LAHAN SAWAH DI INDONESIA SEBAGAI PENDUKUNG KETAHANAN PANGAN NASIONAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAHAN SAWAH DI INDONESIA SEBAGAI PENDUKUNG KETAHANAN PANGAN NASIONAL"

Transkripsi

1 LAHAN SAWAH DI INDONESIA SEBAGAI PENDUKUNG KETAHANAN PANGAN NASIONAL Paddy Fields In Indonesia As A Back Stopped For National Food Security Wahyunto BBSDLP, Bogor ABSTRACT Recently, total area of paddy field in Indonesia about 7,8 million hectares, including: irrigated, rainfed, tidal and deep water. Rice production stock dominantly supported by irrigated padddy field (60,3%) and rainfed paddy field (26,5%), both fields are concentrated in Java island. Due to limited water resources availability and decrease of environment quality of Java, it is contain high risk sustainable for fully oriented based supported rice stock from Java island. Application of new and modern technology to increase rice production and its productivity could be achieved through increasing intensification strategy and bio-technology application (genetic modification, hybrid seedling), accompany with management improvement and environment stability consideration. In the near future, food commodities such as cassava, soybean are not only benefit for food but also used as renewable based material bio-energy. This condition will hamper the used of existing land resources optimalization including paddy field for the meet food crops demand. Strengthening food stability should be back stopped by agricultural land extensification. However, availability acurate data on potential and available land could be used for agriculture (paddy field), could be used to supply food, are primary needed. Without accurate data supplies, planning strategy on land resources management food supply will be un controlled. Up to now, paddy field/ rice is still a strategic commodity in Indonesia, because paddy field/rice is the main source of food security is also an economic resource for over 30 million farmers. Efforts to increase rice production must be balanced by increasing farmers' income, ease of accessibility to consumers, and the actualization of food security. Keywords : food security, land conversion, paddy fields, productivity. Informatika Pertanian Volume 18 No. 2,

2 PENDAHULUAN Lahan sawah memiliki fungsi strategis, karena merupakan penyedia bahan pangan utama bagi penduduk Indonesia. Data luas baku lahan sawah untuk seluruh Indonesia menunjukan bahwa sekitar 41% terdapat di Jawa, dan sekitar 59% terdapat di luar Jawa (BPS, 2006). Data menunjukkan bahwa dengan bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya kebutuhan akan lahan untuk berbagai sektor, konversi lahan sawah cenderung mengalami peningkatan, di lain pihak pencetakan lahan sawah baru (ekstensifikasi) mengalami perlambatan (Sudaryanto, 2003; Irawan, 2004; dan Agus et al., 2006). Di Jawa akibat konversi lahan, sawah baku cenderung berangsur berkurang luasnya, sedangkan di luar Jawa berangsur bertambah. Teknologi pertanian mengalami kemajuan yang cukup berarti, namun penerapan teknologi di tingkat petani berjalan relatif lambat sehingga peningkatan produktivitas, misalnya padi, rata-rata hanya di bawah 1% per tahun. Hal ini menyebabkan kenaikan produksi beras nasional praktis mengalami stagnasi- levelling off (Adiningsih et al., 1997). Lahan sawah yang berbahan induk volkan seperti tanah-tanah sawah di Jawa secara alami lebih subur bila dibanding dengan tanahtanah sawah daerah lain yang berbahan induk bahan tersier. Adanya kesuburan tanah alami yang relatif lebih baik dan ditunjang oleh adopsi teknologi budidaya yang lebih maju, mengakibatkan terjadinya kesenjangan produktivitas yang tinggi antara lahan sawah di Jawa dan di luar Jawa (Subagjo et al., 2000). Namun sebagai dampak adanya konversi lahan sawah yang terjadi secara alamiah dan sulit untuk dihindari, pengembangan lahan sawah di luar Jawa harus lebih diintensifkan. Perlambatan ekstensifikasi ditambah dengan desakan terhadap konversi lahan sawah untuk pembangunan sektor lain menyebabkan luas baku lahan sawah mengalami penyusutan dari sekitar 8,3 juta ha pada tahun 1990 menjadi sekitar 7,8 juta ha pada tahun 2005 (BPS, 1990 dan 2005). Pada umumnya lahan sawah yang mengalami konversi adalah lahan yang mempunyai produktivitas tinggi di Pulau Jawa dan di sekitar kota-kota besar yang merupakan pusat pembangunan di luar Pulau Jawa (Simatupang dan Rusastra, 2004; dan Agus et al., 2006). Sebaliknya lahan yang baru dibuka mempunyai produktivitas yang rendah, karena mempunyai berbagai kendala mulai dari kendala fisik (Dariah dan Agus, 2007), kimia (Setyorini et al., 2007) dan biologi (Saraswati et al. 2007), serta berbagai kendala sosial, kelembagaan, infrastruktur, dan rendahnya tingkat keuntungan. Dengan demikian, sebagian lahan sawah yang baru dibuka tidak dapat digunakan secara optimal oleh penduduk setempat sehingga sebagian beralih fungsi untuk penggunaan lain seperti perkebunan kelapa sawit dan karet. 134 Lahan Sawah di Indonesia Pendukung Ketahanan Pangan Nasional

3 Untuk mempertahankan ketahanan pangan nasional, beberapa usaha yang perlu dilaksanakan secara simultan antara lain : pengendalian konversi lahan pertanian, mencetak lahan pertanian baru dan intensifikasi sistem pertanian dengan menerapkan teknologi yang dapat meningkatkan produktivitas dan sekaligus mempertahankan kualitas lingkungan (Agus dan Mulyani, 2006). Walaupun secara teoritis ketahanan pangan mengandung aspek yang sangat luas, termasuk kemampuan mengadakan bahan pangan baik yang bersumber dari dalam maupun dari luar negeri, namun dalam berbagai kebijakan pembangunan pertanian, usaha pencapaian ketahanan pangan sebagian besar difokuskan pada peningkatan kemandirian (self sufficiency) pangan terutama beras (Agus, 2007). Di antaranya adalah Gerakan Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) yakni peningkatan produksi beras nasional sekitar 5% per tahun pada tahun , merupakan salah satu bukti usaha pemerintah dalam pembangunan pertanian Indonesia untuk peningkatan kemandirian beras. Tulisan ini mengulas karakteristik lahan sawah di Indonesia yang mencakup sifat-sfat tanah dan sebarannya, jenis-jenis irigasi dan potensi produksinya, serta upaya peningkatan produksi dan usaha untuk mengurangai laju konversi lahan untuk mendukung ketahanan pangan nasional. TANAH SAWAH Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi sawah, baik terus menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija. Istilah tanah sawah bukan merupakan istilah taksonomi, tetapi merupakan istilah umum seperti halnya tanah hutan, tanah perkebunan, tanah pertanian dan sebagainya (Sarwono et al., 2004). Segala macam jenis tanah dapat disawahkan asalkan air cukup tersedia. Disamping itu padi sawah juga ditemukan pada berbagai macam iklim yang jauh lebih beragam dibanding dengan jenis tanaman lain, dengan demikian sifat tanah sawah sangat beragam sesuai dengan sifat tanah asalnya. Tanah sawah mempunyai beberapa nama dalam sistem klasifikasi tanah, yaitu : rice soils, paddy soil, lowland paddy soil, artificial hydromorphic soil, dan aquorizem. Dudal (1964) menyebutkan bahwa lahan sawah terdapat pada tanah-tanah : Alluvial, Gley humus rendah, Grumusol, Latosol, Andosol, Regosol, Podsolik merah kuning, dan Planosol. Dalam sistem klasifikasi tanah FAO (World Reference Base for Soil Resources) tanah sawah termasuk grup tanah Anthrosols (FAO, 1998). Tanah sawah dicirikan oleh horizon Antra-aquic yaitu adanya lapisan olah dan lapisan tapak bajak. Eswaran et al., 2001 dalam Hardjowigeno et al., 2004 menyebutkan sebagian besar lahan sawah di Indonesia dan Asia Tenggara umumnya terdapat pada tanah- Informatika Pertanian Volume 18 No. 2,

4 tanah Inceptisol, Ultisol, Oxisols dan sebagian kecil pada tanah-tanah Vertisols, Mollisol dan Histosols. Jenis-jenis tanah utama yang umumnya digunakan sebagai lahan sawah di Indonesia disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2. Soepraptohardjo dan Suhardjo (1978) dan Hardjowigeno et al., (2004), mengemukakan bahwa tanah sawah dataran rendah, didominasi (55%) oleh subordo Aquepts, dan Aquents (Aluvial dan tanah Glei), sedangkan tanah sawah di daerah lahan kering (upland) didominasi (17%) oleh subordo Udepts (Latosol dan Regosol). Tanahtanah sawah yang termasuk dalam ordo Aquepts dan Aquents, umumnya berasal dari tanah dengan air tanah yang sangat dangkal atau selalu tergenang air, khususnya di daerah pelembahan atau lahan rawa. Sedangkan yang termasuk Udepts, umumnya berasal dari lahan kering yang disawahkan (Hardjowigeno et al, 2004). Ordo tanah sawah lainnya, adalah Vertisol (Grumusols), terutama mencakup sub ordo Aquert, Udert, dan Ustert (sekitar 7%). Tanah sawah yang termasuk ordo tanah Ultisol dan Oxisol (Podsolik merah kuning), dengan subordo utama Aquults dan Udults, serta Aquox dan Udox (sekitar 6%). Tanah sawah yang termasuk dalam ordo tanah Alfisol dan Andisol (Mediteran Merah kuning dan Andosol) sebagian besar termasuk dalam sub ordo Udalfs, Ustalfs dan Aquands (sekitar 4%). Beberapa tanah sawah bukaan baru pada daerah lahan kering di luar Pulau Jawa, umumnya termasuk dalam ordo Ultisol dan Oxisol (Podsolik merah kuning, Lateritik, Latosol). Tanah sawah yang termasuk ordo Oxisol jumlahnya masih sangat sedikit, diperkirakan <1% dari seluruh tanah sawah yang ada (Prasetyo, 2007; Ritung dan Suharta 2007). Dari aspek proses pembentukan tanah, wilayah datar dengan lereng kecil (0-3%) cenderung akan membentuk tanah-tanah dengan muka air tanah dangkal atau bahkan selalu tergenang. Tanah yang terbentuk, sifat-sifatnya banyak ditentukan oleh pengaruh air tanah dengan drainase yang jelek atau terhambat (aquic condition). Jika terdapat sumber air untuk pengairan, wilayah datar dapat dikembangkan untuk perluasan areal sawah. Semakin besar lereng, muka air tanah cenderung makin dalam, dan umumnya terbentuk tanah-tanah berpenampang dalam dengan drainase baik (Subagjo et al., 2000). Tanah sawah dapat berasal dari tanah kering yang diairi kemudian disawahkan, atau dari tanah rawa yang dikeringkan dengan membuat saluran drainase. Bila relief atau topografi tanah asal berombakbergelombang atau berlereng, maka lebih dulu harus dibuat teras bangku. Sawah yang airnya berasal dari air irigasi disebut sawah irigasi, sedang yang menerima langsung dari air hujan disebut sawah tadah hujan. Di daerah pasang surut ditemukan sawah pasang surut, 136 Lahan Sawah di Indonesia Pendukung Ketahanan Pangan Nasional

5 sedangkan yang dikembangkan di daerah rawa-rawa disebut sawah rawa atau sawah lebak. Berkaitan dengan proses pembuatan lahan sawah, sifat tanah asal (virgin soil ) dimungkinkan dapat berubah. Pada lahan rawa/ pasang surut terjadi proses pengeringan tanah, mulai dari lapisan atas ke lapisan bawah. Sebaliknya pada tanah kering yang disawahkan, akan terjadi proses pembasahan dari lapisan atas ke bawah. Lahan sawah yang berasal dari bahan volkan atau selalu mendapat luapan dari aktivitas gunung berapi (volkan) umumnya lebih subur bila dibanding dengan lahan sawah yang berkembang dari bahan induk lainnya. Karena sebagian besar gunung berapi di Indonesia berada di Pulau Jawa, secara tidak langsung lahan sawah di Pulau Jawa umumnya lebih subur bila dibanding dengan tanah sawah di luar Pulau Jawa. Sawah bukaan baru di luar Pulau Jawa yang dikembangkan di daerah lahan kering didominasi oleh tanah-tanah Ultisol dan Oxisol, dan yang dikembangkan di daerah pasang surut didominasi oleh tanahtanah Entisol, Inceptisol dan Histosol. Tanah-tanah tersebut umumnya mempunyai tingkat kesuburan tanah yang rendah, sehingga secara alami produktivitas tanahnya juga rendah. Dengan masukan (input) dan tingkat pengelolaan yang sama dengan apa telah di lakukan di Pulau Jawa, sebagian besar lahan sawah di luar Jawa (terutama sawah bukaan baru) produktivitas dan produksinya tidak akan bisa seperti dengan lahan sawah di Pulau Jawa. Jumlah tenaga kerja di sektor pertanian yang terbatas, rendahnya penguasaan teknologi pertanian oleh petani dan terbatasnya tenaga kerja di sektor pertanian merupakan kendala dalam usaha meningkatkan produksi padi di Luar Jawa. Dengan demikian usaha peningkatan produksi padi melalui pembukaan lahan sawah baru tidak dapat diharapkan sepenuhnya berhasil dalam jangka pendek. Dengan demikian fungsi lahan sawah di Pulau Jawa sebagai penghasil padi secara nasional masih sulit digantikan oleh adanya usaha pencetakan lahan sawah di luar Pulau Jawa. Tabel 1. Tanah-Tanah Sawah di Indonesia Informatika Pertanian Volume 18 No. 2,

6 No. Ekosistem Sawah Sebaran A Dataran rendah (Low land) 55% Aquept, Aquent (Aluvial dan tanah Glei) B Dataran Tinggi/ lahan kering (Upland) 17% Udept (Latosol dan Regosol) C Komplek (kombinasi A dan B) 1 Vertisol (Grumusol) 7% (Subordo Aquert, udert, dan ustert) 2 Ultisol dan Oxisol (Podsolik Merah Kuning) 6% (Subordo: Aquult dan Paleudult, serta Aquox dan Udox 3 Alfisol dan Andisol (Mediteran Merah Kuning dan 4% Andosol) Sub ordo Udalfs, Ustalfs, dan Aquands 4 Sawah bukaan baru: Ultisol (Podsolik merah kuning) 10% 5 Sawah bukaan baru: Oxisols 1% (Latosol, Lateritik) JUMLAH 100% Sumber : Soepraptohardjo dan Suhardjo, 1978 dan Hardjowigeno, et al., 2004 (diolah) Tabel 2. Jenis Tanah Sawah di Indonesia Jenis Tanah (USDA, 2003) Sawah Sawah Sawah Sawah Jenis tanaman Order Sub-Order Irigasi Tadah hujan Rawa/ lebak Psang surut utama Inceptisols Aquepts Padi, Palawija Udepts Padi, Palawija Ustepts Padi, Palawija Entisols Aquents Padi, Palawija Fluvents Padi, Palawija Vertisols Aquerts Padi, Palawija Uderts Padi, Palawija Usterts Padi, Palawija Andisols Aquands Padi, Sayuran Tabel 2. Jenis Tanah Sawah di Indonesia Lanjutan 138 Lahan Sawah di Indonesia Pendukung Ketahanan Pangan Nasional

7 Jenis Tanah (USDA, 2003) Sawah Sawah Sawah Sawah Jenis tanaman Order Sub-Order Irigasi Tadah hujan Rawa/ lebak Psang surut utama Alfisols Udalfs Padi, Palawija Ustalfs Padi, Palawija Mollisols Aquolls Padi, Palawija Ustolls Padi, Palawija Ultisols Aquults Padi, Palawija Oxisols Aquox Padi, Palawija Histosols Hemists Padi, Palawija (tebal <100 cm) Saprist Padi, Palawija Spodosols Aquods Padi, Palawija Keterangan: + = dominan dijumpai/ digunakan Sumber: Subagjo et al., 2000 (diolah). - = jarang / tidak dijumpai/ digunakan LAHAN SAWAH DI INDONESIA DAN PERKEMBANGANNYA Berdasarkan Atlas sumberdaya Tanah Eksplorasi Indonesia skala 1: , luas wilayah Indonesia mencakup 188,2 juta ha (Puslitbangtanak, 2000). Dari total luas tersebut, 148,2 juta ha di antaranya berupa lahan kering dan sisanya 40 juta ha lahan basah. Kawasan lahan basah tersebut, sebagian besar berupa hutan, semak belukar dan rumput rawa yang belum dimanfaatkan, serta lahan gambut, pasang surut ataupun lebak. Sebagian kecil sudah berupa sawah yaitu sawah irigasi, sawah tadah hujan, sawah pasang surut, dan sawah lebak, dengan total luas 7,8 juta ha (BPS, 2006 dan Ritung, dan Suharta, 2007). Lahan sawah di Indonesia (tidak termasuk di Maluku dan Papua), pada tahun 1980 tercatat seluas 7,7 juta ha yang terdiri dari sawah irigasi (57,9%), sawah tadah hujan (37,0%) dan sawah pasang surut/ lainnya (lebak) sekitar 5%. Pada tahun 1990 lahan sawah tersebut bertambah luas menjadi 8,3 juta ha. Peningkatan yang significan terjadi pada sawah lebak dan pasang surut dari semula pada tahun 1980 sebesar 5,1% pada tahun 1990 meningkat menjadi 19 % dan sawah irigasi meningkat 3,9%. Pada tahun 2000 lahan sawah menjadi ha, dengan demikian selama periode waktu (10 tahun) lahan sawah berkurang 781,849 ha atau menyusut ha Informatika Pertanian Volume 18 No. 2,

8 per tahun. Penyusutan terjadi terutama pada sawah rawa/ lebak dan sawah tadah hujan. Dalam periode 5 tahun selanjutnya (tahun ), menurut catatan BPS, terjadi perluasan areal sawah dari 7,5 juta ha menjadi 7,8 juta ha atau bertambah 0,3 juta ha (Tabel 3). Pertambahan luasan tersebut dimungkinkan belum memperhitungkan adanya konversi lahan (terutama di sekitar Pantai utara Pulau Jawa) sebagai dampak pesatnya pembangunan akhir-akhir ini. Meningkatnya kebutuhan lahan untuk kegiatan pembangunan di luar sektor pertanian, konversi lahan pertanian termasuk lahan sawah semakin sulit dihindari, dengan demikian sebenarnya justru luasan lahan sawah terutama di Pulau Jawa dan Bali dan sekitar kota-kota besar lainya cenderung semakin berkurang. Penyusutan terjadi, justru pada lahan sawah yang telah beririgasi dan mempunyai produktivitas yang tinggi. Tabel 3. Lahan Sawah di Indonesia Tahun 1980, 1990, 2000 dan 2005 (dalam ha) Tahun Irigasi Semi Irigasi Tadah Pasang Jumlah Lainnya Teknis Teknis Sederhana hujan surut Total 1, ,729,168 1,022,654 1,707,984 2,849, , ,532 7,705,244 % ,925,230 1,021,030 1,600,235 2,188, ,892 1,104,347 8,310,719 % ,214, ,358 1,666,316 1,728, , ,424 7,528,870 % ,185, ,576 1,576,169 2,088, , ,809 7,885,534 % Sumber : BPS ( ), diolah Di Pulau Jawa pada periode tahun 1980-an sampai tahun an cenderung menunjukan adanya peningkatan luasan lahan sawah, terutama pada sawah irigasi. Pada tahun 1980 tercatat luas area sawah di Pulau Jawa seluas 3,48 juta ha dan pada tahun 1995 seluas 3,55 juta ha atau mengalami peningkatan sebesar ha atau bertambah ha per tahun (0,12% per tahun). Namun selama 10 tahun terakhir (1995 s/d 2005) tercatat lahan sawah menyusut dari ha, menjadi ha, yaitu berkurang sebesar ha (9,02%). Hal ini diduga sebagai akibat kebutuhan lahan untuk pembangunan di sektor non pertanian. Pada tahun 2005 (Tabel 4) sebagian besar lahan sawah di Pulau Jawa berupa sawah irigasi (76,2%) sebagian besar (45,5%) sudah beririgasi teknis, dan sawah tadah hujan (23,6%). Sawah pasang surut cenderung terus menurun, diindikasikan digunakan sebagai tambak (tambak udang dan bandeng), karena dirasa secara ekonomi lebih menguntungkan. Sawah lebak/ sawah rawa juga cenderung semakin menyusut, diindikasikan setelah 140 Lahan Sawah di Indonesia Pendukung Ketahanan Pangan Nasional

9 didrainase menjadi sawah tadah hujan atau sawah irigasi, tetapi kemungkinan sebagian dikonversi ke penggunaan non pertanian (permukiman, industri). Tabel 4. Lahan Sawah Berdasarkan Jenis Pengairan di Pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara tahun (dalam ha) Pulau/ tahun Irigasi Teknis Semi Teknis Irigasi Sederhana Tadah hujan Pasang surut Lainnya Jumlah/ Total P.Jawa ,289, , , ,531 1,956 8,753 3,489, ,396, , ,032 1,022, ,803 3,524, ,512, , , ,665 3,565 17,826 3,548, ,564, , , ,505 1,953 2,405 3,556, ,526, , , , ,967 3,353, ,471, , , , ,500 3,235,533 % P.Bali & , , ,569 57, , ,074 NTT , ,476 93,531 54, , , , ,428 97,738 75, , , , ,475 92,495 54, , , , ,746 95,386 60, , , ,793 91,761 68, ,566 % P.Kalimantan ,955 66,492 73, , ,695 50, , ,038 15, , , , , , ,153 34, , , , ,478 1,344, ,261 14, , , , ,790 1,366, ,857 28, , , ,474 88, , ,890 30, , , , , ,981 % P.Sumatera , , ,483 1,141,444 58,382 57,207 2,365, , , , , , ,943 1,649, , , , , , ,401 2,141, , , , , , ,299 2,060, , , , , , ,983 2,109, , , , , , ,418 2,340,200 % P.Sulawesi ,151 41, , ,756 3,155 54, , , , , ,923 1, , , , , ,735 4,141 49, , , , , ,155 2,420 61,874 1,016, , , ,121 37,556 1,782 1, , , , , ,923 1, ,254 % Sumber: BPS 1980 s/d 2005 (diolah) Di Bali dan Nusa Tenggara tahun 2005 lahan sawah seluas ha. Lahan sawah ini, 21.9% berupa sawah irigasi teknis, 40,0% sawah irigasi semi teknis, 21,8% sawah irigasi sederhana, 16,2% sawah tadah hujan, sawah lebak dan sawah pasang surut luasnya kurang dari 1%. Informatika Pertanian Volume 18 No. 2,

10 Terutama di daerah Bali yang merupakan daerah tujuan utama di Indonesia banyak lahan sawah yang terkonversi menjadi kawasan pariwisata yang secara ekonomi lebih menguntungkan. Di Pulau Sumatra sejak tahun 1980 sampai dengan tahun 1990 terutama sawah pasang surut dan sawah lebak cenderung meningkat. Tren atau laju peningkatan semua jenis lahan sawah (sawah irigasi, pasang surut, dan rawa lebak) cukup signifikan terutama dari tahun 1995 (seluas ha) sampai tahun 2005 (seluas ha) atau meningkat ha (peningkatan luas areal ha per tahun atau 1,35% per tahun (tabel 2). Pencetakan sawah telah dilakukan di beberapa daerah di luar Jawa. Hal ini merupakan indikasi keberhasilan program pemerintah dalam bidang ekstensifikasi pertanian untuk mendukung ketahanan pangan. Pulau Sulawesi pada tahun 1980 lahan sawah seluas ha dan pada tahun 2005 menjadi seluas ha. Bila mengabaikan data lahan sawah tahun 1995 yang korelasinya dengan data lain kurang significan, maka selama 25 tahun terakhir lahan sawah di Sulawesi mengalami kenaikan ha atau bertambah ha (2,3%) per tahun. Di Sulawesi sawah irigasi menempati areal yang cukup luas yakni 68,9% dari luas seluruh sawah di Sulawesi dan 30%-nya sudah beririgasi teknis, dan 30,9% lainnya masih berupa sawah tadah hujan. Di Kalimantan terlihat peningkatan luas lahan sawah terjadi mulai tahun 1980 (seluas ha) sampai tahun 1995-an (seluas ha), terutama pada sawah pasang surut, sawah lebak dan sawah tadah hujan. Selama 15 tahun ( ) lahan sawah bertambah luas ha atau rata-rata bertambah luas ha/tahun (3,1%). Mulai tahun 2000-an sampai tahun 2005 lahan sawah cenderung berkurang yang luasnya mendekati lahan sawah pada tahun Pada tahun 2005 lahan sawah seluas 995,981 ha yang terdiri atas 33,2% sawah pasang surut; 36,7% sawah tadah hujan; 13,9% sawah irigasi sederhana, 10,7% sawah lebak/ rawa dan 6% lainnya berupa sawah irigasi teknis dan semi teknis. Berkurangnya lahan sawah di Kalimantan, diduga sebagian dimanfaatkan untuk pengembangan tanaman perkebunan, yang secara ekonomis lebih menguntungkan. Produksi padi di Indonesia sebagian besar berasal dari lahan sawah irigasi (60,3%) dan sawah tadah hujan (26,5%). Kedua sawah tersebut 41%-nya terdapat di Pulau Jawa. Dengan demikian, terindikasi adanya ketergantungan produksi padi dari lahan sawah terutama sawah irigasi ke Pulau Jawa (Jawa menyumbangkan sekitar 60% dari produksi padi nasional). Hal ini cukup beresiko tinggi, terutama karena ketersediaan air yang makin terbatas oleh kerusakan lingkungan dan kawasan Daerah aliran sungai (DAS), keadaan diperparah oleh fenomena alam 142 Lahan Sawah di Indonesia Pendukung Ketahanan Pangan Nasional

11 El Nino (Irianto et al., 2004). Lahan sawah irigasi diharapkan masih dapat memberikan kenaikan produksi, di Pulau Jawa melalui peningkatan intensitas pertanaman dari IP 200 menjadi IP 300. dan di luar Jawa melalui intensifikasi dan peningkatan IP dari IP 100 menjadi IP 200 saat terjadi La Nina. Lahan sawah irigasi di Pulau Jawa yang berpotensi untuk ditingkatkan IP-nya menjadi IP 300 diperkirakan seluas ha (Las et al., 2002). Lahan lebak dangkal, tengahan, dan sebagian lebak dalam di luar Jawa, pada saat terjadi El-Nino, yang dapat dimanfaatkan untuk pertanaman padi semakin meluas. Sawah pasang surut dapat diintensifkan setelah tata air diperbaiki, seperti yang telah dibuktikan di Sumatra Selatan (Kasryno, 2004). Dalam dua dekade terakhir perluasan sawah irigasi di Jawa berjalan lambat, begitu juga di Sumatra, Sulawesi, Nusa Tenggara dan Kalimantan. Luas lahan sawah tadah hujan berfluktuasi. Di semua pulau, luas lahan sawah tadah hujan naik pada tahun 1980 sampai tahun 1990, tetapi tahun 1990 ke tahun 2000 cenderung turun. Luas lahan sawah pasang surut mengikuti kecenderungan yang sama dengan luas lahan sawah tadah hujan. Jadi secara agregat terkesan bahwa penambahan luas areal pertanaman padi sawah berlangsung pesat pada periode tahun , kemudian lambat setelah tahun periode tahun Menurunnya lahan sawah tadah hujan terjadi karena dua hal, yaitu: a) konversi lahan tadah hujan menjadi lahan sawah irigasi berlangsung dari tahun 1980 sampai 2000, dan b) sumber air dalam bentuk debit air sungai dan volume air waduk makin berkurang karena fungsi hridroorologis DAS makin berkurang sebagai akibat kerusakan DAS. Makin menciutnya lahan pasang surut dan tadah hujan di luar Jawa, khususnya di Sumatra dan Kalimantan, dapat disebabkan oleh konversi atau alih fungsi lahan pertanian tanaman semusim menjadi lahan perkebunan. Di Jawa, sejak tahun 1995 boleh dikatakan telah terjadi pengurangan areal sawah. Penambahan areal sawah beririgasi teknis terjadi dengan mengkonversi lahan sawah tadah hujan dan lahan sawah irigasi sederhana (meningkatkan sarana irigasi). Di Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan terjadi kecenderungan penambahan luas lahan sawah beririgasi masing-masing dengan laju 2,5%; 2,8% dan 3,3% sehingga total lahan sawah beririgasi di Indonesia bertambah 1% per tahun. Total areal persawahan di ketiga pulau ini naik dengan laju 1,37%; 1,83% dan 1,51% per tahun dalam dua dekade terakhir. Data ini menggambarkan mulai bergesernya potensi sumberdaya pertanian dari Jawa ke Sulawesi, Sumatra dan Informatika Pertanian Volume 18 No. 2,

12 Kalimantan, atau terjadi perluasan sumber pertumbuhan produksi pangan nasional ke luar Jawa. Berdasarkan presentase luasannya, lahan sawah beririgasi tertinggi adalah di Bali dan Nusa Tenggara yaitu 82,9%, diikuti Jawa 77%, Sulawesi 66%, Sumatra 48%, dan terendah di Kalimantan 20%, sedangkan dari total luas sawah seluruh Indonesia mencapai 60,3 %. Potensi lahan yang cukup besar adalah lahan pasang surut dan lebak di Sumatra dan Kalimantan dengan areal yang sudah dikembangkan dan ditempati penduduk setempat mencapai 3,3 juta ha dan yang direklamasi untuk transmigrasi hektar. Lahan yang efektif untuk areal persawahan pasang surut dan lebak mencapai 1,51 juta ha pada tahun 1990, kemudian tahun 2000 tinggal 1,18 juta ha (karena lahan rawa lebak yang produktif sudah dijadikan sawah). Potensi pengembangan lahan pasang surut dan lebak di Sumatra dan Kalimantan masih memungkinkan, dengan lahan potensial sekitar 2,7 juta hektar (Ritung dan Suharta, 2007). Pemanfaatan lahan rawa lebak sangat bergantung kepada iklim. Pada saat iklim kering, luas sawah lebak justru meningkat. Peningkatan luas lahan sawah di Indonesia sebagai dampak keberhasilan usaha peningkatan/ perluasan areal sawah beririgasi, terutama di Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi dan pengembangan prasarana irigasi baru di Kalimantan dan Sulawesi. Diharapkan sentra produksi padi dan palawija di masa depan, secara bertahap akan bergeser ke Sumatra, Sulawesi, Kalimantan dan Papua. Peningkatan produksi komoditas di Jawa dan Bali serta Nusa Tenggara sudah sangat terbatas, bahkan akan cenderung menurun,` karena telah terjadi pelandaian produksi (levelling off) dan adanya konversi lahan sawah ke penggunaan lain yang terus berlangsung tanpa kendali. Potensi Produksi Lahan Sawah PRODUKTIVITAS LAHAN SAWAH Produktivitas lahan sawah di Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, Sulawesi, Sumatra, Kalimantan, Maluku dan Papua berturut-turut adalah : 5,3; 4,6; 4,5; 4,2; 3,4; 3,4 ton/ha (BPS, 2006). Tampak bahwa Pulau Jawa dengan sebaran luas lahan sawah sekitar 41% dari total luas lahan sawah di Indonesia mempunyai produktivitas lahan tertinggi. Tingginya Produktivitas padi di Pulau Jawa selama ini paling tinggi, karena tanah sawah di Jawa relatif lebih subur, dan juga sistem pengelolan lahan dilakukan intensif disertai dengan input sarana produksi yang memadai. Dengan demikian lahan sawah di Pulau Jawa merupakan andalan pemasok utama beras nasional. Bali dan Nusa Tenggara walaupun mempunyai produktivitas lahan relatif tinggi, yakni sekitar 4,6 ton/ha, namun areanya relatif sempit, yakni hanya sekitar 144 Lahan Sawah di Indonesia Pendukung Ketahanan Pangan Nasional

13 5,3% dari total luas lahan sawah di Indonesia. Sulawesi dan Sumatra mempunyai produktivitas lahan yang termasuk tinggi setelah Jawa, yakni berturut-turut 4,5 dan 4,2 ton/ha dengan sebaran luas masingmasing sekitar 11,3 dan 29,6% dari total luas sawah. Sedangkan Kalimantan, Maluku, dan Papua mempunyai produktivitas yang terendah, yakni dibawah 4,0 ton/ha dengan sebaran luas yang sempit yakni masing-masing hanya sekitar 16 % dan 0,4% dari total luas lahan sawah. Peningkatan produksi dan produktivitas padi sawah berlangsung sejak dicanangkannya intensifikasi padi sawah melalui BIMAS pada tahun 1960an. Luas panen, produksi dan produktivitas meningkat cukup tajam sampai pada periode tahun Setelah tahun 1993, peningkatan luas panen, produksi padi sawah semakin kecil, sedangkan produktivitas nampaknya telah mencapai titik maksimum yaitu rata-rata sekitar 4,6 ton/ ha (Adiningsih et al., 2000 dan Sudaryanto, 2003). Meningkatnya produksi dan produktivitas padi sawah tersebut dapat dicapai melalui berbagai upaya seperti intensifikasi dan ekstensifikasi. Intensifikasi yang telah dilakukan pemerintah berupa peningkatan indeks pertanaman (IP) padi dengan cara memperluas jaringan irigasi dan meningkatkan ketersediaan air, penggunaan bibit unggul, penggunaan pupuk, pemberantasan hama secara terpadu dan lain-lain. Sedangkan perluasan areal persawahan umumnya dilakukan di luar Jawa terutama di daerah transmigrasi yang mempunyai potensi sumber air mencukupi. Produktivitas padi sawah di luar Jawa, terutama di Kalimantan, Maluku, dan Papua relatif rendah dibandingkan dengan Jawa. (Tabel 5 dan Tabel 6). Rata-rata produktivitas padi di luar Jawa sekitar 4,0 ton/ ha, sedangkan di Jawa berkisar antara 5,0 5,4 ton/ha. Produktivitas padi di Sumatra, Sulawesi serta Bali, dan Nusa Tenggara berkisar antara 4,0 4,5 ton/ha, sedangkan di Kalimantan serta Maluku dan Papua umumnya kurang dari 4,3 ton/ ha. Budidaya padi yang belum intensif terutama dalam hal pemupukan dan tingkat kesuburan tanah yang rendah merupakan penyebab utama rendahnya produktivitas padi di Luar Jawa. Berdasarkan hal tersebut, potensi untuk meningkatkan produktivitas padi sawah di luar Jawa masih cukup besar. Sebaliknya rata-rata produktivitas padi sawah di Jawa sudah mencapai titik jenuh, bahkan beberapa tahun terakhir cenderung menurun sehingga potensi peningkatan produktivitas di Jawa sangat kecil. Tabel 5. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi di Indonesia Luas panen Produksi Produktivitas Tahun Juta ha Juta ton Ton/ ha ,8 23,7 3,5 Informatika Pertanian Volume 18 No. 2,

14 ,4 23,2 3, ,9 29,8 3, ,8 37,6 4, ,5 43,7 4, ,5 44,0 4, ,1 46,8 4, ,3 48,2 4, ,9 46,6 4, ,5 46,5 4, ,7 47,8 4, ,5 50,46 4, ,52 51,48 4, ,48 52,13 4, ,92 54,08 4, ,81 54,05 4,57 Sumber: Biro Pusat Statistik (BPS) Tabel 6. Produktivitas Padi Sawah di Jawa dan Luar Jawa (Ton/Ha) Wilayah Jawa 5,3 5,4 5,4 5,0 5,0 5,1 5,2 5,3 5,3 5,3 Sumatra 4,1 4,1 4,1 4,0 4,0 4,1 4,0 4,1 4,1 4,2 Bali dan Nusa 4,5 4,5 4,5 4,4 4,5 4,5 4,6 4,6 4,7 4,6 Tenggara Kalimantan 2,8 2,9 3,0 2,7 3,0 3,1 3,2 3,2 3,4 3,4 Sulawesi 4,2 4,5 4,5 4,0 4,2 4,3 4,4 4,5 4,4 4,5 Maluku dan 2,6 2,9 2,8 2,8 2,9 3,0 3,1 3,5 3,4 3,4 Papua Rata-rata luar Jawa 3,9 4,0 4,0 3,9 3,9 4,0 4,0 4,1 4,1 4,2 Sumber: Biro Pusat Statistik (BPS) Peningkatan Produktivitas Lahan Sawah Potensi lahan sawah yang ada perlu ditingkatkan produksinya sebagai alternatif mengatasi dampak dari konversi lahan pertanian ke non pertanian. Strategi yang digunakan oleh Direktorat Jendral Bina Produksi Tanaman Pangan (2002) untuk meningkatkan produksi pangan khususnya padi antara lain adalah melalui program : (1) peningkatan produktivitas hasil, (2) perluasan areal tanam, dan (3) pengamanan produksi. Peningkatan produktivitas hasil komoditas dilakukan melalui peningkatan mutu intensifikasi dengan menerapkan rekayasa sosial dan teknologi maju yang efisien dan spesifik lokasi, serta didukung oleh penerapan alat mesin pertanian dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. Teknologi yang dikembangkan antara lain 146 Lahan Sawah di Indonesia Pendukung Ketahanan Pangan Nasional

15 mencakup: penyiapan lahan secara tepat waktu, pemanfaatan air secara optimal, penggunaan bibit/varietas unggul, perbaikan budidaya, pemupukan berimbang, pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) dan penekanan kehilangan hasil. Program Perluasan areal tanam ditempuh melalui peningkatan IP100 menjadi IP200 atau IP200 menjadi IP300, memanfaatkan lahanlahan potensial seperti lahan kering, lahan rawa pasang surut/ lebak, penambahan baku lahan/ pencetakan sawah di luar Pulau Jawa. Dewasa ini, strategi pemanfaatan teknologi baru dalam peningkatan produksi harus berada di urutan terdepan. Pemanfaatan bio-teknologi untuk meningkatkan produksi dan produktivitas, mulai dari modifikasi genetika (genetical modified/ GM atau dikenal dengan transgenik), hibrida, yang disertai dengan perbaikan teknis budidaya akan menjadi tumpuan harapan dalam usaha peningkatan produksi. USAHA MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN NASIONAL Lahan sawah yang saat ini luasnya sekitar 7,8 juta ha, cenderung menciut akibat konversi untuk memenuhi tuntutan pembangunan di berbagai sektor, bahkan sekitar 3,1 juta ha atau 42% diantaranya terancam akan dialihfungsikan, sebagaimana tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten/ kota seluruh Indonesia. Jumlah penduduk yang banyak (lebih dari 230 juta) dan terus bertambah memerlukan produk pangan dalam jumlah yang terus meningkat (peningkatan kebutuhan pangan nasional 1-2% per tahun), sehingga keberadaan lahan sawah dalam jumlah yang cukup dan layak untuk mendukung ketersediaan dan ketahanan pangan mutlak diperlukan. Disamping itu perlu upaya peningkatan produksi pangan (terutama padi) secara berkelanjutan. Mengandalkan pangan impor untuk ketahanan pangan nasional tentu riskan terhadap berbagai aspek kehidupan, termasuk ekonomi, sosial dan politik nasional. Upaya peningkatan produksi harus diimbangi dengan peningkatan pendapatan petani, kemudahan aksesibilitas konsumen, dan aktualisasi keamanan pangan. Sebaliknya komoditas non pangan yang umumnya lebih bersifat komersial dituntut untuk memiliki daya saing yang tinggi agar mampu meraih pangsa pasar global secara optimal. Oleh karena itu produktivitas tinggi, efisiensi sistem produksi, serta peningkatan mutu dan nilai tambah produk menjadi tumpuan utama dalam menjaga ketahanan pangan nasional. Untuk mencapai berbagai target dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional terdapat beberapa ancaman dan kendala yang harus Informatika Pertanian Volume 18 No. 2,

16 diantisipasi dan ditanggulangi. Dalam aspek sumberdaya lahan dan lingkungan, ancaman dan kendala yang paling serius adalah konversi dan alih fungsi lahan sawah irigasi yang ternyata tidak mudah dikendalikan karena adanya tuntutan pembangunan di berbagai sektor. Acaman lain adalah degradasi lahan, air dan lingkungan pertanian, seperti erosi, longsor, pencemaran, fenomena variabilitas dan perubahan iklim/ pemanasan global, keterbatasan lahan subur dan potensial, tetapi sebaliknya terjadi perluasan lahan terlantar. Oleh sebab itu, diperlukan suatu strategi untuk optimalisasi pemanfaatan sumberdaya lahan pertanian yang ada saat ini dan mempersiapkan upaya pemanfaatan lahan potensial baru yang tersedia untuk perluasan pertanian di masa yang akan datang, tanpa harus merusak lingkungan dan mendorong terjadinya pemanasan global. Untuk mempertahankan ketahanan pangan dan pengembangan bioenergi nasional, diperlukan strategi dan kebijakan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya lahan, baik lahan pertanian (sawah yang sudah dimanfaatkan saat ini maupun lahan cadangan). Strategi tersebut adalah: (1) mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lahan eksisting (lahan sawah yang ada saat ini) agar lebih produktif dan lestari, baik secara kuantitas (luasan) maupun kualitas (kesuburan/ produktivitas), antara lain melalui: intensifikasi dan peningkatan intensitas tanam (IP200, IP300, IP400), pengembangan inovasi teknologi, perbaikan sistem pengelolaan DAS dan konservasi tanah dan air, dan pengendalian konversi lahan. (2) perluasan areal pertanian/ sawah baru atau ekstensifikasi dengan beberapa upaya, seperti ekstensifikasi dengan memanfaatkan lahan potensial, prioritas pemanfaatan lahan basah untuk tanaman pangan berbasis padi, pengembangan inovasi teknologi, pengembangan varietas unggul yang adaptif pada lahan sub-optimal dan cekaman perubahan iklim. Untuk menjamin produksi beras hingga tahun 2025, Badan Litbang Pertanian telah menghitung kebutuhan perluasan areal sawah, sekitar 1,4 juta ha. (3) percepatan penyiapan dan pelaksanaan beberapa kebijakan dan regulasi kelembagaan untuk melindungi lahan pertanian tanaman pangan/sawah. Strategi peningkatan produksi beras yang dipandang sesuai untuk lima tahun mendatang adalah optimalisasi penggunaan sumberdaya, efisiensi usaha tani padi, dan efisiensi pasca panen. PENUTUP Lahan sawah di Indonesia sampai saat ini seluas 7,8 juta ha yang berpenyebaran terluas terdapat di Pulau Jawa, yaitu sekitar 3,23 juta ha 148 Lahan Sawah di Indonesia Pendukung Ketahanan Pangan Nasional

17 atau sekitar 40,9 % dari total luas lahan sawah di Indonesia. Lahan sawah merupakan produsen utama beras di Indonesia. dengan luas panen 10,7 juta ha, lahan sawah mampu menghasilkan 51,2 juta ton gabah/ tahun (produksi rata-rata 4,7 ton/ha) atau 95% dari total produksi gabah di Indonesia. Dalam dua dekade tahun terakhir ini lahan sawah di Jawa cenderung menurun dan lahan sawah di luar Jawa cenderung bertambah. Konversi lahan pertanian khususnya sawah, untuk keperluan non pertanian terus terjadi seolah tanpa kendali, dan justru terjadi pada lahan-lahan yang mempunyai produktivitas yang tinggi. Mengendalikan laju konversi lahan sawah dan menyelamatkan lingkungan terutama di Jawa hendaknya dilakukan dengan memberikan daya tarik lapangan kerja diluar Jawa. Hal ini dimungkinkan mengingat di Luar Pulau Jawa masih memiliki potensi sumberdaya lahan yang cukup besar. Lapangan kerja yang dikembangkan sebaiknya tidak berorientasi mengeksploitasi hutan. Hutan lindung yang ada harus tetap dipertahankan. Produktivitas padi sawah yang melandai, laju perluasan area sawah yang melamban, semakin banyak penduduk yang mengkonsumsi beras, berdampak pada sistem produksi pangan dalam kondisi yang tidak stabil, dan mengancam ketahanan pangan nasional. Disamping itu, dimasa mendatang komoditas pangan seperti singkong, kedelai, tebu tidak hanya digunakan untuk pangan, tetapi juga akan digunakan sebagai bahan baku bio-energi yang renewable, akan semakin memperberat deraan sistem ketahanan pangan nasional. Untuk memenuhi peningkatan kebutuhan pangan, perluasan areal pertanian (pencetakan sawah) terutama di luar Jawa merupakan suatu keharusan. Sentra produksi padi dan palawija di masa depan, diharapkan secara bertahap akan bergeser ke Sumatra, Sulawesi, Kalimantan dan Papua. Pemantapkan ketahanan pangan nasional dapat dilakukan melalui usaha: pemanfaatan sumberdaya lahan (existing lahan sawah) secara berkelanjutan (sustainable), penerapan inovasi teknologi, pemanfaatan lahan yang masih tersedia termasuk lahan terlantar secara efektif dengan teknologi pengelolaan lahan yang berkelanjutan. Untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional, ketersediaan pangan yang cukup dari segi kuantitas, kualitas, mutu, gizi, keamanan maupun keberagaman, dengan harga yang terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat harus dipenuhi. Strategi peningkatan produksi pangan/beras yang dipandang sesuai untuk lima tahun mendatang adalah optimalisasi penggunaan sumberdaya, efisiensi usaha tani padi, dan efisiensi pasca panen. Informatika Pertanian Volume 18 No. 2,

18 DAFTAR PUSTAKA Adiningsih, J.S., T. Prihatini, J. Purwani, and A. Kentjanasari Development of integrated fertilizer management to sustain food crop production in Indonesia: The use of organic and biofertilizers. Indonesian Agricultural Research and Development Journal 19: Adiningsih S., Agus Sofyan, dan Dedi Nursyamsi Lahan sawah dan pengelolaannya. Sumberdaya lahan dan pengelolaannya halaman: Puslitbang Tanah dan Agroklimat. Bogor. Agus, F., I. Irawan, H. Suganda, W. Wahyunto, A. Setyanto, and M. Kundarto Environmental multifunctionality of Indonesian agriculture. Jurnal: Paddy Water Environment 4: Agus, F., dan Irawan Agricultural land conversion as a threat to food security and environmental quality. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 25(3): Agus, F., and A. Mulyani Judicious use of land resources for sustaining Indonesian rice self sufficiency. Rice Industry, Culture and Environment, Book 1. Indonesian Center for Rice Research, Sukamandi, Indonesia. BPS (Badan Pusat Statistik) Statistik Indonesia. BPS. Jakarta. Dariah A., dan F.Agus Pengelolaan Sifat Fisik Tanah Sawah bukaan Baru dalam : Tanah Sawah Bukaan Baru halaman Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor. Direktorat Jenderal Bina Produksi Tanaman Pangan Program Aksi Masyarakat Agribisnis Tanaman Pangan tahun Departemen Pertanian. Jakarta (tidak dipublikasikan). Dudal, R., and F.R. Moormann Major Soils of Southesat Asia. Journal Tropical Geography: 18: FAO-UN World Reference Base for Soil Resources. World Soil Resources Reports 84. FAO-Roma. Hafsah M.J Pengelolaan Sumberdaya lahan dalam program kemandirian pangan. Prosiding Seminar Nasional Inovasi teknologi sumberdaya tanah dan iklim halaman 37-48, di Bogor, September Puslitbang Tanah dan Agroklimat. Bogor. Hardjowigeno S., H. Subagjo, dan M. Lufti Rayes Morfologi dan Klasifikasi Tanah Sawah. dalam Tanah Sawah dan Teknologi 150 Lahan Sawah di Indonesia Pendukung Ketahanan Pangan Nasional

19 Pengelolaannya, halaman Puslitbang Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian. Bogor. Irawan B Konversi lahan sawah di Jawa dan dampaknya terhadap produksi padi dalam : Ekonomi Padi dan Beras Indonesia, halaman Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. Kasryno F., Achmad M.Fagi, dan E. Pasandaran Kebijakan Produksi Padi dan Diversifikasi Pertanian dalam : Ekonomi Padi dan Beras Indonesia, halaman Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. Las I., B.Suprihatno, A.A. Dradjat, Suwarno, B.Abdulloh, dan Satoto Inovasi Teknologi Varietas Unggul padi: Perkembangan, Arah dan Strategi ke depan. dalam : Ekonomi Padi dan Beras, halaman Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. Prasetyo B.H Genesis Tanah sawah Bukaan Baru, dalam : Tanah Sawah Bukaan Baru halaman Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat Atlas Sumberdaya Tanah Eksplorasi Indonesia, skala 1: Puslitbang. Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian. Bogor. Ritung S., dan Nata Suharta Sebaran dan potensi pengembangan lahan sawah bukaan baru, halaman Tanah sawah bukaan baru. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor. Saraswati dan Edi Husen Prospek penggunaan pupuk hayati pada sawah bukaan baru dalam : Tanah Sawah Bukaan Baru halaman Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor. Sarwono H., H. Subagjo, dan M. Lufti Rayes Morfologi dan Klasifikasi Tanah Sawah. dalam Tanah Sawah dan Teknologi Pengelolaannya, halaman Puslitbang Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian. Bogor. Setyorini, D., Didi Ardi S., dan Nurjaya Rekomendasi Pemupukan Padi Sawah Bukaan Baru, dalam : Tanah Sawah Bukaan Baru halaman Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor. Informatika Pertanian Volume 18 No. 2,

20 Simatupang P., dan I Wayan Rusastra Kebijakan Pembangunan Sistem Agribisnis Padi. Ekonomi Padi dan Beras Indonesia. Badan Litbang Pertanian. Jakarta. Halaman Soepraptohardjo, M and H.Suhardjo Rice Soil in Indonesia p in IRRI, Soil and Rice. Los Banos Phillipines. Subagjo H., Nata Suharta dan Agus Bambang Siswanto Tanahtanah pertanian di Indonesia, dalam Sumberdaya lahan Indonesia dan Pengelolaannya, halaman Puslit Tanah dan Agroklimat. Bogor. Sudaryanto T Konversi lahan dan produksi pangan nasional. Prosiding Seminar Nasional Multifungsi dan Konversi lahan pertanian di Bogor 2 Oktober dan Jakarta 25 Oktober 2002 halaman Puslitbang Tanah dan Agroklimat. Bogor. 152 Lahan Sawah di Indonesia Pendukung Ketahanan Pangan Nasional

Lahan Sawah Sebagai Pendukung Ketahanan Pangan serta Strategi Pencapaian Kemandirian Pangan

Lahan Sawah Sebagai Pendukung Ketahanan Pangan serta Strategi Pencapaian Kemandirian Pangan ISSN 1907-0799 Lahan Sawah Sebagai Pendukung Ketahanan Pangan serta Strategi Pencapaian Kemandirian Pangan The Role of Paddy Field on Food Resilience and National Food Self Sufficency 1Wahyunto dan 2 Fitri

Lebih terperinci

LAND CONVERSION AND NATIONAL FOOD PRODUCTION

LAND CONVERSION AND NATIONAL FOOD PRODUCTION Prosiding Seminar Nasional Multifungsi dan Konversi Lahan Pertanian Penyunting: Undang Konversi Kurnia, F. Lahan Agus, dan D. Produksi Setyorini, Pangan dan A. Setiyanto Nasional KONVERSI LAHAN DAN PRODUKSI

Lebih terperinci

DAMPAK DAN STRATEGI PENGENDALIAN KONVERSI LAHAN UNTUK KETAHANAN PANGAN DI JAWA TENGAH

DAMPAK DAN STRATEGI PENGENDALIAN KONVERSI LAHAN UNTUK KETAHANAN PANGAN DI JAWA TENGAH DAMPAK DAN STRATEGI PENGENDALIAN KONVERSI LAHAN UNTUK KETAHANAN PANGAN DI JAWA TENGAH Kasdi Subagyono Pesatnya pembangunan sektor industri, perumahan, transportasi, wisata dan sektor perekonomian lainnya

Lebih terperinci

Penggunaan Lahan Pertanian dan Arah Pengembangan ke Depan

Penggunaan Lahan Pertanian dan Arah Pengembangan ke Depan Penggunaan Lahan Pertanian dan Arah Pengembangan ke Depan Oleh: Anny Mulyani, Fahmuddin Agus, dan Subagyo Penggunaan Lahan Pertanian Dari total luas lahan Indonesia, tidak terrnasuk Maluku dan Papua (tidak

Lebih terperinci

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan terpenting ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Kedelai juga merupakan tanaman sebagai

Lebih terperinci

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN Pada bab V telah dibahas potensi dan kesesuaian lahan untuk seluruh komoditas pertanian berdasarkan pewilayahan komoditas secara nasional (Puslitbangtanak,

Lebih terperinci

PERAN KUALITAS LAHAN DALAM MENDUKUNG PENINGKATAN KUALITAS DAN DAYA SAING PRODUK HORTIKULTURA

PERAN KUALITAS LAHAN DALAM MENDUKUNG PENINGKATAN KUALITAS DAN DAYA SAING PRODUK HORTIKULTURA PERAN KUALITAS LAHAN DALAM MENDUKUNG PENINGKATAN KUALITAS DAN DAYA SAING PRODUK HORTIKULTURA Prof. Benny Joy Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Pertanian Hortikultura Hortikultura merupakan komoditas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sawah irigasi sebagai basis usahatani merupakan lahan yang sangat potensial serta menguntungkan untuk kegiatan usaha tani. Dalam satu tahun setidaknya sawah irigasi dapat

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

SUMBERDAYA LAHAN INDONESIA

SUMBERDAYA LAHAN INDONESIA Kuliah 2 SUMBERDAYA LAHAN INDONESIA Luas Wilayah : 600 Juta Ha Luas Daratan : 191 Juta Ha Luas Lautan : 419 Juta Ha Jumlah Pulau : 17 Ribu Panjang Pantai : 80 Ribu Km Jumlah G.Api : 130 Luas Rawa : 29

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH

KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH LAPORAN AKHIR KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH Oleh : Bambang Irawan Herman Supriadi Bambang Winarso Iwan Setiajie Anugrah Ahmad Makky Ar-Rozi Nono Sutrisno PUSAT SOSIAL

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Citra Digital Interpretasi dilakukan dengan pembuatan area contoh (training set) berdasarkan pengamatan visual terhadap karakteristik objek dari citra Landsat. Untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas perekonomian di suatu wilayah akan menyebabkan semakin

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring dengan laju pertambahan penduduk yang terus meningkat. Pertambahan penduduk ini menjadi ancaman

Lebih terperinci

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

PRODUKSI PANGAN INDONESIA 65 PRODUKSI PANGAN INDONESIA Perkembangan Produksi Pangan Saat ini di dunia timbul kekawatiran mengenai keberlanjutan produksi pangan sejalan dengan semakin beralihnya lahan pertanian ke non pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani. Pembangunan pertanian sebagai bagian integral dari pembangunan

Lebih terperinci

Wilayah Produksi dan Potensi Pengembangan Jagung

Wilayah Produksi dan Potensi Pengembangan Jagung Wilayah Produksi dan Potensi Pengembangan Jagung Zubachtirodin, M.S. Pabbage, dan Subandi Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros PENDAHULUAN Jagung mempunyai peran strategis perekonomian nasional, mengingat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1 KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1 Sudi Mardianto, Ketut Kariyasa, dan Mohamad Maulana Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sumber pangan utama penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang semakin

I. PENDAHULUAN. sumber pangan utama penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang semakin I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya lahan yang sangat luas untuk peningkatan produktivitas tanaman pangan khususnya tanaman padi. Beras sebagai salah satu sumber pangan utama

Lebih terperinci

SUMBERDAYA LAHAN INDONESIA : POTENSI, PERMASALAHAN, DAN STRATEGI PEMANFAATAN. Indonesian Land Resources: Potency, Problems, and Utilization Strategy

SUMBERDAYA LAHAN INDONESIA : POTENSI, PERMASALAHAN, DAN STRATEGI PEMANFAATAN. Indonesian Land Resources: Potency, Problems, and Utilization Strategy ISSN 1907-0799 SUMBERDAYA LAHAN INDONESIA : POTENSI, PERMASALAHAN, DAN STRATEGI PEMANFAATAN Indonesian Land Resources: Potency, Problems, and Utilization Strategy A. Hidayat Balai Besar Penelitian dan

Lebih terperinci

KE-2) Oleh: Supadi Valeriana Darwis

KE-2) Oleh: Supadi Valeriana Darwis LAPORAN AKHIR TA. 2013 STUDI KEBIJA AKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAUU JAWAA (TAHUN KE-2) Oleh: Bambang Irawan Gatoet Sroe Hardono Adreng Purwoto Supadi Valeriana Darwis Nono Sutrisno

Lebih terperinci

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN Pada tahun 2009, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melakukan kegiatan analisis dan kajian secara spesifik tentang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara 4.1.1 Kondisi Geografis Propinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) terletak di Jazirah Tenggara Pulau Sulawesi, terletak di bagian selatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanah Sawah di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Tanah Sawah di Indonesia 24 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanah Sawah di Indonesia Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi sawah, baik terus menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija. Istilah

Lebih terperinci

Bab V Analisis, Kesimpulan dan Saran

Bab V Analisis, Kesimpulan dan Saran 151 Bab V Analisis, Kesimpulan dan Saran V.1 Analisis V.1.1 Analisis Alih Fungsi Lahan Terhadap Produksi Padi Dalam analisis alih fungsi lahan sawah terhadap ketahanan pangan dibatasi pada tanaman pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

DINAMIKA PRODUKSI PADI SAWAH DAN PADI GOGO : IMPLIKASINYA TERHADAP KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI. Bambang Irawan

DINAMIKA PRODUKSI PADI SAWAH DAN PADI GOGO : IMPLIKASINYA TERHADAP KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI. Bambang Irawan DINAMIKA PRODUKSI PADI SAWAH DAN PADI GOGO : IMPLIKASINYA TERHADAP KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PENDAHULUAN Bambang Irawan Pada peletakan batu pertama pembangunan gedung Fakultas Pertanian IPB Presiden

Lebih terperinci

KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN. Bambang Sayaka

KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN. Bambang Sayaka KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN PENDAHULUAN Bambang Sayaka Gangguan (shocks) faktor-faktor eksternal yang meliputi bencana alam, perubahan

Lebih terperinci

8. PELUANG PERLUASAN LAHAN SAWAH

8. PELUANG PERLUASAN LAHAN SAWAH Prospek Lahan Sawah 227 8. PELUANG PERLUASAN LAHAN SAWAH Sofyan Ritung, Anny Mulyani, Budi Kartiwa, dan H. Suhardjo Penduduk Indonesia dari tahun ke tahun semakin bertambah, dengan pertumbuhan sekitar

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 45 TAHUN 2015 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KRITERIA DAN SYARAT KAWASAN PERTANIAN DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN

Lebih terperinci

Pada saat ini Indonesia telah memasuki tahap pembangunan

Pada saat ini Indonesia telah memasuki tahap pembangunan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini Indonesia telah memasuki tahap pembangunan jangka panjang ke dua (PJP II) dan tahun terakhir pelaksanaan Repelita VI. Selama kurun waktu Pembangunan Jangka

Lebih terperinci

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL UU NO 7 TH 1996: Pangan = Makanan Dan Minuman Dari Hasil Pertanian, Ternak, Ikan, sbg produk primer atau olahan Ketersediaan Pangan Nasional (2003)=

Lebih terperinci

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam ANNY MULYANI Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (sumber : SINAR TANI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rawa merupakan sebutan bagi semua lahan yang tergenang air, yang penggenangannya dapat bersifat musiman ataupun permanen dan ditumbuhi oleh tumbuhan (vegetasi). Di Indonesia

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sub sektor pertanian tanaman pangan memiliki peranan sebagai penyedia bahan pangan bagi penduduk Indonesia yang setiap tahunnya cenderung meningkat seiring dengan pertambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor tanaman pangan sebagai bagian dari sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan pangan, pembangunan

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY PEMETAAN ZONASI POTENSI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI

EXECUTIVE SUMMARY PEMETAAN ZONASI POTENSI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI EXECUTIVE SUMMARY PEMETAAN ZONASI POTENSI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI DESEMBER, 2014 Pusat Litbang Sumber Daya Air i KATA PENGANTAR Puji dan Syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunianya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi

seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi 1.1. Latar Belakang Upaya pemenuhan kebutuhan pangan di lingkup global, regional maupun nasional menghadapi tantangan yang semakin berat. Lembaga internasional seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO)

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN 2012, No.205 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN, PANGAN

Lebih terperinci

PENCAPAIAN SURPLUS 10 JUTA TON BERAS PADA TAHUN 2014 DENGAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMICS)

PENCAPAIAN SURPLUS 10 JUTA TON BERAS PADA TAHUN 2014 DENGAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMICS) BAB II PENCAPAIAN SURPLUS 10 JUTA TON BERAS PADA TAHUN 2014 DENGAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMICS) Agung Prabowo, Hendriadi A, Hermanto, Yudhistira N, Agus Somantri, Nurjaman dan Zuziana S

Lebih terperinci

STUDI KEBIJAKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAU JAWA (Tahun ke-2)

STUDI KEBIJAKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAU JAWA (Tahun ke-2) PROPOSAL OPERASIONAL TA 2013 STUDI KEBIJAKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAU JAWA (Tahun ke-2) Oleh: Bambang Irawan Gatoet Sroe Hardono Adreng Purwoto Supadi Valeriana Darwis Nono Sutrisno

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kebutuhan akan bahan pangan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan kebutuhan gizi masyarakat. Padi merupakan salah satu tanaman pangan utama bagi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan nasional, pengembangan pertanian di lahan kering mempunyai harapan besar untuk mewujudkan pertanian yang tangguh di Indonesia, mengingat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pola Tanam. yang perlu diperhatikan yaitu jenis tanaman, lahan dan kurun waktu tertentu

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pola Tanam. yang perlu diperhatikan yaitu jenis tanaman, lahan dan kurun waktu tertentu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Tanam Pola tanam dapat didefinisikan sebagai pengaturan jenis tanaman atau urutan jenis tanaman yang diusahakan pada sebidang lahan dalam kurun waktu tertentu (biasanya satu

Lebih terperinci

Arah Masa Depan Kondisi Sumberdaya Pertanian Indonesia

Arah Masa Depan Kondisi Sumberdaya Pertanian Indonesia Arah Masa Depan Kondisi Sumberdaya Pertanian Indonesia Kebijakan Penguasaan Lahan (Land Tenure) : Pentingnya kebijakan land tenure bagi pertanian Julian Adam Ridjal PS Agribisnis Universitas Jember www.adamjulian.net

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Anton J. Supit Dewan Jagung Nasional Pendahuluan Kemajuan teknologi dalam budidaya jagung semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya mewujudkan pembangunan pertanian tidak terlepas dari berbagai macam masalah yang dihadapi pada saat ini. Masalah pertama yaitu kemampuan lahan pertanian kita

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mempertahankan eksistensinya. Penggunaan lahan yang semakin meningkat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mempertahankan eksistensinya. Penggunaan lahan yang semakin meningkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk mempertahankan eksistensinya. Penggunaan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Gambaran Umum Lahan Kering Tantangan penyediaan pangan semakin hari semakin berat. Degradasi lahan dan lingkungan, baik oleh gangguan manusia maupun

Lebih terperinci

Boks.1 UPAYA PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI JAMBI

Boks.1 UPAYA PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI JAMBI Boks.1 UPAYA PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI JAMBI Ketahanan pangan (food security) adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan secara cukup baik

Lebih terperinci

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng Abstrak Sektor pertanian di Indonesia masih mempunyai peran yang penting, khususnya untuk mendukung program ketahanan

Lebih terperinci

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Permalan mempunyai peranan penting dalam pengambilan keputusan, untuk perlunya dilakukan tindakan atau tidak, karena peramalan adalah prakiraan atau memprediksi peristiwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan beras di Indonesia pada masa yang akan datang akan meningkat. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi dengan besarnya konsumsi beras

Lebih terperinci

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan merupakan sumber daya alam yang memiliki fungsi yang sangat luas dalam memenuhi berbagai kebutuhan manusia. Di lihat dari sisi ekonomi, lahan merupakan input

Lebih terperinci

LAHAN SAWAH DAN KECUKUPAN PRODUKSI BAHAN PANGAN. Rice Field Necessity to Sufficient Production of Food Material

LAHAN SAWAH DAN KECUKUPAN PRODUKSI BAHAN PANGAN. Rice Field Necessity to Sufficient Production of Food Material ISSN 1907-0799 LAHAN SAWAH DAN KECUKUPAN PRODUKSI BAHAN PANGAN Rice Field Necessity to Sufficient Production of Food Material S. Ritung Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian Jl. Ir. H. Juanda

Lebih terperinci

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa 3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa Lahan basah non rawa adalah suatu lahan yang kondisinya dipengaruhi oleh air namun tidak menggenang. Lahan basah biasanya terdapat di ujung suatu daerah ketinggian

Lebih terperinci

SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH

SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH Joko Sutrisno 1, Sugihardjo 2 dan Umi Barokah 3 1,2,3 Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

ARAHAN PERENCANAAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN SOPPENG. Maswirahmah Fasilitator PPSP Kabupaten Soppeng

ARAHAN PERENCANAAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN SOPPENG. Maswirahmah Fasilitator PPSP Kabupaten Soppeng ARAHAN PERENCANAAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN SOPPENG Maswirahmah Fasilitator PPSP Kabupaten Soppeng wiwifadly@gmail.com ABSTRAK Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah enganalisis dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan produksi dan memperluas keanekaragaman hasil pertanian. Hal ini berguna untuk memenuhi

Lebih terperinci

Pengelolaan Sumbedaya Air untuk Meningkatkan Produksi Tanaman Padi Secara Berkelanjutan di Lahan Pasang Surut Sumatera Selatan

Pengelolaan Sumbedaya Air untuk Meningkatkan Produksi Tanaman Padi Secara Berkelanjutan di Lahan Pasang Surut Sumatera Selatan Pengelolaan Sumbedaya Air untuk Meningkatkan Produksi Tanaman Padi Secara Berkelanjutan di Lahan Pasang Surut Sumatera Selatan Water Resource Management to Increase Sustainably of Rice Production in Tidal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL LAHAN SUBOPTIMAL

SEMINAR NASIONAL LAHAN SUBOPTIMAL SEMINAR NASIONAL LAHAN SUBOPTIMAL POTENSI, KENDALA, DAN STRATEGI PEMANFAATAN LAHAN KERING DAN KERING MASAM UNTUK PERTANIAN (PADI, JAGUNG, KEDELE), PETERNAKAN, DAN PERKEBUNAN DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mengandung gizi dan penguat yang cukup bagi tubuh manusia, sebab didalamnya

PENDAHULUAN. mengandung gizi dan penguat yang cukup bagi tubuh manusia, sebab didalamnya PENDAHULUAN Latar Belakang Padi (Oryza sativa L.) adalah salah satu bahan makanan yang mengandung gizi dan penguat yang cukup bagi tubuh manusia, sebab didalamnya terkandung bahan-bahan yang mudah diubah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber matapencaharian dari mayoritas penduduknya, sehingga sebagian besar penduduknya menggantungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lahan. Kemampuan lahan yang dikelola akan memberikan. produksi yang berbeda-beda tingkat produktivitasnya.

BAB I PENDAHULUAN. lahan. Kemampuan lahan yang dikelola akan memberikan. produksi yang berbeda-beda tingkat produktivitasnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Faktor produksi utama dalam produksi pertanian adalah lahan. Kemampuan lahan yang dikelola akan memberikan produksi yang berbeda-beda tingkat produktivitasnya. Tanaman

Lebih terperinci

Lahan Sawah Bukaan Baru EPILOG. Fahmuddin Agus dan Neneng L. Nurida

Lahan Sawah Bukaan Baru EPILOG. Fahmuddin Agus dan Neneng L. Nurida Lahan Sawah Bukaan Baru 175 9. EPILOG Fahmuddin Agus dan Neneng L. Nurida Buku ini telah menguraikan berbagai aspek teknis pengelolaan tanah sawah bukaan baru. Bab II tentang sebaran dan potensi pengembangan

Lebih terperinci

PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN

PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN Oleh : Ir. Iwan Isa, M.Sc Direktur Penatagunaan Tanah Badan Pertanahan Nasional PENGANTAR Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Kuasa untuk kesejahteraan bangsa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan 122 Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan IV.1 Kondisi/Status Luas Lahan Sawah dan Perubahannya Lahan pertanian secara umum terdiri atas lahan kering (non sawah)

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan. Secara geografis, wilayah Indonesia memiliki luas wilayah seluruhnya mencapai 5.193.252 km 2 terdiri atas luas daratan sekitar 1.910.931,32

Lebih terperinci

SWASEMBADA BERAS YANG BERKELANJUTAN UNTUK MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN NASIONAL

SWASEMBADA BERAS YANG BERKELANJUTAN UNTUK MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN NASIONAL Fokus Fokus SWASEMBADA BERAS YANG BERKELANJUTAN UNTUK MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN NASIONAL Prof. Dr. Ir. Rita Nurmalina Suryana, MS * * * Guru Besar Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB Ketua

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Upaya pemenuhan kebutuhan beras bagi 230 juta penduduk Indonesia

I. PENDAHULUAN. Upaya pemenuhan kebutuhan beras bagi 230 juta penduduk Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Upaya pemenuhan kebutuhan beras bagi 230 juta penduduk Indonesia dewasa ini memerlukan kerja keras dengan melibatkan puluhan juta orang yang berhadapan dengan berbagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia dihadapkan pada tantangan besar untuk memperbaiki sektor pertanian dalam rangka pemenuhan kebutuhan pangan, peningkatan pendapatan masyarakat pedesaan serta mengatasi

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BERBAGAI PUPUK ORGANIK PADA TANAMAN PADI DI LAHAN SAWAH IRIGASI

PENGGUNAAN BERBAGAI PUPUK ORGANIK PADA TANAMAN PADI DI LAHAN SAWAH IRIGASI PENGGUNAAN BERBAGAI PUPUK ORGANIK PADA TANAMAN PADI DI LAHAN SAWAH IRIGASI Endjang Sujitno, Kurnia, dan Taemi Fahmi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Barat Jalan Kayuambon No. 80 Lembang,

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KEBIJAKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAU JAWA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KEBIJAKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAU JAWA LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KEBIJAKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAU JAWA Oleh : Bambang Irawan Adreng Purwoto Frans B.M. Dabukke Djoko Trijono PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi manfaat tidak saja digunakan sebagai bahan pangan tetapi juga sebagai bahan baku industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010). BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Air merupakan salah satu komponen penting untuk kehidupan semua makhluk hidup di bumi. Air juga merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kebutuhan

Lebih terperinci

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM Hingga tahun 2010, berdasarkan ketersediaan teknologi produksi yang telah ada (varietas unggul dan budidaya), upaya mempertahankan laju peningkatan produksi sebesar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sektor pertanian dalam tatanan pembangunan nasional memegang peranan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sektor pertanian dalam tatanan pembangunan nasional memegang peranan PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor pertanian dalam tatanan pembangunan nasional memegang peranan penting karena selain bertujuan menyediakan pangan bagi seluruh masyarakat, juga merupakan sektor andalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yaitu : Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air,

Lebih terperinci

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI Pengetahuan tentang faktor penentu kepekaan tanah terhadap longsor dan erosi akan memperkaya wawasan dan memperkuat landasan dari pengambil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan sangat penting. Sektor ini mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, laju pertumbuhannya sebesar 4,8 persen

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan di Kabupaten Bogor Penggunaan lahan di Kabupaten Bogor pada tahun 1990, 2001, 2004, dan 2008 masih didominasi oleh lahan pertanian yaitu

Lebih terperinci

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA 30 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA Ada dua kecenderungan umum yang diprediksikan akibat dari Perubahan Iklim, yakni (1) meningkatnya suhu yang menyebabkan tekanan panas lebih banyak dan naiknya permukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki secara efektif dan efisien dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan

Lebih terperinci

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB VI. PERSIAPAN LAHAN Rizka Novi Sesanti KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan pada sektor pertanian. Di Indonesia sektor pertanian memiliki peranan besar dalam menunjang

Lebih terperinci

PRODUKSI BERAS DAN KETERSEDIAAN SUMBER DAYA LAHAN PERTANIAN DALAM RANGKA MEMPERKUAT KEMANDIRIAN PANGAN DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PRODUKSI BERAS DAN KETERSEDIAAN SUMBER DAYA LAHAN PERTANIAN DALAM RANGKA MEMPERKUAT KEMANDIRIAN PANGAN DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SEPA : Vol. 9 No. 2 Februari 2013 : 183-189 ISSN : 1829-9946 PRODUKSI BERAS DAN KETERSEDIAAN SUMBER DAYA LAHAN PERTANIAN DALAM RANGKA MEMPERKUAT KEMANDIRIAN PANGAN DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang perlu dipenuhi dalam mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan menyebutkan

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci