Latar belakang Visi Indonesia 2030 Pendekatan Transformasi Ekonomi Strategi Transformasi Ekonomi Target Penyebaran Ekonomi Pengembangan 20 Program

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Latar belakang Visi Indonesia 2030 Pendekatan Transformasi Ekonomi Strategi Transformasi Ekonomi Target Penyebaran Ekonomi Pengembangan 20 Program"

Transkripsi

1

2 Latar belakang Visi Indonesia 2030 Pendekatan Transformasi Ekonomi Strategi Transformasi Ekonomi Target Penyebaran Ekonomi Pengembangan 20 Program Utama Estimasi Kebutuhan Investasi Infrastruktur Strategi Pelaksanaan Strategi Pembiayaan Tindak Lanjut 2

3

4 Latar belakang Prestasi Indonesia di Tengah Ketidakpastian Ekonomi Global Beberapa tahun terakhir ini Indonesia semakin diakui peran dan kiprahnya di dunia internasional. Hal tersebut dapat diamati dari keterlibatan Indonesia di fora global dan regional seperti APEC, G-20, ASEAN dan berbagai FTA. Prestasi tersebut didorong oleh kinerja Indonesia yang dalam krisis global 2008 termasuk salah satu negara yang paling dapat bertahan dan stabil, jika dibandingkan negara lain terutama negara-negara di Asia. Bahkan, sejak 2009, berbagai institusi pemeringkatan inter-nasional terkemuka (Moody s, Fitch, dan Standard & Poor) meningkatkan Indonesia's Sovereignty Rating (terlepas dari ketidakpastian ekonomi global) menjadi hanya 1 2 level lagi di bawah Investment Grade dan digolongkan memiliki outlook yang stabil/positif.the Japan Credit Ratings Agency, Ltd. (JCR) bahkan meningkatkan peringkat Indonesia ke Investment Grade, dari BB+ ke BBB-/stable (Juli 2010). Sementara itu, UNCTAD menetapkan Indonesia sebagai 1 dari 10 negara dengan daya tarik terbesar untuk FDI, mengalahkan negara ASEAN lainnya seperti Thailand, Malaysia, dan 4

5 Indonesia di tengah-tengah berubahnya tataran regional Perdagangan South to South Meningkat Cepat Pada tahun 2008, 54% pertumbuhan ekspor di negara berkembang didorong oleh pemintaan negara berkembang lainnya dibandingkan dengan 12% di tahun Indonesia memiliki posisi yang sangat bagus dalam perubahan ini. China Tengah Melakukan Proses Rebalancing atas Sumber-sumber Pertumbuhan Ekonominya yang Memberikan Dampak Bagi Negara Lain: Proses re-orientasi sumber pembangunan ekonomi RRT dan perubahan Value Chain RRT menjadi Lebih berorientasi pada Knowledge-intensive Products, Sektor Jasa, dengan perhatian lebih pada proses yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Relokasi kegiatan manufaktur yang padat karya terus berlangsung dengan kemungkinan tujuan relokasi Bangladesh, Cambodia, India, Indonesia, dan Vietnam. Proses Liberalisasi Ekonomi India Akan Terus Berlangsung India Saat Ini tengah melakukan tahap ke-3 proses reformasi untuk meningkatkan FDI dan melakukan deregulasi sektor jasa. Reformasi dilakukan untuk mengatasi masalah Restrukturisasi Jaringan Produksi di Asia Timur Fragmentasi produk merupakan kunci penting dari proses produksi untuk elektronik dan machinery di Asia Timur 47% Perdagangan di Asia Timur berupa mesin produksi, 30% perdagangan antar region adalah komponen dan parts. Fragmentasi produk tidak lagi ditentukan semata-mata oleh rendahnya biaya produksi. Makin pentingnya peran penyedia jasa, fasilitasi perdagangan yang efisien dan kepastian hukum untuk menarik Investasi. Mempergunakan permintaan lokal atas produk manufaktur bagi negara dengan pasar domestik besar untuk kepentingan ekspor ( Innova Kijang Toyota, Daihatsu, dan Indomie sebagai contoh sukses). Pengaturan arus modal Yields akan terus rendah di negara maju, sehingga modal akan terus masuk ke negara berkembang. Suku Bunga Negara Maju akan terus meningkat sebagai respon meningkatnya inflasi yang akhirnya berakibat pada meningkatnya biaya modal (cost of capital) di negara berkembang termasuk Indonesia. 5

6 Indonesia memiliki "Bonus Demografi" Sebagai negara dengan jumlah penduduk ke-4 terbesar di dunia, dalam kurun waktu 20 tahun mendatang Indonesia akan memasuki periode bonus demografi, yaitu periode di mana angka dependency ratio (indeks perbandingan antara usia tidak produktif dibagi usia produktif) mencapai angka minimal (di bawah 50%) sehingga dalam periode ini akan terdapat lebih banyak tenaga kerja produktif yang dapat diberdayakan untuk mendorong peningkatan produktivitas nasional yang sangat bermanfaat untuk pertumbuhan ekonomi. Periode Bonus Demografi India mempunyai poten-si yang sama, di mana penduduk usia kerja ma-sih meningkat tinggi sementara Rusia dan Jepang menurun, Bonus Demografi ini harus dimanfaatkan secara maksimal di saat negara lain menghadapi situasi aging population 6

7 Indonesia tengah mengalami proses urbanisasi yang sangat pesat 53% penduduk Indonesia tinggal di kawasan perkotaan. Di tahun 2025 jumlah tersebut akan lebih dari 65%.. Kawasan-kawasan metropolitan berpotensi menjadi lebih besar sehingga membutuhkan penataan ruang dan pembangunan infrastruktur yang sangat serius dan komprehensif 7

8 Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam" Indonesia adalah negara yang kaya dengan potensi sumber daya alam, baik yang terbarukan (hasil bumi) maupun yang tidak terbarukan (hasil tambang dan mineral). Kekayaan sumber daya alam tersebut tersebar dari Sabang sampai Merauke. Indonesia menjadi salah satu produsen besar di dunia untuk berbagai komiditas. Beberapa diantaranya adalah: Cengkeh (produsen terbesar dunia), Kelapa Sawit (produsen dan eksportir terbesar dunia), Karet Alam (produsen terbesar kedua dunia), Kakao (produsen terbesar kedua dunia), dan bermacam2 hasil bumi lainnya. Kekayaan sumber daya alam ini harus dapat dikelola seoptimal mungkin, dengan pengertian kecenderungan untuk mengekspor dalam bentuk bahan mentah harus diubah menjadi bahan olahan yang bernilai tambah jauh lebih tinggi. 8

9 Perlunya Transformasi Ekonomi Fakta menunjukkan Indonesia di masa lalu berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi ratarata 7% ( ), dan pulih dari krisis ekonomi 1997, serta bertahan terhadap krisis ekonomi , dengan pertumbuhan rata-rata 5,8% ( ) dan pada tahun 2006 masuk lower middle income country. Total GDP Indonesia (menurut PPP) pada tahun /- USD 1 miliar, ranking 16 dunia. Sementara, Indonesia kehilangan kesempatan untuk tumbuh lebih tinggi dikarenakan beberapa hal: Situasi global terus berubah, sehingga kompetisi di berbagai bidang meningkat. Ekspor berupa bahan baku dan bukan hasil pengolahan. Tingkat kesejahteraan rakyat masih belum sesuai amanat konstitusi. Tingkat kemiskinan serta kesenjangan masih tinggi. Dinamika global dan kondisi ekonomi menuntut Indonesia melakukan transformasi ekonomi nasional (tidak business as usual) 9

10 Transform asi Ekonomi Industrialisasi adalah mesin utama transformasi ekonomi yang dilakukan semua negara maju, seperti Korea, China, Brazil dan India. Dari Sisi Permintaan : (i) Investasi di sektor industri dan infrastruktur serta (ii) perdagangan internasional adalah mesin utama dibalik kenaikan output. Swasta dan publik investasi di infrastruktur Pemerintah pusat dan daerah menjadi koordinator, katalisator dan fasilitator Investasi pada industri pengolahan terutama dilakukan oleh Swasta Dari Sisi Suplai : harus dicapai pertumbuhan total factor productivity (mencapai output lebih banyak per unit input) yang tinggi, melalui : Peningkatan economic of scale terutama diperoleh akibat adanya konsentrasi lokasi industri (Osaka di Jepang, Guang Zhou di China, Mumbai di India) Meningkatnya kapasitas sosial untuk menguasai dan mengembangkan teknologi Pada tingkat rmh tangga: investasi untuk pendidikan anak Pada tingkat perusahaan: menciptakan suasana yang kondusif untuk meningkat-kan kapasitas produktif dan inovatif pekerja Pada tingkat Pemerintah: menerapkan kebijakan industri 10 yang mengurangi biaya perusahaan untuk memperoleh dan

11

12 Visi 2030 Dalam Undang-Undang No. 17 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional disebutkan bahwa visi pembangunan ekonomi nasional sampai dengan 2025 adalah mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur. Untuk itu diperlukan penguatan dan pengembangan ekonomi di segala bidang berdasarkan keunggulan kompetitif. Mendorong Indonesia menjadi negara maju dan merupakan kekuatan 10 besar dunia di tahun 2030 dan 7 besar dunia pada tahun 2050 melalui pertumbuhan ekonomi tinggi yang inklusif dan berkelanjutan Perekonomian indonesia pada tahun 2010 ini menduduki peringkat 16 besar dunia. Dengan mengacu pada proyeksi pertumbuhan di Rencana Pembangunan Jangka Menengah yang rata-rata berkisar antara 6,3% - 6,8% per tahun, pada tahun 2014 PDB Indonesia diperkirakan akan berkisar di angka US$1.200 miliar dan PDB per kapita sedikit di bawah US$ Untuk jangka waktu yang lebih panjang, terdapat beberapa prediksi untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan asumsi pertumbuhan riil yang stabil antara 7 8 % per tahun sejak tahun 2013, diperkirakan PDB pada tahun 2030 adalah antara US$ miliar. Dengan proyeksi penduduk sekitar 313 juta jiwa, diperkirakan PDB per kapita akan berkisar antara US$ Dengan demikian, Indonesia sudah dapat dikategorikan sebagai negara berpendapatan tinggi menurut klasifikasi Bank Dunia dan pada tahun 2030 tersebut Indonesia merupakan kekuatan 10 besar Menurut proyeksi Goldmann Sachs dan Economist, pada tahun 2050 PDB Indonesia akan mencapai lebih dari US$ miliar dan perekonomiannya akan menjadi kekuatan 6 besar dunia. 12

13 INDIKATOR PEMBANGUNAN TRANFORMASI EKONOMI Investasi untuk pembangunan dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan Catatan/Keterangan: 1.PDB (Nominal 2009: US$ billion 2.Menurut survei konsultan AC Nielsen, penduduk disebut masuk ke dalam kelas menengah bila memiliki pendapatan tahunan minimal US$ (2008). Pada tahun 2030, golongan menengah diperkirakan memiliki pendapatan per kapita sekitar US$ HDI adalah Human Development Index yang setiap tahunnya dihitung oleh UNDP 4.EoDB adalah singkatan dari Ease of Doing Business (Bank Dunia) 5.Proyeksi tidak resmi PDB Nominal per kapita Indonesia dari Pemerintah 13

14 ... struktur ekonomi negara maju ditandai dengan meningkatnya porsi sektor sekunder dan tersier (angka estimasi) Struktur Ekonomi NEGARA MAJU 2030 Lower middle income country Struktur Ekonomi INDONESIA 2009 High income country Perubahan struktur ekonomi menjadi sebuah NEGARA MAJU bisa diwujudkan bila sektorsektor utama tumbuh sebagai berikut: Primer : 7,8 8,3 % per tahun Sekunder : 12,6 13,1 % per tahun Tersier : 13,4 13,9 % per tahun 14

15

16 PENDEKATAN GRAND DESIGN TRANSFORMASI EKONOMI Kedudukan Grand Design Transformasi Dalam Kebijakan Nasional Grand Design Transformasi Eko-nomi ini merupakan bagian yang integral di dalam sistem perencanaan pembangunan na-sional. Oleh karena itu, Grand Design Transformasi Ekonomi dirumus-kan dengan mengacu pada UU 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan memperhatikan RAN-GRK. Selanjutnya, produk Grand De-sign Transformasi Ekonomi ini menjadi acuan bagi perumusan RPJMN. Sementara itu rencana aksi yang diindikasikan di dalam Grand Design ini menjadi acuan bagi penyusunan RKP/RAPBN serta bagi penyusunan kebijak-an investasi swasta dan PPP. 16

17 PENDEKATAN GRAND DESIGN TRANSFORMASI EKONOMI Grand Design Transformasi Ekonomi Grand Design Transformasi Ekonomi mengkombinasikan pendekatan Sektoral dan Regional Rencana Aksi Penguatan Konektivitas Nasional Perumusan Grand Design Transformasi Ekonomi ini mengkombinasikan 2 (dua) pendekatan, yaitu sektoral dan regional (pengembangan wilayah) yang selanjutnya diintegrasikan dalam pengembangan Koridor Ekonomi. Pendekatan sektoral didasarkan atas identifikasi sektor-sektor unggulan dengan prospek pengembangan tinggi secara global dan Indonesia memiliki potensi dan kemampuan untuk ditingkatkan daya saingnya ke depan. Sementara itu, pengembangan wilayah diterapkan untuk menyebarkan pengembangan sektor-sektor unggulan yang telah ditetapkan ke dalam 6 (enam) koridor ekonomi yang telah diidentifikasi. 17

18 PENDEKATAN GRAND DESIGN TRANSFORMASI EKONOMI Transformasi Ekonomi harus fokus pada Program Utama Penetapan Program Utama Transformasi Ekonomi berisi langkah-langkah spesifik dan nyata, bukan pada tataran konsep dan umum Program utama adalah kelompok kegiatan utama di komoditi atau sektor tertentu pada koridor ekonomi yang akan menjadi mesin pertumbuhan ekonomi serta dapat memberikan kontribusi secara langsung dan signifikan bagi pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja. Investasi (publik dan swasta) dan peningkatan kapasitas SDM diprioritaskan untuk mendorong sektor produktif dan unggulan di setiap program utama untuk memacu percepatan pertumbuhan ekonomi. Mempermudah fokus dan mempertajam perumusan kebijakan dan reformasi peraturan yang menghambat pertumbuhan. Mempermudah dan meningkatkan kualitas pelaksanaan monitoring dan evaluasi dari kinerja pelaksanaan 18

19 Program Utama Terobosan untuk mendorong percepatan transformasi ekonomi Berdasarkan identifikasi sementara, diperoleh 20 program utama, yaitu sebagai berikut: 1.Metropolitan Jabodetabek 2.Jembatan Selat Sunda 3.Pengembangan Kelapa Sawit 4.Pengembangan Karet 5.Pengembangan Batubara 6.Pengembangan Nikel 7.Pengembangan Tembaga 8.Pengembangan Minyak dan Gas 9.Pengembangan Pariwisata 10.Pengembangan Perikanan 11.Pengembangan Food Estate 12.Pengembangan Industri Makanan - Minuman 13.Pengembangan Industri Tekstil 14.Pengembangan Industri Mesin dan Peralatan Transportasi 15.Pengembangan Industri Perkapalan 16.Pengembangan Industri Baja 17.Pengembangan Industri Aluminium 18.Pengembangan Industri Telematika 19.Penguatan Konektivitas Nasional 20.Membangun Kapasitas IPTEK Pengembangan aktivitas ekonomi ke-20 program utama tersebut difokuskan pada 6 (enam) koridor ekonomi yang telah ditetapkan, yaitu: 1.Koridor Ekonomi Wilayah Sumatera 2.Koridor Ekonomi Wilayah Jawa 3.Koridor Ekonomi Wilayah Kalimantan 4.Koridor Ekonomi Wilayah Sulawesi 5.Koridor Ekonomi Wilayah Bali-Nusa Tenggara 6.Koridor Ekonomi Wilayah Papua 19

20 PROGRAM UTAMA Jabodetabek KORIDOR EKONOMI Sumatera Jawa Kalimantan Sulawesi Bali - NT Papua Jembatan Selat Sunda Kelapa Sawit Karet Batubara Nikel Tembaga Minyak dan Gas Pariwisata Perikanan Food Estate Ind. Makanan Minuman Industri Tekstil Industri Mesin Peralatan Transportasi Industri Perkapalan Industri Baja Industri Aluminium Industri Telematika Konektivitas Nasional Kapasitas IPTEK 20

21

22 Strategi Transformasi Ekonomi Indonesia: Pertumbuhan Ekonomi Tinggi, Inklusif dan Berkelanjutan Strategi Utama 1. MENGEMBANGKAN KORIDOR EKONOMI INDONESIA: Membangun pusatpusat per-tumbuhan di setiap pulau, dengan pengembangan klaster industri berbasis sumber daya unggulan (komoditi dan/atau sektor) 2. MEMPERKUAT KONEKTIVITAS NASIONAL (locally integrated, internationally connected) mengurangi transaction cost, mewujudkan sinergi antar pusat pertumbuhan dan mewujudkan akses pelayanan yang merata, meliputi : Konektivitas intra dan inter pusat pertumbuhan konektivitas international (gate perdagangan dan wisatawan), Konektivitas lokal untuk pembangunan inklusif (akses dan kualitas pelayanan dasar yang merata di seluruh Indonesia 3. MEMPERCEPAT KEMAMPUAN IPTEK NASIONAL Strategi Pendukung 1. Mengembangkan kebijakan Investasi 2. Mengembangkan kebijakan perdagangan, termasuk kerjasama perdagangan 3. Mengembangkan kebijakan pembiayaan 4. Kebijakan pengembangan PPP 22

23 1. Strategi Pengembangan Koridor Ekonomi Penentuan Koridor Ekonomi dilakukan melalui 4 tahap sebagai berikut: Menentukan pusat ekonomi Menentukan kebutuhan konektivitas antara pusat ekonomi Validasi dengan rencana pembangunan nasional Menentukan konektivitas lokasi sektor fokus ke sarana pendukung Ibukota provinsi di Indonesia diposisikan sebagai pusat ekonomi Selain itu, kota-kota yang memiliki aktivitas ekonomi penting (seperti Pusat Kegiatan Nasional), kawa- san industri, FTZ, bonded zone, dan kawasan strategis ekonomi lainnya juga bisa menjadi pusat ekonomi Berdasarkan analisa transportasi (interregional O-D matrix analysis) Memperhitungkan moda transportasi laut, darat, dan udara Mendorong terjadinya dampak positif aglomerasi dengan mempertimbangkan konektivitas ke pusat ekonomi utama Konektivitas utama Mempertimbangkan struktur ruang RTRWN Mempertimbangkan arahan pola pemanfaatan ruang yang digambarkan dalam RTRWN Menentukan sektor fokus di dalam Koridor Ekonomi Menentukan sarana penghubung untuk mendukung sektor fokus, termasuk industri hulu dan hilirnya Menentukan konektivitas pendukung yang menghubungkan antara lokasi sektor fokus dan sarana pendukung Konektivita s pendukung 23

24 Rangkaian Analisis dalam Setiap Koridor Ekonomi Rencana Induk Pembangunan Koridor Ekonomi Indonesia terdiri dari empat bagian: Latar belakang dan tantangan di dalam Koridor Ekonomi Tema Pembangunan Koridor Ekonomi Strategi pengembangan ekonomi dan sosial Rangkuman dampak Koridor Ekonomi dan kebutuhan infrastruktur Latar belakang dan tantangan menjelaskan kondisi dan tantangan saat ini di dalam Koridor Ekonomi, seperti pemerataan ekonomi, tingkat investasi global dan domestik, kondisi infrastruktur, kondisi pengembangan sosial, dan lainnya. Bagian ini menjadi dasar penentuan Tema Pembangunan Koridor Ekonomi. Tema Pembangunan Koridor Ekonomi merupakan penekanan yang merangkum tujuan yang ingin dicapai Koridor Ekonomi dalam waktu yang panjang. Tema Pembangunan ini sifatnya lebih umum, yang akan diterjemahkan kedalam strategi dan langkah taktis yang lebih rinci. Strategi pengembangan ekonomi dan sosial adalah bagian utama dari Rencana Induk, yang menjelaskan pemilihan sektor fokus, tantangan yang dihadapi sektor fokus untuk setiap industri hulu dan hilir, strategi yang perlu dilakukan, serta dukungan pemerintah yang perlu diberikan. Rangkuman dampak Koridor Ekonomi dan kebutuhan infrastruktur memberikan gambaran dampak positip yang akan dicapai dengan PKEI. Dampak positip tersebut dibandingkan dengan dan tanpa Koridor Ekonomi. Di bagian ini juga diestimasi dampak tambahan bagi area lain di luar Koridor Ekonomi. 24

25 6 Koridor Ekonomi Prioritas : Berbasis Komoditi/Sektor Unggulan Wilayah Medan Pekanbaru 1 Palembang IMT-GT Jambi Serang Lampung Jakarta Pontianak Palangkaraya 3 4 Manado Samarinda Banjarmasin 2 Makassar Semarang Surabaya 5 Mataram Denpasar BIMP-EAGA Mamuju Gorontalo Kendari Kupang Ternate Ambon Sorong Manokwari 6 Jayapura Wamena Merauke Pusat ekonomi mega Pusat ekonomi Usulan lokasi KEK Usulan lokasi KEK yang merupakan FTZ 1 KE Sumatera 2 KE Jawa 3 KE Kalimantan 4 KE Sulawesi 5 KE Bali Nusa Tenggara 6 KE Papua 25

26 Rangkuman Tema Pengembangan Koridor Ekonomi Indonesia "Sentra Produksi dan Pengolahan Hasil Bumi dan Lumbung Energi Nasional" "Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Tambang & Lumbung Energi Nasional" ''Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Pertanian, Perkebunan, dan Perikanan Nasional'' Koridor Sumatera Koridor Sulawesi Koridor Kalimantan Koridor Jawa Koridor Bali Nusa Tenggara Koridor Papua "Pendorong Industri dan Jasa Nasional" ''Pintu Gerbang Pariwisata Nasional dan Pendukung Pangan Nasional'' "Pengolahan Sumber Daya Alam yang Melimpah dan SDM yang Sejahtera" 26

27 2. Membangun Konektivitas Nasional : Untuk mendorong pertumbuhan tinggi yang inklusif Perekonomian yang berhasil... Tumbuh maksimal melalui keterpaduan bukan keseragaman (inclusive development) Menghubungkan pusatpusat pertumbuhan Surabaya Jakarta Maluku Makassar Memperluas pertumbuhan dengan menghubungkan wilayah melalui intermodal supply chain systems Mencapai pertumbuhan inklusif Menghubungkan daerah tertinggal dengan pusat pertumbuhan Menghubungkan daerah terpencil dengan infrastruktur & pelayanan dasar dalam mendapatkan manfaat pembangunan Sulawesi Papua Makassar Kendari Makassar Manado Ambon Integrasi ekonomi adalah cara terbaik untuk mendapatkan manfaat langsung dari konsentrasi produksi dan manfaat jangka panjang konvergensi standar ndar hidup 27

28 2. Membangun Konektivitas Nasional : konektivitas intra pulau, antar pulau dan international Locally integrated, Globally connected Vision Tow n Tow n Kot a Kot a Pulau Asia Tow n Tow n Tow n Kot a Pulau Gerbang Internasiona l Indonesia Europ e Tow n Tow n Tow n Kot a Kot a Pulau Americ a 1 Antar Pusat Ekonomi Intra-island Dalam Pusat Ekonomi (urban) Inter-island 2 3 International Konektivitas LOKAL Konektivitas NATIONAL Konektivitas GLOBAL 28

29 3. Membangun kapasitas ilmu pengetahuan dan teknologi Meningkatkan kualitas pendidikan, termasuk pendidikan tinggi dan kejuruan, dan pelatihan Meningkatkan tingkat kompetensi teknologi dan keahlian tenaga kerja Meningkatkan kegiatan R & D, baik oleh Pemerintah maupun swasta, melalui pemberian insentif dan peningkatan anggaran Mengembangkan sistem inovasi nasional, termasuk meningkatkan pembiayaan inovasi 29

30

31 Target Penyebaran Ekonomi Koridor Sumatera, PDRBnya meningkat menjadi 5-6x di tahun PDRB Koridor ($ milyar, riil 2000) 5-66 x Koridor Jawa, PDRB nya akan meningkat menjadi 6-7x di tahun PDRB koridor ($ milyar, riil 2000) 6-7x Koridor Kalimantan, PDRBnya akan meningkat menjadi 4-5 x di tahun PDRB Koridor ($ milyar, riil 2000) 4-55 x % 6.4% 10.8% 4.02% 7.6% Koridor Jawa diproyeksikan akan meningkatkan PDRB di wilayahnya hingga 5-6 kali lipat pada Yaitu mencapai 2126 milyar USD, atau bertumbuh 10.8% dari kondisi basis yang tumbuh 6.4%. Di Koridor Kalimantan, pertumbuhan tanpa koridor hingga tahun 2030 diproyeksikan hanya sebesar 4.0%, sedangkan dengan koridor pertumbuhan tersebut akan meningkat mencapai 7.6%. Peningkatan ini menambah PDRB Koridor Kalimantan sebesar 4-5 kali lipat atau bertambah 107 milyar USD sehingga proyeksi awal yang sebesar 117 milyar USD akan menjadi 224 milyar USD. Pembangunan koridor ekonomi di Sumatera ditargetkan untuk dapat mencapai PDRB sebesar 4 5 kali lipat pada tahun Sehingga, PDRB di Koridor Sumatera akan mencapai 818 milyar USD, atau bertambah sebanyak 459 milyar USD dari kondisi basis yang diproyeksikan mencapai 359 milyar USD. Pertumbuhan dengan koridor pada tahun tersebut akan mencapai 9.9%, sedangkan tanpa koridor 5.2%. 31

32 Koridor Sulawesi, PDRBnya akan meningkat menjadi 6-7 x di tahun Koridor Bali-Nusa Tenggara, PDRBnya meningkat menjadi 7-8 x di tahun Koridor Papua, PDRB nya meningkat menjadi 8-9 x sampai ke tahun PDRB Koridor ($ milyar, riil 2000) 6-77 x 135 PDRB Koridor ($ milyar, riil 2000) 7-8x 137 PDRB Koridor ($ milyar, riil 2000) 8-9x % 10.6% 6.2% 11.3% 7.6% 12.4% Koridor Sulawesi ditargetkan akan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonominya sebesar 10.6% pada 2030, dari proyeksi tanpa koridor sebesar 6.7%. Sedangkan penambahan PDRB yang dicapai dengan koridor di wilayah ini yaitu sebesar 66 milyar USD, atau meningkat 6-7 kali lipat dari tahun Pertumbuhan Koridor Bali-Nusa Tenggara pada 2030 akan mencapai 11.3% atau meningkatkan PDRB wilayah tersebut sebesar 7-8 kali lipat dari PDRB Adapun peningkatan PDRB yang dihasilkan akan mencapai 80 milyar USD sehingga PDRB Koridor B ali-nusa Tenggara akan mencapai 137 milyar USD. Papua merupakan koridor yang diproyeksikan akan mengalami dampak pertumbuhan tertinggi dengan adanya koridor ekonomi. Yaitu mencapai 8-9 kali lipat PDRB 2010 atau bertumbuh 12.4% pada tahun Penambahan PDRB yang dihasilkan oleh koridor ini yaitu sebesar 67 milyar USD sehingga akan mencapai 120 milyar USD. 32

33 Target Penyebaran Ekonomi Secara Nasional PDRB 6 Koridor Ekonomi diharapkan meningkat sebesar ~6 7x PDRB Koridor ($ milyar, riil 2000) ~6-7x Pada : 6% 10.4% PDRB untuk daerah-daerah dalam Koridor Ekonomi akan meningkat sekitar 6-7 kali lipat, atau kurang lebih bertumbuh sekitar 10.4% setiap tahunnya. Persentase dari PDB Nasional: ~60% Dampak di luar Koridor Ekonomi juga diharapkan terjadi PDRB Koridor ($ milyar, riil 2000) Pada tahun 2030, kontribusi PDRB dari Koridor Ekonomi akan mencapai ~60% dari total PDB Indonesia. Tanpa adanya PKEI, PDRB diperkirakan meningkat 2-3 kali lipat, atau kurang lebih bertumbuh sekitar 6% setiap tahunnya. Selain dampak ekonomi langsung ke dalam daerah-daerah Koridor Ekonomi, dampak limpahan juga akan tercipta ke daerah di luar koridor. 33

34

35 Metropolitan Jabodetabek Definisi Yang termasuk dalam areal ini adalah 3 provinsi (yaitu DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat) dan 12 Kabupaten/ Kota (yaitu, Kota Tangerang, Kab. Tangerang, Kota Tangerang Selatan, 5 Kota di Provinsi DKI Jakarta, Kab. Bekasi, Kota Bekasi, Kab. Bogor, dan Kota Depok). Berdasarkan data penduduk terakhir, jumlah populasi areal Metropolitan Jabodetabek ini sekitar 28 Juta jiwa (2010) --- lebih dari 12% penduduk nasional. Metropolitan ini merupakan wilayah perkotaan terbesar di Regional Asia Tenggara. Diperkirakan lebih dari 30% penduduk Jabodetabek memiliki income per kapita lebih dari Rp 50 juta atau sekitar US$5.500 per tahun. Rationale Sebagai kawasan yang mengendalikan sekitar 60% aktivitas ekspor-impor nasional serta lebih dari 85% pengambilan keputusan dari lebih 85% masalahmasalah keuangan nasional, kawasan ini memiliki beban aktivitas yang sangat berat dan membutuhkan penataan ruang yang sangat komprehensif. Penataan kawasan Metropolitan Jabodetabek melalui pola perencanaan yang komprehensif akan sangat mendorong efisiensi aktivitas ekonomi sekaligus peningkatan daya saing perekonomian nasional. Selain itu, upaya yang sama akan sangat bermanfaat bagi pengurangan beban daya dukung lingkungan, baik untuk kawasan metropolitan ini maupun kawasankawasan di sekitarnya, yang saat ini sudah cukup berat. Jakarta s s landmark Sumber: Foto-foto dari Shutterstock dan lain-lain Sebagai contoh, pengembangan jaringan transportasi umum yang berkualitas bagi aktivitas komuter dari dan ke pusat kegiatan di DKI Jakarta diperkirakan akan mengurangi pencemaran udara kawasan ini lebih dari 50%. Selain itu, oleh karena sekitar 40% kendaraan nasional ada di kawasan ini, penataan jaringan transportasi masal yang baik akan mengurangi secara signifikan besaran subsidi nasional untuk bbm. Jumlah pengurangan subsidi ini akan dapat dimanfaatkan oleh daerah-daerah lain di Indonesia yang lebih membutuhkan 35

36 Visi 2030 Kawasan Metropolitan Jabodetabek menjadi salah satu benchmark bagi pola penataan kota secara regional dan menjadi pusat pelayanan bisnis terkemuka di Kawasan Asia Tenggara. Memiliki pola jaringan transportasi masal yang handal, sistem logistik yang efisien serta merupakan kawasan metropolitan yang ramah lingkungan, nyaman dan aman untuk kehidupan masyarakat. Target Jumlah penduduk di Kawasan Metropolitan Jabodetabek perlu dibatasi tidak melebihi 40 juta jiwa agar bisa dikembangkan pola penataan ruang yang tidak melebihi daya dukung lingkungannya. Pencemaran udara perlu dikurangi menjadi 50% dari kondisi saat ini, sementara itu pencemaran air dan suara perlu dikurangi lebih dari 60% dari kondisi saat ini. Strategi Penyebaran beberapa aktivitas bisnis ke luar DKI Jakarta untuk mengurangi kuantitas perjalanan antar pusat-pusat bisnis di internal Jabodetabek. Memindahkan pusat pemerintahan ke luar Provinsi DKI Jakarta untuk mengurangi beban pergerakan ke pusat kawasan metropolitan sekaligus untuk kepentingan pengembangan kawasan pusat pemerintahan yang lebih terkonsentrasi dan tertata apik Pengembangan sistem jaringan transpormasi masal nonjalan yang handal, nyaman, aman dan murah, terutama untuk aktivitas ulang-alik dari wilayah pinggiran. Pengembangan pola intermoda jaringan transportasi masal yang mudah diakses untuk seluruh aktivitas di sekitar pusat-pusat bisnis dan pemerintahan. Pengembangan jaringan logistik yang efisien dari pusatpusat produksi di dalam kawasan maupun dengan pusatpusat produksi di luar kawasan yang memiliki hubungan erat. Transformasi Struktur Kota Metropolitan JABODETABEK Kemungkinan kedudukan pusat pemerintahan baru 36

37 Katalisator (Enabling Growth) Menata manajemen pola penanganan transportasi ke dalam satu kelembagaan di tingkat pemerintah pusat. Memberikan insentif penyebaran beberapa kegiatan bisnis ke pusat-pusat baru di wilayah pinggiran kawasan metropolitan Pembangunan sejumlah infrastruktur, utamanya adalah: Pengembangan Bandara Sukarno Hatta Pengembangan Pelabuhan Tanjung Priok dan kemungkinan penambahan terminal baru di kawasan Pantura Pengembangan jaringan transportasi masal kereta api dari kawasan pinggiran ke kawasan pusat metropo-litan dan di dalam kawasan pusat metropolitan. Pengembangan jaringan logistik dari pusat-pusat industri di kawasan pinggiran Jabodetabek untuk perbaikan akses ke Pelabuhan Tanjung Priok dan Bandara Sukarno - Hatta. Penataan sistem pengendalian banjir dan pembuangan limbah padat dan cair darikawasan-kawasan perumahan dan kawasan-kawasan industri. Pengembangan sumber-sumber baru penyediaan air bersih Peningkatan kapasitas penyediaan energi untuk melayani seluruh kebutuhan Kawasan Metropolitan Jabodetabek liveable city for every people Mendorong kerjasama dengan berbagai pihak, baik dengan pelaku domestik maupun masyarakat internasional, melalui mekanisme yang menjunjung profesionalisme. Penataan lingkungan perumahan dan pusat-pusat bisnis untuk perbaikan kondisi kosmik mikro melalui penyediaan areal terbuka hijau. 37

38 Jembatan Selat Sunda (JSS) Rationale Jawa dan Sumatera merupakan representasi dari lebih 60% kegiatan ekonomi nasional. Terdapatnya jembatan antara 2 (dua) pusat pertumbuhan tersebut akan mentranformasi hubungan ekonomi antara kedua pula besar tersebut dan menjadi pendorong perkembangan ekonomi nasional menuju negara yang maju. Pada saat ini, Sumatera yang kaya sumberdaya alam belum optimal berfungsi sebagai pintu gerbang Indonesia ke Asia dan Eropa. Bahkan sebagian besar dari kekayaan sumberdaya alamnya diekspor dalam bentuk bahan baku, tidak diproses menjadi produk bernilai tambah tinggi. Pengembangan ekonomi Pulau Sumatera membutuhkan keberadaan Jembatan Selat Sunda untuk memantapkan perannya sebagai antara lain lumbung energi nasional. Di lain pihak, intensitas aktivitas ekonomi Pulau Jawa yang sudah demikian besar dan seringkali melewati batas ambang daya dukungnya membutuhkan outlet. Tanpa adanya infrastruktur pendukung yang memadai, kepasitas interkoneksi yang telah ada saat ini terbatas untuk bisa memfungsikan Sumatera secara optimal sebagai penerima limpahan kemajuan ekonomi Pulau Jawa. Visi 2030 Dari persiapan yang telah dilakukan sampai saat ini, Jembatan Selat Sunda direncanakan akan mulai beroperasi pada tahun Jembatan ini akan menjadi salah satu jembatan suspensi yang terpanjang di dunia (lebih dari 42 km dan ketinggian tiang tertinggi akan mencapai sekitar 150m). Kawasan Strategis Selat Sunda JS S Deliniasi Pengembangan (hipotetis) Pada kedua sisinya akan berkembang sejumlah aktivitas bisnis berupa pusat-pusat produksi, pariwisata, ataupun pusat pelayanan angkutan laut yang melayani pelayaran antar benua ataupun menjadi salah satu pusat distribusi nasional. Pengembangan pusat-pusat bisnis tersebut akan terintegrasi dengan pembangunan Jembatan Selat Sunda dan kawasannya menjadi Kawasan Strategis Selat Sunda yang merupakan salah satu dari Kawasan Strategis Nasional. 38

39 Target Merupakan proyek kegiatan berskala besar yang pelaksanaannya dipimpin oleh anak bangsa. Katalisator (Enabling Growth) Penetapan aturan khusus untuk pola prokurmen dan pengusahaan Jembatan Selat Sunda dan kawasankawasan di sekitarnya. Pembentukan Badan/Otoritas khusus yang didirikan untuk pembangunan dan pengelolaan kawasan dengan mengikutsertakan keterlibatan Pemerintah Provinsi terkait, BUMN, BUMD, dan mitra strategis. Merupakan penyelenggaraan aktivitas pembangunan yang mengedepankan keterlibatan dunia usaha dengan fasilitasi khusus dari Pemerintah. Memberikan insentif pengembangan aktivitas ekonomi dengan mendorong pembentukan klaster industri yang bisa ditingkatkan menjadi Kawasan Ekonomi Khusus. Jembatan Selat Sunda (artist impression) Sumber: PT. BSM 39

40 Kelapa Sawit Prospek Sektor Kelapa sawit adalah sumber minyak nabati terbesar yang dibutuhkan oleh berbagai industri di dunia. Kebutuhan kelapa sawit terus mengalami pertumbuhan pesat sebesar 5% per tahun. Pemenuhan kebutuhan kelapa sawit dunia tersebut sangat tergantung pada Indonesia yang saat ini produksinya telah mencapai ~46% dari total produksi CPO di dunia sehingga menempatkan Indonesia sebagai produsen CPO nomor satu di dunia. Produksi kelapa sawit (CPO), 2008 (Juta T) 60 4, ,5 1,2 19, ,6 Kondisi Saat Ini Industri kelapa sawit memberikan kontribusi ekonomi yang besar baik di tingkat regional maupun nasional. Sekitar 73% produksi kelapa sawit Indonesia dihasilkan di Sumatera. Meskipun potensi yang cukup besar terdapat juga di Kalimantan. Selain kontribusinya terhadap perekonomian, sektor kelapa sawit juga mampu menyediakan lapangan kerja yang luas. Hal ini disebabkan karena sekitar 42% lahan kelapa sawit dimiliki oleh petani kecil. Tingkat produktivitas CPO yang dikelola oleh masyarakat masih cukup rendah yaitu sekitar 3,4 ton/ha. Sementara rata-rata produktivitas nasional Indonesia adalah 3,8 ton/ha, dan akan lebih rendah lagi jika dibandingkan dengan ratarata tingkat produktivitas CPO di Malaysia yang telah mencapai 4,6 ton/ha Strategi dan Arahan Mendatang 1. Meningkatkan produktivitas lahan Koridor Sumatera memiliki peluang besar untuk meningkatkan produksinyai dengan meningkatkan produktivitas CPO dari luas lahan yang ada. Peluang tersebut dapat terlihat dengan membandingkan produktivitas Indonesia yang lebih rendah dengan negara lain. Rendahnya produktivitas terutama ditemui pada petani kecil yang cenderung menggunakan teknik lebih sederhana dibanding perusahaan besar. 0 Indonesia masih berpotensi untuk meningkatkan produktivitas CPO Produktivitas CPO (ton/hektar), Indonesia Malaysia Thailand Others Total 46% 41% 3% 10% 4.2 Pemerintah 4.1 Swasta Sumber: BPS (Statistik Kelapa Sawit Indonesia), industry report, USDA FAS Persentase produksi (%) 3.4 Petani kecil

41 Pemerintah dapat membantu meningkatkan produktivitas lahan, terutama petani kecil, dengan menyediakan bantuan keuangan, badan industri dan lembaga pendidikan yang akan saling membantu petani kecil menggunakan bibit, alat-alat dan metode pertanian yang lebih maju. 2. Meningkatkan posisi strategis di bagian hilir Industri hilir utama dalam mata rantai industri kelapa sawit antara lain perkilangan, oleo-kimia, dan biodiesel. Kapasitas produksi di Indonesia untuk semua industri hilir tersebut saat ini sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan global, sehingga kebutuhan investasi relatif minim. Namun demikian, pengembangan industri hilir sangat dibutuhkan untuk mempertahankan posisi strategis sebagai penghasil hulu sampai hilir, sehingga dapat menjual produk yang bernilai tambah tinggi. 3. Memperkuat infrastruktur Kualitas konektivitas jalan dan/atau kereta api perlu ditingkatkan untuk dapat meningkatkan produktivitas CPO. Sebagian besar produksi CPO akan diangkut melalui laut, oleh karena itu pelabuhan memegang peran kunci dalam industri kelapa sawit. Kapasitas pelabuhan utama kelapa sawit perlu ditingkatkan, sebab saat ini sudah terjadi kepadatan dengan waktu tunggu mencapai 3-4 hari. Selain itu, kualitas dan proses pelayanan pelabuhan juga perlu untuk ditingkatkan. Target Peningkatan Nilai Terdapat potensi peningkatan nilai yang signifikan dari pengembangan kelapa sawit, yaitu tambahan sebesar $2.8 milyar sampai dengan $4.2 milyar dari kondisi saat ini. Potensi peningkatan nilai tersebut terutama berasal dari pengembangan industri hulu melalui pengembangan lahan yang selektif, konversi lahan produktif, dan peningkatan produksi CPO. Pengembangan klaster industri kelapa sawit Sei Mangkei Belawan Medan Pengembangan klaster industri kelapa sawit Dumai Dumai Pekanbaru Pekanbaru Jambi Jambi Tanjung Api Api Palembang Lampung Serang Jakarta Pengembangan klaster industri kelapa sawit Maloy Bontang Pontianak Samarinda Balikpapan Palangka Raya Kumai Pangkalan Bun Banjarmasin Rel kereta Pelabuhan Area perkebunan kelapa sawit Penggilingan kelapa sawit Penyulingan kelapa sawit Industri hilir kelapa sawit 41

42 Katalisator (growth enabler) Untuk mencapai target peningkatan nilai tersebut, dibutuhkan beberapa dukungan pemerintah dalam bentuk non-infrastruktur (Katalisator) sebagai berikut: 1. Membentuk Badan Industri Untuk meningkatkan penelitian dan pengembangan bibit dan metode perkebunan kelapa sawit, memberikan informasi mengenai kondisi pasar regional/global serta teknik perkebunan yang lebih maju. Badan ini juga mengkaji pemberian insentif pengembangan sektor melalui masukan kebijakan (misalnya) pemanfaatan dana yang dikumpulkan dari Biaya Keluar melalui perumusan program yang transparan. 2. Menyediakan Bantuan Finansial Untuk pembelian bibit yang berkualitas dan peralatan yang diperlukan untuk mendorong penggunaan metode perkebunan yang lebih produktif. Diberikan kepada petani kecil 3. Memberikan pendidikan dan pelatihan Untuk pekerja di bidang kelapa sawit untuk meningkatkan kemampuan dalam proses perkebunan yang lebih produktif. 4. Mendorong terbentuk klaster industri yang terintegrasi Dengan areal perkebunannya untuk porogram hilirisasi yang dalam perkembangannya bisa ditingkatkan menjadi Kawasan Ekonomi Khusus 5. Menguatkan regulasi & perencanaan Produk hukum yang berkaitan dengan perlindungan lingkungan, terutama pembedaan antara lahan hutan lindung dan lahan untuk pertanian/perkebunan, perlu diperjelas, sehingga perluasan lahan dapat dilakukan secara berkesinambungan Kebutuhan Infrastruktur Kebutuhan infrastruktur yang mendesak adalah : 1. Peningkatan kapasitas pelabuhan utama (hub) kelapa sawit, yaitu Dumai berdasarkan masukan dari pelaku industri kelapa sawit. Selain itu beberapa pelabuhan lainnya yang perlu ditingkatkan kapasitasnya adalah di Medan, Palembang, dan Jambi untuk Sumatera dan pelabuhan Maloy di Kalimantan. 2. Kereta api kelapa sawit yang terhubung langsung dengan pelabuhan akan membantu meningkatkan produktivitas kelapa sawit terutama untuk daerah Riau yang perkebunannya terkonsentrasi. 3. Akses jalan yang baik diperlukan dari perkebunan ke penggilingan, dan dari penggilingan ke pelabuhan termasuk perbaikan jembatan/ flyover 4. Hasil sampingan kelapa sawit dapat digunakan sebagai sumber energi sehingga kebutuhan energi tidak mendesak untuk industri kelapa sawit. Namun demikian di beberapa daerah seperti di Dumai dan Maloy masih diperlukan adanya pembangkitan listrik untuk menunjang industri kelapa sawit 5. Dukungan air bersih dan pengolahan air limbah 42

43 Karet Prospek Sektor Karet adalah komoditas strategis yang digunakan di berbagai industri. Saat ini Indonesia adalah produsen terbesar kedua dunia setelah Thailand, dan diproyeksikan menjadi produsen terbesar setelah tahun Kondisi Saat Ini Industri karet adalah industri yang memiliki nilai tambah besar dari hulu sampai hilir. Produksi karet indonesia pada tahun 2010 mencapai 3,2 juta ton dan diproyeksikan mampu mencapai 4,4 juta ton pada tahun Dalam produksi karet mentah dari perkebunan, Sumatera adalah produsen terbesar di Indonesia dan masih memiliki peluang peningkatan produktivitas. Dalam usaha pemrosesan karet mentah, fasilitas yang ada sudah mencukupi, namun keberadaan perantara menghasilkan harga yang tidak menguntungkan bagi petani. Strategi dan Arahan Mendatang Sumatera memiliki peluang sangat besar untuk pengembangan industri hilir karet, terutama industri ban dan sarung tangan. Keberadaan karet mentah di Indonesia akan menguatkan daya saing terhadap negara industri karet lainnya, yang harus mengimpor karet mentah tersebut. Oleh karena itu strategi yang harus dilakukan adalah: 1.Hulu: Menaikkan produktivitas melalui penanaman ulang Sumatera memiliki peluang besar untuk meningkatkan produktivitas lahan yang ada. Produktivitas lahan karet di Indonesia masih lebih rendah dibandingkan dengan negara lain. Sebagai bandingan, produktivitas lahan matang di Indonesia adalah 993 kg/ha, sedangkan India telah mencapai 1903 kg/ha, Thailand 1699 kg/ha, dan Malaysia 1411 kg/ha. Rendahnya produktivitas tersebut merupakan kontribusi dari pada petani kecil yang sebagian besar mengelola lahan karet dan cenderung menggunakan teknik yang sederhana dibanding perusahaan besar. 6, Proyeksi Produksi Karet ('000 ton) 8, % 10, Sumber: Laporan industri karet IRSG 11, , Sebagian besar dari lahan karet dikelola petani kecil Produksi karet ('000 ton) Pemerin- tah Swasta Petani kecil 1, Swasta 1, , % Pemerintah 2, Produktivitas (Kg per Ha) 780 2, Others Vietnam China India Malaysia Indonesia Thailand 2, Perkebunan rakyat Sumber: BPS (Statistik Karet Indonesia) 43

44 2. Hilir: Mengembangkan industri ban dan sarung tangan Industri ban adalah industri hilir terbesar di Indonesia yang menggunaan karet (60% total konsumsi karet). Perkembangan industri ban di Indonesia sangat pesat dengan pertumbuhannya yang mencapai 22% per tahun. Satu-satunya tantangan dalam industri ban adalah fluktuasi yang dapat terjadi seiring dengan adanya resesi global. Selain industri ban, industri sarung tangan adalah salah satu industri hilir karet yang berpotensi tinggi untuk dikembangkan. Walaupun ukuran pasar sarung tangan lebih kecil daripada ban, namun permintaan pasar industri sarung tangan relatif lebih stabil dibanding industri ban. 3. Menguatkan dukungan infrastruktur Pengembangan kapasitas pelabuhan merupakan kebutuhan infrastruktur yang penting untuk industri karet. Hasil produksi karet membutuhkan pelabuhan sebagai pintu gerbang ekspor maupun konsumsi dalam negeri. Waktu tunggu yang lama di pelabuhan saat ini adalah keluhan utama para pengusaha karet. Untuk mengembangkan industri hilir karet yang akan mengkonsumsi energi dalam jumlah besar, penambahan kapasitas kelistrikan sangatlah dibutuhkan. Saat ini pasokan listrik untuk Sumatera masih dirasa kurang memadai. Untuk memperlancar transportasi karet dan produk olahannya, maka jaringan logistik darat antara perkebunan, sentra pengolahan dan pelabuhan juga harus diperbaiki Penggunaan Karet untuk industri Pengolahan (%) Belawan Medan Industri sarung tangan tidak terlalu tergantung pada kondisi ekonomi dunia Industri ban sangat tergantung kondisi ekonomi dunia Ban Sarung Tangan Alas Kaki Industri Lain-lain Sumber: Wawancara ahli, laporan analis, BCG; analisa tim Koridor Sumatera Dumai Pekanbaru Pekanbaru Jambi Jambi Tanjung Si Api Api Palembang 100 Total Target Peningkatan Nilai Peningkatan nilai dari pengembangan produksi karet ditargetkan memperoleh tambahan sebesar $0.8 milyar sampai dengan $1.6 milyar dari kondisi saat ini. Potensi peningkatan nilai tersebut berasal dari penanaman ulang tanaman karet dan pengembangan industri hilir terutama industri ban dan sarung tangan. Pelabuhan Lampung Serang Wilayah produksi karet tersebar merata sepanjangkoridor Jakarta Pemrosesan karet Industri hilir karet 44

45 Katalisator (Enabling Growth) Untuk mencapai target peningkatan nilai yang telah diindikasikan tersebut, dibutuhkan beberapa dukungan pemerintah dalam bentuk non-infrastruktur (Katalisator) sebagai berikut: 1. Menyediakan subsidi untuk penanaman ulang Metoda penanaman ulang sangat dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas lahan secara signifikan. Namun, metoda tersebut berdampak pada kehilangan pemasukan bagi para petani karet selama 5-6 tahun sampai lahan mereka matang kembali. Bantuan pemerintah dibutuhkan untuk membantu petani kecil dalam penyediaan bibit hingga program penanggulangan kehilangan pendapatan para petani akibat diterapkannya program tersebut. 2. Membentuk badan industri karet Untuk meningkatkan produktivitas lahan para petani kecil melalui litbang industri karet dan pengembangan koperasi petani kecil yang dapat menggantikan peran tengkulak. 3. Menyediakan layanan satu pintu bagi penanam modal Untuk memfasilitasi proses investasi ke industri hilir karet yang biasanya membutuhkan investasi yang besar baik dari asing maupun domestik. 4. Menguatkan standar tata kelola perizinan Untuk meningkatkan efisiensi dalam tata kelola perizinan yang pada akhirnya akan menciptakan iklim investasi yang lebih menarik. Kebutuhan Infrastruktur Kebutuhan infrastruktur yang mendesak adalah : 1.Peningkatan kapasitas pelabuhan utama (hub) karet, yaitu Dumai berdasarkan masukan dari pelaku industri karet. Selain itu beberapa pelabuhan lainnya yang perlu ditingkatkan kapasitasnya adalah pelabuhan di Medan, Palembang, dan Jambi. 2.Pembangunan akses jalan untuk menghubungkan pusat industri karet dengan pelabuhan. 3.Untuk meningkatkan produktivitas, ketersediaan energi listrik sangat dibutuhkan terutama pada industri hilir karet. 45

46 Batubara Prospek Sektor Indonesia adalah eksportir batubara terbesar di dunia (~ 25% dari total ekspor batubara dunia). Produksi batubara Indonesia diperkirakan akan terus meningkat, baik untuk ekspor maupun konsumsi dalam negeri. Kondisi Saat Ini Produksi batubara nasional saat ini sebagian besar berasal dari Kalimantan sekitar 90% sedangkan sisanya sebesar 10% berasal dari batubara Sumatera. Namun demikian cadangan batubara di Sumatera mencapai 50% dari cadangan nasional. Kondisi ini menunjukkan masih rendahnya produksi batubara terutama di Sumatera. Tiga alasan utama rendahnya produksi saat ini adalah: (1) Sumatera memiliki banyak batubara kualitas rendah, (2) lokasi tambang yang jauh di tengah pulau, dan (3) kurangnya sarana rel kereta untuk menjangkau lokasi tambang. Ketiga faktor tersebut membuat penambangan batubara di Sumatera dan Kalimantan menjadi kurang ekonomis. Oleh karena itu, dengan dukungan infrastruktur yang memadai, produksi batubara akan dapat ditingkatkan secara pesat. Strategi dan Arahan Mendatang 1. Mengembangkan jaringan rel kereta Untuk menggali potensi batubara kualitas rendah, terutama di wilayah Sumatera Selatan bagian tengah, dibutuhkan terobosan dalam bentuk infrastruktur rel kereta api yang dapat digunakan untuk mengangkut batubara. Sementara di Kalimantan, terobosan dlakukan dengan pembanguan infrastruktur rel kereta api yang dihubungkan dengan sungai. Saat ini, penambangan batubara kualitas rendah tidak ekonomis karena jarak yang jauh dan biaya transportasi yang besar menggunakan sarana jalan. Dengan menggunakan sarana rel kereta api, diperkirakan bahwa biaya transportasi akan menurun sampai dengan tingkat yang menguntungkan untuk penambangan batubara kualitas rendah tersebut. Konsumsi dan ekspor batubara Indonesia diproyeksikan bertumbuh pesat Konsumsi dan ekspor batubara Indonesia (Juta Ton) % Ekspor Domestik Sumatera dan Kalimantan masing-masing memiliki 50% cadangan, namun baru 10% produksi nasional Cadangan batubara, 2009 (Milyar Ton) Sumber: Kementerian ESDM, laporan analis, Reuters 52,4 Sumatera 51,9 Kalimantan 0, Lainlain Total Sumber: Indonesia Coal Book Produksi batubara, 2009 (Juta Ton) Sumatera Kalimantan 190 Total 46

47 Di Sumatera, sarana rel kereta api yang akan dikembangkan akan menghubungkan tambang-tambang yang terkonsentrasi di sekitar kabupaten Lahat dengan pelabuhan utama batubara di Lampung dan Palembang. Di Kalimantan, pengembangan rel kereta api di Kalimantan Tengah harus diintegrasikan dengan transportasi sungai yang sudah ada. Biaya transportasi melalui rel kereta api dan sungai tidak berbeda jauh, sehingga akan sangat ekonomis untuk menggabungkan kedua sarana transportasi tersebut. Jaringan rel kereta api untuk daerah Puruk Cahu dan sekitarnya sebaiknya dihubungkan dengan dua sungai besar, yaitu Barito dan Mahakam. 2. Mengolah batubara ke produk bernilai tambah lebih tinggi Batubara yang digali di Sumatera sebaiknya tidak langsung diekspor sebagai komoditas mentah, tetapi diolah menjadi produk bernilai tambah lebih tinggi, sepertii konversi listrik, upgraded coal, atau produk petrokimia. Salah satu metode pengolahan yang sangat cocok di Sumatera Selatan adalah PLTU mulut tambang. Hal ini disebabkan oleh biaya pengangkutan yang relatif tinggi dan kesulitan dalam mengangkut batubara kualitas rendah yang banyak terdapat di Sumatera Selatan. Listrik yang dihasilkan kemudian dapat disalurkan ke bagian Sumatera lain maupun pulau Jawa secara lebih ekonomis. 3. Membina iklim usaha batubara yang lebih kondusif Iklim usaha batubara di Kalimantan saat ini masih memiliki beberapa tantangan yang harus diatasi untuk mengembangkan batubara secara optimal. Beberapa perubahan pada regulasi tambang, seperti penggunaan model lisensi disertai tender, menimbulkan keraguan pada investor. Di samping itu, masih belum adanya sinergi antar pengusaha tambang, sehingga masing-masing pengusah a mengembangkan infrastruktur sendiri-sendiri. Sebuah model konsorsium dapat digunakan, seperti yang digunakan di Australia, di mana beberapa perusahaan berbagi sabuk conveyor, rel kereta dan jalan yang sama, sehingga dapat meningkatkan efisiensi. Medan Koridor Sumatera Koridor Kalimantan Pontianak Wilayah fokus batubara Lokasi batubara Konsesi batubara Puruk Cahu Pekanbaru Palangka Raya Bangkuang Barito River Jambi Tanjung Siapiapi Palembang Panjang Lampung Serang Jakarta Mahakam River Tj. Isuy Banjarmasin Jalur kereta api (di Kalimantan, menghubungkan lokasi tambang dengan sungai) Pelabuhan Bontang Samarinda Balikpapan 47

48 Target Peningkatan Nilai Peningkatan nilai dari pengembangan produksi batubara ditargetkan memperoleh tambahan sebesar $3.9 milyar sampai dengan $7 milyar dari kondisi saat ini. Potensi peningkatan nilai tersebut berasal dari peningkatan eksplorasi, pengembangan transportasi pengangkutan batubara melalui rel, dan pemanfaatan batubara untuk produksi tenaga listrik. Katalisator (Enabling Growth) Untuk mencapai target peningkatan nilai tersebut, dibutuhkan beberapa dukungan pemerintah dalam bentuk non-infrastruktur (Katalisator) sebagai berikut: 1.Memperkuat regulasi pertanahan dan kebijakan energi Untuk menyelesaikan persoalan kompensasi tanah yang adil bagi pemilik tanah, agar areal pertambangan dapat segera dikerjakan oleh swasta. Disamping itu diperlukan kebijakan energi yang lebih pasti mengenai penggunaan sumber energi, yakni kepastian penggunaan batubara sebagai sumber energi listrik dalam beberapa dekade ke depan. Hal ini sangat penting dalam kaitan untuk mendukung pasokan listrik yang dipergunakan dalam pengembangan berbagai kluster industri dan KEK yang akan dikembangkan di wilayah Sumatera dan Kalimantan 2. Menyediakan pelatihan teknis dan manajerial Untuk meningkatkan pengelolaan industri batubara. Pendidikan dan pelatihan perlu ditingkatkan dengan pertimbangan bahwa 10 juta Ton produksi batubara membutuhkan sekitar 2,500 pekerja, dimana 10-15% merupakan tenaga manajerial. 3. Memperkuat tata kelola perizinan Untuk membuat investasi semakin menarik oleh karena saat ini masih terjadi inefisiensi dalam akuisisi tambang, kontrak, perizinan, dan sebagainya. Dalam hal tata kelola perizinan ini, Kalimantan telah berhasil mengurangi inefisiensi secara cukup memadai. Kebutuhan Infrastruktur Kebutuhan infrastruktur yang mendesak adalah : 1.Pelabuhan bongkar muat kapal tongkang di daerah-daerah Bangkuang dan Tanjung Isuy untuk wilayah Kalimantan. Sementara pada wilayah Sumatera, kebutuhan infrastruktur yang mendesak yakni peningkatan kapasitas pelabuhan utama batubara di Lampung (Panjang) dan Palembang. 2.Pembangunan Jaringan rel kereta api dari areal tambang batubara ke Kalimantan Tengah ke Barito dan/atau ke Sungai Mahakam, meliputi dari Puruk Cahu ke Bangkuang dan dari Puruk Cahu ke Tanjung Isuy. Sementara pada wilayah Sumatera, dibutuhkan Jaringan rel kereta api dari areal tambang batubara di Sumatera Selatan menuju ke pelabuhan. Di Lampung dan Palembang 3.Di wilayah Sumatera, dibutuhkan PLTU mulut-tambang di areal pertambangan batubara Sumatera Selatan. Jaringan rel akan menghubungkan lokasi tambang dengan pelabuhan Lampung dan Palembang Daerah Istimewa Aceh North Sumatera Koridor Sumatera Riau West Sumatera Areal tambang di Sumsel memiliki tingkat kepadatan tinggi, sehingga cocok untuk jaringan rel Areal tambang yang tersebar membuat jaringan rel tidak cocok untuk Riau dan Jambi Bengkulu Jambi South Sumatera Lampung Jaringan rel yang diusulkan akan menghubungkan areal tambang di Sumsel ke pelabuhan di Lampung dan Palembang ( km total) tambang lama potensi tambang baru 48

Jakarta, 7 Februari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian PPN/BAPPENAS

Jakarta, 7 Februari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian PPN/BAPPENAS Jakarta, 7 Februari 2011 Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian PPN/BAPPENAS Direktif Presiden tentang Penyusunan Masterplan Visi Indonesia 2025 Kedudukan Masterplan dalam Kerangka

Lebih terperinci

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian POKOK-POKOK MASTER PLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) TAHUN

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian POKOK-POKOK MASTER PLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) TAHUN Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian POKOK-POKOK MASTER PLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) TAHUN 2011-2025 Disampaikan Pada acara: RAKERNAS KEMENTERIAN KUKM Jakarta,

Lebih terperinci

Pengembangan Pusat Pertumbuhan Industri 1. Sumatera 2. Kalimantan 3. Jawa

Pengembangan Pusat Pertumbuhan Industri 1. Sumatera 2. Kalimantan 3. Jawa Pertumbuhan. Sumatera Sei Mangke, Sumatera Utara (Kelapa Sawit) Dumai, Riau (Kelapa Sawit) Muara Enim, Sumatera Selatan (Batubara) Sei Bamban, Sumatera Utara (Karet) Karimun, Kepulauan Riau (Perkapalan).

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH Pembangunan Koridor Ekonomi (PKE) merupakan salah satu pilar utama, disamping pendekatan konektivitas dan pendekatan pengembangan sumber daya manusia

Lebih terperinci

CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG

CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA 2011-2025 A. Latar Belakang Sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tantangan ke depan pembangunan ekonomi Indonesia tidaklah mudah untuk diselesaikan. Dinamika ekonomi domestik dan global mengharuskan Indonesia senantiasa siap terhadap

Lebih terperinci

BAB 7. POTENSI SUMBERDAYA MANUSIA DAN ALAM INDONESIA SERTA KEBIJAKAN NASIONAL. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati

BAB 7. POTENSI SUMBERDAYA MANUSIA DAN ALAM INDONESIA SERTA KEBIJAKAN NASIONAL. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati BAB 7. POTENSI SUMBERDAYA MANUSIA DAN ALAM INDONESIA SERTA KEBIJAKAN NASIONAL Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati Potensi Sumberdaya Manusia dan Alam Indonesia Sumberdaya alam Indonesia berasal dari

Lebih terperinci

PROGRAM KEGIATAN DITJEN PPI TAHUN 2011 DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS

PROGRAM KEGIATAN DITJEN PPI TAHUN 2011 DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS PROGRAM KEGIATAN DITJEN PPI TAHUN 2011 DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN KLASTER INDUSTRI PRIORITAS DIREKTORAT JENDERAL PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN INDUSTRI 28 Februari 2011 Indonesia memiliki keunggulan komparatif

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen dan pengekspor terbesar minyak kelapa sawit di dunia. Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Selain sebagai sumber utama minyak nabati, kelapa sawit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam pengembangan suatu wilayah, terdapat beberapa konsep pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah Aliran Sungai (DAS), konsep pengembangan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA KELOMPOK I KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA TOPIK : PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO DAN KIMIA MELALUI PENDEKATAN KLASTER KELOMPOK INDUSTRI HASIL HUTAN DAN PERKEBUNAN, KIMIA HULU DAN

Lebih terperinci

Gambar 3.A.1 Peta Koridor Ekonomi Indonesia

Gambar 3.A.1 Peta Koridor Ekonomi Indonesia - 54 - BAB 3: KORIDOR EKONOMI INDONESIA A. Postur Koridor Ekonomi Indonesia Pembangunan koridor ekonomi di Indonesia dilakukan berdasarkan potensi dan keunggulan masing-masing wilayah yang tersebar di

Lebih terperinci

REINDUSTRIALISASI DALAM RANGKA MENDUKUNG TRANSFORMASI EKONOMI

REINDUSTRIALISASI DALAM RANGKA MENDUKUNG TRANSFORMASI EKONOMI MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA ARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2011 REINDUSTRIALISASI DALAM RANGKA MENDUKUNG TRANSFORMASI EKONOMI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pemerataan pembangunan ekonomi merupakan hasil yang diharapkan oleh seluruh masyarakat bagi sebuah negara. Hal ini mengingat bahwa tujuan dari pembangunan

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 [Type text] LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 BUKU I: Prioritas Pembangunan, serta Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan adalah kemajuan yang diharapkan oleh setiap negara. Pembangunan adalah perubahan yang terjadi pada semua struktur ekonomi dan sosial. Selain itu

Lebih terperinci

Perencanaan Pembangunan Transportasi Nasional yang Terpadu dan Berkelanjutan

Perencanaan Pembangunan Transportasi Nasional yang Terpadu dan Berkelanjutan Perencanaan Pembangunan Transportasi Nasional yang Terpadu dan Berkelanjutan Disampaikan Pada Seminar Nasional Transportasi Denpasar, 06 Mei 2011 Bambang Susantono Ph D Bambang Susantono, Ph.D. Wakil Menteri

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Peraturan Presiden No 32 Tahun 2011 tentang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) merupakan sebuah langkah besar permerintah dalam mencapai

Lebih terperinci

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BALAI SIDANG JAKARTA, 24 FEBRUARI 2015 1 I. PENDAHULUAN Perekonomian Wilayah Pulau Kalimantan

Lebih terperinci

MP3EI Pertanian : Realisasi dan Tantangan

MP3EI Pertanian : Realisasi dan Tantangan Rubrik Utama MP3EI Pertanian : Realisasi dan Tantangan Oleh: Dr. Lukytawati Anggraeni, SP, M.Si Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor olume 18 No. 2, Desember

Lebih terperinci

MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA BAB 1: PENDAHULUAN

MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA BAB 1: PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 32 TAHUN 2011 TANGGAL 20 MEI 2011 MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA 2011-2025 BAB 1: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepanjang sejarah kemerdekaan

Lebih terperinci

PROGRAM KERJA DITJEN PPI TA 2012 DAN IMPLEMENTASI MP3EI DI KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN

PROGRAM KERJA DITJEN PPI TA 2012 DAN IMPLEMENTASI MP3EI DI KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN PROGRAM KERJA DITJEN PPI TA 2012 DAN IMPLEMENTASI MP3EI DI KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN Oleh: DR. Dedi Mulyadi, M.Si Jakarta, 1 Februari 2012 Rapat Kerja Kementerian Perindustrian OUTLINE I. PENDAHULUAN II.

Lebih terperinci

KORIDOR EKONOMI INDONESIA DALAM PENATAAN RUANG SUATU PERSPEKTIF

KORIDOR EKONOMI INDONESIA DALAM PENATAAN RUANG SUATU PERSPEKTIF KORIDOR EKONOMI INDONESIA DALAM PENATAAN RUANG SUATU PERSPEKTIF Apakah Rencana Tata Ruang Pulau sudah sesuai dengan koridor ekonomi?, demikian pertanyaan ini diutarakan oleh Menko Perekonomian dalam rapat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran strategis dalam menunjang perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia bahan pangan, pakan ternak, sumber bahan baku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sumber daya alam atau biasa disingkat SDA adalah sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan dan kebutuhan hidup manusia agar hidup lebih sejahtera yang

Lebih terperinci

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model Boks 1 Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model I. Latar Belakang Perkembangan ekonomi Riau selama beberapa kurun waktu terakhir telah mengalami transformasi.

Lebih terperinci

Menakar Kinerja Kota Kota DiIndonesia

Menakar Kinerja Kota Kota DiIndonesia Menakar Kinerja Kota Kota DiIndonesia Oleh Doni J Widiantono dan Ishma Soepriadi Kota-kota kita di Indonesia saat ini berkembang cukup pesat, selama kurun waktu 10 tahun terakhir muncul kurang lebih 31

Lebih terperinci

STRATEGI PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG INVESTASI

STRATEGI PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG INVESTASI KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL STRATEGI PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG INVESTASI Amalia Adininggar Widyasanti Direktur Perdagangan, Investasi, dan Kerjasama

Lebih terperinci

PANDUAN WORKSHOP MASTER PLAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI)

PANDUAN WORKSHOP MASTER PLAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) PANDUAN WORKSHOP MASTER PLAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) DIREKTORAT PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Lebih terperinci

RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 Oleh : Menteri PPN/Kepala Bappenas Disampaikan dalam acara Musyawarah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN KEWILAYAHAN DAN ANTARWILAYAH

PEMBANGUNAN KEWILAYAHAN DAN ANTARWILAYAH PEMBANGUNAN KEWILAYAHAN DAN ANTARWILAYAH I. Pendahuluan Dengan mengacu Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 dan Visi-Misi Presiden serta Agenda Prioritas Pembangunan (NAWA CITA),

Lebih terperinci

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI I. KINERJA AGRO TAHUN 2012 II. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN AGRO III. ISU-ISU STRATEGIS

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang IV. GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR Propinsi Kalimantan Timur dengan luas wilayah daratan 198.441,17 km 2 dan luas pengelolaan laut 10.216,57 km 2 terletak antara 113º44 Bujur Timur dan 119º00

Lebih terperinci

Kebijakan, Strategi dan Program Keterpaduan Penanganan Kumuh Perkotaan

Kebijakan, Strategi dan Program Keterpaduan Penanganan Kumuh Perkotaan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Direktorat Jenderal Cipta Karya Kebijakan, Strategi dan Program Keterpaduan Penanganan Kumuh Perkotaan Direktorat Keterpaduan Infrastruktur Permukiman Outline

Lebih terperinci

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 BOKS REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 I. PENDAHULUAN Dinamika daerah yang semakin kompleks tercermin dari adanya perubahan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun 1 1 PENDAHULUAN Daya saing merupakan suatu hal yang mutlak dimiliki dalam persaingan pasar bebas. Perkembangan daya saing nasional di tingkat internasional juga tidak terlepas dari perkembangan daya saing

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS REPUBLIK INDONESIA RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN

Lebih terperinci

Jakarta, 10 Maret 2011

Jakarta, 10 Maret 2011 SAMBUTAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DALAM ACARA TEMU KONSULTASI TRIWULANAN KE-1 TAHUN 2011 BAPPENAS-BAPPEDA PROVINSI SELURUH INDONESIA Jakarta,

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016 Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016 Yth. : 1. Menteri Perdagangan; 2. Menteri Pertanian; 3. Kepala BKPM;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan transportasi sangat diperlukan dalam pembangunan suatu negara ataupun daerah. Dikatakan bahwa transportasi sebagai urat nadi pembangunan kehidupan politik,

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. lumpuhnya sektor-sektor perekonomian dunia, sehingga dunia dihadapkan bukan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. lumpuhnya sektor-sektor perekonomian dunia, sehingga dunia dihadapkan bukan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi global lebih dari 12 tahun yang lalu telah mengakibatkan lumpuhnya sektor-sektor perekonomian dunia, sehingga dunia dihadapkan bukan hanya dengan upaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL Gamal Nasir Direktorat Jenderal Perkebunan PENDAHULUAN Kelapa memiliki peran strategis bagi penduduk Indonesia, karena selain

Lebih terperinci

TUNJANGAN KINERJA JABATAN STRUKTURAL

TUNJANGAN KINERJA JABATAN STRUKTURAL 5 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG JABATAN DAN KELAS JABATAN SERTA TUNJANGAN KINERJA PEGAWAI DI LINGKUNGAN BADAN KOORDINASI PENANAMAN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU 2014

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU 2014 OUTLINE ANALISIS PROVINSI 1. Perkembangan Indikator Utama 1.1 Pertumbuhan Ekonomi 1.2 Pengurangan Pengangguran 1.3 Pengurangan Kemiskinan 2. Kinerja Pembangunan Kota/ Kabupaten 2.1 Pertumbuhan Ekonomi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS Perencanaan pembangunan antara lain dimaksudkan agar Pemerintah Daerah senantiasa mampu menyelaraskan diri dengan lingkungan. Oleh karena itu, perhatian kepada mandat

Lebih terperinci

Analisis Indikator Pembangunan Ekonomi Inklusif dalam Sektor Pertanian dan Perkebunan di Indonesia

Analisis Indikator Pembangunan Ekonomi Inklusif dalam Sektor Pertanian dan Perkebunan di Indonesia Analisis Indikator Pembangunan Ekonomi Inklusif dalam Sektor Pertanian dan Perkebunan di Indonesia Vebtasvili Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Bangka Belitung, Indonesia ABSTRAK Pembangunan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang dua per tiga wilayahnya adalah perairan dan terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persinggahan rute perdagangan dunia.

Lebih terperinci

ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014

ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014 ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014 OUTLINE 1. LINGKUNGAN STRATEGIS 2. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2 1. LINGKUNGAN STRATEGIS 3 PELUANG BONUS DEMOGRAFI Bonus Demografi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan perekonomian nasional. Peranannya sebagai menyumbang pembentukan PDB penyediaan sumber devisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan.

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Minyak kelapa sawit merupakan minyak nabati yang berasal dari buah kelapa sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan. Minyak

Lebih terperinci

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) Sub Bidang Sumber Daya Air 1. Pengembangan, Pengelolaan, dan Konservasi Sungai, Danau, dan

Lebih terperinci

6 Semua negara di Oceania, kecuali Australia dan Selandia Baru (New Zealand).

6 Semua negara di Oceania, kecuali Australia dan Selandia Baru (New Zealand). GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM 2013 24 Sesi NEGARA MAJU DAN NEGARA BERKEMBANG : 2 A. PENGERTIAN NEGARA BERKEMBANG Negara berkembang adalah negara yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi rendah, standar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi.

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan pembangunan ekonomi Indonesia telah dituangkan pada program jangka panjang yang disusun oleh pemerintah yaitu program Masterplan Percepatan Perluasan dan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur 57 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut dan terletak antara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan yang sering dihadapi dalam perencanaan pembangunan adalah adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah penyebaran investasi yang

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. KESIMPULAN Dari hasil analisis, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Dengan mempertimbangkan pelabuhan-pelabuhan terluar pada setiap pintu akses keluar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi

Lebih terperinci

Pembenahan Pasokan Daging Sapi Melalui Sistem Logistik Nasional Senin, 10 Juni 2013

Pembenahan Pasokan Daging Sapi Melalui Sistem Logistik Nasional Senin, 10 Juni 2013 Pembenahan Pasokan Daging Sapi Melalui Sistem Logistik Nasional Senin, 10 Juni 2013 Indonesia memiliki potensi sapi potong yang cukup besar. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) hasil Sensus Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya terus ditempuh pemerintah guna mendorong pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. upaya terus ditempuh pemerintah guna mendorong pembangunan ekonomi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi dan perkembangan sistem transportasi mempunyai hubungan yang erat serta saling ketergantungan. Berbagai upaya terus ditempuh pemerintah guna mendorong

Lebih terperinci

BAB 5: INDIKASI INVESTASI INFRASTRUKTUR

BAB 5: INDIKASI INVESTASI INFRASTRUKTUR BAB 5: INDIKASI INVESTASI INFRASTRUKTUR Pelaksanaan MP3EI memerlukan dukungan pelayanan infrastruktur yang handal. Terkait dengan pengembangan 8 program utama dan 22 kegiatan ekonomi utama, telah diidentifikasi

Lebih terperinci

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas Sektor industri merupakan salah satu sektor yang mampu mendorong percepatan

Lebih terperinci

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI PEMBERDAYAAAN KOPERASI & UMKM DALAM RANGKA PENINGKATAN PEREKONOMIAN MASYARAKAT 1) Ir. H. Airlangga Hartarto, MMT., MBA Ketua Komisi VI DPR RI 2) A. Muhajir, SH., MH Anggota Komisi VI DPR RI Disampaikan

Lebih terperinci

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah 2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation antara kinerja pembangunan yang dicapai saat inidengan yang direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING KOMODITAS PERTANIAN

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING KOMODITAS PERTANIAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING KOMODITAS PERTANIAN Kementerian Pertanian Seminar Nasional Agribisnis, Universitas Galuh Ciamis, 1 April 2017 Pendahuluan Isi Paparan Kinerja dan permasalahan Posisi

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA Oleh Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Indonesia memiliki cakupan wilayah yang sangat luas, terdiri dari pulau-pulau

Lebih terperinci

BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI

BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI Indikator yang lazim digunakan untuk mendapatkan gambaran kondisi pemakaian energi suatu negara adalah intensitas energi terhadap penduduk (intensitas energi per kapita)

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Acara SEMINAR DAMPAK PENURUNAN HARGA MINYAK BUMI TERHADAP INDUSTRI PETROKIMIA 2015 Jakarta, 5 Maret 2014

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Acara SEMINAR DAMPAK PENURUNAN HARGA MINYAK BUMI TERHADAP INDUSTRI PETROKIMIA 2015 Jakarta, 5 Maret 2014 SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN Pada Acara SEMINAR DAMPAK PENURUNAN HARGA MINYAK BUMI TERHADAP INDUSTRI PETROKIMIA 2015 Jakarta, 5 Maret 2014 Bismillahirrohmanirrahim Yth. Ketua Umum INAplas Yth. Para pembicara

Lebih terperinci

Menjawab Kemendesakan dan Masa Depan Kota. Rujak Center for Urban Studies

Menjawab Kemendesakan dan Masa Depan Kota. Rujak Center for Urban Studies Menjawab Kemendesakan dan Masa Depan Kota Rujak Center for Urban Studies Pertumbuhan Penduduk Dunia Tahun 2008, : lebih dari separuh penduduk dunia (3,3 milyar orang), bertempat tinggal di kota Tahun 2009

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PERGUDANGAN DI INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI KEMENTERIAN PERDAGANGAN

KEBIJAKAN PERGUDANGAN DI INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERDAGANGAN DALAM NEGERI KEMENTERIAN PERDAGANGAN Disampaikan pada Policy Dialogue Series dengan Tema Pengembangan Subsektor Jasa Pergudangan Dalam Meningkatkan Daya Saing Sektor Jasa Logistik di Indonesia Jakarta, 22 September 2015 KEBIJAKAN PERGUDANGAN

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH Strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan komperhensif tentang bagaimana Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi

Lebih terperinci

KEKAYAAN ALAM PEKAN BARU DAN DUMAI UTUK INDONESIA

KEKAYAAN ALAM PEKAN BARU DAN DUMAI UTUK INDONESIA KEKAYAAN ALAM PEKAN BARU DAN DUMAI UTUK INDONESIA Wilayah Pekanbaru dan Dumai berada di Provinsi Riau yang merupakan provinsi yang terbentuk dari beberapa kali proses pemekaran wilayah. Dimulai dari awal

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2004-2009 di Sektor Industri Manufaktur, Pemerintah Pusat memprioritaskan pengembangan agroindustri. Prioritas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal ini

I. PENDAHULUAN. dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal ini 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Fenomena Kesenjangan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia menghadapi fenomena sebaran penduduk yang tidak merata. Hal

Lebih terperinci

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG

PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG 67 VI. PERGERAKAN HARGA CPO DAN MINYAK GORENG Harga komoditas pertanian pada umumnya sangat mudah berubah karena perubahan penawaran dan permintaan dari waktu ke waktu. Demikian pula yang terjadi pada

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS PADA PEMBUKAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) PROVINSI JAMBI TAHUN Jambi, 6 April 2011

SAMBUTAN MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS PADA PEMBUKAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) PROVINSI JAMBI TAHUN Jambi, 6 April 2011 SAMBUTAN MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS PADA PEMBUKAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) PROVINSI JAMBI TAHUN 2011 Jambi, 6 April 2011 Yang terhormat Saudara Menteri Dalam Negeri, Yang terhormat

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN IV. DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Bertambahnya jumlah penduduk berarti pula bertambahnya kebutuhan konsumsi secara agregat. Peningkatan pendapatan diperlukan

Lebih terperinci

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL Direktur Jenderal Perkebunan disampaikan pada Rapat Kerja Revitalisasi Industri yang Didukung oleh Reformasi Birokrasi 18

Lebih terperinci

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011 2025 Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Istana Bogor, 11 Februari 2011 Konsep awal Masterplan dipresentasikan Menko Perekonomian

Lebih terperinci

Laporan Akuntabilitas Kinerja Badan Koordinasi Penanaman Modal Tahun 2011 KATA PENGANTAR

Laporan Akuntabilitas Kinerja Badan Koordinasi Penanaman Modal Tahun 2011 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR BKPM menyusun laporan pertanggung jawaban kinerja dalam bentuk Laporan Akuntabilitas Kinerja Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Tahun 2011 mengacu pada Instruksi Presiden RI Nomor 7

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

Ekspor Indonesia Masih Sesuai Target 2008: Pemerintah Ambil Berbagai Langkah Guna Antisipasi Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Dunia

Ekspor Indonesia Masih Sesuai Target 2008: Pemerintah Ambil Berbagai Langkah Guna Antisipasi Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Dunia SIARAN PERS DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Tel: 021 3858216, 23528400. Fax: 021-23528456 www.depdag.go.id Ekspor Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua Provinsi Papua terletak antara 2 25-9 Lintang Selatan dan 130-141 Bujur Timur. Provinsi Papua yang memiliki luas

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN BONGKAR BARANG

PERKEMBANGAN BONGKAR BARANG TON PERSEN BAB 1 160,000 140,000 120,000 100,000 80,000 60,000 40,000 20,000 - PERKEMBANGAN BONGKAR BARANG Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 2009 2010 2011 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00-10.00-20.00-30.00 VOLUME

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termaktub dalam alenia ke-4 pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu: (1)

BAB I PENDAHULUAN. termaktub dalam alenia ke-4 pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu: (1) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagaimana termaktub dalam alenia ke-4 pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu: (1) melindungi segenap bangsa

Lebih terperinci