IV. HASIL. Pelabuhan Ratu. Citarik. Cikahuripan. Cisolok. Karangpapak. Mandrajaya Giri Mukti

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL. Pelabuhan Ratu. Citarik. Cikahuripan. Cisolok. Karangpapak. Mandrajaya Giri Mukti"

Transkripsi

1 62 IV. HASIL 4.1. Kondisi Umum Pesisir Teluk Pelabuhan Ratu Kondisi Fisik dan Perwilayahan Secara fisik wilayah pesisir Teluk Pelabuhan Ratu memiliki morfologi yang bervariatif dari dataran hingga perbukitan dan pegunungan. Dengan kondisi tersebut dapat dikatakan bahwa kesalahan dalam pengelolaan pada bagian atas akan dengan cepat berdampak terhadap wilayah pesisir dan laut. Potensi lain yang dapat dimanfaatkan dengan ekosistem kawasan pesisir mencakup pantai, muara sungai dan perairan dekat pantai. Secara administrasi wilayah Pesisir Teluk Pelabuhan Ratu terdiri dari 3 Kecamatan yaitu Kecamatan Cisolok, Pelabuhan Ratu dan Kecamatan Ciemas. Tabel 8 menunjukkan luas wilayah pesisir Teluk Pelabuhan Ratu berdasarkan desa. Tabel 8. Luas Wilayah Pesisir Pelabuhan Ratu Berdasarkan Desa. Kecamatan Desa/ Kelurahan Luas Wilayah (ha) Pelabuhan Ratu Cisolok Ciemas Citepus Pelabuhan Ratu Citarik Pasirbaru Cikahuripan Cisolok Karangpapak Ciwaru Mandrajaya Giri Mukti ± 1.351,49 ± 1.023,22 ±1.011,50 ± ± 702 ± 767 ± ± 3.225,84 ± 3.390,82 ± Jumlah ± ,87 Sumber: BLH Kabupaten Sukabumi, Berdasarkan Tabel 8 menginformasikan kepada kita luas wilayah pesisir Teluk Pelabuhan Ratu berdasarkan desa adalah ± ,87 ha. Sementara itu, gambar peta desa-desa pesisir Teluk Pelabuhan Ratu dapat dilihat pada Gambar 6 berikut.

2 Gambar 6. Peta Desa Pesisir Teluk Pelabuhan Ratu 63

3 64 Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa jumlah desa yang berada di kawasan pesisir Teluk Pelabuhan Ratu berjumlah 16 desa. Perbedaan jumlah desa yang terdapat pada Tabel 8 dengan Gambar 6 dikarenakan adanya pemekaran dari 10 desa menjadi 16 desa. Meskipun dengan adanya pemekaran, luas wilayah pesisir Teluk Pelabuhan Ratu berdasarkan desa masih tetap seperti yang tertera pada Tabel 8 yaitu ± ,87 ha Iklim Berdasarkan data yang diperoleh dari stasiun Klimatologi Maringanan dan hasil studi Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Sukabumi (2003), kawasan Pelabuhan Ratu dan sekitarnya memiliki iklim: A. Curah Hujan; rata-rata curah hujan tahunan adalah mm, rata-rata curah hujan bulanan adalah mm. Berdasarkan curah hujan tersebut, musim hujan berlangsung dari bulan November hingga April, dingan mm (71 %) dari curah hujan bulanannya mencapai 192 mm. B. Temperatur dan Kelembaban Udara; temperatur rata-rata bulanan berkisar antara 25,8 28,8 0 C dengan kelembaban tertinggi terjadi pada bulan Oktober hingga Maret. C. Kecepatan Angin; kawasan Pelabuhan Ratu dan sekitarnya mempunyai musim (Mansoon Climate) dan pola angin yang dipengaruhi oleh musim Barat dan musim Timur. Secara umum angin biasanya berhembus ke arah Barat Barat Daya selama musim Timur, selama periode ini angin biasanya sangat kencang dengan kecepatan 20 m/detik. Pada musim Barat angin berhembus ke arah Timur Tenggara, selama periode ini dan juga selama waktu transisi kecepatan angin bervariasi dari lemah sampai sedang dan jarang mencapai kecepatan 10 m/detik. Hasil data angin di stasiun Maranginan dari tahun diperoleh gambaran bahwa kecepatan angin paling kencang (> 20 km/jam) yang bertiup pada bulan Agustus Desember. Secara keseluruhan angin dominan bertiup dari Tenggara (22,6 %) dan Barat (13,6 %). Untuk lebih jelasnya mengenai arah tiupan angin di Teluk Pelabuhan Ratu yang terjadi selama satu tahun dapat dilihat pada Tabel 9 berikut.

4 65 Tabel 9. Arah Angin Berdasarkan Bulan Di Wilayah Teluk Pelabuhan Ratu. Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Bulan Sumber: BLH Kabupaten Sukabumi, Geologi Arah Tiupan Angin Dari Barat dan Barat Laut Dari Barat Laut Dari Tenggara Dari Tenggara Dari Tenggara Dari Tenggara Dari Tenggara Dari Tenggara Dari Tenggara Dari Tenggara Dari Tenggara dan Barat Dari Barat Laut Secara fisiografi wilayah pesisir Pelabuhan Ratu merupakan dataran pantai yang berada pada muara Sungai Cimandiri, Sungai Cipalabuan Cigangsa, Sungai Citepus, Sungai Sukawayana, Sungai Cimaja, Sungai Cipawenang, Sungai Cisolok, Sungai Citiis, Sungai Cibangban, Sungai Cihaur dan Sungai Cibareno serta dikelilingi oleh Gunung Butak, Gunung Cabe, Gunung Handeuleum, Gunung Gado dan Gunung Habibi. Sedangkan sebelah Utara dan Selatan berbatasan dengan Samudra Hindia. Lahan didaerah lorong perbukitan ditutupi oleh hutan, perkebunan dan lahan pertanian, sedangkan dataran dan lembah sungai banyak dipergunakan untuk persawahan, pemukiman serta pariwisata Hidrologi A. Air Tanah; Air tanah dangkal pada umumnya tersebar mengikuti bentuk topografi, di daerah datar air tanah dangkal ini relatif dangkal, sedangkan di daerah perbukitan air tanahnya lebih dalam. Dari pengamatan lapangan, air tanah dangkal pada daerah datar kedalamannya mencapai sekitar 3 5 meter. Sedangkan di daerah perbukitan kedalamannya bisa mencapai > 5 meter. Kisaran air tanah tersebut dipengaruhi oleh kondisi iklim terutama oleh curah hujan. Air tanah dangkal ini merupakan sumber air bagi masyarakat setempat. Sedangkan air tanah dalam tidak langsung dipengaruhi oleh curah hujan yang sifatnya lokal. Kedalaman air tanah dalam ini mencapai 50 meter. Air tanah

5 66 dalam ini hanya dimanfaatkan oleh pengusaha seperti perhotelan (BLH Kabupaten Sukabumi, 2003). B. Air Permukaan; Air permukaan di wilayah pesisir Pelabuhan Ratu bersumber dari sungai yang berjumlah ± 10 sungai yang bermuara langsung ke laut. Nama-nama sungai tersebut dapat dilihat pada Sub Bab mengenai Geologi Analisis Spasial Penentuan Lokasi dan Kesesuaian Lahan Budidaya dalam keramba, seperti halnya sistem budidaya lainnya memerlukan kualitas air yang baik, dimana kebutuhan air sangat mempengaruhi pemilihan suatu lokasi budidaya. Karenanya, keramba harus ditempatkan pada area yang tidak terkontaminasi limbah industri, rumah tangga dan limbah pertanian. Adapun parameter kualitas air seperti suhu, ph, keberadaan senyawa nitrogen, oksigen terlarut dan sebagainya harus berada dalam kisaran yang mampu mendukung kehidupan dan pertumbuhan spesies yang dibudidayakan. Pemilihan lokasi yang benar adalah suatu hal yang sangat penting karena hal ini mempengaruhi keberlanjutan kegiatan secara ekonomis (Lawson, 1995). Meskipun demikian, ketersediaan wilayah yang sesuai untuk kegiatan budidaya pada saat ini mulai berkurang dikarenakan menurunnya kualitas air. Sehingga, persyaratan pertama untuk keberlanjutan kegiatan budidaya adalah tersedianya sistem alokasi sumberdaya untuk budidaya. Sistem yang demikian harus diterapkan dalam konteks pendekatan perencanaan terpadu dibandingkan hanya menciptakan serangkaian peraturan untuk menghindari kerusakan lingkungan (Pe rez et al., 2003). Sebelum melakukan analisis spasial, terlebih dahulu akan disajikan penjelasan dan data hasil pengukuran beberapa parameter terutama mengenai hidrooseanografi baik berupa fisik maupun kimia di kawasan Teluk Pelabuhan Ratu yang digunakan dalam analisis spasial. Secara fisik dan kimia kondisi Oseanografi di wilayah pesisir Pelabuhan Ratu dapat dijelaskan seperti adanya pasang-surut, kecepatan arus, suhu, gelombang, kecerahan, turbidity, kedalaman, salinitas, oksigen, BOD, COD, ph dan Amonia. Masing-masing parameter tersebut memberikan kekhasan pada wilayah pesisir dan lautan, terutama Teluk Pelabuhan Ratu.

6 a. Oksigen Terlarut Kandungan oksigen disuatu perairan tidaklah pernah konstan. Oksigen secara terus menerus diproduksi oleh alga dan tumbuhan akuatik lainnya serta terdifusi oleh angin dan gelombang. Selanjutnya oksigen tersebut berpindah melalui respirasi dari hewan air, bakteri pengurai baik untuk keperluan BOD dan COD. Jumlah oksigen yang dapat diserap oleh perairan berbeda-beda tergantung pada suhu, mineral-mineral terlarut yang ada di air dan elevasi suatu kawasan. Tingkat kejenuhan oksigen di perairan tropis jauh lebih rendah dibandingkan dengan perairan yang dingin. Sebagai contoh, perairan tawar di ketinggian yang sama dengan permukaan laut pada suhu 20 0 C dapat menahan oksigen 9,092 mg/l. Peningkatan suhu air menjadi 30 0 C menjadikan air hanya mampu menahan 7,558 mg/l. Peningkatan salinitas pada air yang sama sehingga menjadi 10 psu menyebabkan penurunan oksigen menjadi 7,155 mg/l. Jika suhu dan salinitas perairan konstan, air dengan karakteristik yang sama seperti ini akan sedikit menahan oksigen pada ketinggian yang lebih tinggi. Karakteristik fisik inilah yang berkontribusi pada masalah penurunan oksigen di musim panas (Fast, 1983). Sverdrup et al., (1972) mengemukakan tiga faktor yang mempengaruhi sebaran kandungan oksigen terlarut: 1. Suhu dan salinitas, kelarutan oksigen bebas dalam air laut akan menurun dengan meningkatnya suhu dan salinitas. 2. Aktivitas biologi yang berpengaruh nyata terhadap konsentrasi oksigen dan karbondioksida. 3. Arus dan proses percampuran yang cenderung mempengaruhi lewat gerakan massa air dan difusi. Dari laporan hasil penelitian dan analisa BLH Kabupaten Sukabumi (2003) menunjukkan bahwa oksigen terlarut rata-rata di wilayah pesisir Teluk Pelabuhan Ratu berkisar antara 12,0 12,2 mg/l. Perubahan oksigen rata-rata di dekat pantai maupun di lepas pantai pada umumnya hampir merata. Disamping oksigen yang telah ada dalam massa air, oksigen dapat pula dihasilkan dari proses fotosintesis yang berlangsung, selain itu oksigen dapat pula dihasilkan oleh adanya pergerakan arus. Sebaliknya data oksigen yang didapat selama penelitian, kisaran oksigen terlarut yang terukur berkisar antara 7,31 8,03 mg/l. Adanya perbedaan ini

7 68 diduga karena perbedaan waktu dan tempat pengukuran, pengukuran yang dilakukan peneliti berlangsung pada saat musim timur dan musim peralihan dimana kecepatan angin serta arus tidaklah terlalu cepat. Selain itu, penulis melakukan pengukuran pada jarak m dari garis pantai. Penulis berasumsi bahwa pada jarak m dari garis pantai kandungan oksigen masih dipengaruhi oleh angin dan aktivitas fotosintesis dari fitoplankton. Sedangkan pada jarak kurang dari 100 meter sudah terjadi pecahan gelombang, sehingga berkemungkinan kandungan oksigen menjadi meningkat hingga mencapai 12,00 12,2 mg/l seperti yang terukur oleh BLH Kabupaten Sukabumi. Hasil pengukuran yang dilakukan oleh penulis ini sangat bersesuaian dengan pernyataan sebelumnya, yaitu hasil penelitian Fast (1983). Berikut ini akan disajikan gambar mengenai kisaran kandungan oksigen di perairan Teluk Pelabuhan Ratu selama penelitian ppm P. Ratu Cisolok Ciemas (a) ppm Agustus September Oktober November P. Ratu Cisolok Ciemas (b) Gambar 7. (a) Kisaran Kandungan Oksigen di Teluk Pelabuhan Ratu berdasarkan stasiun pengamatan. (b) Kisaran Kandungan Oksigen di Teluk Pelabuhan Ratu berdasarkan waktu pengamatan Berdasarkan data pengukuran oksigen yang terdapat pada Gambar 7 (a) dan (b) serta diperjelas pada Lampiran 1 dapat dilihat bahwa kandungan oksigen

8 69 di perairan Teluk Pelabuhan Ratu berada pada kisaran yang optimal bagi pertumbuhan organisme perairan baik pada saat musim timur maupun musim peralihan. Gambar 7 (a) memperlihatkan bahwa kandungan Oksigen yang tertinggi ada pada stasiun pengamatan di Ciemas dan diikuti dengan Cisolok serta Pelabuhan Ratu. Hal ini terjadi diakibatkan pada kedua stasiun pengamatan yaitu Ciemas dan Cisolok memiliki kondisi perairan yang masih baik. Selain itu, kedua stasiun tersebut memilki hubungan yang dekat dengan Samudra Hindia, sehingga proses penggantian air dan sirkulasi massa air sangat cepat terjadi. Selanjutnya pada Gambar 7 (b) terjadi penurunan kandungan oksigen pada seluruh stasiun pengamatan di bulan November kecuali stasiun Pelabuhan Ratu yang kandungan oksigennya relatif konstan. Penurunan ini dikarenakan pada bulan November adalah musim peralihan dimana kondisi perairan relatif tenang. 4.2.b. Salinitas Dalam bidang perikanan, salinitas merupakan parameter oseanografi penting yang bersama-sama dengan parameter lainnya untuk menduga kawasan yang sesuai untuk pertumbuhan ikan dan organisme akuatik lainnya. Berdasarkan laporan hasil pengamatan diperoleh bahwa di wilayah pesisir Teluk Pelabuhan Ratu salinitas rata-rata sebesar 33,0 35 psu (Irawan, 1992; Yorba, 1993; Marpaung, 1995; Pariwono et al., 1996). Keadaan kisaran perubahan salinitas tersebut relatif normal karena sejumlah besar organisme yang hidup di laut dapat bertahan pada batas toleransi kisaran salinitas berkisar antara psu (Odum, 1971). Berikut merupakan grafik hasil pengukuran salinitas di Teluk Pelabuhan Ratu selama bulan Agustus November ppt Stasiun Gambar 8. Sebaran Kandungan Salinitas di Teluk Pelabuhan Ratu

9 70 Perairan Teluk Pelabuhan Ratu umumnya memiliki kandungan salinitas yang tinggi, hal ini disebabkan oleh pengaruh Samudra Hindia yang begitu besar ditambah lagi Teluk Pelabuhan Ratu bersifat terbuka. Sehingga perairannya memiliki kandungan salinitas yang sama dengan laut terbuka. Selama kegiatan survey yang dilakukan, peneliti mendapatkan kisaran salinitas di perairan Teluk Pelabuhan Ratu berkisar antara 33,00 34,00 psu (Gambar 8). Nilai rata-rata salinitas di setiap stasiun pengamatan dapat dilihat pada Lampiran c. Suhu Perairan Suhu perairan merupakan parameter lingkungan yang memiliki pengaruh yang besar terhadap ikan dan bisa menjadi faktor utama yang mempengaruhi kelayakan ekologis dari kegiatan budidaya. Suhu yang melebihi atau kurang dari batas optimum dapat mempengaruhi hewan, memberikan pengaruh pada nafsu makan, pertumbuhan, reproduksi dan serangan penyakit (Lawson, 1995). Ratarata perubahan suhu perairan di wilayah pesisir Teluk Pelabuhan Ratu berkisar antara C. Perubahan suhu rata-rata di dekat pantai berkisar antara 28,1 28,6 0 C, sedangkan suhu di lepas pantai berkisar antara 28,24 28,7 0 C (BLH Kabupaten Sukabumi, 2003). Kisaran suhu yang terukur selama penelitian dapat dilihat pada Gambar ºC Stasiun Gambar 9. Kisaran Suhu Perairan di Teluk Pelabuhan Ratu Secara umum suhu permukaan air di Teluk Pelabuhan Ratu berkisar antara C (Gambar 9) yang pengukurannya dilakukan pada saat pagi hingga sore hari pada setiap stasiun pengamatan. Kisaran suhu yang terukur selama penelitian ini merupakan kisaran suhu yang optimal bagi pertumbuhan ikan budidaya untuk jenis ikan tropis.

10 d. ph Derajat keasaman (ph) sangat berpengaruh terhadap kehidupan ikan, ph yang cocok untuk semua jenis ikan berkisar antara 6,5 8,5 (Boyd, 1982). Akan tetapi, ada jenis ikan yang karena lingkungan hidupnya di perairan rawa, sehingga ikan ini mampu bertahan hidup pada kisaran ph 4 9. Derajat kemasaman (ph) perairan mempengaruhi daya tahan organisme, pada ph yang rendah, penyerapan oksigen terlarut oleh organisme akan terganggu, setiap organisme mempunyai ph yang optimum bagi kehidupannya. Perairan dengan ph yang lebih kecil dari 6,00 menyebabkan organisme yang menjadi makanan ikan tidak dapat bertahan hidup dengan baik. Sedangkan pada keadaan ph yang lebih tinggi dari 9,5 menyebabkan perairan tidak produktif (Hickling, 1962). Perubahan ph perairan, baik kearah alkali maupun kearah asam akan mengganggu kehidupan ikan dan organisme akuatik lainnya. Nilai ph sangat penting diketahui karena banyak reaksi kimia dan biokimia yang terjadi pada ph tertentu. Perairan yang menerima limbah organik dalam jumlah yang besar berpotensi memiliki tingkat kemasaman yang tinggi (Mahida, 1993). Hasil pengukuran ph untuk setiap stasiun pengamatan diperairan Teluk Pelabuhan Ratu dapat dilihat pada Gambar Stasiun Gambar10. Nilai ph yang Terukur di Teluk Pelabuhan Ratu ph hasil pengukuran yang dilakukan di perairan Teluk Pelabuhan Ratu berkisar antara 7,00 8,50 (Gambar 10), sedangkan untuk ph rata-rata dapat dilihat pada Lampiran 1. Selanjutnya, kisaran ph berdasarkan hasil penelitian Irawan, 1992; Yorba, 1993; Marpaung 1995; Desmawati, 2004; Muhazir, 2004 dan Mony 2006 juga menyajikan data kisaran ph yang sama. Jika dibandingkan dengan baku mutu ph perairan untuk biota laut berdasarkan Kep-

11 72 51/MENKLH/2004, nilai ph yang terukur masih berada dalam kisaran yang diinginkan yaitu 6,50 8,50. Hal ini mengindikasikan bahwa kualitas perairan ditinjau dari segi ph dapat dikatakan baik. 4.2.e. Kecapatan Arus Arus pantai dapat terjadi karena gelombang yang datang menuju pantai, dan hal ini mempengaruhi proses sedimentasi dan atrofi pantai. Pola arus pantai ini ditentukan oleh besarnya sudut yang dibentuk antara gelombang yang datang dengan garis pantai. Jika sudut datang cukup besar, maka akan terbentuk arus menyusur pantai (Longshore current) yang disebabkan oleh perbedaan tekanan hidrostatik. Berdasarkan hasil penelitian geologi kelautan diperairan pesisir Pelabuhan Ratu, arus permukaan dekat pantai (Nearshore current) bergerak ke Timur Laut mulai dari daerah Karanghawu sampai daerah Tanjung Karang dan berbelok ke Barat Laut mulai daerah Tanjung Pamipiran sampai daerah Pelabuhan Ratu serta arus berbelok lagi ke Timur Barat melalui daerah Citepus. Arus permukaan dekat pantai pada umumnya memperlihatkan pola pergerakan arus Barat Daya Timur Laut dengan kecepatan rata-rata 0,4 m/det (BLH Sukabumi, 2003). Grafik arah dan kecepatan arus yang terukur selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 11 (a), (b) cm/det (a)

12 73 (b) Sumber: Japan Ocean Data Centre Gambar 11. (a) Grafik Kecepatan Arus di Teluk Pelabuhan Ratu. (b) Arah Arus di Teluk Pelabuhan Ratu

13 74 Berdasarkan hasil pengamatan untuk setiap stasiun sampling yang dilakukan di Teluk Pelabuhan Ratu, kecepatan arus yang didapat berkisar antara 9,38 29,83 cm/det (Gambar 11 (a)). Kecepatan arus terendah yaitu 9,38 cm/det di ambil pada saat peralihan antara pasang dan surut terjadi. Pada Gambar 11 (b) dapat kita lihat bahwa arus yang ada pada kawasan Ciemas dan Pelabuhan Ratu mengarah pada kawasan Cisolok dengan kecepatan 0,6 m/ det (JODC). Arus yang terjadi di Teluk Pelabuhan Ratu lebih disebabkan oleh pasang surut dan angin yang bertiup di permukaan perairan. Pasang surut merupakan gaya penggerak utama sirkulasi massa air, sedangkan angin merupakan faktor utama yang menyebabkan terjadinya arus yang kuat di permukaan perairan teluk. 4.2.f. Amonia Ammonia merupakan bahan buangan terlarut dari metabolisme protein yang sering dipantau dalam kegiatan budidaya karena sifatnya yang sangat beracun bagi ikan. Ketika gas ammonia (NH 3 ) terlarut dalam air, beberapa diantaranya bereaksi dengan air yang memberikan ion ammonia NH + 4, sementara itu beberapa diantaranya menjadi NH 3 terlarut. Gabungan NH 3 dan NH + 4 menjadi total ammonia yang dapat dengan mudah diketahui dengan tes kit. ph dan suhu perairan menentukan sejumlah ammonia yang tidak terionisasi (NH 3 ) dalam sistem budidaya. Ketika ph meningkat maka sejumlah NH 3 yang bersifat toksik juga meningkat serta dapat berbahaya bagi ikan. Sebagai contoh ketika ammonia (NH 3 ) melebihi kadar 0,0125 mg/l, ikan trout akan menunjukkan gejala penurunan pertumbuhan yang selanjutnya akan merusak ginjal, insang dan jaringan hati. Ikan-ikan memiliki toleransi yang berbeda terhadap kadar ammonia, ikan channel carfish mengalami kerusakan insang pada kadar ammonia 0,12 mg/l. Beberapa ammonia dapat dipindahkan dari sistem budidaya melalui aerasi. Alternatif lain, ammonia dapat dipindahkan dari perairan terutama pada saat saluran pembuangan atau digunakan kembali melalui pertukaran ion dengan cara mengalirkan air melewati zeolit atau kolom pertukaran kation (Mugg et al., 2003). Gambar 12 (a), (b) memperlihatkan konsentrasi amonia yang terukur di Teluk Pelabuhan Ratu.

14 ppm P. Ratu Cisolok Ciemas (a) ppm Agustus September Oktober November P. Ratu Cisolok Ciemas (b) Gambar 12. (a) Grafik Kandungan Amonia di Teluk Pelabuhan Ratu berdasarkan stasiun pengamatan. (b) Grafik Kandungan Amonia di Teluk Pelabuhan Ratu berdasarkan waktu pengamatan Berdasarkan data yang didapat dilapangan dapat diketahui bahwa kisaran konsentrasi ammonia di Teluk Pelabuhan Ratu adalah 0,019 0,288 mg/l (Gambar 12 (a) dan (b)), sedangkan untuk rata-rata konsentrasi amonia adalah 0,13 0,18 mg/l (Lampiran 1). Konsentrasi ammonia yang tinggi terdapat di semua stasiun pengamatan yang dekat dengan aktivitas manusia dan kegiatan wisata (Pelabuhan Ratu dan Cisolok). 4.2.g. Pasang-Surut Pasang Surut adalah proses naik-turunnya muka air laut diakibatkan oleh pengaruh gravitasi benda-benda angkasa, terutama bulan dan matahari. Karena posisi bulan dan matahari selalu berubah secara teratur, maka besarnya kisaran pasang-surut juga berubah mengikuti perubahan posisi benda-benda angkasa

15 76 tersebut. Pasang-Surut mempengaruhi arus dan sirkulasi perairan, terutama diperairan semi tertutup seperti selat dan teluk. Pengetahuan tentang tipe pasangsurut diperlukan untuk kegiatan pengembangan pantai maupun pengelolaan lingkungannya. Untuk mengetahui tipe pasang-surut diperairan Teluk Pelabuhan Ratu digunakan data pasang surut pelabuhan perikanan yang tercatat oleh stasiun pasang surut Bakosurtanal, yang memperlihatkan bahwa pasang surut diperairan pesisir Pelabuhan Ratu bertipe campuran dengan unsur ganda lebih menonjol dengan bilangan E = 0,25. Hal ini menunjukkan bahwa perairan pesisir Pelabuhan Ratu pada umumnya mengalami dua kali pasang dan dua kali surut setiap harinya dengan ketinggian yang berbeda. Dari hasil pengamatan pasang surut yang dilakukan oleh Geologi Kelautan, kedudukan air terendah adalah 90 cm dan kedudukan air tertinggi mencapai 249 cm dengan tunggangan airnya adalah 159 cm (BLH Kabupaten Sukabumi, 2003). Data pasang-surut yang dikeluarkan oleh Bakosurtanal pada saat peneliti melakukan kegiatan survey lapangan dapat dilihat pada Lampiran h. Kedalaman/ Batimetri Dengan batas 250 meter kearah laut, kedalaman wilayah pesisir Pelabuhan Ratu rata-rata berkisar antara 0 50 meter, pada kedalaman 10 meter di capai pada jarak meter, kedalaman 25 meter dicapai pada jarak meter dari garis pantai ke arah laut (BLH Kabupaten Sukabumi, 2003). Pada saat melakukan survey di wilayah Cisolok dan Pelabuhan Ratu, data kedalaman yang di ukur berkisar antara ± meter pada jarak meter dari garis pantai. Sedangkan di wilayah Ciemas kedalaman ± meter pada jarak meter dari garis pantai (Lampiran 1). Jarak ini sudah memadai untuk dilakukannya penempatan instalasi budidaya sistem keramba jaring apung. Hal ini berdasarkan pada pendapat Mayunar et al., (1995) bahwa perairan tempat keramba jaring apung sebaiknya bertopografi landai dengan kedalaman 6 8 m dan 7 15 m dari surut terendah (Sunaryanto et al., 2001) serta 1 m jarak dari keramba kedasar perairan (Sunyoto, 1993). Berikut akan disajikan peta mengenai kontur batimetri dari Teluk Pelabuhan Ratu.

16 Gambar 13. Kontur Batimetri Teluk Pelabuhan Ratu 77

17 78 Berdasarkan Peta Batimetri pada Gambar 13 yang dikeluarkan oleh Dishidros Angkatan Laut Tanjung Priok, kedalaman teluk berkisar antara meter sehingga konturnya membentuk jurang yang dalam. Kedalaman < 10 meter rata-rata hanya didapat hingga jarak ± meter dari bibir pantai. 4.2.i. Gelombang Gelombang yang terbentuk pada umumnya disebabkan oleh adanya proses alih energi dari angin menuju permukaan laut. Gelombang ini merambat ke segala arah membawa energi yang kemudian dilepaskan ke pantai dalam bentuk hempasan ombak (breakers). Gelombang yang mendekati pantai akan mengalami pembiasan (refraction) dan akan memusat (convergence) jika menemui cekungan. Gelombang yang menuju keperairan dangkal akan mengalami spilling, plunging, colloping dan surging (Dahuri, 1998). Berikut ini akan disajikan gambar mengenai kisaran gelombang di perairan Teluk Pelabuhan Ratu selama penelitian cm Stasiun Gambar 14. Kisaran Gelombang di Teluk Pelabuhan Ratu Dari hasil pengamatan yang dilakukan di dapatkan data tinggi gelombang berkisar antara cm pada jarak meter dari garis pantai (Gambar 14), selanjutnya untuk rata-rata tinggi gelombang di perairan Teluk Pelabuhan Ratu dapat dilihat pada Lampiran 1. Tidak demikian halnya yang terukur pada daerah pecah gelombang seperti pada daerah karanghawu yang bisa mencapai cm. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Irawan, 1992; Pariwono et al., 1996 menampilkan data tinggi gelombang Teluk Pelabuhan Ratu pada musim Barat rata-rata berkisar antara m. Dengan demikian perairan Teluk Pelabuhan Ratu masih memiliki kondisi gelombang yang cukup aman bagi

18 79 penempatan instalasi keramba dan kegiatan budidaya baik itu di musim Timur maupun di musim Barat. Sifat-sifat gelombang dipengaruhi oleh: 1) Kecepatan angin, semakin kencang angin maka makin besar gelombang yang terbentuk serta memiliki kecepatan yang tinggi dan panjang gelombang yang besar; 2) Waktu dimana angin sedang bertiup, tinggi, kecepatan dan panjang gelombang seluruhnya cendrung meningkat sesuai dengan meningkatnya waktu pada saat angin pembangkit gelombang bertiup; 3) Jarak tanpa rintangan dimana angin sedang bertiup (fetch), makin besar fetch pada suatu perairan (lautan) makin besar pula gelombang yang terbentuk (Yuwono, 1984). Berdasarkan sifat-sifat gelombang tersebut, gelombang di wilayah pesisir Pelabuhan Ratu termasuk gelombang yang sedang sampai dengan besar. Fisiografi pantai yang beragam yaitu curam, datar dan berbatu menyebabkan ombak pecah di pinggir dan pada dinding batu. Gelombang besar terjadi selama musim Barat, selama musim Timur kondisi perairan Pelabuhan Ratu relatif tenang. Gambar 15 menunjukkan kondisi perairan dengan ombak yang tenang di kawasan Cisolok. Gambar 15. Kondisi Gelombang di Perairan Teluk Pelabuhan Ratu (06/Sept/08) Gambar 15 dapat kita lihat bahwa kondisi perairan Teluk Pelabuhan Ratu yang tenang dengan ketinggian ombak yang rendah merupakan kawasan yang sangat sesuai untuk ditempatkannya instalasi budidaya perikanan dengan sistem Keramba Jaring Apung sebagai suatu kegiatan usaha yang memiliki prospek yang baik.

19 j. Kecerahan Air Salah satu indikator kualitas perairan ditinjau dari aspek lingkungan yang berkaitan dengan masyarakat yang tinggal disekitarnya dan ekosistem adalah kecerahan perairan. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecerahan air laut di pesisir Teluk Pelabuhan Ratu pada umumnya adalah partikel lumpur yang dibawa oleh aliran sungai dan batu-batuan. Dari hasil pengamatan yang dilakukan di perairan Teluk Pelabuhan Ratu diperoleh bahwa tingkat kecerahan air laut dimana sinar matahari mampu menembus lapisan perairan sampai kedalaman > 7 m pada jarak rata-rata 50 meter dari garis pantai pada kawasan Pelabuhan Ratu dan Cisolok. Sedangkan di kawasan Ciemas kecerahan > 7 m pada jarak rata-rata 2 m dari garis pantai. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kondisi perairan Teluk Pelabuhan Ratu masih relatif baik serta belum tercemar oleh limbah organik. Walaupun demikian terdapat indikasi pembuangan limbah domestik yang suatu saat dapat meningkat jika tidak dilakukan penertiban dan pemantauan (BLH Kabupaten Sukabumi, 2003). Berikut akan disajikan grafik hasil pengukuran kecerahan di perairan Teluk Pelabuhan Ratu meter Stasiun Gambar 16. Tingkat Kecerahan Perairan di Setiap Stasiun Pengamatan Berdasarkan hasil pengukuran kecerahan perairan disetiap stasiun pengamatan di Teluk Pelabuhan Ratu didapat bahwa kisaran rata-rata kecerahan ada pada 3,50 6,50 meter (Gambar 16). Kecerahan yang rendah ini terukur pada stasiun pengamatan yang ada di Cisolok pada jarak ± 20 m dari garis pantai. Kecerahan yang rendah ini diakibatkan oleh partikel pasir yang terbawa oleh ombak sewaktu pecah di pantai. Tidak demikian halnya pada stasiun pengamatan

20 81 yang ada di Ciemas, kedalaman cahaya matahari yang menembus perairan bahkan bisa mencapai dasar. Hal ini dikarenakan pada pingggiran pantai di kawasan ciemas didominasi oleh bebatuan, sehingga kemungkinan partikel terlarut dan terbawa sewaktu ombak pecah di pantai kecil ditambah dengan aktivitas masyarakat dan kepadatan pemukiman yang masih rendah pada kawasan Ciemas. Gambar 17 memperlihatkan kondisi perairan kawasan Ciemas yang bersih dan jernih. Gambar 17. Kondisi Perairan di Kawasan Ciemas (28/Aug/08) Gambar 17 memperlihatkan kondisi perairan teluk pada kawasan Ciemas yang bersih dengan level aktivitas manusia yang kecil. 4.2.k. Turbidity/Kekeruhan Kekeruhan yang terjadi di badan air lebih disebabkan oleh beranekaragamnya campuran partikel terlarut seperti liat, lempung, pasir halus dan bahan organik yang diuraikan oleh detritus, fitoplankton yang berada dipermukaan dan jenis organisme mikroskopis lainnya. Pada umumnya, kumpulan berbagai partikel ini berasal dari aliran yang terbawa dari darat dan juga berasal dari perairan itu sendiri, sehingga berdampak pada bervariasinya tingkat kekeruhan di suatu perairan dari waktu ke waktu, seperti pada saat musim penghujan, maka tingkat kekeruhan akan lebih tinggi dibandingkan dengan pada saat musim kemarau ( Adanya perbedaan penyebab kekeruhan diperairan juga menjadi penyebab perubahan komposisi dari komunitas organisme perairan di badan air tersebut. Apabila kekeruhan terjadi akibat besarnya volume partikel sedimen yang

21 82 tersuspensi akan menjadi penyebab berkurangnya penetrasi cahaya, sehingga menghambat aktivitas fotosintesis fitoplankton, alga dan makropita yang berada jauh dari permukaan. Sedangkan jika kekeruhan lebih besar dipengaruhi oleh blooming alga, cahaya tidak akan jauh menembus kedalam badan air, sehingga produsen primer menjadi terbatas khususnya yang berada dilapisan paling atas. Cyanobacter (blue-green algae) sangat menyukai kondisi seperti ini dan secara perlahan mengapung di permukaan. Secara keseluruhan, adanya kekeruhan menyebabkan berkurangnya organisme yang melakukan fotosintesis untuk menyediakan makanan bagi kebanyakan invertebrata. Sehingga semua invertebrate mengalami penurunan yang menyebabkan turunnya populasi ikan diperairan ( Gambar 18 (a) dan (b) merupakan grafik hasil pengukuran kekeruhan di setiap stasiun dan waktu pengamatan di Teluk Pelabuhan Ratu NTU P Ratu Cisolok Ciemas (a) NTU Agustus September Oktober November P. Ratu Cisolok Ciemas (b) Gambar 18. (a) Grafik Kekeruhan Perairan di Setiap Stasiun Pengamatan. (b) Grafik Kekeruhan Perairan di Setiap Waktu Pengamatan

22 83 Dari hasil pengukuran yang dilakukan seperti yang terlihat pada Gambar 18 (a) dan (b), didapat nilai kekeruhan perairan Teluk Pelabuhan Ratu berkisar antara 1,50 3,75 NTU. Dari data ini kita dapat mengetahui bahwa kualitas perairan Teluk Pelabuhan Ratu dilihat dari kekeruhan kondisinya masih sangat baik. Pada lokasi pengamatan di pertengahan Kecamatan Ciemas hingga Kecamatan Pelabuhan Ratu kisaran kekeruhan berada pada 2,84 3,75 NTU, hal ini disebabkan masih adanya pengaruh limpasan dari Sungai Cimandiri dan arus yang tidak begitu kuat. Sedangkan untuk sebagian Kecamatan Pelabuhan Ratu sampai Kecamatan Cisolok serta sebagian Kecamatan Ciemas kisaran kekeruhannya adalah 1,50 2,83 NTU. Berikut ini akan disajikan gambar mengenai kondisi perairan Teluk Pelabuhan Ratu yang jernih khususnya kawasan Ciemas. Gambar 19. Perairan Teluk Pelabuhan Ratu yang Jernih (06/Nov/08) Kondisi perairan yang jernih seperti yang terlihat pada Gambar 19 merupakan kondisi yang sangat baik untuk pengembangan kegiatan budidaya perikanan dengan sistem Keramba Jaring Apung. 4.2.l. COD Efendi (2003) menggambarkan COD sebagai jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologis maupun yang sukar didegradasi secara biologis menjadi CO 2 dan H 2 O. Dalam hal ini pengukuran COD dimaksudkan untuk mengetahui kandungan bahan organik dan anorganik diperairan. Muatan bahan

23 84 organik yang ada dapat diketahui dengan menghitung konsentrasi oksigen berdasarkan reaksi dari suatu bahan oksidan kuat (Alerts dan Santika, 1987). Gambar 20 (a) dan (b) memperlihatkan grafik konsentrasi COD di perairan Teluk Pelabuhan Ratu ppm P. Ratu Cisolok Ciemas (a) ppm P. Ratu Cisolok Ciemas 0.00 Agustus September Oktober November (b) Gambar 20. (a) Konsentrasi COD di Masing-masing Stasiun Pengamatan. (b) Konsentrasi COD di Masing-masing Waktu Pengamatan Sebaran COD di peraian Teluk Pelabuhan Ratu yang terukur berada pada kisaran nilai 11,75 16,38 mg/l (Gambar 20 a, b). Pengambilan sampel dilakukan pada saat pasang dan surut di kawasan yang relatif jauh dari garis pantai atau tepatnya pada jarak yang diperkirakan peneliti sesuai untuk unit keramba dapat ditempatkan. 4.2.m. BOD 5 Parameter yang dapat digunakan untuk menggambarkan keberadaan bahan organik diperairan adalah BOD. Semakin tinggi nilai BOD maka semakin tinggi pula aktivitas organisme untuk menguraikan bahan organik atau dapat dikatakan

24 85 pula semakin besar kandungan bahan organik diperairan tersebut. Nilai BOD tidak menunjukkan jumlah bahan organik yag sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara kualitatif dengan melihat jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik. Kandungan bahan organik yang tinggi ditunjukkan dengan semakin sedikitnya sisa oksigen terlarut (Efendi, 2003). Gambar 21 (a) dan (b) memperlihatkan grafik kisaran konsentrasi BOD di Teluk Pelabuhan Ratu selama masa penelitian ppm P. Ratu Cisolok Ciemas (a) ppm P. Ratu Cisolok Ciemas Agustus September Oktober November (b) Gambar 21. (a) Grafik Kisaran Kandungan BOD di Teluk Pelabuhan Ratu pada setiap Stasiun Pengamatan. (b) Grafik Kisaran Kandungan BOD di Teluk Pelabuhan Ratu pada setiap Waktu Pengamatan Kandungan BOD yang diamati di perairan Teluk Pelabuhan Ratu selama bulan Agustus hingga November 2007 berkisar antara 1,11 2,50 mg/l (Gambar 21 a, b), maka dapat dikatakan kondisi perairan teluk tersebut masih berada dalam kondisi yang baik dan tidak tercemar oleh bahan organik. Kisaran yang terlihat di grafik lebih dikarenakan jarak masing-masing stasiun yang relatif jauh dari garis pantai (± m). Semakin jauh jarak stasiun dari garis pantai dan muara

25 86 sungai maka makin rendah pula kandungan bahan organik di perairan yang menyebabkan kandungan BOD perairan tersebut juga menjadi rendah. 4.2.n. Parameter Biologi/Hama Parameter biologi yang diamati oleh peneliti di kawasan Teluk Pelabuhan Ratu terbatas pada hama. Hal ini dikarenakan organisme budidaya yang ditebar memiliki ukuran yang sudah relatif besar dengan ukuran bobot 100 gram. Sehingga ikan yang dipelihara dapat langsung diberi pakan berupa pelet serta tidak memerlukan pakan alami berupa phytoplankton maupun zooplankton untuk memicu pertumbuhannya. Hama adalah organisme yang keberadaannya di dalam wadah produksi tidak dikehendaki karena bersifat kompetitor atau predator bagi ikan yang dibudidayakan. Hama ikan budidaya terdiri dari golongan ikan, reptil darat maupun yang hidup diperairan, mamalia darat dan sebagainya. Organisme yang tidak dikehendaki tersebut keberadaannya harus dihindarkan, ditekan ataupun diberantas sehingga tidak mengganggunggu aktivitas budidaya (Effendi, 2004). Teluk Pelabuhan Ratu itu sendiri tidak dapat dipungkiri memiliki beberapa jenis hama yang potensial. Hama yang termasuk spesies ikan buntal penyebarannya hampir merata di seluruh perairan teluk, meskipun dalam jumlah yang relatif kecil. Ikan buntal ini tidak secara langsung memangsa organisme budidaya, akan tetapi lebih bersifat merusak instalasi budidaya terutama jaring keramba. Ikan ini memakan sisa-sisa pakan yang menempel di jaring hingga mencoba masuk ke dalam keramba, sehingga dengan gigi-gigi yang tajam ikan ini dapat merusak jaring dan berpotensi melepaskan organisme budidaya ke perairan lepas. Dari 10 nelayan yang diwawancarai penulis (Lampiran 6), rata-rata mendapatkan 2 5 ekor ikan buntal yang tertangkap pada saat pengoperasian bagan apung. Selain ikan buntal, hama potensial lain adalah reptil darat berupa biawak, penyebarannya terbatas pada kawasan Ciemas. Spesies ini sangat jarang di temui pada saat melakukan survey, hanya ada 3 ekor yang ditemui di kawasan Ciemas, walaupun demikian reptil ini harus tetap diwaspadai. Setelah melihat dinamika nilai parameter biofisik perairan berikut akan ditampilkan tabel mengenai perhitungan analisis spasial penentuan lokasi dan kesesuaian lahan di Teluk Pelabuhan Ratu.

26 Tabel 10. Hasil Perhitungan Matrik Kesesuaian Lahan Berdasarkan Lokasi 87 Lokasi Parameter Kisaran yang Direkomendasikan (S2) Kisaran Optimal (S1) Nilai* Skor Bobot Ni (Ni/N maks) x 100 Jumlah Keterangan Pelabuhan Ratu Suhu (ºC) 25 < Arus (cm/det) 20 < Salinitas (psu) 29 < 30 atau > Oksigen (mg/l) 5 < 7 atau > Amonia (mg/l) > 0,2 < 0,5 0 0, Kedalaman (m) 6 < 15 atau > Gelombang (cm) > ph 7,0 < 7,5 atau > 8,0 8,5 7,5 8, Kekeruhan (NTU) > 5 30 < Kecerahan (m) 3 < BOD5 (mg/l) > < COD (mg/l) > < Sangat Sesuai Lokasi Parameter Kisaran yang Direkomendasikan (S2) Kisaran Optimal (S1) Nilai* Skor Bobot Ni (Ni/N maks) x 100 Jumlah Keterangan Cisolok Suhu (ºC) 25 < Arus (cm/det) 20 < Salinitas (psu) 29 < 30 atau > Oksigen (mg/l) 5 < 7 atau > Amonia (mg/l) > 0,2 < 0,5 0 0, Kedalaman (m) 6 < 15 atau > Gelombang (cm) > ph 7,0 < 7,5 atau > 8,0 8,5 7,5 8, Kekeruhan (NTU) > 5 30 < Kecerahan (m) 3 < BOD5 (mg/l) > < COD (mg/l) > < Sangat Sesuai

27 Lanjutan Tabel Lokasi Parameter Kisaran yang Direkomendasikan (S2) Kisaran Optimal (S1) Nilai* Skor Bobot Ni (Ni/N maks) x 100 Jumlah Keterangan Suhu (ºC) 25 < Arus (cm/det) 20 < Salinitas (psu) 29 < 30 atau > Oksigen (mg/l) 5 < 7 atau > Amonia (mg/l) > 0,2 < 0,5 0 0, Ciemas Kedalaman (m) 6 < 15 atau > Gelombang (cm) > ph 7,0 < 7,5 atau > 8,0 8,5 7,5 8, Kekeruhan (NTU) > 5 30 < Kecerahan (m) 3 < BOD5 (mg/l) > < COD (mg/l) > < Sumber: Data Olahan, 2007 Keterangan: *) Nilai rata-rata hasil pengukuran kualitas air di setiap stasiun pengamatan 86 Sangat Sesuai

28 Analisis Kesesuaian Lahan Berdasarkan hasil analisis spasial dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) melalui software Arc View 3.3 dan survey lapangan (ground chek) diperoleh total luasan area kerja di kawasan Teluk Pelabuhan Ratu sebesar ± 7.585,42 ha. Penentuan kesesuaian lahan untuk budidaya ikan dengan sistem keramba jaring apung dilakukan melalui proses tahapan yang meliputi: (1) sistem penilaian dengan menggunakan parameter kualitas air yang disajikan dalam bentuk matrik, pemberian skor dan bobot pada masing-masing parameter; (2) data setiap parameter dimasukkan kedalam setiap stasiun sehingga diperoleh peta-peta tematik; (3) proses tumpang tindih (overlay) semua parameter yang telah berbentuk peta-peta tematik sehingga didapatkan total nilai dari setiap stasiun atau titik pengambilan sampel; (4) total nilai akhir dicocokkan dengan kelas kesesuaian, yaitu kelas 1 sangat sesuai (highly suitable) berkisar antara %, kelas 2 sesuai (moderatly suitable) berkisar antara % dan kelas 3 tidak sesuai (not suitable) adalah < 59 %, sehingga diperoleh total nilai hasil akhir tiaptiap stasiun dan kelasnya, melalui tahapan inilah didapatkan peta kesesuaian lahan untuk budidaya dengan sistem keramba jaring apung di Teluk Pelabuhan Ratu. Hasil analisis spasial kesesuaian lahan yang dilakukan pada area penelitian seluas ± 7.585,42 ha diperoleh luasan perairan teluk yang sesuai untuk budidaya ikan dengan sistem keramba jaring apung yang terdiri dari 2 kelas, yaitu Kelas 1 sangat sesuai dengan luas lahan sebesar 7.501,91 ha atau 98,90 % dari total area penelitian atau 17,86 % dari luas total perairan teluk Pelabuhan Ratu (± ha) dan Kelas 2 yaitu kawasan yang sesuai dengan luasan sebesar 83,51 ha atau 1,10 % dari luasan total area penelitian atau 0,20 % dari luas total perairan Teluk Pelabuhan Ratu (± ha). Dengan demikian, kawasan perairan Teluk Pelabuhan Ratu memiliki lahan yang cukup luas untuk pengembangan budidaya ikan dengan sistem keramba jaring apung, sehingga diharapkan mampu menghasilkan produksi perikanan laut yang besar dengan mutu yang baik sesuai keinginan pasar. Untuk lebih jelasnya Gambar 22 berikut merupakan peta yang memperlihatkan kawasan yang sangat sesuai untuk ditempatkannya budidaya perikanan sistem keramba jaring apung.

29 Gambar 22. Peta Kesesuaian Budidaya Sistem Keramba Jaring Apung 90

30 Estimasi Beban Limbah Buangan limbah dari kegiatan budidaya ke lingkungan perairan dapat dikategorikan sebagai buangan yang secara terus-menerus dilakukan akibat produksi budidaya, buangan dalam waktu tertentu dari kegiatan budidaya dan buangan dalam waktu tertentu berupa bahan kimia. Buangan limbah meliputi bahan organik terlarut dan partikel serta nutrien anorganik. Campuran berbagai partikel organik terlarut dalam bentuk feses, sisa pakan dan pakan yang jatuh mengandung protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan zat pewarna. Beberapa buangan anorganik juga dilepaskan terutama ammonia, bikarbonat, phosfat dan urea. Limbah buangan dari kegiatan budidaya meliputi sisa pengolahan ikan dan pembuangan ikan yang mati dan pemberian berupa silase. Buangan anorganik dalam hal ini termasuk deterjen dan buangan hasil dari pencucian keramba (berupa antifoulant dan logam berat). Kebanyakan berbagai macam buangan berupa inorganik tersebut dibuang dari kegiatan budidaya diluar kegiatan pemeliharaan. Pelepasan bahan kimia dari lokasi produksi terutama terdiri dari obat-obatan dan antifoulant (Read dan Fernandes, 2003). Dampak dari setiap jenis limbah yang dilepas kekolom perairan tergantung pada kondisi hidrograpik, kondisi topografi dasar perairan dan geografi suatu kawasan. Produk terlarut berupa ammonia, phosphor, karbon organik terlarut (termasuk nitrogen organik terlarut dan phosphor organik terlarut) dan pelepasan lemak dari makanan yang dapat membentuk lapisan pada permukaan perairan (Black, 2001). Dampak lingkungan dari produk terlarut ini tergantung pada tingkat dimana nutrien diuraikan sebelum diasimilasi oleh ekosistem pelagis. Pada lingkungan yang kapasitas pertukaran airnya lemah, ada tingkat resiko yang sangat tinggi dari akumulasi nutrien di satu kawasan (hipertrofikasi). Diperairan dangkal, dengan kondisi arus yang lemah, partikel limbah buangan dari kegiatan budidaya akan mengendap di dasar yang jaraknya dekat dengan titik buangan. Sehingga produksi yang dilakukan secara terus menerus akan memberikan resiko pada cepatnya akumulasi lokal dari bahan-bahan limbah yang terdapat didasar perairan (Fernandes et al., 2002). Endapan dari bahan organik yang ada di bawah keramba dan resultan perubahan pada kondisi sedimen merupakan hal yang paling nyata dan merupakan penelitian dampak yang terbaik

31 92 dari budidaya ikan laut. Hal ini merupakan bagian yang berkaitan pada kenyataan bahwa pengaruh-pengaruh ini sedikit berbeda akibat berbedanya bentuk bahan organik yang dibuang keperairan (Samuelsen et al., 1988). Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi seberapa besar material tersebut memperkaya sedimen yang berada di bawah keramba adalah arus pasang surut, masukan limbah, kedalaman perairan, komposisi, ukuran dan sifat bahan-bahan partikel yang dikeluarkan, suhu dan salinitas perairan laut, kecepatan angin dan keadaan gelombang (Provost, 1996). Buangan limbah yang masuk keperairan yang lebih dalam atau dimana kondisi dibawahnya disapu dengan baik oleh arus yang kuat, akan disebar keseluruh wilayah perairan yang luas. The Scottish Environment Protection Agency s yang pokok perhatiannya pada peningkatan nutrien yang dapat menghasilkan peningkatan populasi fitoplankton di kawasan yang memiliki resiko yang tinggi akibat karakteristik flushing yang rendah, penurunan kandungan oksigen di dasar basin suatu teluk yang memang secara alami memiliki kandungan oksigen yang rendah, obatobatan dan bahan kimia yang mungkin terakumulasi di dalam sedimen atau yang ditransportasikan kekawasan yang luas, treatment antifoulant yang menghasilkan kandungan berlebih berupa Zn, Cu pada sedimen dan perairan akibat pencucian jaring keramba dan penguraian limbah organik menyebabkan degradasi baik secara biologi dan sedimen (Henderson dan Davies, 2000). Dampak lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan pengembangan perikanan budidaya dengan sistem apapun tergantung pada intensitas usaha, beban limbah alami maupun limbah budidaya yang dihasilkan, laju pergantian air, kapasitas assimilasi dan karakteristik lainnya yang sangat mempengaruhi daya dukung dan daya pulih perairan tersebut. Dengan demikian, tingkat teknologi yang akan dikembangkan harus sesuai dengan kondisi perairan, sehingga resiko kegagalan relatif rendah dan hasil yang didapat bisa berlangsung secara berkesinambungan (Ali, 2003). Ada tiga jenis limbah polutan utama yang dapat dihasilkan oleh fasilitas budidaya yaitu: bahan kimia pembersih fasilitas budidaya, obat-obatan untuk pengendalian penyakit dan hasil buangan metabolisme seperti feses, ammonia dan makanan yang tidak dimakan yang berupa bahan terlarut dan padatan tersuspensi

32 93 (Mugg et al., 2003). Dalam penelitin ini, jenis limbah yang diamati adalah limbah yang dihasilkan oleh kegiatan budidaya ikan dalam keramba dan yang berasal dari kegiatan non keramba serta hanya dibatasi pada kandungan nitrogen Estimasi Beban Limbah Keramba Jaring Apung Besarnya suatu dampak tergantung pada banyak faktor seperti skala dan frekuensi suatu aktivitas, kondisi biologi dan oseanografi dimana kegiatan itu berlangsung dan gabungan pengaruh di masa lalu, pengaruh saat ini dan kegiatan yang akan berlangsung di kawasan tersebut. Pada akhirnya, penentuan apakah dampak lingkungan akan terjadi hanya dapat di duga melalui beberapa proses kajian mengenai dampak lingkungan secara komprehensif (Milewski, 2001). Langkah pertama dalam menentukan rencana pengelolaan limbah adalah menghitung jumlah potensial makanan yang tidak dimakan dan seberapa banyak feses yang dihasilkan oleh organisme yang dibudidayakan. Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi kecernaan pakan, tetapi komposisi dan bahan alami yang digunakan dalam makanan dan proses yang terlibat dalam penyiapannya merupakan hal yang terpenting (Mugg et al., 2003). Pendekatan estimasi beban limbah budidaya yang diterapkan dalam studi ini mengacu pada penelitian sebelumnya (Usman et al., 2002) dan merupakan pengembangan formula estimasi dari beban pakan yang masuk keperairan. Usman et al., (2002) yang menghitung beban limbah budidaya untuk senyawa nitrogen dengan cara sebagai berikut: Kebutuhan pakan untuk produksi 1 ton ikan kerapu = kg. Dari analisa proksimat didapat kandungan N pelet (tergantung merk pakan) ikan kerapu = 181,5 kg N/2.200 kg pelet. Pakan sebagai uneaten food = 200 kg dengan N = 16,5 kg. Pakan yang dimakan = kg dengan N = 165 kg; dikeluarkan melalui feses (tidak tercerna) = 840 kg dengan N = 26,7 kg; pakan yang dicerna = 1160 kg dengan N = 138,3 kg dimana sebagian akan dibuang melalui ekskresi dan panas = 107,8 kg N dan tersimpan dalam daging = 30,5 kg N. Jumlah loading N keperairan = 16,5 kg + 26,7 kg + 107,8 kg = 151 kg N. Penelitian ini terbatas pada kegiatan pembesaran ikan kerapu dengan bobot individu ikan rata-rata 100 g sampai berat konsumsi yaitu 500 g dengan lama

33 94 pemeliharaan 6 bulan (180 hari). Alasan yang mendasari pembatasan ini adalah keumuman yang dipakai oleh para pengusaha perikanan dalam membudidayakan ikan kerapu dengan sistem keramba jaring apung. Dalam penelitian ini diasumsikan bahwa ukuran 1 unit keramba yang dipakai adalah 3 x 3 x 3 m 3 dengan pada tebar 20 ekor/m 3. Berdasarkan luas lahan kesesuaian untuk budidaya sistem keramba jaring apung yang didapat, maka nilai estimasi beban limbah yang masuk ke perairan Teluk Pelabuhan Ratu adalah sebagai berikut: 1. Diketahui: Luas lahan yang sangat sesuai ha Pemanfaatan sebesar 10 % dari luasan 1 unit keramba terdiri dari 10 keramba berukuran 3 x 3 x 3 m 3 Padat penebaran sebanyak 20 ekor/m 3 SR 80 % dengan bobot akhir 500 g/ekor 1 ha = m 2 10 x, jika ukuran keramba 9 m 2, maka: = 1000 m 2 111, sehingga dalam 1 ha terdapat ± 100 buah keramba 9 m Jadi, dari luasan sebesar 7.585,42 ha terdapat ± keramba atau sebanyak ,2 unit dengan padat penebaran yang dilakukan adalah sebanyak 20 ekor/m 3. Dalam tulisan ini satu unit keramba terdiri dari 10 buah petakan keramba dengan ketentuan 9 buah keramba dimanfaatkan sebagai sarana produksi dan 1 petakan keramba dijadikan sebagai rumah jaga atau digunakan untuk keperluan lainnya. Sehingga setiap unit keramba hanya ada 9 keramba yang dioperasikan untuk membudidayakan ikan kerapu. Jika dalam 1 unit keramba serentak ditebar dengan benih ikan, sehingga 1 unit keramba berisi ± ekor ikan kerapu. Selama masa pemeliharaan diasumsikan tingkat kelulushidupan ikan sebesar 80%, sehingga pada saat pemanenan diperkirakan total biomass ikan kerapu adalah ekor. Jika bobot individu ikan 500g/ekor maka dalam satu siklus pemeliharaan (6 bulan) didapat total produksi sebesar 1,62 ton ikan kerapu. 2. Diketahui produksi total 1,62 ton ikan kerapu dengan kebutuhan pakan sebanyak 2,2 ton untuk memproduksi 1 ton ikan dengan kandungan N sebesar

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM 69 4. DESKRIPSI SISTEM SOSIAL EKOLOGI KAWASAN PENELITIAN 4.1 Kondisi Ekologi Lokasi studi dilakukan pada pesisir Ratatotok terletak di pantai selatan Sulawesi Utara yang termasuk dalam wilayah administrasi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Alami Ikan Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Fungsi utama

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya rumput laut ini berada di Teluk Cikunyinyi, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Pulau Biawak merupakan suatu daerah yang memiliki ciri topografi berupa daerah dataran yang luas yang sekitar perairannya di kelilingi oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam 10 tahun terakhir, jumlah kebutuhan ikan di pasar dunia semakin meningkat, untuk konsumsi dibutuhkan 119,6 juta ton/tahun. Jumlah tersebut hanya sekitar 40 %

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Oseanografi Pesisir Kalimantan Barat Parameter oseanografi sangat berperan penting dalam kajian distribusi kontaminan yang masuk ke laut karena komponen fisik

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekositem aquatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah di sekitarnya,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komunitas Fitoplankton Di Pantai Balongan Hasil penelitian di perairan Pantai Balongan, diperoleh data fitoplankton selama empat kali sampling yang terdiri dari kelas Bacillariophyceae,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Vertikal Oksigen Terlarut Oksigen terlarut merupakan salah satu faktor pembatas bagi sumberdaya suatu perairan karena akan berpengaruh secara langsung pada kehidupan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kualitas Air Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada masingmasing perlakuan selama penelitian adalah seperti terlihat pada Tabel 1 Tabel 1 Kualitas Air

Lebih terperinci

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air.

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perairan merupakan ekosistem yang memiliki peran sangat penting bagi kehidupan. Perairan memiliki fungsi baik secara ekologis, ekonomis, estetika, politis,

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing

Lebih terperinci

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961): 44 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi Sungai Aspek ekologi adalah aspek yang merupakan kondisi seimbang yang unik dan memegang peranan penting dalam konservasi dan tata guna lahan serta pengembangan untuk

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Dekomposisi material organik akan menyerap oksigen sehingga proses nitrifikasi akan berlangsung lambat atau bahkan terhenti. Hal ini ditunjukkan dari

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Biofisik Teluk Pelabuhan Ratu

V. PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Biofisik Teluk Pelabuhan Ratu 103 V. PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Biofisik Teluk Pelabuhan Ratu Pengelolaan yang diterapkan untuk budidaya sistem keramba jaring apung seperti di Scotlandia, peletakan keramba apung harus pada kawasan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Proses adsorpsi antar partikel tersuspensi dalam kolom air terjadi karena adanya muatan listrik pada permukaan partikel tersebut. Butir lanau, lempung dan koloid asam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terumbu adalah serangkaian struktur kapur yang keras dan padat yang berada di dalam atau dekat permukaan air. Sedangkan karang adalah salah satu organisme laut yang tidak

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Perairan Palabuhanratu terletak di sebelah selatan Jawa Barat, daerah ini merupakan salah satu daerah perikanan yang potensial di Jawa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem resirkulasi merupakan sistem yang memanfaatkan kembali air yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem resirkulasi merupakan sistem yang memanfaatkan kembali air yang 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Resirkulasi Sistem resirkulasi merupakan sistem yang memanfaatkan kembali air yang sudah digunakan dengan cara memutar air secara terus-menerus melalui perantara sebuah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 49 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan di Teluk Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat, yang dimulai pada bulan Agustus 2007

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Suhu Tinggi rendahnya suhu suatu badan perairan sangat mempengaruhi kehidupan plankton. Semakin tinggi suhu meningkatkan kebutuhan

Lebih terperinci

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA Umroh 1, Aries Dwi Siswanto 2, Ary Giri Dwi Kartika 2 1 Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian,Perikanan

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS AIR

MANAJEMEN KUALITAS AIR MANAJEMEN KUALITAS AIR Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Fisika Kimia Perairan Lokasi budidaya rumput laut diketahui memiliki dasar perairan berupa substrat pasir dengan serpihan karang mati. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya

Lebih terperinci

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil

Lebih terperinci

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA BAB. II TINJAUAN PUSTAKA A. Keadaan Teluk Youtefa Teluk Youtefa adalah salah satu teluk di Kota Jayapura yang merupakan perairan tertutup. Tanjung Engros dan Tanjung Hamadi serta terdapat pulau Metu Debi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tipe Estuari dan Debit Sungai. Tipe estuari biasanya dipengaruhi oleh kondisi pasang surut. Pada saat pasang, salinitas perairan akan didominasi oleh salinitas air laut karena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai dingin dan

Lebih terperinci

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan Pendahuluan 1.1 Umum Sungai Brantas adalah sungai utama yang airnya mengalir melewati sebagian kota-kota besar di Jawa Timur seperti Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya. Sungai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al.,

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al., I. PENDAHULUAN Segara Anakan merupakan perairan estuaria yang terletak di pantai selatan Pulau Jawa, termasuk dalam wilayah Kabupaten Cilacap, dan memiliki mangroveestuaria terbesar di Pulau Jawa (7 o

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan suatu perairan dalam menerima suatu beban bahan tertentu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan suatu perairan dalam menerima suatu beban bahan tertentu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kemampuan suatu perairan dalam menerima suatu beban bahan tertentu dari luar sistem perairannya sehingga dapat dinetralkan atau distabilkan kembali dalam jangka waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih ikan mas (Cyprinus carpio) tergolong ikan ekonomis penting karena ikan ini sangat dibutuhkan masyarakat dan hingga kini masih belum dapat dipenuhi oleh produsen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelompok Umur Pertumbuhan populasi tiram dapat dilihat berdasarkan sebaran kelompok umur. Analisis sebaran kelompok umur dilakukan dengan menggunakan FISAT II metode NORMSEP.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Sungai Batang Toru Sungai Batang Toru merupakan salah satu sungai terbesar di Tapanuli Selatan. Dari sisi hidrologi, pola aliran sungai di ekosistem Sungai Batang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danau Maninjau merupakan danau yang terdapat di Sumatera Barat, Kabupaten Agam. Secara geografis wilayah ini terletak pada ketinggian 461,5 m di atas permukaan laut

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) Hasil olahan citra Modis Level 1 yang merupakan data harian dengan tingkat resolusi spasial yang lebih baik yaitu 1 km dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi plankton sampai tingkat genus pada tambak udang Cibalong disajikankan pada Tabel 1. Hasil identifikasi komunitas plankton

Lebih terperinci

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON OLEH : CAROLUS NIRAHUA NRP : 000 PROGRAM PASCASARJANA BIDANG KEAHLIAN TEKNIK MANAJEMEN

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kualitas Air Kualitas air merupakan faktor kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya ditentukan dalam kisaran

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perairan pesisir merupakan wilayah perairan yang banyak menerima beban masukan bahan organik maupun anorganik (Jassby and Cloern 2000; Andersen et al. 2006). Bahan ini berasal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laut Indonesia sudah sejak lama didayagunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia terutama pemanfaatan sumberdaya hayati seperti ikan maupun sumberdaya non hayati

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan Menurut Odum (1971), pencemaran adalah perubahan sifat fisik, kimia dan biologi yang tidak dikehendaki pada udara, tanah dan air. Sedangkan menurut Saeni

Lebih terperinci

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Chironomida Organisme akuatik yang seringkali mendominasi dan banyak ditemukan di lingkungan perairan adalah larva serangga air. Salah satu larva serangga air yang dapat ditemukan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kawasan pesisir Teluk Bone yang terajut oleh 15 kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara dan membentang sepanjang kurang lebih 1.128 km garis pantai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemaran merupakan dampak negatif dari kegiatan pembangunan yang dilakukan selama ini. Pembangunan dilakukan dengan memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang

Lebih terperinci

Gambar 4. Peta Rata-Rata Suhu Setiap Stasiun

Gambar 4. Peta Rata-Rata Suhu Setiap Stasiun BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika Perairan 4.1.1 Suhu Setiap organisme perairan mempunyai batas toleransi yang berbeda terhadap perubahan suhu perairan bagi kehidupan dan pertumbuhan organisme

Lebih terperinci

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat

Lebih terperinci

KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG

KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG F1 05 1), Sigit Febrianto, Nurul Latifah 1) Muhammad Zainuri 2), Jusup Suprijanto 3) 1) Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan FPIK UNDIP

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Bagi biota air, air berfungsi sebagai media baik internal maupun

I. PENDAHULUAN. perikanan. Bagi biota air, air berfungsi sebagai media baik internal maupun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok dalam pengembangan industri budidaya perikanan. Bagi biota air, air berfungsi sebagai media baik internal maupun eksternal. Sebagai media

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 7 Lokasi penelitian di perairan dangkal Semak Daun.

METODE PENELITIAN. Gambar 7 Lokasi penelitian di perairan dangkal Semak Daun. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Perairan Semak Daun, Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu (KAKS) Daerah Khusus bukota Jakarta

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan, 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas air memegang peranan penting dalam bidang perikanan terutama untuk kegiatan budidaya serta dalam produktifitas hewan akuatik. Parameter kualitas air yang sering

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos Odum (1993) menyatakan bahwa benthos adalah organisme yang hidup pada permukaan atau di dalam substrat dasar perairan yang meliputi organisme

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya 1 Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya PENDAHULUAN Wilayah pesisir merupakan ruang pertemuan antara daratan dan lautan, karenanya wilayah ini merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Sibolga yang terletak di pantai barat Pulau Sumatera, membujur sepanjang pantai dari utara ke selatan dan berada pada kawasan teluk yang bernama Teluk Tapian Nauli,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya

I. PENDAHULUAN. menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kualitas perairan merupakan faktor utama yang harus dipenuhi sebelum menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya perikanan tidak sekedar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Estuari Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, karena area ini merupakan area ekoton daerah pertemuan dua ekosistem berbeda (tawar dan laut)

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM HBNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERHAN PADA PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Perkembangan pembangunan yang semakin pesat mengakibatkan kondisi Teluk Ambon, khususnya Teluk Ambon Dalam (TAD)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Waduk adalah genangan air besar yang sengaja dibuat dengan membendung aliran sungai, sehingga dasar sungai tersebut yang menjadi bagian terdalam dari sebuah waduk. Waduk

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta Hasil pengamatan lapangan nitrat, amonium, fosfat, dan DO bulan Maret 2010 masing-masing disajikan pada Gambar

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai

2. TINJAUAN PUSTAKA. utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Perairan Pantai Pemaron merupakan salah satu daerah yang terletak di pesisir Bali utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai wisata

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Pulau Pramuka secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu, Kotamadya Jakarta

Lebih terperinci

Amonia (N-NH3) Nitrat (N-NO2) Orthophosphat (PO4) mg/l 3 Ekosistem

Amonia (N-NH3) Nitrat (N-NO2) Orthophosphat (PO4) mg/l 3 Ekosistem Tabel Parameter Klasifikasi Basis Data SIG Untuk Pemanfaatan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Kelautan No Parameter Satuan 1 Parameter Fisika Suhu ºC Kecerahan M Kedalaman M Kecepatan Arus m/det Tekstur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Sungai.. ' Sungai merupakan Perairan Umum yang airnya mengalir secara terus

II. TINJAUAN PUSTAKA Sungai.. ' Sungai merupakan Perairan Umum yang airnya mengalir secara terus II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sungai.. ' Sungai merupakan Perairan Umum yang airnya mengalir secara terus menerus pada arah tertentu, berasal dari air tanah, air hujan dan air permukaan yang akhirnya bermuara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Zooplankton adalah hewan berukuran mikro yang dapat bergerak lebih bebas di

I. PENDAHULUAN. Zooplankton adalah hewan berukuran mikro yang dapat bergerak lebih bebas di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Plankton adalah organisme mikroskopis yang hidup melayang bebas di perairan. Plankton dibagi menjadi fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton adalah organisme berklorofil

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Keberadaan industri dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat namun juga tidak jarang merugikan masyarakat, yaitu berupa timbulnya pencemaran lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Aktivitas pencemaran lingkungan yang dihasilkan dari suatu kegiatan industri merupakan suatu masalah yang sangat umum dan sulit untuk dipecahkan pada saat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi komunitas plankton sampai tingkat genus di Pulau Biawak terdiri dari 18 genus plankton yang terbagi kedalam 14 genera

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Padang Cermin merupakan bagian dari Kabupaten Pesawaran, Secara

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Padang Cermin merupakan bagian dari Kabupaten Pesawaran, Secara IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Kecamatan Padang Cermin merupakan bagian dari Kabupaten Pesawaran, Secara geografis, Kecamatan Padang Cermin terletak di sebelah Tenggara Kabupaten

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan terhadap ikan didapatkan suatu parameter pertumbuhan dan kelangsungan hidup berupa laju pertumbuhan spesifik, pertumbuhan panjang mutlak dan derajat kelangsungan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Pertumbuhan beberapa tanaman air Pertumbuhan adalah perubahan dimensi (panjang, berat, volume, jumlah, dan ukuran) dalam satuan waktu baik individu maupun komunitas.

Lebih terperinci

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM POLA DISTRIBSI SH DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan Selat merupakan perairan relatif sempit yang menghubungkan dua buah perairan yang lebih besar dan biasanya terletak di antara dua daratan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan pesisir dikenal sebagai ekosistem perairan yang memiliki potensi sumberdaya yang sangat besar. Wilayah tersebut telah banyak dimanfaatkan dan memberikan sumbangan

Lebih terperinci

Pengaruh Aktivitas Masyarakat di pinggir Sungai (Rumah Terapung) terhadap Pencemaran Lingkungan Sungai Kahayan Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah

Pengaruh Aktivitas Masyarakat di pinggir Sungai (Rumah Terapung) terhadap Pencemaran Lingkungan Sungai Kahayan Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah MITL Media Ilmiah Teknik Lingkungan Volume 1, Nomor 2, Agustus 2016 Artikel Hasil Penelitian, Hal. 35-39 Pengaruh Aktivitas Masyarakat di pinggir Sungai (Rumah Terapung) terhadap Pencemaran Lingkungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam

I. PENDAHULUAN. besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plankton merupakan salah satu jenis biota yang penting dan mempunyai peranan besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam air atau

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN . HASIL DAN PEMBAHASAN.. Hasil Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah pola distribusi vertikal oksigen terlarut, fluktuasi harian oksigen terlarut, produksi primer, rincian oksigen terlarut, produksi

Lebih terperinci

Gambar 1. Kondisi Teluk Benoa saat surut. (http://telukbenoa.net)

Gambar 1. Kondisi Teluk Benoa saat surut. (http://telukbenoa.net) II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Lokasi Secara administratif Teluk Benoa terletak di Kabupaten Badung dan Kota Denpasar. Teluk Benoa termasuk dalam teluk semi tertutup yang memiliki fase pasang dan surut

Lebih terperinci

EKOSISTEM. Yuni wibowo

EKOSISTEM. Yuni wibowo EKOSISTEM Yuni wibowo EKOSISTEM Hubungan Trofik dalam Ekosistem Hubungan trofik menentukan lintasan aliran energi dan siklus kimia suatu ekosistem Produsen primer meliputi tumbuhan, alga, dan banyak spesies

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peranan penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah disekitarnya,

Lebih terperinci

BAB I. Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang

BAB I. Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang beratnya lebih dari 5g, untuk setiap cm 3 -nya. Delapan puluh jenis dari 109 unsur kimia yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan kimia. Secara biologi, carrying capacity dalam lingkungan dikaitkan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan kimia. Secara biologi, carrying capacity dalam lingkungan dikaitkan dengan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daya Dukung Penentuan carrying capacity dalam lingkungan dapat didekati secara biologi dan kimia. Secara biologi, carrying capacity dalam lingkungan dikaitkan dengan konsep ekologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki peranan penting sebagai wilayah tropik perairan Iaut pesisir, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian tingkat kesesuaian lahan dilakukan di Teluk Cikunyinyi,

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian tingkat kesesuaian lahan dilakukan di Teluk Cikunyinyi, BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian tingkat kesesuaian lahan dilakukan di Teluk Cikunyinyi, Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung. Analisis parameter kimia air laut

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial

5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial 5 PEMBAHASAN 5.1 Sebaran SPL Secara Temporal dan Spasial Hasil pengamatan terhadap citra SPL diperoleh bahwa secara umum SPL yang terendah terjadi pada bulan September 2007 dan tertinggi pada bulan Mei

Lebih terperinci