2. TINJAUAN PUSTAKA. Spons merupakan hewan tidak bertulang belakang yang bersifat primitif

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "2. TINJAUAN PUSTAKA. Spons merupakan hewan tidak bertulang belakang yang bersifat primitif"

Transkripsi

1 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Spons Spons merupakan hewan tidak bertulang belakang yang bersifat primitif dan sessil (menetap di dasar perairan). Spons tidak bergerak tetapi tinggal dan hidup sampai dewasa pada suatu tempat seperti layaknya tumbuhan. Sebarannya didukung oleh larva yang bergerak aktif atau oleh hewan muda yang terbawa arus sebelum mereka menempel. Spons termasuk ke dalam Filum Porifera yang dibagi menjadi 3 kelas yaitu Calcarea, Hexactinellida, dan kelas Demospongiae (Romimohtarto dan Juwana, 2001; Brusca dan Brusca, 1990). Kelas Calcarea adalah satu-satunya spons dengan spikul yang tersusun dari zat kapur karbonat. Kelas ini terdiri atas 2 subkelas, 4 ordo, 19 famili dan 98 genera (Hooper, 2000). Saat ini Calcarea banyak tersebar di daerah laut tropis. Spons ini mempunyai struktur sederhana dibandingkan yang lainnya. Spikulnya terdiri dari kalsium karbonat dalam bentuk calcite. Kelas Hexactinellida biasa disebut juga dengan spons gelas yang sebagian besar hidup di laut dalam dan tersebar luas di alam. Kelas ini terdiri atas 2 subkelas, 4 ordo, 19 famili dan 113 genera.. Spikulnya terdiri atas silikat dan tidak mengandung spongin (Brusca dan Brusca, 1990; Romimohtarto dan Juwana, 2001). Kelas Demospongiae adalah kelompok spons spons paling dominan diantara kelas porifera lainnya. Kelas ini terdiri lebih dari 90% yang diperkirakan sekitar spesies dari total spesies yang hidup di dunia. Kelas ini dibagi menjadi 3 subkelas, 13 ordo, 71 famili dan 1005 genera (Hooper, 2000). Spons ini umumnya bertipe leuconoid dan spikulnya terdiri dari silika. 3

2 4 Klasifikasi hewan uji spons Petrosia (petrosia) nigricans Lindgren, 1897 menurut Hooper dan Van Soest (2002) (Gambar 1) adalah sebagai berikut: Kingdom: Animalia Filum: Porifera Kelas: Demospongiae Sub kelas: Ceractinomorpha Ordo: Haplosclerida Famili: Petrosiidae Genus: Petrosia Spesies: Petrosia (petrosia) nigricans Lindgren, 1897 Gambar 1. Spons Petrosia (petrosia) nigricans (Ismet, 2007) Bentuk luar spons laut sangat dipengaruhi oleh faktor fisik, kimiawi, dan biologis lingkungannya. Spesimen yang berada di lingkungan yang terbuka dan berombak besar cenderung pendek pertumbuhannya atau merambat. Sebaliknya spesimen dari jenis yang sama pada lingkungan yang terlindung atau perairan

3 5 yang lebih dalam dan berarus tenang, pertumbuhannya cenderung tegak dan tinggi. Pada perairan yang lebih dalam spons cenderung memiliki tubuh yang lebih simetris dan lebih besar sebagai akibat lingkungan yang lebih stabil apabila dibandingkan dengan jenis yang sama yang hidup pada perairan yang dangkal (Bergquist, 1978). Jumlah dan kelimpahan Petrosia sp. menjadi lebih tinggi seiring bertambahnya kedalaman. Spons yang hidup pada perairan yang lebih dangkal akan dipengaruhi oleh sedimentasi yang lebih besar dari pada spons yang hidup di perairan dalam Morfologi Spons Spons merupakan hewan yang paling sederhana karena tidak memiliki jaringan, syaraf, otot-otot, dan organ dalam. Morfologi luar spons laut sangat dipengaruhi oleh faktor fisik, kimiawi, dan biologis lingkungannya. Spesimen yang berada di lingkungan yang terbuka dan berombak besar cenderung pendek pertumbuhannya atau juga merambat. Sebaliknya spesimen dari jenis yang sama pada lingkungan yang terlindung atau pada perairan yang lebih dalam dan berarus tenang, pertumbuhannya cenderung tegak dan tinggi (Amir dan Budiyanto, 1996). Spons dapat berbentuk sederhana seperti tabung dengan dinding tipis, atau masif bentuknya dan agak tidak teratur. Banyak spons juga terdiri dari segumpal jaringan yang tak tentu bentuknya, menempel dan membuat kerak pada batu, cangkang, tonggak, atau tumbuh-tumbuhan. Kelompok spons lain mempunyai bentuk lebih teratur dan melekat pada dasar perairan melalui sekumpulan spikula. Bentuk-bentuk yang dimiliki spons dapat beragam. Beberapa jenis bercabang seperti pohon, lainnya berbentuk seperti sarung tinju,

4 6 seperti cawan atau seperti kubah. Ukuran spons juga beragam, mulai dari jenis berukuran sebesar kepala jarum pentul, sampai ke jenis yang ukuran garis tengahnya 0,9 m dan tebalnya 30,5 cm. Jenis-jenis spons tertentu nampak berbulu getar karena spikulanya menyembul keluar dari badannya (Romimohtarto & Juwana 1999). Spons merupakan biota multiseluler primitif yang bersifat filter feeder, menghisap air dan bahan-bahan lain disekelilingnya melalui pori-pori (ostia) yang kemudian dialirkan ke seluruh bagian tubuhnya melalui saluran (channel). Selanjutnya air akan dikeluarkan melalui pori-pori yang terbuka (ostula). Spons merupakan hewan laut yang masuk kedalam filum porifera yang berarti memiliki pori-pori dan saluran. Pori-pori dan saluran-saluran ini dialiri air yang diserap oleh sel khusus yang dinamakan sel leher (koanosit), yang dalam banyak hal menyerupai cambuk. Filum hewan ini lebih dikenal sebagai spons, yakni hewan multiseluler (bersel banyak) yang primitif, yang berasal dari zaman paleozoik sekitar 1,6 milyar tahun yang lalu. Gambar 2 memberi gambaran mengenai bentuk dan struktur dinding tubuh spons (Romimohtarto & Juwana, 2001) Gambar 2. Bentuk dan struktur dinding tubuh spons

5 7 Spons mempunyai tiga lapisan selular utama yaitu, pinacoderm yang terletak di bagian luar spons yang terdiri dari satu lapisan sel yang disebut pinacocytes. Lapisan kedua adalah choanoderm yang tersusun dari sel choanocytes. Lapisan ketiga adalah mesohyl yang terletak antara pinacoderm dan choanoderm yang membuat tubuh spons menjadi besar. Pinacocytes di bagian dasar dapat mengeksresikan bahan yang melekatkan spons ke substrat. Choanocytes berfungsi untuk membuat arus dan mengarahkan air melewati sistem saluran air pada spons. Choanocytes mempunyai flagela dan berperan utama pada fagositosis karena memiliki vakuola makanan (Brusca dan Brusca, 1990). Saluran yang terdapat pada spons bertindak seperti halnya sistem sirkulasi pada hewan tingkat tinggi yang merupakan pelengkap untuk menarik makanan ke dalam tubuh dan untuk mengangkut zat buangan keluar dari tubuh. Karena hal inilah maka spons dimasukan kedalam kelompok hewan filter feeder. Arus air yang masuk melalui sistem saluran dari spons diakibatkan oleh cambuk koanosit yang bergerak terus menerus. Koanosit juga mencernakan partikel makanan, baik disebelah maupun di dalam sel leher. Sisa makanan yang tidak tercerna dibuang keluar dari dalam sel leher. Makanan tersebut dipindahkan dari satu sel ke sel lain kemudian diedarkan dalam batas-batas tertentu oleh sel-sel amuba yang berkeliaran di dalam lapisan tengah spons (McConnaughey, 1970) Fisiologi Spons Kehidupan spons sangat dipengaruhi oleh sirkulasi air. Arus air yang lewat melalui spons membawa serta zat buangan dari tubuh spons, maka penting agar air yang keluar melalui oskulum dibuang jauh dari badannya, karena air ini

6 8 sudah tidak berisi makanan lagi, tetapi mengandung asam karbon dan sampah nitrogen yang beracun bagi hewan tersebut (Romimohtarto dan Juwana, 2001). Aliran air sangat mempengaruhi proses fisiologi dari spons. Spons merupakan hewan penyaring makanan (filter feeder) yang bergantung pada arus yang melewati tubuhnya sebagai pembawa sumber makanan (Ruppert dan Barnes, 1991). Hewan ini mencari makan dengan menghisap dan menyaring air yang melalui seluruh permukaan tubuhnya secara aktif. Partikel makanan masuk bersamaan dengan aliran air melalui ostium yang terbuka dalam air kemudian diseleksi berdasarkan ukuran dan disaring dalam aliran menuju ke dalam rongga lambung atau ruang-ruang berflagella yang bergerak secara terus-menerus. Partikel yang berukuran kecil seperti bakteri (< 1µm) ditelan oleh choanocytes, sedangkan partikel yang berukuran antara 5 sampai 50 µm dimakan dan dibawa oleh amebocytes. Pencernaan dilakukan secara intraseluler dan hasil pencernaannya disimpan dalam archeocytes Reproduksi Reproduksi aseksual Proses reproduksi aseksual pada spons umumnya terjadi secara alami yang didasarkan pada potensi perkembangan archaeocytes. Proses reproduksi seksual spons antara lain yaitu pembentukan pucuk (bud formation), penyembuhan luka (wound healing), pertumbuhan somatik (somatic growth) dan pembentukan gemule (gemmules formation) (Harrison dan De Vos, 1991). Reproduksi aseksual buatan pada spons dapat dilakukan melalui fragmentasi dengan metode transplantasi. Fragmentasi pada induk spons dengan

7 9 menggunakan pisau stainless steel serta menanam atau menaruh fragmen tersebut pada substrat buatan di kedalaman atau lokasi tertentu yang telah ditentukan sebelumnya (MacMilan, 1996) Reproduksi seksual Tipe dan cara reproduksi seksual spons Seksualitas pada spons dapat dikelompokan pada dua tipe (Kozloff, 1990), yaitu: a). Hermaprodit, yaitu spons yang menghasilkan baik gamet jantan maupun gamet betina selama hidupnya. Tipe Hermaprodit pada spons terbagi atas: Hermaprodit bersamaan, yaitu apabila spons menghasilkan gamet jantan dan betina pada waktu yang bersamaan. Contohnya pada spons jenis Neofibularia nolitangere. Hermaprodit bergantian, yaitu apabila spons menghasilkan gamet jantan dan betina secara bergantian. Contohnya pada spons jenis Polymastia mammilaris dan Suberitas massa (Hadromerida), Hymeniacidon carincula dan Hymeniacidon heliophila (Halichonsrida) (Sara, 1992) b). Gonokhorik, khususnya ditemukan pada Ordo Hadromerida didapatkan pada jenis Tethya cryta, Tethya auratum (Tethydae); Chondrosia reniformis, Chondrilla nucula (Chondrosiidae); Aaptos aaptos (Polymastiidae). Selain itu seksualitas tipe gonokhorik labil ditemukan pada spons jenis Suberitas carnous dan Raspailia topsenti (Axinellida) ( Sara, 1992).

8 Spermatogenesis spons Spermatogonia pada spons berasal dari choanocytes dan achaeocytes karna ada fakta yang menunjukkan bahwa choanocytes mengalami transformasi ke achaeocytes atau sebaliknya (Sara, 1992), dan spermatogenesis terjadi pada spermatic cyst. Diferensiasi sperma terbagi atas tiga bentuk, yaitu: Semua sel pada semua cyst mungkin berkembang secara bersama-sama (synchronous), misalnya Polimastia mammilaris, Axinella damicornis Diferensiasi sel dalam sebuah cyst secara bersama-sama, tetapi tahap perkembangan bervariasi pada cyst yang berbeda, misalnya pada spons air tawar Ephydatia fluviatilis. Sel berkembang pada beberapa cyst yang berbeda, misalnya Aaptos aaptos (Harrison dan De Vos, 1991) Oogenesis spons Oogonia pada spons berasal dari achaeocytes atau choanocytes (Ruppert dan Barnes, 1991). Oogonia yang asal mulanya dari choanocytes, seperti pada spons jenis Suberitas massa, Oscarella lobularis dan Clathirina cerebrum. Choanocystes memanjang, dan nukleusnya berkembang dengan nukleolus yang menonjol. Sitoplasma berisi peningkatan jumlah mitokondria dan menjadi lebar. Badan golgi semakin lama semakin berkembang. Choanocystes kehilangan sel-sel leher dan flagellanya sebelum bermigrasi ke dalam mesohyl dan mengakumulasi phagosome (Harrison dan De Vos, 1991) Fertilisasi Sperma dan sel telur dihasilkan oleh amoebocytes. Sperma keluar dari tubuh induk melalui osculum bersama aliran air dan masuk ke individu lain

9 11 melalui ostium juga bersama aliran air. Sperma akan masuk ke choanocytes atau amoebocytes yang berada di dalam spongocoel atau flagellated chamber. Sel amoebocytes beserta sperma melebur dengan sel telur, selanjutnya terjadi pembuahan (fertilisasi). Perkembangan embrio sampai menjadi larva berflagela masih di dalam mesohyl. Larva berflagela (larva amphiblastula) keluar dari mesohyl dan bersama aliran air keluar dari tubuh induk melalui osculum. Larva amphiblastula berenang bebas, beberapa saat kemudian menempel pada substrat dan berkembang menjadi spons muda sessile dan akhirnya tumbuh menjadi besar dan dewasa Faktor yang mempengaruhi fungsi reproduksi spons Mekanisme yang mengatur atau mempengaruhi reproduksi spons dikelompokan menjadi dua kategori, yaitu pengaruh internal dan pengaruh eksternal. Pengaruh internal yang mempengaruhi reproduksi spons adalah: 1). Kontrol genetik Kontrol genetik mempengaruhi pematangan seksual. Spons Axinella damicornis dan Axinella verrucosa mempunyai genus yang sama dan habitat yang sama tetapi memperlihatkan periode reproduksi yang sangat berbeda. Variasi siklus reproduksi ditunjukkan juga oleh jenis yang berbeda pada daerah cuaca yang sama. Hal ini merupakan argumentasi lain diferensiasi seksual yang dipengaruhi oleh kontrol genetik (Sara, 1992). 2). Senyawa yang mirip dengan hormon Penelitian penggabungan spesimen yang tidak berdiferensiasi seksual pada Tethya serica tidak memberikan petunjuk pada kematangan seksual dan

10 12 penggabungan spesimen ke bercampurnya gamet heterolog atau ke sebuah pengaruh satu tipe gamet yang lainnya. Kenyataan ini terjadi pada Polymastis sp. yang menunjukkan bahwa dengan petunjuk yang terbatas, senyawa yang mirip hormon berpengaruh pada seksualitas spons dan kelihatannya mengindikasikan sebuah dasar genetik pada diferensiasi (Sara, 1992). 3). Pengaruh umur dan ukuran spons Umur spesimen yang mungkin berkorelasi dengan ukurannya, merupakan mekanisme lain yang dapat mengontrol reproduksi pada spons. Ukuran reproduktif minimum pada Tethya serrica panjangnya kira-kira 10 cm. Hippospongia lanchne diameternya kira-kira 14 cm. Mycale sp. hanya spesimen yang volume bersihnya lebih besar dari 200 ml mengalami oogenesis, sedangkan spesimen yang kecil memperlihatkan spermatogenesis. Sebaliknya, pada Suberitas ficus, oogenesis sering terjadi hanya pada spesimen yang ukurannya tidak lebih dari kira-kira 5 cm (Sara, 1992). Pengaruh eksternal yang mempengaruhi reproduksi spons adalah: 1). Suhu dan cahaya Perubahan suhu memberikan penngaruh terhadap spons. Spons tumbuh pada kisaran suhu optimal ºC dan di daerah empat musim suhu merupakan faktor lingkungan utama yang mengatur reproduksi spons, sangat berhubungan dengan perubahan suhu yang mencolok pada tiap musimnya. Umumnya spons tidak mampu beradaptasi pada perubahan suhu yang sangat cepat. Peningkatan suhu dan intensitas cahaya memberikan kontribusi pada pemilihan waktu gametogenesis pada spons di perairan tropis pada Great Barrier Reef. Tiga parameter iklim (suhu laut, cahaya sinar matahari dan curah hujan)

11 13 berhubungan dengan awal dan penghentian aktifitas reproduksi pada tiga jenis spons, yaitu Haliclona amboinensis, Haliclona cymiformis, dan Niphates nitida (Fromont, 1994). Namun beberapa penelitian juga memperlihatkan bahwa gametogenesis sama sekali tidak berhubungan dengan faktor suhu (Simpson, 1984). 2). Fotoperiode Fotoperiode penting untuk pematangan oosit, misalnya pada spons intertidal Haliclona perlmolis di pantai Oregon Tengah. Pematangan oosit ini berhubungan dengan suhu jaringan pada spons ini yang diakibatkan oleh fotoperiode. Permulaan oogenesis terjadi selama awal bulan maret berhubungan dengan peningkatan intensitas cahaya, sementara spermatogenesis berhubungan dengan suhu jaringan. Spons ini secara fisiologi dapat membentuk oosit pada suhu rendah sementara yang lainnya membentuk spermatosit lebih lambat pada suhu yang lebih tinggi. Pengaruh positif fotoperiode terjadi juga pada proses pembentukan gemmule pada spons ini (Sara, 1992). 3). Fase bulan Pengeluaran gamet spons pada daerah tropik berhubungan erat dengan fase bulan. Spawning pada dua individu Agelas clathrodes terjadi pada pagi hari sebelum fase purnama (Hoppe, 1987). Namun pengeluaran sperma dan telur Aaptos aaptos di Pulau Barang Lompo tidak dipengaruhi oleh fase bulan (Haris, 2005).

12 Histologis Histologis adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang jaringan. Histologis mempelajari jaringan dengan lebih mendalam mengenai struktur, tekstur dan fungsi dari bagian yang diamati. Jaringan dasar yang biasanya diamati adalah jaringan epithel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf. Histologis sel gonad merupakan cara pengamatan sel gonad secara mikroskopis. Melalui histologis diharapkan akan dapat diketahui secara lebih mendalam mengenai perkembangan yang terjadi di dalam sel gonad. Struktur sel dan jaringan serta hasil produksi sel diusahakan supaya dapat dilihat sehingga dapat dipelajari dengan menggunakan bahan-bahan kimia yang dapat mengawetkan jaringan dari pembusukan, memfiksasi komponen-komponen sel dan matriks tadi sesuai dengan bentuk aslinya untuk mencegah kerusakan, dan pewarnaan yang memungkinkan pengamatan bagian-bagian sel matriks dengan kontras yang cukup sehingga mudah terlihat dengan mikroskop (Bavelander dan Ramaley, 1988).

PENGARUH HABITAT BUATAN TERHADAP JUMLAH DAN UKURAN OOSIT SPONS Petrosia (petrosia) nigricans

PENGARUH HABITAT BUATAN TERHADAP JUMLAH DAN UKURAN OOSIT SPONS Petrosia (petrosia) nigricans PENGARUH HABITAT BUATAN TERHADAP JUMLAH DAN UKURAN OOSIT SPONS Petrosia (petrosia) nigricans WAHYU ADI SETYANINGSIH SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi II. TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Spons adalah hewan yang termasuk Filum Porifera, terdiri atas tiga kelas, yaitu: Calcarea, Demospongiae, dan Hexactinellida (Haywood dan Wells,1989; Sara,1992; Amir dan Budiyanto,1996;

Lebih terperinci

DENSITAS DAN UKURAN GAMET SPONS Aaptos aaptos (Schmidt 1864) HASIL TRANSPLANTASI DI HABITAT BUATAN ANCOL, DKI JAKARTA

DENSITAS DAN UKURAN GAMET SPONS Aaptos aaptos (Schmidt 1864) HASIL TRANSPLANTASI DI HABITAT BUATAN ANCOL, DKI JAKARTA DENSITAS DAN UKURAN GAMET SPONS Aaptos aaptos (Schmidt 1864) HASIL TRANSPLANTASI DI HABITAT BUATAN ANCOL, DKI JAKARTA Oleh: Wini Wardani Hidayat C64103013 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM. faktor lingkungan dimana fragmen spons diletakkan pada saat fragmentasi.

PEMBAHASAN UMUM. faktor lingkungan dimana fragmen spons diletakkan pada saat fragmentasi. PEMBAHASAN UMUM Kelangsungan hidup (sintasan) dan pertumbuhan spons dipengaruhi oleh faktor lingkungan dimana fragmen spons diletakkan pada saat fragmentasi. Kondisi lingkungan yang optimal dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semua hewan yang tidak memiliki tulang belakang dikelompokkan dalam hewan Invertebrata (avertebrata). Hewan invertebrata ada yang tersusun oleh satu sel (uniselluler)

Lebih terperinci

REPRODUKSI SEKSUAL SPONS

REPRODUKSI SEKSUAL SPONS IV. REPRODUKSI SEKSUAL SPONS PENDAHULUAN Latar Belakang Morfologi spons sebagai phylum Porifera sangat sederhana. Sel epitel atau pinacosit terletak pada lapisan luar tubuh dan di seluruh permukaan tubuh

Lebih terperinci

Adina Rizka Amalia. Hafizhuddin Wafi. Annisa Putri Ningsih FILLUM PORIFERA. Nurul Hasna K. Bunga Amalia. Ulya Amalia

Adina Rizka Amalia. Hafizhuddin Wafi. Annisa Putri Ningsih FILLUM PORIFERA. Nurul Hasna K. Bunga Amalia. Ulya Amalia Adina Rizka Amalia Hafizhuddin Wafi Annisa Putri Ningsih Nurul Hasna K Bunga Amalia Ulya Amalia FILLUM PORIFERA Istilah porifera berasal dari bahasa latin, yaitu Pori yang artinya lubang dan Fere yang

Lebih terperinci

DENSITAS DAN UKURAN GAMET SPONS Aaptos aaptos (Schmidt 1864) HASIL TRANSPLANTASI DI HABITAT BUATAN ANCOL, DKI JAKARTA

DENSITAS DAN UKURAN GAMET SPONS Aaptos aaptos (Schmidt 1864) HASIL TRANSPLANTASI DI HABITAT BUATAN ANCOL, DKI JAKARTA DENSITAS DAN UKURAN GAMET SPONS Aaptos aaptos (Schmidt 1864) HASIL TRANSPLANTASI DI HABITAT BUATAN ANCOL, DKI JAKARTA Oleh: Wini Wardani Hidayat C64103013 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Seksualitas dan Perkembangan Gamet Sponge Laut Aaptos aaptos Schmidt

Seksualitas dan Perkembangan Gamet Sponge Laut Aaptos aaptos Schmidt Jurnal Natur Indonesia 14(3): 205-211 ISSN 1410-9379 Seksualitas dan perkembangan gamet sponge laut Aaptos aaptos schmidt 205 Seksualitas dan Perkembangan Gamet Sponge Laut Aaptos aaptos Schmidt Abdul

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. massif bentuknya dan agak tidak teratur. Banyak spons juga terdiri atas segumpal

2. TINJAUAN PUSTAKA. massif bentuknya dan agak tidak teratur. Banyak spons juga terdiri atas segumpal 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Spons 2.1.1. Morfologi Spons Spons dapat berbentuk sederhana seperti tabung dengan dinding tipis, atau massif bentuknya dan agak tidak teratur. Banyak spons juga terdiri atas segumpal

Lebih terperinci

FRAGMENTASI BUATAN DAN REPRODUKSI SEKSUAL SPONS Aaptos aaptos DALAM UPAYA PERBANYAKAN STOK KOLONI DI ALAM MUJIZAT KAWAROE

FRAGMENTASI BUATAN DAN REPRODUKSI SEKSUAL SPONS Aaptos aaptos DALAM UPAYA PERBANYAKAN STOK KOLONI DI ALAM MUJIZAT KAWAROE FRAGMENTASI BUATAN DAN REPRODUKSI SEKSUAL SPONS Aaptos aaptos DALAM UPAYA PERBANYAKAN STOK KOLONI DI ALAM MUJIZAT KAWAROE PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN PROGRAM PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

I MA Y UDHA P E R W I R A

I MA Y UDHA P E R W I R A PORIFERA IMA YUDHA PERWIRA Porifera (Latin, Phorus = pori-pori, ferre = pembawa) adalah hewan invertebrata yang mempunyai tubuh berpori-pori. Bentuk tubuh hewan ini tidak hanya kotak, tapi bermacam macam.

Lebih terperinci

LAJU PERTUMBUHAN DAN SINTASAN SPONS Aaptos aaptos DI KOLAM BUATAN TERKONTROL

LAJU PERTUMBUHAN DAN SINTASAN SPONS Aaptos aaptos DI KOLAM BUATAN TERKONTROL LAJU PERTUMBUHAN DAN SINTASAN SPONS Aaptos aaptos DI KOLAM BUATAN TERKONTROL Oleh : Nur Endah Fitrianto C64103008 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

V. PENGARUH FRAGMENTASI BUATAN TERHADAP PERKEMBANGAN OOSIT SPONS Aptos aaptos PENDAHULUAN

V. PENGARUH FRAGMENTASI BUATAN TERHADAP PERKEMBANGAN OOSIT SPONS Aptos aaptos PENDAHULUAN V. PENGARUH FRAGMENTASI BUATAN TERHADAP PERKEMBANGAN OOSIT SPONS Aptos aaptos PENDAHULUAN Latar Belakang Fragmentasi spons merupakan cara yang digunakan untuk mempercepat perbanyakan koloni spons di alam.

Lebih terperinci

T~NJAUAN PUSTAKA. Ktasifikasi Spons Aaptos aaptos. (1968), sebagai berikut :

T~NJAUAN PUSTAKA. Ktasifikasi Spons Aaptos aaptos. (1968), sebagai berikut : T~NJAUAN PUSTAKA Ktasifikasi Spons Aaptos aaptos Spons laut Aaptos aaptos dapat diklasif'ikasikan menurut Bergquist (1968), sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum: Porifera (Grant, 1836) Kelas : Demospongiae

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

Struktur dan Fungsi Tubuh

Struktur dan Fungsi Tubuh Phylum Porifera Porifera dalam bahasa latin, kata Porus berarti Pori dan Fer berarti membawa. Porifera adalah hewan multiseluler (metazoa) yang paling sederhana. Hewan ini memiliki ciri umum, yaitu tubuhnya

Lebih terperinci

Arus HASIL DAN PEMBAHASAN

Arus HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lokasi Penelitian Pulau Pari merupakan salah satu gugusan pulau yang termasuk dalam Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Gugusan Pulau Pari terdiri dari Pulau

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN PORIFERA DI ZONA SUB LITORAL GAMPONG RINON PULO BREUEH KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR SEBAGAI MATERI AJAR KINGDOM ANIMALIA

KEANEKARAGAMAN PORIFERA DI ZONA SUB LITORAL GAMPONG RINON PULO BREUEH KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR SEBAGAI MATERI AJAR KINGDOM ANIMALIA KEANEKARAGAMAN PORIFERA DI ZONA SUB LITORAL GAMPONG RINON PULO BREUEH KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR SEBAGAI MATERI AJAR KINGDOM ANIMALIA Zakiyul Fuad, S.Pd Alumni Program Studi Pendidikan Biologi

Lebih terperinci

MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR)

MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR) MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR) Benteng, Selayar 22-24 Agustus 2006 TRANSPLANTASI KARANG Terumbu

Lebih terperinci

ANIMALIA. STANDAR KOMPETENSI: Memahami manfaat keanekaragaman hayati

ANIMALIA. STANDAR KOMPETENSI: Memahami manfaat keanekaragaman hayati ANIMALIA STANDAR KOMPETENSI: Memahami manfaat keanekaragaman hayati KOMPETENSI DASAR : Mendeskripsikan ciri-ciri Filum dalam Dunia Hewan dan peranannya bagi kehidupan. CIRI CIRI UMUM KINGDOM ANIMALia Eukariot,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Spons

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Spons TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Spons Spons merupakan kelompok hewan dari Filum Porifera yang beranggotakan tiga kelas, yaitu Calcarea, Demospongiae, dan Hexactinellida (Romimohtarto & Juwana 2001; Brusca

Lebih terperinci

COELENTERATA Coilos = rongga Enteron = usus. By Luisa Diana Handoyo, M.Si.

COELENTERATA Coilos = rongga Enteron = usus. By Luisa Diana Handoyo, M.Si. COELENTERATA Coilos = rongga Enteron = usus By Luisa Diana Handoyo, M.Si. COELENTERATA (= CNIDARIA) Cnido = penyengat Multiseluler Tubuh bersimetri radial Diploblastik (ektoderm dan endoderm) Diantara

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Sampel spons Petrosia (petrosia) nigricans yang digunakan untuk penelitian di laboratorium di peroleh di bagian barat daya Pulau Pramuka Gugusan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Indeks Gonad Somatik (IGS) Hasil pengamatan nilai IGS secara keseluruhan berkisar antara,89-3,5% (Gambar 1). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa bioflok

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN GAMET KARANG LUNAK Sinularia dura HASIL TRANSPLANTASI DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA

PERKEMBANGAN GAMET KARANG LUNAK Sinularia dura HASIL TRANSPLANTASI DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA PERKEMBANGAN GAMET KARANG LUNAK Sinularia dura HASIL TRANSPLANTASI DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA Oleh: Edy Setyawan C64104005 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN STRUKTUR MORFOLOGIS DAN PERKEMBANGAN GONAD SPONS Aaptos aaptos (SCHMIDT 1864) (KELAS DEMOSPONGIAE) DI PERAIRAN PULAU PAN, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA YUNITA RAMILI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Teripang Teripang yang dikenal dengan nama mentimun laut termasuk dalam kelas Holothuroidea dan merupakan salah satu anggota dari filum hewan berkulit duri (Echinodermata)

Lebih terperinci

Filum Cnidaria dan Ctenophora

Filum Cnidaria dan Ctenophora Filum Cnidaria dan Ctenophora Filum CTENOPHORA dan CNIDARIA dikelompokkan dalam COELENTERATA (berasal dari kata coelos = rongga tubuh atau selom dan enteron = usus). Coelenterata hidupnya di perairan laut

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Siput Gonggong (Strombus turturella)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Siput Gonggong (Strombus turturella) BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Siput Gonggong (Strombus turturella) Klasifikasi Siput Gonggong (Strombus turturella) menurut Ruppert dan Barnes (1994); adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Pengambilan sampel dilakukan sebulan sekali selama 3 bulan berturutturut, yakni pada tanggal 10-11 Februari 2012, 7 Maret 2012 dan 7 April 2012. Pengambilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan beberapa kontribusi penting bagi masyarakat Indonesia. sumber daya alam dan dapat dijadikan laboratorium alam.

BAB I PENDAHULUAN. memberikan beberapa kontribusi penting bagi masyarakat Indonesia. sumber daya alam dan dapat dijadikan laboratorium alam. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang secara geografis memiliki daerah pesisir yang sangat panjang. Di sepanjang daerah tersebut hidup beranekaragam biota laut (Jati dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai negara kepulauan terletak diantara samudera Pasifik dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai negara kepulauan terletak diantara samudera Pasifik dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perairan Indonesia Indonesia sebagai negara kepulauan terletak diantara samudera Pasifik dan samudera Hindia dan mempunyai tatanan geografi laut yang rumit dilihat dari topografi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Clownfish Klasifikasi Clownfish menurut Burges (1990) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Perciformes

Lebih terperinci

TINGKAT ORGANISASI KEHIDUPAN

TINGKAT ORGANISASI KEHIDUPAN TINGKAT ORGANISASI KEHIDUPAN Dengan mempelajari materi urutan tingkat organisasi kehidupan dan pengertiannya, maka kita akan semakin mengerti manfaat biologi yang kita pelajari sebelumnya. Kita juga akan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi Klasifikasi Morfologi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi Klasifikasi Morfologi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi 2.1.1. Klasifikasi Tiram merupakan jenis bivalva yang bernilai ekonomis. Tiram mempunyai bentuk, tekstur, ukuran yang berbeda-beda (Gambar 2). Keadaan tersebut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI

5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI 5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI Pengukuran parameter reproduksi akan menjadi usaha yang sangat berguna untuk mengetahui keadaan kelamin, kematangan alat kelamin dan beberapa besar potensi produksi dari

Lebih terperinci

LAJU PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP SPONS Aaptos aaptos dan Petrosia (petrosia) nigricans PADA SISTEM RESIRKULASI SILVIA DESRIKA

LAJU PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP SPONS Aaptos aaptos dan Petrosia (petrosia) nigricans PADA SISTEM RESIRKULASI SILVIA DESRIKA LAJU PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP SPONS Aaptos aaptos dan Petrosia (petrosia) nigricans PADA SISTEM RESIRKULASI SILVIA DESRIKA DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Anemon laut merupakan hewan invertebrata atau hewan yang tidak

2. TINJAUAN PUSTAKA. Anemon laut merupakan hewan invertebrata atau hewan yang tidak 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anemon Laut Anemon laut merupakan hewan invertebrata atau hewan yang tidak memiliki tulang belakang. Anemon laut ditemukan hidup secara soliter (individual) dengan bentuk tubuh

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Jenis Kelamin Belut Belut sawah merupakan hermaprodit protogini, berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa pada ukuran panjang kurang dari 40 cm belut berada pada

Lebih terperinci

KEMAMPUAN BIOFILTER SPONGE CLASS DEMOSPONGIAE DENGAN BERBAGAI BENTUK PERTUMBUHAN TERHADAP KEKERUHAN DAN TOTAL SUSPENDED SOLID SKRIPSI OLEH :

KEMAMPUAN BIOFILTER SPONGE CLASS DEMOSPONGIAE DENGAN BERBAGAI BENTUK PERTUMBUHAN TERHADAP KEKERUHAN DAN TOTAL SUSPENDED SOLID SKRIPSI OLEH : 1 KEMAMPUAN BIOFILTER SPONGE CLASS DEMOSPONGIAE DENGAN BERBAGAI BENTUK PERTUMBUHAN TERHADAP KEKERUHAN DAN TOTAL SUSPENDED SOLID SKRIPSI OLEH : MARINI SOEID DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Klasifikasi ikan Juaro (Pangasius polyuranodon) menurut Kottelat dan Whitten (1993) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Sub filum : Vertebrata Kelas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tetraselmis sp. Menurut B u t c h e r ( 1 9 5 9 ) klasifikasi Tetraselmis sp. adalah sebagai berikut: Filum : Chlorophyta Kelas : Chlorophyceae Ordo : Volvocales Sub ordo Genus

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang Terumbu karang (coral reef) merupakan ekosistem laut dangkal yang terbentuk dari endapan-endapan masif terutama kalsium karbonat (CaCO 3 ) yang dihasilkan terutama

Lebih terperinci

Porifera dan Coelenterata

Porifera dan Coelenterata Porifera dan Coelenterata Pandangan para ahli: 1.Sponge jar.masih sederhana sehingga koordinasi antar sel belum begitu baik. 2.Belum memiliki jar. yg bertanggung jawab terhadap penghantaran impul dan pergerakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Rasio Kelamin Ikan Nilem Penentuan jenis kelamin ikan dapat diperoleh berdasarkan karakter seksual primer dan sekunder. Pemeriksaan gonad ikan dilakukan dengan mengamati

Lebih terperinci

3.KUALITAS TELUR IKAN

3.KUALITAS TELUR IKAN 3.KUALITAS TELUR IKAN Kualitas telur dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi: umur induk, ukuran induk dan genetik. Faktor eksternal meliputi: pakan,

Lebih terperinci

Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya

Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Migrasi ikan adalah adalah pergerakan perpindahan dari suatu tempat ke tempat yang lain yang mempunyai arti penyesuaian terhadap kondisi alam yang menguntungkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sangat kuat terjadi dan terbentuk riak-riakan pasir besar (sand ripples) yang

TINJAUAN PUSTAKA. sangat kuat terjadi dan terbentuk riak-riakan pasir besar (sand ripples) yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Perairan Selat Malaka memiliki kedalaman sekitar 30 meter dengan lebarnya 35 kilometer, kemudian kedalaman meningkat secara gradual hingga 100 meter sebelum continental

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Fisika dan Kimia Perairan Kondisi alami sampel karang berdasarkan data (Lampiran 1) dengan kondisi tempat fragmentasi memiliki perbedaan yang tidak terlalu signifikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Informasi Geografis 2.1.1. Pengertian dan Konsep Dasar Prahasta (2001) menyebutkan bahwa pengembangan sistem-sistem khusus yang dibuat untuk menangani masalah informasi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi dan Variasi Temporal Parameter Fisika-Kimiawi Perairan Kondisi perairan merupakan faktor utama dalam keberhasilan hidup karang. Perubahan kondisi perairan dapat mempengaruhi

Lebih terperinci

1. Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan

1. Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan 1. Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan Pengertian pertumbuhan adalah Proses pertambahan volume dan jumlah sel sehingga ukuran tubuh makhluk hidup tersebut bertambah besar. Pertumbuhan bersifat irreversible

Lebih terperinci

CIRI-CIRI COELENTERATA :

CIRI-CIRI COELENTERATA : FILUM COELENTERATA Coelenterata berasal dari kata KOILOS = rongga tubuh atau selom dan ENTERON = usus. Jadi COELENTERON artinya rongga yang berfungsi sebagai usus. Sering juga disebut CNIDARIA CIRI-CIRI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Beberapa tahun terakhir ini, para peneliti mencoba mengatasi masalahmasalah reproduksi pada hewan melalui teknologi transplantasi sel germinal jantan atau disebut juga transplantasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu wilayah yang dikenal sebagai negara kepulauan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu wilayah yang dikenal sebagai negara kepulauan 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu wilayah yang dikenal sebagai negara kepulauan dan terletak di kawasan tropis dengan jumlah pulau ± 17.508. Kondisi Indonesia seperti

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. secara taksonomi termasuk ke dalam kelompok crustacea renik yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. secara taksonomi termasuk ke dalam kelompok crustacea renik yang 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daphnia sp 2.1.1 Klasifikasi Daphnia sp. Daphnia sp. secara taksonomi termasuk ke dalam kelompok crustacea renik yang hidup secara umum di perairan tawar (Pangkey 2009). Beberapa

Lebih terperinci

JAKARTA (22/5/2015)

JAKARTA (22/5/2015) 2015/05/22 14:36 WIB - Kategori : Artikel Penyuluhan SELAMATKAN TERUMBU KARANG JAKARTA (22/5/2015) www.pusluh.kkp.go.id Istilah terumbu karang sangat sering kita dengar, namun belum banyak yang memahami

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. euphorbiaceae, genus hevea dan spesies Hevea brasiliensis.

TINJAUAN PUSTAKA. euphorbiaceae, genus hevea dan spesies Hevea brasiliensis. TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut (Setiawan dan Andoko, 2005) dalam taksonomi tumbuhan, tanaman karet termasuk dalam kelas dicotyledonae, ordo euphorbiales, famili euphorbiaceae, genus hevea dan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Wilayah Penelitian Wilayah tempat substrat batu berada bersampingan dengan rumah makan Nusa Resto dan juga pabrik industri dimana kondisi fisik dan kimia perairan sekitar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan nila merah Oreochromis sp.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan nila merah Oreochromis sp. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik ikan nila merah Oreochromis sp. Ikan nila merupakan ikan yang berasal dari Sungai Nil (Mesir) dan danaudanau yang berhubungan dengan aliran sungai itu. Ikan nila

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Parasit Lalat S. inferens Towns. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Menurut klasifikasi Bleeker, sistematika ikan selanget (Gambar 1) adalah sebagai berikut (www.aseanbiodiversity.org) :

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem klasifikasi bagi karang lunak Sinularia dura adalah sebagai berikut

2. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem klasifikasi bagi karang lunak Sinularia dura adalah sebagai berikut 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karang Lunak Sinularia dura Sistem klasifikasi bagi karang lunak Sinularia dura adalah sebagai berikut : (Hyman, 1940; Bayer 1956 in Ellis and Sharron, 2005): Filum : Cnidaria Kelas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berlumpur, dasar perairan berpasir dengan kecerahan yang tinggi, rumput laut dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berlumpur, dasar perairan berpasir dengan kecerahan yang tinggi, rumput laut dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teripang 2.1.1. Tinjauan umum teripang Teripang termasuk dalam filum Echinodermata, kelas Holothuroidea. Hewan ini banyak terdapat di paparan terumbu karang, pantai berbatu

Lebih terperinci

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Teknologi Informasi dalam Kebidanan yang dibina oleh Bapak Nuruddin Santoso, ST., MT Oleh Devina Nindi Aulia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Kopi Liberika (Coffea liberica)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Kopi Liberika (Coffea liberica) 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Kopi Liberika (Coffea liberica) Kopi tergolong pohon dan termasuk dalam famili Rubiaceae. Tumbuhan ini tumbuhnya tegak, bercabang dan bila dibiarkan

Lebih terperinci

Laporan Praktikum Pertumbuhan dan Perkembangan Biji Kacang Hijau

Laporan Praktikum Pertumbuhan dan Perkembangan Biji Kacang Hijau Laporan Praktikum Pertumbuhan dan Perkembangan Biji Kacang Hijau Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua aktifitas kehidupan yang tidak dapat dipisahkan, karena prosesnya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ini dilakukan pada 8 induk ikan Sumatra yang mendapat perlakuan. Hasil penelitian ini menunjukan Spawnprime A dapat mempengaruhi proses pematangan akhir

Lebih terperinci

Pertumbuhan dan Perkembangan Makhluk Hidup

Pertumbuhan dan Perkembangan Makhluk Hidup Pertumbuhan dan Perkembangan Makhluk Hidup A. Pertumbuhan dan Perkembangan Hewan Pertumbuhan dan perkembangan hewan dimulai sejak terbentuknya zigot. Satu sel zigot akan tumbuh dan berkembang hingga terbentuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi komunitas plankton sampai tingkat genus di Pulau Biawak terdiri dari 18 genus plankton yang terbagi kedalam 14 genera

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Fisika dan Kimia Perairan Pulau Karya Tabel 2. Data parameter fisika dan kimia lokasi transplantasi di perairan Pulau Karya bulan September 2010 sampai dengan Juli

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dawson (1946) dalam Soegiarto, dkk,(1978), secara umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dawson (1946) dalam Soegiarto, dkk,(1978), secara umum BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Gracilaria salicornia Menurut Dawson (1946) dalam Soegiarto, dkk,(1978), secara umum Gracilaria salicornia dapat di klasifikasikan sebagai berikut:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jagung merupakan tanaman berumah satu, bunga jantan terbentuk pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jagung merupakan tanaman berumah satu, bunga jantan terbentuk pada 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Jagung Jagung merupakan tanaman berumah satu, bunga jantan terbentuk pada malai dan bunga betina terletak pada tongkol di pertengahan batang secara terpisah tapi

Lebih terperinci

Tinjauan Mata Kuliah. Materi pengembangan bahan ajar mata kuliah ini akan disajikan dalam 9 (sembilan) modul sebagai berikut.

Tinjauan Mata Kuliah. Materi pengembangan bahan ajar mata kuliah ini akan disajikan dalam 9 (sembilan) modul sebagai berikut. ix M Tinjauan Mata Kuliah ata kuliah ini memberikan dasar pengetahuan tentang serangga dan manusia. Selain itu, juga memberikan pengetahuan tentang struktur, anatomi, dan perkembangan serangga, serta siklus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting salah satunya adalah teripang yang dikenal dengan nama lain teat fish, sea

BAB I PENDAHULUAN. penting salah satunya adalah teripang yang dikenal dengan nama lain teat fish, sea BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara kepulauan yang memiliki garis pantai terpanjang di dunia dengan panjang 81.000 km dengan luas perairan laut sekitar 5,8 juta km

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagian besar bumi ditutupi oleh badan perairan. Keberadaan perairan ini sangat penting bagi semua makhluk hidup, karena air merupakan media bagi berbagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium 14 TINJAUAN PUSTAKA Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Dalam dunia tumbuhan, tanaman bawang merah diklasifikasikan dalam Divisi : Spermatophyta ; Sub Divisi : Angiospermae ; Class : Monocotylodenae ;

Lebih terperinci

Bahan Ajar Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Tarbiyah STAIN Batusangkar TAKSONOMI VERTEBRATA. Pisces: Evolusi Kelas Agnatha

Bahan Ajar Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Tarbiyah STAIN Batusangkar TAKSONOMI VERTEBRATA. Pisces: Evolusi Kelas Agnatha Bahan Ajar Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Tarbiyah STAIN Batusangkar TAKSONOMI VERTEBRATA Pisces: Evolusi Kelas Agnatha Kelas Agnatha Merupakan vertebrata pertama kali muncul Muncul pada 500

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Klasifikasi ikan tembang (Sardinella maderensis Lowe, 1838 in www.fishbase.com) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum

Lebih terperinci

Gambar 1.2: reproduksi Seksual

Gambar 1.2: reproduksi Seksual Jamur Roti (Rhizopus nigricans) Jika roti lembab disimpan di tempat yang hangat dan gelap, beberapa hari kemudian akan tampak jamur tumbuh diatasnya. Spora yang berkecambah pada permukaan roti akan membentuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Teh Morfologi Tanaman Teh Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Teh Morfologi Tanaman Teh Syarat Tumbuh 3 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Teh Teh termasuk famili Transtromiceae dan terdiri atas dua tipe subspesies dari Camellia sinensis yaitu Camellia sinensis var. Assamica dan Camellia sinensis var.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI KELAS XII-IPA PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TANAMAN

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI KELAS XII-IPA PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TANAMAN LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI KELAS XII-IPA PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TANAMAN Nama Anggota Kelompok : Citaria Triwahyuni XII-IPA/06 Gregorius Aditya PN XII-IPA/10 Maria Vianney Wulan K XII-IPA/13 Natalia

Lebih terperinci

Deskripsi lokasi penelitian. Myrtaceae. Myrtaceae. Pohon sagu, kerikil 30%, tumbuhan rawa. batu besar 40%. Nephentes

Deskripsi lokasi penelitian. Myrtaceae. Myrtaceae. Pohon sagu, kerikil 30%, tumbuhan rawa. batu besar 40%. Nephentes LAMPIRAN 107 108 109 Lampiran 1 Deskripsi lokasi penelitian Lokasi penelitian Kedalaman Tutupan substrat dasar Zona 1 1. Sungai Lawa 0,30 6,00 m pasir 30%, - kerikil 20%, batu bulat 50%. 2. Desa Matano

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family Anatinae, tribus Anatini dan genus Anas (Srigandono,

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 1. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGANLATIHAN SOAL. Pernyataan yang merupakan ciri dari pertumbuhan ditunjukkan oleh nomor...

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 1. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGANLATIHAN SOAL. Pernyataan yang merupakan ciri dari pertumbuhan ditunjukkan oleh nomor... 1. Perhatikan pernyataan di bawah ini 1). Bersifatreversible 2). Bersifat irreversible 3). Menuju ke arah dewasa 4). Jumlah dan ukuran sel semakinmeningkat 5). Perubahan dari kecil jadi besar SMP kelas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertiga bagian wilayahnya berupa lautan sehingga memiliki sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. pertiga bagian wilayahnya berupa lautan sehingga memiliki sumber daya alam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara maritim terbesar dengan dua pertiga bagian wilayahnya berupa lautan sehingga memiliki sumber daya alam hayati laut yang sangat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Perairan Indonesia. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak diantara samudera

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Perairan Indonesia. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak diantara samudera II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perairan Indonesia Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak diantara samudera Pasifik dan samudera Hindia dan mempunyai tatanan geografi laut yang rumit dilihat dari topografi

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm. 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp Mikroalga adalah tumbuhan tingkat rendah yang memiliki klorofil, yang dapat digunakan untuk melakukan proses fotosintesis. Mikroalga tidak memiliki

Lebih terperinci

REPRODUKSI SEL REPRODUKSI SEL AMITOSIS. Profase I. Pembelahan I. Metafase I. Anafase I MEIOSIS. Telofase I. Interfase. Profase II.

REPRODUKSI SEL REPRODUKSI SEL AMITOSIS. Profase I. Pembelahan I. Metafase I. Anafase I MEIOSIS. Telofase I. Interfase. Profase II. REPRODUKSI SEL AMITOSIS REPRODUKSI SEL Pembelahan I Profase I Metafase I Anafase I Proleptotene Leptotene Zygotene Pachytene Diplotene Diakinesis MEIOSIS Interfase Telofase I Pembelahan II Profase II Metafse

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. susu untuk peternak di Eropa bagian Tenggara dan Asia Barat (Ensminger, 2002). : Artiodactyla

KAJIAN KEPUSTAKAAN. susu untuk peternak di Eropa bagian Tenggara dan Asia Barat (Ensminger, 2002). : Artiodactyla 8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Domba Lokal Domba merupakan hewan ternak yang pertama kali di domestikasi. Bukti arkeologi menyatakan bahwa 7000 tahun sebelum masehi domestik domba dan kambing telah menjadi

Lebih terperinci

ORGANISASI KEHIDUPAN. Sel

ORGANISASI KEHIDUPAN. Sel ORGANISASI KEHIDUPAN Sel Sel adalah unit terkecil dari makhluk hidup. Ukuran sangat kecil untuk melihat harus dibantu dengan mikroskop. Kata sel berasal dari bahasa latin cellulae, yang berarti bilik kecil.

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Diameter Tubulus Seminiferus Hasil pengukuran diameter tubulus seminiferus pada gonad ikan lele jantan setelah dipelihara selama 30 hari disajikan pada Gambar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Suzuki Metode Suzuki adalah suatu metode yang digunakan untuk pemeriksaan telur Soil Transmitted Helmints dalam tanah. Metode ini menggunakan Sulfas Magnesium yang didasarkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan Selat merupakan perairan relatif sempit yang menghubungkan dua buah perairan yang lebih besar dan biasanya terletak di antara dua daratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Biologi merupakan ilmu tentang makhluk hidup beserta lingkungannya. Objek yang dipelajari dalam Biologi adalah makhluk hidup dan makhluk tak hidup. Makhluk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai merupakan suatu perairan yang airnya berasal dari air tanah dan air hujan, yang mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran tersebut dapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah 3 TINJAUAN PUSTAKA Pemadatan Tanah Hillel (1998) menyatakan bahwa tanah yang padat memiliki ruang pori yang rendah sehingga menghambat aerasi, penetrasi akar, dan drainase. Menurut Maryamah (2010) pemadatan

Lebih terperinci