BAB I PENDAHULUAN I.1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN I.1"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Tanah merupakan sumberdaya alam utama yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidupnya. Sebagai suatu sumberdaya alam utama, tanah juga memiliki keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan manusia. Seiring bertambahnya waktu, peningkatan kebutuhan manusia akan tanah semakin berkembang pesat sebanding dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan infrastruktur. Perkembangan kependudukan dan infrastruktur tersebut akan mempengaruhi perubahan pola penggunaan dan pemanfaatan bidang tanah. Untuk itu, diperlukan pengaturan penatagunaan tanah dan penguasaan tanah yang baik dengan tujuan peningkatan kualitas lingkungan dan pembangunan sarana prasarana serta fasilitas umum. Salah satu cara penatagunaan tanah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pembangunan wilayah adalah kegiatan Redistribusi Tanah. Redistribusi Tanah merupakan suatu kebijakan pertanahan partisipatif mengenai pembagian tanah-tanah yang dikuasai oleh negara dan telah ditegaskan menjadi obyek landreform yang diberikan kepada petani penggarap dengan tujuan untuk memperbaiki keadaan sosial ekonomi rakyat. Pembagian tanah dilaksanakan secara adil dan merata atas sumber penghidupan rakyat tani berupa tanah sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan rakyat khususnya para petani kecil secara adil dan merata (Peraturan Pemerintah No. 224 Tahun 1961 Pasal 7 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Ganti Kerugian). Redistribusi Tanah pada prinsipnya adalah melakukan pembagian tanah secara adil dan merata, memberikan kepastian hukum terkait kepemilikan tanah dan mencapai pemanfaatan tanah secara optimal. Tujuan dari Redistribusi Tanah adalah untuk meningkatkan sosial ekonomi rakyat dan memperbaiki produksi nasional khususnya sektor pertanian melalui program pembagian tanah secara adil dan merata serta pemberian jaminan kepastian hak atas kepemilikan tanah (Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1995 Pasal 1 tentang Penguasaan Tanah Obyek Landreform Secara Swadaya). 1

2 2 Sesuai tujuan tersebut, maka kegiatan Redistribusi Tanah akan menghasilkan suatu pola penguasaan dan perencanaan penggunaan atau penyelenggaraan pemanfaatan tanah yang lebih baik. Redistribusi Tanah yang dilakukan di Desa Bantarsari, Kecamatan Bantarsari, Kabupaten Cilacap, Propinsi Jawa Tengah merupakan kegiatan Redistribusi Tanah untuk mewujudkan kawasan pertanian yang tertib dan teratur. Awal pelaksanaan kegiatan Redistribusi Tanah di lokasi tersebut sempat terhambat dengan adanya masalah sertipikat tanah yang disebabkan oleh perubahan status hak atas tanah dari Hak Guna Usaha yang dibebaskan menjadi tanah negara dan kemudian dijadikan hak milik. Kegiatan Redistribusi Tanah yang dilaksanakan pada tahun 2012 s.d 2014 dibiayai dengan anggaran APBN. Program Redistribusi Tanah yang dilaksanakan pada tahun 2012 menghasilkan 100 bidang tanah hak milik, kemudian kegiatan tersebut kembali dilaksanakan pada tahun 2014 yang menyebabkan terjadi penambahan bidang tanah sejumlah 160 bidang tanah sehingga total jumlah bidang tanah yang teredistribusi pada selang waktu 2012 s.d 2014 berjumlah 260 bidang tanah. Atas dasar uraian tersebut, penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi proses pelaksanaan Redistribusi Tanah di Desa Bantarsari pada selang waktu tahun 2012 s.d 2014 dan menganalisis perubahan-perubahan yang terjadi pada aspek fisik (jumlah dan luas bidang tanah) dan aspek status hak atas tanah. I.2 Rumusan Masalah Redistribusi Tanah merupakan salah satu program reformasi pertanahan yang pertama kali dilaksanakan di Desa Bantarsari. Program Redistribusi Tanah telah meningkatkan tingkat perekonomian para penggarap tanah kearah yang lebih baik karena saat bidang tanah tersebut masih berupa tanah perhutani, tidak dapat memberikan azas kebermanfaatan yang optimal bagi para penggarap. Redistribusi Tanah telah membantu masyarakat untuk mendapatkan jaminan kepastian hak atas bidang tanah melalui sertipikat hak milik atas tanah. Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui apakah proses pelaksanaan Redistribusi Tanah yang berhasil dilaksanakan di Desa Bantarsari sudah sesuai dengan aspek regulasi (Peraturan dan Undang-undang yang berlaku), mengetahui perubahan aspek fisik (jumlah dan luas bidang tanah) yang terjadi di Desa Bantarsari dan mengetahui solusi penyelesaian

3 3 dari hambatan Redistribusi Tanah yang sempat terjadi pada awal pelaksanaan kegiatan. I.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Apakah prinsip Redistribusi Tanah yang telah dilaksanakan di Desa Bantarsari, Kecamatan Bantarsari, Kabupaten Cilacap sudah sesuai dengan Peraturan atau Undang-Undang yang menjadi dasar hukum Redistribusi Tanah Obyek Landreform? 2. Seberapa besar perubahan aspek fisik (jumlah dan luas bidang tanah) yang terjadi sebelum dan setelah pelaksanaan Redistribusi Tanah pada selang waktu tahun 2012 dan 2014? 3. Apa pengaruh Redistribusi Tanah terhadap status hak atas tanah obyek landreform di Desa Bantarsari? I.4 Cakupan Penelitian Cakupan masalah dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut : 1. Evaluasi proses dan hasil pelaksanaan kegiatan Redistribusi Tanah di Desa Bantarsari, Kecamatan Bantarsari, Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah pada selang waktu tahun 2012 dan 2014 terhadap peraturan perundangundangan yang berlaku. 2. Analisis Redistribusi Tanah ditinjau berdasarkan aspek fisik (jumlah dan luas bidang tanah) dan aspek status hak atas tanah. I.5 Tujuan Penelitian Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah : 1. Mengevaluasi proses pelaksanaan Redistribusi Tanah di Desa Bantarsari, Kecamatan Bantarsari, Kabupaten Cilacap berdasarkan aspek regulasi (Peraturan dan Undang-Undang). 2. Mengetahui perubahan yang terjadi setelah pelaksanaan Redistribusi Tanah berdasarkan aspek fisik (perubahan jumlah dan luas bidang tanah).

4 4 3. Mengetahui status kepemilikan hak atas tanah yang terjadi setelah pelaksanaan Redistribusi Tanah. I.6 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis, yaitu dapat diperoleh hasil evaluasi pelaksanaan Redistribusi Tanah di Desa Bantarsari, Kecamatan Bantarsari, Kabupaten Cilacap. 2. Manfaat Praktis, antara lain : a. Dapat dijadikan acuan atau pedoman oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam peningkatan pelaksanaan Redistribusi Tanah pada waktu dan lokasi yang berbeda, mewujudkan Redistribusi Tanah yang lebih baik, dan meminimalisir permasalahan yang timbul pada saat pelaksanaan kegiatan Redistribusi Tanah. b. Sebagai masukan bagi Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) untuk pengambilan keputusan dalam rencana pembangunan di Desa Bantarsari. I.7 Tinjauan Pustaka Yoga (2011), melakukan penelitian untuk mengetahui sasaran penerima hak atas tanah dari program Redistribusi Tanah di Desa Sedayu, Kecamatan Tulung. Data yang digunakan dalam penelitiannya lebih berfokus kepada wawancara dan studi pustaka yang berhubungan dengan aspek yuridis-sosiologis. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa redistribusi tanah pada lokasi tersebut sudah sesuai dengan PP No. 224 Tahun 1961 dan hak atas tanah yang diterima oleh petani penggarap diberikan dengan status hak milik, dimana penerima tanah diwajibkan untuk membayar harga tanah sebesar Rp /Ha,- sesuai Pasal 14 PP No. 224 Tahun Mahendra (2007), melakukan penelitian untuk mengetahui pelaksanaan Redistribusi Tanah ditinjau dari aspek yuridis dan solusi penyelesaian dari kendalakendala yang terjadi dalam pelaksanaan Redistribusi Tanah di Kecamatan Ajung, Kabupaten Jember. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berupa studi

5 5 kepustakaan dan lapangan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa tanah objek landreform yang diredistribusi di Kecamatan Ajung berasal dari tanah perkebunan milik kolonial dengan hak erfpacht verp 469 dan 502 yang sudah lama terlantar. Pelaksanaan redistribusi di Desa Ajung Kecamatan Ajung Kabupaten Jember telah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dan kendala yang dihadapi tidak telalu menjadi kendala yang berarti karena telah diupayakan solusi yang tepat tehadap kendala tersebut. Nurhayati (2006), melakukan penelitian untuk mengetahui pelaksanaan Redistribusi Tanah dan mengetahui solusi penyelesaian dari hambatan-hambatan Redistribusi Tanah di Kecamatan Semarang Barat. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa program Redistribusi Tanah mengakibatkan perubahan fungsi penggunaan lahan dari pertanian menjadi kawasan pekarangan atau pemukiman. Status kepemilikan hak atas tanah redistribusi banyak mengalami peralihan hak atas tanah karena diperjual-belikan kepada orang lain. Bidang Tanah hasil Redistribusi Tanah di Kecamatan Semarang Barat banyak yang belum didaftarkan melalui pendaftaran tanah, sehingga tidak dapat diketahui secara pasti berapa jumlah bidang tanah yang sudah bersertipikat. Hasinuddin (2004), melakukan penelitian untuk mengetahui kesesuaian program Redistribusi Tanah terhadap peraturan yang berlaku dan mengetahui peranan aspek hukum dalam pelaksanaan Redistribusi Tanah di Kota Medan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa pelaksanaan Redistribusi Tanah di Kota Medan belum berjalan dengan baik sesuai peraturan yang berlaku. Kegiatan Redistribusi Tanah juga belum mampu meningkatkan wawasan lingkungan dari obyek landreform secara aspek hukum sehingga disarankan perlu diadakan kajian ulang keberadaan tanah-tanah obyek landreform dan menciptakan koordinasi yang baik antar instansi terkait supaya dapat mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Penelitian ini secara spesifik dilakukan untuk mengetahui perubahan aspek fisik bidang tanah seperti perubahan jumlah dan luas bidang tanah sesudah pelaksanaan Redistribusi Tanah pada Tahun 2012 s.d 2014, membandingkan

6 6 pelaksanaan Redistribusi Tanah di Desa Bantarsari terhadap Peraturan Pemerintah No.224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian, serta mengetahui proses pemberian hak atas tanah kepada calon peserta penerima hak Redistribusi Tanah. Analisis perubahan jumlah dan luas bidang tanah dilakukan dengan memanfaatkan Sistem Informasi Geografi berupa software ArcGIS. I.8 Landasan Teori I.8.1 Landreform I Pengertian Landreform. Landreform adalah proses restrukturisasi atau penataan ulang susunan kepemilikan, penguasaan, dan penggunaan sumber-sumber agrarian khususnya tanah dalam rangka tercapainya kepastian dan perlindungan hukum serta keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia (TAP MPR RI Nomor IX/MPR/2001 Pasal 2 tentang Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam). Adapun yang merupakan ciri pokok pelaksanaan landreform di Indonesia adalah sebagai berikut : a. Tidak menghapus hak milik perseorangan atas tanah bahkan secara kuantitatif menambah jumlah pemilik tanah. b. Adanya suatu jaminan pembayaran ganti rugi (kompensasi) bagi para bekas pemilik tanah-tanah pertanian kelebihan dan absentee yang dikuasai oleh pemerintah. I Tujuan Landreform. Secara umum tujuan landreform adalah untuk memperbaiki akses masyarakat kepada sumber-sumber ekonomi terutama tanah, menata ulang ketimpangan penguasaan pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah serta memperbaiki dan menjaga kualitas lingkungan hidup (TAP MPR RI Nomor IX/MPR/2001 Pasal 5 tentang Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam). Dengan berlandaskan pada tujuan secara umum di atas, maka secara khusus landreform di Indonesia diarahkan agar dapat mencapai 3 aspek (Soeprapto, 1986) : 1. Tujuan Sosial Ekonomis a. Memperbaiki keadaan sosial ekonomi rakyat dengan memperkuat hak milik serta memberi isi dan fungsi sosial pada Hak Milik.

7 7 b. Memperbaiki produksi nasional khususnya sektor pertanian guna mempertinggi penghasilan dan taraf hidup rakyat. 2. Tujuan Sosial politis. a. Mengakhiri sistem tuan tanah dan menghapuskan pemilikan tanah yang luas. b. Mengadakan pembagian yang adil atas sumber-sumber penghidupan rakyat tani berupa tanah dengan maksud pembagian yang adil. 3. Tujuan Mental Psikologis a. Meningkatkan kegairahan kerja bagi para petani penggarap dengan jalan memberikan kepastian hak mengenai pemilikan tanah. b. Memperbaiki hubungan kerja antara pemilik dan penggarapnya. I Prinsip-prinsip Landreform. Sesuai dengan tujuan landreform, maka prinsipprinsip landreform menurut TAP MPR RI Nomor IX/MPR/2001 Pasal 4 tentang Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam, meliputi : 1. Memelihara dan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2. Menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. 3. Menghormati supremasi hukum dengan mengakomodasi keanekaragaman dalam unifikasi hukum. 4. Mensejahterakan rakyat, terutama melalui peningkatan kualitas sumberdaya manusia Indonesia. 5. Mengembangkan demokrasi, kepatuhan hukum, transparansi dan optimalisasi partisipasi rakyat. 6. Mewujudkan keadilan dalam penguasaan, pemilikan, penggunaan, pemanfaatan, dan pemeliharaan sumberdaya agraria dan sumberdaya alam. 7. Memelihara keberlanjutan yang dapat memberi manfaat yang optimal, baik untuk generasi sekarang maupun generasi mendatang, dengan tetap memperhatikan daya tampung dan dukung lingkungan. 8. Melaksanakan fungsi sosial, kelestarian, dan fungsi ekologis sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat. 9. Meningkatkan keterpaduan dan koordinasi antarsektor pembangunan dalam pelaksanaan pembaruan agraria dan pengelolaan sumberdaya alam.

8 8 10. Mengakui dan menghormati hak masyarakat hukum adat dan keragaman budaya bangsa atas sumberdaya agraria dan sumberdaya alam. 11. Mengupayakan keseimbangan hak dan kewajiban negara, pemerintah (pusat, daerah provinsi, kabupaten/kota, dan desa atau yang setingkat), masyarakat dan individu. 12. Melaksanakan desentralisasi berupa pembagian kewenangan di tingkat nasional, daerah provinsi, kabupaten/kota, dan desa atau yang setingkat, berkaitan dengan alokasi dan manajemen sumberdaya agraria dan sumberdaya alam. I Dasar hukum Landreform. Peraturan perundang-undangan yang mendasari pelaksanaan Landreform adalah : 1. UUD 1945 Pasal 33 ayat 3 amandemen keempat 2. Tap MPR Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam. 3. Keputusan MPR Nomor 5/MPR/ Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. 5. Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2006 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen. I.8.2 Redistribusi Tanah I Pengertian Redistribusi Tanah. Redistribusi tanah merupakan kegiatan pembagian tanah yang dikuasai oleh negara dan telah ditegaskan menjadi objek landreform yang diberikan kepada para petani penggarap yang bertujuan untuk memperbaiki keadaan sosial ekonomi rakyat dan mencapai pemerataan pembangunan sektor pertanian (Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian). Redistribusi tanah merupakan aspek landreform yang lebih sempit dari Agrarian reform dalam arti luas, yaitu terkait dengan pembaruan struktur penguasaan, struktur produksi dan pelayanan pendukung dari kegiatan pembagian tanah (Nurhayati, 2006).

9 9 I Tujuan dan manfaat Redistribusi Tanah. Tujuan Redistribusi Tanah adalah untuk mencapai pemanfaatan tanah secara adil dan merata, sehingga meningkatkan keadaan sosial ekonomi rakyat dan meningkatkan produksi nasional pada sektor pertanian. Redistribusi Tanah bermanfaat bagi terwujudnya kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah bagi penerima redistribusi sehingga akan menciptakan pembagian tanah secara adil dan merata guna kesejahteraan rakyat (Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian). I Sasaran kegiatan Redistribusi Tanah. Sasaran dari pelaksanaan kegiatan Redistribusi Tanah Obyek Landreform, terdiri atas : 1. Subyek atau Penerima Manfaat Subyek atau Penerima manfaat dalam kegiatan ini adalah petani sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 8 dan Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian, yaitu sebagai berikut : a. Penggarap yang mengerjakan tanah yang bersangkutan. b. Buruh tani tetap pada bekas pemilik yang mengerjakan tanah yang bersangkutan. c. Pekerja tetap pada bekas pemilik tanah yang bersangkutan. d. Penggarap yang belum sampai 3 tahun mengerjakan tanah yang bersangkutan. e. Penggarap yang mengerjakan tanah hak pemilik. f. Penggarap tanah-tanah yang oleh Pemerintah diberi peruntukan lain berdasarkan pasal 4 ayat 2 dan 3. g. Penggarap yang tanah garapannya kurang dari 0,5 hektar. h. Pemilik yang luas tanahnya kurang dari 0,5 hektar. i. Petani atau buruh tani lainnya. 2. Obyek atau Tanah yang dialokasikan Tanah yang dialokasikan sebagai obyek Redistribusi Tanah adalah : a. Tanah-tanah yang dikuasai langsung oleh negara yang akan ditegaskan oleh Badan Pertanahan Nasional.

10 10 b. Tidak dipergunakan dan atau dicadangkan untuk kepentingan lain oleh Pemerintah Kabupaten Cilacap, termasuk ijin lokasi, ijin pertambangan. c. Berdasarkan arahan fungsi Rencana Tata Ruang Kabupaten Cilacap lokasi dimaksud adalah untuk kepentingan pertanian. d. Tidak dalam keadaan sengketa baik batas-batasnya maupun kepemilikannya dengan pihak manapun (Clean and Clear). e. Para penggarap dimaksud telah mengusahakan tanah negara yang dimaksud secara aktif sejak tahun 1968 sampai dengan sekarang. Sesuai dengan Pasal 15 ayat (2) ketentuan PP Nomor 224 tahun 1961 dan Keputusan Menteri Negara Agraria Nomor 4 tahun 1992 tentang Penyesuaian Harga Ganti Rugi Tanah Kelebihan Maksimum dan Absentee/Guntai, penerima redistribusi yang berasal dari tanah kelebihan maksimum dan absentee, dimana penerima redistribusi yang belum memenuhi kewajiban membayar uang pemasukan ke negara (ganti rugi dan administrasi) wajib membayar ke negara maksimal Rp /Ha (tiga juta lima ratus ribu rupiah per hektar) ke kas negara B pada Bank Pemerintah setempat atas mata anggaran BPN (MAP : Pendapatan Jasa Lainnya). I Dasar hukum Redistribusi Tanah. Peraturan perundang-undangan yang mendasari pelaksanaan Redistribusi Tanah adalah : 1. Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. 3. Undang-undang Nomor 51 Prp. Tahun 1960 tentang Larangan Pemilikan Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 158). 4. Undang-undang Nomor 56 Prp. Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian. 5. Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian. 6. Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1991 Tentang Pengaturan Penguasaan Tanah Obyek Landreform Secara Swadaya.

11 11 7. Surat Edaran Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No Tahun 1988 tentang Pelaksanaan Redistribusi Tanah Obyek Landreform. I Tahapan Redistribusi Tanah. Menurut DIPA BPN RI 2012, tahapan-tahapan Redistribusi Tanah meliputi : a. Perencanaan dan Persiapan Tahapan kegiatan dalam perencanaan dan persiapan antara lain : penetapan calon lokasi Redistribusi Tanah, perancangan anggaran pelaksanaan Redistribusi Tanah sesuai dengan jumlah bidang yang dialokasikan, penyusunan rencana kegiatan, penyusunan SK pelaksana kegiatan, dan persiapan teknis dan administratif. b. Penyuluhan kepada calon penerima redistribusi Penyuluhan kegiatan Redistribusi Tanah bertujuan untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang manfaat dan pentingnya kegiatan Redistribusi Tanah. c. Identifikasi objek (lokasi) dan subjek (peserta penerima redistribusi) Pelaksanaan identifikasi subyek dan obyek dilakukan oleh petugas dengan melakukan identifikasi para petani penggarap dan bidang tanah yang digarap di lokasi kegiatan dengan melampirkan persyaratan seperti identitas subyek atau surat keterangan, STP3 (Surat Tanda Penyerahan Penerimaan Hak dan Pemberian Ganti Rugi), dan data pendukung lainnya. d. Sidang Panitia Pertimbangan Landreform Sidang Panitian Pertimbangan Landreform bertujuan untuk menetapkan besarnya ganti kerugian yang harus dibayarkan oleh pemerintah kepada bekas pemilik. e. Seleksi Calon Penerima Redistribusi Tahap seleksi adalah tahapan kegiatan setelah diperoleh data dari hasil identifikasi subyek dan obyek. Hasil seleksi subyek calon penerima redistribusi ini merupakan dasar untuk proses pemberian hak atas tanah dalam rangka redistribusi. Hasil seleksi tersebut kemudian dibuatkan daftar subyek

12 12 calon penerima redistribusi dengan menggunakan lembar Daftar Nama Penggarap. f. Pengukuran dan Pemetaan Bidang Pengukuran dan pemetaan dilaksanakan sesuai dengan norma dan standar Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun g. Penerbitan Surat Keputusan Redistribusi Tanah Obyek Landreform Surat keputusan disiapkan oleh Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan sesuai dengan hasil seleksi calon penerima redistribusi, kemudian Surat Keputusan Redistribusi Tanah Obyek Landreform (TOL) dibuat secara kolektif. h. Pembukuan Hak dan Penerbitan Sertipikat. Pembukuan hak dan penerbitan sertipikat dilaksanakan apabila penerima redistribusi telah memenuhi kewajiban dan persyaratan sebagaimana tercantum dalam surat keputusan pemberian hak milik dalam rangka Redistribusi Tanah Obyek Landreform. I Pernyataan pelepasan hak atas tanah. Apabila tanah yang dimohon penegasannya berasal dari tanah hak misalnya Hak Guna Usaha baik sebagian ataupun seluruhnya, maka usulan harus dilengkapi Surat Pernyataan Pelepasan Hak Guna Usaha oleh Subyek Pemegang HGU yang dimaksud. Tanah bekas Hak Guna Usaha (telah habis masa jangka waktunya dan telah menjadi tanah negara) harus dilengkapi dengan Surat Pernyataan dari bekas pemegang HGU, bahwa tanah HGU dimaksud tidak dimohonkan lagi atau tidak diperpanjang dan melepaskan segala kepentingan yang ada diatas tanah bekas HGU tersebut (Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2006). I Penetapan luas maksimum Redistribusi Tanah. Penentuan luas maksimum Redistribusi Tanah pada tanah pertanian ditentukan berdasarkan beberapa faktor antara lain: jumlah tanah yang tersedia, kepadatan penduduk, hubungan jenis tanah, dan tingkat kesuburan tanah.

13 13 Tabel I.1 Batas maksimum kepemilikan tanah No Kepadatan Penduduk per km 2 Batasan maksimum yang dapat dikuasai (Ha) Sawah Tanah 1 Daerah tidak padat 1-50 per km Daerah padat a. Kurang padat / km 2 b. Cukup padat / km 2 c. Sangat padat lebih dari 400/ km , (Sumber : Laporan Redistribusi Tanah dari Kantor Pertanahan Kabupaten Cilacap) Prioritas pertanahan dalam Redistribusi Tanah, diberikan kepada para penggarap tanah tersebut dan buruh tani tetap dari bekas pemilik tanah itu. Apabila tanah pertanian yang dikuasai merupakan sawah dan tanah kering maka untuk menghitung luas maksimum tersebut luas sawah dijumlahkan dengan luas tanah kering sama dengan sawah ditambah 30% di daerah yang tidak padat, 20% di daerah yang padat dengan ketentuan bahwa pertanian yang dikuasai seluruhnya tidak boleh lebih dari 20 Ha. I Keuntungan dan kelemahan Redistribusi Tanah. Nurhayati (2006) mengemukakan bahwa keuntungan yang paling utama dengan adanya program Redistribusi Tanah adalah meningkatkan pembangunan sektor pertanian dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya petani penggarap. 1. Keuntungan dari Redistribusi Tanah ialah: a. Pemerintah setempat, yang meningkatkan pembangunan nasional khusunya disektor pertanian. b. Masyarakat umum, terutama petani penggarap mendapatkan kesempatan untuk memiliki bidang tanah berstatus hak milik yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraannya secara ekonomi.

14 14 2. Kelemahan dari Redistribusi Tanah ialah: a. Kesulitan mendapatkan konfirmasi dari calon pemilik tanah yang menyebabkan proses pendaftaran hak milik bidang tanah akan berlangsung lama. b. Banyak petani penggarap yang menjual kembali tanah hasil redistribusi tanpa sepengetahuan Kantor Pertanahan, sehingga menyebabkan proses monitoring dan pengawasan program reformasi pertanahan berjalan dengan lambat. I.8.3. Analisis Data Analisis data merupakan suatu upaya atau cara untuk mengolah data menjadi informasi sehingga karakteristik data tersebut dapat dipahami dan bermanfaat untuk solusi permasalahan yang berkaitan dengan penelitian. Analisis data merupakan salah satu tahapan penting dalam rangka memperoleh hasil penelitian yang berkualitas, sehingga teknik pengorganisasian data berdasarkan kategori dan tema harus sesuai dengan maksud dan tujuan dari analisis data tersebut (Lexy J. Moleong, 2002). Teknik analisis data yang dapat digunakan dalam penelitian ini bergantung pada data yang diperoleh. Jika data yang diperoleh merupakan data yang berupa angka maka menggunakan analisis kuantitatif, namun jika data yang diperoleh berupa kata-kata maka menggunakan analisis kualitatif. I Analisis kualitatif. Analisis kualitatif adalah analisis yang dilakukan pada data yang bersifat deskriptif, yaitu berupa gejala-gejala yang dikategorikan atau dalam bentuk lainnya, seperti foto, dokumen, artefak dan catatan-catatan lapangan pada saat penelitian dilakukan. Analisis kualitatif bersifat induktif dan berkelanjutan yang tujuan akhirnya menghasilkan pengertian-pengertian, konsep-konsep dan pembangunan suatu teori baru. Contoh dari model analisis kualitatif adalah analisis domain, analisis taksonomi, analisis komponensial, analisis komparasi konstan (grounded theory research), dan analisis tema kultural (Sarwono, 2006). I Analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif merupakan analisis yang dilakukan pada data yang bersifat kuantitatif atau angka-angka statistik ataupun koding-koding yang dapat dikuantifikasi. Data tersebut berupa variabel-variabel dan

15 15 operasionalisasinya dengan skala ukuran tertentu, misalnya skala nominal, ordinal, interval dan ratio. Analisis kuantitatif bersifat deduktif, uji empiris teori yang dipakai dan dilakukan setelah selesai pengumpulan data secara tuntas dengan menggunakan sarana statistik, seperti korelasi, uji t, analisis varian dan covarian, analisis faktor, regresi linear, dan lain sebagainya (Sarwono, 2006). Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deksriptif. Analisis dilakukan terhadap perubahan aspek fisik berupa jumlah, bentuk, dan luas bidang tanah yang terjadi sebelum dan sesudah proses Redistribusi Tanah serta analisis proses pelepasan hak atas tanah saat pelaksanaan kegiatan Redistribusi Tanah. I.8.4. Evaluasi Evaluasi merupakan bagian dari sistem manajemen yaitu perencanaan, organisasi, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Tanpa adanya evaluasi, maka tidak akan diketahui bagaimana kondisi objek evaluasi tersebut dalam rancangan, pelaksanaan dan hasilnya. Istilah evaluasi sudah menjadi kosa kata dalam bahasa Indonesia, akan tetapi kata ini merupakan kata serapan dari bahasa Inggris yaitu evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran. Evaluasi adalah penerapan prosedur ilmiah yang sistematis untuk menilai rancangan, selanjutnya menyajikan informasi dalam rangka pengambilan keputusan terhadap implementasi dan efektifitas suatu program (Sari, 2010). Evaluasi meliputi mengukur dan menilai yang digunakan dalam rangka pengambilan keputusan. Hubungan antara pengukuran dan penilaian saling berkaitan. Mengukur pada hakikatnya adalah membandingkan sesuatu dengan atau atas dasar ukuran atau kriteria tertentu (meter, kilogram, takaran dan sebagainya). Pengukuran bersifat kuantitatif. Penilaian berarti menilai sesuatu yang mengandung arti, mengambil keputusan terhadap sesuatu yang berdasarkan pada ukuran baik atau buruk, sehat atau sakit dan sebagainya. Penilaian bersifat kualitatif. Secara garis besar, evaluasi merupakan sebuah proses yang dilakukan oleh seseorang untuk melihat sejauh mana keberhasilan sebuah program. Keberhasilan program itu sendiri dapat dilihat dari dampak atau hasil yang dicapai oleh program tersebut (Sari, 2010).

16 16 Wirawan (2012) membedakan jenis evaluasi menurut objeknya dan menurut fokusnya. 1. Menurut Objeknya a. Evaluasi Kebijakan b. Evaluasi Program c. Evaluasi Proyek d. Evaluasi Material e. Evaluasi Sumber Daya Manusia 2. Menurut Fokusnya a. Asesmen Kebutuhan b. Evaluasi Proses c. Evaluasi Keluaran d. Evaluasi Efisiensi Evaluasi yang dilakukan dalam penelitian ini berupa evaluasi yang berfokus pada proses Redistribusi Tanah yang bertujuan untuk menilai dan membandingkan apakah pelaksanaan Redistribusi Tanah di Desa Bantarsari sudah sesuai dengan peraturan Redistribusi Tanah yang berlaku, serta mengidentifikasi solusi untuk perbaikan pelaksanaan Redistribusi Tanah di masa yang akan datang pada lokasi tertentu.

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Perkembangan jumlah penduduk dan infrastruktur yang ada di wilayah Temanggung dari waktu ke waktu akan mempengaruhi perubahan pola penggunaan dan pemanfaatan tanah

Lebih terperinci

LAND REFORM ATAS TANAH EKS HGU PT RSI DI KABUPATEN CIAMIS SUATU KAJIAN HUKUM

LAND REFORM ATAS TANAH EKS HGU PT RSI DI KABUPATEN CIAMIS SUATU KAJIAN HUKUM LAND REFORM ATAS TANAH EKS HGU PT RSI DI KABUPATEN CIAMIS SUATU KAJIAN HUKUM Oleh : HENDRA SUKARMAN, S.H., S.E., M.H. *) ABSTRACT Iplementasi of the mandate of the People's Consultative Assembly Decree

Lebih terperinci

PERTEMUAN MINGGU KE-10 LANDREFORM DI INDONESIA. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

PERTEMUAN MINGGU KE-10 LANDREFORM DI INDONESIA. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA PERTEMUAN MINGGU KE-10 LANDREFORM DI INDONESIA Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA PENGERTIAN LANDREFORM Perkataan Landreform berasal dari kata: land yang artinya tanah, dan reform yang artinya

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah

BAB II. Tinjauan Pustaka. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah 8 BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Tanah Obyek Landreform 2.1.1 Pengertian Tanah Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali;

Lebih terperinci

KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR IX/MPR/2001 TENTANG PEMBARUAN AGRARIA DAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM

KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR IX/MPR/2001 TENTANG PEMBARUAN AGRARIA DAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR IX/MPR/2001 TENTANG PEMBARUAN AGRARIA DAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

Lebih terperinci

K E T E T A P A N MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : IX/MPR/2001 TENTANG PEMBARUAN AGRARIA DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

K E T E T A P A N MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : IX/MPR/2001 TENTANG PEMBARUAN AGRARIA DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM K E T E T A P A N MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : IX/MPR/2001 TENTANG PEMBARUAN AGRARIA DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN

Lebih terperinci

KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR IX/MPR/2001 TAHUN 2001 TENTANG PEMBARUAN AGRARIA DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR IX/MPR/2001 TAHUN 2001 TENTANG PEMBARUAN AGRARIA DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR IX/MPR/2001 TAHUN 2001 TENTANG PEMBARUAN AGRARIA DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN

Lebih terperinci

PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN

PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN Disampaikan pada Seminar dengan Tema HGU & HGB : Problem, Solusi dan Perlindungannya bedasarkan UU No. 25 Tahun

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG PERTANAHAN TAHUN

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG PERTANAHAN TAHUN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG PERTANAHAN TAHUN 2015-2019 DEPUTI MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS BIDANG PENGEMBANGAN REGIONAL DAN OTONOMI DAERAH Jakarta, 21 November 2013 Kerangka Paparan 1. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Di era globalisasi seperti sekarang ini, tanah merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Di era globalisasi seperti sekarang ini, tanah merupakan suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Di era globalisasi seperti sekarang ini, tanah merupakan suatu kebutuhan bagi manusia. Tanah sangat diperlukan oleh masyarakat untuk menunjang berbagai aspek

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGATURAN DAN TATA CARA PENETAPAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

- 308 - I. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PERTANAHAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1. SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI 1.

- 308 - I. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PERTANAHAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1. SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI 1. - 308 - I. PEMBAGIAN URUSAN AN PERTANAHAN SUB 1. Izin Lokasi 1. Penetapan kebijakan nasional mengenai norma, standar, prosedur, dan kriteria izin lokasi. 2.a. Pemberian izin lokasi lintas provinsi. b.

Lebih terperinci

BUPATI PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 10 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO,

Lebih terperinci

I. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PERTANAHAN SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI 1. PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1.

I. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PERTANAHAN SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI 1. PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1. - 235 - I. PEMBAGIAN URUSAN AN PERTANAHAN SUB 1. Izin Lokasi 1. Penetapan kebijakan nasional mengenai norma, standar, prosedur, dan kriteria izin lokasi. 2.a. Pemberian izin lokasi lintas provinsi. b.

Lebih terperinci

Total Tahun

Total Tahun RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH 2010-2014 KEGIATAN PRIORITAS NASIONAL DAN KEGIATAN PRIORITAS BIDANG REFORMA AGRARIA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA (BERDASARKAN PERPRES NO.5 TAHUN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2003 TENTANG KEBIJAKAN NASIONAL DI BIDANG PERTANAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2003 TENTANG KEBIJAKAN NASIONAL DI BIDANG PERTANAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2003 TENTANG KEBIJAKAN NASIONAL DI BIDANG PERTANAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah

Lebih terperinci

HUKUM AGRARIA. Seperangkat hukum yang mengatur Hak Penguasaan atas Sumber Alam. mengatur Hak Penguasaan atas Tanah. Hak Penguasaan Atas Tanah

HUKUM AGRARIA. Seperangkat hukum yang mengatur Hak Penguasaan atas Sumber Alam. mengatur Hak Penguasaan atas Tanah. Hak Penguasaan Atas Tanah HUKUM AGRARIA LUAS SEMPIT PENGERTIAN Seperangkat hukum yang mengatur Hak Penguasaan atas Sumber Alam Seperangkat hukum yang mengatur Hak Penguasaan atas Tanah OBYEK RUANG LINGKUP Hak Penguasaan atas Sumbersumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah merupakan salah satu faktor penting yang sangat erat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah merupakan salah satu faktor penting yang sangat erat BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Tanah merupakan salah satu faktor penting yang sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia di jaman modern saat ini. Hal ini terlihat dari ketergantungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu harta yang mempunyai sifat permanent dan dapat. dicadangkan untuk kehidupan pada masa datang.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu harta yang mempunyai sifat permanent dan dapat. dicadangkan untuk kehidupan pada masa datang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persoalan tentang tanah dalam kehidupan manusia mempunyai arti yang sangat penting sekali oleh karena sebagian besar daripada kehidupannya adalah bergantung pada tanah.

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR WILAYAH BADAN PERTANAHAN NASIONAL

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR - 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

REFORMA AGRARIA DAN REFLEKSI HAM

REFORMA AGRARIA DAN REFLEKSI HAM BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA REFORMA AGRARIA DAN REFLEKSI HAM GUNAWAN SASMITA DIREKTUR LANDREFORM ALIANSI PETANI INDONESIA JAKARTA 10 DESEMBER 2007 LANDASAN FILOSOFI TANAH KARUNIA TUHAN

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah memiliki peran yang sangat berpengaruh dalam kehidupan manusia dan memiliki nilai yang tak terbatas dalam melengkapi berbagai kebutuhan hidup manusia,

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENDAYAGUNAAN TANAH NEGARA BEKAS TANAH TERLANTAR DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang diberikan kepada manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber kehidupan dan penghidupan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia saat ini masih menghadapi persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia saat ini masih menghadapi persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bangsa Indonesia saat ini masih menghadapi persoalan-persoalan struktural yang terwujud dalam bentuk tingginya tingkat pengangguran, tingginya tingkat kemiskinan, tingginya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI LAMPUNG NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROPINSI LAMPUNG NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG PERATURAN DAERAH PROPINSI LAMPUNG NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG ALIH FUNGSI LAHAN DARI EKS KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI (HPK) SELUAS + 145.125 HEKTAR MENJADI KAWASAN BUKAN HPK DALAM RANGKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Manusia dalam kehidupannya tidak dapat dipisahkan dari tanah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Manusia dalam kehidupannya tidak dapat dipisahkan dari tanah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Manusia dalam kehidupannya tidak dapat dipisahkan dari tanah. Tanah diperlukan manusia sebagai ruang gerak dan sumber kehidupan. Sebagai ruang gerak, tanah memberikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanah merupakan tempat di mana manusia berada dan hidup. Baik langsung

I. PENDAHULUAN. Tanah merupakan tempat di mana manusia berada dan hidup. Baik langsung I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan tempat di mana manusia berada dan hidup. Baik langsung maupun tidak manusia hidup dari tanah. Bahkan bagi mereka yang hidup bukan dari tanah pertanian,

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR WILAYAH BADAN PERTANAHAN NASIONAL DAN KANTOR PERTANAHAN KEPALA BADAN PERTANAHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan waktu pertumbuhan penduduk yang cepat. fungsi. Masalah pertanahan akan selalu timbul dari waktu ke waktu.

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan waktu pertumbuhan penduduk yang cepat. fungsi. Masalah pertanahan akan selalu timbul dari waktu ke waktu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah Indonesia dalam rangka meningkatkan kemakmuran masyarakat telah menempuh berbagai cara diantaranya dengan membangun perekonomian yang kuat, yang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERTANAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERTANAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ------ RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERTANAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah sebagai permukaan bumi merupakan faktor yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Tanah sebagai permukaan bumi merupakan faktor yang sangat penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Tanah sebagai permukaan bumi merupakan faktor yang sangat penting untuk menunjang kesejahteraan rakyat dan sumber utama bagi kelangsungan hidup dalam mencapai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung keberhasilan pembangunan pertanian yang

Lebih terperinci

ABSTRAKSI SKRIPSI PELAKSANAAN LANDREFORM DAN PENGARUHNYA TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KABUPATEN SLEMAN

ABSTRAKSI SKRIPSI PELAKSANAAN LANDREFORM DAN PENGARUHNYA TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KABUPATEN SLEMAN ABSTRAKSI SKRIPSI PELAKSANAAN LANDREFORM DAN PENGARUHNYA TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KABUPATEN SLEMAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya

Lebih terperinci

Analisa dan Usulan Kegiatan Berdasarkan Fungsi Yang Diselenggarakan Direktorat Pemantauan dan Pembinaan Pertanahan

Analisa dan Usulan Kegiatan Berdasarkan Fungsi Yang Diselenggarakan Direktorat Pemantauan dan Pembinaan Pertanahan Analisa dan Usulan Kegiatan Berdasarkan Fungsi Yang Diselenggarakan Direktorat Pemantauan dan Pembinaan Pertanahan I. Dasar Hukum a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mensejahterakan rakyatnya. Tujuan tersebut juga mengandung arti

BAB I PENDAHULUAN. untuk mensejahterakan rakyatnya. Tujuan tersebut juga mengandung arti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah sebuah negara hukum yang pada dasarnya bertujuan untuk mensejahterakan rakyatnya. Tujuan tersebut juga mengandung arti untuk segenap aspek penghidupan

Lebih terperinci

G U B E R N U R L A M P U N G

G U B E R N U R L A M P U N G G U B E R N U R L A M P U N G KEPUTUSAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROPINSI LAMPUNG NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG ALIH FUNGSI LAHAN DARI EKS KAWASAN

Lebih terperinci

BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR : 4 TAHUN 1991 TENTANG KONSOLIDASI TANAH KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR : 4 TAHUN 1991 TENTANG KONSOLIDASI TANAH KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL, BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR : 4 TAHUN 1991 TENTANG KONSOLIDASI TANAH KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL, Menimbang : a. bahwa tanah sebagai kekayaan Bangsa

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL. A. Latar Belakang Lahirnya Program Pembaharuan Agraria Nasional

BAB II PENGATURAN HUKUM PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL. A. Latar Belakang Lahirnya Program Pembaharuan Agraria Nasional 24 BAB II PENGATURAN HUKUM PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL A. Latar Belakang Lahirnya Program Pembaharuan Agraria Nasional Setelah pergulatan selama 12 tahun, melalui prakarsa Menteri Pertanian Soenaryo,

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PELIMPAHAN KEWENANGAN PEMBERIAN HAK ATAS TANAH DAN KEGIATAN PENDAFTARAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

[Opini] Maria SW Sumardjono Jum at, 23 September Menghadirkan Negara

[Opini] Maria SW Sumardjono Jum at, 23 September Menghadirkan Negara Menghadirkan Negara Agenda prioritas Nawacita yang kelima mengamanatkan negara untuk meningkatkan kesejahteraan dengan mendorong reforma agraria (landreform) dan program kepemilikan tanah 9 juta hektar.

Lebih terperinci

MODUL 5 : PENGADAAN TANAH DIBAWAH 5 HA

MODUL 5 : PENGADAAN TANAH DIBAWAH 5 HA MODUL 5 : PENGADAAN TANAH DIBAWAH 5 HA Diklat Perencanaan dan Persiapan Pengadaan Tanah KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

Lebih terperinci

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011 MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011 KEMENTERIAN/LEMBAGA : BADAN PERTANAHAN NASIONAL 1 PROGRAM PENGELOLAAN PERTANAHAN NASIONAL 1.444,6 1.631,8 1.862,0 2.033,3 1.1 Pengelolaan

Lebih terperinci

RESUME PROSEDUR PEMECAHAN TANAH PERTANIAN DAN CARA-CARA KEPEMILIKAN TANAH ABSENTEE DI KANTOR BADAN PERTANAHAN NASIONAL KABUPATEN JOMBANG

RESUME PROSEDUR PEMECAHAN TANAH PERTANIAN DAN CARA-CARA KEPEMILIKAN TANAH ABSENTEE DI KANTOR BADAN PERTANAHAN NASIONAL KABUPATEN JOMBANG RESUME PROSEDUR PEMECAHAN TANAH PERTANIAN DAN CARA-CARA KEPEMILIKAN TANAH ABSENTEE DI KANTOR BADAN PERTANAHAN NASIONAL KABUPATEN JOMBANG Disusun Oleh : BANUN PRABAWANTI NIM: 12213069 PROGRAM STUDI MAGISTER

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN PERMASALAHAN PENYEDIAAN TANAH MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN

KEBIJAKAN DAN PERMASALAHAN PENYEDIAAN TANAH MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN KEBIJAKAN DAN PERMASALAHAN PENYEDIAAN TANAH MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN Iwan Isa Direktur Penatagunaan Tanah, BPN-RI PENDAHULUAN Produksi pangan dalam negeri menjadi unsur utama dalam memperkuat ketahanan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis menarik kesimpulan. sebagai berikut :

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis menarik kesimpulan. sebagai berikut : 115 BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Pelaksanaan perndaftaran tanah pertanian hasil redistribusi tanah Absentee dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Tanah adalah elemen sangat penting bagi kehidupan masyarakat Indonesia yang dikenal sebagai Negara agraris karena sebagian besar penduduknya adalah petani yang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2012 NOMOR 50 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2012 NOMOR 50 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2012 NOMOR 50 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI BIDANG PERTANAHAN MELALUI GERAKAN MASYARAKAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan faktor yang sangat penting dan mempunyai hubungan yang

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan faktor yang sangat penting dan mempunyai hubungan yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan faktor yang sangat penting dan mempunyai hubungan yang sangat erat bagi kehidupan manusia. Hubungan tanah dengan manusia bersifat relijius

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat kali mengalami perubahan. atau amandemen. Di dalam bidang hukum, pengembangan budaya hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) adalah hukum dasar di Negara Republik Indonesia. Seiring perkembangan zaman, UUD 1945 telah empat

Lebih terperinci

BAB I PERKEMBANGAN SEJARAH HUKUM AGRARIA

BAB I PERKEMBANGAN SEJARAH HUKUM AGRARIA BAB I PERKEMBANGAN SEJARAH HUKUM AGRARIA Perkembangan sejarah hukum agraria di Indonesia, dapat dilihat dalam 4 (empat) tahapan, yaitu tahap Indonesia sebelum merdeka (masa kolonial), tahap Pemerintahan

Lebih terperinci

2015, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran

2015, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran No.647, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ATR. Izin Lokasi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 5TAHUN 2015 TENTANG IZIN LOKASI DENGAN

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

2015, No Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043); 2. Undang-Undang Nomor 26 Tahu

2015, No Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043); 2. Undang-Undang Nomor 26 Tahu BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.646, 2015 KEMEN-ATR. Prona. Pencabutan. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PROGRAM NASIONAL AGRARIA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.179, 2017 KEMEN-ATR/BPN. Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematika Lengkap. Perubahan. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sejarah Singkat Badan Pertanahan Nasional Provinsi Lampung

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sejarah Singkat Badan Pertanahan Nasional Provinsi Lampung 24 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Sejarah Singkat Badan Pertanahan Nasional Provinsi Lampung Badan Pertanahan Nasional adalah suatu lembaga Pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR: 5 TAHUN 2013

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR: 5 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR: 5 TAHUN 2013 TENTANG IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang : a. bahwa sebagai upaya pengendalian agar penggunaan tanah dalam

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI. A. Sejarah Singkat Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI. A. Sejarah Singkat Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI A. Sejarah Singkat Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai Kantor Pertanahan adalah instansi vertikal Badan Pertanahan Nasional di Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

PELAKSANAAN REDISTRIBUSI TANAH OBYEK LANDREFORM DI KABUPATEN BREBES

PELAKSANAAN REDISTRIBUSI TANAH OBYEK LANDREFORM DI KABUPATEN BREBES PELAKSANAAN REDISTRIBUSI TANAH OBYEK LANDREFORM DI KABUPATEN BREBES TUGAS AKHIR Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Manajemen Pertanahan Pada Universitas Negeri Semarang Oleh : Wiwin Hartini 3451302507 JURUSAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAN. digunakan untuk pemenuhan berbagai kebutuhan dasar manusia seperti untuk

BAB I PENDAHULAN. digunakan untuk pemenuhan berbagai kebutuhan dasar manusia seperti untuk BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Tanah memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Tanah dapat digunakan untuk pemenuhan berbagai kebutuhan dasar manusia seperti untuk sandang, pangan dan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009 PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009 DRAFT-4 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa pertanian mempunyai

Lebih terperinci

PENYELENGGARAAN IZIN LOKASI

PENYELENGGARAAN IZIN LOKASI PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

Monitoring Implementasi Renaksi GN-SDA oleh CSO. Korsup Monev GN-SDA Jabar Jateng DIY Jatim Semarang, 20 Mei 2015

Monitoring Implementasi Renaksi GN-SDA oleh CSO. Korsup Monev GN-SDA Jabar Jateng DIY Jatim Semarang, 20 Mei 2015 Monitoring Implementasi Renaksi GN-SDA oleh CSO Korsup Monev GN-SDA Jabar Jateng DIY Jatim Semarang, 20 Mei 2015 #1. Sektor Pertambangan Puluhan ribu hektar kawasan hutan lindung dan konservasi di Jabar,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN FAKFAK

PEMERINTAH KABUPATEN FAKFAK PEMERINTAH KABUPATEN FAKFAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN FAKFAK NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI FAKFAK, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH.

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH. 1 of 16 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa tanah memilik peran

Lebih terperinci

BAB I PERKEMBANGAN POLITIK DAN HUKUM AGRARIA DI INDONESIA

BAB I PERKEMBANGAN POLITIK DAN HUKUM AGRARIA DI INDONESIA BAB I PERKEMBANGAN POLITIK DAN HUKUM AGRARIA DI INDONESIA Perkembangan Hukum (agraria) yang berlaku di suatu negara, tidak dapat dilepaskan dari politik agraria yang diberlakukan dan atau dianut oleh Pemerintah

Lebih terperinci

BUPATI KONAWE UTARA PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE UTARA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LOKASI

BUPATI KONAWE UTARA PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE UTARA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LOKASI BUPATI KONAWE UTARA PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE UTARA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KONAWE UTARA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Road Map Pembaruan Agraria di Indonesia

Road Map Pembaruan Agraria di Indonesia Road Map Pembaruan Agraria di Indonesia Agraria di Indonesia merupakan persoalan yang cukup pelik. Penyebabnya adalah karena pembaruan agraria lebih merupakan kesepakatan politik daripada kebenaran ilmiah,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 21 Tahun : 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

21 Januari 2017 PENYEDIAAN LAHAN UNTUK PERTANIAN BERKELANJUTAN

21 Januari 2017 PENYEDIAAN LAHAN UNTUK PERTANIAN BERKELANJUTAN KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/ BADAN PERTANAHAN NASIONAL Pontianak, 21 Januari 2017 SEMINAR NASIONAL DALAM RANGKA RAPAT KERJA NASIONAL TAHUNAN PERHIMPUNAN EKONOMI PERTANIAN INDONESIA (PERHEPI) TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan meliputi seluruh kehidupan masyarakat yang dilakukan di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan meliputi seluruh kehidupan masyarakat yang dilakukan di seluruh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Alasan Pemilihan Judul Pembangunan Nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan meliputi seluruh kehidupan masyarakat yang dilakukan di seluruh wilayah baik

Lebih terperinci

Undang Nomor 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang Dengan Mengubah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang

Undang Nomor 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang Dengan Mengubah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang SALINAN BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENDATAAN, PERENCANAAN, DAN PENGELOLAAN TANAH DI KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era globalisasi, demokratisasi, terlebih dalam era reformasi. Bangsa dan negara Indonesia menumbuhkan

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL 1 tahun ~ pemberian izin masuk kembali bagi pemegang izin tinggal terbatas pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal

Lebih terperinci

I. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PERTANAHAN

I. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PERTANAHAN LAMPIRAN IX PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR : Tahun 2010 TANGGAL : Januari 2010 I. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PERTANAHAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URUSAN 1. Izin Lokasi 1. a. Penerimaan permohonan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: UU 3-1972 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 37, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3682) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

PERALIHAN HAK TANAH ABSENTE BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN CATUR TERTIB PERTANAHAN DI KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI. Disusun Oleh :

PERALIHAN HAK TANAH ABSENTE BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN CATUR TERTIB PERTANAHAN DI KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI. Disusun Oleh : PERALIHAN HAK TANAH ABSENTE BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN CATUR TERTIB PERTANAHAN DI KABUPATEN KARANGANYAR SKRIPSI Ditulis untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL KEPUTUSAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 1998 TENTANG PEMBERIAN HAK MILIK ATAS TANAH UNTUK RUMAH TINGGAL

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 03 TAHUN 1999 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 03 TAHUN 1999 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 03 TAHUN 1999 TENTANG PELIMPAHAN KEWENANGAN PEMBERIAN DAN PEMBATALAN KEPUTUSAN PEMBERIAN HAK ATAS TANAH NEGARA MENTERI NEGARA AGRARIA/

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Jenis Jenis Hak Atas Tanah, Pendaftaran dan Peralihannya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Jenis Jenis Hak Atas Tanah, Pendaftaran dan Peralihannya BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Jenis Jenis Hak Atas Tanah, Pendaftaran dan Peralihannya 2.1. Hak Milik Pasal 20 UUPA mengatakan bahwa hak milik adalah hak turun temurun terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Bumi ini manusia memiliki ketergantungan dengan tanah yang dimilikinya, sehingga manusia memiliki hak dan kewajibannya dalam mengelola dan memanfaatkan segala yang

Lebih terperinci

Kebijakan Pemerataan Ekonomi Dalam Rangka Menurunkan Kemiskinan. Lukita Dinarsyah Tuwo

Kebijakan Pemerataan Ekonomi Dalam Rangka Menurunkan Kemiskinan. Lukita Dinarsyah Tuwo Kebijakan Pemerataan Ekonomi Dalam Rangka Menurunkan Kemiskinan Lukita Dinarsyah Tuwo Solo, 26 Agustus 2017 DAFTAR ISI 1. LATAR BELAKANG 2. KEBIJAKAN PEMERATAAN EKONOMI 3. PRIORITAS QUICK WIN Arah Kebijakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang : a. bahwa hutan disamping

Lebih terperinci

IJIN LOKASI DAN PENETAPAN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

IJIN LOKASI DAN PENETAPAN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 22 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 22 TAHUN 2007 TENTANG IJIN LOKASI DAN PENETAPAN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

Lebih terperinci

8. PENDAFTARAN KARENA PERUBAHAN DATA YURIDIS

8. PENDAFTARAN KARENA PERUBAHAN DATA YURIDIS 8. PENDAFTARAN KARENA PERUBAHAN DATA YURIDIS A. Pendahuluan Berdasarkan ketentuan Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997, pendaftaran tanah karena perubahan data yuridis termasuk dalam lingkup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TANAH TERLANTAR MENURUT HUKUM AGRARIA. tidak terpelihara, tidak terawat, dan tidak terurus.

BAB II PENGATURAN TANAH TERLANTAR MENURUT HUKUM AGRARIA. tidak terpelihara, tidak terawat, dan tidak terurus. 19 BAB II PENGATURAN TANAH TERLANTAR MENURUT HUKUM AGRARIA A. Pengertian Tanah Terlantar Tanah terlantar, terdiri dari dua (2) kata yaitu tanah dan terlantar. Tanah dalam pengertian yuridis adalah permukaan

Lebih terperinci