah sakit.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan rumah sakit di Indonesia sangat pesat dari waktu ke waktu, di mulai pada tahun 1626 yang didirikan oleh VOC dan dikembangkan pula oleh tentara Inggris
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang menderita sakit, terluka dan untuk yang melahirkan (World Health
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pakpahan (2013) Rumah sakit adalah suatu badan usaha yang menyediakan dan memberikan jasa pelayanan medis jangka pendek dan jangka panjang yang terdiri atas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. mendapatkan sorotan dari masyarakat, karena sifat pengabdianya kepada
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini profesi kesehatan merupakan salah satu profesi yang banyak mendapatkan sorotan dari masyarakat, karena sifat pengabdianya kepada masyarakat yang sangat kompleks.
Lebih terperinciPERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP MALPRAKTEK UPAYA MEDIS TRANSPLANTASI ORGAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP MALPRAKTEK UPAYA MEDIS TRANSPLANTASI ORGAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN Oleh I Gusti Agung Ayu Elcyntia Yasana Putri A.A. Ngurah
Lebih terperinciTANGGUNG JAWAB RUMAH SAKIT TERHADAP DOKTER YANG MELAKUKAN KESALAHAN TINDAKAN KEDOKTERAN KEPADA PASIEN
TANGGUNG JAWAB RUMAH SAKIT TERHADAP DOKTER YANG MELAKUKAN KESALAHAN TINDAKAN KEDOKTERAN KEPADA PASIEN Oleh: Gede Prasetia Adnyana I Wayan Bela Siki Layang Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyakit yang menakutkan. Ketakutan akan penyakit HIV/AIDS yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah AIDS adalah salah satu masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat dunia. Penyakit HIV/AIDS sampai sekarang masih dianggap sebagai penyakit yang menakutkan. Ketakutan
Lebih terperinciBAB III ANALISIS DAN KAJIAN YURIDIS MENGENAI EUTHANASIA DIPANDANG DARI SEGI HAM
BAB III ANALISIS DAN KAJIAN YURIDIS MENGENAI EUTHANASIA DIPANDANG DARI SEGI HAM 3.1 Kronologi kasus Ayah Ana Widiana Kasus berikut merupakan kasus euthanasia yang terjadi pada ayah dari Ana Widiana salah
Lebih terperinciTANGGUNG JAWAB KEPERDATAAN BIDAN DALAM PELAYANAN KESEHATAN
TANGGUNG JAWAB KEPERDATAAN BIDAN DALAM PELAYANAN KESEHATAN R.A. Antari Inaka Turingsih * Bagian Hukum Perdata, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Jalan Sosio Justicia Nomor 1 Bulaksumur,
Lebih terperinciABSTRAK PENERAPAN REKAM MEDIS DALAM PENEGAKAN HUKUM PIDANA MALPRAKTEK KEDOKTERAN. Oleh
1 ABSTRAK PENERAPAN REKAM MEDIS DALAM PENEGAKAN HUKUM PIDANA MALPRAKTEK KEDOKTERAN Oleh Arief Chandra Gutama, Heni Siswanto, Tri Andrisman Email : Candraneon@yahoo.com Keberadaan rekam medis sangat diperlukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. emosi harapan dan kekhawatiran makhluk insani. perjanjian terapeutik adalah Undang undang nomor 36 tahun 2009 tentang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak awal mengenai umat manusia sudah dikenal adanya hubungan kepercayaan antara dua insan, yaitu manusia penyembuh dan penderita yang ingin disembuhkan. Dalam zaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sangat penting dalam menunjang kesehatan dari masyarakat. Maju atau
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam dunia medis yang semakin berkembang, peranan rumah sakit sangat penting dalam menunjang kesehatan dari masyarakat. Maju atau mundurnya pelayanan kesehatan rumah
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN [LN 2009/144, TLN 5063]
UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN [LN 2009/144, TLN 5063] BAB XX KETENTUAN PIDANA Pasal 190 (1) Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik
Lebih terperinciKODE MATA KULIAH : : Dr. Budiyanto, S.H.,M.H William H. Reba, S.H.,M.Hum Victor Th. Manengkey, S.H.,M.Hum Farida Kaplele, S.H.,M.
PROGRAM STUDI : ILMU HUKUM MATA KULIAH : KODE MATA KULIAH : 4220 SEMESTER : IV (Empat) SKS : 2 (Dua) DOSEN : Dr. Budiyanto, S.H.,M.H William H. Reba, S.H.,M.Hum Victor Th. Manengkey, S.H.,M.Hum Farida
Lebih terperinciAspek Etik dan Hukum Kesehatan
Aspek Etik dan Hukum Kesehatan Latar Belakang berlakunya etik sebagai norma dalam kehidupan manusia : - Kata etik atau etika, berasal dari dua kata yunani yang hampir sama bunyinya namun berbeda artinya.
Lebih terperinciTINJAUAN YURIDIS SOSIOLOGIS TERHADAP MALPRAKTEK YANG BERTENTANGAN DENGAN INFORMED CONSENT
TINJAUAN YURIDIS SOSIOLOGIS TERHADAP MALPRAKTEK YANG BERTENTANGAN DENGAN INFORMED CONSENT YANG DI BUAT OLEH DOKTER DALAM MELAKSANAKAN PROFESI KEDOKTERAN (Studi Di Rumah Sakit Islam Aisyiyah Malang) PENULISAN
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA MALPRAKTEK DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA. A. Pengaturan Tindak Pidana Malpraktek Ditinjau Dari KUHP (Kitab
BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA MALPRAKTEK DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA A. Pengaturan Tindak Pidana Malpraktek Ditinjau Dari KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) Beberapa pasal yang tercantum dalam
Lebih terperinciPada UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran khususnya pada pasal 52 juga diatur hak-hak pasien, yang meliputi:
Hak dan Kewajiban Pasien Menurut Undang-Undang Menurut Declaration of Lisbon (1981) : The Rights of the Patient disebutkan beberapa hak pasien, diantaranya hak memilih dokter, hak dirawat dokter yang bebas,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang biasa disebut dengaan istilah mengugurkan kandungan. Aborsi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Aborsi adalah pembunuhan janin yang di ketahui oleh masyarakat yang biasa disebut dengaan istilah mengugurkan kandungan. Aborsi dibedakan antara aborsi yang terjadi
Lebih terperinciI. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis
I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. di atas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
64 BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan dalam pembahasan di atas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Penegakan hukum terhadap tindakan malpraktek di
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana. pidana, namun tindak pidana sendiri dikenal dengan istilah staratbaarfeit.
1 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1. Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana 2.1.1. Tindak Pidana KUHP yang berlaku saat ini tidak tercantum adanya pengertian dari tindak pidana, namun tindak pidana sendiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum, hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, yaitu Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tuhan Yang Maha Esa tersebut tidak boleh dicabut oleh siapapun termasuk oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuhan Yang Maha Esa memberikan anugerah kepada manusia yaitu sebuah kehidupan yang harus dihormati oleh setiap orang. Kehidupan yang diberikan oleh Tuhan Yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kesehatan penting untuk menunjang program kesehatan lainnya. Pada saat ini
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan kesehatan adalah suatu usaha atau kegiatan untuk membantu individu, keluarga dan masyarakat dalam meningkatkan kemampuannya untuk mencapai kesehatan secara optimal.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan yang utama bagi setiap penduduk yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kesehatan merupakan kebutuhan yang utama bagi setiap penduduk yang hidup di dunia ini, dan pembangunan kesehatan pada dasarnya menyangkut baik kesehatan fisik mapupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. Indonesia Asahan Alumunium (INALUM) merupakan perusahaan asing (PMA) yang bergerak dalam bidang produksi alumunium batangan, dengan mutu sesuai standar internasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sendiri, angka pembunuhan janin per tahun sudah mencapai 3 juta. 1 Angka yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini Aborsi menjadi salah satu masalah yang cukup serius, dilihat dari tingginya angka aborsi yang kian meningkat dari tahun ke tahun. Di Indonesia sendiri,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa. sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Lebih terperinciI S D I Y A N T O NIM : C
TANGGUNG JAWAB DOKTER DALAM MELAKUKAN OPERASI BEDAH JANTUNG DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT Dr. SARDJITO YOGYAKARTA SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat syarat Guna Mencapai Derajat
Lebih terperinciIMPLEMENTASI DAN IMPLIKASI HUKUM CLINICAL PRIVILEGE SEBAGAI UPAYA PATIENT SAFETY DI RUMAH SAKIT
IMPLEMENTASI DAN IMPLIKASI HUKUM CLINICAL PRIVILEGE SEBAGAI UPAYA PATIENT SAFETY DI RUMAH SAKIT Nurul Hasna nurulhasna@yahoo.com Magister Hukum Kesehatan Universitas Katolik Soegijapranata Semarang ABSTRAK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. setiap orang, karena dengan hidup sehat setiap orang dapat menjalankan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sehat merupakan suatu hal yang diinginkan dalam kehidupan setiap orang, karena dengan hidup sehat setiap orang dapat menjalankan segala pemenuhan kebutuhan hidupnya
Lebih terperinci2. Hukum Kesehatan Indonesia : Suatu Pengantar
2. Hukum Kesehatan Indonesia : Suatu Pengantar Selayang Pandang: Hukum Pidana di Sektor Kesehatan Hukum Acara Pidana di Indonesia telah mengalami perkembangan yang demikian pesat. Perkembangan tersebut
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. Dokter terhadap Pasien Gawat Darurat atas Tindakan Medis Dalam Bentuk Implied
55 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai Tanggung Jawab Dokter terhadap Pasien Gawat Darurat atas Tindakan Medis Dalam Bentuk Implied Consent (Studi Kasus di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Abortus provocatus di Indonesia lebih populer disebut sebagai aborsi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Abortus provocatus di Indonesia lebih populer disebut sebagai aborsi (pengguguran kandungan). Maraknya aborsi dapat diketahui dari berita di surat kabar atau
Lebih terperinciFAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008
1 PENYANTUNAN BAGI KELUARGA MENINGGAL ATAU LUKA BERAT KECELAKAAN LALU LINTAS DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PENGAMBILAN PUTUSAN HAKIM Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan analisa pada uraian dari Bab I (satu) sampai dengan Bab IV. merupakan cangkupan dari bahasan sebelumnya.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan analisa pada uraian dari Bab I (satu) sampai dengan Bab IV (empat) skripsi ini, maka penulis menarik beberapa point kesimpulan dan saran yang merupakan cangkupan
Lebih terperinciAPLIKASI ETIKA DALAM PRAKTIK KEBIDANAN. IRMA NURIANTI, SKM. M.Kes
APLIKASI ETIKA DALAM PRAKTIK KEBIDANAN IRMA NURIANTI, SKM. M.Kes Praktek Kebidanan Oleh Bidan meliputi: 1. Pemeriksaan kehamilan 2. Pertolongan persalinan 3. Pelayanan keluarga berencana 4. Pemeriksaan
Lebih terperinciINFORMED CONSENT ANTARA DOKTER DENGAN PASIEN DALAM MELAKUKAN TINDAKAN MEDIS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN
INFORMED CONSENT ANTARA DOKTER DENGAN PASIEN DALAM MELAKUKAN TINDAKAN MEDIS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bersosialisasi dan sebagainya. Setiap orang dianggap mampu untuk menjaga
1 BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Sehat merupakan suatu keadaan yang ideal oleh setiap orang. Orang yang sehat akan hidup dengan teratur, mengkonsumsi makanan bergizi, berolah raga, bersosialisasi
Lebih terperincidisebut dengan Persetujuan Tindakan Medik. Secara harfiah, Informed Consent terdiri
Informed Consent adalah istilah yang telah diterjemahkan dan lebih sering disebut dengan Persetujuan Tindakan Medik. Secara harfiah, Informed Consent terdiri dari dua kata, yaitu : Informed dan Consent.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam hal ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa berkembang secara dinamik sesuai dengan perkembangan zaman. Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari interaksi antar
Lebih terperinciPERTANGGUNGJAWABAN PIDANA MALPRAKTIK DOKTER. Hb.Sujiantoro Dosen Fakultas Hukum Universitas Wisnuwardhana Malang. Abstrak:
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA MALPRAKTIK DOKTER Hb.Sujiantoro Dosen Fakultas Hukum Universitas Wisnuwardhana Malang Abstrak: Malpraktik adalah suatu istilah yang mempunyai konotasi buruk, praktik buruk/salah
Lebih terperinci