Deteksi Virus Avian Influenza pada Lingkungan dan Unggas yang Datang di Tempat Penampungan Ayam (TPnA) di DKI Jakarta

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Deteksi Virus Avian Influenza pada Lingkungan dan Unggas yang Datang di Tempat Penampungan Ayam (TPnA) di DKI Jakarta"

Transkripsi

1 Laporan Akhir Deteksi Virus Avian Influenza pada Lingkungan dan Unggas yang Datang di Tempat Penampungan Ayam () di DKI Jakarta 2008 Kerjasama : Wageningen International Departemen Pertanian Republik Indonesia Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta Center for Indonesian Veterinary Analytical Studies

2 Laporan Akhir Deteksi Virus Avian Influenza pada Lingkungan dan Unggas yang Datang di Tempat Penampungan Ayam () di DKI Jakarta 2008 Kerjasama : Wageningen International Departemen Pertanian Republik Indonesia Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta Center for Indonesian Veterinary Analytical Studies

3 Deteksi Virus Avian Influenza pada Lingkungan dan Unggas yang Datang ketempat Penampungan Ayam () di DKI Jakarta LAPORAN AKHIR Judul Penyusun Deteksi Virus Avian Influenza pada Lingkungan dan Unggas yang Datang ke Tempat Penampungan Ayam () di DKI Jakarta Sunandar CIVAS Chaerul Basri Ahli Epidemiologi Veteriner dan Biostatistika, CIVAS Editor/ Kontributor Patrick Hermans Ahli Penyakit Unggas, Wageningen International Ivo Classen Ahli Immunologi dan Virologi, Wageningen International Disetujui oleh Tri Satya Putri Naipospos CIVAS Albertus Teguh Muljono CIVAS Arend Jan Nell Wageningen International

4 Deteksi Virus Avian Influenza pada Lingkungan dan Unggas yang Datang ketempat Penampungan Ayam () di DKI Jakarta RINGKASAN Di Indonesia, kejadian penyakit AI pada manusia sampai dengan bulan September 2008 telah menelan korban jiwa sebanyak 112 orang dari 137 kasus (Komnas FBPI, 2008), dengan Case Fatality Rate 81,2%. Dalam rangka pengendalian penyakit AI, pada tahun 2007 CIVAS bekerjasama dengan Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta dan Wageningen International telah melakukan kegiatan surveilans AI di di lima wilayah DKI Jakarta dan hasilnya menunjukkan bahwa keberadaan virus AI H5 ditemukan di 84,2%. Namun hasil tersebut belum dapat menjelaskan asal sumber virus AI yang terdapat di terinfeksi dan pengaruhnya terhadap pencemaran di lingkungan. Untuk itu dilakukan studi lanjutan di yang bertujuan untuk mendeteksi keberadaan virus AI pada lingkungan dan unggas yang datang ke, mengetahui frekuensi infeksi AI pada unggas yang datang di, mengetahui peternakan atau daerah asal unggas yang terinfeksi AI yang datang ke dan mengetahui tingkat penerapan biosekuriti di dan sistem transportasi unggas. Studi ini dilaksanakan selama 5 bulan mulai dari bulan Juli-Desember 2008 bertempat di 12 yang berada di lima wilayah di DKI Jakarta. Sampel yang diambil yaitu usapan trakea ayam pada setiap batch yang datang dan usapan lingkungan kandang penampungan ayam. Selain pengambilan sampel, juga dilakukan pengumpulan data menggunakan kuesioner dan lembar penilaian biosekuriti. Hasil pemeriksaan usapan trakea ayam menunjukkan adanya virus AI (H5) sebanyak 8 batch (1,38%), rendahnya batch yang terinfeksi dapat disebabkan karena sedikitnya jumlah batch yang datang ke, selain itu diduga karena pelaksaan studi yang dilaksanakan pada musim kemarau. Dari 8 batch yang terinfeksi, 6 diantaranya berada di 11T yang menampung jenis ayam afkir (layer afkir dan parent stock afkir) yang berasal dari peternakan yang berada di Kabupaten Sukabumi. Hasil pemeriksaan usapan lingkungan menunjukkan sebanyak 2,8% tercemar virus AI. Tingginya cemaran AI di lingkungan 11T diduga sangat berkaitan dengan adanya batch yang terinfeksi AI. Karakteristik yaitu sebagian besar lokasinya berada di pemukiman penduduk dengan bangunan dilengkapi dengan pagar, penanganan kotoran ayam dilakukan dengan cara dibuang ke tempat sampah, transportasi yang digunakan dalam proses transportasi ayam menggunakan truk yang dalam pelaksanaannya sebagian besar kendaraan tidak dibersihkan dan desinfeksi ketika masuk ke peternakan. Jenis ayam yang ditampung di yaitu ayam broiler, layer afkir, parent stock afkir, dan ayam jantan. Peternakan daerah asal ayam tersebut terbanyak berasal dari Provinsi Jawa Barat, kemudian diikuti dengan Provinsi Banten, Jawa Tengah, Lampung, Jawa Timur, dan Yogyakarta. Dari hasil penilaian penerapan biosekuriti di dan sistem transportasi sebagian besar dikategorikan buruk Rekomendasi yang diberikan berdasarkan hasil yang ditemukan adalah perlu dilakukan peningkatan pengawasan terhadap unggas-unggas, terutama ayam afkir yang datang dari peternakan di Kabupaten Sukabumi, setiap pengiriman ayam afkir harus disertai dengan uji laboratorium yang menyatakan bebas virus AI, melanjutkan studi selama satu tahun untuk mengetahui pola kejadian AI berdasarkan musim, dan untuk mendapatkan jumlah batch dan asal unggas yang lebih representatif dilakukan dengan menambah jumlah yang mengikuti pelaksanaan studi.

5 Deteksi Virus Avian Influenza pada Lingkungan dan Unggas yang Datang ketempat Penampungan Ayam () di DKI Jakarta UCAPAN TERIMA KASIH Center for Indonesian Analytical Studies (CIVAS) mengucapkan terima kasih kepada Wageningen International atas dukungannya sehingga studi surveilans ini dapat terlaksana; Arend-Jan Nell, koordinator kerjasama pengendalian HPAI Indonesia-Belanda dalam pengendalian HPAI, Ivo Classen (virolog) Annemarie Bouma (epidemiolog), dan Patrick Herman (poultry disease). Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Direktur Kesehatan Hewan, Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Jendral Peternakan, Departemen Pertanian Republik Indonesia, Koordinator UPP-AI, Departemen Pertanian, Kepala Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Provinsi DKI Jakarta dan Kepala Suku Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan di lima wilayah DKI Jakarta dan staf, serta Kepala Balai Kesehatan Hewan dan Ikan, Provinsi DKI Jakarta dan staf atas segala kerja sama, diskusi dan masukannya dalam studi ini. Terima kasih kami ucapkan kepada tim lapangan CIVAS atas disiplin dan kerja kerasnya sehingga kegiatan dapat terlaksana dengan baik. Kami juga menyampaikan terima kasih kepada semua pemilik dan pekerja di Tempat Penampungan Ayam yang telah berpartisipasi dalam studi ini. Semoga hasil dari kegiatan ini berguna bagi peningkatan kesehatan hewan dan kesejahteraan masyakat luas, serta bagi kemajuan bangsa Indonesia.

6 Deteksi Virus Avian Influenza pada Lingkungan dan Unggas yang Datang ketempat Penampungan Ayam () di DKI Jakarta DAFTAR ISI RINGKASAN... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan... 2 II. III. METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penentuan Tempat Penampungan Ayam Sampel Jenis Sampel Penentuan Besaran Sampel Pengambilan Sampel Pemeriksaan Sampel Pengumpulan Data Titik Koordinat Kuesioner Penilaian Biosekuriti Penilaian Biosekuriti Sistem Transportasi Ayam Denah Lokasi Biosafety dan Biosekuriti Definisi Kasus Batch Terinfeksi AI Lingkungan Tercemar AI Analisa Data... 9 HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Pelaksanaan Studi Tempat Penampungan Ayam yang Mengikuti Studi Distribusi Spasial Studi di Provinsi DKI Jakarta Lokasi Studi di Jakarta Pusat Lokasi Studi di Jakarta Timur Lokasi Studi di Jakarta Utara Lokasi Studi di Jakarta Barat Lokasi Studi di Jakarta Selatan Batch Jenis Ayam Daerah Asal Ayam i ii iii v vi vii

7 3.2 Karakteristik Manajemen Pemeliharaan Lokasi Penanganan Kotoran Ayam Sistem Transportasi Ayam Penilaian Biosekuriti dan Transportasi Penilaian Biosekuriti Penilaian Biosekuriti Sistem Transportasi Keberadaan Virus AI H Keberadaan Virus AI H5 pada Batch yang Datang ke Keberadaan Virus AI H5 pada Lingkungan IV. SIMPULAN V. REKOMENDASI DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN iv

8 Deteksi Virus Avian Influenza pada Lingkungan dan Unggas yang Datang ketempat Penampungan Ayam () di DKI Jakarta DAFTAR TABEL Tabel 1. Waktu Pelaksanaan Studi... 3 Tabel 2. yang Terpilih Mengikuti Studi... 3 Tabel 3. Definisi Kategori Penyimpangan pada di Wilayah DKI Jakarta... 5 Tabel 4. Penilaian Tingkat Biosekuriti pada di Wilayah DKI Jakarta... 7 Tabel 5. Definisi Kategori Penyimpangan pada Sistem Transportasi Ayam... 7 Tabel 6. Penilaian Tingkat Biosekuriti pada Sistem Transportasi Ayam... 8 Tabel 7. Batch per Hari di Tabel 8. Batch berdasarkan Jenis Ayam Tabel 9. Daerah atau Peternakan Asal Ayam yang Datang ke Tabel 10. Penilaian Tingkat Biosekuriti di Setiap di Wilayah DKI Jakarta Tabel 11. Jenis Penyimpangan Kondisi Biosekuriti di di Wilayah DKI Jakarta Berdasarkan Kategori Tabel 12. Tingkat Penerapan Biosekuriti Sistem Transportasi yang Diterapkan di setiap Tabel 13. Jenis Penyimpangan Biosekuriti pada Sistem Transportasi Berdasarkan Kategori Tabel 14. Daerah Asal Ayam Positif Pemeriksaan rt-pcr Tabel 15. Lingkungan Tercemar Virus AI... 29

9 Deteksi Virus Avian Influenza pada Lingkungan dan Unggas yang Datang ketempat Penampungan Ayam () di DKI Jakarta DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Distribusi Lokasi di Provinsi DKI Jakarta Gambar 2. Lokasi Studi di Jakarta Pusat Gambar 3. Lokasi Studi di Jakarta Timur Gambar 4. Lokasi Studi di Jakarta Utara Gambar 5. Lokasi Studi di Jakarta Barat Gambar 6. Lokasi Studi di Jakarta Selatan Gambar 7. Batch yang Datang di Gambar 8. Persentase Penerimaan Batch di di Setiap Wilayah Gambar 9. Persentase Penerimaan Batch per Hari Gambar 10. Persentase Batch Berdasarkan Jenis Ayam Gambar 11. Persentase Provinsi Asal Ayam yang Datang ke Gambar 12. Persentase Berdasarkan Jarak dari Pemukiman Gambar 13. Persentase yang Memiliki Pagar Gambar 14. Persentase Berdasarkan Penanganan Kotoran Ayam Gambar 15. Persentase Penanganan Terhadap Kendaraan yang Masuk ke Peternakan Gambar 16. Persentase Tingkat Penerapan Biosekuriti pada di Wilayah DKI Jakarta Gambar 17 Persentase Tingkat Penerapan Biosekuriti pada Sistem Transportasi Ayam di Gambar 18. Prevalensi Viral Batch Gambar 19. Prevalensi Viral Lingkungan... 29

10 Deteksi Virus Avian Influenza pada Lingkungan dan Unggas yang Datang ketempat Penampungan Ayam () di DKI Jakarta DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Pelaksanan Studi Lampiran 2. Data Tempat Penampungan Ayam Lampiran 3. Form Checklist Biosekuriti Lampiran 4. Lampiran 5. Form Kuesioner Tempat Penampungan Ayam () dan Transportasi di DKI Jakarta Rekapitulasi Kuesioner Tempat Penampungan Ayam () dan Transportasi di DKI Jakarta Lampiran 6. Form Checklist Biosekuriti Alat Transportasi... 81

11 Deteksi Virus Avian Influenza pada Lingkungan dan Unggas yang Datang ketempat Penampungan Ayam () di DKI Jakarta I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Avian Influenza (AI) atau lebih dikenal flu burung telah menjadi perhatian masyarakat dunia akhir-akhir ini. Penyakit ini telah bersifat panzootik yang dimulai dari benua Asia hingga ke benua Afrika, Eropa bahkan Australia. Pada tahun 1997 di Hongkong virus avian influenza tipe A pertama kali diketahui dapat menginfeksi manusia. Hal ini menjadi sangat penting karena virus AI yang sebelumnya diketahui tidak dapat menginfeksi manusia terbukti dapat ditransmisikan dari hewan ke manusia (zoonotic disease). Kejadian tersebut menyebabkan 18 orang terinfeksi AI dan 6 diantaranya meninggal dunia (Anonim, 2008a). Pada tahun 2003, kasus AI pada manusia kembali ditemukan di Hongkong dan sumber penularannya diduga juga berasal dari unggas. Dari kasus-kasus penyakit tersebut, maka diketahui bahwa kasus AI pada manusia sangat erat kaitannya dengan kasus AI pada ayam atau unggas (Anonim, 2008b). Di Indonesia, sampai dengan bulan September 2008, kasus AI pada manusia telah menelan korban jiwa sebanyak 112 orang dari 137 kasus (Komnas FBPI, 2008). ini menjadikan Indonesia sebagai negara dengan jumlah kematian tertinggi di dunia dengan Case Fatality Rate (CFR) 81,2%. DKI Jakarta sendiri sebagai Ibukota Negara Indonesia yang mempunyai jumlah penduduk 7,5 juta jiwa (Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Propinsi DKI Jakarta, 2008) merupakan kota yang padat penduduk dengan kebutuhan konsumsi daging unggas yang sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari jumlah ayam yang masuk ke DKI Jakarta sebanyak 400 ribu ekor ayam setiap hari (Anonim 2008c). Sebagian dari unggas-unggas tersebut masuk ke DKI Jakarta dalam bentuk hidup. Unggas hidup tersebut ditampung di tempat penampungan ayam () yang tersebar di seluruh DKI Jakarta sebelum akhirnya dijual kepada konsumen baik dalam bentuk hidup maupun karkas melalui pasar-pasar di ibukota. Berdasarkan kondisi diatas dan mengacu pada studi WHO tahun 2005 yang menyatakan bahwa pasar unggas hidup dan tempat penampungan ayam mempunyai peran yang penting dalam proses transmisi penyakit AI ke manusia (WHO, 2005). Pada tahun 2007, CIVAS bekerjasama dengan Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta dan Wageningen International telah melakukan kegiatan surveilans AI di tempat penampungan ayam di lima wilayah DKI Jakarta dan hasilnya menunjukkan bahwa keberadaan virus AI H5 ditemukan di 84,2% kegiatan surveilans (CIVAS, 2007). Hasil kegiatan surveilans tersebut belum dapat menjelaskan asal sumber virus AI yang terdapat di terinfeksi dan pengaruhnya terhadap pencemaran di lingkungan. Untuk membuktikan hal tersebut diatas, maka perlu dilaksanakan studi lanjutan di untuk mendeteksi keberadaan virus AI pada unggas yang datang, mengetahui frekuensi kedatangan unggas yang terinfeksi AI dan menelusuri peternakan asal unggas tersebut, serta pencemarannya terhadap lingkungan di.

12 1.2. Tujuan Studi ini bertujuan untuk: (1) mendeteksi keberadaan virus AI pada lingkungan dan unggas yang datang ke, (2) mengetahui frekuensi infeksi AI pada unggas yang datang di, (3) mengetahui peternakan/daerah asal unggas yang terinfeksi AI yang datang ke dan (4) mengetahui tingkat penerapan biosekuriti di dan sistem transportasi unggas Keluaran Keluaran yang ingin dicapai dalam studi ini yaitu: (1) data keberadaan virus AI pada lingkungan dan unggas yang datang ke, (2) data frekuensi infeksi AI pada unggas yang datang di, (3) data peternakan/daerah asal unggas yang terinfeksi AI yang datang ke dan (4) data tingkat penerapan biosekuriti di dan sistem transportasi unggas Manfaat Hasil yang diperoleh dari studi ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai keberadaan virus AI di lingkungan dan unggas yang datang ke, frekuensi infeksi AI pada unggas yang datang ke, daerah asal unggas terinfeksi AI, dan tingkat penerapan biosekuriti di dan sistem transportasi unggas. Selain itu juga, hasil yang diperoleh dari studi ini dapat dijadikan sebagai dasar dalam pengambilan kebijakan dalam upaya pengendalian dan pemberantasan penyakit AI di Provinsi DKI Jakarta pada khususnya dan di Indonesia pada umumnya. 2

13 Deteksi Virus Avian Influenza pada Lingkungan dan Unggas yang Datang ketempat Penampungan Ayam () di DKI Jakarta II. METODE 2.1. Waktu dan Tempat Studi ini dilaksanakan selama lima bulan, mulai dari bulan Juli sampai November Pelaksanaan studi ini dibagi dalam tiga periode yaitu periode pertama pada bulan Juli Agustus, hasil dari periode ini dilakukan evaluasi dan penyesuaian studi. Selanjutnya studi dilanjutkan dengan periode kedua pada bulan September, setelah periode ini tidak ada aktifitas pengambilan sampel karena bertepatan dengan hari raya Idul Fitri sehingga tidak melakukan aktifitasnya seperti biasa. Setelah itu dilanjutkan dengan periode ketiga pada bulan Oktober November. Waktu pelaksaan studi dapat dilihat pada Tabel 1. Studi ini dilaksanakan di tempat penampungan ayam () yang tersebar di lima wilayah Provinsi DKI Jakarta (Jakarta Pusat, Timur, Utara, Selatan, dan Barat). Tabel 1. Waktu Pelaksanaan Studi No. Periode Waktu Pelaksanaan 1 Pertama Juli Agustus Kedua September Ketiga Oktober November Penentuan Tempat Penampungan Ayam Studi ini dilaksanakan di 12 di lima wilayah di DKI Jakarta. Pemilihan 12 dipilih dari 40 yang mengikuti kegiatan surveilans sebelumnya. Ke-12 ini terdiri dari 10 yang dikategorikan terinfeksi AI dan 2 tidak terinfeksi AI dari hasil pengujian rt-pcr. Pemilihan 12 ini berdasarkan kriteria, yaitu: (1) sumber ayam yang dikirim ke minimal berasal dari 3 daerah (2) memasok ayam minimal 3 kali pengiriman setiap hari (3) dapat bekerjasama dengan baik (4) diutamakan yang menampung ayam lebih dari satu tipe. Berdasarkan kriteria tersebut, yang dipilih dalam studi ini dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. yang Terpilih Mengikuti Studi No. Wilayah Kode Kategori 1 01T Terinfeksi Jakarta Pusat 2 08T Terinfeksi 3 11T Terinfeksi Jakarta Timur 4 17T Terinfeksi 5 18T Terinfeksi Jakarta Utara 6 21T Terinfeksi 7 26T Terinfeksi 8 Jakarta Barat 30T Tidak terinfeksi 9 32T Terinfeksi 10 33T Terinfeksi 11 Jakarta Selatan 36T Tidak terinfeksi 12 39T Terinfeksi

14 2.3. Sampel Jenis Sampel Jenis sampel yang diambil dalam studi ini terdiri dari usapan trakea ayam yang baru datang ke dan sampel lingkungan (feses/manur) Penentuan Besaran Sampel Besaran sampel usapan trakea ditentukan berdasarkan kalkulasi menggunakan formula Canon dan Roe (2001) dengan selang kepercayaan 95%, populasi ayam yang masuk ke 2000 ekor, sensitifitas alat diagnostik 90% (rt-pcr), dan prevalensi harapan 25%. Berdasarkan kalkulasi tersebut, diperoleh besaran sampel sebanyak 10 sampel usapan. sampel lingkungan ditentukan dari pengambilan sampel lingkungan yang dilakukan setiap minggu (1 x seminggu) selama 12 minggu Pengambilan Sampel Pengambilan sampel usapan trakea di dilakukan tiga hari dalam seminggu selama 12 minggu. Sampel usapan trakea diambil dari ayam di setiap batch yang datang. Batch diartikan sebagai pengiriman ayam yang berasal dari satu peternakan pada hari yang sama di satu. Prioritas sampel adalah sampel yang diambil dari ayam mati dan sakit sebanyak 10 ayam per batch. Jika tidak ditemukan ayam mati atau sakit, maka sampel diambil dari ayam sehat secara acak pada setiap batch yang datang. maksimal pengambilan sampel usapan trakea adalah 10 batch per hari. Pengambilan sampel lingkungan dilakukan seminggu satu kali selama 12 minggu. Sampel lingkungan diambil dari lima titik yang berbeda di dalam kandang penampungan di. Pengambilan sampel lingkungan dilakukan dengan cara berjalan di dalam area kandang penampungan ayam di dengan menggunakan sepatu boot yang dilapisi plastik penutup sepatu. Kotoran yang menempel pada plastik tersebut diambil dengan cara mengusap menggunakan cotton swab. Pengambilan sampel dilakukan oleh enam tim dimana setiap tim terdiri dari dua orang petugas CIVAS dan dibantu oleh satu orang staf Sudin Peternakan di lima wilayah DKI Jakarta. Setiap tim bertanggungjawab melakukan pengambilan sampel di dua lokasi, dengan pembagian jadwal tiga hari pengambilan sampel di yang pertama dan tiga hari berikutnya di yang kedua Pemeriksaan Sampel Pemeriksaan sampel usapan trakea dan lingkungan dilakukan di Balai Kesehatan Hewan dan Ikan (BKHI), Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta. Setiap lima sampel usapan trakea dan lingkungan akan disatukan (pool) di laboratorium saat pengujian. Sampel usapan trakea dan lingkungan diuji terhadap keberadaan antigen virus AI H5 dengan teknik reverse transcriptase polymerase chain reaction (rt-pcr). Jika ditemukan pool sampel yang positif, maka akan dilanjutkan dengan pemeriksaan sampel individu Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan selama studi ini meliputi titik koordinat, kuesioner dan lembar penilaian (assessment checklist), dan denah lokasi. 4

15 Titik Koordinat Pemetaan berdasarkan koordinat global positioning system (GPS coordinate) dilakukan untuk menentukan lokasi secara detail dan jelas. Hal ini akan dilakukan oleh enumerator yang telah dilatih bersama dengan staf dari Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta Kuesioner Kuesioner disusun untuk menjaring data mengenai karakteristik, sistem transportasi ayam dari peternakan ke, sumber dan jenis ayam yang ditampung, penanganan ayam di, penanganan limbah, dan sanitasi. Responden dalam studi ini terdiri dari pemilik atau penanggung jawab dan supir Penilaian Biosekuriti Penilaian tingkat penerapan biosekuriti di dilakukan dengan menggunakan lembar penilaian (assessment checklist). Penerapan biosekuriti yang diamati dalam kegiatan studi ini meliputi penilaian terhadap ada tidaknya penyimpangan-penyimpangan terhadap aspek biosekuriti yang meliputi 1) Lokasi; 2) Bangunan; 3) Higiene dan Sanitasi, dan 4) Manajemen Penampungan. Berdasarkan tingkat risikonya terhadap penyebaran AI di, maka penyimpangan terhadap aspek penerapan biosekuriti yang dinilai dikategorikan menjadi penyimpangan minor, mayor, serius dan kritis. Definisi operasional untuk masing-masing kategori disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Definisi Kategori Penyimpangan pada di Wilayah DKI Jakarta Kategori Penyimpangan Minor Mayor Definisi Penyimpangan yang tidak berpengaruh langsung terhadap ayam yang dijual dan mempunyai risiko yang relatif kecil terhadap penyebaran virus AI Penyimpangan yang tidak berpengaruh langsung terhadap ayam yang dijual dan mempunyai risiko yang cukup besar terhadap penyebaran virus AI Jenis Penyimpangan 1. berada tidak jauh dari pemukiman padat penduduk 2. Tidak tersedia fasilitas toilet yang memadai 3. Tidak memiliki incinerator 4. Tidak melakukan penyemprotan disekitar lingkungan 5. Lingkungan disekitar tidak bersih 6. Pengunjung tidak melakukan desinfeksi saat masuk 7. Pengunung tidak melakukan desinfeksi saat keluar 8. Tidak memiliki tempat sampah yang tertutup dan memadai 1. Tidak memiliki tempat khusus untuk membersihkan dan desinfeksi peralatan dan kendaraan 2. Tidak terdapat Tempat pembuangan limbah sementara sebelum di keluarkan dari 3. Drainase tidak lancar 4. Tidak melakukan desinfeksi kendaraan saat keluar 5. Tidak ada pembatasan akses masuk ke kompleks 6. Tidak melakukan istirahat kandang minimal dua minggu sekal 5

16 Kategori Penyimpangan Mayor Serius Kritis Definisi Penyimpangan yang tidak berpengaruh langsung terhadap ayam yang dijual dan mempunyai risiko yang cukup besar terhadap penyebaran virus AI Penyimpangan yang berpengaruh langsung terhadap ayam yang dijual dan mempunyai risiko yang besar terhadap penyebaran virus AI Penyimpangan yang berpengaruh langsung terhadap ayam yang dijual dan mempunyai risiko yang sangat besar terhadap penyebaran virus AI Jenis Penyimpangan 7. Tidak ada kontrol hama (rodensia, kucing, serangga, anjing, dsb) 8. Tidak membersihkan dan melakukan disinfeksi secara menyeluruh kandang secara rutin (lebih dari sebulan) 9. Ayam mati tidak dikubur atau dibakar 1. Dominan bahan bangunan tidak terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan dan desinfeksi 2. Bangunan tidak dilengkapi fasilitas desinfeksi untuk keluar masuk kendaraan dan orang 3. Tidak terdapat fasilitas cuci tangan 4. Bahan keranjang yang digunakan tidak terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan dan didesinfeksi 5. Tidak melakukan desinfeksi kendaraan saat masuk 6. Tempat pakan tidak terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan dan didesinfeksi 7. Tempat minum tidak terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan dan desinfeksi 8. Pekerja yang kontak dengan unggas tidak dalam kondisi sehat 9. Pekerja yang kontak dengan unggas tidak menjaga kebersihan diri 10. Pekerja tidak menggunakan alat pelindung diri (minimal menggunakan masker dan sepatu boot) 11. Pekerja tidak berperilaku higienis pada saat bekerja 12. Tidak menggunaakan sistem first in first out 13. Ayam yang ditampung di lebih dari 1 hari 14. Tidak membuang kotoran kandang (manur, feces, dsb) secara rutin (lebih dari seminggu) 1. Bangunan tidak memiliki pagar yang dapat mencegah keluar masuknya orang/hewan 2. Tidak tersedia air bersih yang cukup 3. Tidak memiliki kandang isolasi yang terpisah dengan ayam sehat 4. Ayam yang baru masuk tidak diperiksa kesehatannya 5. Ayam yang sakit/mati tidak langsung dipisahkan dengan ayam sehat 6. Tidak melakukan pemisahan antar spesies unggas Tidak dilakukan pemisahan ayam baru datang dan ayam lama 6

17 Berdasarkan jenis dan banyaknya penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan di, maka penilaian tingkat penerapan biosekuriti pada setiap dikategorikan menjadi tiga tingkatan yaitu baik, sedang, dan buruk sebagaimana diuraikan pada Tabel 4. Tabel 4. Penilaian Tingkat Biosekuriti pada di Wilayah DKI Jakarta Tingkat Penyimpangan Biosekuriti Minor Mayor Serius Kritis Baik Sedang Buruk Penilaian Biosekuriti Sistem Transportasi Ayam Biosekuriti sistem transortasi ayam juga diamati dalam studi. Penilaian penerapan sistem biosekuriti pada alat transportasi dimaksudkan untuk menilai kondisi biosekuriti dalam proses pengangkutan ayam dari peternakan ke di Wilayah DKI Jakarta. Penerapan biosekuriti yang diamati dalam studi ini meliputi penilaian ada tidaknya penyimpangan-penyimpangan terhadap aspek kendaraan yang digunakan dan higiene dan sanitasi (kendaraan, peralatan, higiene personal) selama proses transportasi ayam. Berdasarkan tingkat risiko dalam penyebaran AI selama proses transportasi, maka penyimpangan yang dilakukan dikategorkan menjadi penyimpangan minor, mayor, serius, dan kritis. Definisi kategori penyimpangan secara rinci dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Definisi Kategori Penyimpangan pada Sistem Transportasi Ayam Kategori Penyimpangan Minor Mayor Serius Definisi Penyimpangan yang tidak berpengaruh langsung terhadap ayam yang dijual dan mempunyai risiko yang relatif kecil terhadap penyebaran virus AI Penyimpangan yang tidak berpengaruh langsung terhadap ayam yang dijual dan mempunyai risiko yang cukup besar terhadap penyebaran virus AI Penyimpangan yang berpengaruh langsung terhadap ayam yang dijual dan mempunyai risiko yang besar terhadap penyebaran virus AI Jenis Penyimpangan 1. Kendaraan yang digunakan tidak khusus mengangkut ayam 2. Kendaraan yang mengangkut ayam dari peternakan tidak langsung ke (mampir di jalan) 3. Menggunakan alat pelindung diri (APD) saat kontak dengan ayam 1. Tidak melakukan desinfeksi kendaraan saat masuk 2. Setiap pengiriman ayam tidak dilengkapi dengan SKKH 3. Tidak mendesinfeksi kendaraan setiap selesai mengangkut ayam 4. Tidak mendesinfeksi keranjang setiap selesai mengangkut ayam 1. Kendaraan yang mengangkut ayam berasal lebih dari satu peternakan 2. Bahan keranjang yang digunakan tidak terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan 3. Tidak membersihkan kendaraan setiap selesai mengangkut ayam 4. Tidak membersihkan keranjang setiap selesai mengangkut ayam 7

18 Kategori Penyimpangan Kritis Definisi Penyimpangan yang berpengaruh langsung terhadap ayam yang dijual dan mempunyai risiko yang sangat besar terhadap penyebaran virus AI Jenis Penyimpangan 1. Mengangkut lebih dari satu spesies ayam dalam satu batch 2. Tidak melakukan desinfeksi kendaraan saat keluar Berdasarkan jenis dan banyaknya penyimpangan yang dilakukan pada sistem transportasi, maka dapat dilakukan penilaian tingkat penerapan biosekuriti pada setiap sistem transportasi dengan kategori tingkat biosekuriti baik, sedang dan buruk seperti pada Tabel 6. Tabel 6. Penilaian Tingkat Biosekuriti pada Sistem Transportasi Ayam Tingkat Penyimpangan Biosekuriti Minor Mayor Serius Kritis Baik Sedang Buruk >1 >3 >3 > Denah Lokasi Denah lokasi yang dibuat menerangkan tentang tempat masuk, tempat penurunan ayam (unloading), kandang ayam, partisi, tempat pemotongan, tempat penjualan, kantor, tempat pembuangan limbah dan tempat disposal dan situasi di sekitar Biosafety dan Biosekuriti Praktek biosafety dan biosekuriti dipraktekkan dalam rangka mencegah penyebaran virus AI antar dan untuk mencegah terjadinya infeksi terhadap manusia khususnya untuk staf pengambil sampel. Prosedur operasional standar (SOP) dibuat untuk membuat standarisasi monitoring dan pengambilan sampel. Prosedur operasional standar (SOP) terdiri dari SOP memasuki, SOP pengambilan sampel usapan trakea, SOP pelabelan sampel, SOP keluar, SOP memasuki POS, SOP penerimaan sampel dan SOP pengiriman sampel. Praktek Biosafety untuk staf monitoring dan pengambil sampel dilakukan dengan cara menggunakan peralatan perlindungan diri (APD), vaksinasi terhadap influenza, serta sanitasi dan desinfeksi pada setiap peralatan dan kendaraan yang digunakan oleh staf monitoring dan pengambil sampel Definisi Opersional Batch Terinfeksi AI Batch terinfeksi AI adalah jika sedikitnya satu dari semua sampel yang diuji dari batch tersebut menunjukkan hasil positif rt-pcr terhadap H5. Sedangkan batch tidak terinfeksi AI adalah jika semua sampel yang diuji dari batch tersebut menunjukkan hasil negatif rt-pcr terhadap H Lingkungan Tercemar AI Lingkungan tercemar AI adalah jika sedikitnya satu dari semua sampel yang diuji dari lingkungan tersebut menunjukkan hasil positif rt-pcr terhadap H5. Sedangkan lingkungan tidak tercemar AI adalah jika semua 8

19 sampel yang diuji dari lingkungan tersebut menunjukkan hasil negatif rt- PCR terhadap H Analisa Data Data yang dijaring dengan kuesioner dan penilaian biosekuriti melalui checklist biosekuriti, serta hasil pengujian laboratorium dianalisis secara deskriptif. 9

20 Deteksi Virus Avian Influenza pada Lingkungan dan Unggas yang Datang ketempat Penampungan Ayam () di DKI Jakarta III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Pelaksanaan Studi Tempat Penampungan Ayam yang Mengikuti Studi Tempat Penampungan Ayam () yang ikut dalam pelaksanaan studi berjumlah 12 yang telah dipilih berdasarkan kreteria pemilihan studi. Pada periode I studi dilaksanakan di yang telah ditentukan, kemudian pada periode II terjadi perubahan yaitu dari dengan kode 32T (Jakarta Barat) digantikan dengan dengan kode 25T (Jakarta Barat). Perubahan ini terjadi karena 32T berpindah lokasi ke KabupatenTangerang. Pemilihan 25T sebagai pengganti 32T dipilih berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan dan telah dikoordinasikan dengan staf dinas dari wilayah tersebut. Pada periode III sampai akhir studi tidak terjadi perubahan lokasi Distribusi Spasial Studi di Provinsi DKI Jakarta Distribusi lokasi ke-12 yang mengikuti studi di lima wilayah DKI Jakarta dipetakan berdasarkan titik koordinat GPS. Distribusi tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 dibawah ini. Gambar 1. Distribusi Lokasi di Provinsi DKI Jakarta

21 Lokasi Studi di Jakarta Pusat Terdapat dua yang terlibat dalam studi di wilayah Jakarta Pusat yaitu dengan kode 01T dan 08T. Pada studi sebelumnya kedua tersebut dikategorikan sebagai terinfeksi virus AI dari hasil pengujian rt-pcr. Lokasi yang mengikuti studi di Jakarta Pusat dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Lokasi Studi di Jakarta Pusat 11

22 Lokasi Studi di Jakarta Timur yang berada di Jakarta Timur yang mengikuti studi sebanyak dua yaitu 11T dan 17T, kedua tersebut dikategorikan terinfeksi virus AI dari hasil pengujian rt-pcr pada studi sebelumnya. Lokasi yang mengikuti studi di Jakarta Timur dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Lokasi Studi di Jakarta Timur 12

23 Lokasi Studi di Jakarta Utara yang mengikuti studi di Jakarta Utara yaitu 18T dan 21T yang pada studi sebelumnya dikategorikan sebagai terinfeksi virus AI dari hasil pengujian rt- PCR. Lokasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4. Lokasi Studi di Jakarta Utara 13

24 Lokasi Studi di Jakarta Barat yang mengikuti studi di Jakarta Barat sebanyak tiga yang terdiri dari dua kategori yaitu dengan kode 26T dan 25T/32T dikategorikan sebagai terinfeksi virus AI dan kode 30T dikategorikan tidak terinfeksi virus AI dari hasil pengujian rt-pcr pada studi sebelumnya. Tiga lokasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Lokasi Studi di Jakarta Barat 14

25 Lokasi Studi di Jakarta Selatan Studi yang dilaksanakan di Jakarta Selatan juga terdiri dari tiga dengan dua kategori yaitu yang dikategorikan sebagai terinfeksi virus AI dengan kode 33T dan 39T dan dikategorikan sebagai tidak terinfeksi virus AI dengan kode 36T dari hasil pengujian rt-pcr pada studi sebelumnya. Lokasi studi di wilayah Jakarta Selatan dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6. Lokasi Studi di Jakarta Selatan 15

26 Batch batch yang datang ke selama pelaksanaan studi sebanyak 581 batch dengan jumlah kedatangan bervariasi setiap bulannya. batch terbanyak berada pada periode II sebanyak 220 batch, kemudian pada periode I sebanyak 182 batch, dan paling sedikit pada periode III yaitu 179 batch. batch yang datang ke selama studi dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7. Batch yang Datang di Banyaknya batch yang datang ke tersebar di lima wilayah DKI Jakarta. yang berada di Jakarta Selatan merupakan wilayah dengan jumlah kedatangan batch terbanyak yaitu sebanyak 153 (26,33%), diikuti Jakarta Timur 122 batch (21,00%), Jakarta Barat 120 batch (20,65%), Jakarta Pusat 96 batch (16,52%), dan penerimaan batch paling sedikit berada di Jakarta Utara yaitu 90 (15,49%). Persentase batch yang datang ke di Tiap wilayah dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8. Persentase Penerimaan Batch di di Setiap Wilayah Berdasarkan banyaknya penerimaan batch tiap hari di, dapat dilihat bahwa batch yang datang berkisar antara satu sampai lima batch per hari. Dari banyaknya batch yang datang, sebagian besar hanya menerima satu batch per hari yaitu sebanyak 306 (71,83%) batch, sedangkan penerimaan dua batch per hari sebanyak 91 (21,36%), penerimaan tiga batch per hari sebanyak 23 (5,87%), penerimaan empat batch per hari sebanyak 3 (0,70%) dan penerimaan lima batch per hari sebanyak 1 (0,23%). Persentase penerimaan batch per hari selama studi dapat dilihat pada Gambar 9. 16

27 Gambar 9. Persentase Penerimaan Batch per Hari Walaupun sebagian besar hanya menerima satu batch per hari, ada beberapa yang menerima lebih dari satu batch per hari. Perbedaan jumlah penerimaan batch di tiap dapat disebabkan karena sumber pemasok, pasar dan kunsumen yang berbeda di tiap. dengan jumlah kedatangan batch pernah mencapi 5 batch per hari yaitu di 17T dan kedatangan 4 batch per hari di 33T. Dari total kedatangan batch ke, 3 dengan jumlah kedatangan terbanyak berturu-turut berada di 17T, 33T, 08T. Sedangkan jumlah kedatangan paling sedikit berada di 32T, 25T dan 30T. kedatangan batch per hari di secara lengkap dapat dilihat pada Tabel berikut. Tabel 7. Batch per Hari di Total 01T T T T T T T T T T T T T Total Secara umum, jumlah batch yang datang ke sangat rendah dari studi yang direncanakan. Rendahnya batch yang datang ke pada saat pelaksanaan studi disebabkan oleh berkurangnya pasokan ayam dari para peternak. Hal ini disebabkan karena pada waktu yang bersamaan harga DOC dan pakan tinggi, sehingga banyak peternak yang tidak berproduksi Jenis Ayam Jenis ayam yang datang ke selama studi yaitu ayam broiler sebanyak 347 batch ( 59,72 %), layer afkir sebanyak 119 (20,48 %), parent stock afkir sebanyak 55 batch (10,33%), dan ayam jantan sebanyak 60 batch (9,47%). Jenis ayam dan persentasenya selama pelaksanaan studi secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 3 dan Gambar

28 Gambar 10. Persentase Batch Berdasarkan Jenis Ayam Berdasarkan jenis ayam yang di tampung di, maka dapat kategorikan menjadi dua yaitu yang menampung satu jenis ayam dan lebih dari satu jenis ayam. batch yang datang ke berdasarkan jenis ayam yang di tampung dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Batch Berdasarkan Jenis Ayam Broiler Layer Afkir Parent Stock Afkir Ayam Jantan Total 01T T T T T T T T T T T T T Total Daerah Asal Ayam Selama pelaksanaan studi, ayam yang datang ke sebagian besar berasal dari Provinsi Jawa Barat sebanyak 390 batch (67,13%), kemudian diikuti provinsi Banten 135 batch (23,24%), Jawa Tengah 42 batch (7,23%), Lampung 9 batch (1,55%), Jawa Timur 3 batch (0,52%), dan Yogyakarta 2 batch (0,34%) seperti terlihat pada Gambar

29 Gambar 11. Persentase Provinsi Asal Ayam yang Datang ke Berdasarkan kabupaten daerah atau peternakan asal ayam yang datang ke secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Daerah atau Peternakan Asal Ayam yang Datang ke No Provinsi Kabupaten Persentase 1 Jawa Barat 1. Bogor (N=390) 2. Sukabumi Cianjur Bekasi Ciamis Subang Bandung Karawang Cirebon Kuningan Purwakarta Tasikmalaya Banten (N=135) 3 Jawa Tengah (N=42) 13. Indramayu Tangerang Serang Pandeglang Cilegon Rangkasbitung Tegal Purbalingga Solo Banjarnegara Banyumas Boyolali Kendal Magelang Semarang Lampung 1. Lampung Selatan (N=9) 5 Jawa Timur 1. Malang (N=3) 2. Surabaya DI Yogyakarta (N=2) 1. Gunung Kidul

30 3.2. Karakteristik dan Transportasi Ayam Karakteristik yang diamati dalam studi ini terdiri dari manajemen pemeliharan yang dilakukan di dan sistem transportasi ayam yang dilakukan dari peternakan ke Manajemen Pemeliharaan Karakteristik manajemen pemeliharaan yang dilakukan di sangat penting untuk menjamin tersebut baik dan tidak mengganggu lingkungan sekitar ataupun menyebarkan penyakit. Dalam studi ini karakteristik manajemen pemeliharaan yang diamati meliputi jarak dari pemukiman, penanganan kotoran ayam, frekuensi dan cara penanganan kotoran ayam yang dilakukan di Lokasi Jarak dari pemukiman merupakan faktor penting dalam penularan penyakit dari ke lingkungan pemukiman. Lokasi yang dekat dengan pemukiman dengan sistem manajemen yang kurang baik akan meningkatkan faktor risiko dalam penyebaran penyakit. Dari hasil studi terlihat bahwa lokasi yang berjarak kurang dari 5m dari pemukiman sebanyak 7 (53,85%), sebanyak 5 (38,46%) berjarak 5-10 m dari pemukiman, dan sebanyak 1 (7,69%) yang berjarak m (Gambar 12). Gambar 12. Persentase Berdasarkan Jarak dari Pemukiman Dari hasil diatas dapat dilihat bahwa lokasi tempat studi di wilayah DKI Jakarta semua berada di pemukiman penduduk. Melihat hal ini maka penerapan manajemen dan biosekuriti harus diperhatikan dengan baik untuk menghindari penularan penyakit ke lingkungan disekitarnya. Salah satu faktor yang harus diperhatikan adalah lalu lintas keluar masuk orang yang tidak berkepentingan ke dalam lingkungan. Untuk itu bangunan harus mempunyai pagar untuk pengendalian lalu lintas baik orang maupun kendaraan yang keluar masuk. Dari studi ini dapat dilihat bahwa sebagian besar bangunan tempat studi mempunyai pagar yaitu sebanyak 12 (92,31%) dan hanya 1 (7,69%) yang tidak memiliki pagar (Gambar 13). 20

31 Gambar 13. Persentase yang Memiliki Pagar Penanganan Kotoran Ayam Ayam yang terinfeksi AI dapat mengeluarkan virus ke lingkungan (virus shedding) melalui kotorannya, untuk itu penanganan kotoran ayam menjadi hal yang penting dalam manajemen pemeliharaan ayam di. Penanganan kotoran ayam yang baik akan mengurangi penyebaran virus AI ke lingkungan. Pada studi ini, penanganan terhadap kotoran ayam yang umum dilakukan di adalah dengan cara dibuang ke tempat sampah sebanyak 5 (38,46%), dijual sebanyak 3 (23,08%), lainnya sebanyak 4 (30,77%), dan sebanyak 1 (7,69%) tidak melakukan penanganan terhadap kotoran ayam di (Gambar 14). Gambar 14. Persentase Berdasarkan Penanganan Kotoran Ayam Penanganan kotoran ayam lainnya yang dilakukan di yaitu dengan membuang kotoran ayam di selokan umum, atau digunakan untuk pupuk. Dari data diatas menunjukkan bahwa tindakan yang dilakukan di saat ini masih berisiko dalam menularkan virus AI dari dan ke lingkungan sekitarnya. Selain cara penanganannya, frekuensi penanganan kotoran ayam juga harus diperhatikan dengan baik karena virus AI dapat bertahan hidup cukup lama di lingkungan. Menurut WHO 2004, virus AI H5N1 dapat bertahan hidup di lingkungan selama 6 hari pada suhu 37 0 C. Oleh karena itu, kotoran ayam yang tidak ditangani secara rutin akan meningkatkan sirkulasi virus AI pada lingkungan tersebut. 21

32 Transportasi Ayam Transportasi ayam dari peternakan ke harus diperhatikan dengan baik untuk menghindari terbawanya agen penyakit ataupun sebaliknya. Untuk itu harus diperhatikan kebersihan kendaraan saat pengangkutan. Berdasarkan hasil studi ditemukan bahwa kendaraan yang digunakan untuk mengangkut ayam dari ke peternakan yang selalu dibersihkan dan didesinfeksi yaitu sebanyak 155 (26,68%) kendaraan, hanya dibersihkan sebanyak 58 (9,98%) kendaraan, hanya didesinfeksi sebanyak 9 (1,55%) kendaraan, dan sebanyak 359 (61,79%) kendaraan tidak dibersihkan dan didesinfeksi ketika masuk ke peternakan (Gambar 15). Gambar 15. Persentase Penanganan Terhadap Kendaraan yang Masuk ke Peternakan 3.3. Penilaian Biosekuriti dan Sistem Transportasi Penilaian Biosekuriti Hasil penilaian tingkat penerapan biosekuriti di di Wilayah DKI Jakarta, menunjukkan bahwa tidak ada yang menerapkan biosekuriti dengan baik, sebanyak 3 (23,08%) penerapan biosekuritinya dikategorikan sedang, dan sebanyak 10 (76,92%) penerapan biosekuritinya dikategorikan buruk. Persentase tingkat penerapan biosekuriti di dan penilaian tingkat biosekuriti di setiap di Wilayah DKI Jakarta dilihat pada Gambar 16 dan Tabel 10. Gambar 16. Persentase Tingkat Biosekuriti pada di Wilayah DKI Jakarta 22

33 Tabel 10. Penilaian Tingkat Biosekuriti di Setiap di Wilayah DKI Jakarta No. Wilayah Kode Tingkat Penerapan Biosekuriti 1 01T Buruk Jakarta Pusat 2 08T Buruk 3 11T Buruk Jakarta Timur 4 17T Buruk 5 18T Buruk Jakarta Utara 6 21T Sedang 7 25T Buruk 8 26T Sedang Jakarta Barat 9 30T Buruk 10 32T Buruk 11 33T Buruk 12 Jakarta Selatan 36T Sedang 13 39T Buruk Jenis dan persentase penyimpangan kondisi biosekuriti pada di DKI Jakarta berdasarkan kategori kritis, serius, mayor dan minor dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Jenis Penyimpangan Kondisi Biosekuriti di di Wilayah DKI Jakarta Berdasarkan Kategori Kategori Jenis penyimpangan % Kritis Serius 1. Ayam yang baru masuk tidak diperiksa kesehatannya 2. Tidak memiliki kandang isolasi yang terpisah dengan ayam sehat 3. Ayam yang sakit/mati tidak langsung dipisahkan dengan ayam sehat 4. Tidak dilakukan pemisahan ayam baru datang dan ayam lama 5. Tidak tersedia air bersih yang cukup Bangunan tidak memiliki pagar yang dapat mencegah keluar masuknya orang/hewan 7. Tidak melakukan pemisahan antar spesies unggas Bangunan tidak dilengkapi fasilitas desinfeksi untuk keluar masuk kendaraan dan orang 2. Tidak melakukan desinfeksi kendaraan saat masuk 3. Pekerja tidak menggunakan alat pelindung diri (minimal menggunakan masker dan sepatu boot) 4. Pekerja tidak berperilaku higienis pada saat bekerja 5. Tidak membuang kotoran kandang (manur, feces, dsb) secara rutin (lebih dari seminggu) 6. Limbah padat tidak dilakukan perlakuan apapun Tidak terdapat fasilitas cuci tangan Pekerja yang kontak dengan unggas tidak menjaga kebersihan diri 9. Ayam yang ditampung di lebih dari 1 hari

34 Kategori Jenis penyimpangan % Serius Mayor Minor 10. Dominan bahan bangunan tidak terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan dan desinfeksi 11. Tidak menggunaakan sistem first in first out Bahan keranjang yang digunakan tidak terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan dan didesinfeksi 13. Tempat pakan tidak terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan dan didesinfeksi 14. Tempat minum tidak terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan dan desinfeksi Pekerja yang kontak dengan unggas tidak dalam kondisi sehat 1. Ayam mati tidak dikubur atau dibakar Tidak memiliki tempat khusus untuk membersihkan dan desinfeksi peralatan dan kendaraan 3. Tidak melakukan desinfeksi kendaraan saat keluar Tidak melakukan istirahat kandang minimal dua minggu sekali 5. Tidak terdapat Tempat pembuangan limbah sementara sebelum di keluarkan dari 6. Tidak ada kontrol hama (rodensia, kucing, serangga, anjing, dsb) 7. Tidak membersihkan dan melakukan disinfeksi secara menyeluruh kandang secara rutin (lebih dari sebulan) 8. Tidak ada pembatasan akses masuk ke kompleks Drainase tidak lancar berada tidak jauh dari pemukiman padat penduduk 2. Tidak memiliki incinerator Pengunjung tidak melakukan desinfeksi saat masuk 4. Pengunjung tidak melakukan desinfeksi saat keluar 5. Tidak memiliki tempat sampah yang tertutup dan memadai 6. Tidak melakukan penyemprotan disekitar lingkungan 7. Lingkungan disekitar tidak bersih Tidak tersedia fasilitas toilet yang memadai Dari semua jenis penyimpangan dalam kategori kritis ada dua jenis penyimpangan yang banyak dilakukan di studi yaitu tidak memiliki kandang isolasi yang terpisah antara ayam sakit dengan ayam sehat sebanyak 11 (84,62%) dan tidak melakukan pemeriksaan kesehatan setiap ayam yang masuk sebanyak 12 (92,31%). Jenis penyimpangan serius yang dilakukan di semua studi (100%) yaitu bangunan tidak dilengkapi fasilitas desinfeksi untuk keluar masuk kendaraan dan orang, tidak melakukan desinfeksi kendaraan saat masuk, pekerja tidak menggunakan APD saat kontak dengan ayam, dan pekerja tidak berperilaku higienes pada saat bekerja. Ditemukan sebanyak 8 (61,54%) 24

35 25

36 Tingkat penerapan biosekuriti sistem transportasi yang diterapkan setiap menunjukkan bahwa tingkat biosekuriti dengan kategori buruk lebih banyak ditemukan pada yang berada di Wilayah Jakarta Pusat, Barat, dan Selatan. Secara rinci tingkat penerapan biosekuriti yang diterapkan disetiap dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Tingkat Penerapan Biosekuriti Sistem Transportasi yang Diterapkan di Setiap Tingkat biosekuriti sistem transportasi Wilayah N Buruk Sedang Baik n % n % n % 01T Jakarta ,22 1 2, T Pusat , , T Jakarta , , T Timur , , T Jakarta , , T Utara , , T , , T Jakarta , , T Barat , , T , , T ,70 1 1, Jakarta 36T , , Selatan 39T ,00 0 0, Total , , Jenis penyimpangan biosekuriti pada sistem transportasi di di wilayah DKI Jakarta berdasarkan kategori kritis, serius, mayor dan minor dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Jenis Penyimpangan Biosekuriti pada Sistem Transportasi Berdasarkan Kategori Kategori Penyimpangan Jenis Penyimpangan % Kritis 1. Tidak melakukan desinfeksi kendaraan saat keluar Mengangkut lebih dari satu spesies ayam dalam satu batch Tidak membersihkan keranjang setiap selesai mengangkut ayam Serius 2. Tidak membersihkan kendaraan setiap selesai mengangkut ayam Bahan keranjang yang digunakan tidak terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan Kendaraan yang mengangkut ayam berasal lebih dari satu peternakan Tidak melakukan desinfeksi kendaraan saat masuk Mayor 2. Tidak mendesinfeksi keranjang setiap selesai mengangkut ayam Tidak mendesinfeksi kendaraan setiap selesai mengangkut unggas Setiap pengiriman ayam tidak dilengkapi dengan SKKH

37 Kategori Penyimpangan Minor Jenis Penyimpangan % 1. Menggunakan alat pelindung diri (APD) saat kontak dengan ayam 2. Kendaraan yang mengangkut ayam dari peternakan tidak langsung ke (mampir di jalan) 3. Kendaraan yang digunakan tidak khusus mengangkut ayam Jenis penyimpangan dalam kategori kritis terhadap lebih dari satu spesies ayam yang diangkut dalam satu batch yang datang tidak ditemukan, artinya selama proses transportasi setiap batch hanya mengangkut satu jenis spesies. Jenis penyimpangan lainnya dalam kategori kritis yaitu ditemukan sebanyak 579 (96,21%) Tidak melakukan desinfeksi kendaraan saat keluar. Semua jenis penyimpangan yang berada dalam kategori tingkat serius, ditemukan kurang dari 50% pengiriman ayam dari peternakan ke melakukan penyimpangan tersebut. Pada jenis penyimpangan dengan kategori mayor, ditemukan lebih dari 90% sistem transportasi ayam melakukan penyimpangan (tidak menerapkan biosekuriti) terhadap desinfeksi kendaraan saat masuk, desinfeksi kendaraan setiap selesai mengangkut unggas, dan desinfeksi keranjang setiap selesai mengangkut unggas. Untuk jenis penyimpangan terhadap kelengkapan SKKH ditemukan sebanyak 350 (60,24%) pengiriman ayam tidak dilengkapi SKKH. Jenis penyimpangan dengan kategori minor pada sistem transportasi ditemukan sebanyak 575 (98,97%) tidak menggunakan alat pelindung diri saat kontak dengan ayam, untuk jenis penyimpangan minor lainnya hampir tidak melakukan penyimpangan. Secara umum dapat dikatakan bahwa penerapan biosekuriti pada sistem transportasi di seluruh masih dalam kondisi yang kurang baik, untuk itu perlu diperhatikan bagaimana meningkatkan biosekuriti sistem transportasi sehingga dapat mengurangi risiko penyebaran agen penyakit Keberadaan Virus AI H5 Keberadaan virus AI H5 pada batch yang datang ke dan lingkungan di Provinsi DKI Jakarta ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium terhadap sampel usapan trakea dan lingkungan dengan teknik rt- PCR Keberadaan Virus AI H5 pada Batch yang Datang ke batch yang datang ke selama pelaksanaan studi sebanyak 581 batch dengan jumlah pool sampel sebanyak 1162 pool sampel usapan trakea. Hasil pemeriksaan rt-pcr terhadap sampel usapan trakea tersebut, ditemukan sebanyak 1,38% batch positif atau 0,95% pool positif. Dalam 3 periode studi terlihat bahwa batch dengan tingkat infeksi AI tertinggi terjadi pada periode II yaitu sebesar 5/220 (2,27%), diikuti periode I sebesar 1/182 (0,55%), dan periode III sebesar 2/179 (1,12%) seperti terlihat pada Gambar berikut. 27

METODE PENELITIAN. Kerangka Konsep. Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai. berikut :

METODE PENELITIAN. Kerangka Konsep. Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai. berikut : 25 METODE PENELITIAN Kerangka Konsep berikut : Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai Manajemen Unggas di TPnA - Keberadaan SKKH - Pemeriksaan - Petugas Pemeriksa - Cara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil 30 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Hasil penelitian ini disajikan dalam 3 bagian yang diharapkan dapat memenuhi tujuan dan hipotesis penelitian yaitu : (1) distribusi sampel penelitian untuk mengetahui jumlah

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2007

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2007 2 Menimbang : BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN MASYARAKAT BUPATI CIREBON a. bahwa

Lebih terperinci

PRAKATA. Semoga pedoman ini dapat berperan secara signifikan dalam upaya menekan penyebaran virus avian influenza. Amin.

PRAKATA. Semoga pedoman ini dapat berperan secara signifikan dalam upaya menekan penyebaran virus avian influenza. Amin. PRAKATA P uji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya penyusunan Pedoman Penataan Pasar Unggas, Rantai Distribusi Unggas dan Produk Unggas yang sudah diharapkan oleh kita semua. Pedoman ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh virus influenza tipe A, yang ditularkan oleh unggas seperti ayam, kalkun, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh virus influenza tipe A, yang ditularkan oleh unggas seperti ayam, kalkun, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Flu burung atau avian influenza adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A, yang ditularkan oleh unggas seperti ayam, kalkun, dan itik (Soejoedono

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Flu burung merupakan penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas bagi masyarakat karena

Lebih terperinci

Produksi Daging Unggas yang Sehat dan Higienis

Produksi Daging Unggas yang Sehat dan Higienis Produksi Daging Unggas yang Sehat dan Higienis Pasar merupakan tempat bertemunya para penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi jual beli. Secara umum berdasarkan kelas mutu pelayanan terbagi menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kepercayaan, kita dihadapkan lagi dengan sebuah ancaman penyakit dan kesehatan,

BAB 1 PENDAHULUAN. kepercayaan, kita dihadapkan lagi dengan sebuah ancaman penyakit dan kesehatan, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat negara kita baru mulai bangkit dari krisis, baik krisis ekonomi, hukum dan kepercayaan, kita dihadapkan lagi dengan sebuah ancaman penyakit dan kesehatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terakhir, tidak hanya menimbulkan kepanikan bagi masyarakat tetapi juga menjadi

BAB I PENDAHULUAN. terakhir, tidak hanya menimbulkan kepanikan bagi masyarakat tetapi juga menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merebaknya kasus flu burung di dunia khususnya Indonesia beberapa tahun terakhir, tidak hanya menimbulkan kepanikan bagi masyarakat tetapi juga menjadi masalah kesehatan

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 1 TAHUN 2007 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN AVIAN INFLUENZA (AI)/ FLU BURUNG DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

Perkembangan Kasus Avian Influenza (AI) pada Unggas Kondisi s/d 31 Mei 2014

Perkembangan Kasus Avian Influenza (AI) pada Unggas Kondisi s/d 31 Mei 2014 Perkembangan Kasus Avian Influenza (AI) pada Unggas Kondisi s/d 31 Mei 2014 Laporan perkembangan kasus penyakit Avian Influenza (AI) pada unggas di Indonesia berdasarkan hasil Uji Cepat (Rapid Test) positif

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 Hipotesis... 2

DAFTAR ISI. PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 Hipotesis... 2 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i iii i PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 Hipotesis... 2 TINJAUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe

BAB I PENDAHULUAN. penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Avian Influenza (AI) atau flu burung atau sampar unggas merupakan penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe H5N1 dari family Orthomyxoviridae.

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH DALAM PENANGGULANGAN PENYAKIT FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) PADA AYAM RAS

KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH DALAM PENANGGULANGAN PENYAKIT FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) PADA AYAM RAS KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH DALAM PENANGGULANGAN PENYAKIT FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) PADA AYAM RAS F. F. MUNIER Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah Jl. Raya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C.

BAB 1 PENDAHULUAN. Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Influenza merupakan penyakit saluran pernafasan akut yang di sebabkan infeksi Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C. Penyakit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit adalah ayam penghasil telur tetas fertil yang digunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit adalah ayam penghasil telur tetas fertil yang digunakan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pembibit Broiler Ayam pembibit adalah ayam penghasil telur tetas fertil yang digunakan untuk ditetaskan menjadi DOC (Suprijatna dkk., 2005). Ayam pembibit menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menular kepada manusia dan menyebabkan kematian (Zoonosis) (KOMNAS

BAB I PENDAHULUAN. dapat menular kepada manusia dan menyebabkan kematian (Zoonosis) (KOMNAS BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Flu burung adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A (H5N1) yang ditularkan oleh unggas yang dapat menyerang manusia. Nama lain dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit flu burung atau flu unggas (bird flu, avian influenza) adalah

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit flu burung atau flu unggas (bird flu, avian influenza) adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit flu burung atau flu unggas (bird flu, avian influenza) adalah suatu penyakit yang menular yang disebabkan oleh virus tipe A dan B dan ditularkan oleh unggas.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 50/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 50/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 50/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PEMELIHARAAN UNGGAS DAN PENGENDALIAN PENYAKIT FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) DENGAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN Nomor : 499/Kpts/PD /L/12/2008 TENTANG

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN Nomor : 499/Kpts/PD /L/12/2008 TENTANG KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN Nomor : 499/Kpts/PD.670.210/L/12/2008 TENTANG PEDOMAN PERSYARATAN TEKNIS INSTALASI KARANTINA HEWAN UNTUK DAY OLD CHICK (DOC) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Virus avian influenza tipe H5N1 yang dikenal dengan Flu Burung adalah suatu virus yang umumnya menyerang bangsa unggas yang dapat menyebabkan kematian pada manusia.

Lebih terperinci

PENERAPAN BIOSEKURITI DAN HIGIENE DI TEMPAT PENAMPUNGAN UNGGAS DI JAKARTA BARAT KUKUH GALIH WASKITA

PENERAPAN BIOSEKURITI DAN HIGIENE DI TEMPAT PENAMPUNGAN UNGGAS DI JAKARTA BARAT KUKUH GALIH WASKITA PENERAPAN BIOSEKURITI DAN HIGIENE DI TEMPAT PENAMPUNGAN UNGGAS DI JAKARTA BARAT KUKUH GALIH WASKITA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 28 PENERAPAN BIOSEKURITI DAN HIGIENE DI TEMPAT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Avian Influenza di Provinsi Lampung

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Avian Influenza di Provinsi Lampung HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Avian Influenza di Provinsi Lampung Provinsi Lampung merupakan satu diantara provinsi di Indonesia yang sampai dengan sekarang merupakan wilayah dengan kasus AI tinggi (Farnsworth

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Flu burung yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah avian flu atau avian influenza (AI) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Instalasi Karantina Hewan

TINJAUAN PUSTAKA Instalasi Karantina Hewan TINJAUAN PUSTAKA Instalasi Karantina Hewan Instalasi karantina hewan (IKH) adalah bangunan berikut peralatan, lahan dan sarana pendukung lainnya yang diperlukan sebagai tempat pelaksanaan tindakan karantina

Lebih terperinci

PIDATO PENGANTAR MENTERI PERTANIAN PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IV DPR-RI TANGGAL 1 FEBRUARI 2007

PIDATO PENGANTAR MENTERI PERTANIAN PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IV DPR-RI TANGGAL 1 FEBRUARI 2007 PIDATO PENGANTAR MENTERI PERTANIAN PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IV DPR-RI TANGGAL 1 FEBRUARI 2007 Assalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh Saudara Ketua dan Wakil Ketua Komisi IV DPR-RI, yang terhormat

Lebih terperinci

LAMPIRAN KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA

LAMPIRAN KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA LAMPIRAN KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA (AI) DI RW02 KELURAHAN PANUNGGANGAN WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANUNGGANGAN KOTA TANGERANG

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS WALIKOTA SURABAYA,

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS WALIKOTA SURABAYA, SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa penyakit flu burung merupakan salah

Lebih terperinci

KEBIJAKAN UMUM PENGENDALIAN FLU BURUNG DI INDONESIA DIREKTUR PANGAN DAN PERTANIAN BOGOR, 25 FEBRUARI 2009

KEBIJAKAN UMUM PENGENDALIAN FLU BURUNG DI INDONESIA DIREKTUR PANGAN DAN PERTANIAN BOGOR, 25 FEBRUARI 2009 KEBIJAKAN UMUM PENGENDALIAN FLU BURUNG DI INDONESIA DIREKTUR PANGAN DAN PERTANIAN BOGOR, 25 FEBRUARI 29 1 OUTLINE 1. PENDAHULUAN 2. DAMPAK WABAH AI 3. PERMASALAHAN 4. KEBIJAKAN UMUM 4.1. STRATEGI PENGENDALIAN

Lebih terperinci

GUBERNUR MALUKU UTARA

GUBERNUR MALUKU UTARA PERATURAN GUBERNUR MALUKU UTARA NOMOR : 17 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN LALU LINTAS, PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS DI WILAYAH PROPINSI MALUKU UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU

Lebih terperinci

BUPATI KULON PROGO INSTRUKSI BUPATI KULON PROGO NOMOR : 1 TAHUN 2007 TENTANG

BUPATI KULON PROGO INSTRUKSI BUPATI KULON PROGO NOMOR : 1 TAHUN 2007 TENTANG BUPATI KULON PROGO INSTRUKSI BUPATI KULON PROGO NOMOR : 1 TAHUN 2007 TENTANG PENCEGAHAN, PENGENDALIAN, DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) BUPATI KULON PROGO, Menimbang : a. bahwa penyakit

Lebih terperinci

PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PENGENDALIAN FLU BURUNG DI JAWA BARAT. oleh : Ir. Koesmajadi TP Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat

PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PENGENDALIAN FLU BURUNG DI JAWA BARAT. oleh : Ir. Koesmajadi TP Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PENGENDALIAN FLU BURUNG Latar Belakang DI JAWA BARAT oleh : Ir. Koesmajadi TP Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Highly Pathogenic Avian influenza(hpai) adalah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kasus avian influenza (AI) mulai muncul pertama kali di Italia 100 tahun yang lalu pada tahun 1878. Tercatat penyakit ini muncul di berbagai negara di dunia yaitu

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN: Bahasa Indonesia

LAPORAN PENELITIAN: Bahasa Indonesia LAPORAN PENELITIAN: SOSIO-ECONOMIC IMPACT ASSESMENT OF THE AVIAN INFLUENZA CRISIS ON POULTRY PRODUCTION SYSTEM IN INDONESIA, WITH PARTICULAR FOCUS INDEPENDENT SMALLHOLDERS Bahasa Indonesia Kerjasama PUSAT

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Karakteristik personel IKH DOC yang berupa: Umur Tingkat pendidikan Pengalaman Pelatihan. Praktik Biosekuriti

METODE PENELITIAN. Karakteristik personel IKH DOC yang berupa: Umur Tingkat pendidikan Pengalaman Pelatihan. Praktik Biosekuriti METODE PENELITIAN Kerangka Konsep Penelitian Terdapat beberapa peubah yang akan digunakan di dalam penelitian ini yaitu karakteristik, pengetahuan, sikap dari personel IKH DOC yang terdiri dari manajer,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Dipilihnya desa Tanjung, Jati, Pada Mulya, Parigi Mulya dan Wanasari di Kecamatan Cipunegara pada penelitian ini karena daerah ini memiliki banyak peternakan unggas sektor 1 dan

Lebih terperinci

KAP MENGENAI BIOSEKURITI PADA INSTALASI KARANTINA HEWAN (IKH) DOC BBKP SOEKARNO HATTA

KAP MENGENAI BIOSEKURITI PADA INSTALASI KARANTINA HEWAN (IKH) DOC BBKP SOEKARNO HATTA LAMPIRAN Lampiran 1 Kuesioner untuk manajer IKH DOC BBKP Soekarno Hatta KAP MENGENAI BIOSEKURITI PADA INSTALASI KARANTINA HEWAN (IKH) DOC BBKP SOEKARNO HATTA No. kuisioner : Enumerator : Waktu : Mulai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur. Ayam bibit bertujuan untuk menghasilkan telur berkualitas tinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur. Ayam bibit bertujuan untuk menghasilkan telur berkualitas tinggi 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pembibit Bibit merupakan ayam muda yang akan dipelihara menjadi ayam dewasa penghasil telur. Ayam bibit bertujuan untuk menghasilkan telur berkualitas tinggi dan daya

Lebih terperinci

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya Detection of Antibody Against Avian Influenza Virus on Native Chickens in Local Farmer of Palangka

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pengembangan sub sektor peternakan perlu untuk dilakukan karena sub

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Industri Peternakan unggas dibagi menjadi 4 sektor yaitu sektor 1 merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Industri Peternakan unggas dibagi menjadi 4 sektor yaitu sektor 1 merupakan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan di Indonesia. Industri Peternakan unggas dibagi menjadi 4 sektor yaitu sektor 1 merupakan peternakan yang melaksanakan biosekuriti sangat ketat (high level

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak terjadi dengan sendirinya (Mukono, 2006). Pertambahan penduduk,

BAB I PENDAHULUAN. tidak terjadi dengan sendirinya (Mukono, 2006). Pertambahan penduduk, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah merupakan sesuatu yang tidak digunakan, tidak terpakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit Avian Influenza (AI) adalah salah satu penyakit infeksi penting yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan adanya kematian yang tinggi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler pembibit merupakan ayam yang menghasilkan bibit ayam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler pembibit merupakan ayam yang menghasilkan bibit ayam 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Pembibit Ayam broiler pembibit merupakan ayam yang menghasilkan bibit ayam broiler (Sudaryani dan Santosa, 2003). Pembibitan ayam merupakan suatu kegiatan pemeliharaan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Kuesioner Tatalaksana Kesehatan Peternakan Sapi Perah Rakyat di KTTSP Baru Sireum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor

Lampiran 1 Kuesioner Tatalaksana Kesehatan Peternakan Sapi Perah Rakyat di KTTSP Baru Sireum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor Lampiran 1 Kuesioner Tatalaksana Kesehatan Peternakan Sapi Perah Rakyat di KTTSP Baru Sireum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor 19 No. Kuesioner : Enumerator : Tanggal : Waktu : PERNYATAAN PERSETUJUAN Nama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sub sektor memiliki peran penting dalam pembangunana nasional. Atas

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sub sektor memiliki peran penting dalam pembangunana nasional. Atas I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sub sektor memiliki peran penting dalam pembangunana nasional. Atas kesadaran itu, Departemen Pertanian (2011) mengarahkan pengembangan subsektor peternakan sebagai bagian

Lebih terperinci

Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh: PUJI ANITASARI J

Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh: PUJI ANITASARI J HUBUNGAN ANTARA KONDISI SANITASI KANDANG TERNAK DENGAN KEJADIAN DIARE PADA PETERNAK SAPI PERAH DI DESA SINGOSARI KECAMATAN MOJOSONGO KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2008 Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah

Lebih terperinci

KONDISI BIOSEKURITI PETERNAKAN UNGGAS SEKTOR 4 DI KABUPATEN CIANJUR ALI YATMIKO B

KONDISI BIOSEKURITI PETERNAKAN UNGGAS SEKTOR 4 DI KABUPATEN CIANJUR ALI YATMIKO B KONDISI BIOSEKURITI PETERNAKAN UNGGAS SEKTOR 4 DI KABUPATEN CIANJUR ALI YATMIKO B04104062 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ABSTRAK ALI YATMIKO. Kondisi Biosekuriti Peternakan

Lebih terperinci

PEDOMAN BUDI DAYA BURUNG PUYUH YANG BAIK BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN BUDI DAYA BURUNG PUYUH YANG BAIK BAB I PENDAHULUAN 5 A. Latar Belakang LAMPIRAN: PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 33/Permentan/OT.140/2/2014 TANGGAL: 24 Februari 2014 PEDOMAN BUDI DAYA BURUNG PUYUH YANG BAIK BAB I PENDAHULUAN Burung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Sub sektor peternakan perlu dikembangkan karena sub sektor ini

Lebih terperinci

Gambaran Pelaksanaan Rumah Pemotongan Hewan Babi (Studi Kasus di Rumah Pemotongan Hewan Kota Semarang)

Gambaran Pelaksanaan Rumah Pemotongan Hewan Babi (Studi Kasus di Rumah Pemotongan Hewan Kota Semarang) Gambaran Pelaksanaan Rumah Pemotongan Hewan Babi (Studi Kasus di Rumah Pemotongan Hewan Kota Semarang) *) **) Michelia Rambu Lawu *), Sri Yuliawati **), Lintang Dian Saraswati **) Mahasiswa Bagian Peminatan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit diare hingga saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia, dimana setiap tahunnya kejadian kasus diare sekitar 4 miliar, dengan jumlah kematian

Lebih terperinci

Selama ini mungkin kita sudah sering mendengar berita tentang kasus

Selama ini mungkin kita sudah sering mendengar berita tentang kasus AgroinovasI Waspadailah Keberadaan Itik dalam Penyebaran Virus Flu Burung atau AI Selama ini mungkin kita sudah sering mendengar berita tentang kasus penyakit flu burung, baik yang dilaporkan pada unggas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 34 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini jenis sampel diambil berupa serum dan usap kloaka yang diperoleh dari unggas air yang belum pernah mendapat vaksinasi AI dan dipelihara bersama dengan unggas

Lebih terperinci

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan September 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan November, Desember 2013 dan Januari 2014 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pes merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Yersinia pestis.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pes merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Yersinia pestis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pes merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Yersinia pestis. Pes termasuk penyakit karantina internasional. Di Indonesia penyakit ini kemungkinan timbul

Lebih terperinci

1.1. UMUM. Statistik BPKH Wilayah XI Jawa-Madura Tahun

1.1. UMUM. Statistik BPKH Wilayah XI Jawa-Madura Tahun 1.1. UMUM 1.1.1. DASAR Balai Pemantapan Kawasan Hutan adalah Unit Pelaksana Teknis Badan Planologi Kehutanan yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 6188/Kpts-II/2002, Tanggal 10

Lebih terperinci

Perkembangan Kasus AI pada Itik dan Unggas serta Tindakan Pengendaliannya

Perkembangan Kasus AI pada Itik dan Unggas serta Tindakan Pengendaliannya Perkembangan Kasus AI pada Itik dan Unggas serta Tindakan Pengendaliannya Menteri Pertanian RI Rapat Koordinasi AI/Flu Burung Tingkat Menteri Di Kementerian Pertanian, 27 Desember 2012 Perkembangan Kasus

Lebih terperinci

Wahai Burungku, Ada Apa Denganmu (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi)

Wahai Burungku, Ada Apa Denganmu (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) Wahai Burungku, Ada Apa Denganmu (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (sumber : MEDIA INDONESIA Edisi 27 Pebruari 2006) Flu burung, penyakit yang ditulari hewan ke manusia akis

Lebih terperinci

Biosecurity. Biosecurity: Pandangan Baru Terhadap Konsep Lama. Perspektif Saat Ini

Biosecurity. Biosecurity: Pandangan Baru Terhadap Konsep Lama. Perspektif Saat Ini Biosecurity Biosecurity: Pandangan Baru Terhadap Konsep Lama Perspektif Saat Ini Beberapa tahun yang lalu istilah biosecurity masih jarang digunakan kecuali di kalangan tertentu saja Kejadian-kejadian

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN I. UMUM Pengaturan pengendalian dan penanggulangan Penyakit Hewan menjadi

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Juli 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan September, Oktober dan November 2012 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Juli 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan September, Oktober dan November 2012 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Juli 2012 serta Prakiraan Hujan Bulan September, Oktober dan November 2012 disusun berdasarkan hasil pengamatan dari 60 stasiun dan pos hujan di wilayah

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5543 LINGKUNGAN HIDUP. Penyakit Hewan. Peternakan. Pengendalian. Penanggulangan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 130) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

Sistem Angkutan Unggas dengan Kereta Api sebagai Langkah Preventif Flu Burung : Suatu Utopiakah?

Sistem Angkutan Unggas dengan Kereta Api sebagai Langkah Preventif Flu Burung : Suatu Utopiakah? Sistem Angkutan Unggas dengan Kereta Api sebagai Langkah Preventif Flu Burung : Suatu Utopiakah? Oleh : Ria L. Moedomo*, Irwan Prasetyo**, Ferry F. Moercahyono*** Terbayangkah bagi anda berangkat dari

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1 Gambaran Umum Desa Sukadamai Usaha peternakan ayam ras petelur ini terletak di Kampung Kahuripan, Desa Sukadamai, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor. Desa Sukadamai merupakan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013.

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013. III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013. Pemeliharaan ayam penelitian, aplikasi ekstrak temulawak dan vaksinasi AI dilakukan di kandang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN FLU BURUNG DI DESA KIPING KECAMATAN SAMBUNGMACAN KABUPATEN SRAGEN

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN FLU BURUNG DI DESA KIPING KECAMATAN SAMBUNGMACAN KABUPATEN SRAGEN HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN FLU BURUNG DI DESA KIPING KECAMATAN SAMBUNGMACAN KABUPATEN SRAGEN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-I

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 KATA PENGANTAR Pengembangan pembibitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri peternakan di Indonesia saat ini sedang mengalami kelesuan. Berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Industri peternakan di Indonesia saat ini sedang mengalami kelesuan. Berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Industri peternakan di Indonesia saat ini sedang mengalami kelesuan. Berbagai macam masalah yang muncul mengakibatkan para pelaku industri peternakan mengalami

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1). Pembangunan bidang kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1). Pembangunan bidang kesehatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat, yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan amanat Undang-Undang

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan April 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan

Lebih terperinci

Yusmichad Yusdja, Nyak Ilham dan Edi Basuno PSE-KP BOGOR PENDAHULUAN. Latar Belakang dan Pemasalahan

Yusmichad Yusdja, Nyak Ilham dan Edi Basuno PSE-KP BOGOR PENDAHULUAN. Latar Belakang dan Pemasalahan Yusmichad Yusdja, Nyak Ilham dan Edi Basuno PSE-KP BOGOR PENDAHULUAN Latar Belakang dan Pemasalahan Produksi unggas: bergizi dan harganya terjangkau Industri perunggasan: lapangan kerja dan sumber pendapatan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS

LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS Oleh : 1. Drh. Muhlis Natsir NIP 080 130 558 2. Drh. Sri Utami NIP 080 130 559 BALAI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.214, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Peternakan. Kesehatan. Veteriner. Hewan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5356) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan April 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan April 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan April 2012 serta Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 disusun berdasarkan hasil pengamatan dari 60 stasiun dan pos hujan di wilayah Jawa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pedagang Daging

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pedagang Daging HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pedagang Daging Sampel daging sapi dan ayam diperoleh dari pasar-pasar tradisional di 12 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat. Sebagian besar pedagang daging sapi (54.2%)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kriteria aspek higiene dan sanitasi terdiri dari 7 pernyataan. Total nilai aspek ini berjumlah 7. Penilaian mengenai aspek higiene dan sanitasi yaitu: Aspek dinilai buruk jika nilai < 3 Aspek dinilai cukup

Lebih terperinci

INFO TENTANG H7N9 1. Apa virus influenza A (H7N9)?

INFO TENTANG H7N9 1. Apa virus influenza A (H7N9)? INFO TENTANG H7N9 1. Apa virus influenza A (H7N9)? Virus influenza A H7 adalah kelompok virus influenza yang biasanya beredar di antara burung. Virus influenza A (H7N9) adalah salah satu sub-kelompok di

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN SURVEILANS EPIDEMIOLOGI INTEGRASI FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) DI DKI JAKARTA TAHUN 2008

GAMBARAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN SURVEILANS EPIDEMIOLOGI INTEGRASI FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) DI DKI JAKARTA TAHUN 2008 UNIVERSITAS INDONESIA GAMBARAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN SURVEILANS EPIDEMIOLOGI INTEGRASI FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) DI DKI JAKARTA TAHUN 2008 SKRIPSI OLEH DWI INTAN PRATIWI NPM. 1004000447 PROGRAM SARJANA

Lebih terperinci

KONDISI BIOSEKURITI PADA TEMPAT PENJUALAN BEBEK HIDUP DI PASAR TRADISIONAL DKI JAKARTA DAN RISIKONYA TERHADAP PENYEBARAN AVIAN INFLUENZA (AI)

KONDISI BIOSEKURITI PADA TEMPAT PENJUALAN BEBEK HIDUP DI PASAR TRADISIONAL DKI JAKARTA DAN RISIKONYA TERHADAP PENYEBARAN AVIAN INFLUENZA (AI) KONDISI BIOSEKURITI PADA TEMPAT PENJUALAN BEBEK HIDUP DI PASAR TRADISIONAL DKI JAKARTA DAN RISIKONYA TERHADAP PENYEBARAN AVIAN INFLUENZA (AI) FAJRIN ARITS TUMUHA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN AYAM LOKAL TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN AYAM LOKAL TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN AYAM LOKAL TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 KATA PENGANTAR Pengembangan pembibitan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/OT.140/1/2007 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PENGENDALI PENYAKIT AVIAN INFLUENZA REGIONAL

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/OT.140/1/2007 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PENGENDALI PENYAKIT AVIAN INFLUENZA REGIONAL PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/OT.140/1/2007 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PENGENDALI PENYAKIT AVIAN INFLUENZA REGIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI PERTANIAN Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Kuisioner Penyediaan telur yang aman dan berkualitas sangat diperlukan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Penanganan telur mulai dari sesaat setelah

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Desember 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Februari, Maret dan April 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Desember 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Februari, Maret dan April 2013 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Desember 2012 serta Prakiraan Hujan Bulan Februari, Maret dan April 2013 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun dan pos hujan

Lebih terperinci

Analisa Mikroorganisme

Analisa Mikroorganisme 19 Analisa Mikroorganisme Pemeriksaan awal terhadap 36 sampel daging ayam dan 24 sampel daging sapi adalah pemeriksaan jumlah mikroorganisme. Hasil yang diperoleh untuk rataan jumlah mikroorganisme daging

Lebih terperinci

E

E Jl. Raya Loji Km.35 Jatiwangi 45454 Majalengka Telp & Fax : (0233) 88622 Titik Koordinat : 6 0 43 32.35 S08 0 6 40.7 E Email : bpptujatiwangi@yahoo.co.id Tugas Pokok & Fungsi Sesuai dengan Peraturan Gubernur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. data, tetapi diperkirakan berkisar 0,1-1 per orang per tahun di daerah

BAB I PENDAHULUAN. data, tetapi diperkirakan berkisar 0,1-1 per orang per tahun di daerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit leptospirosis terjadi di seluruh dunia, namun angka kejadian sebagai permasalahan kesehatan global tidak diketahui karena kurangnya data, tetapi diperkirakan

Lebih terperinci

Penyebaran Avian Flu Di Cikelet

Penyebaran Avian Flu Di Cikelet 6 Bab II Penyebaran Avian Flu Di Cikelet 2.1 Sejarah virus Avian Flu Avian Flu merupakan infeksi virus influenza A subtipe H5N1 yang umumnya menyerang unggas, burung, ayam dan babi, tetapi setelah menyerang

Lebih terperinci

BUKU SAKU FLU BURUNG. Posko KLB Ditjen PP dan PL : SMS GATE WAY :

BUKU SAKU FLU BURUNG. Posko KLB Ditjen PP dan PL : SMS GATE WAY : Buku Saku Flu Burung Buku Saku Flu Burung 16 KATA PENGANTAR Flu Burung (FB) atau Avian Influenza (AI) adalah suatu penyakit menular pada unggas yang disebabkan oleh virus influenza tipe A dengan subtipe

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun Jumlah (ekor) Frekuensi

PENDAHULUAN. Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun Jumlah (ekor) Frekuensi PENDAHULUAN Latar Belakang Keanekaragaman sumber daya hayati merupakan modal dasar dan faktor dominan dalam penyelenggaraan pembangunan nasional. Seiring dengan perkembangan ekonomi, perdagangan dan teknologi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. (triple burden). Meskipun banyak penyakit menular (communicable disease) yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. (triple burden). Meskipun banyak penyakit menular (communicable disease) yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor kesehatan Indonesia saat ini sedang berada dalam situasi transisi epidemiologi (epidemiological transition)yang harus menanggung beban berlebih (triple burden).

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perkarantinaan hewan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. zoonoses (host to host transmission) karena penularannya hanya memerlukan

PENDAHULUAN. zoonoses (host to host transmission) karena penularannya hanya memerlukan PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Leptospirosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri patogen Leptospira, yang ditularkan secara langsung maupun tidak langsung dari hewan ke manusia,

Lebih terperinci