DIVERSIFIKASI PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI INDONESIA: Analisis Data Susenas

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DIVERSIFIKASI PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI INDONESIA: Analisis Data Susenas"

Transkripsi

1 DIVERSIFIKASI PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI INDONESIA: Analisis Data Susenas Gatoet Sroe Hardono dan Handewi P. Saliem Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jalan A. Yani No. 70 Bogor PENDAHULUAN Pembahasan mengenai diversifikasi pendapatan sering dikaitkan dengan upaya penanggulangan risiko, kesempatan atau ketidakpastian pendapatan atas tenaga kerja dan lahan. Di tingkat rumah tangga, diversifikasi melalui penganekaragaman usaha dan pemanfaatan aset, selain dimaksudkan untuk mencari nilai tambah kapital juga untuk mengurangi instabilitas pendapatan rumah tangga (Dercon, 2002). Diversifikasi dapat dilakukan di sektor pertanian saja, nonpertanian atau keduanya. Keragaman lingkungan strategis sebagai faktor pendorong dan penarik di tingkat rumah tangga membuat motivasi melakukan diversifikasi dapat berbeda-beda. Studi Ersado (2003) di Zimbabwe, misalnya, menyimpulkan bahwa motif diversifikasi pendapatan berbeda antara rumah tangga di kota dan desa. Dalam konteks kebijakan, pembahasan diversifikasi sering dikaitkan dengan pertanyaan: apakah diversifikasi merupakan tujuan atau lebih sebagai keluaran (outcome) dari penetapan suatu kebijakan ekonomi? Terlebih pada diversifikasi di sektor pertanian (usahatani). Menurut Delgado dan Siamwala (1997), jawaban atas hal itu sangat tergantung pada struktur ekonomi dari perekonomian negara yang menjadi kasus bahasan. Pada kondisi dimana mekanisme pasar telah berjalan baik, diversifikasi lebih merupakan outcome kebijakan bukan sebagai tujuan penetapan kebijakan. Diversifikasi juga dianggap sebagai suatu norma (Barret dan Reardon, 2000). Pandangan tersebut dilandasi argumen relatif sedikit orang yang menggantungkan hidupnya hanya dari satu sumber pendapatan, mengharapkan kesejahteraannya hanya pada satu jenis aset, atau menggunakan aset-aset hanya pada satu aktifitas tunggal. Sebagai suatu norma maka diversifikasi menjadi seperti prasyarat bagi rumah tangga untuk dapat mencapai atau mempertahankan kepuasan (utility) pada tingkat tertentu. Kondisi perekonomian yang semakin sulit dapat menjadikan diversifikasi pendapatan sebagai suatu pilihan strategi kehidupan (livelihood strategy) bagi banyak rumah tangga, khususnya di negera-negara berkembang (Ersado, 2003). Makalah ini akan membahas diversifikasi pendapatan rumah tangga di Indonesia dengan menggunakan data Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) dan 2002 dari Badan Pusat Statistik (BPS). 81

2 TINGKAT PENDAPATAN SEBAGAI BASIS Peningkatan kesejahteraan masyarakat sebagai indikator keberhasilan proses pembangunan dapat tercermin dari perubahan pendapatan masyarakat tersebut ke tingkat yang lebih tinggi. Pola perubahan antarsektor atau sumber pendapatan itu sendiri dapat berbeda antarkelompok masyarakat, wilayah, maupun antarwaktu. Tanpa mengabaikan peran stimulus kebijakan sebagai faktor eksternal, di tingkat rumah tangga peningkatan pendapatan dapat dipandang sebagai solusi optimal alokasi sumberdaya internal. Hingga kini salah satu masalah pembangunan nasional yang menonjol adalah kesenjangan sosial ekonomi antarwilayah dan antarkelompok masyarakat. Dampak kesenjangan akhirnya tidak hanya sekedar memisahkan yang kaya dari yang miskin, tetapi juga mengakibatkan munculnya berbagai derivat masalah di bidang ekonomi, sosial, dan bahkan politik. Munculnya fakta empiris seperti: ketertinggalan masyarakat desa, khusus di Luar Jawa, arus migrasi yang tinggi mendorong kemiskinan kota, atau semakin gencar aksi protes (demonstrasi) yang menyuarakan keadilan, tak lebih merupakan refleksi dari situasi kesenjangan sosial ekonomi yang relatif tinggi. Oleh sebab itu, selain aspek nominal perumusan kebijakan pembangunan untuk tujuan peningkatan pendapatan seharusnya tidak mengabaikan aspek pemerataannya. Secara nominal pendapatan per kapita penduduk Indonesia mengalami peningkatan pada periode sebagaimana terlihat pada Tabel 1. Namun dengan peningkatan nominal pendapatan sekitar 300 persen, dari Rp1,03 juta/ kapita/tahun menjadi Rp 4,16 juta/kapita/tahun, belum dapat menunjukkan perubahan kesejahteraan penduduk yang signifikan karena nilai riil peningkatan yang sesungguhnya hanya sebesar 22,5 persen. Peningkatan pendapatan dalam periode tersebut terkesan menafikan dampak negatif krisis ekonomi yang terjadi tahun 1997/1998. Temuan serupa dilaporkan Adnyana et al. (2000). Disagregasi rumah tangga menurut kelas pendapatan dan pekerjaan utama kepala keluarga (KK) menunjukkan, pada periode pendapatan riil kelompok rumah tangga berpendapatan tinggi telah mengalami penurunan (-4,9 %). Peningkatan pendapatan yang signifikan hanya terjadi pada kelompok rumah tangga dengan pekerjaan utama KK di bidang atau sektor jasa (115,6%). Peningkatan pendapatan pada rumah tangga yang KK-nya di sektor lain nonjasa, tidak lebih dari 17.0 persen. Indikasi kesenjangan dapat diamati dari perbedaan tingkat pendapatan antarwilayah, kelas pendapatan maupun antarjenis pekerjaan utama kepala keluarga (KK). Dari nilai pendapatan riil setara beras dapat disebutkan, selama periode kesenjangan antarwilayah dan antarsektor cenderung meningkat, tetapi di sisi lain kesenjangan antar kelas pendapatan cenderung menurun. Rasio pendapatan nominal antara rumah tangga di kota dengan di desa meningkat dari 1,9 menjadi 2,4, rasio antara rumah tangga dimana pekerjaan utama KK di sektor pertanian dengan di sektor 82

3 industri meningkat dari 1,7 menjadi 1,9, sedangkan rasio antara rumah tangga berpendapatan tinggi dan rendah menurun dari 3,8 menjadi 2,6. Perubahan besaran rasio tersebut mengandung makna bahwa meski jurang kesenjangan antara rumah tangga kaya dan miskin dapat ditekan, tetapi selama tampaknya belum terjadi perubahan citra dalam pola pembangunan nasional yang selama ini dikenal bias ke kota (urban bias) dan cenderung meninggalkan sektor pertanian. Dari kondisi yang demikian tidak mengherankan bila dari Tabel 1 terkesan potensi kemiskinan cenderung berada pada rumah tangga berpendapatan rendah di pedesaan dan yang KK-nya bekerja di sektor pertanian. Tabel 1. Dinamika Pendapatan Rumah Tangga di Indonesia, 1996 dan 2002 Uraian Rataan (Rp 000/kap/th) % perubahan Setara beras (kg/kap/th) % perubahan 1. Wilayah - Kota , ,6 - Desa , ,8 - Kota+Desa , ,5 2. Kelas Pendapatan - Rendah , ,2 - Sedang , ,8 - Tinggi , ,9 3. Pekerjaan Utama KK - Pertanian , ,7 - Industri , ,9 - Perdagangan , ,6 - Jasa , ,6 - Lainnya , ,9 Sumber: Data Susenas 1996 dan 2000, BPS (diolah). Terkait hal yang terakhir (aspek sektoral), selain karena faktor nilai tukar pertanian yang cenderung menurun (Deptan, 2004) rendahnya pendapatan rumah tangga petani tersebut diduga tidak terlepas dari pengaruh situasi struktur perekonomian secara makro. Dari data Produk Domestik Bruto (PDB) dan data ketenagakerjaan diketahui bahwa secara agregat produktifitas tenaga kerja di sektor pertanian relatif lebih rendah dibandingkan dengan sektor lain. Kondisi itu terjadi sebagai akibat proses transformasi perekonomian nasional yang tidak berjalan sempurna, sehingga penurunan kontribusi sektor pertanian terhadap pembentukan nilai PDB tidak secara langsung diikuti oleh penurunan pangsa penyerapan tenaga kerja pada tingkat laju yang seimbang (Rusastra dan Suryadi, 2004). Situasi kesenjangan pendapatan sektoral 83

4 mengisyaratkan perlunya upaya percepatan pengembangan kesempatan kerja di sektor nonpertanian (labor intensif), terutama di pedesaan, untuk mengurangi tekanan tenaga kerja di sektor pertanian disamping upaya revitalisasi pertanian yang telah dicanangkan. JUMLAH SUMBER DAN DERAJAT DIVERSIFIKASI PENDAPATAN Diversifikasi mengandung makna perluasan atau peningkatan keragaman (Pakpahan, 1990). Dalam konteks pendapatan, diversifikasi dapat berarti pola pengalokasian sumberdaya tertentu pada berbagai aktifitas untuk mendapatkan sumbersumber pendapatan baru (Delgado dan Siamwala, 1997; Barret dan Reardon, 2000). Diversifikasi pendapatan bersifat ubiquitous (Barrets dan Reardon, 2000) karena memiliki banyak tujuan dengan beragam faktor pertimbangan bagi rumah tangga, masyarakat atau regional yang melakukan diversifikasi. Sumber pendapatan yang dimaksud dalam makalah ini adalah setiap aktifitas usaha maupun bukan usaha yang memberikan penerimaan keuangan bagi rumah tangga. Tabel 2 memperlihatkan bahwa setiap rumah tangga umumnya memiliki 4-6 sumber pendapatan. Komparasi antaragregasi menunjukkan, sumber pendapatan cenderung lebih beragam (diversitas lebih tinggi) pada rumah tangga di desa, rumah tangga berpendapatan rendah dan rumah tangga dimana pekerjaan utama KK-nya adalah di sektor pertanian. Dengan memperhatikan nilai pendapatan ketiga kelompok rumah tangga yang relatif rendah pada Tabel 1, maka diversifikasi yang lebih tinggi tersebut diduga lebih dipengaruhi faktor ketidakberdayaan ekonomi (kemiskinan). Diversifikasi pada kelompok rumah tangga tersebut cenderung menjadi kebutuhan atau menjadi norma (Barret dan Reardon, 2000) karena pilihan bidang usaha yang menjadi sumber pendapatan memiliki produktivitas rendah. Meski telah melakukan banyak aktifitas usaha, tingkat pendapatan mereka masih rendah dibandingkan rumah tangga lain. Dalam perbandingan secara intertemporal, kenaikan jumlah sumber pendapatan rumah tangga di desa lebih rendah dibandingkan di kota selama periode Demikian pula, kenaikan sumber pendapatan pada rumah tangga berpendapatan rendah lebih sedikit dibandingkan rumah tangga berpendapatan tinggi. Pada disagregasi menurut pekerjaan utama KK, meski jumlah sumber pendapatan rumah tangga pertanian jauh lebih banyak tetapi kenaikan jumlah sumber pendapatan mereka dengan rumah tangga industri relatif sama. Kenaikan sumber pendapatan pada rumah tangga pertanian dan industri hanya mencapai persen dibandingkan rumah tangga perdagangan, jasa atau lainnya. Dinamika rataan jumlah sumber pendapatan (Tabel 2) secara implisit juga menunjukkan bahwa alternatif sumber pendapatan bagi rumah tangga di wilayah desa, dari kelas pendapatan rendah dan rumah tangga dengan pekerjaan utama KK di sektor pertanian relatif lebih terbatas. Dari sisi internal, kendala pengembangan usaha untuk 84

5 mendapatkan sumber pendapatan baru dalam rumah tangga antara lain dapat disebabkan faktor keterbatasan dalam penguasaan sumberdaya (SDM, kapital dan aset). Tabel 2. Jumlah Sumber Pendapatan Rumah Tangga di Indonesia, 1996 dan 2002 Uraian Rataan Stdev Rataan Stdev 1. Wilayah - Kota 4,5 1,0 5,2 2,5 - Desa 5,6 1,1 5,9 2,5 - Kota+Desa 5,1 1,2 5,6 2,5 2. Kelas Pendapatan - Rendah 5,0 1,3 5,6 2,5 - Sedang 4,7 1,4 5,5 2,6 - Tinggi 4,2 1,3 5,6 2,6 3. Pekerjaan Utama KK - Pertanian 5,6 1,0 5,9 2,5 - Industri 4,9 1,2 5,2 2,5 - Perdagangan 4,8 1,1 5,2 2,5 - Jasa 4,8 1,1 5,4 2,5 - Lainnya 5,0 1,3 5,5 2,6 Sumber: Data Susenas 1996 dan 2002, BPS (diolah). Selanjutnya, untuk mengukur tingkat diversifikasi pendapatan yang lebih akurat digunakan Indeks Entropy (IE). Angka IE yang lebih tinggi mengindikasikan tingkat diversitas (keragaman) yang lebih tinggi. Secara umum hasil analisis IE (Tabel 3) mendukung interpretasi analisis sebelumnya (Tabel 2). Ragam pendapatan rumah tangga di desa cenderung lebih tinggi dibandingkan di kota. Selain itu rumah tangga dimana pekerjaan utama KK-nya sebagai petani memiliki ragam usaha sumber pendapatan yang lebih tinggi dibanding rumah tangga yang kepala keluarganya bekerja di sektor industri, perdagangan maupun jasa. Bila dikaitkan dengan analisis sebelumnya bahwa rumah tangga di desa umumnya berpendapatan lebih rendah (miskin) dan memiliki ketergantungan yang relatif tinggi terhadap kegiatan di sektor pertanian, situasi di atas sekali lagi mengindikasikan bahwa usaha pertanian tampaknya tidak lagi dapat diandalkan untuk memberikan jaminan kecukupan pendapatan rumah tangga, sehingga mereka yang memiliki pekerjaan utama di sektor tersebut cenderung melakukan diversifikasi lebih tinggi dibandingkan rumah tangga yang pekerjaan utamanya di sektor lain. Ketidakmampuan memberikan jaminan kecukupan pendapatan tersebut terutama terkait faktor penguasaan skala usaha yang relatif rendah. 85

6 Menarik diamati bahwa pada tahun 1996, indeks ragam usaha rumah tangga di desa semakin tinggi dengan meningkatnya kelas pendapatan. Tetapi pada tahun 2002 terjadi hal sebaliknya. Indeks keragaman semakin turun dengan makin tingginya pendapatan rumah tangga. Situasi demikian mengesankan bahwa pada tahun 2002, dengan ketimpangan pendapatan yang makin besar, mereka yang termasuk kelompok berpendapatan rendah harus bekerja lebih variatif dan semakin tidak dapat lagi mengandalkan satu sumber pendapatan saja untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Tabel 3. Indeks Keragaman Pendapatan Rumah Tangga di Indonesia, 1996 dan 2002 Wilayah Pekerjaan Rendah Sedang Tinggi utama KK Kota Pertanian 0,80 0,86 0,81 0,88 0,77 0,88 Industri 0,44 0,29 0,57 0,74 0,62 0,86 Perdagangan 0,42 0,62 0,44 0,67 0,48 0,72 Jasa 0,49 0,67 0,57 0,69 0,64 0,85 Lainnya 0,57 0,68 0,54 0,71 0,55 0,84 Total 0,53 0,59 0,55 0,72 0,59 0,82 Desa Pertanian 0,91 0,99 0,92 0,93 0,95 0,88 Industri 0,77 0,89 0,81 0,82 0,76 0,82 Perdagangan 0,78 0,79 0,72 0,81 0,67 0,80 Jasa 0,67 0,92 0,57 0,81 0,69 0,82 Lainnya 0,79 0,82 0,81 0,76 0,84 0,80 Total 0,87 0,94 0,83 0,88 0,82 0,85 Kota+Desa Pertanian 0,91 0,96 0,91 0,91 0,92 0,89 Industri 0,67 0,49 0,63 0,74 0,66 0,82 Perdagangan 0,62 0,71 0,55 0,69 0,49 0,71 Jasa 0,57 0,77 0,55 0,69 0,64 0,81 Lainnya 0,73 0,76 0,68 0,70 0,61 0,82 Total 0,80 0,83 0,70 0,78 0,65 0,81 Sumber: Data Susenas 1996 dan 2002, BPS (diolah). Di wilayah kota, indeks ragam usaha makin besar ketika pendapatan rumah tangga semakin tinggi. Secara implisit kondisi demikian menunjukkan bahwa pada rumah tangga kota diversifikasi dilakukan tidak sekedar untuk mempertahankan tingkat pendapatan tetapi juga untuk maksud mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya agar diperoleh nilai tambah yang lebih besar. Tingkat pendapatan yang tinggi memungkinkan penguasaan aset yang lebih besar, dan dengan penguasan aset tersebut memudahkan rumah tangga meningkatkan ragam usaha yang memberikan tambahan pendapatan (Dercon, 2002). 86

7 DIVERSIFIKASI DALAM STRUKTUR PENDAPATAN Gambaran tingkat dan arah diversifikasi dapat ditunjukkan dari analisis struktur pendapatan rumah tangga. Berdasarkan Tabel 4, struktur pendapatan rumah tangga di Indonesia dicirikan oleh relatif besarnya pangsa pendapatan dari sumber upah/gaji (labor income), khususnya di kota. Selama periode , pangsa pendapatan tersebut meningkat dari 40,4 persen menjadi 49,9 persen tahun Di perkotaan pangsa pendapatan upah/gaji mencapai 50,6 persen dan meningkat menjadi 59.6 persen. Pendapatan terbesar kedua berasal dari usaha nonpertanian tetapi dengan pangsa cenderung menurun, yaitu dari 24,7 persen menjadi 23,4 persen. Dalam kategori usaha nonpertanian ini aktifitas perdagangan menjadi sumber usaha yang penting dengan kontribusi pada tahun 2002 sekitar 12,9 persen. Pangsa usaha pertanian cenderung menurun dari 19,9 persen menjadi 13,4 persen. Penurunan tersebut terutama disebabkan penurunan kontribusi pendapatan dari pengusahaan tanaman, baik pangan maupun nonpangan. Berbeda dengan di desa, usaha pertanian di kota hanya memberikan kontribusi 4,3 persen tahun 1996 dan berkurang menjadi 2,7 persen pada tahun Di pedesaan, meskipun kontribusi pendapatan dari upah/gaji serta usaha nonpertanian masih cukup besar tetapi pangsa pendapatan tertinggi berasal dari usaha pertanian, yaitu mencapai 34,2 pada tahun 2002 (Tabel 4). Pangsa tersebut lebih rendah dibandingkan pangsa pada tahun 1996 yang mencapai 39,1 persen. Temuan ini menunjukkan bahwa bagi rumah tangga di pedesaan sektor pertanian masih merupakan sektor strategis sehingga pembangunan wilayah pedesaan seharusnya tetap memprioritaskan penanganan sektor tersebut agar dampak pembangunan terhadap peningkatan kesejahteraan rumah tangga dapat lebih nyata. Tabel 4. Dinamika Struktur Pendapatan Rumah Tangga Menurut Wilayah di Indonesia, 1996 dan 2002 (%) Kelompok Sumber Pendapatan Kota Desa Kota+Desa Upah/gaji 50,65 59,56 27,80 31,02 40,40 49,88 2. Usaha pertanian 4,30 2,72 39,08 34,19 19,87 13,39 a. Tanaman pangan & nonpangan 2,63 1,86 31,11 27,76 15,39 10,64 b. Lainnya (peternakan, dsb) 1,67 0,86 7,97 6,43 4,48 2,75 3. Usaha nonpertanian 28,08 25,10 20,56 20,04 24,72 23,38 4. Pendapatan bukan upah/gaji 16,93 9,01 11,26 8,20 14,40 8,74 a. Pendapatan aset 12,08 8,28 6,69 4,88 9,67 7,13 b. Lainnya 4,85 0,73 4,57 3,32 4,73 1,61 5. Penerimaan lain 0,48 3,61 1,24 6,56 0,82 4,61 Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: BPS, diolah. 87

8 Dalam dinamika struktur pendapatan rumah tangga di Indonesia terlihat bahwa peran pendapatan bukan upah/gaji (non labor income) semakin turun pada periode , khususnya di kota. Kecenderungan penurunan pangsa pendapatan tersebut boleh jadi mengindikasikan semakin terbatasnya penguasaan aset produktif rumah tangga (lahan, rumah, saham, tabungan, dll) maupun penerimaan bukan usaha dari berbagai aktifitas ekonomi rumah tangga di perkotaan. Disisi lain, data struktur pendapatan di atas menunjukkan adanya peningkatan pangsa pendapatan dari sumber penerimaan lain. Penerimaan lain dalam analisis ini merupakan penerimaan rumah tangga yang berasal dari transfer neto dan transaksi keuangan selama setahun. Peningkatan pangsa pendapatan yang berasal dari sumber tersebut diduga terjadi seiring dengan makin tingginya porsi penerimaan kiriman uang dari anggota rumah tangga yang bermigrasi. Telah umum diketahui bahwa minat orang (tenaga kerja) bermigrasi ke daerah kota atau bahkan ke luar negeri untuk bekerja semakin tinggi. Studi PATANAS di pedesaan Jawa Barat (Susilowati et al., 2001) menunjukkan, dalam periode jumlah migran meningkat 13,6 persen. Menurut studi tersebut daerah asal migran terutama adalah dari desa-desa dengan agroekosistem sawah, khususnya di daerah dataran tinggi. Pada rumah tangga dimana pekerjaan utama KK sebagai petani, kontribusi pendapatan dari usaha pertanian secara agregat mencapai 61,5 persen pada tahun 1996 dan berkurang menjadi 41,4 persen pada tahun 2002 (Tabel 5). Pada rumah tangga industri dan jasa, kontribusi pendapatan dominan berasal dari upah/gaji, sedangkan pada rumah tangga perdagangan, kontribusi pendapatan terbesar berasal dari usaha nonpertanian. Pada ketiga kelompok rumah tangga tersebut, peran sektor pertanian sangat inferior dengan kontribusi maksimum terhadap total pendapatan kurang dari 6,5 persen. Hasil pengelompokkan rumah tangga menurut kelas pendapatan memperlihatkan, pangsa pendapatan usaha pertanian semakin menurun dengan semakin tingginya pendapatan rumah tangga. Pada rumah tangga kelas pendapatan rendah, pangsa pendapatan dari pertanian mencapai 38,7 persen pada tahun 1996 dan 26,1 persen pada tahun 2002 (Tabel 6). Akan tetapi pada rumah tangga kelas pendapatan sedang, pangsa pendapatan pertanian menurun dari 24,0 persen menjadi 12,1 persen. Pada kelas pendapatan tinggi penurunan teradi dari 8,2 persen menjadi 5,5 persen. Hasil analisis ini menegaskan korelasi yang kuat antara sektor pertanian dengan pendapatan rendah yang membuat citra bahwa pertanian identik dengan kemiskinan. Citra tersebut tampaknya belum dapat dihilangkan hingga saat ini. Dari sisi lain, korelasi tersebut juga dapat mengindikasikan bahwa peran sektor pertanian dalam pemberdayaan perekonomian rumah tangga berpendapatan rendah (miskin) sesungguhnya masih sangat strategis, sehingga sektor ini selayaknya mendapat prioritas dalam perencanaan pembangunan nasional. 88

9 89

10 Pangsa pendapatan dari upah/gaji, usaha nonpertanian dan pendapatan bukan upah/gaji cenderung meningkat dengan semakin tingginya kelas pendapatan rumah tangga pada tahun Akan tetapi, untuk tahun 2002 kecenderungan peningkatan tersebut tidak stabil. Hal itu diduga terkait dengan dinamika perubahan arah diversifikasi yang dilakukan rumah tangga, sebagaimana diindikasikan oleh perubahan pangsa sumber pendapatan pada masing-masing kelas pendapatan. Tabel 6. Struktur Pendapatan Rumah Tangga Menurut Kelas Pendapatan di Indonesia, 1996 dan 2002 (%) Kelompok Sumber pendapatan Rendah Sedang Tinggi Upah/gaji 30,02 34,38 39,64 58,39 51,33 49,83 2. Usaha pertanian 38,72 26,14 24,04 12,13 8,15 5,51 a. Tanaman pangan & nonpangan 31,42 21,32 18,45 9,51 5,65 4,14 b. Lainnya (peternakan, dsb) 7,30 4,82 5,59 2,62 2,50 1,37 3. Usaha nonpertanian 21,16 21,23 26,60 19,29 28,21 30,66 4. Pendapatan bukan upah/gaji 9,79 9,39 11,23 6,03 15,15 11,97 a. Pendapatan aset 6,49 6,08 8,03 4,93 12,34 10,94 b. Lainnya 3,31 3,31 3,19 1,10 2,82 1,03 5. Penerimaan lain 0,66 8,86-1,18 4,15-2,69 2,04 Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: Data Susenas 1996 dan 2002, BPS (diolah) DIVERSIFIKASI DALAM PREFERENSI SUMBER Preferensi terhadap pilihan sumber pendapatan juga dapat menjadi indikator untuk mengetahui pola dan arah diversifikasi. Akan tetapi berbeda dari struktur pendapatan lebih merefleksikan produktivitas sumber pendapatan, preferensi dalam hal ini lebih menggambarkan kemudahan akses terhadap sumber-sumber pendapatan. Hasil analisis pada Tabel 7 menunjukkan, preferensi rumah tangga terhadap pendapatan bukan upah/gaji, khususnya pendapatan dari aset, sangat tinggi (mencapai sekitar 90%) dibandingkan sumber pendapatan lain. Terlebih pada rumah tangga di wilayah desa, yang berpendapatan rendah, dan pekerjaan utama KK-nya di sektor pertanian (Tabel Lampiran 1 dan 2). Meskipun dari tiga tabel sebelumnya diketahui pangsa pendapatan bukan upah/gaji dalam rumah tangga relatif kecil, namun preferensi rumah tangga yang tinggi mengindikasikan bahwa sumber pendapatan tersebut 90

11 merupakan salah satu arah pengembangan diversifikasi yang populer di kalangan rumah tangga. Terkait hal ini, pemilikan aset dalam rumah tangga menjadi sangat penting karena, sebagaimana pendapat Barret dan Reardon (2000), pemilikan aset ibarat faktor produksi yang mencerminkan kapasitas rumah tangga melakukan diversifikasi. Tabel. 7. Partisipasi Rumah Tangga dalam Pilihan Sumber Pendapatan, 1996 dan 2002 Kelompok Sumber Pendapatan Kota Desa Kota+Desa Upah/gaji 66,9 65,2 45,9 41,5 54,3 52,1 2. Usaha pertanian 22,8 14,6 81,8 73,1 58,3 46,7 a. Tanaman pangan & nonpangan 17,5 11,7 76,0 67,6 52,7 42,4 b. Lainnya 10,7 5,2 48,4 29,6 33,4 18,6 3. Usaha nonpertanian 48,3 42,7 47,3 30,3 47,7 35,9 4. Pendapatan bukan upah/gaji 84,8 81,0 98,4 97,4 93,0 90,0 a. Pendapatan aset 82,3 78,1 97,9 96,2 91,7 88,1 b. Lainnya 22,3 22,4 39,3 52,2 32,5 38,8 5. Penerimaan lain: 39,8 67,9 39,8 59,7 39,8 63,4 a. Transfer neto 38,9 73,0 46,0 68,8 43,2 70,7 b. Penerimaan lain neto 40,6 62,8 33,6 50,6 36,4 56,1 Sumber: Data Susenas, 1996 dan 2002, BPS (diolah) Pada Tabel 7 di atas juga terlihat adanya peningkatan preferensi partisipasi yang cukup tajam terhadap aktifitas transfer neto dan penerimaan lain neto. Hal ini mengindikasikan bahwa diversifikasi pendapatan rumah tangga juga mengarah pada pendapatan yang bersumber dari kedua aktifitas tersebut. Sebagaimana diungkapkan sebelumnya, kecenderungan ini terjadi seiring dengan semakin tingginya minat tenaga kerja melakukan migrasi ke tempat lain (bahkan sampai ke mancanegara) untuk bekerja. Pada umumnya, sebagian pendapatan dari hasil kerja sebagai migran akan dikirimkan kepada keluarga di tempat asal. Selain itu, peningkatan preferensi diduga juga terkait dengan penambahan hasil dari penguasaan barang modal dan transaksi keuangan selama tahun IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH Pada penelitian lain di pedesaan Jawa Barat Susilawati et al. (2002) menyimpulkan bahwa tidak ada pola hubungan yang jelas antara diversifikasi usaha dengan pencapaian tingkat pendapatan rumah tangga. Hal itu berarti, diversifikasi yang tinggi tidak selalu berdampak pada tingginya tingkat pendapatan rumah tangga. Peluang 91

12 diversifikasi usaha lebih tinggi pada rumah tangga dengan pendidikan KK yang tinggi dan memiliki pangsa anggota rumah tangga bekerja yang besar. Analisis tersebut juga menyebutkan bahwa rumah tangga pemilik lahan luas berpeluang melakukan divrsifikasi usaha lebih tinggi dibandingkan rumah tangga pemilik lahan sempit. Sebaliknya, peluang diversifikasi usaha akan lebih rendah pada rumah tangga yang anggotanya lebih banyak bekerja di sektor pertanian dan dengan umur KK yang lebih tua. Penggunaan data SUSENAS untuk analisis diversifikasi pendapatan rumah tangga memiliki keterbatasan. Keterbatasan tersebut terutama dalam hal ketersediaan peubah dan disagregasi wilayah. Dengan mengabaikan kendala tersebut, hasil analisis Fungsi Logistik pada Tabel 8 menunjukkan bahwa diversifikasi pendapatan rumah tangga dipengaruhi secara nyata oleh: status pekerjaan utama KK, tingkat pendidikan KK, umur KK dan jumlah anggota rumah tangga (ukuran rumah tangga). Kecuali untuk peubah pendapatan rumah tangga, faktor-faktor yang mempengaruhi peluang rumah tangga melakukan diversifikasi usaha rumah tangga di kota dengan di desa relatif sama. Peluang melakukan diversifikasi usaha lebih tinggi pada rumah tangga yang pekerjaan utama KK-nya di sektor pertanian dan memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi. Akan tetapi, peluang diversifikasi usaha semakin rendah pada rumah tangga yang berukuran besar (memiliki jumlah anggota rumah tangga lebih banyak) dan umur KK yang tua. Uji statistik dengan selang kepercayaan 95 persen memperlihatkan bahwa peubah pendapatan tidak berpengaruh nyata terhadap keputusan diversifikasi pendapatan rumah tangga. Namun demikian, pengaruh tersebut dapat berubah untuk wilayah desa bila selang kepercayaan dapat diturunkan. Hasil analisis menunjukkan adanya perbedaan tanda parameter peubah untuk wilayah desa dan kota. Tanda negatif pada parameter pendapatan di desa mengindikasikan bahwa di wilayah tersebut diversifikasi cenderung lebih banyak dilakukan oleh rumah tangga yang memiliki pendapatan rendah. Sebagaimana telah diungkapkan, rumah tangga dengan KK yang mempunyai pekerjaan utama di sektor pertanian memiliki tingkat pendapatan lebih rendah (lebih miskin) dibandingkan rumah tangga lain. Terkait dengan hasil pengolahan fungsi Logistik pada Tabel 8, peluang diversifikasi usaha yang lebih tinggi pada rumah tangga pertanian diduga karena dorongan faktor keterbatasan pendapatan sehingga diversifikasi usaha pada kelompok rumah tangga tersebut cenderung menjadi kebutuhan atau mungkin dapat dianggap sebagai bagian dari strategi mempertahankan kesejahteraan (livelihood strategy) mereka, bila kebutuhan diversifikasi sudah sedemikian tinggi. Tingkat pendidikan merupakan peubah proksi kinerja kualitas (kecakapan) tenaga kerja (sumberdaya manusia) dalam rumah tangga. Dengan tingkat pendidikan yang semakin tinggi seorang tenaga kerja akan memiliki kesempatan melakukan diversifikasi usaha lebih tinggi karena potensi kecakapan bekerja juga makin meningkat. Lebih dari itu mereka yang berpendidikan tinggi umumnya lebih dapat melihat dan 92

13 meraih peluang bekerja atau berusaha secara lebih baik dibandingkan mereka yang berpendidikan rendah. Ukuran rumah tangga pada dasarnya dapat mencerminkan ketersediaan tenaga kerja dalam rumah tangga yang berpotensi mendatangkan pendapatan. Semakin besar ukuran rumah tangga semakin besar ketersediaan tenaga kerja dalam rumah tangga yang dapat dialokasikan pada berbagai aktifitas usaha produktif. Oleh sebab itu, tanda yang diharapkan dari peubah ini dalam model adalah positf. Akan tetapi, hasil regresi model menunjukkan bahwa di semua lokasi tanda peubah tersebut adalah negatif. Hal itu berarti semakin besar ukuran rumah tangga peluang diversifikasi usaha cenderung lebih rendah. Kondisi demikian dapat terjadi bila anggota rumah tangga cenderung bekerja pada bidang yang sama. Pola seperti itu dapat disebabkan oleh terbatasnya kesempatan kerja atau kebutuhan alokasi tenaga kerja pada pekerjaan utama yang cenderung besar pada situasi dimana tingkat upah relatif tinggi sehingga rumah tangga cenderung mengoptimalkan sumberdaya (tenaga kerja) yang tersedia. Sejalan dengan Susilowati et al. (2002), hasil analisis pada Tabel 8 juga menunjukkan, semakin tua umur KK kecenderungan melakukan diversifikasi usaha semakin berkurang. Hal ini wajar saja mengingat untuk melakukan diversifikasi usaha juga membutuhkan dukungan kondisi jasmani yang sehat. Sehingga diversifikasi usaha pada rumah tangga yang KK-nya masih berusia produktif cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan rumah tangga dengan KK yang sudah tidak produktif. Tabel 8. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peluang Diversifikasi Usaha Rumah Tangga di Indonesia, 2002 Peubah Parameter dugaan Pr > Chi-Square Kota Intersep 0, ,2711 Total pendapatan rumah tangga 0, ,3800 Dummy pekj utama KK (1=pertanian) 0, ,0001 Pendidikan KK 0, ,0001 Jml anggota RT -0, ,0001 Umur KK -0, ,0001 Desa Intersep -1, ,0001 Total pendapatan rumah tangga -0, ,1361 Dummy pekj utama KK (1=pertanian) 0, ,0001 Pendidikan KK 0, ,0001 Jml anggota RT -0, ,0001 Umur KK -0, ,0001 Sumber: Data Susenas 1996 dan 2002, BPS (diolah). 93

14 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Secara umum pendapatan rumah tangga penduduk di Indonesia sudah berdiversifikasi. Derajat kepentingan berdiversifikasi cenderung lebih tinggi pada rumah tangga di wilayah desa, yang berpendapatan rendah, dan kepala keluarganya memiliki pekerjaan utama sebagai petani. Memperhatikan tingkat pendapatan pada kelompok rumah tangga tersebut yang rendah, motif diversifikasi diduga lebih terkait faktor ketidakberdayaan (kemiskinan). Disamping itu, dengan jumlah pendapatan yang mencapai kisaran 4-6 sumber, diversifikasi cenderung telah menjadi kebutuhan atau mungkin menjadi bagian dari strategi kehidupan (livelihood strategy) rumah tangga, khususnya mereka yang bekerja di sektor pertanian. Dinamika penguasaan sumber pendapatan menunjukkan akses terhadap alternatif sumber pendapatan pada kelompok rumah tangga di desa yang berpendapatan rendah dan bermata pencaharian utama bertani lebih terbatas dibandingkan kelompok rumah tangga lain. Dari sisi internal, hal itu terkait dengan penguasaan sumberdaya dalam rumah tangga yang juga terbatas. Terdapat indikasi rumah tangga pertanian yang berpendapatan rendah harus bekerja lebih variatif untuk memperoleh pendapatan yang layak karena indeks keragaman pendapatan semakin menurun dengan meningkatnya pendapatan. Secara agregat, struktur pendapatan rumah tangga didominasi peran pendapatan dari sumber gaji/upah. Peran sektor pertanian sebagai sumber pendapatan dominan hanya terdapat pada kelompok rumah tangga di pedesaan, yang berpendapatan rendah dan pekerjaan utama KK-nya sebagai petani. Peran sumber pendapatan dari upah/gaji dan penerimaan lain dalam struktur pendapatan rumah tangga semakin besar pada periode Untuk usaha nonpertanian, meskipun pangsanya cukup besar tetapi cenderung turun dalam periode yang sama. Preferensi pilihan pekerjaan mengindikasikan sumber pendapatan dari aset serta sumber penerimaan lain menjadi tujuan (arah) diversifikasi pendapatan rumah tangga. Hasil pengolahan fungsi Logistik menunjukkan, peluang diversifikasi pendapatan dipengaruhi oleh peubah status pekerjaan utama KK, tingkat pendidikan KK, umur KK dan jumlah anggota rumah tangga (ukuran rumah tangga). Secara statistik peubah pendapatan tidak berpengaruh nyata dalam model. Namun terdapat indikasi pengaruh peubah tersebut cenderung berbeda antara wilayah desa dengan kota. Dengan argumen bahwa diversifikasi pendapatan lebih didorong faktor ketidakberdayaan ekonomi (kemiskinan) maka implikasi kebijakan dari kajian ini adalah perlunya percepatan perluasan kesempatan kerja dan berusaha melalui pengembangan sektor nonpertanian, terutama di wilayah desa, untuk mendorong penyerapan tenaga kerja, membantu meredam penurunan produktivitas sektor pertanian yang lebih parah disamping peningkatan pendapatan rumah tangga. Hal itu perlu diiringi dengan 94

15 peningkatan kapasitas dan kualitas sumberdaya manusia untuk mendorong percepatan transfer pengetahuan dan ketrampilan sebagai bekal masuk pasar tenaga kerja. DAFTAR PUSTAKA Adnyana, M.O., Sumaryanto, M. Rachmat, R. Kustiari, SH. Susilowati, Soeprapto, Supriyati, E. Suryani Assesing the Rural Development Impact of the Crisis in Indonesia. Center for Agro-Socioeconomic Research In collaboration with the World Bank-ASEM. Bogor. Barret, C.B. dan T. Reardon Asset, Activity, and Income Diversification Among African Agriculturalist: Somer Practical Issues. Project report to USAID BASIS CRSP. 7 Maret Delgado, C.L. dan A. Siamwalla Rural Economy and Farm Income Diversification in Developing Countries. MSSD Discussion Paper No. 20. IFPRI. Washington. USA. Paper presented at Plenary Session of the XXIII International Conference of Agricultural Economist, Sacramento, CA, USA. August Deptan Kinerja Sektor Pertanian Departemen Pertanian. Jakarta. Dercon, Stefan Income Risk, Coping Strategies and Safety Nets. Discussion Paper No. 2002/22. World Institute for Development Economics Research (WIDER) United Nations University. Helsinki, Finlandia. Ersado, Lire Income Diversification in Zimbabwe: Welfare Implications From Urban and Rural Areas. FCND Discussion Paper No IFPRI. Washington. USA. Pakpahan, Agus Refleksi Diversifikasi dalam Teori Ekonomi dalam Achmad Suryana, Agus Pakpahan, Achmad Djauhari (Penyunting). Diversifikasi Pertanian dalam Proses Mempercepat Laju Pembangunan Nasional. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta Rusastra I.W. dan Suryadi, Ekonomi Tenaga Kerja dan Implikasinya dalam Peningkatan Produksi dan Kesejahteraan Buruh Tani. Jurnal Litbang Pertanian Vol 23 (3). Pusat Perpustakaan dan Informasi Pertanian. Bogor. Susilowati, S.H, Supadi dan C. Saleh, Diversifikasi Sumber Pendapatan Rumah tangga di Pedesaan Jawa Barat. JAE Vol. 20 (1). Mei Puslitbang Sosek Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Bogor. Susilowati, SH., C. Saleh, AK. Zakaria, S. Wahyuni, Supriyati, Supadi, Waluto, T. Nurasa Studi Dinamika Ekonomi Pedesaan (PATANAS). Usahatani, Ketenagakerjaan, Pendapatan dan Konsumsi. Laporan Penelitian. Puslitbang Sosek Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Bogor. 95

16 Tabel Lampiran 1. Partisipasi Rumah Tangga dalam Sumber Pendapatan Menurut Pekerjaan Utama KK, 1996 dan 2002 Pekerjaan Kota Desa Kota+Desa Utama KK Kelompok Sumber pendapatan Pertanian 1. Upah/gaji 52,2 56,9 37,2 37,1 38,5 39,6 2. Usaha pertanian 78,1 51,6 95,5 83,8 93,9 79,8 a. Tan pangan & nonpangan 60,1 41,6 90,9 78,1 88,1 73,5 b. Lain 42,7 19,9 59,2 34,8 57,7 33,0 3. Usaha nonpertanian 34,1 30,6 38,9 23,0 38,5 23,9 4. Pendapatan bukan upah/gaji 96,8 90,9 99,4 98,1 99,2 97,2 a. Pendapatan aset 95,4 87,5 99,2 96,9 98,8 95,7 b. Lainnya 34,2 38,9 40,7 54,7 40,1 52,7 5a. Transfer neto 42,0 74,4 44,6 67,4 44,4 68,3 5b. Penerimaan lain neto 33,6 58,0 30,0 49,5 30,4 50,5 Industri 1. Upah/gaji 83,6 66,3 64,9 45,6 74,8 58,8 2. Usaha pertanian 15,8 10,3 61,3 52,8 37,3 25,7 a. Tan pangan & nonpangan 12,0 8,3 53,7 47,8 31,7 22,6 b. Lain 7,3 3,4 33,1 19,9 19,5 9,4 3. Usaha nonpertanian 40,1 30,9 61,8 32,6 50,4 31,5 4. Pendapatan bukan upah/gaji 80,2 79,6 97,2 96,5 88,2 85,7 a. Pendapatan aset 78,4 76,6 96,2 95,5 86,8 83,5 b. Lainnya 15,6 22,0 39,3 50,2 26,8 32,2 5a. Transfer neto 39,7 77,9 50,8 74,2 45,0 76,6 5b. Penerimaan lain neto 43,3 62,0 39,5 49,5 41,5 57,5 Perdagangan 1. Upah/gaji 40,7 52,4 28,9 31,8 35,9 46,1 2. Usaha pertanian 15,8 9,4 64,0 54,3 35,2 23,2 a. Tan pangan & nonpangan 11,6 7,7 56,0 49,2 29,5 20,4 b. Lain 6,7 3,0 33,4 20,2 17,4 8,3 3. Usaha nonpertanian 78,0 64,3 89,5 68,0 82,6 65,4 4. Pendapatan bukan upah/gaji 81,8 78,9 97,8 97,4 88,2 84,5 a. Pendapatan aset 80,2 76,2 97,5 96,5 87,1 82,4 b. Lainnya 14,9 19,8 34,5 46,2 22,8 27,8 5a. Transfer neto 35,4 71,2 45,1 71,4 39,3 71,3 5b. Penerimaan lain neto 38,0 63,9 37,2 54,2 37,7 60,9 96

17 Tabel Lampiran 1. Lanjutan Pekerjaan Kota Desa Kota+Desa Utama KK Kelompok Sumber pendapatan Jasa 1. Upah/gaji 84,2 78,4 80,4 65,8 82,9 75,6 2. Usaha pertanian 17,5 8,5 56,9 54,8 31,0 18,8 a. Tan pangan & nonpangan 13,6 6,5 48,9 49,7 25,7 16,1 b. Lain 7,4 3,2 30,6 20,8 15,4 7,1 3. Usaha nonpertanian 42,1 36,0 50,6 34,7 45,0 35,7 4. Pendapatan bukan upah/gaji 83,7 79,5 95,3 95,9 87,7 83,1 a. Pendapatan aset 80,7 76,4 93,4 93,9 85,0 80,3 b. Lainnya 18,6 18,7 33,6 46,0 23,8 24,7 5a. Transfer neto 37,9 70,6 48,0 69,0 41,4 70,2 5b. Penerimaan lain neto 44,3 65,3 42,6 55,3 43,7 63,1 Lainnya 1. Upah/gaji 62,7 72,4 59,3 61,7 61,2 68,2 2. Usaha pertanian 20,0 11,2 62,8 54,2 39,2 27,9 a. Tan pangan & nonpangan 15,4 8,8 56,2 49,1 33,7 24,5 b. Lain 9,1 3,8 32,0 20,2 19,3 10,2 3. Usaha nonpertanian 34,6 43,2 40,2 38,1 37,1 41,2 4. Pendapatan bukan upah/gaji 87,5 80,9 97,8 95,5 92,1 86,6 a. Pendapatan aset 84,3 78,4 97,3 93,9 90,1 84,4 b. Lainnya 37,5 20,4 43,2 47,2 40,1 30,8 5a. Transfer neto 43,6 70,4 49,4 69,4 46,2 70,0 5b. Penerimaan lain neto 38,2 63,2 35,4 54,0 37,0 59,6 Sumber: Data Susenas 1996 dan 2002, BPS (diolah). 97

18 Tabel Lampiran 2. Partisipasi Rumah Tangga dalam Sumber Pendapatan Menurut Kelas Pendapatan, 1996 dan 2002 Kelas Kota Desa Kota+Desa Pendapatan Kelompok Sumber pendapatan Rendah 1. Upah/gaji 63,6 58,2 45,7 39,7 49,0 43,9 2. Usaha pertanian 30,7 20,2 86,6 73,5 75,6 61,3 a. Tan pangan & nonpangan 23,9 16,3 81,0 68,7 69,7 56,6 b. Lain 14,8 7,5 51,4 31,1 44,1 25,3 3. Usaha nonpertanian 51,4 40,9 44,5 27,5 46,6 30,5 4. Pendapatan bukan upah/gaji 87,1 79,7 99,2 98,0 97,1 93,8 a. Pendapatan aset 85,0 76,6 99,0 96,9 96,4 92,2 b. Lainnya 23,7 26,5 41,8 56,2 37,7 49,1 5a. Transfer neto 40,3 77,5 44,5 75,1 44,3 75,1 5b. Penerimaan lain neto 35,8 59,5 29,8 50,5 31,0 52,0 Sedang 1. Upah/gaji 68,2 67,6 44,7 42,4 54,0 53,3 2. Usaha pertanian 19,4 12,5 81,5 73,6 55,6 44,2 a. Tan pangan & nonpangan 14,7 10,0 75,9 68,1 49,8 39,5 b. Lain 8,8 4,3 48,3 29,5 31,7 17,1 3. Usaha nonpertanian 47,2 44,1 48,4 30,7 49,3 38,2 4. Pendapatan bukan upah/gaji 82,7 79,8 98,6 97,3 92,2 87,7 a. Pendapatan aset 80,1 77,1 98,2 95,9 90,7 85,6 b. Lainnya 21,7 18,8 38,2 50,2 31,5 34,2 5a. Transfer neto 38,2 69,7 46,6 66,4 43,4 67,6 5b. Penerimaan lain neto 42,1 62,6 33,8 49,6 37,3 55,8 Tinggi 1. Upah/gaji 71,1 74,2 48,7 43,1 65,3 66,3 2. Usaha pertanian 14,0 7,7 72,6 71,2 29,3 22,7 a. Tan pangan & nonpangan 10,3 6,0 66,0 64,2 24,6 19,7 b. Lain 6,4 2,6 42,6 26,6 15,5 8,2 3. Usaha nonpertanian 44,3 43,6 50,8 35,1 46,7 42,1 4. Pendapatan bukan upah/gaji 84,2 85,9 96,3 96,6 86,4 87,2 a. Pendapatan aset 81,3 83,2 95,1 95,5 84,1 84,8 b. Lainnya 20,7 21,5 36,3 48,1 24,1 27,3 5a. Transfer neto 37,6 70,7 47,6 61,0 40,6 68,0 5b. Penerimaan lain neto 47,4 70,0 40,6 53,1 45,3 65,0 Total 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber: Data Susenas 1996 dan 2002, BPS (diolah) 98

19 Tabel 5. Struktur Pendapatan Rumah Tangga Menurut Mata Pencaharian Utama KK di Indonesia, 1996 dan 2002 (%) Kelompok Sumber pendapatan Pertanian Industri Perdagangan Jasa Lainnya Upah/gaji 15,90 29,13 57,95 48,34 24,30 33,46 65,28 79,96 64,14 56,83 2. Usaha pertanian 61,45 41,36 5,39 6,24 6,38 4,79 3,98 1,88 5,45 6,34 a. Tanaman pangan & nonpangan 48,18 33,14 4,00 4,89 4,50 3,71 2,88 1,42 4,26 4,91 b. Lainnya (peternakan, dsb) 13,27 8,22 1,39 1,34 1,88 1,08 1,10 0,47 1,20 1,43 3. Usaha nonpertanian 8,43 14,11 24,44 20,04 62,99 51,77 19,90 11,85 21,69 28,12 4. Pendapatan bukan upah/gaji 10,67 8,72 12,19 11,18 13,55 10,14 13,51 5,98 11,87 8,19 a. Pendapatan aset 6,72 5,28 9,71 9,62 11,21 8,97 10,42 5,54 9,48 7,07 b. Lainnya 3,95 3,44 2,48 1,56 2,34 1,17 3,09 0,44 2,39 1,12 5. Penerimaan lain 3,44 6,69 0,61 14,20-5,85-0,16-2,87 0,33-2,73 0,51 Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: Data Susenas 1996 dan 2002, BPS (diolah)

I. PENDAHULUAN. membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut

I. PENDAHULUAN. membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut I. PENDAHULUAN 1.I. Latar Belakang Salah satu output yang diharapkan dalam pembangunan nasional adalah membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut Menteri Kesehatan (2000), SDM

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor pertanian sudah seharusnya mendapat prioritas dalam kebijaksanaan strategis pembangunan di Indonesia. Selama lebih dari 30 tahun terakhir, sektor pertanian di Indonesia,

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS)

LAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS) LAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS) Oleh: A. Rozany Nurmanaf Adimesra Djulin Herman Supriadi Sugiarto Supadi Nur Khoiriyah Agustin Julia Forcina Sinuraya Gelar Satya Budhi PUSAT PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN Adi Setiyanto PENDAHULUAN Tenaga kerja merupakan motor penggerak dalam pembangunan ekonomi. Tenaga kerja sebagai sumber daya

Lebih terperinci

DINAMIKA STRUKTUR PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERDESAAN DI DESA SAWAH BERBASIS PADI

DINAMIKA STRUKTUR PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERDESAAN DI DESA SAWAH BERBASIS PADI DINAMIKA STRUKTUR PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERDESAAN DI DESA SAWAH BERBASIS PADI Erma Suryani dan Supriyati PENDAHULUAN Menurut Badan Pusat Statistik (2014a), pendapatan rumah tangga adalah seluruh penghasilan

Lebih terperinci

ICASEPS WORKING PAPER No. 76

ICASEPS WORKING PAPER No. 76 ICASEPS WORKING PAPER No. 76 Telaah Aspek Produksi, Pendapatan dan Kecukupan Pangan Rumahtangga Pertanian Gatoet Sroe Hardono Maret 2005 Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (Indonesian

Lebih terperinci

PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENDAPATAN RUMAH TANGGA 1 ABSTRAK

PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENDAPATAN RUMAH TANGGA 1 ABSTRAK PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENDAPATAN RUMAH TANGGA 1 Erna M.Lokollo 2 dan Supena Friyatno 3 ABSTRAK Tujuan dari tulisan ini adalah untuk melihat struktur dan dinamika pendapatan rumah tangga pertanian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, sehingga sering disebut sebagai negara agraris yang memiliki potensi untuk mengembangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Gouws (2005) menyatakan perluasan

Lebih terperinci

LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT

LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT Oleh: Memed Gunawan dan Ikin Sadikin Abstrak Belakangan ini struktur perekonomian masyarakat pedesaan Jawa Barat telah

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM ARAH PERUBAHAN PENGUASAAN LAHAN DAN TENAGA KERJA PERTANIAN Oleh : Sri H. Susilowati

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat. SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas perekonomian di suatu wilayah akan menyebabkan semakin

Lebih terperinci

KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN *

KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN * KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN * Oleh: Kecuk Suhariyanto, Badan Pusat Statistik Email: kecuk@mailhost.bps.go.id 1. PENDAHULUAN Menjelang berakhirnya tahun 2007, 52

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

DINAMIKA INDIKATOR EKONOMI MAKRO SEKTOR PERTANIAN DAN KESEJAHTERAAN PETANI

DINAMIKA INDIKATOR EKONOMI MAKRO SEKTOR PERTANIAN DAN KESEJAHTERAAN PETANI DINAMIKA INDIKATOR EKONOMI MAKRO SEKTOR PERTANIAN DAN KESEJAHTERAAN PETANI Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian PENDAHULUAN Peran penting sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sebagai suatu proses berencana dari kondisi tertentu kepada kondisi yang lebih baik dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Pembangunan tersebut bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN BAB I 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sangat terkait erat dengan pembangunan sosial masyarakatnya. Pada awalnya pembangunan ekonomi lebih diprioritaskan pada pertumbuhannya saja, sedangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan

I. PENDAHULUAN. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Migrasi merupakan perpindahan orang dari daerah asal ke daerah tujuan. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan dengan kedua daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi

I. PENDAHULUAN. Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang cepat. Di banyak negara syarat utama bagi terciptanya penurunan kemiskinan

Lebih terperinci

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN 1994-2003 6.1. Hasil Validasi Kebijakan Hasil evaluasi masing-masing indikator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI TUKAR PETANI SEBAGAI INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI PADI DI KABUPATEN SRAGEN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI TUKAR PETANI SEBAGAI INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI PADI DI KABUPATEN SRAGEN 0 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI TUKAR PETANI SEBAGAI INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI PADI DI KABUPATEN SRAGEN Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Gelar Sarjana

Lebih terperinci

DINAMIKA PENYERAPAN TENAGA KERJA PERTANIAN

DINAMIKA PENYERAPAN TENAGA KERJA PERTANIAN DINAMIKA PENYERAPAN TENAGA KERJA PERTANIAN Tri Pranadji dan Gatoet Sroe Hardono PENDAHULUAN Dalam ekonomi tenaga kerja (labor economics) diasumsikan bahwa tenaga kerja mempunyai tujuan untuk memaksimumkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk melihat keberhasilan pembangunan suatu negara. Setiap negara akan

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk melihat keberhasilan pembangunan suatu negara. Setiap negara akan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan merupakan indikator penting untuk melihat keberhasilan pembangunan suatu negara. Setiap negara akan berusaha keras untuk

Lebih terperinci

KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG

KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG Aladin Nasution*) Abstrak Secara umum tingkat pendapatan dapat mempengaruhi pola konsumsi suatu rumah

Lebih terperinci

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA 4.1. Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia 4.1.1. Uang Primer dan Jumlah Uang Beredar Uang primer atau disebut juga high powered money menjadi sasaran

Lebih terperinci

PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN. Sri Hery Susilowati 1

PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN. Sri Hery Susilowati 1 PERAN SEKTOR AGROINDUSTRI DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL DAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERTANIAN Sri Hery Susilowati 1 ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk menganalisis peran sektor agroindustri dalam perekonomian

Lebih terperinci

Struktur Pendapatan Rumah Tangga Petani Padi Sawah Skala Kecil Di Kelurahan Binuang Kampung Dalam Kecamatan Pauh Kota Padang. B.

Struktur Pendapatan Rumah Tangga Petani Padi Sawah Skala Kecil Di Kelurahan Binuang Kampung Dalam Kecamatan Pauh Kota Padang. B. A. PENDAHULUAN Beberapa tahun belakangan ini Indonesia menghadapi masalah pangan yang serius. Kondisi ini diperkirakan masih akan kita hadapi beberapa tahun ke depan. Stok pangan masih terbatas dan sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau

I. PENDAHULUAN. (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu: (1) pertumbuhan, (2) penanggulangan kemiskinan, (3) perubahan atau transformasi ekonomi, dan (4)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak sekedar memenuhi kebutuhan hayati saja, namun juga menyangkut kebutuhan lainnya seperti

Lebih terperinci

alah satu dinamika pembangunan suatu wilayah diindikasikan dengan laju pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut. Oleh karena

alah satu dinamika pembangunan suatu wilayah diindikasikan dengan laju pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut. Oleh karena BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang S alah satu dinamika pembangunan suatu wilayah diindikasikan dengan laju pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut. Oleh karena itu semua wilayah mencanangkan laju pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka pangjang, dan pertumbuhan ekonomi merupakan fenomena penting yang dialami dunia belakangan

Lebih terperinci

DINAMIKA PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA PERDESAAN: KOMPARASI ANTARAGROEKOSISTEM

DINAMIKA PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA PERDESAAN: KOMPARASI ANTARAGROEKOSISTEM DINAMIKA PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA PERDESAAN: KOMPARASI ANTARAGROEKOSISTEM Tri Bastuti Purwantini dan Supriyati PENDAHULUAN Produktivitas merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai (keluaran) dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA 86 5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA Profil kinerja fiskal, perekonomian, dan kemiskinan sektoral daerah pada bagian ini dianalisis secara deskriptif berdasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia telah mencapai 240 juta jiwa (BPS, 2011). Hal ini merupakan sumber daya

I. PENDAHULUAN. Indonesia telah mencapai 240 juta jiwa (BPS, 2011). Hal ini merupakan sumber daya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki sumber kekayaan alam yang berlimpah dan memiliki jumlah penduduk nomor empat di dunia. Saat ini penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang khusus oleh pemerintah seperti halnya sektor industri dan jasa.

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang khusus oleh pemerintah seperti halnya sektor industri dan jasa. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia sektor pertanian mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan perekonomian. Banyaknya tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian

Lebih terperinci

ANALISIS WILAYAH RAWAN PANGAN DAN GIZI KRONIS SERTA ALTERNATIF PENANGGULANGANNYA 1)

ANALISIS WILAYAH RAWAN PANGAN DAN GIZI KRONIS SERTA ALTERNATIF PENANGGULANGANNYA 1) 66 Pengembangan Inovasi Pertanian 1(1), 2008: 66-73 Mewa Ariani et al. ANALISIS WILAYAH RAWAN PANGAN DAN GIZI KRONIS SERTA ALTERNATIF PENANGGULANGANNYA 1) Mewa Ariani, H.P.S. Rachman, G.S. Hardono, dan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2010 INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI DAN USAHATANI PADI

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2010 INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI DAN USAHATANI PADI LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2010 INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI DAN USAHATANI PADI Oleh : Sri Hery Susilowati Budiman Hutabarat Muchjidin Rachmat Adreng

Lebih terperinci

KONTRIBUSI SEKTOR PERTANIAN DALAM PENCAPAIAN TARGET MDG S DAN IMPLIKASINYA PADA SDGs

KONTRIBUSI SEKTOR PERTANIAN DALAM PENCAPAIAN TARGET MDG S DAN IMPLIKASINYA PADA SDGs LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2014 KONTRIBUSI SEKTOR PERTANIAN DALAM PENCAPAIAN TARGET MDG S DAN IMPLIKASINYA PADA SDGs Oleh : Sumaryanto Edi Basuno Sri Hastuti Suhartini Rangga Ditya Yofa Cut Rabiatul Adawiyah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL PENELITIAN

ANALISIS HASIL PENELITIAN 69 VI. ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini membahas hubungan antara realisasi target pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pemerintah terhadap ketimpangan gender di pasar tenaga kerja Indonesia. Pertama, dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi

BAB I PENDAHULUAN. yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi ekonomi dan keberlanjutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang perlu dipenuhi dalam mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan menyebutkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi masayarakat industri.

I. PENDAHULUAN. keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi masayarakat industri. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan ekonomi mempunyai empat dimensi pokok yaitu pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan, perubahan atau transformasi ekonomi dan keberlanjutan pembangunan

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI A. Hasil Penelitian Terdahulu

II. LANDASAN TEORI A. Hasil Penelitian Terdahulu digilib.uns.ac.id 11 II. LANDASAN TEORI A. Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian penelitian sebelumnya telah mengkaji masalah tentang pendapatan dan perpindahan angkatan kerja pedesaan bekerja di sektor

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menganggap pengangguran bukan masalah ketenagakerjaan yang serius

I. PENDAHULUAN. menganggap pengangguran bukan masalah ketenagakerjaan yang serius I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sampai era tahun 1980-an, para analis ketenagakerjaan pada umumnya menganggap pengangguran bukan masalah ketenagakerjaan yang serius (Depnakertrans, 2004a).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Berdasarkan sisi perekonomian secara makro, Jawa Barat memiliki

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM KARAKTERISTIK DAN ARAH PERUBAHAN KONSUMSI DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA Oleh : Harianto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sawah memiliki arti penting, yakni sebagai media aktivitas bercocok tanam guna menghasilkan bahan pangan pokok (khususnya padi) bagi kebutuhan umat manusia.

Lebih terperinci

PERANAN AGROINDUSTRI PERDESAAN DALAM PEREKONOMIAN DAN PERSPEKTIF PENGEMBANGANNYA

PERANAN AGROINDUSTRI PERDESAAN DALAM PEREKONOMIAN DAN PERSPEKTIF PENGEMBANGANNYA PERANAN AGROINDUSTRI PERDESAAN DALAM PEREKONOMIAN DAN PERSPEKTIF PENGEMBANGANNYA Supriyati Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl A. Yani No. 70 Bogor 16161 Abstract The objectives of

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor Pertanian memegang peran stretegis dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor Pertanian memegang peran stretegis dalam pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Pertanian memegang peran stretegis dalam pembangunan perekonomian nasional dan patut menjadi sektor andalan dan mesin penggerak pertumbuhan ekonomi karena sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir seluruh Negara di dunia, terbukti PBB telah menetapkan Millenium Development Goals (MDGs).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor utama ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor utama ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang, mengikuti pertumbuhan pendapatan nasional, akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang maupun negara maju, meskipun telah terjadi perbaikan-perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang maupun negara maju, meskipun telah terjadi perbaikan-perbaikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan yang mencolok masih banyak ditemukan di negara-negara berkembang maupun negara maju, meskipun telah terjadi perbaikan-perbaikan yang siginifikan selama lebih

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013

DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013 DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013 DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013 KATA PENGANTAR Buku Distribusi Pendapatan Penduduk Kota Palangka Raya Tahun 2013

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya yang sudah direncanakan dalam melakukan suatu perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup masyarakat, meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan serangkaian usaha dalam suatu perekonomian untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak tersedia, perusahaan

Lebih terperinci

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA Abstrak yang berkualitas adalah pertumbuhan yang menciptakan pemerataan pendapatan,pengentasan kemiskinan dan membuka kesempatan kerja yang luas. Di

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi. Pembangunan di bidang ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi.

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. Lahan berfungsi sebagai tempat manusia beraktivitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program Raskin merupakan penyempurnaan dari Instrumen Operasi Pasar Murni (OPM) dan Operasi Pasar Khusus (OPK) karena penurunan daya beli sejak krisis ekonomi tahun 1997.

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kesimpulan Dari uraian dan berbagai temuan serta hasil pengkajian dari temuan lapang di Indramayu dan Pontianak tersebut, secara sederhana dapat disajikan beberapa simpulan

Lebih terperinci

PERSIAPAN RPJMN TERKAIT PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENINGKATAN PEMERATAAN

PERSIAPAN RPJMN TERKAIT PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENINGKATAN PEMERATAAN PERSIAPAN RPJMN 2015-2019 TERKAIT PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAN PENINGKATAN PEMERATAAN Direktorat Penanggulangan Kemiskinan 29 Januari 2014 TINGKAT KEMISKINAN 2004-2014 45 40 35 30 36.15 35.10 39.30 37.17

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan ekonomi, industrialisasi merupakan salah satu tahap perkembangan yang dianggap penting untuk dapat mempercepat kemajuan ekonomi suatu bangsa.

Lebih terperinci

VII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PERTANIAN

VII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PERTANIAN VII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PERTANIAN 7.1. Hasil Validasi Model Simulasi model dilakukan untuk menganalisis dampak perubahan berbagai faktor ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan masyarakat meningkat dalam periode

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PROVINSI DI INDONESIA MENURUT DERAJAT KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA

DISTRIBUSI PROVINSI DI INDONESIA MENURUT DERAJAT KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA DISTRIBUSI PROVINSI DI INDONESIA MENURUT DERAJAT KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA Handewi P.S. Rachman, Mewa Ariani, dan T.B. Purwantini Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Ketimpangan Ekonomi Antar Wilayah Ketimpangan ekonomi antar wilayah merupaka ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan politik pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM Oleh : Sumaryanto PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perekonomian negara-negara di dunia saat ini terkait satu sama lain melalui perdagangan barang dan jasa, transfer keuangan dan investasi antar negara (Krugman dan Obstfeld,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mendorong dan meningkatkan stabilitas, pemerataan, pertumbuhan dan

I. PENDAHULUAN. mendorong dan meningkatkan stabilitas, pemerataan, pertumbuhan dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa diberlakukannya Otonomi Daerah, untuk pelaksanaannya siap atau tidak siap setiap pemerintah di daerah Kabupaten/Kota harus melaksanakannya, sehingga konsep

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah suatu negara yang mempunyai latar belakang perbedaan antar

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah suatu negara yang mempunyai latar belakang perbedaan antar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah suatu negara yang mempunyai latar belakang perbedaan antar daerah, dimana perbedaan antar daerah merupakan konsekuensi logis dari perbedaan karakteristik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan primer manusia. Sebelum seseorang memenuhi kebutuhan yang lain, pangan menjadi kebutuhan mendasar yang tidak bisa ditunda. Pangan pun menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

Melebihi Batas Pertanian

Melebihi Batas Pertanian Presentasi Ekonomika Pertanian dan Perdesaan Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM Yogyakarta, 14 Mei 2013 Melebihi Batas Pertanian Oleh: Ulfa Maulidya Adrian Nalendra Perwira Ade bayu Erlangga Vincentia Anggita

Lebih terperinci

PERANAN AGROINDUSTRI PEDESAAN DALAM PEREKONOMIAN DAN PERSPEKTIF PENGEMBANGANNYA. Supriyati. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

PERANAN AGROINDUSTRI PEDESAAN DALAM PEREKONOMIAN DAN PERSPEKTIF PENGEMBANGANNYA. Supriyati. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian PERANAN AGROINDUSTRI PEDESAAN DALAM PEREKONOMIAN DAN PERSPEKTIF PENGEMBANGANNYA Supriyati Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl A. Yani 70 Bogor ABSTRAK Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji:

Lebih terperinci

Mien Askinatin Pusat Pengkajian Kebijakan Peningkatan Daya Saing, BPPT JL. MH Thamrin No. 8, Jakarta

Mien Askinatin Pusat Pengkajian Kebijakan Peningkatan Daya Saing, BPPT JL. MH Thamrin No. 8, Jakarta PERANAN KEMAJUAN TEKNOLOGI TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI PROVINSI DKI JAKARTA DAN IMPLIKASI KEBIJAKANNYA Analisis Total Factor Productivity : Metode Growth Accounting Mien Askinatin Pusat Pengkajian

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH DI JAWA DAN LUAR JAWA

STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH DI JAWA DAN LUAR JAWA STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH DI JAWA DAN LUAR JAWA HANDEWI P.S. RACHMAN DAN SUPRIYATI Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor ABSTRACTS This article following aim

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kesenjangan Ekonomi Antar Wilayah Sjafrizal (2008) menyatakan kesenjangan ekonomi antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. (PDRB) di Kota Salatiga tahun Adapun teori-teori yang ditulis

BAB II LANDASAN TEORI. (PDRB) di Kota Salatiga tahun Adapun teori-teori yang ditulis BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka terdiri atas teori - teori yang menyangkut penelitian mengenai Pengaruh kesempatan kerja terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Kota

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PEDESAAN SUMATERA BARAT

STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PEDESAAN SUMATERA BARAT STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PEDESAAN SUMATERA BARAT Oleh: Mewa Arifin dan Yuni Marisa') Abstrak Membicarakan masalah kemiskinan, baik langsung maupun tidak langsung, berarti membicarakan distribusi

Lebih terperinci

X. ANALISA FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUSAHAAN LAHAN SAWAH

X. ANALISA FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUSAHAAN LAHAN SAWAH X. ANALISA FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUSAHAAN LAHAN SAWAH Pada uraian sebelumnya telah dibahas tentang hubungan antara pengusahaan lahan sawah dengan pendapatan usahatani padi. Dalam kenyataannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tani, juga merupakan salah satu faktor penting yang mengkondisikan. oleh pendapatan rumah tangga yang dimiliki, terutama bagi yang

I. PENDAHULUAN. tani, juga merupakan salah satu faktor penting yang mengkondisikan. oleh pendapatan rumah tangga yang dimiliki, terutama bagi yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian sebagai sektor primer memiliki kewajiban untuk memberikan kontribusi secara langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rumah tangga tani.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia dihadapkan pada berbagai. dari tahun ke tahun, hal tersebut menimbulkan berbagai masalah bagi

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia dihadapkan pada berbagai. dari tahun ke tahun, hal tersebut menimbulkan berbagai masalah bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara berkembang, Indonesia dihadapkan pada berbagai masalah, seperti pengangguran, kemiskinan, tingkat pendapatan yang rendah dan lain sebagainya. Dimana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014

DISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014 DISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014 ISSN : No. Publikasi : Katalog BPS : Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : iii + 20 halaman Naskah: Penanggung Jawab Umum : Sindai M.O Sea, SE Penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Stabilisasi dan liberalisasi ekonomi pada akhir dekade 1960-an terbukti merupakan titik awal bagi pembangunan ekonomi dan industri. Pergeseran kepemimpinan nasional dari

Lebih terperinci