MENINGKATKAN PELEPASAN UNSUR HARA DARI BATUAN BEKU DENGAN SENYAWA HUMAT ASMITA AHMAD

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MENINGKATKAN PELEPASAN UNSUR HARA DARI BATUAN BEKU DENGAN SENYAWA HUMAT ASMITA AHMAD"

Transkripsi

1 MENINGKATKAN PELEPASAN UNSUR HARA DARI BATUAN BEKU DENGAN SENYAWA HUMAT ASMITA AHMAD SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Meningkatkan Pelepasan Unsur Hara dari Batuan Beku dengan Senyawa Humat adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Januari 2011 Asmita Ahmad NRP

3 ABSTRACT ASMITA AHMAD. Increasing of Nutrient Elements Release from Igneous Rocks with Humic Substances. Under direction of ISKANDAR, BASUKI SUMAWINATA, and SUDARSONO. One of alternatives that can be used to increase the nutrient elements release from igneous rocks is reaction with humic substances. This research aims to study the ability of humic substances to increase the nutrient elements release and improve the release from igneous rocks. The humic substances, in the form of salt and acid, are extracted from peat and lignite. Three kinds of igneous rocks were treated i.e. basalt porphyry, diorite porphyry and trachyte porphyry with three grain size i.e <2000 µm, <60µm and (1x1x0,3)cm 3. the rocks were impregnated with humic substances for 5 weeks. The result showed that the peat humic substances in the form of peat humate can increase the nutrient elements release from igneous rocks in size <1000µm. Nutrient elements release in basalt porphyry showed better results than diorite porphyry and trachyte porphyry. Release process of element from minerals in igneous rocks occur in the field boundaries between crystals, crystals cleavage, and the crystals surface. Keywords: igneous rocks, elements release. humic substances, peat humate, particle size <1000µm

4 RINGKASAN ASMITA AHMAD. Meningkatkan Pelepasan Unsur Hara dari Batuan Beku dengan Senyawa Humat. Dibimbing oleh ISKANDAR, BASUKI SUMAWINATA, dan SUDARSONO. Pupuk yang berasal dari batuan beku dikenal dengan nama rock dust atau tepung batuan. Konsentrasi unsur hara makro dan mikro yang terdapat dalam tepung batuan sangatlah besar, tetapi proses pelepasan unsur hara yang lambat dari batuan menyebabkan tepung batuan tidak dapat dimanfaatkan untuk tanaman jangka pendek. Bertolak dari hal tersebut, maka untuk meningkatkan proses pelepasan hara dari batuan beku digunakan senyawa humat yang efektivitasnya telah terbukti dalam meningkatkan pengkelatan unsur hara dari mineral di dalam tanah. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kemampuan senyawa humat dalam meningkatkan pelepasan unsur hara dari batuan beku serta cara untuk meningkatkan intensitas pelepasan unsur hara dari batuan beku. Metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi; analisis ukuran butir, analisis kimia batuan beku dengan menggunakan metode Total Chemical Analysis (TCA) dan X Ray Flouresence (XRF), analisis mikroformologi batuan dengan Scanning Electron Microscope (SEM), analisis unsur hara dengan Atomic Absorption Spectrophtometer (AAS) dan Flamephotometer. Analisis senyawa humat meliputi: ekstraksi senyawa humat dengan menggunakan 0,1 N NaOH, purifikasi, analisis total kemasaman, analisis kandungan karbon, nitrogen dan belerang dengan menggunakan Elemental Analyzer. ph dan komposisi kimia pelarut sangat mempengaruhi proses pelepasan unsur hara dari batuan beku. Reaksi batuan dengan penambahan pelarut air hujan (kontrol), asam humat gambut (AHG) dan asam humat lignit (AHL) menunjukkan kenaikan nilai ph, sedangkan dengan pelarut garam humat gambut (GHG) dan garam humat lignit (GHL) menunjukkan gejala sebaliknya. Kenaikan ph larutan dengan pelarut air hujan, menunjukkan terjadinya proses hidrolisis antara pelarut dengan batuan, yang menyebabkan penambahan konsentrasi ion-ion hidroksida di dalam larutan, sehingga menurunkan kemasaman larutan, sedangkan dengan pelarut asam humat (AH) disebabkan oleh proses pengkelatan kation logam dari struktur mineral silikat oleh gugus karboksilat yang telah terdisosiasi. Proses ini menyebabkan penambahan ion hidroksida di dalam larutan. Garam humat (GH) dengan ph yang tinggi serta kandungan gugus karboksilat dan fenolat yang telah terdisosiasi menyebabkan meningkatnya pengkelatan kation dari mineral silikat dan penghancuran ikatan silikat. Proses ini meningkatkan konsentrasi ion hidrogen di dalam larutan. Ukuran butir batuan juga mempengaruhi proses pelepasan unsur hara dari batuan beku. Pelarut air hujan, AHL dan AHG dapat melarutkan unsur dengan

5 konsentrasi yang lebih besar pada batuan beku yang berukuran ukuran < 60µm dan sebagian kecil pada batuan yang berukuran 60 - <2000µm. Tetapi air hujan tidak efektif dalam melarutkan unsur hara mikro dibandingkan dengan pelarut AHL dan AHG. Jumlah konsentrasi pelepasan unsur pada batuan beku diorit porfiri lebih tinggi dibanding batuan beku basalt porfiri dan trakit porfiri. Pelarut GHL dan GHG dapat melarutkan unsur dengan jumlah konsentrasi lebih besar pada batuan beku basalt porfiri yang berukuran 60 - <2000µm dibanding <60µm. Tetapi pada batuan diorit porfiri dan trakit porfiri menunjukkan hasil yang berlawanan. GHL dan GHG dapat meningkatkan pelepasan unsur hara dari batuan beku basalt porfiri > batuan beku diorit porfiri > batuan beku trakit porfiri. GHL dapat meningkatkan pelepasan unsur seng lebih tinggi dibanding pelarut lainnya. Tetapi GHG memiliki kemampuan yang lebih tinggi dalam meningkatkan jumlah konsentrasi pelepasan unsur hara dari batuan beku dibandingkan pelarut lainnya. Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak semua pelepasan unsur dari batuan beku menunjukkan peningkatan dengan semakin kecilnya ukuran butir. Di mana unsur kalsium, magnesium besi dan seng lebih mudah larut pada batuan yang berukuran 60 - < 2000µm, dibanding batuan yang berukuran < 60 µm. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan total konsentrasi unsur yang terdapat di dalam batuan beku, jenis struktur silikat yang mengikat unsur hara tersebut, dan jumlah mikroporositas yang terdapat di dalam batuan beku. Oleh karena itu ukuran butir yang paling efektif digunakan untuk mempercepat pelepasan unsur dari batuan beku adalah ukuran butir < 1000µm, dengan berbagai variasi distribusi ukuran butir yang terdapat di dalamnya. Hasil Analisis SEM, didapatkan data bahwa proses pelepasan unsur hara dari batuan beku terjadi pada bidang batas kristal, bidang belahan kristal dan permukaan kristal yang tidak rata. Bidang kontak antara dua ukuran butir kristal yang berbeda merupakan celah bagi pelarut untuk masuk ke dalam ruang antar butir kristal dan menghancurkan hubungan interlocking antar kristal dan melepaskan unsur hara dari struktur kristal. Sedangkan bidang belahan kristal merupakan bidang lemah yang dimiliki oleh suatu kristal dimana kristal mineral akan mudah hancur melalui bidang ini. Pemberian pelarut akan memudahkan pelarut untuk memasuki ruang antar bidang belah dan melepaskan unsur hara yang terikat dalam struktur kristal. Permukaan kristal yang tidak rata, akibat proses penghancuran dan pengamplasan akan mengakibatkan mikromorfologi permukaan batuan menjadi tidak sama (memiliki beda tinggi), ketidakseragaman permukaan ini akan menyebabkan mineral mudah mengalami pelarutan (pelepasan unsur hara) pada bagian permukaaannya. Kata kunci : batuan beku, pelepasan unsur hara, senyawa humat, garam humat gambut, ukuran butir <1000µm.

6 Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

7 MENINGKATKAN PELEPASAN UNSUR HARA DARI BATUAN BEKU DENGAN SENYAWA HUMAT ASMITA AHMAD Tesis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Agroteknologi Tanah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Suwardi, M.Agr.

9 Judul Penelitian : Meningkatkan Pelepasan Unsur Hara dari Batuan Beku dengan Senyawa Humat. Nama : Asmita Ahmad NRP : A Disetujui Komisi Pembimbing Dr Ir Iskandar Ketua Dr Ir Basuki Sumawinata, M.Agr. Anggota Prof. Dr Ir Sudarsono, M.Sc. Anggota Diketahui Ketua Program Studi Agroteknologi Tanah Dekan Sekolah Pascasarjana Dr Ir Suwardi, M.Agr. Prof. Dr Ir Khairil A. Notodiputro, M.S. Tanggal Ujian : 23 Desember 2010 Tanggal Lulus :

10 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T. atas rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian maupun penulisan tesus ini tepat pada waktunya sesuai dengan harapan dan keinginan penulis. Tesis yang berjudul Meningkatkan Pelepasan Unsur Hara dari Batuan Beku dengan Senyawa Humat ini disusun sebagai salah satu syarat tugas akhir dalam usaha mencapai gelar Magister Sains pada Program Studi Agroteknologi Tanah. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Iskandar selaku pembimbing I yang senantiasa memberikan bimbingan dan petunjuk kepada penulis dengan penuh kesabaran, Bapak Dr Ir Basuki Sumawinata, M.Agr. selaku pembimbing ke II yang selalu memberikan arahan dan bimbingan yang bersifat membangun, Bapak Prof. Dr Ir Sudarsono, M.Sc. selaku pembimbing III yang selalu memberikan motivasi dan masukan kepada penulis, serta kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan hingga selesainya penulisan tesis ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan tesis ini. Untuk itu segala keterbukaan kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan penelitian ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi masyarakat, Amin. Bogor, Januari 2011 Asmita Ahmad

11 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ujungpandang pada tanggal 16 Desember 1973 dari Ayah Ahmad Sirua (Alm) dan ibu Nurhayati. Penulis merupakan putri kelima dari tujuh bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin, lulus pada tahun Selama mengikuti perkuliahan penulis menjadi asisten pada beberapa mata kuliah mulai tahun 1995 sampai tahun Bekerja pada LSM yayasan Lintang Makassar sampai tahun 2004 dan menjadi staf pengajar pada Program Studi Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin hingga sekarang.

12 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR FOTO... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 3 Hipotesis Penelitian... 3 TINJAUAN PUSTAKA... 5 Mineral Silikat... 5 Faktor yang Memepengaruhi Kestabilan Mineral Silikat... 5 Batuan... 7 Batuan Beku... 7 Batuan Beku Basalt Porfiri... 8 Batuan Beku Diorit Porfiri... 9 Batuan Beku Trakit Porfiri... 9 Gambut Lignit Senyawa Humat Asam Humat Gambut dan Lignit Garam Humat Gambut dan Lignit BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Bahan dan Alat Penelitian Metodologi Umum Metode Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh ph dan Komposisi Kimia Pelarut serta Ukuran Butir Batuan 27 Proses Pelepasan Unsur dari Batuan Beku SIMPULAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiii xiv xiv xv xii

13 DAFTAR TABEL Halaman 1 Energi pembentukan ikatan antar kation - oksigen Fraksi senyawa humat Karakteristik dan cadangan batuan beku di daerah penelitian Komposisi senyawa kimia batuan beku basalt porfiri, diorit porfiri dan trakit porfiri dari hasil analisis X-Ray Flouresence Persentase distribusi ukuran butir batuan 60 - < 2000 µm Persentase kandungan unsur dalam contoh air hujan Hasil purifikasi bahan humat Kandungan karbon, nitrogen dan belerang dari gambut dan lignit Kandungan kemasaman senyawa humat gambut dan lignit Pelepasan unsur hara dari batuan beku dengan pelarut air hujan setelah 5 kali inkubasi Pelepasan unsur hara dari batuan beku dengan pelarut AHL setelah 5 kali inkubasi Pelepasan unsur hara dari batuan beku dengan pelarut AHG setelah 5 kali inkubasi Pelepasan unsur hara dari batuan beku dengan pelarut GHG setelah 5 kali inkubasi Pelepasan unsur hara dari batuan beku dengan pelarut GHL setelah 5 kali inkubasi Persentase pelepasan tertinggi unsur hara dari batuan beku setelah 5 kali inkubasi xiii

14 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Proses coalification (pembatubaraan), merupakan proses perubahan material gambut menjadi lignit dan batubara Diagram alir penelitian Nilai rata rata ph pada batuan beku basalt porfiri, diorit porfiri dan trakit porfiri dengan berbagai pelarut setelah 5 kali inkubasi DAFTAR FOTO Halaman 1 Kenampakan lapangan batuan beku basalt porfiri Kenampakan lapangan batuan beku diorit porfiri Kenampakan lapangan batuan beku trakit porfiri Kenampakan batuan yang telah digiling dan dipotong Kenampakan hasil SEM mineral yang memperlihatkan zona hancuran pada bidang kontak mineral Kenampakan hasil SEM mineral feldspar Kenampakan hasil SEM mineral biotit xiv

15 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Total kemasaman Gugus karboksilat Data ph selama 5 kali masa inkubasi Data kandungan unsur kalium (K) Data kandungan unsur natrium (Na) Data kandungan unsur kalsium (Ca) Data kandungan unsur magnesium (Mg) Data kandungan unsur besi (Fe) Data kandungan unsur mangan (Mn) Data kandungan unsur tembaga (Cu) Data kandungan unsur seng (Zn) xv

16 PENDAHULUAN Latar Belakang Pelapukan kimia batuan dan mineral sangat penting peranannya dalam bidang pertanian, utamanya sebagai sumber hara makro dan mikro di dalam tanah. Faktor iklim dan pengelolaan/penggunaan lahan yang berlangsung secara kontinu, menyebabkan hara hara yang terdapat di dalam tanah menjadi menurun bahkan terjadi defisiensi oleh proses pencucian. Tanah tanah yang terbentuk dari hasil pelapukan batuan dan mineral yang kaya akan unsur hara berubah menjadi tanah yang miskin hara dan bersifat masam. Penambahan bahan organik merupakan salah satu cara untuk mengurangi tingginya proses pencucian hara tanah. Sedangkan kekurangan hara tanah dapat dilakukan dengan penambahan pupuk kimia. Tetapi kebutuhan akan pupuk semakin lama semakin meningkat, hal ini diikuti dengan semakin tingginya kenaikan harga pupuk di pasaran. Bukan hanya mahalnya harga pupuk, tetapi terjadi kelangkaan persediaan pupuk dipasaran. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan penemuan bahan pupuk yang baru dan peningkatan efektivitas bahan pupuk yang sudah ada. Salah satu alternatif bahan pupuk yang memerlukan peningkatan efektivitas dalam pemanfaatannya, adalah pupuk yang berasal dari tepung batuan. Konsentrasi unsur hara makro dan mikro yang terdapat dalam tepung batuan sangatlah besar, tetapi proses pelepasan unsur hara yang lambat dari batuan menyebabkan tepung batuan tidak dapat dimanfaatkan untuk tanaman jangka pendek. Oleh karena itu inovasi baru dalam meningkatkan pelepasan unsur hara dari batuan beku sangatlah diperlukan. Pupuk dari batuan beku dikenal dengan nama rock dust (Bolland dan Baker 2000; Conventry et al. 2001), rock fertilizer (Fyfe et al. 1983; Leonardos et al. 1987; van Straaten 2002), Petro fertilizer (Leonardos et al. 2000). Beberapa peneliti telah menggunakan berbagai cara untuk meningkatkan pelepasan unsur hara dari batuan beku. Proses peningkatan pelepasan unsur hara dari batuan beku paling banyak dilakukan adalah dengan cara modifikasi fisik dan modifikasi kimia. Modifikasi fisik dilakukan dengan menciptakan berbagai variasi ukuran batuan. Proses ini belum memberikan hasil yang maksimal untuk semua jenis batuan beku (Wang et al. 2000; Lim et al. 2003; Shivay et al. 2009). Modifikasi

17 fisik pada batuan basal, terbukti meningkatkan hara tanah (Goldich 1938; Harley dan Gilkes 2000; Gilman et al. 2001), sedangkan pada batuan beku granit tidak memberikan efek yang positif (Bakken et al. 2000; Bolland dan Baker 2000). Modifikasi kimia umumnya dilakukan dengan menggunakan: pengasaman (Weerasuriya et al. 1993), variasi ph (Nagy 1995), karbon dioksida (CO 2 ) dan asam sulfat (H 2 SO 4 ) (Lerman dan Wu 2006). Proses modifikasi fisik dan kimia yang telah dilakukan tidak memberikan hasil yang maksimal untuk semua jenis batuan. Penelitian tentang pemanfaatan asam organik utamanya asam organik yang telah terhumifikasi (senyawa humat), dalam bidang pertanian memberikan hasil yang positif dalam hal: meningkatkan serapan akar dan ketersediaan unsur hara dalam tanah (Nikbakht et al. 2008), meningkatkan kapasitas tukar kation di tanah (Demirbas et al. 2006), tingginya muatan negatif senyawa humat menyebabkan asam humat bersifat pseudo penukaran ion (Setiawan 2008), meningkatkan kelarutan unsur unsur logam dan berperan aktif dalam proses pelapukan mineral tanah (Stevenson 1985), disosiasi pada gugus asam humat meningkatkan muatan negatif dan pengkelatan (Tan 1978), tingginya pengkelatan meningkatkan aliran massa unsur hara mikro ke akar tanaman (Lindsay 1974). Asam humat dapat melepaskan kation logam dari beberapa mineral silikat (Schnitzer dan Kodama 1977). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kandungan gugus fungsional senyawa humat dan proses disosiasi pada gugus fungsionalnya akan meningkatkan muatan negatif senyawa humat, sehingga dapat berperan aktif dalam pengkelatan kation (Harley dan Gilkes 2000). Efektivitas senyawa humat dalam meningkatkan pengkelatan unsur dari mineral di dalam tanah adalah hal yang sangat menarik dipelajari, utamanya jika dihubungkan dengan sifat kimia gugus fungsionalnya. Senyawa humat dapat dijadikan agen dalam meningkatkan pelepasan unsur hara dari mineral silikat yang terdapat di dalam batuan beku. 2

18 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mempelajari kemampuan senyawa humat dalam meningkatkan pelepasan unsur hara dari batuan beku. 2. Mempelajari cara meningkatkan intensitas pelepasan unsur hara dari batuan beku. Hipotesis Penelitian Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini : 1. Senyawa humat dan modifikasi fisik batuan nyata dalam meningkatkan pelepasan unsur hara dari batuan beku. 2. Ukuran butir batuan menentukan tingkat pelepasan unsur hara dari batuan beku. 3

19 TINJAUAN PUSTAKA Mineral Silikat Silika merupakan penyusun utama kerak bumi (Holmes 1964). Kombinasi silika dengan unsur yang lain membentuk mineral golongan silikat. Mineral golongan silikat dikelompokkan berdasarkan perbandingan unsur silikon dan oksigen. Mineral silikat terbagi dua jenis, yaitu mineral silikat primer dan mineral silikat sekunder (Loughnan 1969). Mineral silikat primer adalah mineral silikat yang terbentuk dari hasil pembekuan magma, contohnya grup mineral piroksin, sedangkan mineral silikat sekunder terbentuk dari hasil pelapukan batuan atau dari hasil ubahan mineral primer, contohnya grup mineral liat (clay) Menurut Loughnan (1969), dalam struktur silikat, oksigen merupakan anion yang paling penting. Ikatan antara kation dan oksigen meningkat sesuai dengan jarak (radius) kation oksigen, semakin kecil jarak radius kation dan oksigen maka ikatan mineralnya akan semakin kuat. Faktor yang Mempengaruhi Kestabilan Mineral Silikat Ada beberapa faktor yang sangat mempengaruhi kestabilan mineral silikat, baik secara kimia dan fisik terhadap proses degradasi, yaitu : 1. Stabilitas mineral silikat ditentukan oleh kekuatan, panjang dan arah ikatan yang terbentuk antara unsur penyusunnya (Hibbard 2002). Mineral silikat di dominasi oleh ikatan ionik dan kovalen. Ikatan ionik dan kovalen membentuk struktur yang kuat dan titik lebur yang tinggi (Tan 1982). 2. Kestabilan ikatan kation oksigen dalam mineral silikat ditentukan oleh energi pembentukannya. Semakin besar energinya semakin tinggi kestabilannya. Pembentukan ikatan Si O, membutuhkan energi yang besar, sekitar 3110 sampai 3142 kg cal/mol (Tabel 1). Ikatan Al O membutuhkan energi pembentukan sebesar kg cal/mol. Ikatan antara ion logam dan oksigen membutuhkan energi pembentukan sebesar kg cal/mol (Paton 1978, diacu dalam Tan 1982).

20 Tabel 1 Energi pembentukan ikatan antar kation oksigen Kation Energi pembentukan (kg cal/mol) Si 4+ (nesosilikat) 3142 Si 4+ (Inosilikat, rantai tunggal) 3131 Si 4+ (Inosilikat, rantai ganda) 3127 Si 4+ (Phyllosilikat) 3123 Si 4+ (Tektosilikat) 3110 Al 3+ (Struktur rangka) 1878 Al 3+ (Tidak memliki struktur rangka) Fe Mg Ca 839 H + (dalam OH) Na K 299 Besarnya energi pembentukan sama dengan besarnya energi peleburan, tetapi untuk mineral kuarsa memiliki pengecualian. Hal ini dikarenakan antara kation dan oksigen memiliki konfigurasi yang stabil, jumlah muatan negatif dan positifnya seimbang, sehingga tidak membutuhkan kation lain untuk menyeimbangkannya. 3. Perbandingan banyaknya ikatan antara unsur silikon (Si) dan oksigen (O) akan mempengaruhi struktur silikat yang terbentuk. Semakin besar perbandingan antara unsur Si dan O, maka mineral silikat akan memiliki struktur yang lebih kuat. Stabilitas struktur tektosilikat (Si : O = 1 : 2) > struktur filosilikat (Si : O = 2 : 5) > struktur inosilikat (Si : O = 1 : 3) > struktur nesosilikat (Si : O = 1 : 4). Adanya kandungan ion hidroksida di dalam struktur silikat juga mempengaruhi stabilitas mineral silikat. Mineral silikat yang mengandung ion hidroksida memiliki stabilitas yang lebih rendah dibanding mineral yang tidak mengandung ion hidroksida. 4. Stabilitas mineral juga ditentukan oleh ukuran dan bentuk kristalnya (Tan 1994). Bentuk kristal yang pipih cenderung lebih stabil dibanding yang prismatik. Mineral yang berukuran besar cenderung lebih stabil dibanding mineral yang kecil. Semakin kecil ukurannya semakin mudah terdegradasi. Ukuran butir kristal yang kecil akan menambah luas permukaan spesifik kristal. Hal ini menyebabkan timbulnya reaksi dengan lingkungan, sehingga intrusi pada permukaan kristal akan meningkat, proses pertukaran kation akan 6

21 lebih intensif dan kristal akan lebih mudah mengalami pelarutan (Lim et al. 2003). Batuan dengan komposisi mineral yang sama, dengan pengecilan ukuran batuan yang berbeda, akan menghasilkan kecepatan pelarutan yang berbeda (Wang et al. 2000). Ukuran butir yang lebih kecil memiliki kecepatan pelarutan yang lebih tinggi dibanding yang berukuran lebih besar (Shivay et al. 2009). Batuan Batuan yang terdapat di permukaan bumi sangat bervariasi jenis dan keterdapatannya. Batuan beku merupakan penyusun utama kerak bumi, tetapi batuan sedimen merupakan menyusun permukaan bumi yang paling luas penyebarannya secara horisontal. Penyebaran batuan metamorf tidak seluas batuan beku dan sedimen. Hal ini disebabkan karena batuan ini terbentuk jauh di bawah permukaan bumi dan hanya berhubungan dengan proses tektovulkanisme. Batuan terbentuk dalam berbagai kondisi pembentukan. Lingkungan pembentukan batuan dipengaruhi oleh ph, komposisi magma asal (batuan beku), komposisi batuan asal (sedimen dan metamorf), temperatur pembentukan, proses dekomposisi (rekristalisasi, lithifikasi), tekanan, dan waktu. Pembentukan dan keterdapatannya di permukaan bumi memerlukan berbagai proses geologi. Batuan beku memerlukan proses tektovulkanisme, batuan sedimen proses sedimentasi dan tektonik, batuan metamorf proses pembebanan dan tektonik. Tekstur dan komposisi mineral batuan beku pada suatu daerah, dapat sama dan dapat berbeda, tergantung dari temperatur, larutan kimia (fluida), konsentrasi, komposisi host rock dan waktu pembentukannya (Browne 1991, diacu dalam Corbett dan Leach 1996). Batuan beku Batuan beku (igneous rocks) adalah batuan yang terbentuk dari hasil pembekuan magma pada temperatur 600 C C. Menurut Travis (1955), berdasarkan sifat kimia dan komposisi mineralnya, batuan beku dibagi atas : 1. Batuan beku ultra basa; dengan kandungan mineral: olivin dan Ca-plagioklas. Memberikan warna yang gelap. Contoh batuannya: peridotit 7

22 2. Batuan beku basa; dengan kandungan mineral: Ca-Plagioklas, piroksin. Memberikan warna yang gelap. Contoh batuannya: gabro dan basal 3. Batuan beku intermediat; dengan kandungan mineral: biotit, Ca - Na plagioklas, hornblende/amphibol. Contoh batuannya diorit dan andesit 4. Batuan beku masam; dengan kandungan mineral: kuarsa, K feldspar. Memberikan warna yang terang. Contoh batuannya: granit dan riolit. Berdasarkan tempat terbentuknya batuan beku dibagi atas : 1. Batuan beku luar/ekstrusif/eruptif (vulcanic rocks), memiliki tekstur holohialin 2. Batuan beku korok/gang (hypabysal rocks), memiliki tekstur hipokristalin 3. Batuan beku dalam/intrusif (plutonic rocks), memiliki tekstur holokristalin Tingkat pelapukan batuan beku dipengaruhi oleh perbedaan lingkungan pembentukan dengan iklim (suhu) keterdapatannya. Semakin berbeda lingkungan pembentukannya dengan lingkungan sekarang, akan semakin mudah melapuk. Batuan beku yang bersifat basa lebih mudah melapuk dibandingkan dengan batuan beku yang bersifat masam. Batuan beku yang bertekstur holohialin lebih mudah melapuk dibanding yang bersifat hipokristalin ataupun holokristalin. Batuan Beku Basalt Porfiri Batuan beku basalt porfiri adalah batuan beku yang bersifat basa dan terbentuk pada zona hipabisal (gang/korok). Porfiri menunjukkan tekstur hipokristalin, dimana terdapat kristal sulung (Phenocryst) di dalam massa dasar gelas/kristal. Tekstur ini menunjukkan adanya dua tahap pembekuan magma, yaitu tahap pembentukan fenokris dan tahap pembentukan massa dasar (Rogers dan Adams 1966). Komposisi kimia batuan beku basalt porfiri terdiri dari: SiO 2 < 45%, mineral utama Ca-Plagioklas > Na-Plagioklas, mineral kuarsa dan felsdpatoid < 10% atau bahkan tidak ada, dengan mineral tambahan yang khas Piroksin dan Olivin, juga terdapat tambahan mineral dalam jumlah yang kecil, yaitu; Hornblende, Biotit, Aegerin dan Amphibol (Travis 1955). Komposisi mineral Plagioklas terdiri dari Anorthit, Bytownit dan Labradorit, dengan presentasi mineral Labradorit lebih besar dari Anorthit dan Bytownit (Raymond 1995 ). 8

23 Berdasarkan komposisi kimianya batuan basaltik dibagi menjadi tiga grup (Kushiro dan Kuno 1963), yaitu; grup pertama mengandung silika (SiO 2 ) yang tinggi tanpa memiliki kandungan senyawa Mg 2 SiO 4 dan Fe 2 SiO 4. Grup ini terbentuk pada kedalaman yang dangkal dari mantel bumi. Grup kedua, tidak mengandung kadar silika yang berlebih dan tidak mengalami kekurangan kadar silika serta mengandung senyawa; Mg 2 SiO 3, FeSiO 3, Mg 2 SiO 4, dan Fe 2 SiO 4. Grup ini terbentuk pada kedalaman yang intermediat dari mantel bumi. Grup ketiga, mengalami kekurangan kadar silika dan tidak mengandung senyawa MgSiO 3 and FeSiO 3. Grup ini terbentuk pada kedalaman yang besar/jauh dari mantel bumi. Batuan beku basalt porfiri yang terdapat di Kecamatan Camba Kabupaten Maros Propinsi Sulawesi Selatan memperlihatkan warna hitam hingga hitam kehijauan, bertektstur porfiritik dengan kandungan mineral Piroksin sebagai fenokris yang berukuran 1 cm (Sukamto 1982). Batuan Beku Diorit Porfiri Batuan beku diorit porfiri, merupakan batuan beku yang bersifat intermediat, terbentuk pada zona hipabisal (gang/korok) dan bertekstur porfiritik. Batuan ini memiliki kandungan silika (SiO 2 ) 45 66% dengan kandungan mineral utama; Na-Plagioklas > Ca-Plagioklas, mineral kuarsa dan feldspatoid < 10%, dengan mineral tambahan utama; Hornblende, Biotit dan Piroksin (Travis 1955). Kandungan mineral Plagioklasnya didominasi oleh Andesin dan Oligoklas (Raymond 1995). Batuan beku diorit porfiri yang terdapat di Kecamatan Camba Kabupaten Maros Propinsi Sulawesi Selatan memperlihatkan warna kelabu muda hingga kelabu, bertektstur porfiritik dengan kandungan mineral Amphibol sebagai fenokris (Sukamto 1982). Batuan Beku Trakit Porfiri Batuan beku trakit porfiri merupakan batuan beku yang bersifat masam, terbentuk pada zona hipabisal (gang/korok) dan bertekstur porfiritik. Batuan ini memiliki kandungan silika (SiO 2 ) > 66%, dengan kandungan mineral utama K- 9

24 Feldspar > 2/3 seluruh feldspar, Kuarsa dan Feldspatoid < 10%, dengan mineral tambahan utama; Hornblende, Biotit, Piroksin dan muskovit. Mineral tambahan dalam jumlah yang kecil berupa; Amphibol, Aegerin dan Turmalin (Travis 1955). Kandungan mineral Plagioklas didominasi oleh Oligoklas dan Albit (Raymond 1995). Batuan beku trakit porfiri yang terdapat di Kecamatan Bungoro Kabupaten Pangkep Propinsi Sulawesi Selatan memperlihatkan warna putih keabuan hingga kelabu muda, bertektstur porfiritik dengan kandungan mineral K-Feldspar dan Biotit sebagai fenokris. Ukuran fenokris mineral K-feldspar mencapai panjang hingga 3 cm (Sukamto 1982). Gambut Istilah gambut pertama kali digunakan oleh suku Banjar dari Kalimantan Selatan. Gambut merupakan akumulasi bahan organik yang terbentuk secara alami, mengalami beberapa tahap dekomposisi dan berwarna coklat hingga kehitaman (Stanley 2007). Dalam bahasa Inggris gambut memiliki padanan arti dengan kata peat dan muck (Notohadiprawiro 2006). Peat memiliki arti sebagai penimbunan bahan organik dalam keadaan basah berlebih, bersifat tidak mampat (unconsolidated) dan sedikit atau belum mengalami dekomposisi. Sedangkan muck adalah penimbunan bahan organik yang telah terdekomposisi, sehingga bahan asalnya sudah tidak dikenali, bersifat tidak mampat (unconsolidated), mengandung banyak bahan mineral dan berwarna lebih hitam dibandingkan peat. Proses dekomposisi/humifikasi gambut berhubungan linear dengan bahan pembentuknya. Bahan gambut dari kayu-kayuan mengandung lebih banyak lignin dibanding selulosa dan hemiselulosa, sehingga lebih tahan terhadap dekomposisi. Bahan gambut ini banyak menyusun gambut tropika yang ada di Indonesia (Wershaw et al. 1996). Menurut Barchia (2002), bahan gambut lignin banyak mengandung asam humat dengan senyawa aromatik lebih tinggi dibanding senyawa alifatiknya. Jumlah humus yang dapat terekstraksi dari bahan gambut akan meningkat bila proses dekomposisi bahan gambut terus berlanjut. Demikian juga dengan jumlah gugus karboksilat dan gugus fenolat akan bertambah sejalan dengan makin 10

25 tingginya proses dekomposisi. Kedua gugus tersebut merupakan gugus yang sangat penting untuk mengikat logam. Berdasarkan tingkat dekomposisinya, bahan gambut diklasifikasikan ke dalam 3 jenis (Soil Survey Staff 1990), yaitu : 1. Gambut fibrik: gambut jenis ini memiliki kandungan serat setelah peremasan adalah tiga perempat bagian atau lebih dari volume tanah, tidak termasuk fragmen kasar dan lapisan mineral. 2. Gambut hemik: gambut jenis ini memiliki sifat antara gambut fibrik yang kurang terdekomposisi dan gambut saprik yang lebih terdekomposisi. 3. Gambut saprik: gambut jenis ini memiliki kandungan serat setelah peremasan adalah kurang dari seperenam bagian dari volume tanah, tidak termasuk fragmen kasar dan lapisan mineral. Lignit Lignit dikenal dengan nama batubara muda, batubara coklat (brown coal) dan leonardite (Karr 2001). Lignit terbentuk dari proses akumulasi bahan organik dalam jumlah yang berlebih, tergenang, mengalami dekomposisi dan pengompakan (consolidated) (Lawson dan Stewart 1989). Proses perubahan material organik menjadi lignit terjadi melalui dua fase pembentukan. Fase pertama adalah proses akumulasi bahan organik dalam lingkungan yang tergenang. Kemudian oleh aktivitas mikroba, akumulasi bahan organik mengalami proses dekomposisi (humifikasi). Dekomposisi bahan organik ini merupakan proses pembentukan bahan gambut. Pada fase kedua, bahan gambut yang telah terbentuk mengalami proses penimbunan oleh material sedimen (sedimentasi), sehingga bahan gambut mengalami pemanasan hingga mencapai suhu 200 o C. Proses pematangan bahan gambut menjadi batubara membutuhkan waktu 2 x 10 6 sampai 250 x 10 6 tahun (Gambar 1). Dari proses pematangan tersebut batubara diklasifikasikan menjadi 4 tingkatan (Sembiring 2006), yaitu : 1. Batubara antrasit, merupakan batubara yang tingkat kematangannya paling tinggi dan nilai kalorinya berada > 7100 kal/gram. 2. Batubara bituminous, memiliki nilai kalori kal/gram. 3. Batubara sub bituminous, memiliki nilai kalori kal/gram. 11

26 4. Batubara lignit, merupakan batubara yang tingkat kematangannya paling rendah dan memiliki nilai kalori < 5100 kal/gram. Gambar 1 Proses coalification (pembatubaraan), merupakan proses perubahan material gambut menjadi lignit dan batubara. (sumber Susilawati 2008). Senyawa Humat Humus adalah campuran antara senyawa non humat dan senyawa humat (Tan 2003). Senyawa non humat adalah senyawa yang dikenal dalam biokimia seperti asam amino, karbohidrat, lemak, lilin, resin dan asam organik yang belum terhumuskan. Senyawa humat adalah senyawa berbobot molekul (BM) tinggi (asam organik yang telah terhumuskan), berwarna coklat hitam yang merupakan hasil reaksi sintesa sekunder. Menurut Tan (1982), senyawa humat mengandung asam humat, asam fulvat, humin, dan asam himatomelanat, yang dapat diekstrak dengan cara berbeda (Tabel 2). Asam humat dan fulvat merupakan senyawa utama dalam bahan organik tanah, karena konsentrasinya di dalam tanah paling tinggi dibandingkan asam asam organik yang belum terhumuskan. 12

27 Tabel 2 Fraksi senyawa humat Fraksi Alkali Asam Alkohol Asam Fulvat Larut Larut - Asam Humat Larut Tidak Larut Tidak Larut Himatomelanat Larut Tidak Larut Larut Humin Tidak larut Tidak larut Tidak larut Senyawa humat tidak hanya terdapat di dalam tanah, tetapi juga terdapat di dalam batuan, endapan sedimen sungai, laut, dan danau. Berdasarkan hal tersebut senyawa humat diklasifikasikan ke dalam 5 tipe (Tan 2003), yaitu : 1. Senyawa humat yang berasal dari Terrestrial atau tanah, dibedakan berdasarkan asal dari bahan organiknya; kayu daun jarum (softwood), kayu daun lebar (hardwood), rumput dan bambu. 2. Senyawa humat dari aquatic, merupakan senyawa humat yang berasal dari endapan sungai, laut dan danau, yang materialnya dapat berasal dari luar maupun dalam cekungan. Jika bahannya berasal dari luar cekungan, maka komposisi senyawa humatnya mirip dengan terrestrial. 3. Senyawa humat dari gambut atau endapan rawa. 4. Senyawa humat dari endapan geologi, berupa batubara dan serpih (shale) 5. Senyawa humat dari Anthropogenic; senyawa humat yang berasal dari aktivitas pertanian, industri, ternak, unggas dan sisa pembuangan (sampah). Menurut Lobartini et al. (1992), perbedaan tipe tersebut mempengaruhi jumlah gugus fungsional dan total kemasaman yang terbentuk. Menurut Tan (2003), komposisi kimia senyawa humat dari tipe di atas berbeda beda, dipengaruhi oleh bahan asal dan iklimnya. Perbedaan tingkat dekomposisi bahan organik akan mempengaruhi sifat, fungsi dan kandungan senyawa humat yang terbentuk (Gambar 2). Dekomposisi bahan organik yang rendah berbanding lurus dengan kandungan senyawa humatnya. Dekomposisi bahan organik yang sangat tinggi akan menurunkan kandungan gugus fungsional dari senyawa humat. Asam Humat Gambut dan Asam Humat Lignit 13

28 Purifikasi garam humat akan menghasilkan senyawa humat dalam bentuk asam humat. Asam humat mempengaruhi tingkat pelepasan hara dari mineral tanah. Asam humat dapat memperbesar konsentrasi pelepasan hara kalium yang terfiksasi oleh mineral illit dan montmorillonit (Tan 1978). Senyawa humat yang tidak difraksionasi lebih efektif dibandingkan dengan senyawa humat yang difraksionasi, utamanya dalam mencegah pemecahan hormon indoleacetic acid (IAA) tanaman (Mato et al. 1971, 1972) dan meningkatkan serapan air (Piccolo et al. 1993). Asam humat dari lignit bersifat lebih hydrophobic, mengalami kondensasi yang tinggi sehingga jumlah gugus rantai dan gugus fungsionalnya lebih sedikit dibandingkan asam humat dari gambut, kandungan hidrogen, oksigen dan nitrogen rendah (Francioso et al. 2003), serta C/N rationya lebih tinggi dibanding asam humat gambut. Hal ini menunjukkan tingkat pembatubaraan yang cukup tinggi (Zavodska dan Lesny 2006). Kandungan alifatik lignit lebih tinggi dibanding gambut (Francioso et al. 2003). Asam humat gambut bersifat lebih hidrophillic, tingkat dekomposisi lebih rendah dibanding lignit, dan masih mengandung bahan organik yang belum terdekomposisi dalam jumlah yang kecil, seperti selulosa, hemiselulosa, lignin, lilin dan resin. Jumlah gugus karboksil lebih tinggi dibanding gugus hidroksilnya. Gugus karboksil gambut lebih tinggi dibanding gugus karboksil lignit tetapi gugus hidroksilnya lebih kecil dibanding gugus hidroksil yang terdapat di lignit (Lawson dan Stewart 1989; Stefanova et al. 1993). Disosiasi gugus pada asam humat terjadi pada gugus karboksilnya, sehingga asam humat memiliki kemampuan untuk mengabsorpsi logam. Efektivitas penggunaan asam humat lignit dan gambut terbukti meningkatkan serapan hara fosfor (P), besi (Fe) dan nitrogen (N) (Adani et al. 1998). Garam Humat Gambut dan Garam Humat Lignit Garam humat gambut dan garam humat lignit adalah hasil ekstraksi bahan organik dengan senyawa alkali. Garam humat dengan kandungan kation logam monovalent bersifat mudah larut dalam air, tetapi tidak akan larut dalam air jika mengandung kation logam multivalent. Garam humat memiliki kandungan fenolat 14

29 yang berbeda untuk setiap perbedaan ph larutan (Demirbas et al. 2006). Garam humat, utamanya dalam bentuk natrium humat memiliki daya adsorpsi yang tinggi (Yi dan Zhang 2008). Disosiasi gugus fenolat pada garam humat menyebabkan tingginya daya adsorpsi garam humat (Alimin et al. 2005). Efektivitas penggunaan garam humat lignit dapat meningkatkan serapan hara phosfor (P), kalium (K) dan besi (Fe) (Lee dan Bartlett 1976; Reynolds et al. 1995; Adani et al. 1998). Pemberian senyawa humat dalam bentuk ikatan kation logam humat, dapat mengurangi defisiensi hara tanah (Ozkutlu et al. 2006) dan mengurangi mobilitas logam berat (Janos et al. 2010). 15

30 BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Kegiatan penelitian dilaksanakan di beberapa tempat. Untuk analisis batuan dengan alat X-Ray Flouresence (XRF) dilaksanakan di laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung. Analisis Mikromorfologi permukaan batuan dengan Scanning Electron Microscope (SEM) dilaksanakan di Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor. Freeze Dry dilaksanakan di laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) dan di laboratorium terpadu Fakultas Pertanian IPB. Untuk pengukuran unsur hara dilaksanakan di laboratorium Balai Penelitian Tanah Bogor. Kegiatan lainnya dilaksanakan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2009 sampai dengan Juni Bahan dan Alat Penelitian Contoh batuan yang digunakan dalam penelitian ini, berasal dari Propinsi Sulawesi Selatan. Batuan Trakit Porfiri berasal dari Desa Mangilu, Kecamatan Bungoro, Kabupaten Pangkep, Diorit Porfiri dari Desa Mariopulana, Kecamatan Camba, Kabupaten Maros dan Basalt Porfiri dari Desa Kappang, Kecamatan Camba, Kabupaten Maros. Senyawa humat diekstrak dari gambut yang berasal dari Taman Nasional Berbak, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Propinsi Jambi dan lignit berasal dari Kecamatan Tarakan Tengah, Kota Tarakan, Propinsi Kalimantan Timur. Contoh Air hujan berasal dari Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Metodologi Umum Proses untuk meningkatkan pelepasan unsur hara dari batuan beku dilakukan dengan cara mencampurkan senyawa humat dengan batuan beku yang berukuran 60 - <2000µm dan <60µm, dan sebagai kontrol perbandingan kemampuan senyawa humat dalam meningkatkan pelepasan unsur dari batuan beku digunakan pelarut alami, yaitu air hujan. Sedangkan untuk melihat

31 perubahan fisik batuan (mikromorfologi batuan) akibat proses pelepasan unsur digunakan batuan yang berukuran (1 x 1 x 0,3)cm 3. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan dibagi menjadi tiga tahap, yaitu : I. Tahap persiapan dan analisis Pada tahap ini dilakukan persiapan dan analisis terhadap bahan yang akan digunakan dalam penelitian, meliputi : 1. Persiapan dan analisis contoh batuan : Karakterisasi batuan beku, meliputi pengamatan sifat makroskopis batuan beku, jumlah cadangan batuan di daerah penelitian (Tabel 3) dan kenampakan fisik batuan beku di lapangan (Foto 1, 2 dan 3). Tabel 3 Karakteristik dan cadangan batuan beku di daerah penelitian Makroskopis Jenis dan sifat batuan beku Batuan Beku Basalt Diorit Trakit Batuan beku hipabisal (gang) dan bersifat basa. Batuan beku hipabisal (gang) dan bersifat intermediat. Batuan beku hipabisal (gang) dan bersifat masam. Tekstur Kristalinitas hipokristalin, granularitas porfiritik, fabrik inequigranular Kristalinitas hipokristalin, granularitas porfiritik, fabrik inequigranular Kristalinitas hipokristalin, granularitas porfiritik, fabrik inequigranular Struktur Massive (pejal) Massive (pejal) Massive (pejal) Komposisi mineral Cadangan Olivin (warna hitam kehijauan), plagioklas (warna putih buram), piroksin (warna hitam dengan bentuk mineral prismatik pendek) dan massa dasar (warna hitam) ton (Pemkab Maros 2010). Olivin (warna hitam kehijauan), plagioklas (warna putih buram), piroksin, hornblende (warna hitam dengan bentuk mineral prismatik panjang) dan massa dasar (warna hitam keputihan) ton (Pemkab Maros 2010). Plagioklas (warna putih buram), biotit (warna hitam dengan bentuk mineral melembar), orthoklas (warna putih dan putih kecoklatan) dan massa dasar (warna putih keabu-abuan) ton (Priyono et al. 2005) 18

32 o p pl md p A B Foto 1 Kenampakan lapangan batuan beku basalt (A). Kenampakan makroskopis (B) yang memperlihatkan kenampakan mineral piroksin sebagai fenokris (p), massa dasar (md), plagioklas (pl), dan olivin (o). o o pl p h md A B Foto 2 Kenampakan lapangan batuan diorit (A) dan kenampakan makroskopis (B), dengan komposisi mineralnya: plagioklas (pl), olivin (o), piroksin (p) dengan fenokris mineral hornblende (h) dan massa dasar (md). pl b k O md A B Foto 3 Kenampakan lapangan batuan trakit (A) dan kenampakan makroskopis (B), dengan komposisi mineral: plagioklas (pl), biotit (b), kuarsa (k) dengan fenokris mineral ortoklas (O) dan massa dasar (md). 19

33 Analisis kandungan mineral (senyawa dan unsur) batuan dilakukan dengan alat XRF. Analisis ini digunakan untuk mengetahui persentase kandungan senyawa (Tabel 4) yang terdapat di dalam batuan dan hasilnya dijadikan parameter untuk mengukur besarnya konsentrasi pelepasan unsur hara dari batuan beku. Tabel 4 Komposisi senyawa kimia batuan beku basalt porfiri, diorit porfiri dan trakit porfiri dari hasil analisis X-Ray Flouresence Senyawa Basalt Porfiri (% bobot) Diorit Porfiri (% bobot) Trakit Porfiri (% bobot) SiO2 42,86 (20,04) 46,13 (21,56) 62,09 (29,03) Al 2 O3 18,56 (9,82) 19,05 (10,08) 19,38 (10,26) Fe 2 O3 13,04 (9,12) 9,24 (6,46) 3,27 (2,29) CaO 10,07 (7,2) 7,32 (5,23) 0,714 (0,511) MgO 5,39 (3,25) 4,04 (2,44) 0,363 (0,219) K 2 O 3,08 (2,56) 5,72 (4,75) 6,79 (5,63) Na 2 O 2,64 (1,96) 2,59 (1,92) 2,95 (2,19) P 2 O5 0,637 (0,278) 1,04 (0,456) 0,264 (0,115) MnO 0,196 (0,152) 0,178 (0,138) 0,0515 (0,0399) CuO 0,0651 (0,052) 0,0422 (0,0337) 0,0109 (0,0087) S 0,0339 0,0141 Co 3 O4 0,0129 (0,0101) 0,0101 (0,0079) 0,0036 (0,0028) Cl 0,0107 0,008 0,0089 (0,0089) NiO 0,0102 (0,008) 0,0056 (0,0044) 0,0034 (0,0027) BaO 0,0084 (0,0075) 0,0195 (0,0175) ZnO 0,0082 (0,0066) 0,0072 (0,0058) 0,0055 (0,0044) Ket : ( ) % bobot unsur Modifikasi fisik batuan, dilakukan dengan dua cara, yaitu digiling dan dipotong. Batuan digiling dengan dua ukuran, yaitu: 60 - <2000µm (Blum et al. 1989) dan <60 µm (Niwas et al. 1987). Batuan dipotong dengan ukuran panjang x lebar x tinggi = (1 x 1 x 0,3) cm 3 (Foto 4). 20

34 A B Foto 4 Kenampakan batuan yang telah digiling dan dipotong. A. ukuran 60 - < 2000 µm dan ukuran < 60 µm. B. ukuran (1 x 1 x 0,3) cm 3. Pengamatan SEM pada contoh ukuran (1 x 1 x 0,3)cm 3 dari batuan beku untuk melihat mikromorfologi batuan sebelum batuan diinkubasi. Hal ini menjadi parameter untuk mengetahui proses pelepasan unsur hara dari batuan beku setelah batuan diinkubasi. Analisis grain size pada batuan yang berukuran 60 - <200µm untuk mengetahui persentase distribusi ukuran butir batuan yang terdapat di dalamnya (Tabel 5). Tabel 5 Persentase distribusi ukuran butir batuan 60 - <2000µm Ukuran Trakit Diorit Basal (mikron) (%) < >1000 3,60 0,50 3,00 < >500 23,30 10,80 22,40 <500 - >200 45,60 41,00 41,20 <200 - >125 13,50 21,20 15,90 <125 - >60 12,80 25,10 16,70 2. Analisis contoh air hujan Analisis unsur unsur yang terdapat di dalam contoh air hujan dengan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS). Hasil analisis air hujan disajikan dalam Tabel 6. 21

35 Tabel 6 Persentase kandungan unsur dalam contoh air hujan Unsur Konsentrasi (mg/l) K 0,25 Na 1 Ca 0,15 Mg 0,01 Fe 0,05 Cu tr Mn tr Zn 0,02 ket : tr = tidak terukur 3. Persiapan dan analisis senyawa humat Bahan humat gambut dan lignit diekstrak dengan larutan 0,1 N NaOH dengan perbandingan bobot contoh: NaOH = 1 : 5 (Tan, 2003). Masing masing contoh dibuat dengan perbandingan 800g : 4000ml NaOH dikocok hingga 3 jam dengan kecepatan 175 rpm. Untuk memisahkan bahan yang larut dan yang tidak larut dilakukan sentrifuse I dengan 2500 rpm selama 15 menit dan sentrifuse II dengan 1500 rpm selama 10 menit (untuk memastikan bahwa larutan dan bahan yang tidak terlarut benar benar telah memisah). Hasil ekstraksi senyawa humat berada dalam bentuk garam humat. Hasil ini dibagi menjadi dua bagian, satu bagian senyawa humat tetap dalam bentuk garam humat dan satu bagian lagi dipurifikasi dengan cara didialisis untuk menghilangkan kandungan debu dan molekul organik yang berbobot molekul rendah yang bukan merupakan bagian dari senyawa humat (Schnitzer 1982). Proses dialisis dilakukan dengan memasukkan senyawa humat ke dalam membran dialisis sebanyak 400 ml dan direndam dengan larutan yang berasal dari campuran 5 ml HCl 37%, 6,5 ml HF 40% di dalam 990 ml aquades. Perendaman dilakukan selama 24 jam, setelah itu larutan perendaman diganti dengan larutan aquades sebanyak 1 liter. Perendaman dengan aquades dilakukan pergantian setiap ±12 jam sampai Electric Conductivity (EC) dari larutan perendamnya sama dengan EC aquades murni, yaitu < 10 µmhos/cm. Setelah itu senyawa humat di Freeze-dry (Tabel 7). 22

36 Tabel 7 Hasil purifikasi bahan humat Bahan Humat Hasil ekstraksi dengan NaOH (ml) Bobot kering purifikasi (g) Asam Humat Lignit ,74 Asam Humat Gambut ,57 Karakterisasi senyawa humat dilakukan dengan : CHNS Elemental Analyzer (Tabel 8) dan analisis kemasaman total dengan cara mengekstrak 50 mg senyawa humat dengan 0,2N Ba(OH) 2 sebanyak 20 ml, dikocok dan titrasi dengan 0,5N HCl hingga ph larutan mencapai 8,4 (Lampiran 1). Analisis gugus karboksilat dengan cara mengekstrak 50 mg senyawa humat dengan 1N Ca(CH 3 COO) 2 sebanyak 10 ml ditambahkan 40 ml aquades, dikocok dan titrasi dengan 0,1N NaOH hingga ph larutan mencapai 9,8 (Lampiran 2). Gugus fenolat didapatkan dengan mengurangkan hasil total kemasaman dengan gugus karboksilat (Tabel 9). Tabel 8 Kandungan karbon, nitrogen dan belerang dari gambut dan lignit Sampel % C % N % S Asam Humat gambut 50,97 1,97 0,26 Asam Humat lignit 52,12 1,48 0,22 Garam humat gambut 38,82 1,61 0,25 Garam humat lignit 35,30 1,18 0,17 Tabel 9 Kandungan kemasaman senyawa humat gambut dan lignit Senyawa Humat Total Kemasaman (meq/g) Gugus Karboksil (meq/g) Gugus Fenolat (meq/g) Asam Humat Lignit 9,85 3,28 6,56 Asam Humat Gambut 14,40 7,76 6,65 Garam Humat Lignit 1,41 0,66 0,75 Garam Humat Gambut 7,76 1,46 6,29 23

37 II. Tahap inkubasi, pengukuran dan analisis data Pada tahap ini dilakukan inkubasi batuan dengan senyawa humat dan air hujan, kemudian dilanjutkan dengan pengukuran dan analisis data. Tahapannya meliputi : 1. Inkubasi : Tepung batuan ukuran 60 - <2000µm dan <60µm dari batuan Basalt porfiri, Diorit porfiri dan Trakit porfiri, masing masing direndam dalam senyawa humat dengan konsentrasi 500 ppm (500 mg senyawa humat dalam 1 liter aquades) dari AHL, AHG, GHL, GHG dan air hujan, dengan dua kali ulangan. Perbandingan tepung batuan dan larutan = 1 : 3 (batuan 20 g : larutan 60 ml). Untuk mendapatkan keadaan setara antara masing-masing pelarut senyawa humat dalam melepaskan unsur hara, maka kadar karbon masing masing larutan pengesktrak disamakan. AHG memiliki konsentrasi 500 ppm dalam 61,35 ml larutan, AHL memiliki konsentrasi 500 ppm dalam 60,00 ml larutan, GHG memiliki konsentrasi 500 ppm dalam 80,56 ml larutan, dan GHL memiliki konsentrasi 500 ppm dalam 88,59 ml larutan. Sebelum diinkubasi, batuan dan pelarut dikocok horisontal selama 2 jam dengan kecepatan 175 rpm, kemudian dipindahkan ke inkubator bergoyang (shaker) dengan kecepatan 80 rpm selama tujuh hari. 2. Setiap interval waktu 7 hari, larutan dipisahkan dari tepung batuan dengan kertas saring, dan digantikan dengan larutan yang baru. Kemudian di kocok kembali selama 2 jam dengan kecepatan 175 rpm dan dipindahkan ke inkubator bergoyang dengan kecepatan 80 rpm. Hal ini dilakukan terus sampai didapatkan data pelepasan unsur hara yang substansial. 3. Larutan yang telah dipisahkan kemudian diukur ph (Lampiran 3) dan dianalisis kandungan haranya dengan Flamephotometer untuk unsur K dan Na (Lampiran 4 dan 5) dan AAS untuk unsur Ca (Lampiran 6), unsur Mg (Lampiran 7), unsur Fe (Lampiran 8), unsur Mn (Lampiran 9), unsur Cu (Lampiran 10) dan unsur Zn (Lampiran 11). 4. Pengamatan dengan SEM, untuk contoh batuan (1 x 1 x 0,3) cm 3, dilakukan di akhir inkubasi, untuk mengetahui bagaimana tingkat kehancuran kristal mineral. 24

38 III. Tahap analisis data Pada tahap ini dilakukan analisis data dari hasil yang didapatkan pada tahap pertama dan kedua, meliputi : 1. Perhitungan jumlah dan persentase pelepasan unsur hara dari batuan beku basalt porfiri, diorit porfiri dan trakit porfiri. 2. Interpretasi data SEM dari data ini akan diketahui bagaimana larutan pelarut menghancurkan kristal mineral untuk mengeluarkan hara yang terikat di dalam struktur kristal mineral. 25

TINJAUAN PUSTAKA. Mineral Silikat

TINJAUAN PUSTAKA. Mineral Silikat TINJAUAN PUSTAKA Mineral Silikat Silika merupakan penyusun utama kerak bumi (Holmes 1964). Kombinasi silika dengan unsur yang lain membentuk mineral golongan silikat. Mineral golongan silikat dikelompokkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh ph dan Komposisi Kimia Pelarut serta Ukuran Butir Batuan Reaksi batuan dengan penambahan pelarut air hujan (kontrol), asam humat gambut (AHG) dan asam humat lignit (AHL) menunjukkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Batuan

TINJAUAN PUSTAKA. Batuan TINJAUAN PUSTAKA Batuan Batuan yang terdapat di permukaan bumi sangat bervariasi jenis dan kepadatannya. Batuan beku merupakan penyusun utama kerak bumi, tetapi batuan sedimen merupakan penyusun permukaan

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisik Tanah 5.1.1. Bobot Isi dan Porositas Total Penambahan bahan organik rumput signal pada lahan Kathryn belum menunjukkan pengaruh baik terhadap bobot isi (Tabel

Lebih terperinci

, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh

, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh TINJAUAN PUSTAKA Penggenangan Tanah Penggenangan lahan kering dalam rangka pengembangan tanah sawah akan menyebabkan serangkaian perubahan kimia dan elektrokimia yang mempengaruhi kapasitas tanah dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan berkelanjutan hakekatnya merupakan usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dari generasi ke generasi. Sudah sejak lama, komitmen pertambangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman dapat memenuhi siklus hidupnya dengan menggunakan unsur hara. Fungsi hara tanaman tidak dapat digantikan oleh unsur lain dan apabila tidak terdapat suatu hara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Kimia Abu Terbang PLTU Suralaya Abu terbang segar yang baru diambil dari ESP (Electrostatic Precipitator) memiliki karakteristik berbeda dibandingkan dengan

Lebih terperinci

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah Kimia Tanah 23 BAB 3 KIMIA TANAH Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah A. Sifat Fisik Tanah Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponenkomponen

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Organik Tanah Bahan organik tanah merupakan bagian dari fraksi organik yang telah mengalami degradasi dan dekomposisi, baik sebagian atau keseluruhan menjadi satu dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif Hasil analisis karakterisasi arang dan arang aktif berdasarkan SNI 06-3730-1995 dapat dilihat pada Tabel 7. Contoh Tabel 7. Hasil

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 12 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Bahan Organik Padat Karakteristik dari ketiga jenis bahan organik padat yaitu kadar air, C- organik, N-total, C/N ratio, ph dan KTK disajikan pada Tabel 4. Tabel

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi penelitian terlihat beragam, berikut diuraikan sifat kimia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 25 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Organik Asal Hasil analisis ph, KTK, kadar air, padatan terlarut (TSS), C-organik, N- total dan C/N pada bahan serasah pinus (SP), gambut kering (GK),

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sekilas Tentang Tanah Andisol. lapisan organik dengan sifat-sifat tanah andik, mana saja yang lebih

TINJAUAN PUSTAKA. Sekilas Tentang Tanah Andisol. lapisan organik dengan sifat-sifat tanah andik, mana saja yang lebih TINJAUAN PUSTAKA Sekilas Tentang Tanah Andisol Andisol merupakan tanah yang mempunyai sifat tanah andik pada 60% atau lebih dari ketebalannya, sebagaimana menurut Soil Survey Staff (2010) : 1. Didalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sifat Umum Tanah Masam

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sifat Umum Tanah Masam II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat Umum Tanah Masam Tanah tanah masam di Indonesia sebagian besar termasuk ke dalam ordo ksisol dan Ultisol. Tanah tanah masam biasa dijumpai di daerah iklim basah. Dalam keadaan

Lebih terperinci

EKSTRAKSI ASAM HUMAT DARI KOMPOS DAN ENDAPAN TAMBAK IKAN SKRIPSI. Oleh: RATNA JUWITA FEBRIANA NAIBAHO

EKSTRAKSI ASAM HUMAT DARI KOMPOS DAN ENDAPAN TAMBAK IKAN SKRIPSI. Oleh: RATNA JUWITA FEBRIANA NAIBAHO EKSTRAKSI ASAM HUMAT DARI KOMPOS DAN ENDAPAN TAMBAK IKAN SKRIPSI Oleh: RATNA JUWITA FEBRIANA NAIBAHO 0931010058 PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN

Lebih terperinci

MODUL III DIFERENSIASI DAN ASIMILASI MAGMA

MODUL III DIFERENSIASI DAN ASIMILASI MAGMA MODUL III DIFERENSIASI DAN ASIMILASI MAGMA Sasaran Pembelajaran Mampu menjelaskan pengertian dan proses terjadinya diferensiasi dan asimilasi magma, serta hubungannya dengan pembentukan mineral-mineral

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Fisika Kimia Abu Terbang Abu terbang adalah bagian dari sisa pembakaran batubara berupa bubuk halus dan ringan yang diambil dari tungku pembakaran yang mempergunakan bahan

Lebih terperinci

II. METODOLOGI PENELITIAN

II. METODOLOGI PENELITIAN 1 2 stretching vibration and 1660-1630 cm -1 for stretching vibration of C=O. The ash content of the peat was 64.85 (w/w), crude extract was 22.2% (w/w) and humic acid was 28.4% (w/w). The water content

Lebih terperinci

Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007)

Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007) Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007) Unsur Hara Lambang Bentuk tersedia Diperoleh dari udara dan air Hidrogen H H 2 O 5 Karbon C CO 2 45 Oksigen O O 2

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan dan Produksi Padi pada Berbagai Dosis Pemberian Terak Baja Dengan dan Tanpa Penambahan Bahan Humat Parameter yang digunakan dalam mengamati pertumbuhan tanaman

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Pemberian dan Terhadap Sifat sifat Kimia Tanah Penelitian ini mengevaluasi pengaruh pemberian amelioran bahan humat dan abu terbang terhadap kandungan hara tanah

Lebih terperinci

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA NANOSILIKA PASIR Anggriz Bani Rizka (1110 100 014) Dosen Pembimbing : Dr.rer.nat Triwikantoro M.Si JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

MINERAL OPTIK DAN PETROGRAFI IGNEOUS PETROGRAFI

MINERAL OPTIK DAN PETROGRAFI IGNEOUS PETROGRAFI MINERAL OPTIK DAN PETROGRAFI IGNEOUS PETROGRAFI Disusun oleh: REHAN 101101012 ILARIO MUDA 101101001 ISIDORO J.I.S.SINAI 101101041 DEDY INDRA DARMAWAN 101101056 M. RASYID 101101000 BATUAN BEKU Batuan beku

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertambangan Pasir Besi Pasir besi merupakan bahan hasil pelapukan yang umum dijumpai pada sedimen disekitar pantai dan tergantung proses sedimentasi dan lingkungan pengendapan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Kimia dan Fisik Tanah Sebelum Perlakuan Berdasarkan kriteria penilaian ciri kimia tanah pada Tabel Lampiran 5. (PPT, 1983), Podsolik Jasinga merupakan tanah sangat masam dengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang Lahan bekas tambang pasir besi berada di sepanjang pantai selatan desa Ketawangrejo, Kabupaten Purworejo. Timbunan-timbunan pasir yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol 18 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol Ultisol merupakan tanah-tanah yang mempunyai horizon argilik atau kandik dengan nilai kejenuhan basa rendah. Kejenuhan basa (jumlah kation basa) pada

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Sifat Kimia Tanah Data sekunder hasil analisis kimia tanah yang diamati yaitu ph tanah, C-Org, N Total, P Bray, kation basa (Ca, Mg, K, Na), kapasitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Ultisol. merupakan tanah yang terkikis dan memperlihatkan pengaruh pencucian yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Ultisol. merupakan tanah yang terkikis dan memperlihatkan pengaruh pencucian yang TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Ultisol Ultisol berasal dari bahasa Latin Ultimius, yang berarti terakhir yang merupakan tanah yang terkikis dan memperlihatkan pengaruh pencucian yang lanjut. Ultisol memiliki

Lebih terperinci

PERCEPATAN PELAPUKAN BATUAN ANDESIT UNTUK PELEPASAN UNSUR HARA DENGAN BANTUAN BAHAN HUMAT. Oleh : EKO VIYENTINO SIMANJUNTAK A

PERCEPATAN PELAPUKAN BATUAN ANDESIT UNTUK PELEPASAN UNSUR HARA DENGAN BANTUAN BAHAN HUMAT. Oleh : EKO VIYENTINO SIMANJUNTAK A PERCEPATAN PELAPUKAN BATUAN ANDESIT UNTUK PELEPASAN UNSUR HARA DENGAN BANTUAN BAHAN HUMAT Oleh : EKO VIYENTINO SIMANJUNTAK A14070013 DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Umum Bahan Gambut Riau

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Umum Bahan Gambut Riau IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Umum Bahan Gambut Riau Bahan gambut dari Riau dianalisis berdasarkan karakteristik ekosistem atau fisiografi gambut yaitu gambut marine (coastal peat swamp),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat menyebabkan kebutuhan pangan juga akan meningkat, namun tidak diiringi dengan peningkatan produktivitas tanah. Hal tersebut

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

IV. SIFAT - SIFAT KIMIA TANAH

IV. SIFAT - SIFAT KIMIA TANAH IV. SIFAT - SIFAT KIMIA TANAH Komponen kimia tanah berperan terbesar dalam menentukan sifat dan ciri tanah umumnya dan kesuburan tanah pada khususnya. Bahan aktif dari tanah yang berperan dalam menjerap

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pembuatan Arang Aktif dari Sekam Padi Arang sekam yang telah diaktivasi disebut arang aktif. Arang aktif yang diperoleh memiliki ukuran seragam (210 µm) setelah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut

TINJAUAN PUSTAKA. kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut 29 TINJAUAN PUSTAKA Sumber-Sumber K Tanah Sumber hara kalium di dalam tanah adalah berasal dari kerak bumi. Kadar kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut mengandung

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bahan Organik Tanah Bahan organik tanah merupakan penimbunan dari sisa tumbuhan dan binatang yang sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali. Bahan demikian

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2011 SIFAT KIMIA TANAH IV. SIFAT KIMIA TANAH 5.1 Koloid Tanah Koloid tanah adalah partikel atau zarah tanah

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2009 SIFAT KIMIA TANAH IV. SIFAT KIMIA TANAH 5.1 Koloid Tanah Koloid tanah adalah partikel atau zarah tanah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia

Lebih terperinci

SEBARAN MENEGAK KONSENTRASI Pb, Cu, Zn, Cd, DAN Ni DI SEDIMEN PULAU PARI BAGIAN UTARA KEPULAUAN SERIBU. Oleh : ACHMAD AULIA RACHMAN C

SEBARAN MENEGAK KONSENTRASI Pb, Cu, Zn, Cd, DAN Ni DI SEDIMEN PULAU PARI BAGIAN UTARA KEPULAUAN SERIBU. Oleh : ACHMAD AULIA RACHMAN C SEBARAN MENEGAK KONSENTRASI Pb, Cu, Zn, Cd, DAN Ni DI SEDIMEN PULAU PARI BAGIAN UTARA KEPULAUAN SERIBU Oleh : ACHMAD AULIA RACHMAN C64102057 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol adalah tanah mineral yang berada pada daerah temprate sampai tropika, mempunyai horison argilik atau kandik dengan lapisan liat tebal. Dalam legend of soil yang disusun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perlakuan Awal dan Karakteristik Abu Batubara Abu batubara yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari 2 jenis, yaitu abu batubara hasil pembakaran di boiler tungku

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 15 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik sludge 4.1.1. Sludge TPA Bantar Gebang Sludge TPA Bantar Gebang memiliki kadar C yang cukup tinggi yaitu sebesar 10.92% dengan kadar abu sebesar 61.5%.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktifitas. banyak populasi jasad mikro (fungi) dalam tanah (Lubis, 2008).

I. PENDAHULUAN. Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktifitas. banyak populasi jasad mikro (fungi) dalam tanah (Lubis, 2008). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktifitas mikroorganisme. Bahan organik merupakan sumber energi dan bahan makanan bagi mikroorganisme yang hidup

Lebih terperinci

Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 09: Sifat Kimia (2)- Mineral Liat & Bahan Organik Tanah

Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 09: Sifat Kimia (2)- Mineral Liat & Bahan Organik Tanah Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 09: Sifat Kimia (2)- Mineral Liat & Bahan Organik Tanah Mineral Liat Liat dan bahan organik di dalam tanah memiliki kisi yang bermuatan negatif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. akumulatif dalam sistem biologis (Quek dkk., 1998). Menurut Sutrisno dkk. (1996), konsentrasi Cu 2,5 3,0 ppm dalam badan

I. PENDAHULUAN. akumulatif dalam sistem biologis (Quek dkk., 1998). Menurut Sutrisno dkk. (1996), konsentrasi Cu 2,5 3,0 ppm dalam badan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam berat merupakan komponen alami yang terdapat di kulit bumi yang tidak dapat didegradasi atau dihancurkan (Agustina, 2010). Logam dapat membahayakan bagi kehidupan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Kimia Hasil analisis sifat kimia tanah sebelum diberi perlakuan dapat dilihat pada lampiran 2. Penilaian terhadap sifat kimia tanah yang mengacu pada kriteria Penilaian

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bentonit diperoleh dari bentonit alam komersiil. Aktivasi bentonit kimia. Aktivasi secara kimia dilakukan dengan merendam bentonit dengan menggunakan larutan HCl 0,5 M yang bertujuan

Lebih terperinci

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu:

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu: 15 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di lapang pada bulan Februari hingga Desember 2006 di Desa Senyawan, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat (Gambar 3). Analisis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan kerusakan dan kerugian bagi masyarakat di sekitar

I. PENDAHULUAN. menyebabkan kerusakan dan kerugian bagi masyarakat di sekitar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tragedi lumpur Lapindo Brantas terjadi pada tanggal 29 Mei 2006 yang telah menyebabkan kerusakan dan kerugian bagi masyarakat di sekitar Desa Renokenongo (Wikipedia,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Awal Tanah Gambut Hasil analisis tanah gambut sebelum percobaan disajikan pada Tabel Lampiran 1. Hasil analisis didapatkan bahwa tanah gambut dalam dari Kumpeh

Lebih terperinci

ADSORPSI ION Cr 3+ OLEH SERBUK GERGAJI KAYU ALBIZIA (Albizzia falcata): Studi Pengembangan Bahan Alternatif Penjerap Limbah Logam Berat

ADSORPSI ION Cr 3+ OLEH SERBUK GERGAJI KAYU ALBIZIA (Albizzia falcata): Studi Pengembangan Bahan Alternatif Penjerap Limbah Logam Berat ADSORPSI ION Cr 3+ OLEH SERBUK GERGAJI KAYU ALBIZIA (Albizzia falcata): Studi Pengembangan Bahan Alternatif Penjerap Limbah Logam Berat I NYOMAN SUKARTA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 03: Batuan & Tanah

Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 03: Batuan & Tanah Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 03: Batuan & Tanah Tanah Profil tanah Tanah yang kita ambil terasa mengandung partikel pasir, debu dan liat dan bahan organik terdekomposisi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap

Lebih terperinci

OKSIDA GRANIT DIORIT GABRO PERIDOTIT SiO2 72,08 51,86 48,36

OKSIDA GRANIT DIORIT GABRO PERIDOTIT SiO2 72,08 51,86 48,36 PENGERTIAN BATUAN BEKU Batuan beku atau sering disebut igneous rocks adalah batuan yang terbentuk dari satu atau beberapa mineral dan terbentuk akibat pembekuan dari magma. Berdasarkan teksturnya batuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. Pemetaan adalah proses pengukuran, perhitungan dan penggambaran

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. Pemetaan adalah proses pengukuran, perhitungan dan penggambaran TINJAUAN PUSTAKA Survei dan Pemetaan Tanah Survei tanah adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk dapat membedakan tanah satu dengan yang lain yang kemudian disajikan dalam suatu peta (Tamtomo,

Lebih terperinci

ION EXCHANGE DASAR TEORI

ION EXCHANGE DASAR TEORI ION EXCHANGE I. TUJUAN PERCOBAAN Setelah melakukan praktikum ini diharapkan mahasiswa dapat : 1. Menentukan konsentrasi ion-ion H+, Na+, Mg2+, Zn2+ dengan menggunakan resin penukar kation. 2. Pengurangan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian 8 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan contoh tanah dilaksanakan di petak percobaan Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA) Lembang, Jawa Barat. Sementara analisis tanah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifatsifat Fisik Perubahan warna, suhu, dan pengurangan volume selama proses pengomposan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Perubahan Warna, Bau, Suhu, dan Pengurangan Volume

Lebih terperinci

Degradasi mikrobial terhadap bahan organik selama diagenesis

Degradasi mikrobial terhadap bahan organik selama diagenesis Geokimia Organik Diagenesis Proses yang mempengaruhi produk dari produksi primer yang terjadi selama pengendapan dan tahap awal pembusukan di bawah kondisi temperatur dan tekanan yang relatif rendah Transformasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sesungguhnya bisa dimanfaatkan untuk lahan pertanian (potensial), asalkan

TINJAUAN PUSTAKA. sesungguhnya bisa dimanfaatkan untuk lahan pertanian (potensial), asalkan TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Tanah Ultisol sering diidentikkan dengan tanah yang tidak subur, tetapi sesungguhnya bisa dimanfaatkan untuk lahan pertanian (potensial), asalkan dilakukan pengelolaan yang memperhatikan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar wilayahnya didominasi oleh tanah yang miskin akan unsur hara, salah satunya adalah

Lebih terperinci

MODUL 2-1 NUTRISI MINERAL TUMBUHAN

MODUL 2-1 NUTRISI MINERAL TUMBUHAN MODUL 2-1 NUTRISI MINERAL TUMBUHAN Elemen esensial: Fungsi, absorbsi dari tanah oleh akar, mobilitas, dan defisiensi Oleh : Retno Mastuti 1 N u t r i s i M i n e r a l Jurusan Biologi, FMIPA Universitas

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 07 SUMBERDAYA MINERAL Sumberdaya Mineral Sumberdaya mineral merupakan sumberdaya yang diperoleh dari hasil ekstraksi batuan atau pelapukan p batuan (tanah). Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Latosol dan Karakteristiknya Latosol adalah tanah yang memiliki kadar liat lebih dari 60 %, struktur remah sampai gumpal, gembur, dan warna tanah seragam dengan batas-batas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti TINJAUAN PUSTAKA Tanah Ultisol Tanah-tanah yang tersedia untuk pertanian sekarang dan akan datang adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti ordo Ultisol. Ditinjau dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) merupakan tanaman perdu dan berakar tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya. Tomat

Lebih terperinci

Petrogenesa Batuan Beku

Petrogenesa Batuan Beku Petrogenesa Batuan Beku A. Terminologi Batuan beku adalah batuan yang terbentuk sebagai hasil pembekuan daripada magma. Magma adalah bahan cair pijar di dalam bumi, berasal dari bagian atas selubung bumi

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN FOSFAT ALAM DAN PUPUK N TERHADAP KELARUTAN P, CIRI KIMIA TANAH DAN RESPONS TANAMAN PADA TYPIC DYSTRUDEPTS DARMAGA

PENGARUH PEMBERIAN FOSFAT ALAM DAN PUPUK N TERHADAP KELARUTAN P, CIRI KIMIA TANAH DAN RESPONS TANAMAN PADA TYPIC DYSTRUDEPTS DARMAGA PENGARUH PEMBERIAN FOSFAT ALAM DAN PUPUK N TERHADAP KELARUTAN P, CIRI KIMIA TANAH DAN RESPONS TANAMAN PADA TYPIC DYSTRUDEPTS DARMAGA RAFLI IRLAND KAWULUSAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

SIFAT KIMIA TANAH LANJUTAN SIFAT KIMIA TANAH

SIFAT KIMIA TANAH LANJUTAN SIFAT KIMIA TANAH SIFAT KIMIA TANAH LANJUTAN SIFAT KIMIA TANAH 4. Phosphor (P) Unsur Fosfor (P) dlm tanah berasal dari bahan organik, pupuk buatan & mineral 2 di dlm tanah. Fosfor paling mudah diserap oleh tanaman pd ph

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Sifat Kimia Tanah Variabel kimia tanah yang diamati adalah ph, C-organik, N Total, P Bray, Kalium, Kalsium, Magnesium, dan KTK. Hasil analisis sifat kimia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Bedding kuda didapat dan dibawa langsung dari peternakan kuda Nusantara Polo Club Cibinong lalu dilakukan pembuatan kompos di Labolatorium Pengelolaan Limbah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Batuan adalah material alam yang tersusun atas kumpulan (agregat)

TINJAUAN PUSTAKA. Batuan adalah material alam yang tersusun atas kumpulan (agregat) TINJAUAN PUSTAKA Batuan sebagai Penyedia Hara Batuan adalah material alam yang tersusun atas kumpulan (agregat) mineral baik yang terkonsolidasi maupun yang tidak terkonsolidasi yang merupakan penyusun

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biochar (Arang hayati) Istilah Biochar pertama kali di kemukakan oleh Peter Read untuk menyebut charcoal yang digunakan untuk bahan pembenah tanah. Biochar adalah bentuk stabil

Lebih terperinci

What is a rocks? A rock is a naturally formed aggregate composed of one or more mineral

What is a rocks? A rock is a naturally formed aggregate composed of one or more mineral What is a rocks? A rock is a naturally formed aggregate composed of one or more mineral Batuan(rocks) merupakan materi yang menyusun kulit bumi, yaitu suatu agregat padat ataupun urai yang terbentuk di

Lebih terperinci

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

Bab IV. Hasil dan Pembahasan 29 Bab IV. Hasil dan Pembahasan Penelitian penurunan intensitas warna air gambut ini dilakukan menggunakan cangkang telur dengan ukuran partikel 75 125 mesh. Cangkang telur yang digunakan adalah bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penambangan batubara dapat dilakukan dengan dua cara: yaitu penambangan dalam dan penambangan terbuka. Pemilihan metode penambangan, tergantung kepada: (1) keadaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dikenali lagi dan kandungan mineralnya tinggi disebut tanah bergambut (Noor, 2001).

TINJAUAN PUSTAKA. dikenali lagi dan kandungan mineralnya tinggi disebut tanah bergambut (Noor, 2001). TINJAUAN PUSTAKA Lahan Gambut Gambut diartikan sebagai material atau bahan organik yang tertimbun secara alami dalam keadaan basah berlebihan, bersifat tidak mampat dan tidak atau hanya sedikit mengalami

Lebih terperinci

PENYISIHAN KESADAHAN dengan METODE PENUKAR ION

PENYISIHAN KESADAHAN dengan METODE PENUKAR ION PENYISIHAN KESADAHAN dengan METODE PENUKAR ION 1. Latar Belakang Kesadahan didefinisikan sebagai kemampuan air dalam mengkonsumsi sejumlah sabun secara berlebihan serta mengakibatkan pengerakan pada pemanas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Pertumbuhan Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) mempunyai sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang yang terbentuk dari calon akar, akar sekunder,

Lebih terperinci

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP PENGERTIAN TANAH Pedosfer berasal dari bahasa latin yaitu pedos = tanah, dan sphera = lapisan. Pedosfer yaitu lapisan kulit bumi yang tipis yang letaknya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Tanah Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Tanah Gambut II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Tanah Gambut Tanah gambut adalah tanah yang berbahan induk organik atau berasal dari sisa-sisa tanaman masa lampau dan berdasarkan kriteria USDA (2006) digolongkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH WIJAYA

DASAR-DASAR ILMU TANAH WIJAYA DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2009 2.1 Penggolongan Batuan Menurut Lingkungan Pembentukan : 1. Batuan Beku (Batuan Magmatik) 2. Batuan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Inceptisol Indramayu Inceptisol Indramayu memiliki tekstur lempung liat berdebu dengan persentase pasir, debu, liat masing-masing 38%,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui percobaan rumah kaca. Tanah gambut berasal dari Desa Arang-Arang, Kecamatan Kumpeh, Jambi, diambil pada bulan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK LUMPUR SIDOARJO

KARAKTERISTIK LUMPUR SIDOARJO KARAKTERISTIK LUMPUR SIDOARJO Sifat Umum Lumpur Sidoarjo merupakan lumpur yang keluar dari perut bumi, berasal dari bagian sedimentasi formasi Kujung, formasi Kalibeng dan formasi Pucangan. Sedimen formasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Bahan Organik

II. TINJAUAN PUSTAKA Bahan Organik 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bahan Organik Bahan organik tersusun atas bahan-bahan yang sangat beraneka berupa zat yang ada dalam jaringan tumbuhan dan hewan, sisa organik yang sedang menjalani perombakan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menunjang pertumbuhan suatu jenis tanaman pada lingkungan dengan faktor

II. TINJAUAN PUSTAKA. menunjang pertumbuhan suatu jenis tanaman pada lingkungan dengan faktor II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesuburan Tanah Kesuburan tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk menyediakan unsur hara, pada takaran dan kesetimbangan tertentu secara berkesinambung, untuk menunjang pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa media tanam yang digunakan berpengaruh terhadap berat spesifik daun (Lampiran 2) dan

Lebih terperinci

TANAH. Apa yang dimaksud dengan tanah? Banyak definisi yang dapat dipakai untuk tanah. Hubungan tanah dan organisme :

TANAH. Apa yang dimaksud dengan tanah? Banyak definisi yang dapat dipakai untuk tanah. Hubungan tanah dan organisme : TANAH Apa yang dimaksud dengan tanah? Banyak definisi yang dapat dipakai untuk tanah Hubungan tanah dan organisme : Bagian atas lapisan kerak bumi yang mengalami penghawaan dan dipengaruhi oleh tumbuhan

Lebih terperinci