BAB 6 PEMBAHASAN. Membahas konsep Manusia Pariwisata sebagai model kebijakan. pengembangan SDM di DISPARINKOM Kabupaten Gresik dimulai dari sebuah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 6 PEMBAHASAN. Membahas konsep Manusia Pariwisata sebagai model kebijakan. pengembangan SDM di DISPARINKOM Kabupaten Gresik dimulai dari sebuah"

Transkripsi

1 BAB 6 PEMBAHASAN Membahas konsep Manusia Pariwisata sebagai model kebijakan pengembangan SDM di DISPARINKOM Kabupaten Gresik dimulai dari sebuah pemahaman akan pengaruh langsung maupun tidak dari kondisi eksternal dan internal organisasi. Seperti pada awal tesis ini, yaitu dalam bab pendahuluan, beberapa fakta dan pengalaman dari organisasi semisal PT Timah Tbk, yang telah melakukan kebijakan pengembangan manajemen SDM Komprehensif akibat tekanan kondisi harga timah internasional. Jatuhnya harga timah internasional telah merubah kondisi internal PT Timah, yang pada akhirnya menempuh perubahan kebijakan manajemen SDM yang kurang menguntungkan bagi perusahaan. Perubahan kebijakan SDM tersebut dipahami sebagai dampak dari perubahan situasi harga atau dengan kata lain adanya perubahan eksternal. Situasi atau lingkungan tidak hanya dipahami atas kejadian-kejadian, namun sebuah produk undang-undang juga dipandang sebagai situasi. Salah satu tujuan peraturan diciptakan adalah perubahan. Dengan demikian peraturan perundang-undangan dipahami sebagai situasi, karena dapat menghasilkan perubahan-perubahan. Undang-undang No.29/1999 tentang Otonomi Daerah bertujuan untuk membentuk kemandirian daerah dalam melaksanakan kegiatan pembangunan. Oleh karena itu peraturan tersebut dibahas sebagai situasi yang menentukan terbentuknya kebijakan pengembangan kompetensi SDM Manusia Pariwisata di DISPARINKOM Kabupaten Gresik. 48

2 49 Dalam pembahasan ini selanjutnya juga akan dibedakan atas kondisi atau hal-hal yang berada di luar organisasi (eksternal) dan di dalam organisasi (internal) yang mampu mendorong pimpinan DISPARINKOM Kabupaten Gresik menempuh kebijakan pengembangan SDM melalui penerapan model kompetensi SDM Manusia Pariwisata. Pembahasan didasarkan atas hasil penelitian pada bab 5 yang telah memuat beberapa temuan dan analisis dari informasi yang terkumpul dalam penelitian. Pembahasan merupakan kajian yang lebih luas dan mendalam terhadap apa yang dihasilkan dalam analisis. Berdasarkan pembahasan ini, nantinya dapat dibuat beberapa catatan penting dan pokok dalam penelitian. 6.1 Dampak Otonomi Daerah Terhadap Pengembangan SDM di DISPARINKOM Gresik Undang-undang No.22/1999 tentang Pemerintah Daerah yang juga sering disebut Undang-Undang Otonomi Daerah merupakan salah satu kondisi lingkungan politik yang sangat penting dalam pengembangan sumber daya manusia di DISPARINKOM. Undang-undang tersebut dikeluarkan dengan dilandasi semangat untuk mengembangkan seluruh potensi daerah, baik potensi alam maupun manusia. Otonomi daerah berarti penyerahan wewenang untuk mengelola urusan rumah tangga sendiri kepada daerah yang bersangkutan. Pemberian wewenang tersebut bertujuan antara lain: 1. Memberikan keleluasaan daerah dalam menggali potensi daerah yang dimiliki sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan yang ada.

3 50 2. Mendorong terciptanya kemandirian daerah dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan dan pembangunan. 3. Mendekatkan pelayanan kepada masyarakat di daerah. Untuk mencapai sasaran tersebut, maka segala aturan yang mengatur wewenang daerah diatur dalam UU No.22/1999. Bagi Dinas Pariwisata Informasi dan Komunikasi Gresik, Undang-Undang Otonomi Daerah tersebut membawa dampak yang baik. Salah satu dampak yang dirasakan adalah adanya keleluasaan dalam mengelola potensi yang ada. Tidak ada kewajiban bahwa dinas harus berbuat A atau B, tanpa memperhatikan kemampuan yang ada. Dinas diperbolehkan membuat program kegiatan yang benar-benar sangat dibutuhkan dan menjadi tuntutan organisasi. Salah satu program tersebut adalah pengembangan Model Kompetensi Manusia Pariwisata. Bila sebelum Otonomi Daerah, seandainya terdapat program semacam itu, maka dinas harus mengikuti blueprint (cetak biru) atau petunjuk langsung dari pusat. Kemandirian menjadi hal yang sangat utama. Dengan kemandirian, maka segala perencanaan program pengembangan Model Kompetensi Manusia Pariwisata yang dikembangkan di DISPARINKOM dapat dibuat dan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan. Mungkin saja program tersebut juga dibuat oleh daerah yang lain, tetapi isi dan bentuknya benar-benar menjadi tanggung jawab daerah yang bersangkutan. Kondisi tersebut lebih diperkuat dengan Perda No.26/2000 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah Gresik. Dengan Perda tersebut Dinas Pariwisata Informasi dan Komunikasi mempunyai tugas dan

4 51 tanggung jawab langsung kepada Kepala Daerah/Bupati, bukan instansi vertikal yang sama. Dengan semangat Otonomi Daerah, masyarakat melalui DPRD juga dapat melakukan kontrol, bahkan masyarakat umum juga bisa melakukan hal tersebut. Kinerja dinas akhirnya benar-benar terikat pada tanggung jawab terhadap masyarakatnya sendiri. Pelaksanaan Undang-Undang Otonomi Daerah bagaimanapun masih menunggu peraturan-peraturan pemerintah yang lain untuk mendukung undangundang. Kondisi ini bisa menjadikan dinas tidak dapat dengan cepat melakukan perubahan. Informan menganggap bahwa Perda secara langsung membawa dampak perubahan yang berarti dalam kerja dinas. Inilah sebenarnya yang diharapkan dari Undang-Undang Otonomi Daerah, bahwa Daerah secara cerdas dan cekatan melakukan penyesuaian-penyesuaian yang dibutuhkan asal tidak melanggar undang-undang. Kebijakan pemerintah dalam hal ini segala peraturan perundangundangan menjadi sebuah syarat dan kondisi yang dapat mempengaruhi kinerja dinas-dinas di daerah. Keterlambatan sebuah aturan akan menjadi hambatan yang berarti, sedangkan ketangkasan dan ketepatan dalam membuat aturan yang dibutuhkan menjadi hal yang sangat diperlukan. Selanjutnya kerjasama menjadi hal lain yang penting; yaitu kerjasama antar lembaga pemerintah baik daerah maupun pusat. Kerjasama antara DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) dengan Bupati selaku Kepala Daerah sangat dibutuhkan dalam membuat aturan yang jelas. Terbukti Perda No.26/2000 yang

5 52 dikeluarkan Pemerintah Kabupaten Gresik membawa dampak positif dalam kinerja Dinas Pariwisata Informasi dan Komunikasi. Tidak hanya dalam hal legislasi, tetapi juga menyangkut sumber keuangan dinas yang masih tergantung dari APBD. Pendapatan Asli Daerah yang merupakan hasil kerja keras seluruh komponen pemerintah, harus mampu membiayai segala program kerja pemerintah daerah. Demikian sebaliknya program yang dibuat oleh dinas harus juga mampu menjadi andalan bagi peningkatan PAD tersebut. DISPARINKOM Gresik sangat menyadari hal tersebut, oleh karena itu dinas membuat program-program kerja yang realistis agar mendapat anggaran yang memadai dari APBD. Salah satu kegiatan yang dapat disebutkan adalah peningkatan kualitas SDM melalui pengembangan Model Kompetensi Manusia Pariwisata. Diharapkan dengan SDM yang berkualitas, mereka akan bekerja lebih baik, dan selanjutnya dapat menggerakkan kegiatan pariwisata di Gresik. Kondisi politik tersebut secara konstitusi sebenarnya merupakan kondisi yang sangat kondusif bagi kerja dinas. Namun demikian bagi pegawai DISPARINKOM Gresik kondisi tersebut masih dirasa tidak berdampak secara signifikan bagi kerja dinas secara langsung. Kebijakan pemerintah baik melalui otonomi maupun perubahan struktur kelembagaan di dinas, tidak secara otomatis menciptakan suasana kerja yang baik. Masih terdapat kendala-kendala yang dihadapi oleh DISPARINKOM Gresik. Kendala yang menonjol saat ini adalah masalah perbedaan unsur asal pegawai; dari dinas pariwisata dan peneranngan. Bagi mereka yang berasal dari

6 53 departemen penerangan sebagian menganggap bahwa di dalam organisasi mereka diperlakukan tidak adil. Penggabungan bagi mereka tidak secara otomatis memberi kemudahan bagi mereka dalam melakukan tugasnya. Tugas-tugas yang sekarang dilakukan meskipun masih berhubungan dengan media informasi, namun mereka tetap harus melakukan banyak sekali penyesuaian-penyesuaian. Bila dulu mereka berada dalam naungan departemen penerangan mereka terkonsentrasi dalam dunia informasi dan komunikasi, dengan adanya perubahan susunan organisasi mereka harus belajar banyak tentang dunia pariwisata. Padahal jumlah mereka mencapai 60% dari keseluruhan jumlah pegawai DISPARINKOM Gresik. Tentu ini secara langsung atau tidak ikut menyumbang persoalan pelaksanaan tugas dinas. Seperti dalam hal konsep kompetensi Manusia Pariwisata, ternyata masih ada sebagian yang tidak setuju terhadap ide tersebut. Dari sejumlah informan, ada yang tidak setuju, di antaranya menyatakan bahwa konsep tersebut jelas tidak adil, sebab mereka merasa sebagai bagian dari informasi dan komunikasi. Meskipun jumlahnya kecil, tetapi pendirian tersebut perlu diperhatikan. Mengingat bahwa komposisi mereka cukup besar dari jumlah pegawai. Mereka yang tidak setuju berasal dari bagian informasi dan komunikasi yang dulunya adalah pegawai departemen penerangan. Konsep manusia pariwisata dirasa sebagai kebijakan yang tidak adil, sebab dalam dinas ada dua fungsi utama, yaitu pariwisata dan penerangan (informasi dan komunikasi). Bila hanya kompetensi manusia pariwisata sebagai konsep utama dalam kebijakan dinas, maka hal itu dianggap sebagai sebuah kebijakan yang mensubordinasi penerangan di bawah pariwisata.

7 54 Jelas sekali bahwa kedudukan pariwisata dan komunikasi merupakan dua tugas dan fungsi yang sejajar. Dengan demikian perubahan dalam lingkungan politik, dalam pengertian kebijakan pemerintah dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur kerja dinas mempunyai dampak, baik yang bersifat positif mendukung dan kendala internal yang menghambat. Hal tersebut antara lain: 1. Di satu sisi memberi ruang dan peluang bagi dinas melakukan tugas secara lebih baik, karena adanya konsep kemandirian dalam pengelolaan rumah tangga dinas. 2. Penggabungan departemen penerangan ke dalam dinas pariwisata, secara organisasi merupakan langkah penyelamatan potensi pegawai negeri yang ada serta usaha untuk mensinergikan antara dunia pariwisata dan informasi, namun secara teknis masih menemui kendala, yaitu belum sepenuhnya tercipta integrasi diantara pegawai. 3. Pada akhirnya kebijakan mengembangkan model kompetensi manusia pariwisata dipandang oleh mereka yang bukan asli pegawai pariwisata sebagai kebijakan yang kurang adil, karena lebih mementingkan satu kelompok. 6.2 Andil Kondisi Keamanan Bagi Pengembangan SDM Unsur lingkungan lainnya yang diperhatikan oleh peneliti adalah masalah keamanan. Hal tersebut menjadi pertimbangan penting dalam dunia pariwisata, sebab dunia pariwisata Indonesia secara keseluruhan terpukul akibat kasus bom Bali yang menurunkan kepercayaan wisatawan terhadap jaminan keamanan.

8 55 Situasi politik yang aman akan melahirkan kondisi yang aman pula. Kasus bom Bali secara tidak langsung mempengaruhi dunia pariwisata di Gresik, meskipun tidak begitu besar. Gresik sangat mengandalkan obyek wisata situs-situs ritual sejarah, sehingga masih memiliki wisatawan yang relatif fanatik dan stabil. Keamanan daerah lebih mempunyai dampak langsung dibanding keamanan nasional, sebab masyarakat sudah terbiasa dengan berita mengenai peristiwa di daerah-daerah lain. Masyarakat selektif, mana yang penting dan berpengaruh pada dirinya secara langsung. Kondisi keamanan di Gresik relatif aman, khususnya dalam dunia pariwisata. 6.3 Peran Krisis Ekonomi dalam Memperlemah Keuangan Daerah Kondisi ekonomi Indonesia pada era reformasi tidak menggembirakan. Salah satu indikator yang sangat jelas adalah nilai rupiah yang rendah terhadap dollar. Lesunya perekonomian Indonesia dirasakan oleh seluruh lapisan dan sektor usaha. Bila ukurannya nilai Dollar sebenarnya merupakan peluang untuk menarik minat wisatawan asing untuk berkunjung, tetapi lesunya perekonomian secara umum juga membawa dampak lesunya sektor pariwisata. Kondisi keuangan negara yang menanggung beban utang banyak, juga berdampak pada lemahnya pemerintah daerah (adanya pemberian bantuan dana perimbangan). Namun demikian, kondisi perekonomian di Gresik masih dirasa cukup baik, dan masih mampu membiayai kegiatan pembangunan daerah dengan mengandalakan anggaran pemerintah daerah, meskipun itu harus dilakukan secara selektif.

9 Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Gresik Masyarakat Gresik dikenal sebagai masyarakat yang agamis, atau bisa disebut sebagai masyarakat santri. Hal tersebut ditandai dengan banyaknya pesantren di kabupaten Gresik, ditambah dengan banyaknya situs-situs sejarah yang bernuansa Islam. Gresik, khususnya Leran diyakini sebagai wilayah pertama masuknya Islam di tanah Jawa. Di sana ditemukan peninggalan makam Islam yang usianya dipercaya paling tua di tanah Jawa, yaitu Makam Fatimah. Kampung Leran sendiri juga diyakini sebagai perkampungan orang Islam pertama di Jawa. Gresik sebagai cikal bakal dan pusat penyebaran Islam masih berlanjut pada masa Walisanga, khususnya masa Maulana Malik Ibrahim dan Sunan Giri. Kedua tokoh tersebut mempunyai peran besar dalam menciptakan masyarakat Gresik yang religius sampai sekarang. Masyarakat sangat menghormati tokoh-tokoh agama, khususnya para wali tersebut. Kedua makam tokoh yaitu Sunan Giri dan Maulana Malik Ibrahim di Kota Gresik menjadi situs yang sangat menarik minat masyarakat untuk selalu dikunjungi. Setiap hari selalu saja ada masyarakat yang melakukan ziarah ke tempat tersebut, tidak terlepas masyarakat dari luar kota gresik, terlebih lagi pada hari-hari tertentu seperti malam Jum at atau hari haul (peringatan hari meninggal) kedua tokoh tersebut pengunjung sangat banyak. Karakter keagamaan masyarakat Gresik mempunyai kemiripan dengan masyarakat-masyarakat Islam lainnya yang berada di Pesisir Jawa. Mereka suka berdagang dan berwiraswasta. Ada satu makam tokoh yang diyakini sebagai seorang saudagar kaya berasal dari Palembang (Nyi Ageng Pinatih). Tokoh ini

10 57 begitu melekat dalam keyakinan masyarakat Gresik sebagai pengusaha yang sukses di jamannya, yang menjadi ibu angkat dari Sunan Giri. Masyarakat Islam Gresik sudah mengenal perdagangan dan dunia usaha sejak zaman dulu. Bahkan sampai sekarang masih tersisa usaha-usaha yang sebenarnya merupakan warisan leluhur di jaman dulu. Usaha pembuatan kopyah (tutup kepala untuk shalat), sajadah, sarung merupakan wujud dari kuatnya pengaruh keyakinan agama terhadap dunia usaha yang berkembang di Gresik. Lingkungan yang agamis dan diwujudkan dalam kegiatan usaha harus dipahami sebagai salah satu bentuk model kerja masyarakat Gresik. Artinya, masyarakat Gresik dalam bekerja akan berusaha untuk dilandasi oleh semangat dan keyakinan agamanya, Islam. Dunia pariwisata di Gresik ternyata juga tidak lepas dari kondisi seperti itu. Obyek-obyek wisata yang sangat diminati masyarakat adalah obyek wisata yang mempunyai ikatan erat dengan nilai dan ajaran agama Islam. Pengembangan pariwisata di Gresik tidak dapat disamakan dengan daerah lain, yang memang mempunyai ikatan dan dasar nilai-nilai keagamaan Islam. Dengan lingkungan sosial budaya seperti ini, masyarakat Gresik memberikan respon yang positif terhadap kerja DISPARINKOM. Jarang sekali mereka membuat gangguan-gangguan bagi pelaksanaan pengembangan kompetensi manusia pariwisata, khususnya bagi mereka pelaku dan pengelola usaha pariwisata. Dukungan masyarakat sangat besar bagi dunia pariwisata, dengan cara mengikuti informasi dari UPTD (Unit Pelaksana Teknsi Daerah, khususnya Radio Siaran Pemerintah Daerah). Sebab bagi masyarakat semua

11 58 pengembangan kepariwisataan yang dilakukan dinas dirasakan dapat memberikan keuntungan ekonomi bagi masyarakat. Pengembangan obyek wisata bernilai agama menjadi prioritas, sebab pada sektor inilah yang cenderung tidak mengalami goncangan berarti. Banyak peminat wisata ini adalah mereka yang didasari oleh sikap fanatik dan ini sangat membantu kerja dinas. 6.5 Dukungan Kedekatan Geografis Dengan Kota Surabaya Kapubaten Gresik secara geografis berbatasan dengan kota Surabaya, ibu kota Propinsi Jawa Timur, kota metropolis kedua setelah Jakarta. Kota Gresik sendiri seolah sudah menyatu dengan kota Surabaya, secara fisik perbatasan antara keduanya sudah kabur. Terlebih lagi dalam kegiatan dunia usaha, maka antara Gresik dan Surabaya sudah tidak dapat dipisahkan. Banyak perusahaan yang kantornya di Surabaya, tetapi menempatkan gudang dan operasional perusahaan di Gresik. Kedekatan Gresik dengan Surabaya dalam banyak hal mempunyai nilai positif, meskipun tidak sedikit pula mempunyai dampak negatif. Sebagai kota satelit Surabaya, Gresik memang tidak begitu saja mudah berkembang seperti Surabaya, tetapi ia tetap mengekor perkembangan Surabaya. Kemajuan-kemajuan yang terjadi di Surabaya dengan cepat akan masuk di Gresik, sebaliknya hal-hal yang negatif juga dengan cepat masuk ke wilayah Gresik.

12 59 Dari sekian hal positif dari lingkungan geografis semacam itu adalah: 1. Surabaya dapat dijadikan example type (contoh) bagi pengembangan kota Gresik, dengan cara langsung. Gresik dapat mencontoh prestasi-prestasi yang sudah dicapai kota Surbaya. 2. Surabaya menjadi sumber daya eksternal bagi Gresik. Baik sumber daya modal melalui investasi maupun manusia. 3. Kemudahan memperoleh akses ilmu pengetahuan yang lebih luas dan berkualitas. Pegawai Dinas di Gresik dapat menambah ilmu baik melalui kuliah ataupun kursus di kota Surabaya, tanpa harus diselenggarakan oleh dinas. Dampak negatif dari lingkungan geografis ini juga dapat diterima Kabupaten Gresik, antara lain: 1. Sampah, kejahatan, dan masalah-masalah sosial lainnya yang terjadi di Surabaya secara langsung atau tidak merembes menjadi persoalan Gresik. Misalnya sampah Surabaya yang sudah kesulitan mencari tempat pembuangannya, harus dilarikan ke wilayah di luar Surabaya termasuk Gresik. Kejahatan pencurian sepeda motor banyak dilarikan ke wilayah Gresik. 2. Sumber daya, baik alam, modal, dan manusia Gresik dapat terserap lebih banyak ke Surabaya, sehingga minus di Gresik. Banyak pekerja profesional yang bekerja di Surabaya, meskipun tinggalnya di Gresik. Gresik juga mengalami kekurangan tenaga profesional yang sudah terserap banyak di Surabaya.

13 60 Lingkungan geografis dengan demikian mempunyai dampak yang signifikan terhadap pengembangan model kompetensi manusia pariwisata. Kompetensi yang diusahakan akan mengikuti perkembangan kemajuan-kemajuan di daerah sekitarnya, khususnya Surabaya. Dalam teknis operasional, pendidikan dan pelatihan yang dikembangkan tidak harus bergantung kepada kemampuan dinas, tetapi bisa diperoleh dari luar organisasi, misalnya kursus-kursus yang diselenggarakan oleh swasta yang ada di Gresik atau Surabaya. Hal itu juga diakui oleh beberapa informan bahwa dalam peningkatan kompetensi manusia pariwisata dinas bisa memberikan bantuan keuangan kepada pegawai yang menambah ilmunya melalui kursus di luar. Pengembangan kompetensi manusia pariwisata yang mengutamakan pendidikan dan pelatihan tidak selamanya tergantung diklat yang diselenggarakan oleh pemerintah, dan hal itu sangat didukung oleh lingkungan geografis dekatnya Gresik dengan Surabaya. 6.6 Pengelolaan Sumber Keuangan yang Terbatas Sub bab ini membahas kondisi ekonomi internal yang meliputi keuangan dan manajemen. Sumber keuangan Dinas berasal dari APBD, yang berarti kemampuan finansial sangat ditentukan oleh Kebijakan Kepala Daerah dan DPRD. Dari anggaran yang diberikan Pemerintah Kabupaten Gresik, masih dirasa kurang memadai. Sebab dua departemen yang digabung menjadi satu dengan tugas yang semakin banyak dan berat membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Sebagian besar informan menyadari bahwa sumber keuangan yang ada masih kurang.

14 61 Kekurangan dana tersebut tidak membuat semangat dan kerja dinas menjadi kendur. Berbagai langkah ditempuh oleh dinas. Salah satu yang menjadi andalan adalah pembuatan program yang realitistis dan prioritas program, artinya setiap program yang direncanakan dibuat secara matang termasuk pembiayaannya, sehingga dapat direalisasikan dan disetujui oleh dewan. Selain itu pembuatan prioritas program yang ditujukan bila menghadapi kendala keuangan, maka program-program unggulan dan lebih menguntungkan akan diutamakan. Kebijakan tersebut termasuk salah satu langkah manajerial yang bijaksana, sebab bila hanya mengandalkan sumber keuangan dari APBD, maka banyak program yang tidak terealisasi, apalagi mengadakan mark up nilai setiap program. Peran kepala dinas sebagai manajer sangat penting dalam pengelolaan keuangan dinas. Informan sebagian besar mengakui bahwa kepemimpinan Kepala Dinas sekarang demokratis, akrab dengan bawahan. Situasi semacam itu akhirnya melahirkan keterbukaan antara pimpian dan bawahan. Perencanaan dilakukan bersama-sama melibatkan bagian atau sub bagian yang kompeten sehingga program yang dibuat benar-benar realistis dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Ide atau program tentang Manusia Pariwisata dapat disetujui oleh sebagian besar pegawai dan mendapat dukungan besar dari mereka. Dukungan bawahan juga merupakan modal manajerial dalam pelaksanaan program pengembangan Model Kompetensi Manusia Pariwisata di DISPARINKOM Gresik.

15 62 Dengan kata lain, sumber keuangan organisasi yang kurang memadai dapat ditutupi dengan kemampuan manajerial yang lebih dari pimpinan, dan didukung oleh situasi dan hubungan kerja yang kondusif. Kepemimpinan. juga dirasakan sebagai kepemimpinan yang terbuka dan orangnya biasa, artinya tidak bersikap yang berlebihan. Ada dua pendapat mengenai kepemimpinan Kepala Dinas, yaitu demokratis dan biasa. Maksud biasa di sini setelah dilakukan wawancara dengan beberapa responden tidak memiliki arti negatif, misalnya acuh atau kurang dinamis. Biasa di sini mereka artikan sebagai sikap seperti orang biasa, tidak membuat segan terhadap bawahan, sehingga bawahan merasa mudah dan nyaman dalam menyampaikan ide-idenya. Secara organisasi, hubungan antar bagian juga berjalan dengan baik, meskipun ada 3 informan merasa terkotak-kotak. Itu memang akibat dari dua unsur yang berbeda dan sama kuat dalam dinas; yaitu unsur orang-orang pariwisata dan komunikasi. Mereka tetap menjalin dan menjalankan tugas dengan aturan main yang ada. Tidak ada bahwa bagian pariwisata mempunyai derajat kedudukan lebih tinggi. Memang program manusia pariwisata ini dianggap sebagai program awal untuk pengembangan manusia informasi di masa mendatang, meskipun dalam pelaksanaannya masih ada sebagian pegawai yang menilai kurang adil atau diskriminatif. Bagaimanapun setiap program dan kebijakan disesuaikan dengan prioritas sasaran dan anggaran.

16 Budaya Organisasi Menuju Pembentukan Kompetensi SDM Budaya organisasi di sini meliputi tiga hal yaitu; (a) sikap dan perilaku yang dikembangkan oleh pimpinan, (b) suasana psikologis organisasi, dan (c) nilai-nilai ideal. Ketiga hal tersebut akan dibahas sebagai berikut. Sikap dan perilaku yang dikembangkan oleh pimpinan yang menonjol adalah contoh dalam kehidupan sehari-hari. Kepala Dinas dalam hal ini diakui oleh informan bersikap demokratis, terbuka, dan apa adanya. Siapa saja yang berkunjung dan bertemu beliau merasa tidak sungkan dan takut untuk menyampaikan ide baru. Sikap kerja yang dikembangkan adalah kerja keras, selalu berusaha mencari hal-hal baru. Wawancara peneliti dengan Kepala Dinas selama ini juga menunjukkan hal tersebut. Setelah dikaji lebih jauh, memang beliau mempunyai profesi di luar sebagai Kepala Dinas, juga sebagai dosen pascasarjana di Universitas Wijaya Putra. Hal ini sangat mempengaruhi cara berpikir maupun bekerja. Pegawai selalu didorong untuk selalu menambah ilmu dan wawasan baru yang sangat berguna dalam pekerjaan. Sikap akademik tersebut juga melahirkan keterbukaan, dan sikap biasa yang terkesan jauh dari profil seorang birokrat. Kerja akademik yang menuntut ide-ide baru, juga dikembangkan kepada bawahannya khususnya yang mempunyai jabatan-jabatan strategis, melakukan perencanaan dan program kerja yang matang. Hal kedua adalah suasana psikologis dalam organisasi. Ini diakui pada awal pembentukan dinas baru yaitu Dinas Pariwisata Informasi dan Komunikasi,

17 64 banyak sekali persoalan-persoalan psikologis yang dapat menghambat pekerjaan. Ada dua gangguan psikologis yang utama, yaitu: 1. Ketika masih Dinas Pariwisata, maka dinasnya kecil dan kurang mempunyai nilai lebih dibanding dengan dinas-dinas lainnya. Ada kesan, dinas pariwisata dulu hanya sebagai tempat pegawai buangan yang kurang profesional dan loyal pada pemerintah. 2. Ketika penggabungan persoalan psikologis yang sangat jelas adalah bergabungnya dua dinas yang masing-masing sebelumnya sudah eksis. Ada semacam prasangka-prasangka bahwa nantinya pegawai yang berasal dari departemen penerangan akan dianaktirikan, dan sebaliknya bagi pegawai dinas pariwisata merasa akan didesak dan dipinggirkan oleh pegawai departemen penerangan yang secara jumlah lebih besar. Kendala-kendala psikologis semacam itu, tidak dengan mudah dapat dihilangkan, sebab memerlukan proses dan waktu. Pada awal terbentuknya dinas baru tahun 2000, maka prioritas awal adalah penyatuan dan sinergi dua kekuatan yang berbeda menjadi satu kesatuan. Oleh karena itu tugas dinas pariwisata selalu disinergikan dengan peran informasi dan komunikasi. Artinya pengembangan kepariwisataan di Gresik tidak akan berhasil tanpa dukungan informasi dan komunikasi yang baik. Inilah nilai awal yang ditanamkan sebagai landasan bekerja organisasi. Meskipun demikian, hambatan-hambatan yang bersumber dari dua perbedaan ini tidak dapat hilang dengan sempurna, kecurigaan dan perasaan tidak adil itu masih muncul.

18 65 Bila pada awalnya nilai ideal yang dikembangkan adalah kesatuan dan sinergi, maka pada tahap selanjutnya adalah nilai profesionalisme. Artinya masing-masing bagian harus meningkatkan kompetensinya. Salah satu dan yang menjadi prioritas saat ini adalah Kompetensi Manusia Pariwisata. Pada saatnya dan selanjutnya adalah berfokus pada kompetensi pegawai informasi dan komunikasi. Dunia pariwisata nasional yang terpukul akibat bom Bali, menggugah pemerintah daerah untuk cepat tanggap kepada setiap perubahan yang terjadi. Meskipun secara umum kondisi politik dan keamanan di Gresik relatif aman, tetapi hal itu tidak bisa menjadi jaminan mutlak akan berkembangnya dunia pariwisata. Pariwisata harus dikembangkan dengan cara dan manajemen profesional. Melibatkan pihak lain menjadi penting. Sinergi dengan bagian informasi dan komunikasi dalam dinas sebenarnya merupakan langkah tepat dan strategis. Bahwa dukungan media akan dapat membentuk citra dan menarik minat masyarakat untuk melakukan wisata. Dengan pemahaman seperti ini sebenarnya Model Kompetensi Manusia Pariwisata tidak hanya ditujukan pada pegawai dinas pariwisata (dulunya), tetapi baik mereka yang berasal dari departemen penerangan juga dijadikan sasaran, tetapi dengan spesifikasi media informasi dan komunikasi kepariwisataan. 6.8 Ikhtisar Berdasarkan pembahasan sebelumnya, pada bagian ini akan disajikan ikhtisar mengenai situasi lingkungan eksternal, maupun situasi internal organisasi

19 66 yang menjadi pertimbangan dalam pembuatan kebijakan pengembangan Model Kompetensi Manusia Pariwisata di Dinas Informasi dan Komunikasi Kabupaten Gresik. 1. Lingkungan Politik dan keamanan yang sangat penting adalah sebagai berikut: - UU No.22/1999 tentang Otonomi Daerah menciptakan situasi kondusif bagi pengembangan dinas - Perda No.26/2000 tentang Struktur Kelembagaan Dinas memberikan landasan kinerja dan sinergi antar dinas di lingkungan Pemkab Gresik - Perubahan/reformasi kurang memberi arti bagi dinas - kondisi keamanaan relatif aman, meskipun adanya pengaruh kondisi keamanan secara nasional yang kurang mendukung. 2. Lingkungan Geografis dinas sangat dipengaruhi oleh kedekatannya dengan kota Surabaya yang menjadi kota metropolis. Hal tersebut dapat memberi peluang dan kendala, antara lain: - perolehan modal dan SDM yang memadai - tersedotnya potensi ke kota Surabaya - akses informasi dan ilmu pengetahuan yang semakin luas - adanya model pengembangan dinas dari kota yang lebih maju (Surabaya) 3.Lingkungan ekonomi dinas meliputi kondisi makro ekonomi dan keuangan negara. Kondisi krisis ekonomi yang dialami Indonesia telah mengakibatkan dunia pariwisata mengalami kemunduran. Keuangan negara yang masih menanggung utang besar, pemerintah kabupaten ikut menanggung beban, sehingga pembiayaan pembangunan daerah juga kurang memadai.

20 67 4.Lingkungan sosial budaya masyarakat gresik dapat dicirikan sebagai berikut: - Religius, yang sangat menghormati sejarah Islam dan peninggalannya, sehingga wisata religius berkembang baik - fanatisme pada tokoh Islam sangat mununjang wisata ke tempat ziarah para pahlawan Islam - kerukunan yang tetap menjamin kondisi aman dan tertib dalam masyarakat - karakter pedagang/pengusaha. Masyarakat Gresik mempunyai karakter sebagai pengusaha sehingga mendukung untuk pengembangan usaha wisata 5.Lingkungan keuangan dan manajemen organisasi di Dinas Informasi Pariwisata dan Komuniasi Kab. Gresik sebagai berikut: - terbatas sumbernya pada APBD - program kurang leluasa dilaksanakan, tetapi lebih memilih prioritas - manajemen mendukung pengembangan ilmu pengetahuan dan ketrampilan pegawai - manajemen yang demokratis dan egaliter - melibatkan semua unsur dalam manajemen dinas 6.Lingkungan budaya organisasi dinas sebagai berikut: - sikap yang dikembangkan pimpinan terbuka, demokratis, dan suka akan kemajuan ilmu pengetahuan - suasana kerja harmonis, baik, meskipun ada anggapan pengkotakan unsur pegawai dari dinas penerangan dan pariwisata - nilai ideal yang dikembangkan adalah sinergi dan kerjasama - profesionalisme

21 Pembentukan Model Kompetensi Manusia Pariwisata Dengan Metode Analisis Situasional Model kompetensi yang dikembangkan oleh Dinas Pariwisata Informasi dan Komunikasi memang tidak secara eksplisit menegaskan kompetensi dalam bidang informasi dan komunikasi (misalnya dengan sebutan Manusia Informasi). Seperti yang tercantum dalam bab sebelumnya bahwa kompetensi yang diharapkan dalam diri Manusia Pariwisata adalah sebagai berikut: 1. Manusia Pariwisata adalah manusia (dalam hal ini pegawai Dinas) yang mempunyai tiga unsur kemampuan, yaitu: kemampuan kepariwisataan (profesional), sikap dan kepribadian, dan kemampuan manajemen. 2. Kemampuan pariwisata yang dimaksud adalah meliputi: a. Kemampuan Promosi b. Kemampuan Kerjasama c. Kemampuan informasi pariwisata/pasar wisata (pelayanan) 3. Sikap dan kepribadian meliputi: a. Mencintai dunia pariwisata b. Disiplin dan cepat tanggap (memahami kebutuhan wisata) c. Berwawasan luas dan terbuka d. Service oriented (berorientasi pelayanan) e. Mampu bekerja sama 4. Kemampuan manajerial khusus bagi para manajer Penentuan kompetensi tersebut bukanlah sebuah ide atau cita-cita tanpa dasar pertimbangan meskipun pada kenyataannya dalam DISPARINKOM harus diakui terdiri dari dua unsur yang kuat yaitu pegawai yang berasal dari

22 69 departemen pariwisata dan departemen penerangan. Kondisi ini jelas-jelas membutuhkan sebuah penanganan yang arif dan bijaksana dalam mengelola sumber daya manusianya. Bila salah kelola maka yang terjadi adalah permusuhan dalam tubuh organisasi dan terkadang itu tidak tampak atau tersembunyi. Dan ini sangat berbahaya. Pengembangan model kompetensi Manusia Pariwisata dibuat dengan menggunakan metode atau pendekatan berdasarkan analisis situasional, artinya memang kompetensi tersebut dibutuhkan atau merupakan tuntutan dari berbagai situasi yang melingkupi organisasi. Dalam tabel berikut akan disajikan beberapa tuntutan situasi yang akhirnya melahirkan model kompetensi Manusia Pariwisata. Tabel 6.1 Situasi dan Kebutuhan Kompetensi SDM NO LINGKUNG AN Politik Keamanan Geografis Ekonomi Keuangan/ Manajemen KONDISI - baik; namun masih dirasa belum berarti banyak - aman - dekat Surabaya; akses luas, kurang tenaga profesional, model pengembangan - beban pemerintah berat - dana kurang dan terbatas, - demokratis, terbuka, sinergi KOMPETENSI Dari beberapa kondisi tersebut, maka diperlukan pegawai (SDM) yang : - terbuka, cepat tanggap, service oriented, berwawasan luas, penguasaan akan teknis pariwisata (profesional), mampu mengelola usaha pariwisata dengan baik, dan mampu bekerja sama dengan baik. 7. Budaya Organisasi - Situasi kerja baik, - Contoh pimpinan, sinergitas, akrab, mau maju - masih ada sifat unsur kelompok Diolah dari hasil wawancara dengan informan.

23 70 Dengan tuntutan akan sumber daya yang demikian itu, maka DISPARINKOM Gresik membuat model kompetensi Manusia Pariwisata yang disesuaikan dengan kondisi yang ada, meskipun ada usaha untuk mencapai kondisi yang ideal. Pembuatan model tersebut juga disesuaikan dengan program kerja/kegiatan yang dibuat oleh Dinas. Pada tabel berikut akan tersaji kebijakan model kompetensi Manusia pariwisata yang disesuaikan dengan kondisi dan program yang ada:

24 71

25 72 Berdasarkan tabel di atas, maka dapat dicatat beberapa hal: 1. Kondisi politik, sosial budaya, manajemen, geografis, budaya dan keamanan DISPARINKOM Gresik memiliki sumber dukungan yang baik. Artinya situasi lingkungna-lingkungan tersebut sangat mendukung dan menuntut adanya SDM atau Manusia Pariwisata yang kompeten. Oleh karena program pengembangan model kompetensi Manusia Pariwisata dikembangkan melalui program-program yang realistis dan mendapat dukungan dari lingkungan eksternal (masyarakatnya). 2. Kondisi ekonomi dan keuangan merupakan lingkungan yang kurang memberi dukungan baik bagi pengembangan oleh karena itu, ada beberapa program yang disesuaikan dengan kondisi-kondisi tersebut, dengan target-target realistis. Ada beberapa program atau kebijakan uang ditempuh untuk menyesuaikan kondisi dan harapan akan Manusia Pariwisata yang berkompetensi tinggi, antara lain: 1. Pemberian dana bantuan untuk pegawai yang memang mau menambah kehalian dan ilmu pengetahuan di luar oraganisasi. Tidak hanya itu secara psikologis organisasi juga memberi dukungan yang baik bagi terciptanya hal tersebut. 2. Membuat pendidikan dan pelatihan yang melibatkan dunia usaha, yaitu pelaku usaha wisata dan pengelola wisata. Hal ini juga untuk menutup kekurangan ekonomi dan keuangan organisasi sekaligus dapat mencapai target mendapat dukungan dari masyarakat luas.

26 73 3. Penyebaran informasi pariwisata yang melibatkan unsur penerangan dalam organisasi sekaligus membina masyarakat sebagai kelompok komunikasi sosial. Hal ini berarti pegawai informasi dan komunikasi tetap diharapkan memiliki kompetensi Manusia Pariwisata yang disesuaikan dengan kondisi mereka. Pada akhirnya model kompetensi Manusia Pariwisata yang dikembangkan oleh DISPARINKOM Gresik dalam program pengembangannya benar-benar memperhatikan lingkungan politik, sosial budaya, ekonomi, keamanan, geografis, manajemen, dan budaya organisasi. Semua situasi lingkungan tersebut diperhitungkan kemungkinan dampak baik dan buruknya, baru dibuat program yang realistis dan mencapai sasaran yang tepat dan luas.

BAB 7 SIMPULAN DAN SARAN. Penelitian yang berjudul Mengembangkan Manusia Pariwisata

BAB 7 SIMPULAN DAN SARAN. Penelitian yang berjudul Mengembangkan Manusia Pariwisata BAB 7 SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Penelitian yang berjudul Mengembangkan Manusia Pariwisata dengan Metode Analisis Situasional Sebagai Model Kompetensi SDM di DISPARINKOM Kabupaten Gresik pada bagian

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 : DAFTAR PERTANYAAN SEBAGAI PEDOMAN WAWANCARA

LAMPIRAN 1 : DAFTAR PERTANYAAN SEBAGAI PEDOMAN WAWANCARA 80 LAMPIRAN 1 : DAFTAR PERTANYAAN SEBAGAI PEDOMAN WAWANCARA A. Analisis Lingkungan 1. Apa makna UU No.22/1999 tentang Pemerintahan Daerah (Otonomi Daerah) terhadap keberadaan DISPARINKOM, khususnya dalam

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN. 5.1 Keberadaan Dinas Pariwisata Informasi dan Komunikasi Kab. Gresik

BAB 5 HASIL PENELITIAN. 5.1 Keberadaan Dinas Pariwisata Informasi dan Komunikasi Kab. Gresik BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Keberadaan Dinas Pariwisata Informasi dan Komunikasi Kab. Gresik Keberadaan sebuah instansi harus dipandang dari berbagai macam sudut.. Keberadaan Dinas Pariwisata Informasi

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL. Dalam bab ini, akan dijelaskan mengenai kerangka konseptual beserta

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL. Dalam bab ini, akan dijelaskan mengenai kerangka konseptual beserta 18 BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL Dalam bab ini, akan dijelaskan mengenai kerangka konseptual beserta penjelasan masing-masing konsep pokok yang dijadikan fokus penelitian. Kerangka konseptual yang dibangun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Arus reformasi yang bergulir di Indonesia di akhir tahun 1990-an dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Arus reformasi yang bergulir di Indonesia di akhir tahun 1990-an dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Arus reformasi yang bergulir di Indonesia di akhir tahun 1990-an dan awal 2000-an telah menjadi faktor penentu perubahan yang mempengaruhi berbagai sektor perikehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang penyelenggaraan Otonomi Daerah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai wilayah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai wilayah sangat luas yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil serta susunan masyarakatnya

Lebih terperinci

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 2018 Visi Terwujudnya Kudus Yang Semakin Sejahtera Visi tersebut mengandung kata kunci yang dapat diuraikan sebagai berikut: Semakin sejahtera mengandung makna lebih

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 17 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI KAWASAN WISATA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 17 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI KAWASAN WISATA PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 17 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI KAWASAN WISATA Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA ` BUPATI GRESIK : a. Bahwa di Kabupaten Gresik terdapat Kawasan Wisata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sendiri adalah kemampuan self supporting di bidang keuangan.

I. PENDAHULUAN. sendiri adalah kemampuan self supporting di bidang keuangan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah tidak terlepas pada kemampuan keuangan daerah. Artinya daerah harus memiliki kemampuan dan kewenangan untuk menggali sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan di. meningkatkan produktivitas kreativitas, kualitas, dan efisiensi kerja.

BAB I PENDAHULUAN. disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan di. meningkatkan produktivitas kreativitas, kualitas, dan efisiensi kerja. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan bagian yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan dengan pembangunan pendidikan dan latihan kerja. Dalam GBHN dinyatakan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa Lalu Sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan Daerah memegang peranan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan Daerah memegang peranan yang sangat penting dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keuangan Daerah memegang peranan yang sangat penting dalam menyelenggarakan kegiatan pemerintahan dan pelayanan publik. Oleh karena itu, dalam pengelolaannya harus

Lebih terperinci

Bab i PENDAHULUAN. Tingkat II yaitu Kabupaten dan Kota dimulai dengan adanya penyerahan

Bab i PENDAHULUAN. Tingkat II yaitu Kabupaten dan Kota dimulai dengan adanya penyerahan Bab i PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada Daerah Tingkat II yaitu Kabupaten dan Kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah kewewenangan (urusan) dari

Lebih terperinci

APA ITU DAERAH OTONOM?

APA ITU DAERAH OTONOM? APA OTONOMI DAERAH? OTONOMI DAERAH ADALAH HAK DAN KEWAJIBAN DAERAH OTONOM UNTUK MENGATUR DAN MENGURUS SENDIRI URUSAN PEMERINTAHAN DAN KEPENTINGAN MASYARAKATNYA SESUAI DENGAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

IV.C.5. Urusan Pilihan Kepariwisataan

IV.C.5. Urusan Pilihan Kepariwisataan 5. URUSAN KEPARIWISATAAN Wonosobo dengan kondisi geografis pegunungan dan panorama alam yang memukau merupakan kekayaan alam yang tak ternilai bagi potensi pariwisata. Selain itu budaya dan keseniannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. M, telah membawa perubahan besar pada kebijakan pengembangan sektor

BAB I PENDAHULUAN. M, telah membawa perubahan besar pada kebijakan pengembangan sektor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan dalam bidang politik di Indonesia pada penghujung abad ke 20 M, telah membawa perubahan besar pada kebijakan pengembangan sektor pendidikan. Dengan ditetapkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya reformasi atas kehidupan bangsa yang telah ditetapkan dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencapaian tujuan-tujuan. Kinerja terbagi dua jenis yaitu kinerja tugas merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pencapaian tujuan-tujuan. Kinerja terbagi dua jenis yaitu kinerja tugas merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kinerja merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja (output) individu maupun kelompok dalam suatu aktivitas tertentu yang diakibatkan oleh kemampuan alami

Lebih terperinci

Kebijakan Pemerintah Daerah VII-2

Kebijakan Pemerintah Daerah VII-2 Penyampaian LKPJ Walikota Bandung Tahun 2012, merupakan wujud akuntabilitas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sesuai dengan ketentuan pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah propinsi, dan propinsi terdiri atas kabupaten dan kota. Tiap-tiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sistem pemerintahan dari yang semula terpusat menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sistem pemerintahan dari yang semula terpusat menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan semangat otonomi daerah dan dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 tahun

Lebih terperinci

3.4 Penentuan Isu-isu Strategis

3.4 Penentuan Isu-isu Strategis Negeri atas tugas pokok dan fungsinya dengan memperhatikan visi, misi, dan arah kebijakan Pemerintah Republik Indonesia untuk lima tahun ke depan, serta kondisi obyektif dan dinamika lingkungan strategis,

Lebih terperinci

BAB III PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR KOTA SURABAYA. A. Pengaruh Retribusi Terhadap Pendapatan Asli Daerah

BAB III PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR KOTA SURABAYA. A. Pengaruh Retribusi Terhadap Pendapatan Asli Daerah BAB III PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR KOTA SURABAYA A. Pengaruh Retribusi Terhadap Pendapatan Asli Daerah Otonomi daerah yang ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

PERAN DPRD KOTA MEDAN DALAM PENGAWASAN APBD KOTA MEDAN T.A BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR. 32 TAHUN 2004

PERAN DPRD KOTA MEDAN DALAM PENGAWASAN APBD KOTA MEDAN T.A BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR. 32 TAHUN 2004 PERAN DPRD KOTA MEDAN DALAM PENGAWASAN APBD KOTA MEDAN T.A. 2011 BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR. 32 TAHUN 2004 Oleh : Elfa Sahrani Yusna Melianti ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai awal dalam rangkaian penelitian ini, pada bab I menjelaskan latar

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai awal dalam rangkaian penelitian ini, pada bab I menjelaskan latar BAB 1 PENDAHULUAN Sebagai awal dalam rangkaian penelitian ini, pada bab I menjelaskan latar belakang masalah penelitian yang selanjutnya dikerucutkan dalam rumusan masalah. Atas dasar rumusan masalah tersebut,

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA SEMARANG

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA SEMARANG BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA SEMARANG Untuk memberikan arahan pada pelaksanaan pembangunan daerah, maka daerah memiliki visi, misi serta prioritas yang terjabarkan dalam dokumen perencanaannya. Bagi

Lebih terperinci

VI. RANCANGAN PROGRAM UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT

VI. RANCANGAN PROGRAM UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT VI. RANCANGAN PROGRAM UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT 106 Setelah diperoleh strategi terpilih untuk meningkatkan penerimaan PAD Kabupaten Lampung Barat yang kemudian

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

PROVINSI SULAWESI SELATAN

PROVINSI SULAWESI SELATAN PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BARRU NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG INDIKATOR KINERJA UTAMA PEMERINTAH KABUPATEN BARRU TAHUN 2016-2021 BUPATI BARRU, Menimbang: a. bahwa berdasarkan ketentuan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era otonomi daerah yang resmi diberlakukan di Indonesia sejak tanggal 1 Januari 2001 telah memberikan suasana baru dalam penyelenggaraan pemerintah daerah.

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 3.1.1 Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2011 dan Perkiraan Tahun 2012 Kerangka Ekonomi Daerah dan Pembiayaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PEMBERIAN BEA SISWA KEPADA SISWA YANG TIDAK MAMPU PADA SEKOLAH SWASTA DAN SISWA BERPRESTASI PADA SEKOLAH NEGERI MAUPUN SWASTA DI KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI. 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI. 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Dinas Tenaga Kerja Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perhatian masyarakat terhadap akuntansi sektor publik mulai berkembang. Hal ini ditunjukkan dengan mulai banyaknya penelitian-penelitian yang membahas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami perubahan yaitu, Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami perubahan yaitu, Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diataur dalam Undang undang Nomor 28 Tahun 2009. Sebelum ditetapkanya Undan undang tersembut sudah beberapa kali mengalami perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena entitas ini bekerja berdasarkan sebuah anggaran dan realisasi anggaran

BAB I PENDAHULUAN. karena entitas ini bekerja berdasarkan sebuah anggaran dan realisasi anggaran BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laporan keuangan akan menjadi salah satu bahan penilaian yang penting, karena entitas ini bekerja berdasarkan sebuah anggaran dan realisasi anggaran tersebut tercantum

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah merupakan salah satu agenda reformasi, bahkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah merupakan salah satu agenda reformasi, bahkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebijakan otonomi daerah merupakan salah satu agenda reformasi, bahkan kebijakan tersebut menjadi agenda prioritas. Guna mewujudkan agenda tersebut, pemerintah

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah. Dalam upaya meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tekad pemerintah pusat untuk meningkatkan peranan pemerintah daerah dalam mengelola daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak potensi dan sumber daya alam yang belum dikembangkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak potensi dan sumber daya alam yang belum dikembangkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki banyak potensi dan sumber daya alam yang belum dikembangkan secara maksimal, termasuk didalamnya di sektor pariwisata. Untuk lebih memantapkan pertumbuhan

Lebih terperinci

Panduan diskusi kelompok

Panduan diskusi kelompok Panduan diskusi kelompok Mahasiswa duduk perkelompok (5 orang perkelompok) Mahasiswa mengambil dan membaca (DUA KASUS) yang akan di angkat sebagai bahan diskusi. Mahasiswa mendiskusikan dan menganalisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. unsur kekuatan daya saing bangsa, sumber daya manusia bahkan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. unsur kekuatan daya saing bangsa, sumber daya manusia bahkan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya manusia merupakan faktor yang paling menentukan dalam setiap organisasi, karena di samping sumber daya manusia sebagai salah satu unsur kekuatan daya saing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan kewenangan untuk mengurus dan mengatur urusan pemerintahan sesuai dengan Undang-undang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. commit to user digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Bekalang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting bagi perkembangan dan kemampuan individu. Melalui pendidikan diharapkan individu (siswa) dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Dasar (SD) Negeri Wirosari memiliki visi menjadikan SD

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah Dasar (SD) Negeri Wirosari memiliki visi menjadikan SD BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah Dasar (SD) Negeri Wirosari memiliki visi menjadikan SD Negeri Wirosari sekolah yang unggul, kreatif, inovatif, kompetitif dan religius. Sedangkan misinya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan daerah merupakan suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan daerah merupakan suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan daerah merupakan suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan suatu bangsa. Dalam rangka pembiayaan pembangunan, potensi dan peranan

Lebih terperinci

STRATEGI PENANGANAN KETENAGAKERJAAN DI KABUPATEN MALANG Melalui : PROGRAM KEMITRAAN & GOTONG ROYONG PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PERDESAAN

STRATEGI PENANGANAN KETENAGAKERJAAN DI KABUPATEN MALANG Melalui : PROGRAM KEMITRAAN & GOTONG ROYONG PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PERDESAAN PEMERINTAH KABUPATEN MALANG STRATEGI PENANGANAN KETENAGAKERJAAN DI KABUPATEN MALANG Melalui : PROGRAM KEMITRAAN & GOTONG ROYONG PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PERDESAAN Oleh : H. SUJUD PRIBADI Bupati Malang

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN A. Visi Mengacu kepada Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 5 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Semarang Tahun

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT, BUPATI LOMBOK BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PARIWISATA KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tatanan kehidupan masyarakat yang semrawut merupakan akibat dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. Tatanan kehidupan masyarakat yang semrawut merupakan akibat dari sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tatanan kehidupan masyarakat yang semrawut merupakan akibat dari sistem perekonomian yang tidak kuat, telah mengantarkan masyarakat bangsa pada krisis yang berkepanjangan.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Lumajang, 20 Maret 2015 WAKIL BUPATI LUMAJANG. ttd. Drs. H. A S A T, M Ag. Laporan Kinerja Kabupaten Lumajang Tahun 2014 i

KATA PENGANTAR. Lumajang, 20 Maret 2015 WAKIL BUPATI LUMAJANG. ttd. Drs. H. A S A T, M Ag. Laporan Kinerja Kabupaten Lumajang Tahun 2014 i KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah Swt, atas segala rahmat dan hidayahnya Penyusunan Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Lumajang Tahun 2014 dapat diselesaikan. Tersusunnya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 24 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERDAYAAN, PELESTARIAN, PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT DALAM WILAYAH

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengembangkan sistem pemerintahan yang baik (Good Governance), yaitu

I. PENDAHULUAN. mengembangkan sistem pemerintahan yang baik (Good Governance), yaitu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi politik yang bergulir sejak Tahun 1998 merupakan upaya untuk mengembangkan sistem pemerintahan yang baik (Good Governance), yaitu pemerintahan yang berkeadilan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencatat desentralisasi di Indonesia mengalami pasang naik dan surut seiring

BAB I PENDAHULUAN. mencatat desentralisasi di Indonesia mengalami pasang naik dan surut seiring BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Desentralisasi adalah salah satu sistem administrasi pemerintahan, dalam banyak hal tidak dapat dilepaskan dari proses pertumbuhan suatu negara. Sejarah mencatat desentralisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai dimensi dalam kehidupan mulai dari politik, sosial, budaya, dan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai dimensi dalam kehidupan mulai dari politik, sosial, budaya, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan terus menjadi topik yang diperbincangkan oleh banyak pihak. Pendidikan seperti magnet yang sangat kuat karena dapat menarik berbagai dimensi dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang memadai dan

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang memadai dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang memadai dan dapat diandalkan. Pembangunan

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, Menimbang : a. bahwa dalam pelaksanaan otonomi daerah, penanaman modal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Dewasa ini Lembaga Pemerintah di Indonesia memang lebih terkesan sebagai lembaga politik dari pada lembaga ekonomi. Akan tetapi sebagaimana bentuk-bentuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 18 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah di Indonesia yang didasarkan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Derah dan Undang-Undang Nomor 33 tentang Perimbangan Keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Otonomi Daerah bukanlah merupakan suatu kebijakan yang baru dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Otonomi Daerah bukanlah merupakan suatu kebijakan yang baru dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi Daerah bukanlah merupakan suatu kebijakan yang baru dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia karena sejak berdirinya negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN 2017-2027 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

TUGAS. Oleh : MEI ZAQI HILDAYANA

TUGAS. Oleh : MEI ZAQI HILDAYANA TUGAS MANAJEMEN PEMASARAN JASA PERPUSTAKAAN PERAN PUSTAKAWAN DALAM PEMBENTUKAN CITRA PERPUSTAKAAN Oleh : MEI ZAQI HILDAYANA 07540021 PRODI ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 75 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 75 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 75 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah.

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di negara Indonesia salah satu institusi yang menunjukkan pelaksanaan sistem demokrasi tidak langsung adalah DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. meningkatkan kesadaran perlunya pembangunan berkelanjutan.

I. PENDAHULUAN. meningkatkan kesadaran perlunya pembangunan berkelanjutan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah pada dasarnya adalah upaya untuk mengembangkan kemampuan ekonomi daerah untuk menciptakan kesejahteraan dan memperbaiki kehidupan material secara adil

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI,TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI,TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI,TUJUAN DAN SASARAN Perencanaan pembangunan daerah adalah suatu proses penyusunan tahapantahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur pemangku kepentingan, guna pemanfaatan dan pengalokasian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Renstra Dinas Kesehatan Kabupaten Garut Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Renstra Dinas Kesehatan Kabupaten Garut Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH BAB IV VISI DAN MISI DAERAH Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Lebak 2005-2025 disusun dalam rangka mewujudkan visi dan misi pembangunan daerah yang diharapkan dapat dicapai pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara merata bagi seluruh rakyat Indonesia yang sesuai dengan sila

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara merata bagi seluruh rakyat Indonesia yang sesuai dengan sila BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara yang masih berkembang, yang terus melakukan pembangunan nasional di segala aspek kehidupan yang tujuannya untuk meningkatkan taraf

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah mencanangkan suatu gerakan pembangunan yang dikenal dengan istilah pembangunan nasional. Pembangunan nasional

Lebih terperinci

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI 1 BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

BAB IV VISI DAN MISI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG TAHUN

BAB IV VISI DAN MISI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG TAHUN BAB IV VISI DAN MISI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2005-2025 4.1 VISI PEMBANGUNAN KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2005-2025 Mengacu kepada Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional, Rencana

Lebih terperinci

Pengaruh Dana Perimbangan, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) Terhadap Belanja Modal

Pengaruh Dana Perimbangan, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) Terhadap Belanja Modal Repositori STIE Ekuitas STIE Ekuitas Repository Thesis of Accounting http://repository.ekuitas.ac.id Financial Accounting 2015-12-17 Pengaruh Dana Perimbangan, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dan Sisa Lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi otonomi daerah merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi otonomi daerah merupakan sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Besarnya tuntutan reformasi di segala bidang yang didukung oleh sebagian masyarakat Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan di daerah akhir-akhir ini,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah menerapkan suatu gerakan pembangunan yang dikenal dengan istilah Pembangunan Nasional. Pembangunan

Lebih terperinci

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA TAHUN 2014

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia saat ini sedang memasuki masa pemulihan akibat krisis

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia saat ini sedang memasuki masa pemulihan akibat krisis BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia saat ini sedang memasuki masa pemulihan akibat krisis ekonomi. Seluruh pihak termasuk pemerintah sendiri mencoba mengatasi hal ini dengan melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan aspek terpenting dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan aspek terpenting dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia merupakan aspek terpenting dalam sebuah organisasi. Disamping sumber daya alam dan sumber daya modal, sumber daya manusia juga memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan Akuntansi Sektor Publik, Khususnya di Negara Indonesia semakin pesat seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di berbagai bidang memerlukan tenaga yang berkualitas, yaitu manusia yang dapat. kualitas sumber daya manusia yang tinggi pula..

BAB I PENDAHULUAN. di berbagai bidang memerlukan tenaga yang berkualitas, yaitu manusia yang dapat. kualitas sumber daya manusia yang tinggi pula.. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan di era globalisasi dan dengan kemajuan teknologi yang sangat pesat di berbagai bidang memerlukan tenaga yang berkualitas, yaitu manusia yang dapat bersaing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia, adanya desentralisasi pengelolaan pemerintah di daerah dan tuntutan masyarakat akan transparansi serta akuntabilitas memaksa pemerintah baik

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA

PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA P LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA PENEKANAN DESAIN TIPOLOGI PADA ARSITEKTUR BANGUNAN SETEMPAT Diajukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kehidupan baru yang penuh harapan akan terjadinya berbagai langkah-langkah

I. PENDAHULUAN. kehidupan baru yang penuh harapan akan terjadinya berbagai langkah-langkah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era reformasi saat ini telah menghantarkan bangsa Indonesia memasuki suasana kehidupan baru yang penuh harapan akan terjadinya berbagai langkah-langkah perbaikan

Lebih terperinci

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE 2005-2009 Muhammad Amri 1), Sri Kustilah 2) 1) Alumnus Program Studi Pendidikan Ekonomi Universitas Muhammadiyah Purworejo 2) Dosen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Profil Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Profil Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Profil Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat (DISPARBUD JABAR) merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik dapat mewujudkan pertanggungjawaban yang semakin baik. Sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

BAB I PENDAHULUAN. baik dapat mewujudkan pertanggungjawaban yang semakin baik. Sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang dikelola pemerintah semakin besar jumlahnya. Semakin besar

Lebih terperinci

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI BULUNGAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2016-2021 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

IV.C.5. Urusan Pilihan Kepariwisataan

IV.C.5. Urusan Pilihan Kepariwisataan 5. URUSAN KEPARIWISATAAN Pariwisata merupakan salah satu sektor kegiatan ekonomi yang cukup penting dan mempunyai andil yang besar dalam memacu pembangunan. Perkembangan sektor pariwisata akan membawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHUALUAN. dengan gerakan pembangunan nasioanal. Pembangunan nasional merupakan

BAB I PENDAHUALUAN. dengan gerakan pembangunan nasioanal. Pembangunan nasional merupakan BAB I PENDAHUALUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sudah lama mencanangkan suatu gerakan yang dinamakan dengan gerakan pembangunan nasioanal. Pembangunan nasional merupakan kegiatan pembangunan yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam era globalisasi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam era globalisasi dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan adalah kegiatan yang berkesinambungan dengan tujuan utama adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam era globalisasi dan persaingan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA Tahun 2016

RENCANA KERJA Tahun 2016 RENCANA KERJA Tahun 2016 DINAS PARIWISATA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Daerah adalah merupakan dokumen yang dijadikan pedoman dan dasar dalam melaksanakan Program dan

Lebih terperinci

Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor

Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESISIR SELATAN NOMOR 01 TAHUN 2006 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2006 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESISIR SELATAN Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan otonomi daerah pada tahun Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan otonomi daerah pada tahun Undang-Undang Nomor 32 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan mendasar paradigma pengelolaan keuangan daerah terjadi sejak diterapkan otonomi daerah pada tahun 2001. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PARIWISATA KOTA BATU DENGAN

Lebih terperinci