PENGELOLAAN SEMEN DAN INSEMINASI BUATAN
|
|
- Yohanes Dharmawijaya
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PENGELOLAAN SEMEN DAN INSEMINASI BUATAN Takdir Saili 1 dan Mozes R. Toelihere 2 1 Program Studi Produksi Ternak, Faperta Unhalu, Kendari 2 Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor PENDAHULUAN Latar Belakang Sejalan dengan peningkatan kebutuhan manusia akan hewan khususnya hewan ternak sebagai konsekuensi pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan kualitas hidup, maka manusia mulai melibatkan diri secara aktif dalam penanganan reproduksi hewan sehingga diperoleh produktivitas reproduksi yang maksimal. Bioteknologi sebagai ujung tombak peningkatan produksi peternakan mempunyai urgensi yang tinggi untuk terus dipertahankan dan ditingkatkan demi mencapai sistem usaha yang kondusif dan berdaya saing tinggi. Upaya dalam bidang reproduksi ternak berawal dengan diperkenalkannya teknologi Artificial Insemination (AI) atau Inseminasi Buatan (IB) yang bertujuan untuk memanfaatkan potensi seekor hewan jantan unggul (pejantan) secara maksimal. Dalam perkawian secara alami, seekor pejantan unggul hanya dapat mengawini 1 sampai 5 ekor betina, namun melalui teknologi IB, dia dapat mengawini beratus-ratus betina. Tujuan Penulisan Tulisan ini bertujuan untuk menyampaikan informasi ilmiah dan populer tentang pengelolaan semen dan Inseminasi Buatan agar pemahaman kita tentang dunia reproduksi khususnya reproduksi sapi potong akan semakin baik seiring dengan pesatnya perkembangan bioteknologi reproduksi dewasa ini. PENGELOLAAN SEMEN Secara komersial sangatlah penting untuk mendapatkan sperma yang berasal dari pejantan yang benar-benar unggul dalam jumlah yang banyak. Hal ini mendorong upaya untuk melakukan studi yang intensif pada tingkah laku seksual, spermatogenesis, faktorfaktor yang mempengaruhi fungsi testis dan epididimis serta cara koleksi semen. Metode evaluasi sperma secara elektronik seperti computer-assisted sperm analysis (CASA)
2 termasuk penggunaan teknologi pewarnaan DNA (Tardif et al., 1998) mulai diterapkan untuk menghasilkan evaluasi yang lebih valid terhadap potensi sperma sebagai sumber gamet jantan. Selanjutnya, penelitian diarahkan ke teknologi penyimpanan semen untuk keperluan jangka pendek maupun jangka panjang. Langkah ini diawali dengan perbanyakan volume semen dan penyimpanan baik penyimpanan jangka pendek (suhu 4-5 o C) dalam bentuk cair maupun penyimpanan jangka panjang (suhu -196 o C) dalam bentuk beku. Kegiatan pembekuan semen meliputi pemilihan pengencer yang tepat, teknik pendinginan, pembekuan dan thawing. Semua kegiatan tersebut diarahkan ke upaya untuk mempertahankan motilitas dan viabilitas sperma selama penyimpanan sehingga pada saat IB dilakukan sperma masih mempunyai kemampuan untuk membuahi sel telur dengan baik. Bidang kriobiologi menjadi sangat berguna dengan ditemukannya bahan krioprotektan gliserol yang sangat efektif melindungi sperma selama proses pembekuan. Pengenceran Semen Bahan pengencer semen yang sering digunakan terutama terdiri dari garamgaram natrium dan kalium. Tetapi yang paling penting adalah pemilihan pengencer yang terdiri dari unsur-unsur yang secara fisiologis dimiliki oleh semen yang hendak diencerkan. Salisbury dan van Demark (1985) menyatakan bahwa semen yang baru diejakulasikan mengandung bahan penyangga seperti klorida, sitrat, bikarbonat, fosfat dan sulfit. Sitrat dan bikarbonat merupakan bahan penyangga utama. Terlepas dari kemampuannya sebagai penyangga, belumlah diketahui peran sitrat dan bikarbonat terhadap kestabilan ph optimum. Bikarbonat merupakan penyangga yang efektif untuk menyimpan sperma sapi pada suhu 5 C. Unsur ini memacu glikolisis sperma di dalam epididymis dan sperma yang diejakulasikan pada suhu tubuh. Toelihere (1985a) menyatakan bahwa semen mengandung larutan penyangga sitrat dan bikarbonat tetapi bahan-bahan penyangga ini tidak dapat mempertahankan ph netral dalam menghadapi jumlah asam laktat yang terbentuk dari fruktosa di dalam plasma semen sapi. Penambahan antibiotika di dalam pengencer semen berguna menghambat 2
3 pertumbuhan atau membunuh bakteri atau organisme yang dapat merusak sperma, meningkatkan daya tahan hidup sperma dan mencegah terjadinya infeksi pada saluran kelamin betina yang diinseminasi dengan semen tersebut (Toelihere, 1985b). Selanjutnya dikatakan bahwa penambahan 1000 unit penicillin dan 1000 mikrogram streptomisin per mililiter pengencer tidak merusak sperma, dan efektif menghambat pertumbuhan kuman di dalam semen yang diencerkan. Kejutan dingin tidak hanya nampak karena efek fisiologis yang biasa diamati, tetapi juga pembocoran substansi vital dalam semen, enzim intraselluler, dan lipoprotein dari sel. ATP dan kalsium intraseluler serta lemak berfosfor akan menghilang dari sel sperma (Salisbury dan van Demark, 1985). Selanjutnya dikatakan bahwa penambahan gliserol ke dalam bahan pengencer biasanya mengurangi bahaya yang ditimbulkan oleh proses pembekuan. Untuk beberapa jaringan atau sel, kejutan dingin atau masalah yang ditimbulkan karena kecepatan pendinginan rendah, nampaknya tidak merugikan penyimpanan semen pada temperatur di bawah titik beku. Kesulitan ini sebagian dapat diatasi dengan memakai zat-zat pelindung dalam pengencer dan mengatur kecepatan pendinginan di atas dan di bawah titik beku secara baik untuk mencapai jumlah sperma optimal yang masih tahan hidup. Meskipun semen yang diencerkan dengan sitrat-kuning telur saja tidak dapat dibekukan tanpa gliserol, semen dalam sitrat-gliserol tanpa kuning telur atau susu telah dapat dibekukan dan dikembalikan motilitasnya dengan hasil yang cukup memuaskan (Salisbury dan van Demark, 1985; Hafez,1993). Gliserol bekerja dengan memodifikasi tipe kristal es yang terbentuk sewaktu pembekuan,sehingga kerusakan sel secara mekanis dapat tercegah (Salisbury dan van Demark,1985). Pada bagian lain Toelihere (1985a) mengatakan bahwa gliserol akan memasuki sel seperti halnya fruktosa dan mungkin akan digunakan oleh sel untuk aktivitas metabolisme. Reaksi tertentu menunjukkan bahwa gliserol dapat masuk ke dalam sel menggantikan air bebas dan mendesak keluarnya elektrolit intraseluler sampai titik konsentrasi tidak berbahaya lagi selama pembekuan. Selanjutnya dikatakan bahwa gliserol biasanya ditambahkan ke dalam air mani yang diencerkan terlebih dahulu dengan dasar volume pengencer yang yang sama yang mengandung dua 3
4 kali jumlah volume gliserol yang diperlukan pada campuran akhir. Beberapa hasil penelitan menyatakan bahwa penambahan gliserol harus dilakukan dengan perlahan-lahan, setetes demi setetes secara teratur dan diaduk secara halus (Hafez, 1993). Hal ini dimaksudkan agar pengencer yang mengandung gliserol yang ditambahkan pada semen yang telah diencerkan mempunyai temperatur yang sama yaitu 4 sampai 5 C. Gliserol yang digunakan secara umum untuk kriopreservasi semen jumlahnya tergantung pada bahan pengencer, metode pembekuan dan jenis ternak, namun pada umumnya berkisar antara 5% sampai 10% (Hafez, 1993). Selanjutnya dikatakan bahwa gliserol harus ditambahkan ke dalam bahan pengencer beberapa jam sebelum pengenceran semen. Pencampuran semen dengan bahan pengencer yang bergliserol harus dilakukan pada suhu 5 C. Toelihere, dkk. (1995), mengemukakan bahwa metode pembekuan dua tahap dilakukan dengan membagi volume setiap bahan pengencer menjadi dua bagian, misalnya pengencer A dibagi menjadi A 1 dan A 2. Semen diencerkan terlebih dahulu dengan pengencer A 1 yang tak bergliserol kemudian disimpan selama 1-2 jam, kemudian dicampurkan lagi dengan bagian pengencer A 2 pada temperatur 3-5 C untuk selanjutnya diequilibrasi selama 4 jam pada temperatur lemari es (0-5 C). Sedangkan pada metode pembekuan satu tahap semen secara langsung dicampur ke dalam pengencer yang bergliserol kemudian diequilibrasi selama 4 jam. Kecepatan pendinginan optimal selama pembekuan bertujuan untuk mempertahankan kualitas dan kesuburan semen beku selama penyimpanan. Penyesuaian semen dengan pengencer yang bergliserol pada temperatur lemari es membutuhkan waktu 0,5 jam untuk pengencer sitrat-kuning telur atau susu skimkuning telur (Salisbury dan van Demark, 1985), sedangkan pada penelitian lain menyarankan bahwa daya tahan hidup sperma lebih tinggi jika periode penyesuaian/equilibrasi berlangsung lebih lama 4-28 jam. Toelihere, dkk, (1995) melakukan equilibrasi selama 3-4 jam pada temperatur 0-5 C. Pengenceran semen dengan bahan pengencer merupakan langkah terbaik dalam menjamin kebutuhan fisik dan kimia, selain itu harus disimpan pada suhu dan kondisi tertentu yang dapat mempertahankan kehidupan sperma selama waktu tertentu sebelum digunakan untuk IB (Toelihere, 1985b). 4
5 Semen yang berkualitas baik dapat bertahan hidup 7-14 hari dalam lemari es, tetapi standar kualitas semen IB sebaiknya semen yang tersimpan kira-kira 4 hari (Toelihere, 1985b, Nesimnasi, 1994 dan Puka, 1996). Suatu pengencer yang baik harus mempunyai fungsi : a). menyediakan nutrisi sebagai sumber energi, b). pelindung terhadap bahaya pendinginan yang cepat, c). menyediakan peyangga untuk mencegah kerusakan atau bahaya akibat perubahan ph karena terbentuknya asam laktat, d). mempertahankan tekanan osmotik dan elektrolit, e). menghambat pertumbuhan bakteri atau mikroorganisme, f). memperbanyak volume semen sehingga dapat digunakan untuk menginseminasi jumlah akseptor yang lebih banyak dan g). melindungi sel sperma selama pembekuan (Hafez, 1993). Standar minimum kualitas sperma yang dapat dipakai untuk IB adalah 500 juta sel sperma dalam satu mili liter ejakulat dan minimal 50% sperma harus motil. Setiap dosis IB harus mengandung paling sedikit 5 juta sel sperma yang hidup. Konsentrasi sperma di bawah 5 juta sel motil per dosis inseminasi,akan menurunkan angka fertilitas secara drastis (Toelihere, 1985b). Evaluasi Semen sebelum Pengenceran Penilaian semen sebelum pengenceran bertujuan untuk mengetahui layak tidaknya semen diencerkan dan untuk menentukan jumlah pengencer yang digunakan. Toelihere (1985b) menegaskan bahwa pemeriksaan dan penilaian semen akan memberikan hasil yang memuaskan jika dilakukan sesingkat mungkin setelah penampungan. Pujiaty (1994) berhasil menentukan waktu optimal evaluasi semen post ejakulasi yaitu 10 menit pada sapi Brangus Pemeriksaan pada semen segar ini meliputi evaluasi makroskopis dan mikroskopis. Evaluasi makroskopis meliputi; volume, warna, ph, konsistensi dan bau semen. Sedangkan evaluasi mikroskopis meliputi; motilitas (individu dan massa), konsentrasi, abnormalitas sperma, keutuhan membran dan tudung akrosom serta penentuan hidup-mati sperma dengan menggunaan pewarnaan eosin. Untuk menghindari penurunan kualitas semen akibat pemeriksaan yang terlalu lama, maka pemeriksaan semen untuk pengenceran cukup dengan mengamati volume semen, konsistensi, motilitas dan konsentrasi semen walaupun akan lebih sempurna 5
6 jika semua parameter evaluasi semen dilakukan. Kelayakan tersebut terutama ditunjukan oleh motilitas, konsentrasi dan prosentase hidup sperma masing-masing sebesar 85-95%; x 10 6 dan 85-95% pada sapi Brangus, sedangkan pada sapi Bali sebesar 75-80%; x 10 6 dan 80-85%. Dari segi kuantitas volume semen sapi Brangus lebih banyak dari sapi Bali. Hal ini disebabkan oleh ukuran diameter testis yang lebih besar, pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Burhanuddin, dkk. (1994) yang meneliti hubungan volume dan kualitas semen sapi Bali pada ukuran testis yang berbeda. Evaluasi Semen setelah Pengenceran Pemeriksaan semen sesudah pengenceran bertujuan untuk mengetahui motilitas sperma setelah pengenceran, apakah layak untuk disimpan atau dibekukan. Apabila untuk penyimpanan maka pemeriksaan tersebut bermanfaat untuk mengetahui prosentase penurunan kualitas sejak pengenceran dilakukan hingga selesai penyimpanan semen cair pada suhu 0-5 C. Penurunan prosentase sperma yang hidup dan motil terjadi karena bertambahnya umur sperma selama penyimpanan, kerusakan akibat cold shock dan berkurangnya energi yang tersedia dalam pengencer (Hafez, 1993). Hasil pengamatan terhadap motilitas dan daya tahan hidup sperma dalam pengencer Tris dan sitrat-kuning telur lebih lama jika dibandingkan dengan ketiga bahan pengencer lainnya (susu skim, laktosa dan bikarbonat-kuning telur). INSEMINASI BUATAN Inseminasi Buatan sebagai salah satu teknologi di bidang reproduksi ternak tidaklah hanya mencakup prosedur pendeposisian semen ke dalam saluran kelamin betina akan tetapi mencakup serangkaian kegiatan yang meliputi : organisasi, kualitas sumber daya manusia, sarana dan prasarana, seleksi dan penyediaan pejantan unggul, produksi dan distribusi semen, pembinaan dan penyuluhan, deteksi dan sinkronisasi berahi dan pelaporan, inseminasi dan pencatatan, dan evaluasi hasil serta pemasaran hasil IB Seleksi dan penyediaan pejantan unggul, produksi dan distribusi semen merupakan faktor terpenting karena manfaat utama kegiatan IB adalah pemanfaatan 6
7 penjantan unggul secara maksimal. Hal ini hanya mungkin dicapai melalui upaya peningkatan produksi dan distribusi semen pejantan unggul yang terseleksi. Semen cair dapat dipilih sebagai alternatif pemecahan masalah IB yang mengahadapi kendala keterbatasan sarana dan prasarana semen beku, terutama terbatasnya ketersediaan kontainer dan N 2 cair. Keterbatasan-keterbatasan yang dihadapi dalam penggunaan semen beku kadang menjadi penyebab lambannya penyebaran IB. Untuk itu produksi semen cair dan pemanfaatannya akan mampu membantu mengatasi masalah tersebut. Perkembangan Teknologi Inseminasi Buatan Studi awal tentang teknologi inseminasi buatan (IB) pada ternak dilakukan oleh seorang Rusia bernama Ivanoff pada tahun 1899 (Ivanoff, 1922; Milovanov, 1964) dan diikuti oleh Ishikawa dari Jepang pada tahun 1912 setelah belajar dari Ivanoff (Nishikawa, 1962). Di negara barat sendiri diawali oleh penemuan Amantea pada tahun 1914 mengenai vagina buatan yang sangat membantu dalam proses koleksi semen (Perry, 1968). Menjelang tahun 1936, Srensen mendirikan koperasi IB sapi yang pertama di Denmark. Selanjutnya teknologi ini merambah ke luar benua Eropa terutama ke Amerika. Sejak kunjungan Henderson yang berkebangsaan Denmark di New Jersey, penelitian dan pengembangan IB pada ternak perah semakin pesat dilakukan dan pada tahun 1939 koperasi IB pertama di benua Amerika didirikan di New York (Herman 1981). Di balik gencarnya promosi penggunaan IB, tidak sedikit kelompok yang menentang penggunaan teknologi ini dengan mengusung berbagai macam poster ternak hasil IB yang tidak normal dan cenderung meremehkan penggunaan teknologi ini. Namun semua ini sirna dengan munculnya berbagai macam bukti yang memperlihatkan bahwa ternak hasil IB adalah normal secara fisik. Selain itu, juga dibuktikan bahwa penggunaan IB dapat menurunkan angka abnormalitas anak sapi yang dilahirkan. Hal ini dicapai dengan melakukan seleksi ketat pada sapi-sapi calon pejantan dimana calon pejantan yang diketahui mempunyai kelainan genetik akan disingkirkan sedini mungkin (Foote, 1999). Keinginan untuk mengembangkan teknologi IB secara besar-besaran telah mengilhami beberapa pemikiran untuk mengembangkan penelitian dalam bidang fisiologi sperma dan preservasi sperma. Penemuan teknologi preservasi sperma (semen sapi) 7
8 dengan cara pembekuan (Polge dan Rowson, 1952) merupakan batu loncatan bagi perkembangan teknologi kriobiologi modern. Inseminasi Buatan di Indonesia Teknologi IB pertama kali diterapkan di Indonesia pada sapi tahun 1972 dan kerbau tahun 1981 (Toelihere, 1985b). Hingga saat ini teknologi IB sudah merambah ke seluruh pelosok tanah air bahkan di beberapa daerah, seperti Sumatera Utara, Sumatera Barat, Lampung, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Tenggara, telah diproduksi semen segar dan beku dalam jumlah yang terbatas untuk tujuan IB sehingga tidak bergantung lagi pada suplai semen beku dari Balai Inseminasi Buatan Singosari (Jawa Timur) atau Balai Inseminasi Buatan Lembang (Jawa Barat). Menurut Toelihere (1985b) angka kebuntingan ternak hasil IB di Indonesia berkisar 40-70%. Angka ini semakin meningkat seiring bertambahnya keterampilan para inseminator dan bertambahnya tingkat perhatian petani terhadap kondisi reproduksi ternaknya (pengamatan berahi). Sedangkan laporan statistik Dirjen Peternakan tentang realisasi program IB di Indonesia dapat di lihat pada Tabel 1. Tabel 1. Realisasi dan Kelahiran Ternak Sapi Hasil Inseminasi Buatan Realisasi (ekor) Kelahiran (ekor) Tahun potong perah potong Perah (20,38%) (10,25%) Data pada Tabel 1 dengan jelas memperlihatkan bahwa realisasi program IB terbanyak adalah pada sapi potong dengan jumlah kelahiran masing-masing ekor (1999) dan ekor (2000), sedangkan sapi perah hanya ekor (1999) dan (2000). Walaupun data tersebut tidak memberikan perincian realisasi program IB untuk setiap propinsi, namun dapat diperkirakan bahwa realisasi program IB telah meluas ke seluruh wilayah tanah air. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa konsentrasi ternak perah di tanah air adalah di pulau Jawa. Teknologi IB juga telah dilakukan pada beberapa jenis ternak lainnya seperti kuda, domba dan ayam serta hewan piara anjing dan kucing. Demikian pula pada hewan liar harimau, anoa dan badak walaupun tingkat keberhasilannya masih sangat rendah. 8
9 PENUTUP Penanganan semen sapi mulai dari pemilihan pejantan unggul sampai produksi dan penyimpanan semen merupakan hal yang sangat penting diperhatikan untuk menunjang program Inseminasi Buatan. Teknologi Inseminasi Buatan merupakan salah satu teknologi yang paling layak diterapkan baik pada sapi perah maupun sapi potong. DAFTAR PUSTAKA Anonimous, Statistik Peternakan. Dirjen. Peternakan, Departemen Pertanian Republik Indonesia. Burhanuddin, H.L.L. Belli, IGN Jelantik dan U.S. Rosnah, Volume dan Kualitas Semen Sapi Bali pada Ukuran Scrotum yang Berbeda. Laporan Penelitian Fapet Undana, Kupang. Foote, R.H Development of reproductive biotechnologies in domestic animals from artificial insemination to cloning: A Perspective. Cloning, 1 (3): Hafez, E.S.E Reproduction in Farm Animals. 6 th Edition. Lea and Febiger, Philadelphia. Herman, H.A Improving Cattle by the Milllions. NAAB and the Development and Worldwide Application of Artificial Insemination. University of Missouri Press, Columbia. Ivanoff, E.I On the use of artificial insemination for zootechnical purposes in Russia. J. Agr. Sci., 12: Milovanov, V.K Artificial Insemination of Livestock in the USSR. Trans. By A. Birron and Z.S. Cole. S. Monson, Jerusalem and Technical services, US. Department of Commerce, Washinton, D.C. Nesimnasi, N Pengaruh Lama Penyimpanan Semen terhadap Kualitas dan Kesuburan Semen Cair Sapi Brangus. Skripsi Fapet Undana, Kupang. Nishikawa, Y Fifty Years of Artificial Insemination of Farm Animals in Japan. English Bulletin 2. Kyoto University, Kyoto, Japan. Perry, E.J. ed The Artificial Insemination of Farm Animals. 4 th edition. Rutgers University Press, New Brunswick, N.J. Polge, E. and L.E.A. Rowson Fertilizing capacity of bull spermatozoa after freezing at -79 o C. Nature, 169: Pujiaty, S Pengaruh Lama Post-Ejakulat terhadap kualitas Semen Cair setelah Pengenceran. Skripsi Fapet Undana, Kupang. Puka, V Pengaruh Beberapa Pengencer terhadap Kualitas Semen Cair Sapi Brangus. Skripsi Fapet Undana, Kupang. Salisbury, G.W. dan N.L. van Demark, Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan pada Sapi. Diterjemahkan oleh Djanuar. Gajah Mada University Press, Jogyakarta. Tardif, A.L., P.B. Farrell, V. Trouern-Trend, M.E. Simkin, and R.H. Foote Use of Hoechst stain to evaluate life fresh and frozen bull sperm by computerassisted analysis. J. Androl. 19: Toelihere, M.R. 1985a. Fisiologi Reproduksi pada Temak. Angkasa, Bandung. Toelihere, MR. 1985b. Inseminasi Buatan pada Ternak. Angkasa, Bandung. 9
10 Toelihere, M.R., T.L.Yusuf, Burhanuddin, H.L.L. Belli, P. Kune, K. Tahitoe dan M. Krova, Produksi Semen dan Embrio serta Penerapan Teknologi Inseminasi Buatan dan Transfer Embrio pada sapi Bali di Timor. Laporan Penelitian Fapet Undana, Kupang. 10
PENDAHULUAN. masyarakat Pesisir Selatan. Namun, populasi sapi pesisir mengalami penurunan,
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi Pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang banyak dipelihara petani-peternak di Sumatra Barat, terutama di Kabupaten Pesisir Selatan. Sapi Pesisir mempunyai
Lebih terperinciDAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C
DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C Disajikan oleh : Hotmaria Veronika.G (E10012157) dibawah bimbingan : Ir. Teguh Sumarsono, M.Si 1) dan Dr. Bayu Rosadi, S.Pt. M.Si 2)
Lebih terperinciII KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari
6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Semen Kambing Semen adalah cairan yang mengandung gamet jantan atau spermatozoa dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari suspensi
Lebih terperinciPENDAHULUAN. sehingga dapat memudahkan dalam pemeliharaannya. Kurangnya minat terhadap
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kambing merupakan ternak ruminansia kecil yang dikenal di Indonesia sebagai ternak penghasil daging dan susu. Kambing adalah salah satu ternak yang telah didomestikasi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Teknologi Inseminasi Buatan (IB) atau dikenal dengan istilah kawin suntik pada
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Teknologi Inseminasi Buatan (IB) atau dikenal dengan istilah kawin suntik pada ternak sapi telah banyak diterapkan di Indonesia. Menurut SNI 4896.1 (2008),
Lebih terperinciPENGARUH JENIS PENGENCER TERHADAP MOTILITAS DAN DAYA TAHAN HIDUP SPERMATOZOA SEMEN CAIR SAPI SIMMENTAL
PENGARUH JENIS PENGENCER TERHADAP MOTILITAS DAN DAYA TAHAN HIDUP SPERMATOZOA SEMEN CAIR SAPI SIMMENTAL Oleh Nurcholidah Solihati 1) dan Petrus Kune 2) 1) 2) Staf Dosen pada Fakultas Peternakan Universitas
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi Semen Segar
HASIL DAN PEMBAHASAN Semen adalah cairan yang mengandung suspensi sel spermatozoa, (gamet jantan) dan sekresi dari organ aksesori saluran reproduksi jantan (Garner dan Hafez, 2000). Menurut Feradis (2010a)
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara
1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kambing merupakan salah satu jenis ternak yang mudah dipelihara dan dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara tradisional. Salah satu bangsa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan protein hewani di Indonesia semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya protein hewani bagi tubuh. Hal ini
Lebih terperinciPENDAHULUAN. kambing Peranakan Etawah (PE). Kambing PE merupakan hasil persilangan dari
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kambing merupakan komoditas ternak yang banyak dikembangkan di Indonesia. Salah satu jenis kambing yang banyak dikembangkan yaitu jenis kambing Peranakan Etawah (PE).
Lebih terperinciPengaruh Pemberian Susu Skim dengan Pengencer Tris Kuning Telur terhadap Daya Tahan Hidup Spermatozoa Sapi pada Suhu Penyimpanan 5ºC
Sains Peternakan Vol. 9 (2), September 2011: 72-76 ISSN 1693-8828 Pengaruh Pemberian Susu Skim dengan Pengencer Tris Kuning Telur terhadap Daya Tahan Hidup Spermatozoa Sapi pada Suhu Penyimpanan 5ºC Nilawati
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Seiring bertambahnya jumlah penduduk tiap tahunnya diikuti dengan
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring bertambahnya jumlah penduduk tiap tahunnya diikuti dengan semakin meningkat pula permintaan masyarakat terhadap bahan pangan untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan
Lebih terperinciPENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING. Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK
PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK Suatu penelitian untuk mengetahui penggunaan kuning telur itik
Lebih terperinciBAB II TIJAUAN PUSTAKA. penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan
4 BAB II TIJAUAN PUSTAKA 2.1. Semen Semen merupakan suatu produk yang berupa cairan yang keluar melalui penis sewaktu kopulasi. Semen terdiri dari sel-sel kelamin jantan yang dihasilkan oleh testis dan
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE adalah hasil persilangan antara Etawah dan kambing kacang.
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE adalah hasil persilangan antara Etawah dan kambing kacang. Persilangan antara kedua jenis kambing ini telah
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi semen secara makroskopis (warna, konsistensi, ph, dan volume semen) dan mikroskopis (gerakan massa, motilitas, abnormalitas, konsentrasi, dan jumlah spermatozoa per
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna,
29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Semen Segar Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna, konsistensi, ph dan secara mikroskopis meliputi gerakan massa, konsentrasi sperma,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang ada (Mulyono dan Sarwono, 2004). K isaran volume semen per ejakulat
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Semen Domba Ekor Tipis Domba ekor tipis merupakan domba yang bersifat profilik yaitu mampu mengatur jumlah anak yang akan dilahirkan sesuai dengan ketersediaan pakan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. agar diperoleh efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan pejantan terpilih,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inseminasi Buatan (IB) adalah proses perkawinan yang dilakukan dengan campur tangan manusia, yaitu mempertemukan sperma dan sel telur agar dapat terjadi proses pembuahan
Lebih terperinciPengaruh Penggunaan Tris Dalam Pengencer Susu Skim Terhadap Resistensi Spermatozoa Sapi Simmental Pasca Pembekuan
Pengaruh Penggunaan Tris Dalam Pengencer Susu Skim Terhadap Resistensi Spermatozoa Sapi Simmental Pasca Pembekuan Fachroerrozi Hoesni Fakultas Peternakan Universitas Jambi Kampus Pinang Masak Jl. Jambi-Muaro
Lebih terperinciBAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TERNAK RIMUNANSIA BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Peternakan babi yang ada di Indonesia khususnya di daerah Bali masih merupakan peternakan rakyat dalam skala kecil atau skala rumah tangga, dimana mutu genetiknya masih kurang
Lebih terperinciPERBAIKAN TEKNIK PEMBEKUAN SPERMA: PENGARUH SUHU GLISEROLISASI DAN PENGGUNAAN KASET STRAW
PERBAIKAN TEKNIK PEMBEKUAN SPERMA: PENGARUH SUHU GLISEROLISASI DAN PENGGUNAAN KASET STRAW (The Effect of Temperature of Glycerol and Straw Cassette on Sperm Cryopreservation) F. AFIATI, E.M. KAIIN, M.
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Semen Segar Kambing PE Semen ditampung dari satu ekor kambing jantan Peranakan Etawah (PE) menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Batur Domba Batur merupakan salah satu domba lokal yang ada di Jawa Tengah tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba Batur sangat
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik semen
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Segar Dari hasil penampungan semen yang berlangsung pada bulan Oktober 2003 sampai dengan Juli 2004 dan rusa dalam kondisi rangga keras memperlihatkan bahwa rataan
Lebih terperinciKualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi α-tocopherol pada penyimpanan suhu ruang
Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 24 (1): 39-44 ISSN: 0852-3581 Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/ Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan daging di
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerbau adalah salah satu ternak besar penghasil daging yang banyak dikembangkan di Indonesia. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan daging di Indonesia dan untuk mengurangi
Lebih terperinciPENGARUH LEVEL GLISEROL DALAM PENGENCER TRIS- KUNING TELUR TERHADAP MEMBRAN PLASMA UTUH DAN RECOVERY RATE SPERMA KAMBING PERANAKAN ETAWAH POST THAWING
PENGARUH LEVEL GLISEROL DALAM PENGENCER TRIS- KUNING TELUR TERHADAP MEMBRAN PLASMA UTUH DAN RECOVERY RATE SPERMA KAMBING PERANAKAN ETAWAH POST THAWING THE EFFECT OF GLYCEROL LEVEL ON TRIS-YOLK EXTENDER
Lebih terperinciArnold.Ch Tabun *, Petrus Kune **, M.L. Molle *** Oleh:
PERBANDINGAN TINGKAT KESUBURAN SAPI BALI INDUK YANG DIINSEMINSI DENGAN SEMEN BEKU DAN SEMEN CAIR SAPI SIMMENTAL DI KECAMATAN AMARASI BARAT KABUPATEN KUPANG Oleh: Arnold.Ch Tabun *, Petrus Kune **, M.L.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
14 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Domba Segera Setelah Koleksi Pemeriksaan karakteristik semen domba segera setelah koleksi yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pemeriksaan secara makroskopis
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu jenis bangsa sapi asli Indonesia
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Bali Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu jenis bangsa sapi asli Indonesia yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan dan sapi bali ini juga merupakan hasil
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Domba merupakan salah satu ternak penghasil daging yang banyak diminati
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Domba merupakan salah satu ternak penghasil daging yang banyak diminati oleh masyarakat Indonesia. Kebutuhan masyarakat akan daging domba setiap tahunnya terus meningkat.
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. dengan kambing Kacang (Devendra dan Burns, 1983). Menurut tipenya, rumpun
6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Kambing Peranakan Etawah Kambing PE merupakan hasil persilangan antara kambing Etawah yang berasal dari India yang memiliki iklim tropis/subtropis dan beriklim kering dengan
Lebih terperinciSemen beku Bagian 1: Sapi
Standar Nasional Indonesia Semen beku Bagian 1: Sapi ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi...
Lebih terperinciJurnal Pertanian ISSN Volume 2 Nomor 1, April PENGARUH VITAMIN B 2 (Riboflavin) TERHADAP DAYA TAHAN SPERMATOZOA DOMBA PADA SUHU KAMAR
PENGARUH VITAMIN B 2 (Riboflavin) TERHADAP DAYA TAHAN SPERMATOZOA DOMBA PADA SUHU KAMAR Oleh : Nilawati Widjaya Dosen Jurusan Produksi Ternak Fakultas Pertanian Universitas Bandung Raya ABSTRACT This study
Lebih terperincipenampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat
Problem utama pada sub sektor peternakan saat ini adalah ketidakmampuan secara optimal menyediakan produk-produk peternakan, seperti daging, telur, dan susu untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat akan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Semen Beku Semen beku merupakan semen cair yang telah ditambah pengencer sesuai prosedur teknis pengawasan mutu bibit ternak kemudian dimasukkan ke dalam straw dan dibekukan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. setiap tahunnya, namun permintaan konsumsi daging sapi tersebut sulit dipenuhi.
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki kebutuhan konsumsi daging sapi yang meningkat setiap tahunnya, namun permintaan konsumsi daging sapi tersebut sulit dipenuhi. Ketersediaan daging sapi ini
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. dalam saluran kelamin betina sewaktu kopulasi. Evaluasi semen segar yang telah
7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Karakteristik Semen Kambing Semen adalah sekresi kelamin jantan yang secara umum diejakulasikan ke dalam saluran kelamin betina sewaktu kopulasi. Evaluasi semen segar yang
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Unit Pelayanan Tekhnis Daerah Balai
22 III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Unit Pelayanan Tekhnis Daerah Balai Inseminasi Buatan Daerah (UPTD-BIBD) Lampung Tengah. Kegiatan penelitian
Lebih terperinciPENGARUH LINGKAR SCROTUM DAN VOLUME TESTIS TERHADAP VOLUME SEMEN DAN KONSENTRASI SPERMA PEJANTAN SIMMENTAL, LIMOUSINE DAN BRAHMAN
PENGARUH LINGKAR SCROTUM DAN VOLUME TESTIS TERHADAP VOLUME SEMEN DAN KONSENTRASI SPERMA PEJANTAN SIMMENTAL, LIMOUSINE DAN BRAHMAN (The Effects of Scrotal Diameter and Testical Volume in Semen Volume and
Lebih terperinciSKRIPSI OLEH SARI WAHDINI
PENGARUH PENGGUNAAN BUFFER SITRAT, TRIS AMINOMETHAN DAN KOMBINASI TRIS AMINOMETHAN DENGAN SITRAT YANG DITAMBAH KUNING TELUR TERHADAP KUALITAS SEMEN SAPI PESISIR SKRIPSI OLEH SARI WAHDINI JURUSAN PRODUKSI
Lebih terperinciSKRIPSI. Oleh FINNY PURWO NEGORO. Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan
PENGARUH BAHAN PENGENCER TRIS KUNING TELUR, TRIS SUSU SKIM DAN TRIS SUSU SAPI SEGAR TERHADAP KUALITAS SEMEN SAPI PESISIR DAN SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) SKRIPSI Oleh FINNY PURWO NEGORO 07 161 017 Diajukan
Lebih terperinciPengaruh Penambahan Streptomycin dalam Skim Kuning Telur Sebagai Pengencer terhadap Kualitas Semen Ikan Mas (Cyprinus Carpio L.)
Pengaruh Penambahan Streptomycin dalam Skim Kuning Telur Sebagai Pengencer terhadap Kualitas Semen Ikan Mas (Cyprinus Carpio L.) Budi Setyono, SPi dan Suswahyuningtyas Balai Benih Ikan Punten Batu email:
Lebih terperinciDosis Glukosa Ideal pada Pengencer Kuning Telur Fosfat Dalam Mempertahankan Kualitas Semen Kalkun pada Suhu 5 C
Dosis Glukosa Ideal pada Pengencer Kuning Telur Fosfat Dalam Mempertahankan Kualitas Semen Kalkun pada Suhu 5 C IDEAL GLUCOSE DOSAGE ON EGG YOLK PHOSPHATE BUFFER FOR MAINTAINING SEMEN TURKEYS QUALITY IN
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. berasal dari daerah Gangga, Jumna, dan Cambal di India. Pemeliharaan ternak
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kambing Peranakan Etawah atau kambing PE merupakan persilangan antara kambing kacang betina asli Indonesia dengan kambing Etawah jantan yang berasal dari daerah Gangga,
Lebih terperinciAPLIKASI IB DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN DI SUMATERA BARAT
APLIKASI IB DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN DI SUMATERA BARAT (Artificial Insemination Application Using Sexed Sperm in West Sumatera) EKAYANTI M. KAIIN, M. GUNAWAN dan BAHARUDDIN TAPPA Pusat Penelitian
Lebih terperinciPENGARUH TINGKAT PENGENCERAN TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING PE SETELAH PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR
PENGARUH TINGKAT PENGENCERAN TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING PE SETELAH PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR A. Winarto dan N. Isnaini Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang Abstrak
Lebih terperinciSemen beku Bagian 1: Sapi
Standar Nasional Indonesia Semen beku Bagian 1: Sapi ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi...
Lebih terperinciANALISIS KUALITAS SEMEN BEKU SAPI SIMMENTAL MENGGUNAKAN PENGENCER ANDROMED DENGAN VARIASI WAKTU PRE FREEZING
ANALISIS KUALITAS SEMEN BEKU SAPI SIMMENTAL MENGGUNAKAN PENGENCER ANDROMED DENGAN VARIASI WAKTU PRE FREEZING Analysis Quality of Simmental Semen Using Andromed Extender with Variations of Pre Freezing
Lebih terperinciTatap mukake 8&9. Universitas Gadjah Mada
Tatap mukake 8&9 PokokBahasan: PENGENCERAN SPERMA 1. Tujuan Intruksional Umum Mengerti tujuan pengenceran sperma Mengerti syarat-syarat bahan pengencer dan beberapa bahan yang digunakan Mengerti keuntungan
Lebih terperinciOBSERVASI KUALITAS SPERMATOZOA PEJANTAN SIMMENTAL DAN PO DALAM STRAW DINGIN SETELAH PENYIMPANAN 7 HARI PADA SUHU 5 C
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005 OBSERVASI KUALITAS SPERMATOZOA PEJANTAN SIMMENTAL DAN PO DALAM STRAW DINGIN SETELAH PENYIMPANAN 7 HARI PADA SUHU 5 C (Observation on Sperm Quality
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia. Laju pertambahan penduduk yang terus meningkat menuntut
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan produksi daging merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan sekaligus memajukan tingkat kecerdasan sumber daya manusia Indonesia.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelamin sehingga tidak menimbulkan kematian pada anak atau induk saat
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkawinan Perkawinan yang baik yaitu dilakukan oleh betina yang sudah dewasa kelamin sehingga tidak menimbulkan kematian pada anak atau induk saat melahirkan (Arif, 2015).
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. domba lokal yang digunakan dalam penelitian inibaik secara makroskopis
31 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Semen Segar Domba Lokal Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap evaluasi semen domba lokal yang digunakan dalam penelitian inibaik secara
Lebih terperinciPENGARUH JENIS PENGENCER TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU DOMBOS TEXEL DI KABUPATEN WONOSOBO
PENGARUH JENIS PENGENCER TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU DOMBOS TEXEL DI KABUPATEN WONOSOBO (Effect of Various Diluter on Frozen Semen Quality of Dombos Texel in Wonosobo Regency) YON SUPRI ONDHO, M.I.S.
Lebih terperinciSTUDI TERHADAP KUALITAS DAN DAYA TAHAN HIDUP SPERMATOZOA CAUDA EPIDIDIMIDIS DOMBA GARUT MENGGUNAKAN BERBAGAI JENIS PENGENCER
STUDI TERHADAP KUALITAS DAN DAYA TAHAN HIDUP SPERMATOZOA CAUDA EPIDIDIMIDIS DOMBA GARUT MENGGUNAKAN BERBAGAI JENIS PENGENCER (Study on Quality and Viability of Garut Ram Cauda Epididymides Spermatozoa
Lebih terperinciSemen beku Bagian 2: Kerbau
Standar Nasional Indonesia Semen beku Bagian 2: Kerbau ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2017 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal April 2014 di Laboratoium Unit
III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 11--18 April 2014 di Laboratoium Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Inseminasi Buatan Daerah Lampung,
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan Inseminasi Buatan (IB)
43 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan Inseminasi Buatan (IB) adalah ketersediaan semen beku. Semen beku yang akan digunakan untuk IB biasanya
Lebih terperinciMAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN MEMBRAN PLASMA UTUH. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta
MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN MEMBRAN PLASMA UTUH Gambar mas Disusun oleh Mas Mas Mas Faisal Ernanda h0510030 Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta 2012 Mas tolong
Lebih terperinciSemen beku Bagian 3 : Kambing dan domba
Standar Nasional Indonesia Semen beku Bagian 3 : Kambing dan domba ICS 65.020.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2014 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian
Lebih terperinciPROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA. DAYA TAHAN SPERMATOZOA SAPI FRISIEN HOLSTEIN DALAM BERBAGAI BAHAN PENGENCER PADA SUHU 5 o C BIDANG KEGIATAN : PKM-AI
PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA DAYA TAHAN SPERMATOZOA SAPI FRISIEN HOLSTEIN DALAM BERBAGAI BAHAN PENGENCER PADA SUHU 5 o C BIDANG KEGIATAN : PKM-AI Diusulkan oleh : Indra Bagus Priastomo B04062716 / 2006
Lebih terperinciJurnal Nukleus Peternakan (Juni 2014), Volume 1, No. 1: ISSN :
PERSENTASE NIRA LONTAR (Borassus flabellifer L) DALAM PENGENCER TRIS - KUNING TELUR TERHADAP KUALITAS SEMEN CAIR KAMBING PERANAKAN ETAWAH YANG DISIMPAN PADA SUHU 3-5 C (PALMYRA PALM WATER (Brasses flabelliform
Lebih terperinciPENGGANTIAN BOVINE SERUM ALBUMIN PADA CEP-2 DENGAN SERUM DARAH SAPI TERHADAP KUALITAS SEMEN SAPI LIMOUSIN PADA SUHU PENYIMPANAN 3-5 o C
PENGGANTIAN BOVINE SERUM ALBUMIN PADA CEP-2 DENGAN SERUM DARAH SAPI TERHADAP KUALITAS SEMEN SAPI LIMOUSIN PADA SUHU PENYIMPANAN 3-5 o C Feri Eka Wahyudi 1), Trinil Susilawati 2) dan Nurul Isnaini 2) 1)
Lebih terperinciPERBEDAAN KUANTITATIF DAN KUALITATIF SEMEN SEGAR PADA BERBAGAI BANGSA SAPI POTONG. Candra Aerens D.C, M. nur ihsan, Nurul Isnaini ABSTRACT
PERBEDAAN KUANTITATIF DAN KUALITATIF SEMEN SEGAR PADA BERBAGAI BANGSA SAPI POTONG Candra Aerens D.C, M. nur ihsan, Nurul Isnaini ABSTRACT Penelitian ini dilaksanakan di BBIB Singosari yang berada di Desa
Lebih terperinciPengaruh metode gliserolisasi terhadap kualitas semen domba postthawing... Labib abdillah
PENGARUH METODE GLISEROLISASI TERHADAP KUALITAS SEMEN DOMBA POSTTHAWING EFFECT OF GLYCEROLISATION METHOD ON THE QUALITY OF RAM SEMEN POSTTHAWING Labib Abdillah*, Nurcholidah Solihati**, Siti Darodjah Rasad**
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Semen Segar Hasil evaluasi semen segar merupakan pemeriksaan awal semen yang dijadikan dasar untuk menentukan kelayakan semen yang akan diproses lebih lanjut. Pemeriksaan
Lebih terperinciPENGARUH KOMBINASI KUNING TELUR DENGAN AIR KELAPA TERHADAP DAYA TAHAN HIDUP DAN ABNORMALITAS SPERMATOZOA DOMBA PRIANGAN PADA PENYIMPANAN 5 0 C
PENGARUH KOMBINASI KUNING TELUR DENGAN AIR KELAPA TERHADAP DAYA TAHAN HIDUP DAN ABNORMALITAS SPERMATOZOA DOMBA PRIANGAN PADA PENYIMPANAN 5 0 C (The Effect of Combination Egg Wolk with Coconut Water on
Lebih terperinciMotilitas dan Daya Hidup Spermatozoa Ayam Dalam Pengencer Glukosa Kuning Telur Fosfat pada Penyimpanan 3-5 C
Motilitas dan Daya Hidup Spermatozoa Ayam Dalam Pengencer Glukosa Kuning Telur Fosfat pada Penyimpanan 3-5 C (MOTILITY AND VIABILITY SPERMATOZOA OF CHICKEN IN DILUENTGLUCOSE EGG YOLK PHOSPHAT IN STORAGE3-5
Lebih terperinciPENGARUH BERBAGAI METODE THAWING TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU SAPI
PENGARUH BERBAGAI METODE THAWING TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU SAPI (The Effect of Thawing Method on Frozen Bull Semen Quality) DAUD SAMSUDEWA dan A. SURYAWIJAYA Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro,
Lebih terperinciPENGARUH UMUR PEJANTAN DAN FREKUENSI PENAMPUNGAN TERHADAP VOLUME DAN MOTILITAS SEMEN SEGAR SAPI SIMMENTAL DI BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG
PENGARUH UMUR PEJANTAN DAN FREKUENSI PENAMPUNGAN TERHADAP VOLUME DAN MOTILITAS SEMEN SEGAR SAPI SIMMENTAL DI BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG THE INFLUENCE OF AGE AND SEMEN COLLECTION FREQUENCY ON THE VOLUME
Lebih terperinciPENGARUH JUMLAH SPERMATOZOA PER INSEMINASI TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU KAMBING PERANAKAN ETAWAH
PENGARUH JUMLAH SPERMATOZOA PER INSEMINASI TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU KAMBING PERANAKAN ETAWAH (The Effect of Sperm Number Per Insemination Dose to Frozen Semen Quality of Etawah Grade Goat) DAUD SAMSUDEWA,
Lebih terperinciIII BAHAN DAN METODE PENELITIAN. breeding station Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Domba jantan yang
III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. ` Bahan dan Peralatan 3.1.1. Objek Penelitian Objek pada penelitian ini yaitu semen yang berasal dari domba yang ada di breeding station Fakultas Peternakan Universitas
Lebih terperinciUJI KU <klitas SPERMA DAN PENGHITUNGAN JUMLAH PENGENCER DALAM UPAYA MENENTUKAN KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN
Tenin l eknis b,ngsioetu~ Penebtl '00 UJI KU
Lebih terperinciAGRINAK. Vol. 01 No.1 September 2011:43-47 ISSN:
AGRINAK. Vol. 01 No.1 September 2011:43-47 ISSN: 2088-8643 HUBUNGAN MORTALITAS PROGRESIF DAN KEUTUHAN MEMBRAN SPERMA DALAM SEMEN BEKU SAPI BALI DENGAN KEBERHASILAN INSEMINASI (Relationship of progressive
Lebih terperinciPENGARUH MEDIA PENGENCER TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA BEKU SAPI PO
PENGARUH MEDIA PENGENCER TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA BEKU SAPI PO (The Effect of Diluents Media to Frozen-Spermatozoa Quality in PO Cattle) M. GUNAWAN, F. AFIATI, E.M. KAIIN, S. SAID dan B. TAPPA Puslitbang
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal April 2014 di Unit Pelayanan
III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 18--25 April 2014 di Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Insemninasi Buatan Daerah Lampung, Kecamatan Terbanggi
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Limousin merupakan keturunan sapi Eropa yang berkembang di Perancis.
10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Limousin Sapi Limousin merupakan keturunan sapi Eropa yang berkembang di Perancis. Karakteristik Sapi Limousin adalah pertambahan badan yang cepat perharinya sekitar 1,1
Lebih terperinciSayed Umar* dan Magdalena Maharani** *)Staf Pengajar Departemen Peternakan FP USU, **)Alumni Departemen Peternakan FP USU
Pengaruh Berbagai Waktu Ekuilibrasi Terhadap Daya Tahan Sperma Sapi Limousin dan Uji Kebuntingan (The Effect of Various Duration of Equilibration for The Sperm Survival of Limousine Cattle and Pregnancy
Lebih terperinciAnimal Agriculture Journal, Vol. 2. No. 1, 2013, p Online at :
Animal Agriculture Journal, Vol. 2. No. 1, 2013, p 44 50 Online at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj EFEKTIVITAS PREFREEZING SEMEN SAPI JAWA SEBAGAI PARAMETER KEBERHASILAN PROCESSING SEMEN
Lebih terperinciPERBEDAAN VOLUME SEMEN, KONSENTRASI, DAN MOTILITAS SPERMATOZOA PEJANTAN SAPI FH DI BIB LEMBANG DENGAN INTERVAL PENAMPUNGAN 72 JAM DAN 96 JAM
PERBEDAAN VOLUME SEMEN, KONSENTRASI, DAN MOTILITAS SPERMATOZOA PEJANTAN SAPI FH DI BIB LEMBANG DENGAN INTERVAL PENAMPUNGAN 72 JAM DAN 96 JAM (DIFFERENCE OF SEMEN VOLUME, CONCENTRATION, AND THE SPERM CELLS
Lebih terperinciII KAJIAN KEPUSTAKAAN. betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing PE merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Kacang betina dengan kambing Etawah jantan. Berdasarkan tipe kambing PE digolongkan
Lebih terperinciPengaruh lama gliserolisasi terhadap keberhasilan produksi semen beku Sapi Simmental
Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 25 (2): 43-48 ISSN: 0852-3581 E-ISSN: 9772443D76DD3 Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/ Pengaruh lama gliserolisasi terhadap keberhasilan produksi semen beku Sapi
Lebih terperinciTEHNIK PENGENCERAN PADA PEMBUATAN CHILLING SEMEN SAPI
TEHNIK PENGENCERAN PADA PEMBUATAN CHILLING SEMEN SAPI ENOK MARDIYAH Balai Penelitian Ternak Po. Box 221 Bogor 16002 RINGKASAN Salah satu alternatif penerapan teknologi di bidang reproduksi ternak adalah
Lebih terperinciPENGGUNAAN KATALASE DALAM PRODUKSI SEMEN DINGIN SAPI
PENGGUNAAN KATALASE DALAM PRODUKSI SEMEN DINGIN SAPI (The Use of Catalase on Cattle Chilled Semen Production) T. SUGIARTI, E. TRIWULANNINGSIH, P. SITUMORANG, R.G. SIANTURI dan D.A. KUSUMANINGRUM Balai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Entok (Cairina moschata) Entok (Cairina moschata) merupakan unggas air yang berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Entok lokal memiliki warna bulu yang beragam
Lebih terperinciPENGARUH PENGGUNAAN RAK STRAW SELAMA EQUILIBRASI TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU SAPI PERANAKAN ONGOLE
PENGARUH PENGGUNAAN RAK STRAW SELAMA EQUILIBRASI TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU SAPI PERANAKAN ONGOLE (The Effect of Using Straw Tray During Equilibration on the Frozen Semen Quality of the Ongole Grade
Lebih terperinciDAFTAR ISI. BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Kerangka Berpikir Konsep Hipotesis...
DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM...i PRASYARAT GELAR...ii LEMBAR PERSETUJUAN...iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI...iv RIWAYAT HIDUP...v UCAPAN TERIMAKSIH...vi ABSTRAK...vii ABSTRACT...viii RINGKASAN...ix DAFTAR
Lebih terperinciPENGARUH SUHU DAN LAMA THAWING TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING PERANAKAN ETAWA
81 Buana Sains Vol 12 No 1: 81-86, 2012 PENGARUH SUHU DAN LAMA THAWING TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING PERANAKAN ETAWA Fitrik dan N. Supartini PS. Produksi Ternak, Fakultas Pertanian, Universitas
Lebih terperinciPENGARUH PENAMBAHAN GLUTATHIONE
PENGARUH PENAMBAHAN GLUTATHIONE PADA PENGENCER TRIS AMINOMETHANE KUNING TELUR DALAM MEMPERTAHANKAN KUALITAS SPERMATOZOA SAPI LIMOUSIN SELAMA PENYIMPANAN SUHU RUANG Rahman Maulana 1), Nurul Isnaini 2 dan
Lebih terperinciABSTRAK. Kata Kunci : Jarak Tempuh; Waktu Tempuh; PTM; Abnormalitas; Semen ABSTRACT
On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj PENGARUH JARAK DAN WAKTU TEMPUH TERHADAP POST THAWING MOTILITY, ABNORMALITAS DAN SPERMATOZOA HIDUP SEMEN BEKU (The Effect of Travel Distance and
Lebih terperinciIII BAHAN DAN METODE PENELITIAN. pejantan Peranakan Etawah berumur 1,5-3 tahun dan dipelihara di Breeding
15 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Objek pada penelitian ini adalah semen yang didapat dari kambing pejantan Peranakan Etawah berumur 1,5-3 tahun dan dipelihara
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen
19 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi terhadap kualitas semen dimaksudkan untuk menentukan kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen tersebut diproses lebih
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Berdasarkan Data Statistik 2013 jumlah penduduk Indonesia mencapai jiwa yang akan bertambah sebesar 1,49% setiap tahunnya
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Data Statistik 2013 jumlah penduduk Indonesia mencapai 242.013.800 jiwa yang akan bertambah sebesar 1,49% setiap tahunnya (Anonim,2013). Jumlah penduduk yang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Karakteristik Semen Segar Domba Lokal Karakteristik. Volume (ml) 1,54 ± 0,16. ph 7,04±0,8
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Semen Segar Karakteristik semen segar yang didapatkan selama penelitian disajikan pada tabel sebagai berikut : Tabel 3. Karakteristik Semen Segar Domba Lokal Karakteristik
Lebih terperinciKUALITAS SEMEN SEGAR SAPI PEJANTAN PADA PENYIMPANAN DAN LAMA SIMPAN YANG BERBEDA
KUALITAS SEMEN SEGAR SAPI PEJANTAN PADA PENYIMPANAN DAN LAMA SIMPAN YANG BERBEDA Enike Dwi Kusumawati dan Henny Leondro Fakultas Peternakan Universitas Kanjuruhan Malang Email: enikedwikusumawati@ymail.com
Lebih terperinciAPLIKASI TEKNOLOGI INSEMINASI BUATAN MELALUI TRANSCERVICAL (TAI) MENGGUNAKAN SEMEN CAIR PADA DOMBA RAMBUT ST. CROIX
APLIKASI TEKNOLOGI INSEMINASI BUATAN MELALUI TRANSCERVICAL (TAI) MENGGUNAKAN SEMEN CAIR PADA DOMBA RAMBUT ST. CROIX (Aplication of Transcervical Artificial Insemination (TAI) Using Chilled Semen in to
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE PENELITIAN
12 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Objek penelitian yang digunakan yaitu semen yang berasal dari lima ekor kambing PE umur 2-3 tahun. 3.1.2 Bahan dan Peralatan
Lebih terperinci