MANAJEMEN GANGGUAN KOAGULASI PADA SEPSIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MANAJEMEN GANGGUAN KOAGULASI PADA SEPSIS"

Transkripsi

1 MANAJEMEN GANGGUAN KOAGULASI PADA SEPSIS Dairion Gatot, Savita Handayani, Henny Syahrini Lubis, Guntur Ginting Divisi Hematologi & Onkologi Medik Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK-USU/RSUP H Adam Malik/RSUD Dr.Pirngadi Medan Definisi Disseminated intravascular coagulation (DIC) merupakan suatu sindroma klinikopatologis yang ditandai adanya aktivasi koagulasi darah sistemik, produksi fibrin intravaskular, sehingga dapat menyebabkan trombosis pada pembuluh darah yang berukuran kecil dan sedang, bahkan dapat menyebabkan gangguan/kegagalan fungsi organ (gambar 1). 1,2,3 DIC dapat terjadi akibat komplikasi dari infeksi, keganasan solid, keganasan hematologi, penyakit-penyakit obstetrik, trauma, aneurisma, penyakit hati, dan lain sebagainya. Gambaran karakteristik DIC yang muncul memiliki kaitan dengan kelainan yang mendasarinya. Diagnosis dan penanganannya pun harus mempertimbangkan kondisi etiologi yang mendasarinya. DIC yang terjadi pada sepsis, keganasan hematologi ataupun kelainan obstetrik lebih mudah ditangani daripada jika terjadi pada kondisi etiologi keganasan solid. 1 Gambar 1. Proses perjalanan DIC 3,4 Epidemiologi dan Prognosis Epidemiologi DIC dapat terjadi pada 30-50% pasien yang mengalami sepsis, dan 1% dari total keseluruhan pasien yang dirawat inap. DIC dapat terjadi pada seluruh usia, ras dan jenis kelamin. 1

2 Prognosis Prognosis DIC tergantung dari beratnya koagulopati serta kondisi yang mendasarinya. Menentukan secara tepat angka mortalitas dan morbiditas pada pasien DIC sangat sulit. Sebuah studi yang dilakukan oleh the Japanese Association for Acute Medicine (JAAM) memperlihatkan DIC pada pasien sepsis memiliki mortalitas yang lebih tinggi dibanding DIC pada pasien-pasien trauma (34,7% vs 10,5%). Sepsis akibat aborsi dengan infeksi clostridium dan syok yang disertai DIC berat memiliki mortalitas 50%. 2,3 Komplikasi Komplikasi DIC yang mungkin dapat terjadi antara lain: gagal ginjal akut (25%), perubahan status mental (2%), disfungsi pernafasan (16%), disfungsi hati (19%), perdarahan (64%) dan trombosis yang mengancam nyawa (pada pasien dengan DIC sedang-berat hingga berat), tamponade jantung, hemotorak, hematoma intraserebral, gangren pada jari-jari, syok (14%), kematian. 2,5 Etiologi Etiologi DIC merupakan kondisi yang mendasari munculnya DIC. Beberapa kondisi yang berkaitan dengan DIC adalah sebagai berikut: 3,6 Sepsis Bakterial : stafilokokus, streptokokus, pneumokokus, meningokokus, batang Gram-negatif. Viral : CMV, hepatitis, varicella Mikosis Parasit Rickettsia Trauma dan kerusakan jaringan : Cedera kepala, luka bakar luas, emboli lemak, rhabdomyolisis Penyakit pembuluh darah : Sindroma Kassabach-Merritt, aneurisma pembuluh darah besar (misalnya aorta) Komplikasi obstetri : abrupsio plasenta, emboli cairan amnion, sindroma kematian janin, abortus septik. Keganasan : adenokarsinoma (prostat, pankreas, dll), keganasan hematologi (leukemia promielositik akut) Kelainan imunologis : reaksi transfusi hemolitik akut, penolakan transplantasi organ / jaringan, penyakit graft versus host Obat-obatan : fibrinolitik, aprotinin, warfarin (khususnya pada neonatus dengan defisiensi protein C), prothrombin concentration complex, amfetamin. 2

3 Toksin hewan : ular, serangga Penyakit hati : gagal hati fulminan, sirosis, fatty liver pada kehamilan Lain-lain: Syok, sindrom distress pernafasan, transfusi masif Patofisiologi DIC pada sepsis Infeksi, khususnya septikemia merupakan kondisi klinis yang paing sering menyebabkan DIC. Walaupun semua mikroorganisme dapat menyebabkan DIC, bakteri merupakan patogen yang paling sering menyebabkan DIC. DIC yang nyata dapat terjadi pada 30-50% pasien yang mengalami sepsis akibat bakteri Gram negatif. Mekanisme yang terjadi pada proses terjadinya DIC pada pasien sepsis berbeda dari proses yang terlibat pada leukemia maupun tumor solid. 7 Sepsis merupakan sindroma klinis yang sudah dikenal secara luas dan merupakan respon sistemik host terhadap infeksi. Kunci dari manifestasi klinis DIC sesungguhnya bukan disebabkan oleh patogen yang menginvasi namun lebih diakibatkan dari kondisi hipotensi, koagulopati, serta disfungsi multiorgan yang disebabkan oleh sepsis berat sehingga berujung pada gangguan regulasi mediator-mediator inflamasi pada host. 8 Gangguan hematologi yang terlihat pada DIC karena sepsis terdiri dari 4 mekanisme yang terjadi secara bersama-sama yakni : (1) Kerusakan endotel dan pembentukan trombin yang diperantarai oleh faktor jaringan (tissue factor) ; (2) Gangguan mekanisme fisiologis antikoagulasi (misal, penekanan sistem anti-trombin dan protein C sehingga tidak dapat mengimbangi pembentukan trombin) ; (3) gangguan degradasi fibrin akibat penekanan sistem fibrinolisis. Hal ini terutama disebabkan oleh tingginya kadar plasminogen activator inhibitor tipe 1 (PAI-1) yang beredar di sirkulasi, namun pada beberapa bentuk khusus DIC, fungsi fibrinolisis dapat meningkat sehingga menyebabkan perdarahan ; (4) aktivasi inflamasi (gambar 2). 2,8 Gambar 2. Hubungan/korelasi antara koagulasi dan inflamasi pada sepsis yang memiliki ciri khas : aktivasi koagulasi yang diinduksi oleh inflamasi bersama-sama dengan gangguan sistem antikoagulan, fibrinolisis serta fungsi endotel. Selanjutnya, pada sepsis, koagulasi yang terjadi sebaliknya dapat memperburuk inflamasi. 8 3

4 Gambaran yang khas pada sepsis adalah terjadinya aktivasi dan disfungsi endotel mikrovaskular. Hal ini diawali oleh inflamasi akibat komponen dari dinding sel bakteri yang mengandung berbagai lipopolisakarida (LPS) yang menempel pada permukaan endotel. Begitu inflamasi dimulai, sejumlah besar mediator-mediator inflamasi langsung dilepas termasuk sitokin, kemokin dan sistem komplemen. Mediator-mediator ini selanjutnya dapat berfungsi untuk mengaktivasi sel-sel endotel lainnya. Hal lain yang terjadi adalah pada sepsis, sel-sel endotel menjadi lebih permeabel sehingga terjadi perpindahan cairan ke ekstravaskular dan hal ini dapat menyebabkan hipovolemia dan hipotensi. Selain itu, pada keadaan sepsis, permukaan endotel yang seharusnya memiliki sifat anti-trombotik berubah menjadi pro-trombotik. Hal ini berkaitan dengan kejadian trombosis dan kegagalan multi organ (gambar 3). 8 Gambar 3. Peran endotel pada kondisi normal dan sepsis. (A) pada kondisi normal. Terdapat lapisan antikoagulan pada permukaan endotel yang mencegah koagulasi darah melalui ekspresi trombomodulin (TM) serta reseptor PC endotel (EPCR) yang membantu trombin menghasilkan protein C yang teraktivasi (APC) melalui tissue factor pathway inhibitor (TFPI) dan anti-trombin (AT) yang menempel di permukaannya dan mensekresikan tissue-type plasminogen activator (tpa) yng kemudian mendorong terjadinya fibrinolisis. (B) saat infeksi bakteri masuk dalam aliran darah, aktivasi inflamasi sistemik menyebabkan pelepasan sitokin serta aktivasi dan disfungsi endotel sehingga terjadi pelepasan mikropartikel-mikropartikel (MPs), apoptosis, kerusakan endotel (ECs) serta hilangnya fungsi sebagai barier. Proses koagulasi teraktivasi dimulai dari interaksi antara tissue factor (TF) dengan monosit, MPs dan juga kemungkinan dengan endotelium lainnya serta pelepasan von Willebrand factor (vwf) yang dapat menyebabkan adhesi platelet pada permukaan subendotelial serta agregasi trombosit. Produksi glikosaminoglikans (GAGs) mengalami penurunan, sementara protein-protein antikoagulan seperti TFPI, AT, EPCR dan TM terlepas dari permukaan endotel serta mengalami penurunan fungsi. Selanjutnya AT dan APC akan terus dikonsumsi. Fungsi fibrinolisis terganggu akibat peningkatan penghambat utama aktivator plasminogen (PA) yakni PA inhibitor-1 (PAI-1) yang peningkatannya melebihi tpa, serta peningkatan aktivasi komplemen akibat hilangnya fungsi/aktivitas thrombin-activatable fibrinolysis (TAFI) yang normalnya mampu menghambat faktor komplemen C3a dan C5a serta bradikinin. Protein-protein antikoagulan ini selanjutnya akan berperan pada pelepasan sitokin. Tissue factor-factor VIIa (TF-FVIIa), faktor (F) Xa, serta trombin menimbulkan aktivitas proinflamasi melalui pemotongan PAR-1 dan PAR-2. Pemotongan PAR-1 oleh APC bergantung pada EPCR dan proses tersebut memodulasi inflamasi dan apoptosis. 8 4

5 Faktor jaringan dan pembentukan trombin Trombin dapat dideteksi di dalam sirkulasi pada 3-5 jam setelah terjadinya bakteremia ataupun endotoxemia. Banyak bukti ilmiah yang menunjukkan peran penting dari sistem faktor jaringan/faktor VIIa dalam menginisiasi pembentukan trombin. 2 Paparan terhadap TF pada sirkulasi terjadi akibat adanya kerusakan endotelial, kerusakan jaringan, inflamasi maupun sel tumor yang dapat mengekspresikan molekul progoagulan (termasuk TF). TF mengaktivasi koagulasi lewat jalur ekstrinsik. Kompleks TF- VIIa mengaktifkan trombin yang selanjutnya dapat memecah fibrinogen menjadi fibrin dan secara bersamaan dapat menyebabkan agregasi trombosit. Jalur intrinsik dapat pula mengalami aktivasi pada kondisi DIC ini hal ini malah dapat menyebabkan hemodinamik semakin tidak stabil hingga hipotensi. Trombin yang dihasilkan oleh jalur TF/faktor VII semakin memperkuat proses koagulasi dan inflamasi melalui mekanisme-mekanisme berikut: 2 Aktivasi platelet : peningkatan agregasi dan fungsi trombosit pada koagulasi Aktivasi faktor VIII, V, dan XI sehingga semakin memperbanyak produksi trombin Peningkatan aktivasi faktor-faktor proinflamasi melalui reseptor-reseptor yang teraktivasi oleh protease (PARs/protease-avtivated resceptors) Aktivasi faktor XIII menjadi XIIIa, sehingga memperbanyak produksi klot fibrin dari fibrinogen Aktivasi TAFI (thrombin-activatable fibrinolysis inhibitor) sehingga menyebabkan klot tahan terhadap proses fibrinolisis. Meningkatnya ekspresi molekul-molekul adhesi (misal, selektin) sehingga memicu efek inflamasi leukosit Faktor VIIa telah diketahui berperan penting sebagai mediator terjadinya koagulasi intravaskular pada sepsis. Penghambatan jalur faktor VIIa pada sepsis telah diketahui dapat mencegah progresivitas DIC, dimana penghambatan yang dilakukan pada jalur alternatif lain tidak terbukti dapat mempengaruhi proses koagulasi. Dalam suatu studi, ditemukan bahwa penghambatan jalur TF/faktor VII(a) oleh antibodi monoklonal yang spesifik pada aktivitas TF atau faktor VIIa dapat menghambat pembentukan trombin secara komplit. Dari studi ini terlihat bahwa jalur ekstrinsik lebih memainkan peran dalam DIC sedangkan jalur intrinsik tidak terlalu berperan. TF sendiri hingga saat ini belum diketahui dengan pasti darimana sumbernya. Kemungkinan, TF yang bersirkulasi bersumber dari sel-sel mononuklear (monosit) ataupun mungkin pula bersumber dari sel-sel endotel yang mengalami injuri. Namun, peran TF yang diekspresikan oleh sel-sel endotel dalam patogenesis DIC masih dalam penyelidikan. 2 5

6 Gangguan sistem antikoagulan Pembentukan trombin semestinya diatur sedemikian rupa melalui berbagai mekanisme hemostasis. Namun, begitu proses koagulasi intravaskular dimulai, mekanisme tersebut tidak sanggup untuk melakukan kompensasi yang diperlukan. Gangguan fungsi ini menyebabkan pembentukan trombin semakin besar serta berperan dalam pembentukan fibrin. Kadar anti-trombin juga berkurang pada keadaan DIC. Hal ini disebabkan oleh: 2 Anti trombin terpakai secara terus menerus akibat proses koagulasi yang terus berlangsung Estalase yang dihasilkan oleh neutrofil yang teraktivasi mendegradasi antitrombin dan protein-protein lainnya. Kehilangan anti-trombin akibat kebocoran kapiler Terganggunya produksi anti-trombin terkait kerusakan hati akibat kurangnya perfusi dan koagulasi mikrovaskular Rendahnya kadar anti-trombin pada DIC memiliki korelasi dengan peningkatan mortalitas, khususnya pada pasien dengan sepsis. Kadar anti-trombin yang rendah mengawali munculnya manifestasi klinis sepsis. Hal ini kemungkinan menunjukkan bahwa anti-trombin memang terlibat dalam patogenesis DIC dan memiliki kaitan pula dengan disfungsi organ. 2 Selain dari menurunnya jumlah anti-trombin, sistem protein-c juga ternyata mengalami penekanan yang signifikan. Protein-C bersama dengan protein-s juga termasuk dalam mekanisme utama kompensasi antikoagulan. Dalam kondisi normal, protein-c diaktifkan oleh trombin melalui trombomodulin pada permukaan se-sel endotel. Protein-C yang teraktivasi menghalangi proses koagulasi dengan melakukan pemecahan (proteolitik) pada faktor Va dan VIIIa serta PAR1 melalui ikatan dengan reseptor protein-c pada sel endotelial (EPCR/endothelial cell protei-c receptor). Gangguan fungsi protein-c ini terjadi akibat adanya berkurangnya ekspresi trombomodulin ataupun terjadinya proses inaktivasi akibat spesies oksigen reaktif (ROC/reactive oxygen species) pada sel-sel endotelial melalui sitokin-sitokin proinflamatori seperti tumor necrosis factor-alpha (TNF-α) dan interleukin (IL)- 1b. Hal ini telah diketahui dalam suatu pengamatan pada pasien-pasien sepsis akibat meningokokus. Selain itu, terdapat pula penurunan jumlah zimogen/pro-enzim protein-c (mekanismenya sama dengan apa yang terjadi pada antitrombin) sehingga semakin meningkatkan status pro-koagulasi. Lebih lanjut lagi protein-c semakin berkurang akibat konsumsi yang terus-menerus, kebocoran ekstravaskular, kehilangan lewat ginjal, berkurangnya produksi protein-c oleh hati serta berkurangnya protein-s bebas yang bersirkulasi. Penelitian yang dilakukan pada hewan pecobaan yang mengalami koagulasi akibat inflamasi berat menunjukkan bahwa gangguan terhadap sistem protein-c 6

7 meningkatkan mortalitas dan morbiditas, sementara hal sebaliknya terjadi dimana angka keselamatan meningkat, kegagalan organ berkurang dengan perbaikan terhadap sistem protein-c. 2 TFPI (TF pathway inhibitor) merupakan mekanisme antikoagulan lain yang mengalami penekanan pada DIC. TFPI dapat menghambat faktor Xa secara reversibel dan trombin secara ireversibel serta memiliki kemampuan untuk menghambat kompleks TF-VIIa. Meskipun ternyata kadar TFPI normal pada kondisi sepsis, ternyata pada keadaan DIC terdapat suatu kondisi insufusiensi relatif. Namun peran TFPI dalam patogenesis DIC masih belum sepenuhnya dimengerti. Studi eksperimental pada manusia menunjukkan bahwa pemberian rekombinan TFPI dapat mem-blok pembentukan trombin akibat inflamasi. 2.8 Gangguan sistem fibrinolisis Fibrin intravaskular yang dihasilkan oleh trombin normalnya dieliminasi oleh proses fibrinolisis. dalam sebuah model eksperimental terlihat bahwa, disaat proses koagulasi berlangsung pada titik maksimal, maka sistem fibrinolisis justru terhenti. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan kadar PAI-1 plasma secara terus-menerus. Proses ini dimediasi oleh TNF-2 dan IL-1. Peningkatan kadar PAI-1 muncul sebelum DIC dan hal ini merupakan pertanda buruknya prognosis. Dalam sebuah studi ditemukan bahwa pada pasien DIC dengan kegagalan multi organ terdapat peningkatan kadar antigen tissue plasminogen activator (t-pa) dan PAI-1 disertai berkurangnya kadar α 2 -antiplasmin dibandingkan dengan pasien DIC tanpa kegagalan multi-organ. Temuan ini mendukung kesimpulan bahwa fibrinolisis merupakan mekanisme yang penting untuk mencegah kegagalan multi-organ. 2 Namun pada beberapa kondisi yang jarang, DIC dapat muncul dengan karakteristik hiperfibrinolisis yang berat dimana pada saat yang sama aktivitas sistem koagulasi juga sedang berada pada titik puncak. Hal ini dapat dijumpai sebagai komplikasi dari leukemia mieloid akut (M-3 menurut klasifikasi FAB/French-American-British) atau pada beberapa keganasan berupa adenokarsinoma. Pada keadaan ini, meskipun kondisi hiperfibrinolisis lebih dominan, namun trombosis yang luas juga tetap muncul secara signifikan. Namun secara klinis biasanya hal yang menonjol pada pasien ini adalah perdarahan. Secara umum, terapi anti-fibrinolitik pada pasien DIC tidak direkomendasikan oleh karena hal ini dapat meningkatkan defisit fibrinolisis dan meningkatkan trombosis. 2 Aktivasi inflamasi Terdapat keterkaitan penting (komunikasi silang) antara jalur inflamasi dan koagulasi. Kondisi inflamasi dapat meningkatkan aktifitas kaskade pembekuan darah, sebaliknya peningkatan proses koagulasi dapat meningkatkan kondisi inflamasi itu sendiri. Selain itu, terdapat pula beberapa faktor lain yang memperberat gangguan keseimbangan hemostasis sehingga menyebabkan kecenderungan pasien berada dalam status hiperkoagulasi. Banyak faktor-faktor koagulasi yang mengalami aktivasi pada DIC memiliki 7

8 peranan dalam perburukan inflamasi melalui rangsangan pelepasan sitokin-sitokin proinflamasi oleh sel-sel endotel. Faktor X, trombin, serta kompleks TF-VIIa telah terbukti dapat menngkatkan proses inflamasi. 2 Klasifikasi dan Gambaran Klinis Klasifkasi Berdasarkan pemeriksaan laboratorium terhadap fungsi hemostasis, DIC dapat diibagi menjadi 3 yakni : fase kompensasi, hiperkompensasi dan fase dekompensasi dengan gambaran laboratorium seperti terlihat pada tabel 1. 5 Tabel 1. Pembagian DIC berdasarkan nilai laboratorium 5 Pemeriksaan Kompensasi Hiperkompensasi Dekompensasi Trombosit Normal Normal Menurun PTT Normal Normal/meningkat Meningkat aptt Normal Normal/meningkat Meningkat Fibrinogen Normal Normal/meningkat Menurun D-Dimer +/meningkat +/meningkat ++/sangat meningkat Gejala klinis Gejala DIC yang muncul bergantung pada kondisi penyakit yang mendasarinya. Kondisi-kondisi tersebut antara lain : sepsis atau infeksi berat, trauma (politrauma, neurotrauma, emboli lemak), destruksi organ (pankreatitis berat), keganasan (tumor proliferatif, keganasan mieloproliferatif/limfiproliferatif), masalah obstetri (emboli cairan amnion, abrupsio plasenta), gangguan vaskular (sindroma Kasabach-Merrit, aneurisma pembuluh darah besar), gagal hati berat, reaksi toksik/imunologik berat (gigitan ular, obatobat rekreasional, reaksi transfusi, penolakan transplantasi). 2 Gambaran klinis umum meliputi : demam, hipotensi, asidosis, hipoksia dan proteinuria. Pada sebuah studi yang melibatkan 118 pasien didapatkan gambaran utama yang terjadi pada pasien-pasien DIC antara lain: (1) perdarahan (64%), dapat berasal dari gusi, saluran cerna, luka bekas operasi maupun rongga serosa paska operasi, petechiae, ekimosis, epistaksis, hematoma, purpura, perdarahan dari kateter intra vena maupun kateter urin (hematuri); (2) gangguan fungsi ginjal (25%) ; (3) gangguan fungsi hati (19%) ; (4) gangguan pernafasan (16%) ; (5) Syok (14%) ; (6) gangguan susunan saraf pusat (2%). Selain itu, perlu juga diperhatikan berbagai gejala dan tanda terkait trombosis pembuluh darah besar (misal deep vein thrombosis [DVT]) dan trombosis mikrovaskular (misal, gagal ginjal). Perdarahan yang bersumber dari 3 tempat yang tidak saling berhubungan 8

9 merupakan suatu tanda DIC. Pada DIC yang melibatkan paru, gejalanya dapat berupa sesak nafas, batuk darah, serta batuk. 2 Pemeriksaan fisik Pada DIC akut, pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan biasanya merupakan bagian dari kondisi yang menyebabkan/mendasarinya serta sistem/organ yang terlibat. Pada kondisi DIC kronis ataupun subakut, manifestasi utamanya adalah trombosis sebagai akibat berlebihnya produksi trombin, tanda-tanda trombo-emboli vena dapat muncul dalam kondisi seperti ini. Tanda-tanda yang berhubungan dengan sirkulasi adalah sebagai berikut: (1) tanda-tanda perdarahan spontan dan mengancam jiwa ; (2) tanda-tanda perdarahan subakut ; (3) tanda-tanda trombosis yang diffus dan terlokalisasi ; (4) perdarahan pada rongga serosa. Sementara tanda-tanda keterlibatan saraf pusat antara lain: (1) penurunan kesadaran ataupun sopor dengan penyebab yang tidak spesifik ; (2) defisit neurologis fokal yang berlangsung sementara. Tanda-tanda keterlibatan sistem kardovaskular antara lain : (1) hipotensi ; (2) takikardi ; serta (3) kegagalan sirkulasi. Tanda-tanda keterlibatan sistem pernafasan antara lain : (1) friction rub pleura ; (2) tanda-tanda acute respiratory distress syndrome (ARDS). Tanda-tanda keterlibatan gastrointestinal antara lain : (1) hematemesis; (2) hematochezia. Tanda-tanda keterlibatan genitourinaria antara lain: (1) tanda-tanda azotemia dan gagal ginjal; (2) asidosis; (3) hematuria; (4) oliguria; (5) metrorrhagia: (6) perdarahan uterus. Tanda-tanda dermatologis antara lain: (1) petechiae; (2) bullae hemoragik; (3) sianosis akral; (4) nekrosis kulit ekstremitas bawah (purpura fulminan); (5) infark lokal dan gangrene; (6) perdarahan luka dan hematom di area subkutaneus; (6) trombosis. 2 Diagnosa Banding Diagnosa banding yang perlu dipikirrkan pada keadaan DIC antara lain: 2 1. Disfibrinogenemia 2. Sindroma hemolitik-uremik 3. Trombositopenia imbas heparin 4. Idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP) 5. Thrombotic thrombocytopenic purpura Diagnosis & Penjajakan Diagnosis DIC Diagnosis DIC bisa saja sulit ditegakkan, apalagi pada kasus DIC yang kronis dan kurang nyata, dimana kelainan klinis dan laboratorium yang dijumpai agak kabur. Tidak ada satupun pemeriksaan laboratorium rutin ataupun prosedur diagnostik yang telah ditetapkan yang cukup sensitif sekaligus spesifik dalam mendiagnosis DIC oleh karena itu, diagnosis 9

10 DIC harus berdasarkan gabungan dari data klinis dan laboratorium (Grade C, Level IV). 2,3 Namun demikian beberapa nilai laboratorium yang sering dijumpai abnormal pada keadaan DIC antara lain, waktu pembekuan yang memanjang (PT dan aptt), tingginya kadar produk-produk degradasi fibrin, peningkatan nilai D-dimer, trombositopenia ringan hingga berat (98% dari seluruh pasien DIC dan 50% dengan jumlah trombosit <50 x 10 9 /L). Ditemukannya schistocytes (gambar 3) pada pemeriksaan hapus darah tepi sebagai pertanda patologis untuk mikroangiopati (10%). Selain itu, pada pemeriksaan darah tepi dapat pula dijumpai burr cell (gambar 4). Nilai laboratorium yang didapat merupakan nilai sesaat dan sangat cepat berubah, oleh karena ini pemeriksaan ulangan mesti dilakukan (Grade B, Level III). 2,3 Gambar 4. Sel darah merah yang terfragmentasi/skistosit (Kiri) dan burr cell (Kanan) Hitung jumlah trombosit Trombositopenia merupakan suatu pemeriksaan yang sensitif namun tidak spesifik untuk DIC, pemeriksaan ulangan perlu dilakukan untuk melihat apakah hasil yang didapatkan merupakan rentang nilai normal trombosit pasien atau memang suatu trombositopenia yang khas untuk DIC jika didapatkan adanya penurunan dari nilai awal. 2,3 Waktu pembekuan darah serta pemeriksaan faktor-faktor koagulasi Pemeriksaan waktu pembekuan darah (misalnya, aptt dan PT) biasanya memperlihatkan adanya pemanjangan pada 50% pasien DIC sebagai akibat berkurangnya faktor-faktor koagulasi karena konsumsi yang terus menerus. Namun nilai yang normal atau bahkan memendek dapat pula dijumpai. Keadaan ini dapat terjadi sebagai akibat dari aktifasi faktor-faktor koagulasi pada sirkulasi seperti thrombin (Xa). Oleh karena itu, pemeriksaan ini tidak dapat dilakukan untuk menyingkirkan DIC bila hasilnya normal. Dalam hal monitoring, nilai PT lah yang digunakan untuk memantau DIC, bukan nilai INR. Nilai INR digunakan untuk pemantauan terapi antikoagulan oral. 2,3 10

11 Protein C dan antithrombin merupakan 2 antikoagulan alami yang sering dijumpai menurun jumlahnya pada kondisi DIC. Terdapat beberapa bukti ilmiah yang menganjurkan untuk menggunakan kedua hal diatas sebagai indikator prognostik. Namun secara umum pemeriksaannya masih belum tersedia di kebanyakan sentra pelayanan kesehatan, sehingga aplikasinya masih relatif jarang. 2 Pemeriksaan fibrinogen, D-dimer, dan produk degradasi fibrin Aktifasi fibrin merupakan suatu proses/komponen utama dalam DIC, oleh karenanya logis jika ditemukan adanya peningkatan nilai fibrin terlarut, maka diagnosis DIC dapat lebih yakin untuk ditegakkan. Namun pemeriksaan fibrin terlarut juga masih belum tersedia secara luas bagi para klinisi. 2,3 Konsumsi fibrin secara masif pada DIC secara logika akan menyebabkan penurunan kadar fibrinogen. Hal ini menyebabkan pemeriksaan fibrinogen digunakan secara luas untuk diagnosis DIC, namun pada kenyataannya, nilai fibrinogen pada keadaan inflamasi justru meningkat, dan meskipun nilainya akan menurun sejalan dengan progresifitas penyakit, nilainya jarang mencapai batas bawah nilai normal. Pada sebuah studi, diperlihatkan bahwa nilai fibrinogen tetap dalam rentang normal pada 57% pasien DIC. Selain itu, dalam studi lain diperlihatkan bahwa sensitifitas nilai fibrinogen yang rendah dalam mendiagnosis DIC hanya 28%. Namun pemeriksaan serial fibrinogen memberikan nilai yang lebih bermakna sebagai petunjuk diagnosis. 2,3 Fibrinolisis merupakan salah satu proses yang penting pada DIC, oleh karenanya seharusnya terdapat bukti dari proses degradasi fibrin yakni berupa peningkatan nilai D- dimer dan produk-produk degradasi fibrin lainnya. Proses proteolisis terhadap tautan silang fibrin yang tidak terlarut menghasilkan sebuah neo-epitop unik yang memiliki ciri ikatan D-D (D-dimer). Pemeriksaan D-Dimer ini memberikan hasil yang lebih bernilai untuk DIC. Selain itu, pemeriksaan D-diimer berguna untuk membedakan DIC dari kondisi-kondisi yang memberikan gambaran yang sama berupa penurunan jumlah trombosit, pemanjangan waktu koagulasi seperti misalnya pada penyakit hati kronis. 2 Sistem skoring DIC Diagnosis DIC didasarkan pada berbagai gambaran klinis serta laboratorium. The International Society on Thrombosis and Haemostasis (ISTH) mengembangkan sebuah sistem skoring sederhana untuk mendiagnosis DIC yang jelas/nyata dan DIC yang kurang/tidak nyata dengan menggunakan parameter laboratorium yang tersedia di hampir seluruh laboratorium rumah sakit (Grade C, Level IV) seperti terlihat pada gambar 5 dan gambar 6. 2,3 11

12 Gambar 5. Sistem skoring untuk DIC yang nyata/overt. 9 Gambar 6. Sistem skoring untuk DIC yang tidak nyata/non-overt. 9 Skor 5 atau lebih mengindikasikan suatu DIC yang nyata, namun skor kurang dari 5 tidak mengeksklusikan DIC namun dapat berupa suatu DIC yang tidak nyata. Sensitifitas sistem skoring ini adalah 91-93% dan spesifisitasnya 97-98%. Suatu sudi yang lain memperlihatkan bahwa skoring ini dapat pula digunakan sebagai indikator prognostik di ruang rawat intensif, dimana mortalitas sepsis yang disertai DIC ditemukan >40% sedangkan sepsis tanpa DIC <25%. Setiap poin dalam skor ini memiliki odds ratio 1,

13 Selain ISTH, terdapat pula sistem skoring lainnya, antara lain yang diberikan oleh The Japanese Associaton for Acute Medicine (JAAM) seperti terlihat pada gambar 7, Dimana skoring yang digunakan khusus didesain untuk pasien-pasien dengan kondisi kritis. Sistem ini telah divalidasi oleh studi-studi prospektif lainnya, dan dapat mendiagnosa DIC lebih dini dari metode-metode sebelumnya. Penangan yang agresif terhadap DIC dan kondisi/penyakit yang mendasarinya terbukti mampu meningkatkan keberhasilan dalam outcome dan mengurangi mortalitas pasien. 2 Gambar 7. Sistem skoring DIC berdasarkan Japanese Association for Acute Medicine (JAAM)

14 Diagnosis Sepsis Diagnosis sepsis dapat ditegakkan berdasarkan adanya temuan/sangkaan infeksi desertai dengan sistemic inflammatory respons syndrome (SIRS) yang ditandai dengan dua atau lebih kondisi-kondisi berikut : (1) demam (temperatur oral >38 o C) atau hipotermia (<36 o C); (2) takipnea (>24 kali/menit); (3) takikardia (heart reate >90 kali/menit); (4) leukositosis (>12.000/µL), leukopenia (<4.000/µL),atau > 10% bands. Disebut sepsis berat/sindroma sepsis jika sepsis bersama-sama dengan satu atau lebih tanda disfungsi organ (gambar 8). 11 Sementara itu, syok sepsis merupakan sepsis disertai hipotensi (tekanan darah sistolik arterial <90 mmhg, atau lebih rendah 40 mmhg dari tekanan darah rata-rata pasien biasanya) selama satu jam meski telah dilakukan pemberian cairan yang adekuat. Atau jika pasien membutuhkan vasopresor untuk mempertahankan tekanan darah sistolik >90 mmhg atau mean arterial pressure > 70 mmhg. 11 Gambar 8. Kriteria diagnosis sepsis berat. 12 Manajemen DIC pada Sepsis Pertimbangan umum Penanganan DIC utamanya ditujukan pada kondisi/kelainan yang mendasarinya (Grade C, Level IV) sesuai dengan etiologi yang telah disampaikan sebelumnya. Biasanya kondisi DIC akan menghilang jika kelainan primer/etiologinya berhasil ditangani dengan baik. Prinsip penanganan DIC antara lain: (1) Suportif, antara lain : resusitasi, stabilisasi hemodinamik dan tanda vital serta monitoring, bebaskan jalan nafas, nilai dan catat berat dan luasnya perdarahan serta trombosis, koreksi hipovolemia, koreksi kadar gula darah, gangguan asam basa dan elektrolit (2) Mengobati penyakit primer/mengatasi infeksi, serta (3) Menghambat proses patologis DIC. 2,5,12 Penanganan DIC harus dilakukan pada rumah sakit yang memiliki fasilitas perawatan kritis yang memadai serta tenaga subspesialis yang berpengalaman seperti 14

15 hematologi, bank darah, ahli bedah. Pasien yang masuk ke rumah sakit tanpa kapabilitas seperti yang telah disebut diatas, harus segera ditransfer jika keadaan pasien cukup stabil. 1,2 Mengahambat proses patologis DIC Transfusi trombosit Transfusi trombosit dan faktor-faktor koagulasi jangan semata-mata hanya untuk tujuan mengkoreksi nilai laboratorium namun lebih ditujukan pada kondisi klinis seperti perdarahan ataupun persiapan untuk tindakan/prosedur invasif tertentu untuk meminimalisasi resiko perdarahan (Grade C, Level IV). Nilai ambang batas nilai trombosit yang perlu ditransfusi cukup beragam, namun kebanyakan klinisi memberikan transfusi trombosit jika nilai trombosit <20 x 10 9 /L meski tanpa perdarahan. Pada kasus DIC dengan perdarahan aktif, nilai trombosit trombosit 20x 10 9 /L s/d 50 x 10 9 /L merupakan batas dimana transfusi trombosit dapat diberikan (dosis 1-2 U/kg/hari) (Grade C, Level IV). 1,2,3 Koreksi faktor koagulasi Pemberian faktor-faktor koagulasi sebelumnya dianggap memperburuk kondisi karena hal ini dianggap sama dengan menyiram minyak ke dalam api. Namun hal ini tidak terbukti dalam studi-studi ilmiah. Namun secara umum pemberian kriopresipitat dan faktor koagulasi konsentrat jangan diberikan secara rutin sebagai terapi pengganti pada kasus DIC. Pemberian FFP bermanfaat dan dapat diberikan pada kondisi perdarahan pada DIC disertai adanya PT dan aptt yang memanjang ataupun pada kondisi direncanakan untuk dilakukan prosedur invasif (Grade C, Level IV). 1,2,3 Defisiensi fibrinogen berat (<1 g/l) dapat dikoreksi dengan pemberian kriopresipitat ataupun fibrinogen konsentrat murni bersamasama dengan pemberian fresh frozen plasma (FFP). Faktor-faktor koagulasi yang mengalami defisiensi akibat konsumsi dapat dikoreksi dengan pemberian FFP, khususnya jika nilai INR >2.0, aptt meningkat dua kali lipat, atau jika fibrinogen <100 mg/dl. Dosis FFP yang dianjurkan adalah 15 mg/kg. Pemeriksaan ulangan terhadap waktu pembekuan darah (aptt dan PT) perlu dilakukan untuk memantau defek koagulasi (jika perlu dapat dilakukan tiap 8 jam). Pada keadaan terdapat defisiensi vitamin K akibat konsumsi, pemberian vitamin K dapat pula diberikan. 1,2 Pemberian kompleks protrombin konsentrat (PCC) memberikan manfaat dimana hanya diperlukan sedikit volume sehingga pada keadaan pasien yang mengalami overvolume, pemberian PCC lebih menguntungkan (Grade C, Level IV). Namun terdapat hal yang merugikan yakni pada PCC terdapat kekurangan faktor koagulasi yang cukup penting yakni faktor V sementara pada DIC terdapat defisiensi global dari faktor-faktor koagulasi. Selain itu beberapa literatur menyebutkan pemakaian PCC bisa saja merugikan karena adanya aktivasi dari faktor-faktor koagulasi yang terdapat dalam PCC tersebut. 1,2 15

16 Antikoagulan Heparin harus diberikan pada keadaan yang menunjukkan adanya deposisi fibrin yang luas namun tanpa adanya perdarahan yang signifikan (4-5 U/kg). Pemberian heparin bertujuan untuk mencegah trombosis pada keadaan DIC. Pemberian heparin pada dosis terapeutik diindikasikan jika dijumpai adanya trombo-emboli yang nyata seperti purpura fulminan, atau iskemik akral. Pada kondisi sepsis berat, pemberian low molecular weight heparin (LMWH) terbukti lebih superior dalam sebuah uji klinik acak. 2 Pada kondisi DIC dengan adanya resiko tinggi perdarahan, lebih baik diberikan infus heparin kontinu dengan dosis 10 µ/kg/jam tanpa perlu mencapai target rasio aptt 1,5-2,5 kali kontrol. Monitoring sebaiknya hanya dilakukan pada tanda-tanda klinis perdarahan(grade C, Level IV). 3 Pada kondisi penyakit kritis, pasien DIC yang tidak mengalami perdarahan, direkomendasikan profilaksis trombo-emboli vena dengan heparin dosis profilaksis atau LMWH (Grade A, Level IB). 1,3 Pemberian protein C yang teraktivasi terbukti bermanfaat untuk kasus DIC yang disebabkan oleh sepsis oleh karena efek antikoagulasinya. Namun belakangan peredarannya ditarik dari pasaran karena pada sebuah trial (PROWESS-SHOCK), pemberian protein C (drotrecogin alfa) tidak menunjukkan adanya manfaat pada angka keselamatan pasien dengan sepsis berat dan syok sepsis. Demikian pula halnya dengan pemberian anti-trombin, dimana sebuah studi acak dalam skala besar tidak dapat menunjukkan manfaat pemberian anti-trombin dalam menurunkan mortalitas pada DIC (Grade A, Level IB). 1,2 Tissue factor pathway inhibitor (TFPI) belakangan ini banyak mendapat perhatian sebagai terapi yang cukup potensial untuk DIC terkait sepsis. Percobaan yang dilakukan pada hewan telah memperlihatkan hasil yang cukup menjanjikan untuk menahan laju DIC dan mencegah kematian serta kerusakan organ. Namun sayangnya, uji fase III terhadap TFPI pada manusia dengan DIC ternyata tidak menunjukkan manfaat yang signifikan terhadap penurunan mortalitas. 1,2 Trombomodulin rekombinan (rtm) dapat digunakan pada DIC dengan etiologi sepsis berat dan keganasan hematopoetik. Trombomodulin dapat berikatan dengan trombin dan memungkinkan aktivasi protein C. Selain itu trombomodulin juga memiliki manfaat untuk menghambat proses inflamasi melalui ikatannya dengan high-mobility group B (HBGM-1). Dalam sebuah studi acak terbukti bahwa rtm memberi hasil yang lebih baik dalam mengendalikan DIC dibandingkan dengan heparin unfractionated, khususnya dalam mengontrol diathesis perdarahan yang persisten. 1,2 Antifibrinolitik Pemberian antifibrinolitik pada kasus-kasus perdarahan memang terbukti efektif, namun khusus untuk perdarahan pada DIC, secara umum pemberian antifibrinolitik tidak 16

17 direkomendasikan (Grade C, Level IV) kecuali pada perdarahan dalam kasus-kasus jarang dimana terdapat kondisi hiperfibrinolisis misalnya pada koagulopati yang disebabkan oleh leukemia promielositik akut (AML-M3), trauma, serta beberapa kasus DIC akibat keganasan (misal, karsinoma prostat) dengan dosis 1 g tiap 8 jam (Grade C, Level IV). 1,2 Kesimpulan Penyebab tersering DIC adalah sepsis. Pada DIC yang disebabkan oleh sepsis, terdapat ciri khas yakni, proses koagulasi diawali oleh kerusakan endotel sebagai penghasil TF Diagnosis DIC harus dibuat berdasarkan gabungan data klinis dan laboratorium. Pada DIC oleh karena sepsis, harus terdapat bukti/sangkaan adanya infeksi Manajemen DIC akibat sepsis mencakup 3 hal yakni: (1) terapi suportif (2) mengatasi infeksi dan (3) menghentikan proses patologis DIC. Pemberian terapi yang ditujukan pada penghentian proses patologis DIC ataupun pemberian faktor-faktor koreksi harus didasarkan pada kondisi klinis, bukan laboratorium semata Antikoagulan harus segera diberikan jika terdapat indikasi baik untuk profilaksis maupun terapeutik 17

18 DAFTAR PUSTAKA 1. Wada H, Thachil J, Di Nisio, M, Mathew P, Kurosawa S, Gando S, Kim HK, Nielsen JD, Dempfle C-E, Levi M, Toh CH. Guidance for diagnosis and treatment of disseminated intravascular coagulation from harmonization of the recommendations from three guidelines. J Thromb Haemost 2013; 11: Levi M. Disseminated intravascular coagulation. Medscape medical reference Levi M, Toh CH, Thachil J, Watson HG. Guideline for the diagnosis and management of disseminated intravascular coagulation Blackwell Publishing Ltd, British Journal of Haematology, 145, Levi M, Hate HT. Disseminated intravascular coagulation Massachusetts Medical Society. Volume 341 Number Koagulasi intravaskular disseminata. Dalam Rani AA, Soegondo S, Nazir AUZ, Wijaya IP, Nafrialdi, Mansjoer A, ed. Panduan Pelayanan Medik PAPDI Interna Publishing. Hal Arruda VR, High KA. Coagulation disorders. In : Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J. Harrison s principles of internal medicine, ed. 18th ed. McGraw Hill. New York ; Vol 1, p Dalainas I. Pathogenesis diagnosis and management of disseminated intravascular coagulation : a literature review. European Review for Medical and Pharmacological Sciences. 2008;12: Schouten M, Wiersinga WJ, Levi M, Van der Pol T. Inflammation endothelium and coagulation in sepsis Journal of Leucocyte Biology. Volume 83. p DOI : /jlb Toh CH, Hoots WK, on behalf of the SSC on Disseminated Intravascular Coagulation of the ISTH. The scoring system of the Scientific and Standardisation Committee on Disseminated Intravascular Coagulation of the International Society on Thrombosis and Haemostasis: a 5-year overview. J Thromb Haemost 2007; 5: Gando S, Saoitoh D, Ogura H, Mayumi T, Koseki K, Ikeda T et al. Natural history of disseminated intravascular coagulaton diagnosed based on the newly established diagnostic criteria for critically ill patients: Result of a multicenter, prospective survey. Crit Care Med 2008 Vol. 36, No. 1. DOI: /01.CCM D 11. Munford RS. Severe sepsis and septic shock. Dalam: Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J, ed. Harrison s Principles of Internal Medicine, 18th edition. McGraw-Hill Companies, Inc. Vol 1, Chapter 271. p Dellinger RP, Levy MM, Rhodes A, Annane D, Gerlach H, Opal SM, et al. Surviving sepsis campaign: international guidelines for management of severe sepsis and septic shock: Critical Care Medicine. Volume 41. p

BAB V HEMOSTASIS Definisi Mekanisme hemostasis Sistem koagulasi

BAB V HEMOSTASIS Definisi Mekanisme hemostasis Sistem koagulasi BAB V HEMOSTASIS Definisi Hemostasis adalah mekanisme tubuh untuk menghentikan perdarahan karena trauma dan mencegah perdarahan spontan. Hemostasis juga menjaga darah tetap cair. Mekanisme hemostasis Jika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sepsis dan syok sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sepsis dan syok sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepsis dan syok sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di intensive care unit (ICU), mengakibatkan kematian lebih dari 30% pada 28 hari pertama

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN HEMATOLOGI : DIC (DISSEMINATED INTRAVASCULAR COAGULATION) BY : HASRAT JAYA ZILIWU, S.Kep

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN HEMATOLOGI : DIC (DISSEMINATED INTRAVASCULAR COAGULATION) BY : HASRAT JAYA ZILIWU, S.Kep ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN HEMATOLOGI : DIC (DISSEMINATED INTRAVASCULAR COAGULATION) BY : HASRAT JAYA ZILIWU, S.Kep A. DEFENISI Koagulasi Intravaskular Diseminata (KID/DIC) adalah suatu sindrom

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aktivasi koagulasi dan fibrinolitik merupakan bagian dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. Aktivasi koagulasi dan fibrinolitik merupakan bagian dari sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivasi koagulasi dan fibrinolitik merupakan bagian dari sistem hemostasis dalam upaya menjaga homeostasis tubuh terhadap terjadinya perdarahan atau trombosis. 1 Trombosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. multiorgan, ini disebut septic shock. Sepsis merupakan SIRS (Systemic. tempat infeksi, maka ini disebut dengan sepsis berat.

BAB I PENDAHULUAN. multiorgan, ini disebut septic shock. Sepsis merupakan SIRS (Systemic. tempat infeksi, maka ini disebut dengan sepsis berat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Infeksi serius dan kelainan lain yang bukan infeksi seperti pankreatitis, trauma dan pembedahan mayor pada abdomen dan kardiovaskular memicu terjadinya SIRS atau sepsis

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Dari 2 artikel tentang syok traumatik diatas membahas tentang syok traumatik yaitu syok

BAB III PEMBAHASAN. Dari 2 artikel tentang syok traumatik diatas membahas tentang syok traumatik yaitu syok BAB III PEMBAHASAN Dari 2 artikel tentang syok traumatik diatas membahas tentang syok traumatik yaitu syok karena trauma tidak dikatakan sebagai syok hipovolemik, selain itu juga dalam penatalaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Intensive Care Unit (ICU). Tingginya biaya perawatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekrutan dan aktivasi trombosit serta pembentukan trombin dan fibrin 1. Proses

BAB I PENDAHULUAN. perekrutan dan aktivasi trombosit serta pembentukan trombin dan fibrin 1. Proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hemostasis adalah proses yang mempertahankan integritas sistem peredaran darah setelah terjadi kerusakan vaskular. Dalam keadaan normal, dinding pembuluh darah yang

Lebih terperinci

Urutan mekanisme hemostasis dan koagulasi dapat dijelaskan sebagai berikut:

Urutan mekanisme hemostasis dan koagulasi dapat dijelaskan sebagai berikut: MEKANISME HEMOSTASIS Urutan mekanisme hemostasis dan koagulasi dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Segera setelah pembuluh darah terpotong atau pecah, rangsangan dari pembuluh darah yang rusak itu menyebabkan

Lebih terperinci

Mekanisme Pembekuan Darah

Mekanisme Pembekuan Darah Mekanisme Pembekuan Darah Pada pembuluh darah yang rusak, kaskade koagulasi secara cepat diaktifasi untuk menghasilkan trombin dan akhirnya untuk membentuk solid fibrin dari soluble fibrinogen, memperkuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) sudah merupakan salah satu ancaman. utama bagi kesehatan umat manusia pada abad 21.

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) sudah merupakan salah satu ancaman. utama bagi kesehatan umat manusia pada abad 21. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Diabetes Melitus (DM) sudah merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad 21. WHO membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah pengidap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Management of Severe Sepsis and Septic Shock: 2012, sepsis didefinisikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Management of Severe Sepsis and Septic Shock: 2012, sepsis didefinisikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sepsis 2.1.1 Definisi Menurut Surviving Sepsis Campaign: International Guidelines for Management of Severe Sepsis and Septic Shock: 2012, sepsis didefinisikan sebagai munculnya

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sepsis adalah suatu kumpulan gejala inflamasi sistemik (Systemic Inflammatory

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sepsis adalah suatu kumpulan gejala inflamasi sistemik (Systemic Inflammatory BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sepsis dan Gagal Sistem Organ Multipel Sepsis adalah suatu kumpulan gejala inflamasi sistemik (Systemic Inflammatory Response Syndrome / SIRS) yang disebabkan oleh infeksi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sirosis merupakan suatu penyakit hati kronis yang menggambarkan stadium akhir dari fibrosis hepatik, peradangan, nekrosis atau kematian sel-sel hati, dan terbentuknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepsis merupakan kondisi yang masih menjadi masalah kesehatan dunia karena pengobatannya yang sulit sehingga angka kematiannya cukup tinggi. Penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. klinis cedera kepala akibat trauma adalah Glasgow Coma Scale (GCS), skala klinis yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. klinis cedera kepala akibat trauma adalah Glasgow Coma Scale (GCS), skala klinis yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Cedera Kepala Akibat Trauma Cedera kepala umumnya diklasifikasikan atas satu dari tiga sistem utama, yaitu: keparahan klinis, tipe patoanatomi dan mekanisme fisik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Perumusan masalah Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di Amerika Serikat dan bertanggung jawab terhadap 1,2% seluruh

Lebih terperinci

Author : Hirawati, S.Ked. Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Files of DrsMed FK UNRI (http://www.files-of-drsmed.

Author : Hirawati, S.Ked. Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Files of DrsMed FK UNRI (http://www.files-of-drsmed. Author : Hirawati, S.Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 0 Files of DrsMed FK UNRI (http://www.files-of-drsmed.tk Definisi Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memfokuskan diri dalam bidang life support atau organ support pada pasienpasien

BAB I PENDAHULUAN. memfokuskan diri dalam bidang life support atau organ support pada pasienpasien BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Intensive Care Unit (ICU) merupakan cabang ilmu kedokteran yang memfokuskan diri dalam bidang life support atau organ support pasienpasien sakit kritis yang kerap membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom klinik ini terjadi karena adanya respon tubuh terhadap infeksi, dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sepsis merupakan suatu sindrom kompleks dan multifaktorial, yang insidensi, morbiditas, dan mortalitasnya sedang meningkat di seluruh belahan dunia. 1 Sindrom klinik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang International Non Goverment Organization (NGO) Forum on Indonesian Development (INFID) menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara di Asia Tenggara dengan kematian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah sepsis sendiri sering disama artikan dengan septikemia dan bakterimia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah sepsis sendiri sering disama artikan dengan septikemia dan bakterimia. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sepsis 2.1.1. Definisi Istilah sepsis sendiri sering disama artikan dengan septikemia dan bakterimia. Maka dari itu pada konsensus American College of Chest Physicians Society

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian yang tertinggi seluruh dunia. Sepsis merupakan. penyebab kematian yang ke-10 terbesar di Amerika Serikat,

BAB I PENDAHULUAN. kematian yang tertinggi seluruh dunia. Sepsis merupakan. penyebab kematian yang ke-10 terbesar di Amerika Serikat, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi dan sepsis termasuk salah satu dari penyebab kematian yang tertinggi seluruh dunia. Sepsis merupakan penyebab kematian yang ke-10 terbesar di Amerika Serikat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diikuti oleh kompensasi anti-inflamasi atau fenotip imunosupresif yang

BAB I PENDAHULUAN. diikuti oleh kompensasi anti-inflamasi atau fenotip imunosupresif yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Trauma pembedahan menyebabkan perubahan hemodinamik, metabolisme, dan respon imun pada periode pasca operasi. Seperti respon fisiologis pada umumnya, respon

Lebih terperinci

Syok Syok Hipovolemik A. Definisi B. Etiologi

Syok Syok Hipovolemik A. Definisi B. Etiologi Syok Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Eklamsia didefinisikan sebagai terjadinya kejang dan / atau koma yang tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Eklamsia didefinisikan sebagai terjadinya kejang dan / atau koma yang tidak BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Eklamsia Eklamsia didefinisikan sebagai terjadinya kejang dan / atau koma yang tidak dapat dijelaskan selama kehamilan atau setelah melahirkan pada pasien dengan tanda dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. vaskular. Penyakit ginjal kronik (PGK) menjadi masalah global didunia dengan

BAB I PENDAHULUAN. vaskular. Penyakit ginjal kronik (PGK) menjadi masalah global didunia dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivasi koagulasi merupakan bagian dari proses hemostasis tubuh dalam hal mempertahankan keutuhan sistem sirkulasi darah setelah terjadinya kerusakan vaskular. Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. permeabilitas mikrovaskular yang terjadi pada jaringan yang jauh dari sumber infeksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. permeabilitas mikrovaskular yang terjadi pada jaringan yang jauh dari sumber infeksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Sepsis merupakan suatu sindrom klinis infeksi yang berat dan ditandai dengan tanda kardinal inflamasi seperti vasodilatasi, akumulasi leukosit, dan peningkatan

Lebih terperinci

Koagulasi Intravaskular Diseminata pada Sepsis

Koagulasi Intravaskular Diseminata pada Sepsis Koagulasi Intravaskular Diseminata pada Sepsis Diana Puspita Sari Purba, 1 Henny Syahrini Lubis, 2 Yosia Ginting 3 1 Departemen Ilmu Penyakit Dalam, 2 Divisi Hematologi Onkologi Medik Departemen Ilmu Penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke secara nyata menjadi penyebab kematian dan kecacatan di seluruh

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke secara nyata menjadi penyebab kematian dan kecacatan di seluruh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Stroke secara nyata menjadi penyebab kematian dan kecacatan di seluruh dunia. Di Amerika Serikat menjadi penyebab kematian peringkat ketiga dan penyebab utama kecacatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI PENDAHULUAN Hemotoraks adalah kondisi adanya darah di dalam rongga pleura. Asal darah tersebut dapat dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar. Normalnya, rongga pleura hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan penanganan khusus di ruang rawat intensif (ICU). Pasien yang dirawat

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan penanganan khusus di ruang rawat intensif (ICU). Pasien yang dirawat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasien sakit kritis adalah pasien dengan kondisi mengancam nyawa yang membutuhkan penanganan khusus di ruang rawat intensif (ICU). Pasien yang dirawat di ICU memiliki

Lebih terperinci

Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Emboli Cairan

Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Emboli Cairan Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Emboli Cairan Definisi Emboli Cairan Emboli cairan ketuban merupakan sindrom dimana setelah jumlah besar cairan ketuban memasuki sirkulasi darah maternal, tiba-tiba

Lebih terperinci

EARLY DETECTION AND TREATMENT OF SEPSIS. dr. Eko Setijanto, Sp.An,KIC Intensive Care Unit, DR Moewardi Hospital

EARLY DETECTION AND TREATMENT OF SEPSIS. dr. Eko Setijanto, Sp.An,KIC Intensive Care Unit, DR Moewardi Hospital EARLY DETECTION AND TREATMENT OF SEPSIS dr. Eko Setijanto, Sp.An,KIC Intensive Care Unit, DR Moewardi Hospital BACKGROUND Prevalensi SIRS mencakup 1/3 total pasien rawat inap di RS dan > 50 % dari seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung. Berbeda dengan dispepsia,yang bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20

BAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20 70 BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 41 penderita stroke iskemik. Subyek penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20 (48,8%). Rerata (SD) umur penderita stroke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. systemic inflammatory response syndrome (SIRS) merupakan suatu respons

BAB I PENDAHULUAN. systemic inflammatory response syndrome (SIRS) merupakan suatu respons 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sindrom respons inflamasi sistemik atau yang lebih dikenal dengan istilah systemic inflammatory response syndrome (SIRS) merupakan suatu respons inflamasi tubuh yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Infeksi dengue masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Infeksi dengue disebabkan oleh virus DEN 1,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Banyak pasien yang meninggal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Banyak pasien yang meninggal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan salah satu penyakit hati dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Banyak pasien yang meninggal pada dekade

Lebih terperinci

B. Kriteria Sepsis ( ada 2 atau lebih ):

B. Kriteria Sepsis ( ada 2 atau lebih ): SEPSIS I. PENGERTIAN Deskripsi: Sepsis terjadi mikroorganisme memasuki tubuh dan menginisiasi respon sistem inflamasi, pada sepsis berat terjadi perfusi jaringan abnormal disertai disfungsi organ. Sepsis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada sepsis terjadi proses inflamasi sistemik atau systemic inflammatory

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada sepsis terjadi proses inflamasi sistemik atau systemic inflammatory BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pada sepsis terjadi proses inflamasi sistemik atau systemic inflammatory response syndrome (SIRS) sebagai respons klinis terhadap adanya infeksi. SIRS akan melibatkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sepsis 2.1.1. Definisi Sepsis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi sebagai manifestasi proses inflamasi imunologi karena adanya respon tubuh yang berlebihan terhadap rangsangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis yang merupakan suatu respon tubuh dengan adanya invasi mikroorganisme, bakteremia atau pelepasan sitokin akibat pelepasan

Lebih terperinci

Hasil Uji Statistik Trombosit Range dengan. Perdarahan Kulit dan Perdarahan Mukosa 64

Hasil Uji Statistik Trombosit Range dengan. Perdarahan Kulit dan Perdarahan Mukosa 64 14 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Frekuensi Karakteristik Trombosit, Perdarahan Kulit, Petechiae, Perdarahan Mukosa, Epistaxis, Perdarahan Gusi, Melena 60 Hasil Uji Statistik Trombosit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi virus dengue maupun demam berdarah dengue (DBD) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi virus dengue maupun demam berdarah dengue (DBD) merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi virus dengue maupun demam berdarah dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan global. Dalam tiga dekade terakhir terjadi peningkatan angka kejadian penyakit di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sel trombosit berbentuk discus dan beredar dalam sirkulasi darah tepi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sel trombosit berbentuk discus dan beredar dalam sirkulasi darah tepi dalam 1.1. LATAR BELAKANG PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN Sel trombosit berbentuk discus dan beredar dalam sirkulasi darah tepi dalam keadaan tidak mudah melekat (adhesi) terhadap endotel pembuluh darah atau menempel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yang berlebihan terhadap infeksi. Sepsis sering terjadi di rumah sakit

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yang berlebihan terhadap infeksi. Sepsis sering terjadi di rumah sakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis adalah penyakit mengancam jiwa yang disebabkan oleh reaksi tubuh yang berlebihan terhadap infeksi. Sepsis sering terjadi di rumah sakit misalnya pada pasien

Lebih terperinci

Moh. Supriatna TS Lokakarya Tata Laksana Sepsis Pediatrik PRAKONIKA XVI Palembang, Agustus 2014

Moh. Supriatna TS Lokakarya Tata Laksana Sepsis Pediatrik PRAKONIKA XVI Palembang, Agustus 2014 Gangguan Koagulasi pada Sepsis Berat Moh. Supriatna TS Lokakarya Tata Laksana Sepsis Pediatrik PRAKONIKA XVI Palembang, 22-23 Agustus 2014 Tujuan pembelajaran v Memahami patomekanisme ganguan koagulasi

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. yang telah memenuhi jumlah minimal sampel sebanyak Derajat klinis dibagi menjadi 4 kategori.

BAB V PEMBAHASAN. yang telah memenuhi jumlah minimal sampel sebanyak Derajat klinis dibagi menjadi 4 kategori. digilib.uns.ac.id BAB V PEMBAHASAN Setelah dilakukan penelitian di RSUD Dr. Moewardi telah didapatkan data-data penelitian yang disajikan dalam tabel pada Bab IV. Pada penelitian ini didapatkan sampel

Lebih terperinci

: Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar

: Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar Nama : Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : 19720826 200212 1 002 Departemen Mata Kuliah Topik : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar : Kep. Medikal Bedah : Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering kita jumpai di Intensive Care Unit (ICU) dan biasanya membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. sering kita jumpai di Intensive Care Unit (ICU) dan biasanya membutuhkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasien sakit kritis adalah pasien dengan penyakit atau kondisi yang mengancam keselamatan jiwa pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai

Lebih terperinci

Dr. Indra G. Munthe, SpOG

Dr. Indra G. Munthe, SpOG Dr. Indra G. Munthe, SpOG PENDAHULUAN Suatu kumpulan gejala berupa trombosis vena atau arteri disertai peninggian kadar antibodi anti post polipid (APA). SAF mengakibatkan kegagalan kehamilan yg berubungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. selain kelainan vaskular ( Junaidi, 2011). Terdapat dua macam stroke,

I. PENDAHULUAN. selain kelainan vaskular ( Junaidi, 2011). Terdapat dua macam stroke, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah sindrom klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal maupun global dengan gejala yang berlangsung selama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis, merupakan suatu respons

BAB 1 PENDAHULUAN. Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis, merupakan suatu respons BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis, merupakan suatu respons tubuh terhadap invasi mikroorganisme, bakteremia atau pelepasan sitokin akibat pelepasan endotoksin

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Selama penelitian bulan Januari Juni 2011 terdapat 20 subjek yang memenuhi

BAB VI PEMBAHASAN. Selama penelitian bulan Januari Juni 2011 terdapat 20 subjek yang memenuhi BAB VI PEMBAHASAN Selama penelitian bulan Januari Juni 2011 terdapat 20 subjek yang memenuhi kriteria penelitian, 65% di antaranya laki-laki, dengan rentang umur 6-156 bulan, dengan 75% gizi baik, 25%

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dengue dan ditandai empat gejala klinis utama yaitu demam yang tinggi, manifestasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dengue dan ditandai empat gejala klinis utama yaitu demam yang tinggi, manifestasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DBD (Demam Berdarah Dengue) DBD adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh empat serotype virus Dengue dan ditandai empat gejala klinis utama yaitu demam yang tinggi, manifestasi

Lebih terperinci

BAB. IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB. IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian BAB. IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian mengenai hubungan antara jumlah trombosit dengan kejadian pada pasien DBD (DSS) anak ini dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Bantul pada tanggal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah terdiri atas 2 komponen utama yaitu plasma darah dan sel-sel darah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah terdiri atas 2 komponen utama yaitu plasma darah dan sel-sel darah. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Darah Darah merupakan komponen esensial makhluk hidup, mulai dari binatang hingga manusia. Dalam keadaan fisiologik, darah selalu berada dalam pembuluh darah sehingga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian dilakukan di ruang perawatan anak RSUD Dr Moewardi Surakarta. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Maret- September 2015 dengan jumlah

Lebih terperinci

Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarah spontan di kulit dan atau perdarahan lain

Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarah spontan di kulit dan atau perdarahan lain Demam berdarah dengue 1. Klinis Gejala klinis harus ada yaitu : a. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlagsung terus menerus selama 2-7 hari b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Preeklamsia merupakan salah satu kontributor utama morbiditas dan mortalitas pada ibu dan janin. Etiopatogenesis pasti sampai saat ini belum jelas dan masih

Lebih terperinci

MAKALAH HEMATOLOGI Percobaan Pembendungan (Rumple Leed Test)

MAKALAH HEMATOLOGI Percobaan Pembendungan (Rumple Leed Test) MAKALAH HEMATOLOGI Percobaan Pembendungan (Rumple Leed Test) I. Tujuan trombosit. Untuk mengetahui ketahanan /kerapuhan dinding pembuluh darah serta jumlah dan fungsi II. Prinsip Vena dibendung sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit tromboemboli vena (TEV) termasuk didalamnya trombosis vena dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit tromboemboli vena (TEV) termasuk didalamnya trombosis vena dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit tromboemboli vena (TEV) termasuk didalamnya trombosis vena dalam (TVD)/Deep Vein Thrombosis (DVT) dan pulmonary embolism (PE) merupakan penyakit yang dapat

Lebih terperinci

GAMBARAN RISIKO TROMBOSIS BERDASARKAN CAPRINI SCORE PADA PASIEN KANKER DI RSUP. HAJI ADAM MALIK. Oleh: RAJA ARIF KURNIA MANIK

GAMBARAN RISIKO TROMBOSIS BERDASARKAN CAPRINI SCORE PADA PASIEN KANKER DI RSUP. HAJI ADAM MALIK. Oleh: RAJA ARIF KURNIA MANIK 1 GAMBARAN RISIKO TROMBOSIS BERDASARKAN CAPRINI SCORE PADA PASIEN KANKER DI RSUP. HAJI ADAM MALIK Oleh: RAJA ARIF KURNIA MANIK 120100031 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015 2 GAMBARAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rumah sakit di Indonesia dengan angka kematian 5,7%-50% dalam tahun

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rumah sakit di Indonesia dengan angka kematian 5,7%-50% dalam tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Sindrom syok dengue (SSD) adalah manifestasi demam berdarah dengue (DBD) paling serius. Angka morbiditas infeksi virus dengue mencapai hampir 50 juta kasus per tahun

Lebih terperinci

DEPARTEMEN FARMAKOLOGI

DEPARTEMEN FARMAKOLOGI FARMAKOLOGI HEMOSTASIS D SAEFUL HIDAYAT DEPARTEMEN FARMAKOLOGI & TERAPEUTIKA USU HEMOSTASIS SISTEM PENGHENTIAN PERDARAHAN, TERGANGGU KEMATIAN 1. PRIMER : PENGHENTIAN PERDARAHAN 2. SEKUNDER: PEMBEKUAN DARAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai trauma mayor karena tulang femur merupakan tulang yang sangat kuat, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. sebagai trauma mayor karena tulang femur merupakan tulang yang sangat kuat, sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1.1 Latar Belakang Fraktur femur merupakan salah satu trauma mayor di bidang Orthopaedi. Dikatakan sebagai trauma mayor karena tulang femur merupakan tulang yang sangat kuat, sehingga

Lebih terperinci

EMBOLI CAIRAN KETUBAN

EMBOLI CAIRAN KETUBAN EMBOLI CAIRAN KETUBAN DEFINISI Sindroma akut, ditandai dyspnea dan hipotensi, diikuti renjatan, edema paru-paru dan henti jantung scr cepat pd wanita dlm proses persalinan atau segera stlh melahirkan sbg

Lebih terperinci

Gangguan Koagulasi pada Sepsis

Gangguan Koagulasi pada Sepsis Artikel Asli Gangguan Koagulasi pada Sepsis Tri Faranita, Yunnie Trisnawati, Munar Lubis Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara, Medan Sepsis pada anak memiliki angka

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN MASA PEMBEKUAN DARAH

PEMERIKSAAN MASA PEMBEKUAN DARAH PEMERIKSAAN MASA PEMBEKUAN DARAH (CLOTTING TIME) Oleh : KEMENTERIAN KESEHATAN RI POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR JURUSAN ANALIS KESEHATAN 2015 PEMERIKSAAN MASA PEMBEKUAN ( CLOTTING TIME ) A. Faal Hemostasis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma 3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma tajam, tumpul, panas ataupun dingin. Luka merupakan suatu keadaan patologis yang dapat menganggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan serius yang terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan serius yang terjadi di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan serius yang terjadi di masyarakat. Sepsis menjadi salah satu dari sepuluh penyebab kematian terbesar di dunia. Diagnosis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Defenisi Sepsis Pada tahun 1992, The American College of Chest Physicians and the Society of Critical Care Medicine (ACCP/SCCM) mengembangkan suatu konsensus tentang definisi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Subyek Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan penurunan kadar HsCRP dan tekanan darah antara pemberian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dalam ruang lingkup keilmuan Obstetri Ginekologi.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dalam ruang lingkup keilmuan Obstetri Ginekologi. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian (Keilmuan) Penelitian ini dalam ruang lingkup keilmuan Obstetri Ginekologi. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Ruang Lingkup Tempat Tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis menimbulkan suatu respon imun yang berlebihan oleh tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis menimbulkan suatu respon imun yang berlebihan oleh tubuh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis menimbulkan suatu respon imun yang berlebihan oleh tubuh terhadap suatu infeksi. 1 Ini terjadi ketika tubuh kita memberi respon imun yang berlebihan untuk infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya (Cerda et al., 2008). Berbagai macam strategi pencegahan telah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sepsis 2.1.1 Definisi Sepsis adalah suatu keadaan yang dihasilkan dari sebuah respon bahaya atau serangan infeksi. Banyak komponen dari respon imun bawaan (innate immune response)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. udara maupun zat buangan yang ada di dalam tubuh. Volume darah pada manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. udara maupun zat buangan yang ada di dalam tubuh. Volume darah pada manusia BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Darah 2.1.1 Pengertian darah Darah merupakan jaringan cair yang merupakan bagian terpenting dari sistem transportasi zat dalam tubuh. Darah berfungsi mengangkut semua nutrisi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan/atau gejala hilangnya fungsi sistem saraf pusat fokal (atau global) yang berkembang cepat (dalam detik atau menit).

Lebih terperinci

PERDARAHAN DAN PEMBEKUAN DARAH (HEMOSTASIS) Era Dorihi Kale, M.Kep

PERDARAHAN DAN PEMBEKUAN DARAH (HEMOSTASIS) Era Dorihi Kale, M.Kep PERDARAHAN DAN PEMBEKUAN DARAH (HEMOSTASIS) Era Dorihi Kale, M.Kep Pengertian Hemostasis merupakan peristiwa penghentian perdarahan akibat putusnya atau robeknya pembuluh darah atau pencegahan kehilangan

Lebih terperinci

Hipertensi dalam kehamilan. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

Hipertensi dalam kehamilan. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Hipertensi dalam kehamilan Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi DEFINISI Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmhg sistolik atau 90 mmhg diastolik pada dua kali

Lebih terperinci

Pendahuluan. Harmas Yazid Yusuf & Nani Murniati 1

Pendahuluan. Harmas Yazid Yusuf & Nani Murniati 1 Pendahuluan Teori infeksi fokal, yang populer pada abad ke-19 dan awal abad ke-20, menyebutkan bahwa fokus dari suatu kondisi spesies bertanggung jawab terhadap inisiasi dan berkembangnya sejumlah penyakit

Lebih terperinci

PERBEDAAN MORTALITAS ANTARA PASIEN SEPSIS DAN SEPSIS KOMPLIKASI DISSEMINTED INTRAVASCULAR COAGULATION DI ICU RSUP Dr. KARIADI

PERBEDAAN MORTALITAS ANTARA PASIEN SEPSIS DAN SEPSIS KOMPLIKASI DISSEMINTED INTRAVASCULAR COAGULATION DI ICU RSUP Dr. KARIADI PERBEDAAN MORTALITAS ANTARA PASIEN SEPSIS DAN SEPSIS KOMPLIKASI DISSEMINTED INTRAVASCULAR COAGULATION DI ICU RSUP Dr. KARIADI PROPOSAL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mekanisme Hemostasis Hemostasis berasal dari kata haima (darah) dan stasis (berhenti), merupakan proses yang amat kompleks, berlangsung secara terus menerus dalam mencegah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Angina pektoris stabil adalah salah satu manifestasi. klinis dari penyakit jantung iskemik.

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Angina pektoris stabil adalah salah satu manifestasi. klinis dari penyakit jantung iskemik. 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Angina pektoris stabil adalah salah satu manifestasi klinis dari penyakit jantung iskemik. Penyakit jantung iskemik adalah sebuah kondisi dimana aliran darah dan oksigen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37 per 1000

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37 per 1000 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka angka kematian bayi (AKB) pada saat ini masih menjadi persoalan di Indonesia. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak negara tropis dan subtropis. Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak negara tropis dan subtropis. Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan utama di banyak negara tropis dan subtropis. Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan dan kematian pada anak. 1,2 Watson dan kawan-kawan (dkk) (2003) di Amerika Serikat mendapatkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. periodontal dapat menjadi faktor risiko untuk terjadinya kelahiran bayi prematur

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. periodontal dapat menjadi faktor risiko untuk terjadinya kelahiran bayi prematur BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kelahiran bayi prematur BBLR merupakan salah satu masalah kesehatan utama dalam masyarakat dan merupakan penyebab utama kematian neonatal serta gangguan perkembangan saraf dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan usia harapan hidup penduduk dunia membawa dampak

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan usia harapan hidup penduduk dunia membawa dampak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan usia harapan hidup penduduk dunia membawa dampak terhadap pergeseran epidemiologi penyakit. Kecenderungan penyakit bergeser dari penyakit dominasi penyakit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI.... iv ABSTRAK v ABSTRACT. vi RINGKASAN.. vii SUMMARY. ix

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesembilan di Amerika Serikat, sedangkan di seluruh dunia sirosis menempati urutan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesembilan di Amerika Serikat, sedangkan di seluruh dunia sirosis menempati urutan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan salah satu penyakit dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Sirosis hati merupakan penyebab kematian kesembilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan infeksi bakteri sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang dijumpai di berbagai negara berkembang terutama di daerah tropis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hipertensi dalam kehamilan merupakan penyebab 3 besar kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi dalam kehamilan, syndrom preeklampsia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue I, II, III, dan IV yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedes albopticus.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. denyut/menit; 3. Respirasi >20/menit atau pa CO 2 <32 mmhg; 4. Hitung leukosit

BAB I PENDAHULUAN. denyut/menit; 3. Respirasi >20/menit atau pa CO 2 <32 mmhg; 4. Hitung leukosit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sepsis adalah SIRS (Systemic Inflamatory Respons Syndrome) ditambah tempat infeksi yang diketahui atau ditentukan dengan biakan positif dari organisme dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas pada bayi dan anak-anak. Infeksi mikroba. intrinsik untuk memerangi faktor virulensi mikroorganisme.

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas dan mortalitas pada bayi dan anak-anak. Infeksi mikroba. intrinsik untuk memerangi faktor virulensi mikroorganisme. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Urosepsis merupakan respon sistemik terhadap infeksi dimana pathogen atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi proses aktivitas proses inflamasi.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) telah dikategorikan sebagai penyakit yang terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan jumlah pasien yang terus meningkat

Lebih terperinci

RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN

RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN Pertemuan : Minggu ke 11 Waktu : 50 menit Pokok bahasan : 1. Hemostasis (Lanjutan) Subpokok bahsan : a. Evaluasi hemostasis di laboratorium. b. Interpretasi hasil

Lebih terperinci