SINDY MARIETA PUTRI A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SINDY MARIETA PUTRI A"

Transkripsi

1 1 EFEKTIVITAS STERILISASI IRADIASI SINAR GAMMA CO-60 DAN MESIN BERKAS ELEKTRON TERHADAP BERBAGAI BAHAN PEMBAWA SERTA VIABILITAS INOKULAN DALAM BAHAN PEMBAWA ARANG BATOK DAN ZEOLIT SINDY MARIETA PUTRI A PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 2 RINGKASAN SINDY MARIETA PUTRI. Efektivitas Sterilisasi Iradiasi Sinar Gamma Co-60 dan Mesin Berkas Elektron terhadap Berbagai Bahan Pembawa serta Viabilitas Inokulan dalam Bahan Pembawa Arang Batok Dan Zeolit. Dibimbing oleh ISWANDI ANAS, FAHRIZAL HAZRA dan ANIA CITRARESMINI. Pupuk hayati adalah suatu bahan atau materi yang berisi mikrob hidup seperti mikrob penambat N, mikrob pelarut P maupun mikrob perombak selulosa yang diaplikasikan kepada biji, tanaman atau tanah dengan tujuan mendukung pertumbuhan serta meningkatkan hara tersedia bagi tanaman. Penggunaan pupuk hayati ini menjadi alternatif yang sangat baik dalam mendukung penggunaan pupuk kimia sehingga lebih ramah lingkungan. Pupuk hayati dikemas dalam suatu bahan pembawa (carrier) seperti gambut, arang, kompos, zeolit dan sebagainya yang berfungsi sebagai tempat hidup dan menjaga efektivitas mikrob dalam kurun waktu tertentu. Bahan pembawa merupakan faktor yang penting dalam menentukan kualitas pupuk hayati tersebut. Syarat bahan pembawa yang baik adalah bebas dari mikrob indigenus yang tidak diinginkan sehingga mikrob inokulan mampu hidup dan bertahan di dalam bahan pembawa, untuk itu perlu adanya proses sterilisasi bahan pembawa. Penelitian bertujuan untuk mengetahui tingkat efektivitas metode sterilisasi Iradiasi Sinar Gamma Co-60, Mesin Berkas Elektron (MBE) dan autoklaf terhadap jumlah mikrob indigenus bahan pembawa arang batok, zeolit, arang kayu dan gambut Rawa Pening. Selain itu juga bertujuan untuk mengetahui viabilitas inokulan Azospirillum, Azotobacter dan Fungi Pelarut Fosfat (FPF) dalam bahan pembawa arang batok dan zeolit steril. Proses sterilisasi Iradiasi Sinar Gamma Co-60 dan MBE dilakukan di PATIR - BATAN, sedangkan untuk sterilisasi autoklaf serta uji sterilitas dan viabilitas inokulan dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanah, Fakultas Pertanian, IPB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan metode sterilisasi iradiasi Sinar Gamma Co-60 pada dosis 50 kgy, Mesin Berkas Elektron dan autoklaf efektif dalam mensterilkan bahan pembawa dari mikrob indigenus dengan batas minimum mikrob terdeteksi 10 2 spk/g. Hasil uji viabilitas inokulan Azospirillum, Azotobacter dan FPF memiliki pola menurun di dalam bahan pembawa steril Iradiasi Sinar Gamma Co-60, MBE maupun autoklaf yang disimpan pada suhu kamar (25 0 C) hingga 70 hari. Bahan pembawa zeolit steril iradiasi Sinar Gamma Co-60 dan autoklaf dengan inokulan Azospirillum menunjukkan hasil yang terbaik dalam uji viabilitas dengan persentase penurunan jumlah sel sebesar %. Namun penggunaan metode sterilisasi autoklaf terhadap bahan pembawa arang batok menyebabkan penurunan jumlah sel inokulan FPF sebesar % sehingga autoklaf bukanlah metode sterilisasi yang terbaik. Kata Kunci : Pupuk hayati, Bahan Pembawa, Sterilisasi, Iradiasi Sinar Gamma Co-60, Mesin Berkas Elektron, Viabilitas.

3 3 SUMMARY SINDY MARIETA PUTRI. The Effectiveness of Gamma Irradiation Co-60 and Electron Beam Machine toward Carrier Sterilization and Viability of Inoculant on Coconut Shell Charcoal and Zeolite. Supervised by ISWANDI ANAS, FAHRIZAL HAZRA and ANIA CITRARESMINI. Biofertilizer is a substance containing living microorganism such as nitrogen fixing bacteria, phosphate solubilizing microorganism and organic matter decomposing microorganism which applied to seed, plant surface or soil to improve growth and increasing supply of availability of primary nutrients to the plant. Application of biofertilizer becomes alternative fertilizer to support application of chemical fertilizer to preserve the environment. Biofertilizers are packaged on carrier material such as peat, charcoal, compost, zeolite and others which can provide ideal home and keep the effectiveness of microorganism during storage period. Carrier is important thing to determine the quality of biofertilizer. The property of good carrier is free for unwanted indigenous microorganism to keep high number of inoculants microorganism, so that must be carrier sterilization. The purpose of this research was to investigate the effectiveness of Gamma Irradiation Co-60, Electron Beam Machine (EBM) and autoclave toward decreasing the number of indigenous microorganism on carrier material coconut shell charcoal, zeolite, wood charcoal and peat from Rawa Pening. Beside that to investigate viability of Azospirillum, Azotobacter and Phosphate Solubilizing Fungi inoculants on carrier material coconut shell charcoal and zeolite. Sterilization of Gamma Irradiation Co-60 and EBM conducted in PATIR BATAN, while sterilization of autoclave, sterility tests and viability tests conducted in Laboratory of Soil Biotechnology, Agricultural Faculty, IPB. The result shows using Gamma Irradiation Co-60 at 50 kgy, Electron Beam Machine (EBM) and autoclave are effective to sterilize indigenous microorganism on carrier materials with minimum detection limit was 10 2 cfu/g. The result of viability of Azospirillum, Azotobacter dan Phosphate Solubilizing Fungi inoculants on sterilized carrier material by Gamma Irradiation Co-60, EBM and autoclave tended to decline during storage 70 days at room temperature (25 0 C). Viable cell Azospirillum inoculants on zeolite sterilized by Gamma Irradiation Co-60 and autoclave give best performance of viability test with decreased number of cell were %. While using autoclave toward coconut shell charcoal leads to decrease viable cell of Phosphate Solubilizing Fungi inoculants to % aimed that autoclave was not best method of sterilization. Keywords : Biofertilizer, Carrier, Sterilization, Gamma Irradiation Co-60, Electron Beam Machine, Viability.

4 4 EFEKTIVITAS STERILISASI IRADIASI SINAR GAMMA CO-60 DAN MESIN BERKAS ELEKTRON TERHADAP BERBAGAI BAHAN PEMBAWA SERTA VIABILITAS INOKULAN DALAM BAHAN PEMBAWA ARANG BATOK DAN ZEOLIT Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor SINDY MARIETA PUTRI A PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

5 i Judul Penelitian : Efektivitas Sterilisasi Iradiasi Sinar Gamma Co-60 dan Mesin Berkas Elektron terhadap Berbagai Bahan Pembawa serta Viabilitas Inokulan dalam Bahan Pembawa Arang Batok dan Zeolit Nama NRP : Sindy Marieta Putri : A Menyetujui, Pembimbing Ketua Prof. Dr. Ir. Iswandi Anas, M.Sc. NIP Anggota Anggota Ir. Fahrizal Hazra, M.Sc. Ania Citraresmini, SP. MP NIP NIP Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc. NIP : Tanggal Lulus :

6 ii RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 5 Maret 1988 dari pasangan Ir. Wiharjanto (Alm) dan Titiek Dwi Susanti. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis memulai studinya di Taman Kanak-Kanak (TK) Burung Pipit tahun 1992 dan kemudian melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri (SDN) Duren Sawit 07 Pagi Jakarta Timur dan lulus pada tahun Setelah itu penulis melanjutkan studi ke Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 255, Raden Inten, Jakarta Timur dan lulus pada tahun Selanjutnya, penulis melanjutkan studi ke Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 68, Salemba, Jakarta Pusat dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama dengan kelulusan SMA, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Setelah menjalankan Tingkat Persiapan Bersama (TPB) pada tahun pertama di IPB, penulis diterima di Program Mayor Manajemen Sumberdaya Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian. Selama menjalankan studi di Institut Pertanian Bogor, penulis pernah tergabung dalam kepanitiaan Soilidarity 2008 pada Divisi Acara dan kepanitiaan Seminar Nasional HMIT : Soil and Palm Oil 2009 pada Divisi Dana Usaha. Selama itu penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Biologi Tanah tahun 2010 dan Bioteknologi Tanah tahun 2010.

7 iii KATA PENGANTAR Puji syukur Alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta anugrahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini dengan baik. Skripsi yang berjudul Efektivitas Sterilisasi Iradiasi Sinar Gamma Co- 60 dan Mesin Berkas Elektron terhadap Berbagai Bahan Pembawa serta Viabilitas Inokulan dalam Bahan Pembawa Arang Batok dan Zeolit ini merupakan hasil penelitian sebagai salah satu syarat kelulusan menjadi Sarjana Pertanian di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa tanpa dukungan, bantuan serta doa dari berbagai pihak maka penyelesaian tugas akhir ini tidak akan berjalan dengan baik. Untuk itu penulis menghaturkan ucapan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Ir Iswandi Anas, M.Sc selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan waktu, arahan, dukungan sekaligus penyandang dana sehingga penulisan skripsi ini terselesaikan dengan sangat baik 2. Ir. Fahrizal Hazra, M.Sc selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan waktu dan arahan serta bantuan selama penyusunan skripsi 3. Ania Citraresmini, SP. MP selaku dosen pembimbing III yang telah memberikan arahan dalam penyusunan skripsi 4. Dr. Rahayu Widyastuti, M.Sc selaku dosen penguji yang telah memberikan saran untuk perbaikan skripsi ini 5. Ibu Soertini Gandanegara yang telah memberikan saran serta masukanmasukan yang sangat bermanfaat dalam penulisan skripsi ini 6. Mamaku tersayang Titiek Dwi Susanti, Alm Papa Wiharjanto, Mas Wimpy Gustaf Wiarga, Kak Dian Iswara dan Adik Serra Pungkas Risantika yang selalu mendukung penulis 7. Segenap staf Laboratorium Bioteknologi Tanah, Tata Usaha dan Perpustakaan Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan 8. Rekan-rekan Laboratorium Bioteknologi Tanah S1 maupun S2

8 iv 9. Teman-teman Manajemen Sumberdaya Lahan angkatan 43 yang tidak dapat disebutkan satu persatu 10. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu dalam penelitian serta penulisan skripsi ini Penulis sangat berharap tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi pihak yang membacanya. Bogor, Februari 2011 Penulis

9 v DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Hipotesis Penelitian... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Pupuk Hayati Bahan Pembawa (Carrier) Arang Zeolit Gambut Mikrob dalam Pupuk Hayati Azotobacter Azospirillum Fungi Pelarut Fosfat Metode Sterilisasi Bahan Pembawa Iradiasi Sinar Gamma Co Mesin Berkas Elektron Autoklaf III. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Persiapan Bahan Pembawa Proses Sterilisasi Bahan Pembawa Produksi Inokulan Proses Inokulasi Uji Viabilitas Inokulan Selama Masa Penyimpanan Uji Sterilitas Bahan Pembawa IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Sterilitas Penggunaan Iradiasi Sinar Gamma Co-60, Mesin Berkas Elektron dan Autoklaf terhadap Bahan Pembawa Uji Viabilitas Inokulan dalam Bahan Pembawa Steril Arang Batok dan Zeolit selama Masa Penyimpanan 70 Hari Uji Viabiltas Azospirillum dalam Bahan Pembawa Steril Arang Batok dan Zeolit Uji Viabiltas Azotobacter dalam Bahan Pembawa Steril Arang Batok dan Zeolit... 24

10 4.2.3 Uji Viabiltas Fungi Pelarut Fosfat (FPF) dalam Bahan Pembawa Steril Arang Batok dan Zeolit V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA vi

11 iii DAFTAR TABEL Nomor Teks Halaman 1. Total Mikrob dalam Bahan Pembawa Sebelum dan Setelah Sterilisasi Jumlah Sel Inokulan Azospirillum, Azotobacter dan Fungi Pelarut Fosfat yang dimasukkan ke Bahan Pembawa Viabilitas Inokulan Azospirillum dalam Bahan Pembawa Arang Batok dan Zeolit steril Menggunakan Iradiasi Sinar Gamma Co-60, MBE dan Autoklaf yang disimpan pada Suhu Kamar Selama Masa Penyimpanan 70 Hari Viabilitas Inokulan Azotobacter dalam Bahan Pembawa Arang Batok dan Zeolit steril Menggunakan Iradiasi Sinar Gamma Co-60, MBE dan Autoklaf yang disimpan pada Suhu Kamar Selama Masa Penyimpanan 70 Hari Viabilitas Inokulan Fungi Pelarut Fosfat dalam Bahan Pembawa Arang Batok dan Zeolit steril Menggunakan Iradiasi Sinar Gamma Co-60, MBE dan Autoklaf yang disimpan pada Suhu Kamar Selama Masa Penyimpanan 70 Hari Lampiran 1. Sifat Kimia Bahan Pembawa Viabilitas Mikrob Inokulan dalam Bahan Pembawa Arang Batok dan Zeolit dengan Metode Sterilisasi Mesin Berkas Elektron Selama Masa Penyimpanan 70 Hari Viabilitas Mikrob Inokulan dalam Bahan Pembawa Arang Batok dan Zeolit dengan Metode Sterilisasi Iradiasi Sinar Gamma Co-60 Selama Masa Penyimpanan 70 Hari Viabilitas Mikrob Inokulan dalam Bahan Pembawa Arang Batok dan Zeolit dengan Metode Sterilisasi Autoklaf Selama Masa Penyimpanan 70 Hari Komposisi Media Nitrogen Free Bromtymolblue Komposisi Media Nitrogen Free Manitol Komposisi Media Pikovskaya KomposisiMedia Nutrient Agar dan Nutrient Broth KomposisiMedia Potato Dextrose Agar... 37

12 iii DAFTAR GAMBAR Nomor Teks Halaman 1.Efektivitas radiasi Gamma Ray dalam mematikan mikrob dengan berbagai dosis Perbandingan penurunan jumlah mikrob bakteri dan fungi dengan Gamma Ray dan MBE Bagan pengerjaan penelitian Populasi Azospirillum dalam bahan pembawa arang batok dan zeolit steril selama masa penyimpanan 70 hari Populasi Azotobacter dalam bahan pembawa arang batok dan zeolit steril selama masa penyimpanan 70 hari Populasi Fungi Pelarut Fosfat dalam bahan pembawa arang batok dan zeolit steril selama masa penyimpanan 70 hari Lampiran 1. Gambar kemasan bahan pembawa Gambar sterilisasi menggunakan Iradiasi Sinar Gamma Co Gambar sterilisasi menggunakan Mesin Berkas Elektron Gambar sterilisasi menggunakan autoklaf Proses inokulasi ke dalam kemasan bahan pembawa... 38

13 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Biofertilizer atau yang lebih dikenal dengan pupuk hayati merupakan salah satu alternatif pupuk yang dapat mengurangi ketergantungan penggunaan pupuk kimia. Pupuk hayati merupakan bahan yang mengandung sel hidup atau mikrob yang memiliki kemampuan untuk menambat nitrogen maupun melarutkan fosfat yang sukar larut (Rao, 1982). Menurut Tombe (2008), salah satu faktor yang menentukan mutu pupuk hayati adalah kepadatan populasi inokulan yang ada di dalamnya. Ketahanan hidup (viabilitas) inokulan perlu dipertahankan dalam jumlah yang tinggi selama masa penyimpanan pupuk hayati. Hal tersebut dilakukan agar jumlah mikrob inokulan yang diberikan ke tanah lebih mendominasi mikrob indigenus di dalam tanah sehingga kualitas pupuk hayati mampu memberikan hasil yang optimum untuk pertumbuhan tanaman. Inokulan dalam bahan pembawa merupakan kultur sediaan mikrob fungsional seperti Azospirillum sp, Azotobacter sp, Aspergillus sp dan lain-lain. Formulasi inokulan umumnya dipersiapkan dalam bentuk cair. Kekurangan dari formulasi cair tersebut adalah rendahnya viabilitas inokulan selama masa penyimpanan, sulitnya dalam hal pendistribusian, penyimpanan dan pengaplikasian di lapang (Van Dyke dan Prosser, 2000). Penggunaan bahan pembawa menjadi solusi untuk mengatasi kekurangan dari formulasi inokulan cair. Untuk itu bahan pembawa menjadi unsur yang penting dalam menentukan kualitas pupuk hayati karena diharapkan mampu mempertahankan viabilitas dan menjaga keefektifan mikrob inokulan selama masa penyimpanan. Bahan pembawa yang umum digunakan berupa bahan organik seperti gambut, arang, kompos, zeolit dan sebagainya. Penginokulasian inokulan ke dalam bahan pembawa bertujuan untuk menyesuaikan lingkungan hidup mikrob inokulan sebelum diberikan ke tanah. Salah satu syarat bahan pembawa yang baik adalah steril dari mikrob indigenus sehingga inokulan mampu bertahan hidup tanpa adanya persaingan dengan mikrob indigenus dalam bahan pembawa.

14 2 Sterilisasi bahan pembawa merupakan tahap yang harus dilakukan sebelum penginokulasian. Pemilihan metode sterilisasi diperlukan agar bahan pembawa tidak mengalami kerusakan yang dapat mempengaruhi viabilitas inokulan. Metode sterilisasi bahan pembawa yang umum digunakan adalah metode fisik yaitu meliputi pemanasan, pengeringan dan radiasi. Metode sterilisasi pemanasan (panas lembab) biasanya menggunakan autoklaf yang memanfaatkan panas dalam suatu ruangan bertekanan dengan temperatur mencapai C selama 60 menit. Autoklaf memiliki kekurangan yaitu menimbulkan kerusakan sifat kimia bahan pembawa dan menghasilkan unsur beracun. Menurut Toharisman (1989) intensitas sterilisasi tanah menggunakan autoklaf dapat meningkatkan kelarutan Fe, Mn dan Zn yang tinggi sehingga dapat meracuni mikob yang ada di dalamnya. Metode sterilisasi fisik lainnya adalah radiasi. Iradiasi Sinar Gamma Co- 60 memanfaatkan gelombang elektromagnetik (sinar Gamma), sedangkan Mesin Berkas Elektron (MBE) memanfaatkan elektron berenergi tinggi untuk meradiasi bahan pembawa. Metode sterilisasi radiasi menggunakan dosis radiasi yang merupakan besaran energi yang diabsorbsi oleh suatu bahan. Dosis optimum ditentukan terlebih dahulu sehingga dalam penggunaannya mampu mematikan mikrob baik itu bakteri maupun fungi. 1.2 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui jumlah mikrob indigenus dalam bahan pembawa arang batok, zeolit, arang kayu, gambut Rawa Pening sebelum sterilisasi 2. Mengevaluasi keefektifan dari beberapa metode sterilisasi (iradiasi Sinar Gamma Co-60, MBE dan autoklaf) dalam mensterilkan bahan pembawa dari mikrob indigenus 3. Mengevaluasi viabilitas inokulan dalam bahan pembawa arang batok dan zeolit yang telah disterilkan dengan metode iradiasi Sinar Gamma Co-60, MBE dan Autoklaf

15 3 1.3 Hipotesis Penelitian 1. Bahan pembawa arang batok, zeolit, arang kayu dan gambut Rawa Pening mengandung mikrob indigenus dalam jumlah banyak sebelum sterilisasi 2. Metode sterilisasi iradiasi Sinar Gamma Co-60 dan MBE lebih efektif dalam sterilisasi bahan pembawa dibandingkan Autoklaf 3. Viabilitas inokulan Azospirillum, Azotobacter dan Fungi Pelarut Fosfat dalam bahan pembawa arang batok dan zeolit yang disterilisasi menggunakan iradiasi Sinar Gamma Co-60, MBE dan autoklaf dapat dipertahankan lebih dari 40 hari

16 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Pupuk Hayati Pengertian pupuk hayati (biofertilizer) adalah pupuk organik yang mengandung isolat berupa mikrob seperti mikrob penambat nitrogen (N 2 ), mikrob pelarut fosfat (P) atau mikrob perombak selulosa yang diberikan kepada biji, tanah maupun kompos dengan tujuan meningkatkan pertumbuhan tanaman (Lumbantobing, 2008). Penggunaan pupuk hayati memanfaatkan mikrob dalam mempercepat proses mikrobologi untuk meningkatkan ketersediaan hara, sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Selain itu pupuk hayati mampu mengaktifkan serapan hara oleh tanaman, mempercepat proses pengomposan, memperbaiki struktur tanah, dan menghasilkan substansi aktif yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman (Tombe, 2008). Beberapa mikrob yang sering digunakan dalam pupuk hayati antara lain Azotobacter sp. dan Azospirillum sp. untuk menambat N 2 dari udara tanpa harus bersimbiosis dengan tanaman. Ada juga Aspergillus sp. yang merupakan mikrob pelarut P yang sangat efektif dalam melepaskan ikatan P yang sukar larut. Keuntungan lain dari mikrob tersebut adalah peningkat ketersediaan hara serta pemantap agregat tanah. Berdasarkan penelitian Hidayati (2009), aplikasi pupuk hayati yang mengandung mikoriza dan bakteri penambat N, bakteri pelarut P dan bakteri pelarut K terbukti telah meningkatkan pertumbuhan jagung. Pupuk hayati dibuat dengan menggunakan beberapa komponen dasar yaitu: (1) mikrob yang sesuai untuk suatu jenis pupuk hayati, (2) medium untuk perbanyakan sel mikrob yang akan digunakan, (3) bahan pembawa (carrier) mikrob dan (4) bahan pengemas (packaging materials). Pupuk hayati dapat dibuat dengan menggunakan lebih dari satu macam mikrob yang berbeda, baik berbeda genus atau spesiesnya maupun berbeda dalam hal peranannya sebagai pupuk hayati. Namun yang harus diperhatikan disini adalah bahwa mikrob yang digunakan tidak boleh mempunyai sifat antagonistik satu sama lain (Yuwono, 2008).

17 Bahan Pembawa (Carrier) Bahan pembawa atau carrier merupakan bahan tempat membawa sel hidup atau mikrob tertentu yang diinokulasikan di dalamnya dengan tujuan agar tetap hidup selama jangka waktu tertentu. Menurut Burton (1976 dan 1979) dalam Aji (1993) syarat-syarat bahan pembawa yang baik untuk inokulan diantaranya adalah: (1) tidak bersifat racun bagi mikrob inokulan, (2) kapasitas penyerapan dan kelembaban relatif baik, (3) mudah diproses dan tidak berbongkah, (4) mudah disterilisasi dengan menggunakan autoklaf maupun iradiasi Sinar Gamma, (5) tersedia dalam sumberdaya yang cukup (tidak terbatas), (6) murah, (7) kisaran ph netral dan (8) tidak beracun bagi tanaman. Bahan pembawa perlu disterilisasi untuk menghindari adanya pertumbuhan mikrob indigenus. Jika mikrob indigenus tumbuh secepat angka dari jumlah mikrob inokulan yang dimasukkan maka dapat memungkinkan lebih banyak mikrob yang tidak diinginkan pada hasil akhir pupuk hayati (Gupta et al., 2007; Motsara et al., 1995). Saat ini bahan dalam bentuk granul atau butiran dengan diameter 2-3 mm serta bahan alami berupa mineral liat (zeolit), bahan organik (gambut, kompos, arang, dan lain-lain) merupakan bahan yang dapat digunakan sebagai bahan pembawa. Menurut Tombe (2008), salah satu faktor yang menentukan mutu pupuk hayati adalah jumlah mikrob yang terkandung di dalamnya. Penyimpanan pada suhu rendah umumnya lebih cocok untuk ketahanan hidup mikrob dibandingkan pada suhu tinggi. Peningkatan suhu menyebabkan kelembaban menurun. Dengan mempertahankan kelembaban, kematian mikrob dapat dikurangi Arang Arang merupakan hasil pembakaran (penghangusan) suatu bagian tanaman. Proses pembakaran bahan tersebut dapat mencapai suhu C hingga bagian tanaman menjadi hangus (Knicker, 2007). Bagian tanaman yang umum dijadikan arang adalah kayunya sehingga disebut arang kayu. Ada juga arang batok yang merupakan hasil pembakaran batok kelapa. Secara umum arang

18 6 dianggap sebagai bagian gugus karbon yang stabil dalam tanah (Skjemstad et al., 1996). Thiobacillus sp dapat tumbuh dengan baik dalam bahan pembawa arang sekam (limbah kulit padi). Pada bahan pembawa ini bakteri masih hidup ketika direisolasi hari ke-20 dan masih bertahan sampai hari ke-28. Sebaliknya, Thiobacillus sp tidak dapat hidup dalam bahan pembawa arang kayu dan arang aktif (Hazra dan Widyati, 2007) Zeolit Zeolit adalah senyawa zat kimia alumino-silikat berhidrat dengan kation natrium, kalium dan barium. Zeolit memiliki muatan negatif sehingga mampu mengikat kation. Menurut Husaini (2002) dalam Dewi (2009), kation-kation yang dapat dipertukarkan dari mineral zeolit tidak terikat secara kuat dalam kerangka kristal yang berbentuk tetraeder sehingga zeolit memiliki potensi untuk menukarkan kation. Penelitian yang berkaitan dengan peningkatan efisiensi penggunaan pupuk menunjukkan bahwa zeolit meningkatkan serapan unsur hara sejalan dengan produksi tanaman (Estiaty et al., 2008). Pemberian zeolit dapat pula mempercepat pengomposan melalui peningkatan suhu, menurunkan C/N rasio, ph dan meringankan KTK kompos (Astiana, 1993). Sebagai bahan pembawa, zeolit merupakan media inokulan mikoriza terbaik. Berdasarkan penelitian Nurbaity et al. (2009), kualitas inokulan mikoriza dalam bahan pembawa zeolit lebih baik dibandingkan dalam bahan pembawa arang sekam maupun jerami dalam hal penginfeksian akar, panjang akar dan berat akar segar tanaman sorgum Gambut Gambut merupakan bahan pembawa yang paling umum digunakan untuk pupuk hayati. Namun tidak semua jenis gambut sesuai sebagai bahan pembawa karena terkait kelembaban yang dapat berpengaruh terhadap mutu inokulan. Gambut Rawa Pening, Dieng, Rawa Jitu dan Rawa Sragi memiliki kesesuaian sebagai bahan pembawa inokulan Bradyrhizobium (Simanungkalit et al., 1999).

19 7 Menurut penelitian Handayani (2009), bahan pembawa gambut mampu mempertahankan viabilitas Bradyrhizobium japonicum pada penyimpanan suhu 10 0 C. Hidayati (2009) juga menyatakan bahwa viabilitas mikrob (Bacillus sp., Pseudomonas sp., Azospirillum sp., dan Azotobacter sp.) dalam bahan pembawa gambut mampu dipertahankan hingga masa penyimpanan 6 bulan walaupun pada penyimpanan 0 bulan mengalami penurunan akibat perlakuan pengeringan (freeze dryer) Mikrob dalam Pupuk Hayati Azotobacter Azotobacter merupakan bakteri penambat N 2 yang hidup bebas yang bersifat gram negatif dan tumbuh baik pada media yang kekurangan N (Imas et al., 1989). Azotobacter ditemukan aktif dalam tanah yang memiliki ph > 6.0 dan ph < 6.0 bersifat non aktif. Jumlah populasinya dipengaruhi oleh penanaman dan pemupukan, populasi meningkat pada tanah tanpa pemupukan. Suhu pertumbuhan yang optimum adalah 30 0 C (Sutedjo, 1991). Kemampuan Azotobacter dalam memfiksasi nitrogen merupakan karakteristik fisiologis yang diketahui pertama kali oleh Beijerinck tahun Jumlah nitrogen yang dapat difiksasi sebesar 2 15 mg N/g (Rao, 1982). Selain mampu menambat N 2 atmosfir Azotobacter juga mampu mensintetis dan mensekresi auksin, pyridoxin, cyanocobalamine, asam nikotinat, asam pantothenat, thiamin, riboflavin, IAA, giberelin dan senyawa pengatur tumbuh lainnya yang bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman (Yuwono, 2008). Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi penambatan nitrogen diantaranya adalah suhu, kelembaban tanah, ph tanah, sumber karbon, cahaya dan penambahan nitrogen (Hindersah, 1997) Azospirillum Pada media semi padat yang mengandung malat, Azospirillum dapat dilihat dari pembentukan pelicle berwarna putih, padat dan berombak. Pertumbuhan Azospirillum optimum pada suhu antara 32 0 C 36 0 C dan ph diantara (Alexander, 1977).

20 8 Azospirillum merupakan bakteri gram negatif yang dapat memfiksasi N 2 pada kondisi mikroaerofilik tanpa membentuk bintil akar (Jati, 1997). Nitrogen yang telah difiksasi diserap tanaman dalam bentuk ion NH + 4 (Rao, 1982). Hal tersebut mengakibatkan peningkatan tinggi dan bobot kering tanaman yang diinokulasikan dengan Azospirillum (Rusmana dan Hadijaya, 1994). Azospirillum menghasilkan hormon pemacu pertumbuhan tanaman diantaranya adalah IAA, giberelin dan sitokonin (Tien et al., 1979). Inokulasi dengan Azospirillum memiliki pengaruh yang baik dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman secara nyata, demikian pula dengan kandungan N tanaman serta hasil bijinya pada kondisi lapangan (Yuwono, 2008) Fungi Pelarut Fosfat Mikrob Pelarut Fosfat (MPF) merupakan mikrob tanah yang memiliki kemampuan dalam melarutkan P tidak tersedia menjadi tersedia (Rao, 1982). MPF terdiri dari kelompok bakteri dan fungi. Populasi MPF kelompok fungi jauh lebih rendah dibandingkan kelompok bakteri. Fungi yang dapat melarutkan fosfat umumnya berasal dari kelompok Deutromycetes antara lain Aspergillus niger, A. Awamori, Penicillum digitatum, Fusarium dan Sclerotium (Alexander, 1977). Mikrob ini kebanyakan hidup di daerah perakaran karena banyaknya jumlah bahan organik. Hal itu menyebabkan aktivitas mikrob yang dekat perakaran akan lebih aktif daripada yang hidup jauh dari akar. Fungi Pelarut Fosfat (FPF) mampu mensekresikan asam-asam organik yang dapat membentuk kompleks stabil dengan kation-kation pengikat P di dalam tanah dengan cara menurunkan ph dan memecahkan ikatan pada beberapa bentuk senyawa fosfat sehingga ketersediaan fosfat dalam larutan tanah meningkat. Asam organik yang dihasilkan oleh FPF dapat meningkatkan ketersediaan P di dalam tanah serta mengurangi daya racun Al yang dapat dipertukarkan (Al-dd) (Hue et al., 1986). Selain itu FPF secara nyata mampu mengurangi Fe, Mn dan Cu yang terserap oleh tanaman jagung pada tanah masam (Premono et al., 1992). Pertumbuhan FPF sangat dipengaruhi oleh kemasaman tanah. Pada tanah masam, aktivitas mikrob didominasi oleh kelompok fungi sebab pertumbuhan fungi optimum pada ph Fungi dalam tanah berbentuk miselium

21 9 vegetatif ataupun spora. Pertumbuhan fungi akan menurun seiring dengan peningkatan ph (Waksman dan Starkey, 1981) Metode Sterilisasi Bahan Pembawa Iradiasi Sinar Gamma Co-60 Sinar Gamma termasuk gelombang elektromagnetik yang diperoleh dari peluruhan zat radioaktif yang dipancarkan dari atom dengan kecepatan tinggi karena adanya kelebihan energi. Radioaktivitasnya tidak terpengaruh oleh suhu, kelembaban, tekanan dan lain-lain tetapi terpengaruhi oleh keadaan inti-inti isotopnya. Radiasi sinar Gamma dapat dipancarkan oleh Cobalt-60 dan Caesium- 137 (Soeminto, 1985 dalam Darjanto, 1995). Menurut Kustiono (1994) dalam Dwiatmoko (2000), iradiasi adalah sinar radiasi yang apabila mengenai bahan akan menyebabkan terjadinya penyerapan energi di dalam bahan tersebut dengan melalui berbagai macam proses atau interaksi. Jumlah energi radiasi yang diabsorbsi oleh suatu bahan tersebut dinyatakan dalam besaran dosis. Dosis serap (D) didefinisikan sebagai rata-rata energi yang diserap bahan per satuan massa bahan tersebut. Satuan yang digunakan saat ini adalah Gray (Gy) dimana 1 Gray (Gy) = 1 Joule/kg sehingga diperoleh hubungan bahwa 1 Gray (Gy) = 100 rad. Menurut Kume (2005), radiasi Sinar Gamma memiliki efektivitas yang berbeda dalam mematikan mikrob seiring dengan besaran dosis yang diberikan (Gambar 1). Semakin besar dosis yang diberikan maka daya mematikan mikrobnya semakin besar pula. Pengaruh iradiasi Sinar Gamma Co-60 terhadap mikrob terlihat jelas pada suatu populasi yaitu berkurangnya jumlah koloni yang terbentuk pada Nutrient Agar. Menurut Suhadi (1976) dalam Darjanto (1995), hal tersebut terjadi karena bakteri tersebut terbunuh, tidak aktif atau terhambat pertumbuhannya, sedangkan sel-sel yang masih hidup mungkin disebabkan oleh perbedaan atau perubahan sifat kepekaan atau daya tahan terhadap radiasi.

22 10 Gambar 1. Efektivitas radiasi Gamma Ray dalam mematikan mikrob dengan berbagai dosis (Kume, 2005). Radiasi sinar Gamma atau elektron berenergi tinggi disebut juga radiasi pengion karena energi radiasi yang terserap oleh benda akan berinteraksi dengan benda tersebut dan menimbulkan efek biologi yang mengubah proses kehidupan normal dari sel hidup. Pada mikrob dapat berpengaruh terhadap DNA sehingga mikrob tidak dapat membelah diri akibat perubahan yang ditimbulkan oleh radiasi pengion (Hilmy,1980) Mesin Berkas Elektron Mesin Berkas Elektron (MBE) atau Electron Beam Machine merupakan perangkat sumber elektron berenergi tinggi yang digunakan untuk mengolah bahan plastik atau polimer. Sesuai dengan perkembangan teknologi MBE mengikuti kebutuhan industri yaitu penggunaan proses iradiasi bahan yang relatif tebal atau untuk menghasilkan sinar-x. Penggunaan MBE yang berenergi tinggi ini dijadikan sebagai pengganti proses radiasi selama ini yang hanya mungkin dilakukan dengan menggunakan sinar Gamma yang dihasilkan oleh isotop radioaktif Cobalt-60 seperti misalnya sterilisasi alat kedokteran atau proses radiasi pengawetan makanan (Anonim, 1990). Bahan yang diradiasi dengan MBE bebas dari radioaktivitas karena interaksi berkas elektron dengan bahan yang diradiasi hanya akan menyebabkan penyusunan ulang elektron terluar dari atom atau molekul bahan. Dengan kata lain proses radiasi tersebut hanya akan menimbulkan reaksi kimia dan bukan reaksi

23 11 inti sehingga tidak akan ada proses transmutasi inti dan dengan demikian tidak akan ada radioaktivitas (Anonim, 1990). Menurut Kume (2005), daya penetrasi iradiasi Sinar Gamma Co-60 terhadap bahan pembawa lebih tinggi jika dibandingkan dengan MBE. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 2 yang menyatakan penurunan bakteri dan fungi akibat radiasi Sinar Gamma lebih besar dibandingkan dengan penurunan bakteri dan fungi akibat radiasi MBE. Gambar 2. Perbandingan penurunan jumlah mikrob bakteri dan fungi dengan Gamma Ray dan MBE (Kume, 2005). Prinsip kerja MBE dimulai dari elektron berkecepatan rendah yang dihasilkan oleh sumber elektron berupa filamen atau katoda yang dipanaskan dengan arus listrik. Elektron tersebut dipercepat akibat adanya beda voltase medan listrik antara katoda dan anoda. Elektron yang telah dipercepat dipusatkan dan diarahkan selanjutnya dibelokkan menggunakan medan magnet atau scanner sehingga berkas elektron melebar dan siap untuk meradiasi bahan atau target (Sukarman, 2007) Autoklaf Teknik sterilisasi melalui pemanasan dijadikan pilihan yang umum digunakan dalam sterilisasi suatu populasi mikrob. Penggunaan panas lembab lebih efektif dibandingkan dengan panas kering karena lebih cepat mematikan mikrob. Beberapa cara metode panas lembab diantaranya adalah pendidihan, uap

24 12 bebas dan uap dengan tekanan. Uap dengan tekanan merupakan metode sterilisasi yang paling efisien karena membuat temperatur di atas mampu mendidihkan titik air. Temperatur tersebut berfungsi untuk mematikan spora bakteri yang sangat tahan panas. Sterilisasi uap digunakan dalam suatu ruangan bertekanan yang disebut autoklaf (Kusnadi, 2004). Mekanisme kerusakan oleh panas ini ditandai dengan rusaknya produksi rantai-tunggal DNA. Hilangnya viabilitas sel oleh panas berhubungan langsung dengan pelepasan rantai DNA. Kerusakan DNA bersifat enzimatik, kemampuan sel untuk memperbaiki kerusakan dan memperoleh viabilitas bergantung pada tempat fisiologik dan susunan genetik organisme. Menurut Hadioetomo (1985), autoklaf merupakan pressure cooker yang sangat efektif mematikan mikrob karena pada suhu C dapat melepaskan 686 kalori/g uap air. Autoklaf terutama ditujukan untuk mematikan endospora, yaitu sel resisten yang diproduksi oleh bakteri, sel ini tahan terhadap pemanasan, kekeringan, dan antibiotik. Endospora dapat bertahan pada kondisi lingkungan yang dapat mematikan sel vegetatif bakteri tersebut. Endospora dapat dibunuh pada suhu 100 C, yang merupakan titik didih air pada tekanan atmosfer normal. Pada suhu 121 C, endospora dapat dibunuh dalam waktu 4-5 menit. Pada kondisi tersebut sel vegetatif bakteri dapat dibunuh hanya dalam waktu 6-30 detik pada suhu 65 C (Kusnadi, 2004).

25 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor. Untuk penelitian sterilisasi bahan pembawa menggunakan iradiasi Sinar Gamma Co-60 dan Mesin Berkas Elektron (MBE) yang dilakukan di Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi- Badan Tenaga Nuklir Nasional Indonesia (PATIR-BATAN), Pasar Jumat, Jakarta Selatan. Penelitian dimulai dari bulan Maret 2010 hingga bulan Juli Bahan dan Alat Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah bahan pembawa berupa arang batok; zeolit yang berasal dari Cikembar, Sukabumi (Jawa Barat); arang kayu yang berasal dari pohon rambutan dan gambut dari Rawa Pening, Salatiga (Jawa Tengah). Isolat yang digunakan adalah Azospirillum, Azotobacter dan Fungi Pelarut Fosfat. Media untuk menghitung total mikrob sebelum dan setelah sterilisasi adalah Nutrient Agar (Tabel Lampiran 8). Media yang digunakan untuk menguji viabilitas inokulan adalah Nitrogen Free Bromtymolblue (NFB) untuk Azospirillum, Nitrogen Free Manitol (NFM) untuk Azotobacter dan Pikovskaya untuk populasi Fungi Pelarut Fosfat (Tabel lampiran 5, 6 dan 7). Media perbanyakan yang digunakan adalah Nutrient Broth (Tabel lampiran 8) dan Potato Dextrose Agar (Tabel lampiran 9). Alat yang digunakan untuk sterilisasi bahan pembawa adalah iradiasi Sinar Gamma Co-60, Mesin Berkas Elektron (MBE) dan autoklaf Metode Penelitian Metode yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari beberapa tahap yaitu :

26 Persiapan Bahan Pembawa Bahan pembawa arang batok, zeolit, arang kayu dan gambut Rawa pening dihaluskan hingga memiliki ukuran partikel 0.5 mm 1.5 mm. Bahan pembawa terlebih dahulu dianalisis sifat kimianya untuk mengetahui karakteristik bahan itu sendiri. Pengukuran ph-h 2 0 dilakukan menggunakan ph-meter dengan perbandingan sampel dan aquades sebesar 1:10. Pengukuran kadar air juga dilakukan melalui pengovenan dengan suhu C selama 24 jam untuk mengetahui kelembaban bahan pembawa. Penghitungan awal total mikrob dilakukan untuk mengetahui jumlah mikrob indigenus dalam bahan pembawa sebelum proses sterilisasi. Total mikrob ditumbuhkan dalam media Nutrient Agar dengan metode cawan hitung melalui seri pengenceran. Masing-masing bahan pembawa dikemas ke dalam plastik sebanyak 10 g. Hal ini bertujuan untuk memudahkan dan meminimalkan kontaminasi pada saat melakukan seri pengenceran. Bahan pembawa dikemas ke dalam plastik tahan panas untuk sterilisasi autoklaf. Sterilisasi iradiasi Sinar Gamma Co-60 dan MBE menggunakan plastik HDP (High Density Plastic) kemudian kemasan disegel dengan rapat menggunakan sealer (Gambar Lampiran 1) Proses Sterilisasi Bahan Pembawa Sterilisasi menggunakan autoklaf dilakukan sebanyak dua kali selama dua hari berturut-turut dengan suhu mencapai C selama 60 menit (Gambar Lampiran 4). Hal ini bertujuan untuk memberikan jeda waktu spora berkecambah sehingga pada saat pemanasan berikutnya dipastikan semua mikrob dapat terbunuh. Bahan pembawa sebanyak 10 g dimasukkan ke dalam plastik tahan panas kemudian ditutup menggunakan klip. Setelah selesai proses autoklaf, uap air dalam plastik dibiarkan mengering kemudian disegel dengan rapat menggunakan sealer pada akhir proses autoklaf hari kedua. Sterilisasi Iradiasi Sinar Gamma Co-60 dilakukan dengan cara sejumlah bahan pembawa, yang masing-masing telah dikemas dalam plastik HDP sebanyak 10g per kemasan bahan pembawa, ditempatkan menjadi satu dalam satu wadah kontainer lalu diletakkan di dalam ruang radiasi atau irradiation chamber

27 15 (Gambar Lampiran 2). Ruang radiasi tersebut kemudian diberikan sinar gamma yang berasal dari sumber radiasi. Sumber radiasi tersebut dikendalikan oleh operator dari ruangan yang berbeda. Dosis radiasi yang diberikan adalah 50 kgy untuk semua sampel dengan laju dosis 7 kgy/jam. Bahan pembawa yang disterilisasi menggunakan MBE permukaannya diratakan kurang dari 1 cm pada saat diletakkan di wadah yang akan melewati MBE. Hal ini perlu dilakukan karena pada MBE hanya terjadi tumbukan radiasi pada permukaan bahan yang akan dipancarkan. Wadah tersebut kemudian masuk ke dalam ruang berkas elektron dengan jalur khusus yang akan melewati pancaran elektron (Gambar Lampiran 3). Sampel bahan pembawa dilewatkan di bawah mesin berkas elektron sebanyak 5 kali yang setara dengan dosis 50 kgy Produksi Inokulan Isolat Azospirillum dan Azotobacter diperbanyak menggunakan 100 ml Nutrient Broth kemudian dikocok selama tiga hari dengan kecepatan 120 rpm pada suhu kamar. Fungi Pelarut Fosfat (FPF) diperbanyak menggunakan 100 ml Pikovskaya cair yang dikocok selama tiga hari dengan kecepatan 120 rpm pada suhu ruang setelah itu ditumbuhkan dalam media Potato Dextrose Agar. Spora fungi yang tumbuh dalam media tersebut kemudian dipanen. Penetapan populasi masing-masing inokulan dilakukan untuk mengetahui jumlah sel awal inokulan yang dimasukkan ke dalam bahan pembawa yang telah disterilisasi oleh iradiasi Sinar Gamma Co-60, MBE dan autoklaf Proses Inokulasi Proses inokulasi Azospirillum, Azotobacter dan FPF ke dalam bahan pembawa dilakukan secara aseptik di laminar flow. Sebanyak 5 ml inokulan dimasukkan ke dalam kemasan yang berisi 10 g bahan pembawa menggunakan jarum suntik setelah itu ditutup sehingga tidak memungkinkan terjadinya kontaminasi (Gambar Lampiran 5). Selanjutnya bahan pembawa dalam kemasan diratakan hingga homogen dan diberi label sesuai dengan nama bahan pembawa dan jenis inokulannya. Kemasan-kemasan bahan tersebut dimasukkan ke dalam kotak dan disimpan di dalam ruangan pada suhu kamar (25 0 C).

28 16 Masing-masing bahan pembawa (arang batok, zeolit, arang kayu dan gambut Rawa Pening) diinokulasikan satu jenis mikrob, namun pengujian viabilitas inokulan hanya dilakukan pada bahan pembawa arang batok dan zeolit Uji Viabilitas Inokulan Selama Masa Penyimpanan Pengujian viabilitas inokulan hanya dilakukan pada bahan pembawa arang batok dan zeolit sehingga pengujian terdiri dari : 1. Viabilitas inokulan dalam bahan pembawa arang batok 1.1. Viabilitas Azospirillum dalam arang batok steril Sinar Gamma Co Viabilitas Azospirillum dalam arang batok steril MBE 1.3. Viabilitas Azospirillum dalam arang batok steril autoklaf 1.4. Viabilitas Azotobacter dalam arang batok steril Sinar Gamma Co Viabilitas Azotobacter dalam arang batok steril MBE 1.6. Viabilitas Azotobacter dalam arang batok steril autoklaf 1.7. Viabilitas FPF dalam arang batok steril Sinar Gamma Co Viabilitas FPF dalam arang batok steril MBE 1.9. Viabilitas FPF dalam arang batok steril autoklaf 2. Viabilitas inokulan dalam bahan pembawa zeolit 2.1. Viabilitas Azospirillum dalam zeolit steril Sinar Gamma Co Viabilitas Azospirillum dalam zeolit steril MBE 2.3. Viabilitas Azospirillum dalam zeolit steril autoklaf 2.4. Viabilitas Azotobacter dalam zeolit steril Sinar Gamma Co Viabilitas Azotobacter dalam zeolit steril MBE 2.6. Viabilitas Azotobacter dalam zeolit steril autoklaf 2.7. Viabilitas FPF dalam zeolit steril Sinar Gamma Co Viabilitas FPF dalam zeolit steril MBE 2.9. Viabilitas FPF dalam zeolit steril autoklaf Pengujian dilakukan selama masa penyimpanan dengan periode pengujian pada hari ke-7, hari ke-21, hari ke-42 dan hari ke-70 sehingga masing-masing pengujian dibutuhkan empat sampel bahan. Uji viabilitas inokulan dilakukan dengan cara memasukkan satu kemasan 10 g bahan pembawa yang berisi 5 ml inokulan ke dalam 90 ml larutan fisiologis

29 17 (NaCl 0.85 %), kemudian dikocok selama 15 menit supaya larutan menjadi homogen dan setelah itu membuat seri pengenceran. Masing-masing inokulan ditumbuhkan pada media NFB untuk Azospirillum, NFM untuk Azotobacter dan Pikovskaya untuk FPF lalu diinkubasi selama 3 hari untuk Azotobacter dan FPF, 14 hari untuk Azospirillum. Penghitungan koloni dilakukan setelah diinkubasi Uji Sterilitas Bahan Pembawa Uji sterilitas bahan pembawa dilakukan dengan menghitung total mikrob dalam bahan pembawa arang batok, zeolit, arang kayu dan gambut Rawa Pening yang telah disterilisasi. Media yang digunakan adalah Nutrient Agar. Efektivitas dari sterilisasi iradiasi Sinar Gamma Co-60, MBE dan autoklaf terhadap bahan pembawa dapat dilihat dengan membandingkan total mikrob sebelum dan setelah sterilisasi. Pengujian sterilitas dilakukan pada bahan pembawa arang batok, zeolit, arang kayu dan gambut Rawa Pening sehingga pengujian terdiri dari : 1. Uji sterilitas bahan pembawa arang batok 1.1.Uji sterilitas arang batok steril Sinar Gamma Co Uji sterilitas arang batok steril MBE 1.3.Uji sterilitas arang batok steril autoklaf 2. Uji sterilitas bahan pembawa zeolit 2.1. Uji sterilitas zeolit steril Sinar Gamma Co Uji sterilitas zeolit steril MBE 2.3. Uji sterilitas zeolit steril autoklaf 3. Uji sterilitas bahan pembawa arang kayu 3.1. Uji sterilitas arang kayu steril Sinar Gamma Co Uji sterilitas arang kayu steril MBE 3.3. Uji sterilitas arang kayu steril autoklaf 4. Uji sterilitas bahan pembawa gambut Rawa Pening 4.1. Uji sterilitas gambut Rawa Pening steril Sinar Gamma Co Uji sterilitas gambut Rawa Pening steril MBE 4.3. Uji sterilitas gambut Rawa Pening steril autoklaf

30 18 Keseluruhan tahap penelitian dapat diilustrasikan pada Gambar 3 yang dimulai dari persiapan bahan pembawa hingga uji sterilitas bahan pembawa yang telah disterilisasi oleh berbagai metode sterilisasi. Gambar 3. Bagan pengerjaan penelitian

31 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Uji Sterilitas Penggunaan Iradiasi Sinar Gamma Co-60, Mesin Berkas Elektron dan Autoklaf terhadap Berbagai Bahan Pembawa Sterilisasi bahan pembawa sebelum inokulasi memiliki tujuan untuk menghindari pertumbuhan mikrob indigenus dalam bahan pembawa yang tidak diinginkan dan mematikan bakteri yang bersifat patogen. Banyaknya mikrob dalam berbagai bahan pembawa dapat dilihat di Tabel 1. Informasi dalam tabel sekaligus menunjukkan pentingnya mensterilkan bahan dari segala bentuk mikrob yang tidak diinginkan bahkan bersifat patogen. Tabel 1. Total Mikrob dalam Bahan Pembawa Sebelum dan Setelah Sterilisasi Bahan Pembawa Metode Sterilisasi Sebelum Sterilisasi Iradiasi Sinar Mesin Berkas Autoklaf Gamma Co-60 Elektron.spk/g spk/g.... Arang batok 5.70 x x x Zeolit 2.08 x x Arang kayu 9.91 x x Gambut Rw Pening 2.27 x x Keterangan: Batas minimum terdeteksi 10 2 spk/g (McNamara et al., 2007) Ttd : tidak terdeteksi spk : satuan pembentuk koloni Tabel 1 memperlihatkan efektivitas metode sterilisasi terhadap berbagai bahan pembawa yaitu penurunan total mikrob setelah disterilisasi. Metode sterilisasi iradiasi Sinar Gamma Co-60 pada dosis 50 kgy mampu mengurangi jumlah sel hingga 0 spk/g. Pada bahan arang batok masih memiliki jumlah sel 1.66 x 10 1 spk/g namun jumlah tersebut dinyatakan tidak terdeteksi karena batas minimum terdeteksi mikrob adalah 10 2 spk/g (McNamara et al., 2007). Menurut Nhan et al. (2004), penggunaan iradiasi Sinar Gamma Co-60 dosis 50 kgy terhadap bahan pembawa kompos mampu mengurangi jumlah sel bakteri hingga 10 2 spk/g dan fungi hingga 0 spk/g. Metode sterilisasi Mesin Berkas Elektron (MBE) mampu mengurangi jumlah sel hingga 10 2 spk/g pada bahan arang batok dan gambut Rawa Pening, sedangkan pada bahan zeolit dan arang kayu berkurang hingga 10 1 spk/g. Jumlah

32 20 tersebut juga dianggap tidak terdeteksi sehingga metode sterilisasi MBE sama efektifnya dengan iradiasi Sinar Gamma Co-60 dalam mensterilkan bahan pembawa. Autoklaf memberikan hasil pengurangan total mikrob hingga 0 spk/g pada semua bahan pembawa yang telah disterilisasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa panas lembab dari autoklaf mampu mematikan semua mikrob yang ada dalam bahan pembawa arang batok, zeolit, arang kayu dan gambut Rawa Pening. Mekanisme dalam mematikan mikrob pada masing-masing metode sterilisasi berbeda. Autoklaf memanfaatkan panas lembab yang dapat merusak produksi rantai-tunggal DNA sehingga viabilitas selnya akan terganggu (Kusnadi, 2004). Selain itu proses autoklaf bahan yang dilakukan selama dua hari berurutan juga memberikan hasil yang maksimal dalam mematikan mikrob, karena adanya jeda waktu proses autoklaf hari pertama dan hari kedua yang bertujuan untuk membiarkan spora mikrob berkecambah. Setelah spora mikrob berkecambah maka dilakukan kembali proses sterilisasi di hari kedua sehingga dapat dipastikan semua mikrob dalam bahan pembawa terbunuh semua. Autoklaf sangat efektif dalam mematikan mikrob namun terdapat kekurangan dalam mekanisme tersebut. Menurut Toharisman (1989) intensitas sterilisasi tanah menggunakan autoklaf dapat meningkatkan kelarutan Fe, Mn dan Zn yang tinggi sehingga dapat meracuni mikob yang ada di dalamnya. Hal tersebut dapat mempengaruhi ketahanan hidup inokulan yang diberikan ke dalam bahan sehingga viabilitas selama masa penyimpanan akan sulit dipertahankan. Berbeda dengan metode sterilisasi autoklaf yang memanfaatkan panas lembab, metode sterilisasi iradiasi Sinar Gamma Co-60 dan MBE disebut juga metode sterilisasi dingin karena memanfaatkan radiasi pengion dalam merusak DNA mikrob. Menurut Hilmy (1980), radiasi pengion akan memberikan dampak mikrob kehilangan kemampuan membelah diri dengan begitu kelangsungan hidupnya menjadi terhenti. Sebagian besar bakteri yang tidak membentuk spora, relatif sensitif terhadap radiasi pengion. Efektivitas metode sterilisasi iradiasi Sinar Gamma Co-60 dan MBE terhadap bahan pembawa tidak sama walaupun keduanya memiliki mekanisme yang relatif sama dalam mematikan mikrob. Menurut Kume (2005), daya

33 21 penetrasi iradiasi Sinar Gamma Co-60 terhadap bahan pembawa lebih tinggi jika dibandingkan dengan MBE sehingga daya mematikan mikrobnya lebih tinggi pula. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 bahwa total mikrob dalam bahan pembawa setelah disterilisasi menggunakan MBE masih relatif lebih tinggi dibandingkan dengan metode sterilisasi iradiasi Sinar Gamma Co-60 walaupun jumlah tersebut dianggap tidak terdeteksi Uji Viabilitas Inokulan dalam Bahan Pembawa Steril Arang Batok dan Zeolit selama Masa Penyimpanan 70 Hari Hasil penetapan populasi inokulan Azospirillum, Azotobacter dan Fungi Pelarut Fosfat (FPF) dapat dilihat pada Tabel 2. Jumlah sel tersebut merupakan jumlah sel awal yang dimasukkan ke dalam bahan pembawa yang kemudian diuji viabilitas inokulannya dalam masing-masing bahan pembawa steril. Pengujian viabilitas masing-masing inokulan dilakukan seminggu setelah proses inokulasi atau masa penyimpanan hari ke-7. Tabel 2. Jumlah Sel Inokulan Azospirillum, Azotobacter dan Fungi Pelarut Fosfat yang dimasukkan ke Bahan Pembawa Arang Batok dan Zeolit Mikrob Media Jumlah sel (spk/ml) Azospirillum NFB 4.50 x 10 5 Azotobacter NFM 4.78 x 10 9 Fungi Pelarut Fosfat Pikovskaya 3.44 x 10 8 Peraturan Menteri Pertanian No.28/Permentan/SR.130/5/2009 tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan Pembenah Tanah menyatakan bahwa syarat teknis minimal pupuk hayati tunggal adalah kepadatan populasi bakteri dan fungi dalam bahan pembawa bentuk granul masing-masing sebesar >10 6 spk/g dan >10 5 spk/g. Jumlah sel inokulan Azotobacter dan FPF sudah memenuhi syarat tersebut namun untuk Azospirillum belum memenuhi syarat minimal untuk pupuk hayati tunggal. Masih rendahnya jumlah sel inokulan Azospirillum yang diperoleh disebabkan oleh kurang baiknya pertumbuhan Azospirillum pada saat produksi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Pupuk Hayati

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Pupuk Hayati 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Pupuk Hayati Pengertian pupuk hayati (biofertilizer) adalah pupuk organik yang mengandung isolat berupa mikrob seperti mikrob penambat nitrogen (N 2 ), mikrob

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Uji Sterilitas Penggunaan Iradiasi Sinar Gamma Co-60, Mesin Berkas Elektron dan Autoklaf terhadap Berbagai Bahan Pembawa Sterilisasi bahan pembawa sebelum inokulasi memiliki

Lebih terperinci

Jurnal Tanah dan Lingkungan,Vol. 12 No. 1, April 2010:23-30 ISSN

Jurnal Tanah dan Lingkungan,Vol. 12 No. 1, April 2010:23-30 ISSN Jurnal Tanah dan Lingkungan,Vol. 12 No. 1, April 2010:23-30 ISSN 1410-7333 VIABILITAS INOKULAN DALAM BAHAN PEMBAWA GAMBUT, KOMPOS, ARANG BATOK DAN ZEOLIT YANG DISTERIL DENGAN IRADIASI SINAR GAMMA Co-60

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 16 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Populasi Mikroba Indigenus dalam Bahan Pembawa Kompos dan Gambut. 4.1.1. Jumlah Populasi Mikroba pada Bahan Pembawa Sebelum proses sterilisasi, dilakukan penetapan jumlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pupuk Hayati (Biofertilizer) Bahan organik adalah fraksi organik yang berasal dari biomassa tanah dan biomassa dari luar tanah. Biomassa tanah adalah massa total flora dan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN STERILISASI IRADIASI SINAR GAMMA Co-60 DAN MESIN BERKAS ELEKTRON PADA VIABILITAS INOKULAN DALAM BAHAN PEMBAWA (KOMPOS DAN GAMBUT)

PENGGUNAAN STERILISASI IRADIASI SINAR GAMMA Co-60 DAN MESIN BERKAS ELEKTRON PADA VIABILITAS INOKULAN DALAM BAHAN PEMBAWA (KOMPOS DAN GAMBUT) PENGGUNAAN STERILISASI IRADIASI SINAR GAMMA Co-60 DAN MESIN BERKAS ELEKTRON PADA VIABILITAS INOKULAN DALAM BAHAN PEMBAWA (KOMPOS DAN GAMBUT) Oleh : ENJELIA A14060600 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 16 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanah, serta Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya

Lebih terperinci

Jl. Raya Jakarta Km 4, Kampus Untirta Serang Banten Telp (0254) , ext 129. Fax (0254) *Korespondensi :

Jl. Raya Jakarta Km 4, Kampus Untirta Serang Banten Telp (0254) , ext 129. Fax (0254) *Korespondensi : Jurnal Ilmu Pertanian dan Perikanan Juni 2016 Vol. 5 No.1 Hal : 1-6 ISSN 2302-6308 Available online at: http://umbidharma.org/jipp RESPON LAMA PENYIMPANAN MEDIA PEMBAWA KOMPOS TERHADAP POPULASI BAKTERI

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 10 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan dari bulan Oktober 2011 sampai Oktober 2012. Sampel gubal dan daun gaharu diambil di Desa Pulo Aro, Kecamatan Tabir Ulu, Kabupaten

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 25-27º C pada siang

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 25-27º C pada siang 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Umum Tanaman Cabai Tanaman cabai mempunyai daya adaptasi yang cukup luas. Tanaman ini dapat diusahakan di dataran rendah maupun dataran tinggi sampai ketinggian 1400

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Pertanian dan Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Populasi Bakteri Penambat N 2 Populasi Azotobacter pada perakaran tebu transgenik IPB 1 menunjukkan jumlah populasi tertinggi pada perakaran IPB1-51 sebesar 87,8 x 10 4 CFU/gram

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) mulai Maret 2011 sampai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk buatan adalah bahan tertentu buatan manusia baik dari bahan alami

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk buatan adalah bahan tertentu buatan manusia baik dari bahan alami II. TINJAUAN PUSTAKA Pupuk buatan adalah bahan tertentu buatan manusia baik dari bahan alami (organik) maupun kimia (anorganik) yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan unsur hara bagi tanaman. Menurut

Lebih terperinci

Oleh ESTER LOLLY NISA LUMBANTOBING A

Oleh ESTER LOLLY NISA LUMBANTOBING A UJI EFEKTIVITAS BIO-ORGANIC FERTILIZER (PUPUK ORGANIK HAYATI) DALAM MENSUBSTITUSI KEBUTUHAN PUPUK ANORGANIK PADA TANAMAN SWEET SORGHUM [Sorghum bicolor (L.) Moench] Oleh ESTER LOLLY NISA LUMBANTOBING A24104029

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pokok bagi sebagian besar rakyat di Indonesia. Keberadaan padi sulit untuk

I. PENDAHULUAN. pokok bagi sebagian besar rakyat di Indonesia. Keberadaan padi sulit untuk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman terpenting di Indonesia. Hal ini karena padi merupakan tanaman penghasil beras. Beras adalah makanan pokok bagi sebagian

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE

III BAHAN DAN METODE meliputi daerah Jawa, Kalimantan dan Sumatera. Tanaman Kilemo di daerah Jawa banyak ditemui pada daerah dengan ketinggian 230 700 meter di atas permukaan laut (mdpl). Tanaman ini terutama banyak ditemui

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. endomikoriza atau FMA (Fungi Mikoriza Arbuskula) pada jenis tanaman. (Harley and Smith, 1983 dalam Dewi, 2007).

TINJAUAN PUSTAKA. endomikoriza atau FMA (Fungi Mikoriza Arbuskula) pada jenis tanaman. (Harley and Smith, 1983 dalam Dewi, 2007). TINJAUAN PUSTAKA Mikoriza merupakan suatu bentuk simbiosis mutualistik antara jamur dan akar tanaman (Brundrett, 1991). Hampir pada semua jenis tanaman terdapat bentuk simbiosis ini. Umumya mikoriza dibedakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Hrp -, IAA +, BPF Hrp -, IAA + + , BPF Hrp. , BPF Hrp -, IAA +, BPF + Hrp. , BPF Hrp. , BPF Hrp. Penambat Nitrogen Penambat Nitrogen

BAHAN DAN METODE. Hrp -, IAA +, BPF Hrp -, IAA + + , BPF Hrp. , BPF Hrp -, IAA +, BPF + Hrp. , BPF Hrp. , BPF Hrp. Penambat Nitrogen Penambat Nitrogen BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, FMIPA, IPB dan lahan pertanian Kampung Bongkor, Desa Situgede, Karang Pawitan-Wanaraja,

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PELARUTAN FOSFAT MENGGUNAKAN MIKROBA

TEKNOLOGI PELARUTAN FOSFAT MENGGUNAKAN MIKROBA MATERI KULIAH BIOLOGI TANAH UPNVY TEKNOLOGI PELARUTAN FOSFAT MENGGUNAKAN MIKROBA Oleh: Ir. Sri Sumarsih, MP. Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian UPN Veteran Yogyakarta Jl. Ring Road Utara, Condongcatur,

Lebih terperinci

Created by. Lisa Marianah (Widyaiswara Pertama, BPP Jambi) PEMBUATAN PUPUK BOKASHI MENGGUNAKAN JAMUR Trichoderma sp. SEBAGAI DEKOMPOSER

Created by. Lisa Marianah (Widyaiswara Pertama, BPP Jambi) PEMBUATAN PUPUK BOKASHI MENGGUNAKAN JAMUR Trichoderma sp. SEBAGAI DEKOMPOSER PEMBUATAN PUPUK BOKASHI MENGGUNAKAN JAMUR Trichoderma sp. SEBAGAI DEKOMPOSER A. Latar Belakang Pupuk merupakan bahan tambahan yang diberikan ke tanah untuk tujuan memperkaya atau meningkatkan kondisi kesuburan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Tahap Laboratorium 1. Uji Kemampuan Isolat a. Tempat dan Waktu Penelitian Uji kemampuan 40 isolat bakteri dilaksanakan di laboratorium Biologi dan Bioteknologi Tanah, Fakultas

Lebih terperinci

PERANGKAT UJI PUPUK ORGANIK (PUPO) (ORGANICFERTILIZER TEST KIT )

PERANGKAT UJI PUPUK ORGANIK (PUPO) (ORGANICFERTILIZER TEST KIT ) PERANGKAT UJI PUPUK ORGANIK (PUPO) (ORGANICFERTILIZER TEST KIT ) Pendahuluan Pupuk Organik adalah pupuk yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran hewan dan/atau bagian hewan dan/atau limbah organik lainnya

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Kualitas Pupuk Kompos dengan Penambahan Mikroba Pemacu Tumbuh

PEMBAHASAN Kualitas Pupuk Kompos dengan Penambahan Mikroba Pemacu Tumbuh PEMBAHASAN Kualitas Pupuk Kompos dengan Penambahan Mikroba Pemacu Tumbuh Penambahan pupuk hayati ke dalam pembuatan kompos mempunyai peran penting dalam meningkatkan kandungan hara dalam kompos, terutama

Lebih terperinci

Elysa Dwi Oktaviana Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Sri Rachmania Juliastuti, M. Eng. Ir. Nuniek Hendrianie, MT L/O/G/O

Elysa Dwi Oktaviana Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Sri Rachmania Juliastuti, M. Eng. Ir. Nuniek Hendrianie, MT L/O/G/O PERAN MIKROORGANISME AZOTOBACTER CHROOCOCCUM, PSEUDOMONAS FLUORESCENS, DAN ASPERGILLUS NIGER PADA PEMBUATAN KOMPOS LIMBAH SLUDGE INDUSTRI PENGOLAHAN SUSU Hita Hamastuti 2308 100 023 Elysa Dwi Oktaviana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebutuhan unsur hara tanaman. Dibanding pupuk organik, pupuk kimia pada

I. PENDAHULUAN. kebutuhan unsur hara tanaman. Dibanding pupuk organik, pupuk kimia pada I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pupuk kimia merupakan bahan kimia yang sengaja diberikan untuk memenuhi kebutuhan unsur hara tanaman. Dibanding pupuk organik, pupuk kimia pada umumnya mengandung

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE

II. MATERI DAN METODE II. MATERI DAN METODE 2.1 Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 2.1.1 Materi Alat yang digunakan dalam penelitian adalah cawan petri, tabung reaksi, gelas ukur, pembakar spiritus, pipet, jarum ose, erlenmeyer,

Lebih terperinci

Ir. ZURAIDA TITIN MARIANA, M.Si

Ir. ZURAIDA TITIN MARIANA, M.Si Ir. ZURAIDA TITIN MARIANA, M.Si Faktor abiotik (meliputi sifat fisik dan kimia tanah Faktor biotik (adanya mikrobia lain & tanaman tingkat tinggi) ikut berperan dalam menentukan tingkat pertumbuhan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persoalan lingkungan dan ketahanan pangan yang dilanjutkan dengan. daripada melaksanakan pertanian organik (Sutanto, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. persoalan lingkungan dan ketahanan pangan yang dilanjutkan dengan. daripada melaksanakan pertanian organik (Sutanto, 2006). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat dunia mulai memperhatikan persoalan lingkungan dan ketahanan pangan yang dilanjutkan dengan melaksanakan usaha-usaha yang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan pangan dari tahun ke tahun meningkat, hal ini sejalan dengan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan pangan dari tahun ke tahun meningkat, hal ini sejalan dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan pangan dari tahun ke tahun meningkat, hal ini sejalan dengan pertumbuhan penduduk yang juga meningkat. Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2009 sampai dengan bulan Agustus 2009 di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai bulan November 2009, di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai bulan November 2009, di III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai bulan November 2009, di Laboratorium Kesuburan Tanah, dan Laboratorium Bioteknologi Pertanian Fakultas

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN KOMPOS SISA TANAMAN TERHADAP KETERSEDIAAN P DAN K SERTA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH

PENGARUH PEMBERIAN KOMPOS SISA TANAMAN TERHADAP KETERSEDIAAN P DAN K SERTA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH PENGARUH PEMBERIAN KOMPOS SISA TANAMAN TERHADAP KETERSEDIAAN P DAN K SERTA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG TANAH (Arachis hypogaea, L) PADA LATOSOL DARI GUNUNG SINDUR Oleh Elvina Frida Merdiani A24103079

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PELARUTAN FOSFAT MENGGUNAKAN MIKROBA

TEKNOLOGI PELARUTAN FOSFAT MENGGUNAKAN MIKROBA MATERI KULIAH BIOTEKNOLOGI TANAH UPNVY TEKNOLOGI PELARUTAN FOSFAT MENGGUNAKAN MIKROBA Oleh: Ir. Sri Sumarsih, MP. Jurusan Manajemen Sumber Daya Lahan UPN Veteran Yogyakarta Jl. Ring Road Utara, Condongcatur,

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PELARUTAN FOSFAT MENGGUNAKAN MIKROBA. 2. Pemilihan mikroba pelarut fosfat CONTOH ISOLAT DARI TANAH VERTISOL GADING GUNUNG KIDUL

TEKNOLOGI PELARUTAN FOSFAT MENGGUNAKAN MIKROBA. 2. Pemilihan mikroba pelarut fosfat CONTOH ISOLAT DARI TANAH VERTISOL GADING GUNUNG KIDUL MATERI KULIAH BIOTEKNOLOGI PERTANIAN UPNVY TEKNOLOGI PELARUTAN FOSFAT MENGGUNAKAN MIKROBA Oleh: Ir. Sri Sumarsih, MP. FP UPN Veteran Yogyakarta Jl. Ring Road Utara, Condongcatur, Sleman, Yogyakarta Telp:

Lebih terperinci

I. ISOLASI MIKROBA. Pembuatan Biofertilizer & Bioaktivator PRINSIP PEMBUATAN BIOFERTILIZER 1/1/2013

I. ISOLASI MIKROBA. Pembuatan Biofertilizer & Bioaktivator PRINSIP PEMBUATAN BIOFERTILIZER 1/1/2013 MATERI KULIAH BIOLOGI TANAH JURUSAN AGROTEKNOLOGI UPNVY PRINSIP PEMBUATAN BIOFERTILIZER Pembuatan Biofertilizer & Bioaktivator Dosen Ir. Sri Sumarsih,MP. Email: Sumarsih_03@yahoo.com Weblog: Sumarsih07.wordpress.com

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pangan dan Hortikultura Sidoarjo dan Laboratorium Mikrobiologi, Depertemen

BAB III METODE PENELITIAN. Pangan dan Hortikultura Sidoarjo dan Laboratorium Mikrobiologi, Depertemen BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di UPT Pengembangan Agrobisnis Tanaman Pangan dan Hortikultura Sidoarjo dan Laboratorium Mikrobiologi, Depertemen Biologi,

Lebih terperinci

SKRIPSI. Disusun Oleh: Angga Wisnu H Endy Wisaksono P Dosen Pembimbing :

SKRIPSI. Disusun Oleh: Angga Wisnu H Endy Wisaksono P Dosen Pembimbing : SKRIPSI Pengaruh Mikroorganisme Azotobacter chrococcum dan Bacillus megaterium Terhadap Pembuatan Kompos Limbah Padat Digester Biogas dari Enceng Gondok (Eichornia Crassipes) Disusun Oleh: Angga Wisnu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Ultisol dan Permasalahan Kesuburannya Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami kesuburan tanah marginal tergolong rendah. Hal ini ditunjukan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. menerapkan gelombang elektromagnetik, yang bertujuan untuk mengurangi

I PENDAHULUAN. menerapkan gelombang elektromagnetik, yang bertujuan untuk mengurangi I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Iradiasi merupakan salah satu jenis pengolahan bahan pangan yang menerapkan gelombang elektromagnetik, yang bertujuan untuk mengurangi kehilangan akibat kerusakan dan pembusukan.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Kimia Hasil analisis sifat kimia tanah sebelum diberi perlakuan dapat dilihat pada lampiran 2. Penilaian terhadap sifat kimia tanah yang mengacu pada kriteria Penilaian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga Surabaya dan

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga Surabaya dan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga Surabaya dan kumbung

Lebih terperinci

PENGARUH PUPUK SLOW RELEASE UREA- ZEOLIT- ASAM HUMAT (UZA) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN PADI VAR. CIHERANG

PENGARUH PUPUK SLOW RELEASE UREA- ZEOLIT- ASAM HUMAT (UZA) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN PADI VAR. CIHERANG PENGARUH PUPUK SLOW RELEASE UREA- ZEOLIT- ASAM HUMAT (UZA) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN PADI VAR. CIHERANG KURNIAWAN RIAU PRATOMO A14053169 MAYOR MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merr) Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. Susunan morfologi kedelai terdiri dari akar, batang, daun, bunga dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tiram (Pleurotus ostreatus) berupa jumlah tubuh buah dalam satu rumpun dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tiram (Pleurotus ostreatus) berupa jumlah tubuh buah dalam satu rumpun dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pada penelitian ini diperoleh data pertumbuhan dan produktivitas jamur tiram (Pleurotus ostreatus) berupa jumlah tubuh buah dalam satu rumpun dan berat basah jamur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Budidaya Kedelai. diberi nama nodul atau nodul akar. Nodul akar tanaman kedelai umumnya dapat

TINJAUAN PUSTAKA. A. Budidaya Kedelai. diberi nama nodul atau nodul akar. Nodul akar tanaman kedelai umumnya dapat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Budidaya Kedelai Tanaman kedelai dapat mengikat Nitrogen di atmosfer melalui aktivitas bakteri Rhizobium japonicum. Bakteri ini terbentuk di dalam akar tanaman yang diberi nama

Lebih terperinci

Oleh: Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Sri Rachmania Juliastuti, M. Eng. Ir. Nuniek Hendrianie, M. T.

Oleh: Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Sri Rachmania Juliastuti, M. Eng. Ir. Nuniek Hendrianie, M. T. SIDANG SKRIPSI Peran Mikroorganisme Azotobacter chroococcum, Pseudomonas putida, dan Aspergillus niger pada Pembuatan Pupuk Cair dari Limbah Cair Industri Pengolahan Susu Oleh: Fitrilia Hajar Pambudi Khalimatus

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Metode Penelitian Pembuatan Pupuk Hayati

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Metode Penelitian Pembuatan Pupuk Hayati BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Institut Pertanian Bogor, serta di kebun percobaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai keriting (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting

I. PENDAHULUAN. Cabai keriting (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Cabai keriting (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting di Indonesia. Selain memiliki nilai gizi yang cukup tinggi, cabai juga memiliki

Lebih terperinci

UJI EFEKTIVITAS PUPUK ORGANIK HAYATI (BIO-ORGANIC FERTILIZER) DALAM MENSUBSTITUSI KEBUTUHAN PUPUK PADA TANAMAN CAISIN. (Brassica chinensis) Oleh

UJI EFEKTIVITAS PUPUK ORGANIK HAYATI (BIO-ORGANIC FERTILIZER) DALAM MENSUBSTITUSI KEBUTUHAN PUPUK PADA TANAMAN CAISIN. (Brassica chinensis) Oleh UJI EFEKTIVITAS PUPUK ORGANIK HAYATI (BIO-ORGANIC FERTILIZER) DALAM MENSUBSTITUSI KEBUTUHAN PUPUK PADA TANAMAN CAISIN (Brassica chinensis) Oleh ALIN DWI ANANTY A24104020 DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBER

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penambatan nitrogen secara hayati yang non simbiotik dilakukan oleh jasad mikro

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penambatan nitrogen secara hayati yang non simbiotik dilakukan oleh jasad mikro II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mikroba Penambat Nitrogen Penambatan nitrogen secara hayati yang non simbiotik dilakukan oleh jasad mikro yang hidup bebas. Enterobacteriaceae, Bacillus, Azotobacter, Azospirillum,

Lebih terperinci

I. PERSYARATAN TEKNIS MINIMAL PUPUK ORGANIK

I. PERSYARATAN TEKNIS MINIMAL PUPUK ORGANIK I. PERSYARATAN TEKNIS MINIMAL PUPUK ORGANIK No. Parameter Satuan Murni Granul/Pelet Diperkaya Persyaratan Cair/Pasta Murni Remah/Curah Diperkaya 1. C organik >12 >12 4 12 12 2. C / N rasio 15-25 15-25

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPOS SISA TANAMAN TERHADAP KETERSEDIAAN P DAN K SERTA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KEDELAI

PENGARUH KOMPOS SISA TANAMAN TERHADAP KETERSEDIAAN P DAN K SERTA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KEDELAI PENGARUH KOMPOS SISA TANAMAN TERHADAP KETERSEDIAAN P DAN K SERTA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. merill) PADA GRUMUSOL DARI CIHEA Oleh Siti Pratiwi Hasanah A24103066 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN HAYATI MIKROB TANAH DI KAWASAN TELAGA WARNA, PUNCAK, BOGOR ITA HANDAYANI A

KEANEKARAGAMAN HAYATI MIKROB TANAH DI KAWASAN TELAGA WARNA, PUNCAK, BOGOR ITA HANDAYANI A KEANEKARAGAMAN HAYATI MIKROB TANAH DI KAWASAN TELAGA WARNA, PUNCAK, BOGOR ITA HANDAYANI A24102049 PROGRAM STUDI ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 KEANEKARAGAMAN HAYATI MIKROB

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Februari 2014.

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Februari 2014. 10 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Februari 2014. Pengambilan sampel tanah dilakukan di Hutan mangrove Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Analisis

Lebih terperinci

Aktivator Tanaman Ulangan Ʃ Ӯ A0 T1 20,75 27,46 38,59 86,80 28,93 T2 12,98 12,99 21,46 47,43 15,81 T3 16,71 18,85 17,90 53,46 17,82

Aktivator Tanaman Ulangan Ʃ Ӯ A0 T1 20,75 27,46 38,59 86,80 28,93 T2 12,98 12,99 21,46 47,43 15,81 T3 16,71 18,85 17,90 53,46 17,82 Lampiran 1. Tabel rataan pengukuran tinggi bibit sengon, bibit akasia mangium, dan bibit suren pada aplikasi aktivator EM 4, MOD 71, dan Puja 168. Aktivator Tanaman Ulangan Ʃ Ӯ 1 2 3 A0 T1 20,75 27,46

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat 11 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Desember 2011 di Laboratorium Agromikrobiologi, Balai Pengkajian Bioteknologi, BPPT PUSPIPTEK Serpong, Tangerang Selatan;

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pupuk merupakan suatu bahan yang bersifat organik ataupun anorganik, dan jika ditambahkan ke dalam tanah atau ke tanaman. Pupuk dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, biologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga dan Home industri jamur

Lebih terperinci

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu:

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu: 15 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di lapang pada bulan Februari hingga Desember 2006 di Desa Senyawan, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat (Gambar 3). Analisis

Lebih terperinci

PENGARUH INOKULASI Azotobacter sp. TERHADAP PERAKARAN JAGUNG PADA BEBERAPA TINGKAT PEMBERIAN KNO 3 DI MEDIA PADAT WATANABE XENIA A

PENGARUH INOKULASI Azotobacter sp. TERHADAP PERAKARAN JAGUNG PADA BEBERAPA TINGKAT PEMBERIAN KNO 3 DI MEDIA PADAT WATANABE XENIA A PENGARUH INOKULASI Azotobacter sp. TERHADAP PERAKARAN JAGUNG PADA BEBERAPA TINGKAT PEMBERIAN KNO 3 DI MEDIA PADAT WATANABE XENIA A14053651 DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

FORMULIR HASIL PENGUJIAN MUTU. Berdasarkan hasil uji mutu di laboratorium...

FORMULIR HASIL PENGUJIAN MUTU. Berdasarkan hasil uji mutu di laboratorium... LAMPIRAN VIII. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR TANGGAL : 7/Permentan/SR.14/1/211 : 25 Oktober 211 FORMULIR HASIL PENGUJIAN MUTU Berdasarkan hasil uji mutu di laboratorium... No Sertifikat/Laporan Hasil

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Bahan Waktu dan Tempat Penelitian Rancangan Percobaan ProsedurPenelitian

BAHAN DAN METODE Bahan Waktu dan Tempat Penelitian Rancangan Percobaan ProsedurPenelitian 11 BAHAN DAN METODE Bahan Bahan tanaman yang digunakan adalah benih jagung hibrida varietas BISI 816 produksi PT. BISI International Tbk (Lampiran 1) dan benih cabai merah hibrida varietas Wibawa F1 cap

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisik Tanah 5.1.1. Bobot Isi dan Porositas Total Penambahan bahan organik rumput signal pada lahan Kathryn belum menunjukkan pengaruh baik terhadap bobot isi (Tabel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada 4 April 2016 sampai 16 Agustus 2016. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Riset Kimia Material dan Hayati Departemen

Lebih terperinci

Fiksasi Nitrogen tanah : proses pertukaran nitrogen udara menjadi nitrogen dalam tanah oleh mikroba tanah yang simbiotik maupun nonsimbiotik.

Fiksasi Nitrogen tanah : proses pertukaran nitrogen udara menjadi nitrogen dalam tanah oleh mikroba tanah yang simbiotik maupun nonsimbiotik. PERTEMUAN III BAKTERI FIKSASI NITROGEN Kandungan Nitrogen di udara sekitar 76,5% s.d 78%, adapun supply nitrogen ke dalam tanah sekitar 0,1 0,2%. Masuknya nitrogen dari udara ke dalam tanah melalui curah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kondisi Umum Lahan Hutan Tanaman Industri (HTI) faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan dapat

TINJAUAN PUSTAKA. Kondisi Umum Lahan Hutan Tanaman Industri (HTI) faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan dapat TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lahan Hutan Tanaman Industri (HTI) Pembangunan hutan tanaman industri memerlukan tanah yang subur agar hasil tanaman dapat optimum. Produktivitas suatu ekosistem dapat dipertahankan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007).

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung merupakan tanaman serealia yang paling produktif di dunia, cocok ditanam di wilayah bersuhu tinggi. Penyebaran tanaman jagung sangat luas karena mampu beradaptasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Mikrobiologi Tanah dan Rumah Kaca Balai Penelitian Tanaman Kacang- kacangan dan Umbiumbian

BAB III METODE PENELITIAN. Mikrobiologi Tanah dan Rumah Kaca Balai Penelitian Tanaman Kacang- kacangan dan Umbiumbian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada tanggal 01 Februari sampai 31 Mei 2011 di Laboratorium Mikrobiologi Tanah dan Rumah Kaca Balai Penelitian Tanaman

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB sejak bulan April 2010- Januari 2011.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dimulai pada bulan April 2010 sampai bulan Maret 2011 yang dilakukan di University Farm Cikabayan, Institut Pertanian Bogor untuk kegiatan pengomposan,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Perbanyakan P. citrophthora dan B. theobromae dilaksanakan di Laboratorium Mikologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor,

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran. 28 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengamatan 4.1.1 Tinggi Tanaman Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis dan dosis amelioran tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman padi ciherang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Februari

Lebih terperinci

FORMULASI BAKTERI PERAKARAN (PLANT GROWTH PROMOTING RHIZOBACTERIA-PGPR)

FORMULASI BAKTERI PERAKARAN (PLANT GROWTH PROMOTING RHIZOBACTERIA-PGPR) FORMULASI BAKTERI PERAKARAN (PLANT GROWTH PROMOTING RHIZOBACTERIA-PGPR) Pendahuluan Pemanfaatan bakteri perakaran atau PGPR dalam bidang perlindungan telah banyak dilaporkan pada beberapa tanaman dan dilaporkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Serapan Hara

TINJAUAN PUSTAKA Serapan Hara 4 TINJAUAN PUSTAKA Serapan Hara Serapan hara adalah jumlah hara yang masuk ke dalam jaringan tanaman yang diperoleh berdasarkan hasil analisis jaringan tanaman (Turner dan Hummel, 1992). Manfaat dari angka

Lebih terperinci

Kompos Cacing Tanah (CASTING)

Kompos Cacing Tanah (CASTING) Kompos Cacing Tanah (CASTING) Oleh : Warsana, SP.M.Si Ada kecenderungan, selama ini petani hanya bergantung pada pupuk anorganik atau pupuk kimia untuk mendukung usahataninya. Ketergantungan ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 20 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENDAHULUAN Dalam fisika, radiasi mendeskripsikan setiap proses di mana energi bergerak melalui media atau melalui ruang, dan akhirnya diserap oleh benda lain. Orang awam

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tanah sebagai media nutrisi dan media pertumbuhan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tanah sebagai media nutrisi dan media pertumbuhan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah sebagai media nutrisi dan media pertumbuhan Tanah merupakan medium dari tanaman secara normal memperoleh nutriennya. Nutrien tersebut adalah karbon (C), nitrogen (N), posfor

Lebih terperinci

... Percik air menyanyikan kisah

... Percik air menyanyikan kisah ... Seperti rakit kecilku sampai di satu tepian di bawah rembulan setengah bayang, Bapak, Mamah, Ari, Agni,... Kasih dan semangatmu nyalaku juga setiap butir doa berlumuran einta...... Percik air menyanyikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahan-bahan organik yang dibuat menjadi pupuk cair memiliki

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahan-bahan organik yang dibuat menjadi pupuk cair memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia penggunaan pupuk anorganik mampu meningkatkan hasil pertanian, namun tanpa disadari penggunaan pupuk anorganik secara terus menerus berdampak tidak baik bagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L) merupakan salah satu komoditi yang sangat

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung (Zea mays L) merupakan salah satu komoditi yang sangat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung (Zea mays L) merupakan salah satu komoditi yang sangat penting setelah padi, karena jagung merupakan salah satu tanaman pangan penghasil karbohidrat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumput Gajah Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) adalah tanaman yang dapat tumbuh di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa tambahan nutrien

Lebih terperinci

LAJU MINERALISASI N-NH 4 + DAN N-NO 3 - TANAH ANDISOL PADA PERTANIAN ORGANIK DAN KONVENSIONAL YANG DITANAMI KENTANG HARRY NOVIARDI

LAJU MINERALISASI N-NH 4 + DAN N-NO 3 - TANAH ANDISOL PADA PERTANIAN ORGANIK DAN KONVENSIONAL YANG DITANAMI KENTANG HARRY NOVIARDI 1 LAJU MINERALISASI NNH 4 + DAN NNO 3 TANAH ANDISOL PADA PERTANIAN ORGANIK DAN KONVENSIONAL YANG DITANAMI KENTANG HARRY NOVIARDI DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

KALIBRASI KADAR HARA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guinensis) BELUM MENGHASILKAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE SEKAT PERTUMBUHAN TERBAIK

KALIBRASI KADAR HARA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guinensis) BELUM MENGHASILKAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE SEKAT PERTUMBUHAN TERBAIK KALIBRASI KADAR HARA TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guinensis) BELUM MENGHASILKAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE SEKAT PERTUMBUHAN TERBAIK Oleh : DEWI RATNASARI (A24104056) DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

TINJAUN PUSTAKA. Sifat sifat Kimia Tanah. tekstur tanah, kepadatan tanah,dan lain-lain. Sifat kimia tanah mengacu pada sifat

TINJAUN PUSTAKA. Sifat sifat Kimia Tanah. tekstur tanah, kepadatan tanah,dan lain-lain. Sifat kimia tanah mengacu pada sifat TINJAUN PUSTAKA Sifat sifat Kimia Tanah Tanah memiliki sifat fisik, sifat kimia dan sifat biologi. Sifat fisik dan biologi tanah dapat dilihat secara kasat mata dan diteliti dengan warna tanah, tekstur

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOS DARI CAMPURAN DAUN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) DAN KOTORAN AYAM DENGAN AKTIVATOR EM-4. Oleh : SUKARNO NIM.

PEMBUATAN KOMPOS DARI CAMPURAN DAUN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) DAN KOTORAN AYAM DENGAN AKTIVATOR EM-4. Oleh : SUKARNO NIM. PEMBUATAN KOMPOS DARI CAMPURAN DAUN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) DAN KOTORAN AYAM DENGAN AKTIVATOR EM-4 Oleh : SUKARNO NIM. 120500064 PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN JURUSAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bakteri Endofit Bakteri endofit adalah mikroba yang hidup di dalam jaringan membentuk koloni dalam jaringan tanaman tanpa membahayakan inangnya. Setiap tanaman tingkat tinggi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah selain menghasilkan air susu juga menghasilkan limbah. Limbah tersebut sebagian besar terdiri atas limbah ternak berupa limbah padat (feses) dan limbah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serangan hama karena buahnya yang berupa polong berada dalam tanah.

BAB I PENDAHULUAN. serangan hama karena buahnya yang berupa polong berada dalam tanah. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kacang tanah merupakan tanaman pangan kacang-kacangan yang menempati urutan terpenting kedua setelah kedelai. Tanaman ini dapat digunakan sebagai bahan pangan dan

Lebih terperinci

mesh, kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer 500 ml selanjutnya diamkan selama 30 menit

mesh, kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer 500 ml selanjutnya diamkan selama 30 menit Lampiran 1. Prosedur Penelitian 1. Sifat Kimia Tanah a. C-Organik Ditimbang g tanah kering udara telah diayak dengan ayakan 10 mesh, kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer 500 ml Ditambahkan 10 ml K 2

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi untuk tanaman dan

I. PENDAHULUAN. berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi untuk tanaman dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran tanaman. Secara kimiawi tanah berfungsi sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanah merupakan salah satu faktor yang sangat berperan penting dalam bidang

I. PENDAHULUAN. Tanah merupakan salah satu faktor yang sangat berperan penting dalam bidang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanah merupakan salah satu faktor yang sangat berperan penting dalam bidang pertanian, sebab tanah merupakan media tumbuh dan penyedia unsur hara bagi tanaman.

Lebih terperinci