BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Profesi dokter merupakan profesi istimewa karena berhadapan
|
|
- Lanny Kusnadi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Profesi dokter merupakan profesi istimewa karena berhadapan langsung dengan begitu banyak segi-segi kehidupan manusia dan yang lebih utama dengan hidup itu sendiri yang merupakan hal paling esensial dari kehidupan. 1 Tanggung jawab dan tuntutan masyarakat terhadapnya adalah sebagai penolong dan pihak yang selalu mengutamakan kewajiban di atas hak-hak ataupun kepentingan pribadinya, serta menjadi harapan terakhir bagi yang membutuhkannya. Harapan yang digantungkan oleh pasien meliputi kepercayaan bahwa dokter akan mengusahakan yang terbaik, hal lain bahwa dokter akan mengusahakan yang terbaik untuk kesembuhannya. Ditinjau dari sudut pandang hukum kedokteran, bahwa dalam menjalakan profesinya, seorang dokter tidak dapat menjamin kesembuhan bagi pasiennya. Kewajiban seorang dokter hanyalah berusaha membantu proses penyembuhan pasien, istilah tersebut dinamakan dengan contract terapeutik. Jika muncul hasil dari tindakan medis yang tidak diharapkan seperti kematian, sepenuhnya menjadi resiko pasien yang bersangkutan. 2 1 Ratna Suprapti Samil, Etika Kedokteran Indonesia, (Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2001), hlm 37 2 J. Gunadi, Dokter dan Hukum, (Jakarta: Monella, 1986), hlm
2 Dari aspek hukum, hubungan dokter dengan pasiennya merupakan hubungan antara subyek hukum dan subyek hukum. Hubungan tersebut diatur oleh kaidah hukum perdata, mengenai cara para pihak melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai subyek hukum. Dengan mengacu kepada hak asasi manusia hak-hak pasien adalah hak-hak yang dimiliki pribadi manusia sebagai pasien, hak pasien dalam hukum kedokteran bertumpu dan berdasarkan atas dua hak asasi manusia, yaitu hak atas pemeliharaan kesehatan dan hak untuk menentukan nasib sendiri. Sedangkan yang menjadi kewajiban seorang pasien adalah memberikan informasi yang benar terhadap penyakit yang diderita pasien, memenuhi petunjuk atau nasihat dokter dan memberikan honor atau imbalan yang pantas. 3 Doktrin ilmu hukum mengenal dua macam perikatan yaitu, perikatan ikhtiar (Inspaning Verbintenis) dan perikatan hasil (Resultaat Verbintenis). Pada perikatan ikthiar, prestasi yang diberikan adalah upaya semaksimal mungkin. Sedangkan perikatan hasil, prestasi yang harus diberikan berupa hasil tertentu. 4 Kewajiban seorang dokter dalam menjalankan tugas profesinya dituntut untuk selalu berhati-hati dan cermat dalam memutuskan tindakan, karena tekait pula dengan nasib pasien. Ketika seorang dokter dalam menjalankan profesinya tidak memperhatikan apa yang menjadi 3 Ratna Suprapti Samil, Op. Cit. hlm Wila Chandrawila Spriadi, Hukum Kedokteran, (Bandung: Mandar Maju, 2001), hlm 7-2
3 kewajibannya maka, akan mengakibatkan penderitaan bahkan pada kematian. Oleh karenanya dalam menjalankan profesinya, disamping harus memiliki keahlian, seorang dokter juga harus memiliki kepekaan hati nurani dengan berpegang teguh kepada kode etik kedokteran dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kesalahan dokter dalam menjalankan profesi medis yang tidak sesuai dengan standar profesi medis ketika menjalankan profesinya, dikenal dengan istilah malpraktik. 5 Akibat malpraktek, tidak sedikit pula yang akhirnya berakhir dipersidangan dan dijatuhi sanksi pidana berdasarkan hukum yang berlaku. Seperti halnya yang terjadi pada Dr. Taufik Wahyudi Mahady. Sp.OG sebagaimana dalam putusan Kasasi Nomor 455/Pid/2010. Pada perkara ini dokter tersebut telah melakukan kelalaian dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang dokter. Kelalaian ini terjadi ketika seorang pasien datang untuk persalinan, dengan rujukan bidan desa ke Rumah Sakit Kesdam Iskandar Muda Tingkat III, Banda Aceh. Ketika itu terdakwa menjadi Operator Operasi Caesar. 6 Tahap pertama sesuai dengan tindakan medis dilakukan dengan baik tanpa ada pemasalahan, dengan kata lain sesuai dengan Standart Operasional Procedure (S.O.P) persalinan, namun yang menjadi 5 M. Jusuf Hanafiah dan Amri Amir, Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, (Jakarta: EGC, 2008) hlm 96. Malpraktik terdiri dari dua suku kata yaitu mal dan praktik. Mal berasal dari kata Yunani yang berarti buruk dan Praktik (dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia) berarti menjalankan perbuatan tersebut dalam teori atau menjalankan profesi (pekerjaan). Jadi malpraktik dapat diartikan sebagai menjalankan pekerjaan yang buruk kualitasnya, tidak lege artis, tidak tepat. Secara istilah malpraktik diartikan sebagai kelalaian atau kegagalan seorang dokter untuk mempergunakan tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim digunakan dalam mengobati pasien atau orang cedera menurut ukuran dilingkungan yang sama. 6 Putusan Mahkamah Agung No. 455/Pid/2010 3
4 permasalahan adalah ketika pembedahan, terdakwa tidak melaksanakan tugas profesi dengan baik sehingga ada kesalahan fatal yang terjadi yaitu tertinggalnya kain kasa sepanjang lebih 20x10 cm di dalam perut pasien dan tidak berhati-hati dalam menjahit organ-organ yang terdapat dalam perut pasien sehingga pasien menderita luka yang berkepanjangan. Tindak pidana yang ditujukan kepada dokter sebagai akibat tindakan malpraktek yang dilakukannya, diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) maupun di dalam ketentuan pidana yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan lainnya. Mengacu pada dakwaan yang dibuat jaksa, jenis tindak pidana yang dapat didakwakan kepada dokter yang melakukan malpraktek dalam menjalankan profesinya, diantaranya adalah tindak pidana kelalaian yang mengakibatkan luka atau luka berat (Pasal 360 KUHP) ataupun mengakibatkan kematian (Pasal 361 KUHP). Yang dikualifikasikan dengan pemberatan ancaman pidananya bila dilakukan dalam rangka melakukan pekerjaanya (Pasal 361 KUHP). Sedangkan pidana lain yang bukan kelalaian yang mungkin dapat didakwakan diantaranya adalah pembuatan keterangan palsu (Pasal KUHP), aborsi illegal (Pasal 349 KUHP jo pasal 347 dan 348 KUHP), penipuan (Pasal 382 bis) serta euthanasia (Pasal 344 KUHP). Sementara itu, ketentuan pidana yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan di luar KUHP, diantaranya dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dan Undang- Undang No 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran. 4
5 Seiring dengan perkembangan rumah sakit, pelayanan kesehatan cenderung menjadi instutisional. Pasien tidak lagi datang langsung ke dokter untuk memperoleh tindakan medik.pemeriksaan, perawatan, tindakan medik dan penunjangan medis dapat dilakukan pada institusiinstitusi seperti puskesmas, klinik spesialis ataupun rumah sakit. Tentu pelayanan ini menjadi lebih rumit karena menyangkut lebih banyak unsurunsur sumber daya baru (termasuk teknologi mutakhir, sistem baru, obatobatan baru), dan proses proses baru yang dilakukan oleh pasien. Di samping dokter, tenaga profesi lain lebih banyak yang terlibat pada penangan pasien. Dokter tidak bekerja sendiri lagi, tetapi dalam ikatan tim, bersama dengan spesialis atau konsultan lain. Oleh karena itu, hakikat hubungan dokter dengan pasien dalam konsep sebenarnya menjadi luntur. Karena seorang dokter tidak lagi menjadi satu-satunya fakktor penentu keberhasilan atau kegagalan suatu tindakan medik. Di dalam konsep pelayan medis yang diberikan oleh dokter dalam menjalankan profesinya, dokter hanya berkewajiban mengusahakan penyembuhan pasiennya. Konsep tersebut dapat disebut juga dengan konsep kontrak terapeutik, hal ini tidaklah berarti dokter harus pula menjamin hasilnya. Apabila kemudian munculnya hasil dari tindakan medis yang tidak diharapkan, seperti kematian, sepenuhnya menjadi resiko pasien yang bersangkutan, maka sepanjang tindakan-tindakan medik yang dilakukan oleh dokter sesuai dengan standar operasional dan prosedur tindakan medik dan tidak bertentangan dengan etika profesi 5
6 kedokteran, oleh karena itu dokter dapat dibebaskan dari pertanggungjawaban hukum. Ditinjau dari aspek hukum pidana, jika terjadi malpraktek (memenuhi unsur kesalahan dan dilakukan antara secara melawan hukum, maka terhadap pelakunya dapat dimintai pertanggungjawaban) seorang dokter dapat dipidanakan berdasarkan aturan dalam hukum pidana. 7 Melihat ada kemungkinan terjadinya malpraktek secara sengaja, namun sebagian besar malpraktek terjadi diluar adanya unsur kesengajaan. Dalam hal ini, telah terjadi kelalaian medis yang dilakukan dokter dalam menjalankan profesinya. Kelalaian dengan adanya suatu sikap yang sifatnya lebih serius, yaitu sikap ketidak hati-hatian terhadap kemungkinan resiko yang bisa menyebabkan orang lain terluka atau mati sehingga harus bertanggung jawab terhadap tuntutan kriminal oleh negara. 8 Dalam sistem pembuktian di peradilan harus berpedoman pada asasasas yang berlaku dalam proses peradilan pidana. Seperti asas praduga tidak bersalah (Presumption Of Innocence), asas persamaan dihadapan hukum (Equality before the law) dan asas pemeriksaan akusator. 9 Berdasarkan Pembuktian yang dilakukan, maka menurut Pasal 183 KUHAP. Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali dengan sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti yang sah. Apabila 7 Ibid. 8 Ibid. 9 Syamsul Bahri Radjam, Hak Warga Negara Dalam Hukum Acara Pidana, (Jakarta: Djambatan, 2006), hlm.273 6
7 dalam peradilan pidana terbukti bahwa adanya kesalahan, maka terhadap dokter tersebut akan berlaku pertanggung jawaban hukum berdasarkan hukum pidana. Berdasarkan permasalahan yang telah penulis uraikan di atas, oleh karena itu penulis tertarik untuk membahas kasus terebut ditinjau dari sudut pandang pembuktian kelalaian dokter dan pertanggung jawaban pidananya dalam melakukan malpraktik. Oleh karena itu penulis mengambil judul : PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA TERHADAP DOKTER YANG MELAKUKAN MALPRAKTEK (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. 455 K/PID/2010). B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana cara membuktikan kesalahan dokter pada putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 455 K/PID/2010 yang melakukan kelalaian medis menurut hukum pidana? 2. Bagaimana pertanggung jawaban pidana dokter yang melakukan kelalaian medis dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 455 K/PID/2010? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui cara membuktikan kesalahan dokter pada Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 455 K/PID/2010 yang melakukan kelalaian medis menurut hukum pidana 2. Untuk mengetahui bagaimana cara pertanggung jawaban pidana seorang dokter yang melakukan kelalaian medis. 7
8 D. Kerangka Pemikiran Guna memberikan suatu batasan dalam penelitian ini, sehingga pembahasannya menjadi fokus dan tidak melebar, maka ruang lingkup pada penelitian ini dilakukan dalam tiga kerangka batasan. Pertama, kerangka pembidangan hukum. Dalam penelitian ini, ruang lingkup pembahasan dilakukan pada kerangka hukum pidana meliputi, aturan hukum pidana materil dan aturan hukum pidana formil. Hukum pidana materil yang digunakan adalah aturan-aturan dalam KUHP terkait dengan kelalaian terhadap kejahatan tubuh dan jiwa. Sedangkan hukum pidana formil yang digunakan adalah hukum pembuktian. Kedua, pertanggung jawaban hukum. Dalam penelitian ini, ruang lingkup pembahasan yang digunakan untuk menilai pertanggung jawaban hukum hanya terbatas pada pertanggung jawaban pidana. Sedangkan pertanggung jawaban secara perdata (seperti ganti rugi) ataupun administratif (seperti pencabutan izin) bukan merupakan ruang lingkup pembahasan dalam skripsi ini. Ketiga, guna memperoleh suatu kajian yang mendalam dan kongkrit dalam penulisan ini, maka akan dilakukan studi kasus terhadap satu putusan pengadilan yang terkait dengan tema yang dibahas dalam penulisan ini. Pertanggungjawaban pidana mempunyai unsur : kemampuan bertanggung jawab 10 H. A. Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana 1, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm
9 2. kesalahan pembuat, kesengajaan dalam tiga coraknya dan culpa lata dalam dua coraknya, dan 3. tidak ada dasar pemaaf. Ketiga unsur-unsur perbuatan kriminal dan unsur-unsur pertanggung jawaban kriminal tersebut dinyatakan secara espressis verbis (secara tegas) di dalam undang-undang pidana. Misalnya ada kalanya unsur melawan hukum tidak disebut, demikianpun ketiadaan dasar pembenar. Yang dinyatakan dengan tegas oleh undang-undang ialah kebalikannya yaitu dasar pembenar. Demikian pun unsur-unsur pertanggung jawaban pembuat delik seperti kemampuan bertanggung jawab dan ketiadaan dasar pemaaf tidak disebut dengan tegas. Kadang-kadang juga unsur kesalahan tidak disebut tetapi dapat disimpulkan dari kata kerja yang digunakan. Tidak disebutnya unsur-unsur delik dan unsur-unsur pertanggung jawaban pembuat delik tersebut, tidaklah berarti bahwa hal itu bukan unsur konstitutif setiap delik dan pertanggungjawab pembuat. 11 Pertanggung jawaban pidana dalam istilah asing disebut dengan teoreknbaardheid atau criminal responsibility yang menjurus kepada pemidanaan pelaku dengan maksud untuk menentukan apakah seorang terdakwa atau tersangka dipertanggung jawabkan atas suatu tindakan pidana yang terjadi atau tidak. Untuk dapat dipidananya pelaku tindak pidana, diharuskan tindak pidana yang dilakukannya itu memenuhi unsur-unsur delik yang telah ditentukan dalam undang-undang. Dilihat dari sudut terjadinya tindakan 11 Ibid. 9
10 yang dilarang, seseorang akan dipertanggung jawabkan atas tindakantindakan tersebut, apabila tindakan tersebut melawan hukum serta tidak ada alasan pembenar atau peniadaan sifat melawan hukum untuk pidana yang dilakukannya. Menurut Pompe kemampuan bertanggung jawab pidana harus mempunyai unsur-unsur sebagai berikut Kemampuan berpikir (psychisch) pembuat (dader) yang memungkinkan ia menguasai pikirannya, yang memungkinkan ia menentukan perbuatannya. 2. Dan oleh sebab itu, ia dapat menentukan akibat perbuatannya; 3. Dan oleh sebab itu pula, ia menentukan kehendaknya sesuai dengan pendapatnya. Syarat-syarat orang dapat dipertanggung jawabkan menurut G.A. Van Hamel adalah: Jiwa orang harus sedemikian rupa sehingga dia mengerti atau mengisyafi nilai dari perbuatannya; 2. Orang harus menginsyafi bahwa perbuatannya menurut tatacara kemasyarakatan adalah dilarang; 3. Orang harus dapat menentukan kehendaknya terhadap perbuatannya. Dalam pasal-pasal KUHP, unsur-unsur delik dan unsur pertanggung jawaban pidana bercampur aduk pada buku I dan III, 12 Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2008), hlm Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: Sinar Baru,1983), hlm 10
11 sehingga dalam membedakannya dibutuhkan seorang ahli yang dapat menentukan unsur keduanya. Syarat pemidanaan pada KUHP disamakan dengan delik, oleh karena itu dalam pemuatan unsur-unsur delik dalam penuntutan haruslah dapat dibuktikan juga dalam persidangan. 14 E. Metode Penelitian Metode penelitian dalam skripsi ini memakai metode Deskritif yaitu Penjelasan terhadap penggabungan teori-teori yang telah ada dan penganalisisan terhadap teori tersebut serta menghubungkannya dengan realita yang terjadi saat ini. Penelitian yang menjelaskan kasus dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif yang menyangkut permasalahan di atas. Metode ini memberikan gambaran yang sistematis, faktual serta akurat dari objek penelitian yakni mengenai studi normatif terhadap putusan Mahkamah Agung Nomor 455/Pid/2010 kasus dokter yang melakukan kelalaian dalam profesi. Selain itu dalam pelaksanaan metode ini tidak hanya sekedar mengumpulkan data saja tetapi menganalisis dan menginterpretasikan data tersebut. 1. Metode pendekatan Metode yang digunakan adalah pendekatan Normatif metode ini adalah penelitian terhadap suatu teori dan metode analisis yang 14 Ibid 11
12 termasuk ke dalam disiplin Ilmu Hukum Dogmatis. Penelitian hukum normatif merupakan penelitian kepustakaan, yaitu penelitian terhadap data sekunder. Dengan menggunakan metode Normatif. Metode penelitian ini lebih menitik beratkan pada data-data sekunder berupa bahan-bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang berkaitan dengan kelalaian dokter dalam menjalankan tugas profesinnya Dalam penulisan ini berupaya untuk mengungkap makna yang ada dibalik pasal sehingga diperlukan berbagai teori dan konsep-konsep hukum. Metode penelitian ini digunakan karena tidak bertitik tolak pada putusan Mahkamah Agung Nomor 455/Pid/2010 sehingga penggunaan metode Yuridis-Normatif digunakan untuk penelitian terhadap kasus hukum yang telah ada, sehingga bisa menciptakan keadilan pada masyarakat. 2. Tahap penelitian Melalui studi kepustakaan penulis dapat mempelajari dan meneliti sumber-sumber hukum yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas guna memperjelas pembahasan dengan mengumpulkan : a. Bahan hukum primer, berupa peraturan perundang-undangan yaitu Putusan Mahkamah Agung No 455 K/PID/2010, Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun
13 Tentang Praktik Kedokteran, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang membantu penganalisisan bahan hukum primer yang relevan dengan masalah yang diteliti. 3. Analisis data Sesuai dengan metode pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini, maka analisis data dilakukan secara kualitatif, yaitu menggambarkan data berupa uraian yang telah tersusun secara sistematis dan kemudian dianalisis. Dengan memperhatikan hierarki perundang-undangan, dalam peraturan perundang-undangan yang derajatnya lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang derajatnya lebih tinggi. Dan yang terakhir kepastian hukum, dalam arti peraturan perundang-undangan yang diteliti betul-betul dilaksanankan dan di dukung oleh penegak hukum. Sehingga pada akhirnya akan ditemukan jawaban mengenai objek yang sedang diteliti secara menyeluruh. F. Sistematika Penulisan Di dalam penulisan skripsi ini, penulis mencoba menyusun sistematika penulisan sebagai berikut : 13
14 BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai Latar Belakang Penelitian, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Kerangka Pemikiran, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan. BAB II PERTANGGUNG JAWABAN PROFESI DOKTER Bab ini menguraikan tentang pengertian Hukum Pidana, Tindak Pidana, Ajaran Kesalahan, Pertanggung Jawaban Pidana, Ajaran Dasar Penghapusan Pidana, dan Pembuktian Dalam Hukum Pidana. BAB III RESIKO MEDIK DAN ETIKA PROFESI KEDOKTERAN Dalam bab ini akan membahas mengenai Teori Penyakit dan Sistem Perawatan Kesehatan, Pengertian Resiko Medik, Malpraktek Medis, Kelalaian Medis, Hukum dan Etika Tindakan Operasi Caesar dan Pembuktian Kelalaian Medis. BAB IV PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA DOKTER YANG MELAKUKAN MALPRAKTEK DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 455 K/PID/2010 Bab ini merupakan bab pembahasan, yang mana di dalamnya berisikan mengenai Kasus Posisi, Fakta Hukum di Persidangan, Cara Membuktikan Kesalahan Dokter Yang Melakukan 14
15 Malpraktek Menurut Hukum Pidana, Pertanggung Jawaban Pidana Dokter Yang Melakukan Kelalaian Medis. BAB V PENUTUP Bab ini menguraikan mengenai, kesimpulan sebagai jawaban atas identifikasi masalah yang telah dibuat, dan saran yang merupakan kontribusi dari hasil pemikiran penulis atas permasalahan yang ada dalam identifikasi masalah dengan harapan semoga dapat memberikan suatu kontribusi dalam penyelesaian permasalahan terkait. 15
BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang
Lebih terperinciKEDUDUKAN REKAM MEDIS DALAM
KEDUDUKAN REKAM MEDIS DALAM PEMBUKTIAN PERKARA MALPRAKTEK DI BIDANG KEDOKTERAN 1 Oleh: Agriane Trenny Sumilat 2 ABSTRAK Kesehatan memiliki arti yang sangat penting bagi setiap orang. Kesehatan menjadi
Lebih terperinciI. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis
I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kedudukannya sebagai instrumen hukum publik yang mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, maka Undang-Undang Nomor 8 Tahun
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. petindak dengan maksud untuk menentukan apakah seseorang terdakwa atau
14 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana dalam istilah asing tersebut juga dengan teorekenbaardheid atau criminal responsibility yang menjurus kepada pemidanaan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN 2.1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Dasar dari adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dari dapat dipidananya
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit yang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan
18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang menentukan dan kekuatan kaidahkaidah hukum positif dalam konkretisasi oleh hakim melalui
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana 1. Kekuasaan Kehakiman Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dipersidangan, dan hakim sebagai aparatur penegak hukum hanya akan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Surat dakwaan merupakan dasar pemeriksaan suatu perkara pidana dipersidangan, dan hakim sebagai aparatur penegak hukum hanya akan mempertimbangkan dan menilai
Lebih terperinciABSTRAK. Kata kunci : Informed Consent, kesehatan, medis
ABSTRAK INDRA SETYADI RAHIM, NIM 271409137, Implementasi Informed Consent di Rumah Sakit Prof. Dr. H. Aloei Saboe. Dibawah bimbingan I DR. Fence M. Wantu S.H., M.H dan bimbingan II Dian Ekawaty Ismail
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MALPRAKTEK DI BIDANG MEDIS. dalam undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MALPRAKTEK DI BIDANG MEDIS 1.1 Ganti Kerugian Pengertian mengenai ganti kerugian tidak ditemukan dalam KUHP, namun pengertian mengenai ganti kerugian dapat dilihat menurut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari aspek yuridis maka pengertian anak dalam hukum positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ minderjaring, 1 orang yang di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum, hal ini telah dinyatakan dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara hukum, hal ini telah dinyatakan dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum, tidak berdasar
Lebih terperinciPresiden, DPR, dan BPK.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG KPK adalah lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK bersifat independen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alat bukti berupa keterangan saksi sangatlah lazim digunakan dalam penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi dimaksudkan untuk
Lebih terperincidengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah merupakan negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 bukan berdasarkan atas kekuasaan semata. Indonesia
Lebih terperinciInform Consent. Purnamandala Arie Pradipta Novita Natasya Calvindra L
Inform Consent Purnamandala Arie Pradipta Novita Natasya Calvindra L 1 PENDAHULUAN Malpraktek pada dasarnya adalah tindakan tenaga profesional (profesi) yang bertentangan dengan Standard Operating Procedure
Lebih terperinciArief Setiyoargo, at all., Analisis Yuridis Permohonan Kasasi Jakasa Penuntut Umum...
1 ANALISIS YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG TENTANG PERMOHONAN KASASI JAKSA PENUNTUT UMUM TERHADAP PUTUSAN BEBAS DALAM TINDAK PIDANA KARENA KEALPAANNYA MENYEBABKAN ORANG LAIN LUKA SEDEMIKIAN RUPA YANG DILAKUKAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kepada pemeriksaan keterangan saksi sekurang-kurangnya disamping. pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tidak ada suatu perkara pidana yang lepas dari pembuktian alat bukti keterangan saksi. Hampir semua pembuktian perkara pidana, selalu didasarkan kepada pemeriksaan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi
13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi a. Peranan korporasi menjadi penting dalam tindak pidana karena sebagai akibat dari perubahan yang terjadi dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah Negara hukum, dimana setiap orang dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa penerapan peraturan dalam
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai dengan hukuman pidana.
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban pidana 1. Pengertian Pidana Istilah pidana atau hukuman yang merupakan istilah umum dan konvensional dapat mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Kesehatan merupakan hal yang penting bagi setiap orang. Dalam
12 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kesehatan merupakan hal yang penting bagi setiap orang. Dalam kondisi sehat, orang dapat berpikir dan melakukan segala aktifitasnya secara optimal dan menghasilkan
Lebih terperinciPenerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)
Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) 1. Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H, 2. Suriani, S.H.,M.H Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur bahwa dalam beracara pidana, terdapat alat bukti yang sah yakni: keterangan Saksi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu masyarakat tertentu atau dalam Negara tertentu saja, tetapi merupakan permasalahan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid), sesungguhnya tidak hanya menyangkut soal hukum semata-mata, melainkan juga menyangkut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris sebagai pejabat umum merupakan salah satu organ Negara yang dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum kepada masyarakat, teristimewa dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya
11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya mengharuskan manusia untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana dimungkinkan untuk melakukan upaya hukum. Ada upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Upaya hukum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan merupakan suatu fenomena kompleks yang dapat dipahami dari segi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar tentang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini menganut asas kesalahan sebagai salah satu asas disamping asas legalitas.
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. diancam dengan pidana. Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Jenis Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan
Lebih terperinciPROSES HUKUM TERHADAP ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DALAM TINDAK PIDANA PENGGELAPAN JURNAL ILMIAH
1 PROSES HUKUM TERHADAP ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DALAM TINDAK PIDANA PENGGELAPAN JURNAL ILMIAH Oleh : I PUTU DIRGANTARA D1A 110 163 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM MATARAM 2014 2
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia menerima hukum sebagai
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.
Lebih terperinciKEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH
KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA Oleh : Sumaidi, SH.MH Abstrak Aparat penegak hukum mengalami kendala dalam proses pengumpulan alat-alat bukti yang sah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perlakuan yang sama dihadapan hukum 1. Menurut M. Scheltema mengatakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukansecara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Sejalan dengan ketentuan tersebut maka salah
Lebih terperinciPERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA. Oleh : Yulia Monita dan Dheny Wahyudhi 1 ABSTRAK
Peranan Dokter Forensik, Pembuktian Pidana 127 PERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA Oleh : Yulia Monita dan Dheny Wahyudhi 1 ABSTRAK Di dalam pembuktian perkara tindak pidana yang berkaitan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Pidana Sebagaimana yang telah diuraikan oleh banyak pakar hukum mengenai hukum pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi terhadap
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya 1
III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lain, terpengaruh obat-obatan dan lain-lain. yang memiliki kekuasaan dan ekonomi yang tinggi.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Banyak kecelakaan lalu lintas yang terjadi disebabkan oleh kelalaian pengemudi baik kendaraan roda dua maupun kendaraan roda empat. Beberapa faktor yang menyebabkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim Dalam Proses Peradilan Pidana
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tugas dan Wewenang Hakim Dalam Proses Peradilan Pidana 1. Kekuasaan Kehakiman Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu pergaulan hidup di dalam masyarakat yang teratur dan maju tidak dapat berlangsung tanpa adanya jaminan akan kepastian hukum serta penegakan hukum yang baik demi terwujudnya
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban
18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Setiap tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang pada dasarnya orang tersebut wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban pidana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. rangka menciptakan tatanan masyarakat yang tertib dan damai. 1 Putusan hakim
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah penegakan hukum merupakan hal penting dalam rangka menciptakan tata tertib, ketentraman, dan keamanan dalam kehidupan suatu masyarakat. Hukum pada dasarnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terdakwa melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang didakwakan Penuntut. tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembuktian merupakan tahap paling menentukan dalam proses peradilan pidana mengingat pada tahap pembuktian tersebut akan ditentukan terbukti tidaknya seorang
Lebih terperinciKESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2
Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013 KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
Lebih terperinciBAB III ANALISA HASIL PENELITIAN
BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN A. Analisa Yuridis Malpraktik Profesi Medis Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 merumuskan banyak tindak pidana
Lebih terperinciPRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA
PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum Pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Justru yang utama dan mendasar ada di dalam Undang Undang Praktek. kelalaian dalam melaksanakan profesi dalam undang-undang praktek
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem hukum Indonesia yang salah satu komponennya adalah hukum substantif, diantaranya hukum pidana, hukum perdata dan hukum administrasi. Justru yang utama dan mendasar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terlihat pada ujud pidana yang termuat dalam pasal pasal KUHP yaitu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pandangan KUHP yang dapat menjadi subjek tindak pidana adalah seorang manusia sebagai oknum.ini mudah terlihat pada perumusan perumusan dari tindak pidana
Lebih terperinciReni Jayanti B ABSTRAK
Analisis Yuridis Tentang Pertanggungjawaban Pidana Penyalahgunaan Narkotika Golongan I Bagi Diri Sendiri (Studi Kasus Putusan: No.147/Pid.SUS/2011/PN.MAROS) Reni Jayanti B111 09282 ABSTRAK Penelitian ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD
Lebih terperinciKekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana
1 Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana Novelina MS Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk Fakultas Hukum USI Pematangsiantar Abstrak Adakalanya dalam pembuktian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tentang isi keadilan sukar untuk memberi batasannya. Aristoteles
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tentang isi keadilan sukar untuk memberi batasannya. Aristoteles membedakan adanya dua macam keadilan sebagaimana dikutip oleh Sudikno Mertokusumo dalam bukunya,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. efektif antara dokter dengan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Informed consent merupakan suatu proses yang menunjukkan komunikasi yang efektif antara dokter dengan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana yang populer dengan nama KUHAP sejak diundangkannya pada tanggal 31 Desember 1981,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka, negara Indonesia merupakan negara demokratis yang menjunjung
Lebih terperinciBAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP
40 BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP 1. Pengertian Penganiayaan yang berakibat luka berat Dalam Undang-Undang tidak memberikan perumusan apa yang dinamakan penganiayaan. Namun menurut
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.
BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam Negara Hukum, negara mengakui dan melindungi hak asasi manusia setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum. Persamaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada warga. organ pemerintah yang melaksanakan tugas dan kewenangannya agar
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara sebagai pemegang kekuasaan tertinggi memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada warga negaranya. Di dalam menjalankan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai konfigurasi peradaban manusia berjalan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sebagai komunitas dimana manusia tumbuh dan berkembang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Perbuatan cabul yang dilakukan orang dewasa kepada anak yang masih dibawah umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility
Lebih terperinciPROPOSAL TESIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN SEBAGAI KONSUMEN JASA DI BIDANG PELAYANAN MEDIS (SUATU TINJAUAN DARI SUDUT HUKUM PERDATA)
PROPOSAL TESIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN SEBAGAI KONSUMEN JASA DI BIDANG PELAYANAN MEDIS (SUATU TINJAUAN DARI SUDUT HUKUM PERDATA) 1.1.Latar Belakang Masalah Dalam dunia medis yang semakin berkembang,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung pengakuan terhadap harkat dan martabat manusia didalam menemukan kemerdekaan, keadilan dan perdamaian
Lebih terperinciAbstrak. Kata kunci: Peninjauan Kembali, Kehkilafan /Kekeliranan Nyata, Penipuan. Abstract. Keywords:
Abstrak Penelitian hukum ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian alasan terpidana pelaku tindak pidana penipuan dalam mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali dengan dasar adanya suatu kehilafaan hakim
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada tanggal 31 Desember 1981, Bangsa Indonesia telah memiliki Undangundang Hukum Acara Pidana karya bangsa sendiri, yaitu dengan diundangkannya Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu menimbulkan keresahan serta rasa tidak aman pada masyarakat. Tindak pidana yang terjadi di Indonesia juga
Lebih terperinciperadilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Dalam hal ini, untuk
BAB II JENIS- JENIS PUTUSAN YANG DIJATUHKAN PENGADILAN TERHADAP SUATU PERKARA PIDANA Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman diserahkan kepada badan- badan peradilan dengan tugas pokok untuk menerima, memeriksa,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dilihat secara empiris disparitas pidana merupakan bentuk dari ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas pidana juga membawa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penegakan hukum di Indonesia, pembinaan dan pengarahan, perlu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum di Indonesia, pembinaan dan pengarahan, perlu dilakukan supaya hukum mampu memenuhi kebutuhan sesuai dengan tingkat kemajuan masyarakat Indonesia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan pembunuhan mengalami peningkatan yang berarti dari segi kualitas dan kuantitasnya. Hal ini bisa diketahui dari banyaknya pemberitaan melalui media massa maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma-norma yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukuman pidana. Maka, sifat-sifat yang ada di dalam
Lebih terperinciSURAT TUNTUTAN (REQUISITOIR) DALAM PROSES PERKARA PIDANA
SURAT TUNTUTAN (REQUISITOIR) DALAM PROSES PERKARA PIDANA Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Disusun Oleh
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jaksa pada setiap kejaksaan mempunyai tugas pelaksanaan eksekusi putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hukum pada umumnya diartikan sebagai keseluruhan kumpulankumpulan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum pada umumnya diartikan sebagai keseluruhan kumpulankumpulan peraturan-peraturan tertulis atau kaidah-kaidah dalam suatu masyarakat sebagai susunan sosial, keseluruhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Negara juga menjunjung tinggi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara hukum, termuat dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 perubahan ke-4. Ketentuan pasal tersebut merupakan landasan konstitusional bahwa Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terkait dalam bidang pemeliharaan kesehatan. 1 Untuk memelihara kesehatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan pokok manusia karena kesehatan merupakan modal utama manusia dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Melaksanakan upaya kesehatan yang
Lebih terperinciBAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA
BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA A. Batasan Pengaturan Tindak Pidana Kekekerasan Fisik
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah kehidupan hukum pidana Indonesia menyebutkan istilah korupsi pertama kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi menjadi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal yang dalam kepustakaan asing sering dikenal dengan berbagai istilah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 2009, hlm Penjelasan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik, sejauh pembuatan akta otentik tersebut tidak dikhususkan kepada pejabat umum lainnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat). yaitu Negara Indonesia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional Indonesia telah mempunyai arah dan tujuan yang jelas dan terarah, yaitu untuk mencapai suatu keadaan masyarakat Indonesia yang adil dan
Lebih terperinciTINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D
TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D 101 08 100 ABSTRAK Tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh beberapa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana pencabulan adalah suatu tindak pidana yang bertentangan dan melanggar kesopanan dan kesusilaan seseorang mengenai dan yang berhubungan dengan alat kelamin
Lebih terperinciPENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak
PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D 101 10 523 Abstrak Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat), tidak berdasarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pidana, oleh karena itu, hukum acara pidana merupakan suatu rangkaian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum acara pidana berhubungan erat dengan diadakannya hukum pidana, oleh karena itu, hukum acara pidana merupakan suatu rangkaian peraturan yang memuat cara bagaimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menentukan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum acara pidana merupakan bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menentukan perbuatan yang tidak
Lebih terperinciAndrie Irawan, SH., MH Fakultas Hukum Universitas Cokroaminoto Yogyakarta
* Andrie Irawan, SH., MH Fakultas Hukum Universitas Cokroaminoto Yogyakarta *Kesehatan dlm kosnep duni internasional adalah a state of complete physical, mental and social, well being and not merely the
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana didasarkan pada asas kesalahan (culpabilitas), yang
20 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana didasarkan pada asas kesalahan (culpabilitas), yang didasarkan pada keseimbangan monodualistik bahwa asas kesalahan yang didasarkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan hukum dalam mendukung jalannya roda pembangunan maupun dunia usaha memang sangat penting. Hal ini terutama berkaitan dengan adanya jaminan kepastian hukum.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penggelapan di Indonesia saat ini menjadi salah satu penyebab terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai kehidupan dalam
Lebih terperinci