INDUKSI KERAGAMAN SOMAKLONAL BEBERAPA KULTIVAR KRISAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "INDUKSI KERAGAMAN SOMAKLONAL BEBERAPA KULTIVAR KRISAN"

Transkripsi

1 INDUKSI KERAGAMAN SOMAKLONAL BEBERAPA KULTIVAR KRISAN (Dendrathema grandiflora Tzvelev.) MELALUI IRADIASI SINAR GAMMA SECARA IN VITRO UNTUK MEMPEROLEH KLON KRISAN BARU OLEH: EKA NOVITA SARI A DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 RINGKASAN EKA NOVITA SARI. Induksi Keragaman Somaklonal Beberapa Kultivar Krisan (Dendrathema grandiflora Tzvelev.) melalui Radiasi Sinar Gamma secara In Vitro untuk Memperoleh Klon Krisan Baru. Dibimbing oleh (NURHAYATI ANSORI MATTJIK). Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh dari iradiasi sinar gamma terhadap variasi genetik tanaman krisan dalam kultur in vitro, untuk mengetahui dosis sinar gamma yang optimum untuk menginduksi variasi somaklonal pada empat varietas krisan, untuk membandingkan ketahanan tanaman terhadap sinar gamma di antara empat kultivar krisan, dan untuk mengetahui interaksi antara kedua faktor, yaitu faktor kultivar dan dosis sinar gamma. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April-Agustus 2009 di Laboratorium Bioteknologi Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB. Percobaan menggunakan rancangan faktorial acak kelompok dengan dua faktor. Faktor pertama yaitu kultivar krisan yang terdiri atas Puspita Nusantara, Puspita Asri, Cut Nyak Dien, dan Dewi Ratih. Faktor kedua adalah dosis sinar gamma, yaitu 0, 0.5, 1, 1.5, dan 2 krad yang diulang sebanyak 5 kali. Pertumbuhan terbaik terdapat pada krisan kultivar Puspita Nusantara pada dosis 0 krad. Dosis 0.5 krad atau lebih dapat menginduksi keragaman somaklonal kultivar Puspita Nusantara, Puspita Asri, Cut Nyak Dien, dan Dewi Ratih. Dosis sinar gamma secara nyata menghambat pertumbuhan jumlah daun, namun tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas dan tinggi tanaman. Nilai LD 50 masing-masing kultivar melebihi dosis yang diberikan dalam percobaan, yaitu kultivar Puspita Nusantara 5.93 krad, Puspita Asri 6.61 krad, Cut Nyak Dien 6.81 krad, dan Dewi Ratih krad.

3 INDUKSI KERAGAMAN SOMAKLONAL BEBERAPA KULTIVAR KRISAN (Dendrathema grandiflora Tzvelev.) MELALUI IRADIASI SINAR GAMMA SECARA IN VITRO UNTUK MEMPEROLEH KLON KRISAN BARU Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor OLEH: EKA NOVITA SARI A DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

4 Judul Penelitian : INDUKSI KERAGAMAN SOMAKLONAL BEBERAPA KULTIVAR KRISAN (DENDRATHEMA GRANDIFLORA TZVELEV.) MELALUI RADIASI SINAR GAMMA SECARA IN VITRO UNTUK MEMPEROLEH KLON KRISAN BARU Nama Mahasiswa : Eka Novita Sari Nomor Pokok : A Menyetujui, Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Nurhayati A. Mattjik, M.S NIP Mengetahui, Ketua Departemen Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr NIP Tanggal Lulus:

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Gresik pada tanggal 17 November 1989 dan merupakan anak pertama dari pasangan Sugiarto dan Titik Setyowati. Tahun 2001 penulis lulus dari SDN 029 Jenebora, Kalimantan Timur, kemudian pada tahun 2003 telah menyelesaikan studi di SLTP Negeri 1 Balikpapan, Kalimantan Timur melalui program akselerasi (program 2 tahun). Selanjutnya penulis lulus dari SMA International Islamic Boarding School pada tahun 2005 juga melalui program akselerasi. Pada tahun 2005 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru), selanjutnya tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian. Semasa kuliah penulis aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan kampus seperti Koran Kampus dari tahun 2005 sampai 2006, Unit Kegiatan Mahasiswa Bola Basket dari tahun 2005 sampai dengan Pada tahun 2009 penulis menjadi asisten praktikum Pembiakan Tanaman dan Dasar-Dasar Agronomi. Kemudian pada tahun 2010 penulis menjadi Ketua Panitia Liga Bola Basket Mahasiswa Divisi II se-jawa Barat. Selain itu, penulis memiliki hobi bermain basket, scuba diving, snorkeling, melukis, dan travelling.

6 KATA PENGANTAR Puji dan syukur selalu kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Ridha-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Induksi Keragaman Somaklonal Beberapa Kultivar Krisan (Dendrathema grandiflora Tzvelev.) melalui Radiasi Sinar Gamma secara In Vitro untuk Memperoleh Klon Krisan Baru. Skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan Sarjana Pertanian pada Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rasa hormat, ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya penulis persembahkan kepada Prof. Dr. Ir. Nurhajati A. Mattjik, MS. selaku dosen pembimbing skripsi yang senantiasa memberikan bimbingan, arahan, saran, serta nasehat selama ini. Ucapan terima kasih penulis kepada Dosen Penguji, yaitu Dr. Dewi Sukma, SP. M.Si. dan Ir. Megayani, M.Si., yang telah bersedia meluangkan waktu dan perhatiannya untuk mengoreksi dan memberikan saran terhadap skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu penulis selama penyusunan dan penyelesaikan skripsi ini, yaitu: 1. Keluargaku, Sugiarto (bapak) dan Titik Setyowati (mama), yang senantiasa memberikan perhatian, dorongan, semangat, dukungan moril dan materi kepada penulis. 2. Kawan-kawan sekelas, yaitu Rifqi, Warno, Rofiq, Hafith, Dial, Estherlina, Feni, Kaka dan Anton. Rekan seperjuangan se-pembimbing; Ester, Hila dan Neneng. Terima kasih juga kepada Henmen atas dukungan dan semangatnya. 3. Staf Tata Usaha, Staf Laboratorium Kultur Jaringan, dan Staf Laboratorium Fisiologi Tanaman (Bu Juju, Teh Iif, Pak Joko, Bu Fury, Pak Wasta, Pak Qohar, Pak Udin, dan lainnya). 4. Tak lupa terima kasih untuk teman-teman UKM Basket IPB (Odon, Rini, Icha, Tetet, Traya, Edi, Vani, Iwed, Basun, Dona, Cumi, Sahlan, Bayu, Coach Hengky), Agronesia Food Crew (Dial, Matthew, Uli, Wewe, Ranting, Hafith, Kaka), Wisma Kardita (Indri, Beybe, Aceng, Taufan, Citra, Koko, Risto,

7 Wani, Heni, Esta), SMA IIBS (Hilda, Rifa, Benazer), asisten selam ilmiah (Ghufron, Anta, Lope, Acu, Umi dkk) 5. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, namun tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih banyak. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, semoga Allah SWT membalas semuanya. Bogor, Juni 2011 Penulis

8 DAFTAR ISI Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 4 Hipotesis... 4 TINJAUAN PUSTAKA... 5 Potensi Tanaman Krisan... 5 Syarat Tumbuh Tanaman Krisan... 6 Keragaman Somaklonal... 8 Induksi Mutasi... 9 Induksi Mutasi Tanaman Krisan BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Percobaan Pelaksanaan Percobaan HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Persentase Tanaman Hidup Lethal Dosis Tinggi Tunas Jumlah Daun Jumlah Kromosom KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 37

9 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Rekapitulasi Hasil Uji F Pengaruh Kultivar dan Iradiasi Sinar Gamma terhadap Peubah Kuantitatif Dendrathema grandiflora Tzvelev Persentase Tunas Hidup pada Berbagai Dosis Radiasi Pengaruh Radiasi Sinar Gamma dan Kultivar terhadap Rata- Rata Jumlah Tunas In Vitro Persamaan dan LD 50 Masing-Masing Kultivar Pengaruh Dosis dan Kultivar terhadap Tinggi Planlet Krisan Pengaruh Dosis dan Kultivar terhadap Jumlah Daun Krisan Pengaruh Interaksi Dosis Iradiasi Sinar Gamma dan Kultivar Krisan terhadap Peubah Jumlah Daun Jumlah Kromosom Krisan... 30

10 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Eksplan Kultivar Puspita Nusantara yang Berkalus pada Pangkal Batangnya Penampilan Planlet Kontrol Dendrathema grandiflora Tzvelev. dan Planlet yang Diradiasi dengan Sinar Gamma Kurva Persentase Tunas Hidup Krisan Kultivar Puspita Nusantara setelah Iradiasi Kurva Persentase Tunas Hidup Krisan Kultivar Puspita Asri setelah Iradiasi Kurva Persentase Tunas Hidup Krisan Kultivar Cut Nyak Dien setelah Iradiasi Kurva Persentase Tunas Hidup Krisan Kultivar Dewi Ratih setelah Iradiasi Grafik Analisis Regresi Pengaruh Dosis Radiasi terhadap Peubah Jumlah Daun Hasil Pengamatan Kromosom Krisan Menggunakan Mikroskop dengan Perbesaran 400 Kali... 30

11 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Sidik Ragam Peubah Jumlah Tunas Hidup Sidik Ragam Peubah Jumlah Tinggi Tanaman Sidik Ragam Peubah Jumlah Jumlah Daun... 21

12 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan bisnis tanaman hias telah berkembang dengan pesat dalam beberapa dekade terakhir ini yang disebabkan oleh meningkatnya daya beli dan kesejahteraan masyarakat sehingga preferensi untuk memenuhi kebutuhan kepuasan akan keindahan dengan tanaman hias lebih tinggi. Salah satu tanaman hias yang cukup populer di Indonesia bahkan pasar internasional adalah krisan (Dendrathema grandiflora Tzvelev). Krisan telah dikenal lama sebagai tanaman hias di dataran tinggi dan industri komersialnya mulai menggeliat pada awal 1990 (Wuryaningsih, 2008). Data statistik produktivitas tanaman krisan dalam 5 tahun terakhir menunjukkan angka yang terus meningkat, pada tahun 2005 produksinya mencapai 47,465,794 tangkai, tahun 2006 berjumlah 63,716,256 tangkai, pada tahun 2007 sebanyak 66,979,260 tangkai, pada tahun 2008 berjumlah 99,158,942 tangkai, pada tahun 2009 sebanyak 107,847,072 tangkai, pada tahun 2010 mencapai 120,485,784 tangkai, dan akan terus meningkat setiap tahunnya (BPS, 2011). Pasar-pasar potensial tanaman krisan antara lain Jerman, Inggris, Swiss, Italia, Austria, Amerika Serikat, Swedia, dan masih banyak negara lainnya. Peningkatan produksi krisan ini mencerminkan peningkatan konsumsi krisan sehingga metode-metode untuk mengembangkan krisan harus pula ditingkatkan. Berdasarkan analisis perkembangan tanaman hias tahun 2001, 2002 dan tahun 2003 tanaman hias krisan mempunyai nilai rata rata skor terbesar yaitu 16,66 untuk luas panen, produksi, produktivitas dan potensi ekspor, selanjutnya diikuti oleh anggrek 16,33, mawar 15,33 dan sedap malam 14,00 (Wuryaningsih, 2008). Lebih dari 700 kultivar tanaman krisan tersedia di dunia, dan yang menjadi mata dagangan ada sekitar 250 kultivar (Horst, 1990) dan Wuryaningsih (2008) menambahkan bahwa dari sekitar itu, di Indonesia kultivar yang komersial kurang dari 20. Selama ini kultivar-kultivar yang telah komersil di Indonesia merupakan kultivar yang berasal dari luar negeri, sehingga pengembangan kultivar dari dalam negeri sendiri perlu ditingkatkan sehingga dapat dihasilkan kultivar-kultivar yang dapat beradaptasi baik dengan lingkungan tumbuh di Indonesia. Penelitian-

13 2 penelitian tentang pemuliaan tanaman perlu ditingkatkan guna menghasilkan kultivar-kultivar komersil baru sehingga konsumen tidak jenuh dengan model krisan yang sedikit jumlahnya. Pemuliaan secara konvensional memiliki kendala pada waktu, yaitu membutuhkan waktu yang lama, sehingga salah satu metode pemuliaan yang dapat ditempuh adalah dengan jalan mutasi. Terdapat tiga macam mutagen, yaitu mutage biologi, mutagen fisik, dan mutagen kimia, namun di antara beberapa macam mutagen tersebut mutage fisik lah yang paling menguntungkan karena mudah diaplikasikan dengan penetrasi serta frekuensi mutasinya tinggi (Broertjes dan Van Harten, 1988). Salah satu jenis mutagen fisik yang banyak digunakan adalah sinar gamma. Teknologi mutasi dapat memperluas keragaman genetik suatu tanaman dan mutan baru akan didapatkan dalam waktu yang singkat, selain itu teknologi ini dapat mengubah susunan makhluk hidup sampai ke tingkat kromosom. Van Harten (2002) mengungkapkan bahwa dengan perlakuan mutasi 55% terjadi perubahan warna bunga, 15% perubahan morfologi bunga pada hampir 20 tanaman. Menurut Evans dan Sharp (1986), salah satu aspek pemanfaatan teknik in vitro adalah untuk meningkatkan keragaman genetik tanaman melalui pembentukan keragaman somaklonal. Keragaman somaklonal terjadi karena mutasi genetik, perubahan epigenetik, atau kombinasi kedua proses tersebut (Larkin dan Scowcroft, 1981). Pada tanaman Vitis venifera, pemberian sinar gamma dengan dosis 5 sampai 100 Gy dapat meningkatkan kalus embriogenik sebanyak 7.6% (Valeria et al, 1997). Mutasi pada tanaman mawar ditandai dengan perubahan tipe bunga, warna, ukuran, jumlah petal serta perubahan bentuk dan warna daun (Ibrahim, 1998). Perubahan warna bunga juga terjadi pada mutan gloxinia (Lertphanichkul et al., 2003), sedangkan pada gladiol, iradiasi berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan akar dan tunas serta keragaman warna bunga (Cantor et al., 2002) Iradiasi tanaman krisan dilakukan dalam penelitian ini untuk menginduksi keragaman somaklonal dari empat kultivar krisan. Sumber iradiasi yang akan digunakan adalah sinar gamma. Dosis sinar gamma yang diberikan diharapkan akan memberikan efek yang berbeda pada tanaman krisan sehingga dapat

14 3 ditentukan dosis yang optimal untuk menginduksi keragaman tanaman krisan pada beberapa kultivar yang akan diteliti. Dalam penelitian ini juga akan menggunakan teknik analisis kromosom. Analisis ini digunakan untuk mendeteksi terjadinya mutasi pada tingkat kromosom.

15 4 Tujuan 1. Untuk mengetahui dosis sinar gamma yang optimum untuk menghasilkan keragaman somaklonal pada empat kultivar krisan. 2. Untuk membandingkan kultivar yang paling tahan terhadap iradiasi sinar gamma. 3. Untuk mengetahui interaksi antara kultivar dan dosis sinar gamma yang diberikan. 4. Untuk mengetahui nilai LD50 masing-masing kultivar. Hipotesis 1. Akan diperoleh dosis sinar gamma yang baik dan tepat untuk menghasilkan keragaman somaklonal pada empat kultivar krisan. 2. Diketahui ada kultivar yang menghasilkan keragaman somaklonal. 3. Terdapat interaksi antara kultivar dan dosis sinar gamma yang diberikan.

16 5 TINJAUAN PUSTAKA Potensi Tanaman Krisan Krisan (Dendrathema grandiflora Tzvelev.) merupakan salah satu jenis tanaman hias yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan merupakan komoditas andalan dalam industri florikultura di Indonesia (Wuryaningsih, 2008). Tanaman ini diperkirakan berasal dari Asia Timur, tepatnya di daratan Cina (Puslitbanghort, 2006). Belum ditemukan data atau informasi yang pasti tentang kapan tanaman krisan masuk ke wilayah Indonesia, namun beberapa literatur menunjukkan sekitar tahun 1800 krisan mulai di tanam di Indonesia dan sejak tahun 1940 krisan mulai dibudidayakan secara komersial sebagai tanaman hias. Beberapa sentra produksi tanaman hias krisan di antaranya adalah Cipanas (Cianjur), Sukabumi, Lembang (Bandung), Bandungan (Jawa Tengah), Malang (Jawa Timur), dan Berastagi (Sumatera Utara) (Puslitbanghort, 2006). Pada saat ini krisan telah dibudidayakan di daerah-daerah lain, seperti NTB, Bali, Sulawesi Utara, dan Sumatera Selatan. Produksi tanaman hias setiap tahunnya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, pada tahun 2005 produksinya mencapai 47,465,794 tangkai, tahun 2006 berjumlah 63,716,256 tangkai, pada tahun 2007 sebanyak 66,979,260 tangkai, pada tahun 2008 berjumlah 99,158,942 tangkai, pada tahun 2009 sebanyak 107,847,072 tangkai, pada tahun 2010 mencapai 120,485,784 tangkai, dan akan terus meningkat setiap tahunnya (BPS, 2011). Sihombing dan Rahayuningsih (2004) menambahkan perkiraan peluang ekspor dunia untuk florikultura pada tahun 2007 mencapai US$ 120 milyar. Negara-negara yang menjadi pasar petensial tersebut, yaitu Jerman, Inggris, Swiss, Italia, Austria, Amerika Serikat, Swedia, dan masih banyak negara lainnya. Fenomena ini menunjukkan bahwa Indonesia berpeluang mengembangkan usaha tani krisan, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri maupun untuk diekspor ke pasar internasional (Reginawanti, 1999). Analisis perkembangan tanaman hias tahun 2001, 2002 dan tahun 2003 menghasilkan tanaman hias krisan mempunyai nilai rata rata skor terbesar yaitu 16,66 untuk luas panen, produksi, produktivitas dan potensi ekspor,

17 6 selanjutnya diikuti oleh anggrek 16.33, mawar dan sedap malam (Wuryaningsih, 2008). Syarat Tumbuh Tanaman Krisan Krisan umumnya dibudidayakan dan tumbuh baik di dataran medium sampai tinggi pada kisaran 650 hingga 1,200 meter di atas permukaan laut (Puslitbanghort, 2006). Budidaya krisan di Indonesia umumnya dilakukan di dalam rumah terlindung yang dapat berupa rumah kaca atau rumah plastik (Puslitbanghort, 2006). tanaman krisan di dalam rumah terlindung ditanam pada bedengan dengan jarak tanam tertentu. Tanaman krisan tumbuh baik di tanah bertekstur liat berpasir, dengan kerapatan jenis g/cm 3 (berat kering), total porositas 50-75%, kandungan air 50-70%, kandungan udara dalam pori 10-20%, kandungan garam terlarut ds/m 2 dan kisaran ph sekitar (International Chrysanthemum Society, 2002). Kondisi ini dapat dicapai dengan memodifikasi media tumbuh dalam bedengan atau pot. Putrasamedja dan Sutapraja (1989) mengemukakan bahwa media tumbuh yang baik berupa campuran tanah, humus bambu, dan pupuk kandang (1:1:1). Wuryaningsih et al. (2002) menambahkan tanaman krisan dapat tumbuh dengan baik dalam campuran media tanpa tanah zeolit dan sabut kelapa, karena diduga erat kaitannya dengan ketersediaan air, unsur hara dan kapasitas tukar kation. Serbuk sabut kelapa mempunyai daya menyimpan air yang sangat baik, yaitu 6-8 kali dari berat media serta mengandung unsur-unsur yang diperlukan tanaman seperti N, P, Ca dan Mg meskipun dalam jumlah yang sangat kecil (Ketaren dan Djatmiko, 1981). Kapasitas memegang air yang tinggi sangat penting bagi retensi yang lebih dalam terhadap kelembaban tanah untuk menghindari kekeringan (Singarium, 1994). Krisan merupakan tanaman subtropis, sehingga dalam budidayanya dilakukan secara khusus, yaitu memerlukan perlakuan panjang hari yang berhubungan dengan fotoperiodisme. Tanaman krisan memerlukan perlakuan hari panjang (penyinaran lebih lama dari batas kritis) ketika berada dalam fase vegetatif dan perlakuan hari pendek (penyinaran lebih pendek dari batas kritis) saat fase generatif. Batas kritis panjang hari (Critical Daylength-CDL) krisan sekitar jam tergantung genotipe (Langton, 1987) sehingga tanaman krisan

18 7 diberi pencahayaan melebihi batas kritisnya untuk mengoptimalkan pertumbuhan vegetatifnya. Hal ini dilakukan apabila produk yang diinginkan adalah berupa bibit. Sebaliknya untuk menginduksi pembungaan atau pertumbuhan generatif, pencahayaan dilakukan kurang dari atau sama dengan batas kritisnya. Cara ini dilakukan apabila produk akhir yang akan dicapai berupa tanaman krisan berbunga. Krisantini (1989) menambahkan bahwa tanaman untuk produksi bunga potong di daerah tropis diberi perlakuan hari panjang minimal 14,5 jam per hari dan suhu malam rendah (15,5 0 C) untuk merangsang pertumbuhan dan mencapai panjang batang tertentu sebelum pembungaan. Langton (1987) mengemukaan lebih lanjut bahwa kepekaan krisan terhadap panjang hari tidak tetap. Pengaruh panjang hari terhadap fisiologi pembungaan krisan sering kali berinteraksi dengan suhu harian. Pada kondisi hari panjang dengan suhu siang hari sekitar 22 0 C dan 16 0 C pada malam hari, penambahan tinggi tanaman dan pembentukan tunas berjalan optimal (Puslitbanghort, 2006). Induksi ke fase generatif akan terjadi apabila suhu pada siang hari turun kurang dari 18 0 C (Lint dan Heij, 1987) dan suhu malam naik hingga lenih dari 25 0 C (Wilkins et al., 1990). Kualitas cahaya mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman krisan selain suhu dan panjang hari. Harjadi (1989) mengemukakan bahwa kondisi hari panjang dan hari pendek pada tanaman dapat diubah oleh pigmen biru yang bernama fitokrom. Pigmen inilah yang diduga bekerja seperti enzim yang menyebabkan fotoperiodisme. Fitokrom berupa protein warna yang larut dalam air terdapat dalam dua bentuk yang berbeda, yaitu Pr dengan daya absorbs maksimal pada panjang gelombang merah (maksimal 660 nm) dan Pfr dengan daya absorbs maksimal pada panjang gelombang merah panjang (maksimal 730 nm). Cahaya merah panjang akan merubah fitokrom dari bentuk Pfr menjadi Pr yang menyebabkan turunnya persentase Pfr dan memberikan efek hari pendek, sebaliknya cahaya merah akan mengubah Pr menjadi Pfr sehingga menaikkan Pfr mencapai 88% yang akan memberikan efek hari panjang (Salisbury dan Ross, 1995). Hal yang juga berpengaruh terhadap pertumbuhan bunga krisan adalah kelembaban. Tanaman krisan membutuhkan kelembaban 90-95% pada awal

19 8 pertumbuhan untuk pembentukan akar (Puslitbanghort, 2006). Mortensen (2000) mengemukakan bahwa pertumbuhan optimal pada tanaman dewasa dicapai pada kelembaban udara sekitar 70-85%. Maaswinkel dan Sulyo (2004) menyatakan bahwa evapotranspirasi pada tanaman krisan pada saat matahari penuh (musim kemarau) dapat mencapai 5-7 L/m 2 /hari. Evapotranspirasi maksimum ini tercatat pada saat tanaman mencapai tinggi sekitar 25 cm pada bedengan. Keragaman Somaklonal Studi keragaman genetik pada prinsipnya bertujuan untuk mengkaji komposisi genetik individu di dalam atau antar populasi. Keragaman genetik dapat terjadi karena adanya perubahan susunan sejumlah rantai nukleotida DNA (Syafni, 2006). Keragaman somaklonal adalah keragaman genetik dari tanaman yang dihasilkan melalui teknik kultur jaringan dan dapat diwariskan pada progeni tanaman hasil regenerasi (Larkin dan Scocroft, 1981). Keragaman somaklonal dapat diperoleh dengan cara regenerasi langsung, kultur sel tunggal, atau kultur protoplas. Kultur sel tunggal atau kultur protoplas merupakan metode yang baik untuk mendapatkan keragaman, namun keberhasilan meregenerasikan sel atau protoplas menjadi tanaman yang lengkap pada saat sekarang masih rendah sehingga menggunakan regenerasi langsung untuk mendapatkan keragaman merupakan cara yang relatif lebih mudah dibandingkan dengan dua cara lainnya (Wattimena et al., 1988). Dalam menginduksi variasi somaklonal, sumber eksplan merupakan bagian yang sangat menentukan karena jaringan yang berbeda dapat menimbulkan frekuensi variasi somaklonal yang berbeda. Semakin tua atau semakin khusus suatu jaringan maka akan besar variasi yang diperoleh dari tanaman yang diregenerasikan. Keragaman genetik juga dapat terjadi pada fase yang berdiferensiasi yang relatif panjang (Evans dan Sharp, 1986). D Amato (1986) menyatakan bahwa penyebab terjadinya keragaman somaklonal adalah perubahan genetik yang meliputi perubahan gen atau kromosom yang terjadi pada saat induksi kalus atau selama pertumbuhan sel dan jaringan in vitro. Perubahan kromosom yang terjadi dapat berupa perubahan

20 9 struktur dan jumlah kromosom. Perubahan struktur kromosom meliputi delesi, inversi, duplikasi, atau translokasi, dan perubahan jumlah kromosom dapat menyebabkan euploidi dan aneupolidi. Hal ini disebabkan rusaknya benangbenang gelendong yang berfungsi menarik kromosom ke kutub-kutubnya pada fase anafase dalam mitosis, sehingga dapat menyebabkan mutasi kromosom atau aberasi kromosom. Mutasi gen dapat menimbulkan perubahan sifat yang menguntungkan ataupun merugikan. Induksi Mutasi Poespadarsono (1988) mengemukakan bahwa mutasi dapat terjadi pada setiap bagian tumbuhan dan pertumbuhan tanaman namun lebih banyak terjadi pada bagian yang sedang aktif mengadakan pembelahan sel, misalnya tunas, biji, dan sebagainya. Beliau menambahkan bahwa induksi radiasi dapat menyebabkan mutasi karena sel yang teradiasi dibebani tenaga kinetik yang tinggi sehingga dapat mempengaruhi atau mengubah reaksi kimia yang akhirnya menyebabkan perubahan susunan kromosom. Mutasi dapat terjadi secara alami maupun secara buatan. Mutasi secara alami terjadi secara spontan dan berlangsung lama sekali, sedangkan mutasi buatan terjadi karena adanya perkawinan silang, pemberian zat kimia, dan radiasi nuklir (Soeminto, 1985). Radiasi merupakan salah satu mutagen yang paling potensial. Radiasi terbagi ke dalam dua tipe, yaitu radiasi elektromagnetik (UV, sinar X, dan sinar gamma) dan radiasi partikel (elektron, neutron, proton, partikel α, dan partikel β). Sinar gamma biasanya diperoleh dari radioisotop 137 Cs dan 60 Co. Cobalt-60 mempunyai dua macam energi radiasi, yaitu 1.33 dan 1.17 MeV, dengan masa paruh waktu 5.3 tahun, sedangkan Cesium-137 adalah jenis monoenergi dengan energi 0.66 MeV dengan paruh waktu 33 tahun (Van Harten, 1998). Keuntungan menggunakan radioisotop 137 Cs adalah masa paruh waktunya yang lebih lama dibandingkan dengan 60 Co dan energi sinar gamma yang dikeluarkannya lebih sedikit sehingga lebih aman, sedangkan kelemahannya adalah daya penetrasinya yang tinggi ke dalam jaringan (Sparrow, 1961). Handro (1981) menyatakan iradiasi adalah salah satu mutagen yang potensial dalam usaha untuk menghasilkan tanaman mutan melalui kultur jaringan,

21 10 walaupun hanya beberapa kasus yang sudah sukses dipublikasikan. Poespadarsono (1988) menambahkan bahwa perbaikan sifat tanaman memerlukan keragaman genetik yang diharapkan melalui mutasi buatan. Soeminto (1985) mengemukakan bahwa arah mutasi radiasi bersifat acak (random), artinya perubahan sifat yang akan terjadi tidak dapat diramalkan, namun keunggulannya adalah teknik mutasi dalam waktu yang singkat dapat diperoleh dari bahan pilihan (seleksi) yang banyak. Penggunaan iradiasi selain menguntungkan tetapi dapat juga merugikan. Pada dasarnya semua jenis radiasi adalah merusak jaringan biologi. Ada dua kemungkinan terjadinya kerusakan biologi akibat iradiasi, yaitu efek langsung dan efek tidak langsung. Efek langsung merupakan saat radiasi langsung menumbuk (mengenai) inti sel dan pecah menjadi fragmen-fragmen yang tidak berguna lagi, sedangkan efek tidak langsung yaitu radiasi yang mengenai molekul-molekul sel menimbulkan reaksi tertentu sehingga terjadi ionisasi dan radikal-radikal bebas (Soeminto, 1985). Sistem radiasi mempunyai kemampuan menghasilkan radiasi pengion yang berefek tidak langsung terhadap sistem biologi pada tanaman. Tahapan-tahapan akibat kerusakan radiasi tersebut adalah tahap fisik, tahap kimia, dan tahap metabolisme (Van Harten, 1998). Wattimena dan Mattjik (1991) menyatakan hasil-hasil percobaan yang dilakukan cukup banyak yang menguntungkan yaitu dengan perolehan baru baik dalam penampilan sifat-sifat morfologis organ tanaman (fenotip) maupun perbaikan sifat lainnya., banyak laporan dalam kultur in vitro yang menyatakan keuntungan dalam menggunakan mutagen fisik (radiasi), namun dalam penggunaannya diperlukan kecermatan dalam menentukan dosis dan memilih bagian yang diradiasi karena kemungkinan besar dapat menyebabkan kerusakan fisiologis. Beberapa penelitian dilakukan untuk menunjukkan pengaruh radiasi sinar gamma terhadap keragaman fenotipik tanaman. Prasetyorini (1991) menyatakan bahwa pemberian radiasi dosis rendah (500 rad) secara nyata dapat merangsang munculnya tunas, akar, dan jumlah akar yang terbentuk pada tunas-tunas in vitro tanaman gerbera (Gerbera jamesonii Bolus ex Hook). Hasil penelitian Wardhani (2005) menunjukkan pemberian dosis 10 Gy pada eksplan anggrek Brachypeza

22 11 indusiata mampu merangsang pertumbuhan jumlah daun. Eksplan yang diberi perlakuan radiasi pada dosis radiasi 20 Gy memperlihatkan persentase tumbuh terbaik, yaitu 100% pada 10 MSP. Semakin besar dosis radiasi yang diberikan maka warna daun akan semakin menuju ke arah kuning. Perlakuan penyinaran iradiasi sinar gamma 15 Gy pada Euphorbia milii merah muda berpengaruh terhadap percepatan munculnya bunga, peningkatan keragaman warna seludang, penambahan ukuran diameter seludang, dan peningkatan jumlah bunga. Dosis sinar gamma yang dianjurkan untuk peningkatan keragaman E. milii berkisar antara Gy (Handayani, 2007). Perlakuan radiasi tunggal Alpinia purpurata mempunyai pengaruh yang lebih positif dibandingkan dengan radiasi yang diulang (Soedjono, 1992). Mutan yang dihasilkan berupa tanaman dengan warna dan ukuran rata-rata sama dengan kontrol, tetapi warna bunga merah menjadi putih dan putih dengan pinggir merah. Hal yang sama juga dipaparkan oleh Ratnasari (2007) pada iradiasi melati. Dosis iradiasi berulang 45 (20+25) Gy dan 60 (35+25) Gy secara nyata menghambat pertumbuhan tinggi tanaman pada genotipe melati Jasminum sambac kingianum dan Jasminum multiflorum. Induksi Mutasi Tanaman Krisan Krisan terkenal dengan variasi warna bunganya yang bermacam-macam. Bunga krisan yang dikenal saat ini berasal dari pemuliaan tanaman selama puluhan tahun, namun disadari bahwa pemuliaan secara konvensional dirasa kurang efektif karena memerlukan waktu yang relatif lebih panjang (Sanjaya, 1996). Cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan variasi tanaman krisan secara lebih cepat adalah dengan iradiasi. Iaea (1992) menambahkan bahwa hasil mutasi induksi radiasi memiliki nilai pasar yang cukup tinggi. Tanaman yang diperbanyak secara vegetatif seperti krisan, perlakuan mutasi induksi secara fisik dengan iradiasi lebih baik daripada mutasi induksi secara kimiawi karena penetrasinya lebih kuat dalam jaringan tanaman, mudah diaplikasikan, serta frekuensi mutasinya tinggi (Anonim, 2005). Salah satu mutagen fisik yang banyak digunakan adalah sinar gamma. Hasil penelitian Badriah dan Soedjono (1991) mengemukakan bahwa induksi radiasi sinar gamma dengan dosis 100 Gy pada krisan pot cv. Autumn

23 12 Glory ternyata dapat mengubah warna bunga putih tepi ungu menjadi kuning. Penelitian iradiasi tanaman krisan kultivar Sri Rejeki, Dewi Sartika, Chandra Kirana, Shakuntala, dan Cat Eyes oleh Sanjay et al. (2003) mengakibatkan penurunan daya hidup tanaman, tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun dan peningkatan/penurunan jumlah bunga pita dan bunga tabung serta abnormalitas bunga. Perubahan bentuk dan warna bunga terdeteksi pada tanaman yang diiradiasi dengan sinar gamma diatas 15 Gy. Daun Dewi Sartika yang diiradiasi 15 Gy menjadi variegata. Masing-masing jenis, bagian dan umur tanaman yang berbeda memiliki sensitivitas dan tanggap yang berbeda terhadap jenis dan dosis iradiasi. Bagian tanaman krisan yang diradiasi pada umumnya adalah setek berakar dengan iradiasi sinar gamma dosis 1.0 krad sampai 3.0 krad (Datta, 2001). Informasi untuk biakan atau planlet masih terbatas, tetapi dengan dosis 0.8 krad sampai 2.5 krad merupakan dosis optimum (Wuryaningsih, 2009). Hasil penelitian Lamsejaan et al. (2000) juga menunjukkan hasil yang sama bahwa perlakuan iradiasi terhadap biakan dalam botol kultur dengan dosis di atas 3.0 krad telah menyebabkan kematian eksplan.

24 13 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2009 sampai dengan bulan Agustus 2009 bertempat di Laboratorium Bioteknologi Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) di Pasar Jumat, Jakarta. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain stek tunas aksilar dan terminal tanaman krisan kultivar krisan Puspita Nusantara, Puspita Asri, Dewi Ratih, dan Cut Nyak Dien. Media perbanyakan yang digunakan adalah media MS + IAA 0.1 ppm + BAP 0.5 ppm + sukrosa 30 g/l + agar 7 g/l, 0,8- hydroxyquinoline M, asam asetat glasial, klorofom, tepung orcein, alkohol 70%, alkohol absolut, spiritus, aquades, plastik wrapping, tisu, botol kultur, dan kantong plastik. Alat yang digunakan dalam penelitian, yaitu autoclave, pinset, pipet, ember, sprayer, cutter, stirer, bunsen, mikroskop, gunting, laminar airflow cabinet, dan bakerglass, dan untuk meradiasi planlet digunakan Gamma Chamber dengan sumber iradiasi berupa Co-60 dengan dosis sebesar 136,977 krad/jam. Metode Percobaan Percobaan ini menggunakan rancangan perlakuan faktorial yang disusun dalam rancangan lingkungan acak kelompok. Faktor pertama adalah kultivar krisan dan sebagai faktor kedua adalah dosis sinar gamma. Kultivar yang diujikan terdiri atas 4 taraf, yaitu kultivar krisan Dewi Ratih, Puspita Nusantara, Puspita Asri, dan Cut Nyak Dien. Dosis sinar gamma yang diberikan terdiri atas lima taraf, yaitu 0, 500, 1000, 1500, dan 2000 rad dan terdiri atas 5 ulangan. Jumlah satuan percobaan seluruhnya adalah 100 satuan percobaan. Peubah yang diamati antara lain tinggi tanaman, jumlah daun, persentase tanaman hidup, dan jumlah kromosom.

25 14 Pelaksanaan Percobaan Persiapan bahan tanam Bahan tanam yang digunakan adalah tunas aksilar dari tanaman in vitro nodus tunggal berumur 4 minggu untuk kemudian diperbanyak ke dalam media MS + IAA 0.1 ppm + BAP 0.5 ppm + sukrosa 30 g/l selama 4 minggu sebanyak 5-7 eksplan per botol. Panjang eksplan yang digunakan adalah cm. Iradiasi sinar gamma Hasil perbanyakan tanaman diiradiasi dengan dimasukkan ke dalam ruang gamma cell pada iradiator 60 Co di P3TIR BATAN setelah planlet berakar dan memiliki cukup daun kemudian planlet langsung disubkultur ke media yang baru. Subkultur Planlet yang telah diradiasi kemudian disubkultur dengan tujuan untuk mencegah kematian tunas yang disebabkan oleh residu radiasi sinar gamma. Subkultur dilakukan dengan memindahkan planlet ke media yang sama seperti yang digunakan saat perbanyakan, yaitu MS + IAA 0.1 ppm + BAP 0.5 ppm + sukrosa 30 g/l, lalu diinkubasi di ruang kultur selama 6 minggu. Penyinaran yang diberikan adalah selama 16 jam/hari dengan intensitas 1000 lux dan setelah dilakukan inkubasi, planlet dapat diaklimatisasi. Analisis Kromosom Metode pengerjaan analisis kromosom dibagi ke dalam dua tahap, yaitu tahap persiapan larutan dan tahap pengamatan mitosis. 1. Persiapan larutan Larutan 0,8-hydroxyquinoline M dibuat dengan cara melarutkan 0.3 g 0,8-hydroxyquinoline dalam 1 L aquades pada suhu 70 0 C, kemudian diaduk dengan menggunakan magnetic stirrer selama 1 jam sampai terlihat warna kekuningan, lalu larutan disimpan dalam wadah tertutup di dalam lemari es. Larutan carnoy dibuat dengan cara mencampur 10 ml asam asetat glasial dengan 60 ml alkohol absolut dan klorofom 30 ml. Aseto orcein 2% dibuat dengan cara memanaskan 22.5 ml asam asetat dalam gelas reaksi

26 15 sampai mendidih, diangkat, lalu dimasukkan 1 g tepung orcein sambil wadah digoyangkan selama 10 menit (suhu dipertahankan C). Larutan ini kemudian ditambahkan 27.5 ml aquades dan dibiarkan hingga suhu mencapai 20 0 C dan dilakukan filtrasi di gelas lain kemudian disimpan dalam wadah yang ridak tembus cahaya langsung. 2. Pengamatan mitosis Bahan yang digunakan untuk membuat preparat adalah ujung akar dan pucuk daun. Bagian ujung akar diambil dengan memilih bagian ujung akar yang aktif, yaitu yang berwarna keputihan, kemudian dipotong sepanjang 1 cm, dan membuang kotoran pada akar dengan cara direndam dalam air. Ujung akar yang telah bersih ini kemudian dimasukkan ke dalam 0,8- hydroxyquinolin selama 3-5 jam. Hal yang dilakukan selanjutnya adalah perlakuan fiksasi sebelum pengamatan dengan mengambil dua ujung akar yang telah sebelumnya direndam dalam air bersih, kemudian tudung akarnya dibuang dan dimasukkan ke dalam larutan campuran I N HCl dan asam asetat 45% dengan perbandingan konsentrasi 3:1 dengan suhu 60 0 C selama 1 sampai 3 menit. Ujung akar tersebut diangkat dan dimasukkan ke dalam orcein, kemudian dipindahkan ke gelas preparat dan dipotong sepanjang 1-2 mm untuk selanjutnya ditetesi dengan orcein. Kaca penutup dipasang dan dipijat dengan halus dengan pensil berkaret lalu dipanaskan kembali. Taha0p selanjutnya adalah pengamatan preparat. Pembuatan preparat bagian pucuk adalah dengan mengupas bagian pucuk daun sehingga didapatkan bagian daun yang paling muda. Bagian tersebut dimasukkan ke dalam 0,8-hydroxyquinolin 20 0 C selama 3 jam dan dipindahkan ke dalam larutan carnoy, selanjutnya disiapkan tempat lain berisi kertas tissu atau kertas lain yang dibasahi dengan 45% asam asetat. Orsein hydroschlorite (1% orcein : 1 N HCl = 9:1) disiapkan kemudian materi tanaman dalam preparat diambil, lalu diurai dalam gelas preparat dibawah binokuler dengan bantuan jarum dan ditetesi orcein sampai terendam. Materi tanaman dimasukkan pada tempat yang berisi 45% asam asetat yang sudah disiapkan sebelumnya, dibiarkan selama menit lalu

27 16 dipijat atau dipukul halus dengan pensil berkaret, seperti pembuatan preparat akar. Pengamatan Kegiatan pengamatan dilakukan pada persentase hidup planlet, tinggi planlet, jumlah daun, dan jumlah kromosom. Pengamatan dilakukan setiap 1 minggu selama 6 minggu setelah planlet disubkultur pasca iradiasi. 1. Persentase hidup planlet Pengamatan dilakukan secara visual dengan menghitung jumlah tunas adventif yang muncul pada batang planlet. 2. Tinggi planlet Pengukuran tinggi planlet dilakukan dengan menempelkan penggaris di luar botol di sisi yang terdekat dengan planlet yang diukur. 3. Jumlah daun Pengamatan jumlah daun dilakukan secara visual dengan menghitung jumlah daun yang telah membuka setengah dan membuka sepenuhnya pada setiap planlet. 4. Jumlah kromosom Penghitungan jumlah kromosom juga dilakukan secara visual menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 400 kali.

28 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Kondisi laboratorium tempat dilakukan percobaan memiliki suhu berkisar antara C dan kelembaban mencapai 90%. Kondisi tersebut merupakan kondisi yang memadai untuk tanaman yang ditanam secara in vitro. Tanaman yang diberikan perlakuan merupakan tanaman berumur 4 minggu yang berasal dari subkultur tunas aksilar tanaman in vitro. Sebagian besar tanaman yang mati disebabkan oleh cendawan dan bakteri. Kontaminasi tersebut dapat berasal dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal berupa media yang kurang steril dalam proses pembuatannya serta dari dalam bahan tanam yang membawa cendawan, untuk itu perlunya dilakukan sterilisasi bahan tanam sebelum dilakukan perbanyakan. Sterilisasi dilakukan dengan merendam bahan tanam dengan larutan klorox 5% selama 1 menit. Sedangkan faktor eksternal berupa kurang sterilnya peralatan maupun laminar yang digunakan. Berdasarkan pengamatan satu minggu setelah tanam (1 MST), sebagian besar tanaman sudah bertunas dengan persentase 62%. Satu eksplan rata-rata menghasilkan satu tunas. Pada umur 2 MST kuncup telah membuka dan pertumbuhannya tampak jelas. Kultivar krisan Cut Nyak Dien (CND) memiliki pertumbuhan tunas terendah dibandingkan dengan kultivar lainnya, dan tanaman dengan perlakuan dosis 2 krad menunjukkan pertumbuhan tunas terendah dibandingkan dengan perlakuan dosis lainnya. Tunas tanaman terus mengalami peningkatan pertumbuhan sampai 3 MST yang tertinggi yaitu 89% kemudian mengalami penurunan pertumbuhan pada tiga minggu berikutnya karena terdapat beberapa tunas yang mengalami browning dan akhirnya mati. Hampir seluruh tunas kultivar Puspita Nusantara (PN) berkalus pada pangkal batangnya dan ukuran tunas menjadi kerdil namun tetap mengalami pertumbuhan daun walaupun sedikit. Sedangkan pada kultivar Dewi Ratih (DR), juga menghasilkan kalus pada pangkal batang, namun pertumbuhan tunas tidak terlalu mengalami perbedaan dengan kontrol.

29 18 Gambar 1. Eksplan Kultivar Puspita Nusantara yang Berkalus pada Pangkal Batangnya Hasil uji F tabel 1 menunjukkan dosis radiasi dan kultivar yang digunakan memberikan pengaruh yang berbeda pada peubah-peubah karakter kuantitatif yang diamati. Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Uji F Pengaruh Kultivar dan Iradiasi Sinar Gamma terhadap Peubah Kuantitatif Dendrathema grandiflora Tzvelev. Peubah MST dosis iradiasi kultivar dosis x kultivar Jumlah tunas 1 * * tn 2 ** ** ** 3 ** ** tn 4 ** * tn 5 ** tn tn 6 ** * tn Tinggi tanaman 1 2 * ** tn 3 ** ** * 4 ** ** ** 5 ** ** tn 6 ** * tn Jumlah daun 1 2 tn tn tn 3 tn ** tn 4 * ** ** 5 * ** ** 6 ** ** * Ket: ** sangat berbeda nyata (P<0.01) * berbeda nyata (0.01 <P<0.05) tn tidak berbeda nyata (P>0.05)

30 19 Kultivar yang digunakan dalam penelitian ini menunjukkan pengaruh berbeda sangat nyata, berbeda nyata dan tidak nyata pada peubah-peubah karakter yang diamati. Hal ini disebabkan keempat kultivar yang digunakan memiliki radiosensitivitas yang berbeda-beda terhadap perlakuan dosis iradiasi. Taraf-taraf dosis yang digunakan berselang sebesar 0.5 krad. Besarnya selang dosis yang digunakan diduga sebagai penyebab terjadinya perbedaan yang sangat nyata pada sebagian besar karakter kuantitatif yang diamati. Tidak ada interaksi antar dosis iradiasi terhadap kultivar pada peubah jumlah tunas hidup dan tinggi tanaman, namun terdapat interaksi yang sangat nyata pada peubah jumlah daun. Gambar 2. Penampilan Planlet Kontrol Dendranthema grandiflora Tzvelev. dan Planlet yang Diiradiasi dengan Sinar Gamma Menurut Broertjes dan Van Harten (1988), terdapat dua faktor yang dapat menyebabkan radiosensitivitas, yaitu faktor biologi dan lingkungan. Faktor biologi meliputi perbedaan ukuran dalam inti sel, volume inti (Nuclear Volume), dan volume kromosom saat interfase (Interphase Chromosome Volume) dari

31 20 spesies yang berbeda. Faktor lingkungan yang mempengaruhi radiosensitivitas, yaitu oksigen, air, suhu, dan kondisi simpan setelah proses iradiasi. Persentase Tunas Hidup Berdasarkan Soedjono (1992), penginduksian sinar gamma akan menyebabkan kerusakan pada sel sehingga keadaan fisiologinya akan terganggu, diantaranya adalah kadar oksigen (O 2 ) dan jumlah ion radikal akan meningkat. Tujuan dari penelitian-penelitian mutasi yang telah dilakukan biasanya untuk menghasilkan sebanyak mungkin mutan-mutan yang viable Oleh karena itu digunakan dosis-dosis iradiasi yang tinggi untuk mendapatkan frekuensi mutan yang lebih banyak namun hal tersebut menyebabkan kerusakan-kerusakan dengan banyaknya tanaman-tanaman yang mati atau menjadi steril akibat iradiasi sehingga sifat-sifat mutan yang akan muncul pada keturunan selanjutnya akan hilang (IAEA, 1969).. Tabel 2. Persentase Tunas Hidup pada Berbagai Dosis Radiasi Dosis (krad) tunas hidup PN PA CND DR Keterangan: Kultivar PN = Puspita Nusantara PA = Puspita Asri CND = Cut Nyak Dien DR = Dewi Ratih Hasil penelitian Wulandari (2001) pada tanaman krisan menunjukkan bahwa dosis iradiasi sinar gamma berpengaruh nyata terhadap persentase tanaman hidup dibandingkan kontrol. Dosis 20 Gy dan 30 Gy berbeda nyata dengan kontrol, namun tidak berbeda pengaruh antara kedua perlakuan, dengan persentase tanaman hidup terendah didapat pada perlakuan dosis 40 Gy. Hasil penelitian Hapsari (2004) menunjukkan hal yang serupa pada tanaman melati, terdapat kombinasi yang sangat nyata antara dosis iradiasi sinar gamma dan spesies melati terhadap persentase tanaman hidup. Perlakuan iradiasi sinar gamma dengan dosis

32 21 50 Gy dan 55 Gy mengurangi kemampuan tanaman untuk hidup pada semua spesies melati yang digunakan. Tabel 3. Pengaruh Radiasi Sinar Gamma dan Kultivar terhadap Rata-Rata Jumlah Tunas In Vitro selama 6 Minggu Pengamatan Jumlah Tunas Hidup Perlakuan MST Dosis (krad) d 1.84 a 1.88 a 1.88 a 1.88 a a 2.00 b 2.00 a 2.00 a 2.00 a 2.00 a b 2.00 a 1.94 a 1.94 a 1.94 a 1.94 a b 2.00 c 1.89 a 1.89 a 1.89 a 1.89 a c 1.00 e 1.47 b 1.52 b 1.44 b 1.52 b Kultivar PN 1.76 a 1.83 a 1.86 a 1.86 ab 1.86 ab 1.90 a PA 1.75 ab 1.80 b 1.92 a 1.88 a 1.87 ab 1.91 a CND 1.47 c 1.58 d 1.62 b 1.69 b 1.69 b 1.68 b DR 1.52 bc 1.80 c 1.92 a 1.96 a 1.92 a 1.92 a KK % Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%. Kultivar: PN = Puspita Nusantara, PA = Puspita Asri, CND = Cut Nyak Dien, DR = Dewi Ratih KK = Koefisien Keragaman Masing-masing perlakuan dosis sinar gamma dan kultivar berpengaruh sangat nyata dan terhadap persentase tunas yang hidup, namun interaksi antara keduanya berpengaruh tidak nyata. Dosis 2 krad memberikan pengaruh yang nyata dengan kontrol, sedangkan dosis 0.5, 1, dan 1.5 tidak memberikan pengaruh nyata dan persentase tanaman terendah terdapat pada dosis 2 krad pada semua kultivar. Secara umum tunas-tunas yang dibentuk oleh perlakuan pemberian dosis 0.5 krad paling baik dibandingkan dengan kontrol dan dosis lainnya pada setiap minggu pengamatan. Prasetyorini (1991) menyatakan bahwa pemberian dosis rendah (500 rad) secara nyata merangsang pembentukan tunas in vitro, sedangkan radiasi dosis lebih dari 1000 rad secara nyata menghambat pembentukan tunas.

33 Persentase Hidup Planlet 22 Letal Dosis 50 Letal dosis 50 (LD 50 ) merupakan dosis yang menyebabkan kematian sebanyak 50% dari populasi yang diradiasi. Kisaran dari taraf dosis iradiasi yang diaplikasikan sangat penting dalam menentukan dosis yang optimum pada tanaman yang akan diradiasi (Boertjes dan Van Harten, 1988). Nilai LD 50 didapat dari perhitungan persentase tanaman yang hidup setelah radiasi dengan menggunakan curve fit analysis. Pengamatan terhadap persentase tanaman hidup hasil iradiasi sinar gamma untuk menentukan nilai LD 50 umumnya dilakukan antara 1-2 bulan dan pada penelitian ini penentuan nilai LD 50 dilakukan pada minggu akhir pengamatan, yaitu setelah tanaman berumur 6 minggu. Nilai LD 50 pada kultivar Puspita Nusantara yaitu 5.93 krad, 6.61 krad pada Puspita Asri, 6.81 krad pada Cut Nyak Dien, dan krad pada kultivar Dewi Ratih. Tabel 4. Persamaan dan LD 50 Masing-Masing Kultivar Kultivar Persamaan Regresi LD50 Puspita Nusantara y = x x krad Puspita Asri y = x x krad Cut Nyak Dien y = x x krad Dewi Ratih y = x x krad Dosis Radiasi Gambar 3. Kurva Persentase Tunas Hidup Krisan Kultivar Puspita Nusantara Setelah Iradiasi

34 Persentase Hidup Planlet Persentase Hidup Planlet 23 Model persamaan nilai LD 50 yang diperoleh pada krisan kultivar Puspita Nusantara adalah model quadratic fit. Persamaan regresi pada kultivar Puspita Nusantara adalah y = x x + 44 yang mempunyai nilai LD 50 sebesar 5.93 krad. Dosis Radiasi Gambar 4. Kurva Persentase Tunas Hidup Krisan Kultivar Puspita Asri Setelah Iradiasi Krisan kultivar Puspita Asri mempunyai model persamaan regresi quadratic fit dengan persamaan y = x x + 76 yang mempunyai nilai LD 50 sebesar 6.61 krad. Dosis Dosis Radiasi Gambar 5. Kurva Persentase Tunas Hidup Krisan Kultivar Cut Nyak Dien Setelah Iradiasi

35 Persentase Persentase Hidup Hidup Planlet Planlet 24 Krisan kultivar Cut Nyak Dien mempunyai model persamaan regresi y = x x + 26 yang mempunyai nilai LD 50 sebesar 6.81 krad. Dosis Dosis Radiasi Gambar 6. Kurva Persentase Tunas Hidup Krisan Kultivar Dewi Ratih Setelah Iradiasi Krisan kultivar Dewi Ratih memiliki model persamaan regresi y = x x dengan nilai LD 50 sebesar krad. Pada pengujian nilai LD 50 (Gambar 3, 4, 5, dan 6) terlihat bahwa masingmasing kultivar menunjukkan tingkat radiosensitivitas yang berbeda. Terlihat dari nilai LD 50 yang diperoleh, maka diduga bahwa radiosensitivitas kultivar Puspita Nusantara adalah yang tertinggi dan kultivar Dewi Ratih yang terendah. Nilainilai LD 50 yang dihasilkan lebih besar dari dosis maksimal yang diberikan sehingga kultivar yang digunakan dapat dikatakan memiliki radiosensitivitas yang rendah. Berdasarkan Sparrow (1961), radiosensitivitas antar spesies tanaman dipengaruhi oleh volume inti sel (semakin banyak kandungan DNA, semakin sensitif terhadap radiasi), jumlah kromosom (semakin sedikit jumlah kromosom, semakin sensitif terhadap radiasi), dan tingkat ploidi (semakin tinggi tingkat plodi, semakin rendah radiosensitivitasnya). Faktor-faktor lain yang mempengaruhi adalah faktor genetik, iklim, dan kondisi lingkungan sebelum dan setelah perlakuan sehingga akan mempengaruhi pertumbuhan akar dan tunas. Hasil penelitian Faradilla (2008) menunjukkan bahwa anthurium kultivar Mini dan Holland memiliki nilai LD 50 masing-masing sebesar Gy dan

36 Gy. Nariah (2008) dalam penelitiannya menyatakan bahwa empat kultivar Caladium spp. memiliki nilai LD 50 masing-masing pada varietas Candidum sebesar Gy, varietas Sweet Heart sebesar 80 Gy, varietas Pink Beauty sebesar 70 Gy, dan varietas Miss Muffet sebesar Gy. Tinggi Tunas Pengukuran tinggi tunas dilakukan mulai dari pangkal batang tunas sampai ke ujung tunas yang belum membuka. Peubah karakter tinggi tanaman tidak menunjukkan adanya interaksi antara dosis iradiasi terhadap kultivar krisan (Tabel 1). Dosis dan kultivar memiliki pengaruh berbeda pada setiap minggu terhadap tinggi tunas krisan (Tabel 4). Pada pengamatan minggu ke-3, 4, dan 5 tinggi tunas menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap kontrol. Pada minggu ke-3 dan ke-4 perlakuan dengan dosis 1.5 dan 2 krad secara nyata menghambat percepatan pertumbuhan tunas, sedangkan pada minggu ke-5, hanya pada taraf dosis 2 krad yang memberikan pengaruhnya yang nyata. Tabel 5. Pengaruh Dosis dan Kultivar Terhadap Tinggi Planlet Krisan Selama 6 Minggu Pengamatan Tinggi Tunas Perlakuan MST Dosis (krad) ab 0.44 a 0.92 a 1.48 a 2.15 ab a 0.50 a 0.89 a 1.46 a 3.09 a ab 0.46 a 0.79 a 1.41 a 2.07 ab b 0.19 b 0.43 b 0.99 a 1.06 b b 0.19 b 0.28 b 0.49 b 0.74 a Kultivar PN b 0.19 c 0.37 c 0.65 b 0.91 b PA a 0.38 b 0.78 ab 1.36 a 2.17 ab CND a 0.53 a 0.84 a 1.47 a 2.76 a DR a 0.29 bc 0.62 b 1.17 a 1.44 b KK % Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5%. Kultivar: PN = Puspita Nusantara, PA = Puspita Asri, CND = Cut Nyak Dien, DR = Dewi Ratih KK = Koefisien Keragaman

37 26 Tampak di grafik bahwa pemberian dosis rendah 0.5 krad menunjukkan pertumbuhan tanaman in vitro yang paling baik, namun dosis lebih dari 1 krad justru menurunkan pertumbuhan tinggi tanaman. Prasetyorini (1991) menyatakan bahwa pemberian dosis rendah (500 rad) secara nyata merangsang pembentukan tunas in vitro. Sedangkan radiasi dosis lebih dari 1000 rad secara nyata menghambat pembentukan tunas. Ichikawa dan Ikushima (1967) menyatakan walaupun kerusakan seluler pada meristem pucuk dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman dalam kultur in vitro terhambat, namun pada suatu tingkat dosis radiasi tertentu justru dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Hal ini dapat disebabkan hilangnya kemampuan sebagian sel pada meristem untuk membelah diri menyebabkan aktivitas sel-sel meristem yang lain meningkat. Pierik (1987) menambahkan bahwa radiasi dosis 100 rad dapat meningkatkan pembentukan tunas adventif pada kultur kalus Anthurium adreanum. Perlakuan beberapa macam kultivar menunjukkan perbedaan yang nyata pada peubah tinggi tunas (Tabel 5). Kultivar CND menunjukkan nilai rata-rata yang paling tinggi pada peubah tinggi tunas dibandingkan dengan kultivar lainnya, sedangkan yang pertumbuhan tunas paling lambat adalah kultivar PN (Puspita Nusantara). Jumlah Daun Pada peubah jumlah daun menunjukkan adanya interaksi yang nyata antara dosis dan kultivar (Tabel 1). Rata-rata jumlah daun tertinggi dihasilkan oleh tanaman kontrol, yaitu dimulai dari 4 MST sampai dengan minggu akhir pengamatan. Hal ini menunjukkan dosis sinar gamma yang diberikan terbukti menghambat pertumbuhan daun tanaman krisan. Semakin tinggi dosis yang diberikan maka pertumbuhan daun semakin menurun. Kultivar PN memiliki jumlah daun paling banyak yaitu 20.7 helai sedangkan kultivar CND memiliki jumlah daun yang paling sedikit. Dosis radiasi 2 krad menyebabkan pertumbuhan daun terhambat yang ditunjukkan dengan jumlah daun paling sedikit pada semua kultivar krisan. Pada dosis ini pula dihasilkan keragaman tanaman yang berbeda nyata dengan kontrol.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Kondisi laboratorium tempat dilakukan percobaan memiliki suhu berkisar antara 18-22 0 C dan kelembaban mencapai 90%. Kondisi tersebut merupakan kondisi yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 17 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Perlakuan iradiasi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2009 sampai dengan bulan Agustus 2009 di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura,

Lebih terperinci

IV. INDUKSI MUTASI DENGAN SINAR GAMMA

IV. INDUKSI MUTASI DENGAN SINAR GAMMA Latar Belakang IV. INDUKSI MUTASI DENGAN SINAR GAMMA MELALUI IRADIASI TUNGGAL PADA STEK PUCUK ANYELIR (Dianthus caryophyllus) DAN UJI STABILITAS MUTANNYA SAMPAI GENERASI MV3 Pendahuluan Perbaikan sifat

Lebih terperinci

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Pelaksanaan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Pelaksanaan 13 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2011 hingga bulan Februari 2012 di Laboratorium Kultur Jaringan, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian

Lebih terperinci

INDUKSI MUTASI KROMOSOM DENGAN KOLKISIN PADA TANAMAN STEVIA (Stevia rebaudiana Bertoni) KLON ZWEETENERS SECARA IN VITRO

INDUKSI MUTASI KROMOSOM DENGAN KOLKISIN PADA TANAMAN STEVIA (Stevia rebaudiana Bertoni) KLON ZWEETENERS SECARA IN VITRO INDUKSI MUTASI KROMOSOM DENGAN KOLKISIN PADA TANAMAN STEVIA (Stevia rebaudiana Bertoni) KLON ZWEETENERS SECARA IN VITRO Oleh: ASEP RODIANSAH A34302032 PROGRAM STUDI HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan pelaksanaan, yaitu tahap kultur in vitro dan aklimatisasi. Tahap kultur in vitro dilakukan di dalam Laboratorium Kultur Jaringan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian 14 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2009 sampai dengan bulan Juni 2011 di Laboratorium Kultur Jaringan Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, Balai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 26 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan 3, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB selama sembilan minggu sejak Februari hingga

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan Tanaman dan Media

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan Tanaman dan Media BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. 1. Percobaan 1: Pengaruh konsentrasi 2,4-D terhadap proliferasi kalus.

III. BAHAN DAN METODE. 1. Percobaan 1: Pengaruh konsentrasi 2,4-D terhadap proliferasi kalus. 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 STUDI 1: REGENERASI TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) DARI KALUS YANG TIDAK DIIRADIASI SINAR GAMMA Studi ini terdiri dari 3 percobaan yaitu : 1. Percobaan 1: Pengaruh

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan Maret 2010 sampai dengan Juni 2010.

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI IAA, IBA, BAP, DAN AIR KELAPA TERHADAP PEMBENTUKAN AKAR POINSETTIA (Euphorbia pulcherrima Wild Et Klotzch) IN VITRO

PENGARUH KONSENTRASI IAA, IBA, BAP, DAN AIR KELAPA TERHADAP PEMBENTUKAN AKAR POINSETTIA (Euphorbia pulcherrima Wild Et Klotzch) IN VITRO PENGARUH KONSENTRASI IAA, IBA, BAP, DAN AIR KELAPA TERHADAP PEMBENTUKAN AKAR POINSETTIA (Euphorbia pulcherrima Wild Et Klotzch) IN VITRO Oleh : Pratiwi Amie Pisesha (A34303025) DEPARTEMEN AGRONOMI DAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Oktober 2010 di Laboraturium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

PENGGUNAAN IAA DAN BAP UNTUK MENSTIMULASI ORGANOGENESIS TANAMAN Anthurium andreanum DALAM KULTUR IN VITRO

PENGGUNAAN IAA DAN BAP UNTUK MENSTIMULASI ORGANOGENESIS TANAMAN Anthurium andreanum DALAM KULTUR IN VITRO PENGGUNAAN IAA DAN BAP UNTUK MENSTIMULASI ORGANOGENESIS TANAMAN Anthurium andreanum DALAM KULTUR IN VITRO Oleh : SITI SYARA A34301027 PROGRAM STUDI HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KOMPOSISI MEDIA DASAR DAN BAP UNTUK INDUKSI ORGANOGENESIS ANTHURIUM WAVE OF LOVE (Anthurium plowmanii) SECARA IN VITRO

PENGGUNAAN KOMPOSISI MEDIA DASAR DAN BAP UNTUK INDUKSI ORGANOGENESIS ANTHURIUM WAVE OF LOVE (Anthurium plowmanii) SECARA IN VITRO PENGGUNAAN KOMPOSISI MEDIA DASAR DAN BAP UNTUK INDUKSI ORGANOGENESIS ANTHURIUM WAVE OF LOVE (Anthurium plowmanii) SECARA IN VITRO Oleh Riyanti Catrina Helena Siringo ringo A34404062 PROGRAM STUDI PEMULIAAN

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 22 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari 2010 sampai dengan Pebruari 2011. Tempat pelaksanaan kultur jaringan tanaman adalah di Laboratorium Kultur Jaringan

Lebih terperinci

Induksi Keragaman dan Karakterisasi Dua Varietas Krisan (Dendranthema grandiflora Tzvelev) dengan Iradiasi Sinar Gamma secara In Vitro

Induksi Keragaman dan Karakterisasi Dua Varietas Krisan (Dendranthema grandiflora Tzvelev) dengan Iradiasi Sinar Gamma secara In Vitro J. Hort. Indonesia 4(1):34-43. April 2013. Induksi Keragaman dan Karakterisasi Dua Krisan (Dendranthema grandiflora Tzvelev) dengan Iradiasi Sinar Gamma secara In Vitro The Variation Induction and Characterization

Lebih terperinci

EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN

EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN (Apium graveolens L. Subsp. secalinum Alef.) KULTIVAR AMIGO HASIL RADIASI DENGAN SINAR GAMMA COBALT-60 (Co 60 ) Oleh Aldi Kamal Wijaya A 34301039 PROGRAM

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat 15 Tabel 8 Daftar komposisi media pada kultur mangga Komponen A B C D E Unsur makro ½ MS B5 B5 B5 ½B5 Unsur mikro MS MS MS MS MS Fe-EDTA ½MS MS MS MS MS Vitamin dan asam amino MS MS MS MS MS Asam askorbat

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Perbanyakan P. citrophthora dan B. theobromae dilaksanakan di Laboratorium Mikologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor,

Lebih terperinci

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang AgroinovasI Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang Tanaman jambu mete (Anacardium occidentale. L.) merupakan salah satu tanaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Proliferasi Kalus Embriogenik Kalus jeruk keprok Garut berasal dari kultur nuselus yang diinduksi dalam media dasar MS dengan kombinasi vitamin MW, 1 mgl -1 2.4 D, 3 mgl -1 BAP, 300

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian dimulai pada bulan April

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Anthurium Wave of Love

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Anthurium Wave of Love TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tanaman Anthurium Wave of Love Tanaman Anthurium Wave of Love termasuk ke dalam famili Araceae, berbatang sukulen dan termasuk tanaman perennial. Ciri utama famili

Lebih terperinci

Tentang Kultur Jaringan

Tentang Kultur Jaringan Tentang Kultur Jaringan Kontribusi dari Sani Wednesday, 13 June 2007 Terakhir diperbaharui Wednesday, 13 June 2007 Kultur Jaringan Kultur jaringan merupakan suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN A.

III. METODE PENELITIAN A. 9 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dimulai pada bulan Juni 2015 sampai Februari 2016 dan dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Bioteknologi Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

Keragaman Somaklonal. Yushi Mardiana, SP, MSi Retno Dwi Andayani, SP, MP

Keragaman Somaklonal. Yushi Mardiana, SP, MSi Retno Dwi Andayani, SP, MP Keragaman Somaklonal Yushi Mardiana, SP, MSi Retno Dwi Andayani, SP, MP Mekanisme Terjadinya Keragaman Somaklonal Keragaman somaklonal adalah keragaman genetik tanaman yang terjadi sebagai hasil kultur

Lebih terperinci

INDUKSI KERAGAMAN GENETIK TANAMAN ANTHURIUM WAVE OF LOVE (Anthurium plowmanii Croat.) DENGAN RADIASI SINAR GAMMA DARI 60 Co SECARA IN VITRO

INDUKSI KERAGAMAN GENETIK TANAMAN ANTHURIUM WAVE OF LOVE (Anthurium plowmanii Croat.) DENGAN RADIASI SINAR GAMMA DARI 60 Co SECARA IN VITRO INDUKSI KERAGAMAN GENETIK TANAMAN ANTHURIUM WAVE OF LOVE (Anthurium plowmanii Croat.) DENGAN RADIASI SINAR GAMMA DARI 60 Co SECARA IN VITRO SRI IMRIANI PULUNGAN A24051240 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk 22 HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk Bahan tanam awal (eksplan) merupakan salah satu faktor penting dalam keberhasilan perbanyakan tanaman secara in vitro. Eksplan yang baik untuk digunakan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan / Ilmu Tanaman Fakultas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan / Ilmu Tanaman Fakultas III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan / Ilmu Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penelitian dilaksanakan mulai Maret 2013

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PEELITIA 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Bioteknologi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Serpong, Tangerang. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN A.

III. METODE PENELITIAN A. 13 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober 2015 sampai bulan Februari 2016 yang bertempat di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Bioteknologi

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In vitro Fakultas

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In vitro Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In vitro Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, pada Bulan November 2015 hingga

Lebih terperinci

Kultur Invitro untuk Tanaman Haploid Androgenik. Yushi Mardiana, SP, Msi Retno Dwi Andayani, SP, MP

Kultur Invitro untuk Tanaman Haploid Androgenik. Yushi Mardiana, SP, Msi Retno Dwi Andayani, SP, MP Kultur Invitro untuk Tanaman Haploid Androgenik Yushi Mardiana, SP, Msi Retno Dwi Andayani, SP, MP Pendahuluan Tanaman haploid ialah tanaman yang mengandung jumlah kromosom yang sama dengan kromosom gametnya

Lebih terperinci

Tabel 1. Kombinasi Perlakuan BAP dan 2,4-D pada Percobaan Induksi Mata Tunas Aksilar Aglaonema Pride of Sumatera Secara In Vitro

Tabel 1. Kombinasi Perlakuan BAP dan 2,4-D pada Percobaan Induksi Mata Tunas Aksilar Aglaonema Pride of Sumatera Secara In Vitro 11 agar. Zat pengatur tumbuh yang digunakan antara lain sitokinin (BAP dan BA) dan auksin (2,4-D dan NAA). Bahan lain yang ditambahkan pada media yaitu air kelapa. Bahan untuk mengatur ph yaitu larutan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 3 ulangan. Faktor pertama, konsentrasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial, yaitu penambahan konsentrasi

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial, yaitu penambahan konsentrasi BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial, yaitu penambahan konsentrasi fosfor dalam media kultur

Lebih terperinci

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium dan vitamin B1 yang efektif bila dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pada proses perbanyakan tanaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi,

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi, IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan terhadap proses induksi akar pada eksplan dilakukan selama 12 minggu. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan dan pengaruh pada setiap perlakuan yang diberikan.

Lebih terperinci

KAJIAN KERAGAAN PERTUMBUHAN, PRODUKSI DAN PENAMPILAN BUNGA BEBERAPA VARIETAS DAN GENOTIP SEDAP MALAM DI DATARAN MEDIUM

KAJIAN KERAGAAN PERTUMBUHAN, PRODUKSI DAN PENAMPILAN BUNGA BEBERAPA VARIETAS DAN GENOTIP SEDAP MALAM DI DATARAN MEDIUM KAJIAN KERAGAAN PERTUMBUHAN, PRODUKSI DAN PENAMPILAN BUNGA BEBERAPA VARIETAS DAN GENOTIP SEDAP MALAM DI DATARAN MEDIUM Donald Sihombing, Wahyu Handayati dan R.D. Indriana Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana 38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Plant Physiology and Culture Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. 1. Pengaruh konsentrasi benziladenin dengan dan tanpa thidiazuron terhadap

III. BAHAN DAN METODE. 1. Pengaruh konsentrasi benziladenin dengan dan tanpa thidiazuron terhadap III. BAHAN DAN METODE Penelitian ini terdiri atas 2 percobaan, yaitu: 1. Pengaruh konsentrasi benziladenin dengan dan tanpa thidiazuron terhadap multiplikasi tunas pisang Kepok Kuning (genom ABB) eksplan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi pembiakan in vitro tanaman pisang yang terdiri

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi pembiakan in vitro tanaman pisang yang terdiri III. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan studi pembiakan in vitro tanaman pisang yang terdiri dari 2 percobaan yaitu: 1. Pengaruh konsentrasi BA dan varietas pisang (Ambon Kuning dan Raja Bulu)

Lebih terperinci

Penggunaan varietas unggul berdaya hasil tinggi, tahan hama dan

Penggunaan varietas unggul berdaya hasil tinggi, tahan hama dan PEMANFAATAN KOMBINASI PEMBERIAN MUTAGEN DAN KULTUR IN VITRO UNTUK PERAKITAN VARIETAS UNGGUL BARU Penggunaan varietas unggul berdaya hasil tinggi, tahan hama dan penyakit maupun cekaman lingkungan merupakan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas 23 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Kampus Gedung Meneng, Bandar Lampung pada bulan Desember 2013

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitaian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitaian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tepat Penelitaian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium terpadu Kultur jaringan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium terpadu Kultur jaringan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai bulan Agustus 2016 di Laboratorium terpadu Kultur jaringan Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

EVALUASI LAPANGAN KERAGAMAN GENOTIPE-GENOTIPE SOMAKLONAL ARTEMISIA (Artemisia annua L.) HASIL INDUKSI MUTASI IRADIASI SINAR GAMMA

EVALUASI LAPANGAN KERAGAMAN GENOTIPE-GENOTIPE SOMAKLONAL ARTEMISIA (Artemisia annua L.) HASIL INDUKSI MUTASI IRADIASI SINAR GAMMA EVALUASI LAPANGAN KERAGAMAN GENOTIPE-GENOTIPE SOMAKLONAL ARTEMISIA (Artemisia annua L.) HASIL INDUKSI MUTASI IRADIASI SINAR GAMMA oleh Purwati A34404015 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Kondisi lingkungan tumbuh yang digunakan pada tahap aklimatisasi ini, sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan planlet Nepenthes. Tjondronegoro dan Harran (1984) dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penambahan sukrosa dalam media kultur in vitro yang terdiri atas 5 variasi

BAB III METODE PENELITIAN. penambahan sukrosa dalam media kultur in vitro yang terdiri atas 5 variasi BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 1 faktor perlakuan, yaitu penambahan sukrosa dalam media

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 12 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Bioteknologi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta mulai bulan Maret

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai. Kedelai merupakan tanaman asli subtropis dengan sistem perakaran terdiri dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai. Kedelai merupakan tanaman asli subtropis dengan sistem perakaran terdiri dari 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai Kedelai merupakan tanaman asli subtropis dengan sistem perakaran terdiri dari sebuah akar tunggang yang terbentuk dari calon akar,

Lebih terperinci

Proliferasi Kalus Awal, Induksi Mutasi dan Regenerasi

Proliferasi Kalus Awal, Induksi Mutasi dan Regenerasi 53 PEMBAHASAN UMUM Peningkatan kualitas buah jeruk lokal seperti jeruk siam Pontianak merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan daya saing buah lokal menghadapi melimpahnya buah impor akibat tidak

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian pendahuluan

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian pendahuluan 12 menjadi planlet/tanaman. Hormon NAA cenderung menginduksi embrio somatik secara langsung tanpa pembentukan kalus. Embrio somatik yang dihasilkan lebih normal dan mudah dikecambahkan menjadi planlet/tanaman,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Varietas Asal yang Digunakan. : Pita : 5.85 kurang lebih 1.36 cm. : 227 kurang lebih helai

Lampiran 1. Deskripsi Varietas Asal yang Digunakan. : Pita : 5.85 kurang lebih 1.36 cm. : 227 kurang lebih helai LAMPIRAN Lampiran 1. Deskripsi Varietas Asal yang Digunakan a. Puspita Nusantara Tahun : 2002 Asal Persilangan Diameter Batang Diameter Bunga Diameter Bunga Tabung Jumlah Bunga Jumlah Bunga Tabung : Tawn

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan mulai bulan Maret sampai Juli 2014 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan mulai bulan Maret sampai Juli 2014 di III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan mulai bulan Maret sampai Juli 2014 di Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

Lebih terperinci

in. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisiologi dan Kultur Jaringan

in. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisiologi dan Kultur Jaringan in. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisiologi dan Kultur Jaringan Balai Penelitian Sei Putih Medan Sumatra Utara. Penelitian ini dilaksanakan selama 4

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Januari April 2016.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bunga Gladiol (Gladiolus hybridus L) merupakan bunga potong yang menarik

I. PENDAHULUAN. Bunga Gladiol (Gladiolus hybridus L) merupakan bunga potong yang menarik I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bunga Gladiol (Gladiolus hybridus L) merupakan bunga potong yang menarik dan cukup popular. Bunga gladiol memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi dan menduduki

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983)

TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983) TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983) diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae Subkingdom : Spermatophyta Superdivisio : Angiospermae Divisio

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Fakultas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Fakultas III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Desember 2011 hingga Maret 2012.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya kesejahteraan masyarakat dari waktu ke waktu mengakibatkan peningkatan permintaan akan tanaman hias baik segi jumlah maupun mutunya. Beberapa produk hortikultura

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat lebih kurang 25 meter di atas permukaan laut.

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. agar, arang, NaOH, HCl dan akuades. spirtus, timbangan analitik, beker gelas, LAF vertikal.

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN. agar, arang, NaOH, HCl dan akuades. spirtus, timbangan analitik, beker gelas, LAF vertikal. 6 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1.1. Materi 1.1.1. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi jalar varietas cilembu, ubi jalar varietas sukuh,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu:

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu: BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian eskperimental yang menggunakan Rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor yaitu: 1. Faktor pertama: konsentrasi

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi

BAB III BAHAN DAN METODE. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Percobaan Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi Benih, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Jatinangor. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 15 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Molekuler dan Seluler Tanaman, Pusat Antar Universitas (PAU) Bioteknologi, Institut Pertanian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan

TINJAUAN PUSTAKA. Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Taksonomi Tanaman Dracaena Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan beruas-ruas. Daun dracaena berbentuk tunggal, tidak bertangkai,

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN DENGAN ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) INDOLEBUTYRIC ACID (IBA) TERHADAP PERTUMBUHAN STEK TANAMAN JERUK

PENGARUH KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN DENGAN ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) INDOLEBUTYRIC ACID (IBA) TERHADAP PERTUMBUHAN STEK TANAMAN JERUK WAHANA INOVASI VOLUME 4 No.2 JULI-DES 2015 ISSN : 2089-8592 PENGARUH KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN DENGAN ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) INDOLEBUTYRIC ACID (IBA) TERHADAP PERTUMBUHAN STEK TANAMAN JERUK Arta

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan, yakni perbanyakan inokulum cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. Perbanyakan inokulum

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Secara umumm planlet anggrek Dendrobium lasianthera tumbuh dengan baik dalam green house, walaupun terdapat planlet yang terserang hama kutu putih Pseudococcus spp pada

Lebih terperinci

daun, panjang daun, dan lebar daun), peubah morfologi (warna daun, tekstur daun, warna batang, dan indeks warna hijau relatif daun), anatomi daun

daun, panjang daun, dan lebar daun), peubah morfologi (warna daun, tekstur daun, warna batang, dan indeks warna hijau relatif daun), anatomi daun 93 PEMBAHASAN UMUM Perbaikan sifat genetik dari tanaman dapat melalui pemuliaan, baik konvensional maupun modern (Soedjono 2003). Bahan tanaman yang digunakan didapatkan dengan cara meningkatkan keragaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masalah mengenai tebu yang hingga kini sering dihadapi adalah rendahnya

I. PENDAHULUAN. Masalah mengenai tebu yang hingga kini sering dihadapi adalah rendahnya 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Masalah mengenai tebu yang hingga kini sering dihadapi adalah rendahnya produktivitas tebu dan rendahnya tingkat rendemen gula. Rata-rata produktivitas tebu

Lebih terperinci

Pembuatan Larutan Stok, Media Kultur Dan Sterilisasi Alat Kultur Jaringan Tumbuhan. Nikman Azmin

Pembuatan Larutan Stok, Media Kultur Dan Sterilisasi Alat Kultur Jaringan Tumbuhan. Nikman Azmin Pembuatan Larutan Stok, Media Kultur Dan Sterilisasi Alat Kultur Nikman Azmin Abstrak; Kultur jaringan menjadi teknologi yang sangat menentukan keberhasilan dalam pemenuhan bibit. Kultur jaringan merupakan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca gedung Hortikultura Universitas Lampung

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca gedung Hortikultura Universitas Lampung III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di rumah kaca gedung Hortikultura Universitas Lampung pada bulan Juni November 2014. 3.2 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman, Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman, Jurusan 22 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman, Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Bandar Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Indonesia, sedangkan sisanya masih menkonsumsi jagung dan sagu. Usahatani

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Indonesia, sedangkan sisanya masih menkonsumsi jagung dan sagu. Usahatani PENDAHULUAN Latar Belakang Beras merupakan bahan pangan pokok bagi lebih dari 95 persen penduduk Indonesia, sedangkan sisanya masih menkonsumsi jagung dan sagu. Usahatani padi banyak menyediakan lapangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam 4 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam Definisi lahan kering adalah lahan yang pernah digenangi atau tergenang air pada sebagian besar waktu dalam setahun (Mulyani et al., 2004). Menurut Mulyani

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman Fakultas Pertanian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari bulan Februari hingga Mei 2015. 3.2 Bahan dan

Lebih terperinci

PERBANYAKAN CEPAT TANAMAN DENGAN TEKNIK KULLTUR JARINGAN

PERBANYAKAN CEPAT TANAMAN DENGAN TEKNIK KULLTUR JARINGAN Laporan Pratikum Dasar-Dasar Bioteknologi Tanaman Topik 2 PERBANYAKAN CEPAT TANAMAN DENGAN TEKNIK KULLTUR JARINGAN Oleh : Jimmy Alberto ( A24050875 ) Agronomi dan Hortikultura 9 PENDAHULUAN Latar Belakang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Fakultas Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Fakultas Pertanian, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada November 2014 sampai April 2015. 3.2 Metode Penelitian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkecambahan Benih Penanaman benih pepaya dilakukan pada tray semai dengan campuran media tanam yang berbeda sesuai dengan perlakuan. Kondisi kecambah pertama muncul tidak seragam,

Lebih terperinci

Kultur Jaringan Tanaman Kopi. Rina Arimarsetiowati 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118

Kultur Jaringan Tanaman Kopi. Rina Arimarsetiowati 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118 Kultur Jaringan Tanaman Kopi Rina Arimarsetiowati 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118 Kultur jaringan merupakan cara perbanyakan tanaman secara vegetatif dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. bersifat eksperimen karena pada penelitian menggunakan kontrol yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. bersifat eksperimen karena pada penelitian menggunakan kontrol yaitu 30 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam penelitian yang bersifat eksperimen karena pada penelitian menggunakan kontrol yaitu pada medium Murashige-Skoog

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah Dramaga, keadaan iklim secara umum selama penelitian (Maret Mei 2011) ditunjukkan dengan curah

Lebih terperinci

RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO

RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO ABSTRAK Ernitha Panjaitan Staf Pengajar Fakultas Pertanian UMI Medan Percobaan untuk mengetahui respons

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Maulana Malik Ibrahim Malang pada bulan Januari-Juli 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. Maulana Malik Ibrahim Malang pada bulan Januari-Juli 2014. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan dan Hewan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nenas merupakan buah tropika ketiga setelah pisang dan mangga yang diperdagangkan secara global (Petty et al. 2002) dalam bentuk nenas segar dan produk olahan. Hampir

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-April Penelitian ini

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-April Penelitian ini 28 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-April 2013. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Botani Jurusan Biologi Fakultas MIPA. B.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. telah ditanam di Jepang, India dan China sejak dulu. Ratusan varietas telah

PENDAHULUAN. telah ditanam di Jepang, India dan China sejak dulu. Ratusan varietas telah PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai (Glycine soya/ Glycine max L.) berasal dari Asia Tenggara dan telah ditanam di Jepang, India dan China sejak dulu. Ratusan varietas telah ditanam di negara tersebut dan

Lebih terperinci