PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN"

Transkripsi

1 PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN TAHUN 2013 LAPORAN STUDI EHRA (ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT) Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat DISIAPKAN OLEH : POKJA SANITASI KABUPATEN BANDUNG BARAT

2 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan petunjuk atas Rahmat dan Hidayah Nya, shalawat serta salam juga semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga laporan EHRA (Environmental Health Risk Assessment) / Penilaian Resiko Kesehatan Lingkungan dapat dislesaikan. Laporan EHRA sebagai salah satu pertanggungjawaban pelaksanaan Studi EHRA yang telah dilaksanakan di Kabupaten Bandung Barat pada tahun Studi EHRA bertujuan dapat memberikan gambaran serta pemahaman mengenai kondisi faktual fasilitas sanitasi serta perilaku yang memiliki resiko terhadap derajat kesehatan. Adapun variabel yang diteliti mencakup: pengelolaan sampah rumah tangga, pembuangan air kotor/limbah tinja manusia dan lumpur tinja, drainase lingkungan/selokan sekitar rumah dan banjir, pengelolaan air minum/masak/mencuci dan gosok gigi yang aman dan higiene, perilaku higiene dan sanitasi, kejadian penyakit diare, serta pengamatan sekitar rumah yang mencakup : dapur dan sekelilingnya, kamar mandi, WC /jamban, tempat mencuci pakaian, halaman / pekarangan / kebun. Laporan EHRA diharapkan menjadi bahan pertimbangan untuk mengembangkan Buku Putih Sanitasi Kabupaten Bandung Barat dan juga menjadi dasar masukan untuk mengembangkan Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) dan program-program sanitasi Kabupaten selanjutnya. Dalam penyusunan EHRA Kabupaten Bandung Barat ini segala upaya telah dilakukan secara maksimal walaupun masih dirasakan terdapat kekurangan dan kesalahan. Kami sangat mengharapkan saran dan masukan dari berbagai pihak untuk dapat menyempurnakan laporan ini. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada pemerintah Kabupaten Bandung Barat, Tim Pelaksana Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Bandung Barat, City Fasilitator Kabupaten Bandung Barat dan Prosda (provincial sanitation advisor) Jawa Barat, PIU-Teknis Pusat dan wilayah, tim USDP yang telah memfasilitasi hingga tersusunnya laporan ini. Semoga laporan dapat memberikan manfaat. Ketua Pokja Sanitasi Kabupaten Bandung Barat Sekretaris Daerah Kabupaten Bandung Barat Drs. Maman Sunjaya M.Si Juli, 2013

3 RINGKASAN EKSEKUTIF Studi Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan (Environmental Health Risk Assessment = EHRA) merupakan sebuah survey partisipatif yang dilakukan di kabupaten Bandung Barat untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas serta perilaku-perilaku masyarakat yang terkait dengan sanitasi. Tujuan dan manfaat dari studi EHRA antara lain : mendapatkan gambaran kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku yang berisiko terhadap kesehatan lingkungan, memberikan advokasi kepada masyarakat akan pentingnya layanan sanitasi, menyediakan salah satu bahan utama penyusunan Buku Putih Sanitasi dan Strategi Sanitasi Kabupaten Bandung Barat. Indikator yang digunakan dalam studi EHRA ini adalah Pengelolaan Sampah Rumah Tangga, Pembuangan Air Limbah Domestik, Drainase Lingkungan Sekitar Rumah dan Banjir, Pengelolaan Air Bersih Rumah Tangga, Perilaku Higiene, dan Kejadian Penyakit Diare Metoda penentuan target area survey dilakukan secara geografi dan demografi dengan proses Klastering yang sekaligus bisa digunakan sebagai indikasi awal lingkungan berisiko. Unit sampling utama (Primary Sampling) adalah RT (Rukun Tetangga) yang dipilih secara proporsional dan random sistematis berdasarkan total RT per desa dengan jumlah sampel 100 Desa di Kabupaten Bandung Barat. Adapun jumlah sampel per RT sebanyak 5 responden, dan jumlah sampel per desa 40 Responden dengan jumlah sampel keseluruhan sebanyak 4000 responden. Yang menjadi responden adalah Ibu atau Anak perempuan yang sudah menikah, dan berumur 18 s/d 60 tahun. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner dengan melibatkan kader sebagai enumerator, 31 (tiga puluh satu) Sanitarian serta 31 (tiga puluh satu) Tenaga Promles Puskesmas sebagai Supervisor dan 8 (delapan) UPTD Kesehatan sebagai Koordinator wilayah. Pengolahan data menggunakan analisis deskriptif, uji chi square dan system scoring untuk penetapan area berisiko. Hasil analisis deskriptif diketahui, hampir sebagian besar desa Kabupaten Bandung Barat mempunyai permasalahan pada indikator persampahan, dan air limbah domestik serta PHBS sementara untuk indikator sumber air dan genangan relatif kecil di seluruh desa. Proporsi kejadian diare diketahui sebesar 21% (dengan proporsi terbanyak kejadian diare pada waktu terlama menderita diare 6 bulan yang lalu). Hasil uji chi square diketahui terdapat hubungan antara pengelolaan sampah, frekuensi pengangkutan sampah,ketepatan waktu pengangkutan sampah,adanya genangan air, lantai dan dinding bebas dari tinja,jamban bebas dari kecoa dan lalat, keberfungsian penggelontor dengan kejadian penyakit diare (p<0.05).

4 Hasil kajian area berisiko didapatkan bahwa terdapat empat puluh sembilan (49) desa yang mempunyai risiko sangat tinggi (berwarna merah). satu (1) desa beresiko tinggi (warna kuning) yaitu desa cimareme kecamatan ngamprah. Seratus enam (106) desa beresiko sedang (warna biru) Serta sembilan (9) desa kurang beresiko (warna hijau).

5 DAFTAR ISI Halaman KATAPENGANTAR... i RINGKASAN EKSEKUTIF... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GRAFIK... vii DAFTAR DIAGRAM... ix I. PENDAHULUAN... 1 II. METODOLOGI DAN LANGKAH STUDI EHRA Penentuan Target Area Survey Penentuan Jumlah Responden Penentuan RW/RT Dan Responden Di Area Survei III. HASIL STUDI EHRA Identitas Responden Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Pembuangan Air Limbah Domestik Drainase Lingkungan/Selokan Sekitar Rumah dan Banjir Pengelolaan Minum,masak,mencuci dan gosok gigi yang aman dan higiene Perilaku Higiene dan Sanitasi Kejadian Penyakit Diare Pengamatan Sekeliling Rumah Pengamatan Dapur dan Sekelilingnya a Pengamatan sumber air untuk minum,masak,mencuci alat minum, makan dan masak b Penyimpanan dan penanganan air minum,masak,yang baik dan aman c Perilaku higiene dan sanitasi d Penanganan sampah rumah tangga di dapur e Saluran pembuangan air limbah rumah tangga (SPAL) non tinja Pengamatan Kamar Mandi Pengamatan WC/Jamban a Cuci Tangan dengan Air dan Sabun b Pembuangan air kotor/limbah tinja dan lumpur tinja c Higiene di Jamban Pengamatan Tempat Cuci Pakaian Pengamatan halaman/pekarangan/kebun a Jarak dari tangki septik ke sumber air minimal 10 meter b Pengelolaan sampah: daur ulang dan penggunaan kembali c SPAL/drainase lingkungan,selokan/banjir Area Beresiko Sumber air Air Limbah Domestik Persampahan Genangan Air Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS) Penetapan Area Berisiko... 84

6 Halaman IV. PENUTUP DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

7 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1. Katagori Klaster berdasarkan kriteria indikasi lingkungan berisiko...4 Tabel 2.2. Hasil Klastering total 165 desa di Kabupaten Bandung Barat...4 Tabel 2.3. Hasil Klastering yang menjadi sampel studi EHRA...9 Tabel 3.1. Prosentase jumlah anak laki-laki dan perempuan yang tinggal di rumah berdasarkan kelompok umur per Klaster...19 Tabel 3.2. Prosentase waktu pembuatan dan pengosongan tangki septic...29 Tabel 3.3. Penyimpanan makanan Per klaster...57 Tabel 3.4. Hubungan antara kriteria sumber air dengan kejadian diare...75 Tabel 3.5. Hubungan antara air limbah domestik dengan kejadian diare...77 Tabel 3.6. Hubungan persampahan dengan kejadian penyakit diare...79 Tabel 3.7. Hubungan genangan air dengan kejadian penyakit diare...80 Tabel 3.8 Hubungan PHBS dengan kejadian diare...82 Tabel 3.9 Skor EHRA dan kategori risiko tiap desa...85

8 DAFTAR GRAFIK Halaman Grafik 2.1. Distribusi total desa per klaster...8 Grafik 2.2 Distribusi desa yang menjadi sampel...11 Grafik 3.1 Hubungan responden dengan kepala keluarga...15 Grafik 3.2 Kelompok umur responden...15 Grafik 3.3 Kepemilikan rumah...16 Grafik 3.4 Pendidikan responden...17 Grafik 3.5 Kepemilikan surat keterangan tidak mampu (SKTM) atau sejenisnya...17 Grafik 3.6 Kepemilikan Kartu Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda)...18 Grafik 3.7 Keberadaan anak responden...18 Grafik 3.8 Kondisi sampah di lingkungan rumah...20 Grafik 3.9 Cara pengelolaan sampah rumah tangga...21 Grafik 3.10 Melakukan pemilahan sampah sebelum dibuang...22 Grafik 3.11 Jenis sampah yang dipisahkan atau dipilah sebelum dibuang...23 Grafik 3.12 Frekuensi petugas mengangkut sampah dari rumah responden...24 Grafik 3.13 Layanan pengangkutan sampah...25 Grafik 3.14 Biaya yang dikeluarkan dalam sebulan untuk membayar layanan sampah...25 Grafik 3.15 Tempat anggota keluarga yang sudah dewasa bila ingin BAB...26 Grafik 3.16 Perilaku orang lain (diluar anggota keluarga) yang masih sering BAB di tempat Terbuka...27 Grafik 3.17 Kepemilikan Jamban Pribadi...28 Grafik 3.18 Jenis kloset yang dipakai di rumah...28 Grafik 3.19 Tempat penyaluran akhir tinja...29 Grafik 3.20 Tangki septik suspect aman...31 Grafik 3.21 Siapa yang mengosongkan tangki septik...31 Grafik 3.22 Grafik 3.23 Tempat pembuangan lumpur tinja...32 Anak umur 0-5 Tahun di rumah masih terbiasa BAB di lantai,kebun,jalan,selokan Atau got...33 Grafik 3.24 Kepemilikan sarana pembuangan air limbah selain tinja...34 Grafik 3.25 Pembuangan air limbah dari dapur...35 Grafik 3.26 Pembuangan air limbah dari kamar mandi...35 Grafik 3.27 Pembuangan air limbah dari tempat cuci pakaian...36 Grafik 3.28 Pembuangan air limbah dari wastafel...36 Grafik 3.29 Kepernahan banjir di rumah atau dilingkungan sekitar rumah...37 Grafik 3.30 Rutinitas dan kondisi ketika banjir...38 Grafik 3.31 Tinggi air yang memasuki rumah...38 Grafik 3.32 Kepernahan WC terendam banjir...39 Grafik 3.33 Lama banjir mengering...39 Grafik 3.34 Kepernahan dalam kesulitan mendapatkan air untuk kehidupan sehari-hari...43 Grafik 3.35 Kepuasan responden terhadap kualitas air yang digunkan...44 Grafik 3.36 Jarak sumber air ke tempat pembuangan tinja...45 Grafik 3.37 Pengolahan/Penanganan air sebelum digunakan untuk minum dan masal...45 Grafik 3.38 Penyimpanan air yang telah diolah di tempat yang aman...46 Grafik 3.39 Cara pengambilan air untuk minum,masak,cuci piring gelas dan gosok gigi dari tempat penyimpanan...47 Grafik 3.40 memakai sabun pada hari ini atau kemarin...48

9 Grafik 3.41 Penggunaan sabun oleh anggota keluarga...48 Grafik 3.42 Tempat anggota keluarga biasa mencuci tangan...49 Grafik 3.43 Waktu anggota keluarga biasa mencuci tangan...49 Grafik 3.44 Waktu terdekat anggota keluarga terkena penyakit diare...50 Grafik 3.45 Anggota keluarga yang terakhir menderita diare...51 Grafik 3.46 Pengamatan sumber air untuk minum,masak dan mencuci alat minum,makan Dan masak...53 Grafik 3.47 Penyimpanan air minum masak yang baik dan aman...53 Grafik 3.48 Penanganan air minum&masak yang baik dan aman...55 Grafik 3.49 Ketersediaan air untuk mencuci tangan di dapur (pengamatan)...56 Grafik 3.50 Ketersediaan sabun untuk mencuci tangan dan mencuci peralatan di dapur...56 Grafik 3.51 Wadah tempat pengumpul sampah di dapur...58 Grafik 3.52 Saluran pembuangan air limbah rumah tangga non tinja...59 Grafik 3.53 Ketersediaan sabun dan shampoo di kamar mandi...60 Grafik 3.54 SPAL air bekas mandi,cuci tangan dan wastafel...60 Grafik 3.55 Keberadaan jentik nyamuk dalam tempat penampungan air...61 Grafik 3.56 Ketersediaan air dan sabun untuk fasilitas cuci tangan di WC...61 Grafik 3.57 Tipe WC/Jamban yang digunakan...62 Grafik 3.58 Saluran WC/jamban terhubungkan...62 Grafik 3.59 Higiene di Jamban...63 Grafik 3.60 Ketersediaan sabun cuci/shampoo, sabun cuci tangan du tempat cuci pakaian...64 Grafik 3.61 Sumber air yang digunakan untuk mencuci tangan...64 Grafik 3.62 Pembuangan air limbah bekas cucian...65 Grafik 3.63 Jarak tangki septik ke sumber air bersih minimal 10 meter...66 Grafik 3.64 Cara mengelola sampah...66 Grafik 3.65 Sekeliling rumah bersih dari sampah...67 Grafik 3.66 sampah terlihat dipilah/dipisahkan...68 Grafik 3.67 Jenis sampah yang dipilah pada responden yang memilah sampah...68 Grafik 3.68 Keberadaan tempat pembuatan kompos...69 Grafik 3.69 Kompos yang dibuat dapat dipergunakan...70 Grafik 3.70 Genangan air...70 Grafik 3.71 Tempat adanya genangan air...71 Grafik 3.72 Asal air yang tergenang...71 Grafik 3.73 Halaman bersih dari benda yang menyebabkan air tergenang...72 Grafik 3.74 Saluran air hujan dekat rumah...72 Grafik 3.75 Air di saluran dapat mengalir...73 Grafik 3.76 Saluran air bersih dari sampah...73 Grafik 3.77 Area beresiko menurut sumber air...75 Grafik 3.78 Resiko air limbah domestik per klaster...76 Grafik 3.79 Resiko masalah persampahan...78 Grafik 3.80 Resiko genangan air...80 Grafik 3.81 Resiko PHBS...82

10 DAFTAR DIAGRAM Halaman Diagram 3.1. Kategori Pelayanan Sampah...22 Diagram 3.2. Pemilahan sampah di rumah sebelum dibuang...11 Diagram 3.3 Sumber air untuk minum...40 Diagram 3.4 Sumber air untuk masak...41 Diagram 3.5 Sumber air untuk mencuci piring dan gelas...41 Diagram 3.6 Sumber air untuk mencuci pakaian...42 Diagram 3.7 Sumber air untuk gosok gigi...42 Diagram 3.8 Sumber air untuk minum, masak&mencuci alat minum,makan,dan memasak...52 Diagram 3.9 Penyimpanan air minum&masak yang baik dan aman...54 Diagram 3.10 Penanganan air minum masak yang baik dan aman...55 Diagram 3.11 Penyimpanan makanan...56 Diagram 3.12 Hasil pengamatan sampah dipilah di Tingkat rumah tangga...67 Diagram 3.13 Jenis sampah yang yang dipilah/dipisahkan...68 Diagram 3.14 Area beresiko sumber air...69 Diagram 3.15 Area beresiko air limbah dometik...76 Diagram 3.16 Area beresiko persampahan...78 Diagram 3.17 Area beresiko PHBS...81

11 BAB 1 PENDAHULUAN Sudi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) atau Studi Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan adalah sebuah survey partisipatif di tingkat kota yang bertujuan untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas serta perilaku-perilaku masyarakat pada skala rumah tangga. Data yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program sanitasi termasuk advokasi di tingkat kabupaten/kota sampai ke kelurahan. Data yang dikumpulkan dari studi EHRA akan digunakan Pokja Kabupaten/Kota sebagai salah satu bahan untuk menyusun Buku Putih, penetapan area beresiko dan Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota (SSK). Studi EHRA dipandang perlu dilakukan oleh kabupaten/kota karena: 1. Pembangunan sanitasi membutuhkan pemahaman kondisi wilayah yang akurat. 2. Data terkait dengan sanitasi terbatas di mana data umumnya tidak bisa dipecah sampai tingkat kelurahan/desa dan data tidak terpusat melainkan berada di berbagai kantor yang berbeda. 3. Isu sanitasi dan higiene masih dipandang kurang penting sebagaimana terlihat dalam prioritas usulan melalui Musrenbang. 4. Terbatasnya kesempatan untuk dialog antara masyarakat dan pihak pengambil keputusan. 5. EHRA secara tidak langsung memberi amunisi bagi stakeholders dan warga di tingkat kelurahan/desa untuk melakukan kegiatan advokasi ke tingkat yang lebih tinggi maupun advokasi secara horizontal ke sesama warga atau stakeholders kelurahan/desa. 6. EHRA adalah studi yang menghasilkan data yang representatif di kabupaten/kota dan kecamatan dan dapat dijadikan panduan dasar di tingkat kelurahan/desa. Studi EHRA berfokus pada fasilitas sanitasi dan perilaku masyarakat, seperti : A. Fasilitas sanitasi yang diteliti mencakup : 1. Sumber air minum. 2. Layanan pembuangan sampah. 3. Jamban. 4. Saluran pembuangan air limbah. B. Perilaku yang dipelajari adalah yang terkait dengan higienitas dan sanitasi dengan mengacu kepada STBM:

12 1. Buang Air Besar. 2. Cuci Tangan Pakai Sabun. 3. Pengelolaan air minum rumah tangga. 4. Pengelolaan sampah dengan 3R 5. Pengelolaan air limbah rumah tangga (drainase lingkungan) Adapun tujuan dan manfaat dari studi EHRA adalah: 1. Untuk mendapatkan gambaran kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku yang beresiko terhadap kesehatan lingkungan. 2. Memberikan advokasi kepada masyarakat akan pentingnya layanan sanitasi. 3. Memberikan informasi dasar yang valid dalam penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan. Unit sampling utama (Primary Sampling) adalah RT (Rukun Tetangga). Unit sampling ini dipilih secara proporsional dan random berdasarkan total RT di semua RW dan di seluruh Kelurahan yang telah ditentukan menjadi area survey. Jumlah minimal 8 RT dalam satu desa, dan jumlah responden per per RT minimal 5 Responden. Dengan demikian jumlah sampel per desa minimal 40 responden. Responden dalam studi EHRA ini adalah ibu atau anak perempuan yang sudah menikah dan berumur antara 18 s/d 60 tahun.

13 BAB 2 METODOLOGI DAN LANGKAH STUDI EHRA 2.1. Penentuan Target Area Survey Metoda penentuan target area survey dilakukan secara geografi dan demografi melalui proses yang dinamakan Klastering. Hasil klastering ini juga sekaligus bisa digunakan sebagai indikasi awal lingkungan berisiko. Proses pengambilan sampel dilakukan secara random sehingga memenuhi kaidah Probability Sampling dimana semua anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk menjadi sampel. Sementara metoda sampling yang digunakan adalah Cluster Random Sampling. Teknik ini sangat cocok digunakan di Kabupaten Bandung Barat yang mempunyai area yang sangat luas. Di Kabupaten Bandung Barat pengambilan sampel dilakukan pada 100 Desa dari Total Desa 165 yang ada di Kabupaten Bandung Barat. Penetapan klaster dilakukan berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Program PPSP sebagai berikut: 1. Kepadatan penduduk yaitu jumlah penduduk per luas wilayah. Pada umumnya tiap kabupaten/ kota telah mempunyai data kepadatan penduduk sampai dengan tingkat kecamatan dan kelurahan/ desa. 2. Angka kemiskinan dengan indikator yang datanya mudah diperoleh tapi cukup representatif menunjukkan kondisi sosial ekonomi setiap kecamatan dan/atau kelurahan/ desa. Sebagai contoh ukuran angka kemiskinan bisa dihitung berdasarkan proporsi jumlah Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera 1 dengan formula sebagai berikut: ( Pra-KS + KS-1) Angka kemiskinan = X 100% KK 3. Daerah/wilayah yang dialiri sungai/kali/saluran drainase/saluran irigasi dengan potensi digunakan sebagai MCK dan pembuangan sampah oleh masyarakat setempat 4. Daerah terkena banjir/genangan dan dinilai mengangggu ketentraman masyarakat dengan parameter ketinggian air, luas daerah banjir/genangan, lamanya surut. Berdasarkan kriteria di atas, klastering wilayah Kabupaten Bandung Barat menghasilkan katagori klaster sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 2.1. Wilayah desa yang terdapat pada klaster tertentu

14 dianggap memiliki karakteristik yang identik/homogen dalam hal tingkat risiko kesehatannya. Dengan demikian, kelurahan yang menjadi area survey pada suatu klaster akan mewakili desa lainnya yang bukan merupakan area survey pada klaster yang sama. Berdasarkan asumsi ini maka hasil studi EHRA ini bisa memberikan peta area berisiko. Tabel 2.1. Katagori Klaster berdasarkan kriteria indikasi lingkungan berisiko Katagori Klaster Klaster 0 Klaster 1 Klaster 2 Klaster 3 Klaster 4 Kriteria Wilayah desa/kelurahan yang tidak memenuhi sama sekali kriteria indikasi lingkungan berisiko. Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 1 kriteria indikasi lingkungan berisiko Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 2 kriteria indikasi lingkungan berisiko Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 3 kriteria indikasi lingkungan berisiko Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 4 kriteria indikasi lingkungan berisiko Klastering wilayah di Kabupaten Bandung Barat menghasilkan kategori klaster sebagaimana dipelihatkan pada Tabel.2.2. Adapun hasil total klastering 165 Desa berdasarkan data-data sekunder yang diperoleh serta kesepakatan Camat dan POKJA dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 2.2. Hasil Klastering Total 165 Desa di kabupaten Bandung Barat REKAPITULASI KLASTER KECAMATAN DAN DESA KABUPATEN BANDUNG BARAT - PROVINSI JAWA BARAT 2013 No. Kecamatan & Desa Kepadatan Penduduk KRITERIA KLASTER Jumlah KK Miskin Terlewati sungai/draina se/irigasi Daerah rawan banjir Klast er Jumlah RT Jumlah KK per kelurahan I Kecamatan Cikalong Wetan 1 Desa Ciptagumati Desa cikalong Desa cipada Desa Cisomangbarat Desa Ganjarsari Desa Kanangsari Desa Mandalasari Desa Mandalamukti

15 9 Desa Mekarjaya Desa Puteran Desa Rende Desa Tenjolaut Desa Wangunjaya II Kecamatan Cipeundeuy 1 Desa Bojong mekar Desa Ciharashas Desa Cipendeuy Desa Ciroyom Desa Jatimekar Desa Margalaksana Desa Margaluyu Desa Nanggeleng Desa Nyenang Desa Sirnagalih Desa Sirnaraja Desa Sukahaji III Kecamatan Padalarang 1 Desa Campaka mekar Desa Ciburuy Desa Cimerang Desa Cipeundeuy Desa Jaya Mekar Desa Kertajaya Desa Kertamulya Desa Laksana Mekar Desa Padalarang Desa Tagog Apu IV Kecamatan Cipatat 1 Desa Cipatat Desa Ciptaharja Desa Cirawa Mekar Desa Citatah Desa Gunung Masigit Desa Kerta Mukti Desa Mandala Sari Desa Mandala Wangi Desa Nyalindung Desa Rajamandala Kulon Desa Sari Mukti Desa Sumur Bandung V Kecamatan Ngamprah 1 Desa Ngamprah Desa Cimareme Desa Cilame Desa Tanimulya Desa Cimanggu Desa Bojongkoneng Desa Margajaya Desa Mekarsari Desa Gadobangkong Desa Sukatani Desa Pakuhaji VI Kecamatan Batujajar 1 Desa Batujajar Barat Desa Batujajar Timur

16 3 Desa Cangkorah Desa Galanggang Desa Giriasih Desa Pangauban Desa Selacau Desa Cikande Desa Jati Desa Girimukti Desa bojonghaleuang Desa cipageran Desa Saguling VII Kecamatan Cililin 1 Desa Cililin Desa Budiharja Desa Batulayang Desa Bongas Desa Karang Anyar Desa Karang Tanjung Desa Karya Mukti Desa Kidang Pananjung Desa Muka Payung Desa Nanggerang Desa Ranca Panggung VIII Kecamatan Cihampelas 1 Desa Cihampelas Desa Cipatik Desa Citapen Desa Mekarmukti Desa Mekarjaya Desa Tanjungjaya Desa Tanjungwangi Desa Pataruman Desa Singajaya Desa Situwangi IX Kecamatan Sindangkerta 1 Desa Cintakarya Desa Sindangkerta Desa Buninagara Desa Cikadu Desa Cicangkang Girang Desa Mekarwangi Desa Pasirpogor Desa Puncaksari Desa Rancasenggang Desa Weninggalih Desa Wangunsari X Kecamatan Gununghalu 1 Desa Cilangsari Desa Sindangjaya Desa Bunijaya Desa Sirnajaya Desa Gununghalu Desa Celak Desa Wargasaluyu Desa Sukasari Desa Tamanjaya XI Kecamatan Rongga

17 1 Desa Cibedug Desa Bojong Desa Bojongsalam Desa cibitung Desa Cicadas Desa Cinengah Desa Sukamanah Desa Sukaresmi XII Kecamatan Cipongkor 1 Desa Sarinagen Desa Baranangsiang Desa Citalem Desa Cijenuk Desa Cijambu Desa Cibenda Desa Cintaasih Desa Cicangkanghilir Desa Girimukti Desa Karangsari Desa Mekarsari Desa Neglasari Desa Sirnagalih Desa Sukamulya XIII Kecamatan Lembang 1 Desa Cibodas Desa Cibogo Desa Cikahuripan Desa Cikidang Desa Cikole Desa Gd. Kahuripan Desa Jayagiri Desa Kayuambon Desa Langensari Desa Lembang Desa Mekarwangi Desa Pagerwangi Desa Sukajaya Desa Suntenjaya Desa Wangunharja Desa Wangunsari XIV Kecamatan Cisarua 1 Desa Pada Asih Desa Jambu Dipa Desa Kertawangi Desa Pasir langu Desa Tugu mukti Desa Pasir Halang Desa Cipada Desa Sadang Mekar XV Kecamatan Parongpong 1 Desa Cihanjuang Desa Cihideung Desa Cigugurgirang Desa Ciwaruga Desa Sariwangi Desa Karyawangi Desa Cihanjuaang RHY

18 Hasil klastering wilayah kelurahan di Kabupaten Bandung Barat yang terdiri atas 165 Desa menghasilkan distribusi sebagai berikut: 1) klaster 0 sebanyak 9 desa. 2) klaster 1 sebanyak 48 desa 3) klaster 2 sebanyak 58 desa 4) klaster 3 sebanyak 49 desa 5) dan klaster 4 sebanyak 1 desa Untuk lebih jelasnya distribusi desa kedalam klaster tersebut dapat dilihat pada grafik dibawah ini. Grafik 2.1 Distribusi Total Desa Per Klaster Jumlah Desa Hasil Klastering Total Wilayah Klaster 0 Klaster 1 Klaster 2 Klaster 3 Klaster 4 jumlah Desa Dari hasil klastering tersebut, kemudian kita memilih sampel desa secara random, berdasarkan kemampuan anggaran biaya survey yang tersedia dikabupaten serta proporsi atau kerepresentatifan jumlah dan desa yang menjadi sampel yang tentu saja tidak mengurangi tingkat representatif wilayah dari tiap klaster. Langkah-langkah yang dilakukan diantaranya: 1. Menentukan jumlah total sampel yang akan diambil dalam skala kabupaten (4000 sampel) 2. Jumlah responden (sampel) per desa=40, maka jumlah desa area survey adalah Ndk = 4000/40=100 desa 3. Menghitung proporsi jumlah desa di tiap klaster 4. Mendistribusikan Ndk (jumlah desa) ke setiap klaster desa secara proporsional sehingga diperoleh jatah jumlah desa area survey tiap klasternya.

19 5. Memilih desa pada setiap klaster secara random sampai tercapai jatah jumlah desa di tiap klasternya. Sehingga diperolehlah sampel desa yang terpilih diantaranya: Tabel 2.3 Hasil klastering Desa yang menjadi sampel studi EHRA SAMPEL DESA PADA STUDY EHRA KABUPATEN BANDUNG BARAT - PROVINSI JAWA BARAT 2013 No. Kecamatan & Kelurahan Kepadatan Penduduk KRITERIA KLASTER Jumlah KK Miskin Terlewati sungai/drain ase/irigasi Daerah rawan banjir Klas ter Jumlah RT Jumlah KK per kelurahan I Kecamatan Cikalong Wetan 1 Desa cikalong Desa Cisomangbarat Desa Ganjarsari Desa Mandalamukti Desa Puteran Desa Tenjolaut Desa Wangunjaya II Kecamatan Cipeundeuy 1 Desa Ciharashas Desa Ciroyom Desa Jatimekar Desa Margalaksana Desa Margaluyu Desa Nanggeleng Desa Sirnaraja III Kecamatan Padalarang 1 Desa Campaka mekar Desa Ciburuy Desa Cimerang Desa Cipeundeuy Desa Jaya Mekar Desa Kertamulya Desa Laksana Mekar Desa Padalarang IV Kecamatan Cipatat 1 Desa Citatah Desa Gunung Masigit Desa Kerta Mukti Desa Mandala Wangi Desa Nyalindung Desa Rajamandala Kulon V Kecamatan Ngamprah 1 Desa Cimareme Desa Cilame Desa Tanimulya Desa Cimanggu Desa Margajaya Desa Mekarsari Desa Sukatani VI Kecamatan Batujajar 1 Desa Batujajar Timur

20 2 Desa Pangauban Desa Selacau Desa Saguling VII Kecamatan Cililin 1 Desa Budiharja Desa Batulayang Desa Karang Tanjung Desa Karya Mukti Desa Muka Payung Desa Nanggerang VII I Kecamatan Cihampelas 1 Desa Cihampelas Desa Citapen Desa Mekarmukti Desa Mekarjaya Desa Tanjungjaya Desa Tanjungwangi Desa Pataruman IX Kecamatan Sindangkerta 1 Desa Sindangkerta Desa Cikadu Desa Mekarwangi Desa Pasirpogor Desa Puncaksari Desa Rancasenggang Desa Weninggalih Desa Wangunsari X Kecamatan Gununghalu 1 Desa Sindangjaya Desa Bunijaya Desa Sirnajaya Desa Gununghalu Desa Tamanjaya XI Kecamatan Rongga 1 Desa Bojongsalam Desa cibitung Desa Cinengah Desa Sukamanah Desa Sukaresmi XII Kecamatan Cipongkor 1 Desa Sarinagen Desa Cijenuk Desa Cijambu Desa Cibenda Desa Cintaasih Desa Mekarsari Desa Neglasari Desa Sirnagalih Desa Sukamulya XII I Kecamatan Lembang 1 Desa Cikahuripan Desa Cikidang Desa Cikole Desa Jayagiri Desa Kayuambon Desa Langensari Desa Lembang Desa Sukajaya

21 9 Desa Suntenjaya Desa Wangunsari XI V Kecamatan Cisarua 1 Desa Pada Asih Desa Jambu Dipa Desa Kertawangi Desa Pasir langu Desa Tugu mukti Desa Cipada X V Kecamatan Parongpong 1 Desa Cihanjuang Desa Cihideung Desa Cigugurgirang Desa Sariwangi Desa Karyawangi Untuk lebih jelasnya distribusi desa yang etrpilih menjadi sampel dapat dilihat pada grafik dibawah ini. Grafik 2.2 Distribusi Desa Yang Terpilih Menjadi Sampel Jumlah Sampel Desa dalam Study EHRA Klaster 0 Klaster 1 Klaster 2 Klaster 3 Klaster 4 Jumlah Desa Hasil sampling desa yang diperoleh berdasarkan rumus proporsi jumlah desa per klaster dibagi jumlah desa di Kabupaten Bandung Barat dikali jumlah total desa yang akan disampling di Kabupaten Bandung Barat. Sehinngga diperoleh jumlah sampel terkecil di klaster 4 sebesar 1 desa, karena memang daerah yang memiliki 4 indikasi kriteria lingkungan beresiko, sedangkan yang tertinggi desa yang menjadi sample diklaster 2 (35 desa) dari total desa 58 desa.

22 2.2 Penentuan Jumlah Responden Jumlah sampel untuk tiap Desa minimal sebesar 40 responden. Sementara itu jumlah sampel RT per Desa minimal 8 RT yang dipilih secara random dan mewakili semua RT yang ada di Desa tersebut. Jumlah responden per Desa minimal 40 rumah tangga harus tersebar secara proporsional di 8 RT terpilih dan pemilihan responden juga secara random, sehingga akan ada minimal 5 responden per RT. Berdasarkan kaidah statistik, untuk menentukan jumlah sampel minimum dalam skala kabupaten/kota digunakan Rumus Slovin sebagai berikut: Dimana: n adalah jumlah sampel N adalah jumlah populasi d adalah persentase toleransi ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir 5% (d = 0,05) Asumsi tingkat kepercayaan 95%, karena menggunakan α=0,05, sehingga diperoleh nilai Z=1,96 yang kemudian dibulatkan menjadi Z=2. Dengan jumlah populasi rumah tangga sebanyak KK (sumber: BKKBN KBB, 2012) maka jumlah sampel minimum yang harus dipenuhi adalah sebanyak 399. Namun demikian untuk keperluan keterwakilan desa berdasarkan hasil klastering, Pokja Sanitasi Kabupaten Bandung Barat menetapkan 100 Desa dari 165 Desa terpilih menjadi sampel, sehingga jumlah sampel yang diambil berdasarkan rekapitulasi klastering Desa adalah sebanyak 4000 responden Penentuan RW/RT dan Responden di Area Survei Unit sampling primer (PSU = Primary Sampling Unit) dalam EHRA adalah RT. Karena itu, data RT per RW per kelurahan harus dikumpulkan sebelum memilih RT. Adapun tahapan penentuan RT terpilih, sebagai berikut. Mengurutkan RT per RW per kelurahan. Menentukan Angka Interval (AI). Untuk menentukan AI, perlu diketahui jumlah total RT total dan jumlah yang akan diambil. Jumlah total RT kelurahan : X. Jumlah RT yang akan diambil : Y

23 Maka angka interval (AI) = jumlah total RT kelurahan / jumlah RT yang diambil. AI = X/Y (dibulatkan) misal pembulatan ke atas menghasilkan Z, maka AI = Z Untuk menentukan RT pertama, maka dilakukan secara kocokan atau mengambil secara acak angka antara 1 Z (angka random). Sebagai contoh, angka random (R#1) yang diperoleh adalah 3. Untuk memilih RT berikutnya adalah 3 + Z=... dst. Rumah tangga/responden dipilih dengan menggunakan cara acak (random sampling), hal ini bertujuan agar seluruh rumah tangga memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai sampel. Artinya, penentuan rumah itu bukan bersumber dari preferensi enumerator/supervisor ataupun responden itu sendiri. Tahapannya adalah sbb. 1. Pergi ke RT terpilih. Minta daftar rumah tangga atau bila tidak tersedia, buat daftar rumah tangga berdasarkan pengamatan keliling dan wawancara dengan penduduk langsung. 2. Bagi jumlah rumah tangga (misal 25) dengan jumlah sampel minimal yang akan diambil, misal 5 (lima) diperoleh Angka Interval (AI) = 25/5 = 5 3. Ambil/kocok angka secara random antara 1 AI untuk menentukan Angka Mulai (AM), contoh dibawah misal angka mulai 2 4. Menentukan rumah selanjutnya adalah 2 + AI, = 7 dst.

24 BAB 3 HASIL STUDI EHRA 3.1 Identitas Responden Bagian ini memaparkan sejumlah variabel sosio-demografis di Kabupaten Bandung Barat. Variabel-variabel tersebut diantaranya : usia responden, status kepemilikan rumah yang ditempati, pendidikan responden, status kepemilikan SKTM, kepemilikan Jaminan Kesehatan Daerah (jamkesda), kepemilikan anak, usia anak. Sejumlah variabel sosio-demografis dipelajari karena keterkaitannya yang cukup erat dengan masalah sanitasi dan keberimbangan informasi yang didapatkan. Misalnya Usia responden akan diduga akan mempengaruhi kualitas jawaban dan pemahaman responden terhadap varibel yang dipertanyakan yang akhirnya akan berpengaruh terhadap keajegan dan keabsahan informasi. Pendidikan responden juga dapat mempengaruhi terhadap pengetahuan responden mengenai ilmu dan berbagai informasi serta dapat pula berpengaruh terhadap pemahaman responden baik mengenai variabel yang ditanyakan ataupun terhadap langkah dan kepedulian responden akan lingkungan dan sanitasi. Jumlah anak di sebuah rumah berhubungan dengan besarnya kebutuhan fasilitas sanitasi. Semakin banyak jumlah anak, maka semakin besar pula kapasitas yang dibutuhkan. Usia anak termuda menggambarkan besaran population at risk di wilayah yang dipelajari. Rumah tangga yang memiliki balita memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap masalah sanitasi dibandingkan rumah tangga yang tidak memiliki balita. Hal ini disebabkan karena balita merupakan kelompok usia yang paling rentan terhadap berbagai penyakit yang disebabkan oleh masalah sanitasi, seperti diare. Status kepemilikan SKTM dan JAMKESDA dapat menjadi merupakan indikator tingkat kesejahteraan keluarga yang tentunya berbanding lurus terhadap status ekonomi dan dapat mempengaruhi apakah keluarga telah dapat memenuhi kebutuhan dasar nya termasuk sanitasi yang layak. Variabel lain yang terkait dengan status rumah akan lebih dikaitkan dengan potensi partisipasi warga dalam pengembangan program sanitasi.secara mendasar, perbedaan-perbedaan karakteristik ini akan menuntut perbedaan pendekatan program. Seperti dipaparkan dalam bagian metodologi, responden ini adalah ibu atau anak perempuan yang sudah menikah dan berusia tahun, karena diharapkan ibu dan anak perempuan yang telah menikah selain merupakan sosok yang diduga paling sering melakukan aktifitas dilingkungan rumah serta menguasai informasi seputar rumah dan variabel lain yang dipertanyakan, dan jenjang usia 18-60

25 Prosentase Prosentase tahun merupakan jenjang usia dewasa dan diperkirakan dapat memahami dan memberikan informasi yang dibutuhkan namun jika ada responden yang memenuhi batas usia tersebut tetapi responden terlihat dan terdengar tidak cukup cakap untuk merespon pertanyaan-pertanyaan, maka responden bisa diganti oleh anggota keluarga yang lain yang usianya memenuhi syarat. Grafik 3.1 Hubungan Responden Dengan Kepala Keluarga A.8 Hubungan responden dengan kepala keluarga/rumah tangga Hubungan Responden Dengan Kepala Keluarga Klaster 0 Klaster 1 Klaster 2 Klaster 3 Klaster 4 Total Istri Anak Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden adalah istri (98%), berarti responden terbanyak adalah ibu-ibu, sedangkan prosentasi responden anak perempuan yang sudah menikah sebesar 2%. Grafik 3.2 Kelompok Umur Responden B.1 Berapakah usia Anda/Ibu? Kelompok Umur Responden Klaster 0 Klaster 1 Klaster 2 Klaster 3 Klaster 4 Total <= 20 tahun tahun tahun tahun tahun tahun > 45 tahun

26 Prosentase Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui bahwa umur responden >45 tahun merupakan kelompok responden terbanyak secara keseluruhan dibandingkan kelompok umur lainnya. Klaster 4 (42.5%) merupakan klaster dengan proporsi tertinggi pada kelompok umur >45 tahun, sedangkan proporsi terkecil pada kelompok umur >45 tahun berada di klaster 0 (19.6%). Kelompok umur responden <20 tahun merupakan kelompok umur terkecil di 4 klaster, sebesar <3%, dan relatif dapat diabaikan. Grafik 3.3 Kepemilikan Rumah B.2 Apa status rumah yang Ibu tempati saat ini? Status Kepemilikan Rumah Klaster 0 Klaster 1 Klaster 2 Klaster 3 Klaster 4 Total Milik sendiri Rumah dinas Berbagi dengan keluarga lain Sewa Kontrak Milik orang tua Lainnya Berdasarkan grafik status kepemilikan rumah responden, secara keseluruhan sebagian besar berstatus milik sendiri, wilayah klaster 4 merupakan wilayah dengan proporsi terbesar (100%) sedangkan klaster 3 merupakan wilayah dengan prosentase terkecil dengan kepemilikan rumah sendiri (83%). Prosentase terbesar kedua milik orang tua, dan klaster yang terbesar pada status milik orang tua ada diwilayah klaster 3 (13%), dan proporsi terbesar diwilayah klaster 0 (5%). Sedangkan rumah dinas,berbagi dengan keluarga, sewa,kontrak,dan lainnya dibawah 2%.

27 Prosentase Prosentase Grafik 3.4 Pendidikan Responden B.3 Apa pendidikan terakhir Ibu? Pendidikan Responden Klaster 0 Klaster 1 Klaster 2 Klaster 3 Klaster 4 Total Tidak sekolah formal SD SMP SMA SMK Universitas/Akademi Dari grafik diatas dapat diketahui prosentase pendidikan 3 terbesar adalah SD (59%), SMP (20%) dan SMA (10%). Dengan proporsi terbesar pendidikan responen SD di klaster 0 (70%), SMP di klaster 4 (45%) dan SMA di klaster 4 (22%). Sedangkan prosentase secara keseluruhan pendidikan responden yang paling rendah dari Universitas/Akademi sebesar (2.1%). Grafik 3.5 Kepemilikan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) Atau sejenisnya B.4 Maaf, apakah Ibu mempunyai Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) atau sejenisnya dari desa/kelurahan? Kepemilikan SKTM Atau Sejenisnya Klaster 0 Klaster 1 Klaster 2 Klaster 3 Klaster 4 Total Ya Tidak Dari grafik tersebut kita dapat mengetahui bahwa responden yang memiliki Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) atau sejenisnya secara keseluruhan berkisar 26%, dengan proporsi terbanyak diwilayah klaster 0 (34.5%), dan proporsi terendah diklaster 4 (22.5%). Sedangkan secara keseluruhan sebagian besar responden tidak memiliki SKTM (74%).

28 Prosentas Prosentase Grafik 3.6 Kepemilikan Kartu Jaminan Kesehatan daerah (Jamkesda) B.5 Apakah Ibu mempunyai Kartu Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda)? Kepemilikan Kartu Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) Klaster 0 Klaster 1 Klaster 2 Klaster 3 Klaster 4 Total Ya Tidak Dari grafik tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar responden tidak memiliki kartu jaminan kesehatan daerah (67.5%). Secara keselruhan responden yang memiliki jamkesda sebesar 32.5% dimana proporsi terbesar di klaster 0 (41.5%) dan terendah di klaster 3 (29.5%). Grafik 3.7 Keberadaan Anak Responden B.6 Apakah Ibu mempunyai anak? Keberadaan Anak Responden Klaster 0 Klaster 1 Klaster 2 Klaster 3 Klaster 4 Total Ya Tidak Dapat diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki anak dengan proporsi terbesar di klaster 0 (95%), terendah di klaster 1(91.5%). dan hanya sebagian kecil (8%) responden tidak memiliki anak dengan proporsi terbesar wilayah yang tidak memiliki anak di klaster 1 (8.5%). Table berikut merupakan detail gambaran per klaster jumlah anak laki-laki dan anak perempuan yang tinggal dirumah.

29 Tabel 3.1 Prosentase Jumlah anak laki-laki dan perempuan yang tinggal dirumah berdasarkan kelompok umur per klaster B.7 dan B.8 Berapa Jumlah anak laki-laki/ Perempuan yang tinggal di rumah ini dengan kelompok umur : Katagori Usia Jenis Kelamin Keberadaan Anak Klaster 0 Klaster 1 Klaster 2 Klaster 3 Klaster 4 Total < 2 Tahun Laki-Laki Tidak Ada Ada Perempuan Tidak Ada Ada tahun Laki-Laki Tidak Ada Tahun Ada Perempuan Tidak Ada Ada Laki-Laki Tidak Ada Ada Perempuan Tidak Ada Ada >12 tahun Laki-Laki Tidak Ada Ada Perempuan Tidak Ada Ada Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa proporsi responden yang memiliki anak usia balita (<2 tahun dan 2 5 tahun), usia <2 tahun dibawah 8%, usia 2-5 tahun dibawah 16%. Kepemilikan anak usia 6-12 tahun kurang dari 30% dan yang tertinggi kepemilikan anak usia >12 tahun kurang dari 42%. Proporsi keluarga yang memiliki balita jumlahnya cukup dapat diperhitungkan sebesar 18%, hal ini perlu menjadi pertimbangan dan perhatian bahwa balita merupakan kelompok usia yang paling rentan terhadap penyakit yang berbasis lingkungan seperti diare. Tabel 3.2 Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Pada bagian pengelolaan sampah rumah tangga, EHRA menelusuri sejumlah aspek yang mencakup 1) kondisi sampah di lingkungan rumah, 2) pengelolaan sampah rumah tangga, 3) pemilahan sampah 4) daur ulang sampah yang dipilah 5) Frekuensi pengangkutan sampah oleh petugas 6) Ketepatan waktu dalam pengangkutan sampah 7) pembayaran layanan sampah 8) penerima pembayaran pengangkut sampah, 9) besarnya uang yang dikeluarkan dalam sebulan untuk membayar layanan sampah. Adapun hasil indikator tersebut dapat dilihat pada grafik dan tabel berikut.

30 Prosentase Grafik 3.8 Kondisi sampah di lingkungan rumah C.1 Bagaimana kondisi sampah di lingkungan RT/RW rumah ibu? banyak sampah berserakan atau bertumpuk sekitar rumah Kondisi sampah di Lingkungan RT/RW Responden banyak lalat sekitar tumpukan sampah banyak tikus berkeliaran banyak nyamuk banyak kucing dan anjing mendatangi sampah bau busuk mengganggu menyumbat saluran drainase ada anak bermain sekitar sampah klaster kalster klaster klaster klaster total lainnya Dari grafik tersebut dapat diketahui bahwa kondisi visual sampah sebagian besar wilayah adalah berserakan atau bertumpuk di sekitar rumah, dimana klaster 0 (41%) merupakan wilayah yang poporsinya paling tinggi. Selain itu secara keseluruhan 38% menyatakan banyak nyamuk disekitar sampah, dan 21% mengatakan banyak tikus berkeliaran, serta 16% menyatakan banyak lalat disekitar tumpukan sampah. Sedangkan kondisi lainnya seperti banyak kucing dan anjing mendatangi sampah,bau busuk mengganggu, menyumbat saluran drainase dan ada anak bermain disekitar sampah serta masalah lainnnya yang tidak dijelaskan secara detail prosentasenya dibawah 10%.

31 Prosentase Grafik 3.9 Cara pengelolaan sampah rumah tangga C.2 Bagaimana sampah rumah tangga dikelola? Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Dikumpulkan oleh kolektor informal yang mendaur ulang Dikumpulkan dan dibuang ke TPS Dibakar Dibuang ke dalam lubang dan ditutup dengan tanah Dibuang ke dalam lubang tetapi tidak ditutup dengan tanah Dibuang ke sungai/kali/laut /danau Dibiarkan saja sampai membusuk Dibuang ke lahan kosong/kebun/ hutan dan dibiarkan membusuk klaster klaster klaster klaster klaster total Lain-lain Tidak tahu Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden menjawab langsung membakar sampah untuk pengelolaan sampah mereka, proporsi terbesar yang dibakar ada diklaster 0 (95.5%) dan terendah diklaster 4 (15%). Selain itu prosentase terbesar ke 2 dalam pengelolaan sampah ternyata 11% menyatakan sampah dibuang ke lahan kosong/kebun/hutan dan dibiarkan membusuk. Sedangkan pengelolaan sampah yang dikumpulkan dan dibuang ke TPS sebesar 9% dengan proporsi terbesar pada klaster 4. Klaster 4 ini hanya mencakup desa cimareme yang berada diperbatsan kota cimahi, ada kemungkinan kemudahan akses dalam pelayanan sampah dan telah tersedia fasilitas TPS. Sedangkan opsi lainnya seperti dibuang langsung ke lubang dan ditutup tanah, dibuang ke sungai, dibiarkan saja sampai busuk prosentasenya kurang dari 5%.Namun meskipun prosentasinya kecil, pengelolaan sampah tersebut merupakan metode pengelolaan sampah yang tidak memenuhi syarat dan jelas akan mencemari lingkungan baik di air, tanah dan udara. Wilayah yang memiliki proporsi besar dalam pengelolaan sampah yang belum memenuhi syarat diantaranya dibuang ke lubang dan ditutup tanah (1.8%) diklaster 3, dibuang ke sungai (12.5%) di klaster 4, dibiarkan membusuk (3.3%) diklaster 3.

32 Prosentase Diagram 3.1 Kategori Pelayanan Sampah (hasil kode ulang dari pertanyaan C.2 Bagaimana sampah rumah tangga dikelola?) kategori Pelayanan Sampah Ya, mendapatkan pelayanan sampah 10% Tidak mendapatkan layanan sampah 90% Hasil kode ulang dari variabel di pertanyaan C.2 dapat memberikan gambaran secara umum prosentase responden yang mendapat pelayanan dan responden yang tidak mendapat layanan sampah. Dari diagram diatas dapat diketahui bahwa 90% belum mendapatkan pelayanan sampah. Dimana pengelolaan sampah hanya dilakukan dengan cara dibakar, ditimbun dengan tanah, dibuang tanpa ditutup tanah,dibuang ke sungai,dibiarkan membusuk dan dibuang ke lahan kosong dan dibiarkan membusuk. Dari 10% responden yang mendapat pelayanan sampah, dalam hal ini artinya sampah dikelola dengan cara dikumpulkan oleh kolektor informal dan dikumpulkan serta dibuang ke TPS. Grafik 3.10 Melakukan pemilahan sampah sebelum dibuang C.3 Apakah ibu melakukan pemilahan sampah dirumah sebelum dibuang? Melakukan Pemilahan Sampah Sebelum Dibuang Apakah ibu melakukan pemilahan sampah dirumah sebelum dibuang klaster 1 klaster 2 klaster 3 kalster 4 total Dari grafik diatas diketahui bahwa secara keseluruhan responden yang melakukan pemilahan sampah sebelum dibuang sebesar 25%, proporsi terbesar yang melakukan pemilahan sampah ada di klaster 2 (31%) sedangkan proporsi terendah di klaster 4 (0%).

33 Prosentase Berikut dibawah ini prosentase secara umum dan menyeluruh mengenai pemilahan sampah,dimana masih sebagian besar (75%) tidak melakukan pemilahan sampah di tingkat rumah tangga. Diagram 3.2 Prosentase Pemilahan Sampah di Rumah sebelum dibuang Pemilahan Sampah di Rumah Sebelum Dibuang Ya, 25% Tidak 75% Grafik dibawah ini merupakan deskripsi lanjutan dari responden yang melakukan pemilahan sampah baik dikumpulkan oleh kolektor informal yang mendaur ulang dan dikumpulkan untuk dibuang ke TPS. Grafik 3.11 jenis sampah yang dipisahkan atau dipilah sebelum dibuang C.4 Jika mendaur ulang, apa saja jenis sampah yang dipilah/dipisahkan sebelum dibuang? Jenis Sampah Yang dipilah/dipisahkan sebelum dibuang klaster 0 klaster 1 klaster 2 klaster 3 klaster 4 total Sampah organik/sampah basah plastik gelas/kaca Kertas Besi/logam Ternyata wilayah yang melakukan pemilahan sampah hanyalah mencakup klaster 1,2 dan 3. Dimana dari grafik tersebut dapat diketahui jenis sampah yang banyak dipilah secara keseluruhan dari jenis plastik dimana proporsi terbesar diklaster 1 (67%) dan terbesar kedua di klaster 3 (41%). Jenis sampah yang dipilah lainnya dengan prosentase secara keseluruhan diantaranya gelas/kaca (16%), besi/logam (16%), sampah organik (14%) dan kertas (14%).

34 Prosentase Grafik 3.12 Frekuensi petugas mengangkut sampah dari rumah responden C.5 Seberapa sering petugas mengangkut sampah dari rumah? Frekuensi Petugas Petugas Pengangkut Sampah klaster 0 klaster 1 klaster 2 kalster 3 klaster 4 total tiap hari beberapa kali dalam seminggu sekali dalam seminggu tidak pernah tidak tahu Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui informasi mengenai frekuensi petugas dalam mengangkut sampah, ternyata dari keseluruhan yang mendapat layanan pengangkutan sampah adalah klaster 1,2,3,dan 4. Dari keempatnya menyatakan prosentase terbesar frekuensi petugas mengangkut sampah dalam kurun waktu beberapa kali dalam seminggu dimana proporsi terbesar diklaster 3 (59%), dan prosentase terbesar kedua frekuensi pengangkut sampah adalah sekali dalam seminggu (39%). Sedangkan merujuk pada teori, bahwa pengelolaan sampah yang ideal diangkut kurang dari 1x24 jam. Namun apabila dibandingkan dengan teori metamorphosis lalat yang siklusnya kurang dari 1 minggu, sebaiknya sampah dapat diangkut kurang dari seminggu. Agar sampah tidak menjadi tempat perindukan (breeding places) dari lalat, nyamuk, kecoa dan vector penyakit lainnya. Namun bila melihat data dari grafik tersebut, ternyata masih ada sebesar 12% yang sampah nya tidak pernah diangkut oleh petugas, diantaranya di klaster 4 (100%) dan klaster 3 (18%) serta diklaster 2 (4.5%). Hal ini perlu mendapat perhatian karena dari sampah yang tidak terkelola dapat menyebabkan berbagai resiko kesehatan baik pencemaran lingkungan dan penyebaran penyakit.

35 Prosentase prosentase Grafik 3.13 Layanan pengangkutan sampah C.6 Dari pengalaman dalam sebulan terakhir ini, apakah sampah selalu diangkut tepat waktu? C.7 Apakah layanan pengangkutan sampah oleh tukang sampah dibayar? C.8 Kepada siapa membayarnya? Layanan Pengangkutan Sampah klaster 0 klaster 1 klaster 2 klaster 3 klaster 4 total Sampah diangkut tepat waktu Layanan pengangkut sampah dibayar Dibayar kepada pemungut sampah dari RT Layanan pengangkutan sampah hanya ada diwilayah klaster 1,2 dan 3. Dimana Sampah diangkut tepat waktu proporsi terbesar di wilayah klaster 1 (100%), sedangkan proporsi terendah di klaster 3 (29.4%). Dan untuk pembayaran layanan sampah proporsi yang paling besar menyatakan layanan sampah berbayar diklaster 1 (100%) berbayar, sedangkan proporsi paling rendah yang menyatakan layanan sampah berbayar diklaster 3 (59%),dan sebagian besar menyatakan system pembayaran dikelola RT setempat pada klaster 2 (68%) menyatakan pembayaran ke RT setempat. Grafik 3.14 Biaya yang dikeluarkan dalam sebulan untuk membayar layanan sampah C.9 Berapa biaya yang dikeluarkan dalam sebulan untuk membayar layanan sampah? Biaya Untuk Pembayaran Layanan Sampah Klaster 0 klaster 1 klaster 2 klaster 3 klaster 4 total Rp Rp Rp Grafik diatas merupakan gambaran tiga proporsi terbesar untuk membayar layanan sampah. Proporsi responden yang membayar layanan sampah sebesar Rp (27%), sedangkan Rp 5000

36 Prosentase (18%) dan jumlah biaya terbesar Rp dengan wilayah proporsi terbesar yang membayar Rp di klaster 1 (9%) dan proporsi terendah di klaster 3 (1.4%) 3.3 Pembuangan Air Limbah Domestik Pembuangan air kotor / limbah tinja manusia dan lumpur tinja pada bab ini dapat dibuat menjadi beberapa variabel utama yaitu : 1) perilaku BAB yang terdiri dari anggota keluarga, orang di luar anggota keluarga, balita 2) fasilitas sanitasi yang terdiri ketersediaan jamban pribadi, jenis kloset dan tempat buangan akhir tinja (tempat penyaluran, lama septik tank dibangun, terakhir dikosongkan, petugas yang mengosongkan, tempat pembuangan lumpur tinja, 3) bagi yang mempunyai balita juga dibahas tentang : perilaku buang air besar balita, dan tempat pembuangan tinja anak. Dibawah ini merupakan deskripsi dari variabel tersebut hasil wawancara dengan responden : Grafik 3.15 Tempat anggota keluarga yang sudah dewasa bila ingin BAB D.1 Dimana anggota keluarga yang sudah dewasa bila ingin buang air besar? Tempat Anggota Keluarga yang Sudah Dewasa Bila Ingin BAB Jamban Pribadi MCK/WC umum Ke WC Helikopter ke Sungai Ke Kebun/pekarangan Ke selokan/parit ke lubang galian klaster klaster klaster klaster klaster total Grafik diatas menunjukan bahwa sebagian besar responden menggunakan jamban pribadi (77%), dan ada 15% responden yang BAB di MCK, namun meskipun prosentase BAB diwc Helikopter, BAB ke sungai, ka kebun ke selokan dan ke lubang galian prosentasenya dibawah 4%, hal ini tetap harus menjadi perhatian. Praktik buang air besar, khususnya praktik BAB di tempat yang tidak memadai, dapat menjadi salah satu faktor risiko kesehatan lingkungan akibat tecemarnya lingkungan, khususnya sumber air minum warga. Yang dimaksud dengan tempat yang tidak memadai bukan hanya tempat BAB di ruang terbuka seperti di sungai/ kali/ got/ kebun, tetapi dapat termasuk sarana jamban di rumah yang selama ini dianggap nyaman. Bila pun BAB di dilakukan di jamban rumah, namun bila sarana penampungan

37 prosentase dan pengolahan tinjanya tidak memadai, misalnya tangki septik tidak kedap air, maka risiko cemaran patogen akan tetap tinggi. Grafik 3.16 Perilaku Orang Lain (diluar anggota keluarga) yang masih sering BAB di tempat terbuka D.2 Apakah masih ada orang diluar anggota keluarga Ibu yang sering buang air besar ditempat terbuka (seperti kebun, halaman, sungai, pantai, laut, selokan/got, saluran irigasi)? Perilaku Orang Lain (diluar Anggota keluarga) yang Masih Sering BAB di tempat Terbuka Anak laki-laki umur 5-12 Tahun Anak Perempuan umur 5-12 Tahun Remaja laki-laki Laki-laki dewasa Perempuan dewasa Laki-laki tua Perempuan Tua Masih ada, Tapi tidak jelas siapa klaster klaster klaster kalster klaster total Tidak Ada Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden menjawab bahwa 74% tidak ada orang lain (diluar anggota keluarga) yang masih sering BAB di tempat terbuka, namun begitu ternyata meskipun dengan peresntase kecil masih saja terdapat pengakuan dari responden bahwa disekitar mereka masih ada yang BABS, diantaranya 6.4% menjawab masih ada tapi tidak jelas siapa, 5.1% menjawab anak laki-laki umur 5-12 tahun dengan proporsi terbanyak di wilayah klaster 2. (3,2%) menjawab ada anak perempuan usia 5-12 tahun proporsi terbanyak di klaster 4, (2.9%) laki-laki dewasa dengan proporsi terbanyak di klaster 4. 2,7% perempuan dewasa, 2,5% perempuan tua. 2,3% laki-laki tua dan 3,4% remaja laki-laki.

38 Prosentase Prosentase Grafik 3.17 Kepemilikan jamban pribadi D.3 Apakah di rumah Ibu mempunyai jamban pribadi? Kepemilikan Jamban Pribadi klaster 0 klaster 1 klaster 2 klaster 3 kalster 4 Total Ya Tidak Dari kepemilikan jamban pribadi secara keseluruhan diketahui 79% responden mengaku memiliki jamban pribadi dan 21% tidak memiliki jamban pribadi. Proporsi terbanyak di klaster 4(95%), dan terendah di wilayah klaster 3 (75.4%). Sedangkan yang tidak memiliki jamban pribadi proporsi terbanyak di wilayah klaster 3 (24.5%) dan yang terendah klaster 4 (5%). Grafik 3.18 Jenis kloset yang dipakai di rumah D.4 Jenis kloset apa yang Ibu pakai di rumah? jenis Kloset Yang Dipakai di Rumah klaster 0 klaster 1 klaster 2 klaster 3 klaster 4 total kloset jongkok leher angsa kloset duduk leher angsa plengsengan cemplung tidak punya Kelanjutan dari pertanyaan D3, ingin mendapat gambaran jenis kloset yang dipergunakan oleh responden. Ternyata sebagian besar (66%) menjawab kloset jongkok leher angsa dengan proporsi terbanyak yang memiliki kloset jenis jongkok leher angsa di klaster 4 (87.5%) dan terendah di klaster 2 (62.9%).

39 Prosentase Sedangkan prosentase terrendah jenis kloset yang dimiliki warga adalah cemplung (2.4%) dengan proporsi terbanyak yang menggunakan kloset cemplung diwilayah klaster 3 (3.3%). Grafik 3.19 Tempat penyaluran akhir tinja D.5 Kemana tempat penyaluran buangan akhir tinja? Tempat Penyaluran Buangan Akhir Tinja Tangki septik Pipa sewer Cubluk/lobang tanah Langsung ke drainase Sungai/danau/panta i Kolam/sawah Kebun/tanah lapang Tidak tahu Klaster Klaster Klaster Klaster Klaster Total Dari grafik diatas kita dapat mengetahui tempat pembuangan akhir tinja yang digunakan oleh responden. Ternyata sebagian besar mengatakan tempat pembuangan akhir tinja ke tangki septik (42%) dengan proporsi terbesar wilayah klaster 4 (95%) dan terendah di klaster 0 (29%). Dan prosentase terbesar kedua ke cubluk/lobang tanah (25.8%) dimana proporsi terbesar diklaster 0 dan proporsi terendah pembuangan akhir tinja ke cubluk di klaster 4. Sedangkan prosentase pembuangan tinja ke tempat yang diduga dapat menjadi sumber pencemaran lingkungan meskipun prosentasenya rendah tapi tentu harus menjadi perhatian. Diantaranya pembuangan tinja langsung ke sungai (5.6%), dengan proporsi terbesar di klaster 2, (2,6%) ke kolam, (1,1%) langsung ke drainase. Tabel 3.2 Prosentase waktu pembuatan dan pengosongan tangki septik D.6 Sudah berapa lama tangkis septik ini dibuat dan dibangun? D.7 Kapan tangki septik terakhir dikosongkan? waktu 0-12 bulan yang lalu 1-5 tahun yang lalu waktu pembuatan tangki septik pengosongan tangki septik waktu pembuatan tangki septik pengosongan tangki septik klaster 0 klaster 1 klaster 2 klaster 3 klaster 4 total

40 >5-10 tahun yang lalu >10 tahun yang lalu tidak tahu Tidak pernah waktu pembuatan tangki septik pengosongan tangki septik waktu pembuatan tangki septik pengosongan tangki septik waktu pembuatan tangki septik pengosongan tangki septik pengosongan tangki septik Tabel di atas merupakan kajian perbandingan antara waktu pertama kali membuat septik tank dan terakhir kali septik tank dikosongkan. Ternyata dapat diketahui bahwa sebagian besar responden (31%) membangun tangki septik >10 tahun yang lalu namun hanya 1,3% diantaranya yang pernah dikosongkan/ dikuras dalam periode waktu >10 tahun. Dan prosentase terbesar kedua responden membangun tangki septik dalam kurun waktu 1-5tahun (23,8%) dimana 3% nya yang telah menguras/emngosongkannya dalam kurun waktu 1-5tahun. Sedangkan dari keseluruhan mengaku 83% tidak pernah mengosongkan tangki septiknya. Selanjutnya, berdasarkan dua indikator tentang penggunaan septik tank (D5. waktu pembuatan tangki septik dan D6. pengosongan tangki septik) dibuat criteria menjadi tangki septik kategori aman dan tidak aman. Kriteria tangki septik aman adalah sebagai berikut: 1. Dibangun kurang dari lima tahun lalu 2. Dibangun lebih dari lima tahun lalu dan pernah dikuras/ dikosongkan kurang dari lima tahun lalu Kriteria tangki septik tidak aman adalah sebagai berikut: 1. Dibangun lebih dari lima tahun lalu dan tidak pernah dikuras 2. Dibangun lebih dari lima tahun lalu dan pernah dikuras lebih dari lima tahun lalu (sumber: Dokumen EHRA Cimahi, 2011)

41 Prosentase Prosentase Grafik 3.20 Tangki septik suspek aman Hasil dari komputasi 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Tangki Septic Suspect Aman klaster 0 klaster 1 klaster 2 klaster 3 klaster 4 ya 86% 72% 75% 68% 43% tidak 14% 28% 25% 33% 58% Dari hasil recode 2 variabel pertanyaan sesuai dengan penentuan tangki Suspect Aman dan Tidak Aman sehingga dari grafik diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar tangki septik yang dibangun suspect aman, dengan proporsi terbanyak di klaster 0 (86%), dan terendah di klaster 4 (43%). Sedangkan pada proporsi tangki suspect tidak aman, proporsi terbanyak di klaster 4 (58%) dan terendah klaster 0 (14%). Grafik 3.21 Siapa Yang Mengosongkan Tangki Septik D.8 Siapa yang mengosongkan tangki septik Ibu? Siapa yang Mengosongkan tangki Septic klaster 0 klaster 1 klaster 2 klaster 3 klaster 4 total Layanan sedot tinja Membayar tukang Dikosongkan sendiri Bersih karena banjir Tidak tahu Dari hasil yang didapat ternyata dari responden yang menjawab pembuangan akhir tinja ke tangki septik, 53,8% diantaranya tidak mengetahui siapa yang mengosongkan tangki septik. Dapat diperkirakan responden yang menjawab tidak tahu sebagian besar responden yang menjawab tidak pernah mengosongkan tangki septik nya. Sedangkan prosentase terbesar selain itu, bahwa

42 Prosentase respopnden mengaku 20.5% dari yang menjawab memiliki tangki septik, mengosongkannya dengan menggunakan layanan sedot tinja dan proporsi terbesar di klaster 3. Sedangkan prosentase terbesr selanjutnya dikosongkan sendiri dan proporsi terbesar di klaster 0 (50%). Grafik 3.22 Tempat pembuangan lumpur tinja D.9 Apakah Ibu tahu, kemana lumpur tinja dibuang pada saat tangki dikosongkan? Tempat pembuangan lumpur tinja dari tangki septik klaster 0 klaster 1 klaster 2 klaster 3 klaster 4 total Sungai, sungai kecil Dikubur di halaman Dikubur di tanah orang lain Lainnya Tidak tahu Berdasarkan grafik diatas sebagian besar responden menjawab tidak tahu ( 72.5%) kemana pembuangan akhir dari lumpur tinja dari tangki septik, salah satu penyebabnya karena 20.5% responden menggunakan jasa sedot tinja untuk mengosongkan tangki septik nya, dengan asumsi mereka sulit mengetahui kemana pembuangan akhir dari truk penyedot tinja tersebut. Sebagian responden juga menyatakan lumpur tinja dibuang ke sungai seperti pada wilayah klaster 1(13.5%), klaster 2(5.3%), klaster 3 (17.7%). Kemudian ada yang menjawab dikubur dihalaman pada klaster 1 (27.1%), klaster 2 (5.3%), klaster 3 (5.2%). Dan yang menjawab dikubur dihalaman orang lain diklaster 1 (2.1%), diklaster 3 (3.1%). Tiga prosentase terbesar tempat pembuangan akhir lumpur tinja yang diketahui oleh responden diantaranya lumpur tinja dikubur di halaman (klaster 1: 27.1%), dan dibunag ke sungai (klaster 1= 13.5%, klaster 3 = 17.7%). Selanjutnya, dibawah ini merupakan memaparan kebiasaan BAB pada anak 0-5 tahun di lingkungan dan di rumah responden. Menurut studi-studi kesehatan lingkungan global, pembuangan kotoran atau tinja anak merupakan salah satu masalah sanitasi yang perlu diberi perhatian. Pembuangan kotoran anak menjadi masalah besar bagi kesehatan komunitas justru karena secara awam masalah ini dianggap sebagai masalah yang sepele. Berbeda dengan tinja orang dewasa, masyarakat kerapkali menganggap kotoran anak sebagai hal yang tidak atau kurang berbahaya dan karenanya, kotoran anak ditoleransi untuk dibuang ke mana pun, termasuk ruang-ruang terbuka seperti sungai, parit, tanah lapang, ataupun keranjang

43 Prosentase tempat pembuangan sampah. Persepsi semacam itu jelas keliru. Kotoran manusia, dari kelompok usia berapapun, tetaplah berbahaya karena mencemari lingkungan dengan berbagai patogen penyebab berbagai penyakit. Grafik 3.23 Anak umur 0-5 tahun di rumah yang masih terbiasa BAB di lantai, kebun, jalan, selokan/got atau sungai D.10 Apakah anak balita dirumah Ibu masih terbiasa buang air besar di lantai, di jalan, di selokan/got atau di sungai? Anak umur 0-5 tahun di rumah yang masih terbiasa BAB di lantai, kebun, jalan, selokan/got atau sungai klaster 0 klaster 1 klaster 2 klaster 3 klaster 4 total Ya, sangat sering Ya, kadang-kadang Tidak biasa Tidak tahu Pada grafik diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden menjawab bahwa tidak biasa anak BAB dilantai, kebun, jalan, selokan/got (41.7%), namun harus menjadi perhatian cukup serius bahwa dari hasil wawancara ternyata perilaku balita yang ada di rumah dan masih berperilaku BAB ditempat terbuka secara sering mendapat prosentase mencapai total 9.3%, dan hal tersebut ada diwilayah klaster 0,1,2 dan 3. Sedangkan perilaku balita yang masih kadang-kadang BAB ditempat terbuka juga mencapai 12.3%. Hal ini tentu harus menjadi perhatian karena merupakan salah satu faktor resiko terjadinya penyakit diare dan berbagai penyakit berbasis lingkungan lainnya seperti kecacingan,dan penyakit saluran pencernaan lainnya. 3.4 Drainase Lingkungan/Selokan sekitar rumah dan banjir Pada bagian ini dipaparkan kepemilikan sarana pengolahan limbah selain tinja (SPAL=saluran pembuangan air limbah). Saluran limbah merupakan objek yang perlu dimasukan dalam EHRA karena saluran air limbah yang tidak memadai memungkinkan berkembangnya binatang pembawa patogen berbagai penyakit.

44 Prosentase Kebanjiran adalah topik kedua yang akan dipaparkan di bagian ini. Air banjir perlu diangkat dalam EHRA sebab air banjir merupakan salah satu faktor risiko penyakit. Seperti yang diketahui luas, selama kebanjiran dan juga sesudahnya, warga di daerah banjir umumnya terancam sejumlah penyakit seperti penyakit-penyakit yang berhubungan dengan diare, serta penyakit-penyakit yang disebabkan oleh binatang seperti leptospirosis. Adapun hasil wawancara dipaparkan dalam grafik-grafik berikut: Grafik 3.24 Kepemilikan sarana pembuangan air limbah selain tinja E.1 Apakah di rumah mempunyai sarana pembuangan air limbah selain tinja (SPAL= Saluran Pembuangan Air Limbah)? Kepemilikan Sarana Pembuangan Limbah Selain Tinja klaster 0 klaster 1 klaster 2 klaster 3 klaster 4 Total Memiliki Tidak Memiliki Dari Grafik diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden telah memiliki Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL) dengan prosentase total sebesar (79.4%) dengan proporsi terbesar yang memiliki spal di Klaster 4 yaitu desa Cimareme dan wilayah dengan prosentase kepemilikan spal terendah juga ada pada wilayah klaster 4 yaitu sebesar 5% di desa cimareme.

45 Prosentase Prosentase Grafik 3.25 Pembungan air limbah dari dapur E.2 Kemana air bekas buangan /air limbah selain tinja dibuang yang berasal dari: dapur Pembuangan Air Limbah dari Dapur klaster 0 klaster 1 klaster 2 klaster 3 klaster 4 total ke sungai/kanal Ke Jalan/halaman Saluran terbuka saluran tertutup lubang galian pipa saluran pembuangan Dari grafik tersebut dapat terlihat bahwa sebagian besar wilayah rata-rata mengalirkan pembuangan limbah dari dapurnya ke sungai/kanal (42%), dengan proporsi terbesar berada diwilayah klaster 1 (46.1%). %). Sementara presentase terbesar kedua (20.1%) pembuangan limbah dapur dibuang ke saluran terbuka terutama prosentase terbanyak ada dilwilayah klaster 0 (34.6%), dan selain itu limbah dibuang ke saluran tertutup (13.8%). Grafik 3.26 Pembungan air limbah dari kamar mandi E.2 Kemana air bekas buangan /air limbah selain tinja dibuang yang berasal dari: kamar mandi Pembuangan Air Limbah dari Kamar Mandi klaster 0 klaster 1 klaster 2 klaster 3 klaster 4 total ke sungai/kanal Ke Jalan/halaman Saluran terbuka saluran tertutup lubang galian pipa saluran pembuangan Dari grafik tersebut dapat terlihat bahwa sebagian besar wilayah rata-rata mengalirkan pembuangan limbah dari kamar mandi ke sungai/kanal (total 42.7%), dengan proporsi terbesar berada diwilayah klaster 2 (45.3%). Sementara presentase terbesar kedua ( total 20.7%) pembuangan limbah kamar mandi dibuang ke saluran terbuka terutama prosentase terbanyak ada dilwilayah klaster 0 (34.6%), dan selain itu limbah dibuang ke saluran tertutup (total 13.9%).

46 Prosentase Prosentase Grafik 3.27 Pembungan air limbah dari Tempat cuci pakaian E.2 Kemana air bekas buangan /air limbah selain tinja dibuang yang berasal dari: tempat cuci pakaian Pembuangan Air Limbah Dari Tempat Cuci Pakaian klaster 0 klaster 1 klaster 2 klaster 3 klaster 4 total ke sungai/kanal Ke Jalan/halaman Saluran terbuka saluran tertutup lubang galian pipa saluran pembuangan Dari grafik tersebut dapat terlihat bahwa sebagian besar wilayah rata-rata mengalirkan pembuangan limbah dari tempat cuci pakaian ke sungai/kanal (total 42.5%), dengan proporsi terbesar berada diwilayah klaster 1 (44.6%). Sementara presentase terbesar kedua ( total 20.3%) pembuangan limbah tempat cuci pakaian dibuang ke saluran terbuka terutama prosentase terbanyak ada dilwilayah klaster 0 (34.6%), dan selain itu limbah dibuang ke saluran tertutup (total 13.7%). Grafik 3.28 Pembungan air limbah dari wastafel E.2 Kemana air bekas buangan /air limbah selain tinja dibuang yang berasal dari: wastafel Pembuangan Air Limbah dari Wastafel klaster 0 klaster 1 klaster 2 klaster 3 klaster 4 total ke sungai/kanal Ke Jalan/halaman Saluran terbuka saluran tertutup lubang galian pipa saluran pembuangan Dari hasil wawancara responden kebanyak tidak memiliki wastafel, namun dari hasil wawancara kepada responden yang memiliki wastafel didapat gambaran sebagai berikut: sebagian besar pemilik wastafel membuang air limbahnya ke sungai/kanal (total 18.6%), kemudian terbesar kedua limbah dibuang ke saluran terbuka (10.9%) dan ketiga terbesar dibuang ke saluran tertutup (9.7%).

47 Prosentase Indonesia merupakan negara dengan sistem sanitasi (pengelolaan air limbah domestik) terburuk di Asia Tenggara setelah Laos dan Myanmar (ANTARA News,2006). Dari data yang didapatkan dikabupaten Bandung Barat dapat dilihat ternyata pembuangan air limbah baik dari dapur, kamar mandi, air bekas cucian pakaian maupun wastafel masih sebagian besar ke sungai yang jelas akan mencemari badan air. Padahal, pembuangan air limbah ke saluran terbuka akan sangat memungkinkan orang terpapar penyakit,mengkontaminasi air tanah, air permukaan serta menurunkan kualitas tanah dan tempat tinggal. Perempuan dan anak-anak adalah kelompok yang sangat akan beresiko ( Air dari kamar mandi tidak boleh dibuang bersama-sama dengan air dari WC maupun dari dapur. Sehingga ideal nya dibuatkan saluran yang terpisah. Grafik 3.29 Kepernahan banjir di rumah atau dilingkungan sekitar rumah E.3 Apakah rumah yang ditempati saat ini atau lingkungan dan jalan di sekitar rumah pernah terkena banjir? Kepernahan Banjir di Rumah dan dilingkungan Sekitar Rumah klaster 0 klaster 1 klaster 2 klaster 3 klaster 4 total Tidak pernah Sekali dalam setahun Beberapa kali dalam setahun Sekali atau beberapa dalam sebulan Wilayah Bandung Barat merupakan wilayah dengan dataran tinggi yang lebih mendominasi, dan dari hasil wawancara dengan responden diseluruh wilayah klaster sebagian besar tidak pernah mengalami banjir (total 97%), namun dibeberapa wilayah juga mengalami banjir beberapa kali dalam setahun (total 1.5%) dengan prosentase terbesar di wilayah klaster 3 (3.6%) dan klaster 4 (2.5%), klaster 0 (1.5%) serta klaster 2 (0.5%). Dan banjir dengan frekuensi sekali atau beberapa kali dalam sebulan pada klaster 3 (1.3%), klaster 1 (0.2%) dan klaster 2 (0.1%). Responden yang terkena banjir dari keseluruhan tempat yang diwawancara mencapai kurang lebih 3% dengan frekuensi berbeda.

48 Prosentase Prosentase Grafik 3.30 Rutinitas dan Kondisi Ketika Banjir E.4 Apakah banjir biasa terjadi secara rutin? E.5 pada saat banjir terakhir, apakah air memasuki rumah? Rutinitas dan kondisi ketika banjir klaster 0 klaster 1 klaster 2 klaster 3 klaster 4 total banjir terjadi secara rutin banjir tidak rutin banjir memasuki rumah banjir tidak memasuki rumah Dari grafik diatas dapat menggambarkan data dari sekitar 3% Responden yang menjawab pernah terkena banjir, 36% dari keseluruhan ternyata menyatakan bahwa banjir terjadi secara rutin, diantaranya klaster 3(46.8%), klaster 1(31.6%) dan klaster 2 (9.5%). Dan 62.8 Prosennya mengatakan bahwa banjir yang terjadi tidak secara rutin. Dari 3% responden yang terkena banjir pula, 46% diantaranya menjawab bahwa banjir yang terjadi memasuki rumah, dan 52.1% menyatakan bahwa banjir yang terjadi tidak sampai memasuki rumah. Grafik 3.31 Tinggi air yang memasuki rumah E.6 Pada saat terakhir kali banjir,berapa tinggi air yang masuk ke dalam rumah Anda/Ibu? Ketinggian Air Memasuki Rumah klaster 0 klaster 1 klaster 2 klaster 3 klaster 4 total Setumit orang dewasa Setengah lutut orang dewasa Selutut orang dewasa Sepinggang orang dewasa Dari grafik tersebut dapat diketahui bahwa ketinggian air ketika banjir terjadi sebagian besar mencapai setumit orang dewasa (55.2%), yang terjadi diklaster 4 (100%), klaster 2 (63.6%), kalster 1 (60%), dan klaster 3 (50%). Selain itu juga sebagian lainnya ketinggian air mencapai setengah lutut

49 prosentase Prosentase orang dewasa (29.3%) yaitu pada klaster 3(36.1%) dan kalster 1(30%) dan klaster 2 (9.1%). Ketinggian banjir yang mencapai lutut orang dewasa di klaster 3 (8.3%). Namun yang perlu mendapat perhatian lain juga, bahwa ada diwilayah klaster 3 (2.8%) yang ketinggian banjir mencapai sepinggang orang dewasa. Grafik 3.32 Kepernahan WC terendam banjir E. 7 Pada saat terakhir banjir, apakah WC/Jamban juga terendam banjir? Kepernahan WC/Jamban terendam banjir klaster 0 klaster 1 klaster 2 klaster 3 klaster 4 total Tidak pernah Kadang-kadang Sebagian Selalu Dari grafik diatas diketahui bahwa sebagian besar (53.4%) responden yang terkena banjir ternyata WC/Jamban mereka tidak terendam, namun ternyata masih terdapat dibeberapa wilayah yang WC/Jambannya terendam banjir dengan frekuensi kadang kadang, yaitu pada klaster 2 (27.3%) dan klaster 1 (20%) dan klaster 3(5.6%), Yang juga perlu mendapat perhatian daerah yang selalu WC/jambannya terendam banjir pada wilayah klaster 3 (19.4%). Grafik 3.33 Lama Banjir Mengering E. 8 Pada saat terakhir banjir, berapa lama air banjir akan mengering? Lama Air Banjir Mengering klaster 0 klaster 1 klaster 2 klaster 3 klaster 4 total Kurang dari 1 jam Antara 1-3 jam Setengah hari Satu hari Lebih dari 1 hari

50 Dari grafik tersebut didapat hasil dari responden yang diwawancara dan pernah mengalami banjir, ternyata sebagian besar (43.1%) lama air banjir mengering berkisar antara 1-3 jam. Dan prosentase terbesar selanjutny menyatakan lama air banjir mengering sekitar kurang dari 1 jam (29.3%) sedangkan air banjir yang men mengering sampai setengah hari (17.2%) berada di wilayah klaster 3. Bahkan diwilayah klaster 1 (10%) dan kalster 3 (2.8%) ternyata ada air banjir yang mengering hingga satu hari. Dan untuk wilayah klaster 3 (2.8) ada yang wilayah yang mengalami banjir dan air mengering hingga lebih dari 1 hari. 3.5 Pengelolaan Air Minum, Masak, Mencuci dan Gosok Gigi yang Aman dan Higiene. Diagram 3.3 Sumber Air Untuk Minum F.1.1 sumber air utama yang Ibu gunakan untuk minum, masak, mencuci pakaian dan piring dan menggosok gigi? Sumber.5 Air Untuk Minum air botol kemasan air isi ulang air ledeng dari PDAM/Proyek air dari hydran umum air dari kran umum air dari sumur bor/pompa tangan air dari sumur gali terlindungi air dari sumur gali tidak terlindungi air dari mata air terlindungi air dari mata air tidak terlindungi air hujan air sungai air dari waduk/danau Dari diagram diatas dapat diketahui bahwa sumber air sebagian besar responden (34.1%) adalah air sumur gali terlindungi, dan 3 terbesar sumber air minum lainnya ialah dari mata air terlindungi (19.9%) dan dari air isi ulang (13.5%).

51 Diagram 3.4 Sumber Air Untuk Masak F.1.1 sumber air utama yang Ibu gunakan untuk minum, masak, mencuci pakaian dan piring dan menggosok gigi? Sumber Air Untuk Masak air botol kemasan air isi ulang air ledeng dari PDAM/Proyek air dari hydran umum air dari kran umum air dari sumur bor/pompa tangan air dari sumur gali terlindungi air dari sumur gali tidak terlindungi air dari mata air terlindungi air dari mata air tidak terlindungi air hujan air sungai air dari waduk/danau Dari diagram diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar sumber air yang digunakan responden untuk memasak berasal dari sumur gali terlindungi (36.6%), serta dua besar lainnya dari mata air terlindungi (21.1%), dan sumur gali tidak terlindungi (12%) Diagram 3.5 Sumber Air Untuk Mencuci piring dan gelas F.1.1 sumber air utama yang Ibu gunakan untuk minum, masak, mencuci pakaian dan piring dan menggosok gigi? Sumber.3 Air Untuk Mencuci Piring dan Gelas air botol kemasan air isi ulang air ledeng dari PDAM/Proyek air dari hydran umum air dari kran umum air dari sumur bor/pompa tangan air dari sumur gali terlindungi air dari sumur gali tidak terlindungi air dari mata air terlindungi air dari mata air tidak terlindungi air hujan air sungai air dari waduk/danau Dari diagram diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar sumber air yang digunakan responden untuk mencuci piring dan gelas berasal dari sumur gali terlindungi (35%), serta dua besar lainnya dari mata air terlindungi (21.1%), dan sumur gali tidak terlindungi (11.9%)

52 Diagram 3.6 Sumber Air Untuk Mencuci pakaian F.1.1 sumber air utama yang Ibu gunakan untuk minum, masak, mencuci pakaian dan piring dan menggosok gigi? sumber.4 air untuk mencuci pakaian air botol kemasan air isi ulang air ledeng dari PDAM/Proyek air dari hydran umum air dari kran umum air dari sumur bor/pompa tangan air dari sumur gali terlindungi air dari sumur gali tidak terlindungi air dari mata air terlindungi air dari mata air tidak terlindungi air hujan air sungai air dari waduk/danau Dari diagram diatas kita dapat mengetahhui sumber air yang digunakan untuk mencuci pakaian sebagian besar responden berasal dari air sumur gali terlindungi (34.7%), dan dua prosentase sumber terbesar lainnya berasal dari mata air terlindungi (21.2%), serta sumur gali tidak terlindungi (11.9%) Diagram 3.7 Sumber Air Untuk Gosok gigi F.1.1 sumber air utama yang Ibu gunakan untuk minum, masak, mencuci pakaian dan piring dan menggosok gigi? Sumber Air Untuk Gosok Gigi air botol kemasan air isi ulang air ledeng dari PDAM/Proyek air dari hydran umum air dari kran umum air dari sumur bor/pompa tangan air dari sumur gali terlindungi air dari sumur gali tidak terlindungi air dari mata air terlindungi air dari mata air tidak terlindungi air hujan air sungai air dari waduk/danau Dan untuk kegiatan hygiene pribadi dalam hal ini gosok gigi, responden sebagian besar menyatakan sumber air yang digunakan masih dari sumur gali terlindungi (34.7%), ada kemungkinan sumber air yang digunakan untuk kegiatan gosok gigi ini merupakan sumber air yang sama sebagian besar resoponden untuk kegiatan lain seperti mencuci baju, mencuci piring dan gelas, serta untuk

53 Prosentase masak dan minum. Dua prosentase terbesar lainnya air yang banyak digunakan untuk gosok gigi berasal dari mata air terlindungi (20.8%) dan dari sumur gali tidak terlindungi (11.9%). Grafik 3.34 Kepernahan dalam Kesulitan Mendapatkan Air Untuk Kehidupan Sehari-hari F.1.2 Apabila Ibu pernah mengalami kesulitan mendapatkan air untuk kehidupan sehari-hari, berapa lama? Kepernahan dalam kesulitan mendapatkan air untuk kebutuhan sehari-hari klaster 0 klaster 1 kalster 2 klaster 3 kalster 4 total Tidak pernah Beberapa jam saja Satu sampai beberapa hari Seminggu Lebih dari seminggu Pada grafik diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden tidak pernah mengalami kesulitan mendapatkan air untuk kebutuhan sehari-hari (62%), namun ternyata harus menjadi catatan bahwa dikabupaten bandung barat ini meskipun prosentasenya dibawah 15% masih terdapat daerah yang kesulitan mendapat air diantaranya dalam kurun waktu satu sampai beberapa hari (14%) dengan proporsi terbesar di klaster 0. Juga kesulitan air selama lebih dari seminggu (11%) dengan proporsi terbesar di wilayah klaster 0. Air merupakan kebutuhan primer, karenanya kekurangan air baik kualitas maupun kuantitas jelas dapat menjadi salah satu factor resiko baik terhadap kualitas kesehatan dalam hal ini kebutuhan air untuk hygiene pribadi seperti mandi dan mencuci, kesulitan mendapatkannya dapat menyebabkan penyakit yang berbasis water washed desease seperti gatal-gatal dan penyakit kulit lainnya.

54 Prosentase Grafik 3.35 Kepuasan Responden Terhadap Kualitas Air Yang Digunakan F.1.3 Apakah Ibu puas dengan kualitas air yang digunakan saat ini? Kepuasan Responden Terhadap Kualitas Air Yang Digunakan klaster 0 klaster 1 kalster 2 klaster 3 kalster 4 total ya, puas tidak Kepuasan responden akan kualitas air yang dipergunakan oleh mereka, sebagian besar menjawab ya, puas (80%). Namun disamping itu masih terdapat responden yang merasa tidak puas (11.9%) dengan kualitas air, proporsi terbesar yang mengatakan tidak puas di wilayah klaster 0 dan yang terendah di klaster 1. Hal ini perlu dikaji ulang apakah air yang digunakan oleh responden dan warga masyarakat diwilayah tersebut tidak memenuhi syarat secara kualitas dengan indikator fisik yaitu berwarna, berbau atau berasa. Karena air yang berkualitas dan layak digunakan adalah yang memenuhi syarat baik fisik (tidak berbau, tidak berasa dan tidak berwarna) serta kualitas terukur lainnya baik kimia maupun mikrobakteriologi.

55 Prosentase Prosentase Grafik 3.36 Jarak Sumber Air Ke Tempat Pembuangan Tinja F.1.4 jika sumber air ibu berasal dari sumur gali atau sumur bor/pompa tangan, berapa jarak sumber air tersebut ke tempat pembuangan tinja? Jarak Sumber Air Ke Tempat Pembuangan Tinja klaster 0 klaster 1 kalster 2 klaster 3 kalster 4 total < 10 meter meter Dari responden yang menjawab sumber air yang digunakan berasal dari sumur gali, baik terlindungi maupun tidak, sebagian besar (42.1%) diantaranya telah memiliki jarak 10 meter. Sedangkan 29.5% responden mengatakan jarak masih dibawah 10 meter diantaranya wilayah dengan proporsi tertinggi di klaster 3 (33%). Secara teori, jarak antara sumber air bersih yang digunakan dengan sumber pencemar (tempat pembuangan tinja) minimal harus 10 meter, hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kontaminasi bakteri dan berbagai sumber pencemar lainnya ke sumber air bersih. Grafik 3.37 Pengolahan/Penanganan Air sebelum digunakan untuk minum dan masak F.2.1 Apakah Ibu mengolah/menangani air sebelum digunakan untuk minum dan masak? F.2.2 Bagaimana cara ibu mengolah air untuk diminum? Pengolahan/ Penanganan Air Sebelum Diminum dan Masak klaster 0 klaster 1 kalster 2 klaster 3 kalster 4 total Diolah Tidak diolah Direbus Ditambahkan kaporit Menggunakan filter keramik

56 Prosentase Dalam grafik tersebut tergambar dua variabel pertanyaan sekaligus, yaitu prosentase responden yang mengolah air atau tidak serta upaya pengolahan air yang dilakukan. Pada grafik dapat tergambarkan 95.7% melakukan pengolahan air sebelum diminum dan dimasak, sedangkan 4.5% air yang tidak diolah terlebih dahulu adalah air yang digunakan untuk memasak. Dari hasil wawancara memang didapatkan informasi bahwa sebagian responden tidak mengolah terlebih dahulu air yang digunakan melainkan langsung dari sumber ir baik itu kran maupun tempat penampungan air yang dimiliki. Sedangkan upaya atau teknik yang dilakukan untuk mengolah air bersih sebelum digunakan minum atau masak sebagian besar (97.6%) direbus. Grafik 3.38 Penyimpanan Air Yang Telah Diolah di Tempat yang Aman F.2.3 Apakah Ibu menyimpan air yang sudah diolah di tempat yang aman? Tempat Penyimpanan Air Setelah Diolah klaster 0 klaster 1 kalster 2 klaster 3 kalster 4 total Tidak disimpan Ya, dalam Panci terbuka Ya, dalam Panci dengan tutup Ya, dalam Teko/ketel/ceret Ya, dalam Botol/termos Ya, dalam Galon isi ulang Pada grafik diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar (66.1%) responden menggunakan teko/ketel/ceret, 21.6% dalam botol dan 3,1% dalam galon. Hal ini dapat diartikan bahwa sebagian besar responden telah menyimpan air yang telah diolah dalam tempat yang aman dari pencemaran, hal ini tentu merupakan suatu titik kritis dimana air yang dikonsumsi harus bersih bebas dari pencemar. Namun demikian hanya sebagian kecil responden yang tidak menyimpan air yang telah diolah dengan prosentase dibawah 3%, hal ini dapat menjadi titik referensi untuk melakukan intervensi khususnya dengan pendekatan penyuluhan atau peningkatan informasi agar responden/masyarakat dapat mengetahui urgensi atau manfaat dari penyimpanan air yang telah diolah sebelum dikonsumsi. Air dapat menjadi media dari penularan beberapa penyakit gastrointestinal seperti diare, hal ini tentu bisa terjadi bila selain kualitas air yang sangat menentukan juga termasuk cara pengelolaan air tersebut.

57 Prosentase Grafik 3.39 Cara Pengambilan Air Untuk Minum, Masak, Cuci piring gelas,dan gosok gigi dari tempat penyimpanan F.2.4 Bagaimana Ibu mengambil air untuk minum,masak,cuci piring&gelas dan gosok gigi dari tempat penyimpanan air? Cara Mengambil Air Untuk minum, Masak, cuci piring&gelas, gosok gigi dari Tempat Penyimpanan Air klaster 0 klaster 1 kalster 2 klaster 3 kalster 4 total Langsung dari dispenser Dengan menggunakan gayung Dengan menggunakan gelas Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa pada salah satu titik kritis (critical point) pada pengelolaan air ternyata sebagian besar responden (91.9%) telah menggunakan gayung untuk mengambil air dari tempat penyimpanan dan sebagian lainnya dengan menggunakan dispenser dan gelas. EHRA mengkombinasi pertanyaan yang dijawab verbal oleh rsponden juga dengan pengamatan yang dilakukan enumerator, dari hasil yang diamati bahwa cara mengambil air oleh responden selain secara verbal 92% menjawab dengan menggunakan gayung dan setelah diamati 93% diantaranya responden mengambil air dengan cara tangan tidak menyentuh air. Namun pada hal ini, secara prinsip pada responden yang mengambil air dengan cara tangan menyentuh air ada titik yang paling menentukan dimana responden merebusnya sehingga diperkirakan bakteri dan berbagai pathogen yang ada dalam air dapat mati dalam suhu 100⁰C sehingga air aman dikonsumsi. 3.6 Perilaku Higiene dan Sanitasi Pencemaran tinja/ kotoran manusia (feces) adalah sumber utama dari virus, bakteri, dan patogen lain penyebab diare. Jalur pencemaran yang diketahui sehingga cemaran dapat sampai ke mulut manusia, termasuk balita, adalah melalui 4F (Wagner & Lanoix, 1958) yakni fluids (air), fields (tanah), flies (lalat), dan fingers (jari/tangan). Jalur ini memperlihatkan bahwa salah satu upaya prevensi cemaran yang sangat efektif dan efisien adalah perilaku manusia yang memblok jalur fingers. Ini bisa dilakukan dengan mempraktekkan cuci tangan pakai sabun di waktu-waktu yang tepat. Waktu-waktu cuci tangan pakai sabun yang perlu dilakukan seorang ibu/ pengasuh untuk mengurangi risiko balita terkena penyakit-penyakit yang berhubungan dengan diare mencakup 5 (lima) waktu penting yakni, 1) sesudah buang air besar (BAB), 2) sesudah menceboki pantat anak, 3)

58 Prosentase Prosentase sebelum menyantap makanan, 4) sebelum menyuapi anak, dan terakhir adalah 5) sebelum menyiapkan makanan bagi keluarga. Grafik 3.40 Memakai sabun pada hari ini atau kemarin G.1 Apakah Ibu memakai sabun pada hari ini atau kemarin? Memakai Sabun Pada Hari Ini Atau Kemarin klaster 0 klaster 1 klaster 2 klaster 3 klaster 4 Total Ya Tidak Sebagian besar responden yang diwawancara memakai sabun pada hari ini dan kemarin (98.3%) dibandingkan dengan yang tidak memakai (1.7%). Grafik 3.41 Penggunaan Sabun Oleh Anggota Keluarga G.2 Untuk apa saja sabun itu digunakan oleh anggota keluarga? Penggunaan Sabun Oleh Anggota Keluarga mandi memandikan anak menceboki anak mencuci tangan sendiri mencuci tangan anak mencuci peralatan minum, makan, dan masak mencuci pakaian klaster klaster klaster klaster klaster Total Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa tiga prosentase besar responden dalam menggunakan sabun oleh responden sebagian besar dipergunakan untuk kegiatan mandi (95.8%), mencuci pakaian (81.6%), mencuci peralatan masak (87%). Namun justru pada waktu waktu penting titik yang dapat memutuskan mata rantai seperti ketika menceboki anak (37.8% dan mencuci tangan anak (46.9%) prosentasenya masih dibawah 50%.

59 Prosentase Prosentase Hal ini dapat menggambarkan bahwa kesadaran masyarakat khususnya responden untuk menggunakan sabun sebagai bakterisidal dari beberapa waktu penting dalam mencuci tangan masih rendah khususnya setelah menceboki anak (37.8%) pada responden yang memiliki anak. Grafik 3.42 Tempat Anggota Keluarga Mencuci Tangan G.3 Dimana saja anggota keluarga biasanya mencuci tangan? di kamar mandi di dekat kamar mandi Tempat Anggota Keluarga Biasa Mencuci Tangan di jamban di dekat jamban di sumur di sekitar bak penampungan air hujan di tempat cuci piring klaster klaster klaster klaster klaster Total di dapur Grafik diatas memberikan gambaran bahwa tiga prosentase terbesar responden biasa mencuci tangan diantaranya di kamar mandi (62.2%), di jamban (23.7%) dan di tempat cuci piring (19.9%). Sedangkan tempat lainnya seperti di sumur, di dekat kamar mandi, di sumur memiliki prosentase dibawah 8%. Grafik 3.43 Waktu anggota Keluarga Biasa Mencuci Tangan Pakai Sabun G.4 Kapan biasanya anggota keluarga mencuci tangan pakai sabun? Waktu Anggota Keluarga Biasa Mencuci Tangan Menggunakan Sabun sebelum ke toilet setelah menceboki bayi/anak setelah BAB sebelum makan setelah makan sebelum menyuapi anak sebelum menyiapkan masakan setelah memegang hewan sebelum sholat klaster klaster klaster klaster klaster Total

60 Axis Title Waktu-waktu CTPS yang biasa dilakukan anggota keluarga khususnya di 5 waktu penting prosesntase yang dihasilkan dari wawancara diantaranya setelah menceboki bayi/anak (33.6%), setelah BAB (58.8%), sebelum makan (78.3%), sebelum menyuapi anak (31.6%), dan sebelum menyiapkan masakan (31.9%). Perlu menjadi catatan bahwa critical point CTPS di 5 waktu penting kecuali sebelum makan dan setelah BAB memiliki prosentase sekitar 30%, hal ini tentu menjadi perhatian karena hal ini dapat menggambarkan tingkat kesadaran masyarakat yang masih cukup rendah akan pentingnya CTPS di 5 waktu penting. 3.7 Kejadian Penyakit Diare Diare masih merupakan penyebab terbesar terjadinya kematian balita (), dan diare juga masih menduduki peringkat 10 besar penyakit yang sering muncul diunit pelaksana dinas kesehatan kabupaten bandung barat. Penyakit pada dasarnya merupakan hasil outcome dari hubungan interaktif antara manusia dengan perilakunya dan kebiasaannya dengan komponen lingkungan di lain pihak. Dengan demikian, penyakit merupakan hasil hubungan interaktif antara manusia dengan lingkungan, antara perilaku dengan komponen lingkungan yang memiliki potensial penyakit (Achmadi, 2011). Grafik 3.44 Waktu Terdekat Anggota Keluarga Terkena Penyakit Diare H.1 Kapan waktu paling dekat anggota keluarga terkena diare? Waktu Terdekat Anggota Keluarga TerkenaPenyakit Diare Hari ini Kemarin 1 minggu terakhir 1 bulan terakhir 3 bulan terakhir 6 bulan yang lalu Lebih dari 6 bulan yang lalu Tidak pernah klaster klaster klaster klaster klaster Total Dari hasil wawancara yang dilakukan sebagian besar responden menyatakan tidak pernah terdapat anggota keluarga yang mengalami diare dalam waktu terdekat (79%), namun disamping itu menjadi catatan 5.1% pernah mengalami diare dalam kurun waktu lebih dari 6 bulan lalu dengan klaster 0 yang memiliki proporsi terbesar kejadian diare 6 bulan lalu. 4.2% mengatakan diare dalam waktu terdekat 1 bulan lalu dimana klaster 0 yang menjadi wilayah dengan proporsi tertinggi kejadian diare 1 bulan lalu.

61 Prosentase 3.8% mengatakan pernah diare 3 bulan terakhir dengan proporsi tertinggi wilayah klaster 3 yang mengalami diare 3 bulan yang lalu. 3.8% responden mengatakan pernah ada keluarga yang mengalami diare 1 minggu terakhir dengan proporsi tertinggi di wilayah klaster 0. Dan 1.2% mengatakan diare hari ini dengan proporsi terbesar di klaster 2, sisannya yang mengalami diare kemarin dengan proporsi terbesar klaster 3. Grafik 3.45 Anggota Keluarga Yang Terakhir Menderita Diare H.2 Siapa anggota keluarga terakhir yang menderita diare? Anggota Keluarga Yang Terakhir Menderita Diare klaster 0 klaster 1 klaster 2 klaster 3 klaster 4 Total anak-anak balita anak-anak non balita anak remaja laki-laki anak remaja perempuan orang dewasa laki-laki orang dewasa perempuan Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa dari seluruh responden yang menjawab ada anggota keluarga yang mengalami diare dalam waktu dekat sebagian besar (39.7%) mengatakan anak balita yang mengalaminya dan proporsi tertinggi di wilayah klaster 0 (56.2%), serta 27.8% lainnya orang dewasa perempuan, 13.2% orang dewasa laki-laki,14% anak-anak non balita, 6.6% remaja laki-laki, 4.2% remaja perempuan. Balita dan lansia merupakan dua kelompok umur yang paling rentan terhadap penularan penyakit terutama diare pada balita. 3.8 Pengamatan Sekeliling Rumah Selain melakukan wawancara kepada responden, EHRA juga melakukan pengamatan sekeliling rumah responden yang dimulai dari dapur, kamar mandi & WC/Jamban, tempat mencuci pakaian, dan halaman di luar rumah. Berikut merupakan penjabaran hasil pengamatan enumerator di rumah responden

62 3.8.1 Pengamatan Dapur dan Sekelilingnya Dapur didefinisikan ruang pengolahan makanan yang sangat menentukan berhasil tidaknya upaya sanitasi makanan secara keseluruhan, dalam 6 prinsip HSM secara keseluruhan (kamus besar bahasa Indonesia). Dapur yang bersih dan terpelihara dengan baik akan dan terpelihata dengan baik akam merupakan tempat higinis dan menimbulkan citra yang baik bagi pemiliknya. Pengamatan dapur pada studi EHRA ditekankan kepada pengamtan sumber air untuk minum, masak & mencuci alat minum, makan & memasak. Selain itu dilakukan pengamatan juga berdasarkan penyimpanan dan penanganan air minum & masak yang baik & aman, perilaku higiene dan sanitasi, penanganan sampah rumah tangga di dapur dan pengamatan saluran pembuangan air limbah (SPAL) rumah tangga non tinja. Berikut penjabaran hasil pengamatan tersebut a Pengamatan sumber air untuk minum,masak dan mencuci alat minum,makan dan memasak. Selain variable yang ditanyakan langsung juga dalam studi EHRA ini terdapat variable yang diamati langsung oleh enumerator dan hasil pengamatan dari sumber air untuk minum, masak dan mencuci alat minum,makan dan memasak. Hasil yang diperoleh diantaranya: Diagram 3.8 Pengamatan sumber air untuk minum,masak dan mencuci alat minum,makan dan memasak. (pengamatan) AO.1.1 Amati: apakah terlihat sumber air untuk minum, masak dan mencuci peralatan minum, makan dan masak di dapur? Sumber Air Untuk Minum, Masak &Mencuci Alat Minum, Makan & Memasak air ledeng PDAM berfungsi/mengalir air ledeng PDAM tidak berfungsi air sumur gali terlindungi air sumur gali tidak terlindungi sumur bor/pompa tangan sumur bor/pompa tangan dengan mesin hidran umum/kran umum PDAM kran umum-proyek/pdam penjual air keliling lainnya tidak ada Dari diagram diatas dapat diketahui bahwa sumber air terbesar responden yang diwawancara berasal dari Sumur gali terlindungi sebesar 34.5%, dan prosentase terbesar kedua sebesar 23.3% masyarakat menggunakan mata air sebagai sumber air bersih serta 13% menggunakan air ledeng PDAM dan berfungsi. Namun perlu menjadi catatan bahwa dilokasi/sekitar rumah ternyata masih ada

63 Prosentase Prosentase yang tidak terlihat memiliki sumber air (6.8%) disekitar dapur. Hal ini dapat dikarenkan responden yang tidak memiliki sumber air pribadi langsung mengambil air bersih dari sumber tanpa disimpan disekitar rumah terlebih dahulu. Grafik 3.46 Pengamatan sumber air untuk minum,masak dan mencuci alat minum,makan dan memasak.(pengamatan) AO.1.1 Amati: apakah terlihat sumber air untuk minum, masak dan mencuci peralatan minum, makan dan masak di dapur? Pengamatan Sumber Air Untuk Minum, Masak&Mencuci alat minum,makan dan masak air ledeng PDAM berfungsi/me ngalir air ledeng PDAM tidak berfungsi air sumur gali terlindungi air sumur gali tidak terlindungi sumur bor/pompa tangan sumur bor/pompa tangan dengan mesin hidran umum/kran umum PDAM kran umumproyek/pdam penjual air keliling lainnya (Mata Air) Klaster Klaster Klaster Klaster Klaster Total tidak ada Hasil pengamatan enumerator diokasi berbanding lurus dengan hasil pernyataan responden mengenai sumber air yang dipergunakan untuk minum,masak,cuci alat makan minum dan memasak. Sebagian besar (34.5%) bersumber dari sumur gali terlidungi, 23.3% mata air terlindungi dan 13% dari air ledeng PDAM dan berfungsi b Penyimpanan dan Penanganan Air Minum&Masak yang Baik dan Aman Grafik 3.47 Penyimpanan Air Minum&Masak yang Baik dan Aman (pengamatan) A0.2.1 Amati: apa wadah/tempat yang digunakan untuk menyimpan air minum di dapur? A0.2.2 Amati bagaimana Ibu mengambil air untuk minum dan masak dari wadah penyimpanan air? Penyimpanan Air Minum Masak yang Baik&Aman Klaster 0 Klaster 1 Klaster 2 Klaster 3 Klaster 4 Total Tidak disimpan YA, dalam panci terbuka YA, dalam panci tertutup lainnya Tidak tahu

64 Dari hasil pengamatan dapat diketahui bahwa sebagian besar responden menyimpan air minum dan masak di dalam panci tertutup (74.2%), 14.7% dalam panci terbuka, 6.5 tidak disimpan artinya digunakan langsung. Hal ini dapat diartikan 74.2% penyimpanan air dapat dikategorikan aman an terlindung dari cemaran, namun masih terdapat 26% penyimpanan air yang belum aman karena terbuka dan dikhawatirkan dapat tercemar. Pada bagian ini, kita mengkode ulang tempat penyimpanan air yang digunakan menjadi dua kategori besar yaitu AMAN dan TIDAK AMAN. 1. AMAN : apabila Ya dalam panci atau ember atau tempayan yang mempunyai tutup 2. TIDAK AMAN: Tidak disimpan, Ya dalam panci atau ember atau tempayan yang tidak mempunyai tutup,lainnya,tidak tahu. Diagram 3.9 Prosentase Keseluruhan Penyimpanan Air untuk Masak dan Minum yang Baik dan Aman (pengamatan) A0.2.1 Amati: apa wadah/tempat yang digunakan untuk menyimpan air minum di dapur? Penyimpanan Air Minum&Masak yang Baik dan Aman Tidak Aman 26% Aman 74% Dapat disimpulkan dari hasel recode 74% penyimpanan air minum dan masak aman dan 26% tidak aman.

65 Prosentase Grafik 3.48 Penanganan Air Minum&Masak yang Baik dan Aman (pengamatan) A0.2.2 Amati bagaimana Ibu mengambil air untuk minum dan masak dari wadah penyimpanan air? Penanganan Air Minum&Masak yang Baik dan Aman Klaster 0 Klaster 1 Klaster 2 Klaster 3 Klaster 4 Total Tangan menyentuh air Tangan tidak menyentuh air Tidak tahu Pada bagian ini, kita mengkode ulang tempat penyimpanan air yang digunakan menjadi dua kategori besar yaitu AMAN dan TIDAK AMAN. 1. AMAN : apabila tangan tidak menyentuh air. 2. TIDAK AMAN: apabila tangan menyentuh air, tidak tahu. Sedangkan dari hasil pengamatan dapat diketahui sebagian besar responden mengambil air dengan cara yang aman (92%) dan 7% dengan cara yang tidak aman atau tangan masih menyentuh air. Meskipun prosentase rendah namun hal ini tentu dapat menjadi bahan pertimbangan upaya peningkatan pengetahuan masyarakat akan perilaku dalam pengelolaan air minum dan masak yang baik dan aman. Beriut diagram 3.10 yang dapat menggambarkan hasil kode ulang dari cara pengambilan air untuk minum dan masak. Diagram 3.10 Penyimpanan air minum&masak yang baik&aman. (pengamatan) A0.2.2 Amati bagaimana Ibu mengambil air untuk minum dan masak dari wadah penyimpanan air? Penyimpanan Air Minum dan Masak yang Aman dan Baik tidak aman 8% aman 92%

66 3.8.1.c Perilaku Higiene dan sanitasi Grafik 3.49 Ketersediaan Air untuk mencuci tangan didapur (pengamatan) AO.3.1 Amati: apakah tersedia air untuk mencuci tangan di dapur? Ketersediaan Air Untuk Cuci Tangan di Dapur Tidak Ya Total Klaster 4 Klaster 3 Klaster 2 Klaster 1 klaster Dari hasil pengamatan mengenai ketersediaan air untuk cuci tangan di dapur kita dapat mengetahui sebagian besar (62.6%) tersedia air untuk cuci tangan didapur dan proporsi terbesar di klaster 4 sedangkan proporsi terendah di klaster 3. Sedangkan daerah dengan proporsi tertinggi ketidaktersediaan air di dapur untuk mencuci tangan adalah klaster 0 (52%). Ketiadaan sarana dan fasilitas juga dapat memicu tidak tumbuhnya kebiasaan positif yang diharapkan. Grafik 3.50 Ketersediaan Sabun untuk Mencuci Tangan dan Mencuci Peralatan Masak,makan dan minum di dapur (pengamatan) AO.3.2 Amati: apakah terlihat ada sabun untuk mencuci tangan dan Mencuci Peralatan Masak,makan dan minum di dapur? Ketersediaan Sabun untuk Mencuci Tangan dan Mencuci Peralatan di dapur Tidak Ya Total Klaster 4 Klaster 3 Klaster 2 Klaster 1 klaster Dari grafik diatas kita dapat mengetahui ketersediaan sabun untuk mencuci peralatan di dapur, ternyata sebagian besar rumah yang diamati telah tersedia sabun, dengan proporsi terbesar di klaster 4 (97.5%) Sedangkan pada kelompok yang diamati tidak tersedia sabun untuk mencuci peralatan di dapur proporsi paling tinggi ialah di wilayah klaster 0 (42.5%)

67 Diagram 3.11 Penyimpanan makanan (pengamatan) AO.3.3 Amati: Apakah makanan ditutup/dilindungi dari lalat,kecoa,cicak,semut dan serangga lainnya? Penyimpanan Makanan lainnya 1% YA, di dalam kulkas 2% Tidak ditutup 4% YA, disimpan dalam lemari yang tertutup 37% YA, disimpan di atas ditutup 44% YA, disimpan dalam lemari makan 12% Dari diagram diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden telah menyimpan makanan secara aman dan terlindung dari kecoa,lalat,semut dan serangga lainnya. Dan secara keseluruhan dapat dikatakan penyimpanan telah baik dan tertutup meskipun berbeda tempat namun secara substansi tertutup dan kemungkinan terjadi kontaminasi dari berbagai vector penyakit dapat diminimalisir. Sedangkan prosentase responden yang masih belum menutup makanan dibawah 5%. Berikut table detail pengamatan penyimpanan yang aman dari tiap klaster : Tabel 3.3 Penyimpanan Makanan Penyimpanan Makanan klaster 0 Klaster 1 Klaster 2 Klaster 3 Klaster 4 YA, disimpan di atas ditutup YA, disimpan dalam lemari makan YA, disimpan dalam lemari yang tertutup Total YA, di dalam kulkas lainnya Tidak ditutup Dari table tersebut dapat diketahui bahwa prosesntase tertinggi responden yang masih tidak menutup makanan ada di klaster 3 (3.8%), dan terendah di klaster 4 (0). Hal ini dapat menjadi perhatian untuk upaya peningkatan kesadaran masyarakat dalam menerapkan prinsip Hygiene Sanitasi Makanan supaya angka kontaminasi dan kejadian penyakit yang dapat ditularkan melalui makanan terkontaminasi dan perilaku hygiene yang kurang dapat berkurang.

68 prosentase d Penanganan Sampah Rumah Tangga di Dapur Berikut akan diuraikan grafik/ diagram hasil pengamatan enumerator di lapangan. Grafik 3.51 Wadah/tempat yang dipakai untuk mengumpulkan sampah rumah tangga di dapur (pengamatan) AO.4.1 Amati: Apakah ada wadah/tempat yang dipakai untuk mengumpulkan sampah di dapur? Wadah/Tempat Pengumpulan Sampah di Dapur klaster 0 Klaster 1 Klaster 2 Klaster 3 Klaster 4 Total Kantong plastik tertutup kantong plastik terbuka keranjang sampah terbuka keranjang sampah tertutup tidak ada Dari grafik tersebut kita dapat mengetahui gambaran mengenai wadah/tempat pengumpulan sampah yang digunakan masyarakat di dapur. Setelah diamati sebagian besar responden menggunakan keranjang sampah terbuka (36.5%), dan prosentase terendah menggunakan keranjang sampah tertutup (8.4%). Dan 10.4% diantaranya tidak memiliki tempat pengumpulan sampah di dapur. Idealnya menurut teori, tempat sampah sementara yang memenuhi syarat ialah yang kedap air, kuat, mudah diisi dan dikosongkan, serta memiliki tutup serta tentunya memenuhi kapasitas. Hal ini tentu berhubungan dengan pengamanan sampah yang dapat menjadi sumber penyakit baik karena sampah bisa menjadi tempat breeding places dari berbagai serangga dan vector penyakit. Dari hasil pengamatan responden dengan tempat sampah yang memenuhi syarat (keranjang sampah tertutup) prosentasenya masih minim.

69 Prosentase e Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) Rumah Tangga Non Tinja Berikut penjabaran dari hasil pengamatan saluran pembuangan air limbah rumah tangga non tinja: Grafik 3.52 Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) Rumah Tangga Non Tinja (Pengamatan) AO.5.1 Amati: kemana air limbah bekas cuci peralatan minum,makan dan masak dibuang? Saluran Pembuangan Air Limbah Rumah Tangga Non Tinja Ke sungai/kanal/kola m/selokan Ke jalan, halaman, kebun Saluran terbuka Saluran tertutup Lubang galian Pipa saluran pembuangan kotoran (SPAL) Pipa IPAL Sanimas Tidak tahu Tidak ada bak cuci peralatan dapur klaster Klaster Klaster Klaster Klaster Total Dari hasil pengamatan, tiga proporsi terbesar prosentase tempat pembuangan akhir limbah selain tinja, diantaranya 39.4% responden membuang air limbah rumah tangga non tinja nya ke sungai dengan proporsi terbesar di klaster 2. (18.9%) ke saluran terbuka dega proporsi terbesar di klaster 0. (14.1%) responden masih membuang air limbah rumah tangga selain tinja ke jalan,kebun dan halaman terbuka. Dikaitkan dengan teori, drainase atau pembuangan air limbah rumah tangga (grey water) seharusnya mendapatkan pengelolaan khusus dalam pembuangannya, dan salurannya pun harus tertutup agar tidak menjadi sumber pencemar. Namun dari hasil studi di Kabupaten Bandung Barat ini bahkan sebagian besar membuang ke badan air yang jelas dapat mencemari badan air, juga dibuang ke halaman/tempat terbuka yang dapat menyebabkan genangan, sarang berkembangnya vector penyakit seperti nyamuk, dan bisa mencemari tanah dan air tanah.

70 Prosentase prosentase Pengamatan Kamar Mandi Berikut akan dipaparkan hasil pengamatan di sekitar kamar mandi. Grafik 3.53 Ketersediaan sabun&shampoo di kamar mandi (pengamatan) BO.1 Amati: apakah ada sabun&shampoo dikamar mandi? Ketersediaan sabun&shampoo di kamar mandi klaster 0 klaster 1 klaster 2 klaster 3 kalster 4 total ya, ada Tidak ada Sebagian besar kamar mandi responden yang diamati 85.2% diantaranya terdapat sabun dan shampoo. Dan 14.8% nya tidak terdapat sabun dan shampoo di kamar mandi dan proporsi terbesar ketidaktersediaan shampoo dan sabun ada di wilayah klaster 3. Grafik 3.54 Pembuangan Air Limbah dari Air bekas mandi, cuci tangan dan wastafel (pengamatan) BO.2 Amati: kemana air limbah bekas mandi,cuci tangan dan dari wastafel dibuang? SPAL air bekas mandi,cuci tangan dan wastafel (pengamatan) Ke sungai/kanal/kolam/sel okan Ke jalan, halaman, kebun Saluran terbuka Saluran tertutup Lubang galian Pipa saluran pembuangan kotoran (SPAL) klaster klaster klaster klaster kalster total Tidak tahu Seperti hal nya pada hasil pengamatan pembuangan air limbah non tinja dari hasil cuci alat makan dan masak, pada pengamatan pembuangan air lmbah bekas cucian pun sebagian besar responden membuang ke sungai (40.5%) dengan proporsi terbesar wilayah yang masih menyalurkan air limbah bekas cuciannya ke sungai di klaster 2. Serta prosentase dua besar lainnya (17.4%) diantaranya air limbah dibuang ke saluran terbuka dengan proporsi terbesar diklaster 0. Serta 13.6% membuang air limbah bekas cuciannya ke halaman/kebun/tempat terbuka dengan proporsi terbesar wilayah yang ada di klaster 0.

71 Prosentase prosentase Grafik 3.55 Keberadaan jentik nyamuk di tempat penampungan air/bak mandi/ember (pengamatan) BO.3 Amati: bila ada bak penampung air/bak mandi/ember, apakah terlihat jentik-jentik nyamuk didalamnya? Keberadaan jentik Nyamuk dalam Tempat Penampungan Air klaster 0 klaster 1 klaster 2 klaster 3 kalster 4 total Ya Tidak Dari hasil pengamatan dilapangan, pada responden yang memiliki bak penampungan air/bak mandi/ember sebagian besar (75.8%) tidak terdapat jentik di dalamnya. Dan 17.7% masih ditemukan jentik didalamnya dimana proporsi terbesar wilayah yang ditempat penampungan air nya terdapat jentik ialah klaster 2 (20.5%). Hal ini perlu diwaspadai mengingat jentik dari nyamuk ditempat penampungan air yang tidak langsung beralas tanah merupakan jentik Aedes Aegypti yang merupakan vector penyakit DBD. Prosentase 17.7% merupakan prosentase yang tidak dapat abaikan. Harus ada upaya-upaya khusus tindak lanjut mengatasi hal tersebut, misalnya langkah yang efektif adalah PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk), yang dapat memutus siklus hidup Aedes Aegypti serta peningkatan pengetahuan masyarakat akan pentingnya langkah 3M+ (Menutup, Mengubur dan Menguras) serta melakukan upaya-upaya preventif terkena gigtan nyamuk seperti menggunakan Reppelant Pengamatan WC/Jamban Berikut hasil pengamatan di WC/Jamban : a Cuci Tangan Dengan Air Dan Sabun (pengamatan) Grafik 3.56 Ketersediaan Air dan Sabun Untuk Fasilitas Cuci Tangan Di WC Ketersediaan Air dan Sabun Untuk Fasilitas Cuci Tangan Di WC klaster 0 klaster 1 klaster 2 klaster 3 kalster 4 total Air tersedia dalam bak air/ember air tersedia dari kran&berfungsi Air dari kran tapi tidak berfungsi Tidak Ada Air Ada sabun Tidak ada jentik Nyamuk

72 Prosentase Prosentase Hasil pengamatan di sekitar WC/Jamban terhadap ketersediaan air dan sabun untuk fasilitas CTPS di WC ternyata sebagian besar (80.2%) tersedia air dalam bak/ember dan 82.4% bak yang diperiksa tidak terdapat jentik nyamuk serta 78% tersedia sabun di WC. Sedangkan prosentase yang masih tidak terlihat ada air di WC/jamban sebesar 12.4% engan proporsi terbesar diwilayah klaster b Pembuangan air kotor/limbah tinja dan lumpur tinja Berikut ini hasil dari pengamatan pembuangan air kotor/limbah tinja dan lumpur tinja di Kabupaten Bandung Barat. Grafik 3.57 Tipe WC/jamban yang digunakan (pengamatan) CO.2.1 Amati: Termasuk tipe apakah WC/jamban yang Ibu lihat? Tipe WC/Jamban Yang Digunakan klaster 0 klaster 1 klaster 2 klaster 3 kalster 4 total Kloset jongkok leher angsa Kloset duduk leher angsa Plengsengan Cemplung Dari hasil pengamatan terhadap tipe WC/jamban yang digunakan sebagian besar responden memiliki WC dengan tipe kloset jongkok leher angsa (72.9%) dengan proporsi terbesar yang memiliki kloset jongkok leher angsa di klaster 4. 9% menggunakan plengsengan dengan proporsi terbesar di klaster 0. (6%) menggunakan cemplung dan proporsi terbesar diklaster 3. Sedangkan proporsi terendah tipe WC yang digunakan ialah kloset duduk leher angsa (5%). Grafik 3.58 Saluran pembuangan dari WC/jamban terhubungkan atau terselurkan (pengamatan) CO.2.2 Amati: Kemana saluran pembuangan dari kloset disalurkan/terhubungkan? Saluran Pembuangan WC/Jamban Terhubungkan/Disalurkan Cubluk Tangki Septik Sungai, kanal, kolam Jalan, halaman, kebun Saluran terbuka Saluran tertutup Pipa saluran pembuangan kotoran klaster klaster klaster klaster kalster total Tidak tahu

73 Prosentase Hasil pengamatan enumerator mengenai saluran akhir dari pembuangan WC/jamban responden, ternyata dua prosentase terbesar diantaranya 45.1% ke septiktank dimana wilayah yang proporsi pembuangan ke tangki septik diklaster 4. Serta 26.5% responden yang diamati masih menyalurkan buangan tinja nya ke cubluk dengan proporsi terbesar di wilayah klaster 0 (52%). Sedangkan dari hasil pengamatan masih terdapat responden yang menyalurkan buangan WC/Jamban ke saluran terbuka seperti ke sungai/kolam (15.4%), dan saluran terbuka (2.5%) dimana klaster 3 merupakan wilayah yang memiliki proporsi tertinggi saluran pembuangan WC/jamban ke tempat terbuka c Higiene di Jamban Berikut ini hasil pengamatan hygiene di jamban: Grafik 3.59 Higiene di Jamban (Pengamatan) CO.3.1 Amati: Apakah lantai dan dinding jamban/wc bebas dari tinja, bekas tisu yang ada tinja atau bekas pembalut? CO.3.2 Amati: Apakah jamban/wc bebas dari kecoa dan lalat? CO.3.3 Amati: Jika ada kloset jongkok leher angsa, apakah ada gayung dan air untuk menyiram? CO.3.4 Amati: Jika ada kloset duduk leher angsa, cobalah menekan alat penyiram, apakah dapat berfungsi? klaster 0 klaster 1 klaster 2 klaster 3 kalster 4 total lantai dan dinding jamban bebas dari tinja jamban bebas dari kecoa dan lalat jika kloset jongkok leher angsa, apakah ada gayung dan air untuk menyiram jika kloset duduk leher angsa, apakah alat penyiram berfungsi Higiene di jamban (Pengamatan) Grafik diatas menunjukan hasil dari 4 variabel yang diamati mengenai hygiene di jamban dengan hasil yang merupakan prosentase terbesar. Diantaranya 69.5% lantai dan dinding jamban yang diamati bebas dari tinja dimana proporsi terbesar klaster 1 dan terendah di klaster % jamban yang diamati bebas dari kecoa dengan proporsi terbesar di klaster 4 dan terendah di klaster 3. Pada responden yang menggunakan WC jongkok, 76.9% nya terdapat gayung dan air untuk menyiram. Serta pada responden yang menggunakan WC duduk 24.5% nya alat penyiram dapat berfungsi.

74 Prosentase Prosentase Pengamatan Tempat Cuci Pakaian Berikut diuraikan hasil pengamatan di tempat cuci pakaian. Grafik 3.60 Tersedia sabun cuci, shampoo, sabun cuci tangan di tempat cuci pakaian (pengamatan) DO.1 Amati: Apakah ada sabun cuci, shampoo, sabun cuci tangan di tempat cuci pakaian? Ketersediaan Sabun Cuci, shampoo, sabun cuci tangan di tempat cuci pakaian klaster 0 klaster 1 klaster 2 klaster 3 klaster 4 total ya tidak Setelah diamati, dari seluruh tempat cuci pakaian 87.4% atau sebagian besarnya terdapat sabun cuci, shampoo,sabun cuci tangan di tempat cuci pakaian. Terdapat 12.6% nya yang tidak tersedia sabun cuci, shampoo dan sabun cuci tangan di tempat cuci pakaian dengan proporsi terbesar wilayah yang tidak tersedia sabun di tempat cuci pakaian adalah di klaster 3. Grafik 3.61 Sumber air untuk cuci pakaian (pengamatan) DO.2 Amati: Darimana sumber air untuk mencuci pakaian? air ledeng PDAM berfungsi/me ngalir Sumber Air Yang Digunakan Mencuci Pakaian air ledeng PDAM tidak berfungsi sumur gali terlindungi sumur gali tidak terlindungi sumur bor/pompa tangan sumur bor/pompa tangan mesin hidran umum/kran umum PDAM penjual air keliling lainnya (Mata air) klaster klaster klaster klaster klaster total tidak ada sumber air Dari grafik diatas dapat diketahui dari hasil pengamatan sumber air yang digunakan responden untuk mencuci pakaian sebagian besar (87.4%) air ledeng/pdam dan berfungsi, dua prosentase

75 Prosentase terbesar lainnya dari sumur gali tidak terlindungi (33.1%), dan dari mata air (28.1%) dengan proporsi wilayah yang menggunakan mata air sebagai sumber air untuk mencuci pakaian di klaster 3. Grafik 3.62 Tempat Pembuangan Air Limbah Bekas Cucian (Pengamatan) DO.3 Amati: Kemana air limbah bekas mencuci pakaian dibuang? Ke sungai/kanal/kola m/selokan Pembuangan air Limbah bekas cucian (Pengamatan) Ke jalan, halaman, kebun Saluran terbuka Saluran tertutup Lubang galian Pipa saluran pembuangan kotoran (SPAL) klaster klaster klaster klaster klaster total Tidak tahu Dari hasil pengamatan terhadap pembuangan air bekas cucian ternyata sebagian besar (41.7%) masih membuang ke subgai/kanal/kolam/selokan dan proporsi terbesar ada di klaster 2. Selain itu 19.8% masih menyalurkan air bekas cucian ke saluran terbuka dengan proporsi terbesar diklaster 0. Juga prosentase ke tiga terbesar lainnya (14%) membuang air limbah bekas cucian ke jalan, halaman, kebun dengan proporsi terbesar di wilayah klaster 0.

76 Prosentase Prosentase Pengamatan Halaman/Pekarangan/kebun Berikut ini hasil pengamatan di halaman/pekarangan/kebun responden a Jarak dari tangki septik ke sumber air minimal 10 meter (pengamatan) Grafik 3.63 Jarak dari tangki septik ke sumber air minimal 10 meter EO.1.1 Amati: Apakah jarak tangki septik dengan sumber air terdekat minimal 10 meter? Jarak Tangki Septik Ke Sumber Air Bersih Minimal 10 Meter klaster 0 klaster 1 klaster 2 klaster 3 klaster 4 total ya tidak Hasil pengamatan Jarak tangki septik ke sumber air bersih ternyata sebagian besar (70.4%) telah memenuhi syarat minimal 10 meter, namun 29.6% diantaranya masih memiliki jarak yang kurang dari 10 meter dengan proporsi terbanyak wilayah yang jarak nya belum memenuhi syarat di klaster 3 (34.8%) b Pengelolaan sampah: daur ulang dan penggunaan kembali (pengamatan) Grafik 3.64 Cara mengelola sampah (pengamatan) EO.2.1 Amati: Bagaimana cara mengelola sampah di rumah? Dibuang dan dikubur di lobang galian Dibuang dlm lubang galian dan dibakar Cara Mengelola Sampah (pengamatan) Dijadikan makanan binatang Dikumpulkan dlm keranjang sampah permanen Langsung dibakar Dibuang ke sungai/danau/laut Dibuang ke lahan kosong/kebun/hut an Dibiarkan saja klaster klaster klaster klaster klaster total Dari hasil pengamatan didapat bahwa tiga prosentase terbesar pengelolaan sampah responden 48.1% langsung dibakar dengan proporsi terbesar diklaster 1. (18.4%) dibuang dalam lubang galian

77 Prosentase dan dibakar dengan proporsi terbesar di klaster 0. Serta (12.2%) mengumpulkan dalam keranjang sampah permanen dengan poporsi terbesar di klaster 4. Grafik 3.65 Sekeliling rumah bersih dari sampah EO.2.2 Amati: Apakah sekeliling halaman bersih dari sampah? Sekeliling Rumah Bersih Dari Sampah (pengamatan) klaster 0 klaster 1 klaster 2 klaster 3 klaster 4 total ya tidak Hasil pengamatan disekeliling rumah bersih dari sampah sebagian besar rumah yang diamati (65.8%) bersih dari sampah, sedangkan (34.2%) masih terdapat sampah di sekitar rumah dengan proporsi terbesar di klaster 3 yang lingkungan rumahnya masih terdapat sampah berserakan. Diagram 3.12 Sampah terlihat dipilah/dipisahkan (pengamatan) EO.2.3 Amati: Apakah terlihat bahwa sampah dipilah/dipisahkan Prosentase Keseluruhan : Hasil Pengamatan Sampah Dipilah di Tingkat Rumah Tangga ya 30% tidak 70% Dari hasil pengamatan 79% responden tidak melakukan pemilahan sampah terlebih dahulu di tingkat rumah tangga, namun masih terdapat 30% yang memilah sampah sebelum dibuang atau diolah akhir. Dimana wilayah yang masih terlihat mengolah sampah dengan prosentase terbesar ada di wilayah klaster 0 (42.5%), klaster 1 (31.6%), klaster 2 (31.8%), klaster 3 (24.5%) dan kalster 4 (2.5%).

78 prosentase Prosentase Grafik dibawah ini menggambarkan prosentase wilayah yang memilah sampah per klaster. Grafik 3.66 Sampah terlihat dipilah/dipisahkan (pengamatan) EO.2.3 Amati: Apakah terlihat bahwa sampah dipilah/dipisahkan Sampah Terlihat Dipilah/Dipisahkan (pengamatan) klaster 0 klaster 1 klaster 2 klaster 3 klaster 4 total ya tidak Grafik 3.67 Jenis sampah yang dipilah (pengamatan) EO.2.4 Amati: Jika sampah dipilah, apa saja yang terlihat dipilah Jenis sampah Yang dipilah Pada Responden Yang Setelah Diamati memilah Sampah di Rumah klaster 0 klaster 1 klaster 2 klaster 3 klaster 4 total sampah organik/sampah basah plastik gelas/kaca kertas/kardus besi/logam lainnya Dari sekitar 30% responden yang memilah sampah di tingkat rumah tangga, sebagian besar (82.2%) memilah sampah dari jenis plastik terutama di wilayah klaster 4 (100%), klaster 2 (85.7%) serta klster 1 (84.4%). Selain jenis plastik yang dipisahkan dua proporsi terbesar lainnya yaitu dari sampah organic/sampah basah (64%) terutama proporsi terbesar di klaster 4 (100%). Dibawah ini diagram gambaran yang jenis sampah yang dipilah di tingkat rumah tangga.

79 Prosentase Diagram 3.13 Jenis sampah yang dipilah/dipisahkan (pengamatan) Prosentasi Total Jenis Sampah ang Dipilah Pada Responden Yang Memilah Sampah kertas/kardus 17% besi/logam 12% sampah organik/sampa h basah 23% gelas/kaca 19% plastik 29% Grafik 3.68 Keberadaan Tempat Pembuatan Kompos (pengamatan) EO.2.5 Amati: Apakah ada tempat serta kegiatan untuk membuat kompos? Keberadaan Tempat Pembuatan Kompos (Pengamatan) klaster 0 klaster 1 klaster 2 klaster 3 klaster 4 total ya Tidak Dari hasil pengamatan terhadap 30% responden yang mengelola sampah nya sebelum dibuang ternyata 92.1% nya setelah diamati tidak terdapat pembuatan kompos disekitar rumahnya. Dan hanya sekitar 7.9% dan proporsi ditiap klaster yang memiliki tempat pembuatan kompos diantaranya klaster 0 (15%), klaster 1 (7%), klaster 2 (4.2%), klaster 3 (12.1%).

80 Prosentase Prosentase Grafik 3.69 Kompos Yang Dibuat Dapat Dipergunakan (Pengamatan) EO.2.6 Amati: Apakah ada kompos yang sudah bisa dipakai? Kompos Yang Dibuat Dapat Dipergunakan Setelah diamati dari 8% responden yang memiliki tempat pembuatan kompos, 67.6% diantaranya kompos yang dibuat dapat dimanfaatkan diantaranya di klaster 0 (76.7%), terbesar di klaster 1 (81.9%), klaster 2 (72.4%), klaster 3 (55.8%). klaster 0 klaster 1 klaster 2 klaster 3 klaster 4 total Ya Tidak c SPAL/Drainase lingkungan, selokan/banjir Grafik 3.70 Genangan air (pengamatan) EO.3.1 Amati: Apakah halaman/bagian depan rumah ada genangan air? Genangan Air (pengamatan) klaster 0 klaster1 klaster2 klaster 3 klaster 4 total ya tidak Dari hasil pengamatan genangan air di sekitar rumah, ternyata 88.7% nya tidak terdapat genangan air. Namun masih terdapat 11.3% yang ada genangan air disekitar rumah dengan proporsi terbesar di klaster 3 (15.4%) dan terendah di klaster 0 (6.5%)

81 Posentase Prosentase Grafik 3.71 Tempat biasanya air tergenang (pengamatan) EO.3.2 Amati: Dimana air biasanya tergenang? Tempat Adanya Genangan Air klaster 0 klaster1 klaster2 klaster 3 klaster 4 total dihalaman rumah di dekat dapur di dekat kmar mandi di dekat bak penampungan Dari 11.3% rumah yang setelah diamati terdapat genangan air sebagian besar (68.4%) genangan terdapat di halaman rumah, denghan wilayah klaster 2 yang memiliki proporsi tertinggi. Kemudian 23% genangan disekitar dapur dengan wilayah klaster 3 proporsi tertinggi. Dan 16.8% genangan terdapat disekitar kanmar mandi dengan proporsi tertinggi di klaster 0, (12.8%) genangan didekat bak penampungan air dan proporsi terbesar di klaster 4. Grafik 3.72 Asal Air Genangan (pengamatan) EO.3.3 Amati: Darimana air genangan berasal? Asal Air yang Tergenang (pengamatan) klaster 0 klaster1 klaster2 klaster 3 klaster 4 total air limbah kamar mandi air limbah dapur hujan Dari hasil pengamatan terhadap 11.3% rumah yang disekitarnya terdapat genangan air, ternyata setelah diamati lebih lanjut sebagian besar (66.6%) air yang tergenang berasal dari air hujan, 24.3% berasal dari air limbah kamar mandi dan 21.5% berasal dari air limbah dapur.

82 Prosentase Prosentase Grafik 3.73 Halaman bersih dari benda yang dapat menyebabkan air tergenang (pengamatan) EO.3.4 Amati: Apakah halaman bersih dari benda yang dapat menyebabkan air tergenang (seperti ban bekas, kaleng, panci, ember) Halaman Bersih dari Benda Yang menyebabkan Air Tergenang ya, halaman bersih dari benda yg menyebabkan air tergenang tidak, halaman penuh dengan benda yang dapat menyebabkan air tergenang klaster 0 klaster1 klaster2 klaster 3 klaster 4 total Grafik diatas menunjukkan hasil pengamatan dihalaman mengenai keberadaan benda yang dapat menyebabkan air tergenang, dan ternyata sebagian besar (82.8%) halaman sudah bersih dari benda yang menyebabkan air tergenang. Sedangkan 17.2% rumah yang diamati masih terdapat benda dihalaman yang dapat menyebabkan air tergenang dengan proporsi terbesar diklaster 0 (27.5%). Grafik 3.74 Saluran air hujan dekat rumah (pengamatan) EO.3.5 Amati: Apakah Ibu dapat melihat saluran air hujan atau saluran air limbah di dekat rumah (samping depan, samping belakang, samping kanan-kiri) Saluran Air Hujan Dekat Rumah klaster 0 klaster1 klaster2 klaster 3 klaster 4 total ya terbuka Ya, tertutup, tidak terlihat Tidak, tidak terlihat Dari hasil pengamatan terhadap saluran hujan di dekat rumah, sebagian besar (54.1%) setelah diamati ternyata saluran terbuka, sedangkan 33% lainnya tidak terlihat ada saluran air hujan dan 13% nya ada dan tertutup.

83 Prosentase Prosentase Grafik 3.75 Air disaluran dapat mengalir (pengamatan) EO.3.6 Amati: Amati: Apakah air di saluran dapat mengalir? klaster 0 klaster1 klaster2 klaster 3 klaster 4 total Ya Tidak Tidak dapat dipakai, saluran kering Air di Saluran Dapat Mengalir (pengamatan) Tidak ada saluran Dari hasil pengamatan terhadap 67.1% yang memiliki saluran air, 77.6% diantaranya air dapat mengalir, dan sekitar 4.4% air disaluran tidak dapat mengalir serta 1.9% saluran tidak dapat dipakai kaerna saluran kering. Proporsi daerah yang air nya tidak dapat mengalir di klaster 2. Hal ini dapat berpotensi menjadi sarang nyamuk dan sumber penyakit lainnya. Grafik 3.76 Saluran air bersih dari sampah (Pengamatan) EO.3.7 Amati: Apakah saluran air bersih dari sampah? klaster 0 klaster1 klaster2 klaster 3 klaster 4 total Ya, bersih atau hampir selalu bersih Tidak bersih dari sampah, tapi masih dapat mengalir Saluran Air Bersih dari Sampah Tidak bersih dari sampah, saluran tersumbat Tidak bersih dari sampah, tapi saluran kering Tidak ada saluran Dari hasil pengamatan disaluran drainase, sebagian besar (57.3%) saluran air bersih atau hampir selalu bersih dari sampah, 22.8% saluran tidak bersih dari sampah namun masih dapat mengalir dengan proporsi tertinggi diwilayah klaster 4. Hal ini dapat menggambarkan bahwa lingkungan responden khususnya drainase/saluran air masih belum terbebas Dari sampah dan meskipun ketika dilakukan pengamatan saluran dapat mengalir tapi harus diwaspadai saluran akan tersumbat apabila debit air yang dialirkan besar dan hal ini dapat berpotensi terjadinya banjir.

84 1.9 AREA BERESIKO Indikator area berisiko dibuat menjadi lima indikator yaitu : sumber air, air limbah domestik, persampahan, genangan air dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Kelima indikator tersebut merupakan hasil penggabungan dari beberapa pertanyaan dan pengamatan yang terdapat kuesioner studi EHRA. Berikut penjabaran kelima indikator tersebut Sumber Air. Pada indikator sumber air terdapat tiga kriteria yang menentukan tingkat resiko sumber air diantaranya : sumber air tercemar, penggunaan sumber air tidak terlindungi serta kelangkaan air. Dibawah ini diagram dan tabel dapat menggambarkan lebih detail mengenai prosentase dan wilayah per klaster mengenai kriteria dari resiko sumber air yang ada. Diagram 3.14 Area Beresiko pada Sumber Air kelangkaan air 31% SUMBER AIR sumber air tercemar 49% Dari diagram diatas dapat diketahui proporsi terbesar terdapat pada sumber air tercemar (49%), sementara proporsi kelangkaan air (31%), dan pada penggunaan sumber air yang tidak terlindungi (20%). penggunaan sumber air TIDAK terlindungi 20%

85 Prosentase Grafik 3.77 Area beresiko menurut sumber air klaster 0 klaster1 klaster2 klaster 3 klaster 4 total sumber air tercemar penggunaan sumber air TIDAK terlindungi Area Beresiko Menurut Sumber Air kelangkaan air Grafik diatas menunjukan rata-rata di klaster 0,1,2 dan 3 proporsi terbesar kriteria pada resiko sumber air berupa sumber air yang tercemar, kemudian masalah kelangkaan air dan kemudian penggunaan sumber air yang tidak terlindungi. Berbeda dari yang lain, di klaster 4 masalah utama resiko sumber air ialah penggunaan sumber air yang tidak aman, sumber air tercemar dan kelangaan air. Tabel 3.4 Hubungan Antara Kriteria Sumber Air Dengan Kejadian Diare No Kriteria 1 Sumber air tidak terlindungi Kejadian Diare Tidak Diare Diare Total n % n % n % OR P- Value aman % % % tidak aman % % % 2 Kelangkaan air ya % % % tidak % % % Apabila sumber air dikaitkan dengan kejadian diare seperti terlihat pada tabel diatas, proporsi responden yang sumber air tidak terlindungi dan aman pada kelompok responden yang diare (19.9%) tidak jauh berbeda dibandingkan dengan responden yang menggunakan sumber air tidak terlindungi yang tidak aman pada kelompok diare (21.4%). Hasil uji statistik menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kejadian diare dengan sumber air yang tidak terlindungi. Pada kriteria kelangkaan air, proporsi responden yang tidak mengalami kelangkaan air pada kelompok responden yang diare (15,4%) lebih kecil dibandingkan dengan responden yang mengalami

86 Prosentase kelangkaan air pada kelompok diare (30,00%). Hasil uji statistik menunjukan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kejadian diare dengan kelangkaan air (p value =0,000). Dimana responden yang mengalami kelangkaan air 2.3 kali lebih tinggi beresiko terkena diare Air Limbah Domestik Air limbah domestik pada area beresiko ini terdiri dari tiga kriteria diantaranya :pencemaran karena pembuangan isi tangkiseptik, pencemaran karena spal, serta tangki septik suspect tidak aman. Grafik dan table dibawah ini menjabarkan lebih lanjut mengenai resiko air limbah domestik. Diagram 3.14 Resiko Air Limbah Domestik Resiko Air Limbah Domestik pencemaran karena spal 38% tangki septic suspec tidak aman 16% pencemara n karena pembuanga n isi tangki septic 46% Dari ke tiga kriteria tersebut dapat terlihat proporsi terbesar resiko air limbah domestik ialah pada kriteria pencemaran karena pembuangan isi tangki septik (46%), kemudian karena pencemaran dari spal (38%) dan tangki septik suspect tidak aman (16%). Grafik 3.78 Resiko Air Limbah Domestik Per Klaster klaster 0 klaster1 klaster2 klaster 3 klaster 4 total tangki septic suspec tidak aman pencemaran karena pembuangan isi tangki septic Resiko Air Limbah Domestik pencemaran karena spal

87 Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa di klaster 0,1,2 dan 3 pola prosentase terbesar yaitu masalah resiko air limbah domestik dari pencemaran karena pembuangan isi tangki septik, kemudian pencemaran karena spal dan terakhir dari tangki septik suspect tidak aman. Sedangkan di klaster 4, poporsi terbesar karena pencemaran pembuangan isi tangki septik, karena tangki septik suspect tidak aman dan dari pencemaran karena spal. Tabel 3.5 Hubungan Antara Air Limbah domestik dengan kejadian diare No Kriteria 1 tangki septik suspec aman Kejadian Diare Tidak Diare Diare Total n % n % n % OR P- Value tidak % % % ya % % % 2 pencemaran dari pembuangan isi tangki septik tidak % % % ya % % % Hasil dari analisa statistik, apabila tangki suspect aman dikaitkan dengan kejadian diare dapat dilihat dari table diatas bahwa proporsi kejadian diare pada kelompok yang memiliki tangki septic suspect aman (18.4%) tidak jauh berbeda dengan prosporsi kejadian diare pada kelompok responden dengan tangki septic yang suspect tidak aman (18%). Hasil uji statistic menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara kriteria tangki septic aman dengan kejadian diare (p value=1.000). Pada kriteria pencemaran dari pembuangan dari isi tangki septic, kejadian diare pada kelompok yang terdapat pencemaran dari pembuangan isi tangki septic (15.2%) lebih rendah dibandingkan kejadian diare pada kelompok yang tidak ada pencemaran dari pembuangan isi tangki septic. Namun, secara statistic tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kriteria pencemaran dari pembuangan isi tangki septic (p value=0.637) Persampahan Diagram persampahan dibawah ini menunjukkan risiko masalah persampahan terdiri dari 4 kriteria diantaranya: pengelolaan sampah tidak memadai, frekuensi sampah tidak memadai, sampah tidak diolah dan tidak tepat waktu mengangkan sampah. Berikut penjabarannya :

88 Prosentase Diagram 3.15 Risiko Masalah Persampahan Resiko Masalah Persampahan sampah tidak diolah 27% pengelolaan sampah tidak memadai 36% tidak tepat waktu mengangkut sampah 16% frekuensi pengangkutan sampah tidak memadai 21% Dari diagram dapat diketahui bahwa prosentasi terbesar risiko masalah sampah berasal dari pengelolaan yang tidak memadai (36%) disusul kemudian masalah dari sampah tidak diolah (27%), frekuensi pengangkutan sampah yang tidak memadai (21%) serta tidak tepat waktu mengangkut sampah (16%). Grafik 3.79 Resiko Masalah Persampahan Per Klaster klaster 0 klaster1 klaster2 klaster 3 klaster 4 total pengelolaan sampah tidak memadai frekuensi pengangkutan sampah tidak memadai.0 Resiko Masalah Persampahan tidak tepat waktu mengangkut sampah ampah tidak diolah Dari grafik diatas dapat diketahui ternyata kriteria risiko masalah persampahan di tiap klaster berbeda, di klaster 0 yang menjadi permasalahan adalah pengelolaan sampah tidak memadai dan sampah yang tidak diolah. Di klaster 1, masalah utama risiko sampah ada pada pengelolaan sampah yang tidak memadai disusul masalah frekuensi yang tidak memadai dam sampah yang tidak diolah. Di klaster 2, proporsi terbesar ada pada pengelolaan sampah tidak memadai kemudia masalah sampah tidak diolah. Di klaster 3 masalah sampah utama pada pengelolaan sampah tidak memadai disusul

89 tidak tepat waktu dalam mengangkut sampah. Sedangkan di klaster 4, proporsi utama pada frekuensi sampah yang tidak tepat memadai dan tidak tepat waktu mengangkut sampah. Tabel 3.6 Hubungan Persampahan dengan kejadian diare No Kriteria 1 Pengelolaan sampah Kejadian Diare Tidak Diare Diare Total n % n % n % OR P- Value Tidak % % % ya % % % 2 Frekuensi pengangkutan sampah tidak memadai % % % memadai % % % 3 Ketepatan waktu pengangkutan sampah tidak tepat waktu tepat waktu % % % % % % 4 Pengolahan sampah setempah tidak ya % % % % % % Apabila kriteria pengelolaan sampah dikaitkan dengan kejadian diare, ternyata Proporsi penderita diare pada responden yang melakukan pengelolaan sampah (15.3%) lebih sedikit dibanding kejadian diare pada kelompok yang tidak mengelola sampah (21.5%), sehingga secara statistik ada hubungan yang bermakna antara pengelolaan sampah dengan kejadian diare (p=0.005). Kelompok yang tidak mengelola sampah dengan baik beresiko terkena diare 1.5 kali terkena diare Proporsi penderita diare pada kelompok frekuensi pengangkutan sampah yang memadai (10.6%) lebih kecil dibandingkan dengan proporsi penderita pada kelompok yang frekuensi pengangkutan sampah tidak memadai (21.5%), sehingga secara statistik ada hubungan bermakna antara frekuensi pengangkutan sampah dengan kejadian diare (p=0.000), kelompok yang frekuensi pengangkutan sampahnya tidak memadai beresiko 2.3 kali terkena diare. Poporsi penderita diare pada kelompok yang tepat waktu mendapatkan layanan pengangkutan sampah ( 10.5%) lebih sedikit dibandingkan proporsi penderita diare pada kelompok yang tidak tepat waktu mndapatkan layanan pengangkutan sampah (21.7%), sehingga secara statistik dinyatakan ada hubungan yang bermakna antara ketepatan waktu pengangkutan sampah dengan kejadian diare

90 (p=0.000). Pada kelompok yang tidak tepat waktu mendapat pelayanan pengangkutan sampah beresiko 2.3 kali terkena diare. Proporsi kejadian diare pada kelompok yang melakukan pemilahan sampah (15%) tidak berbeda jauh dengan proporsi kejadian diare di kelompok yang tidak melakukan pengolahan sampah (18%), sehingga secara statistik disimpulkan tidak ada hubungan yang bermakna antara pengolahan sampah dengan kejadian diare (p value = 0.249) Genangan Air Pada indikator genangan air kriteria yang dilihat hanya ada atau tidak genangan air di sekitar rumah.pada grafik dibawah ini dapat tergambarkan bahwa sebagian besar (86.7%) tidak terdapat genangan air disekitar rumah, dan (13.3%) ada genangan air dengan proporsi terbanyak ditemukan genangan air di wilayah klaster 3. Grafik 3.80 Resiko Genangan Air Resiko Genangan Air ya ada genangan air tidak ada genangan air total klaster 4 klaster 3 klaster2 klaster1 klaster % 20% 40% 60% 80% 100% Tabel 3.7 Hubungan Genangan Air dengan Kejadian diare No Kriteria 1 Adanya genangan air Kejadian Diare Tidak Diare Diare Total n % n % n % OR P- Value Tidak % % % ya % % % Proporsi penderita diare pada kelompok yang ada genangan air (35%) lebih besar dibandingkan proporsi penderita diare pada kelompok yang tidak terdapat genangan air (19%), sehingga secara

STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA BONTANG TAHUN 2015

STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA BONTANG TAHUN 2015 STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA BONTANG TAHUN 2015 KELOMPOK KERJA (POKJA) SANITASI KOTA BONTANG BAB I PENDAHULUAN Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) atau Studi Penilaian

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PEMBAGIAN DAN PENETAPAN RINCIAN DANA DESA SETIAP DESA KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN BANJARNEGARA. Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Banjarnegara

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN BANJARNEGARA. Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Banjarnegara LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN BANJARNEGARA Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Banjarnegara Kabupaten Banjarnegara September 2011 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 1 DAFTAR TABEL...

Lebih terperinci

Ringkasan Studi EHRA Kabupaten Malang Tahun 2016

Ringkasan Studi EHRA Kabupaten Malang Tahun 2016 Ringkasan Studi EHRA Studi EHRA (Environmental Health Risk Assessment) atau dapat juga disebut sebagai Studi Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan, merupakan sebuah studi partisipatif di tingkat Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

L a p o r a n S t u d i E H R A K a b. T T U Hal. 1

L a p o r a n S t u d i E H R A K a b. T T U Hal. 1 Bab I PENDAHULUAN Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) atau Studi Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan adalah sebuah survey partisipatif di tingkat Kabupaten/kota yang bertujuan untuk memahami

Lebih terperinci

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA BONTANG

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA BONTANG LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA BONTANG KELOMPOK KERJA AIR MINUM & PENYEHATAN LINGKUNGAN (POKJA AMPL) PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN (PPSP) Kota Bontang

Lebih terperinci

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN SAMPANG. Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Sampang

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN SAMPANG. Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Sampang LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN SAMPANG Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Sampang Kabupaten Sampang 2013 KATA PENGANTAR Berdasarkan Undang Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bontang, November 2011 TIM STUDI EHRA KOTA BONTANG. Laporan Studi EHRA Kota Bontang

KATA PENGANTAR. Bontang, November 2011 TIM STUDI EHRA KOTA BONTANG. Laporan Studi EHRA Kota Bontang KATA PENGANTAR Puji Syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan perkenan-nya maka penyusunan laporan Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) Kota Bontang ini dapat

Lebih terperinci

LAPORAN STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment) KABUPATEN POSO PROVINSI SULAWESI TENGAH

LAPORAN STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment) KABUPATEN POSO PROVINSI SULAWESI TENGAH PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN TAHUN 2013 LAPORAN STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment) KABUPATEN POSO PROVINSI SULAWESI TENGAH DISIAPKAN OLEH : POKJA SANITASI KABUPATEN

Lebih terperinci

Pelaksanaan pengumpulan data lapangan dan umpan balik hasil EHRA dipimpin dan dikelola langsung oleh Kelompok Kerja (Pokja) PPSP Kabupaten Pohuwato.

Pelaksanaan pengumpulan data lapangan dan umpan balik hasil EHRA dipimpin dan dikelola langsung oleh Kelompok Kerja (Pokja) PPSP Kabupaten Pohuwato. BAB I PENDAHULUAN Environmental Health Risk Assessment Study atau Studi EHRA adalah sebuah survey partisipatif di tingkat kabupaten/kota yang bertujuan untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Wassalamu alaikum Wr. Wb.

KATA PENGANTAR. Wassalamu alaikum Wr. Wb. KATA PENGANTAR Assalamu alaikum Wr. Wb. Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat, taufik dan hidayah- Nya sehingga Dokumen Hasil Penilaian Resiko Kesehatan Lingkungan atau

Lebih terperinci

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA TERNATE TAHUN 2014

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA TERNATE TAHUN 2014 LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA TERNATE TAHUN 2014 i KATA PENGANTAR Dengan mengucap puji syukur kepada Allah SWT, akhirnya Buku Laporan Studi Environmental Health Risk Assessment

Lebih terperinci

LAPORAN STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment)

LAPORAN STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment) Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman Tahun 2012 LAPORAN STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment) KOTA SALATIGA PROPINSI JAWA TENGAH 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat

Lebih terperinci

BAB 5 BUKU PUTIH SANITASI 2013

BAB 5 BUKU PUTIH SANITASI 2013 BAB 5 INDIKASI PERMASALAHAN DAN POSISI PENGELOLAAN SANITASI Environmental Health Risk Assessment Study atau Studi EHRA adalah sebuah survey partisipatif yang bertujuan untuk memahami kondisi fasilitas

Lebih terperinci

( ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESMENT ) KABUPATEN BANGGAI KEPULAUAN

( ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESMENT ) KABUPATEN BANGGAI KEPULAUAN LAPORAN STUDI EHRA LAPORAN STUDI EHRA (ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESMENT) ( ENVIRONMENTAL HEALTH KABUPATEN BANGGAI KEPULAUAN RISK ASSESMENT ) KABUPATEN BANGGAI KEPULAUAN DISIAPKAN OLEH POKJA SANITASI

Lebih terperinci

Studi EHRA dipandang perlu dilakukan oleh Kabupaten/kota karena:

Studi EHRA dipandang perlu dilakukan oleh Kabupaten/kota karena: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia merupakan faktor kunci dalam rangka mewujudkan masyarakat dan bangsa yang sejahtera. Berkaitan dengan hal tersebut, aspek kesehatan memegang salah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bantaeng, 7 Desember 2016 Pokja AMPL/Sanitasi Kabupaten Bantaeng Ketua, ABDUL WAHAB, SE, M.Si Sekretaris Daerah

KATA PENGANTAR. Bantaeng, 7 Desember 2016 Pokja AMPL/Sanitasi Kabupaten Bantaeng Ketua, ABDUL WAHAB, SE, M.Si Sekretaris Daerah KATA PENGANTAR Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan atau Environmental Health Risk Assessment (EHRA) adalah studi untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku-perilaku yang memiliki resiko pada

Lebih terperinci

1.2 Maksud. 1.3 Tujuan dan Manfaat. 1.4 Pelaksana Studi EHRA

1.2 Maksud. 1.3 Tujuan dan Manfaat. 1.4 Pelaksana Studi EHRA 1.1 Latar Belakang Studi Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan (Environmental Health Risk Assessment / EHRA) adalah sebuah studi partisipatif di Kabupaten/Kota untuk memahami kondisi sanitasi dan higinitas

Lebih terperinci

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN KLATEN

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN KLATEN LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN KLATEN Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) Kabupaten Klaten Kabupaten Klaten 2011 KATA PENGANTAR Assalamu alaikum

Lebih terperinci

LAPORAN STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN WAY KANAN

LAPORAN STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN WAY KANAN LAPORAN STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2014 LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN WAY KANAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN - 2014 D I S U S U N Kelompok Kerja

Lebih terperinci

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA SABANG. Kelompok Kerja Sanitasi Kota Sabang

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA SABANG. Kelompok Kerja Sanitasi Kota Sabang LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA SABANG Kelompok Kerja Sanitasi Kota Sabang Kota Sabang November 2012 KATA PENGANTAR Bismillahiraahmanirrahim Dengan memanjatkan puji dan syukur

Lebih terperinci

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN TAPIN

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN TAPIN LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN TAPIN Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Tapin Kabupaten/ Kota Tapin Bulan Mei 2012 LAPORAN STUDI EHRA TAPIN 2012 LENGKAP 0 DAFTAR ISI

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment) Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan TAHUN 2015 KABUPATEN NGAWI

LAPORAN AKHIR STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment) Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan TAHUN 2015 KABUPATEN NGAWI PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH Jl. Teuku Umar No. 12 Ngawi Kode Pos 63211 Telp. (0351) 746709 Fax (0351) 745956 Email:Bappeda@ngawikab.go.id LAPORAN AKHIR STUDI EHRA (Environmental

Lebih terperinci

LAPORAN STUDI EHRA(Environmental Health Risk Assessment)

LAPORAN STUDI EHRA(Environmental Health Risk Assessment) PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN TAHUN 2014 PEMERINTAH KABUPATEN BENGKAYANG LAPORAN STUDI EHRA(Environmental Health Risk Assessment) Kabupaten : Bengkayang Provinsi : Kalimantan Barat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA DINAS KESEHATAN Jalan Jemursari No. 197 SURABAYA 60243

PEMERINTAH KOTA SURABAYA DINAS KESEHATAN Jalan Jemursari No. 197 SURABAYA 60243 PEMERINTAH KOTA SURABAYA DINAS KESEHATAN Jalan Jemursari No. 197 SURABAYA 60243 LAPORAN AKHIR (Bagian 1) STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA), KOTA SURABAYA TAHUN 2015 Dengan mengucapkan Puji

Lebih terperinci

BAB 3 HASIL STUDI EHRA TAHUN 2013 KABUPATEN MOJOKERTO 3.1 KARAKTERISTIK RESPONDEN

BAB 3 HASIL STUDI EHRA TAHUN 2013 KABUPATEN MOJOKERTO 3.1 KARAKTERISTIK RESPONDEN BAB 3 HASIL STUDI EHRA TAHUN 2013 KABUPATEN MOJOKERTO 3.1 KARAKTERISTIK RESPONDEN Informasi terkait karakteristik responden yang di survey dibagi atas dasar beberapa variabel yaitu : hubungan responden

Lebih terperinci

LAMPIRAN I DOKUMEN PEMUTAKHIRAN SSK KABUPATEN TANAH DATAR 2015

LAMPIRAN I DOKUMEN PEMUTAKHIRAN SSK KABUPATEN TANAH DATAR 2015 LAMPIRAN I DOKUMEN PEMUTAKHIRAN SSK KABUPATEN TANAH DATAR 2015 POKJA SANITASI KABUPATEN TANAH DATAR 2015 Hasil Kajian Aspek Non Teknis dan Lembar Kerja Area Beresiko 1.1 Struktur Organisasi Daerah dan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN BANGGAI 2014

KATA PENGANTAR LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN BANGGAI 2014 KATA PENGANTAR Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) atau Studi Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan merupakan salah satu dari beberapa studi primer yang harus dilakukan oleh Kelompok Kerja

Lebih terperinci

BAB V INDIKASI PERMASALAHAN DAN POSISI PENGELOLAAN SANITASI

BAB V INDIKASI PERMASALAHAN DAN POSISI PENGELOLAAN SANITASI BAB V INDIKASI PERMASALAHAN DAN POSISI PENGELOLAAN SANITASI 5.1. Area Berisiko Sanitasi Setelah menghitung kebutuhan responden dengan menggunakan rumus Slovin, maka ditentukan lokasi studi EHRA dengan

Lebih terperinci

Panduan Praktis Pelaksanaan EHRA (Environmental Health Risk Assessment/Penilaian Risiko Kesehatan karena Lingkungan)

Panduan Praktis Pelaksanaan EHRA (Environmental Health Risk Assessment/Penilaian Risiko Kesehatan karena Lingkungan) Panduan Praktis Pelaksanaan EHRA (Environmental Health Risk Assessment/Penilaian Risiko Kesehatan karena Lingkungan) 1 P a g e KATA PENGANTAR Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) atau studi

Lebih terperinci

Panduan Praktis Pelaksanaan EHRA (Environmental Health Risk Assessment/Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan)

Panduan Praktis Pelaksanaan EHRA (Environmental Health Risk Assessment/Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan) Panduan Praktis Pelaksanaan EHRA (Environmental Health Risk Assessment/Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan) Januari 2014 1 P a g e 2 P a g e DAFTAR ISI Kata Pengantar BAB 1. BAB 2. Pendahuluan Studi

Lebih terperinci

Laporan Study EHRA Kota Lhokseumawe Utara

Laporan Study EHRA Kota Lhokseumawe Utara BAB I PENDAHULUAN Environmental Health Risk Assessment Study atau Studi EHRA adalah sebuah survey partisipatif di tingkat kota yang bertujuan untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas serta

Lebih terperinci

DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI... 1 DAFTAR SINGKATAN DAFTAR TABEL... 2 DAFTAR GRAFIK... 6 DAFTAR FOTO

DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI... 1 DAFTAR SINGKATAN DAFTAR TABEL... 2 DAFTAR GRAFIK... 6 DAFTAR FOTO DAFTAR ISI KATA PENGANTAR RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI... 1 DAFTAR SINGKATAN DAFTAR TABEL... 2 DAFTAR GRAFIK... 6 DAFTAR FOTO I. PENDAHULUAN... 7 II. METODOLOGI DAN LANGKAH STUDI EHRA 2014... 8 2.1.

Lebih terperinci

DATA POTENSI INVESTASI DI KABUPATEN BANDUNG BARAT

DATA POTENSI INVESTASI DI KABUPATEN BANDUNG BARAT KECAMATAN DAN BIDANG NO USAHA 1 KECAMATAN LEMBANG 1. Pengembangan budidaya anggrek 2. Pembangkit listrik panas bumi tangkuban perahu. Pengembangan budidaya tanaman hidroponik LOKASI DATA POTENSI INVESTASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN Latar belakang Program Percepatan Pembangungan Sanitasi Permukiman merupakan sebuah upaya pemerintah dalam mendukung upaya perbaikan sanitasi dasar permukiman bagi masyarakat. Dalam rangkaian

Lebih terperinci

BAB. V Indikasi Permasalahan dan Posisi Pengelolaan Sanitasi Kabupaten Jembrana

BAB. V Indikasi Permasalahan dan Posisi Pengelolaan Sanitasi Kabupaten Jembrana BAB. V Indikasi Permasalahan dan Posisi Pengelolaan Sanitasi Kabupaten Jembrana 5.1. Area Berisiko Sanitasi Pemetaan Kelurahan dan Desa beresiko dilakukan untuk mendapatkan 4 klasifikasi kelurahan, berdasarkan

Lebih terperinci

Pasir Pengaraian, Mei Bupati Rokan Hulu. H. Achmad, M.Si

Pasir Pengaraian, Mei Bupati Rokan Hulu. H. Achmad, M.Si KATA PENGANTAR Study Environmental Health Risk Assessment (EHRA) atau Studi Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan merupakan salah satu dari beberapa studi primer yang harus dilakukan oleh Kelompok Kerja

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF DIAGRAM SISTEM SANITASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK KABUPATEN WONOGIRI. (C) Pengangkutan / Pengaliran

RINGKASAN EKSEKUTIF DIAGRAM SISTEM SANITASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK KABUPATEN WONOGIRI. (C) Pengangkutan / Pengaliran RINGKASAN EKSEKUTIF Strategi Sanitasi Kabupaten Wonogiri adalah suatu dokumen perencanaan yang berisi kebijakan dan strategi pembangunan sanitasi secara komprehensif pada tingkat kabupaten yang dimaksudkan

Lebih terperinci

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN KAPUAS. Kelompok Kerja Sanitasi/Pokja AMPL Kabupaten Kapuas

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN KAPUAS. Kelompok Kerja Sanitasi/Pokja AMPL Kabupaten Kapuas LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN KAPUAS Kelompok Kerja Sanitasi/Pokja AMPL Kabupaten Kapuas Kabupaten Kapuas Tahun 2014 1 KATA PENGANTAR Peningkatan kesehatan lingkungan

Lebih terperinci

LAPORAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN KOTA CIREBON

LAPORAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN KOTA CIREBON LAPORAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN KOTA CIREBON I. PENGANTAR EHRA (Environmental Health Risk Assessment) atau Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan adalah sebuah survey partisipatif di tingkat

Lebih terperinci

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA BANJARMASIN

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA BANJARMASIN LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA BANJARMASIN Kelompok Kerja Sanitasi Kota Banjarmasin Kota Banjarmasin Bulan Nopember 2012 LAPORAN STUDI EHRA BJM 2012 13 DAFTAR ISI DAFTAR

Lebih terperinci

BAB 5: BUKU PUTI SANITASI KOTA BANJARBARU 5.1 AREA BERESIKO SANITASI. Hal 5-1

BAB 5: BUKU PUTI SANITASI KOTA BANJARBARU 5.1 AREA BERESIKO SANITASI. Hal 5-1 BAB 5: Hal 5-5. AREA BERESIKO SANITASI Penetapan area beresiko sanitasi di Kota Banjarbaru didapatkan dari kompilasi hasil skoring terhadap data sekunder sanitasi, hasil studi EHRA dan persepsi SKPD terkait

Lebih terperinci

Tabel Kecamatan Dan Kelurahan Terpilih Untuk Survei EHRA 2014Kota Padangsidimpuan. Kecamatan Kluster. PSP.Tenggara 3. PSP.

Tabel Kecamatan Dan Kelurahan Terpilih Untuk Survei EHRA 2014Kota Padangsidimpuan. Kecamatan Kluster. PSP.Tenggara 3. PSP. BAB V INDIKASI PERMASALAHAN DAN POSISI PENGELOLAAN SANITASI 5.1. Area Berisiko Sanitasi Setelah menghitung kebutuhan responden dengan menggunakan rumus Slovin, maka ditentukan lokasi studi EHRA dengan

Lebih terperinci

PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN (PPSP) TAHUN (Environmental Health Risk Assessment) KABUPATEN SAMBAS

PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN (PPSP) TAHUN (Environmental Health Risk Assessment) KABUPATEN SAMBAS PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN (PPSP) TAHUN 213 LAPORAN STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment) KABUPATEN SAMBAS PROPINSI KALIMANTAN BARAT DISIAPKAN OLEH : POKJA SANITASI

Lebih terperinci

LAMPIRAN I HASIL KAJIAN ASPEK NON TEKNIS DAN LEMBAR KERJA AREA BERISIKO

LAMPIRAN I HASIL KAJIAN ASPEK NON TEKNIS DAN LEMBAR KERJA AREA BERISIKO LAMPIRAN I HASIL KAJIAN ASPEK NON TEKNIS DAN LEMBAR KERJA AREA BERISIKO Dalam bab ini akan dirinci data terkait kondisi sanitasi saat ini yang dapat menggambarkan kondisi dan jumlah infrastruktur sanitasi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Cimahi, 2015 Ketua Pokja AMPL Kota Cimahi (...)

KATA PENGANTAR. Cimahi, 2015 Ketua Pokja AMPL Kota Cimahi (...) KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan ridho NYA laporan penilaian risiko kesehatan lingkungan (Environmental Health Risk Assesment/EHRA) telah selesai disusun.

Lebih terperinci

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA)

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KELOMPOK KERJA SANITASI KOTA BANDA ACEHTAHUN 2014 RINGKASAN EKSEKUTIF Environmental Health Risk Assessment (EHRA) adalah sebuah survei partisipatif

Lebih terperinci

Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman Tahun 2013

Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman Tahun 2013 Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman Tahun 2013 LAPORAN STUDI EHRA (Envirotment Health Risk Assessment) KABUPATENBENER MERIAH PROVINSI ACEH DISIAPKAN OLEH POKJA SANITASI KABUPATEN BENER MERIAH

Lebih terperinci

LAPORAN STUDI EHRA (ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESMENT) KABUPATEN KAPUAS HULU TAHUN 2013 BAB 1 PENDAHULUAN

LAPORAN STUDI EHRA (ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESMENT) KABUPATEN KAPUAS HULU TAHUN 2013 BAB 1 PENDAHULUAN LAPORAN STUDI EHRA (ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESMENT) KABUPATEN KAPUAS HULU TAHUN 2013 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu merupakan salah satu Kabupaten yang peduli

Lebih terperinci

Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) Tahun Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau

Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) Tahun Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) Tahun LAPORAN STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment) Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau DISIAPKAN OLEH: POKJA SANITASI KOTA

Lebih terperinci

LAPORAN. PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN/ EHRA (Environmental Health Risk Assessment)

LAPORAN. PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN/ EHRA (Environmental Health Risk Assessment) LAPORAN EHRA (Environmental Health Risk 2016 LAPORAN PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN/ EHRA (Environmental Health Risk KABUPATEN PASAMAN BARAT 2016 1 LAPORAN EHRA (Environmental Health Risk 2016 DAFTAR

Lebih terperinci

5.1. Area Beresiko Sanitasi

5.1. Area Beresiko Sanitasi 5.1. Area Beresiko Sanitasi Risiko sanitasi adalah terjadinya penurunan kualitas hidup, kesehatan, bangunan dan atau lingkungan akibat rendahnya akses terhadap layanan sektor sanitasi dan perilaku hidup

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Bab Latar Belakang. BPS Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung

PENDAHULUAN. Bab Latar Belakang. BPS Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung Bab - 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sanitasi merupakan salah satu pelayanan dasar yang kurang mendapatkan perhatian dan belum menjadi prioritas pembangunan di daerah. Dari berbagai kajian terungkap

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... 1 HALAMAN PENGESAHAN... II PERNYATAAN... III ABSTRACT... IV INTISARI... V KATA PENGANTAR... VI DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... 1 HALAMAN PENGESAHAN... II PERNYATAAN... III ABSTRACT... IV INTISARI... V KATA PENGANTAR... VI DAFTAR ISI... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... 1 HALAMAN PENGESAHAN... II PERNYATAAN... III ABSTRACT... IV INTISARI... V KATA PENGANTAR... VI DAFTAR ISI... IX DAFTAR TABEL... XI DAFTAR GAMBAR... XII DAFTAR LAMPIRAN... XV

Lebih terperinci

LAPORAN STUDI EHRA (ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESMENT)

LAPORAN STUDI EHRA (ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESMENT) Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman Tahun 2014 LAPORAN STUDI EHRA (ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESMENT) REVISI KOTA CIREBON PROPINSI JAWA BARAT OLEH : POKJA SANITASI KOTA CIREBON KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

RISALAH RAPAT Menindaklanjuti Hasil Rapat POKJA Sanitasi

RISALAH RAPAT Menindaklanjuti Hasil Rapat POKJA Sanitasi RISALAH RAPAT Menindaklanjuti Hasil Rapat POKJA Sanitasi Aula Lt. 3 BAPPEDA Kota Depok, Pimpinan Rapat : Ketua Panitia Rapat Tanggal : 4 Juli 2 Agenda : - Pembentukan Tim EHRA - Rencana Pelaksanaan Studi

Lebih terperinci

DISIAPKAN OLEH : POKJA AMPL/SANITASI KABUPATEN LAMPUNG BARAT

DISIAPKAN OLEH : POKJA AMPL/SANITASI KABUPATEN LAMPUNG BARAT Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman Tahun 2013 LAPORAN STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment) Kabupaten Lampung Barat Provinsi Lampung DISIAPKAN OLEH : POKJA AMPL/SANITASI KABUPATEN

Lebih terperinci

3.1. KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA/RESPONDEN

3.1. KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA/RESPONDEN Bagian 3 DATA DAN ANALISIS HASIL SURVEY EHRA KABUPATEN BENGKULU TENGAH 3.1. KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA/RESPONDEN Bagian ini memaparkan sejumlah variable survey yang berkaitan dengan status rumah tangga/responden

Lebih terperinci

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA PALANGKA RAYA

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA PALANGKA RAYA LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA PALANGKA RAYA Kelompok Kerja Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman Kota Palangka Raya PEMERINTAH KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2014 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN BALANGAN

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN BALANGAN LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN BALANGAN Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Balangan Kabupaten Balangan Bulan Agustus 2013 0 DAFTAR ISI DAFTAR ISI...0 KATA PENGANTAR...2

Lebih terperinci

BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT 2014

BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT 2014 BAB V AREA BERESIKO SANITASI 5.1. Area Beresiko Sanitasi Resiko sanitasi adalah terjadinya penurunan kualitas hidup, kesehatan, bangunan dan atau lingkungan akibat rendahnya akses terhadap layanan sektor

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF PEMUTAKHIRAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN SUMBAWA BARAT 2016

RINGKASAN EKSEKUTIF PEMUTAKHIRAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN SUMBAWA BARAT 2016 KABUPATEN SUMBAWA BARAT 2016 RINGKASAN EKSEKUTIF Dokumen Pemutakhiran Strategi Sanitasi Kota (SSK) Tahun 2016 ini merupakan satu rangkaian yang tidak terpisahkan dengan dokumen lainnya yang telah tersusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan sanitasi sampai saat ini masih belum menjadi prioritas dalam pembangunan daerah. Kecenderungan pembangunan lebih mengarah pada bidang ekonomi berupa pencarian

Lebih terperinci

LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN TANA TORAJA BAB I PENDAHULUAN

LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN TANA TORAJA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sanitasi sebagai salah satu aspek pembangunan memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat, karena berkaitan dengan kesehatan, pola hidup,

Lebih terperinci

LAPORAN PEMUTAKHIRAN STUDI EHRA (Environmental

LAPORAN PEMUTAKHIRAN STUDI EHRA (Environmental Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman Tahun 2015 LAPORAN PEMUTAKHIRAN STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment) Kota Depok Provinsi Jawa Barat (bagian ini dapat diisi foto atau gambar)

Lebih terperinci

LAPORAN STUDI EHRA BANJARBARU

LAPORAN STUDI EHRA BANJARBARU LAPORAN STUDI EHRA BANJARBARU 2012 0 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI... 1 RINGKASAN EKSEKUTIF... 4 DAFTAR TABEL... 6 DAFTAR DIAGRAM... 7 I. PENDAHULUAN... 8 II. METODOLOGI DAN

Lebih terperinci

Kelompok Kerja PPSP Kab. Luwu Utara Tahun 2013 KATA PENGANTAR

Kelompok Kerja PPSP Kab. Luwu Utara Tahun 2013 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR EHRA (Environmental Health Risk Assessment) atau Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan adalah studi yang bertujuan untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku-perilaku yang memiliki

Lebih terperinci

BAB V Area Beresiko Sanitasi

BAB V Area Beresiko Sanitasi BAB V Area Beresiko Sanitasi 6 BAB 5 Area Beresiko Sanitasi Buku Putih Sanitasi sangat penting bagi kabupaten dalam menetapkan prioritas wilayah pengembangan sanitasi yang meliputi pengelolaan air limbah,

Lebih terperinci

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN WONOSOBO

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN WONOSOBO LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN WONOSOBO Disusun oleh: KELOMPOK KERJA SANITASI KABUPATEN WONOSOBO Tahun 2012 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... ii DAFTAR GRAFIK...

Lebih terperinci

Laporan Pelaksanaan dan Hasil STUDI EHRA Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Toraja Utara RINGKASAN EKSEKUTIF

Laporan Pelaksanaan dan Hasil STUDI EHRA Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Toraja Utara RINGKASAN EKSEKUTIF RINGKASAN EKSEKUTIF Untuk mendapatkan target area survey EHRA, digunakan metode Klustering. Dimana penetapan kluster dilakukan berdasarkan 4 (empat) kriteria utama yaitu kepadatan penduduk, angka kemiskinan,

Lebih terperinci

Pokja AMPL Kota Tangerang Selatan. Laporan EHRA Kota Tangerang Selatan. Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman Tahun

Pokja AMPL Kota Tangerang Selatan. Laporan EHRA Kota Tangerang Selatan. Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman Tahun Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman Tahun 2011 1 KATA PENGANTAR Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman Tahun 2011 i DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL...

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan lingkungan di setiap kabupaten masih menjadi permasalahan, begitu pula di Kabupaten Subang. Permasalahan ini bisa dilihat dari indikator kondisi sanitasi

Lebih terperinci

KEBUTUHAN DATA SEKUNDER PADA BAB 2

KEBUTUHAN DATA SEKUNDER PADA BAB 2 KEBUTUHAN DATA SEKUNDER PADA BAB 2 Tabel 2.1 Luas daerah dan pembagian daerah administrasi Tabel 2.2 Jumlah Penduduk perkecamatan dan rata-rata kepadatannya Tabel 2.3 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin

Lebih terperinci

EHRA. Laporan. Studi. Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu. Environmental Health Risk Assessment Study. Pokja Sanitasi Kabupaten Mukomuko

EHRA. Laporan. Studi. Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu. Environmental Health Risk Assessment Study. Pokja Sanitasi Kabupaten Mukomuko 2013 Ssmel Laporan 2013 Studi EHRA Environmental Health Risk Assessment Study Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu Disiapkan oleh Pokja Sanitasi Kabupaten Mukomuko Program Percepatan Pembangunan Sanitasi

Lebih terperinci

Buku Putih Sanitasi 2013

Buku Putih Sanitasi 2013 BAB V INDIKASI PERMASALAHAN DAN POSISI PENGELOLAAN SANITASI Pengelolaan sanitasi meliputi antara lain pengelolaan air bersih, sampah, limbah dan drainase lingkungan yang berkaitan langsung dengan kualitas

Lebih terperinci

Bab 5: 5.1 AREA BERESIKO SANITASI

Bab 5: 5.1 AREA BERESIKO SANITASI Bab 5: Survey EHRA oleh Enumurator DInas 5.1 AREA BERESIKO SANITASI Penetapan area beresiko sanitasi di Kota Banjarbaru didapatkan dari kompilasi hasil skoring terhadap data sekunder sanitasi, hasil studi

Lebih terperinci

Tabel Kecamatan Dan Kelurahan Terpilih Untuk Survei EHRA 2012 Kota Yogyakarta. Sumber: Laporan Studi EHRA Kota Yogyakarta, 2012

Tabel Kecamatan Dan Kelurahan Terpilih Untuk Survei EHRA 2012 Kota Yogyakarta. Sumber: Laporan Studi EHRA Kota Yogyakarta, 2012 BAB V INDIKASI PERMASALAHAN DAN POSISI PENGELOLAAN SANITASI 5.1. Area Berisiko Sanitasi Setelah menghitung kebutuhan responden dengan menggunakan rumus Slovin, maka ditentukan lokasi studi EHRA dengan

Lebih terperinci

Laporan Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan

Laporan Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan Laporan EHRA Kabupaten Pesisir Selatan Laporan Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan Kabupaten Pesisir Selatan Oktober 2011 Pokja Sanitasi Pesisir Selatan III - 21 DAFTAR ISI 1. PENGANTAR Hal 2 2. CATATAN

Lebih terperinci

STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) DI KABUPATEN MINAHASA SELATAN TAHUN

STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) DI KABUPATEN MINAHASA SELATAN TAHUN LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) DI KABUPATEN MINAHASA SELATAN TAHUN KELOMPOK KERJA SANITASI KABUPATEN MINAHASA SELATAN DINAS KESEHATAN KABUPATEN MINAHASA SELATAN TAHUN 1 KATA

Lebih terperinci

ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA)

ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) LAPORAN STUDY EHRA DISIAPKAN OLEH : POKJA SANITASI KABUPATEN ACEH BESAR PROVINSI ACEH TAHUN ANGGARAN 2015

Lebih terperinci

DISIAPKAN OLEH : POKJA AMPL KABUPATEN ROTE NDAO

DISIAPKAN OLEH : POKJA AMPL KABUPATEN ROTE NDAO PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN TAHUN 2016 LAPORAN STUDI EHRA (ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESMENT) KABUPATEN ROTE NDAO PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR DISIAPKAN OLEH : POKJA AMPL KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN... 2 BAB II METODOLOGI DAN LANGKAH SURVEI EHRA Penentuan Target Area Survei... 4

BAB I PENDAHULUAN... 2 BAB II METODOLOGI DAN LANGKAH SURVEI EHRA Penentuan Target Area Survei... 4 Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN... 2 BAB II METODOLOGI DAN LANGKAH SURVEI EHRA... 4 2.1 Penentuan Target Area Survei... 4 2.2 Penentuan Jumlah/Besar Responden... 6 2.3 Penentuan Kelurahan/kampung Area Survei...

Lebih terperinci

Indikasi Permasalahan dan Posisi Pengelolaan Sanitasi

Indikasi Permasalahan dan Posisi Pengelolaan Sanitasi Bab - 5 Indikasi Permasalahan dan Posisi Pengelolaan Sanitasi 5.1. Area Beresiko Sanitasi Risiko sanitasi adalah terjadinya penurunan kualitas hidup, kesehatan, bangunan dan atau lingkungan akibat rendahnya

Lebih terperinci

Profil Sanitasi Wilayah

Profil Sanitasi Wilayah BAB 3 Profil Sanitasi Wilayah 3.1. Kajian Wilayah Sanitasi Wilayah kajian sanitasi Kabupaten Nias adalah desa yang menjadi area sampel studi EHRA (Environmental Health Risk Assessment) yang terdiri dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Berdasarkan pengalaman masa lalu pelaksanaan pembangunan sanitasi di Kab. Bima berjalan secara lamban, belum terintegrasi dalam suatu perencanaan komprehensipif dan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Tarempa, September 2016 Ketua Pokja Studi EHRA Kabupaten Kepulauan Anambas SAHTIAR, SH, MM NIP

KATA PENGANTAR. Tarempa, September 2016 Ketua Pokja Studi EHRA Kabupaten Kepulauan Anambas SAHTIAR, SH, MM NIP i KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah Swt. Atas rahmat dan hidayah-nya yang telah memberikan kekuatan dan kemudahan serta limpahan-nya sehingga Tim Studi EHRA (Studi Environmental Health Risk Assessment

Lebih terperinci

LAPORAN STUDI EHRA (ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT)

LAPORAN STUDI EHRA (ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT) PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI LAPORAN STUDI EHRA (ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT) KOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN TIM STUDI EHRA KOTA PARIAMAN Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT ( EHRA ) KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT ( EHRA ) KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT ( EHRA ) KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Tulang Bawang Barat Dinas Kesehatan Kabupaten Tulang Bawang Barat Juni Tahun

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANDUNG BARAT TAHUN 2009-2029 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Laporan Survey EHRA Kabupaten Jayapura 2012

BAB I PENDAHULUAN. Laporan Survey EHRA Kabupaten Jayapura 2012 Kabupaten Jayapura 2012 BAB I PENDAHULUAN Sanitasi adalah perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya

Lebih terperinci

Environmental Health Risk Assessment (EHRA) \ Penilaian Risiko Kesehatan karena Lingkungan

Environmental Health Risk Assessment (EHRA) \ Penilaian Risiko Kesehatan karena Lingkungan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Environmental Health Assessment Study atau Studi EHRA adalah sebuah survey partisipatif di tingkat kabupaten/kota yang bertujuan untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi

Lebih terperinci

PERAN PEREMPUAN DAYA AIR, SANITASI DAN HIGIENE UNTUK KESEJAHTERAAN ETTY HESTHIATI LPPM UNIV. NASIONAL

PERAN PEREMPUAN DAYA AIR, SANITASI DAN HIGIENE UNTUK KESEJAHTERAAN ETTY HESTHIATI LPPM UNIV. NASIONAL PERAN PEREMPUAN DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR, SANITASI DAN HIGIENE UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT ETTY HESTHIATI LPPM UNIV. NASIONAL JAKARTA A PERAN PEREMPUAN Perempuan sangat berperan dalam pendidikan

Lebih terperinci

BAB 2 Kerangka Pengembangan Sanitasi

BAB 2 Kerangka Pengembangan Sanitasi BAB 2 Kerangka Pengembangan Sanitasi 2.1. Visi Misi Sanitasi Visi Kabupaten Pohuwato Tabel 2.1: Visi dan Misi Sanitasi Kabupaten/Kota Misi Kabupaten Pohuwato Visi Sanitasi Kabupaten Pohuwato Misi Sanitasi

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi II-1 BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI 2.1 Visi Misi Sanitasi Visi Pembangunan Tahun 2011-2015 adalah Melanjutkan Pembangunan Menuju Balangan yang Mandiri dan Sejahtera. Mandiri bermakna harus mampu

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Environmental Health Risk Assessment Study atau Studi EHRA adalah sebuah survey partisipatif di tingkat Kabupaten / kota yang bertujuan untuk memahami kondisi fasilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON I - 1

BAB I PENDAHULUAN BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sanitasi adalah segala upaya yang dilakukan untuk menjamin terwujudnya kondisi yang memenuhi persyaratan kesehatan. Layanan yang tidak optimal dan buruknya kondisi

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode 30 BAB III PROSEDUR PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif. Metode deskriptif menurut Tika (2005 : 6) adalah metode yang lebih mengarah

Lebih terperinci

PEMETAAN SISTEM SANITASI KRITERIA PEMILIHAN LOKASI

PEMETAAN SISTEM SANITASI KRITERIA PEMILIHAN LOKASI PEMERINTAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBU KOTA JAKARTA BADAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH MATERI SOSIALISASI & FGD Rabu, 30 November 2011 PEMETAAN SISTEM SANITASI KRITERIA PEMILIHAN LOKASI Dalam Rangka

Lebih terperinci

ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN SUMENEP

ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN SUMENEP LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN SUMENEP Kelompok Kerja Sanitasi KabupatenSumenep Kabupaten Sumenep 2013 4. LAPORAN STUDI EHRA KAB. SUMENEP TAHUN 2013 fik2 0 KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi (BPS) Kota Bima

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi (BPS) Kota Bima BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sanitasi merupakan salah satu pelayanan dasar yang kurang mendapatkan perhatian dan belum menjadi prioritas pembangunan di daerah. Dari berbagai kajian terungkap bahwa

Lebih terperinci