KONDISI BIOSEKURITI PADA TEMPAT PENJUALAN BEBEK HIDUP DI PASAR TRADISIONAL DKI JAKARTA DAN RISIKONYA TERHADAP PENYEBARAN AVIAN INFLUENZA (AI)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KONDISI BIOSEKURITI PADA TEMPAT PENJUALAN BEBEK HIDUP DI PASAR TRADISIONAL DKI JAKARTA DAN RISIKONYA TERHADAP PENYEBARAN AVIAN INFLUENZA (AI)"

Transkripsi

1 KONDISI BIOSEKURITI PADA TEMPAT PENJUALAN BEBEK HIDUP DI PASAR TRADISIONAL DKI JAKARTA DAN RISIKONYA TERHADAP PENYEBARAN AVIAN INFLUENZA (AI) FAJRIN ARITS TUMUHA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

2 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menilai tingkat biosekuriti tempat penjualan bebek hidup di pasar tradisional yang ada di wilayah DKI Jakarta dan risikonya terhadap penyebaran avian influenza. Penilaian dilakukan dengan menggunakan checklist yang item-item penilaiannya diadaptasi dari NKV yang dimodifikasi. Penelitian dilakukan dengan metode observasi lapang dan wawancara. Penelitian dilaksanakan di 38 tempat di 5 kotamadya di DKI Jakarta. Hasil pengamatan dan penilaian menunjukkan bahwa penerapan biosekuriti pada tempat penjualan bebek hidup di DKI Jakarta masih buruk (94.7%), hanya 5.3% yang berkategori sedang dan tidak ada yang berkategori baik. Penyimpangan kritis yang paling banyak ditemukan adalah hewan sakit tidak diisolasi/ditempatkan pada kandang terpisah (94.7%). Penyimpangan serius yang banyak ditemukan adalah tidak memiliki tenaga dokter hewan atau petugas pemeriksa kesehatan unggas atau personal yang dapat membedakan hewan sakit (100%), tidak ada fasilitas kolam dipping dan spraying pada pintu masuk untuk kendaraan yang masuk (100%) dan tidak dilakukan isolasi dan desinfeksi terhadap peralatan yang masuk (100%). Penyimpangan mayor yang paling banyak ditemukan adalah limbah cair tidak diolah sebelum dibuang (100%). Kondisi biosekuriti yang belum baik tersebut menyebabkan tingginya risiko penyebaran AI melalui bebek di tempat penjualan bebek hidup pada pasar tradisonal di DKI Jakarta. Kata kunci: avian influenza, biosekuriti, tempat penjualan bebek hidup ABSTRACT The aim of this research is to score the biosecurity level of the grocery of life duck in the live bird market at DKI Jakarta and the risk of spreading avian influenza. The scoring based on checklist which the scoring point was adapted from modified Nomor Kontrol Veteriner (NKV). The methods of this research are direct observation and interview. The study was conducted in 38 places in 5 district at DKI Jakarta. The result of this observation and scoring showed that the biosecurity level in grocery of life duck at DKI Jakarta are poor (94.7%), moderate only 5.3% and no grocerys has a good level. The most critical problem was found is no isolation measure for the illness animal (94.7%). The seriously problem were found, are no veterinarian or the personal who can differentiate the unhealthy animal (100%), there is no dipping pool and spraying facilities in the enterence for the vehicle (100%) and there is no isolation and equipment disinfection (100%). The major problem mostly found was unprocessing liquid waste before throwing away (100%). The poor biosecurity condition cause the high level of risk spreading avian influenza at grocery of life duck in the live bird market at DKI Jakarta. Key word : avian influenza, biosecurity, grocery of life duck

3 KONDISI BIOSEKURITI PADA TEMPAT PENJUALAN BEBEK HIDUP DI PASAR TRADISIONAL DKI JAKARTA DAN RISIKONYA TERHADAP PENYEBARAN AVIAN INFLUENZA (AI) FAJRIN ARITS TUMUHA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

4 Judul : Kondisi Biosekuriti pada Tempat Penjualan Bebek Hidup di Pasar Tradisional DKI Jakarta dan Risikonya terhadap Penyebaran Avian Influenza (AI) Nama : Fajrin Arits Tumuha NRP : B Disetujui Ir. Etih Sudarnika, MSi Pembimbing I drh. Chaerul Basri Pembimbing II Diketahui, Dr. Nastiti Kusumorini Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Tanggal Lulus :...

5 PRAKATA Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas semua nikmat yang telah diberikan kepada penulis dalam menjalani hidup hingga penulis bisa menyelesaikan studi dan skripsi dengan baik di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB). Judul skripsi yang diambil adalah Penerapan Biosekuriti pada Tempat Penjualan Bebek Hidup di Pasar Tradisional DKI Jakarta dan Risikonya terhadap Penyebaran Avian Influenza (AI). Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1 Keluarga tercinta (Bapak, Ibu, Adi dan Farrih) atas cinta, kasih sayang, kelembutan, dan perhatian serta pengorbanannya kepada penulis. 2 Ir. Etih Sudarnika, M.Si selaku pembimbing pertama yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, arahan, dan nasehat yang membangun serta motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 3 Bapak drh. Chaerul Basri selaku pembimbing kedua yang telah sabar dalam membimbing dan mengarahkan dalam penulisan ini. 4 Bapak drh. Trioso Purnawarman, M.Si selaku dosen penilai dan penguji. 5 Ibu Nastiti Kusumorini, PhD selaku Wakil Dekan FKH IPB. 6 Dosen dan staf karyawan Departemen IPHK dan Kesmavet. 7 Keluarga di Cikarang, keluarga di Jakarta, serta keluarga besar di Madura dan Tuban. 8 Keluarga di Dolphin yang telah banyak berkorban dan memberikan semangat serta kasih sayang di setiap waktunya kepada penulis. 9 Teman-teman di Ikatan Mahasiswa Pelajar Mahasiswa Ronggolawe Tuban 10 Teman-teman seperjuangan FKH 41 Asteroidea, F5 (Dwi, Izul, Agus, Ali), Sari, Tia, Upik, Siti, Cecy, Dinul, Mbak Leni, teman sepenelitian Bama dan Mahar, teman-teman di DKM An Nahl, dan UKM Bulutangkis, dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu baik secara langsung maupun tidak langsung, dari lubuk hati yang dalam saya menghaturkan terima kasih. Semoga Allah SWT senantiasa membalas segala amal ibadah dan kebaikan kepada mereka semua. Kesalahan dalam penulisan skripsi ini tentu datang dari saya pribadi. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat sebagaimana mestinya. Bogor, November 2008 Fajrin Arits Tumuha

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tuban pada tanggal 23 Juni Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara, putra pasangan Bapak M. Mosleh dan Ibu Zumriyati Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan Sekolah Dasar pada tahun 1998 di MI Salafiyah Bangilan dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SLTPN 1 Bangilan hingga lulus pada tahun Pendidikan SMU diselesaikan pada tahun 2004 di SMUN 1 Jatirogo. Pada tahun yang sama penulis berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) sebagai mahasiswa. Semasa menjadi mahasiswa FKH IPB, penulis pernah aktif dalam kegiatan eksternal dan internal kampus yaitu Pengurus DKM An Nahl FKH IPB , Ketua Rohis kelas periode Pengurus Badan Kerohanian Islam Mahasiswa (BKIM) IPB periode Anggota Himpunan Minat dan Profesi (HIMPRO) ruminansia, pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FKH IPB periode , wakil ketua Ikatan Pelajar Mahasiswa Ronggolawe Tuban (IPMRT) periode , Ketua Gerakan Kakak Asuh (GAKA) , dan sebagai ketua umum UKM Bulutangkis IPB periode

7 DAFTAR ISI Halaman PRAKATA... i RIWAYAT HIDUP... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR LAMPIRAN... vii PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 Manfaat... 2 TINJAUAN PUSTAKA Pasar dan Tempat Penjualan Unggas Hidup... 3 Bebek dan Peranannya dalam Penyebaran Penyakit AI... 5 Biosekuriti... 6 BAHAN DAN METODE Sumber Data... 9 Waktu dan Tempat... 9 Disain Penelitian... 9 Sampel Analisis Data Definisi Operasional Penilaian Tingkat Biosekuriti HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pedagang Bebek Hidup Karakteristik Manajemen Penampungan Bebek Penilaian Aspek-Aspek Biosekuriti Penilaian Aspek Pengendalian Bibit/Asal Unggas Penilaian Aspek Bangunan dan Fasilitas Penilaian Aspek Pengendalian Unggas/Burung Liar/Tikus dan Insekta Penilaian Aspek Penerapan Disinfeksi Penilaian Aspek Penanganan Kesehatan Unggas Hidup Penilaian Aspek Sanitasi Kandang Penilaian Aspek Penanganan Limbah Penilain Aspek Pekerja Kondisi Biosekuriti Tempat Penjualan Bebek Hidup di DKI Jakarta... 31

8 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 38

9 DAFTAR TABEL Halaman 1 Jumlah dan tempat penjualan bebek hidup lokasi pengambilan contoh.. 2 Definisi operasional penyimpangan minor, mayor, serius dan kritis pada tempat penjualan bebek hidup di DKI Jakarta Penilaian tingkat biosekuriti Distribusi karakteristik pedagang bebek hidup di DKI Jakarta... 5 Distribusi karakteristik manajemen penampungan bebek hidup di DKI Jakarta... 6 Penyimpangan yang bersifat kritis, serius, mayor dan minor pada 38 tempat penjualan bebek hidup di DKI Jakarta Jumlah penyimpangan berdasarkan aspek-aspek biosekuriti yang dinilai pada tempat penjualan bebek hidup di DKI Jakarta... 8 Kondisi aspek pengendalian bibit/asal unggas pada tempat penjualan bebek hidup yang diamati di DKI Jakarta Kondisi aspek bangunan dan fasilitas pada tempat penjualan bebek hidup yang diamati di DKI Jakarta Kondisi aspek pengendalian unggas / burung liar, tikus dan insekta pada tempat penjualan bebek hidup yang diamati di DKI Jakarta.. 11 Kondisi aspek penerapan disinfeksi pada tempat penjualan hidup yang diamati di DKI Jakarta Kondisi aspek penanganan kesehatan unggas hidup pada tempat penjualan bebek hidup yang diamati di DKI Jakarta Kondisi aspek sanitasi kandang pada tempat penjualan bebek hidup yang diamati di DKI Jakarta Kondisi aspek penanganan limbah pada tempat penjualan bebek hidup yang diamati di DKI Jakarta Kondisi aspek pekerja pada tempat penjualan bebek hidup yang diamati di DKI Jakarta Kategori tempat penjualan bebek hidup berdasarkan praktek biosekuriti di DKI Jakarta

10 DAFTAR GAMBAR 1 Kondisi Biosekuriti Tempat Penjualan Bebek Hidup di DKI Jakarta.... Halaman 41

11 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Pembobotan Checklist Penilaian Tingkat Biosekuriti

12 PENDAHULUAN Latar Belakang DKI Jakarta merupakan ibu kota negara Indonesia yang memiliki kepadatan dan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi (Anonim 2008a). Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi ini berakibat terhadap permintaan protein hewani di wilayah DKI Jakarta. Bebek merupakan salah satu sumber protein hewani yang disukai oleh masyarakat karena harga relatif terjangkau, memiliki rasa yang enak, mudah dalam pengolahan, serta tinggi nilai gizinya. Namun bebek juga merupakan salah satu hewan reservoir dalam penyebaran penyakit flu burung, oleh karenanya penerapan biosekuriti perlu dilaksanakan untuk pengendalian dan pencegahan penyebaran penyakit. Biosekuriti dapat digambarkan sebagai satu rangkaian program kerja dan prosedur yang akan mencegah penyebaran hama dan jasad renik berbahaya di berbagai tempat perunggasan seperti peternakan, tempat penampungan unggas, rumah potong unggas dan pasar (Grimes dan Jackson 2001). Penerapan biosekuriti yang baik dapat mengendalikan dan mencegah penyebaran penyakit termasuk penyakit flu burung. Virus Avian Influenza (VAI) yang lebih dikenal dengan virus flu burung saat ini banyak mewabah di berbagai negara. Pada pertengahan tahun 2008 penyakit flu burung ini telah menginfeksi hampir 400 orang, dan membunuh lebih dari sebagian jumlah mereka. Saat ini virus flu burung menjadi endemik pada unggas air liar dan peternakan dalam negeri pada beberapa negara Asia Timur- Selatan termasuk di Indonesia. Penelitian terakhir memperlihatkan ada 10 perubahan asam amino pada protein polimerase yang berbeda dengan virus flu burung tahun 1918, dan sejumlah perubahan yang sama telah ditemukan dalam peredarannya baru-baru ini, yaitu virus H5N1 patogenik tinggi (WHO 2008). Penyakit flu burung telah mewabah di Indonesia sejak tahun 2003 dan sampai bulan Agustus 2008 telah mengakibatkan kematian jutaan ekor unggas dan menginfeksi manusia sebanyak 136 orang dengan 111 diantaranya meninggal dunia. Dampak yang ditimbulkan oleh penyakit ini adalah lumpuhnya sektor peternakan unggas dan produk ikutannya, selain itu juga mengancam masyarakat

13 karena penyakit ini bersifat zoonosis yaitu dapat menular ke manusia (Komnas FBPI 2008) Pasar adalah salah satu tempat penyebaran virus flu burung, oleh karena itu adanya biosekuriti pasar yang baik akan menyebabkan hewan tetap sehat dan tidak mudah terinfeksi penyakit serta risiko penyebaran virus flu burung dapat diminimalisir. Penelitian ini akan mempelajari kondisi biosekuriti tempat penjualan bebek hidup di pasar yang ada di DKI Jakarta serta risikonya terhadap penyebaran virus flu burung di wilayah tersebut. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai tingkat biosekuriti tempat penjualan bebek hidup di pasar tradisional yang ada di wilayah DKI Jakarta dan risikonya terhadap penyebaran avian influenza. Manfaat Penelitian Menambah informasi tingkat biosekuriti tempat penjualan bebek hidup di pasar tradisional yang ada di wilayah DKI Jakarta. Informasi penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai data pendukung usaha pengendalian AI pada unggas di DKI Jakarta

14 TINJAUAN PUSTAKA Pasar dan Tempat Penjualan Unggas Pasar adalah tempat pertemuan antara penjual dan pembeli. Pasar tradisional biasanya identik dengan tempatnya yang kotor, becek, bau dan tidak nyaman dalam proses jual beli. Pasar tradisional di Indonesia merupakan bagian terbesar dari seluruh tempat belanja masyarakat Indonesia (Suharno 2002). Pasar tradisional di Indonesia juga menjadi transaksi penjualan unggas dan produknya, hal ini dapat menjadi sumber penyebaran penyakit (Anonim 2008b). Dalam upaya pengendalian suatu penyakit sangat penting diketahui jalur penularan penyakit. Hal ini untuk mengetahui tindakan apa yang sebaiknya dilakukan. Keberhasilan dalam pengendalian suatu penyakit sangat ditentukan oleh keberhasilan dalam memutus rantai penularan penyakit tersebut. Melihat perkembangan jalur penularan AI ke manusia yang saat ini terjadi masih berasal dari unggas maka tindakan memotong rantai penularan dari unggas ke manusia merupakan langkah yang tepat. Saat ini telah terjadi komersialisasi komoditi unggas maka sangat penting memperhatikan rantai distribusi unggas dan produknya. Hal ini dimaksudkan agar tindakan/kebijakan yang dilakukan dalam memotong rantai penularan/penyebaran AI dapat berjalan dengan tepat (Jaelani 2008). Berdasarkan hasil lokakarya pasar unggas hidup (live bird markets/traditional markets) yang diadakan oleh Komnas FBPI, USDA dan CIVAS salah satu titik kritis yang perlu segera mendapat penanganan adalah pasar. Sebagian besar pasar tradisional yang ada di Indonesia terdapat tempat penjualan unggas hidup dan produknya (pasar unggas). Hal ini harus mendapat perhatian serius, mengingat beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pasar yang terdapat penjualan unggas dan produknya (pasar unggas) merupakan tempat yang memiliki risiko tinggi dalam penyebaran virus AI (Jaelani 2008). Pasar-pasar di Asia merupakan pusat aktivitas sosial dan ekonomi, namun pasar juga dapat menjadi sumber penyebaran penyakit yang bersifat zoonosis. Bahkan sejumlah wabah penyakit saat ini ditularkan melalui pangan dan hewan

15 hidup yang dijual di pasar. Tidak terkecuali keberadaan virus AI di pasar menjadi hal yang harus mendapatkan perhatian lebih. Hal ini mengingat pasar sebagai tempat yang memungkinkan kontak langsung antara unggas pembawa virus AI dengan manusia ( Jaelani 2008). Lemahnya biosekuriti dan buruknya higiene sanitasi dapat memicu terjadinya penyebaran dan penularan virus AI di pasar yang menjual unggas hidup dan produknya. Keberadaan virus AI di pasar unggas hidup di Asia Tenggara terajadi pada tahun Saat itu terdeteksi H5N1 pada unggas lokal yang dijual di pasar unggas hidup di Hanoi, Vietnam (Jaelani 2008). Pada tahun 1997 wabah H5N1 terjadi pada peternakan dan pasar becek/tradisional di Hong Kong. Untuk pertama kalinya dilaporkan H5N1 menyerang manusia dengan jumlah kematian 6 orang dari 18 kasus (Claas et al. 1998). Kondisi yang bisa ditemui di pasar yang menjual unggas hidup di Indonesia dan produknya berdasarkan hasil lokakarya pasar unggas hidup yang diadakan oleh Komnas FBPI, USDA dan CIVAS : 1. Belum adanya pemeriksaan kesehatan hewan dan produknya secara rutin. 2. Biosekuriti yang masih buruk. 3. Tidak ada proses/program pembersihan dan disinfeksi kendaraan pengangkut, keranjang, peralatan, dan bangunan. Kalaupun ada tidak dilaksanakan secara rutin. 4. Tidak ada batas yang jelas antara tempat penampungan, pemotongan dan penjualan unggas dan produknya dengan tempat komoditi lain. 5. Sumber asal-usul ayam tidak diketahui asal peternakannya dan status kesehatannya. 6. Transportasi unggas belum memenuhi standar (menggunakan motor) dan tidak memenuhi kaidah animal welfare. 7. Tidak ada pintu khusus buat keluar masuknya unggas ke pasar. 8. Tempat pengumpulan/penampungan dan pemotongan unggas yang tidak memenuhi standar minimal higiene dan sanitasi yang baik. 9. Penjualan multi spesies unggas (ayam buras, bebek, ayam ras) dalam satu tempat.

16 10. Masih terdapat penjualan ayam hidup (konsumen membawa ayam hidup ke rumahnya). 11. Belum ada peraturan tentang penataan unggas hidup dan produknya di pasar. 12. Higiene personal yang masih buruk. 13. Kurangnya kesadaran dari para penjual dan pembeli mengenai produk yang ASUH. Melihat kondisi yang ada maka keberadaan pasar unggas yang sehat menjadi satu keharusan jika kita ingin menekan penyebaran virus AI. Bertolak dari kondisi yang ada maka dalam pembuatan konsep pasar unggas yang sehat ada beberapa poin penting yang harus tercakup di dalam konsep pasar unggas yang sehat. Poin-poin tersebut meliputi keberadaan pasar, penerapan biosekuriti, higiene dan sanitasi, daerah antara tempat aktivitas penanganan unggas dan produknya (tempat penampungan unggas, tempat pemotongan unggas, tempat penjualan karkas/daging unggas) dengan tempat penjualan komoditi lain, aktivitas penanganan unggas dan produknya terletak dalam satu area, kelayakan fasilitas dan infrastruktur, pemeriksaan kesehatan unggas, sistem pengawasan keamanan daging unggas (meat inspection system), konsep produk unggas yang keluar dari pasar dalam bentuk karkas bukan dalam bentuk unggas hidup, pemberdayaan masyarakat pasar (pengelola pasar, pemasok unggas hidup, pengumpul unggas hidup, pedagang unggas hidup, pemotong, pedagang daging/karkas unggas, pemerintah daerah, pihak swasta, konsumen), dan kerjasama semua pihak yang terkait. Pasar unggas sangat potensial untuk penyebaran penyakit asal unggas karena pada tempat ini kontak tidak hanya terjadi pada unggas yang dikumpulkan, tetapi juga terjadi dari unggas ke lingkungan sekitar (Anonim 2008b). Bebek dan Peranannya dalam Penyebaran Penyakit AI Bebek disebut juga sebagai hewan unggas air, karena sebagian kehidupannya dilakukan di tempat yang berair (Saleh 2004). Peran bebek selain sebagai salah satu sumber protein hewani juga berperan sebagai hewan reservoir avian influenza. Bebek dianggap sebagai sumber virus H5N1 pada outbreak di Cina akhir tahun 2003 (Li et al. 2004). Strain H5N1 yang high pathogenic pada

17 unggas lain, menjadi low pathogenic jika disuntikkan pada bebek. Bebek tidak menunjukkan gejala klinis tetapi keberadaan virus dari bebek terjadi terus menerus sehingga berpotensi menyebarkan virus yang bersifat patogenik bagi unggas lain bahkan pada manusia (Hulse-Post et al. 2005). Seroprevalensi AI pada bebek secara signifikan lebih tinggi dibandingkan seroprevalensi pada ayam kampung. Hal ini semakin nyata terlihat pada sampling pemeriksaan terhadap bebek di daerah Jawa Barat dan Lampung. Hasil uji serologis ini sesuai dengan hasil uji RT-PCR, dimana material genetik virus AI jauh lebih mudah dijumpai pada bebek sehat dibandingkan dengan ayam kampung sehat (Tim AI FKH-IPB 2006b; Tim AI FKH UNUD 2006). Inokulasi 23 isolat H5N1 pada bebek menunjukkan bahwa semua isolat H5N1 dapat bereplikasi secara efisien dan 22 diantaranya ditransmisikan pada hewan peka melalui kontak. Strain patogenik H5N1 hanya menyebabkan gejala klinis ringan pada bebek, tetapi secara silently dapat mempropagasi virus pada unggas lain (Strurm-Ramirez et al. 2005; Kishida et al. 2005). Hasil penelitian Tim AI FKH-IPB (2006a) menyimpulkan bahwa bebek dapat berperan sebagai reservoir virus AI yang berpotensi menularkan virus tersebut ke ternak lain, selain itu virus AI juga dapat ditemukan pada telur bebek, namun dari segi keamanan pangan keberadaan virus tersebut tidak secara langsung dapat menjadi penyebab penularan penyakit melalui makanan. Biosekuriti Biosekuriti adalah manajemen kesehatan lingkungan yang baik agar risiko munculnya penyakit tidak terjadi. Biosekuriti merupakan praktek manajemen dengan mengurangi potensi transmisi perkembangan organisme seperti virus AI dalam menyerang hewan dan manusia. Biosekuriti terdiri dari 2 elemen penting yaitu bio-kontaimen dan bio-eksklusi. Bio-kontaimen adalah pencegahan terhadap datangnya virus terinfeksi dan bio eksklusi adalah menjaga supaya virus yang ada tidak keluar atau menyebar (WHO 2008b). Biosekuriti dalam peternakan unggas adalah rangkaian langkah-langkah manajemen yang diambil untuk mencegah masuknya suatu agen penyakit ke dalam populasi ternak dengan cara menyaring dan mengkarantina hewan yang

18 baru dan dilakukan monitoring untuk mencegah masuknya agen penyakit (Hutchinson 2008). Jeffrey (1997) mendefinisikan biosekuriti sebagai suatu rancangan untuk mencegah penyebaran penyakit. Pencegahan ini dapat terpenuhi dengan pemeliharaan fasilitas dengan baik, pengontrolan lalu lintas dan isolasi hewan yang baru. Biosekuriti sangat penting untuk mengendalikan dan mencegah berbagai penyakit unggas yang mematikan. Biosekuriti dapat digambarkan sebagai satu set program kerja dan prosedur yang akan mencegah atau membatasi hidup dan menyebarnya hama dan jasad renik berbahaya di berbagai tempat perunggasan seperti peternakan tempat penampungan unggas dan rumah potong unggas. Implementasi biosekuriti akan menghalangi bergeraknya agen berbahaya yang menyebar dengan cepat dari unggas ke berbagai fasilitas yang terdapat di sekitarnya yang peka terhadap agen tersebut. Program biosekuriti meliputi Pengendalian pergerakan unggas, peralatan, orang-orang dan sarana pengangkutan dari luar dan ke farm yang satu ke farm yang lain. Pemisahan jenis unggas, burung liar, binatang pengerat dan binatang yang diasingkan secara geografis untuk memperkecil penyebaran penyakit. Vaksinasi untuk meningkatkan sistem imunitas. Pemeriksaan prosedur untuk mengurangi infeksi/peradangan jasad renik berbahaya dan pengobatan untuk mencegah atau perlakukan hasil bakteri atau protozoal penyakit. Pengendalian serangga yang dapat menyebarkan penyakit. Penerapan disinfeksi dan prosedur yang higiene untuk mengurangi tingkat infeksi membasmi mikroorganisme berbahaya dan pengobatan untuk mencegah dan mengobati penyakit bakteri dan protozoa (Grimes dan Jackson 2001). Secara umum, Ada 3 komponen mayor biosekuriti yaitu isolasi hewan, pengontrolan lalu lintas hewan dan sanitasi. Biosekuriti adalah sistem manajemen yang baik yang melindungi hewan dan manusia terinfeksi organisme dan mikroba dan juga upaya mengisolasi agar penyakit yang sudah ada tidak terinfeksi hewan dan manusia yang belum terinfeksi (Jeffrey 1997). Isolasi. Isolasi adalah pemisahan hewan dalam satu tempat atau lingkungan terkendali atau dapat diartikan dengan penyediaan pagar pemisah kandang untuk menjaga hewan tidak lepas atau bercampur dengan hewan yang lain, serta mencegah masuknya hewan lain ke dalam lingkungan tersebut. Pada peternakan

19 unggas, isolasi dapat dipraktekkan dengan melakukan pembersihan dan disinfeksi secara teratur pada fasilitas dalam peternakan untuk memutus siklus penyakit, memisahkan hewan yang baru dengan hewan yang sudah lama dan manajemen all-in/ all-out yaitu penyediaan jeda waktu antara satu pemeliharaan suatu flok dengan flok yang berikutnya. Pengendalian Lalu Lintas. Pengendalian dan pengawasan diterapkan terhadap lalu lintas ke dan dari peternakan, serta di dalam peternakan itu sendiri. Pengendalian lalu lintas juga diterapkan pada unggas, hewan lain, manusia, bahan, dan peralatan. Pengendalian ini dapat meliputi penyediaan fasilitas kolam dipping dan spraying pada pintu masuk untuk kendaraan yang masuk, penyemprotan desinfektan terhadap peralatan dan kandang, sopir, penjual, atau petugas lainnya dan mengganti pakaian ganti dengan pakaian khusus. Pemeriksaan kesehatan hewan yang datang serta adanya surat keterangan kesehatan hewan (SKKH). Sanitasi. Sanitasi meliputi pembersihan dan disinfeksi secara teratur terhadap bahan-bahan dan peralatan yang masuk ke dalam peternakan dan di dalam peternakan.

20 BAHAN DAN METODE Sumber Data Penelitian ini mengikuti penelitian Avian Influenza Surveillance for Ducks Species in Live Bird Markets in Jakarta kerjasama Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor dengan Food Agriculture Organization, sehingga rancangan penelitian dan kuesioner mengikuti rancangan yang telah ditetapkan oleh Tim Peneliti. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di pasar tradisional yang memiliki tempat penjualan bebek hidup di DKI Jakarta yang berlangsung pada tanggal 6-14 Agustus Disain Penelitian Penelitian dilakukan dengan metode observasi terhadap tempat penjualan bebek hidup dengan cara pengamatan tempat penjualan bebek hidup dan wawancara kepada pedagang bebek di DKI Jakarta. Kondisi biosekuriti diukur berdasarkan jumlah penyimpangan-penyimpangan yang ada di tempat penjualan bebek hidup. Penyimpangan-penyimpangan tersebut dikategorikan sebagai penyimpangan kritis, serius, mayor dan minor berdasarkan pengaruhnya terhadap hewan yang dijual dan risikonya terhadap penyebaran virus AI. Penilaian dilakukan dengan menggunakan checklist yang item-item penilaiannya diadaptasi dari NKV yang dimodifikasi. Hasil penilaian dikategorikan menjadi baik, sedang, dan buruk berdasarkan jumlah penyimpangan yang ada. Selain itu dilakukan pula penjaringan informasi melalui kuesioner untuk mengetahui karakteristik pedagang bebek hidup. Penilaian biosekuriti meliputi : (1) Pengendalian bibit/asal unggas, (2) bangunan dan fasilitas, (3) pengendalian unggas/burung liar, tikus dan insekta, (4) penerapan disinfeksi, (5) penanganan kesehatan unggas hidup, (6) sanitasi kandang, (7) penanganan limbah dan (8) pekerja.

21 Sampel Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tempat penjualan bebek hidup sebanyak 38 tempat dari 11 Pasar yang terdaftar di Suku Dinas Peternakan dan Perikanan DKI Jakarta. Sebaran tempat penjualan bebek hidup yang merupakan contoh pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Jumlah dan tempat penjualan bebek hidup lokasi pengambilan contoh Jumlah No Kota Tempat Penjualan Pasar Bebek Hidup 1 Jakarta Pusat Jakarta Barat Jakarta Utara Jakarta Timur Jakarta Selatan 2 5 Total Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif menggunakan program SPSS 14 dan Microsoft Excel 2007 untuk memberikan gambaran tingkat biosekuriti pada tempat penjualan bebek hidup di DKI Jakarta. Definisi Operasional Untuk mengetahui kondisi biosekuriti pada tempat penjualan bebek hidup di pasar tradisional di DKI Jakarta, maka penyimpangan aspek biosekuriti dibagi ke dalam kategori minor, mayor, serius dan kritis. Adapun definisi operasional untuk masing-masing kategori dapat dilihat pada Tabel 2.

22 Tabel 2 Definisi operasional penyimpangan minor, mayor, serius dan kritis pada tempat penjualan bebek hidup di DKI Jakarta Kategori Penyimpangan Definisi Minor Penyimpangan yang tidak berpengaruh langsung terhadap hewan yang dijual dan mempunyai risiko relatif kecil terhadap penyebaran virus AI Mayor Penyimpangan yang tidak berpengaruh langsung terhadap hewan yang dijual dan mempunyai risiko cukup besar terhadap penyebaran virus AI Serius Penyimpangan yang berpengaruh langsung terhadap hewan yang dijual dan mempunyai risiko yang besar terhadap penyebaran virus AI Jenis Penyimpangan Tidak mendisinfeksi lingkungan kandang secara teratur Tidak mendisinfeksi peralatan kandang selama periode kosong kandang Tidak mendisinfeksi kandang selama kosong kandang Tidak membersihkan kandang selama periode kosong kandang Tidak menerapkan periode kosong kandang minimal sekali sebulan Tidak membersihkan peralatan kandang selama periode kosong kandang Pekerja tidak menggunakan alat pelindung diri. Tidak dilakukan pengendalian insekta Tidak dilakukan pengendalian tikus Tidak membersihkan lingkungan kandang secara teratur Tidak ada kios permanen Lama penampungan lebih dari 2 hari Limbah cair tidak diolah sebelum dibuang Limbah padat tidak dibakar/dikubur/dibuat kompos Tidak ada saluran pembuangan limbah cair (manur. feces) baik Pekerja tidak berprilaku bersih/higienis Tidak dilakukan pengendalian unggas/burung liar Pekerja tidak sehat dan terjamin kesehatannya Tidak ada fasilitas penerangan Tidak memilki tenaga dokter hewan atau petugas pemeriksa kesehatan unggas atau personal yang dapat membedakan hewan sakit Tidak dilakukan isolasi dan disinfeksi terhadap peralatan yang masuk Tidak ada fasilitas kolam dipping dan spraying pada pintu masuk untuk kendaraan yang masuk

23 Kritis Penyimpangan yang berpengaruh langsung terhadap hewan yang dijual dan mempunyai risiko sangat besar terhadap penyebaran virus AI Tidak mendisinfeksi peralatan kandang secara teratur selama periode pemeliharaan Bahan kandang tidak plastik, tidak mudah dibersihkan dan didisinfeksi Tidak membersihkan peralatan kandang secara teratur selama periode pemeliharaan Tidak mendisinfeksi kandang secara teratur selama periode pemeliharaan Hewan mati tidak dibakar/dikubur Tidak adanya pemberlakuan pemisahan bebek lama dan yang baru datang ke tempat pengumpulan Tidak membersihkan kandang secara teratur selama periode pemeliharaan Tidak ada penerapan FIFO Hewan sakit tidak diisolasi/ditempatkan pada kandang terpisah Tidak dilakukan pemeriksaan kesehatan hewan yang datang Bebek yang baru diterima tidak dilengkapi dengan surat keterangan kesehatan hewan (SKKH) Tidak ada fasilitas air bersih Penilaian Checklist Biosekuriti Kondisi biosekuriti dibagi dalam tiga kategori yaitu baik, sedang dan buruk berdasarkan jumlah penyimpangan yang diperoleh dari observasi tempat penjualan bebek hidup di DKI Jakarta. Kategori kondisi tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 3 Penilaian tingkat biosekuriti Tingkat Jumlah Penyimpangan Minor Mayor Serius Kritis Baik Sedang Buruk NA NA >8 >2

24 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pedagang Bebek hidup Karakteristik pedagang bebek hidup yang digambarkan dalam penelitian ini meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, pengalaman usaha dan status kepemilikan. Distribusi karakteristik pedagang bebek hidup berdasarkan daerah survei dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Distribusi karakteristik pedagang bebek hidup di DKI Jakarta Karakteristik Jumlah Persentase (%) Umur < 30 tahun tahun > 50 tahun Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Pendidikan Tidak sekolah SD sederajat SMP sederajat SMU sederajat Perguruan tinggi sederajat Pengalaman usaha < 1 tahun 1 3 tahun 3 5 tahun Lebih dari 5 tahun Status kepemilikan Pemilik Pekerja Sebagian besar pedagang bebek yang disurvei (47.4%) termasuk dalam kategori usia produktif, yakni berumur antara tahun. Sementara pedagang yang termasuk dalam usia sangat produktif (kurang 30 tahun) dan kategori usia sangat produktif masing-masing sebesar 18.4% dan 34.2%. Gambaran kondisi usia pedagang yang sebagian besar termasuk dalam kategori produktif tentu akan relatif mudah bagi mereka di dalam mengadopsi berbagai inovasi (pengetahuan, keterampilan, manajemen dan teknologi) terkait dengan peningkatan kualitas kegiatan usahanya (Tim AI FKH IPB 2006a). Sebagian besar pedagang bebek hidup yang disurvei adalah laki-laki sebanyak 35 orang (92.1%) dan perempuan hanya 3 orang (7.9%). Secara umum

25 pedagang yang disurvei memiliki pendidikan setingkat sekolah dasar/sederajat (42.1%). Pedagang yang memiliki pendidikan setingkat SMP, SMA sampai perguruan tinggi masing-masing 18.4%, 23.7% dan 2.6%. sedangkan sebanyak 13.2% pedagang tidak sekolah. Tingkat pendidikan dapat berpengaruh terhadap cara berdagang yang mereka lakukan. Pedagang dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi diduga akan menerapkan cara berdagang dan orientasi kegiatan usaha yang lebih baik dibandingkan dengan pedagang yang berpendidikan lebih rendah (Tim AI FKH IPB 2006a). Sebagian besar pedagang bebek hidup memiliki pengalaman berdagang bebek dengan kategori lebih dari 5 tahun sebanyak 76.3%, yang berketegori 1-3 tahun dan 3-5 tahun masing-masing adalah 15.8% dan 5.3%. Sedangkan yang berkategori kurang dari 1 tahun hanya 2.6%. Pengalaman berdagang bebek yang dimiliki pedagang bebek akan mempengaruhi cara berdagangnya. Pedagang yang memiliki pengalaman usaha lebih lama akan mampu menangani usahanya dengan lebih baik (Tim AI FKH IPB 2006a). Secara umum usaha dilakukan pedagang bebek hidup di daerah survei adalah milik sendiri yakni sebesar 94.7% dan yang bukan milik sendiri hanya 5.3%. Pedagang yang berwirausaha miliknya sendiri biasanya cenderung memperlakukan ternak yang dipeliharanya lebih baik dibandingkan dengan yang bukan miliknya sendiri (Tim AI FKH IPB 2006a). Karakteristik Manajemen Penampungan Bebek Karakteristik manajemen penampungan bebek hidup yang diamati dalam penelitian meliputi : jenis perkandangan, sistem penampungan, jumlah bebek yang disediakan perhari. Distribusi karakteristik manajemen penampungan bebek hidup berdasarkan daerah survei dapat dilihat pada Tabel 5.

26 Tabel 5 Distribusi karakteristik manajemen penampungan bebek hidup di DKI Jakarta Karakteristik Jumlah Persentase (%) Jenis kandang penampungan Kandang panggung Kandang postal Lain-lain Menjual unggas lain Tidak Ya Jenis unggas lain yang dijual Entog Ayam Entog dan ayam Perlakuan terhadap unggas lain Ditempatkan pada kandang terpisah Dipisah dalam kandang yang sama Bercampur bebas Diberi makan selama penampungan Ya Tidak Diberi minum setelah penampungan Ya Tidak Diberi vitamin selama penampungan Ya Tidak Diberi obat selama penampungan Ya Tidak Jumlah bebek disediakan perhari < 100 ekor ekor >200 ekor Waktu tinggal rata-rata 1 hari > 1 hari Berdasarkan Tabel 5 di atas diketahui jenis kandang yang digunakan oleh pedagang bebek hidup di DKI Jakarta adalah kandang panggung 50%, kandang postal 39.5% dan jenis yang lain 10.5%. Sebagian besar pedagang bebek hidup di DKI Jakarta juga menjual unggas lain selain bebek sebanyak 57.9% dan yang hanya menjual bebek sebanyak 42.1%. Dengan adanya jenis unggas lain selain bebek risiko penyebaran penyakit akan cenderung lebih tinggi. Apalagi unggas tersebut dibiarkan bercampur bebas dan tidak memiliki kandang yang terpisah.

27 Dalam program dan prosedur biosekuriti dilakukan pemisahan unggas terhadap jenis unggas lain, spesies bukan unggas termasuk burung liar dan hewan lainnya untuk mencegah terjadinya penularan penyakit (Grimes dan Jackson 2001). Berdasarkan Tabel 5 di atas diketahui bebek yang tinggal di penampungan diberi makan dan minum (92.1%) tetapi hanya 2.6% yang diberi vitamin dan tidak ada bebek yang diberi obat selama di penampungan. Waktu tinggal rata-rata bebek di penampungan tidak lebih dari 1 hari sebanyak (78.9%). Pedagang bebek hidup sebagian besar menyediakan bebek kurang dari 100 ekor per hari (55.3%), dan yang menyediakan bebek antara ekor per hari (21.1 %) dan sebanyak (23.7%) pedagang menyediakan bebek lebih dari 200 ekor per hari. Penilaian Aspek-Aspek Biosekuriti Dari hasil penelitian yang dilakukan, penyimpangan-penyimpangan aspek biosekuriti yang ditemukan pada tempat penjualan bebek hidup di DKI Jakarta selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Penyimpangan yang bersifat kritis, serius, mayor dan minor pada 38 tempat penjualan bebek hidup di DKI Jakarta Kategori Jenis penyimpangan N % Kritis Hewan sakit tidak diisolasi/ditempatkan pada kandang terpisah Tidak dilakukan pemeriksaan kesehatan hewan yang datang Bebek yang baru diterima tidak dilengkapi dengan surat keterangan kesehatan hewan (SKKH) Tidak ada fasilitas air bersih Serius Tidak memilki tenaga dokter hewan atau petugas pemeriksa kesehatan unggas atau personal yang dapat membedakan hewan sakit Tidak dilakukan isolasi dan disinfeksi terhadap peralatan yang masuk Tidak ada fasilitas kolam dipping dan spraying pada pintu masuk untuk kendaraan yang masuk Tidak mendisinfeksi peralatan kandang secara teratur selama periode pemeliharaan Bahan kandang tidak plastik, tidak mudah dibersihkan dan didisinfeksi Tidak membersihkan peralatan kandang secara teratur selama periode pemeliharaan Tidak mendisinfeksi kandang secara teratur selama periode

28 pemeliharaan Hewan mati tidak dibakar/dikubur Tidak adanya pemberlakuan pemisahan bebek lama dan yang baru datang ke tempat pengumpulan Tidak membersihkan kandang secara teratur selama periode pemeliharaan Tidak ada penerapan FIFO Mayor Limbah cair tidak diolah sebelum dibuang Limbah padat tidak dibakar/dikubur/dibuat kompos Tidak ada saluran pembuangan limbah cair (manur. feces) baik Pekerja tidak berprilaku bersih/higienis Tidak dilakukan pengendalian unggas/burung liar Pekerja tidak sehat dan terjamin kesehatannya Tidak ada fasilitas penerangan Minor Tidak mendisinfeksi lingkungan kandang secara teratur Tidak mendisinfeksi peralatan kandang selama periode kosong kandang Tidak mendisinfeksi kandang selama kosong kandang Tidak membersihkan kandang selama periode kosong kandang Tidak menerapkan periode kosong kandang minimal sekali sebulan Tidak membersihkan peralatan kandang selama periode kosong kandang Pekerja tidak menggunakan alat pelindung diri Tidak dilakukan pengendalian insekta Tidak dilakukan pengendalian tikus Tidak membersihkan lingkungan kandang secara teratur Tidak ada kios permanen Lama penampungan lebih dari 2 hari Penyimpangan kritis tertinggi pada tempat penjualan bebek hidup di DKI Jakarta adalah hewan sakit tidak diisolasi/ditempatkan pada kandang terpisah sebesar 94.7%. Tempat penjualan bebek hidup yang mengisolasi/menempatkan hewan sakit pada kandang terpisah hanya 2 tempat dari 38 tempat, Penyimpangan kritis terendah pada tempat penjualan bebek hidup di DKI Jakarta adalah tidak ada fasilitas air bersih 39.57%. Tempat penjualan bebek hidup di DKI Jakarta yang memiliki fasilitas air bersih sebanyak 23 dari 38 tempat.

29 Penyimpangan serius tertinggi pada tempat penjualan bebek hidup di DKI Jakarta adalah tidak ada fasilitas kolam dipping dan spraying pada pintu masuk untuk kendaraan yang masuk, tidak dilakukan isolasi dan disinfeksi terhadap peralatan yang masuk dan tidak memiliki tenaga dokter hewan atau petugas pemeriksa kesehatan unggas atau personal yang dapat membedakan hewan sakit sebesar 100% (38 dari 38 tempat). Penyimpangan serius terendah pada tempat penjualan bebek hidup di DKI Jakarta adalah tidak ada penerapan FIFO 60.5%. Tempat penjualan bebek hidup di DKI Jakarta yang menerapkan FIFO bersih sebanyak 15 dari 38 tempat. Penyimpangan mayor tertinggi pada tempat penjualan bebek hidup di DKI Jakarta adalah limbah cair tidak diolah sebelum dibuang sebesar 100%. Semua tempat penjualan bebek hidup di DKI Jakarta tidak mengolah limbah cair sebelum dibuang. Penyimpangan mayor terendah pada tempat penjualan bebek hidup di DKI Jakarta adalah tidak memiliki fasilitas penerangan 7.9%. Tempat penjualan bebek hidup di DKI Jakarta memiliki fasilitas penerangan sebanyak 35 dari 38 tempat. Penyimpangan minor tertinggi pada tempat penjualan bebek hidup di DKI Jakarta adalah tidak mendisinfeksi lingkungan kandang secara teratur, tidak mendisinfeksi peralatan kandang selama periode kosong kandang sebesar 100% (38 dari 38 tempat). Penyimpangan minor terendah pada tempat penjualan bebek hidup di DKI Jakarta adalah lama penampungan lebih dari 2 hari 10.5%. Tempat penjualan bebek hidup di DKI Jakarta yang menampung hewan tidak lebih dari 2 hari sebanyak 34 dari 38 tempat. Uraian secara lengkap mengenai penyimpangan-penyimpangan penerapan biosekuriti pada masing-masing aspek yang dinilai dapat dilihat pada Tabel 7.

30 Tabel 7 Jumlah penyimpangan berdasarkan aspek-aspek biosekuriti yang dinilai pada tempat penjualan bebek hidup di DKI Jakarta Aspek yang dinilai Kategori Penyimpangan Kritis Serius Mayor Minor Pengendalian bibit/asal unggas Bangunan dan fasilitas Pengendalian unggas/burung liar, tikus dan insekta Penerapan disinfeksi Penanganan kesehatan unggas hidup Sanitasi kandang Penanganan limbah Pekerja Total Berdasarkan Tabel 7 di atas diketahui tempat penjualan bebek hidup di DKI Jakarta mempunyai penyimpangan kritis sebanyak 116 penyimpangan, serius 361 penyimpangan, mayor 189 penyimpangan dan minor 354 penyimpangan. Uraian secara terperinci untuk masing-masing aspek penilaian adalah sebagai berikut : Penilaian Aspek Pengendalian Bibit/Asal Unggas Pengendalian bibit/asal hewan merupakan faktor penting dalam menunjang pelaksanaan biosekuriti, pengendalian bibit/asal unggas yang baik dapat mencegah penyebaran penyakit. Penyimpangan yang ditemukan sebanyak 65 penyimpangan kritis dan 29 penyimpangan serius. Data selengkapnya mengenai pengendalian bibit/asal hewan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Kondisi aspek pengendalian bibit/asal unggas pada tempat penjualan bebek hidup yang diamati di DKI Jakarta Jenis pertanyaan Kategori penyimpangan N Baik Penyimpa ngan Bebek yang baru diterima dilengkapi dengan surat keterangan kesehatan hewan (SKKH) Pemeriksaan kesehatan hewan yang datang Pemberlakuan pemisahan bebek lama dan yang baru datang ke tempat pengumpulan Kritis 38 6 (15.8%) 32 (84.2%) Kritis 38 5 (13.2%) 33 (86.8%) Serius 38 9 (23.7%) 29 (76.3%)

31 Berdasarkan Tabel 8 di atas diketahui tempat penjualan bebek hidup yang membeli hewan tidak dilengkapi dengan SKKH sebesar 84.2% (32 dari 38 tempat). Tempat penjualan bebek hidup yang membeli hewan dengan melengkapi SKKH sebanyak 6 tempat. Penyimpangan tidak dilengkapinya penerimaan unggas dengan SKKH dimasukkan ke dalam kategori penyimpangan kritis. Unggas yang datang harus disertai surat keterangan kesehatan hewan (SKKH) yang dikeluarkan oleh dinas yang membawahi kesehatan hewan dan ditandatangani oleh dokter hewan yang terkait (Anonim 1977). Unggas yang datang berasal dari peternakan atau peternakan bibit yang bebas penyakit. Unggas yang boleh masuk ke area kandang adalah unggas yang telah diperiksa oleh dokter hewan dan hasilnya harus negatif dari keberadaan agen-agen patogen dalam unggas tersebut (Shulaw et al. 2001). Berdasarkan Tabel 8 di atas diketahui tempat penjualan bebek hidup yang tidak melakukan pemeriksaan kesehatan hewan yang datang sebesar 86.8% (33 dari 38 tempat). Tempat penjualan bebek hidup yang melakukan pemeriksaan kesehatan hewan yang datang sebanyak 5 tempat. Penyimpangan tidak melakukan pemeriksaan kesehatan hewan yang datang dimasukkan ke dalam kategori penyimpangan kritis. Unggas yang masuk ke tempat penjualan unggas diisolasi terlebih dahulu dalam ruang tertutup sempurna agar tidak ada agen-agen penyakit yang dapat keluar atau masuk ke area isolasi (Shulaw et al. 2001). Berdasarkan Tabel 8 di atas tempat penjualan bebek hidup yang tidak melakukan pemisahan bebek lama dan yang baru datang ke tempat pengumpulan sebesar 76.3%. Tempat penjualan bebek hidup yang melakukan pemisahan bebek lama dan yang baru datang ke tempat pengumpulan sebanyak 29 tempat. Penyimpangan tidak melakukan pemisahan bebek lama dan yang baru datang ke tempat pengumpulan dimasukkan ke dalam kategori penyimpangan serius. Penilaian Aspek Bangunan dan Fasilitas Penilaian aspek bangunan dan fasilitas meliputi 5 butir penilaian dengan kategori penyimpangan terdiri dari 1 kritis, 1 serius, 2 mayor, dan 1 minor. Jumlah penyimpangan yang berkategori kritis sebanyak 15 penyimpangan, serius

32 35 penyimpangan, mayor 39 penyimpangan dan minor 18 penyimpangan. Data selengkapnya mengenai aspek bangunan dan fasilitas tempat penjualan bebek hidup berdasarkan hasil penilaian dengan checklist dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Kondisi aspek bangunan dan fasilitas pada tempat penjualan bebek hidup yang diamati di DKI Jakarta Kategori Penyimpa Jenis pertanyaan N Baik penyimpangan ngan Kios permanen Minor (52.6%) 18 (47.4%) Penerangan Mayor (92.1%) 3 (7.9%) Air bersih Kritis (60.5%) 15 (39.5) Saluran pembuangan limbah cair (manur, feses) baik Mayor 38 2 (5.3%) 36 (94.7%) Bahan kandang plastik, mudah dibersihkan dan didisinfeksi Serius 38 3 (7.9%) 35 (92.1%) Berdasarkan Tabel 9 di atas diketahui tempat penjualan bebek hidup yang tidak menggunakan kios permanen sebesar 47.4 % (18 dari 38 tempat). Tempat penjualan bebek hidup yang menggunakan kios permanen sebanyak 20 tempat. Penyimpangan tidak menggunakan kios permanen ini dimasukkan ke dalam kategori penyimpangan Minor. Untuk fasilitas listrik, diatur agar intensitas cahaya cukup di area kandang (Berry 2003). Berdasarkan Tabel 9 di atas diketahui tempat penjualan bebek hidup yang tidak dilengkapi dengan fasilitas penerangan hanya sebesar 7.9% (3 dari 38 tempat). Tempat penjualan bebek hidup yang dilengkapi dengan fasilitas penerangan hanya sebanyak 35 tempat. Penyimpangan tidak adanya fasilitas penerangan dimasukkan ke dalam kategori penyimpangan mayor. Tempat penjualan bebek hidup yang tidak memiliki fasilitas air bersih sebesar 39.5% (15 dari 38 tempat). Tempat penjualan bebek hidup memiliki air bersih sebanyak 23 tempat. Penyimpangan tidak adanya fasilitas air bersih dimasukkan ke dalam kategori penyimpangan kritis. Air yang digunakan untuk konsumsi dan kebutuhan lainnya harus memenuhi persyaratan air bersih. Adapun penggunaan air tanah atau dari sumber lain maka air harus diperlakukan sedemikian rupa sehingga memenuhi persyaratan air bersih. Klorin berguna untuk mematikan mikroorganisme yang terkandung dalam sumber air (Depkes 2001).

33 Berdasarkan Tabel 9 di atas diketahui tempat penjualan bebek hidup yang tidak memiliki saluran pembuangan limbah cair (manur, feses) dengan baik sebesar 94.7% (36 dari 38 tempat). Tempat penjualan bebek hidup yang memiliki saluran pembuangan limbah cair (manur, feses) dengan baik sebanyak 2 tempat. Penyimpangan tidak memiliki saluran pembuangan limbah cair (manur, feses) dengan baik dimasukkan ke dalam kategori penyimpangan mayor. Kayu sebagai bahan kandang memiliki pori-pori dan kelembaban yang mendukung pertumbuhan bakteri. Kayu dapat juga menyerap bau dari pangan dan kotoran. Kayu memiliki daya tahan yang terbatas sehingga membutuhkan perawatan berkala dan penggantian dalam kurun waktu tertentu (McSwane et al. 2000). Berdasarkan Tabel 9 di atas tempat penjualan hidup yang bahan kandangnya tidak menggunakan plastik yang mudah dibersihkan dan didisinfeksi sebesar 92.1% (35 dari 38 tempat) Tempat penjualan hidup yang bahan kandangnya tidak menggunakan plastik yang mudah dibersihkan dan didisinfeksi sebesar 3 tempat. Penyimpangan tidak menggunakan kandang plastik yang mudah dibersihkan dan didisinfeksi dimasukkan ke dalam kategori penyimpangan serius. Bangunan yang didirikan dalam satu area penjualan unggas hendaknya menggunakan bahan-bahan yang mudah dibersihkan dan didisinfeksi serta tahan terhadap tumbuhnya kapang (Marriot 1999). Begitu juga untuk disain bangunan dalam suatu tempat penjualan unggas harus memperhatikan kegunaan dari bangunan tersebut (Hanson 2002). Penilaian Aspek Pengendalian Unggas / Burung Liar, Tikus dan Insekta Penilaian aspek pengendalian unggas / burung liar, tikus dan insekta meliputi 3 butir penilaian dengan kategori penyimpangan terdiri dari 1 mayor dan 2 minor. Jumlah penyimpangan yang berkategori mayor sebanyak 26 penyimpangan dan minor 60 penyimpangan. Data selengkapanya mengenai aspek pengendalian unggas / burung liar, tikus dan insekta pada tempat penjualan unggas hidup berdasarkan hasil penilaian dengan checklist dapat dilihat pada Tabel 10.

34 Tabel 10 Kondisi aspek pengendalian unggas / burung liar, tikus dan insekta pada tempat penjualan bebek hidup yang diamati di DKI Jakarta Jenis pertanyaan Kategori penyimpangan N Baik Penyimpa ngan Dilakukan pengendalian unggas/burung liar Mayor (31.6%) 26 (68.4%) Dilakukan pengendalian tikus Minor 38 8 (21.1%) 30 (78.9%) Dilakukan pengendalian insekta Minor 38 8 (21.1%) 30 (78.9%) Berdasarkan Tabel 10 di atas diketahui tempat penjualan bebek hidup yang tidak melakukan pengendalian unggas/burung liar sebesar 68.4% (30 dari 38 tempat). Tempat penjualan bebek hidup yang melakukan pengendalian unggas/burung liar sebesar 12 tempat. Penyimpangan tidak melakukan pengendalian unggas/burung liar dimasukkan ke dalam kategori penyimpangan mayor. Dengan adanya jenis unggas lain selain bebek risiko penyebaran penyakit akan cenderung lebih tinggi. Apalagi unggas tersebut dibiarkan bercampur bebas dan tidak memiliki kandang yang terpisah. Dalam program dan prosedur biosekuriti dilakukan pemisahan unggas terhadap jenis unggas lain, spesies bukan unggas termasuk burung liar dan hewan lainnya untuk mencegah terjadinya penularan penyakit (Grimes dan Jackson 2001). Menurut Kuney (1999) pakan bisa menjadi sumber datangnya bangsa rodensia dan unggas liar, oleh karena itu tikus dan unggas lain dicegah agar tidak menjangkau pakan. Berdasarkan Tabel 8 diatas diketahui tempat penjualan bebek hidup yang tidak melakukan pengendalian tikus sebesar 78.9% (30 dari 38 tempat). Tempat penjualan bebek hidup yang melakukan pengendalian tikus sebanyak 8 tempat. Penyimpangan tidak melakukan pengendalian tikus dimasukkan ke dalam kategori penyimpangan minor. Tempat penjualan bebek hidup yang tidak melakukan pengendalian insekta sebesar 78.9% (30 dari 38 tempat). Tempat penjualan bebek hidup yang melakukan pengendalian insekta sebanyak 8 tempat. Penyimpangan tidak melakukan pengendalian insekta dimasukkan ke dalam kategori penyimpangan minor.

KONDISI BIOSEKURITI PADA TEMPAT PENJUALAN BEBEK HIDUP DI PASAR TRADISIONAL DKI JAKARTA DAN RISIKONYA TERHADAP PENYEBARAN AVIAN INFLUENZA (AI)

KONDISI BIOSEKURITI PADA TEMPAT PENJUALAN BEBEK HIDUP DI PASAR TRADISIONAL DKI JAKARTA DAN RISIKONYA TERHADAP PENYEBARAN AVIAN INFLUENZA (AI) KONDISI BIOSEKURITI PADA TEMPAT PENJUALAN BEBEK HIDUP DI PASAR TRADISIONAL DKI JAKARTA DAN RISIKONYA TERHADAP PENYEBARAN AVIAN INFLUENZA (AI) FAJRIN ARITS TUMUHA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

KONDISI BIOSEKURITI PETERNAKAN UNGGAS SEKTOR 4 DI KABUPATEN CIANJUR ALI YATMIKO B

KONDISI BIOSEKURITI PETERNAKAN UNGGAS SEKTOR 4 DI KABUPATEN CIANJUR ALI YATMIKO B KONDISI BIOSEKURITI PETERNAKAN UNGGAS SEKTOR 4 DI KABUPATEN CIANJUR ALI YATMIKO B04104062 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ABSTRAK ALI YATMIKO. Kondisi Biosekuriti Peternakan

Lebih terperinci

PENERAPAN BIOSEKURITI DAN HIGIENE DI TEMPAT PENAMPUNGAN UNGGAS DI JAKARTA BARAT KUKUH GALIH WASKITA

PENERAPAN BIOSEKURITI DAN HIGIENE DI TEMPAT PENAMPUNGAN UNGGAS DI JAKARTA BARAT KUKUH GALIH WASKITA PENERAPAN BIOSEKURITI DAN HIGIENE DI TEMPAT PENAMPUNGAN UNGGAS DI JAKARTA BARAT KUKUH GALIH WASKITA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PENERAPAN BIOSEKURITI DAN HIGIENE DI TEMPAT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil 30 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Hasil penelitian ini disajikan dalam 3 bagian yang diharapkan dapat memenuhi tujuan dan hipotesis penelitian yaitu : (1) distribusi sampel penelitian untuk mengetahui jumlah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 Hipotesis... 2

DAFTAR ISI. PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 Hipotesis... 2 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i iii i PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 Hipotesis... 2 TINJAUAN

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN CHECKLIST UNTUK AUDIT BIOSEKURITI, HIGIENE, DAN SANITASI DISTRIBUTOR TELUR AYAM BAWANTA WIDYA SUTA

PENGEMBANGAN CHECKLIST UNTUK AUDIT BIOSEKURITI, HIGIENE, DAN SANITASI DISTRIBUTOR TELUR AYAM BAWANTA WIDYA SUTA PENGEMBANGAN CHECKLIST UNTUK AUDIT BIOSEKURITI, HIGIENE, DAN SANITASI DISTRIBUTOR TELUR AYAM BAWANTA WIDYA SUTA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 ABSTRAK BAWANTA WIDYA SUTA. 2007.

Lebih terperinci

KONDISI BIOSEKURITI PADA TEMPAT PENJUALAN UNGGAS HIDUP DI PASAR TRADISIONAL DI KABUPATEN TASIKMALAYA DAN RISIKONYA TERHADAP PENYEBARAN AVIAN INFLUENZA

KONDISI BIOSEKURITI PADA TEMPAT PENJUALAN UNGGAS HIDUP DI PASAR TRADISIONAL DI KABUPATEN TASIKMALAYA DAN RISIKONYA TERHADAP PENYEBARAN AVIAN INFLUENZA KONDISI BIOSEKURITI PADA TEMPAT PENJUALAN UNGGAS HIDUP DI PASAR TRADISIONAL DI KABUPATEN TASIKMALAYA DAN RISIKONYA TERHADAP PENYEBARAN AVIAN INFLUENZA DESTRIYANTI SUGIARTI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh virus influenza tipe A, yang ditularkan oleh unggas seperti ayam, kalkun, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh virus influenza tipe A, yang ditularkan oleh unggas seperti ayam, kalkun, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Flu burung atau avian influenza adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A, yang ditularkan oleh unggas seperti ayam, kalkun, dan itik (Soejoedono

Lebih terperinci

PRAKATA. Semoga pedoman ini dapat berperan secara signifikan dalam upaya menekan penyebaran virus avian influenza. Amin.

PRAKATA. Semoga pedoman ini dapat berperan secara signifikan dalam upaya menekan penyebaran virus avian influenza. Amin. PRAKATA P uji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya penyusunan Pedoman Penataan Pasar Unggas, Rantai Distribusi Unggas dan Produk Unggas yang sudah diharapkan oleh kita semua. Pedoman ini merupakan

Lebih terperinci

Deteksi Virus Avian Influenza pada Lingkungan dan Unggas yang Datang di Tempat Penampungan Ayam (TPnA) di DKI Jakarta

Deteksi Virus Avian Influenza pada Lingkungan dan Unggas yang Datang di Tempat Penampungan Ayam (TPnA) di DKI Jakarta Laporan Akhir Deteksi Virus Avian Influenza pada Lingkungan dan Unggas yang Datang di Tempat Penampungan Ayam () di DKI Jakarta 2008 Kerjasama : Wageningen International Departemen Pertanian Republik Indonesia

Lebih terperinci

PENERAPAN KESEJAHTERAAN HEWAN PADA TEMPAT PENJUALAN UNGGAS HIDUP DI KOTA BOGOR BAMA OKTIONUS ISLAHUDDIN

PENERAPAN KESEJAHTERAAN HEWAN PADA TEMPAT PENJUALAN UNGGAS HIDUP DI KOTA BOGOR BAMA OKTIONUS ISLAHUDDIN PENERAPAN KESEJAHTERAAN HEWAN PADA TEMPAT PENJUALAN UNGGAS HIDUP DI KOTA BOGOR BAMA OKTIONUS ISLAHUDDIN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PENERAPAN KESEJAHTERAAN HEWAN PADA TEMPAT

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH PEMASARAN AYAM BROILER DI PASAR TRADISIONAL KOTA JAKARTA SELATAN SKRIPSI

ANALISIS NILAI TAMBAH PEMASARAN AYAM BROILER DI PASAR TRADISIONAL KOTA JAKARTA SELATAN SKRIPSI ANALISIS NILAI TAMBAH PEMASARAN AYAM BROILER DI PASAR TRADISIONAL KOTA JAKARTA SELATAN SKRIPSI HESTI INDRAWASIH PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

PENERAPAN BIOSEKURITI DAN HIGIENE DI TEMPAT PENAMPUNGAN UNGGAS DI JAKARTA BARAT KUKUH GALIH WASKITA

PENERAPAN BIOSEKURITI DAN HIGIENE DI TEMPAT PENAMPUNGAN UNGGAS DI JAKARTA BARAT KUKUH GALIH WASKITA PENERAPAN BIOSEKURITI DAN HIGIENE DI TEMPAT PENAMPUNGAN UNGGAS DI JAKARTA BARAT KUKUH GALIH WASKITA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 28 PENERAPAN BIOSEKURITI DAN HIGIENE DI TEMPAT

Lebih terperinci

LAMPIRAN KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA

LAMPIRAN KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA LAMPIRAN KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA (AI) DI RW02 KELURAHAN PANUNGGANGAN WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANUNGGANGAN KOTA TANGERANG

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2007

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2007 2 Menimbang : BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN MASYARAKAT BUPATI CIREBON a. bahwa

Lebih terperinci

Produksi Daging Unggas yang Sehat dan Higienis

Produksi Daging Unggas yang Sehat dan Higienis Produksi Daging Unggas yang Sehat dan Higienis Pasar merupakan tempat bertemunya para penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi jual beli. Secara umum berdasarkan kelas mutu pelayanan terbagi menjadi

Lebih terperinci

INFEKSI CACING JANTUNG PADA ANJING DI BEBERAPA WILAYAH PULAU JAWA DAN BALI : FAKTOR RISIKO TERKAIT DENGAN MANAJEMEN KESEHATAN ANJING FITRIAWATI

INFEKSI CACING JANTUNG PADA ANJING DI BEBERAPA WILAYAH PULAU JAWA DAN BALI : FAKTOR RISIKO TERKAIT DENGAN MANAJEMEN KESEHATAN ANJING FITRIAWATI INFEKSI CACING JANTUNG PADA ANJING DI BEBERAPA WILAYAH PULAU JAWA DAN BALI : FAKTOR RISIKO TERKAIT DENGAN MANAJEMEN KESEHATAN ANJING FITRIAWATI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Industri Peternakan unggas dibagi menjadi 4 sektor yaitu sektor 1 merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Industri Peternakan unggas dibagi menjadi 4 sektor yaitu sektor 1 merupakan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan di Indonesia. Industri Peternakan unggas dibagi menjadi 4 sektor yaitu sektor 1 merupakan peternakan yang melaksanakan biosekuriti sangat ketat (high level

Lebih terperinci

Proses Penyakit Menular

Proses Penyakit Menular Proses Penyakit Menular Bagaimana penyakit berkembang? Spektrum penyakit Penyakit Subklinis (secara klinis tidak tampak) Terinfeksi tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda penyakit; biasanya terjadi perubahan

Lebih terperinci

Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan

Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan PangandaranBeach http://www.pangandaranbeach.com Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan Bebek Peking adalah bebek pedaging dengan pertumbuhan sangat cepat. Karena itu usaha budidaya ternak bebek peking

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit adalah ayam penghasil telur tetas fertil yang digunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit adalah ayam penghasil telur tetas fertil yang digunakan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pembibit Broiler Ayam pembibit adalah ayam penghasil telur tetas fertil yang digunakan untuk ditetaskan menjadi DOC (Suprijatna dkk., 2005). Ayam pembibit menghasilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler pembibit merupakan ayam yang menghasilkan bibit ayam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler pembibit merupakan ayam yang menghasilkan bibit ayam 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Pembibit Ayam broiler pembibit merupakan ayam yang menghasilkan bibit ayam broiler (Sudaryani dan Santosa, 2003). Pembibitan ayam merupakan suatu kegiatan pemeliharaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Instalasi Karantina Hewan

TINJAUAN PUSTAKA Instalasi Karantina Hewan TINJAUAN PUSTAKA Instalasi Karantina Hewan Instalasi karantina hewan (IKH) adalah bangunan berikut peralatan, lahan dan sarana pendukung lainnya yang diperlukan sebagai tempat pelaksanaan tindakan karantina

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C.

BAB 1 PENDAHULUAN. Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Influenza merupakan penyakit saluran pernafasan akut yang di sebabkan infeksi Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C. Penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kepercayaan, kita dihadapkan lagi dengan sebuah ancaman penyakit dan kesehatan,

BAB 1 PENDAHULUAN. kepercayaan, kita dihadapkan lagi dengan sebuah ancaman penyakit dan kesehatan, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat negara kita baru mulai bangkit dari krisis, baik krisis ekonomi, hukum dan kepercayaan, kita dihadapkan lagi dengan sebuah ancaman penyakit dan kesehatan,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kerangka Konsep. Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai. berikut :

METODE PENELITIAN. Kerangka Konsep. Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai. berikut : 25 METODE PENELITIAN Kerangka Konsep berikut : Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai Manajemen Unggas di TPnA - Keberadaan SKKH - Pemeriksaan - Petugas Pemeriksa - Cara

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 1 TAHUN 2007 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN AVIAN INFLUENZA (AI)/ FLU BURUNG DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

GUBERNUR MALUKU UTARA

GUBERNUR MALUKU UTARA PERATURAN GUBERNUR MALUKU UTARA NOMOR : 17 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN LALU LINTAS, PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS DI WILAYAH PROPINSI MALUKU UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe

BAB I PENDAHULUAN. penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Avian Influenza (AI) atau flu burung atau sampar unggas merupakan penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe H5N1 dari family Orthomyxoviridae.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Flu burung merupakan penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas bagi masyarakat karena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam) 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mesin Tetas Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam) dan melaui penetasan buatan (mesin tetas) (Paimin, 2000). Penetasan buatan dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Usaha pembibitan ayam merupakan usaha untuk menghasilkan ayam broiler

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Usaha pembibitan ayam merupakan usaha untuk menghasilkan ayam broiler 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembibitan Ayam Usaha pembibitan ayam merupakan usaha untuk menghasilkan ayam broiler konsumsi yang memiliki produksi unggul. Bibit- bibit yang bisa dikembangkan di Indonesia

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENYAKIT AVIAN

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENYAKIT AVIAN 69 GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENYAKIT AVIAN INFLUENZA DI KELURAHAN WANGUNSARI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LEMBANG KECAMATAN LEMBANG TAHUN 2007 1. Nama : 2. Alamat : Kelurahan

Lebih terperinci

EVALUASI HASIL VAKSINASI AVIAN INFLUENZA (AI) DI KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMEDANG ANI SITI NURFITRIANI

EVALUASI HASIL VAKSINASI AVIAN INFLUENZA (AI) DI KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMEDANG ANI SITI NURFITRIANI EVALUASI HASIL VAKSINASI AVIAN INFLUENZA (AI) DI KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMEDANG ANI SITI NURFITRIANI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK ANI SITI NURFITRIANI.

Lebih terperinci

PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PENGENDALIAN FLU BURUNG DI JAWA BARAT. oleh : Ir. Koesmajadi TP Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat

PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PENGENDALIAN FLU BURUNG DI JAWA BARAT. oleh : Ir. Koesmajadi TP Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PENGENDALIAN FLU BURUNG Latar Belakang DI JAWA BARAT oleh : Ir. Koesmajadi TP Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Highly Pathogenic Avian influenza(hpai) adalah satu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 50/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 50/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 50/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Dipilihnya desa Tanjung, Jati, Pada Mulya, Parigi Mulya dan Wanasari di Kecamatan Cipunegara pada penelitian ini karena daerah ini memiliki banyak peternakan unggas sektor 1 dan

Lebih terperinci

TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA

TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA 5 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.04.12.2207 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA TATA CARA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.214, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Peternakan. Kesehatan. Veteriner. Hewan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5356) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur. Ayam bibit bertujuan untuk menghasilkan telur berkualitas tinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur. Ayam bibit bertujuan untuk menghasilkan telur berkualitas tinggi 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pembibit Bibit merupakan ayam muda yang akan dipelihara menjadi ayam dewasa penghasil telur. Ayam bibit bertujuan untuk menghasilkan telur berkualitas tinggi dan daya

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PEMELIHARAAN UNGGAS DAN PENGENDALIAN PENYAKIT FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) DENGAN

Lebih terperinci

GAMBARAN SEL DARAH PUTIH PADA KELINCI YANG DIVAKSIN DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SITI RUKAYAH

GAMBARAN SEL DARAH PUTIH PADA KELINCI YANG DIVAKSIN DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SITI RUKAYAH GAMBARAN SEL DARAH PUTIH PADA KELINCI YANG DIVAKSIN DENGAN EKSTRAK CAPLAK Rhipicephalus sanguineus SITI RUKAYAH FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ABSTRAK SITI RUKAYAH. Gambaran Sel

Lebih terperinci

KONDISI BIOSEKURITI PETERNAKAN UNGGAS SEKTOR 4 DI KABUPATEN CIANJUR ALI YATMIKO B

KONDISI BIOSEKURITI PETERNAKAN UNGGAS SEKTOR 4 DI KABUPATEN CIANJUR ALI YATMIKO B KONDISI BIOSEKURITI PETERNAKAN UNGGAS SEKTOR 4 DI KABUPATEN CIANJUR ALI YATMIKO B04104062 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ABSTRAK ALI YATMIKO. Kondisi Biosekuriti Peternakan

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 65 TAHUN 2014 TENTANG PEMOTONGAN HEWAN RUMINANSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

Biosecurity. Biosecurity: Pandangan Baru Terhadap Konsep Lama. Perspektif Saat Ini

Biosecurity. Biosecurity: Pandangan Baru Terhadap Konsep Lama. Perspektif Saat Ini Biosecurity Biosecurity: Pandangan Baru Terhadap Konsep Lama Perspektif Saat Ini Beberapa tahun yang lalu istilah biosecurity masih jarang digunakan kecuali di kalangan tertentu saja Kejadian-kejadian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang dan sedang berusaha mencapai

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang dan sedang berusaha mencapai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang dan sedang berusaha mencapai pembangunan sesuai dengan yang telah digariskan dalam propenas. Pembangunan yang dilaksakan pada hakekatnya

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN Nomor : 499/Kpts/PD /L/12/2008 TENTANG

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN Nomor : 499/Kpts/PD /L/12/2008 TENTANG KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN Nomor : 499/Kpts/PD.670.210/L/12/2008 TENTANG PEDOMAN PERSYARATAN TEKNIS INSTALASI KARANTINA HEWAN UNTUK DAY OLD CHICK (DOC) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Tinjauan Mengenai Flu Burung

Tinjauan Mengenai Flu Burung Bab 2 Tinjauan Mengenai Flu Burung 2.1 Wabah Wabah adalah istilah umum baik untuk menyebut kejadian tersebarnya penyakit pada daerah yang luas dan pada banyak orang, maupun untuk menyebut penyakit yang

Lebih terperinci

Lampiran 1 Kuesioner Tatalaksana Kesehatan Peternakan Sapi Perah Rakyat di KTTSP Baru Sireum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor

Lampiran 1 Kuesioner Tatalaksana Kesehatan Peternakan Sapi Perah Rakyat di KTTSP Baru Sireum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor Lampiran 1 Kuesioner Tatalaksana Kesehatan Peternakan Sapi Perah Rakyat di KTTSP Baru Sireum Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor 19 No. Kuesioner : Enumerator : Tanggal : Waktu : PERNYATAAN PERSETUJUAN Nama

Lebih terperinci

JUMLAH ERITROSIT, NILAI HEMATOKRIT DAN KADAR HEMOGLOBIN AYAM PEDAGING UMUR 6 MINGGU YANG DIBERI SUPLEMEN KUNYIT, BAWANG PUTIH DAN ZINK

JUMLAH ERITROSIT, NILAI HEMATOKRIT DAN KADAR HEMOGLOBIN AYAM PEDAGING UMUR 6 MINGGU YANG DIBERI SUPLEMEN KUNYIT, BAWANG PUTIH DAN ZINK JUMLAH ERITROSIT, NILAI HEMATOKRIT DAN KADAR HEMOGLOBIN AYAM PEDAGING UMUR 6 MINGGU YANG DIBERI SUPLEMEN KUNYIT, BAWANG PUTIH DAN ZINK RATNA DELIMA NATALIA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI

Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN 2012 DAFTAR ISI 1. Apa Kandungan gizi dalam Daging ayam? 2. Bagaimana ciri-ciri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Tempat Penjualan Daging Ayam Sampel daging ayam yang diteliti diperoleh dari pasar-pasar di Kota Tangerang Selatan. Selama pengambilan kuisioner terdapat 24 pedagang

Lebih terperinci

Wahai Burungku, Ada Apa Denganmu (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi)

Wahai Burungku, Ada Apa Denganmu (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) Wahai Burungku, Ada Apa Denganmu (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (sumber : MEDIA INDONESIA Edisi 27 Pebruari 2006) Flu burung, penyakit yang ditulari hewan ke manusia akis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit flu burung atau flu unggas (bird flu, avian influenza) adalah

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit flu burung atau flu unggas (bird flu, avian influenza) adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit flu burung atau flu unggas (bird flu, avian influenza) adalah suatu penyakit yang menular yang disebabkan oleh virus tipe A dan B dan ditularkan oleh unggas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menular kepada manusia dan menyebabkan kematian (Zoonosis) (KOMNAS

BAB I PENDAHULUAN. dapat menular kepada manusia dan menyebabkan kematian (Zoonosis) (KOMNAS BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Flu burung adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A (H5N1) yang ditularkan oleh unggas yang dapat menyerang manusia. Nama lain dari

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS WALIKOTA SURABAYA,

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS WALIKOTA SURABAYA, SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa penyakit flu burung merupakan salah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sub sektor memiliki peran penting dalam pembangunana nasional. Atas

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sub sektor memiliki peran penting dalam pembangunana nasional. Atas I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sub sektor memiliki peran penting dalam pembangunana nasional. Atas kesadaran itu, Departemen Pertanian (2011) mengarahkan pengembangan subsektor peternakan sebagai bagian

Lebih terperinci

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya

Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya Deteksi Antibodi Terhadap Virus Avian Influenza pada Ayam Buras di Peternakan Rakyat Kota Palangka Raya Detection of Antibody Against Avian Influenza Virus on Native Chickens in Local Farmer of Palangka

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Avian Influenza di Provinsi Lampung

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Avian Influenza di Provinsi Lampung HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Avian Influenza di Provinsi Lampung Provinsi Lampung merupakan satu diantara provinsi di Indonesia yang sampai dengan sekarang merupakan wilayah dengan kasus AI tinggi (Farnsworth

Lebih terperinci

STUDI INFESTASI CAPLAK PADA ANJING YANG DIPELIHARA DI SUBDIT SATWA DIT SAMAPTA BABINKAM POLRI, KELAPADUA DEPOK SKRIPSI DIAN NOVITA WIJAYANTI B

STUDI INFESTASI CAPLAK PADA ANJING YANG DIPELIHARA DI SUBDIT SATWA DIT SAMAPTA BABINKAM POLRI, KELAPADUA DEPOK SKRIPSI DIAN NOVITA WIJAYANTI B STUDI INFESTASI CAPLAK PADA ANJING YANG DIPELIHARA DI SUBDIT SATWA DIT SAMAPTA BABINKAM POLRI, KELAPADUA DEPOK SKRIPSI DIAN NOVITA WIJAYANTI B04103159 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Virus avian influenza tipe H5N1 yang dikenal dengan Flu Burung adalah suatu virus yang umumnya menyerang bangsa unggas yang dapat menyebabkan kematian pada manusia.

Lebih terperinci

DASAR KOMPETENSI KEJURUAN DAN KOMPETENSI KEJURUAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

DASAR KOMPETENSI KEJURUAN DAN KOMPETENSI KEJURUAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN DASAR KOMPETENSI KEJURUAN DAN KOMPETENSI KEJURUAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN BIDANG STUDI KEAHLIAN : AGRIBISNIS DAN AGROTEKNOLOGI PROGRAM STUDI KEAHLIAN : AGRIBISNIS PRODUKSI TERNAK KOMPETENSI KEAHLIAN

Lebih terperinci

Gambaran Pelaksanaan Rumah Pemotongan Hewan Babi (Studi Kasus di Rumah Pemotongan Hewan Kota Semarang)

Gambaran Pelaksanaan Rumah Pemotongan Hewan Babi (Studi Kasus di Rumah Pemotongan Hewan Kota Semarang) Gambaran Pelaksanaan Rumah Pemotongan Hewan Babi (Studi Kasus di Rumah Pemotongan Hewan Kota Semarang) *) **) Michelia Rambu Lawu *), Sri Yuliawati **), Lintang Dian Saraswati **) Mahasiswa Bagian Peminatan

Lebih terperinci

PERUBAHAN NILAI ph POSTMORTEM DAGING SAPI YANG DIPOTONG DENGAN MENGGUNAKAN RESTRAINING BOX ROHIMAN ALIYANA HERMANSYAH

PERUBAHAN NILAI ph POSTMORTEM DAGING SAPI YANG DIPOTONG DENGAN MENGGUNAKAN RESTRAINING BOX ROHIMAN ALIYANA HERMANSYAH PERUBAHAN NILAI ph POSTMORTEM DAGING SAPI YANG DIPOTONG DENGAN MENGGUNAKAN RESTRAINING BOX ROHIMAN ALIYANA HERMANSYAH FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ABSTRACT ROHIMAN ALIYANA HERMANSYAH.

Lebih terperinci

KEBIJAKAN UMUM PENGENDALIAN FLU BURUNG DI INDONESIA DIREKTUR PANGAN DAN PERTANIAN BOGOR, 25 FEBRUARI 2009

KEBIJAKAN UMUM PENGENDALIAN FLU BURUNG DI INDONESIA DIREKTUR PANGAN DAN PERTANIAN BOGOR, 25 FEBRUARI 2009 KEBIJAKAN UMUM PENGENDALIAN FLU BURUNG DI INDONESIA DIREKTUR PANGAN DAN PERTANIAN BOGOR, 25 FEBRUARI 29 1 OUTLINE 1. PENDAHULUAN 2. DAMPAK WABAH AI 3. PERMASALAHAN 4. KEBIJAKAN UMUM 4.1. STRATEGI PENGENDALIAN

Lebih terperinci

Yusmichad Yusdja, Nyak Ilham dan Edi Basuno PSE-KP BOGOR PENDAHULUAN. Latar Belakang dan Pemasalahan

Yusmichad Yusdja, Nyak Ilham dan Edi Basuno PSE-KP BOGOR PENDAHULUAN. Latar Belakang dan Pemasalahan Yusmichad Yusdja, Nyak Ilham dan Edi Basuno PSE-KP BOGOR PENDAHULUAN Latar Belakang dan Pemasalahan Produksi unggas: bergizi dan harganya terjangkau Industri perunggasan: lapangan kerja dan sumber pendapatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 34 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini jenis sampel diambil berupa serum dan usap kloaka yang diperoleh dari unggas air yang belum pernah mendapat vaksinasi AI dan dipelihara bersama dengan unggas

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 2

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 2 No.1866, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMTAN. Hewan. Penyakit. Pemberantasan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ayam ayam lokal (Marconah, 2012). Ayam ras petelur sangat diminati karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ayam ayam lokal (Marconah, 2012). Ayam ras petelur sangat diminati karena 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Petelur Ayam petelur dikenal oleh sebagian masyarakat dengan nama ayam negeri yang mempunyai kemampuan bertelur jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan ayam ayam

Lebih terperinci

Penyebaran Avian Flu Di Cikelet

Penyebaran Avian Flu Di Cikelet 6 Bab II Penyebaran Avian Flu Di Cikelet 2.1 Sejarah virus Avian Flu Avian Flu merupakan infeksi virus influenza A subtipe H5N1 yang umumnya menyerang unggas, burung, ayam dan babi, tetapi setelah menyerang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kasus avian influenza (AI) mulai muncul pertama kali di Italia 100 tahun yang lalu pada tahun 1878. Tercatat penyakit ini muncul di berbagai negara di dunia yaitu

Lebih terperinci

LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS

LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS Oleh : 1. Drh. Muhlis Natsir NIP 080 130 558 2. Drh. Sri Utami NIP 080 130 559 BALAI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pedagang Daging

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pedagang Daging HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pedagang Daging Sampel daging sapi dan ayam diperoleh dari pasar-pasar tradisional di 12 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat. Sebagian besar pedagang daging sapi (54.2%)

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN FLU BURUNG DI DESA KIPING KECAMATAN SAMBUNGMACAN KABUPATEN SRAGEN

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN FLU BURUNG DI DESA KIPING KECAMATAN SAMBUNGMACAN KABUPATEN SRAGEN HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN FLU BURUNG DI DESA KIPING KECAMATAN SAMBUNGMACAN KABUPATEN SRAGEN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-I

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau

I. PENDAHULUAN. diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN: Bahasa Indonesia

LAPORAN PENELITIAN: Bahasa Indonesia LAPORAN PENELITIAN: SOSIO-ECONOMIC IMPACT ASSESMENT OF THE AVIAN INFLUENZA CRISIS ON POULTRY PRODUCTION SYSTEM IN INDONESIA, WITH PARTICULAR FOCUS INDEPENDENT SMALLHOLDERS Bahasa Indonesia Kerjasama PUSAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perkarantinaan hewan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. pada peternakan ayam ras petelur di Desa Gulurejo adalah metode deskripsi.

METODE PENELITIAN. pada peternakan ayam ras petelur di Desa Gulurejo adalah metode deskripsi. III. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian analisis kondisi biosekuriti pada peternakan ayam ras petelur di Desa Gulurejo adalah metode deskripsi. Menurut Sugiyono (2016) metode

Lebih terperinci

PROFIL LEUKOSIT SAPI FRIESIAN HOLSTEIN (FH) BUNTING YANG DIVAKSIN DENGAN VAKSIN AVIAN INFLUENZA (AI) INAKTIF SUBTIPE H5N1

PROFIL LEUKOSIT SAPI FRIESIAN HOLSTEIN (FH) BUNTING YANG DIVAKSIN DENGAN VAKSIN AVIAN INFLUENZA (AI) INAKTIF SUBTIPE H5N1 PROFIL LEUKOSIT SAPI FRIESIAN HOLSTEIN (FH) BUNTING YANG DIVAKSIN DENGAN VAKSIN AVIAN INFLUENZA (AI) INAKTIF SUBTIPE H5N1 FAISAL MUHAMAD NU MAN SUMANTRI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

2 adanya standar alat dan mesin peternakan dan kesehatan hewan yang harus ditetapkan dengan Peraturan Menteri. Pada prinsipnya, setiap orang yang beru

2 adanya standar alat dan mesin peternakan dan kesehatan hewan yang harus ditetapkan dengan Peraturan Menteri. Pada prinsipnya, setiap orang yang beru TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KESEHATAN. Hewan. Peternakan. Alat. Mesin. Penggunaan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 72) PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 KATA PENGANTAR Pengembangan pembibitan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.130, 2014 LINGKUNGAN HIDUP. Penyakit Hewan. Peternakan. Pengendalian. Penanggulangan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5543) PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terakhir, tidak hanya menimbulkan kepanikan bagi masyarakat tetapi juga menjadi

BAB I PENDAHULUAN. terakhir, tidak hanya menimbulkan kepanikan bagi masyarakat tetapi juga menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merebaknya kasus flu burung di dunia khususnya Indonesia beberapa tahun terakhir, tidak hanya menimbulkan kepanikan bagi masyarakat tetapi juga menjadi masalah kesehatan

Lebih terperinci

GAMBARAN RESPON KEBAL TERHADAP INFECTIOUS BURSAL DISEASE

GAMBARAN RESPON KEBAL TERHADAP INFECTIOUS BURSAL DISEASE GAMBARAN RESPON KEBAL TERHADAP INFECTIOUS BURSAL DISEASE (IBD) PADA AYAM PEDAGING YANG DIVAKSIN IBD KILLED SETENGAH DOSIS DAN DITANTANG DENGAN VIRUS IBD CHARLES JONSON SIREGAR FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit Avian influenza. Agen Penyebab dan Sifat Penyakit Avian influenza

TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit Avian influenza. Agen Penyebab dan Sifat Penyakit Avian influenza 4 TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Avian influenza Agen Penyebab dan Sifat Penyakit Avian influenza Penyakit Avian influenza (AI) berasal dari virus influenza tipe A dan termasuk dalam famili orthomyxoviridae.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor

Lebih terperinci

PENERAPAN BIOSEKURITI DAN HIGIENE DI RUMAH PEMOTONGAN UNGGAS SKALA KECIL DI JAKARTA BARAT ANASTASIA NARANI

PENERAPAN BIOSEKURITI DAN HIGIENE DI RUMAH PEMOTONGAN UNGGAS SKALA KECIL DI JAKARTA BARAT ANASTASIA NARANI PENERAPAN BIOSEKURITI DAN HIGIENE DI RUMAH PEMOTONGAN UNGGAS SKALA KECIL DI JAKARTA BARAT ANASTASIA NARANI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Kuisioner Penyediaan telur yang aman dan berkualitas sangat diperlukan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Penanganan telur mulai dari sesaat setelah

Lebih terperinci

FLU BURUNG. HA (Hemagglutinin) NA (Neoraminidase) Virus Flu Burung. Virus A1. 9 Sub type NA 15 Sub type HA. 3 Jenis Bakteri 1 Jenis Parasit

FLU BURUNG. HA (Hemagglutinin) NA (Neoraminidase) Virus Flu Burung. Virus A1. 9 Sub type NA 15 Sub type HA. 3 Jenis Bakteri 1 Jenis Parasit Penyakit influensa pada unggas (Avian Influenza/A1) yang saat ini kita kenal dengan sebutan flu burung adalah penyakit yang disebabkan oleh virus influensa tipe A dari Family Orthomyxomiridae. Virus ini

Lebih terperinci

DETEKSI Staphylococcus aureus DALAM SUSU SEGAR SEBAGAI PARAMETER KEBERSIHAN PROSES PEMERAHAN NANANG SYAIFUL HIDAYAT

DETEKSI Staphylococcus aureus DALAM SUSU SEGAR SEBAGAI PARAMETER KEBERSIHAN PROSES PEMERAHAN NANANG SYAIFUL HIDAYAT DETEKSI Staphylococcus aureus DALAM SUSU SEGAR SEBAGAI PARAMETER KEBERSIHAN PROSES PEMERAHAN NANANG SYAIFUL HIDAYAT FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ABSTRAK NANANG SYAIFUL

Lebih terperinci