Central Cord Syndrome

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Central Cord Syndrome"

Transkripsi

1 Central Cord Syndrome Douglas D. Nowak, Joseph K. Lee, Daniel E. Gelb, Kornelis A. Poelstra, Steven C. Ludwig, Abstrak Central cord syndrome adalah jenis umum cedera spinal cord incomplete.sindrom ini paling sering terjadi pada orang tua dengan spondylosis servikal yang disebabkan oleh mekanisme hiperekstensi. Hal ini juga terjadi pada orang muda dengan trauma pada servikal, jarang akibat penyebab nontraumatik. Ekstremitas atas lebih sering terkena daripada ekstremitas bawah, dengan fungsi motorik yang lebih terganggu daripada fungsi sensorik. Central cord syndrome datang dengan kelemahan pada tangan dan lengan dengan sensorik yang terjaga, bersaing dengan dengan quadriparesis dimana sacral sapring merupakan satu- satunya bukti cedera spinal cord injury incomplete. Secara historis, pengobatannya non bedah, tetapi penyembuhannya tidak menyeluruh. Intervensi bedah awal central cord syndrome masih kontroversial. Namun, studi terbaru menunjukkan manfaat, khususnya operasi awal untuk dekompresi medula spinalis pada pasien dengan kondisi patologis yang didapatkan dari radiografi atau MRI. Cedera tulang belakang atau spinal cord injury (SCIs) diklasifikasikan menjadi komplit dan inkomplit. American Spinal Injury Association (ASIA) mendefinisikan cedera komplit sebagai tidak adanya fungsi sensorik dan motorik di bawah tingkat cedera. Sebaliknya, pada cedera inkomplit beberapa fungsi neurologis masih baik di bawah tingkat cedera. Cedera inkomplit terdiri dari central cord syndrome (CCS), anterior cord syndrome, posterior cord syndrome, dan sindrom Brown-Sequard. 1

2 CCS adalah jenis SCI inkomplit yang paling sering, terdiri dari 15% sampai 25% pada semua kasus. Sindrom ini pertama kali dijelaskan oleh Schneider et al pada tahun CCS klasik terjadi pada orang tua (usia >60 tahun) dengan spondilosis cervical dan cedera hiper- ekstensi tanpa adanya bukti kerusakan pada tulang belakang tulang. CCS juga terjadi pada orang muda yang terkena trauma- energi tinggi mengakibatkan fraktur atau ketidakstabilan pada spinal. Pengetahuan mengenai anatomi spinal dan patofisiologi CCS sangat penting dalam memilih metode pengobatan yang optimal. Penatalaksanaan non bedah dapat dilakukan pada beberapa kasus, tetapi pada penelitian baru- baru ini telah menunjukkan potensi manfaat dari penatalaksanaan bedah. Anatomi Pengetahuan tentang anatomi spinal cord sangat penting dalam memahami CCS. Spinal cord mengisi sekitar 50% kanal servikal dan torakolumbalis. Cairan serebrospinal, lemak epidural, dan dura mengelilingi corde dan mengisi ruang kanal yang tersisa. Mielomere adalah segmen cord dari mana akar saraf muncul; masingmasing berada satu tingkat di atas nomor- sama tubuh vertebral cervical dan daerah toraks bagian atas (misalnya, C5 akar saraf mielomerenya berada pada tingkat tubuh vertebral C4). Unsur- unsur saraf pada spinal cord tersusun secara geografis. Traktus panjang membentang dari otak dan tersusun perifer serta terdiri dari white matter. White matter perifer berlimpah pada servikal karena bagian tersebut terdiri dari salurang panjang servikal, toraks, lumbar da sacral. Semakin ke sentral terdapat gray matter yang berisi lower motor neuron. Jalur motorik descendens utama adalah traktus kortikospinalis lateral. Upper motor neuron berasal dari neuron di korteks serebri kontralateral, menyilang di otak tengah, dan turun pada perifer ipsilateral lateral spinal cord. Upper motor neuron kemudian bersinapsis dengan lower motor neuron pada horn anterior gray matter. Traktus kortikospinalis lateralis secara tradisional dianggap mengatur struktur 2

3 servikal yang dekat dengan pusat dan struktur sakral yang lebih perifer (Gambar 1). Apakah laminasi ada masih menjadi kontroversi. Otot tangan dan lengan otot terutama disuplai oleh akson motorik besar pada traktus kortikospinal lateral. Traktus kortikospinalis ventral merupakan jalur motorik descendens minor. Serat- serat motorik pada traktus kortikospinalsi ventral tidak menyilang di otak tengah, dan serat ini turun secara kontralateral. Gambar 1. Ilustrasi servikal (potongan aksial). Ortientasi traktus kortikospinal lateral dan traktus kolumna dorsalis (fasciculus gracilis, fasciculus cuneatus), dengan struktur sacral terletak lebih perifer dan struktur servikal terletak lebih sentral. Gambar ini mengilustrasikan kenapa central cord syndrome mengenai ekstremitas atas. Jalur sensorik ascendens utama terdiri dari traktus kolumna posterior (fasciculus gracilis, fasciculus cuneatus) dan traktus spinotalamikus lateral kecil (Gambar 1). Badan sel neuron sensorik yang terletak pada ganglion root dorsal, dan input sensorik memasuki horn posterior pada gray matter. Input nyeri dan suhu 3

4 segera menyilang ke sisi berlawanan dari spinal cord dan ascendens kontralateral dari traktus spinotalamikus lateral. Sebaliknya, propriosepsi dan getaran naik ipsilateral pada kolumna posterior dari spinal cord dan menyilang setelah mencapai batang otak. Sama dengan traktus kortikospinalis lateral, kolumna dorsal tersusun dari struktur sakral yang terletak lebih perifer dan struktur servikal yang terletak lebih sentral (Gambar 1). Mekanisme dan patofisiologi SCI dapat dibagi menjadi dua fase patofisiologis: primer dan sekunder. Cedera primer terjadi pada saat trauma. Cedera tersebut dapat disebabkan secara langsung oleh fleksi, ekstensi, dan/ atau rotasi spinal cord berlebihan atau tidak langsung oleh tulang atau diskus yang berpindah yang berdampak pada spinal cord. Cedera sekunder terjadi setelah adanya trauma. Cedera tersebut disebabkan oleh reaksi kompleks inkomplit yang belum dipahami dan melibatkan kombinasi dari respon inflamasi dan apoptosis sel saraf (yaitu, kematian sel). Trauma merupakan penyebab umum CCS. CCS paling sering terjadi setelah kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh, dan cedera saat menyelam. CCS juga dapat disebabkan oleh penyebab non- traumatik, seperti abses epidural spinal. Presentasi klasik CCS melibatkan pasien tua dengan spondilosis servikal akibat hiperekstensi pada kepala dan leher. Mekanisme hiperekstensi tampaknya sangat ringan tetapi pada kondisi spondylosis servikal dapat mengakibatkan cedera neurologis. Orang dengan CCS memiliki diameter sagital servikal yang lebih kecil dibandingkan dengan orang kebanyakan, dan >90% pasien dengan CCS berusia > 40 tahun telah terbukti memiliki kondisi servikal yang mendasari, seperti spondilosis dengan adanya osteofit, stenosis kanal, dan osifikasi dari ligament longitudinal posterior. Meskipun beberapa pasien mengalami gejala minor, spondilosis servikal sering asimtomatik sebelum cedera. Fraktur dan dislokasi vertebra biasanya tidak ada pada kelompok usia dengan CCS. Servikal dapat cedera akibat kompresi langsung dari penekukan pada flava ligamenta pada kanal spinal yang sudah menyempit. 4

5 Orang muda dengan stenosis servikal kongenital memiliki resiko tinggi terjadinya CCS sebagai akibat dari cedera hiperekstensi. CCS dan variannya, yang mencakup quadriplegia sementara, neurapraksia servikal, dan sindrom burning hand, telah dilaporkan terjadi pada beberapa pemain sepak bola dengan stenosis kongenital. Pemain bola memiliki resiko karena karena tuntutan permainan, terutama pada saat tackling. Istilah "transient quadriplegia" dan "neurapraksia servikal" digunakan secara bergantian dalam literatur untuk menggambarkan kelemahan serta gangguan sensorik ekstremitas atas dan bawah yang signifikan, terkadang komplit yang biasanya berlangsung 10 atau 15 menit dan kemudian membaik dengan sendirinya. Pada orang muda tanpa stenosis atau spondilosis sebelumnya, mekanisme trauma- berenergi tinggi diperlukan untuk menyebabkan CCS. Seringkali, mekanisme yang terdiri dari cedera kolumna spinal berat terkait dengan fraktur- dislokasi, menyebabkan tulang belakang tidak stabil. Subset ketiga pada pasien muda dengan herniasi diskus traumatis yang menyebabkan CCS tanpa adanya fraktur atau ketidakstabilan spinal. Teori CCS awalnya terdiri dari cedera pada gray matter sentral dan bagian sentral traktus panjang, dengan struktur perifer (Gambar 2). Cedera gray matter sentral dan perdarahan spinal dianggap sebagai penyebab utama CCS. Namun, penelitian baru- baru ini telah menunjukkan bahwa traktus kortikospinal lateral pada servikal tengah hingga atas mengandung daerah utama yang mengalami kelainan patologis. Studi MRI telah gagal dalam menunjukkan bukti perdarahan pada cord. Dua studi otopsi menemukan bukti cedera lower motor neuron atau perdarahan parenkim cord; namun, terdapat cedera difus dengan diameter akson motorik traktus kortikospinalis lateral. Pasien dengan CCS menunjukkan degenerasi wallerian pada traktus aksonal distal hingga zona cedera pada traktus kortikospinalis lateral. Dalam model SCI kucing, akson berdiameter besar terbukti lebih rentan terhadap cedera daripada akson yang berdiamtere lebih kecil. Trombly dan Guest melaporkan kasus neuromonitoring 5

6 CCS. Motorik lebih berat daripada somatosensori, dan otot- otot tangan, terutama abductor pollicis brevis lebih berat terkena. Sehingga, cedera pada akson bermielin besar dari traktus kortikospinalis lateralis tampaknya menjadi penyebab utama defisit terkait CCS. Hal ini menjelaskan keterlibatan utama gerakan motorik halus pada ekstremitas distal atas. CCS datang dengan kelemahan terbatas hanya pada tangan dan lengan dengan sensorik yang baik, untuk komplit quadriparesis dengan sacral sparing yang merupakan satu- satunya bukti SCI inkomplit. Ekstremitas atas lebih berat terkena daripada ekstremitas bawah. Secara khusus, tangan dan lengan bawah paling terpengaruh. Disfungsi kandung kemih, retensi urin dan usus serta disfungsi seksual dapat terjadi pada kasus yang lebih berat. Kembalinya fungsi motorik, jika terjadi, hasil diteruskan dari kaudal ke cephal. Fleksor jempol kaki adalah yang pertama kembali, diikuti oleh ekstensor jari kaki, dan kemudian struktur yang diinervasi oleh lumbar cord (misalnya, orang- orang yang dapat dorsofleksi pergelangan kaki). Pemulihan biasanya kurang lengkap di ekstremitas atas daripada ekstremitas bawah. Gambar 2. Ilustrasi central cord syndrome (CCS) servikal (potongan aksial). Daerah berwarna terkena pada kasus CCS. Struktur sakral terletak lebih perifer pada kolumna dorsalis dan traktus kortikospinalis lateral; struktur yang terkena pada orang dengan CCS. 6

7 Diagnosis dan Evaluasi Diagnosis yang cepat dan akurat sangat penting pada pasien dengan suspek SCI. Evaluasi radiografi evaluasi penuh harus dilakukan, biasanya terdiri dari tampak crosstable, AP, dan open- mouth odontoid. CT Scan potongan koronal dan sagital dapat dilakukan agar dapat melihat cedera tulang dan untuk mendeteksi cedera yang tidak jelas pada radiografi polos. CT juga membantu dalam menilai kemungkinan cedera pada junction occipitocervical dan cervicothoracic. Di pusat-pusat trauma, CT sering dilakukan baik sebagai tambahan atau sebagai pengganti radiografi tradisional. Karena sekitar 10% sampai 20% insidens fraktur spinal nonvontiguous, dimana fraktur servikal diidentifikasi, seluruh tulang belakang sering difoto dengan foto polos atau CT. MRI dapat berguna dalam menilai adanya cedera jaringan lunak atau kompresi cord secara lanjut. Evaluasi MRI terdiri dari aksial, koronal, dan sagital dari T1 dan T2- weight image (Gambar 3). Short tau inversion recovery (STIR) dapat melengkapi bagian sagital. Sinyal hiperintens dalam parenkim dari servikal biasanya ditunjukkan pada MRI T2- weighted dan STIR pada pasien dengan CCS. Temuan ini konsisten dengan edema tanpa bukti perdarahan parenkim. Pencitraan T2- weighted dan/ atau STIR sangat penting dalam mengevaluasi cedera pada jaringan lunak anterior dan posterior, seperti diskus intervertebralis dan tegangan band ligamen posterior. MRI T2-weighted mungkin juga menunjukkan hiperintensitas prevertebral, yang telah terbukti menjadi prediktor ketidakstabilan spinal. Spondilosis dan stenosis servikal dapat dinilai dengan foto polos dan pencitraan yang lebih canggih. Dalam mengevaluasi pasien dengan SCI, penting untuk mengetahui sejauh mana cedera neurologis terjadi (misalnya, inkomplit vs komplit). Cedera inkomplit memiliki kesempatan lebih besar untuk pemulihan neurologis, sedangkan pemulihan motorik dicapai hanya 3% pasien dengan cedera komplit selama 24 jam dan tidak sembuh setelah 24 sampai 48 jam. Cedera komplit awalnya didefinisikan sebagai tidak adanya fungsi motorik dan fungsi sensorik lebih dari tiga tingkat di bawah zona cedera. Cedera inkomplit bertentangan melibatkan beberapa fungsi motorik atau 7

8 fungsi sensorik di bawah tingkat cedera. ASIA baru- baru ini mendefinisikan ulang SCI komplit sebagai tidak adanya fungsi sensorik dan fungsi motorik pada segmen terendah sakral (yaitu, S4- S5). Sehingga, untuk diagnosis SCI komplit, dokter harus melakukan uji sensasi sentuhan dan pinprick di daerah perianal serta kontraktur sukarela sfingter anal eksternal. Gambar 3. MRI aksial (A) dan sagital (B) T2- weighted dari lelaki berusia 72 tahun dengan spondilosis servikal yang terkenal central cord syndrome setelah cedera hiperekstensi. Sacral sparing merupakan indikator penting SCI inkomplit karena hal tersebut menandakan kontinuitas parsial traktus white- matter (yaitu, kortikospinalis dan spinotalamikus) dari konus medullaris hingga korteks serebral. Pada saat evaluasi awal pasien dengan SCI, sacral sparing mungkin satu- satunya fungsi neurologis yang ada untuk membedakan SCI inkomplit dari komplit. Evaluasi sacral sparing terdiri dari sensasi perianal, tonus rektal, dan aktivitas fleksor ibu jari. Syok spinal dapat terjadi setelah SCI berat. Hal ini didefinisikan sebagai keadaan arefleksia komplit dan biasanya membaik dalam waktu 24 jam setelah cedera. Cedera neurologis secara menyeluruh tidak dapat ditentukan sampai syok spinal membaik. Kembalinya refleks bulbokavernosus menunjukkan berakhirnya 8

9 syok spinal. Uji klinis menilai integritas arkus S3- S4 yang intak dan dilakukan dengan menekan glans penis, menekan pada klitoris, atau menarik kateter Foley. Refleks intak akan menyebabkan kontraksi sfingter anal. Gambar 4. Lembaran American Spinal Injury Association mengenai klasifikasi neurologis standar spinal cord injury Sebuah sistem penilaian neurologis klinis yang akurat dan pencatatan pengaruh keputusan pengobatan, memungkinkan untuk pemantauan kasus yang terpercaya, dan dapat memberikan informasi prognostik. Detail lembaran pemeriksaan fisik ASIA (Gambar 4). Masing- masing dari 28 dermatom dapat menilai fungsi sensorik secara bilateral dengan menggunakan tusukan jarum dan sentuhan ringan. Sensasi normal adalah derajat 2, berubah adalah derajat 1, dan tidak ada adalah 0. Sepuluh kunci kelompok otot, lima di ekstremitas atas dan lima di ekstremitas bawah, diuji secara bilateral dan dinilai dengan skala standar 0 hingga 5 9

10 poin (Tabel 1). Skor motorik dijumlahkan untuk mendapatkan skor motorik ASIA (maksimum, 100). ASIA telah mengklasifikasikan tingkat kerusakan dari SCI komplit hingga SCI inkomplit dalam berbagai tingkat (Tabel 2). ASIA mendefinisikan tingkat cedera sebagai tingkat paling caudal dengan fungsi motorik dan fungsi sensorik yang intak pada kedua sisi tubuh. Penatalaksanaan Non bedah Pada kebanyakan kasus CCS, perbaikan neurologis pasien dan pemulihan motorik tanpa intervensi bedah. Pada penelitian yang dilakukan oleh Schneider et al pada tahun 1954 menunjukkan bahwa CCS dapat pulih dengan spontan dan penatalaksanaan bedah tidak diperlukan dan mungkin berbahaya. Penatalaksanaan medis yang optimal, imobilisasi awal, dan mungkin intravena steroid telah meningkatkan prognosis CCS secara keseluruhan. Penatalaksanaan medis yang tepat pada orang dengan CCS mensyaratkan bahwa pasien sebaiknya berada dalam perawatan intensif selama periode awal setelah cedera. Vena sentral dan kateter arteri dapat digunakan untuk pemantauan hemodinamik dan respon terapi. Kateter Swan- Ganz mungkin diperlukan. Mempertahankan tekanan darah yang adekuat (mean arterial pressure >85 mm Hg) volume resusitasi dilengkapi dengan vasopressor, jika diperlukan, terbukti meningkatkan hasil neurologis. Peningkatan tekanan darah mungkin memaksimalkan perfusi spinal dan membatasi cedera sekunder. Meskipun masih kontroversial, pemberian metilprednisolon intravena merupakan pengobatan farmakologis yang paling umum digunakan pada SCI komplit dan inkomplit. Uji coba National Acute Spinal Cord Injury Study II dan III menetapkan dosis standar 30 mg/ kg bolus diikuti dengan 5,4 mg/ kg/ jam. Infus dilanjutkan selama 24 jam yang dimulai dalam waktu 3 jam dari saat cedera atau selama 48 jam yang dimulai antara 3 dan 8 jam saat cedera. Tidak ada manfaat pemberian steroid yang terbukti ketika pasien datang >8 jam setelah cedera. 10

11 Tabel 1. Skala derajat motorik suspek spinal cord injury Tabel 2. Skala spinal cord injury dari American Spinal Injury Association Namun, literatur terbaru dan review, yang dirumuskan menjadi pedoman praktek klinis mengenai penatalaksanaan akut awal orang dewasa dengan SCI, menunjukkan bahwa saat ini tidak ada bukti penggunaan agen neuroprotektif, seperti steroid. Pemberian steroid dapat mempengaruhi hasil pasien, terutama pada pasien dengan cedera penetrasi. Setiap pasien dengan suspek CCS sebaiknya diimobilisasi dengan orthosis servikal keras (misalnya, Philadelphia collar) untuk mencegah cedera lebih lanjut akibat bergerak. Collar yang keras digunakan selama minimal 6 minggu atau sampai nyeri leher membaik dan terkait dengan perbaikan neurologis. Pasien dengan tanpa 11

12 bukti ketidakstabilan tulang aksial setelah evaluasi radiografi lengkap dilakukan orthosis servika keras dan dimobilisasi awal setelah stabilisasi medis. Pasien dengan fraktur atau dislokasi yang tidak stabil dapat dioperasi atau dengan pemasangan jepitan servikal dan/ atau cincin halo pada kondisi darurat untuk memfasilitasi traksi skeletal dan dilakukan reduksi tertutup awal. Traksi mengamankan bentuk urgent dari dekompresi spinal cord; reduksi tertutup awal terkait dengan perbaikan neurologis. Mobilisasi dan rehabilitasi awal dengan terapi fisik dan terapi okupasi sangat penting ketika pasien stabil secara medis. Fungsi latihan ulang tangan dan cara berjalan adalah tujuan utama. Banyak manfaat pasien yang didapat dari rehabilitasi rawat inap intensif awal dan, setelah beberapa kejadian terpenuhi, dari terapi rawat jalan. Operasi Operasi merupakan tambahan untuk penatalaksanaan kesehatan pada pasien dengan CCS; semua prinsip- prinsip tersebut mengenai penatalaksanaan medis sebaiknya dimasukkan dalam rejimen pengobatan terlepas apakah dilakukan intervensi bedah atau tidak. Studi lama menunjukkan bahwa penatalaksanaan operasi CCS merugikan dan tidak efektif. Schneider et al dan Morgan et al menunjukkan bahwa dekompresi laminektomi tidak meningkatkan status neurologis pasien. Satu pasien terbangun dengan kuadriplegik setelah operasi dekompresi. Namun, penatalaksanaan CCS non bedah belum sukses pada pasien tertentu, dan penelitian yang lebih baru telah menunjukkan bahwa intervensi bedah dapat bermanfaat dalam subset orang tertentu dengan CCS. Indikasi Ketidakstabilan spinal adalah satu- satunya indikasi mutlak intervensi bedah. ketidakstabilan spinal telah didefinisikan sebagai perpindahan sudut >11 dibandingkan dengan vertebra yang berdekatan atau translasi corpus vertebral > 3,5 mm. Ketidakstabilan dapat memperburuk cedera sekunder pada spinal cord dengan bertindak sebagai faktor dinamis, merusak cord lebih lanjut. Penilaian stabilitas bisa 12

13 sulit, dan integritas kompleks ligament adalah faktor kunci dalam menentukan stabilitas gerakan segmen spinal. Intervensi operasi untuk CCS tanpa ketidakstabilan spinal masih kontroversial. Tidak ada bukti saat ini yang mendukung dekompresi pada pasien dengan perbaikan neurologis. Pasien dengan kompresi cord persisten, kegagalan pemulihan motorik, atau plateau atau kerusakan neurologis yang lama, intervensi operasi dapat bermanfaat. Kompresi cord dapat terjadi sebagai akibat dari herniasi diskus, epidural hematoma, atau tulang fragmen yang mengenai kanal. Pengangkanan kompresi spinal cord yang menghalangi dapat mencegah perkembangan perubahan myelopathic kronis dan dapat menyebabkan perbaikan pemulihan dan keseluruhan fungsi. Stenosis spinal dan spondilosis spinal merupakan indikasi relatif lebih lanjut penatalaksanaan operasi. Pemilihan waktu Waktu intervensi bedah pada orang dengan CCS masih kontroversial, dengan dua pengecualian: (1) te ketidakstabilan spinal dengan dislokasi akut di mana diperlukan reduksi dan fiksasi awal dan (2) dalam kasus defisit neurologis progresif. Studi baru- baru ini telah berusaha untuk menjelaskan protokol operasi CSS yang optimal. Dengan CCS traumatik, intervensi operasi awal ( 24 jam cedera) dilakukan pada pasien dengan kelainan patologis (yaitu, fraktur- dislokasi, herniasi diskus akut) dikonfirmasikan dengan radiografi atau MRI terkait dengan pemulihan motorik dan pemulihan neurologis daripada intervensi bedah akhir (> 24 jam setelah cedera). La Rosa et al melakukan analisis literatur secara sistematis dan menyimpulkan bahwa intervensi bedah dini ( 24 jam cedera) terkait dengan hasil neurologis yang lebih baik daripada intervensi bedah yang tertunda atau penatalaksanaan non- bedah. Meskipun tidak ada pedoman yang tersedia saat ini mengenai waktu dekompresi dalam kasus CCS akut, studi menunjukkan bahwa dekompresi awal dapat diterapi dan dapat mengakibatkan peningkatan hasil, terutama pada pasien dengan penurunan neurologis secara progresif. Namun, terdapat bukti untuk mendukung 13

14 kapan, atau bahkan jika operasi harus dilakukan pada pasien yang menunjukkan perbaikan neurologis. Prosedur Pilihan operasi ditentukan dengan kelainan patologis. Teknik pencitraan seperti CT dan MRI memungkinkan dokter bedah untuk mengidentifikasi lokasi kompresi. Tingkat operasi tergantung individu pada setiap pasien, dan stenosis bertingkat adalah presentasi yang khas (Gambar 5). Sebuah pendekatan anterior, posterior, atau kombinasi digunakan untuk mengurangi tekanan pada cord. Gambar 5. Foto polos lateral preoperative (A) dan post operatif pada pasien yang sama pada gambar 3. Pasien mengalami dekompresi dan penyatuan anterior C3- C6 dengan instrument karena penurunan neurologis. Hasil klinis Non bedah Saat ini, tidak ada studi prospektif, acak yang telah dipublikasikan untuk membandingkan pengobatan non bedah dengan bedah CCS. Namun, beberapa 14

15 penelitian telah melaporkan hasil yang baik dengan penatalaksanaan non bedah. Pemulihan terjadi bertahap dan sering tidak lengkap dan terkait dengan tingkat keparahan cedera. Nyeri biasanya bukan sekuele mayor CCS. Perkembangan neurologis dan pemulihan motorik biasanya dimulai dari ekstremitas bawah, berlanjut dengan perbaikan kandung kemih dan kontrol usus, dan diakhiri dengan kontrol ekstremitas atas. Pemulihan fungsi tangan bervariasi; pada beberapa pasien, fungsi tangan tidak membaik. Penurunan fungsi tangan merupakan disabilitas jangka panjang tersering terkait dengan CCS. Meskipun kebanyakan pasien dapat mencapai perbaikan neurologis utama, beberapa menghadapi gangguan fungsional jangka panjang. Faktor prognosis yang baik dalam kasus CCS termasuk usia muda, pekerjaan sebelum cedera, tingkat pendidikan, tidak adanya sinyal kelainan pada spinal yang didapatkan pada MRI, akor ASIA yang tinggi, adanya spastisitas, pemulihan motorik awal, dan fungsi tangan yang baik. Ketidakstabilan kolumna spinal, derajat stenosis kanal, spastisitas persisten, dan komorbiditas medis, semuanya berkorelasi dengan pemulihan neurologis yang buruk. Pada laporan asli mereka pada tahun 1954 dan 1958, Schneider dan temannya mencatat bahwa dari 17 pasien yang ditangani secara medis, 2 meninggal tanpa perbaikan, 14 neurologis mengalami peningkatan tetapi masih memiliki defisit sekuele, dan kembali fungsi secara lengkap. Pada tahun 1971, Bosch et Al melakukan salah satu dari studi pertama yang mencakup masa follow- up jangka panjang (4 bulan sampai 26 tahun) pasien dengan CCS yang ditangani non bedah. Mereka mencatat bahwa setidaknya sebesar 75% dari 42 pasien fungsi neurologisnya kembali. Berjalan sendiri membaik dari 19% segera setelah cedera menjadi 57% setelah rehabilitasi. Demikian juga, perbaikan kontrol kandung kemih meningkat dari 17% sampai 53%. Yang terpenting, penulis mencatat bahwa hanya 43% pasien fungsional penggunaan tangannya kembali dan 24% pasien yang mengalami perbaikan neurologis melaporkan platau, diikuti dengan penurunan neurologis dan 15

16 pemulihan fungsional. Perjalanan klinis menunjukkan bentuk kronis yang CCS ditandai dengan spastisitas dan traktus piramidal. Pada tahun 2000, Newey et al memperlihatkan hasil jangka panjang (rata-rata, 8,6 tahun), retrospektif dari 32 pasien dengan CCS yang diterapi non bedah dan melaporkan perbedaan dalam pemulihan terkait dengan usia pasien. Enam pasien yang berusia <50 tahun bisa berjalan secara independen dan mengalami kontinensia kandung kemih. Pada pasien berusia 50 sampai 70 tahun, 77% dapat ambulasi mandiri, dan 69% memiliki kontrol kandung kemih. Dari tiga pasien yang masih hidup dan berusia >70 tahun, hanya satu yang bisa ambulasi independen, dan tidak ada yang memiliki kontrol kandung kemih. Ishida dan Tominaga melaporkan studi prospektif pertama pada pasien dengan CCS pada tahun Studi mereka terbatas pada pasien dengan kelemahan pada ekstremitas atas saja. Pada follow up selama 2 tahun dari 22 pasien, semua ditangani secara non bedah, penulis mengamati bahwa tidak ada yang mengalami fraktur atau dislokasi, 77% telah mencapai pemulihan motorik penuh, 23% mengalami disfungsi ringan atau kelemahan ringan pada tangan, dan tidak memiliki disfungsi berat. Pemulihan Motorik dan sensorik terjadi cepat selama 3 minggu awal dan, pada sebagian besar pasien, mencapai plateau dalam waktu kurang lebih 6 minggu. Tidak adanya intensitas sinyal MRI yang normal adalah prediktor terbaik pemulihan follow up akhir, menunjukkan cedera yang tidak terlalu berat pada kasus dengan temuan MRI normal. Perbaikan neurologis awal dan usia yang lebih muda juga ditemukan berkontributor signifikan terhadap peningkatan hasil. Dari catatan, perbaikan neurologis selama 6 minggu pertama adalah prediktor kuat dari hasil fungsi neurologis akhir daripada status neurologis saat diterima. Hasil ini menjanjikan dan menunjukkan prognosis yang baik dengan pengobatan non bedah pada bentuk CCS ringan dan untuk pasien dengan gejala pada ekstremitas atas saja. Namun, kehatihatian diperlukan saat mencoba untuk meramalkan kemungkinan hasil pada CCS yang lebih berat. 16

17 Pada tahun 2005, Dvorak et al melaporkan studi ketat pasien dengan CCS. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Ishida dan Tominaga, Dvorak et al tidak mengecualikan bentuk CCS berat. Analisis prospektifnya dilakukan follow up minimal 2 tahun (rata-rata, hampir 6 tahun), di mana semua pasien menjalani evaluasi formal dan perhitungan skor motorik ASIA dalam waktu 72 jam setelah cedera dan pada kunjungan follow up. Penulis menemukan peningkatan yang ditandai dengan rata- rata skor motorik ASIA adalah 58,7 pada saat cedera hingga rata- rata 92,3 pada follow up terakhir. Prediktor terbaik dari skor motorik ASIA akhir adalah nilai awal pada saat cedera. Tingkat pendidikan formal adalah faktor prognostik penting lain, pada pasien yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi mencapai pemulihan yang lebih besar. Pada follow up akhir, 81% pasien melaporkan kontinensia usus dan kandung kemih, dan 86% adalah mampu ambulasi mandiri. Namun, 59% mengalami spastisitas, dan 34% menyatakan ketidakpuasan dengan gejala yang mereka alami. Bedah Pasien dengan kompresi cord persisten, kegagalan pemulihan motorik, atau plateau atau penurunan neurologis yang berkepanjangan dapat bermanfaat dengan intervensi bedah. Namun, beberapa data secara langsung membandingkan penatalaksanaan bedah dan non bedah. Bose et al secara retrospektif membandingkan pemulihan fungsi motorik pada 28 pasien CCS yang ditangani secara bedah mamupun non bedah. Tingkat pemulihan yang lebih besar tercatat pada kelompok bedah. Intervensi bedah dilakukan pada pasien dengan ketidakstabilan spinal dan pada orang yang telah gagal membaik secara progresif setelah periode awal perbaikan dan yang memiliki bukti kompresi persisten. Chen et al melakukan studi retrospektif awal dan menemukan dua kelompok yang diuntungkan dari intervensi bedah: pasien muda terkait kelainan radiografi dan pasien tua yang secara klinis terkait pada lesi cord. Chen et al selanjutnya melakukan penelitian prospektif pada 37 pasien dengan riwayat spondilosis servikal dan cedera 17

18 cord inkomplit yang dioperasi pada 2 sampai 14 hari setelah cedera. Kelompok yang dioperasi mengalami pemulihan neurologis yang lebih cepat daripada kelompok nonbedah. Pemulihan secara signifikan lebih lambat pada kelompok non-bedah (P = 0,005), dan lama tinggal di rumah sakit lebih lama. Namun, pada 2 tahun, tidak ada perbedaan yang signifikan yang ditunjukkan di antara dua kelompok (P = 0,06). Pasien dengan stenosis servikal yang mempengaruhi lebih dari tiga tingkat vertebra memiliki hasil yang lebih buruk walaupun di tangani secara bedah maupun non bedah. Kebanyakan studi yang menggambarkan penanganan bedah adalah analisis retrospektif yang memiliki bias seleksi dan variabel pengganggu. Tidak ada studi prospektif secara acak yang telah dilakukan untuk membandingkan penatalaksanaan bedah dengan non bedah. Sehingga manfaat sebenarnya dari pengobatan bedah tidak jelas. Studi prospektif yang dirancang dengan baik untuk menguji nilai dan waktu intervensi bedah diperlukan. Ringkasan CCS adalah SCI inkomplit yang paling umum. Dengan bertambahnya usia populasi, dokter akan menghadapi lebih banyak pasien dengan CCS. Oleh karena itu, penting untuk memahami anatomi, patofisiologi, dan pengobatan CCS. Meskipun kebanyakan pasien dengan CCS dapat membaik secara bertahap, meskipun sering inkomplit, pemulihan dengan pengobatan non operasi, studi terbaru menunjukkan potensi manfaat dari operasi awal. Semua pasien CCS sebaiknya diberikan terapi medis yang optimal dan imobilisasi dini. Dalam praktek kami, indikasi utama operasi adalah fraktur terkait central cord injury. Fraktur biasanya bersamaan dengan cedera ekstensi. Pengobatan bedah awal dianjurkan jika tidak ada ketidakstabilan spinal pada pasien dengan penurunan fungsi neurologis. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan algoritma pengobatan terbaik dan waktu intervensi bedah, jika dipilih, untuk setiap defisit neurologis non- progresif yang statis. 18

Cedera medulla spinalis yang disebabkan trauma terjadi karena : Axial loading Hiperfleksi Hiperekstensi Rotasi Lateral bending

Cedera medulla spinalis yang disebabkan trauma terjadi karena : Axial loading Hiperfleksi Hiperekstensi Rotasi Lateral bending Cedera medulla spinalis adalah cedera pada medulla spinalis yang dapat mempengaruhi fungsi motorik, sensorik, dan otonom. Perubahan ini dapat sementara atau permanen. Cedera medulla spinalis paling banyak

Lebih terperinci

CEDERA SPINAL DANIEL, PUTU DEASY, APRIL, MURNI, DESI, JERRY, DAVID, HERNA, SARI, VANI, OCTA, ESTER,

CEDERA SPINAL DANIEL, PUTU DEASY, APRIL, MURNI, DESI, JERRY, DAVID, HERNA, SARI, VANI, OCTA, ESTER, CEDERA SPINAL DANIEL, PUTU DEASY, APRIL, MURNI, DESI, JERRY, DAVID, HERNA, SARI, VANI, OCTA, ESTER, Medula Spinalis Medula spinalis merupakan bagian dari susunan saraf pusat Kendali untuk sistem gerak

Lebih terperinci

Instabilitas Spinal dan Spondilolisthesis

Instabilitas Spinal dan Spondilolisthesis Instabilitas Spinal dan Spondilolisthesis Akhmad Imron*) Departemen Bedah Saraf FK.Unpad/RSHS Definisi Instabilitas Spinal : adalah hilangnya kemampuan jaringan lunak pada spinal (contoh : ligamen, otot

Lebih terperinci

Cedera Spinal / Vertebra

Cedera Spinal / Vertebra Cedera Spinal / Vertebra Anatomi 7 Servikal Anterior 12 Torakal Posterior 5 Lumbal Sakral Anatomi Posterior Anterior Motorik Cedera Spinal Sensorik Otonom Susunan Syaraf ke Ekstremitas Plexus Brachialis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan termasuk salah satunya di bidang kesehatan. Pembangunan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan termasuk salah satunya di bidang kesehatan. Pembangunan di bidang BAB I PENDAHULUAN Pembangunan Nasional adalah pembangunan yang meliputi segala aspek kehidupan termasuk salah satunya di bidang kesehatan. Pembangunan di bidang kesehatan, pada hakekatnya adalah untuk

Lebih terperinci

BUKU AJAR SISTEM NEUROPSIKIATRI

BUKU AJAR SISTEM NEUROPSIKIATRI 1 BUKU AJAR SISTEM NEUROPSIKIATRI Judul mata Kuliah : Neuropsikiatri Standar Kompetensi : Area Kompetensi 5 : Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran Kompetensi dasar : Menerapkan ilmu Kedokteran klinik pada sistem

Lebih terperinci

disebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi,

disebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi, Fungsi normal kandung kemih adalah mengisi dan mengeluarkan urin secara terkoordinasi dan terkontrol. Aktifitas koordinasi ini diatur oleh sistem saraf pusat dan perifer. Neurogenic bladdre adalah keadaan

Lebih terperinci

Agnesia Naathiq H1A Brown Sequard Syndrome

Agnesia Naathiq H1A Brown Sequard Syndrome Agnesia Naathiq H1A012004 Brown Sequard Syndrome Pendahuluan Brown Sequard Syndrome (BSS) merupakan kumpulan gejala yang muncul karena cedera medulla spinalis yang meliputi kelumpuhan atau gangguan neuron

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena penderitanya sebagian besar orang muda, sehat dan produktif (Ropper &

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena penderitanya sebagian besar orang muda, sehat dan produktif (Ropper & BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera kepala merupakan salah satu kasus penyebab kecacatan dan kematian yang cukup tinggi dalam bidang neurologi dan menjadi masalah kesehatan oleh karena penderitanya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Definisi Traktus Spinotalamikus Anterior Traktus Spinotalamikus Lateral Daftar Pustaka

DAFTAR ISI. Definisi Traktus Spinotalamikus Anterior Traktus Spinotalamikus Lateral Daftar Pustaka DAFTAR ISI Definisi 2 Traktus Spinotalamikus Anterior 2 Traktus Spinotalamikus Lateral 4 Daftar Pustaka 8 1 A. Definisi Traktus Spinotalamikus adalah traktus yang menghubungkan antara reseptor tekanan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Kerangka Teoritis II.1.1 Definisi Medula spinalis merupakan satu kumpulan saraf-saraf yang terhubung ke susunan saraf pusat yang berjalan sepanjang kanalis spinalis yang dibentuk

Lebih terperinci

Trauma Lahir. dr. R.A.Neilan Amroisa, M.Kes., Sp.S Tim Modul Tumbuh Kembang FK Unimal 2009

Trauma Lahir. dr. R.A.Neilan Amroisa, M.Kes., Sp.S Tim Modul Tumbuh Kembang FK Unimal 2009 Trauma Lahir dr. R.A.Neilan Amroisa, M.Kes., Sp.S Tim Modul Tumbuh Kembang FK Unimal 2009 Jenis trauma lahir 1. Trauma lahir pada kepala Ekstrakranial Intrakranial 2. Trauma Medulla Spinalis 3. Trauma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi tertinggi menyerang wanita (Hoy, et al., 2007). Di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi tertinggi menyerang wanita (Hoy, et al., 2007). Di Indonesia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyeri leher adalah masalah yang sering dikeluhkan di masyarakat. Prevalensi nyeri leher dalam populasi umum mencapai 23,1% dengan prevalensi tertinggi menyerang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Spondylitis tuberculosis atau yang juga dikenal sebagai Pott s disease

BAB I PENDAHULUAN. Spondylitis tuberculosis atau yang juga dikenal sebagai Pott s disease BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Spondylitis tuberculosis atau yang juga dikenal sebagai Pott s disease merupakan suatu penyakit yang banyak terjadi di seluruh dunia. Terhitung kurang lebih 3 juta

Lebih terperinci

REHABILITASI PADA NYERI PUNGGUNG BAWAH. Oleh: dr. Hamidah Fadhil SpKFR RSU Kab. Tangerang

REHABILITASI PADA NYERI PUNGGUNG BAWAH. Oleh: dr. Hamidah Fadhil SpKFR RSU Kab. Tangerang REHABILITASI PADA NYERI PUNGGUNG BAWAH Oleh: dr. Hamidah Fadhil SpKFR RSU Kab. Tangerang SKDI 2012 : LBP Tingkat kompetensi : 3A Lulusan dokter mampu : Membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan

Lebih terperinci

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan.

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Dislokasi Sendi Panggul Dislokasi sendi panggul banyak ditemukan di Indonesia akibat trauma dan sering dialami oleh anak-anak. Di Negara Eropa, Amerika dan Jepang, jenis dislokasi sendi panggul yang sering

Lebih terperinci

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA Fraktur tibia umumnya dikaitkan dengan fraktur tulang fibula, karena gaya ditransmisikan sepanjang membran interoseus fibula. Kulit dan jaringan subkutan sangat tipis pada bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mortalitas yang tinggi pada penderitanya. Selain sebagai penyebab kematian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mortalitas yang tinggi pada penderitanya. Selain sebagai penyebab kematian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada penderitanya. Selain sebagai penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit

Lebih terperinci

EMG digunakan untuk memastikan diagnosis dan untuk menduga beratnya sindroma kubital. Juga berguna menilai (8,12) :

EMG digunakan untuk memastikan diagnosis dan untuk menduga beratnya sindroma kubital. Juga berguna menilai (8,12) : Sindrom Kanalis Cubitalis (Cubital Tunnel Syndrome) Kesemutan atau baal biasanya terjadi di jari manis. Atau terjadi di wilayah saraf ulnaris. Gejalanya seperti sindrom ulnaris. Baal biasanya terjadi tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung, kelelahan otot, atau karena kondisi-kondisi tertentu seperti

BAB I PENDAHULUAN. langsung, kelelahan otot, atau karena kondisi-kondisi tertentu seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kota-kota di Indonesia telah mencapai tingkat perkembangan kota yang pesat dan cukup tinggi. Kecelakan merupakan salah satu faktor penyebab kematian terbesar

Lebih terperinci

trauma pada flexsus brachialis, fraktur klavikula, dan fraktur humerus

trauma pada flexsus brachialis, fraktur klavikula, dan fraktur humerus Asuhan neonatus, bayi, dan balita trauma pada flexsus brachialis, fraktur klavikula, dan fraktur humerus Oleh: Witri Nofika Rosa (13211388) Dosen Pembimbing Dian Febrida Sari, S.Si.T STIKes MERCUBAKTIJAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya pusat rehabilitasi di Surakarta menuntut pengetahuan lebih

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya pusat rehabilitasi di Surakarta menuntut pengetahuan lebih 1 BAB I PENDAHULUAN Pada tahun 1948 Prof. Dr. Soeharso mendidik tenaga kesehatan dalam rangka kerja besarnya memulihkan korban perang, dibangun Sekolah Perawat Fisioterapi. Semakin berkembangnya pusat

Lebih terperinci

MIELOPATI SISTEM NEUROPSIKIATRI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR Supervisor : Dr. dr. Jumraini Tammasse, Sp.

MIELOPATI SISTEM NEUROPSIKIATRI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR Supervisor : Dr. dr. Jumraini Tammasse, Sp. Bahan Ajar 2 MIELOPATI Supervisor : Dr. dr. Jumraini Tammasse, Sp. S (K) SISTEM NEUROPSIKIATRI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2016 PENDAHULUAN Mielopati istilah u/ menggambarkan setiap

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG A. DEFINISI CKR (Cedera Kepala Ringan) merupakan cedera yang dapat mengakibatkan kerusakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan keadaan dinamis dan dapat ditingkatkan sehingga manusia dapat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan keadaan dinamis dan dapat ditingkatkan sehingga manusia dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Setiap orang mendambakan bebas dari penyakit, baik fisik maupun mental serta terhindar dari kecacatan. Sehat bukan suatu keadaan yang sifatnya statis tapi merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh trauma /ruda paksa atau tenaga fisik yang ditentukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem saraf manusia mempunyai struktur yang kompleks dengan berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem saraf manusia mempunyai struktur yang kompleks dengan berbagai BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sistem saraf manusia mempunyai struktur yang kompleks dengan berbagai fungsi yang berbeda dan saling mempengaruhi. Sistem saraf mengatur kegiatan tubuh yang cepat seperti

Lebih terperinci

Gangguan Neuromuskular

Gangguan Neuromuskular Bab 9 Gangguan Neuromuskular Oleh: Dr. dr. Zairin Noor Helmi, Sp.OT(K)., M.M., FISC. Tujuan Pembelajaran Setelah menyelesaikan bab ini, pembaca/peserta didik diharapkan mampu: mendeskripsikan konsep palsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baru. (Millson, 2008). Sedangkan menurut pendapat Departement of Trade and

BAB I PENDAHULUAN. baru. (Millson, 2008). Sedangkan menurut pendapat Departement of Trade and BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Inovasi adalah perbuatan mengenalkan sesuatu yang baru dengan cara yang baru. (Millson, 2008). Sedangkan menurut pendapat Departement of Trade and Industry,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau perempuan, tua atau muda. Berdasarkan data dilapangan, angka kejadian stroke meningkat secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Trauma merupakan penyebab kematian utama pada kelompok umur dibawah 45 tahun di negara maju dan di negara berkembang. Kepala juga merupakan bagian yang paling sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Brachial Plexus (pleksus brachialis) adalah pleksus saraf somatik yang

BAB I PENDAHULUAN. Brachial Plexus (pleksus brachialis) adalah pleksus saraf somatik yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Brachial Plexus (pleksus brachialis) adalah pleksus saraf somatik yang terbentuk antara ventral rami (akar) dari empat nervus cervical (C5-C8) dan nervus thoracal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Menuju Indonesia Sehat 2010 merupakan program pemerintah dalam mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai macam kondisi yang dapat

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH. Oleh : AJENG PUSPITASARI PUTRI J

KARYA TULIS ILMIAH. Oleh : AJENG PUSPITASARI PUTRI J KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA PARAPLEGI KARENA POST OPERASI BURST FRAKTUR VERTEBRA THORAKAL XII FRANKLE A DI RSO Dr. SOEHARSO SURAKARTA Oleh : AJENG PUSPITASARI PUTRI J10007007 Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Fraktur merupakan kondisi ketika tulang mendapat tekanan yang melebihi kekuatan dari tulang tersebut sehingga menyebabkan terjadinya patah tulang (Atlas of pathophysiology,

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA POST OPERASI FRAKTUR KOMPRESI VERTEBRA THORAKAL XII LUMBAL 1 dengan FRANKLE A

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA POST OPERASI FRAKTUR KOMPRESI VERTEBRA THORAKAL XII LUMBAL 1 dengan FRANKLE A PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA POST OPERASI FRAKTUR KOMPRESI VERTEBRA THORAKAL XII LUMBAL 1 dengan FRANKLE A Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Ahli Madya Fisioterapi Disusun Oleh:

Lebih terperinci

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI PENDAHULUAN Hemotoraks adalah kondisi adanya darah di dalam rongga pleura. Asal darah tersebut dapat dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar. Normalnya, rongga pleura hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bebas dari kecacatan sehingga untuk dapat melakukan aktivitas dalam

BAB I PENDAHULUAN. bebas dari kecacatan sehingga untuk dapat melakukan aktivitas dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan satu hal yang sangat penting dalam kehidupan setiap makhluk Tuhan yang ada di dunia ini terutama manusia. Bagi manusia kesehatan mencakup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. motorik maupun sensoris. Di Amerika sekitar 8000 kasus spinal cord injury (SCI)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. motorik maupun sensoris. Di Amerika sekitar 8000 kasus spinal cord injury (SCI) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Spinal cord injury( SCI) adalah trauma yang menyebabkan kerusakan pada spinal cord sehingga menyebabkan menurunnya atau menghilangnya fungsi motorik maupun sensoris.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usia bersifat irreversibel dan merupakan fenomena fisiologis progressif

BAB I PENDAHULUAN. Usia bersifat irreversibel dan merupakan fenomena fisiologis progressif BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Usia bersifat irreversibel dan merupakan fenomena fisiologis progressif ditandai dengan perubahan degeneratif pada struktur organ, jaringan serta cadangan

Lebih terperinci

Pendahuluan. Cedera kepala penyebab utama morbiditas dan mortalitas Adanya berbagai program pencegahan

Pendahuluan. Cedera kepala penyebab utama morbiditas dan mortalitas Adanya berbagai program pencegahan HEAD INJURY Pendahuluan Cedera kepala penyebab utama morbiditas dan mortalitas Adanya berbagai program pencegahan peralatan keselamatan sabuk pengaman, airbag, penggunaan helm batas kadar alkohol dalam

Lebih terperinci

Wan Rita Mardhiya, S. Ked

Wan Rita Mardhiya, S. Ked Author : Wan Rita Mardhiya, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 0 Files of DrsMed FK UR http://www.yayanakhyar.co.nr PENDAHULUAN Fraktur femur mempunyai pengaruh sosial ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya dan dapat menyebabkan terjadinya disfungsi motorik dan sensorik yang berdampak pada timbulnya

Lebih terperinci

Bio Psikologi. Firman Alamsyah, MA. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Bio Psikologi. Firman Alamsyah, MA. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi Bio Psikologi Modul ke: Fakultas Psikologi SISTEM SENSORI MOTOR 1. Tiga Prinsip Fungsi Sensorimotor 2. Korteks Asosiasi Sensorimotor 3. Korteks Motorik Sekunder 4. Korteks Motorik Primer 5. Serebelum dan

Lebih terperinci

makalah low back pain akibat kerja LOW BACK PAIN ( NYERI PUNGGUNG BAWAH) AKIBAT KERJA

makalah low back pain akibat kerja LOW BACK PAIN ( NYERI PUNGGUNG BAWAH) AKIBAT KERJA makalah low back pain akibat kerja LOW BACK PAIN ( NYERI PUNGGUNG BAWAH) AKIBAT KERJA PENDAHULUAN 1). Latar Belakang Low back pain (LBP) merupakan permasalah yang sering muncul dalam suatu asuhan keperawatan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Vinkristin adalah senyawa kimia golongan alkaloid vinca yang berasal dari

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Vinkristin adalah senyawa kimia golongan alkaloid vinca yang berasal dari 5 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Obat kemoterapi vinkristin Vinkristin adalah senyawa kimia golongan alkaloid vinca yang berasal dari tanaman Vinca Rosea yang memiliki anti kanker yang diberikan secara intravena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Penulisan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Penulisan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penulisan Trauma medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan seringkali oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila cedera itu mengenai daerah

Lebih terperinci

BIOPSIKOLOGI Unita Werdi Rahaeng ANATOMI SISTEM SARAF DAN OTAK

BIOPSIKOLOGI Unita Werdi Rahaeng  ANATOMI SISTEM SARAF DAN OTAK BIOPSIKOLOGI Unita Werdi Rahaeng www.unita.lecture.ub.ac.id ANATOMI SISTEM SARAF DAN OTAK SISTEM SARAF Pusat kontrol seluruh aktivitas tubuh Repon dan adaptasi perubahan yang terjadi di dalam dan di luar

Lebih terperinci

Carpal tunnel syndrome

Carpal tunnel syndrome Carpal tunnel syndrome I. Definisi Carpal tunnel syndrome adalah keadaan nervus medianus tertekan di daerah pergelangan tangan sehingga menimbulkan rasa nyeri, parestesia, dan kelelahan otot tangan. Tempat

Lebih terperinci

Obat Diabetes Ampuh Bagi Neuropati Jenis Tambahan

Obat Diabetes Ampuh Bagi Neuropati Jenis Tambahan Obat Diabetes Ampuh Bagi Neuropati Jenis Tambahan Obat Diabetes Ampuh Bagi Neuropati Jenis Tambahan Jenis-Jenis Neuropati Tambahan Joint Charcot Joint Charcot, atau sering juga disebut arthropathy neuropatik,

Lebih terperinci

Menurut Depkes RI (1995), berdasarkan luas dan garis traktur meliputi:

Menurut Depkes RI (1995), berdasarkan luas dan garis traktur meliputi: DEFINISI Terdapat beberapa pengertian mengenai fraktur, sebagaimana yang dikemukakan para ahli melalui berbagai literature. Menurut FKUI (2000), fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas tulang,

Lebih terperinci

MODUL KEPANITERAAN KLINIK BEDAH

MODUL KEPANITERAAN KLINIK BEDAH MODUL KEPANITERAAN KLINIK BEDAH Topik : Bedah saraf Judul : Cedera Kepala ( 3b) Tujuan pembelajaran Kognitf II. 1. Menjelaskan anatomi kepala 2. Menjelaskan patogenesa cedera kepala 3. Menjelaskan diagnosis

Lebih terperinci

dengan processus spinosus berfungsi sebagai tuas untuk otot-otot dan ligamenligamen

dengan processus spinosus berfungsi sebagai tuas untuk otot-otot dan ligamenligamen 6 ke lateral dan sedikit ke arah posterior dari hubungan lamina dan pedikel dan bersama dengan processus spinosus berfungsi sebagai tuas untuk otot-otot dan ligamenligamen yang menempel kepadanya. Processus

Lebih terperinci

REHABILITASI STROKE FASE AKUT

REHABILITASI STROKE FASE AKUT Instalasi Rehabilitasi Medik RS Stroke Nasional Bukittinggi 2017 Stroke adalah kumpulan gejala kelainan neurologis lokal yang timbul mendadak akibat gangguan peredaran darah di otak yang disebabkan oleh

Lebih terperinci

Genoveva dan Kharunnisa ǀ Diagnosis dan Tatalaksana Trauma Medula Spinalis

Genoveva dan Kharunnisa ǀ Diagnosis dan Tatalaksana Trauma Medula Spinalis Diagnosis dan Tatalaksana Trauma Medula Spinalis Genoveva Maditias Dwi Pertiwi, Kharunnisa Berawi Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung Abstrak Trauma medula spinalis adalah cedera pada tulang belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industrilisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. industrilisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan Negara berkembang dan menuju industrilisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat terutama dalam bidang penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Berdasarkan laporan WHO, kasus baru tuberkulosis di dunia lebih dari 8 juta pertahun. Diperkirakan 20-33% dari penduduk dunia terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rutinitas yang padat dan sangat jarang melakukan aktifitas olahraga akan. penyakit termasuk salah satunya adalah penyakit stroke.

BAB I PENDAHULUAN. rutinitas yang padat dan sangat jarang melakukan aktifitas olahraga akan. penyakit termasuk salah satunya adalah penyakit stroke. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bertambahnya usia, kondisi lingkungan yang tidak sehat, baik karena polusi udara serta pola konsumsi yang serba instan ditambah lagi dengan pola rutinitas yang padat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi sebagai penyanggah berat badan, yang terdiri dari beberapa bagian yakni salah

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi sebagai penyanggah berat badan, yang terdiri dari beberapa bagian yakni salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tubuh manusia dibentuk oleh struktur tulang belakang yang sangat kuat dimana berfungsi sebagai penyanggah berat badan, yang terdiri dari beberapa bagian yakni

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN SEFALGIA

LAPORAN PENDAHULUAN SEFALGIA LAPORAN PENDAHULUAN SEFALGIA A. Definisi Sefalgia adalah rasa nyeri atau rasa tidak mengenakkan pada daerah atas kepala memanjang dari orbital sampai ke daerah belakang kepala (area oksipital dan sebagian

Lebih terperinci

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN CEDERA SERVIKAL MEDULA SPINALIS

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN CEDERA SERVIKAL MEDULA SPINALIS DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN CEDERA SERVIKAL MEDULA SPINALIS Junita Maja P. S. Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado Email: junita.177ps@gmail.com Abstract: Spinal cord

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan peran serta masyarakat untuk lebih aktif. Aktivitas manusia sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan peran serta masyarakat untuk lebih aktif. Aktivitas manusia sangat BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan yang semakin meningkat otomatis disertai dengan peningkatan peran serta masyarakat untuk lebih aktif. Aktivitas manusia sangat erat hubungannya dengan gerak

Lebih terperinci

1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI

1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI 1.1PENGERTIAN NYERI Nyeri merupakan sensasi yang terlokalisasi berupa ketidaknyamanan, kesedihan dan penderitaan yang dihasilkan oleh stimulasi pada akhiran saraf tertentu. Nyeri terjadi sebagai mekanisme

Lebih terperinci

Oleh : RIGI RAMDANI J

Oleh : RIGI RAMDANI J PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI POST OPERASI RELEASE KNEE BILATERAL A/C POLIOMIELITIS DENGAN PEMASANGAN WIRE PADA 1/3 DISTAL FEMUR BILATERAL DI BBRSBD DR. SOEHARSO SURAKARTA Oleh : RIGI RAMDANI J 100 070 021

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab 40% kunjungan pasien berobat jalan terkait gejala. setiap tahunnya. Hasil survei Word Health Organization / WHO

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab 40% kunjungan pasien berobat jalan terkait gejala. setiap tahunnya. Hasil survei Word Health Organization / WHO BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyeri menurut International Association For Study Of Pain / IASP yang dikutuip oleh Kuntono, 2011 adalah suatu pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan

Lebih terperinci

Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal

Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal Penyakit pulpa dan periapikal Kondisi normal Sebuah gigi yang normal bersifat (a) asimptomatik dan menunjukkan (b) respon ringan sampai moderat yang bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara. Dalam pembukaan UUD 1945 tercantum bahwa cita cita bangsa yang

BAB I PENDAHULUAN. negara. Dalam pembukaan UUD 1945 tercantum bahwa cita cita bangsa yang BAB I PENDAHULUAN Pembangunan Nasional merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Dalam pembukaan UUD 1945 tercantum bahwa cita cita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menghambat aktivitas kegiatan sehari-hari, di Jerman persentase

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menghambat aktivitas kegiatan sehari-hari, di Jerman persentase BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Cedera ligamen kolateral medial sendi lutut merupakan salah satu gangguan yang dapat menyebabkan gangguan mobilitas dan fungsional, sehingga menghambat aktivitas

Lebih terperinci

HEMISEKSI MEDULA SPINALIS

HEMISEKSI MEDULA SPINALIS HEMISEKSI MEDULA SPINALIS Author : Yayan A. Israr, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau Arifin Achmad General Hospital of Pekanbaru Pekanbaru, Riau 2008 1 Avaliable in : Files of DrsMed FK UNRI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan tangan terentang. Sebagian besar fraktur tersebut ditangani dalam unit

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan tangan terentang. Sebagian besar fraktur tersebut ditangani dalam unit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur ekstremitas atas cukup sering terjadi, biasanya disebabkan karena jatuh dengan tangan terentang. Sebagian besar fraktur tersebut ditangani dalam unit rawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam menjalankan kehidupan sehari-harinya seorang individu memerlukan interaksi atau dengan kata lain memerlukan suatu hubungan sosial dengan masyarakat disekitarnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami definisi, penyebab, mekanisme dan patofisiologi dari inkontinensia feses pada kehamilan. INKONTINENSIA

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. klinis cedera kepala akibat trauma adalah Glasgow Coma Scale (GCS), skala klinis yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. klinis cedera kepala akibat trauma adalah Glasgow Coma Scale (GCS), skala klinis yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Cedera Kepala Akibat Trauma Cedera kepala umumnya diklasifikasikan atas satu dari tiga sistem utama, yaitu: keparahan klinis, tipe patoanatomi dan mekanisme fisik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara hakikat sebenarnya tidak ada anak cacat melainkan anak berkebutuhan khusus karena anak-anak tersebut sama dengan anak-anak pada umumnya yang memiliki kelebihan

Lebih terperinci

REFERAT SINDROM MILLARD GUBLER

REFERAT SINDROM MILLARD GUBLER REFERAT SINDROM MILLARD GUBLER NAMA PEMBIMBING : Dr. Edi Prasetyo, Sp.S DISUSUN OLEH Adib Wahyudi (1102010005) Andhika Dwianto (1102010019) Arif Gusaseano (1102010033) Dianta Afina (1102010075) Gwendry

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA STATUS GLASSGOW COMA SCALE DENGAN ANGKA LEUKOSIT PADA PASIEN TRAUMA KEPALA YANG DIRAWAT INAP DI RSUD Dr MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA STATUS GLASSGOW COMA SCALE DENGAN ANGKA LEUKOSIT PADA PASIEN TRAUMA KEPALA YANG DIRAWAT INAP DI RSUD Dr MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA STATUS GLASSGOW COMA SCALE DENGAN ANGKA LEUKOSIT PADA PASIEN TRAUMA KEPALA YANG DIRAWAT INAP DI RSUD Dr MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Oleh: ADE SOFIYAN J500050044 Kepada : FAKULTAS

Lebih terperinci

Apakah Anda menderita nyeri. MAKOplasty. pilihan tepat untuk Anda

Apakah Anda menderita nyeri. MAKOplasty. pilihan tepat untuk Anda Apakah Anda menderita nyeri MAKOplasty pilihan tepat untuk Anda Jangan biarkan radang sendi menghambat aktivitas yang Anda cintai. Tingkatan Radang Sendi Patellofemoral compartment (atas) Medial compartment

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. detik seseorang akan terkena stroke. 6 Sementara di Inggris lebih dari. pasien stroke sekitar milyar dolar US per tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. detik seseorang akan terkena stroke. 6 Sementara di Inggris lebih dari. pasien stroke sekitar milyar dolar US per tahun. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Stroke menurut World Health Organization (WHO) 1995 adalah suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinis baik

Lebih terperinci

BAHASAN SEKITARNYA YANG MERUPAKAN DASAR ADANYA GERAK DARI GERAK SISTEM OTOT TULANG TUBUH FUNGSIONAL LOKAL / KESELURUHAN

BAHASAN SEKITARNYA YANG MERUPAKAN DASAR ADANYA GERAK DARI GERAK SISTEM OTOT TULANG TUBUH FUNGSIONAL LOKAL / KESELURUHAN HAMBATAN MOTORIK BAHASAN 1. SISTEM OTOT TULANG, SENDI DAN OTOT SEKITARNYA YANG MERUPAKAN DASAR ADANYA GERAK 2. SISTEM OTOT SARAF : MENGENDALIKAN FUNGSI DARI GERAK SISTEM OTOT TULANG 3. SISTEM OTOT, TULANG,

Lebih terperinci

VENTRICULO PERITONEAL SHUNTING (VPS) : PERBANDINGAN ANTARA VPS TERPANDU LAPAROSKOPI & VPS DENGAN TEKNIK BEDAH TERBUKA KONVENSIONAL

VENTRICULO PERITONEAL SHUNTING (VPS) : PERBANDINGAN ANTARA VPS TERPANDU LAPAROSKOPI & VPS DENGAN TEKNIK BEDAH TERBUKA KONVENSIONAL VENTRICULO PERITONEAL SHUNTING (VPS) : PERBANDINGAN ANTARA VPS TERPANDU LAPAROSKOPI & VPS DENGAN TEKNIK BEDAH TERBUKA KONVENSIONAL Dipresentasikan Oleh : Aji Febriakhano Pembimbing : dr. Hanis S,Sp.BS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas sel tubuh melalui impuls-impuls elektrik. Perjalanan impuls-impuls

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas sel tubuh melalui impuls-impuls elektrik. Perjalanan impuls-impuls BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem persarafan terdiri dari otak, medulla spinalis, dan saraf perifer. Struktur ini bertanggung jawab mengendalikan dan mengordinasikan aktivitas sel tubuh melalui

Lebih terperinci

FRAKTUR VERTEBRA. Oleh: DIAYANTI TENTI LESTARI ANATOMI

FRAKTUR VERTEBRA. Oleh: DIAYANTI TENTI LESTARI ANATOMI Oleh: DIAYANTI TENTI LESTARI FRAKTUR VERTEBRA ANATOMI Vertebra dimulai dari cranium sampai pada apex coccigeus, membentuk skeleton dari leher, punggung dan bagian utama dari skeleton (tulang cranium, costa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang lebih modern masyarakat juga mengalami perubahan dan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang lebih modern masyarakat juga mengalami perubahan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era yang lebih maju dan berkembang disertai dengan peningkatan teknologi yang lebih modern masyarakat juga mengalami perubahan dan perilaku hidup, hal ini mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan sindrom klinis dengan gejala gangguan fungsi otak

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan sindrom klinis dengan gejala gangguan fungsi otak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan sindrom klinis dengan gejala gangguan fungsi otak secara fokal dan atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih dan dapat mengakibatkan kematian atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu gerak yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk beraktivitas

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu gerak yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk beraktivitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu gerak yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk beraktivitas adalah berjalan. Untuk dapat menghasilkan mekanisme pola berjalan yang harmonis, maka kita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat diperlukan untuk pengambilan keputusan klinis, alokasi sumber daya dan

BAB I PENDAHULUAN. sangat diperlukan untuk pengambilan keputusan klinis, alokasi sumber daya dan A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Traumatic Brain Injury (TBI) merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas di kalangan anak muda di seluruh dunia, prediksi hasil saat masuk RS sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modalitas sensorik tetapi adalah suatu pengalaman 1. The

BAB I PENDAHULUAN. modalitas sensorik tetapi adalah suatu pengalaman 1. The BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya Nyeri bukan hanya suatu modalitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. besar. Kecacatan yang ditimbulkan oleh stroke berpengaruh pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN UKDW. besar. Kecacatan yang ditimbulkan oleh stroke berpengaruh pada berbagai aspek BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Stroke merupakan masalah medis yang serius karena dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat, kecacatan dan biaya yang dikeluarkan sangat besar. Kecacatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam mendeteksi secara dini disfungsi tumbuh kembang anak. satunya adalah cerebral palsy. Cerebral palsy menggambarkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam mendeteksi secara dini disfungsi tumbuh kembang anak. satunya adalah cerebral palsy. Cerebral palsy menggambarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan masyarakat merupakan persoalan bersama yang harus menjadi perhatian pemerintah dan masyarakat. Salah satu bagian dari program kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ukurannya semakin besar mulai dari atas ke bawah. Corpus berbentuk jantung, berjumlah 12 buah yang membentuk bagian thoraks.

TINJAUAN PUSTAKA. Ukurannya semakin besar mulai dari atas ke bawah. Corpus berbentuk jantung, berjumlah 12 buah yang membentuk bagian thoraks. TINJAUAN PUSTAKA Anatomi dan Fisiologi Columna vertebralis adalah pilar utamatubuh yang berfungsi melindungi medula spinalis dan menunjang berat kepala serta batang tubuh, yang diteruskannya ke lubanglubang

Lebih terperinci

Nyeri. dr. Samuel Sembiring 1

Nyeri. dr. Samuel Sembiring 1 Nyeri Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang sedang terjadi atau telah terjadi atau yang digambarkan dengan kerusakan jaringan. Rasa sakit (nyeri) merupakan keluhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. traumatik merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan pada anak-anak dan

BAB 1 PENDAHULUAN. traumatik merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan pada anak-anak dan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera kepala traumatik merupakan masalah utama kesehatan dan sosial ekonomi di seluruh dunia (Ghajar, 2000; Cole, 2004). Secara global cedera kepala traumatik merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman, tingkat aktivitas masyarakat Indonesia semakin tinggi. Hal ini disebabkan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah persalinan sectio caesarea. Persalinan sectio caesarea adalah melahirkan janin

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah persalinan sectio caesarea. Persalinan sectio caesarea adalah melahirkan janin 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hampir setiap wanita akan mengalami proses persalinan. Kodratnya wanita dapat melahirkan secara normal yaitu persalinan melalui vagina atau jalan lahir biasa (Siswosuharjo

Lebih terperinci

yang merusak harus dihentikan dengan imobilisasi. Penyembuhan dapat terjadi secara teratur.

yang merusak harus dihentikan dengan imobilisasi. Penyembuhan dapat terjadi secara teratur. Deskripsi asli dari Charcot arthropathy neurogenik pada tahun 1869 terbatas pada pasien dengan sifilis. Sejak saat itu, kondisi selain sifilis telah ditemukan menyebabkan "bersama Charcot." Hingga kini

Lebih terperinci

ALGORITMA PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA RINGAN

ALGORITMA PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA RINGAN PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA ALGORITMA PENATALAKSANAAN CEDERA KEPALA RINGAN Definisi : penderita sadar dan berorientasi (GCS 14-15) Riwayat : Nama, umur, jenis kelamin, ras, pekerjaan Mekanisme cedera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, begitu juga dalam bidang kesehatan. Salah satu Negara kita, yaitu dari

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, begitu juga dalam bidang kesehatan. Salah satu Negara kita, yaitu dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan pembangunan dan teknologi memberikan dampak bagi segala bidang pembangunan, begitu juga dalam bidang kesehatan. Salah satu Negara kita, yaitu dari penyakit

Lebih terperinci

Tinjauan Pustaka. Tanda dan Gejala

Tinjauan Pustaka. Tanda dan Gejala Tinjauan Pustaka A. Pendahuluan Insiden dari metastasi tulang menempati urutan kedua setelah metastase ke paru-paru dan hati. Frekuensi paling sering pada tulang adalah metastase ke kolumna vertebra. Di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. populasi dunia berumur dibawah 45 tahun (Werner & Engelhard, 2007). Penyebab

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. populasi dunia berumur dibawah 45 tahun (Werner & Engelhard, 2007). Penyebab 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera kepala masih menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada populasi dunia berumur dibawah 45 tahun (Werner & Engelhard, 2007). Penyebab terbanyak cedera

Lebih terperinci

SPINAL CORD INJURY ETIOLOGI

SPINAL CORD INJURY ETIOLOGI SPINAL CORD INJURY Spinal Cord Injury adalah suatu disfungsi dari medula spinalis yang mempengaruhi fungsi sensoris dan motoris, sehingga menyebabkan kerusakan pada tractus sensori motor dan percabangan

Lebih terperinci