BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Definisi Kemiskinan 1) Kemiskinan relatif Kemiskinan relatif merupakan kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan. Standar minimum disusun berdasarkan kondisi hidup suatu negara pada waktu tertentu dan perhatian terfokus pada golongan penduduk termiskin, misalnya 20 persen atau 40 persen lapisan terendah dari total penduduk yang telah diurutkan menurut pendapatan/pengeluaran. Kelompok ini merupakan penduduk relatif miskin. Dengan demikian, ukuran kemiskinan relatif sangat tergantung pada distribusi pendapatan/pengeluaran penduduk sehingga dengan menggunakan definisi ini berarti orang miskin selalu hadir bersama kita (BPS RI, 2008). Ketika negara menjadi lebih kaya (sejahtera), negara tersebut cenderung merevisi garis kemiskinannya menjadi lebih tinggi. Dalam hal mengidentifikasi dan menentukan sasaran penduduk miskin, maka garis kemiskinan relatif cukup untuk digunakan, dan perlu disesuaikan terhadap tingkat pembangunan negara secara keseluruhan. Garis kemiskinan relatif tidak dapat dipakai untuk membandingkan tingkat kemiskinan antar negara dan waktu karena tidak mencerminkan tingkat kesejahteraan yang sama. 13

2 14 2) Kemiskinan absolut Kemiskinan secara absolut ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum seperti pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja. Kebutuhan pokok minimum diterjemahkan sebagai ukuran finansial dalam bentuk uang. Nilai kebutuhan minimum kebutuhan dasar tersebut dikenal dengan istilah garis kemiskinan. Penduduk yang pendapatannya di bawah garis kemiskinan digolongkan sebagai penduduk miskin (BPS RI, 2008). Garis kemiskinan absolut tetap (tidak berubah) dalam hal standar hidup, garis kemiskinan absolut mampu membandingkan kemiskinan secara umum. Garis kemiskinan Amerika Serikat tidak berubah dari tahun ke tahun, sehingga angka kemiskinan sekarang mungkin terbanding dengan angka kemiskinan satu dekade yang lalu, dengan catatan bahwa definisi kemiskinan tidak berubah. Garis kemiskinan absolut sangat penting jika seseorang akan mencoba menilai efek dari kebijakan anti kemiskinan antar waktu, atau memperkirakan dampak dari suatu proyek terhadap kemiskinan (misalnya, pemberian kredit skala kecil). Angka kemiskinan akan terbanding antara satu negara dengan negara lain hanya jika garis kemiskinan absolut yang sama digunakan di kedua negara tersebut. Bank Dunia memerlukan garis kemiskinan absolut agar dapat membandingkan angka kemiskinan antar negara. Hal ini bermanfaat dalam menentukan kemana menyalurkan sumber daya finansial (dana) yang ada, juga dalam menganalisis kemajuan dalam memerangi kemiskinan.

3 15 Pada umumnya ada dua ukuran yang digunakan oleh Bank Dunia, yaitu: a) US$1 perkapita per hari dimana diperkirakan ada sekitar 1,2 miliar penduduk dunia yang hidup dibawah ukuran tersebut; b) US$2 perkapita per hari dimana lebih dari 2,8 miliar penduduk yang hidup kurang dari batas tersebut. US dollar yang digunakan adalah US$ PPP (Purchasing Power Parity/Paritas Daya Beli). Kedua batas ini adalah garis kemiskinan absolut (Todaro dan Smith, 2006). Angka Paritas Daya Beli menunjukkan banyaknya rupiah yang dikeluarkan untuk membeli sejumlah kebutuhan barang dan jasa dimana jumlah yang sama tersebut dapat dibeli seharga US$1 di Amerika. Berdasarkan hasil survei tahun 2005 oleh Bank Dunia diperoleh konversi bahwa pada tahun 2012 angka US$1 PPP ekuivalen dengan Rp.5.704,67,- di Indonesia Ketenagakerjaan Konsep dan definisi yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada konsep ketenagakerjaan yang direkomendasikan oleh The International Labour Organization (ILO). Konsep ini membagi penduduk menjadi dua kelompok, yaitu penduduk usia kerja dan penduduk bukan usia kerja. Kelompok penduduk usia kerja dibedakan lagi menjadi dua kelompok berdasarkan kegiatan utama yang sedang dilakukannya, yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Pendekatan ketenagakerjaan tersebut menggunakan konsep Diagram Ketenagakerjaan seperti yang terlihat dalam Gambar 2.1. Definisi penduduk usia kerja adalah penduduk yang berusia 15 tahun ke atas. Menurut kegiatannya penduduk usia kerja tersebut dibagi menjadi dua kelompok, yaitu penduduk yang termasuk dalam angkatan kerja dan penduduk

4 16 bukan angkatan kerja. Penduduk yang termasuk dalam angkatan kerja adalah penduduk usia kerja yang selama seminggu yang lalu mempunyai pekerjaan, baik yang sedang bekerja maupun yang sementara tidak bekerja karena suatu hal seperti sakit atau sedang cuti, dan penduduk yang mempunyai pekerjaan atau mengharapkan dapat pekerjaan, sedangkan penduduk bukan angkatan kerja adalah penduduk yang selama seminggu yang lalu hanya bersekolah, mengurus rumahtangga, atau kegiatan lainnya dan tidak melakukan suatu kegiatan yang dapat dimasukkan dalam kategori bekerja, sementara tidak bekerja, atau sedang mencari pekerjaan. PENDUDUK Usia Kerja 15 tahun Bukan Usia Kerja Angkatan Kerja Bukan Angkatan Kerja Bekerja Pengangguran Sekolah Mengurus Rumahtangga Lainnya Sedang Bekerja Sementara Tidak Bekerja Gambar 2.1 Diagram Ketenagakerjaan Sumber: BPS RI, 2013 Bekerja adalah kegiatan melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan dan dilakukan paling

5 17 sedikit satu jam secara berturut-turut dan tidak terputus dalam seminggu terakhir. Penghasilan atau keuntungan mencakup upah/gaji termasuk semua tunjangan/bonus bagi pekerja/karyawan/pegawai dan hasil usaha berupa sewa atau keuntungan. Kegiatan bekerja tersebut termasuk pula kegiatan pekerja tidak dibayar yang membantu dalam suatu usaha atau kegiatan ekonomi. Pekerja yang dikategorikan mempunyai pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja adalah seseorang yang mempunyai pekerjaan/usaha tetapi selama seminggu yang lalu tidak bekerja karena suatu sebab seperti sakit, cuti, menunggu panen, tugas belajar, atau mogok kerja. Pekerjaan bukan profesional, seperti pekerja serabutan/bebas, tukang cangkul keliling, buruh tani, dan buruh lepas lainnya serta pekerja keluarga yang sementara tidak ada pekerjaan atau tidak melakukan kegiatan bekerja selama seminggu yang lalu tidak dikategorikan sebagai sementara tidak bekerja. Kelompok penduduk yang bekerja dan mencari pekerjaan digolongkan sebagai penduduk usia kerja yang aktif secara ekonomi. Kemudian penduduk yang sedang sekolah, mengurus rumahtangga, atau kegiatan lainnya digolongkan sebagai penduduk usia kerja yang tidak aktif secara ekonomi. Gambaran penduduk usia kerja yang aktif secara ekonomi dapat dilihat pada indikator tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK). 2.2 Kajian Teori Teori Kemiskinan Todaro dan Smith Cakupan kemiskinan absolut menurut Todaro dan Smith (2006) adalah sejumlah penduduk yang tidak mampu mendapatkan sumber daya yang cukup

6 18 untuk memenuhi kebutuhan dasar. Penduduk miskin hidup di bawah tingkat pendapatan riil minimum tertentu atau di bawah garis kemiskinan internasional. Garis tersebut tidak mengenal tapal batas antarnegara, tidak tergantung pada tingkat pendapatan per kapita di suatu negara, dan juga memperhitungkan perbedaan tingkat harga antarnegara dengan mengukur penduduk miskin sebagai orang yang hidup kurang dari US$1 atau US$2 per hari dalam dolar PPP. Kemiskinan absolut dapat diukur dengan angka, atau hitungan per kepala (headcount), H, untuk mengetahui seberapa banyak orang yang penghasilannya berada di bawah garis kemiskinan absolut, Yp. Ketika hitungan per kepala tersebut dianggap sebagai bagian dari populasi total, N, maka diperoleh indeks per kepala (headcount index), H/N. Garis kemiskinan ditetapkan pada tingkat yang selalu konstan secara riil, sehingga dapat ditelusuri kemajuan yang diperoleh dalam menanggulangi kemiskinan pada level absolut sepanjang waktu. Salah satu strategi praktis untuk menentukan garis kemiskinan lokal adalah dengan menetapkan sekelompok makanan yang cukup, yang didasarkan atas persyaratan nutrisi dari penelitian medis tentang kalori, protein, dan mikronutrien yang dibutuhkan tubuh. Kemudian, dengan menggunakan data survei rumahtangga lokal, maka dapat diidentifikasi sekelompok makanan yang biasa dibeli oleh rumahtangga yang hampir memenuhi persyaratan nutrisi ini. Kemudian ditambahkan pengeluaran-pengeluaran untuk kebutuhan dasar lain, seperti pakaian, tempat tinggal, dan sarana kesehatan, untuk menentukan garis kemiskinan lokal. Tergantung pada bagaimana kalkulasi ini dilakukan, garis kemiskinan yang dihasilkan mungkin melebihi US$1 per hari dalam dolar PPP.

7 19 Menurut Todaro dan Smith (2006), perpaduan tingkat pendapatan per kapita yang rendah dan distribusi pendapatan yang sangat tidak merata akan menghasilkan kemiskinan absolut yang parah. Pada tingkat distribusi pendapatan tertentu, semakin tinggi pendapatan per kapita yang ada, akan semakin rendah jumlah kemiskinan absolut. Akan tetapi, tingginya tingkat pendapatan per kapita tidak menjamin lebih rendahnya tingkat kemiskinan absolut. Sebelum merumuskan program dan kebijakan-kebijakan yang efektif untuk memerangi sumber-sumber kemiskinan, diperlukan pengetahuan yang lebih mendalam mengenai siapa yang termasuk dalam kelompok miskin dan apa saja karakteristik ekonomi kelompok miskin tersebut. Beberapa karakteristik ekonomi kelompok masyarakat miskin yang digambarkan oleh Todaro dan Smith (2006) adalah sebagai berikut. 1) Kemiskinan di Pedesaan Salah satu generalisasi yang terbilang paling valid mengenai penduduk miskin adalah pada umumnya bertempat tinggal di daerah-daerah pedesaan, dengan mata pencaharian pokok di bidang-bidang pertanian dan kegiatan-kegiatan lainnya yang erat hubungannya dengan sektor ekonomi tradisional (biasanya dilakukan secara bersama-sama), kebanyakan perempuan dan anak-anak daripada laki-laki dewasa, dan sering terkonsentrasi di antara kelompok etnis minoritas dan penduduk pribumi. Sekitar dua pertiga penduduk miskin di negara-negara berkembang masih menggantungkan hidup pada pola pertanian yang subsisten, baik sebagai petani kecil atau buruh tani yang berpenghasilan rendah. Selanjutnya, sepertiga penduduk

8 20 miskin lainnya kebanyakan juga tinggal di pedesaan dan hanya mengandalkan hidupnya dari usaha jasa kecil-kecilan, dan sebagian lagi tinggal di daerah-daerah sekitar atau pinggiran kota atau kampung-kampung kumuh di pusat kota dengan berbagai macam mata pencaharian seperti pedagang asongan, pedagang kaki lima, kuli kasar, atau berdagang kecil-kecilan. Karena sebagian besar penduduk miskin tinggal di daerah pedesaan, maka setiap kebijakan pemerintah yang ditujukan untuk menanggulangi kemiskinan seharusnya sebagian besar ditujukan ke programprogram pembangunan pedesaan pada umumnya dan melalui pembenahan sektorsektor pertanian pada khususnya. 2) Kaum Perempuan dan Kemiskinan Mayoritas penduduk miskin di dunia adalah kaum perempuan. Jika dibandingkan standar hidup penduduk termiskin di berbagai negara-negara berkembang, akan terungkap fakta bahwa hampir di semua tempat, yang paling menderita adalah kaum perempuan beserta anak-anak. Banyaknya perempuan yang menjadi kepala rumahtangga, rendahnya kesempatan dan kapasitas perempuan dalam memiliki pendapatan sendiri, serta terbatasnya kontrol perempuan terhadap penghasilan suami, merupakan sebab-sebab pokok atas terjadinya fenomena yang sangat memprihatinkan tersebut. Selain itu, akses kaum perempuan ternyata juga sangat terbatas untuk memperoleh kesempatan menikmati pendidikan, pekerjaan yang layak di sektor formal, berbagai tunjangan sosial, dan program-program penciptaan lapangan kerja yang dilancarkan oleh pemerintah. Kenyataan ini turut mempersempit sumber-sumber keuangan bagi perempuan, sehingga posisi perempuan secara finansial kurang stabil apabila dibandingkan dengan laki-laki.

9 21 Sebagian dari disparitas atau kesenjangan pendapatan antara keluargakeluarga yang dikepalai oleh laki-laki dan perempuan bersumber dari adanya perbedaan pendapatan yang sangat besar antara laki-laki dan perempuan. Selain upah buruh perempuan biasanya lebih rendah (meskipun beban kerjanya sama), perempuan juga sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang berupah tinggi. Di daerah perkotaan-perkotaan sekalipun, kaum perempuan lebih sulit mendapatkan pekerjaan formal di perusahaan-perusahaan swasta maupun di lembaga-lembaga pemerintahan. Akibatnya, perempuan terpaksa terkungkung dalam bidang-bidang kerja yang berpenghasilan atau yang berproduktivitas rendah. Di pedesaan, situasinya sama sekali tidak lebih baik; kaum perempuan juga sulit mendapatkan pekerjaan yang memberinya sejumlah penghasilan secara tetap. Tingkat pendapatan rumahtangga (household income) merupakan indikator yang tidak bisa diandalkan untuk mengukur tinggi atau rendahnya kesejahteraan seseorang karena distribusi pendapatan di dalam keluarga tersebut juga berbedabeda. Lebih dari itu, sesungguhnya status ekonomi dari kaum perempuan di kalangan miskin tersebut merupakan sebuah indikator yang lebih baik, karena lebih mampu mencerminkan sejauh mana tingkat kesejahteraan yang ada pada diri kaum perempuan dan anak-anak. Berbagai penelitian tentang alokasi sumber daya dalam setiap rumahtangga menunjukkan secara jelas bahwa di banyak kawasan di dunia, kecukupan gizi, pelayanan kesehatan, taraf pendidikan, dan warisan yang diterima oleh perempuan lebih rendah daripada yang dinikmati oleh kaum laki-laki. Bias-bias internal atau ketimpangan distribusi pendapatan dalam masingmasing rumahtangga ini banyak dipengaruhi oleh status ekonomi kaum perempuan.

10 22 Berbagai penelitian mendapati bahwa seandainya sumbangan finansial perempuan di suatu keluarga meningkat atau relatif lebih tinggi, maka diskriminasi yang berlangsung terhadap anak-anak perempuan akan lebih rendah, dan kaum perempuan pun lebih mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhannya sendiri dan juga kebutuhan anak-anaknya. Jika pendapatan di keluarga tersebut sangat rendah, maka boleh dikatakan seluruh hasil kerja atau pendapatan sang ibu akan dihabiskan hanya untuk memenuhi kebutuhan pangan dan kecukupan gizi yang dibutuhkan. Akan tetapi, apabila yang bertambah adalah penghasilan sang bapak atau suami, maka bagian penghasilan keluarga yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan gizi keluarga tidak akan bertambah terlalu banyak. Kontrol kaum perempuan terhadap penghasilan atau sumber daya keluarga juga relatif masih sangat terbatas karena sejumlah alasan. Alasan yang paling utama adalah kenyataan bahwa sebagian besar pekerjaan yang dilakukan oleh kaum perempuan tidak memberikan imbalan uang, misalnya mencari kayu bakar di hutan dan memasak, dan bahkan kadang pekerjaan tersebut tidak berwujud, seperti kegiatan mengasuh anak. Selain itu, apabila seorang perempuan bekerja di ladang atau melakukan kegiatan usaha milik keluarga, perempuan tidak mendapatkan upah. Ini belum termasuk kaum perempuan yang bekerja paruh waktu dalam kegiatan-kegiatan usaha keluarga. Kaum lelaki yang menjadi kepala keluarga praktis mengendalikan seluruh hasil panen, termasuk uang hasil penjualannya, meskipun sebenarnya panen itu tercipta antara lain berkat kerja keras istrinya. Dalam banyak budaya, partisipasi kaum perempuan secara signifikan dalam penghasilan rumahtangga kurang bisa

11 23 diterima secara sosial, dan karenanya hasil karya kaum perempuan tetap tidak nampak atau kurang diperhatikan. Hal ini merupakan faktor-faktor yang mengakibatkan terus bertahannya status ekonomi perempuan yang rendah, yang selanjutnya semakin membatasi kontrol perempuan terhadap tingkat penghasilan atau sumber-sumber daya ekonomi keluarga. Kebijakan-kebijakan pembangunan yang diberlakukan di negara-negara berkembang acap kali juga turut memperlebar jurang kesenjangan produktivitas antara kaum laki-laki dan perempuan, dan dengan sendirinya akan memperburuk ketimpangan pendapatan antara keduanya, sekaligus memperparah status ekonomi kaum perempuan di dalam rumahtangganya. Mengingat program-program pengentasan kemiskinan yang dijalankan oleh pemerintah selama ini lebih tertuju kepada kaum laki-laki saja, maka berbagai bentuk ketimpangan yang diderita oleh kaum perempuan cenderung semakin parah. Di daerah perkotaan, program pelatihan yang diadakan untuk meningkatkan potensi warga dalam memperoleh penghasilan dan kesempatan kerja di sektor formal juga lebih banyak ditujukan untuk kaum laki-laki. Sementara itu, programprogram ekstensifikasi dan intensifikasi pertanian juga lebih terarah kepada jenisjenis tanaman yang biasa ditangani oleh kaum laki-laki saja. Sejumlah penelitian mengungkapkan bahwa upaya-upaya pembangunan seperti itu bukan hanya akan meningkatkan beban kerja kaum perempuan, tetapi juga mengurangi sumbersumber daya rumahtangga yang ada di bawah kontrol perempuan. Sebagai konsekuensinya, posisi ekonomi dari kaum perempuan dan anak-anak yang menjadi tanggungannya menjadi semakin rentan.

12 24 Kenyataan bahwa kesejahteraan perempuan dan anak-anak sangat dipengaruhi oleh rancangan kebijakan ekonomi pemerintah yang menggarisbawahi pentingnya memasukkan kaum perempuan ke dalam berbagai program pembangunan. Guna memperbaiki taraf hidup penduduk termiskin, peran ekonomi kaum perempuan harus diperhitungkan. Bertolak dari hal tersebut, maka peningkatan kesejahteraan keluarga hanya bisa diharapkan setelah adanya programprogram pembangunan yang secara nyata akan mampu meningkatkan partisipasi kaum perempuan dalam pendidikan dan pelatihan, penciptaan lapangan kerja di sektor formal, serta dalam pengembangan pertanian. Pemerintah juga dituntut untuk membuka akses yang sama besar kepada kaum perempuan dalam program-program pendidikan, bidang pelayanan sosial, penyediaan kesempatan kerja, dan kesejahteraan sosial. Sektor-sektor lapangan kerja informal, dimana kaum perempuan banyak berkiprah, juga perlu dilegalisasikan agar status ekonomi kaum perempuan benar-benar terangkat. Konsekuensi atas rendahnya status ekonomi kaum perempuan, baik secara relatif maupun absolut, mengandung berbagai implikasi etis dan ekonomi berjangka panjang. Setiap proses pertumbuhan ekonomi yang gagal memperbaiki kondisi kesejahteraan perempuan dan anak-anak, berarti telah gagal pula mencapai salah satu dari tujuan-tujuan utama pembangunan. Dalam jangka panjang, rendahnya status ekonomi kaum perempuan tersebut pada gilirannya akan memperlambat laju pertumbuhan ekonomi nasional. Kaitan ini tidaklah mengherankan, jika diingat bahwasanya kondisi kesejahteraan dan tingkat pendidikan anak-anak sangat

13 25 dipengaruhi oleh tingkat pendidikan serta kondisi kesejahteraan sang ibu, bukannya sang ayah. Investasi sumber daya manusia hanya akan berhasil diteruskan ke generasi mendatang jika menyertakan upaya-upaya perbaikan status dan kesejahteraan kaum perempuan ke dalam proses pertumbuhan. Karena sumber daya manusia itu sendiri mungkin merupakan syarat terpenting bagi terciptanya proses pertumbuhan yang berkesinambungan, maka pendidikan dan upaya-upaya peningkatan kesejahteraan serta status ekonomi kaum perempuan jelas merupakan suatu faktor yang sangat penting demi tercapainya berbagai tujuan pembangunan jangka panjang. 3) Etnik Minoritas, Penduduk Pribumi, dan Kemiskinan Generalisasi terakhir dari situasi kemiskinan di negara-negara berkembang adalah bahwa kemiskinan banyak diderita oleh etnik minoritas dan penduduk pribumi. Sekitar 40 persen dari seluruh negara-negara di dunia ini memiliki lebih dari lima etnik, salah satu diantaranya sering kali mengalami berbagai bentuk diskriminasi sosial, politik, maupun ekonomi yang serius. Dalam beberapa tahun terakhir ini, konflik-konflik domestik dan bahkan perang saudara bersumber dari persepsi memperebutkan sumber daya dan lapangan kerja yang terbatas. Meskipun data rinci mengenai kemiskinan relatif yang diderita oleh etnik minoritas dan penduduk pribumi sulit diperoleh (karena pertimbanganpertimbangan politik, hanya sedikit sekali negara yang bersedia mengangkat masalah ini), para peneliti kini mulai berhasil mengumpulkan data-data tentang penduduk pribumi di Amerika Latin. Hasilnya secara jelas menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk pribumi itu sangat miskin dan mengalami malnutrisi, buta

14 26 huruf, hidup dalam lingkungan kesehatan yang buruk, serta menganggur. Sebagai contoh, para peneliti menemukan bahwa di Meksiko, lebih dari 80 persen penduduk pribuminya adalah kaum miskin, padahal hanya 18 persen dari penduduk nonpribumi di negara itu yang masih bergulat dengan kemiskinan Perempuan dan Kemiskinan Tiga pendekatan kemiskinan dapat digunakan untuk menjelaskan penyebab kemiskinan di kalangan perempuan. Ketiga pendekatan tersebut adalah pendekatan kultural, struktural, dan alamiah. Secara kultural, sebagian masyarakat Indonesia masih dipengaruhi secara kuat oleh budaya tradisional yang berideologi patriarki. Ketimpangan struktural berupa keterbatasan kaum perempuan untuk memperoleh akses ekonomi (misalnya bekerja untuk memperoleh penghasilan, bukan sekedar menjalankan peran sebagai ibu rumahtangga), berorganisasi, dan sebagainya masih berlaku. Kemiskinan struktural berakses pada timbulnya kemiskinan kultural, dalam bentuk rendahnya pendidikan dan keterampilan sebagian besar perempuan, terutama di perdesaan. Kemiskinan alamiah menjelaskan adanya sebagian kaum perempuan yang bersikap pasrah terhadap posisi dirinya dalam kehidupan rumahtangga dan masyarakat, karena kaum perempuan menganggap demikianlah kodrat sebagai seorang perempuan. Fenomena kemiskinan alamiah ini tidak hanya dijumpai pada masyarakat perdesaan, melainkan juga di perkotaan (Susiana, 2009). Cahyono dalam Susiana (2009) menyatakan bahwa kemiskinan perempuan juga dapat ditelaah melalui dua hal. Pertama, perspektif ekonomi. Kemiskinan dan pemiskinan perempuan secara jelas terlihat dari sektor ekonomi. Perempuan yang hidup dalam kemiskinan selalu kesulitan untuk mendapatkan akses sumber daya

15 27 ekonomi. Untuk bekerja kaum perempuan tidak diakui dan dihargai. Dalam bekerja pun, perempuan mendapat upah jauh lebih rendah dari apa yang diperoleh laki-laki. Seorang perempuan yang turut mencari penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, atau yang menjadi kepala keluarga dari kelompok miskin, lebih miskin dibandingkan laki-laki dari kategori sama. Secara adil harus diakui perempuan dari berbagai belahan dunia memiliki jam kerja sekitar persen lebih panjang daripada laki-laki untuk pekerjaan yang dibayar maupun tidak dibayar, dibandingkan dengan laki-laki pada usia yang sama. Kedua, perspektif politik. Dalam dimensi ini, perempuan tidak terwakili secara proporsional di antara kelompok miskin dan tidak memiliki kekuasaan. Kemiskinan perempuan ini antara lain kerentanan hidup (vulnerability), kesempatan dan suara (voicelessness and powerlessness), serta didukung pemerintah yang sangat bias gender (male-biased governance systems). Dimensi kemiskinan gender, yaitu bias gender, mudah ditemui dalam kebijakan struktural, perbedaan efek kebijakan, dan dana yang tidak memadai untuk mendukung kebijakan yang memihak kaum perempuan. Menurut Hastuti (2007), dalam rumahtangga miskin dengan suami yang dikontruksi sebagai kepala rumahtangga dan pencari nafkah utama, perempuan akan berusaha mengalah karena ketergantungan secara ekonomi perempuan terhadap suami. Terhadap anak-anak, perempuan akan cenderung mengalah karena besar harapan perempuan untuk masa depan yang lebih baik bagi anak-anaknya. Perempuan yang harus hidup dalam kemiskinan akan berupaya sekuat tenaga agar seluruh anggota rumahtangganya tidak merasakan dampaknya. Usaha yang

16 28 dilakukan perempuan antara lain dengan bekerja meskipun dengan upah yang rendah bahkan cenderung bekerja tidak berupah. Menurut Antari (2008), perempuan memiliki potensi besar dalam berkontribusi pada pendapatan keluarga. Hal ini karena perempuan juga mempunyai kemampuan untuk bekerja di sektor publik. Selain fleksibilitas dan kemampuan perempuan dalam beradaptasi saat krisis ekonomi, perempuan lebih mempunyai inisiatif untuk menggantikan suaminya dalam mencari penghasilan yang menghadapi pemutusan hubungan kerja. Oleh karena itu, salah satu strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah kemiskinan adalah meningkatkan pendapatan dengan melibatkan potensi yang ada pada perempuan dalam aktivitas ekonomi. Secara kualitatif perempuan perdesaan telah melakukan banyak pekerjaan di sektor domestik maupun publik, tetapi perempuan masih terpinggirkan akibat kebijakan bias gender. Keterbatasan modal yang dimiliki perempuan, keterbatasan pendidikan, serta keterampilan memaksa perempuan harus bekerja dengan upah sangat rendah. Perempuan semakin kesulitan untuk meningkatkan sumber daya perempuan karena beban kerja yang harus ditanggung lebih berat, yaitu menyelesaikan tugas utama di rumahtangga, membantu mencari nafkah, dan melakukan kegiatan yang kurang memiliki nilai ekonomi (Hastuti, 2007) Pendapatan dan Kemiskinan Menurut Mahanani (2003), dalam konteks pemenuhan kebutuhan ekonomi pada dasarnya peran ganda perempuan bukanlah suatu hal baru, khususnya perempuan yang hidup di daerah perdesaan yang miskin. Bagi perempuan yang

17 29 hidup dalam keluarga miskin, peran ganda ini memang telah ditanamkan sejak dini, yang membuat perempuan harus terlibat dalam kewajiban kerja untuk menambah pendapatan keluarga. Tingginya jumlah pekerja yang bekerja di sektor kurang produktif berakibat pada rendahnya pendapatan sehingga tergolong miskin atau tergolong pada pekerja dengan pendapatan yang rentan menjadi miskin (Kemenkokesra, 2005). Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan keluarganya, perempuan merupakan salah satu tulang punggung ekonomi yang turut menentukan tingkat pendapatan rumahtangga, mengingat keterbatasan kemampuan kepala keluarga (suami) dalam memperoleh pendapatan untuk membiayai hidup dan biaya pendidikan anak-anaknya. Dalam situasi dimana tingkat partisipasi perempuan dalam angkatan kerja lebih rendah daripada laki-laki, menghapuskan hambatan bagi perempuan untuk memasuki bursa kerja dan menciptakan peluang yang sama bagi perempuan dan laki-laki untuk berpartisipasi dapat menjadi cara yang efektif dalam menurunkan kemiskinan. Dengan dua orang pencari nafkah daripada hanya satu orang dalam satu rumahtangga, penghasilan yang diperlukan dari tiap anggota rumahtangga yang bekerja untuk mengangkat rumahtangga tersebut keluar dari kemiskinan menjadi jauh lebih rendah (Kantor Perburuhan Internasional, 2010) Jam Kerja dan Kemiskinan Jumlah jam kerja memberi dampak pada kesehatan dan kesejahteraan pekerja dan juga terhadap tingkat produktivitas dan biaya tenaga kerja (labour cost). Mengukur tingkat dan perkembangan jumlah jam kerja secara berkelompok maupun individual merupakan hal penting untuk memantau kondisi

18 30 pekerjaan/kehidupan pekerja dan untuk menganalisis perkembangan ekonomi suatu negara atau wilayah (BPS RI, 2007). Menurut Noerdin (2006), alokasi waktu atau jam kerja perempuan lebih panjang dibandingkan laki-laki, tetapi secara ekonomi penghasilan laki-laki lebih tinggi dari perempuan. Hal ini terjadi karena perempuan bertanggungjawab atas pekerjaan produktif, reproduktif, dan fungsi-fungsi sosial di komunitas. Dalam bidang ekonomi, pekerjaan produktif yang dikerjakan oleh laki-laki dianggap sebagai pekerjaan karena dibayar dan menghasilkan materi (uang) dan memiliki jam kerja yang jelas. Sementara itu, pekerjaan domestik yang dilakukan oleh perempuan tidak dikatakan sebagai pekerjaan karena tidak dibayar dan tidak menghasilkan materi, serta memiliki jam kerja yang tidak terbatas karena dikerjakan sepanjang waktu Lapangan Pekerjaan dan Kemiskinan Salah satu karakteristik ketenagakerjaan yang dapat menggambarkan adanya perbedaan antara rumahtangga miskin dan tidak miskin adalah lapangan usaha atau sektor yang menjadi sumber penghasilan utama rumahtangga. Sumber penghasilan utama rumahtangga menjadi salah satu indikator tingkat kesejahteraan yang diharapkan dapat mencerminkan kondisi sosial ekonomi suatu rumahtangga. Profil orang miskin seringkali melekat pada orang yang bekerja di sektor pertanian, seperti petani gurem, nelayan, buruh tani dan perkebunan, serta pencari kayu dan madu di hutan (BPS RI, 2008). Perempuan yang bekerja di perusahaan pertanian biasanya terikat dengan upah yang sangat rendah. Dalam rangka meningkatkan pendapatan dan partisipasi

19 31 perempuan dalam sektor pertanian, strategi pekerjaan dan investasi perdesaan harus ditujukan pada perempuan dan memberikan perhatian yang lebih besar pada perusahaan, termasuk dampak dari strategi pekerjaan dan investasi baru tersebut terhadap peran dan status perempuan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang (Suda, 2002) Status Pekerjaan dan Kemiskinan Status pekerjaan juga dapat menjadi salah satu indikator yang dapat mencerminkan tingkat kesejahteraan suatu rumahtangga. Ada indikasi kuat bahwa pekerja yang berstatus sebagai pengusaha akan memiliki tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi dibandingkan pekerja yang hanya berstatus sebagai buruh/karyawan/ pegawai (BPS RI, 2008). Banyaknya perempuan yang bekerja di sektor informal menjelaskan berbagai hal, seperti ketidakmampuan sektor formal untuk memperluas lapangan pekerjaan dan menyerap angkatan kerja yang terus meningkat, penggunaan teknologi yang sederhana, ketidakcukupan pendidikan dan keahlian perempuan, mudah untuk keluar masuk pasar, modal yang rendah, dan relatif sesuai dengan sektor informal dan pekerjaan rumahtangga (Suda, 2002). Buvinic (1997) menyatakan mayoritas perempuan menerima upah yang rendah dalam bekerja karena adanya diskriminasi antara upah dan pekerjaan. Contohnya di Honduras, pengusaha kopi dan tembakau lebih memilih mempekerjakan perempuan sebagai buruh karena perempuan bersedia menerima upah yang rendah. Terutama di negara miskin, pekerja perempuan merupakan pekerja yang paling dicari untuk posisi dengan upah rendah, sektor pertanian,

20 32 industri skala mikro, pabrik tidak berbadan hukum, dan industri agrobisnis yang membayar pekerja secara musiman atau paruh waktu Daerah Tempat Tinggal dan Kemiskinan Berdasarkan daerah tempat tinggal penduduk miskin, maka kemiskinan dibagi menjadi kemiskinan perdesaan (rural poverty) dan kemiskinan perkotaan (urban poverty). Jika kemiskinan perdesaan cenderung merupakan kemiskinan struktural dan kemiskinan kultural, maka kemiskinan perkotaan dapat didefinisikan sebagai kemiskinan yang diakibatkan oleh berbagai dimensi (multi dimensi). Kemiskinan kota mempunyai warna tersendiri bila dibandingkan dengan kemiskinan desa, karena kompleksitas kemiskinan kota yang terdapat pada individu atau kelompok masyarakat miskin di kota lebih tinggi dibandingkan dengan kemiskinan desa (BPS RI, 2007). Malik dkk (2012) menyatakan bahwa kemiskinan perdesaan tidak selalu dapat dipahami karena masyarakat miskin di kota lebih terlihat daripada masyarakat miskin di desa. Di perdesaaan, kemiskinan sering dikatakan sebagai aspek multidimensional dari segi ekonomi, sosial, dan demografi. Kemiskinan di daerah perdesaan secara substansial cenderung lebih tinggi daripada di daerah perkotaan. Banyak daerah di Pakistan yang dapat dijadikan tempat penelitian untuk merancang dan mengimplementasikan kebijakan pro-poor dalam mengurangi kemiskinan. Menurut Ogujiuba dkk (2011), generalisasi paling valid tentang masyarakat miskin adalah penduduk yang bertempat tinggal di perdesaan, dimana aktivitas utamanya di sektor pertanian, yang lebih banyak terdapat perempuan dan anak kecil dibandingkan laki-laki, serta sering terpusat pada etnis minoritas dan pribumi.

21 33 Sebagai contoh, hampir sekitar dua pertiga dari masyarakat miskin menggantungkan hidupnya pada pertanian subsisten yang berskala kecil atau sebagai pekerja dengan upah rendah Jumlah Anggota Rumahtangga dan Kemiskinan Rumahtangga miskin cenderung mempunyai jumlah anggota rumahtangga yang lebih banyak dibandingkan rumahtangga tidak miskin, karena rumahtangga miskin cenderung mempunyai tingkat kelahiran yang tinggi. Tingkat kematian anak pada rumahtangga miskin juga relatif tinggi akibat kurangnya pendapatan dan akses kesehatan serta pemenuhan gizi anak. Dengan demikian jumlah anggota rumahtangga yang besar dapat menghambat peningkatan sumber daya manusia masa depan (BPS RI, 2008). Rata-rata jumlah anggota rumahtangga miskin sekitar satu orang lebih banyak dibanding rumahtangga yang tidak miskin, baik di wilayah perkotaan maupun pedesaan. Hubungan jumlah anggota rumahtangga yang besar dengan kemiskinan bersifat saling memperkuat. Di satu sisi, rumahtangga miskin cenderung mempunyai anak lebih banyak. Hal itu tidak lepas dari anggapan bahwa anak adalah jaminan masa depan bagi si orang tua. Di sisi lain, rumahtangga dengan jumlah anak yang lebih banyak cenderung menjadi miskin karena untuk suatu tingkat pendapatan tertentu harus dipakai untuk menghidupi lebih banyak anggota rumahtangga (TNP2K, 2010) Tingkat Pendidikan dan Kemiskinan Hubungan antara kemiskinan dan pendidikan sangat penting, karena pendidikan sangat berperan dalam mempengaruhi angka kemiskinan. Orang yang

22 34 berpendidikan lebih baik akan mempunyai peluang yang lebih rendah menjadi miskin. Menurut Ustama (2009), dengan pendidikan yang baik setiap orang memiliki bekal pengetahuan dan keterampilan, mempunyai pilihan untuk mendapat pekerjaan, dan menjadi lebih produktif sehingga dapat meningkatkan pendapatan. Dengan demikian pendidikan dapat memutus mata rantai kemiskinan dan menghilangkan eksklusi sosial, untuk kemudian meningkatkan kualitas hidup dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Dengan membangun landasan pendidikan yang kokoh diharapkan dapat melahirkan SDM yang berkualitas, sehingga dapat membantu menyelesaikan permasalahan utama bangsa. Pendidikan dapat menjadi landasan kuat bagi dua pilar utama penanggulangan kemiskinan yaitu: 1) pertumbuhan ekonomi berkelanjutan yang berpihak pada kaum miskin, dan 2) pembangunan sosial yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi memerlukan dan harus ditopang dengan tenaga kerja terdidik, yang punya pengetahuan dan keterampilan, serta menguasai teknologi untuk meningkatkan produktivitas. 2.3 Keaslian Penelitian Terdapat beberapa penelitian sebelumnya yang membahas mengenai kemiskinan perempuan dan peran perempuan bekerja dalam mengurangi kemiskinan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh variabel ekonomi dan sosial demografi terhadap status ekonomi perempuan di Kabupaten Jembrana. Penelitian Usman dkk (2006) menghasilkan bahwa faktor determinan kemiskinan pada karakteristik rumahtangga dan individu relatif tidak berubah. Variabel yang dapat menambah kemiskinan adalah jumlah anggota

23 35 rumahtangga, kepala keluarga sebagai buruh tani dan kepala keluarga bekerja di bidang pertanian. Variabel yang dapat mengurangi kemiskinan adalah kepala rumahtangga yang bekerja, kepemilikan aset lahan pertanian, dan jumlah tahun bersekolah seluruh anggota keluarga. Penelitian Arjani (2007) menyimpulkan bahwa sampai saat ini jumlah penduduk miskin yang ada di Bali masih cukup tinggi dan kondisi kemiskinan ini lebih banyak dialami dan dirasakan oleh kaum perempuan. Kemiskinan yang dialami oleh kaum perempuan tidak hanya kemiskinan ekonomis, tetapi juga kemiskinan multidimensional seperti keterbatasan akses terhadap pendidikan, politik, ekonomi, informasi, kesehatan, dan lain-lain. Kemiskinan yang dialami oleh perempuan bersifat spesifik sehingga diperlukan penanganan yang khusus seperti halnya pendekatan penanggulangan kemiskinan yang berperspektif gender. Antari (2008) melakukan penelitian di Kota Denpasar dengan menggunakan teknik Analisis Regresi Berganda menghasilkan bahwa faktor umur, tingkat pendidikan, jam kerja, jumlah anggota rumahtangga, dan modal finansial secara simultan berpengaruh signifikan terhadap pendapatan perempuan miskin. Jam kerja dan modal finansial memberikan dampak dan pengaruh yang positif terhadap pendapatan perempuan miskin, sedangkan umur, tingkat pendidikan, dan jumlah anggota rumahtangga tidak berpengaruh secara parsial terhadap pendapatan perempuan miskin. Sementara Astutie dkk (2008) melakukan penelitian di Kota Tegal dengan menggunakan Metode Wawancara Mendalam, menghasilkan bahwa peran wanita pesisir yang bekerja dalam mengatasi kemiskinan masyarakat jelas terlihat. Perempuan pesisir hampir seluruhnya bekerja untuk menambah

24 36 penghasilan dan pemenuhan kebutuhan ekonomi rumahtangga. Dengan demikian maka perempuan pesisir yang bekerja secara langsung dapat mengurangi kemiskinan pada masyarakat pesisir, baik yang disebabkan oleh kemiskinan struktural maupun kemiskinan kultural. Rahayu (2008) melakukan penelitian di Kabupaten Sleman dengan menggunakan Analisis Deskriptif, Analisis Regresi dan Korelasi, menghasilkan bahwa kontribusi pendapatan perempuan pekerja di sektor informal berperan besar dalam peningkatan pendapatan keluarga di Kabupaten Sleman. Hubungan antara tingkat pendidikan dengan pendapatan perempuan pekerja di sektor informal sangat kecil dan tidak signifikan. Sebagian besar perempuan bekerja di sektor informal dengan pendapatan per bulan di bawah Upah Minimum Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kemudian Hastuti dan Respati (2009) melakukan penelitian di Lereng Merapi Selatan dengan menggunakan Model Harvard, Model Moser, Model SWOT, Model GAP dan Model Proba, menyimpulkan bahwa perempuan miskin banyak melakukan kegiatan kerumahtanggaan dan non produktif. Dalam kemiskinan perempuan kurang mendapat prioritas dalam peningkatan sumber daya manusia sehingga semakin terperosok dalam ketidakberdayaan. Perempuan miskin memiliki pendidikan dan pendapatan yang relatif rendah, kurang dilibatkan dalam kegiatan produktif, memiliki akses dan kontrol yang rendah terhadap sumber daya untuk meningkatkan pendapatan. Faktor-faktor yang mempengaruhinya antara lain faktor ekonomi, kultural, sosial, dan geografi. Penelitian Ustama (2009) menyimpulkan bahwa meskipun pemerataan dan perluasan akses pendidikan tidak berhubungan langsung dengan tingkat

25 37 kesejahteraan seseorang, namun pendidikan merupakan salah satu alat mobilitas vertikal terpenting. Pendidikan merupakan investasi dan kesempatan untuk berkompetisi dalam memperoleh penghidupan yang lebih baik di masa depan dan turut terlibat dalam proses pembangunan. Dengan pendidikan yang terprogram baik dan menjangkau semua elemen target MDGs maka pendidikan menjadi instrumen paling efektif untuk memotong mata rantai kemiskinan. Sementara itu penelitian Kamar (2010) menyimpulkan bahwa perubahan untuk memerdekakan perempuan tidak hanya dari satu sektor saja. Perubahan harus dilakukan dalam berbagai sektor, mulai dari pemberdayaan ekonomi perempuan, pendidikan perempuan, serta iklim dan tatanan sosial yang ramah terhadap perempuan. Pemberdayaan perempuan menjadi penting untuk menekan angka kemiskinan karena pemberdayaan merupakan proses yang pada saat bersamaan menjadi tujuan untuk membuka akses perempuan ke keadilan. Javed dan Asif (2011) melakukan penelitian di Pakistan dengan menggunakan Analisis Regresi Logistik menghasilkan bahwa jumlah pendapatan, jumlah konsumsi, dan status kepala rumahtangga berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan. Daerah tempat tinggal, tingkat pendidikan, dan jumlah pendapatan berpengaruh negatif terhadap kemiskinan, sedangkan kepala rumahtangga perempuan dan jumlah anggota rumahtangga berpengaruh positif terhadap kemiskinan. Kemudian Budhi (2013) melakukan penelitian di Bali dengan menggunakan metode Fixed Effect Model (FEM) menghasilkan bahwa variabel jumlah penduduk, share pertanian dan share industri pengolahan berpengaruh positif terhadap jumlah penduduk miskin, sedangkan PDRB dan share industri

26 38 berpengaruh negatif. Dalam usaha menurunkan jumlah penduduk miskin, pemerintah harus memperluas kesempatan kerja, menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, dan membatasi kelahiran melalui penggalakan kembali program Keluarga Berencana. Penelitian Sudibia dan Marhaeni (2013) di Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali dengan menggunakan Analisis Deskriptif menyimpulkan bahwa strategi kebijakan untuk mengentaskan kemiskinan di Kabupaten Karangasem adalah dengan menggunakan stategi kluster 1 dan strategi kluster 2. Strategi kluster 1 untuk keluarga yang benar-benar miskin, artinya pendapatannya sangat rendah dan dengan pendidikan yang rendah pula, maka keluarga seperti ini harus dibantu secara total untuk meningkatkan pendapatannya. Strategi kluster 2 untuk penduduk miskin yang sebelumnya sebagai pekerja diarahkan untuk menjadi pengusaha mandiri sehingga penghasilan dapat ditingkatkan. Dari beberapa penelitian di atas, dapat diketahui bahwa perempuan yang bekerja memiliki peranan dalam peningkatan pendapatan keluarga dan dapat mengurangi kemiskinan dalam rumahtangga tersebut. Selain itu tingkat pendidikan perempuan juga sangat penting untuk mengatasi masalah kemiskinan. Pekerja perempuan yang bergerak di sektor informal dapat memberikan dampak yang cukup positif terhadap pendapatan keluarga. Jumlah anggota rumahtangga dan lapangan pekerjaan di bidang pertanian merupakan variabel yang dapat menambah kemiskinan. Persamaan penelitian ini dengan beberapa penelitian di atas adalah penelitian ini menggunakan teknik Analisis Regresi Logistik karena variabel tidak

27 39 bebas yang digunakan memiliki skala nominal dengan dua kategori (miskin dan tidak miskin). Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini merupakan variabel yang diambil dari beberapa penelitian sebelumnya, seperti daerah tempat tinggal, jumlah anggota rumahtangga, tingkat pendidikan, pendapatan, jam kerja, lapangan pekerjaan, dan status pekerjaan. Perbedaan penelitian ini dengan beberapa penelitian sebelumnya adalah ukuran sampel, sumber data, lokasi penelitian, dan variabel bebas yang digunakan secara simultan. Dari beberapa persamaan dan perbedaan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian ini adalah asli dan belum pernah dilakukan sebelumnya.

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

Gambar Perkembangan Kemiskinan di Indonesia,

Gambar Perkembangan Kemiskinan di Indonesia, Kemiskinan Termasuk bagian penting dari aspek analisis ketenagakerjaan adalah melihat kondisi taraf kehidupan penduduk, yang diyakini merupakan dampak langsung dari dinamika ketenagakerjaan. Kemiskinan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian terdahulu yang berkaitan dengan yang akan diteliti.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian terdahulu yang berkaitan dengan yang akan diteliti. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akandibahas mengenai teori yang menjadi dasar pokok permasalahan. Teori yang akan dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan, Produk Domestik Regional Bruto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan suatu negara sangat tergantung pada jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan suatu negara sangat tergantung pada jumlah penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan suatu negara sangat tergantung pada jumlah penduduk miskinnya. Semakin banyak jumlah penduduk miskin, maka negara itu disebut negara miskin. Sebaliknya semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan seringkali dipahami dalam pengertian yang sangat sederhana yaitu sebagai keadaan kekurangan uang, rendahnya tingkat pendapatan dan tidak terpenuhinya kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara di dunia, terutama negara sedang berkembang. Secara umum

BAB I PENDAHULUAN. negara di dunia, terutama negara sedang berkembang. Secara umum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan (poverty) merupakan masalah yang dihadapi oleh seluruh negara di dunia, terutama negara sedang berkembang. Secara umum kemiskinan dipahami sebagai keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selain persoalan kemiskinan. Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa

BAB I PENDAHULUAN. selain persoalan kemiskinan. Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan terus menjadi masalah fenomenal sepanjang sejarah Indonesia sebagai nation state, sejarah sebuah Negara yang salah memandang dan mengurus kemiskinan. Dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. masalah klasik dan mendapat perhatian khusus dari negara-negara di dunia.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. masalah klasik dan mendapat perhatian khusus dari negara-negara di dunia. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Landasan Teori dan Konsep 2.1.1. Konsep Kemiskinan Pada umumnya masalah kemiskinan hingga saat ini masih menjadi masalah klasik dan mendapat perhatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya yang terus

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya yang terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya yang terus dilakukan pemerintah dalam rangka mencapai kehidupan yang lebih baik. Upaya pembanguan ini ditujukan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kemiskinan 2.1.1 Defenisi Kemiskinan Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2004, kemiskinan adalah kondisi sosial ekonomi seseorang atau sekelompok orang yang tidak terpenuhinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara sedang berkembang kemiskinan adalah masalah utama. Menurut Chambers (1983), kemiskinan yang dialami oleh sebagian besar rakyat di negara sedang berkembang

Lebih terperinci

KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN *

KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN * KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN * Oleh: Kecuk Suhariyanto, Badan Pusat Statistik Email: kecuk@mailhost.bps.go.id 1. PENDAHULUAN Menjelang berakhirnya tahun 2007, 52

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik (BPS, 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik (BPS, 2009). BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Kemiskinan Kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Determinan kemiskinan..., Roy Hendra, FE UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Determinan kemiskinan..., Roy Hendra, FE UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang bersifat multidimensi. Kemiskinan merupakan persoalan kompleks yang terkait dengan berbagai dimensi yakni sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata kehidupan yang layak bagi seluruh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi

I. PENDAHULUAN. Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang cepat. Di banyak negara syarat utama bagi terciptanya penurunan kemiskinan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Per Kapita dan Struktur Ekonomi Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam lima tahun terakhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan serangkaian usaha dalam suatu perekonomian untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak tersedia, perusahaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan menetapkan persedian sumber

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan menetapkan persedian sumber BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Kemiskinan Secara ekonomi kemiskinan dapat diartikan sebagai kekurangan sumber daya yang dapat digunakan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender XVII Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender Salah satu strategi pokok pembangunan Propinsi Jawa Timur 2009-2014 adalah pengarusutamaan gender. Itu artinya, seluruh proses perencanaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang maupun negara maju, meskipun telah terjadi perbaikan-perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang maupun negara maju, meskipun telah terjadi perbaikan-perbaikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan yang mencolok masih banyak ditemukan di negara-negara berkembang maupun negara maju, meskipun telah terjadi perbaikan-perbaikan yang siginifikan selama lebih

Lebih terperinci

Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia

Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia Kemiskinan sangat identik dengan beberapa variabel berikut ini: Kepemilikan modal Kepemilikan lahan Sumber daya manusia Kekurangan gizi Pendidikan Pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (http://www.bps.go.id/brs_file/tenaker-15mei09.pdf). kekuatan posisi tawar (Bargaining Power) yang sejajar dengan pengusaha dan

BAB I PENDAHULUAN. (http://www.bps.go.id/brs_file/tenaker-15mei09.pdf). kekuatan posisi tawar (Bargaining Power) yang sejajar dengan pengusaha dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010, jumlah angkatan kerja Indonesia berjumlah 107,7 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, yang bekerja sebagai buruh sebanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk

BAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konstruksi budaya patriarki yang masih mengakar kuat di Indonesia hingga saat ini, mengakibatkan posisi perempuan semakin terpuruk, terutama pada kelompok miskin. Perempuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan proses multidimensional yang melibatkan perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa dan lembaga nasional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan lebih mendalam tentang teori-teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati. Selain itu akan dikemukakan hasil penelitian terdahulu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk melihat keberhasilan pembangunan suatu negara. Setiap negara akan

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk melihat keberhasilan pembangunan suatu negara. Setiap negara akan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan merupakan indikator penting untuk melihat keberhasilan pembangunan suatu negara. Setiap negara akan berusaha keras untuk

Lebih terperinci

Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia

Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia Capaian Pembelajaran Mahasiswa dapat menjelaskan indikator dan faktor-faktor penyebab kemiskinan Mahasiswa mampu menyusun konsep penanggulangan masalah kemiskinan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan

Lebih terperinci

Perluasan Lapangan Kerja

Perluasan Lapangan Kerja VII Perluasan Lapangan Kerja Perluasan lapangan kerja untuk menciptakan lapangan kerja dalam jumlah dan mutu yang makin meningkat, merupakan sebuah keniscayaan untuk menyerap angkatan kerja baru yang terus

Lebih terperinci

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PADA FEBRUARI 2008 SEBESAR 6,04 PERSEN

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PADA FEBRUARI 2008 SEBESAR 6,04 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PADA FEBRUARI 2008 SEBESAR 6,04 PERSEN No. 17/05/34/Th. X, 15 Mei 2008 Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

MENGUKUR PENDAPATAN DAN KEMISKINAN MULTI-DIMENSI: IMPLIKASI TERHADAP KEBIJAKAN

MENGUKUR PENDAPATAN DAN KEMISKINAN MULTI-DIMENSI: IMPLIKASI TERHADAP KEBIJAKAN MENGUKUR PENDAPATAN DAN KEMISKINAN MULTI-DIMENSI: IMPLIKASI TERHADAP KEBIJAKAN Sudarno Sumarto Policy Advisor - National Team for the Acceleration of Poverty Reduction Senior Research Fellow SMERU Research

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati. Teori yang dibahas dalam bab ini terdiri dari pengertian pembangunan ekonomi,

Lebih terperinci

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PADA FEBRUARI 2009 SEBESAR 6,00 PERSEN

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PADA FEBRUARI 2009 SEBESAR 6,00 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 20/05/34/Th. XI, 15 Mei 2009 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PADA FEBRUARI 2009 SEBESAR 6,00 PERSEN Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor pertanian sudah seharusnya mendapat prioritas dalam kebijaksanaan strategis pembangunan di Indonesia. Selama lebih dari 30 tahun terakhir, sektor pertanian di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sebagai suatu proses berencana dari kondisi tertentu kepada kondisi yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan tersebut bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu ciri perekonomian Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar penduduk yang berpenghasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelola berbagai sumber daya yang ada dan membentuk pola

Lebih terperinci

MAKALAH EKONOMIKA PEMBANGUNAN 1 MODAL MANUSIA: PENDIDIKAN DAN KESEHATAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI

MAKALAH EKONOMIKA PEMBANGUNAN 1 MODAL MANUSIA: PENDIDIKAN DAN KESEHATAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI MAKALAH EKONOMIKA PEMBANGUNAN 1 MODAL MANUSIA: PENDIDIKAN DAN KESEHATAN DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI Oleh: Martha Hindriyani 10/299040/EK/17980 Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. Kemiskinan telah membuat pengangguran semakin bertambah banyak,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. Kemiskinan telah membuat pengangguran semakin bertambah banyak, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Kemiskinan telah membuat pengangguran semakin bertambah banyak, inflasi juga naik dan pertumbuhan ekonomi melambat. Kemiskinan yang terjadi dalam suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana tertulis dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, pemerintah menetapkan visi pembangunan yaitu Terwujudnya Indonesia yang

Lebih terperinci

PERSIAPAN RPJMN TERKAIT PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENINGKATAN PEMERATAAN

PERSIAPAN RPJMN TERKAIT PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENINGKATAN PEMERATAAN PERSIAPAN RPJMN 2015-2019 TERKAIT PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENINGKATAN PEMERATAAN Direktorat Penanggulangan Kemiskinan 29 Januari 2014 TINGKAT KEMISKINAN 2004-2014 45 40 35 30 36.15 35.10 39.30 37.17

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk miskin, kepada tingkatan yang lebih baik dari waktu ke waktu.

BAB I PENDAHULUAN. penduduk miskin, kepada tingkatan yang lebih baik dari waktu ke waktu. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan dasar dan paling essensial dari pembangunan tidak lain adalah mengangkat kehidupan manusia yang berada pada lapisan paling bawah atau penduduk miskin, kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk berpengaruh positif apabila perekonomian dapat menyerap tambahan

BAB I PENDAHULUAN. penduduk berpengaruh positif apabila perekonomian dapat menyerap tambahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan penduduk dan tenaga kerja adalah dua hal yang berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan penduduk menjadi potensi terjaminnya ketersediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara maritim, dimana 70 persen dari luas wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara maritim, dimana 70 persen dari luas wilayah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar BelakangS Indonesia merupakan negara maritim, dimana 70 persen dari luas wilayah Indonesia terdiri dari wilayah lautan dan sebagian besar masyarakat pesisir bermata pencaharian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir seluruh Negara di dunia, terbukti PBB telah menetapkan Millenium Development Goals (MDGs).

Lebih terperinci

BAB 12. PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELUARGA DI INDONESIA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati

BAB 12. PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELUARGA DI INDONESIA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati BAB 12. PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELUARGA DI INDONESIA Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati Kondisi Kemiskinan di Indonesia Isu kemiskinan yang merupakan multidimensi ini menjadi isu sentral di Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan hipotesis. A. Latar Belakang Masalah. Kemiskinan seringkali

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator berjalannya roda perekonomian suatu negara. Ketika ekonomi tumbuh, maka ada peningkatan produksi barang dan jasa yang memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB II PEMBAHASAN. 1 Ketimpangan Sosial DWI MELISA AULIA

BAB I PENDAHULUAN BAB II PEMBAHASAN. 1 Ketimpangan Sosial DWI MELISA AULIA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan, Ketimpangan Sosial tampaknya telah menjadi bagian dari kehidupan Masyarakat. Kondisi masyarakat yang berbagai macam dari yang miskin sampai yang

Lebih terperinci

Menilai Pekerjaan Layak di Indonesia

Menilai Pekerjaan Layak di Indonesia Menilai Pekerjaan Layak di Indonesia Sekilas tentang Profil Nasional untuk Pekerjaan Layak Apa itu Pekerjaan Layak? Agenda Pekerjaan Layak, yang dikembangkan Organisasi (ILO) semakin luas diakui sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan sebagai suatu masalah sosial ekonomi telah merangsang banyak kegiatan penelitian yang dilakukan berbagai pihak seperti para perencana, ilmuwan, dan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara. Menurut Bank Dunia (2000) dalam Akbar (2015), definisi kemiskinan adalah

BAB I PENDAHULUAN. negara. Menurut Bank Dunia (2000) dalam Akbar (2015), definisi kemiskinan adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan permasalahan pokok yang dialami oleh semua negara. Menurut Bank Dunia (2000) dalam Akbar (2015), definisi kemiskinan adalah kehilangan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan penduduk Indonesia. Sejalan dengan tujuan tersebut, berbagai

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan penduduk Indonesia. Sejalan dengan tujuan tersebut, berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata kehidupan yang layak bagi seluruh

Lebih terperinci

Kemiskinan sangat identik dengan beberapa variabel berikut ini:

Kemiskinan sangat identik dengan beberapa variabel berikut ini: BAB V Kemiskinan sangat identik dengan beberapa variabel berikut ini: Kepemilikan modal Kepemilikan lahan Sumber daya manusia Kekurangan gizi Pendidikan Pelayanan kesehatan Perndapatan perkapita Minimnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011)

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011) PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian mempunyai peranan yang strategis dalam penyerapan tenaga kerja yang ada di Indonesia, yaitu dengan tingginya penyerapan tenaga kerja sekitar 44 persen dari

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia hingga saat ini belum mampu mensejahterakan seluruh masyarakat Indonesia. Sebagian besar masyarakat masih belum merasakan

Lebih terperinci

PENGARUH VARIABEL EKONOMI DAN SOSIAL DEMOGRAFI TERHADAP STATUS EKONOMI PEREMPUAN DI KABUPATEN JEMBRANA

PENGARUH VARIABEL EKONOMI DAN SOSIAL DEMOGRAFI TERHADAP STATUS EKONOMI PEREMPUAN DI KABUPATEN JEMBRANA Titis Krisnawati dkk, Pengaruh Variabel Ekonomi dan Sosial Demografi... 1 PENGARUH VARIABEL EKONOMI DAN SOSIAL DEMOGRAFI TERHADAP STATUS EKONOMI PEREMPUAN DI KABUPATEN JEMBRANA Titis Krisnawati 1 I Nyoman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah suatu usaha untuk meningkatkan pendapatan perkapita dengan cara mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 A. KONDISI KEMISKINAN 1. Asia telah mencapai kemajuan pesat dalam pengurangan kemiskinan dan kelaparan pada dua dekade yang lalu, namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses menuju perubahan yang diupayakan suatu negara secara terus menerus dalam rangka mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, termasuk Indonesia. Masalah kemiskinan yang melanda sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, termasuk Indonesia. Masalah kemiskinan yang melanda sebagian besar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya kemiskinan perdesaan telah menjadi isu utama dari sebuah negara berkembang, termasuk Indonesia. Masalah kemiskinan yang melanda sebagian besar masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan Nasional yang berlandaskan. dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan Nasional yang berlandaskan. dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang belum ada menjadi ada atau membuat suatu perubahan yaitu membuat sesuatu menjadi lebih baik atau meningkat.

Lebih terperinci

BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI KEMISKINAN

BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI KEMISKINAN BAB IV DAMPAK SOSIAL EKONOMI KEMISKINAN A. KETIDAKBERDAYAAN Dalam beberapa dekade terakhir ini, pengertian dan pemahaman tentang kemiskinan telah banyak bergeser dari pengertian dan pemahaman sebelumnya.

Lebih terperinci

Pemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah

Pemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah BADAN PUSAT STATISTIK Kabupaten Bandung Pemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Soreang, 1 Oktober 2015 Ir. R. Basworo Wahyu Utomo Kepala BPS Kabupaten Bandung Data adalah informasi

Lebih terperinci

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA 86 5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA Profil kinerja fiskal, perekonomian, dan kemiskinan sektoral daerah pada bagian ini dianalisis secara deskriptif berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan beberapa daerah perkotaan mempunyai pola. baik di daerah pedesaan dan perkotaan. Dualisme kota dan desa yang terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dan beberapa daerah perkotaan mempunyai pola. baik di daerah pedesaan dan perkotaan. Dualisme kota dan desa yang terdapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dan beberapa daerah perkotaan mempunyai pola perekonomian yang cenderung memperkuat terjadinya ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial yang bermuara kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembahasan mengenai kesejahteraan merupakan suatu pembahasan yang mempunyai cakupan atau ruang lingkup yang luas. Pembahasan mengenai kesejahteraan berkaitan erat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. penduduk yang timbul akibat mortalitas, fertilitas, migrasi serta mobilitas social.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. penduduk yang timbul akibat mortalitas, fertilitas, migrasi serta mobilitas social. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Sosial Demografi Demografi merupakan ilmu yang memepelajari struktur dan proses di suatu wilayah. Demografi menurut PhilipM.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa sistem

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi,

TINJAUAN PUSTAKA. fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi, 27 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemiskinan Masyarakat miskin adalah masyarakat yang tidak memiliki kemampuan untuk mengakses sumberdaya sumberdaya pembangunan, tidak dapat menikmati fasilitas mendasar seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi kemiskinan (Madris, 2010). Indikator ekonomi makro (PDRB)

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi kemiskinan (Madris, 2010). Indikator ekonomi makro (PDRB) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi perekonomian menjadi salah satu indikator kemajuan suatu daerah. Pembangunan ekonomi daerah tidak hanya bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, melainkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1994). Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. 1994). Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan yang meluas merupakan tantangan terbesar dalam upaya Pembangunan (UN, International Conference on Population and Development, 1994). Proses pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

Indikator Ketenagakerjaan KABUPATEN WAROPEN TAHUN Oleh : Muhammad Fajar

Indikator Ketenagakerjaan KABUPATEN WAROPEN TAHUN Oleh : Muhammad Fajar KABUPATEN WAROPEN TAHUN 2014 Oleh : Muhammad Fajar KATA PENGANTAR Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik mengamanatkan Badan Pusat Statistik (BPS) bertanggung jawab atas perstatistikan di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program ekonomi yang dijalankan negara-negara Sedang Berkembang (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

Kemiskinan di Indonesa

Kemiskinan di Indonesa Kemiskinan di Indonesa Kondisi Kemiskinan Selalu menjadi momok bagi perekonomian dunia, termasuk Indonesia Dulu hampir semua penduduk Indonesia hidup miskin (share poverty), sedangkan sekarang kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meliputi kebutuhan makan maupun non makan. Bagi Indonesia, kemiskinan sudah sejak lama menjadi persoalan

BAB I PENDAHULUAN. meliputi kebutuhan makan maupun non makan. Bagi Indonesia, kemiskinan sudah sejak lama menjadi persoalan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hampir disetiap negara berkembang kemiskinan selalu menjadi trending topic yang ramai dibicarakan. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang menempati urutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini kemiskinan menjadi topik yang dibahas dan diperdebatkan di berbagai forum nasional maupun internasional, walaupun kemiskinan itu sendiri telah

Lebih terperinci

TINGKAT PENGANGGURAN TERTINGGI DI KOTA YOGYAKARTA, NAMUN JUMLAH PENGANGGUR TERBANYAK

TINGKAT PENGANGGURAN TERTINGGI DI KOTA YOGYAKARTA, NAMUN JUMLAH PENGANGGUR TERBANYAK BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA No. 03/01/34/Th.X, 02 Januari 2008 SAKERNAS AGUSTUS 2007 MENGHASILKAN ANGKA PENGANGGURAN PERBANDINGAN ANTAR KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI DIY : TINGKAT PENGANGGURAN TERTINGGI

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG AGUSTUS 2017

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG AGUSTUS 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI LAMPUNG KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI LAMPUNG AGUSTUS 2017 AGUSTUS 2017 TINGKAT PENGANGGUR- AN TERBUKA SEBESAR 4,33 PERSEN Penduduk yang bekerja pada Agustus 2017 berkurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan usaha-usaha untuk meningkatkan taraf

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan usaha-usaha untuk meningkatkan taraf BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi merupakan usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang seringkali diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan riil per kapita.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adang nutu. Syair yang terjemahan bebasnya berbunyi ; Balada kue putu, lelaki

BAB I PENDAHULUAN. adang nutu. Syair yang terjemahan bebasnya berbunyi ; Balada kue putu, lelaki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Emplek-emplek menir ketepu, wong lanang goleke kayu wong wadon sing adang nutu. Syair yang terjemahan bebasnya berbunyi ; Balada kue putu, lelaki carilah kayu

Lebih terperinci

Judul : Pengaruh Tingkat Pendidikan, Pengangguran, dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Kemiskinan di Provinsi Bali Nama : Ita Aristina NIM :

Judul : Pengaruh Tingkat Pendidikan, Pengangguran, dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Kemiskinan di Provinsi Bali Nama : Ita Aristina NIM : Judul : Pengaruh Tingkat Pendidikan, Pengangguran, dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Kemiskinan di Provinsi Bali Nama : Ita Aristina NIM : 1215151009 ABSTRAK Kemiskinan menjadi masalah besar di Provinsi

Lebih terperinci

Oleh : Muhlisin, S.E., M.Si.

Oleh : Muhlisin, S.E., M.Si. Oleh : Muhlisin, S.E., M.Si. World Bank: Penduduk miskin adalah kelompok penduduk yang jumlah pengeluarannya kurang dari 1 dollar per hari. Amartya Sen (pemenang Nobel Ekonomi): Kemiskinan merupakan sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dalam bangsa, yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi, perubahan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dalam bangsa, yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi, perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang dinamis dalam mengubah dan meningkatkan kesehjateraan masyarakat. Ada tiga indikator keberhasilan suatu pembangunan dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar belakang Dampak dari krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997 adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun drastis.

PENDAHULUAN Latar belakang Dampak dari krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997 adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun drastis. 1 PENDAHULUAN Latar belakang Dampak dari krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997 adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun drastis. Meskipun perekonomian Indonesia mengalami peningkatan, tetapi

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini Bab I Pendahuluan Di setiap negara manapun masalah ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Begitu juga di Indonesia, terutama dengan hal yang menyangkut padi sebagai makanan pokok mayoritas

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PENCAPAIAN

PERKEMBANGAN PENCAPAIAN BAGIAN 2. PERKEMBANGAN PENCAPAIAN 25 TUJUAN 1: TUJUAN 2: TUJUAN 3: TUJUAN 4: TUJUAN 5: TUJUAN 6: TUJUAN 7: Menanggulagi Kemiskinan dan Kelaparan Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua Mendorong Kesetaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya yang menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya yang menjadi masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah yang bersifat multidimensional yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya yang menjadi masalah dalam pembangunan.

Lebih terperinci

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA Abstrak yang berkualitas adalah pertumbuhan yang menciptakan pemerataan pendapatan,pengentasan kemiskinan dan membuka kesempatan kerja yang luas. Di

Lebih terperinci