METODE Pendekatan Sistem

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "METODE Pendekatan Sistem"

Transkripsi

1 METODE Pendekatan Sistem Pemberian air irigasi meliputi pekerjaan manajemen untuk memperkirakan jumlah air yang dibutuhkan serta pekerjaan pelaksanaannya. Berdasarkan wilayahnya, manajemen pemberian air di DI Jatiluhur terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama meliputi fasilitas-fasilitas mulai dari sumber air di Bendung Curug sampai saluran sekunder (off-farm) dimana fasilitas tersebut dikelola oleh Perum Jasa Tirta II. Pemberian air dilakukan secara bertahap dan berdasarkan atas golongan yang telah ditentukan sebelumnya. Bagian kedua adalah dimulai dari saluran tersier sampai dengan kuarter (on-farm) yang dikelola oleh kelompok tani (P3A/Mitra Cai). Berdasarkan data di atas, DI Jatiluhur merupakan suatu kumpulan komponen-komponen yang saling berinteraksi satu sama lain yaitu komponen manusia, komponen teknologi dan komponen organisasi atau prosedural. Komponen manusia meliputi pengelola jaringan irigasi dan petani sebagai pengguna. Komponen teknologi adalah infrastruktur jaringan irigasi. Komponen organisasi atau prosedural meliputi kelembagaan yang terkait dalam kepanitiaan irigasi Pendekatan sistem adalah teknik penyelesaian masalah yang dimulai dari identifikasi terhadap adanya sejumlah kebutuhan -kebutuhan untuk dapat menghasilkan operasi dari sistem yang efektif. Dengan menggunakan pendekatan sistem, permasalahan yang membutuhkan kompetensi multidisiplin akan dapat dipecahkan secara terstruktur, matematis, mengandung unsur pemikiran nonkuantitatif, memakai teknik optimisasi dan simulasi serta dapat diterapkan dengan menggunakan komputer. Manetsch dan Park (1976) menyatakan bahwa model merupakan suatu perwakilan atau penyederhanaan dari sistem atau obyek aktual. Pada model terdapat komponen-komponen yang saling berhubungan baik langsung maupun tidak langsung serta mempunyai hubungan sebab akibat. Karena model merupakan suatu perwakilan, maka karakteristiknya adalah model mempunyai tingkat kompleksitas yang lebih rendah bila dibandingkan dengan obyek aktualnya. Oleh sebab itu, pemecahan masalah dengan menggunakan model dapat

2 69 dilakukan secara menyeluruh dan lintas disiplin tanpa mengganggu sistem atau obyek yang sesungguhnya. Dengan menggunakan model, perbaikan pada sistem dapat dilakukan secara cermat dan sistematis. Dalam menggunakan pendekatan sistem, tahapan-tahapan yang perlu diperhatikan adalah seperti yang disajikan pada Gambar 21 berikut. Mulai Analisis Kebutuhan Formulasi Masalah Identifikasi Sistem : 1. Diagram Lingkar Sebab Akibat 2. Diagram Input Output 3. Diagram Alir Permodelan : Program Validasi Model Tidak Layak? Ya Implementasi Evaluasi Periodik Gambar 21. Tahapan kerja dalam pendekatan sistem

3 70 Analisis Kebutuhan Pendekatan sistem mensyaratkan analisis terhadap aspek-aspek yang berhubungan dengan sistem yang dikaji. Penentuan jumlah air irigasi dan waktu pemberian yang optimal akan didapat bila pembagian golongan pemberian air di daerah irigasi dilakukan dengan cermat. Untuk itu perlu dilakukan analisis kebutuhan dari semua pihak yang berkepentingan dalam proses pemberian air irigasi ini. Dalam penentuan jumlah air irigasi ini, pihak yang terlibat dan terkait langsung adalah Perum Jasa Tirta II selaku pengelola jaringan irigasi di DI Jatiluhur, petani yang mengelola proses pembibitan sampai dengan pemanenan tanaman padi dan palawija serta tenaga kerja yang melaksanakan proses pembibitan sampai dengan pemanenan tanaman padi dan palawija. Perum Jasa Tirta II Perum Jasa Tirta II bertanggung jawab dalam pembangunan dan pemeliharaan jaringan irigasi di DI Jatiluhur yang bertujuan untuk menyediakan air untuk persawahan, menyediakan air baku untuk Perusahaan Air Minum DKI Jakarta dan sumber energi listrik untuk Jawa dan Bali, serta mengendalikan banjir. Untuk itu, PJT II harus mengetahui kebutuhan air untuk masing-masing keperluan di atas, dan juga ketersediaan air yang ada di sumbernya agar pemberian air sesuai dengan kebutuhan yang ada. Kebutuhan air untuk padi dan palawija diketahui dari pembagian golongan pemberian air dan jumlah areal penanaman padi / palawija untuk masing-masing golongan. Pemberian air yang tidak sesuai dengan golongannya berakibat pada pemborosan air irigasi. Penggolongan ini juga dimaksudkan untuk menghindari kebutuhan puncak apabila penanaman padi dan palawija dilakukan secara bersamaan. Penggolongan pemberian air dilakukan sebelum musim tanam dengan cara melakukan musyawarah yang melibatkan unsur-unsur petani (P3A), aparat pemerintah, produsen saprodi dan PJT II yang berlangsung mulai dari tingkat desa sampai dengan tingkat propinsi. Dalam musyawarah ini dibahas mengenai kesiapan petani memulai musim tanam, kesiapan produsen dalam menyediakan sarana produksi dan ketersediaan air yang dikelola oleh PJT II. Dengan adanya penggolongan pemberian air ini dapat diketahui lokasi areal persawahan yang

4 71 membutuhkan air irigasi sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan terlebih dahulu sehingga dapat memberikan hasil dengan (1) memanfaatkan ketersediaan air secara maksimal sesuai dengan kebutuhan, dan (2) meminimumkam pemborosan air. Perkumpulan Petani Pemakai Air Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) merupakan pengelompokan petani yang bertujuan mewakili kepentingan individu petani dalam usahanya untuk mendapatkan dan menggunakan air irigasi bagi areal persawahannya. Dalam menyambut musim tanam, musyawarah yang dilakukan harus melibatkan unsur P3A agar pemberian air irigasi mempunyai jadwal yang sesuai dengan waktu penanaman padi / palawija. Pengurus P3A bertanggung jawab agar setiap anggotanya mendapatkan jumlah air sesuai dengan kebutuhan dan tepat waktu. Untuk dapat memperoleh hasil yang optimal, kondisi yang diharapkan oleh P3A adalah : (1) ketersediaan air irigasi yang optimal sesuai dengan kebutuhan air tanaman, (2) ketersediaan sarana produksi pertanian yang memadai dan (3) informasi golongan pemberian air yang tepat waktu. Tenaga Kerja Di DI Jatiluhur, tenaga kerja manusia masih memegang peranan utama dalam proses pembibitan sampai dengan pemanenan. Penggunaan mesin pertanian dapat dikatakan masih jarang karena biaya pemakaian yang cukup tinggi serta kepemilikan lahan pertanian dengan rata-rata luasan 1,02 ha (Sinotech 1978), sehingga pemakaian mesin pertanian dianggap tidak ekonomis. Traktor dan mesin pertanian lainnya baru digunakan apabila kelompok P3A di daerah tersebut cukup aktif, yang pada kenyataannya aktifitas kebanyakan organisasi P3A di DI Jatiluhur tidaklah begitu menonjol. Dikarenakan hal-hal tersebut di atas, penggunaan tenaga kerja manusia di DI Jatiluhur masih cukup intensif. Hal-hal yang diharapkan oleh tenaga kerja adalah : (1) kesinambungan pekerjaan, (2) intensitas pekerjaan yang memadai, dan (3) tingkat upah yang layak.

5 72 Formulasi Masalah Beranjak dari hasil analisis kebutuhan terhadap berbagai pihak yang terlibat didalam proses pemberian air irigasi, dapat diketahui masalah yang dihadapi oleh masing masing pihak tersebut. Dalam disertasi ini, akan dicari penggolongan pemberian air yang optimal sehingga dapat menghasilkan keuntungan maksimum untuk wilayah pertanian dimaksud Masalah tersebut dapat diformulasikan sebagai berikut : (1) Luas areal pertanian mengalami perubahan tanpa dapat dikendalikan dan lokasi petak pertanian dari saluran air tidak diperhitungkan dalam distribusi air (2) Pemborosan pemberian air dikarenakan petani terlambat memulai musim tanam, waktu penyaluran yang tidak sesuai dengan jadwal yang diminta oleh petani, dan debit air yang tidak sesuai dengan kebutuhan irigasi. (3) Pembagian air yang tidak merata antara sawah yang letaknya dekat saluran air dengan sawah yang letaknya jauh dari saluran air serta permintaan petani untuk menggenangi sawah secara terus menerus (4) Jumlah kebutuhan air hanya didasarkan pada tahapan pertumbuhan tanaman, dan penentuan total kebutuhan air pada saat pelaksanaan irigasi membutuhkan waktu lama yang berakibat tertundanya pemberian debit tambahan bila petani menunda musim tanam. (5) Saat musim kemarau panjang, pemberian air irigasi bagian hulu dan hilir tidak sesuai dengan luas tanam, terjadi kehilangan air yang disebabkan oleh rembesan (seepage) dan evaporasi, (6) Upaya untuk dapat menentukan golongan pemberian air yang optimum, yang harus diselaraskan dengan kesiapan petani untuk memulai musim tanam dan ketersediaan air irigasi yang memadai (7) Keterbatasan jumlah air irigasi yang tersedia dimana pemakaian air tidak hanya di bidang pertanian akan tetapi juga ada penggunaan di bidang lain seperti air minum dan pengendalian banjir (8) Keterbatasan jumlah tenaga kerja, dimana pada saat ini jumlah tenaga kerja semakin berkurang dikarenakan ketidaktertarikan generasi muda untuk terjun di bidang pertanian

6 73 (9) Keterbatasan penggunaan mesin-mesin pertanian yang dikarenakan biaya pemakaian yang cukup tinggi serta kepemilikan lahan pertanian yang tidak terlampau luas yaitu rata-rata di bawah 1 hektar (10) Ketersediaan sarana produksi pertanian yang terbatas, dikarenakan faktor distribusi saprodi yang kurang berjalan dengan baik. Identifikasi Sistem Optimisasi pemberian air irigasi merupakan suatu sistem yang mempunyai komponen masukan (input) dan berinteraksi dengan lingkungannya. Hasil pemrosesan sistem tersebut adalah merupakan keluaran (output), baik yang diharapkan maupun tidak diharapkan. Interaksi antara komponen yang saling mempengaruhi dapat digambarkan dalam sebuah diagram lingkar sebab akibat. Dilain pihak hubungan antara masukan dan keluaran (input-output) disajikan dalam sebuah diagram masukan dan keluaran Diagram Sebab Akibat Hubungan sebab -akibat antara komponen sistem yang mempunyai pengaruh terhadap optimisasi pemberian air irigasi disajikan pada Gambar 22. Diagram sebab akibat optimisasi pemberian air irigasi menyatakan keterkaitan antara optimisasi pemberian air irigasi dengan ketersediaan air panjang jaringan irigasi, dimensi jaringan irigasi, besar debit air, luas areal persawahan, jarak lahan persawahan dengan jaringan irigasi, keterlambatan panenan, ketersediaan saprodi, biaya irigasi, biaya penggunaan mesin pertanian, biaya pengadaan saprodi, produktivitas aktual padi, produktivitas maksimum, kapasitas kerja mesin, jumlah tenaga kerja dan lama waktu bekerja.

7 74 Luas Lahan Luas Target Ketersedia -an Air _ Curah Hujan Biaya Total Harga Jual Komodi Keuntungan Wilayah Kebutuhan Air Panen Berkualitas & Tepat Waktu _ Kesempatan Mendapat Air Pemanfa -atan Air - _ Pemanfaatan Saprodi, Buruh, Alsin Penambahan Golongan Waktu & Jumlah Pemberian Air _ Ketersediaan Saprodi, Buruh, Alsin Kesiapan Petani Ketepatan Realisasi Musim Tanam Gambar 22. Diagram sebab akibat optimisasi pemberian air irigasi

8 77 Diagram Masukan Keluaran Optimisasi pemberian air dilakukan dengan mengatur masukan terkontrol agar keluaran yang tak diinginkan menjadi minimal. Pengaturan tersebut meliputi pengelolaan jenis komoditi yang ditanam dan waktu mulainya penanaman. Jenis komoditi yang ditanam dibagi menjadi dua jenis yaitu padi dan palawija, sedangkan waktu mulainya penanaman dibagi menjadi 4 golongan. Pemberian air irigasi selalu diusahakan agar dapat merata sesuai dengan luas lahan yang ditanami. Pemanfaatan air secara maksimum dapat ditentukan berdasarkan ketersediaan air, dimensi jaringan, kecepatan air, jenis komoditi dan luas penanaman. Ketersediaan air dapat berubah karena hal tersebut tergantung pada iklim, sehingga akan mempengaruhi jumlah luas lahan yang dapat diairi. Diagram masukan-keluaran proses optimisasi disajikan pada Gambar 23. MASUKAN TAK TERKONTROL 1. Ketersediaan Air 2. Ketersediaan Saprodi 3. Ketersediaan Buruh 4. Kecepatan Air 5. Produktivitas 6. Luas Panen 7. Waktu tersedia MASUKAN TERKONTROL 1. Jenis Komoditas 2. Musim Tanam 3. Kap. Mesin 4. Waktu Kerja Harian 5. Informasi tepat waktu 6. Dimensi Jaringan MASUKAN LINGKUNGAN 1.Iklim 2.Peraturan Pemerintah 3.Harga-harga input SISTEM PEMBERIAN AIR IRIGASI KONTROL / MANAJEMEN KELUARAN YANG DIINGINKAN 1. Pemanfaatan Air Maks. 2. Pemborosan Air Min. 3. Produksi Panen Tinggi. 4. Keuntungan Wilayah Maks. KELUARAN YANG TAK DIINGINKAN 1. Golongan Pemberian Air Tidak Optimal 2. Waktu Pemberian Air Tidak Tepat 3. Jumlah Pemberian Air Tidak Sesuai 4. Rusaknya Jaringan Irigasi Gambar 23. Diagram masukan keluaran optimisasi pemberian air irigasi

9 78 Oleh karena itu, setiap tahun sebelum musim tanam dimulai, ketersediaan air harus selalu dievaluasi oleh PJT II, sehingga dalam musyawarah dengan pihak petani akan dapat ditentukan berapa luas lahan yang dapat ditanami, jenis komoditi apa yang dapat ditanam dan kapan komoditi tersebut bisa ditanam. Dalam program optimisasi pemberian air irigasi, penggolongan waktu pemberian air akan dicari dengan menggunakan Algoritma Genetik dan dari hasilnya diharapkan keuntungan wilayah akan menjadi maksimum. Pengambilan Data Tempat Dalam rangka penyusunan model optimisasi penjadwalan pada penyaluran air irigasi, pengambilan data primer dilakukan di Perum Jasa Tirta II, Purwakarta. Sedangkan data sekunder selain didapat dari tempat yang sama, juga diperoleh dari instansi lain yang berhubungan dengan pertanian dan irigasi, antara lain Dinas Pertanian dan Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) di wilayah Pengamat Irigasi Cikarang. Lokasi wilayah pengamat Cikarang Perum Jasa Tirta II disajikan pada Gambar 24. Waktu Pelaksanaan pengambilan data di lapang disesuaikan dengan jadwal musim tanam di daerah Pengamat Irigasi Cikarang, yaitu dari bulan Agustus 2002 sampai dengan Oktober 2002, Agustus 2003 sampai dengan September 2003 serta pada bulan September Data Data yang diambil berupa data spasial, lingkungan, biaya dan tenaga kerja. Data spasial berupa posisi pintu air dan petak tersier pada jaringan irigasi serta jarak antar pintu air. Data primer mengenai pengoperasian jaringan irigasi, golongan pemberian air, dan hasil panen yang diperoleh (luas persawahan dan banyaknya hasil panen) didapat dari hasil wawancara (in-depth interview ) terhadap anggota panitia irigasi. Data sekunder yang diambil adalah harga jual

10 79 komoditas, komponen biaya dari mesin, sarana produksi pertanian dan tenaga kerja, serta curah hujan selama 10 tahun. Jawa Barat Gambar 24. Wilayah Pengamat Irigasi Cikarang Perum Jasa Tirta II

11 80 Model Optimisasi Pemberian Air Irigasi Model optimisasi pemberian air irigasi mempunyai empat macam masukan, yaitu (1) data spasial, (2) faktor lingkungan, (3) faktor biaya, dan (4) faktor tenaga kerja. Keempat jenis masukan tersebut memberikan data untuk rangkaian proses optimisasi berdasarkan karakteristik dan situasi yang terjadi pada setiap unit petak tersier di wilayah pengamat Cikarang. Seluruh rangkaian proses optimisasi menggunakan metode Algoritma Genetik untuk menghasilkan keluaran rencana irigasi golongan yang ditampilkan melalui Sistem Informasi Geografis. Gambar 25 menyajikan struktur model optimisasi pemberian air irigasi dan Gambar 26 menyajikan tahapan proses optimisasi menggunakan Algoritma Genetik. MANA- PROSES PENENTUAN GOLONGAN JEMEN PJT II - Jaringan irigasi - Lingkungan - Biaya - Tenaga kerja PROSES INISIA- LISASI LUASAN PROSES HITUNG KEUNTUNGAN PANITIA IRIGASI PROSES OPTIMISASI GOLONGAN Informasi Rencana Golongan SISTEM INFOR- MASI GEO- GRAFIS Gambar 25. Struktur model optimisasi pemberian air irigasi

12 81 Inisialisasi Inisialisasi AG dan Populasi Evaluasi Antarmuka Model Periksa keuntungan tiap kromosom Penentuan Golongan Pengecekan Kendala Alokasi Petak Tersier Kontrol eksekusi Cek konvergensi Ya Solusi Optimum Tidak Seleksi Pemilihan kromosom parent Reproduksi (Crossover) Pemilihan operator Penggunaan operator Mutasi Pemilihan operator Penggunaan operator Pergantian Memasukkan kromosom baru Membuang kromosom lama yang tidak menguntungkan Gambar 26. Tahapan Algoritma Genetik untuk optimisasi golongan Data jaringan irigasi yang dibutuhkan oleh proses optimisasi pemberian air irigasi adalah letak masing-masing petak ters ier, posisi jaringan irigasi baik primer, sekunder dan tersier, letak pintu air (intake) dan jarak antar pintu air. Letak petak tersier berpengaruh terhadap penentuan golongan pemberian air, yaitu semakin dekat letak petak tersier ke saluran primer, maka petak tersebut akan

13 82 mendapat air terlebih dahulu daripada petak tersier yang letaknya jauh dari saluran primer. Beberapa tahun lalu, Perum Jasa Tirta II memberlakukan peraturan yang mendahulukan pemberian air irigasi untuk petak tersier yang letaknya terjauh dari saluran primer dan diikuti oleh petak tersier yang lebih dekat. Akan tetapi karena banyaknya aksi pencurian air irigasi di sepanjang saluran sekunder yang merugikan PJT II, maka perusahaan kemudian merubah peraturan tersebut sampai sekarang. Berdasarkan waktu pemberian air irigasi inilah petani dapat memulai proses budidaya tanaman baik padi ataupun palawija. Proses budidaya dilakukan pada petak tersier yang mendapat air irigasi dari saluran tersier dan saluran tersier mendapat air irigasi dari saluran sekunder. Letak pintu air berpengaruh terhadap lama waktu suatu petak tersier mendapat air irigasi, karena pintu air ini juga termasuk dalam penentuan golongan, sehingga pintu air akan dibuka apabila petak tersier dalam golongan tersebut sudah harus diberi air. Selain itu jarak antar pintu air juga mempunyai pengaruh terhadap proses penentuan golongan karena untuk setiap saluran sekunder akan ditetapkan jarak masing-masing golongan ke saluran primer. Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap proses optimisasi pemberian air irigasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu cuaca dan sifat fisik tanah. Untuk cuaca, lebih spesifik adalah curah hujan, merupakan faktor yang mempunyai pengaruh terhadap kuantitas air irigasi yang dibutuhkan oleh tanaman. Dalam sistem irigasi, air irigasi dari PJT II sebenarnya merupakan pelengkap bila dibandingkan air irigasi yang tersedia dari sumber-sumber sekitar misalnya sungai atau curah hujan. Dengan demikian, PJT II hanya akan mengalirkan air dari bendung Curug bilamana terdapat kekurangan air di lapangan. Faktor lingkungan yang kedua adalah sifat fisik tanah dan ini berpengaruh terhadap kemampuan tanah dalam menyimpan air untuk mencukupi kebutuhan air tanaman. Berhubung di daerah irigasi Jatiluhur mayoritas tanamannya adalah padi, maka nilai perkolasi tanah merupakan parameter utama dalam mengatur pemberian air irigasi di daerah tersebut. Faktor lingkungan berkontribusi terhadap perhitungan kebutuhan air tanaman dan berperan sebagai salah satu komponen dalam model penentuan golongan pemberian air irigasi.

14 83 Faktor biaya merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam proses optimisasi pemberian air irigasi karena faktor ini dapat menjadi penentu dalam keputusan petani untuk melakukan proses budidaya padi dan palawija. Faktor biaya terdiri dari tiga komponen yaitu (1)biaya irigasi, (2)biaya alat mesin pertanian (alsintan), dan (3)biaya pengadaan sarana produksi (saprodi) pertanian. Komponen biaya irigasi merupakan iuran (kewajiban) yang dibayar oleh petani kepada Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) di setiap desa dimana petani menjadi anggotanya. Besaran iuran tersebut ditetapkan berdasarkan luas lahan garapan pada setiap musim tanam dan kebutuhan air tanaman per hektarnya. Komponen biaya alsintan adalah harga yang harus dibayar oleh petani untuk mendapatkan jasa penggunaan alsintan tersebut misalnya traktor. Perhitungan biaya alsintan meliputi kapasitas kerja alsintan dan besarnya biaya yang harus dikeluarkan per hari. Komponen ketiga adalah biaya pengadaan saprodi pertanian yang meliputi benih, pupuk dan obat-obatan. Perhitungan biaya pengadaan saprodi berdasarkan jumlah saprodi yang diperlukan dalam proses budidaya dengan luas lahan garapan yang telah ditentukan. Ketiga komponen biaya ini berperan pada model perhitungan keuntungan untuk menghitung keuntungan bersih yang didapat oleh daerah budidaya tertentu. Biaya tenaga kerja merupakan masukan terakhir dari proses optimisasi pemberian air irigasi. Ketersediaan tenaga kerja dibutuhkan mulai dari tahap awal proses budidaya (tanam benih) sampai dengan pemanenan. Besaran biaya tenaga kerja dihitung berdasarkan luas lahan garapan, tahapan proses budidaya yang sedang berlangsung dan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tahapan tersebut. Biaya tenaga kerja berperan dalam model perhitungan keuntungan untuk menghitung keuntungan bersih yang didapat oleh daerah budidaya tertentu. Ketersediaan tenaga kerja merupakan faktor yang sampai saat ini belum tergantikan oleh alsintan dikarenakan luas kepemilikan lahan pertanian oleh petani di daerah irigasi Jatiluhur tidak cukup ekonomis bila diproses dengan menggunakan alsintan. Proses optimisasi pemberian air irigasi disusun berdasarkan keadaan dan data lapang di tempat pengambilan data (daerah irigasi Jatiluhur). Perbedaan sistem irigasi di daerah ini dengan sistem irigasi di daerah lain antara lain pada

15 84 cara penentuan golongan pemberian air. Di daerah irigasi Jatiluhur, petak tersier yang mendapat air terlebih dahulu adalah petak yang terdekat dengan saluran primer baru kemud ian diikuti oleh petak-petak yang lebih jauh. Selain itu, petani di DI Jatiluhur mempunyai kesempatan untuk melakukan tiga kali musim tanam dalam jangka waktu setahun yaitu Oktober sampai dengan September tahun berikutnya. Perbedaan lainnya terletak pada struktur kepanitiaan irigasi dan prosedur kerjanya, misalnya keterlibatan pejabat pemerintah daerah pada struktur kepanitiaan irigasi, proses pengumpulan data dan informasi mengenai kesiapan petani dalam menghadapi musim tanam, sistem pemeliharaan dan perbaikan jaringan irigasi dan sebagainya. Proses Inisialisasi Luasan Proses inisialisasi luasan merupakan bagian awal dari optimisasi menggunakan Algoritma Genetik. Proses inisialisasi luasan bertujuan untuk mencari nilai awal dari luas setiap golongan. Proses ini menggunakan struktur kromosom berdasarkan prioritas dan luasan lahan untuk memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh panitia irigasi. Luasan lahan dinyatakan sebagai prosentase dari luas lahan secara keseluruhan sehingga kromosom (genotype) yang digunakan dalam Algoritma Genetik disebut dengan Prosentase dan Prioritas (P&P). Dalam hal ini, luas setiap golongan ditentukan secara acak dengan menggunakan metode probabilitas relatif dan kumulatif dari data luas tiap golongan selama 10 tahun terakhir. Tujuan dari penggunaan data luas lahan terdahulu adalah agar nilai awal luas golongan yang dibangkitkan oleh proses inisialisasi merupakan nilai dengan pendekatan terbaik terhadap peluang tertinggi dari nilai luas lahan terdahulu. Kemudian nilai luasan tersebut dikonversikan ke prosentase dari luasan total sebagai nilai tiap gen dalam kromosom yang akan dipergunakan pada proses optimisasi. Dengan menggunakan pembangkit acak, nilai yang didapat pada setiap kali proses ini dimulai akan selalu berbeda walaupun variabel yang digunakan adalah sama. Untuk mendapatkan nilai awal luas golongan yang mewakili peluang dari nilai awal luas golongan terdahulu, pada setiap optimis asi dilakukan sepuluh kali proses inisialisasi. Nilai luas golongan yang diambil adalah nilai dengan peluang tertinggi.

16 85 Inisialisasi populasi P&P menghasilkan sejumlah gen per kromosom yang disesuaikan dengan jumlah golongan pemberian air. Dalam hal ini masing-masing kromosom berisi 4 gen yang merepresentasikan jumlah golongan pemberian air yaitu sebanyak 4 golongan, sedangkan angka prosentase yang terdapat pada masing-masing gen merepresentasikan prosentase target untuk setiap golongan. Pada penelitian ini jumlah gen dalam satu kromosom adalah tetap, karena pihak panitia irigasi di DI Jatiluhur telah menetapkan jumlah golongan pemberian air yaitu sebanyak 4 golongan, akan tetapi dengan status setiap unit irigasi dapat mengalami perubahan pada setiap musim tanam. Sebagai contoh adalah Golongan I sebesar 40%, Golongan II sebesar 30%, Golongan III sebesar 20% dan sisanya adalah Golongan IV. Besar prosentase tiap golongan mengikuti tingkat peluang berdasarkan data yang diambil dalam kurun waktu 8 tahun terakhir. Sedangkan rincian unit irigasi-unit irigasi yang termasuk sebagai anggota pada tiap-tiap golongan tidak dinyatakan secara eksplisit pada struktur kromosom, melainkan akan ditampilkan berdasarkan keluaran dari model penentuan golongan dan divisualisasikan melalui sistem informasi geografis. Untuk proses optimisasi, setiap gen dalam kromosom (genotype) menyatakan skala prioritas terhadap prosentase target lahan yang harus dipenuhi. Skala prioritas tersebut dapat diterapkan berdasarkan suatu peraturan atau kebijakan yang telah ditetapkan dalam permasalahan yang sedang dibahas. Komposisi struktur kromosom prioritas dan prosentase adalah sebagai berikut: setiap gen dalam kromosom mempunyai tiga komponen dengan arti yang berbeda-beda yaitu pembagian golongan, prioritas dan prosentase target seperti disajikan pada Gambar 27. Kromosom P&P Interpretasi Prioritas Pembagian Target % 1 Golongan I 40 2 Golongan II 30 3 Golongan III 20 4 Golongan IV 10 Algoritma Greedy Gambar 27. Contoh representasi kromosom P&P

17 86 Pembagian golongan dikodekan dalam struktur gen. Prosentase target dikodekan dalam struktur gen pada kisaran tertentu. Sedangkan prioritas setiap gen ditentukan oleh posisi pada kromosom tersebut. Dengan demikian interpretasi gen tergantung pada posisinya. Dalam hal ini, urutan dari gen-gen tersebut telah ditetapkan sesuai dengan urutan golongan secara menaik (ascending) dengan cara pembacaan dari kiri ke kanan atau dari atas ke bawah. Jumlah kromosom yang dibangkitkan pada tahap inisialisasi ini sebanyak 20 kromosom yang merupakan populasi awal. Jumlah 20 kromosom ini berarti terdapat 20 kemungkinan penyelesaian dari Algoritma Genetik dimana setiap penyelesaian mengandung informasi target luasan untuk setiap golongan yang direpresentasikan oleh nilai prosentase dari setiap gen. Implementasi struktur kromosom ke bahasa pemrograman direpresentasikan dalam bentuk array. Proses Penentuan Golongan Proses penentuan golongan bertujuan mencari golongan irigasi atau mengalokasikan setiap petak tersier ke golongan tertentu berdasarkan kebutuhan faktor produksi untuk memulai musim tanam. Kebutuhan faktor produksi merupakan variabel keputusan dalam proses penentuan golongan. Di lain pihak, ketersediaan sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan faktor produksi merupakan kendala pada proses penentuan golongan. Untuk setiap petak tersier, variabel keputusan yang diuji meliputi : - jarak ke sumber air irigasi, - waktu panen dari musim tanam sebelumnya - kebutuhan sarana produksi pertanian - kebutuhan tenaga kerja - kebutuhan alat mesin pertanian - kebutuhan air irigasi Kendala yang membatasi penggunaan sumberdaya dari setiap petak tersier untuk memenuhi kebutuhan faktor produksinya meliputi : - jarak minimum dan maksimum suatu golongan terhadap sumber air - pola tanam saat ini dan pola tanam anjuran - waktu panen terakhir

18 87 - ketersediaan sarana produksi pertanian - ketersediaan tenaga kerja - ketersediaan alat mesin pertanian - ketersediaan air irigasi Proses penentuan golongan bekerja terhadap populasi kromosom yang dihasilkan oleh proses inisialisasi atau populasi kromosom generasi berikutnya yang dihasilkan oleh tahap reproduksi. Perhitungan jarak dari unit irigasi ke sumber air dilakukan dengan menganalisis peta jaringan irigasi, mengidentifikasi letak sumber air dan unit irigasi yang mendapat air dari sumber yang bersangkutan untuk kemudian menghitung jaraknya. Pada peta jaringan irigasi informasi jarak yang dihitung meliputi : - jarak antar unit irigasi secara langsung, dimana penentuan jaraknya langsung didapatkan dari peta jaringan - jarak antar unit irigasi tidak langsung yang dipisahkan oleh adanya jembatan, talang, gorong-gorong, syphon, terjunan, pelimpah dan tangga cuci, dimana penentuan jaraknya dilakukan dengan menjumlahkan jarak dari unit irigasi ke bangunan teknis dan dari bangunan teknis ke unit irigasi selanjutnya. Perhitungan waktu panen dilakukan dengan mengamati kegiatan budidaya tanaman baik padi maupun palawija di setiap petak tersier untuk kemudian diperkirakan waktu panennya berdasarkan umur tanaman tersebut. Informasi waktu panen menjadi dasar penentuan dimulainya musim tanam untuk golongan pemberian air yang sedang diuji. Perhitungan ketersediaan faktor-faktor produksi pertanian seperti benih, pupuk dan obat-obatan, tenaga kerja serta alat mesin pertanian dilakukan dengan mendata faktor-faktor produksi tersebut pada dinas pertanian dari tiap-tiap kecamatan. Data tersebut akan dibandingkan dengan standar kebutuhan produksi terhadap luas lahan target yang akan ditanami. Perhitungan kebutuhan air tanaman untuk setiap golongan menggunakan metode Penmann-Monteith (FAO 1999). Data-data yang digunakan berasal dari stasiun pengamat cuaca Cikarang. Tahap pertama adalah menghitung

19 88 evapotranspirasi acuan (ETo) dan tahap berikutnya adalah menghitung evapotranspirasi tanaman (ETc). Setelah komposisi kromosom P&P ditetapkan, langkah berikutnya adalah penentuan golongan dengan menggunakan algoritma greedy (Matthews 2001). Gambaran dari proses penentuan golongan disajikan pada Gambar 28. UNTUK SETIAP GEN DALAM KROMOSOM P&P INTERPRETASI GEN- PRIORITAS DAN PROSENTASE SERTA BERIKAN PENILAIAN BERDASARKAN SUMBERDAYA TERSEDIA (JARAK, AIR, MESIN, TENAGA KERJA DAN SARANA PRODUKSI) URUTKAN PETAK TERSIER BERDASARKAN NILAI SUMBER DAYA TERSEDIA DAN TEMPATKAN PADA DAFTAR PETAK TERSIER ULANG SAMPAI ALOKASI LAHAN > PROSENTASE TARGET Tidak KRITERIA PETAK TERSIER SESUAI GOLONGAN YG DIUJI? Ya ALOKASIKAN PETAK TERSIER PERTAMA DARI DAFTAR KE DALAM GOLONGAN YG DIUJI TAMBAHKAN LUAS LAHAN GOLONGAN I DGN LUAS LAHAN PETAK TERSIER PERTAMA HAPUS PETAK TERSIER PERTAMA DARI DAFTAR PETAK TERSIER TERAKHIR? Tidak Ya HASIL ALOKASI LAHAN Gambar 28. Prosedur algoritma greedy untuk penentuan golongan

20 89 Penggunaan algoritma greedy dalam proses penentuan atau alokasi lahan dijelaskan sebagai berikut : a. Berdasarkan genotype pembagian golongan (contoh di atas), dimulai dengan gen yang pertama (Gol I) dari kromosom yang pertama, untuk setiap unit irigasi (pintu air tersier) dilakukan penghitungan jarak dari unit tersebut ke pintu air saluran primer yang menjadi sumber air. Untuk wilayah pengamat Cikarang, salah satu sumbernya adalah pintu air bendung Tarum Barat nomor 30a (BTb30a). BTB30a menjadi sumber untuk saluran sekunder (SS) Rawa Sentul, SS. Sukatani, SS. Gelonggong, SS. LemahAbang, SS. Kalenderwak, SS. Kahuripan dan SS. Kb Lompong. Sumber air lainnya adalah Bendung Kd.Gede nomor 4 (BKg4). Dari sumber tersebut, air irigasi dialirkan ke SS Rengas Bendung, SS. Pulo Besar, dan SS.Rawa Kuda. Pintu air tersier terjauh yang dilayani oleh BTb30a berjarak 16 km, sedangkan pintu air tersier terjauh yang dilayani oleh BKg4 berjarak 22 km. Data rencana pokok penyediaan air irigasi di pengamat Cikarang dari MT 1996 sampai MT 2004 menyatakan, pintu air tersier yang jaraknya berdekatan dengan sumber akan menjadi Golongan I. Setelah Golongan I, pintu air berikutnya masuk menjadi Golongan II, dan seterusnya pada jarak yang lebih jauh lagi pintu air berikutnya akan menjadi Golongan III. Pintu-pintu air yang letaknya lebih jauh dari Golongan III akan menjadi Golongan IV sekaligus sebagai golongan pemberian air dengan jarak yang terjauh. Berdasarkan ukuran jarak tersebut dis usun klasifikasi jarak dengan interval tertentu sebanyak 4 kelas yang disesuaikan dengan jumlah golongan. Untuk menguji apakah suatu pintu air tersier mempunyai kriteria jarak yang sesuai dengan gen pertama (Gol I), setiap kelas diberi nilai tertentu. Nilai tertinggi yaitu 10,0 diberikan kepada kelas 1 yang mempunyai rentang jarak terdekat ke sumber BTb30a (jarak 2,5 km). Nilai yang sama juga diberikan pada kelas 1 dengan rentang jarak terdekat ke sumber BKg04 (jarak 5,0). Di lain pihak, untuk kelas 4 dengan rentang jarak yang terjauh ke sumber BTb30a (jarak>15), diberi nilai 2,5. Nilai yang sama juga diberikan pada kelas 4 yang mempunyai rentang jarak terjauh ke sumber BKg4 (jarak > 18,5). Sedangkan dua kelas sisanya yaitu kelas 2 dan kelas 3 diberi nilai 7,5 dan 5,0 yang

21 90 disesuaikan dengan jarak setiap kelas ke sumbernya masing-masing. Data mengenai jarak dan nilai yang diberikan ke setiap kelas selengkapnya disajikan pada Tabel 14 sebagai berikut: Tabel 14. Kelas jarak pintu air tersier ke sumber beserta nilainya Sumber Air Kelas Jarak (km) Nilai BTb30a 1 X 2,5 10,0 2 2,5 < X 5,0 7,5 3 5,0 < X 15,0 5,0 4 X >15,0 2,5 BKg4 1 X 5,0 10,0 2 5,0 < X 8,3 7,5 3 8,3 < X 18,5 5,0 4 X > 18,5 2,5 b. Mendapatkan data mengenai keterlambatan panen dari Musim Tanam sebelumnya (musim tanam gadu) untuk setiap unit irigasi atau petak tersier. Data ini berasal dari Dinas Pertanian, Juru Air atau P3A. Dari data tersebut, kemudian disusun 4 kelas berdasark an waktu panen yang terjadi. Perum Jasa Tirta menetapkan bahwa musim tanam untuk Golongan I dimulai pada tanggal 1 Oktober dan masa pemeliharaan jaringan dilakukan sebulan sebelumnya yaitu bulan September. Oleh karena itu, masa panen untuk Golongan I paling lambat adalah sebelum bulan September. Karena tahapan ini adalah untuk menguji petak tersier mana saja yang dapat dimasukkan ke dalam Golongan I, maka bagi petak tersier yang telah memasuki masa panen sebelum bulan September akan diberi nilai yang tertin ggi yaitu 10,0. Selain dari pada itu, nilai yang lebih rendah akan diberikan pada petak tersier dengan masa panen pada bulan September atau sesudahnya. Contohnya, petak tersier dengan masa panen pada bulan September akan mengalami keterlambatan untuk memulai musim tanam pada 1 Oktober (Golongan I), karena harus menunggu masa pemeliharaan jaringan irigasi dan pengolahan tanah di petak tersier tersebut. Oleh karena itu, nilai yang diberikan pada petak tersier tersebut adalah 7,5. Begitu juga petak tersier yang baru panen pada bulan berikutnya, nilai yang diberikan juga semakin rendah. Pemberian nilai untuk waktu panen yang

22 91 sesuai dengan pengujian untuk Golongan I disajikan selengkapnya pada Tabel 15. Tabel 15. Penilaian waktu panen untuk petak tersier Waktu Panen Nilai Sebelum bulan September 10,0 Bulan September 7,5 Bulan Oktober 5,0 Nopember dan sesudahnya 2,5 c. Mendapatkan data mengenai kebutuhan dan ketersediaan sarana produksi pertanian (benih, pupuk dan obat) pada setiap petak tersier agar dapat memulai musim tanam Golongan I yaitu pada 1 Oktober. Data ini dapat berasal dari Dinas Pertanian atau P3A. Pemberian nilai kepada petak tersier didasarkan pada rata-rata prosentase jumlah ketersediaan saprodi yang dibutuhkan petak tersier tersebut. Menurut Prasetyo (2002), kebutuhan benih untuk 1 hektar sawah adalah antara 30 kg 40 kg, sedangkan kebutuhan pupuk untuk 1 hektar sawah adalah : Urea : 100 kg 250 kg; ZA : 0 kg 200 kg SP 36 : 50 kg 200 kg; KCL : 0 kg 100 kg Kebutuhan obat (herbisid a) adalah 4 liter per hektar. Berdasarkan spesifikasi tersebut, untuk pengujian Golongan I, angka tertinggi yaitu 10,0 diberikan kepada petak tersier yang mempunyai ketersediaan saprodi di atas 90% dari kebutuhan total di petak tersier tersebut. Bagi petak tersier yang mempunyai ketersediaan saprodi sebanyak 90% atau kurang dari yang dibutuhkan akan sulit untuk memulai musim tanam Golongan I secara tepat waktu. Oleh karena itu nilai yang diberikan juga akan lebih rendah. Contohnya, untuk petak tersier dengan ketersediaan saprodi di atas 70% sampai dengan 90% dari kebutuhannya diberi nilai 7,5. Begitu juga bagi petak-petak tersier lain yang ketersediaan saprodinya sebesar 70% atau kurang diberikan nilai yang lebih kecil dari 7,5. Pemberian nilai secara lengkap untuk prosentase tingkat ketersediaan saprodi dari suatu petak tersier agar dapat memulai musim tanam Golongan I disajikan pada Tabel 16.

23 92 Tabel 16. Penilaian tingkat ketersediaan saprodi untuk petak tersier Tingkat ketersediaan (%) Nilai 90 < X ,0 70 < X 90 7,5 40 < X 70 5,0 0 < X 40 2,5 d. Mendapatkan data mengenai kebutuhan dan ketersediaan tenaga kerja (buruh) untuk setiap petak tersier agar dapat memulai musim tanam Golongan I yaitu pada 1 Oktober. Data kebutuhan tenaga kerja diambil berdasarkan pendekatan dari SDBUT (1990). Bagi petak tersier dengan tingkat ketersediaan tenaga kerja lebih dari 90% dari yang dibutuhkan akan mendapat nilai tertinggi yaitu 10,0. Bagi petak tersier lain dengan tingkat ketersediaan tenaga kerja sebesar 90% atau kurang akan kesulitan untuk memulai musim tanam Golongan I, sehingga nilai yang diberikan akan lebih rendah. Contohnya, petak tersier dengan tingkat ketersediaan tenaga kerja lebih dari 70% sampai dengan 90% diberi nilai 7,5. Begitu pula dengan petak-petak tersier yang mempunyai tingkat ketersediaan tenaga kerjanya kurang dari 70% diberi nilai yang lebih kecil dari 7,5. Pemberian nilai secara lengkap mengenai prosentase tingkat ketersediaan tenaga kerja pada suatu petak tersier agar dapat memulai musim tanam pada Golongan I disajikan pada Tabel 17. Tabel 17. Penilaian tingkat ketersediaan tenaga kerja di daerah irigasi Tingkat ketersediaan (%) Nilai 90 < X ,0 70 < X 90 7,5 40 < X 70 5,0 0 < X e. Mendapatkan data mengenai kebutuhan dan ketersediaan alat mesin pertanian yaitu traktor untuk keperluan pengolahan tanah di setiap petak tersier agar dapat memulai musim tanam Golongan I pada 1 Oktober. Cara

24 93 menghitungnya berdasarkan atas luas lahan dari petak tersier yang akan ditanami, jumlah dan kapasitas kerja traktor serta jumlah hari yang tersedia untuk melakukan pengolahan tanah. Hasil penelitian Siregar dan Nasution dalam Kasryno (1983) menunjukkan penggunaan traktor memerlukan waktu 22 jam kerja ha -1. Data dari panitia irigasi menyatakan waktu kerja traktor tangan adalah antara 10 sampai 12 jam per hari. Bila diasumsikan durasi kerja traktor adalah 11 jam per hari dan banyaknya waktu untuk memberikan layanan jasa penggunaan traktor diketahui, maka dapat dihitung tingkat ketersediaan traktor untuk petak tersier tersebut. Bagi petak tersier dengan tingkat ketersediaan layanan jasa traktor lebih dari 90% dari yang dibutuhkan mendapat nilai tertinggi yaitu 10,0. Bagi petak tersier lain dengan tingkat ketersediaan layanan jasa traktor sebesar 90% atau kurang akan mengalami kesulitan untuk memulai musim tanam Golongan I, sehingga nilai yang diberikan lebih rendah. Contohnya, petak tersier dengan tingkat ketersediaan layanan jasa traktor lebih dari 70% sampai dengan 90% diberi nilai 7,5. Begitu pula dengan petak-petak tersier yang mempunyai tingkat ketersediaan layanan jasa traktor kurang dari 70% diberi nilai yang lebih kecil dari 7,5. Pemberian nilai secara lengkap mengenai prosentase tingkat ketersediaan layanan jasa traktor pada suatu petak tersier agar dapat memulai musim tanam pada Golongan I disajikan pada Tabel 18. Tabel 18. Penilaian ketersediaan layanan jasa traktor di daerah irigasi Tingkat ketersediaan (%) Nilai 90 < X ,0 70 < X 90 7,5 40 < X 70 5,0 0 < X 40 2,5 f. Menentukan kebutuhan air irigasi untuk petak tersier yang masuk ke golongan I. Untuk itu harus ditentukan terlebih dahulu petak tersier mana saja yang masuk dalam Golongan I. Interval jarak petak tersier ke sumber BTb30a untuk Golongan I adalah dalam radius 0 sampai dengan 2,5 km dan jarak

25 94 petak tersier ke sumber BKg4 untuk Golongan I adalah dalam radius 0 sampai dengan 5 km, sehingga semua unit irigasi yang memenuhi persyaratan tersebut masuk ke Golongan I. Langkah berikut adalah menentukan kebutuhan air irigasi untuk setiap petak tersier yang terpilih dan menjumlahkan seluruh kebutuhan air irigasi dari golongan I tersebut g. Mendapatkan ketersediaan air untuk Golongan I. Data mengenai ketersediaan air diperoleh dari PJT II h. Memberlakukan prinsip algoritma greedy untuk Golongan I dengan kondisi sebagai berikut : 1. Bila kebutuhan air irigasi melebihi ketersediaan air, maka jumlah petak tersier harus dikurangi sampai dengan kebutuhan air sama dengan ketersediaan air. Pengurangan tersebut diberlakukan untuk petak tersier mulai dari radius yang terjauh dari sumber irigasi (BTb30a atau BKg4). Pada situasi ini, algoritma akan mengurangi/membuang sebanyak mungkin ( greedy ) petak tersier agar kebutuhan air menjadi sama dengan ketersediaannya. 2. Bila kebutuhan air kurang dari ketersediaan air, maka jumlah petak tersier untuk golongan I dapat ditambah dengan petak tersier yang mempunyai jarak ke sumbernya (BTb30a atau BKg4) lebih dari 5 Km sampai jumlah kebutuhan air sama dengan ketersediaan air. Pada situasi ini, algoritma akan menambah sebanyak mungkin ( greedy ) petak tersier lainnya agar kebutuhan air menjadi sama dengan ketersediaannya. 3. Bila kebutuhan air irigasi sama dengan ketersediaan air berarti daerah unit irigasi yang terpilih sudah sesuai untuk masuk dalam Golongan I. i. Petak tersier terpilih di langkah h dianggap telah memenuhi syarat berdasarkan kebutuhan air irigasinya untuk masuk ke Golongan I sehingga diberikan nilai tertinggi yaitu 10,0. Bagi petak tersier yang tidak terpilih di langkah h, dianggap belum memenuhi syarat berdasarkan kebutuhan air irigasinya untuk masuk ke Golongan I, sehingga diberikan nilai yang lebih rendah yaitu 5,0. j. Menjumlahkan seluruh angka yang dihasilkan dari setiap petak tersier. k. Mengurutkan petak tersier mulai dari petak dengan jumlah nilai tertinggi (descending) sampai dengan yang terendah dalam suatu daftar petak tersier.

26 95 l. Alokasikan petak tersier dari daftar tersebut mulai dari jumlah angka yang tertinggi masuk ke Golongan I sampai luas lahan semua petak tersier yang dialokasikan sama dengan prosentase target yang tercantum pada gen Golongan I atau sudah tidak ada petak tersier yang cocok untuk Golongan I atau seluruh petak sudah teralokasikan. Pada situasi ini algoritma akan menambah petak tersier sebanyak-banyaknya (greedy) sampai luas lahan total sama dengan prosentase target. m.ulangi prosedur di atas untuk gen berikutnya (golongan II) sampai dengan seluruh petak sudah dialokasikan atau gen dalam kromosom P&P sudah habis. n. Bila semua gen dari kromosom P&P yang pertama sudah diberi alokasi petak tersier, ulangi prosedur di atas untuk kromosom berikutnya sampai dengan seluruh populasi kromosom diproses. Keluaran dari model ini adalah daftar petak tersier yang masuk dalam tiap golongan dari Golongan I sampai dengan golongan yang telah direncanakan. Sesuai dengan perencanaan PJT II, golongan terakhir yang mendapat pemberian air dalam jangka waktu 10 tahun terakhir adalah golongan IV. Berdasarkan prosedur tersebut, operasi pengurutan data sangat berpengaruh pada proses alokasi petak tersier ke dalam golongan pemberian air. Penggunaan faktor produksi (saprodi, tenaga kerja, alsintan) maupun data spasial (posisi dan jarak unit irigasi) sebagai parameter penentuan kriteria adalah cukup efektif sebagai alat seleksi petak tersier masuk pada golongan tertentu. Bagi petani dari petak tersier yang sudah dialokasikan dalam golongan tertentu diharapkan dapat memulai musim tanam sesuai dengan jadwal pemberian air irigasi yang sudah ditentukan oleh panitia irigasi. Proses Perhitungan Keuntungan Proses perhitungan keuntungan bertujuan untuk menghitung keuntungan bersih yang didapat dari setiap individu atau kromosom. Proses ini merupakan perwujudan fungsi evaluasi (fitness evaluation) yang merupakan fungsi tujuan dari proses optimisasi menggunakan Algoritma Genetik. Fungsi tujuan untuk menghitung keuntungan bersih sebelum pajak didasarkan pada hasil optimisasi penentuan golongan yang berlaku selama musim

27 96 tanam untuk jangka waktu satu tahun, berlaku untuk seluruh lahan yang ditanami baik padi maupun palawija. Akhand (1995) mengusulkan suatu model perhitungan keuntungan dimana keuntungan sebelum (NB) pajak merupakan selisih dari pendapatan total dikurangi biaya total. Perhitungan keuntungan didasarkan atas besarnya kebutuhan faktor produksi yang merupakan variabel keputusan terhadap ketersediaan sumber daya yang merupakan kendala di wilayah penelitian. Fungsi tujuan diformulasikan sebagai berikut : Maksimumkan NB /34/ dimana : NB = m i= 1 n ( X ij Py jyij 10 Pxi X ijwij X ij / Cij Pm M ij PlX ij Dr Ps X ij S ij ) j = 1 dengan kendala-kendala : m n i= 1 j= 1 W ij Wt /36/ m n i= 1 j= 1 X ij / C CtHt /37/ ij m n i= 1 j= 1 X ij M ij Mt /38/ m n i= 1 j= 1 X ij S ij St /39/ dimana: NB = keuntungan bersih (Rp) X ij = luas lahan untuk petak tersier i pola tanam j (ha) Py j = harga jual komoditas j (Rp kg -1 ) Y ij = jumlah hasil panen komoditas j di petak tersier i (kg ha -1 ) Px i = biaya irigasi untuk petak tersier i (Rp m -3 ) W ij = jumlah air irigasi yang dibutuhkan petak tersier i pola tanam j (mm) 10 = faktor konversi dari ha-mm ke m 3 Pm = biaya penggunaan mesin pertanian (Rp hari -1 ) C ij = kapasitas kerja alsin dibutuhkan di petak tersier i pola tanam j (ha hari -1 ) Pl = biaya tenaga kerja (Rp orang -1 )

28 97 M ij = jumlah tenaga kerja dibutuhkan di petak i pola tanam j (orang ha -1 hari -1 ) Dr = lama waktu bekerja (hari) Ps = biaya pengadaan saprodi (Rp kg -1 ) S ij = kebutuhan saprodi di petak tersier i pola tanam j (kg ha -1 ) Wt = jumlah air irigasi tersedia saat periode t (mm) Ct = kapasitas alsin tersedia saat olah tanah (ha hari -1 ) Ht = durasi saat olah tanah (hari) Mt = jumlah tenaga kerja tersedia pada periode t (orang hari -1 ) St = jumlah saprodi tersedia saat periode t (kg) Untuk memprediksi jumlah hasil panen (crop yield), formula yang digunakan adalah fungsi respon tanaman terhadap jumlah air irigasi yang diberikan (Doorenbos & Kassam 1979). Model ini digunakan untuk menghitung pengaruh pemberian air irigasi baik secara maksimal (full irrigation) maupun minimal (under irrigation) terhadap hasil panen secara kumulatif selama periode musim tanam. Yi X = ijk IEi Ym i 1 kyi 1 ETmi /36/ dimana : Ym i = hasil panen maksimum dari petak tersier i (kg ha -1 ) ky i = faktor respons hasil panen untuk petak tersier i ETm i = evapotranspirasi maksimum dari petak tersier i (mm) IE i = efisiensi irigasi dari petak tersier i Pramudya dan Pertiwi (1998) telah menggunakan fungsi respons tanaman untuk meneliti dampak cengkaman air pada tanaman tebu. Selain itu penelitian mengenai produksi padi dengan menggunakan fungsi renspons tanaman dalam pengelolaan air irigasi dilakukan oleh Mehta (1990) serta Agudelo dan Hoekstra (2001). Akhand et al. (1995) menggunakan fungsi yang sama untuk memperhitungkan keuntungan dalam pengelolaan irigasi untuk tanaman gandum, kapas dan anggur.

29 98 Proses perhitungan keuntungan dilakukan setelah tahap inisialisasi dan setelah tahap optimisasi dengan cara menghitung fungsi tujuan dari setiap kromosom. Mekanisme evaluasinya adalah untuk setiap petak tersier pada golongan tertentu dihitung pendapatan total yang didapat kemudian dikurangi dengan biaya produksi total untuk mendapatkan keuntungan pada petak tersebut. Proses berikutnya adalah menjumlahkan keuntungan semua petak tersier pada golongan tersebut dan dilanjutkan dengan golongan lainnya untuk mendapatkan keuntungan total. Kromosom yang menghasilkan keuntungan tertinggi dipertahankan dan selanjutnya mengalami proses evolusi untuk mendapatkan solusi yang lebih baik lagi. Proses Optimisasi Golongan Proses optimisasi golongan dilakukan dengan menggunakan operator Algoritma Genetik dengan tujuan untuk mengoptimumkan nilai gen dari kromosom agar mendapatkan keuntungan wilayah maksimum. Gen dalam kromosom menunjukkan konfigurasi golongan pemberian air berdasarkan prosentase luas lahan setiap golongan. Kondisi optimum dicapai berdasarkan kriteria berhenti (stopping criteria) yang ditetapkan yaitu bila nilai keuntungan maksimum tidak berubah selama 5 generasi berturut-turut. Apabila kondisi optimum belum dicapai, maka akan dilakukan pemrosesan untuk generasi berikutnya. Operator Algoritma Genetik yang terlibat dalam proses optimisasi meliputi seleksi, reproduksi, mutasi dan pergantian. Seleksi. Proses ini memilih materi genetik yang akan melakukan reproduksi untuk menghasilkan generasi berikutnya. Semakin tinggi nilai evaluasi suatu kromosom, akan semakin tinggi pula kesempatannya terpilih untuk melakukan reproduksi. Pada penelitian ini terdapat tiga teknik seleksi yang akan diuji yaitu roulette-wheel (disebut juga probability of survive ), turnamen dan elitist (Michalewicz 1996). Teknik yang memberikan hasil terbaik dalam pengujian akan digunakan dalam proses simulasi optimisasi pemberian air irigasi. Reproduksi. Setelah proses seleksi berakhir kemudian dilakukan proses reproduksi (crossover) dua kromosom (kromoso m parent) untuk mendapatkan N

30 99 kromosom-kromosom baru (kromosom child). Pada penelitian ini terdapat tiga teknik reproduksi yang akan diuji yaitu crossover 1-point, crossover modifikasi, dan crossover uniform. Teknik yang memberikan hasil terbaik dalam pengujian akan digunakan dalam proses simulasi optimisasi pemberian air irigasi. Mutasi. Mutasi merupakan salah satu ciri khas metode Algoritma Genetik. Proses mutasi diterapkan berdasarkan probabilitas mutasi pada kromosom dari populasi yang dihasilkan oleh proses reproduksi (crossover) dan menghasilkan variasi genetika baru dalam populasi kromosom. Mutasi akan menyebabkan terjadinya perubahan kromosom tertentu dengan merubah nilai dari satu atau beberapa gen yang ada di kromosom tersebut dengan pemikiran untuk menghasilkan kromosom yang baru. Pada penelitian ini terdapat tiga teknik mutasi yang akan diuji yaitu mutasi reciprocal exchange, mutasi creep dan mutasi acak (Beasley 1993). Teknik yang memberikan hasil terbaik dalam pengujian akan digunakan dalam proses simulasi optimisasi pemberian air irigasi. Sistem Informasi Geografis Penggunaan sistem informasi geografis di dalam optimisasi pemberian air irigasi bertujuan untuk menjelaskan dampak adanya perubahan spasial. Hal yang berkaitan langsung adalah adanya perubahan luas golongan dari tahun ke tahun yang dapat diamati dengan menggunakan peta daerah irigasi pengamat Cikarang. Perubahan luas golongan ditandai dengan perubahan status golongan dari pintu air atau unit irigasi (intake). Dari peta daerah irigas i dapat diketahui jumlah luas lahan yang diairi oleh setiap unit irigasi, sehingga dengan berubahnya status golongan unit irigasi, maka akan berubah pula luas dari setiap golongan. Penelitian ini menggunakan piranti lunak sistem informasi geografis yang telah tersedia di pasar. Piranti lunak tersebut berfungsi untuk menampilkan perubahan status unit irigasi yang dapat diakses setiap kali selesai melakukan optimisasi. Dari peta keluaran sistem informasi geografis terdapat 4 kategori unit irigasi yang disesuaikan dengan jumlah golongan pemberian air. Berdasarkan informasi dari hasil optimisasi dan dibantu secara visual oleh peta tersebut, panitia irigasi kemudian menetapkan golongan dari daerah-petak tersier dan luas lahan yang didapat untuk setiap golongan. Hal ini akan membantu proses komunikasi

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia. Pada tahun 1960, Indonesia mengimpor beras sebanyak 0,6 juta ton. Impor beras mengalami peningkatan pada tahun-tahun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Wilayah Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Wilayah Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Wilayah Penelitian Sistem irigasi Jatiluhur berlokasi pada 6-6 40 LS dan 106 8-107 0 BT yang berjarak sekitar 140 km dari Jakarta di bagian Barat sampai dengan Sungai

Lebih terperinci

Studi Optimasi Pola Tanam pada Daerah Irigasi Warujayeng Kertosono dengan Program Linier

Studi Optimasi Pola Tanam pada Daerah Irigasi Warujayeng Kertosono dengan Program Linier JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-30 Studi Optimasi Pola Tanam pada Daerah Irigasi Warujayeng Kertosono dengan Program Linier Ahmad Wahyudi, Nadjadji Anwar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air TINJAUAN PUSTAKA Neraca Air Neraca air adalah model hubungan kuantitatif antara jumlah air yang tersedia di atas dan di dalam tanah dengan jumlah curah hujan yang jatuh pada luasan dan kurun waktu tertentu.

Lebih terperinci

PERENCANAAN GOLONGAN PEMBERIAN AIR UNTUK OPTIMISASI PENYALURAN AIR IRIGASI DI DAERAH IRIGASI JATILUHUR MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIK GANI SOEHADI

PERENCANAAN GOLONGAN PEMBERIAN AIR UNTUK OPTIMISASI PENYALURAN AIR IRIGASI DI DAERAH IRIGASI JATILUHUR MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIK GANI SOEHADI PERENCANAAN GOLONGAN PEMBERIAN AIR UNTUK OPTIMISASI PENYALURAN AIR IRIGASI DI DAERAH IRIGASI JATILUHUR MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIK GANI SOEHADI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bila suatu saat Waduk Jatiluhur mengalami kekeringan dan tidak lagi mampu memberikan pasokan air sebagaimana biasanya, maka dampaknya tidak saja pada wilayah pantai utara (Pantura)

Lebih terperinci

SISTEM PEMBERIAN AIR IRIGASI

SISTEM PEMBERIAN AIR IRIGASI SISTEM PEMBERIAN AIR IRIGASI 1) Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan air disawah untuk tanaman padi ditentukan oleh beberapa faktor antara lain a. Penyiapan lahan b. Penggunaan konsumtif c. Perkolasi dan rembesan

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI 27 BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI 3.1 Analisis Pada subbab ini akan diuraikan tentang analisis kebutuhan untuk menyelesaikan masalah jalur terpendek yang dirancang dengan menggunakan algoritma

Lebih terperinci

PERENCANAAN GOLONGAN PEMBERIAN AIR UNTUK OPTIMISASI PENYALURAN AIR IRIGASI DI DAERAH IRIGASI JATILUHUR MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIK GANI SOEHADI

PERENCANAAN GOLONGAN PEMBERIAN AIR UNTUK OPTIMISASI PENYALURAN AIR IRIGASI DI DAERAH IRIGASI JATILUHUR MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIK GANI SOEHADI PERENCANAAN GOLONGAN PEMBERIAN AIR UNTUK OPTIMISASI PENYALURAN AIR IRIGASI DI DAERAH IRIGASI JATILUHUR MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIK GANI SOEHADI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Irigasi Jatiluhur terletak di Daerah Aliran Sungai Citarum Provinsi Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik Indonesia pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan melalui keberlanjutan sistem irigasi.

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan melalui keberlanjutan sistem irigasi. BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Daerah Irigasi Lambunu Daerah irigasi (D.I.) Lambunu merupakan salah satu daerah irigasi yang diunggulkan Propinsi Sulawesi Tengah dalam rangka mencapai target mengkontribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010). BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Air merupakan salah satu komponen penting untuk kehidupan semua makhluk hidup di bumi. Air juga merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kebutuhan

Lebih terperinci

Analisis Operator Crossover pada Permasalahan Permainan Puzzle

Analisis Operator Crossover pada Permasalahan Permainan Puzzle Analisis Operator Crossover pada Permasalahan Permainan Puzzle Kun Siwi Trilestari [1], Ade Andri Hendriadi [2] Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Singaperbanga Karawang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kita tidak dapat dipisahkan dari senyawa kimia ini. Berdasarkan UU RI No.7

BAB I PENDAHULUAN. kita tidak dapat dipisahkan dari senyawa kimia ini. Berdasarkan UU RI No.7 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam kehidupan seharihari kita tidak dapat dipisahkan dari senyawa kimia ini. Berdasarkan UU RI No.7 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

DEFt. W t. 2. Nilai maksimum deficit ratio DEF. max. 3. Nilai maksimum deficit. v = max. 3 t BAB III METODOLOGI

DEFt. W t. 2. Nilai maksimum deficit ratio DEF. max. 3. Nilai maksimum deficit. v = max. 3 t BAB III METODOLOGI v n t= 1 = 1 n t= 1 DEFt Di W t 2. Nilai maksimum deficit ratio v 2 = max DEFt Dt 3. Nilai maksimum deficit v = max { } DEF 3 t BAB III METODOLOGI 24 Tahapan Penelitian Pola pengoperasian yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi Curah hujan rata-rata DAS

BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi Curah hujan rata-rata DAS BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi 2.1.1 Curah hujan rata-rata DAS Beberapa cara perhitungan untuk mencari curah hujan rata-rata daerah aliran, yaitu : 1. Arithmatic Mean Method perhitungan curah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan peningkatan ketahanan pangan nasional. Hasil Sensus Pertanian 1993

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan peningkatan ketahanan pangan nasional. Hasil Sensus Pertanian 1993 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan penting dalam perekonomian nasional sebagai sumber pendapatan, pembuka kesempatan kerja, pengentas kemiskinan dan peningkatan ketahanan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Diskripsi Lokasi Studi Daerah Irigasi Banjaran merupakan Daerah Irigasi terluas ketiga di wilayah Kabupaten Banyumas dengan luas areal potensial 1432 ha. Dengan sistem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka (Samuel, Toni & Willi 2005) dalam penelitian yang berjudul Penerapan Algoritma Genetika untuk Traveling Salesman Problem Dengan Menggunakan Metode Order Crossover

Lebih terperinci

KOMPARASI PEMBERIAN AIR IRIGASI DENGAN SISTIM CONTINOUS FLOW DAN INTERMITTEN FLOW. Abstrak

KOMPARASI PEMBERIAN AIR IRIGASI DENGAN SISTIM CONTINOUS FLOW DAN INTERMITTEN FLOW. Abstrak KOMPARASI PEMBERIAN AIR IRIGASI DENGAN SISTIM CONTINOUS FLOW DAN INTERMITTEN FLOW Muhamad Taufik Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Purworejo Abstrak Analisa dan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan satu-satunya tanaman pangan yang dapat tumbuh pada tanah yang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan satu-satunya tanaman pangan yang dapat tumbuh pada tanah yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan air permukaan dalam hal ini air sungai untuk irigasi merupakan salah satu diantara berbagai alternatif pemanfaatan air. Dengan penggunaan dan kualitas air

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Tangkapan Hujan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan stasiun curah hujan Jalaluddin dan stasiun Pohu Bongomeme. Perhitungan curah hujan rata-rata aljabar. Hasil perhitungan secara lengkap

Lebih terperinci

BEKASI, 22 FEBRUARI 2011

BEKASI, 22 FEBRUARI 2011 BEKASI, 22 FEBRUARI 2011 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR BALAI IRIGASI Jl. Cut Meutia, Kotak Pos 147 Telp.: (021) 8801365,

Lebih terperinci

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PERENCANAAN LINTASAN KENDARAAN Achmad Hidayatno Darjat Hendry H L T

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PERENCANAAN LINTASAN KENDARAAN Achmad Hidayatno Darjat Hendry H L T PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PERENCANAAN LINTASAN KENDARAAN Achmad Hidayatno Darjat Hendry H L T Abstrak : Algoritma genetika adalah algoritma pencarian heuristik yang didasarkan atas mekanisme evolusi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tata Guna Lahan Tata guna lahan merupakan upaya dalam merencanakan penyebaran penggunaan lahan dalam suatu kawasan yang meliputi pembagian wilayah untuk pengkhususan fungsi-fungsi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT

III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu unit computer yang dilengkapi dengan perangkat lunak linear programming (LP) Lingo 8, Crop Wat, dan Microsoft

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Curah Hujan Daerah Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Curah Hujan Daerah Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Curah Hujan Daerah Penelitian Kondisi curah hujan di DAS Citarum Hulu dan daerah Pantura dalam kurun waktu 20 tahun terakhir (1990-2009) dapat dilihat pada Gambar 6 dan Gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara yang bergerak dibidang pertanian.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara yang bergerak dibidang pertanian. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara yang bergerak dibidang pertanian. Sekitar 60% penduduknya tinggal di daerah pedesaan dan bermata pencaharian sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris, sehingga wajar apabila prioritas

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris, sehingga wajar apabila prioritas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, sehingga wajar apabila prioritas utama dalam agenda pembangunan nasional dipusatkan dibidang pertanian. Salah satu sasaran pembangunan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Air Pengelolaan air pada sistem irigasi adalah kunci keberhasilan pembangunan irigasi itu sendiri. Keadaan lingkungan air yang dipengaruhi evapotranspirasi yang harus

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk dan meningkatnya kegiatan masyarakat mengakibatkan perubahan fungsi lingkungan yang berdampak negatif terhadap kelestarian

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 18 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Lokasi pelaksanaan penelitian adalah di Kelurahan Situ Gede Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor Jawa Barat dan Daerah Irigasi Cihea yang mencakup tiga kecamatan yaitu

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA,

WALIKOTA TASIKMALAYA, WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 15A Tahun 2006 Lampiran : - TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG IRIGASI WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 ) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi Pada umumnya ketersediaan air terpenuhi dari hujan. Hujan merupakan hasil dari proses penguapan. Proses-proses yang terjadi pada peralihan uap air dari laut ke

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya adalah komoditas padi, karena komoditas padi sebagai sumber penyediaan kebutuhan pangan pokok berupa

Lebih terperinci

Evaluasi Teknis Operasional jaringan Irigasi Gondang Th 2005 Desa Bakalan Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto

Evaluasi Teknis Operasional jaringan Irigasi Gondang Th 2005 Desa Bakalan Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto Evaluasi Teknis Operasional jaringan Irigasi Gondang Th 2005 Desa Bakalan Kecamatan Gondang Kabupaten Mojokerto ABSTRAK Campuran hot rolled asphalt adalah campuran aspal panas yang mempunyai komposisi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat PENDAHULUAN Latar Belakang Komoditas padi memiliki arti strategis yang mendapat prioritas dalam pembangunan pertanian dan sebagai makanan utama sebagian besar masyarakat Indonesia, baik di pedesaan maupun

Lebih terperinci

JURNAL GEOGRAFI Media Pengembangan Ilmu dan Profesi Kegeografian

JURNAL GEOGRAFI Media Pengembangan Ilmu dan Profesi Kegeografian JURNAL GEOGRAFI Media Pengembangan Ilmu dan Profesi Kegeografian http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujet ANALISIS EFEKTIVITAS PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI DI DAERAH IRIGASI PANUNGGAL KOTA TASIKMALAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah memproyeksikan

BAB I PENDAHULUAN. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah memproyeksikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah memproyeksikan jumlah penduduk Indonesia tahun 2010-2035. Proyeksi jumlah penduduk ini berdasarkan perhitungan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. ditentukan dengan metode purposive sampling, yaitu suatu metode penentuan lokasi

BAB IV METODE PENELITIAN. ditentukan dengan metode purposive sampling, yaitu suatu metode penentuan lokasi BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yaitu Kecamatan Denpasar Utara Kota Denpasar, ditentukan dengan metode purposive sampling, yaitu suatu metode penentuan lokasi secara sengaja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan bagian dari pembangunan nasional. Secara umum posisi sektor perkebunan dalam perekonomian nasional

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR, Menimbang : a. bahwa irigasi merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air (SDA) bertujuan mewujudkan kemanfaatan sumberdaya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar

Lebih terperinci

Optimasi Pola Tanam Menggunakan Program Linier (Waduk Batu Tegi, Das Way Sekampung, Lampung)

Optimasi Pola Tanam Menggunakan Program Linier (Waduk Batu Tegi, Das Way Sekampung, Lampung) JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-1 Optimasi Pola Tanam Menggunakan Program Linier (Waduk Batu Tegi, Das Way Sekampung, Lampung) Anindita Hanalestari Setiawan

Lebih terperinci

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH 67 BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH Bab ini akan membahas keefektifan Program Aksi Masyarakat Agribisnis Tanaman Pangan (Proksi Mantap) dalam mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Waduk Muara Nusa Dua, Pola Operasi, Debit Andalan, Kebutuhan air baku, Simulasi

ABSTRAK. Kata kunci: Waduk Muara Nusa Dua, Pola Operasi, Debit Andalan, Kebutuhan air baku, Simulasi ABSTRAK Waduk Muara Nusa Dua yang terletak di muara Sungai/Tukad Badung, tepatnya di Jembatan by Pass Ngurah Rai, Suwung, Denpasar, dibangun untuk menyediakan air baku guna memenuhi kebutuhan air bersih.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Azwar Wahirudin, 2013

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Azwar Wahirudin, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kebutuhan air untuk pertanian di Indonesia merupakan hal yang sangat penting, untuk tercapainya hasil panen yang di inginkan, yang merupakan salah satu program pemerintah

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY PENGEMBANGAN IRIGASI PERPIPAAN

EXECUTIVE SUMMARY PENGEMBANGAN IRIGASI PERPIPAAN EXECUTIVE SUMMARY PENGEMBANGAN IRIGASI PERPIPAAN TAHUN ANGGARAN 2014 Desember, 2014 i KATA PENGANTAR Puji dan Syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunianya kegiatan Litbang Pengembangan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : DAS Tukad Petanu, Neraca air, AWLR, Daerah Irigasi, Surplus

ABSTRAK. Kata Kunci : DAS Tukad Petanu, Neraca air, AWLR, Daerah Irigasi, Surplus ABSTRAK Daerah Aliran Sungai (DAS) Tukad Petanu merupakan salah satu DAS yang berada di Provinsi Bali. DAS Tukad Petanu alirannya melintasi 2 kabupaten, yakni: Kabupaten Bangli dan Kabupaten Gianyar. Hulu

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

III. METODELOGI PENELITIAN. untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan III. METODELOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KEADAAN UMUM DAERAH 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Saluran Tarum Barat di mana saluran ini merupakan bagian dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian berada di wilayah Kabupaten Banyumas yang masuk

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian berada di wilayah Kabupaten Banyumas yang masuk BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian berada di wilayah Kabupaten Banyumas yang masuk Daerah Irigasi Banjaran meliputi Kecamatan Purwokerto Barat, Kecamatan Purwokerto Selatan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka. Penelitian serupa mengenai penjadwalan matakuliah pernah dilakukan oleh penelliti yang sebelumnya dengan metode yang berbeda-neda. Berikut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sumber pangan utama penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang semakin

I. PENDAHULUAN. sumber pangan utama penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang semakin I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya lahan yang sangat luas untuk peningkatan produktivitas tanaman pangan khususnya tanaman padi. Beras sebagai salah satu sumber pangan utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira.

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan air (dependable flow) suatu Daerah Pengaliran Sungai (DPS) relatif konstan, sebaliknya kebutuhan air bagi kepentingan manusia semakin meningkat, sehingga

Lebih terperinci

BAB III KONSEP DAN PERANCANGAN APLIKASI

BAB III KONSEP DAN PERANCANGAN APLIKASI BAB III KONSEP DAN PERANCANGAN APLIKASI 3.1 Konsep Pada bab ini penulis akan membahas konsep mengenai perangkat lunak yang digunakan serta akan dibahas mengenai tujuan, kegunaan dan untuk siapa aplikasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di Jawa dengan wilayah tangkapan seluas ribu kilometer persegi. Curah

I. PENDAHULUAN. di Jawa dengan wilayah tangkapan seluas ribu kilometer persegi. Curah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) Citarum merupakan salah satu DAS terbesar di Jawa dengan wilayah tangkapan seluas 11.44 ribu kilometer persegi. Curah hujan tahunan 3 ribu

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitin ini adalah studi kasus. Studi kasus adalah penelitian tentang status subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN, DAN SARAN UNTUK PENELITIAN LANJUTAN

VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN, DAN SARAN UNTUK PENELITIAN LANJUTAN VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN, DAN SARAN UNTUK PENELITIAN LANJUTAN 8.1. Kesimpulan Iuran irigasi berbasis komoditas dapat dirumuskan dengan memanfaatkan harga bayangan air irigasi. Dalam penelitian

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bendung Juwero adalah bendung tetap yang dibangun untuk memenuhi keperluan air irigasi. Bendung Juwero di sungai Bodri memiliki luas DAS ± 554 km 2 dan terletak ±

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. perlindungan, serta kasih sayang- Nya yang tidak pernah berhenti mengalir dan

KATA PENGANTAR. perlindungan, serta kasih sayang- Nya yang tidak pernah berhenti mengalir dan KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat, perlindungan, serta kasih sayang- Nya yang tidak pernah berhenti mengalir dan selalu menyertai, yang selalu diberikan kepada

Lebih terperinci

KEBUTUHAN AIR. penyiapan lahan.

KEBUTUHAN AIR. penyiapan lahan. 1. Penyiapan lahan KEBUTUHAN AIR Kebutuhan air untuk penyiapan lahan umumnya menentukan kebutuhan air irigasi pada suatu proyek irigasi. Faktor-faktor penting yang menentukan besarnya kebutuhan air untuk

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Berikut akan diberikan pembahasan mengenai penyelesaikan CVRP dengan

BAB III PEMBAHASAN. Berikut akan diberikan pembahasan mengenai penyelesaikan CVRP dengan BAB III PEMBAHASAN Berikut akan diberikan pembahasan mengenai penyelesaikan CVRP dengan Algoritma Genetika dan Metode Nearest Neighbour pada pendistribusian roti di CV. Jogja Transport. 3.1 Model Matetematika

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Menurut Dillon (2009), pertanian adalah sektor yang dapat memulihkan dan mengatasi krisis ekonomi di Indonesia. Peran terbesar sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang dihasilkan dibawa oleh udara yang bergerak.dalam kondisi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang dihasilkan dibawa oleh udara yang bergerak.dalam kondisi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hidrologi Hidrologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejadian, perputaran dan penyebaran air baik di atmosfir, di permukaan bumi maupun di bawah permukaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai Sungai merupakan jaringan alur-alur pada permukaan bumi yang terbentuk secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian hilir. Air hujan

Lebih terperinci

BAB III. Metode Penelitian

BAB III. Metode Penelitian BAB III Metode Penelitian 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara umum diagram alir algoritma genetika dalam penelitian ini terlihat pada Gambar 3.1. pada Algoritma genetik memberikan suatu pilihan bagi penentuan

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG POLA TANAM DAN RENCANA TATA TANAM PADA DAERAH IRIGASI TAHUN 2011/2012

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG POLA TANAM DAN RENCANA TATA TANAM PADA DAERAH IRIGASI TAHUN 2011/2012 1 BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG POLA TANAM DAN RENCANA TATA TANAM PADA DAERAH IRIGASI TAHUN 2011/2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Bab Metodologi III TINJAUAN UMUM

BAB III METODOLOGI. Bab Metodologi III TINJAUAN UMUM III 1 BAB III METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM Metodologi adalah suatu cara atau langkah yang ditempuh dalam memecahkan suatu persoalan dengan mempelajari, mengumpulkan, mencatat dan menganalisa semua data-data

Lebih terperinci

DEFINISI IRIGASI TUJUAN IRIGASI 10/21/2013

DEFINISI IRIGASI TUJUAN IRIGASI 10/21/2013 DEFINISI IRIGASI Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian, meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa dan irigasi

Lebih terperinci

OPTIMASI FAKTOR PENYEDIAAN AIR RELATIF SEBAGAI SOLUSI KRISIS AIR PADA BENDUNG PESUCEN

OPTIMASI FAKTOR PENYEDIAAN AIR RELATIF SEBAGAI SOLUSI KRISIS AIR PADA BENDUNG PESUCEN OPTIMASI FAKTOR PENYEDIAAN AIR RELATIF SEBAGAI SOLUSI KRISIS AIR PADA BENDUNG PESUCEN M. Taufik Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Purworejo abstrak Air sangat dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Pertanian adalah suatu kegiatan manusia dalam mengelola sumber

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Pertanian adalah suatu kegiatan manusia dalam mengelola sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pertanian adalah suatu kegiatan manusia dalam mengelola sumber daya alam yang ada di sekitarnya dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan pangan. Menurut Mosher (1966),

Lebih terperinci

STUDI POLA LENGKUNG KEBUTUHAN AIR UNTUK IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI TILONG

STUDI POLA LENGKUNG KEBUTUHAN AIR UNTUK IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI TILONG STUDI POLA LENGKUNG KEBUTUHAN AIR UNTUK IRIGASI PADA DAERAH IRIGASI TILONG Yohanes V.S. Mada 1 (yohanesmada@yahoo.com) Denik S. Krisnayanti (denik19@yahoo.com) I Made Udiana 3 (made_udiana@yahoo.com) ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis Kabupaten Karawang Wilayah Kabupaten Karawang secara geografis terletak antara 107 02-107 40 BT dan 5 56-6 34 LS, termasuk daerah yang relatif rendah

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN

ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN (Studi Kasus di Desa Budi Mulia, Kabupaten Tapin) Oleh : Adreng Purwoto*) Abstrak Di masa mendatang dalam upaya mencukupi kebutuhan

Lebih terperinci

Implementasi Algoritma Genetika dalam Pembuatan Jadwal Kuliah

Implementasi Algoritma Genetika dalam Pembuatan Jadwal Kuliah Implementasi Algoritma Genetika dalam Pembuatan Jadwal Kuliah Leonard Tambunan AMIK Mitra Gama Jl. Kayangan No. 99, Duri-Riau e-mail : leo.itcom@gmail.com Abstrak Pada saat ini proses penjadwalan kuliah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Istimewa Yogyakarta. Gunungkidul memiliki luas 1.485,36 Km 2 terletak antara 7

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Istimewa Yogyakarta. Gunungkidul memiliki luas 1.485,36 Km 2 terletak antara 7 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Gunungkidul adalah daerah yang termasuk dalam wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Gunungkidul memiliki luas 1.485,36 Km 2 terletak antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Irigasi pada hakekatnya merupakan upaya pemberian air pada tanaman

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Irigasi pada hakekatnya merupakan upaya pemberian air pada tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Irigasi pada hakekatnya merupakan upaya pemberian air pada tanaman sebanyak keperluan untuk tumbuh dan berkembang. Tanaman apabila kekurangan air akan menderit (stress)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Petani dan Usahatani Menurut Hernanto (1995), petani adalah setiap orang yang melakukan usaha untuk memenuhi sebagian atau seluruh kebutuhan kehidupannya di bidang pertanian

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan kawasan budidaya yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali

Lebih terperinci

PERENCANAAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR YOGI OKTOPIANTO

PERENCANAAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR YOGI OKTOPIANTO PERENCANAAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR YOGI OKTOPIANTO 6309875 FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS GUNADARMA DEPOK 20 BAB I PENDAHULUAN.. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Semua konsep dan defenisi operasional ini mencakup pengertian yang

III. METODE PENELITIAN. Semua konsep dan defenisi operasional ini mencakup pengertian yang III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Defenisi Operasional Semua konsep dan defenisi operasional ini mencakup pengertian yang digunakan dari perolehan data yang dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian.

Lebih terperinci

DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN: Tantangan dan Peluang bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani

DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN: Tantangan dan Peluang bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani Seminar Nasional DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN: Tantangan dan Peluang bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani Bogor, 19 Nopember 2008 UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DAN SAYURAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Subsidi Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000), subsidi adalah cadangan keuangan dan sumber-sumber daya lainnya untuk mendukung

Lebih terperinci

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Latar Belakang Permasalahan yang menghadang Upaya pencapaian 10 juta ton surplus beras di tahun 2014 : Alih fungsi lahan sawah

Lebih terperinci

Perencanaan Operasional & Pemeliharaan Jaringan Irigasi DI. Porong Kanal Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur

Perencanaan Operasional & Pemeliharaan Jaringan Irigasi DI. Porong Kanal Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur Perencanaan Operasional & Pemeliharaan Jaringan Irigasi DI. Porong Kanal Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur Latar Belakang Daerah Irigasi Porong Kanal berada di kabupaten Sidoarjo dengan luas areal baku sawah

Lebih terperinci

EVALUASI SISTEM JARINGAN IRIGASI TERSIER SUMBER TALON DESA BATUAMPAR KECAMATAN GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP.

EVALUASI SISTEM JARINGAN IRIGASI TERSIER SUMBER TALON DESA BATUAMPAR KECAMATAN GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP. EVALUASI SISTEM JARINGAN IRIGASI TERSIER SUMBER TALON DESA BATUAMPAR KECAMATAN GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP. Cholilul Chayati,Andri Sulistriyono. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Wiraraja

Lebih terperinci

APLIKASI UNTUK PREDIKSI JUMLAH MAHASISWA PENGAMBIL MATAKULIAH DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA, STUDI KASUS DI JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA ITS

APLIKASI UNTUK PREDIKSI JUMLAH MAHASISWA PENGAMBIL MATAKULIAH DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA, STUDI KASUS DI JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA ITS APLIKASI UNTUK PREDIKSI JUMLAH MAHASISWA PENGAMBIL MATAKULIAH DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA, STUDI KASUS DI JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA ITS Hafid Hazaki 1, Joko Lianto Buliali 2, Anny Yuniarti 2

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi adalah mempelajari gejala-gejala di permukaan bumi secara keseluruhan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Geografi adalah mempelajari gejala-gejala di permukaan bumi secara keseluruhan dengan 1 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Geografi adalah mempelajari gejala-gejala di permukaan bumi secara keseluruhan dengan memperhatikan tiap-tiap gejala

Lebih terperinci

Aplikasi Algoritma Genetika Untuk Menyelesaikan Travelling Salesman Problem (TSP)

Aplikasi Algoritma Genetika Untuk Menyelesaikan Travelling Salesman Problem (TSP) JTRISTE, Vol.1, No.2, Oktober 2014, pp. 50~57 ISSN: 2355-3677 Aplikasi Algoritma Genetika Untuk Menyelesaikan Travelling Salesman Problem (TSP) STMIK Handayani Makassar najirah_stmikh@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

ANALISA KEBUTUHAN AIR DALAM KECAMATAN BANDA BARO KABUPATEN ACEH UTARA

ANALISA KEBUTUHAN AIR DALAM KECAMATAN BANDA BARO KABUPATEN ACEH UTARA ANALISA KEBUTUHAN AIR DALAM KECAMATAN BANDA BARO KABUPATEN ACEH UTARA Susilah Dosen Jurusan Teknik Sipil, Universitas Malikussaleh email: zulfhazli.abdullah@gmail.com Abstrak Kecamatan Banda Baro merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Paling tidak ada lima peran penting yaitu: berperan secara langsung dalam menyediakan kebutuhan pangan

Lebih terperinci

OPTIMISASI PENEMPATAN TURBIN ANGIN DI AREA LAHAN ANGIN

OPTIMISASI PENEMPATAN TURBIN ANGIN DI AREA LAHAN ANGIN OPTIMISASI PENEMPATAN TURBIN ANGIN DI AREA LAHAN ANGIN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA Azimatul Khulaifah 2209 105 040 Bidang Studi Sistem Tenaga Jurusan Teknik Elektro FTI ITS Dosen Pembimbing : Dosen

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 21 Tahun : 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Teka-Teki Silang

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Teka-Teki Silang BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Teka-Teki Silang Teka-teki silang atau disingkat TTS adalah suatu permainan yang mengharuskan penggunanya untuk mengisi ruang-ruang kosong dengan huruf-huruf yang membentuk sebuah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjangkau beberapa teknis sebagai berikut : 1. Pengembangan sumber air dan penyediaan air bagi keperluan usaha tani.

TINJAUAN PUSTAKA. menjangkau beberapa teknis sebagai berikut : 1. Pengembangan sumber air dan penyediaan air bagi keperluan usaha tani. TINJAUAN PUSTAKA Irigasi Irigasi merupakan kegiatan penyediaan dan pengaturan air untuk memenuhi kepentingan pertanian dengan memanfaatkan air yang berasal dari permukaan dan air tanah. Pengaturan pengairan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu penggerak utama dari roda. perekonomian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu penggerak utama dari roda. perekonomian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu penggerak utama dari roda perekonomian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian merupakan basis utama perekonomian nasional.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki lahan pertanian yang sangat luas dan sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Jawa Barat merupakan

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci