BAB I

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pelayanan pendampingan pastoral merupakan tugas penting Gereja. Pelayanan pendampingan pastoral penting karena pelayanan ini berfokus kepada pertumbuhan iman jemaat, membangun spiritual dan relasi antar umat dengan Tuhan serta memperbaiki relasi antar sesama manusia. Pelayanan pendampingan pastoral tidak melulu berbicara mengenai kebaktian di hari minggu atau pelayanan mimbar yang bersifat satu arah, namun mencakupi pelayanan seperti perkunjungan ke rumah-rumah jemaat dan pembinaan-pembinaan yang diadakan secara rutin oleh Gereja. Setiap pelayanan pendampingan pastoral yang dilaksanakan, diharapkan dapat memberi dampak yang lebih baik bagi pertumbuhan spiritual umat, memperkuat dan memelihara keutuhan hidup serta menjaga relasi antar sesama makhluk ciptaan, khusunya relasi dengan Allah. Ada begitu banyak Gereja yang telah berusaha melaksanakan pelayanan pendampingan pastoral bagi jemaatnya melalui berbagai jenis program pelayanan. Namun pertanyaan ialah, apakah pelayanan yang telah dilaksanakan oleh Gereja telah menjawab kebutuhan jemaat dalam segala aspek kehidupan secara holistik? Yang saya maksud dengan holistik ialah mencakup kehidupan kerohanian dan keimanan, ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup dan beberapa aspek kehidupan lainnya. Untuk menghadirkan pelayanan yang bersifat holistik, maka dibutuhkan suatu pelaksanaan pelayanan yang harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi tempat pelayanan pendampingan pastoral tersebut diterapkan. Dengan kata lain, pelayanan pastoral yang kontekstual adalah salah satu jawabannya. Salah satu buku yang disusun oleh SEAGST Institute Of Advanced Pastoral Studies bersama Panitia Studi Kasus NTT yang berjudul Studi Kasus Pastoral II Nusa Tenggara Timur yang di dalamnya diuraikan beberapa kasus yang terjadi dalam pelayanan Gereja di NTT dan telah dianalisis dan ditanggapi melalui Metode Studi Kasus dari refleksi teologi pastoral. 1 Salah satu tujuan dari buku tersebut yaitu untuk menolong para teolog dalam menghadapi kasus-kasus pastoral yang bertujuan untuk mengembangkan keahlian dalam teologi pastoral yang kontekstual. Buku ini sangat menarik karena bagaimana para penyusun buku ini menggunakan metode studi kasus sebagai jawaban untuk mengembangkan teologi pastoral yang kontekstual di 1 SEAGST Institute of Advaced Pastoral Studiesdan Panitia Studi Kasus NTT, Studi Kasus Pastoral II Nusa Tenggara Timur (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1990), x. 1

2 Indonesia. Melalui metode studi kasus, buku ini hadir membawa pergumulan para teolog yang sedang berhadapan dengan berbagai persoalan dan pertanyaan-pertanyaan seputar kehidupan warga jemaat khususnya yang kehidupan warga jemaatnya masih dipengaruhi oleh tradisi-tradisi budaya lokal mereka seperti yang terjadi di NTT. Salah satu contoh menarik dari buku ini ialah ketika muncul pertanyaan sederhana seperti, apa salahnya dengan poligami? jika hal itu tidak masalah bagi Abraham, Yakub, Daud dan Salomo sedangkan hal ini justru bermasalah bagi orang Kristen? 2 atau kasus lainnya seperti hal-hal yang berbau doa penyembahan berhala, yang memunculkan pertanyaan dari warga jemaat, apakah salah bagi seorang Kristen yang mengadakan upacara adat dan dalam doanya menggunakan doa Bapa Kami?. 3 Kasus-kasus seperti ini menjadi perhatian utama dalam penulisan buku ini. Hal ini dilakukan demi upaya mencari jalan tengah bagaimana seharusnya Gereja mengadapi berbagai kasus dan pertanyaan yang hidup dalam kehidupan masyarakat Kristen di Indonesia, khususnya warga jemaat yang masih menghidupi tradisi kebudayaan lokal. Hal yang saya tuliskan di atas sebanding lurus dengan persoalan yang sering dihadapi oleh beberapa Gereja di Indonesia. Sangat menarik karena buku tersebut berusaha melakukan pendekatan antara Gereja dan budaya melalui jalur yang berbeda. Hal ini jugalah yang berusaha saya lihat melalui kacamata pelayanan pendampingan pastoral yang efektif dan kontekstual khususnya di Gereja Toraja. Selama ini Gereja Toraja telah berupaya melaksanakan pelayanan pendampingan bagi warga jemaatnya, namun kembali ke pertanyaan saya di awal, apakah pelayanan tersebut telah menjawab kebutuhan warga jemaat Gereja Toraja secara holistik? Menurut asumsi awal saya, pelayanan pendampingan pastoral belum menjawab sepenuhnya 4 apa yang menjadi kebutuhan warga jemaat Gereja Toraja. Mungkin asumsi awal saya terkesan begitu naif namun saya berusaha mencari jawaban melalui wawancara kepada beberapa warga jemaat Gereja Toraja yang berasal dari wilayah yang berbeda dengan ikut mempertimbangakan usia serta jabatan yang dipegang oleh warga jemaat yang menjadi partisipan dalam wawancara tersebut. Hasilnya cukup melegahkan karena keenam warga jemaat yang saya wawancarai ternyata pernah mendapat pelayanan pendampingan pastoral dari Gereja mereka. Bahkan salah satu warga jemaat mengaku bahwa pendeta mereka begitu rutin mengadakan perkunjungan ke rumah-rumah warga jemaat setiap minggunya. Namun satu hal yang membuat saya terkejut ialah metode pelayanan pastoral yang diterapkan ternyata memiliki kesamaan (padahal mereka berasal 2 Ibid., Ibid., Yang saya maksud dengan belum menjawab sepenuhnya yaitu apakah pelayanan yang telah dilaskanakan oleh Gereja telah menjawab kebutuhan jemaat dalam aspek kehidupan secara holistik atau menyeluruh yang mencakup kehidupan kerohanian dan keimanan, ekonomi, sosial budaya dan lingkungan hidup warga jemaatnya. 2

3 dari wilayah yang berbeda). Keenam warga jemaat ini mengakui bahwa pelayanan pendampingan pastoral yang dilaksanakan oleh masing-masing Gereja mereka berupa perkunjungan pendeta, di mana pendeta hadir lalu kemudian mengajak keluarga yang sedang dikunjungi untuk beribadah. Sayangnya saya belum mendapat jawaban seberapa efektif dan bergunanya pelayanan pendampingan pastoral yang mereka terima dari Gereja (dengan model seperti di atas) dan seberapa jauh model pelayanan seperti itu memberi dampak bagi pertumbuhan iman mereka. Namun jawaban tersebut dapat kita lihat dari isi rancangan garis besar program pengembangan Gereja Toraja yang menjelaskan bahwa: Kondisi keimanan warga jemaat banyak mengalami dekadensi (kemerosotan), hal ini dapat terlihat dari perilaku warga jemaat yang banyak terseret ke dalam arus negatif globalisasi dan modernisasi [yang] jika dianalisis lebih jauh ternyata situasi demikian dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu faktor yang signifikan berkorelasi positif adalah rendahnya kualitas pembinaan mental spritual dalam pelayanan Gereja Toraja yang disebabkan oleh mutu kotbah (rendah) dari para pelayan yang tidak mampu mengubah pribadi anggota jemaat, hal ini juga sangat terkait dengan muatan kotbah yang kurang kontekstual dengan pergumulan yang tengah dihadapai anggota jemaat, sering kali pemaparan kotbah hanya melakukan teknik analisis isi (content) berdasarkan tekstual Alkitab (belum kontekstual) dengan pemahaman akademik, filosofis yang tidak langsung dapat tercerna dan dipahami oleh jemaat yang hadir dalam ibadah. Hal lain yang turut berpengaruh secara signifikan terhadap degradasi keimanan jemaat adalah kurangnnya frekuensi pelayanan spritual seperti konseling mingguan (rutin), KPI [Kebaktian Penyegaran Iman] kategorial mingguan (rutin), kelompok-kelompok sel PA [Pendalaman Alkitab]. Kegiatan kerohanian hanya dilakukan sebagai tradisi mingguan (hari minggu dan ibadah Rumah Tangga). 5 Pesan yang dimuat di atas merupakan sebuah kegelisahan yang muncul dari Gereja sendiri yang menyadari bahwa selama ini beberapa pelayanan yang dilaksanakan dinilai belum mampu membawa jemaat ke arah pertumbuhan iman yang lebih baik. Yang menjadi ketakutan saya ialah bagaimana bila model pelayanan bersifat seperti ini terus dipertahankan dalam pelayanan Gereja Toraja (khususnya di daerah pedesaan), akan ke mana arah pelayanan pendampingan pastoral Gereja ke depannya? Pelayanan pendampingan pastoral yang kontekstual pada masa sekarang ini adalah hal yang sangat penting, mengingat zaman terus berkembang dan pergumulan warga jemaat tidak melulu harus ditangani dengan model yang sama seperti yang diwariskan dari masa puluhan tahun yang lalu. Saya merasa bahwa pelayanan pendampingan pastoral Gereja khususnya Gereja Toraja sedikit membutuhkan suatu metode pelayanan yang baru. Metode yang tidak hanya Juli Diakses pada tanggal 27 3

4 bersifat satu arah, namun suatu metode pelayanan yang dibangun berdasarkan kebutuhan dan praksis jemaat. Dalam budaya masyarakat Toraja, ada sebuah wadah yang masih hidup dan dihidupi oleh beberapa kelompok masyarakat di kampung tertentu yang disebut Kombongan. Kombongan adalah salah satu warisan adat leluhur masyarakat Toraja yang menyerupai musyawarah, di mana ketika orang-orang berkumpul di dalam pertemuan kombongan maka akan diputuskan beberapa keputusan yang dianggap penting, adil dan bijak demi kesejahteraan banyak orang. Mengapa kombongan? Seperti pernyataan saya yang tertulis pada halaman-halaman sebelumnya bahwa pada masa sekarang ini Gereja perlu melakukan kontekstualisasi. Saya mengatakan hal ini bukan berarti Gereja Toraja belum melakukan tindakan kontekstualisasi terhadap budaya lokal. Saya justru melihat bahwa pada beberapa kasus tertentu, Gereja Toraja telah berhasil melakukan suatu upaya kontekstualisasi budaya namun dalam bidang pelayanan pastoral masih sangat kurang. Justru melalui titik inilah saya ingin berangkat, Gereja yang telah terbuka dengan kebudayaan, terus melakukan proses kontekstualisasi adalah tindakan yang tepat. Kontekstualisasi tidak melulu soal bagaimana kita membawa sesuatu yang bersifat merubah, namun kontekstualisasi juga berbicara tentang suatu sikap menghidupkan kembali apa yang memang sudah dihidupi oleh masyarakat dalam suatu kebudayaan tertentu.kombongan adalah sesuatu yang memang sudah ada, hidup dan dihidupi oleh masyarakat Toraja. Dalam proses ini saya berusaha mencoba untuk melihat sesuatu yang memang sudah hidup dalam budaya masyarakat Toraja lalu kemudian mengembangkannya guna membangun pelayanan Gereja. Stephen B. Bevans menyebut upaya kontekstualisasi budaya ini sebagai Model Antropologis. Menurut Bevans: Model antropologis bersifat antropologis dalam dua arti. Pada tempat pertama, model ini berpusat pada nilai dan kebaikan antropos pribadi manusia.. di dalam setiap pribadi, dan setiap masyarakat serta lokasi sosial dan setiap budaya, Allah menyatakan kehadiran ilahi-nya, dan dengan demikian teologi bukan melulu perkara menghubungkan sebuah pewartaan dari luar betapapun sifatnya yang adi-budaya atau adi-kontekstual dengan sebuah situasi khusus kedua, model ini bersifat antropologis dalam arti bahwa ia menggunakan wawasan-wawasan ilmu-ilmu sosial, terutama antropologi. Dengan menggunakan disiplin ilmu ini, seorang praktisi model antropologis berupaya memahami secara lebih jelas jaring relasi manusia serta nilai-nilai yang membentuk kebudayaan manusia, dan dalamnya Allah hadir, menawarkan kehidupan, penyembuhan serta keutuhan. 6 Selain itu Bevans juga mengajak kita untuk 7 menemukan harta karun rahmat Allah di dalam diri Kristus, dan kehadiran Allah yang menyembuhkan dan menebus ini tersembunyi di dalam setiap kebudayaan dan setiap agama di dalam kebudayaan- kebudayaan tertentu. Dalam kombongan 6 Stephen B. Bevans, Model- Model Teologi Kontekstual, (Maumere: Penerbit Ledalero, 2002), Ibid., 101 4

5 inilah saya akan mencari harta karun rahmat Allah yang tersembunyi itu. Saya memiliki keyakinan bahwa di dalam kombongan pasti terkandung suatu nilai Injil yang dapat dikembangkan. Alasan kedua, mengapa saya memilih kombongan karena kombongan memiliki nilai mistis karena menurut keyakinan mitologi masyarakat Toraja, kombongan pertama kali diadakan karena bersumber dari inisiatif atau tindakan Tuhan Sang Pencipta sendiri karena merasa kasihan kepada manusia Toraja yang tidak dapat lagi menemui Tuhan Sang Pencipta untuk meminta petunjuk hidup akibat dari kejatuhan manusia ke dalam dosa dan hal ini ditandai dengan runtuhnya eran di langi. 8 Sang Pencipta atau Puang Matua merasa kasihan melihat manusia sehingga Ia menjawab kebingungan manusia dengan mengatakan, Sangbara mo eran di langi ke unggaragako kombong kalua. Iamo nasituru I kombongan kalua padamo kada indeto (hendaklah engkau mengadakan musyawarah sebagai pengganti tangga ke langit. Apa yang disepakati oleh musyawarah nilainya sama dengan sabda Puang Matua). 9 Karena adanya keyakinan bahwa setiap hal yang diputuskan dalam kombongan nilainya sama dengan sabda Puang Matua (Tuhan Sang Pencipta). Masyarakat Toraja mulai berkumpul dan mengadakan kombongan demi mencari sophia dari Tuhan sendiri. Kombongan yang diadakan terus berfokus kepada pengambilan keputusan yang mengutamakan keadilan baik secara personal, keluarga dan masyarakat secara luas. Yang mengatur jalannya suatu pertemuan ialah para tuan kepala distrik yang membawahi badan pemerintahan kampung atau desa masingmasing pemerintahan toparengge (pemimpin tradisional) dan tominaa (orang yang pandai berdoa menurut Aluk Todolo 10 ). Dalam tradisi masyarakat Toraja menurut aluk todolo, toparengge dianggap sebagai orang yang bertanggung jawab atas kesejahteraan jasmani dan rohani rakyatnya serta bertanggung jawab atas segala bentuk aturan untuk menyembah dewadewa dan mengatur aturan kemasyarakatan. Sedangkan tominaa adalah orang yang pandai berdoa dan menggunakan bahasa sastra Toraja. Mereka adalah orang-orang yang berbudi, kaya pemikiran, dan bijaksana khusunya di bidang keagamaan. 8 Eran di langi berarti: tangga ke langit. Tangga yang menghubungkan antara dunia dan langit tempat Puang Matua (Tuhan Sang Pencipta) berada. 9 Y. A. Sarira, Aluk Rambu Solo dan Persepsi Orang Kristen Terhadapa Rambu Solo, (Toraja: Percetakan Sulo Gereja Toraja, 1996), Aluk Todolo berarti: agama para leluhur atau cara hidup, aturan hidup para leluhur. Di tahun 1060-an, Aluk Todolo diakui sebagai aliran Hindu-Bali. sebelumnya Aluk Todolo dikualifikasi sebagai animisme dan dengan demikian, tidak mempunyai tempat dalam negara Pancasila. Para penganutnya sering mempergunakan istilah Alukta, yang berarti aluk kita atau agama kita. Orang Kristen jelas tidak dapat menerima istilah tersebut, karena itu akan berarti bahwa mereka kembali menganut Aluk Todolo itu sebagai aluk mereka. Andaikata Alukta itu berarti kebudayaan kita, hal itu tidak akan menyulitkan bagi orang Toraja Kristen. Tetapi, istilah Aluk Todolo pasti tepat dari segi sejarah dan fenomenologi agama. 5

6 Kombongan tidak hanya menetapkan aluk 11 tetapi juga dapat membatalkan aluk karena tidak sesuai dengan keadilan atau tidak membawa berkat. Pada tahun 1930-an, musyawarah atau kombongan kalua di Baruppu telah membatalkan aluk membayar denda perceraian karena kematian. Karena salah satu hukum perkawinan di Tana Toraja ialah hukum membayar denda berupa materibila ada perceraian suami istri, yang harus membayar denda bila terjadi perceraian ialah yang bersalah, suami atau istri yang merusak rumah tangga. Semula di Baruppu perceraian karena kematian salah seorang di antara suami atau istri juga harus membayar denda dan selama ini aturan menyebutkan bahwa suamilah yang harus membayar denda kepada istrinya baik istrinya yang meninggal maupun suami tersebut yang meninggal. Ketika J. Sarungu menjadi kepala Distrik Panggala (Baruppu ) beliau membawa masalah ini ke dalam musyawarah Baruppu atau kombongan kalua karena menurut beliau tidak ada orang yang sengaja meninggal, karena itu perceraian suami istri karena kematian bukanlah perceraian yang disengaja, sehingga tidak perlu membayar denda perceraian. Hal tersebut disetujui masyarakat Baruppu sehingga sejak saat itu denda perceraian karena kematian ditiadakan atau dibatalkan. 12 Setiap keputusan yang diambil dalam pertemuan kombongan diharapkan dapat selalu memberikan keputusan-keputusan yang mendatangkan keadilan bagi banyak pihak. Memang kasus di atas terdengar sederhana bagi beberapa orang, namun jika diteliti lebih dalam, hasil keputusan kombongan yang dilaksanakan di Baruppu mengenai pembatalan denda perceraian karena kematian dianggap dapat berpengaruh kepada perbaikan nilai ekonomi masyarakatnya dan juga akan mengurangi beban moral dari pihak yang akan membayar hutang denda. Ada banyak keputusan lainnya yang telah diputuskan dalam pertemuan kombongan. Namun sayangnya, wadah musyawarah masyarakat yang merupakan tradisi murni leluhur orang Toraja dan memiliki nilai mistis ini belum sempat dilirik oleh Gereja Toraja. Hal ini menimbulkan pertanyaan di benak saya, apakah kombongan berpotensi sebagai alternatif yang dapat dipakai oleh Gereja untuk melaksanakan pendampingan pastoral bagi warga jemaatnya? 2. Rumusan Masalah Dalam bukunya yang berjudul Pastoral Care in Historical Perspective, William A. Clebsch dan Charles R. Jaekle menyebutkan ada empat fungsi pasoral yaitu healing (menyembuhkan), sustaining(mendukung), guiding(membimbing), dan reconciling (memulihkan). 13 Fungsi pertama, healing atau menyembuhkan adalah suatu fungsi pastoral yang bertujuan untuk 11 Kepercayaan atau aturan hidup. 12 Y. A. Sarira, Aluk, William A. Clebsch dan Charles R. Jaekle, Pastoral Care in Historical Perspective, (New York: Harper & Row Publishers,1964),32. 6

7 mengatasi kerusakan yang dialami orang dan sedang dipulihkan menuju kepada keutuhan serta membimbing orang tersebut untuk lebih maju dan dapat keluar dari kondisinya terdahulu. 14 Fungsi kedua, sustaining atau mendukung berfungsi untuk menolong orang yang sedang memiliki masalah dan dapat bertahan di dalam masalahnya yang sulit. 15 Fungsi ketiga, guiding atau membimbing adalah fungsi yang dapat menolong orang ketika sedang diperhadapkan dengan masalah yang sulit, seperti ketika ia harus memilih pilihan hidupnya. 16 Fungsi keempat, reconciling atau memulihkan. Reconciliation adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan tindakan Allah di dalam Yesus Kristus untuk menyelamatkan seluruh umat (bnd, 2Kor 5:19) oleh karena itu yang dimaksud dengan fungsi memulihkan di sini ialah menolong orang-orang untuk membangun atau memperbarui kembali hubungannya dengan Tuhan dan dengan sesama manusia. 17 Namun Howard Clinebell menambahkan satu lagi fungsi pastoral yaitu nurturing(memelihara atau mengasuh). Clinebell menyebutkan tujuan dari memelihara adalah memampukan orang untuk mengembangkan potensi-potensi yang diberikan Allah kepada mereka, di sepanjang perjalanan hidup mereka dengan segala lembah-lembah, puncak-puncak dan dataran-datarannya. 18 Saya juga menggunakan konsep teori dari Aart Martin van Beek yang kemudian menyempurnakan kelima fungsi pendampingan pastoral menjadi enam fungsi dengan menambahkan fungsi mengutuhkan. Aart van Beek mengatakan, fungsi ini adalah fungsi pusat karena sekaligus merupakan tujuan utama dari pendampingan pastoral, yaitu pengutuhan kehidupan manusia dalam segala aspek kehidupannya, yakni fisik, sosial, mental, dan spiritual 19 Secara umum, kini ada enam fungsi pendampingan pastoral yang nantinya akan saya uraikan sebagai sebuah kerangka teori sehingga dapat dijadikan sebagai alat untuk mengukur atau meneliti, apakah kombongan juga memiliki keenam fungsi pastoral (dengan demikian kombongan dapat dinyatakan layak atau tidak layak sebagai alternatif yang lain yang dapat dipakai oleh Gereja Toraja dalam membangun pelayanan pendampingan pastoral kontekstual). Keenam fungsi pastoral tersebut juga akan ditinjau dengan menggunakan sebuah pendekatan yang bersifat holistik. Maksudnya ialah, setiap fungsi akan ditinjau secara menyeluruh baik secara sosial, mental, fisik dan spiritual. Menurut Handi Hadiwitanto, setiap fungsi seharusnya memiliki perspektif holistik, contohnya healing yang berfungsi untuk membimbing orang yang sedang menderita menuju kepada keutuhan. Fungsi healing ini 14 Ibid., Ibid., Ibid., Ibid., Howard Clinebell, Tipe-Tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral, (Yogyakarta, Jakarta: Kanisius, BPK Gunung Mulia, 2002), Aart Martin van Beek, Pendampingan Pastoral,(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), 16. 7

8 seharusnya dianalisis menggunakan perspektif holistik atau secara menyeluruh. Alfred Anggui misalnya menulis tentang pelayanan pastoral bagi kaum buruh di Indonesia, Alfred mengatakan ketika melakukan sebuah pelayanan pastoral kepada seorang buruh, fungsi ini akan memperlihatkan bahwa kaum buruh (yang tergolong berada di bawah garis kemiskinan) juga adalah orang-orang yang terluka dan membutuhkan penyembuhan. Jika ditinjau melalui perspektif holistik, mereka membutuhkan penyembuhan bukan hanya pada aspek ekonomi dan politik, namun juga sosial, spiritual fisik dan mental. Setelah melakukan proses analisis sehingga kita dapat menemukan jawaban penyelesaian penderitaan yang mereka alami. 20 Jadi bagaimana penderita tersebut benar-benar dibimbing menuju kepada keutuhan dan hidup yang lebih baik dengan ikut memperhatikandari banyak sudut. Istilah pendampingan sendiri menurut Aart van Beek memiliki arti kegiatan kemitraan, bahu-membahu, menemani, membagi/berbagi dengan tujuan saling menumbuhkan dan mengutuhkan. 21 Sedangkan istilah pastoral Pastoral berasal dari akar kata pastor, dalam bahasa Latin atau dalam bahasa Yunani disebut poimen yang artinya gembala. Secara tradisional, dalam kehidupan gerejawi kita hal ini merupakan tugas pendeta yang harus menjadi gembala bagi jemaat atau domba -Nya. Pengistilaan ini dihubungkan dengan diri Yesus Kristus dan karya-nya sebagai Pastor Sejati atau Gembala Yang Baik (Yoh.10). 22 Istilah pastor dalam konotasi praktisnya berarti merawat atau memelihara. Makna dari pendampingan pastoral sendiri menurut Aart van Beek,...merupakan sifat dari pekerjaan pendampingan itu sendiri..[yang seharusnya] bersifat pastoral. Atau dengan kata lain, pertolongan kepada orang sesama yang utuh mencakup jasmani, mental, sosial, dan rohani hendaklah bersifat pastoral..[sesuai keenam fungsi pastoral]. Sebab Allah yang adalah pencipta, bersifat merawat dan memelihara dengan baik, maka bila pastoral dihubungkan dengan istilah pendampingan, dimaksud untuk memperdalam makna pekerjaan pendampingan. Pendampingan tersebut tidak hanya memiliki aspek horizontal (dari manusia kepada manusia) akan tetapi juga mewujudkan aspek vertikal (hubungan dengan Allah). 23 Setelah melakukan analisis dan mencoba mencari tahu unsur-unsur di dalam konsep pastoral yang saya tawarkan di atas maka saya akan mulai melihat kembali kombongan. Sebagai seorang teolog Kristen, saya ingin meneliti secara langsung seberapa besarkah kemungkinan kombongan memiliki potensi sebagai alternatif yang dibutuhkan oleh Gereja Toraja dalam melaksanakan pendampingan pastoral bagi warga jemaatnya. Alasan ketiga mengapa saya begitu tertarik dengan kombongan karena keberadaan kombongan di dalam kehidupan masyarakat Toraja 20 Michael Andin (Ed.),Perantau Toraja, Bersama Membangun Toraja: Pelayanan Pastoral bagi Buruh di Indonesia (Jakarta: Penerbit PAPT, 2010), Aart Martin van Beek, Pendampingan Pastoral, Ibid., Aart Martin van Beek, Pendampingan Pastoral, 12. 8

9 ternyata memiliki suatu nilai mistis yang sangat bernilai harganya. Pada latar belakang saya telah menjelaskan bahwa dalam kisah mitologi masyarakat Toraja, ada suatu keyakinan bahwa kombongan mulai diadakan karena berasal dari inisatif Tuhan Sang Pencipta kepada manusia Toraja yang mulai kebingungan untuk menemukan arah kehidupan mereka yang diakibatkan kejatuhan manusia ke dalam dosa. Menurut kisah mitologinya, Tuhan Sang Pencipta sendiri yang mengungkapkan bahwa setiap keputusan yang dihasilkan di dalam kombongan nilainya sama dengan sabda Puang Matua. Di sini saya melihat meskipun kombongan hanya merupakan suatu wadah musyawarah yang telah ada sejak zaman nenek moyang masyarakat Toraja namun ia tetap memiliki sebuah nilai mistis, saya sendiri meyakini bahwa kombongan sendiri merupakan sebuah bentuk penyataan Tuhan Sang Pencipta atau Puang Matua kepada manusia Toraja yang telah berdosa. Dengan kata lain, Tuhan ingin menyapa masyarakat Toraja melalui cara yang berbeda. Tuhan tidak membiarkan manusia bergumul sendiri dalam berbagai problematika yang mereka hadapi. Ada sebuah keyakinan di dalam diri masyarakat Toraja bahwa sesungguhnya Tuhan hadir melalui kombongan untuk menolong manusia Toraja serta mengarahkan mereka untuk mengerti akan kehendak Tuhan Sang Pencipta. Namun hal yang paling menarik ialah, Tuhan Sang Pencipta atau Puang Matua sendiri menyatakan kehadiran dan kehendak-nya bukan hanya secara individual namun juga secara komunal. Meski awalnya kehadiran kambongan tidak memperkenalkan dirinya sebagai suatu wadah yang bersifat pastoral. Namun tanpa disadari keberadaannya yang telah menjadi wadah di mana masyarakat Toraja bisa berkumpul bersama membicarakan suatu masalah dan memutuskan jalan terbaik demi terciptanya kehidupan yang damai serta mengusahakan keadilan bagi banyak pihak, menurut saya hal ini bisa saja digolongkan sebagai suatu pertemuan yang bersifat pastoral karena kombongan hadir untuk menolong masyarakat Toraja. Hanya saja hal ini perlu ditinjau kembali. Apakah kombongan dapat dijadikan sebagai sebuah alternatif yang dapat mendukung pelayanan pastoral Gereja Toraja. Untuk itu disinilah saya ingin melakukan sebuah penelitian, mencari jawabannya. Oleh karena itu saya mengusulkan pertanyaan teologis yang akan membimbing saya dalam melakukan penelitian ini. Pertanyaan penelitian tersebut, sebagai berikut: 1. Bagaimana warga Gereja dan masyarakat memahami dan menjalankan budaya Kombongan? 2. Sejauh mana keenam fungsi pastoral (healing (menyembuhkan), sustaining (mendukung), guiding (membimbing), reconciling (memulihkan), nurturing 9

10 (memelihara atau mengasuh), dan holistic (mengutuhkan) dapat ditemukan dalam Kombongan? 3. Sejauh mana Kombongan berpotensi menjadi alternatif bagi pelayanan pastoral Gereja Toraja? 3. Batasan Masalah Penelitian Empiris dilakukan terhadap kegiatan pertemuan kombongan untuk mengetahui bagaimana masyarakat Toraja memaknai dan menghidupi kegiatan kombongan tersebut. Penelitian hanya dibatasi pada usaha mencari pemahaman tentang kombongan, bagaimana kombongan dihidupi dan apa saja yang dilakukan dalam pertemuan kombongan. Menurut saya, batasan-batasan masalah yang saya maksudkan di atas dapat memberi informasi yang cukup untuk saya dapat mengerti makna penting dari kegiatan kombongan. Cara masyarakat Toraja Toraja memaknai kombongan inilah yang kemudian akan saya dialogkan dengan keenam fungsi pastoral untuk dianalisis dan mencari jawaban, apakah keenam fungsi pastoral terkandung di dalam kombongan. Asumsi awal saya, kombongan dapat dijadikan sebagai alternatif pelayanan pendampingan pastoral Gereja Toraja. Oleh karena itu pemeriksaan terhadap kombongan perlu untuk dilakukan dengan cara melakukan penelitian empiris dan difokuskan kepada mereka yang memahami makna penting dari pertemuan kombongan dalam budaya masyarakat Toraja. 4. Judul Gereja Toraja dan Kombongan : Sebuah Tinjauan Empiris-Teologis Terhadap Kombongan di dalam Adat Masyarakat Toraja dan Peran Gereja Toraja Memfungsikannya di Tengah 5. Tujuan Penulisan Persoalan-persoalan Pastoral 1. Tulisan ini bertujuan untuk menemukan pemahaman, arti dan potensi dari kombongan dalam kaitannya dengan nilai-nilai Kristiani dan bagaimana memfungsikannya di tengah persoalan pelayanan pendampingan pastoral Gereja Toraja. 2. Tulisan bertujuan untuk memberi sumbangan pemikiran bagi Gereja Toraja melalui strategi pembangunan jemaat yang berhubungan dengan pelayanan pendampingan pastoral yang kontekstual. 6. Metode Penelitian 10

11 Metode penelitian yang akan dipakai yaitu menggunakan pendekatan lingkaran empiris (the empirical cycle) yang diperkenalkan oleh van der Ven dengan beberapa tahapan, sebagai berikut: 1. Tahap pertama, melihat dan menemukan persoalan dan tujuan penelitian yang relevan di lapangan. 24 Pengamatan dan pertanyaan teologis, fenomena yang muncul dan digambarkan dalam latar belakang masalah dilihat sampai memunculkan pertanyaan teologis. 2. Tahap kedua, melihat lebih jauh apa yang dialami oleh Gereja dan manusia berdasarkan pengamatan dan persoalan tahap pertama. Tahap ini disebut sebagai tahapan Induksi teologis. 25 Perumusan masalah dengan menggunakan kerangka teoritis (Induksi). 3. Tahap ketiga, sistematisasi dan konseptualisasi hasil tahapan kedua. Di sini dilakukan proses deduksi teologis, membuat hipotesis, operasionalisasi berbagai konsep, dan penyusunan alat tes yang terukur. 26 Pengartikulasian konsep dalam operasionalisasi (Deduksi), menentukan variabel-variabel berlandaskan kerangka teoritis. Varibel-varibel inilah yang digunakan sebagai alat untuk memeriksa permasalahan. 4. Tahap keempat disebut empirical testing, di mana hipotesis akan diperiksa, seluruh data dikumpulkan dan dianalisis sesuai dengan pertanyaan penelitian. 27 Analisa Empiris,langkah yang dilakukan ketika telah melakukan penelitian dengan menggunakan variabel yang telah ditentukan pada langkah deduksi. Analisis dilakukan dengan metode kualitatif, yaitu melalui wawancara mendalam kepada informan yang sudah ditentukan berdasarkan kriteria yang dibutuhkan dalam penelitian ini. 5. Tahap kelima, adalah evaluasi teologis atau refleksi teologis, baik terhadap praksis maupun teori yang telah digunakan sebagai kerangka teoritis penelitian Profil Informan Pada bagian ini saya akan memberikan uraian singkat mengenai profil kelima belas informan yang telah saya wawancarai untuk memperoleh data terkait kegiatan pertemuan kombongan dalam kehidupan masyarakat Toraja. Perlu diingat bahwa kelima belas informan saya berasal dari latar belakang yang berbeda. Hal ini penting mengingat pada bagian sebelumnya saya telah 24 Handi Hadiwitanto, Teologi Praktis-Empiris, Pembangunan Jemaat, dan Relevansi Pemikiran Pdt. Prof. E. Gerrit Singgih, Ph.D, dalam Victor Hamel, dkk. (Eds.), Sang Guru dari Labuang Baji, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), Ibid., Ibid., Ibid., Ibid.,

12 memberi penjelasan bahwa Toraja terdiri dari 32 wilayah adat dan setiap wilayah adat dipimpin oleh beberapa tokoh adat seperti tomina (imam atau orang bijaksana), toparengge (orang yang bertanggung jawab atau berkuasa dalam suatu pemerintahan di sebuah wilayah adat), pa kamberan (orang yang dituakan sebagai Ayah di satu kampung atau wilayah adat), pa kaindoran (orang yang dituakan sebagai Ibu di satu kampung atau wilayah adat), ma dika (gelar bagi orang yang disebut sebagai puang atau tuan). Informan 13 yang adalah seorang tokoh adat (pemangku adat di wilayah adat Tikala) memberi sebuah gambaran mengenai penyebutan gelar dari beberapa wilayah adat di Toraja. 29 Menurut informan 13, penyebutan pemimpin adat di wilayah selatan dan utara memiliki perbedaan, misalnya saja di daerah selatan disebut sebagai toparengge dan di utara disebut sebagai ambe atau indo yang bersifat father and mother. Oleh karena itu menurut informan 13, dalamstruktur pemerintah bersifat ayah dan ibu dan mereka tidak memimpin dalam kekuatan atau dalam keangkuhan. Setiap wilayah adat membangun peraturan yang berbeda dengan wilayah adat yang lain. Meski aturan diciptakan berbeda namun setiap aturan yang diputuskan selalu diusahakan agar tidak bertentangan dengan aturan wilayah adat lainnya. Berikut profil para informan yang telah memberikan informasi melalui proses wawancara: Informan 1 : Seorang pendeta Gereja Toraja yang kini selama masa emiritasi telah diangkat menjadi tokoh adat masyarakat Toraja di wilayah adat Randan Batu. Informan 2 : Seorang tokoh adat, wilayah adat Buntao yang berusia 70 tahun. Informan 3 : Seorang tokoh adat, adat wilayah adat Buntao dan saat ini menjabat sebagai seorang Majelis Gereja Toraja Jemaat Ledo, Buntao. Informan 4 : Seorang Pendeta dan juga sebagai dosen UKI Toraja Fakultas Teologi pengampu mata kuliah Pastoral. Informan 5 : Seorang Pendeta dan juga sebagai dosen UKI Toraja Fakultas Teologi pengampu mata kuliah Praktika, Pastoral dan Biblika. Informan 6 : Seorang tomenani dengan gelar ne Sando yang telah berusia 77 tahun. Perannya hampir sama dengan seorang tomina. Namun tomenani berbeda dengan tomina karena menurut informan, turunan tomenani tidak boleh digantikan oleh orang yang tidak sedarah 29 Lihat pernyataan informan 13 pada lampiran II, kolom sustaining,hal. YY-AAA 12

13 daging dengannya sedangkan tomina, siapa saja pun dapat disebut tomina. Informan 6 bertempat tinggal di tongkonansampai saat ini masih memeluk kepercayaan aluk todolo. Informan 7 : Tokoh adat Wilayah adat Kesu Informan 8 : Seorang pemangku adat, Toparengge wilayah adat Karopi Alo yang kini menjabat sebagai Ketua Koordinator masyarakat adat wilayah kecamatan Nanggala. Informan 9 : Seorang Pendeta Gereja Toraja Jemaat Informan 10: Seorang turunan toparengge yang masih berusia 35 tahun. Ayahnya adalah seorang ketua pemangku adat atau Toparengge wilayah adat Londa dengan gelar Sokkong Bayu (saat ini lebih banyak mewakili tugas ayahnya sebagai toparengge ) Informan 11: Seorang pendeta yang telah mengabdikan dirinya sebagai seorang pendeta jemaat di Gereja Toraja selama 35 tahun. Informan 12: Seorang pendeta yang telah mengabdikan dirinya dalam pelayanan sebagai seorang pendeta jemaat selama 19 tahun. Saat ini melayani sebagai pendeta jemaat di Gereja Toraja Jemaat Sion Makale, juga sebagai Sekertaris team Pendampingan Pastoral Pendeta Gereja Toraja dan seorang konselor. Informan 13: Seorang tokoh adat (pemangku adat di wilayah adat Tikala), seorang tokoh pendidik (Kepala Sekolah SD), saat ini juga menjabat sebagai seorang Majelis Gereja Toraja Jemaat Tikala dan berusia 65 tahun. Informan 14: Seorang Sekertaris Masyarakat Adat dalam kombongan Sang Tikalan, Anggota Pemuda Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) berusia 40 tahun. Informan 15: Seorang pendeta yang berusia 63 tahun dan telah mengabdikan dirinya dalam pelayanan sebagai seorang pendeta jemaat selama 22 tahun. Pada saat ini informan 15 melayani di Gereja Toraja Jemaat Tantanan, Klasis Tallunglipu. Karena Tana Toraja terdiri dari 32 wilayah adat maka saya berusaha mencari informasi dari beberapa tokoh adat yang berasal dari wilayahadat yang berbeda. Meski beberapa di antaranya adalah Pendeta yang bukan turunan toparengge atau ma dika namun mereka adalah pendeta yang memahami mengenai pertemuan kombongan. Beberapa diantara informan pernah menghadiri pertemuan kombongan di wilayah adat tertentu (tempat mereka melayani). 13

14 8. Sistematika Penulisan BAB I : Pendahuluan Berisi latar belakang permasalahan, permasalahan teologis awal yang muncul, batasan masalah, judul, tujuan penulisan, metode penelitian dan sistematika penulisan. BAB II : Teologi Pastoral, Teologi Pendampingan Pastoral dan Keenam FungsiPendampingan Pastoral Sebagai Konsep Teologi Praktis. Pada bab ini saya menjelaskan teori Teologi Pastoral secara umum lalu menjelaskan Teologi Pendampingan Pastoral serta menguraikan Keenam Fungsi Pendampingan Pastoral healing ( menyembuhkan), sustaining (mendukung), guiding (membimbing), reconciling (memulihkan), nurturing (memelihara atau mengasuh), dan holistic (mengutuhkan). Yang mana teori ini akan dipakai sebagai alat untuk meneliti apakah Kombongan dapat berpotensi sebagai sebuah alternatif pelayanan pendampingan pastoral Gereja Toraja. BAB III: Analisis Terhadap Pemahaman Kombongan dengan Keenam Fungsi Pastoral (Healing/Menyembuhkan, Sustaining/Mendukung, Guiding/Membimbing, Reconciling/Memulihkan, Nurturing/Mengasuh, Holistic/Mengutuhkan) Pada bab ini, saya akan menguraikan hasil penelitian yang bersumber dari data yang ada di lapangan. Selanjutnya, data yang diperoleh melalui proses wawancara kemudian dianalisis dengan menggunakan teori keenam fungsi pastoral yang ada pada Bab II. BAB IV : Evaluasi Teologis : Membangun Pelayanan Pendampingan Pastoral yang Kontekstual dan Holistik Pada bab ini, saya akan melakukan evaluasi teologis terhadap hasil penelitian yang telah dianalisis pada Bab III. Pada bagian ini saya juga akan mendiskusikan hasil analisis kombongan dengan Teologi Kontekstual dalam rangka membangun pelayanan pendampingan pastoral yang kontekstual dan holistik di Gereja Toraja. BAB V : Kesimpulan dan Saran Membangun Pelayanan Pendampingan Pastoral yang Kontekstual Pada bab ini, saya akan memberikan kesimpulan dari isi seluruh bab dalam skripsi ini. Berdasarkan hasil Evaluasi Teologis pada Bab V maka pada bagian ini juga saya akan memberikan saran dalam membangun pelayanan pendampingan pastoral yang kontekstual. 14

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sakramen berasal dari bahasa Latin; Sacramentum yang memiliki arti perbuatan kudus 1. Dalam bidang hukum dan pengadilan Sacramentum biasanya diartikan sebagai barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin BAB I PENDAHULUAN Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin Gereja dengan Suatu Kajian Pastoral terhadap dampak Psikologis bagi orang-orang yang dikenakan Disiplin

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA FUNGSI KONSELING PASTORAL BAGI WARGA JEMAAT POLA TRIBUANA KALABAHI

BAB IV ANALISA FUNGSI KONSELING PASTORAL BAGI WARGA JEMAAT POLA TRIBUANA KALABAHI BAB IV ANALISA FUNGSI KONSELING PASTORAL BAGI WARGA JEMAAT POLA TRIBUANA KALABAHI Permasalahan hidup yang dihadapi oleh warga jemaat Pola Tribuana Kalabahi meliputi beberapa aspek, yaitu aspek fisik, sosial,

Lebih terperinci

BAB II GEREJA DAN PASTORAL

BAB II GEREJA DAN PASTORAL BAB II GEREJA DAN PASTORAL 2.1. Pengertian Gereja Persekutuan di dalam Yesus Kristus dipahami berada ditengah-tengah dunia untuk dapat memberikan kekuatan sendiri kepada orang-orang percaya untuk dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kehidupan dan kematian merupakan dua hal yang harus dihadapi oleh setiap manusia termasuk orang Toraja, karena ini merupakan hukum kehidupan menurut adat Toraja. Sebagai

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Keluarga adalah institusi pertama yang dibangun, ditetapkan dan diberkati Allah. Di dalam institusi keluarga itulah ada suatu persekutuan yang hidup yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertemunya masyarakat yang beragama, yang disebut juga sebagai jemaat Allah. 1

BAB I PENDAHULUAN. bertemunya masyarakat yang beragama, yang disebut juga sebagai jemaat Allah. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persekutuan di dalam Yesus Kristus dipahami berada di tengah-tengah dunia untuk dapat memberikan kekuatan sendiri kepada orang-orang percaya untuk dapat lebih kuat

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Pendampingan dan konseling pastoral adalah alat-alat berharga yang melaluinya gereja tetap relevan kepada kebutuhan manusia. 1 Keduanya, merupakan cara

Lebih terperinci

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS. perempuan atau pun jenis kelamin, semuanya pasti akan mengalaminya. Tidak hanya

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS. perempuan atau pun jenis kelamin, semuanya pasti akan mengalaminya. Tidak hanya BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS Kematian merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Siapa saja bisa mengalami hal itu, baik tua atau pun muda, miskin atau pun kaya, baik perempuan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. E.P. Ginting, Religi Karo: Membaca Religi Karo dengan Mata yang Baru (Kabanjahe: Abdi Karya, 1999), hlm.

BAB I PENDAHULUAN UKDW. E.P. Ginting, Religi Karo: Membaca Religi Karo dengan Mata yang Baru (Kabanjahe: Abdi Karya, 1999), hlm. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Secara umum masyarakat Karo menganggap bahwa agama Hindu-Karo adalah agama Pemena (Agama Pertama/Awal). Dalam agama Pemena, terdapat pencampuran konsep

Lebih terperinci

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS Dalam gereja ditemukan berbagai kepentingan yang berbeda. Sebagai akibat, perbedaan itu dapat memunculkan konflik yang selanjutnya dinilai sebagai sesuatu yang wajar. 1 Ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan teknologi dan komunikasi yang semakin pesat, memacu orang untuk semakin meningkatkan intensitas aktifitas dan kegiatannya. Tingginya intensitas

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN 1.1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) adalah Gereja mandiri bagian dari Gereja Protestan Indonesia (GPI) sekaligus anggota Persekutuan Gereja-Gereja

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan di perkotaan diperhadapkan dengan sebuah realita kehidupan yang kompleks. Pembangunan yang terus berlangsung membuat masyarakat berlomba-lomba untuk

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Kehidupan bergereja (berjemaat) tidak dapat dilepaskan dari realita persekutuan yang terjalin di dalamnya. Dalam relasi persekutuan tersebut, maka setiap anggota

Lebih terperinci

BAB IV PANDANGAN WARGA JEMAAT GBI BANDUNGAN TERHADAP PSK BANDUNGAN. A. Pandangan Warga Jemaat GBI Bandungan Terhadap PSK Bandungan

BAB IV PANDANGAN WARGA JEMAAT GBI BANDUNGAN TERHADAP PSK BANDUNGAN. A. Pandangan Warga Jemaat GBI Bandungan Terhadap PSK Bandungan BAB IV PANDANGAN WARGA JEMAAT GBI BANDUNGAN TERHADAP PSK BANDUNGAN A. Pandangan Warga Jemaat GBI Bandungan Terhadap PSK Bandungan Pada Bab II telah dijelaskan bahwa cara pandang Jemaat Gereja terhadap

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Di dalam Alkitab, setidaknya terdapat tiga peristiwa duka dimana Yesus

BAB V KESIMPULAN. Di dalam Alkitab, setidaknya terdapat tiga peristiwa duka dimana Yesus BAB V KESIMPULAN 5.1. Refleksi Di dalam Alkitab, setidaknya terdapat tiga peristiwa duka dimana Yesus hadir dalam tiga kesempatan yang berbeda: (1) Yesus membangkitkan anak Yairus (Matius 9:18-26, Markus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia tentunya memiliki masalah dan pergumulannya masing-masing. Persoalan-persoalan ini mungkin berkaitan dengan masalah orang per

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Manusia hidup tidak selamanya berada dalam kondisi dimana semuanya berjalan lancar sesuai dengan apa yang direncanakan dan diingininya. Ada saat dimana muncul ketegangan-ketegangan

Lebih terperinci

1. LATAR BELAKANG MASALAH

1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1 1. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia dalam kehidupannya memiliki banyak kebutuhan, antara lain : kebutuhan untuk diperhatikan, mendapatkan bimbingan, pemeliharaan, asuhan, penghiburan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tana Toraja merupakan salah satu daerah yang memiliki penduduk mayoritas beragama Kristen. Oleh karena itu bukan hal yang mengherankan lagi jikalau kita menjumpai

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. menghargai orang yang menderita itu. Salah satunya dengan memanfaatkan metodemetode konseling dari ilmu psikologi.

BAB I P E N D A H U L U A N. menghargai orang yang menderita itu. Salah satunya dengan memanfaatkan metodemetode konseling dari ilmu psikologi. BAB I P E N D A H U L U A N 1. LATAR BELAKANG Konseling pastoral adalah salah satu bentuk pertolongan dalam pendampingan pastoral yang hingga kini mengalami perkembangan. Munculnya golongan kapitalis baru

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN

BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN PRESPEKTIF KONSELING PASTORAL DAN REFLEKSI TEOLOGIS Dalam Bab ini akan dipaparkan analisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada semua orang agar merasakan dan mengalami sukacita, karena itu pelayan-pelayan

BAB I PENDAHULUAN. kepada semua orang agar merasakan dan mengalami sukacita, karena itu pelayan-pelayan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Kristen Sumba (GKS) Nggongi adalah salah satu dari sekian banyak gereja yang ada di Indonesia. Gereja hadir untuk membawa misi menyampaikan kabar baik

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kepemimpinan merupakan hal yang penting berada dalam gereja. Hal ini tidak terlepas dari keberadaan gereja sebagai organisasi. Dalam teori Jan Hendriks mengenai jemaat

Lebih terperinci

UKDW. Bab I Pendahuluan

UKDW. Bab I Pendahuluan Bab I Pendahuluan I. A. Latar Belakang Perbedaan merupakan hal yang selalu dapat kita temukan hampir di setiap aspek kehidupan. Beberapa perbedaan yang seringkali ditemukan misalnya perbedaan suku bangsa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Majelis Agung GKJW, Tata dan Pranata GKJW, Pranata tentang jabatan-jabatan khusu, Bab II-V, Malang,

BAB I PENDAHULUAN. 1 Majelis Agung GKJW, Tata dan Pranata GKJW, Pranata tentang jabatan-jabatan khusu, Bab II-V, Malang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Gereja adalah mitra kerja Tuhan Allah dalam mewujudkan rencana karya Tuhan Allah yaitu untuk menyelamatkan umat manusia. Dalam memenuhi panggilan-nya tersebut,

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Ibadah etnik merupakan salah satu bentuk ibadah yang memberi ruang bagi kehadiran unsurunsur budaya. Kehadiran unsur-unsur budaya yang dikemas sedemikian rupa

Lebih terperinci

Pdt. Dr. Retnowati, M. Si Pdt. Totok S. Wiryasaputra, Th.M

Pdt. Dr. Retnowati, M. Si Pdt. Totok S. Wiryasaputra, Th.M RAMBU SOLO SEBAGAI TINDAKAN PASTORAL TESIS Diajukan Kepada Program Pascasarjana Magister Sosiologi Agama Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains (M.Si) OLEH: Yekhonya F.T. Timbang 75 2011 033 Pembimbing:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ibadah merupakan sebuah bentuk perjumpaan manusia dengan Allah, pun juga dengan corak masing-masing sesuai dengan pengalaman iman dari setiap individu atau

Lebih terperinci

Bab Empat. Penutup. 1. Kesimpulan. Salah satu pokok yang seharusnya diputuskan dalam SSA GTM adalah

Bab Empat. Penutup. 1. Kesimpulan. Salah satu pokok yang seharusnya diputuskan dalam SSA GTM adalah Bab Empat Penutup 1. Kesimpulan Salah satu pokok yang seharusnya diputuskan dalam SSA GTM adalah peraturan/tata gereja definitif yang berisi uraian teologis-eklesiologis tentang identitas GTM secara menyeluruh

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Di dalam sebuah gereja, peran dan fungsi seorang pendeta sangatlah vital. Secara sederhana, kita bisa melihat bahwa pendeta adalah seorang pemimpin dalam sebuah gereja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasahan. 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasahan. 1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Permasahan 1. Latar Belakang Masalah Gereja sebagai suatu kehidupan bersama religius yang berpusat pada Yesus Kristus 1 hadir di dunia untuk menjalankan misi pelayanan yaitu melakukan

Lebih terperinci

BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus

BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus BAB V Penutup 5.1 Kesimpulan dan Refleksi Upacara slametan sebagai salah satu tradisi yang dilaksanakan jemaat GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus sebagai juruslamat

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Indonesia merupakan negara di wilayah Asia secara geografis yang diwarnai oleh dua kenyataan, yaitu kemajemukan agama dan kebudayaan, serta situasi kemiskinan

Lebih terperinci

BAB II TEORI PENDAMPINGAN PASTORAL, KEDUKAAN, RITUAL KEAGAMAAN

BAB II TEORI PENDAMPINGAN PASTORAL, KEDUKAAN, RITUAL KEAGAMAAN BAB II TEORI PENDAMPINGAN PASTORAL, KEDUKAAN, RITUAL KEAGAMAAN Setiap manusia pasti mengalami kematian, hal ini karena kematian merupakan bagian dari hidup manusia yang tidak bisa dihindari. Walaupun setiap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kehidupan seseorang dalam perjalanannya akan selalu mengalami perubahan. Perubahan ini dapat dikarenakan perkembangan dan pertumbuhan normal sebagai pribadi, maupun

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR PERSEKUTUAN PEMUDA KRISTIYASA GKPB BAB I NAMA, WAKTU DAN KEDUDUKAN

ANGGARAN DASAR PERSEKUTUAN PEMUDA KRISTIYASA GKPB BAB I NAMA, WAKTU DAN KEDUDUKAN ANGGARAN DASAR PERSEKUTUAN PEMUDA KRISTIYASA GKPB PEMBUKAAN Sesungguhnya Allah didalam Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat dunia. Ia adalah sumber kasih, kebenaran, dan hidup, yang dengan kuat kuasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. MASALAH. A.1. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. MASALAH. A.1. Latar belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. MASALAH A.1. Latar belakang masalah Gereja merupakan sebuah kehidupan bersama yang di dalamnya terdiri dari orang-orang percaya yang tumbuh dan berkembang dari konteks yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gereja adalah persekutuan orang percaya yang dipanggil oleh Allah dan diutus untuk menghadirkan Kerajaan Allah di dunia, ini merupakan hakikat gereja. Gereja juga dikenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. 1.1.a Pengertian Emeritasi Secara Umum

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. 1.1.a Pengertian Emeritasi Secara Umum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.1.a Pengertian Emeritasi Secara Umum Emeritasi merupakan istilah yang tidak asing di telinga kita. Dalam dunia pendidikan kita mengetahui adanya profesor

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN UKDW. Pergaulan bebas ini dapat disaksikan di kota-kota besar, yang mengarah pada perilaku seksual yang bebas. 4

Bab I PENDAHULUAN UKDW. Pergaulan bebas ini dapat disaksikan di kota-kota besar, yang mengarah pada perilaku seksual yang bebas. 4 Bab I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Pergumulan tentang pertumbuhan remaja dan pemuda merupakan hal yang tidak asing lagi karena seringkali dialami oleh sebagian besar gereja. Banyak masalah yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memanggil mereka di dalam dan melalui Yesus Kristus. 1 Ada tiga komponen. gelap kepada terang, dari dosa kepada kebenaran.

BAB I PENDAHULUAN. memanggil mereka di dalam dan melalui Yesus Kristus. 1 Ada tiga komponen. gelap kepada terang, dari dosa kepada kebenaran. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gereja adalah kumpulan orang-orang yang telah dipanggil Allah keluar dari dunia ini untuk menjadi miliknya, umat kepunyaan Allah sendiri. Allah memanggil mereka di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obor Indonesia, 1999, p Jane Cary Peck, Wanita dan Keluarga Kepenuhan Jati Diri dalam Perkawinan dan Keluarga, Yogyakarta:

BAB I PENDAHULUAN. Obor Indonesia, 1999, p Jane Cary Peck, Wanita dan Keluarga Kepenuhan Jati Diri dalam Perkawinan dan Keluarga, Yogyakarta: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Pada dasarnya setiap orang memiliki suatu gambaran tentang keluarga dan keluarga harmonis. Keluarga merupakan sistem sosial dari hubungan utama, yang memungkinkan

Lebih terperinci

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Masalah. Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Masalah. Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah satunya karena Indonesia berdasar pada Pancasila, dan butir sila pertamanya adalah Ketuhanan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan Bdk. Pranata Tentang Sakramen dalam Tata dan Pranata GKJW, (Malang: Majelis Agung GKJW, 1996), hlm.

Bab I Pendahuluan Bdk. Pranata Tentang Sakramen dalam Tata dan Pranata GKJW, (Malang: Majelis Agung GKJW, 1996), hlm. Bab I Pendahuluan 1. 1 Latar Belakang Masalah Selama ini di Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW) dilakukan Perjamuan Kudus sebanyak empat kali dalam satu tahun. Pelayanan sebanyak empat kali ini dihubungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk yang paling sulit untuk dipelajari dan dimengerti dari segala makhluk di bumi. Meskipun memiliki bentuk dan organ tubuh yang sama namun sifat

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pulungdowo adalah sebuah desa di wilayah kecamatan Tumpang, kabupaten Malang Jawa Timur. Desa ini didominasi oleh masyarakat yang memeluk agama Islam, sementara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap budaya dari suatu kelompok masyarakat, pada dasarnya memiliki cara untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap budaya dari suatu kelompok masyarakat, pada dasarnya memiliki cara untuk BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Setiap budaya dari suatu kelompok masyarakat, pada dasarnya memiliki cara untuk menghadapi siklus kehidupan, salah satunya kematian. Didalamnya terdapat nilai-nilai

Lebih terperinci

PEMAHAMAN MAKNA LITURGI (Studi Mengenai Makna Warna-warna Liturgis dalam Pemahaman Jemaat Gereja Kristen Protestan Bali/GKPB)

PEMAHAMAN MAKNA LITURGI (Studi Mengenai Makna Warna-warna Liturgis dalam Pemahaman Jemaat Gereja Kristen Protestan Bali/GKPB) PEMAHAMAN MAKNA LITURGI (Studi Mengenai Makna Warna-warna Liturgis dalam Pemahaman Jemaat Gereja Kristen Protestan Bali/GKPB) Diajukan Kepada Fakultas Teologi Sebagai Salah Satu Persyaratan Uji Kelayakan

Lebih terperinci

KELUARGA KATOLIK: SUKACITA INJIL

KELUARGA KATOLIK: SUKACITA INJIL Warta 22 November 2015 Tahun VI - No.47 KELUARGA KATOLIK: SUKACITA INJIL Hasil Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia IV (sambungan minggu lalu) Tantangan Keluarga dalam Memperjuangkan Sukacita Anglia 9.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Perasaan khawatir pada umumnya dikenal sebagai perasaan takut atau cemas. Tetapi perasaan khawatir akan lebih tepat apabila dimaknai sebagai perasaan cemas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjamuan kudus merupakan perintah Tuhan sendiri, seperti terdapat dalam Matius 26:26-29, Mar

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjamuan kudus merupakan perintah Tuhan sendiri, seperti terdapat dalam Matius 26:26-29, Mar BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam pengajaran gereja sakramen disebut sebagai salah satu alat pemelihara keselamatan bagi umat Kristiani. Menurut gereja-gereja reformasi hanya ada dua sakramen,

Lebih terperinci

Pelayanan Konseling Pastoral Di GKP Jemaat Cimahi Tanpa Pendeta Jemaat

Pelayanan Konseling Pastoral Di GKP Jemaat Cimahi Tanpa Pendeta Jemaat FAKULTAS TEOLOGI PROGRAM STUDI MAGISTER SOSIOLOGI AGAMA UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2013 Pelayanan Konseling Pastoral Di GKP Jemaat Cimahi Tanpa Pendeta Jemaat TESIS: Diajukan kepada: Program

Lebih terperinci

lambang dan Citra citra Rakyat (PERSETIA. 1992), hlm.27 6 Scn 3, hlm

lambang dan Citra citra Rakyat (PERSETIA. 1992), hlm.27 6 Scn 3, hlm BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia pada hakekatnya adalah makhluk berbudaya, karena itu manusia tidak dapat lepas dari budaya yang dianutnya. Suatu budaya memiliki nilai

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan UKDW

Bab I Pendahuluan UKDW Bab I Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah Gereja memiliki tugas untuk memelihara kehidupan warga jemaatnya secara utuh melalui berbagai kegiatan yang meliputi dimensi fisik, sosial, psikologis dan spiritual.

Lebih terperinci

BAB IV MEWARISKAN IMAN DENGAN TELADAN SUATU REFLEKSI TEOLOGIS TERHADAP TRADISI PIRING NAZAR

BAB IV MEWARISKAN IMAN DENGAN TELADAN SUATU REFLEKSI TEOLOGIS TERHADAP TRADISI PIRING NAZAR BAB IV MEWARISKAN IMAN DENGAN TELADAN SUATU REFLEKSI TEOLOGIS TERHADAP TRADISI PIRING NAZAR Keluarga adalah salah satu konteks atau setting Pendidikan Agama Kristen yang perlu diperhatikan dengan baik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. material sampai pada segi yang bersifat mental, sehingga tidak mudah untuk menemukan dan

BAB I PENDAHULUAN. material sampai pada segi yang bersifat mental, sehingga tidak mudah untuk menemukan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan masalah serius yang sedang diperhadapkan dalam kehidupan bermasyarakat. Kemiskinan mempunyai banyak segi dan dimensi mulai dari yang bersifat

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara akan persoalan Perjamuan Kudus maka ada banyak sekali pemahaman antar jemaat, bahkan antar pendeta pun kadang memiliki dasar pemahaman berbeda walau serupa.

Lebih terperinci

PELAYANAN ANAK. PELAYANAN ANAK Sesi 1: Menjangkau Anak-anak

PELAYANAN ANAK. PELAYANAN ANAK Sesi 1: Menjangkau Anak-anak PELAYANAN ANAK Sesi 1: Menjangkau Anak-anak PENDAHULUAN Allah tertarik pada anak-anak. Haruskah gereja berusaha untuk menjangkau anak-anak? Apakah Allah menyuruh kita bertanggung jawab terhadap anak-anak?

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI Dalam bab ini berisi tentang analisa penulis terhadap hasil penelitian pada bab III dengan dibantu oleh teori-teori yang ada pada bab II. Analisa yang dilakukan akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga ia tidak merasa sendirian dalam melintasi masa-masa sulit dan. kritis dalam perkembangan kehidupannya.

BAB I PENDAHULUAN. sehingga ia tidak merasa sendirian dalam melintasi masa-masa sulit dan. kritis dalam perkembangan kehidupannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kematian dan kedukaan adalah bagian integral dari siklus perkembangan kehidupan manusia. Dalam menghadapi dukacita karena peristiwa kematian itu, setiap kelompok masyarakat

Lebih terperinci

UKDW. BAB I Pendahuluan. A. Latar Belakang

UKDW. BAB I Pendahuluan. A. Latar Belakang BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Kehidupan umat beragama tidak bisa dipisahkan dari ibadah. Ibadah bukan hanya sebagai suatu ritus keagamaan tetapi juga merupakan wujud respon manusia sebagai ciptaan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Pada bagian ini akan di paparkan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian

BAB V PENUTUP. Pada bagian ini akan di paparkan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian BAB V PENUTUP Pada bagian ini akan di paparkan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti. 5.1 Kesimpulan 1. Tidak dapat dipungkiri persoalan dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya, sebagai umat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya, sebagai umat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya, sebagai umat yang terpanggil dan dihimpun oleh Allah Bapa, keluar dari kegelapan menuju kepada Yesus Kristus

Lebih terperinci

1. Apa yang dipahami pejabat gereja dalam hal ini Pendeta jemaat tentang PASTORAL? 3. Sejak kapan TIM DOA ini hadir ditengah-tengah Gereja?

1. Apa yang dipahami pejabat gereja dalam hal ini Pendeta jemaat tentang PASTORAL? 3. Sejak kapan TIM DOA ini hadir ditengah-tengah Gereja? LAMPIRAN INSTRUMENT PERTANYAAN KEPADA PENDETA JEMAAT 1. Apa yang dipahami pejabat gereja dalam hal ini Pendeta jemaat tentang PASTORAL? 2. Apa itu TIM DOA? 3. Sejak kapan TIM DOA ini hadir ditengah-tengah

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. diberikan saran penulis berupa usulan dan saran bagi GMIT serta pendeta weekend.

BAB V PENUTUP. diberikan saran penulis berupa usulan dan saran bagi GMIT serta pendeta weekend. BAB V PENUTUP Setelah melalui tahap pembahasan dan analisis, maka selanjutnya pada bab ini akan dipaparkan mengenai kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1 Latar Belakang Permasalahan Seiring dengan berkembangnya jaman yang ditandai dengan kemajuan teknologi, ilmu pengetahuan, dan sebagainya. Maka kehidupan manusia juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Dalam proses penyebarluasan firman Tuhan, pekabaran Injil selalu berlangsung dalam konteks adat-istiadat dan budaya tertentu, seperti halnya Gereja gereja di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan diartikan sebagai suatu ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita, yang bersama-sama menjalin hubungan sebagai suami-isteri dengan tujuan membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Katolik, Hindu, dan Budha. Negara menjamin kebebasan bagi setiap umat bergama untuk

BAB I PENDAHULUAN. Katolik, Hindu, dan Budha. Negara menjamin kebebasan bagi setiap umat bergama untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam UUD 1945, disebutkan bahwa Indonesia sebagai Negara yang berlandaskan pada Pancasila mengakui adanya lima agama di dalamnya, antara lain: Islam, Kristen,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Khotbah merupakan salah satu bagian dari rangkaian liturgi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Khotbah merupakan salah satu bagian dari rangkaian liturgi dalam BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Khotbah merupakan salah satu bagian dari rangkaian liturgi dalam kebaktian yang dilakukan oleh gereja. Setidaknya khotbah selalu ada dalam setiap kebaktian minggu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ibadah yang sejati seperti yang ditegaskan oleh Rasid Rachman 1 sebagai refleksinya atas Roma 12:1, adalah merupakan aksi dan selebrasi. Ibadah yang sejati tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Mustopo Habib berpendapat bahwa kesenian merupakan jawaban terhadap tuntutan dasar kemanusiaan yang bertujuan untuk menambah dan melengkapi kehidupan. Namun

Lebih terperinci

1Pet.5:1-4; Yeh.34:1-6; Yoh.10:11. Pdt. DR. Stephen Tong

1Pet.5:1-4; Yeh.34:1-6; Yoh.10:11. Pdt. DR. Stephen Tong 1Pet.5:1-4; Yeh.34:1-6; Yoh.10:11 Pdt. DR. Stephen Tong Yesus mengatakan ada dua macam orang yang melayani Tuhan, yang semacam adalah gembala yang lainnya adalah orang upahan. Gembala mengasihi domba-domba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Dalam era globalisasi yang sarat dengan teknologi dan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Dalam era globalisasi yang sarat dengan teknologi dan perkembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam era globalisasi yang sarat dengan teknologi dan perkembangan informasi sekarang ini, disadari atau tidak, gereja di tengah-tengah dunia sedang diperhadapkan

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 PENJELASAN ISTILAH

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 PENJELASAN ISTILAH BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 PENJELASAN ISTILAH (1) Tata Gereja GKJ adalah seperangkat peraturan yang dibuat berdasarkan Alkitab sesuai dengan yang dirumuskan di dalam Pokok-pokok Ajaran GKJ dengan tujuan

Lebih terperinci

UKDW BAB I. PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG

UKDW BAB I. PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Teologi merupakan suatu usaha atau kegiatan untuk mencermati kehadiran Tuhan Allah di mana Allah menyatakan diri-nya di dalam kehidupan serta tanggapan manusia akan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Katekisasi merupakan salah satu bentuk pelayanan pendidikan kristiani yang dilakukan oleh gereja. Istilah katekisasi berasal dari kerja bahasa Yunani: katekhein yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1. Latar Belakang Masalah Memberitakan Injil dalam wacana kekristenanan dipandang sebagai tugas dan tanggung jawab melanjutkan misi Kristus di tengah dunia. Pemahaman

Lebih terperinci

Hidup dalam Kasih Karunia Allah 2Kor.6:1-10 Pdt. Tumpal Hutahaean

Hidup dalam Kasih Karunia Allah 2Kor.6:1-10 Pdt. Tumpal Hutahaean Hidup dalam Kasih Karunia Allah 2Kor.6:1-10 Pdt. Tumpal Hutahaean Dalam hidup ini mungkinkah kita sebagai anak-anak Tuhan memiliki kebanggaan-kebanggaan yang tidak bernilai kekal? Mungkinkah orang Kristen

Lebih terperinci

@UKDW BAB I PENDAHULUAN

@UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Manusia adalah mahluk sosial. Sebagai mahluk sosial manusia tidak sempurna dan ia tidak bisa hidup pada dirinya sendiri, ia memerlukan orang lain sebagai penolong bagi dirinya sendiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada sebagian kecil orang yang memilih untuk hidup sendiri, seperti Rasul Paulus

BAB I PENDAHULUAN. ada sebagian kecil orang yang memilih untuk hidup sendiri, seperti Rasul Paulus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Pernikahan merupakan salah satu fase dari kehidupan manusia. Memasuki jenjang pernikahan atau menikah adalah idaman hampir setiap orang. Dikatakan hampir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin modern dan maju secara tidak langsung menuntut setiap orang untuk mampu bersaing dalam mewujudkan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar belakang. Keluarga adalah kelompok terkecil dari masyarakat. Setiap anggota dalam

BAB I PENDAHULUAN. Latar belakang. Keluarga adalah kelompok terkecil dari masyarakat. Setiap anggota dalam BAB I PENDAHULUAN Latar belakang Keluarga adalah kelompok terkecil dari masyarakat. Setiap anggota dalam keluarga memiliki ikatan yang sangat kuat, bahkan disebut sebagai kekerabatan yang sangat mendasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Gereja adalah persekutuan umat Tuhan Allah yang baru. Ungkapan ini erat hubungannya dengan konsep tentang gereja adalah tubuh Kristus. Dalam konsep ini

Lebih terperinci

KONSELING PASTORAL, MENGAPA TAKUT?

KONSELING PASTORAL, MENGAPA TAKUT? JTA 4/6 (Maret 2002) 15-24 KONSELING PASTORAL, MENGAPA TAKUT? Agung Gunawan D i pertengahan tahun 30an, ada beberapa pemimpin gereja mulai tertarik dalam bidang konseling untuk dipakai di dalam pelayanan

Lebih terperinci

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS. dalam keluarga dengan orang tua beda agama dapat dipahami lebih baik.

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS. dalam keluarga dengan orang tua beda agama dapat dipahami lebih baik. BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS Dalam bab IV ini akan dipaparkan suatu refleksi teologis tentang PAK dalam keluarga dengan orang tua beda agama. Refleksi teologis ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu PAK keluarga

Lebih terperinci

A. JEMAAT BERHIMPUN TATA IBADAH MINGGU, 24 JUNI 2018 (MINGGU BIASA - HIJAU) DALAM BADAI TUHAN BERTINDAK

A. JEMAAT BERHIMPUN TATA IBADAH MINGGU, 24 JUNI 2018 (MINGGU BIASA - HIJAU) DALAM BADAI TUHAN BERTINDAK TATA IBADAH MINGGU, 24 JUNI 2018 (MINGGU BIASA - HIJAU) DALAM BADAI TUHAN BERTINDAK Latihan Lagu-lagu dan doa persiapan Pnt. : Selamat pagi/sore Jemaat yang terkasih di dalam Yesus Kristus, kita akan bersama-sama

Lebih terperinci

Pertanyaan Alkitabiah Pertanyaan Bagaimanakah Orang Yang Percaya Akan Kristus Bisa Bersatu?

Pertanyaan Alkitabiah Pertanyaan Bagaimanakah Orang Yang Percaya Akan Kristus Bisa Bersatu? Pertanyaan Alkitabiah Pertanyaan 21-23 Bagaimanakah Orang Yang Percaya Akan Kristus Bisa Bersatu? Orang-orang yang percaya kepada Kristus terpecah-belah menjadi ratusan gereja. Merek agama Kristen sama

Lebih terperinci

Hubungann Kita Dengan Orang Lain

Hubungann Kita Dengan Orang Lain Hubungann Dengan Orang Lain Kita Pada hari Senin pagi dalam ibadah pagi di Sekolah Alkitab ada bagian kesaksian. Seorang gadis bernama Olga berdiri untuk bersaksi. Sehari sebelumnya ia bersama seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jurnal Teologi Gema Duta Wacana edisi Musik Gerejawi No. 48 Tahun 1994, hal. 119.

BAB I PENDAHULUAN. Jurnal Teologi Gema Duta Wacana edisi Musik Gerejawi No. 48 Tahun 1994, hal. 119. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya, musik merupakan suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari suatu kegiatan peribadatan. Pada masa sekarang ini sangat jarang dijumpai ada suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Prinsip dasar bahwa untuk beriman kita membutuhkan semacam jemaat dalam bentuk atau wujud manapun juga. Kenyataan dasar dari ilmu-ilmu sosial ialah bahwa suatu ide atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Gereja merupakan lembaga keagamaan yang ada dalam dunia ini. Sebagai sebuah lembaga keagamaan tentunya gereja juga membutuhkan dana untuk mendukung kelancaran

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Papua terkenal dengan pulau yang memiliki banyak suku, baik suku asli Papua maupun suku-suku yang datang dan hidup di Papua. Beberapa suku-suku asli Papua

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan.

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Permasalahan. Gereja dalam kehidupan kekristenan menjadi tempat dan sarana orang-orang percaya kepada Kristus, berkumpul dan saling mendorong antara orang yang satu

Lebih terperinci

BAB IV CREDIT UNION DALAM PERSEPEKTIF DIAKONIA TRANSFORMATIF. kehidupan masyarakat. Kemiskinan membuat jutaan anak-anak tidak mengenyam

BAB IV CREDIT UNION DALAM PERSEPEKTIF DIAKONIA TRANSFORMATIF. kehidupan masyarakat. Kemiskinan membuat jutaan anak-anak tidak mengenyam BAB IV CREDIT UNION DALAM PERSEPEKTIF DIAKONIA TRANSFORMATIF Kemiskinan adalah suatu masalah besar dan serius yang sedang terjadi ditengahtengah kehidupan masyarakat. Kemiskinan membuat jutaan anak-anak

Lebih terperinci

RENUNGAN KITAB 1Timotius Oleh: Pdt. Yabes Order

RENUNGAN KITAB 1Timotius Oleh: Pdt. Yabes Order RENUNGAN KITAB 1Timotius Oleh: Pdt. Yabes Order HARI 1 JEJAK-JEJAK PEMURIDAN DALAM SURAT 1-2 TIMOTIUS Pendahuluan Surat 1-2 Timotius dikenal sebagai bagian dari kategori Surat Penggembalaan. Latar belakang

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

LATAR BELAKANG PERMASALAHAN BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Sejak manusia pertama (Adam) jatuh ke dalam dosa, seperti dikisahkan pada kitab Kejadian dari Alkitab Perjanjian Lama, maka pintu gerbang dunia terbuka

Lebih terperinci

Pelayanan Mengajar Bersifat Khusus

Pelayanan Mengajar Bersifat Khusus Pelayanan Mengajar Bersifat Khusus Dalam pelajaran dua kita melihat pentingnya mengajar, baik dalam Perjanjian Lama maupun dalam Perjanjian Baru. Sejarah pengajaran dalam Alkitab merupakan pedoman bagi

Lebih terperinci