BAB 1 PENDAHULUAN. Arus modernisasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan masyarakat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 1 PENDAHULUAN. Arus modernisasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan masyarakat"

Transkripsi

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Permasalahan Latar Belakang Masalah Arus modernisasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan masyarakat dunia. Seluruh dunia mengalami perubahan besar seperti industrialisasi, urbanisasi, individualisasi, sekularisasi dan globalisasi. Hal ini membawa dampak dalam pola pikir, pola hidup dan perilaku masyarakat. Seiring dengan hal itu, modernisasi yang menghasilkan sekularisasi juga membawa dampak dalam kehidupan gereja. Di Eropa misalnya, gereja makin ditinggalkan anggota jemaatnya dan dianggap tidak relevan lagi. 1 Tampaknya gereja tidak siap memasuki era modernisasi dan industrialisasi sehingga tidak mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan baru. Akibatnya masyarakat meninggalkan gereja. Banyak orang menganggap persekutuan (communio) gereja tidak penting. Ada pula orang Kristen yang telah meninggalkan iman Kristennya karena merasa iman Kristen tak mampu menjawab persoalan hidupnya. Dalam konteks seperti itulah teologi praktis berkembang. Teologi praktis menghubungkan iman Kristen dalam praksis masyarakat modern. 2 Dalam teologi praktis dipahami bahwa Allah datang dan hadir di dunia ini. Kedatangan dan kehadiran Allah diaktualisasikan oleh manusia. Allah bertindak melalui tindakan manusia. Dalam hal ini manusia menyikapi krisis jaman modern dalam perspektif imannya. Tindakan itu misalnya dapat 1 J.A. van der Ven, Education For Reflective Ministry, Louvain, Peeters Press, 1998, hlm G. Heitink, Teologi Praktis Pastoral dalam Era Modernitas-Postmodernitas, Yogyakarta, Kanisius, 1999, hlm. 36.

2 dilihat dalam pembangunan jemaat yang merupakan teori teologis dari praksis gereja di tengah masyarakat modern. Apakah modernisasi juga membawa perubahan dalam kehidupan masyarakat Indonesia? Dalam proses pembangunan, masyarakat dan bangsa Indonesia juga berada dalam proses modernisasi dan industrialisasi. Modernisasi juga membawa perubahan pola pikir, pola hidup, dan perilaku dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Industrialisasi, urbanisasi, individualisasi, dan sekularisasi mewarnai kehidupan sehari-hari sebagian besar masyarakat. Jika demikian, bagaimanakah kondisi gereja-gereja Indonesia dalam pembangunan jemaat di masa kini? Ada aneka ragam kondisi yang dapat diamati secara umum. Ada gereja yang mengalami pertambahan anggota secara pesat, namun ada pula gereja yang semakin ditinggalkan oleh anggota jemaatnya. Ada gereja yang terus mengupayakan perbaikan pelayanan secara internal gerejawi untuk menarik banyak anggota tapi ada pula gereja yang mengalami stagnasi, hanya menjalankan rutinitas aktifitas pelayanan bahkan ada yang terus mengalami kemerosotan baik secara kuantitas maupun kualitas. Ada gereja yang berupaya melayani masyarakat, ada pula gereja yang tak peduli dengan persoalan-persoalan kemasyarakatan. Bahkan ada gereja yang bertahan pada pola-pola pelayanan dan penginjilan yang eksklusif dan membuat gereja terasing dari seluruh perkembangan masyarakat. Pada kenyataannya banyak gereja tak siap dalam menyikapi berbagai perubahan yang terjadi di tengah masyarakat. Gereja belum menjalankan fungsi positif, kritis, kreatif dan realistis dalam proses perkembangan masyarakat. 3 3 Eka Darmaputera, Pertumbuhan Gereja dan Konteks Kontemporer Indonesia, dalam Buku Makalah Seminar Pertumbuhan Gereja, Jakarta, Panitia SPG, 1989, hlm

3 Sementara itu di tengah kemiskinan yang melanda bangsa, beberapa gereja justru melakukan pembaharuan secara fisik, seperti merenovasi gereja menjadi lebih indah, membuat bangunan-bangunan baru seperti ruang serba guna, dan ruangruang lainnya. Banyak dana dipakai untuk memperbesar dan memperindah gedung gereja. Sebenarnya ada pula beberapa gereja yang melakukan perbaikan program-program kegiatan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas kehidupannya, namun tampaknya hal itu tak membawa banyak perubahan. Kecenderungan untuk membangun gereja yang eksklusif masih mendominasi pembangunan jemaat. Seringkali gereja dipandang sebagai gereja yang hidup dan bertumbuh maju jika jumlah anggotanya semakin bertambah, jumlah kehadiran dan partisipasi anggota jemaat dalam kegiatan gereja makin besar, memiliki banyak kegiatan gerejawi, serta memiliki gedung gereja yang makin besar dan indah. Pada kenyataannya kemerosotan kehidupan internal gerejawi lebih merisaukan daripada kemerosotan fungsi gereja di tengah masyarakat, akibatnya fungsi gereja di tengah masyarakat semakin kurang dapat dirasakan. Perkembangan gereja masih diukur dari perkembangan organisasi dengan jumlah anggota yang besar dan gedung-gedung yang megah. Dalam konteks modernisasi, gereja memang perlu membangun diri agar tidak ditinggalkan anggota jemaatnya namun juga tidak boleh lupa akan tugas dan panggilannya untuk membangun masyarakat. Mengingat akan hal ini, maka teologi praktis perlu memberikan sumbangan pemikiran untuk mengarahkan gereja dalam perencanaan pembangunan jemaat yang kontekstual. 4 4 Yang dimaksud adalah pembangunan jemaat yang didasarkan pada refleksi atas konteks (dialog kritis dan konstruktif dengan konteks ). 3

4 Rumusan Masalah Permasalahan pokok tesis ini terkait dengan kebutuhan akan adanya panduan yang mengarahkan perencanaan pembangunan jemaat yang kontekstual. Permasalahan pokok ini dapat dirumuskan dalam sebuah pertanyaan: Bagaimanakah arah pembangunan jemaat yang dapat dipertanggungjawabkan secara sosiologis dan teologis? 1.2. Landasan Teoritis Penelitian Untuk menjawab permasalahan di atas, penulis melakukan penelitian yang berangkat dari teori-teori sebagai berikut : Pembangunan Jemaat dan Praksis Gereja Pembangunan jemaat mengarahkan diri pada praksis gereja. Praksis gereja meliputi berbagai aktifitas individual dan kelompok yang dicirikan oleh orientasi transformatif. 5 Kata transformatif mengindikasikan perubahan gereja sebagai hasil dua aktifitas yang saling mempengaruhi yaitu aktifitas berdialog dengan konteks masyarakat dan aktifitas melakukan reorientasi diri sendiri pada tujuan dan tugas-tugas gereja secara terus menerus. Yang pertama, gereja secara terus menerus berubah seiring dengan perubahan lingkungan sosialnya. Komunikasi iman di dalam gereja selalu berhubungan dengan konteks masyarakat. Pengalaman dan interpretasi sejarah di masa lalu yang menyatu dalam sebuah tradisi secara kritis dihubungkan dengan interpretasi dan pengalaman masa kini. Yang kedua, gereja secara aktif mengubah dirinya 5 C. Sterkens, Challenges for A Modern Church In Empirical Ecclesiology, in Hermans C.A.M, Moore M.E. (ed), Hermeneutics and Empirical Research in Practical Theology, Leiden: Brill, 2004, hlm

5 sendiri melalui reorientasi berkesinambungan dalam tujuan dan tugas-tugasnya. Dalam menghadapi tantangan baru gereja perlu merumuskan ulang tujuan dan tugas-tugasnya dalam terang Injil. Hubungan dialektis antara gereja yang diubah dan gereja yang mengubah dirinya sendiri adalah dasar orientasi transformatif dalam praksis gereja. Jadi dalam perencanaan pembangunan jemaat yang transformatif kita melakukan proses kontekstualisasi yaitu proses dialog kritis dan konstruktif dengan konteks guna mempersiapkan masa depan gereja dan gereja masa depan Gereja sebagai Organisme dan Organisasi Dalam pembangunan jemaat, gereja dihayati sebagai organisme dan organisasi. 6 Sebagai organisme, gereja terus hidup, bertumbuh, dan berbuah. Dalam rangka pertumbuhannya sebagai organisme, gereja memerlukan peran serta manusia (beserta institusinya) untuk menyiram, memupuk, memelihara hingga mampu berbuah. Pertumbuhan gereja tidak terjadi dengan sendirinya tapi diupayakan dengan proses pertumbuhan terarah yang perlu dipikirkan dan diorganisir oleh manusia. Proses pertumbuhan itu berfungsi untuk mengembangkan potensi pertumbuhan secara maksimal. Dalam hal ini peran Roh Kudus dan manusia dihargai. Dengan kata lain, manusia dipakai Allah untuk mengupayakan pertumbuhan yang maksimal. Dengan menghayati diri sebagai organisme sekaligus organisasi maka gereja tidak menjadi barang mati yang statis tapi juga bukan sekedar bertumbuh secara alamiah. 6 Hasil diskusi dari teori Pertumbuhan Gereja Yang Alamiah ( C.A. Schwarz) dan Jemaat Yang Vital dan Menarik ( J. Hendriks ). 5

6 Menurut P.G. van Hooijdonk, gereja sebagai organisme juga merupakan kenyataan sosial yang memperlihatkan kehidupan dan pertumbuhan orang beriman sebagai group, sebagai communio. 7 Anggota gereja merupakan satu tubuh, satu iman, satu baptisan dan satu Tuhan, satu Allah dan Bapa dari semua, yang berada di atas kita semua, oleh kita semua, dan di dalam kita semua. Anggota gereja saling dihubungkan dan diperkaya dalam satu persekutuan dengan Tuhan sambil berkomunikasi dan solider satu sama lain. Sebagai organisme dan organisasi, pertumbuhan atau perkembangan gereja ditempatkan dalam konteks masyarakat yang lebih luas. Penghayatan hidup menggereja seperti ini memberi ruang bagi gereja untuk terus mengalami pertumbuhan kualitas dalam kehidupan internal gerejawi maupun dalam karya sosial yang transformatif. Gereja hidup dan berkembang bukan untuk dirinya sendiri tapi untuk membangun kerajaan Allah yang mendatangkan damai sejahtera, keadilan dan kebenaran di bumi ini Asumsi Dasar Penelitian Berdasarkan teori tersebut di atas, maka penelitian ini dilakukan dengan asumsi dasar: a. Arah pembangunan jemaat yang dapat dipertanggungjawabkan secara sosiologis dan teologis adalah pembangunan jemaat transformatif yaitu pembangunan jemaat kontekstual yang lahir dari dialog kritis dan konstruktif dengan konteks sehingga menghasilkan praksis iman transformatif. b. Pembangunan jemaat transformatif diharapkan akan meningkatkan kualitas gereja baik dalam kehidupan internal gerejawi maupun dalam transformasi sosial. 7 P.G. van Hooijdonk, Batu-Batu Yang Hidup, Yogyakarta, Kanisius, 1996, hlm

7 1.4. Lingkup Penelitian Penelitian dibatasi dalam lingkup Gereja Kristen Indonesia (GKI) Residen Sudirman Surabaya. Penulis memilih GKI Residen Sudirman Surabaya sebagai salah satu potret kehidupan gereja Indonesia yang berada dalam modernitas, sebab: a. Jemaat ini berada di kota metropolis Surabaya sehingga berhadapan langsung dengan kompleksitas masalah modernitas. b. Anggota jemaatnya sangat plural baik dari segi kesukuan, pandangan teologi, status sosial dan ekonomi, serta pendidikan. c. Jemaat ini memiliki anggota jemaat yang tersebar di desa, di pinggir kota dan di tengah kota. Konteks pluralitas dan modernitas yang ada dalam kehidupan jemaat ini bisa menjadi gambaran kecil konteks ke-indonesia-an. d. Dalam sejarahnya, jemaat ini telah melalui proses perkembangan dari latar belakang gereja Tionghoa menjadi gereja Indonesia yang terbuka terhadap realitas pluralitas masyarakat Indonesia. e. Mengingat proses membangun jemaat secara kontekstual bukan hal yang mudah, maka dalam perencanaan dan pelaksanaannya perlu pelatihan dan pendampingan. Penulis melayani jemaat ini sehingga akan dapat mendampingi penerapan hasil penelitian. Harapannya penelitian ini tidak berhenti pada sebuah karya tesis tapi akan dapat diuji dalam pelaksanaannya sehingga menghasilkan tindak lanjut dalam penelitian-penelitian lain yang juga akan berguna dalam perkembangan teori pembangunan jemaat dan teologi praktis. 7

8 1.5. Tujuan Penulisan Tesis ini ditulis dengan tujuan: a. Memberikan sumbangan pemikiran teologi praktis dalam merancang model pembangunan jemaat transformatif yaitu pembangunan jemaat kontekstual yang lahir dari dialog kritis dan kostruktif dengan konteks sehingga menghasilkan praksis iman transformatif. b. Memberikan sumbangan pemikiran teologi praktis bagi perencanaan pembangunan jemaat dalam konteks GKI Residen Sudirman Surabaya Landasan Teoritis Metode Penelitian Penelitian dilakukan melalui metode penelitian yang didasarkan pada teori sebagai berikut: Prinsip Teologi Praktis, Teologi praktis adalah teori teologis yang menghubungkan tradisi iman Kristen dalam praksis masyarakat modern. Teologi praktis berorientasi empiris. 8 Heitink menawarkan model penelitian teologis praktis yang disebut lingkaran hermeneutis. Dalam lingkaran hermeneutis, perlu diperhatikan tiga perspektif yang saling berhubungan, yaitu: a. Perspektif empiris, yaitu deskripsi, penjelasan fakta-fakta dan korelasinya. b. Perspektif hermeneutis, yaitu perspektif untuk memahami latar belakang dan konteks. Fakta-fakta yang diamati secara empiris dipahami dari latar belakang sejarah, Alkitab, tradisi religius, konteks sosio kultural, sosial ekonomi, dan lain-lain. 8 G. Heitink, Teologi Praktis Pastoral dalam Era Modernitas-Postmodernitas, hlm

9 c. Perspektif strategis. Perspektif ini berbicara mengenai perubahan. Ada dua aspek dalam perspektif strategis yaitu aspek metodologis dan aspek normatif. Aspek metodologis memperhatikan cara-cara (metode) yang dipakai untuk menjalankan perubahan sedangkan aspek normatif mempertanyakan ke arah mana proses perubahan akan dilakukan. 9 Aspek normatif erat kaitannya dengan perspektif hermeneutis. Perspektif ini juga terkait erat dengan perspektif empiris yang merupakan alat penting untuk memikirkan tindakan-tindakan inovatif dan transformatif. Empiris Hermeneutis Strategis Prinsip Gereja sebagai Sistem Terbuka. R.Weverbergh memakai model sistem terbuka untuk mengembangkan jemaat. 10 Dalam model ini jemaat dipahami sebagai jaringan hubungan antar manusia. Dengan dibantu oleh keterbukaan terhadap tradisi jemaat, lingkungan hidupnya dan manusia sebagai pribadi dengan kekhasannya, jemaat memulai proses transformasi yang secara dinamis mencari jati dirinya dan menuju perubahan 9 Ibid. hlm R. Weverbergh, Model Sistem Terbuka, Yogyakarta, Pusat Pastoral, 1992, hlm

10 dalam rangka menghasilkan buah. Tradisi jemaat, lingkungan hidupnya (konteks masyarakat) dan para anggota dengan bakat pribadi merupakan faktor input dalam sistem. Proses transformasi merupakan dinamika yang terus menerus terjadi dalam jemaat. Proses transformasi ini akan menghasilkan output (buah/karya konkret gereja) dan selanjutnya output menjadi umpan balik yang akan mempengaruhi input dan proses transformasi berikutnya. Dalam tesis ini model sistem terbuka dipadukan dengan teori lima faktor J.Hendriks. Model sistem terbuka dapat digambarkan sebagai berikut: 11 input output output output Konteks TRANSFORMASI Feedback (umpan balik) 1.7. Metode Penelitian Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian literatur dan penelitian lapangan yang menggunakan metode kuantitatif Penelitian Literatur Penelitian literatur dilakukan untuk membangun landasan teoritis penelitian pembangunan jemaat. Dari landasan teoritis ini juga ditemukan indikator- 11 Model system terbuka hasil pengembangan teori Weverbergh dilakukan oleh R. van Kooij sebagai bahan kuliah pembangunan jemaat. 12 Sekalipun penelitian lapangan dilakukan dengan metode kuantitatif namun tidak dapat dilepaskan dari metode kualitatif baik dalam mempersiapkan kuesioner maupun analisisnya. 10

11 indikator yang dapat dioperasionalisasikan dalam kuesioner penelitian lapangan. Penelitian literatur penting pula bagi perspektif hermeneutis yaitu dalam rangka mencari sumber-sumber yang dapat dipakai untuk memahami dan menganalisis perspektif empiris serta untuk mempersiapkan langkah-langkah strategis Penelitian Lapangan Penelitian lapangan dilakukan dengan kecenderungan menggunakan metode kuantitatif yang menekankan analisisnya pada data-data numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika. 13 Penelitian kuantitatif dipakai sebagai penelitian untuk menguji dan mengeksplorasi asumsi dasar yang telah dirumuskan. Penelitian dilakukan dengan survei melalui kuesioner yang dibagikan kepada anggota jemaat GKI Residen Sudirman Surabaya. Responden yang terlibat dalam penelitian ini mewakili anggota jemaat yang aktif dalam kegiatan pelayanan gereja (para penatua, pengurus sektor, komisi, dan panitia bakal jemaat) dan anggota jemaat yang hanya hadir dalam kebaktian Minggu. Guna melengkapi metode kuantitatif dalam penelitian lapangan, dalam tesis ini dipakai pula metode kualitatif. Penelitian kualitatif dipakai dalam rangka mengeksplorasi permasalahan dan menggali data-data dari lapangan. Ini dilakukan untuk merumuskan asumsi dasar penelitian, indikator-indikator, variabel-variabel, konteks dan lain-lain. Penelitian kualitatif dipakai pula dalam rangka analisis terhadap dinamika hubungan antar fenomena yang diamati dengan menggunakan logika ilmiah serta mendalami dan memperjelas hasil dan kesimpulan penelitian kuantitatif. Metode-metode penelitian tersebut akan dipakai dalam lingkaran 13 Saifudin Azwar, Metode Penelitian, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2004, hlm

12 hermeneutis sehingga menghasilkan perspektif strategis dalam perencananan pembangunan jemaat kontekstual di GKI Residen Sudirman Surabaya Proses Penelitian Lapangan Penelitian lapangan merupakan upaya untuk mendapatkan deskripsi empiris kehidupan jemaat GKI Residen Sudirman Surabaya. Proses penelitian lapangan dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Penyusunan Kuesioner 14 Kuesioner merupakan instrumen yang akan dipakai dalam penelitian lapangan. Kuesioner penelitian pembangunan jemaat yang kontekstual disusun dari indikator-indikator 15 hasil pengamatan terhadap kehidupan jemaat, hasil studi literatur beberapa teori pembangunan jemaat, dan literatur tentang konteks masyarakat. Selanjutnya indikator-indikator tersebut dijabarkan dalam variabel-variabel 16 yang diterjemahkan dalam butir-butir pertanyaan kuesioner. Ada 2 jenis kuesioner dalam penelitian ini yaitu jenis kuesioner A, untuk anggota jemaat yang terlibat aktif dalam tugas pelayanan gereja (kelompok aktivis) dan jenis kuesioner B, untuk anggota jemaat yang hadir dalam kebaktian tapi tidak terlibat aktif dalam tugas pelayanan gereja (anggota jemaat biasa). 17 Perbedaan kuesioner jenis A dan B terletak pada variabel-variabel yang ditanyakan dalam indikator 14 Kuesioner disusun dalam kerjasama dengan Tim Penelitian Pembangunan Jemaat Fakultas Theologia UKDW. Dalam tim ini, penulis bertugas sebagai asisten (salah satu peneliti). Kuesioner dapat dilihat dalam lampiran Yang dimaksud indikator adalah faktor-faktor yang diduga berperan penting dalam proses pembangunan jemaat. 16 Menurut Dr. Sugiyono dalam Stastistika untuk Penelitian Bandung, CV Alfabeta, 2002, hlm. 2: Variabel merupakan gejala yang menjadi fokus peneliti untuk diamati 17 Istilah anggota jemaat biasa tidak dimaksudkan untuk merendahkan anggota jemaat yang tidak terlibat aktif dalam tugas pelayanan gereja. Istilah ini mungkin kurang tepat, tapi tetap digunakan dalam penelitian semata-mata hanya untuk mempermudah penyebutan kelompok kuesioner. 12

13 kepemimpinan, struktur, tujuan dan tugas. Pembedaan ini dibuat untuk menggali data-data tentang kepemimpinan, struktur, tujuan dan tugas secara lebih mendalam. b. Pre tes Kuesioner. Langkah kedua adalah melakukan pre-tes kuesioner untuk mengetahui apakah kuesioner dapat dipahami oleh responden. Ada 20 orang responden dari beberapa gereja di Jawa Timur & Yogyakarta yang terlibat dalam pretes kuesioner. Dari hasil pre-tes, kuesioner dievaluasi dalam rangka menyiapkan kuesioner yang siap digunakan untuk penelitian lapangan. c. Pelaksanaan Penelitian Lapangan di GKI Residen Sudirman Surabaya. Penelitian dilakukan selama 2 bulan yaitu Agustus September Responden yang terlibat dalam penelitian ini adalah 220 orang anggota jemaat GKI Residen Sudirman Surabaya yang terdiri dari 47% perempuan dan 53% laki-laki, 47% kelompok anggota jemaat biasa dan 53% kelompok aktivis gereja Pengolahan Data Data-data hasil penelitian diolah dengan ilmu statistik. Dalam hal ini dipakai teknik SPSS (Statistical Product and Service Solutions) versi dan bantuan program Excel komputer Analisis Data Data-data hasil penelitian dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Dalam proses analisis, penulis menggabungkan teori analisis SWOT (strengths/kekuatan, weak- 18 Singgih Santoso, Menguasai Statistik di Era Informasi dengan SPSS 12, Jakarta, PT Elex Media Komputindo, 2005, hlm

14 nesses/kelemahan, opportunities/peluang, threats/ancaman) 19 dengan teori J. Hendriks. Dalam rangka mengupayakan vitalisasi jemaat, Hendriks melakukan penelitian dengan metode survey guided development yang menghitung jarak/selisih kenyataan (kondisi faktual) dan harapan (kondisi ideal). Metode ini dipakai untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan sebuah organisasi. 20 Untuk menyiapkan langkah aksi, Hendriks memperhitungkan faktor-faktor pendukung dan penghambat. Proses analisis dalam teori Hendriks ini mirip dengan proses analisis SWOT. Analisis SWOT juga berangkat dari kenyataan empiris untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan sebuah organisasi, diperlengkapi dengan memperhitungkan kondisi-kondisi yang merupakan peluang maupun ancaman untuk melakukan transformasi. Berdasarkan penggabungan dua teori tersebut dan dalam rangka mempersiapkan langkah strategis, penulis merumuskan pendapat responden dalam kriteria-kriteria kondisi yang disebut dengan lemah, netral dan kuat serta menghitung besar motivasi dan kebutuhan responden. 21 Yang dimaksud kondisi lemah adalah kondisi faktual yang negatif. Dengan kata lain variabel yang merupakan kategori ini berada dalam kondisi tidak baik dan kurang baik. Kategori ini terdiri dari kondisi yang disebut : a. Lemah, menggambarkan kondisi faktual yang negatif. Dalam data kuantitatif, kondisi ini dapat dilihat dari nilai rata-rata kondisi faktual dengan nilai kurang dari atau sama dengan1,25. b. Agak lemah, menggambarkan kondisi faktual yang netral ke arah negatif. 19 Freddy Rangkuty, Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis- Reorientasi Konsep Perencanaan Strategis Untuk Menghadapi Abad 21, Jakarta, Gramedia Pustaka Umum, 1997, hlm J. Hendriks, Jemaat Vital dan Menarik, Yogyakarta, Kanisius, 2002, hlm Skala nilai yang dipakai dalam pilihan jawaban kuesioner adalah 0 s.d

15 Dalam data kuantitatif, kondisi ini dapat dilihat dari nilai rata-rata kondisi faktual lebih dari 1,25 kurang dari 2,5. Kondisi netral menggambarkan kondisi faktual yang tidak negatif dan tidak positif. Dalam data kuantitatif, kondisi ini dapat dilihat dari nilai rata-rata kondisi faktual = 2,5. Yang dimaksud kondisi kuat adalah kondisi yang berada dalam kondisi cukup baik dan sangat baik. Kategori ini terdiri dari kategori yang disebut: a. Agak kuat, menggambarkan kondisi faktual netral ke arah positif. Dalam data kuantitatif, kondisi ini dapat dilihat dari nilai rata-rata kondisi faktual dengan nilai lebih dari 2,5, kurang dari atau sama dengan 3,75. b. Kuat Dalam data kuantitatif, kondisi ini dapat dilihat dari kondisi faktual dengan nilai lebih dari atau sama dengan 3,75. Yang dimaksud motivasi dan kebutuhan adalah harapan besar dari responden untuk meningkatkan kondisi faktual ke arah lebih positif (lebih baik). Motivasi atau kebutuhan merupakan sinyal yang penting untuk diperhatikan dalam transformasi kehidupan jemaat. Dalam data kuantitatif, motivasi dan kebutuhan dihitung dengan dengan rumus: 22 M/K = N + (25% x N ) M/K = motivasi /kebutuhan. N = rata-rata selisih kondisi ideal dan faktual. Yang dimaksud dengan masalah adalah kondisi faktual yang lemah namun motivasi atau kebutuhan tinggi. Identifikasi data dalam kategori-kategori di atas 22 Hasil diskusi dengan tim pembangunan jemaat fakultas Theologia UKDW. 15

16 akan berguna dalam penentuan prioritas penanganan masalah dan menyiapkan langkah-langkah strategis Diskusi dengan Responden Pada tanggal 15 Januari 2006 telah dilakukan pertemuan dengan responden untuk menyajikan laporan hasil penelitian lapangan dan mendiskusikannya. Pertemuan dan diskusi ini dilakukan dalam rangka menempatkan responden sebagai subyek penelitian. Dalam diskusi, responden memberikan komentar atas data-data hasil penelitian dan memberikan masukan-masukan untuk proses analisis selanjutnya serta usulan langkah-langkah yang perlu disiapkan untuk membangun GKI Residen Sudirman Surabaya Judul Tesis BERUBAH UNTUK BERBUAH SEBUAH RANCANG BANGUN MODEL PEMBANGUNAN JEMAAT TRANSFORMATIF (Sumbangan Teologi Praktis Dalam Pencarian Model Pembangunan Jemaat Kontekstual Di Gereja Kristen Indonesia Residen Sudirman Surabaya) Kalimat berubah untuk berbuah mewakili kerinduan gereja untuk terus-menerus mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan jaman, seperti semboyan gereja reformasi Ecclesia Reformata Semper Reformanda. Tentunya setiap perkembangan gereja diikuti perubahan-perubahan. Perubahan-perubahan itu positif jika diarahkan untuk menghasilkan buah-buah kehidupan yang membawa kesejahteraan bagi banyak orang. Setiap gereja dipanggil untuk senantiasa 23 Catatan diskusi dengan responden dapat dilihat dalam lampiran 2. 16

17 memperbaharui diri agar dapat menghasilkan buah-buah yang menjadi berkat bagi masyarakat. Pengertian model dalam judul tersebut adalah pola (contoh, acuan, ragam) dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan. 24 Dipilih kata model karena yang dimaksud bukan prinsip yang dapat diterapkan untuk semua gereja dalam segala konteks, tapi hanya merupakan salah satu contoh pola pembangunan jemaat kontekstual di Indonesia. Model tersebut didasari dan diarahkan oleh landasan teologis yang mendasar, bukan sekedar alasan praktis. Pembangunan jemaat berasal dari pengertian oikodomik artinya membangun rumah, menurut gambaran biblis tentang jemaat sebagai rumah rohani di mana para anggotanya dianggap sebagai batu-batu yang hidup ( I Petrus 2:5). Jadi pembangunan jemaat didefinisikan sebagai: Teori teologis tentang menggerakkan dan mendampingi proses-proses yang diarahkan pada berfungsinya jemaat dalam situasi tertentu dengan segala kemungkinankemungkinannya dan menurut panggilannya. Teori teologis ini juga menggerakkan dan mendampingi proses-proses yang diarahkan kepada pembentukan struktur-struktur yang memadai bagi berfungsinya jemaat tersebut. 25 Pembangunan jemaat merupakan paham inti dalam teologi praktis yang memiliki aspek empiris dan normatif. Pembangunan jemaat menolong jemaat beriman lokal (setempat) agar dengan penuh tanggungjawab berkembang menuju persekutuan iman yang mengantarai keadilan dan kasih Allah, dan yang terbuka terhadap masalah manusia di masa kini. Judul tesis ini memakai istilah pembangunan jemaat (bukan pembangunan gereja) karena kata gereja sering diartikan secara umum atau universal. Sedangkan yang dimaksud di sini adalah intervensi sistematis dan metodis dalam tindak-tanduk 24 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 2001, hlm G. Heitink, Teologi Praktis, 1999, hlm

18 jemaat beriman setempat. 26 Dalam istilah jemaat mengandung sifat kelembagaan gereja setempat (gereja lokal) Kata kontekstual berarti berhubungan dengan konteks. Hal ini terkait erat dengan pengertian kata konteks dan kontekstualisasi. Konteks adalah ruang lingkup hidup manusia yang bukan hanya berarti fisik dan geografis tetapi mencakup latar pengalaman hidup sehari-hari. 27 Hal ini terkait dengan falsafah, sistem berpikir terhadap realita, agama, budaya, dan problem-problem masyarakat yang aktual. Sedangkan kontekstualisasi adalah dialog kritis dan konstruktif dengan konteks sehingga memperhatikan praksis iman yang transformatif. Dalam proses kontekstualisasi kita melakukan interpretasi dan mendialogkan konteks Alkitab, konteks tradisi gereja dan konteks lokal dalam proses hermeneutis Sistematika Penulisan Bab 1 : Pendahuluan 1.1. Permasalahan 1.2. Landasan Teoritis Penelitian 1.3. Asumsi Dasar Penelitian 1.4. Lingkup Penelitian 1.5. Tujuan Penulisan 1.6. Landasan Teoritis Metode Penelitian 1.7. Metode Penelitian 1.8. Judul Tesis 1.9. Sistematika Penulisan 26 P.G. van Hooijdonk, Batu-Batu Yang Hidup, 1996, hlm A. Riyanto (ed), Membangun Gereja dari Konteks, Malang, Dioma, 2004, hlm E.G. Singgih, Dari Israel ke Asia, Jakarta, BPK Gunung Mulia, 1982, hlm

19 Bab 2: Landasan Teoritis Pembangunan Jemaat Transformatif Dalam bab ini dipaparkan landasan teoritis pembangunan jemaat transformatif. Bab 3: Mengamati Pembangunan Jemaat GKI Residen Sudirman Surabaya. Bab ini berisi tentang data dan fakta empiris sebagai laporan hasil penelitian lapangan di GKI Residen Sudirman Surabaya. Bab 4: Analisis Masalah Pembangunan Jemaat GKI Residen Sudirman Surabaya. Bab ini berisi tentang analisis terhadap masalah-masalah pembangunan jemaat GKI Residen Sudirman Surabaya, sebagai bagian dari proses hermeneutis. Bab 5: Refleksi Teologis sebagai Landasan Normatif Pembangunan Jemaat Transformatif Bab ini berisi tentang refleksi teologis sebagai dasar normatif menuju perencanaan strategis. Bab 6: Mewujudkan Pembangunan Jemaat Transformatif Bab ini berisi tentang perencanaan strategis dalam pembangunan jemaat transformatif. Bab 7: Penutup. 19

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan di perkotaan diperhadapkan dengan sebuah realita kehidupan yang kompleks. Pembangunan yang terus berlangsung membuat masyarakat berlomba-lomba untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gereja adalah persekutuan orang percaya yang dipanggil oleh Allah dan diutus untuk menghadirkan Kerajaan Allah di dunia, ini merupakan hakikat gereja. Gereja juga dikenal

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah Keadaan Umum Gereja Saat Ini

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah Keadaan Umum Gereja Saat Ini BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1.2 Keadaan Umum Gereja Saat Ini Gereja yang dahulu hanya berfungsi dan dianggap jemaat sebagai tempat bersekutu, merasa tenang, menikmati liturgi yang menarik,

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini, di berbagai tempat di dunia, terkhusus di Indonesia, terjadi perubahan yang cukup mencolok dalam partisipasi jemaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketika sebuah jemaat 1 akan mengadakan kegiatan, entah itu kebaktian umum, persekutuan kategorial, persekutuan wilayah maupun berbagai pembinaan tentulah didasari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1986, h Afra Siauwarjaya, Membangun Gereja Indonesia 2: Katekese Umat dalam Pembangunan Gereja

BAB I PENDAHULUAN. 1986, h Afra Siauwarjaya, Membangun Gereja Indonesia 2: Katekese Umat dalam Pembangunan Gereja BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang dan Kerangka Teori. Gereja, dalam ekklesiologi, dipahami sebagai kumpulan orang percaya yang dipanggil untuk berpartisipasi dalam perutusan Kristus yaitu memberitakan

Lebih terperinci

Dalam rangka mewujudkan kehidupan bergereja yang lebih baik, GKJ Krapyak mempunyai strategi pelayanan kemajelisan sebagai berikut :

Dalam rangka mewujudkan kehidupan bergereja yang lebih baik, GKJ Krapyak mempunyai strategi pelayanan kemajelisan sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Jika melihat sekilas tentang bagaimana Gereja menjalankan karyanya -khususnya Gereja Kristen Jawa (GKJ)-, memang sangat tampak bahwa Gereja merupakan sebuah organisasi

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Keberadaan gereja di dunia ini menjadi tanda dan alat bagi misi Allah. Misi Allah ini terkait dengan kehendak Allah yang menyelamatkan seluruh umat manusia. Dengan memperhatikan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Indonesia merupakan negara di wilayah Asia secara geografis yang diwarnai oleh dua kenyataan, yaitu kemajemukan agama dan kebudayaan, serta situasi kemiskinan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN 1.1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) adalah Gereja mandiri bagian dari Gereja Protestan Indonesia (GPI) sekaligus anggota Persekutuan Gereja-Gereja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Prinsip dasar bahwa untuk beriman kita membutuhkan semacam jemaat dalam bentuk atau wujud manapun juga. Kenyataan dasar dari ilmu-ilmu sosial ialah bahwa suatu ide atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Majelis Agung GKJW, Tata dan Pranata GKJW, Pranata tentang jabatan-jabatan khusu, Bab II-V, Malang,

BAB I PENDAHULUAN. 1 Majelis Agung GKJW, Tata dan Pranata GKJW, Pranata tentang jabatan-jabatan khusu, Bab II-V, Malang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Gereja adalah mitra kerja Tuhan Allah dalam mewujudkan rencana karya Tuhan Allah yaitu untuk menyelamatkan umat manusia. Dalam memenuhi panggilan-nya tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1. Latar Belakang Masalah Memberitakan Injil dalam wacana kekristenanan dipandang sebagai tugas dan tanggung jawab melanjutkan misi Kristus di tengah dunia. Pemahaman

Lebih terperinci

UKDW BAB I. PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG

UKDW BAB I. PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Teologi merupakan suatu usaha atau kegiatan untuk mencermati kehadiran Tuhan Allah di mana Allah menyatakan diri-nya di dalam kehidupan serta tanggapan manusia akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Permasalahan. I.1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Permasalahan. I.1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Permasalahan I.1.1 Latar Belakang Hari Minggu umumnya sudah diterima sebagai hari ibadah umat Kristen. Dikatakan umumnya karena masih ada kelompok tertentu yang menekankan hari Sabat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ibadah merupakan sebuah bentuk perjumpaan manusia dengan Allah, pun juga dengan corak masing-masing sesuai dengan pengalaman iman dari setiap individu atau

Lebih terperinci

I.1. PERMASALAHAN I.1.1.

I.1. PERMASALAHAN I.1.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. PERMASALAHAN I.1.1. Latar Belakang Masalah Gereja adalah perwujudan ajaran Kristus. AjaranNya tidak hanya untuk diucapkan, melainkan juga untuk diperlihatkan secara nyata di dalam

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pulungdowo adalah sebuah desa di wilayah kecamatan Tumpang, kabupaten Malang Jawa Timur. Desa ini didominasi oleh masyarakat yang memeluk agama Islam, sementara

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Pendampingan dan konseling pastoral adalah alat-alat berharga yang melaluinya gereja tetap relevan kepada kebutuhan manusia. 1 Keduanya, merupakan cara

Lebih terperinci

@UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

@UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Minimnya partisipasi warga jemaat secara khusus para pemuda di HKBP Yogyakarta, tentu menjadi suatu keprihatinan bagi gereja. Partisipasi para pemuda dalam gereja

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gereja hidup di tengah masyarakat. Gereja kita kenal sebagai persekutuan orangorang percaya kepada anugerah keselamatan dari Allah melalui Yesus Kristus. Yesus Kristus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1. PERMASALAHAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1. PERMASALAHAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Salah satu tugas panggilan Gereja adalah memelihara iman umat-nya. 1 Dengan mengingat bahwa yang menjadi bagian dari warga Gereja bukan

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN UKDW

Bab 1 PENDAHULUAN UKDW Bab 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peran seorang pendeta sangat penting di dalam kehidupan sebuah gereja. Demikian juga halnya di Greja Kristen Jawi Wetan (selanjutnya disingkat GKJW). Pendeta dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. GPIB, 1995 p. 154 dst 4 Tata Gereja GPIB merupakan peraturan gereja, susunan (struktur) gereja atau sistem gereja yang ditetapkan

BAB I PENDAHULUAN. GPIB, 1995 p. 154 dst 4 Tata Gereja GPIB merupakan peraturan gereja, susunan (struktur) gereja atau sistem gereja yang ditetapkan 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Secara umum gereja berada di tengah dunia yang sedang berkembang dan penuh dengan perubahan secara cepat setiap waktunya yang diakibatkan oleh kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus. Roh Kudus adalah pribadi Tuhan dalam konsep Tritunggal.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus. Roh Kudus adalah pribadi Tuhan dalam konsep Tritunggal. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak di dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, Tuhan Allah menyatakan diri sebagai Bapa, Anak dan Roh Kudus. Roh Kudus adalah pribadi Tuhan dalam konsep Tritunggal.

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gereja Kristen Jawa Kutoarjo merupakan salah satu gereja dari 11 Gereja Kristen Jawa yang berada dibawah naungan Klasis Purworejo. GKJ Kutoarjo merupakan sebuah gereja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Pada saat ini, bangsa Indonesia dilanda dan masih berada di tengah-tengah krisis yang menyeluruh, krisis multidimensi. Kita dilanda oleh krisis politik,

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. A. Latar Belakang Permasalahan. Gereja Kristen Protestan di Bali, yang dalam penulisan ini selanjutnya disebut

Bab I Pendahuluan. A. Latar Belakang Permasalahan. Gereja Kristen Protestan di Bali, yang dalam penulisan ini selanjutnya disebut Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Permasalahan Gereja Kristen Protestan di Bali, yang dalam penulisan ini selanjutnya disebut Gereja Bali atau singkatannya GKPB, adalah salah satu dari sedikit gerejagereja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup dalam komunitas sebagai anggota gereja (Gereja sebagai Institusi). 1

BAB I PENDAHULUAN. hidup dalam komunitas sebagai anggota gereja (Gereja sebagai Institusi). 1 BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Nabeel Jabbour menepis pemahaman tentang gereja hanya sebatas bangunan, gedung dan persekutuan yang institusional. Berangkat dari pengalaman hidup Nabeel Jabbour selama

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Katekisasi merupakan salah satu bentuk pelayanan pendidikan kristiani yang dilakukan oleh gereja. Istilah katekisasi berasal dari kerja bahasa Yunani: katekhein yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dr. Harun, Iman Kristen (Jakarta: PT.BPK Gunung Mulia), 2001, hlm

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dr. Harun, Iman Kristen (Jakarta: PT.BPK Gunung Mulia), 2001, hlm BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap manusia memerlukan orang lain untuk saling memberi dan menerima. Hal itu menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk sosial sekaligus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tana Toraja merupakan salah satu daerah yang memiliki penduduk mayoritas beragama Kristen. Oleh karena itu bukan hal yang mengherankan lagi jikalau kita menjumpai

Lebih terperinci

@UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

@UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berteologi di Indonesia tidak bisa melepaskan konteks, terutama kemiskinan. 1 Kemiskinan menjadi salah satu konteks yang saat ini melekat pada diri bangsa Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (2000) p Budyanto, Dasar Teologis Kebersamaan dalam Masyarakat yang Beranekaragam Gema Duta Wacana, Vol.

BAB I PENDAHULUAN. (2000) p Budyanto, Dasar Teologis Kebersamaan dalam Masyarakat yang Beranekaragam Gema Duta Wacana, Vol. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Negara Indonesia adalah negara yang sangat majemuk atau beraneka ragam, baik dilihat secara geografis, struktur kemasyarakatan, adat istiadat, kebiasaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dra.Ny.Singgih D.Gunarsa, Psikologi Untuk Keluarga, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1988 hal. 82

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dra.Ny.Singgih D.Gunarsa, Psikologi Untuk Keluarga, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1988 hal. 82 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak orang berpendapat bahwa siklus hidup manusia adalah lahir, menjadi dewasa, menikah, mendapatkan keturunan, tua dan mati. Oleh karena itu pernikahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Manusia hidup tidak selamanya berada dalam kondisi dimana semuanya berjalan lancar sesuai dengan apa yang direncanakan dan diingininya. Ada saat dimana muncul ketegangan-ketegangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. A.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. A.1. Latar Belakang Masalah 9 BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan A.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal penting dalam kehidupan manusia untuk memperoleh bekal pengetahuan dalam menjalani hidup ini. Salah satu pendidikan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Jemaat Spellot terletak di Desa Pujiharjo, Kecamatan Tirtoyudo, Kabupaten Malang. Menurut sejarahnya, GKJW Jemaat Spellot

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. A.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. A.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan A.1. Latar Belakang Masalah Pekabaran Injil adalah tugas dan tanggung jawab gereja di tengah dunia. Gereja dipanggil untuk menjadi pekabar Injil (kabar sukacita, kabar

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN

BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN PRESPEKTIF KONSELING PASTORAL DAN REFLEKSI TEOLOGIS Dalam Bab ini akan dipaparkan analisa

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan UKDW

Bab I Pendahuluan UKDW Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Gereja Kristen Jawa (GKJ) Immanuel Ungaran merupakan salah satu gereja yang terletak di Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang dengan jemaat berjumlah 417 jiwa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 M.M. Srisetyati Haryadi, PengantarAgronomi, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002, p

BAB I PENDAHULUAN. 1 M.M. Srisetyati Haryadi, PengantarAgronomi, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002, p BAB I PENDAHULUAN 1. PERMASALAHAN 1.1. Masalah Jemaat GKSBS Lembah Seputih merupakan jemaat yang sebagian besar pekerjaan warganya adalah di bidang pertanian. Sekelompok atau sekumpulan orang yang hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Gereja Kristen Pasundan (GKP) berada dalam konteks masyarakat Jawa bagian barat yang majemuk baik suku, agama, budaya daerah dan status sosial ekonomi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang khas dengan pluralitas agama dan budaya. Pluralitas sendiri dapat diterjemahkan sebagai kemajemukan yang lebih mengacu pada jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, pertumbuhan ekonomi yang semakin pesat tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, pertumbuhan ekonomi yang semakin pesat tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, pertumbuhan ekonomi yang semakin pesat tidak dapat dihindari. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), Rabu (10/2), mencatat ekonomi Indonesia tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ajarannya akan berbeda dengan mainstream, bahkan memiliki kemungkinan terjadi

BAB I PENDAHULUAN. ajarannya akan berbeda dengan mainstream, bahkan memiliki kemungkinan terjadi BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Dalam suatu masyarakat terdapat sebuah sistem dan komponen yang mendukung eksistensi komunitas. Komponen itu antara lain agama, kewarganegaraan, identitas suku,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan Kemiskinan, yang hadir bersama dengan pluralitas agama, adalah konteks kehidupan gerejagereja di Indonesia secara umum, dan gereja-gereja di Jakarta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Pada umumnya dipahami bahwa warga gereja terdiri dari dua golongan, yaitu mereka yang dipanggil penuh waktu untuk melayani atau pejabat gereja dan anggota jemaat biasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan di kota saat ini mulai dipenuhi dengan aktivitas yang semakin padat dan fasilitas yang memadai. Kenyataan tersebut tidak dapat dipungkiri oleh gereja-gereja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan A.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan A.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan A.1. Latar Belakang Masalah Gereja Kristen Pemancar Injil (GKPI) lahir pada tanggal 30 Mei 1959 di Tanjung Lapang, Kecamatan Malinau, Kabupaten Bulungan, Propinsi Kalimantan

Lebih terperinci

1 Wawancara dengan bpk sumarsono dan remaja di panti asuhan Yakobus

1 Wawancara dengan bpk sumarsono dan remaja di panti asuhan Yakobus BAGIAN IV TINJAUAN KRITIS ATAS UPAYA PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN BAGI REMAJA YANG BERAGAMA KRISTEN DAN NON KRISTEN DIPANTI ASUHAN YAKOBUS YANG SESUAI DENGAN PENDIDIKAN MULTIKULTURAL. 4.1 Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ibadah yang sejati seperti yang ditegaskan oleh Rasid Rachman 1 sebagai refleksinya atas Roma 12:1, adalah merupakan aksi dan selebrasi. Ibadah yang sejati tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin BAB I PENDAHULUAN Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin Gereja dengan Suatu Kajian Pastoral terhadap dampak Psikologis bagi orang-orang yang dikenakan Disiplin

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pembangunan Jemaat merupakan bidang yang baru dalam kekristenan, baik Protestan maupun Katolik dan masuk ke dalam ranah teologi praktis, di mana terjadi adanya perpindahan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Di dalam Alkitab, setidaknya terdapat tiga peristiwa duka dimana Yesus

BAB V KESIMPULAN. Di dalam Alkitab, setidaknya terdapat tiga peristiwa duka dimana Yesus BAB V KESIMPULAN 5.1. Refleksi Di dalam Alkitab, setidaknya terdapat tiga peristiwa duka dimana Yesus hadir dalam tiga kesempatan yang berbeda: (1) Yesus membangkitkan anak Yairus (Matius 9:18-26, Markus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan teknologi dan komunikasi yang semakin pesat, memacu orang untuk semakin meningkatkan intensitas aktifitas dan kegiatannya. Tingginya intensitas

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Edisi 55, Fakultas Teologi UKDW, Yogyakarta, 1999, hal

Bab I Pendahuluan. Edisi 55, Fakultas Teologi UKDW, Yogyakarta, 1999, hal 1 Bab I Pendahuluan 1. Latar Belakang Permasalahan Kesetaraan laki-laki dan perempuan sudah seringkali dibicarakan dan diperjuangkan. Meski demikian, tetap saja kita tidak bisa mengabaikan kodrat seorang

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN 1.1. PERMASALAHAN Latar Belakang Permasalahan

Bab I PENDAHULUAN 1.1. PERMASALAHAN Latar Belakang Permasalahan 1 Bab I PENDAHULUAN 1.1. PERMASALAHAN 1.1.1. Latar Belakang Permasalahan Kehidupan manusia selalu mengalami perubahan yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. Agar tidak ketinggalan zaman, mau tidak mau

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan. a. Tanah dalam kehidupan manusia.

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan. a. Tanah dalam kehidupan manusia. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Permasalahan. a. Tanah dalam kehidupan manusia. Keberadaan tanah tidak terlepas dari manusia, demikian juga sebaliknya keberadaan manusia juga tidak terlepas dari tanah.

Lebih terperinci

lambang dan Citra citra Rakyat (PERSETIA. 1992), hlm.27 6 Scn 3, hlm

lambang dan Citra citra Rakyat (PERSETIA. 1992), hlm.27 6 Scn 3, hlm BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia pada hakekatnya adalah makhluk berbudaya, karena itu manusia tidak dapat lepas dari budaya yang dianutnya. Suatu budaya memiliki nilai

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kepemimpinan merupakan hal yang penting berada dalam gereja. Hal ini tidak terlepas dari keberadaan gereja sebagai organisasi. Dalam teori Jan Hendriks mengenai jemaat

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Kehidupan bergereja (berjemaat) tidak dapat dilepaskan dari realita persekutuan yang terjalin di dalamnya. Dalam relasi persekutuan tersebut, maka setiap anggota

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Gereja yang ada dan hadir dalam dunia bersifat misioner sebagaimana Allah pada hakikatnya misioner. Yang dimaksud dengan misioner adalah gereja mengalami bahwa dirinya

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dilihat secara objektif, gereja merupakan suatu institusi yang di dalamnya terjadi perjumpaan antara manusia dengan Allah. Manusia berjumpa dengan keselamatan

Lebih terperinci

@UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

@UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah GKJ Salatiga, jika dibandingkan dengan GKJ yang lain khususnya di Salatiga, tergolong sebagai gereja yang besar. Dari segi wilayah pelayanan GKJ Salatiga terbagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, 1999, hlm 30

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, 1999, hlm 30 1 BAB I PENDAHULUAN A. Pendahuluan A.1. Latar belakang permasalahan Harus diakui bahwa salah satu faktor penting di dalam kehidupan masyarakat termasuk kehidupan bergereja adalah masalah kepemimpinan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. material sampai pada segi yang bersifat mental, sehingga tidak mudah untuk menemukan dan

BAB I PENDAHULUAN. material sampai pada segi yang bersifat mental, sehingga tidak mudah untuk menemukan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan masalah serius yang sedang diperhadapkan dalam kehidupan bermasyarakat. Kemiskinan mempunyai banyak segi dan dimensi mulai dari yang bersifat

Lebih terperinci

KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI PERGURUAN TINGGI UMUM

KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI PERGURUAN TINGGI UMUM KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DI PERGURUAN TINGGI UMUM Komisi Kateketik KWI Jakarta 2011 Kurikulum PAK - PTU Kurikulum PAK - PTU 1 4. Iman yang memasyarakat Ajaran Sosial Gereja Daftar Isi Daftar

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. muncul adalah orang yang beragama Hindu. Dan identitasnya seringkali terhubung

Bab I. Pendahuluan. muncul adalah orang yang beragama Hindu. Dan identitasnya seringkali terhubung Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Jika seseorang mendengar kata pura maka asosiasinya adalah pulau Bali dan agama Hindu. Jika seseorang mengaku berasal dari Bali maka asosiasi yang muncul adalah orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jurnal Teologi Gema Duta Wacana edisi Musik Gerejawi No. 48 Tahun 1994, hal. 119.

BAB I PENDAHULUAN. Jurnal Teologi Gema Duta Wacana edisi Musik Gerejawi No. 48 Tahun 1994, hal. 119. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya, musik merupakan suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari suatu kegiatan peribadatan. Pada masa sekarang ini sangat jarang dijumpai ada suatu

Lebih terperinci

BAB IV. Pandangan jemaat GPIB Bukit Harapan Surabaya tentang diakonia

BAB IV. Pandangan jemaat GPIB Bukit Harapan Surabaya tentang diakonia BAB IV Pandangan jemaat GPIB Bukit Harapan Surabaya tentang diakonia 4.1. Diakonia sebagai perwujudan Hukum Kasih Gereja dapat dikatakan sebagai gereja apabila dia sudah dapat menjalankan fungsinya, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Gereja dalam melaksanakan tugas dan panggilannya di dunia memerlukan beberapa alat pendukung, contohnya: kepemimpinan yang baik, organisasi yang ditata dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. PERMASALAHAN A.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. PERMASALAHAN A.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan sosial dan religi masyarakat Tionghoa dipengaruhi oleh prinsip hidup kekeluargaan. Hidup kekeluargaan menempatkan pentingnya hubungan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Setiap orang di dunia lahir dan tumbuh dalam keluarga, baik keluarga inti maupun keluarga asuh. Peran keluarga memberikan kontribusi besar dalam pertumbuhan

Lebih terperinci

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Misi pembebasan ialah upaya gereja sebagai mitra Allah dalam perjuangan kemanusiaan melawan kemiskinan, ketidakadilan sosial, perbudakan, kebodohan, politik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Gereja adalah persekutuan umat Tuhan Allah yang baru. Ungkapan ini erat hubungannya dengan konsep tentang gereja adalah tubuh Kristus. Dalam konsep ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. MASALAH. A.1. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN A. MASALAH. A.1. Latar belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. MASALAH A.1. Latar belakang masalah Gereja merupakan sebuah kehidupan bersama yang di dalamnya terdiri dari orang-orang percaya yang tumbuh dan berkembang dari konteks yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Oikumenikal dan Evangelikal.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Oikumenikal dan Evangelikal. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1.1. Gereja Oikumenikal dan Evangelikal. Data statistik keagamaan Kristen Protestan tahun 1992, memperlihatkan bahwa ada sekitar 700 organisasi 1 Kristen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjamuan kudus merupakan perintah Tuhan sendiri, seperti terdapat dalam Matius 26:26-29, Mar

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjamuan kudus merupakan perintah Tuhan sendiri, seperti terdapat dalam Matius 26:26-29, Mar BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam pengajaran gereja sakramen disebut sebagai salah satu alat pemelihara keselamatan bagi umat Kristiani. Menurut gereja-gereja reformasi hanya ada dua sakramen,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebuah gereja dapat dikatakan gereja jikalau gereja melaksanakan misi Allah di tengah dunia ini, atau dapat dikatakan bahwa gereja tersebut menjadi gereja

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Keluarga adalah institusi pertama yang dibangun, ditetapkan dan diberkati Allah. Di dalam institusi keluarga itulah ada suatu persekutuan yang hidup yang

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Permasalahan The Meeting Place of World Religions. 1 Demikianlah predikat yang dikenakan pada Indonesia berkaitan dengan kemajemukan agama yang ada. Selain majemuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan 1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan 1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan suatu negara yang memiliki kekayaan hutan tropis yang luas. Kekayaan hutan tropis yang luas tersebut membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

@UKDW BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

@UKDW BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sebagai jemaat dewasa di GKJ, pasti mengenal tentang istilah pamerdi. 1 Jemaat awam menganggap bahwa pamerdi adalah semacam perlakuan khusus yang diberikan kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Permasalahan Dalam lingkup pendidikan di sekolah, istilah Pendidikan Agama Kristen (PAK) sudah sangat lazim digunakan. PAK adalah usaha menumbuhkembangkan kemampuan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Ibadah etnik merupakan salah satu bentuk ibadah yang memberi ruang bagi kehadiran unsurunsur budaya. Kehadiran unsur-unsur budaya yang dikemas sedemikian rupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN. A.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN. A.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1 Latar Belakang Permasalahan Keberadaan gereja tidak bisa dilepaskan dari tugas dan tanggung jawab pelayanan kepada jemaat dan masyarakat di sekitarnya. Tugas dan tanggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sakramen berasal dari bahasa Latin; Sacramentum yang memiliki arti perbuatan kudus 1. Dalam bidang hukum dan pengadilan Sacramentum biasanya diartikan sebagai barang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Proses perubahan yang terjadi dalam masyarakat, seperti perubahan pola pikir, perubahan gaya hidup, perubahan sosial, perubahan teknologi, dan sebagainya, memiliki

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. Bdk Abun Sanda, Pemerintah Blum Adil Pada Rakyatnya Sendiri, Kompas, 14 Desember hl. 1 dan Bdk Sda

Bab I PENDAHULUAN. Bdk Abun Sanda, Pemerintah Blum Adil Pada Rakyatnya Sendiri, Kompas, 14 Desember hl. 1 dan Bdk Sda Bab I PENDAHULUAN A. Permasalahan A.1. Latar belakang masalah Dalam kehidupan sosial, akan terdapat keberagaman di dalam masyarakat. Ada keberagaman golongan, suku, dan agama. Keberagaman bukanlah sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik,

BAB I PENDAHULUAN. plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik, BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Masyarakat dewasa ini dapat dikenali sebagai masyarakat yang berciri plural. Pluralitas masyarakat tampak dalam bentuk keberagaman suku, etnik, kelompok budaya dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan.

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan. Kemajemukan merupakan realitas yang menjadi salah satu ciri dari kondisi masa sekarang ini. Di era modern yang untuk sementara kalangan sudah berlalu

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Di dalam sebuah gereja, peran dan fungsi seorang pendeta sangatlah vital. Secara sederhana, kita bisa melihat bahwa pendeta adalah seorang pemimpin dalam sebuah gereja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gereja lahir dan bertumbuh tidak terlepas dari hakekatnya untuk melayani sesama

BAB I PENDAHULUAN. Gereja lahir dan bertumbuh tidak terlepas dari hakekatnya untuk melayani sesama BAB I PENDAHULUAN 1. Latarbelakang permasalahan Gereja lahir dan bertumbuh tidak terlepas dari hakekatnya untuk melayani sesama dalam arti menjawab pergumulan yang sedang dihadapi oleh manusia. Gereja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Gereja adalah suatu kehidupan bersama religius yang berpusat pada penyelamatan Allah dalam Tuhan Yesus Kristus 1. Sebagai kehidupan bersama religius,

Lebih terperinci

Bab I.

Bab I. Bab I Pendahuluan 1.1 Latar belakang Seringkali, dogma agama, sebagaimana yang telah dirumuskan dianggap sudah paling sempurna dan statis, tidak bisa dan tidak boleh diubah. Orang hanya harus menerima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memanggil mereka di dalam dan melalui Yesus Kristus. 1 Ada tiga komponen. gelap kepada terang, dari dosa kepada kebenaran.

BAB I PENDAHULUAN. memanggil mereka di dalam dan melalui Yesus Kristus. 1 Ada tiga komponen. gelap kepada terang, dari dosa kepada kebenaran. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gereja adalah kumpulan orang-orang yang telah dipanggil Allah keluar dari dunia ini untuk menjadi miliknya, umat kepunyaan Allah sendiri. Allah memanggil mereka di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Gereja merupakan lembaga keagamaan yang ada dalam dunia ini. Sebagai sebuah lembaga keagamaan tentunya gereja juga membutuhkan dana untuk mendukung kelancaran

Lebih terperinci

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar belakang

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Agama Kristen merupakan salah satu agama yang berkembang di Indonesia. Perkembangan agama Kristen dapat kita lihat dari pertumbuhan gereja-gereja yang semakin banyak

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN. Berkatalah Petrus kepada Yesus: Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau!.

UKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN. Berkatalah Petrus kepada Yesus: Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau!. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN Berkatalah Petrus kepada Yesus: Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau!. 1 Ucapan Petrus dalam suatu dialog dengan Yesus ini mungkin

Lebih terperinci