INDONESIA EDISI TANAH UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT. Ringkas Buku. Topik Utama RPJMN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "INDONESIA EDISI TANAH UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT. Ringkas Buku. Topik Utama RPJMN"

Transkripsi

1 EDISI 204 Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan TANAH UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Topik Utama RPJMN Ringkas Buku Konsep Dasar Reforma Agraria Rancangan Teknokratik RPJMN Bidang Pertanahan Tanah: Dalam Perspektif Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya Prof. Dr. Maria S.W. Sumardjono, SH. MCL. MPA.

2 DAFTAR ISI 2 3 Dari Redaksi Pertanahan untuk Kesejahteraan Masyarakat Fokus Reforma Agraria : Sejarah, Konsep, dan Implementasinya TIM REDAKSI 5 7 Sejarah Pelaksanaan Reforma Agraria di Indonesia dari Masa ke Masa Rancangan Kebijakan Roadmap Penyusunan Kebijakan Reforma Agraria di Indonesia Agenda Hari Agraria Nasional Pelindung: Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah Penanggung Jawab: Direktur Tata Ruang dan Pertanahan Pemimpin Redaksi : Kasubdit Pertanahan 9 Pelaksanaan Kegiatan Uji Coba Reforma Agraria di Provinsi Bangka Belitung dan Jawa Tengah Editor: Raffli Noor 2 23 Program Agraria Daerah di Provinsi Kalimantan Timur Ringkas Buku TANAH: Dalam Perspektif Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya Redaksi: Idham Khalik, Gita Nurrahmi, Dea Chintantya, Marhensa Aditya Hadi, Reza Nur Irhamsyah Desain dan Publikasi Edisi Online: Marhensa Aditya Hadi Kumpulan Artikel Data dan Informasi Distribusi dan Administrasi: Agung P. Kementerian PPN/Bappenas Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan Gedung Madiun Lt 3 Jl. Taman Suropati No 2. Menteng. Jakarta Pusat. Telp/Fax: landspatial@gmail.com Edisi - 204

3 DARI REDAKSI Pertanahan untuk Kesejahteraan Masyarakat Oleh: Uke Mohammad Hussein Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa tanah, sebenarnya memiliki dua sisi perspektif, yaitu (i) sebagai barang komoditas ekonomi, dan (ii) sebagai obyek budaya yang memiliki nilai ikatan spiritual (batin), baik itu dalam aspek kultur budaya maupun politik. Tantangan yang dihadapi umat manusia sejak dahulu kala adalah mencari titik harmonis pemanfaatan tanah pada dua sisi perspektif tersebut. Tidak saja untuk kepentingan orang per orang, namun juga sekelompok orang, suatu bangsa, atau bahkan umat manusia seluruhnya. Untuk Indonesia, dasar dasar pengaturan pengelolaan pertanahan diatur dalam UU No. 5 Tahun 960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria (UUPA) dan Pasal 33 UUD 945, khususnya Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan digunakan untuk sebesar besar kemakmuran rakyat, UUPA mengamanatkan dua hal penting dalam pengelolaan pertanahan, yaitu (i) Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia, yang bersatu sebagai bangsa Indonesia (ii) Tiap tiap warga negara Indonesia, baik laki laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya. Dengan demikian, jelas terlihat bahwa kebijakan pokok pengelolaan pertanahan Indonesia adalah ditujukan bagi sebesar besarnya kemakmuran rakyat. Upaya mewujudkan kebijakan pokok tersebut melalui Reforma Agraria, yang mencoba mengoreksi ketimpangan pemilikan dan penguasaan tanah. Penegasan kebijakan nasional untuk melakukan reforma agraria tercantum dalam Tap MPR No. IX Tahun 200 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam. Penegasan ini perlu dilakukan mengingat dalam perjalanannya, sejak peristiwa politik di tahun 965, reforma agraria sempat terhenti pelaksanaannya atau bahkan beberapa ahli berpendapat reforma agraria belum sempat dilakukan di Indonesia. reforma agraria yang terus menerus tanpa kerangka waktu hanya akan menimbulkan ketidakadilan baru dan merusak mental masyarakat. Beberapa contoh pengalaman negara lain adalah Thailand melaksanakan dalam 22 tahun ( ), Philiphina 4 tahun ( ) dan 8 tahun ( ), dan Brazil 8 tahun ( ) dan pelaksanaan tersebut kemudian dievaluasi dalam kurun waktu 50 sampai 70 tahun kemudian. Penyediaan akses terhadap masyarakat miskin penerima meliputi, (i) program pemberdayaan yang sesuai dengan mata pencaharian penerima, seperti bantuan bibit dan pupuk untuk petani, atau bantuan kredit kapal untuk nelayan; (ii) Pengembangan teknologi pertanian dan pengolahan untuk dapat meningkatkan nilai tambah (value added) dari produk yang mereka hasilkan. Dengan demikian akan tercipta keuntungan yang lebih besar (profit margin) di tingkat petani untuk memberi kesempatan petani untuk memperkuat posisi tawar di pasar bebas (augmenting); (iii) Pengembangan lembaga keuangan mikro, setelah petani memiliki sedikit kekuatan ekonomi lebih, kemudian perlu diajarkan dasar dasar ekonomi mikro perusahaan bagi pembentukan usaha tani formal yang kuat (dapat berupa koperasi atau usaha bersama). Entitas ekonomi baru ini membutuhkan dukungan keuangan yang hanya mungkin didapat dari lembaga keuangan mikro yang dapat digambarkan secara sederhana sebagai bank desa. Lembaga yang ada sekarang dan paling dekat dengan gambaran tersebut adalah Koperas Simpan Pinjam. Koperasi simpan pinjam saat ini telah bertransformasi menjadi perusahaan biasa yang lebih mengejar keuntungan daripada pembukaan akses permodalan sehingga perlu kembali dikenalkan lembaga keuangan mikro (koperasi simpan pinjam) yang ideal. (iv) terakhir adalah upaya pembentukan interkoneksi antar entitas usaha tani bersama dengan dunia industri yang telah mapan dan sesuai. Usaha ini perlu dilakukan untuk menjamin kestabilan pasar atau permintaan (demand). Seperangkat bantuan diatas untuk melengkapi redistribusi tanah yang dilakukan, diharapkan masyarakat miskin penerima (petani) dapat menjadi masyarakat yang sejahtera secara mandiri yang memiliki harkat dan martabat yang baik. Bila hal yang dicita citakan tersebut dapat terwujud, amanat kemerdekaan bangsa Indonesia telah terlaksana dengan baik. Semoga setiap unsur bangsa, terutama seluruh komponen instansi Pemerintah dapat menyatukan langkah dalam mewujudkan reforma agraria yang ideal bagi bangsa dan negara Indonesia. [UK] Terlepas dari dua pendapat tersebut, yang kemudian disepakati bersama adalah reforma agraria tidak cukup dengan hanya melakukan redistribusi tanah, namun perlu dilengkapi dengan seperangkat bantuan lain untuk membuka akses kesejahteraan bagi masayarakat miskin penerima. Selain itu, berdasarkan pengalaman dunia internasional, pelaksanaan reforma agraria harus memiliki kerangka waktu pelaksanaan. Pelaksanaan Edisi

4 FOKUS Reforma Agraria : Sejarah, Konsep, dan Implementasinya Oleh: Oswar Mungkasa Salah satu program prioritas dari pemerintahan baru adalah reforma agraria, yang secara jelas tercantum dalam dokumen Visi Misi dan Program Aksi. JALAN PERUBAHAN untuk Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian (Nawacita). Reforma agraria menjadi bagian kelima Nawacita, yaitu kami akan meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. Tulisan berikut menjelaskan secara ringkas sejarah awal, konsep dasar dan pembelajaran implementasi di Indonesia. A. Pemahaman Dasar Pengertian Reforma Agraria Secara etimologis, kata agraria berasal dari kata bahasa Latin ager yang artinya sebidang tanah (bahasa Inggris acre). Kata bahasa Latin aggrarius meliputi arti yang ada hubungannya dengan tanah, pembagian atas tanah terutama tanah umum, bersifat perdesaan. Kata reform merujuk pada perombakan, mengubah dan menyusun/membentuk kembali sesuatu menuju perbaikan. Dengan demikian, reforma agraria dapat diartikan secara sederhana sebagai penataan kembali struktur pemilikan, penguasaan, dan penggunaan tanah/wilayah, demi kepentingan petani kecil, penyakap, buruh tani (Rolaswati, tanpa tahun). Sementara pengertian reforma agraria yang lebih lengkap (Tuma, 965) adalah suatu upaya sistematik, terencana, dan dilakukan secara relatif cepat, dalam jangka waktu tertentu dan terbatas, untuk menciptakan kesejahteraan dan keadilan sosial serta menjadi pembuka jalan bagi pembentukan masyarakat 'baru' yang demokratis dan berkeadilan; yang dimulai dengan langkah menata ulang penguasaan, penggunaan,dan pemanfaatan tanah dan kekayaan alam lainnya, kemudian disusul dengan sejumlah program pendukung lain untuk meningkatkan produktivitas petani khususnya dan perekonomian rakyat pada umumnya (Bachriadi, 2007) Landreform atau Reforma Agraria Istilah landreform pertama kali dicetuskan oeh Lenin dan banyak digunakan di negara komunis atau blok timur pada saat itu dengan adagium land to the tiller untuk memikat hati rakyat dan petani yang menderita karena tekanan tuan tanah, untuk kepentingan politis (Sumaya, 2003). Tentu saja pemahaman ini berbeda dengan yang dipergunakan di Indonesia. Pengertian landreform dalam UUPA dan UU Nomor 56 Prp Tahun 960 merupakan pengertian dalam arti luas sesuai pengertian FAO (Food and Agriculture Organization) yaitu meliputi program tindakan yang saling berhubungan yang bertujuan untuk menghilangkan penghalang di bidang ekonomi, sosial yang timbul dari kekurangan yang terdapat dalam struktur pertanahan (Hermawan, 2003) Sementara dalam PP Nomor 224 Tahun 96 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian, dijelaskan bahwa landreform bertujuan mengadakan pembagian yang adil dan merata atas sumber penghidupan rakyat tani yang berupa tanah, sehingga dengan pembagian tersebut diharapkan akan dapat dicapai pembagian hasil yang adil dan merata. Siregar (2008) menjelaskan landreform sebagai usaha sistematis untuk memperbaiki hubungan antara manusia dengan tanah yang dirasakan belum harmonis dan belum mencerminkan keadilan sosial. Usaha perbaikan yang dilakukan melalui penataan kembali struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah menjadi tatanan keagrariaan baru yang dapat menjamin keadilan, harmoni sosial, produktivitas dan keberlanjutan, berdasarkan prinsip bahwa tanah pertanian harus dikerjakan dan diusahakan secara aktif oleh pemiliknya sendiri (Utami, 203). Pelaksanaan landreform dengan demikian bertujuan memperbaiki keadaan sosial ekonomi rakyat melalui pembagian yang lebih adil atas sumber penghidupan petani berupa tanah (Utami, 203). Namun kemudian disadari bahwa dalam banyak kejadian, petani yang telah memperoleh tanah dari kegiatan landreform kemudian melepaskan kembali tanahnya karena petani tidak memiliki akses kepada kegiatan ekonomi, sumber keuangan, manajemen usaha, dan teknologi pertanian. Akibatnya keberadaan tanah tidak membantu petani meningkatkan kesejahteraannya. Kondisi ini kemudian mendorong dilaksanakannya konsep reforma agraria, yaitu landreform dalam pengertian redistribusi pemilikan dan penguasaan tanah (reforma aset) yang didukung oleh program penunjang seperti pengairan, perkreditan, penyuluhan, pendidikan, pemasaran, dan sebagainya (reforma akses). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa reforma agraria terdiri dari 2 (dua) pilar yaitu reforma aset dan reforma akses. Tuma (965) menyimpulkan bahwa landreform dalam pengertian luas akhirnya dapat disamakan dengan reforma agraria, yakni suatu upaya untuk mengubah struktur agraria demi terciptanya tujuan sebagaimana disebutkan di atas. Jadi reforma agraria dapat diartikan sebagai landreform plus (Bachriadi, 2007). Pentingnya Reforma Agraria Alasan mendasar reforma agraria dibutuhkan, terutama ketika corak dan sistem masyarakat masih agraris (Carebesth dan Bahari, 202), adalah keadilan dan penghapusan segala bentuk penghisapan. Pembangunan bagaimanapun juga harus dilandasi rasa keadilan dan pemerataan. Reforma agraria yang salah satu aspeknya adalah landreform merupakan upaya untuk 3 Edisi - 204

5 menciptakan pemerataan sosial ekonomi di berbagai lapisan masyarakat di pedesaan. Fenomena ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah yang semakin meningkat dan berpengaruh pada meningkatnya kemiskinan dan pengangguran di pedesaan, pada dasarnya tidak terlepas dari kebijakan pertanahan yang hanya fokus pada peningkatan produktivitas yang berujung pertumbuhan ekonomi.sementara penataan aset produksi malah terabaikan, yang berakibat masyarakat marjinal semakin terabaikan dan kehilangan akses terhadap tanah. Kondisi ini yang menimbulkan konflik agraria baik berupa perselisihan tanah di tingkat rumah tangga petani, meningkatnya penguasaan tanah skala besar, konversi penggunaan tanah yang tidak terencana, tata ruang yang tidak konsisten dan tumpang tindih. Hal ini tidak hanya berdampak pada masyarakat secara langsung tetapi juga pada program pemerintah seperti ketahanan pangan, perumahan rakyat, dan lingkungan hidup (Shohibudin, 202). Menjadi suatu keniscayaan kemudian untuk melaksanakan reforma agraria sebagai upaya mengatasi ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah sebagai sumber utama permasalahan, yang pada akhirnya bermuara pada pengurangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat seutuhnya. Tipe Reforma Agraria Menurut Fauzi (2008), terdapat 4 (empat) tipe landreform berdasarkan aktor utama penggeraknya, yaitu: (i) Market Led Landreform Pertimbangan utamanya adalah pencapaian efisiensi/produktivitas secara ekonomis; Mengurangi peran negara; Petani yang seharusnya menjadi supir dalam Reforma Agraria, sesungguhnya berada di bawah perintah pelaku pasar; Nyatanya, terpusat pada pasar artinya terpusat pada tuan tanah/pedagang/perusahaan asing. (ii) State Led Landreform Pertimbangan utamanya biasanya berhubungan dengan mengamankan/menjaga legitimasi politik, meskipun agenda pembangunan juga penting; Komitmen politik yang sangat kuat sangat dibutuhkan untuk mewujudkan agenda landreform, plus perbaikan akses lainnya; Biasanya memperlakukan petani sebagai pelaku yang dibutuhkan secara administratif; Partisipasi pelaku pasar sangat rendah, kecuali mereka yang terpilih karena lebih memiliki pengaruh dalam kebijakan pemerintah dan elite pejabatnya. (iii) Peasant Led Landreform Asumsi utamanya adalah bahwa negara terlalu terbelenggu oleh kepentingan elit, sementara kekuatan pasar juga sama dengan kepentingan elit. Dengan demikian, satu satunya cara untuk mencapai reforma agraria yang pro kaum miskin adalah jika petani dan organisasi mereka secara mandiri mengambil insiatif untuk menerapkan reforma agraria. (iv) Pro Poor Landreform Asumsi utama tidak meromantisasi kemahakuasaan petani dan organisasi mereka; dan juga tidak meromantisasi sifat budiman negara. Mendasarkan pada keterkaitan masalah keadilan, produktivitas dan kerusakan lingkungan hidup; serta keberkaitan antara perspektif yang mampu menjelaskan masalah tersebut; Menganalisa negara, gerakan petani dan kekuatan pasar bukan sebagai kelompok yang terpisah, namun sebagai pelaku yang terhubung satu sama lain melalui cara bagaimana tanah dan kekayaan alam diperebutkan secara politis dan ekonomis; Memiliki tiga ciri kunci: berpusat pada petani, didorong oleh negara, dan meningkatkan produktivitas secara ekonomis, keadilan sosial, dan pemulihan lingkungan. B. Sejarah Awal Reforma Agraria Reforma agraria di dunia pertama kali dikenali pada jaman Yunani Kuno di masa pemerintahan Solon (sekitar 549 SM) yang ditandai dengan diterbitkannya undang undang agraria (Seisachtheia). Undang undang ini diterbitkan untuk membebaskan Hektemor (petani miskin yang menjadi penyakap/penggarap tanah gadaian atau bekas tanahnya sendiri yang telah digadaikan pada orang kaya) dari kondisi pemerasan oleh pemegang gadai. Usaha ini dilanjutkan oleh Pisistratus melalui program redistribusi disertai fasilitas kredit. Pada belahan dunia lain, di Roma pada jaman Romawi Kuno, telah dimulai reforma agraria dalam bentuk redistribusi tanah milik umum untuk mencegah pemberontakan rakyat kecil. UU Agraria (Iex Agrarian) berhasil diterbitkan pada 34 SM yang intinya membatasi penguasaan tanah dan redistribusi tanah milik umum. Sementara di Inggris, reforma agraria dikenal sebagai enclosure movement, yaitu pengaplingan tanah pertanian dan padang pengembalaan yang tadinya disewakan untuk umum menjadi tanah individu. Gerakan reforma agraria berskala besar pertama kali berlangsung pada saat Revolusi Perancis (789) dengan Revolusi Perancis, penghancuran sistem feodal. blog.ubi.com menghancurkan sistem penguasaan tanah feodal. Tanah dibagikan kepada petani. Tujuan utamanya adalah (i) membebaskan petani dari perbudakan; (ii) melembagakan usaha tani keluarga yang kecil sebagai satuan pertanian yang ideal. Gerakan ini berpengaruh luas ke seluruh Eropa. Terbukti pada tahun 870 John Stuart Mill membentuk Land Tenure Reform Association yang mendorong pembentukan sistem penyakapan (tenancy). Bulgaria relatif lebih maju, pada tahun 880 telah melakukan reforma agraria yang utuh, mencakup kegiatan penunjang seperti koperasi kredit, tabungan, dan pembinaan usaha tani. Gelombang reforma agraria juga menjangkau Rusia pada saat kaum komunis merebut kekuasaan di Rusia tahun 97, yang dikenal dengan Stolypin Reforms dalam bentuk (i) hak pemilikan tanah pribadi dihapuskan; (ii) penyakapan atau tenancy (sewa, bagi hasil, gadai dan lainnya) dilarang; (iii) penguasaan tanah absentee dilarang; (iv) hak garap dan luas hak garapan ditentukan atas kriteria luas tanah yang benarbenar digarap; (v) menggunakan buruh upahan dilarang. Sebagian besar materi sejarah reforma agraria disarikan dari Pengaruh Reforma Agraria Dunia terhadap Reforma Agraria di Indonesia oleh Devi Kantini Rolaswati, tanpa tahun. Edisi

6 Tidak terbendung kemudian reforma agraria menjangkau Cina melalui 3 (tiga) program besar pada tahun Salah satu programnya adalah menata kembali struktur penguasaan tanah. Program ini mengalami stagnasi ketika dijajah oleh Jepang ( ), namun dilanjutkan kembali setelah era penjajahan Jepang dan mencapai puncaknya pada tahun Tanah milik tuan tanah dibagikan kepada petani penggarap secara kolektip yang dalam perkembangannya menjadi milik negara tetapi petani mempunyai akses sepenuhnya memanfaatkan tanah tersebut (BPN, 2007). Pelaksanaan landreform di Cina tidak hanya mematahkan dominasi tuan tanah tetapi juga meningkatkan konsumsi petani dan meningkatkan tabungan perdesaan. Reforma agraria terus bergulir, kemudian paska perang dunia II reforma agraria berlanjut di Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan. Bahkan pada era merambah ke Asia, Afrika dan Amerika Latin, dengan masing masing negara memiliki cirinya masing masing. Salah satu negara yang dipandang berhasil dalam reforma agraria adalah Jepang. Tanah milik para daimyo diambil alih pemerintah dan dibagikan kepada penyewa tanah. Pengalaman reforma agraria dimulai pada saat reformasi Meiji dan mencapai puncaknya pada masa pendudukan Amerika, (BPN, 2007). Salah satu Negara Amerika Latin yang berhasil adalah Venezuela. Ditandai dengan diterbitkannya undang undang reforma agraria pada tahun 960 an. Namun demikian baru setelah tahun 999 ketika presiden Hugo Chavez terpilih, program ini memperoleh kesuksesan. Ini terlaksana karena presiden Chavez memasukkan reforma agrarian ke dalam konstitusi. Selain itu, diperkenalkan juga prinsip kedaulatan pangan, dan mengutamakan penggunaan tanah dari pemilikan tanah (BPN, 2007). Negara Asia lain yang diandang cukup berhasil adalah Thailand, yang didukung sepenuhnya oleh Rajanya. Tetapi keberhasilan terbesar dialami oleh Taiwan yang berdampak pada terjadinya pergeseran struktur pekerjaan dari pertanian ke industri jasa, dengan pertanian tetap sebagai landasan pembangunannya (BPN, 2007). Namun demikian, tidak semua negara berhasil melaksanakan reforma agraria, seperti misalnya Zimbabwe, dikarenakan menjadikan tanah milik kulit putih sebagai sasaran reforma agraria. barillacfn.com Puncak dari gerakan reforma agraria pada bulan Juli 979 ketika dilaksanakan konperensi dunia mengenai Reforma Agraria dan Pembangunan Pedesaan (World Conference on Agrarian Reform and Rural Development) yang diselenggarakan FAO (Food and Agriculture Organization) PBB di Roma. Konperensi ini menjadi tonggak penting karena berhasil menelurkan deklarasi prinsip dan program kegiatan (the Peasants' charter/piagam Petani) yang mengakui kemiskinan dan kelaparan merupakan masalah dunia, serta reforma agraria dan pembangunan perdesaan dilaksanakan melalui 3 (tiga) bidang yaitu (i) tingkat desa mengikutsertakan lembaga perdesaan, (ii) di tingkat nasional, reorientasi kebijakan pembangunan; (iii) di tingkat internasional, mendorong terlaksananya prinsip tata ekonomi internasional baru. C. Reforma Agraria di Indonesia Sejarah Awal Pengaturan Reforma Agraria/Landreform Pengaturan pertanahan di Indonesia sudah dimulai dengan terbentuknya panitia Agraria Yogyakarta melalui Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 948 yang diketuai oleh Sarimin Reksodihardjo. Panitia ini mengusulkan tentang asas yang akan merupakan dasar hukum agraria, diantaranya adalah (i) pengakuan adanya hak ulayat, (ii) pembatasan minimum (dua hektar) dan maksimum (0 hektar) tanah pertanian per keluarga, dan (iii) perlunya pendaftaran tanah. Selanjutnya terbentuk Panitia Agraria Jakarta menggantikan Panitia Yogyakarta melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 95 dengan Ketua Sarimin Reksodihardjo (kemudian digantikan oleh Singgih Praptodihardjo) yang menghasilkan keputusan penting yang relatif senada diantaranya adalah (i) batas minimum pemilikan tanah pertanian (2 hektar) per keluarga; (ii) mengadakan ketentuan maksimum pemilikan tanah, hak usaha, hak sewa dan hak pakai; (iii) pengaturan hak ulayat dengan undang undang. Berikutnya dikenal pula Panitia Soewahjo yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden Nomor Tahun 956 yang diketuai oleh Soewahjo Soemodilogo. Panitia ini berhasil menyusun naskah rancangan UUPA pada tanggal Januari 957, diantaranya yang terpenting adalah (i) asas domein diganti dengan hak kekuasaan negara; (ii) diakuinya hak ulayat; (iii) dualisme hukum agraria dihapuskan; (iv) penetapan batas masimum dan minimum luas tanah yang boleh dimiliki; (v) tanah pertanian dikerjakan dan diusahakan sendiri; (vi) diadakan pendaftaran tanah dan perencanaan penggunaan tanah. Naskah rancangan Panitia Soewahjo kemudian disempurnakan kemudian diberi nama Rancangan Soenarjo mengikuti nama Menteri Agraria pada saat itu dan diajukan ke DPR pada tahun 958. Namun kemudian dengan berlakunya Dekrit Presiden 5 Juli 959 yang memberlakukan kembali UUD 945, sementara Rancangan Soenarjo berdasarkan UUDS 950, kemudian disusun kembali naskah undang undang tersebut. Rancangan yang baru tersebut dinamai Rancangan Sadjarwo mengikuti nama Menteri Agraria pada saat itu, yang kemudian diajukan kembali ke DPRGR. Naskah ini yang akhirnya disetujui menjadi UU Nomor 5 Tahun 960 tentang Peraturan Dasar Pokok pokok Agraria (UUPA) pada tanggal 24 September 960 (Harsono, 999 dan Hakim, tanpa tahun). Landasan Hukum dan Regulasi Landasan utama reforma agraria (landreform) tercantum dalam UUD 945 Pasal 33 ayat (3) bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar besar kemakmuran rakyat. Sehingga secara historis dapat dikatakan bahwa upaya pengaturan pertanahan, termasuk landreform, di Indonesia 5 Edisi - 204

7 FOKUS Sejarah Kebijakan Pertanahan kini Kebijakan pertanahan periode ini difokuskan pada pembenahan penguasaan dan pemilikan dari sistem kolonialis menjadi sistem nasional. Dalam periode ini penguasaan dan kepemilikan asing dinasionalisasi. Dan penguasaan, pemilikan tanah luas, perdikan, swapraja, partikelir, dan lainnya yang tidak sesuai dengan jiwa kemerdekaan diatur kembali penggunaan dan penguasaanya oleh negara untuk kepentingan nasional. Di masa ini, kebijakannya melanjutkan kenijakan yang telah dijalankan sebelumnya, dalam periode ini kebijakan diarahkan pada distribusi dan redistribusi tanah oleh negara yang diperuntukkan kepada petani gurem/petani penggarap dan buruh tani. Periode ini dikenal dengan periode Land Reform. Sejalan dengan perkembangan dan pertumbuhan ekonomi nasional, pada periode ini pembangunan pertanahan diarahkan untuk mendukung kebijakan penanaman modal atau investasi, tanpa meninggalkan kebijakan untuk sertipikasi tanah tanah golongan ekonomi lemah. Di awal era reformasi, kebijakan pertanahan lebih diarahkan pada kebijakan kebijakan yang langsung menyentuh masyarakat, yang menekankan pada pendaftaran tanah yang dikuasai/dimiliki golongan golongan tidak mampu. Pada periode ini, kebijakan pertanahan diarahkan pada "tanah untuk keadilan dan kesejahteraan rakyat". Periode ini ditandai dengan kebijakan penertiban tanah terlantar, penyelesaian sengketa, redistribusi tanah, peningkatan legalisasi aset tanah masyarakat yang diimplementasikan melalui Reforma Agraria. telah dimulai sejak proklamasi kemerdekaan. Hal ini kemudian ditindaklanjuti melalui UU Nomor 5 Tahun 960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria (UUPA). UUPA mempunyai dua substansi dari segi berlakunya, yaitu (i) tidak memberlakukan lagi hukum agraria kolonial, (ii) membangun hukum agraria nasional. UUPA juga merupakan undang undang yang memberlakukan reforma agraria yang ditandai adanya Panca Program Reforma Agraria Indonesia, khususnya program ketiga yaitu perombakan pemilikan dan penguasaan atas tanah serta hubungan hukum yang berhubungan dengan penguasaan tanah dalam mewujudkan pemerataan kemakmuran dan keadilan, yang dikenal sebagai landreform (Hakim, tanpa tahun) Keterkaitan UUPA dengan landreform tergambarkan jelas pada muatannya, mulai dari Menimbang hingga Penjelasan UUPA, pasal sampai pasal 9 maupun ketentuan Konversi (Parlindungan, 987). Secara umum, materi UUPA yang sangat erat terkait landreform adalah pasal 7 yang membatasi pemilikan dan penguasaan tanah, pasal 0 yang mengatur tanah pertanian wajib dikerjakan sendiri secara aktif, dan pasal 7 menetapkan batas maksimum luas pemilikan tanah. Sebagai tindak lanjut dari pasal 7 dan 7 UUPA tentang pembatasan penguasaan dan pemilikan tanah serta batas maksimum minimum pemilikan tanah, dikeluarkan Undang Undang Nomor 56 Prp Tahun 960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian yang dikenal sebagai UU Landreform. UU ini mengatur 3 (tiga) masalah pokok yaitu (i) penetapan luas maksimum penguasaan tanah, (ii) gadai tanah; (iii) luas minimum tanah pertanian. Selanjutnya dikenali adanya UU No. 20 Tahun 96 tentang Pencabutan Hak atas Tanah dan Benda benda yang Ada di Atasnya. UU ini merupakan peraturan pelaksana dari UUPA khususnya Pasal 8 yang menyatakan, bahwa untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan undang undang. UU No. 20 Tahun 96 ini memberi kewenangan kepada Presiden untuk mencabut hak atas tanah dengan memberikan ganti kerugian. Sementara pemberian ganti rugi pada bekas pemilik tanah ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 224 Tahun 96 yang diubah dengan PP Nomor 4 Tahun 96 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian. PP ini diantaranya mengatur obyek dan subyek landreform termasuk lembaga pendukung landreform. Hal ini membuktikan bahwa landreform di Indonesia pada dasarnya tidak sekedar redistribusi tanah tetapi juga mengatur tindak lanjut pembagian tanah tersebut, sehingga tujuannya tidak sekedar pemerataan tetapi juga peningkatan kesejahteraan petani (Sumaya, 2009). Selain itu, yang mungkin kurang dikenal sebagai regulasi yang terkait landreform adalah UU Nomor 2 Tahun 960 tentang Perjanjian Bagi Hasil (UUPBH), yang melindungi golongan ekonomi lemah (petani penggarap) dari praktek bagi hasil yang merugikan. Terkait pendaftaran tanah, yang merupakan alat mengendalikan luas kepemilikan dan penguasaan tanah, diterbitkan PP Nomor 0 Tahun 96 yang telah diubah dengan PP Nomor 24 Tahun 997 tentang Pendaftaran Tanah. Upaya pelaksanaan landreform juga didukung oleh beberapa regulasi seperti Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 974 tentang Pedoman Tindak Lanjut Pelaksanaan Landreform, Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 99 tentang Pengaturan Penguasaan Tanah Obyek Landreform secara Swadaya, Instruksi Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 2 Tahun 995 tentang Inventarisasi atas Tanah Terlantar, Tanah Kelebihan Maksimum dan Tanah Absente Baru, serta Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor Tahun 997 tentang Penertiban Tanah Obyek Redistribusi Landreform. Kemudian memasuki era reformasi pada tahun 998, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mengeluarkan Ketetapan MPR (TAP MPR) Nomor 6/MPR/998 tentang Politik Ekonomi dalam Rangka Demokrasi Ekonomi. Pada pasal 7 ayat () disebutkan bahwa pengelolaan dan pemanfaatan tanah dan sumberdaya alam lainnya harus dilaksanakan secara adil dengan menghilangkan segala bentuk pemusatan penguasaan dan pemilikan dalam rangka pengembangan kemampuan usaha ekonomi kecil, menengah, koperasi dan masyarakat luas (Shohibuddin, 2009). Tidak banyak yang menyadari bahwa TAP MPR ini yang mengawali komitmen kita menjalankan reforma agraria, yang ditindaklanjuti oleh Edisi

8 FOKUS Pemerintah dengan mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 48 Tahun 999 tentang Tim Pengkajian Kebijaksanaan dan Peraturan Perundang undangan dalam rangka Pelaksanaan Landreform. Pada tahun 200, MPR kembali menelurkan TAP MPR Nomor IX/MPR/200 tentang Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam, yang mencantumkan prinsip dan arah kebijakan pembaharuan agraria di Indonesia.TAP MPR ini kemudian ditindaklanjuti dengan diterbitkannya Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan, yang secara jelas mencantumkan langkahlangkah percepatan reforma agraria berupa penyempurnaan UUPA No 5/960 dan regulasi lainnya, serta pembangunan sistem informasi dan manajemen pertanahan. Baru pada tahun 2006, pelaksanaan reforma agraria dinyatakan secara tegas sebagai program pemerintah dengan menetapkannya sebagai salah satu fungsi Badan Pertanahan nasional (BPN) melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 0 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional. Dari 2 fungsi yang diemban BPN, secara jelas dicantumkan salah satunya adalah reformasi agraria. Selain itu, BPN bertanggungjawab langsung kepada Presiden. Dengan demikian, Perpres ini merupakan upaya memperkuat aspek kelembagaan dari pelaksanaan reforma agraria. Untuk lebih memudahkan dalam memperoleh tanah sumber redistribusi kemudian diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor Tahun 200 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar, yang memberi peluang bagi penetapan tanah terlantar jika tanah tidak dipergunakan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan haknya. Terlepas dari peraturan perundang undangan dan regulasi yang ada, pada dasarnya sejak awal MPR telah menunjukkan keinginan yang teguh untuk mendorong agar pemerintah melaksanakan program landreform. Terbukti dari pencantuman frasa penataan kembali penggunaan, penguasaan dan pemilikan tanah sehingga benar benar sesuai dengan asas adil dan merata, termasuk menjadikan program transmigrasi sebagai bagian dari upaya landreform, pada setiap Garis Besar 2 Haluan Negara (GBHN). Bahkan dalam GBHN 988 secara khusus terdapat frasa perlu dicegah pemilikan tanah perseorangan secara berlebihan, serta pembagian tanah menjadi sangat kecil sehingga tidak menjadi sumber kehidupan yang layak (Hendrawan, 2003) Tujuan Reforma Agraria Pada masa awal terbitnya UUPA No. 5/960, landreform bertujuan mengadakan pembagian yang adil dan merata atas sumber penghidupan rakyat tani yang berupa tanah, sehingga dengan pembagian tersebut diharapkan akan dapat dicapai pembagian hasil yang adil dan merata (PP No. 224/96). Menteri Agraria Sadjarwo dalam pidato pengantar 2Secara rinci dapat dilihat pada GBHN 978 (TAP MPR RI No. IV/MPR/978), GBHN 983 (TAP MPR RI NO. II/MPR/983), GBHN 988 (TAP MPR RI No. II/MPR/988), GBHN 988 (TAP MPR RI No. II/MPR/993), GBHN 998 (TAP MPR RI No. II/MPR/998) dan GBHN 999 (TAP MPR RI No. IV/MPR/999). penyerahan rancangan UUPA pada tanggal 2 September 960 menyatakan bahwa tujuan pelaksanaan landreform di Indonesia adalah (i) mengadakan pembagian yang adil atas sumber penghidupan rakyat tani berupa tanah; (ii) melaksanakan prinsip tanah untuk petani, supaya tanah tidak menjadi alat pemerasan; (iii) memperkuat dan memperluas hak milik atas tanah bagi setiap warga negara Indonesia. Suatu pengakuan dan perlindungan terhadap hak milik; (iv) mengakhiri sistim tuan tanah dan menghapus pemilikan dan penguasaan tanah secara besar besaran dengan cara menyelenggarakan batas maksimum dan batas minimum untuk tiap keluarga (Gautama, 986). Namun menurut Zulkarnain (2004), tujuan landreform dapat dikategorikan dalam 3 (tiga) tujuan yaitu (i) ekonomis, untuk memperbaiki keadaan sosial ekonomi rakyat dengan memperkuat hak milik rakyat serta memberi fungsi sosial pada hak milik, memperbaiki produksi nasional khususnya di sektor pertanian guna mempertinggi taraf hidup rakyat; (ii) politis, mengakhiri sistem tuan tanah dan menghapuskan pemilikan tanah yang luas, mengadakan pembagian yang adil atas sumber penghidupan rakyat tani berupa tanah; (iii) psikologis, meningkatkan kegairahan kerja bagi para petani penggarap dengan jalan memberikan kepastian hak, memperbaiki hubungan kerja antara pemilik tanah dan penggarap. Berjalannya waktu, kemudian melalui Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN) yang dicanangkan sebagai landreform plus, yakni landreform untuk mewujudkan keadilan dalam penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (reforma aset), ditambah dengan reforma akses. Dengan demikian, tujuan PPAN mencakup (i) menata kembali ketimpangan struktur penguasaan dan penggunaan tanah kearah yang lebih adil; (ii) mengurangi kemiskinan; (iii) menciptakan lapangan kerja; (iv) memperbaiki akses rakyat kepada sumber ekonomi, terutama tanah; (v) mengurangi sengketa dan konflik pertanahan; (vi) memperbaiki dan menjaga kualitas lingkungan hidup; (vii) meningkatkan ketahanan pangan (Shohibuddin, 2009). Prinsip dan Kebijakan 3 Pembaruan agraria dan pengelolaan sumberdaya alam harus dilaksanakan sesuai dengan prinsip prinsip (pasal 4 TAP MPR IX/200), yaitu (i) memelihara dan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; (ii) menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia; (iii) menghormati supremasi hukum dengan mengakomodasi keanekaragaman dalam unifikasi hukum; (iv) mensejahterakan rakyat, terutama melalui peningkatan kualitas sumberdaya manusia Indonesia; (v) mengembangkan demokrasi, kepatuhan hukum, transparansi dan optimalisasi partisipasi rakyat; (vi) mewujudkan keadilan dalam penguasaan, pemilikan, penggunaan, pemanfaatan, dan pemeliharaan sumberdaya agraria dan sumberdaya alam; (vii) memelihara keberlanjutan yang dapat memberi manfaat yang optimal, baik untuk generasi sekarang maupun generasi mendatang, dengan tetap memperhatikan daya tampung dan dukung lingkungan; (viii) melaksanakan fungsi sosial, kelestarian, dan fungsi ekologis sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat; 3 Istilah reforma agraria yang secara resmi dipergunakan pemerintah pasca reformasi. 7 Edisi - 204

9 (ix) meningkatkan keterpaduan dan koordinasi antarsektor pembangunan dalam pelaksanaan pembaruan agraria dan pengelolaan sumberdaya alam; (x) mengakui dan menghormati hak masyarakat hukum adat dan keragaman budaya bangsa atas sumberdaya agraria dan sumberdaya alam; (xi) mengupayakan keseimbangan hak dan kewajiban negara, pemerintah (pusat, daerah provinsi, kabupaten/kota, dan desa atau yang setingkat), masyarakat dan individu; (xii) melaksanakan desentralisasi berupa pembagian kewenangan di tingkat nasional, daerah provinsi, kabupaten/kota, dan desa atau yang setingkat, berkaitan dengan alokasi dan manajemen sumberdaya agraria dan sumberdaya alam. Kebijakan pembaruan agraria secara jelas tercantum dalam pasal 5 TAP MPR No. IX/MPR/200, yaitu (i) melakukan pengkajian ulang terhadap berbagai peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan agrarian dalam rangka sinkronisasi kebijakan antarsektor demi terwujudnya peraturan perundang undangan yang didasarkan pada prinsip 4 sebagaimana dimaksud Pasal ketetapan ini; (ii) melaksanakan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan, pemanfaatan tanah (landreform) (P4T) yang berkeadilan dengan memperhatikan kepemilikan tanah untuk rakyat; (iii) menyelenggarakan pendataan pertanahan melalui inventarisasi dan registrasi P4T secara komprehensif dan sistematis dalam rangka pelaksanaan landreform; (iv) menyelesaikan konflik berkenaan dengan sumberdaya agraria yang timbul selama ini sekaligus dapat mengantisipasi potensi konflik di masa datang guna menjamin terlaksananya penegakan hukum dengan didasarkan prinsip sebagaimana dimaksud Pasal 4 ketetapan ini; (v) memperkuat kelembagaan dan kewenangan dalam rangka mengemban pelaksanaan pembaharuan agraria dan menyelesaikan konflik yang berkenaan dengan sumberdaya agraria; (vi) mengupayakan dengan sungguh sungguh pembiayaan dalam melaksanakan program pembaharuan agraria dan penyelesaian konflik sumberdaya agraria yang terjadi. Konsep dan Implementasi Berdasarkan amanat UUPA Nomor 5 Tahun 960, terdapat 6 (enam) elemen pokok program Landreform, yaitu (i) pembatasan pemilikan maksimum, (ii) larangan pemilikan tanah absentee, (iii) redistribusi tanah yang melampaui batas maksimum, tanah absentee, tanah bekas swapraja dan tanah negara lainnya, (iv) pengaturan pengembalian dan penebusan tanah pertanian yang digadaikan; (v) pengaturan kembali perjanjian bagi hasil tanah pertanian, (vi) penetapan batas minimum pemilikan tanah pertanian, disertai larangan melakukan perbuatan mengakibatkan pemecahan pemilikan tanah pertanian menjadi bagian yang terlampau kecil (Supriadi, 2007). Dalam perjalanannya, program landreform ini berkembang dan akhirnya menjelma menjadi Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN) yang seringkali disebut juga sebagai landreform plus karena mempunyai 2 (dua) pilar yaitu reforma aset (landreform) dan reforma akses. Reforma aset merupakan upaya redistribusi tanah sebagaimana yang selama ini dikenal sebagai landreform, dan reforma akses 4 Pasal 4 berbunyi negara mengatur pengelolaan sumberdaya agraria dan sumberdaya alam untuk sebesar besar kemakmuran rakyat sebagai kegiatan pelengkap/penunjang redistribusi aset untuk memastikan terwujudnya peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui penyediaan modal, pendampingan, dan penyediaan teknologi pertanian. Ciri khas dari PPAN yang membedakannya dengan program terdahulu adalah formula penguatan aset (pemberian hak) dan pembukaan akses (modal dan pasar). Kegiatan ini juga melibatkan lintas sektor. Strategi dasar PPAN yang ditetapkan oleh BPN (2007) adalah (i) penataan konsentrasi aset dan tanah terlantar melalui penataan politik dan hukum pertanahan berdasar Pancasila, UUD 945 dan UUPA; (ii) mengalokasikan tanah yang langsung dikuasai oleh negara (obyek) untuk rakyat (subyek). tempokini.com Untuk itu, pelaksanaan program ini mencakup 4 (empat) lingkup kegiatan, yaitu penetapan obyek, penetapan subyek, mekanisme distribusi aset, dan pengembangan reforma akses. Penetapan obyek mencakup penyediaan tanah bagi pelaksanaan reforma agraria dari sejumlah sumber yaitu (i) tanah bekas Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai; (ii) tanah yang terkena ketentuan konversi; (iii) tanah yang diserahkan sukarela oleh pemiliknya; (iv) tanah hak yang pemegangnya melanggar ketentuan peraturan perundangundangan; (v) tanah obyek landreform ; (vi) tanah bekas obyek 5 landreform; (vii) tanah timbul; (viii) tanah bekas kawsan pertambangan; (ix) tanah yang dihibahkan oleh pemerintah; (x) tanah tukar menukar dari dan oleh pemerintah; (xi) tanah yang dibeli oleh pemerintah; (xii) tanah pelepasan kawasan hutan produksi konversi; (xiii) tanah bekas kawasan hutan yang pernah dilepaskan. Penetapan subyek menggunakan 3 (tiga) variabel pokok dalam menentukan kriteria yaitu (i) umum (Warga Negara Indonesia, miskin, minimal 8 tahun atau sudah menikah); (ii) khusus (bertempat tinggal atau bersedia bertempat tinggal di kecamatan letak tanahnya, kemauan tinggi mendayagunakan tanah); (iii) prioritas (tidak memiliki tanah, jumlah tanggungan keluarga, lama bertempat tinggal dan mata pencaharian). Secara umum, urutan kelompok prioritas dalam penentuan subyek penerima PPAN adalah (i) pertama, petani yang bekerja dan menetap di lokasi obyek PPAN; (ii) kedua, petani penggarap dan buruh tani yang tidak memiliki tanah pertanian; (iii) ketiga, petani yang memiliki luas tanah pertanian kurang dari 0,5 ha; (iv) keempat, petani pelaku pertanian dalam arti luas termasuk nelayan yang membutuhkan tanah guna melangsungkan kehidupannya; (kelima, penduduk miskin berdasar data BPS atau sumber lain yang dapat dipertanggungjawabkan (Shohibuddin, 2009). 5 Berdasar PP Nomor 224 Tahun 96 Jo. PP Nomor 4 Tahun 96 menyebutkan tanah obyek landreform adalah (i) tanah kelebihan maksimum, (ii) tanah absente, (iii) tanah swapraja dan bekas swapraja, (iv) tanah lain yang dikuasai Negara. Edisi

10 Secara umum, terdapat 3 (tiga) mekanisme reforma agraria berdasarkan pada kondisi/kedudukan subyek (penerima tanah redistribusi) dan obyek (tanah yang akan didistribusikan), yaitu (i) subyek dan obyek pada lokasi yang sama atau berdekatan; (ii) ketika subyek dan obyek berjauhan digunakan skema (a) subyek mendekati obyek. Skemanya mirip transmigrasi yaitu memindahkan subyek ke lokasi tanah redistribusi; (b) obyek mendekati subyek. Dikenal sebagai skema swap atau pertukaran tanah yang didasarkan pada cara konsolidasi lahan atau bahkan bank tanah. Skema ini jauh lebih rumit. Tahapan Pelaksanaan Pelaksanaan landreform di Indonesia dapat dibagi dalam 2 (dua) periode, yaitu periode pertama ( ) dan periode kedua (setelah 977). Pada masa , program landreform mengalami stagnasi. Secara yuridis, landreform telah dimulai sejak berlakunya PP Nomor 224 Tahun 96, walaupun konkritnya baru pada tahun 962. Pembelajaran Indonesia Pembelajaran pelaksanaan landreform dan reforma agraria di Indonesia dapat dikategorikan dalam 2 tahapan pelaksanaan yaitu sebelum reformasi dan setelah reformasi. A. Sebelum Reformasi Pelaksanaan landreform terkendala oleh setidaknya 2 (hal) mendasar, yaitu (i) penegak hukum belum memahami sepenuhnya isu agraria, (ii) pemahaman agraria di kalangan akademisi masih terbatas pada aspek hukumnya saja, sementara agraria mencakup sosial, ekonomi, budaya, lingkungan, politik, bahkan pertahanan dan keamanan (Shohibuddin dan Salim, 202). Walf Ladejinsky, seorang arsitek landreform di Jepang, menyampaikan 2 (dua) kritik utama terkait pelaksanaan landreform di Indonesia, yaitu (i) ketidakkonsistenan antara gagasan dan pelaksanaan. Pelaksanaan gagasan yang dipandang revolusioner terhambat oleh birokrasi yang berbelit belit dan data yang tidak akurat (ii) model redistribusi tidak sesuai dengan kondisi obyektif di lapangan. Misal, batasan kepemilikan minimum 2 (dua) ha tidak realistis disebabkan tidak jelas jumlah penerima dan tanah yang menjadi obyek landreform (Shohibuddin, 202). Hal ini juga didukung oleh hasil pengamatan Herawan (2003), yang menyatakan bahwa landreform hanya berhasil dilaksanakan terhadap tanah negara sementara dari sumber tanah kelebihan maksimum dan absentee masih belum dapat dilaksanakan.kendala utamanya adalah (i) belum tersedia data yang akurat mengenai obyek serta subyek tanah; (ii) kebanyakan pemilik tanah yang melebihi ketentuan maksimum dan tanah absente adalah para penguasa dan pengusaha yang berpengaruh. Berdasar pengalaman berhentinya program landreform antara tahun , dapat disimpulkan bahwa kondisi politik juga dapat mempengaruhi pelaksanaan program sejenis landreform. Apalagi dengan adanya stigma landreform adalah produk negara komunis. Pada saat pemerintah sedang gencar melaksanakan revolusi hijau sebagai upaya swasembada beras, ternyata membawa konsekuensi akumulasi penguasaan tanah pada golongan petani tertentu, bahkan bagi petani kecil cenderung berkurang perannya dalam bidang pertanian (Herawan, 2003).Dengan demikian, kebijakan pemerintah khususnya dalam bidang pertanian perlu mempertimbangkan dampaknya terhadap pelaksanaan landreform.salah satu contoh sejenis adalah program perkebunan berorientasi ekspor yang membutuhkan lahan yang luas.dalam upaya memenuhi kebutuhan tanah ini, terjadi konflik antara perusahaan dengan masyarakat terkait status kepemilikan tanah.masyarakat menjadi korban karena tidak dapat menunjukkan bukti kepemilikan tanah, walaupun pada kenyataannya tanah tersebut merupakan tanah adat. B. Setelah Reformasi (Setelah tahun 998) Memasuki era pemerintahan SBY, walaupun BPN telah diberi fungsi melaksanakan reforma agraria dan telah dicanangkan melalui pidato presiden tahun 2007, dan reforma agraria dijalankan secara resmi melalui Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN), namun pelaksanaannya hanya terbatas pada pensertifikatan atas tanah pertanian dan tidak ada redistribusi tanah. Sepertinya kondisi ini mengulang kegagalan landreform sebelumnya ketika tidak tersedia tanah yang menjadi obyek landreform, walaupun presiden telah mendeklarasikan pengalokasian lahan seluas 9,25 juta ha. Akibatnya program PPAN tidak berbeda dengan program sebelumnya (PRONA dan LARASITA/Layanan Rakyat untuk Sertifikat Tanah), kecuali bahwa proses sertifikasi melalui PPAN tidak dipungut bayaran. Walaupun PPAN dianggap cukup berhasil, tetapi pengamat agraria menilai program ini berjalan lamban disebabkan oleh 4 (empat) hal, yaitu (i) program ini disandarkan pada BPN, sebuah lembaga pemerintah nonkementerian yang dinilai 'kurang kuat' untuk menjalankan agenda besar ini; (ii) ego sektor menimbulkan hambatan birokrasi; (iii) belum tersedia paying hukum pelaksanaan program lintas sector; (iv) lemahnya dukungan masyarakat sipil akibat proses yang dianggap tertutup (KPA, 2009). Secara lebih lengkap, Rolaswati (tanpa tahun) menyimpulkan terdapat 5 (lima) hal yang menyebabkan belum optimalnya pelaksanaan reforma agraria di Indonesia, yaitu (i) pembaruan agraria pada dasarnya merupakan perubahan struktur sosial, ekonomi, dan politik masyarakat. Perubahan ini tentunya mendapat tantangan dari pihak tertentu yang merasa kepentingannya terganggu khususnya pihak yang memiliki sumber agraria berlimpah dan memperoleh keuntungan keuangan; (ii) kekuatan kapitalis global yang secara sistematis dan terencana terus menggulirkan dan mendesakkan gagasan globalisasi dan pasar bebas yang tentu saja bertentangan dengan prinsip reforma agraria; (iii) organisasi nonpemerintah masih belum mampu menjadi kekuatan pendorong perubahan; (iv) adanya sikap paranoid terhadap ide reforma agraria/landreform sebagai bagian dari ideologi komunis; (v) masih langkanya pakar agraria yang mengakibatkan proses penyadaran masyarakat menjadi terhambat. [OM, disarikan dari berbagai sumber] 9 Edisi - 204

11 FOKUS Pembelajaran Reforma Agraria: Berkaca dari Mancanegara Dalam konteks peningkatan produktivitas dan peningkatan kesejahteraan rakyat, dapat dikatakan hampir semua negara industri maju telah melakukan reforma agraria sebelum melaksanakan industrialisasinya. Pengalaman pelaksanaan reforma agraria di sejumlah negara Asia (seperti: Taiwan, Jepang, Korea Selatan, dan Cina), Afrika dan Amerika Latin, seperti yang diungkapkan oleh Lin (974) menunjukkan setidaknya ada 0 (sepuluh) aspek utama yang perlu diurus kelengkapannya oleh penyelenggara negara bila reforma agraria mau berhasil, yakni: (i) Mandat Konstitusional, (ii) Hukum Agraria dan Penegakannya, (iii) Organisasi Pelaksana, (iv) Sistem Administrasi Agraria, (v) Pengadilan, (vi) Desain Rencana dan Evaluasi, (vii) Pendidikan dan Latihan, (viii) Pembiayaan, (ix) Pemerintahan Lokal, dan (x) Partisipasi Organisasi Petani (Lin (ed.), 974). Salah satu negara yang dianggap maju dalam pelaksanaan landreform adalah Taiwan. Programnya dimulai tahun 949, dan hasilnya menjadikan Taiwan merupakan negara yang hampir semua penggarap memiliki tanah dan semua petani merupakan produsen mandiri. Landreform di Taiwan dilaksanakan melalui pengurangan bea sewa, penjualan tanah garapan negara dan program tanah untuk penggarap (Sudiyat, 982). Pada awalnya di Taiwan berlaku sewa tanah pertanian yang tinggi mencapai 50% dari hasil panen setahun, yang tentunya merugikan bagi petani penggarap. Pemerintah kemudian mengeluarkan Undang Undang Pengurangan Sewa Tanah yang membatasi sewa tanah menjadi maksimal 37,3% saja. Bentuk perjanjian sewa menyewa diharuskan tertulis, dan dalam jangka waktu minimal 6 (enam) tahun dan harus dilanjutkan jika penggarap tidak wanprestasi. Hal ini mendorong petani penggarap lebih bersemangat lagi, dan mempunyai kesempatan menabung untuk membeli rumah, dan tanah sendiri. Ini langkah awal landreform di Taiwan. Skema lainnya adalah penjualan tanah garapan negara yang sering disebut sebagai fase kedua pelaksanaan landreform. Pemerintah menyewakan tanah kepada petani dengan biaya sewa 25% dari hasil panen setahun. Kemudian pemerintah mulai menjual tanah tersebut kepada penyewa, dengan harga pembelian 2,5 kali dari seluruh hasil panen setahun dengan membayar secara angsuran selama 0 tahun. Selanjutnya, skema ketiga berupa program tanah untuk penggarap yang dimulai pada tahun 953 dengan ditetapkannya Undang Undang Tanah untuk Penggarap. UU ini menetapkan maksimum pemilikan/penguasaan tanah pertanian adalah 3 (tiga) hektar. Tanah garapan yang melebihi luasan tersebut dibeli paksa oleh pemerintah dan dijual kembali kepada petani dengan harga 2,5 kali hasil panen setahun, dibayar secara angsuran selama 0 tahun dengan besarnya angsuran 37,3% dari hasil setiap panen setahun. Sebagai ketentuan tambahan, petani diberi hak milik atas tanah sejak angsuran pertama, dan tidak dibenarkan menjual tanah sampai tanahnya lunas. Hasilnya menunjukkan perubahan mendasar, yaitu sebanyak 95 ribu KK penyewa membeli 40 ribu ha tanah yang dibeli pemerintah secara paksa dari tuan tanah. Pemilik tanah pertanian meningkat dari 6% menjadi 86%, sedangkan penyewa menurun drastis dari 39% menjadi hanya 4% (Sudiyat, 982). Hasil lainnya, produksi padi meningkat tajam dari, juta ton (949) menjadi 2,4 juta ton (964). Secara khusus, faktor yang mendukung keberhasilan landreform di Taiwan adalah (i) adanya penelitian yang cermat yang berujung pada ketersediaan data yang valid, (ii) penyuluhan yang berkualitas dan teratur; (iii) pengukuran pendaftaran tanah yang teliti, (iv) pengembangan sarana perkreditan yang mudah diakses; (v) dukungan regulasi yang jelas dan harmonis; dan (vi) partisipasi aktif masyarakat termasuk lembaga non pemerintah. Namun yang terpenting adalah ketetapan hati pemerintah dalam melaksanakan program ini. Pembelajaran lain dari Korea Selatan dalam hal menghindari spekulasi tanah. Langkah yang dilakukan Korea Selatan berupa penerapan Comprehensive land holding tax (CLHT), yaitu penerapan pajak tinggi terhadap setiap kelebihan dari luasan minimum tanah pertanian, dan land value increment tax (LVIT), yaitu penerapan pajak tinggi terhadap tanah tidak termanfaatkan, serta tanah pertanian yang dikerjakan oleh bukan petani. Kebijakan ini diterapkan pada tahun (Herawan, 2003). Pengalaman beberapa Negara latin menunjukkan bahwa reforma agraria harus (Lindquist, 979) (i) bermakna sebagai suatu transfer kekuasaan; (ii) pengembalian tanah rakyat yang dirampas; (iii) pembagian tanah secara merata; (iv) mengarah pada pengelolaan tanah yang lebih baik; (v) meningkatkan kesejahteraan petani; (vi) meningkatkan produksi pertanian; (viii) menciptakan lapangan kerja; (ix) mempercepat pembentukan modal, investasi, dan teknologi (inovasi bidang pertanian); (x) menciptakan dukungan politik bagi partai politik pro reforma agraria; (xi) menjungkirbalikkan masyarakat kapitalis; (xii) memungkinkan dilakukan di masyarakat. Dapat disimpulkan bahwa kunci keberhasilan reforma agraria adalah (i) komitmen kuat dari pemerintah dan pimpinan tertinggi Negara; (ii) tersedianya data dan informasi yang lengkap; (iii) didukung parlemen; (iv) partisipasi semua pemangku kepentingan; (v) dipersiapkan secara matang dan dilaksanakan secara konsisten dan bertahap (Mulyani ed., 20). Sebagian besar materi disarikan dari disertasi Herawan berjudul Kajian atas Landreform dalam rangka Pembangunan Hukum Ekonomi Indonesia. Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, Medan, 2003 Edisi

PERTEMUAN MINGGU KE-10 LANDREFORM DI INDONESIA. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

PERTEMUAN MINGGU KE-10 LANDREFORM DI INDONESIA. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA PERTEMUAN MINGGU KE-10 LANDREFORM DI INDONESIA Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA PENGERTIAN LANDREFORM Perkataan Landreform berasal dari kata: land yang artinya tanah, dan reform yang artinya

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL. A. Latar Belakang Lahirnya Program Pembaharuan Agraria Nasional

BAB II PENGATURAN HUKUM PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL. A. Latar Belakang Lahirnya Program Pembaharuan Agraria Nasional 24 BAB II PENGATURAN HUKUM PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL A. Latar Belakang Lahirnya Program Pembaharuan Agraria Nasional Setelah pergulatan selama 12 tahun, melalui prakarsa Menteri Pertanian Soenaryo,

Lebih terperinci

KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR IX/MPR/2001 TENTANG PEMBARUAN AGRARIA DAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM

KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR IX/MPR/2001 TENTANG PEMBARUAN AGRARIA DAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR IX/MPR/2001 TENTANG PEMBARUAN AGRARIA DAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah

BAB II. Tinjauan Pustaka. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah 8 BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Tanah Obyek Landreform 2.1.1 Pengertian Tanah Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang diberikan kepada manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber kehidupan dan penghidupan.

Lebih terperinci

LAND REFORM ATAS TANAH EKS HGU PT RSI DI KABUPATEN CIAMIS SUATU KAJIAN HUKUM

LAND REFORM ATAS TANAH EKS HGU PT RSI DI KABUPATEN CIAMIS SUATU KAJIAN HUKUM LAND REFORM ATAS TANAH EKS HGU PT RSI DI KABUPATEN CIAMIS SUATU KAJIAN HUKUM Oleh : HENDRA SUKARMAN, S.H., S.E., M.H. *) ABSTRACT Iplementasi of the mandate of the People's Consultative Assembly Decree

Lebih terperinci

KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR IX/MPR/2001 TAHUN 2001 TENTANG PEMBARUAN AGRARIA DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR IX/MPR/2001 TAHUN 2001 TENTANG PEMBARUAN AGRARIA DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR IX/MPR/2001 TAHUN 2001 TENTANG PEMBARUAN AGRARIA DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN

Lebih terperinci

[Opini] Maria SW Sumardjono Jum at, 23 September Menghadirkan Negara

[Opini] Maria SW Sumardjono Jum at, 23 September Menghadirkan Negara Menghadirkan Negara Agenda prioritas Nawacita yang kelima mengamanatkan negara untuk meningkatkan kesejahteraan dengan mendorong reforma agraria (landreform) dan program kepemilikan tanah 9 juta hektar.

Lebih terperinci

K E T E T A P A N MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : IX/MPR/2001 TENTANG PEMBARUAN AGRARIA DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

K E T E T A P A N MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : IX/MPR/2001 TENTANG PEMBARUAN AGRARIA DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM K E T E T A P A N MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : IX/MPR/2001 TENTANG PEMBARUAN AGRARIA DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN

Lebih terperinci

REFORMA AGRARIA DAN REFLEKSI HAM

REFORMA AGRARIA DAN REFLEKSI HAM BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA REFORMA AGRARIA DAN REFLEKSI HAM GUNAWAN SASMITA DIREKTUR LANDREFORM ALIANSI PETANI INDONESIA JAKARTA 10 DESEMBER 2007 LANDASAN FILOSOFI TANAH KARUNIA TUHAN

Lebih terperinci

LAND REFORM INDONESIA

LAND REFORM INDONESIA LAND REFORM INDONESIA Oleh: NADYA SUCIANTI Dosen di Fakultas Hukum Universitas Indonusa Esa Unggul ABSTRAK Dalam kehidupan masyarakat Indonesia, tanah memiliki arti dan kedudukan yang sangat penting di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ideologi kanan seperti : Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Filipina dan Brazil, maupun

BAB I PENDAHULUAN. ideologi kanan seperti : Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Filipina dan Brazil, maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reforma Agraria merupakan penyelesaian yang muncul terhadap masalah ketimpangan struktur agraria, kemiskinan ketahanan pangan, dan pengembangan wilayah pedesaan di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Sesuai penegasan Kepala BPN RI: Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN) bukanlah sekedar proyek bagi-bagi tanah, melainkan suatu program terpadu untuk mewujudkan keadilan sosial dan

Lebih terperinci

HUKUM AGRARIA. Seperangkat hukum yang mengatur Hak Penguasaan atas Sumber Alam. mengatur Hak Penguasaan atas Tanah. Hak Penguasaan Atas Tanah

HUKUM AGRARIA. Seperangkat hukum yang mengatur Hak Penguasaan atas Sumber Alam. mengatur Hak Penguasaan atas Tanah. Hak Penguasaan Atas Tanah HUKUM AGRARIA LUAS SEMPIT PENGERTIAN Seperangkat hukum yang mengatur Hak Penguasaan atas Sumber Alam Seperangkat hukum yang mengatur Hak Penguasaan atas Tanah OBYEK RUANG LINGKUP Hak Penguasaan atas Sumbersumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ketimpangan struktur agraria, kemiskinan dan ketahanan pangan, dan

I. PENDAHULUAN. ketimpangan struktur agraria, kemiskinan dan ketahanan pangan, dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reforma agraria merupakan jawaban yang muncul terhadap masalah ketimpangan struktur agraria, kemiskinan dan ketahanan pangan, dan pembangunan pedesaan di berbagai belahan

Lebih terperinci

Road Map Pembaruan Agraria di Indonesia

Road Map Pembaruan Agraria di Indonesia Road Map Pembaruan Agraria di Indonesia Agraria di Indonesia merupakan persoalan yang cukup pelik. Penyebabnya adalah karena pembaruan agraria lebih merupakan kesepakatan politik daripada kebenaran ilmiah,

Lebih terperinci

BAB I PERKEMBANGAN SEJARAH HUKUM AGRARIA

BAB I PERKEMBANGAN SEJARAH HUKUM AGRARIA BAB I PERKEMBANGAN SEJARAH HUKUM AGRARIA Perkembangan sejarah hukum agraria di Indonesia, dapat dilihat dalam 4 (empat) tahapan, yaitu tahap Indonesia sebelum merdeka (masa kolonial), tahap Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PERKEMBANGAN POLITIK DAN HUKUM AGRARIA DI INDONESIA

BAB I PERKEMBANGAN POLITIK DAN HUKUM AGRARIA DI INDONESIA BAB I PERKEMBANGAN POLITIK DAN HUKUM AGRARIA DI INDONESIA Perkembangan Hukum (agraria) yang berlaku di suatu negara, tidak dapat dilepaskan dari politik agraria yang diberlakukan dan atau dianut oleh Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Manusia dalam kehidupannya tidak dapat dipisahkan dari tanah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Manusia dalam kehidupannya tidak dapat dipisahkan dari tanah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Manusia dalam kehidupannya tidak dapat dipisahkan dari tanah. Tanah diperlukan manusia sebagai ruang gerak dan sumber kehidupan. Sebagai ruang gerak, tanah memberikan

Lebih terperinci

PEMPURNAAN UUPA SEBAGAI PERATURAN POKOK AGRARIA

PEMPURNAAN UUPA SEBAGAI PERATURAN POKOK AGRARIA BADAN PERTANAHAN NASIONAL KANTOR WILAYAH BADAN PERTANAHAN NASIONAL PROVINSI JAWA TIMUR PEMPURNAAN UUPA SEBAGAI PERATURAN POKOK AGRARIA DR YAGUS SUYADI, SH, MSi ISSUE UTAMA MASALAH AGRARIA TERDAPAT KETIMPANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Tanah merupakan sumberdaya alam utama yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidupnya. Sebagai suatu sumberdaya alam

Lebih terperinci

KPM 321 Kajian Agraria REFORMA AGRARIA DEPARTEMEN KOMUNIKASI & PENGEMBANGAN MASYARAKAT. FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010/2011

KPM 321 Kajian Agraria REFORMA AGRARIA DEPARTEMEN KOMUNIKASI & PENGEMBANGAN MASYARAKAT. FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010/2011 KPM 321 Kajian Agraria REFORMA AGRARIA DEPARTEMEN KOMUNIKASI & PENGEMBANGAN MASYARAKAT. FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010/2011 Bagaimana bisa dikatakan seseorang mempunyai negara,

Lebih terperinci

PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) SERI REGIONAL DEVELOPMENT ISSUES AND POLICIES (15) PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) 11 November 2011 1 KATA PENGANTAR Buklet nomor

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG PERTANAHAN TAHUN

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG PERTANAHAN TAHUN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG PERTANAHAN TAHUN 2015-2019 DEPUTI MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS BIDANG PENGEMBANGAN REGIONAL DAN OTONOMI DAERAH Jakarta, 21 November 2013 Kerangka Paparan 1. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

PROGRAM LEGISLASI NASIONAL TAHUN

PROGRAM LEGISLASI NASIONAL TAHUN PROGRAM LEGISLASI NASIONAL TAHUN 2010 2014 A. PENDAHULUAN Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Lebih terperinci

PEMANDANGAN UMUM. UUPA mulai berlaku pada tanggal 24 September Undang-undang ini

PEMANDANGAN UMUM. UUPA mulai berlaku pada tanggal 24 September Undang-undang ini PEMANDANGAN UMUM Perubahan yang revolusioner UUPA mulai berlaku pada tanggal 24 September 1960. Undang-undang ini benar-benar memuat hal-hal yang merupakan perubahan yang revolusioner dan drastis terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sudah disadari bersama bahwa masalah agraria adalah masalah yang rumit dan

I. PENDAHULUAN. Sudah disadari bersama bahwa masalah agraria adalah masalah yang rumit dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sudah disadari bersama bahwa masalah agraria adalah masalah yang rumit dan peka, menyangkut berbagai aspek kehidupan. Hal ini terjadi dikarenakan masalah agraria sudah

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR STUDI PROSPEK DAN KENDALA PENERAPAN REFORMA AGRARIA DI SEKTOR PERTANIAN

LAPORAN AKHIR STUDI PROSPEK DAN KENDALA PENERAPAN REFORMA AGRARIA DI SEKTOR PERTANIAN LAPORAN AKHIR STUDI PROSPEK DAN KENDALA PENERAPAN REFORMA AGRARIA DI SEKTOR PERTANIAN Oleh: Henny Mayrowani Tri Pranadji Sumaryanto Adang Agustian Syahyuti Roosgandha Elizabeth PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Di era globalisasi seperti sekarang ini, tanah merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Di era globalisasi seperti sekarang ini, tanah merupakan suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Di era globalisasi seperti sekarang ini, tanah merupakan suatu kebutuhan bagi manusia. Tanah sangat diperlukan oleh masyarakat untuk menunjang berbagai aspek

Lebih terperinci

II. VISI, MISI, DAN TUJUAN PEMBANGUNAN PERTANAHAN. B. Misi Yang Akan Dilaksanakan. A. Visi Pembangunan Pertanahan

II. VISI, MISI, DAN TUJUAN PEMBANGUNAN PERTANAHAN. B. Misi Yang Akan Dilaksanakan. A. Visi Pembangunan Pertanahan Rencana Strategis (RENSTRA) BPN RI Tahun 2010-2014. II. VISI, MISI, DAN TUJUAN PEMBANGUNAN PERTANAHAN A. Visi Pembangunan Pertanahan R encana Strategis Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Tahun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Reforma Agraria

II. TINJAUAN PUSTAKA Reforma Agraria 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Reforma Agraria Menurut Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR) RI Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, reforma agraria

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Agenda pembaruan agraria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 TAP MPR Nomor IX/MPR/2001 salah satunya adalah melaksanakan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan

Lebih terperinci

BUPATI SAMBAS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH

BUPATI SAMBAS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH BUPATI SAMBAS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMBAS, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PROVINSI KALIMANTAN BARAT PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMBAS, Menimbang : Mengingat : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

CATATAN KRITIS TERHADAP RUU PERTANAHAN

CATATAN KRITIS TERHADAP RUU PERTANAHAN Chalid Muhammad & Hariadi Kartodihardjo CATATAN KRITIS TERHADAP RUU PERTANAHAN Pada saat ini DPR RI melalui Komisi II sedang menyiapkan RUU Pertanahan untuk dibahas bersama dengan Pemerintah RI. DPR RI

Lebih terperinci

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERTANAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERTANAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ------ RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERTANAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

LAPORAN SINGKAT PANJA RUU TENTANG PERTANAHAN KOMISI II DPR RI

LAPORAN SINGKAT PANJA RUU TENTANG PERTANAHAN KOMISI II DPR RI TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT PANJA RUU TENTANG PERTANAHAN KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan,

Lebih terperinci

Sumarma, SH R

Sumarma, SH R PELIMPAHAN SEBAGIAN KEWENANGAN PEMERINTAH PUSAT DIBIDANG PERTANAHAN KEPADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA SEBAGAI WUJUD KEBIJAKAN NASIONAL DIBIDANG PERTANAHAN RINGKASAN TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR II/MPR/2002 TENTANG REKOMENDASI KEBIJAKAN UNTUK MEMPERCEPAT PEMULIHAN EKONOMI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanah dan Ketimpangan Penguasaan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA Tanah dan Ketimpangan Penguasaan Tanah 5 TINJAUAN PUSTAKA Tanah dan Ketimpangan Penguasaan Tanah Tanah merupakan salah satu sumber agraria selain perairan, hutan, bahan tambang, dan udara (UUPA 1960). Sebagai negara agraris yang memiliki jumlah

Lebih terperinci

BANK TANAH: ANTARA CITA-CITA DAN UTOPIA CUT LINA MUTIA

BANK TANAH: ANTARA CITA-CITA DAN UTOPIA CUT LINA MUTIA BANK TANAH: ANTARA CITA-CITA DAN UTOPIA Oleh: CUT LINA MUTIA Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonusa Esa Unggul ABSTRAK Tanah merupakan salah satu elemen penting dalam kehidupan manusia. Tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis hukum kegiatan..., Sarah Salamah, FH UI, Penerbit Buku Kompas, 2001), hal. 40.

BAB I PENDAHULUAN. Analisis hukum kegiatan..., Sarah Salamah, FH UI, Penerbit Buku Kompas, 2001), hal. 40. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945) mengatakan bahwa bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hakekatnya bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat

BAB I PENDAHULUAN. hakekatnya bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional yang dilaksanakan oleh Bangsa Indonesia pada hakekatnya bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, secara adil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya kemakmuran rakyat, sebagaimana termuat dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi:

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya kemakmuran rakyat, sebagaimana termuat dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya mengandalkan hidup dari tanah pertanian sehingga tanah merupakan kebutuhan bagi setiap orang.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanah merupakan tempat di mana manusia berada dan hidup. Baik langsung

I. PENDAHULUAN. Tanah merupakan tempat di mana manusia berada dan hidup. Baik langsung I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan tempat di mana manusia berada dan hidup. Baik langsung maupun tidak manusia hidup dari tanah. Bahkan bagi mereka yang hidup bukan dari tanah pertanian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TANAH TERLANTAR MENURUT HUKUM AGRARIA. tidak terpelihara, tidak terawat, dan tidak terurus.

BAB II PENGATURAN TANAH TERLANTAR MENURUT HUKUM AGRARIA. tidak terpelihara, tidak terawat, dan tidak terurus. 19 BAB II PENGATURAN TANAH TERLANTAR MENURUT HUKUM AGRARIA A. Pengertian Tanah Terlantar Tanah terlantar, terdiri dari dua (2) kata yaitu tanah dan terlantar. Tanah dalam pengertian yuridis adalah permukaan

Lebih terperinci

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA Mendorong Pengakuan, Penghormatan & Perlindungan Hak Masyarakat Adat di Indonesia Dosen : Mohammad Idris.P, Drs, MM Nama : Devi Anjarsari NIM : 11.12.5833 Kelompok : Nusa Jurusan : S1 SI SEKOLAH TINGGI

Lebih terperinci

Diskusi Mata Kuliah Perkumpulan Gemar Belajar

Diskusi Mata Kuliah Perkumpulan Gemar Belajar Diskusi Mata Kuliah Perkumpulan Gemar Belajar Senin, 9 mei 2016 Landreform, Pendaftaran Tanah, Hak Tanggungan atas Tanah dan Hukum Perumahan dan Pemukiman Pembicara : Rohana Damanik (2012) & Laurensiah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan faktor yang sangat penting dan mempunyai hubungan yang

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan faktor yang sangat penting dan mempunyai hubungan yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan faktor yang sangat penting dan mempunyai hubungan yang sangat erat bagi kehidupan manusia. Hubungan tanah dengan manusia bersifat relijius

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanda bukti kepemilikan. Tanah adat tersebut hanya ditandai dengan ciri-ciri fisik

I. PENDAHULUAN. tanda bukti kepemilikan. Tanah adat tersebut hanya ditandai dengan ciri-ciri fisik I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak zaman manusia Indonesia hidup bertani dan menetap, dimulai pola penguasaan tanah secara adat dan berlangsung turun temurun tanpa memiliki tanda bukti kepemilikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah terdapat hubungan yang erat. Hubungan tersebut dikarenakan. pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Berdasarkan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. tanah terdapat hubungan yang erat. Hubungan tersebut dikarenakan. pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Berdasarkan prinsip BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Tanah merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan suatu masyarakat. Hukum alam telah menentukan bahwa keadaan tanah yang statis menjadi tempat tumpuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah memiliki keterkaitan dengan berbagai perspektif, yang beberapa diantaranya adalah perspektif sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Karena keterkaitannya dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang pokok dan bersifat mendesak. Tanpa hal-hal tersebut, manusia

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang pokok dan bersifat mendesak. Tanpa hal-hal tersebut, manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan primer manusia adalah sandang (pakaian), pangan (makanan), dan papan (tempat tinggal). Kebutuhan primer berarti kebutuhan manusia yang pokok dan bersifat mendesak.

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR - 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

MEMBANGUN DAN MEMBERDAYAKAN DESA MELALUI UNDANG-UNDANG DESA Oleh : Mardisontori, LLM *

MEMBANGUN DAN MEMBERDAYAKAN DESA MELALUI UNDANG-UNDANG DESA Oleh : Mardisontori, LLM * MEMBANGUN DAN MEMBERDAYAKAN DESA MELALUI UNDANG-UNDANG DESA Oleh : Mardisontori, LLM * DPR-RI dan Pemerintah telah menyetujui RUU Desa menjadi Undang- Undang dalam rapat paripurna DPR pada tanggal 18 Desember

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diantaranya adalah perspektif sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Karena

I. PENDAHULUAN. diantaranya adalah perspektif sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Karena I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah memiliki keterkaitan dengan berbagai perspektif, yang beberapa diantaranya adalah perspektif sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Karena keterkaitannya dengan berbagai

Lebih terperinci

HUKUM AGRARIA NASIONAL

HUKUM AGRARIA NASIONAL HUKUM AGRARIA NASIONAL Oleh : Hj. Yeyet Solihat, SH. MKn. Abstrak Hukum adat dijadikan dasar karena merupakan hukum yang asli yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Hukum adat ini masih harus

Lebih terperinci

Ruang Lingkup Hukum Agraria

Ruang Lingkup Hukum Agraria RH Pendahuluan Definisi Hukum Agraria Dalam bahasa latin ager berarti tanah atau sebidang tanah. Agrarius - berladangan, persawahan, pertanian. KBBI Agraria- urusan pertanian atau pertanahan juga urusan

Lebih terperinci

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Formatted: Left: 3,25 cm, Top: 1,59 cm, Bottom: 1,43 cm, Width: 35,56 cm, Height:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah merupakan salah satu faktor penting yang sangat erat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah merupakan salah satu faktor penting yang sangat erat BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Tanah merupakan salah satu faktor penting yang sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia di jaman modern saat ini. Hal ini terlihat dari ketergantungan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN PERMASALAHAN PENYEDIAAN TANAH MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN

KEBIJAKAN DAN PERMASALAHAN PENYEDIAAN TANAH MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN KEBIJAKAN DAN PERMASALAHAN PENYEDIAAN TANAH MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN Iwan Isa Direktur Penatagunaan Tanah, BPN-RI PENDAHULUAN Produksi pangan dalam negeri menjadi unsur utama dalam memperkuat ketahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. petani penggarap tanah maupun sebagai buruh tani. Oleh karena itu tanah

BAB I PENDAHULUAN. petani penggarap tanah maupun sebagai buruh tani. Oleh karena itu tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia merupakan negara agraris dimana penduduknya sebagian besar bermatapencaharian dibidang pertanian (agraris) baik sebagai pemilik tanah, petani

Lebih terperinci

BAB VI LANGKAH KE DEPAN

BAB VI LANGKAH KE DEPAN BAB VI LANGKAH KE DEPAN Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion 343 344 Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion LANGKAH LANGKAH KEDEPAN Seperti yang dibahas dalam buku ini, tatkala Indonesia memasuki

Lebih terperinci

PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN

PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN Oleh : Ir. Iwan Isa, M.Sc Direktur Penatagunaan Tanah Badan Pertanahan Nasional PENGANTAR Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Kuasa untuk kesejahteraan bangsa

Lebih terperinci

PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN

PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN Disampaikan pada Seminar dengan Tema HGU & HGB : Problem, Solusi dan Perlindungannya bedasarkan UU No. 25 Tahun

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon

Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon Platform Bersama Masyarakat Sipil Untuk Penyelamatan Hutan Indonesia dan Iklim Global Kami adalah Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penyelamatan Hutan

Lebih terperinci

RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN

RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN LAMPIRAN I KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TANGGAL 11 MEI 2004 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN 2004 2009 I. Mukadimah 1. Sesungguhnya Hak Asasi Manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. merupakan salah satu keunggulan bangsa Indonesia. Pada hakikatnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. merupakan salah satu keunggulan bangsa Indonesia. Pada hakikatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian adalah salah satu wujud dari pembangunan nasional yang merupakan salah satu keunggulan bangsa Indonesia. Pada hakikatnya pembangunan nasional adalah pembangunan

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA

Lebih terperinci

CATATAN KETERANGAN PEMERINTAH TENTANG RUU DESA.

CATATAN KETERANGAN PEMERINTAH TENTANG RUU DESA. CATATAN KETERANGAN PEMERINTAH TENTANG RUU DESA. Disampaikan oleh Mendagri dalam Keterangan Pemerintah tentang RUU Desa, bahwa proses penyusunan rancangan Undang-undang tentang Desa telah berusaha mengakomodasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, meliputi pengumpulan, pengolahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era globalisasi, demokratisasi, terlebih dalam era reformasi. Bangsa dan negara Indonesia menumbuhkan

Lebih terperinci

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PEMBUKAAN RAPAT KERJA BIDANG PERTANAHAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2008 Hari/Tanggal : Selasa, 29

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PEMBUKAAN RAPAT KERJA BIDANG PERTANAHAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2008 Hari/Tanggal : Selasa, 29 SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PEMBUKAAN RAPAT KERJA BIDANG PERTANAHAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2008 Hari/Tanggal : Selasa, 29 Juli 2008 Pukul : 08.30 WIB Tempat : Balai Petitih Kantor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari dan merupakan kebutuhan hidup manusia yang mendasar. Manusia hidup dan berkembang biak,

Lebih terperinci

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM Pancasila dan Undang-undang Dasar Tahun 1945 merupakan landasan ideologi dan konstitusional pembangunan nasional termasuk pemberdayaan koperasi dan usaha

Lebih terperinci

TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri)

TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan dan Reforma Agraria)

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TOR (TERM OF REFERENCE) KUNJUNGAN KERJA PANITIA KHUSUS DPR RI DALAM RANGKA MENDAPAT MASUKAN UNTUK PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG DESA KE NEGARA BRAZIL

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN. masih memerlukan tanah ( K. Wantjik Saleh, 1977:50). sumber penghidupan maupun sebagai tempat berpijak

1.PENDAHULUAN. masih memerlukan tanah ( K. Wantjik Saleh, 1977:50). sumber penghidupan maupun sebagai tempat berpijak 1.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya tanah merupakan salah satu modal dasar pembangunan. Sebagai salah satu modal dasar tanah mempunyai arti penting dalam kehidupan dan penghidupan manusia, bahkan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis menarik kesimpulan. sebagai berikut :

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis menarik kesimpulan. sebagai berikut : 115 BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Pelaksanaan perndaftaran tanah pertanian hasil redistribusi tanah Absentee dalam

Lebih terperinci

MENILIK KESIAPAN DUNIA KETENAGAKERJAAN INDONESIA MENGHADAPI MEA Oleh: Bagus Prasetyo *

MENILIK KESIAPAN DUNIA KETENAGAKERJAAN INDONESIA MENGHADAPI MEA Oleh: Bagus Prasetyo * MENILIK KESIAPAN DUNIA KETENAGAKERJAAN INDONESIA MENGHADAPI MEA Oleh: Bagus Prasetyo * Dalam KTT Association of Southeast Asian Nation (ASEAN) ke-9 yang diselenggarakan di Provinsi Bali tahun 2003, antar

Lebih terperinci

Kebijakan Pemerataan Ekonomi Dalam Rangka Menurunkan Kemiskinan. Lukita Dinarsyah Tuwo

Kebijakan Pemerataan Ekonomi Dalam Rangka Menurunkan Kemiskinan. Lukita Dinarsyah Tuwo Kebijakan Pemerataan Ekonomi Dalam Rangka Menurunkan Kemiskinan Lukita Dinarsyah Tuwo Solo, 26 Agustus 2017 DAFTAR ISI 1. LATAR BELAKANG 2. KEBIJAKAN PEMERATAAN EKONOMI 3. PRIORITAS QUICK WIN Arah Kebijakan

Lebih terperinci

BAB III KETERIKATAN TANAH TERLANTAR SEBAGAI IMPLEMENTASI PELAKSANAAN LANDREFORM. tanah. Akan tetapi dalam konsep landreform yang sesungguhnya tidaklah

BAB III KETERIKATAN TANAH TERLANTAR SEBAGAI IMPLEMENTASI PELAKSANAAN LANDREFORM. tanah. Akan tetapi dalam konsep landreform yang sesungguhnya tidaklah 35 BAB III KETERIKATAN TANAH TERLANTAR SEBAGAI IMPLEMENTASI PELAKSANAAN LANDREFORM A. Pengertian Landreform Secara harfiah istilah landreform berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari kata land yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. vii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan faktor yang paling utama dalam menentukan produksi setiap fase peradaban sehingga dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 ditentukan Bumi dan air dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian dari negara Indonesia. Baik tanah maupun sumber-sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. bagian dari negara Indonesia. Baik tanah maupun sumber-sumber daya alam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan sumber daya alam. Tanah yang luas serta kekayaan alam yang melimpah merupakan bagian dari negara Indonesia. Baik tanah

Lebih terperinci

PERALIHAN HAK TANAH ABSENTE BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN CATUR TERTIB PERTANAHAN DI KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI. Disusun Oleh :

PERALIHAN HAK TANAH ABSENTE BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN CATUR TERTIB PERTANAHAN DI KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI. Disusun Oleh : PERALIHAN HAK TANAH ABSENTE BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN CATUR TERTIB PERTANAHAN DI KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI Ditulis untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia saat ini masih menghadapi persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia saat ini masih menghadapi persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bangsa Indonesia saat ini masih menghadapi persoalan-persoalan struktural yang terwujud dalam bentuk tingginya tingkat pengangguran, tingginya tingkat kemiskinan, tingginya

Lebih terperinci

TINJAUAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK DI KABUPATEN BANTUL. (Studi Kasus Desa Patalan Kecamatan Jetis dan

TINJAUAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK DI KABUPATEN BANTUL. (Studi Kasus Desa Patalan Kecamatan Jetis dan TINJAUAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH SECARA SISTEMATIK DI KABUPATEN BANTUL (Studi Kasus Desa Patalan Kecamatan Jetis dan Desa Caturharjo Kecamatan Pandak) Oleh : M. ADI WIBOWO No. Mhs : 04410590 Program

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa kepada umat

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa kepada umat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa kepada umat manusia di muka bumi. Tanah menjadi kebutuhan dasar manusia, sejak lahir sampai meningggal dunia manusia

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:a.bahwa setiap warga negara berhak untuk

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Profil Pertanahan Provinsi Kalimantan Barat Kementerian PPN / Bappenas

KATA PENGANTAR. Profil Pertanahan Provinsi Kalimantan Barat Kementerian PPN / Bappenas KATA PENGANTAR Tanah atau agraria berasal dari beberapa bahasa. Istilah agraria berasal dari kata akker (Bahasa Belanda), agros (Bahasa Yunani) berarti tanah pertanian, agger (Bahasa Latin) berarti tanah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak hidup

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN ARAH KEBIJAKAN PROLEGNAS TAHUN Ignatius Mulyono 2

PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN ARAH KEBIJAKAN PROLEGNAS TAHUN Ignatius Mulyono 2 PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN ARAH KEBIJAKAN PROLEGNAS TAHUN 2010 2014 1 Ignatius Mulyono 2 1. Misi mewujudkan Indonesia Aman dan Damai didasarkan pada permasalahan bahwa Indonesia masih rawan dengan konflik.

Lebih terperinci

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA Pembangunan adalah suatu orientasi dan kegiatan usaha yang tanpa akhir. Development is not a static concept. It is continuously changing. Atau bisa

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN... TENTANG PERTANAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN... TENTANG PERTANAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN... TENTANG PERTANAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tanah dalam wilayah Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci