Penatalaksanaan Farmakologis Nyeri pada Lanjut Usia
|
|
- Suparman Agusalim
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 CONTINUING MEDICAL EDUCATION Akreditasi PB IDI 3 SKP Penatalaksanaan Farmakologis Nyeri pada Lanjut Usia Jimmy Barus Departemen Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Atma Jaya, Jakarta, Indonesia ABSTRAK Sejalan dengan meningkatnya populasi lansia, maka meningkat pula jumlah kasus nyeri terkait disabilitas dan perubahan degeneratif pada kelompok ini. Penggunaan analgetik pada lansia perlu pertimbangan khusus. Secara umum, asetaminofen/parasetamol merupakan pilihan pertama untuk kasus nyeri muskuloskeletal dengan pemantauan dosis dan efek samping. Jika perlu, COX 2 inhibitor lebih diutamakan untuk menghindari efek gastrointestinal, dan pemberian aspirin bersama PPI (Proton Pump Inhibitor) untuk mengurangi risiko kardiovaskuler. Penggunaan OAINS (Obat Anti-inflamasi Nonsteroid) sedapat mungkin dibatasi, karena berkaitan dengan efek samping gastrointestinal dan peningkatan risiko gangguan kardiovaskuler. OAINS harus dihindari pada gangguan ginjal. Opioid secara umum dianggap lebih aman, tetapi efek samping harus tetap diperhatikan. Analgetik adjuvan yang dianjurkan adalah antikonvulsan golongan gabapentin dan pregabalin, dan antidepresan golongan SNRI (Serotonin Norepinephrin Reuptake Inhibitor). Kata kunci: Nyeri, lanjut usia, penatalaksanaan farmakologis ABSTRACT The increase of elderly population resulted in increasing problem of pain connected to degenerative diseases and disabilities. The use of analgetics among elderly needs special consideration. Acetaminophen/paracetamol is still the first choice for musculoskeletal pain with dose and side effect monitoring. COX2 inhibitor is preferred to avoid gastrointestinal effect, and aspirin in combination with PPI is used to minimize cardiovascular risk. NSAID (Nonsteroidal Anti-inflammatory Drug) use is limited as much as possible, because it is associated with gastrointestinal side effects and increased risk of cardiovascular disorders. NSAID should be avoided in renal insufficiency. Opioid is relatively safe but needs monitoring of side effect. Adjuvant analgesics that can be considered are anticonvulsants: gabapentin and pregabalin, and SNRI antidepressant. Jimmy Barus. Pharmacological Management of Pain in the Elderly. Keywords: Pain, elderly, pharmacological management PENDAHULUAN Sejalan dengan meningkatnya populasi lansia, maka meningkat pula jumlah kasus nyeri terkait disabilitas dan perubahan degeneratif pada kelompok ini. Dokter umum sebagai tenaga pelayanan kesehatan lini pertama mendapat tantangan cukup signifikan terkait penatalaksanaan nyeri pada lansia. 1 Prevalensi kasus nyeri terutama nyeri persisten (kronis) pada lansia berkisar antara 25 80%. Prevalensi nyeri pada lansia di komunitas adalah 25 50%, sementara yang berada di sarana perawatan khusus 45 80%. 2 Nyeri muskuloskeletal merupakan kelompok kasus nyeri yang paling sering dialami oleh kelompok lansia di komunitas. Osteoartritis, penyakit degeneratif diskus, osteoporosis dan fraktur, serta gout merupakan kasus nyeri muskuloskeletal yang sering terjadi; kelompok kasus lainnya berupa sindrom nyeri neuropatik, seperti neuropati diabetika, neuralgia pasca-herpes, neuralgia trigeminal, nyeri sentral pasca-stroke, dan nyeri radikuler akibat penyakit degeneratif tulang belakang. Selain itu, kasus reumatologik seperti arthritis rheumatoid, polimialgia reumatika, dan fibromialgia sering juga dikeluhkan. 2 Sebelum menentukan tatalaksana yang tepat, assessment yang komprehensif harus dilakukan. Evaluasi klinis sindrom nyeri, termasuk anamnesis, pemeriksaan fisik adekuat, pemeriksaan penunjang relevan perlu dilakukan sebelum menentukan penatalaksanaan yang paling tepat. Riwayat penyakit penyerta, seperti gangguan hati, ginjal, faktor risiko vaskuler, status fisik dan mental, penting diperhatikan karena akan sangat berkaitan dengan pilihan analgetik. Makalah ini akan menitikberatkan mengenai pembahasan penatalaksanaan nyeri pada lansia dari segi farmakologis. Perubahan Fisiologis pada Lansia yang Mempengaruhi Pilihan Terapi Obat Secara fisiologis, fungsi organ tubuh pada lansia akan mengalami perubahan. Hal ini penting dipertimbangkan sebelum menentukan pengobatan farmakologis yang tepat. Perubahan fisiologis pada lansia yang dapat mempengaruhi pilihan terapi obat dapat dilihat pada tabel 1. 3 Alamat korespondensi jimmybarusmd@yahoo.com 167
2 Tabel 1. Perubahan fisiologis pada lansia 3 Fungsi Fisiologis Fungsi Absorbsi dan Traktus Gastrointestinal Perubahan Sejalan dengan Proses Penuaan Pemanjangan waktu pengosongan lambung dan penurunan fungsi peristaltik usus Penurunan aliran darah di saluran cerna Distribusi Berkurangnya kandungan air tubuh Meningkatnya proporsi lemak tubuh yang mengakibatkan obat yang larut dalam lemak akan terakumulasi Konsentrasi protein plasma yang lebih rendah dan meningkatnya fraksi bebas obat yang akan cenderung berikatan dengan protein Metabolisme Hepar Berkurangnya aliran darah hepatik Berkurangnya massa hepar dan jumlah sel hepatosit yang fungsional Ekskresi Renal Menurunnya aliran darah renal Menurunnya filtrasi glomerulus Menurunnya sekresi tubulus Perubahan Farmakodinamik Berkurangnya densitas reseptor Meningkatnya afinitas reseptor Konsekuensi Klinis Peningkatan efek samping saluran cerna terkait penggunaan obat yang dapat mengurangi gerakan peristaltik, misalnya opioid Berkurangnya distribusi obat yang larut dalam air Obat yang larut dalam lemak akan cenderung mengalami penambahan waktu paruh Meningkatnya potensi interaksi obat Berkurangnya metabolisme obat yang efektif Proses oksidasi obat menurun, akibatnya waktu paruh akan meningkat Proses konjugasi biasanya tetap, efek individual sulit diprediksi Menurunnya ekskresi renal pada obat yang metabolitnya secara alami diekskresikan melalui renal, berakibat akumulasi dan efek memanjang Peningkatan sensitivitas terhadap obat dan potensi efek samping Pertimbangan Pemilihan Analgetik pada Lansia Prinsip penanganan nyeri adalah mengidentifikasi dan mengeliminasi kausa yang mendasari nyeri, misalnya tumor, infeksi, dll. Hal ini tidak selalu dapat dilakukan dengan mudah, sehingga pilihan masuk akal yang biasa dilakukan oleh klinisi adalah menangani keluhan/gejala dengan tujuan mengurangi nyeri. Meskipun nyeri tidak dapat dihilangkan, tetapi usaha maksimal dapat dilakukan dengan penilaian yang teliti tanpa melupakan evaluasi respons terapi. Penanganan nyeri pada lansia, sebagaimana penanganan nyeri pada umumnya, sebaiknya berdasarkan tipe, sifat, dan keparahan nyeri. Terapi farmakologis tetap memainkan peranan penting untuk mengatasi nyeri pada lansia. Penting untuk diingat bahwa pada lansia terdapat peningkatan sensitivitas terhadap kerja obat. Oleh karena itu, setiap pilihan analgetik perlu dimulai dari dosis kecil dan dinaikkan bertahap sesuai dengan toleransi pasien dan sasaran terapi. Titrasi Tabel 2. Beers Criteria untuk kelas analgetik 7 Obat Rasional Rekomendasi Kualitas Bukti Ilmiah Kekuatan Rekomendasi Meperidine Bukan analgetik oral yang efektif; dapat mengakibatkan neurotoksisitas Hindari Tinggi Kuat OAINS non-selektif (oral) Aspirin >325 mg Diklofenak Diflunisal Etodolak Fenoprofen Ibuprofen Ketoprofen Meklofenamat Asam mefenamat Meloksikam Nabumeton Naproksen Oksaprozin Piroksikam Sulindak Tolmetin Meningkatkan risiko perdarahan traktus gastrointestinal dan ulkus peptikum pada kelompok risiko tinggi, yaitu usia >75 tahun, yang mendapat terapi kortikosteroid, antikoagulan, antiplatelet Penggunaan bersama PPI (proton pump inhibitor) dan misoprostol dapat menurunkan, namun tidak menghilangkan risiko Perforasi, perdarahan saluran cerna atas, ulserasi terjadi pada 1% pasien yang menjalani pengobatan kontinu dalam 3-6 bulan dan 2-4% pada pengobatan 1 tahun Hindari penggunaan kronik, kecuali pilihan obat lain tidak efektif Berikan agen proteksi lambung (PPI + / misoprostol) jika harus menggunakan obat-obat ini Moderat Kuat Indometasin, ketorolak (termasuk parenteral) Meningkatkan risiko perdarahan saluran cerna dan ulkus peptikum pada kelompok risiko tinggi (sda) Dari keseluruhan OAINS, indometasin memiliki efek samping yang paling berat Hindari Indometasin: moderat Ketorolak: Tinggi Kuat Pentazosin Analgetik opioid yang menyebabkan konfusi, halusinasi; lebih sering dibanding opioid lainnya Hindari Rendah Kuat Relaksan otot Carisoprodol Siklobenzaprin Klorzoksazon Metoksalon Metokarbamol Orphenadrin Kebanyakan relaksan otot tidak ditoleransi baik pada lansia, karena efek samping antikolinergik, sedasi, risiko fraktur Dosis terapeutik efektif, mungkin tidak dapat ditolerir oleh lansia Hindari Moderat Kuat 168
3 dosis sering tidak mengikuti ketentuan umum, karena pada umumnya lansia akan berespons berbeda dibanding populasi dewasa pada umumnya. Sedapat mungkin, pilihan analgetik didasari oleh mekanisme terjadinya nyeri. Sebagai contoh, nyeri inflamasi sebaiknya diterapi dengan antiinflamasi dan nyeri neuropatik diterapi dengan menggunakan analgetik adjuvan. Hal ini untuk menjaga agar terapi tepat sasaran. Kombinasi analgetik tidak diharamkan selama perhitungan efektivitas dan efek samping dilakukan dengan seksama. Sebagai contoh, pasien dapat diterapi dengan analgetik nonopioid, opioid, dan adjuvan selama memang dibutuhkan. Hindari kombinasi analgetik yang berasal dari golongan yang sama. 4,5,6 Beers Criteria untuk Analgetik Dengan mempertimbangkan perubahan fisiologis yang terjadi pada lansia, efektivitas obat sesuai bukti ilmiah, dan potensi penyalahgunaannya, maka American Geriatrics Society menerbitkan Beers criteria. Beers criteria berisi obat-obatan yang berpotensi terjadi penyalahgunaan atau penggunaan tidak sesuai pada lansia, khususnya lansia di komunitas. Beers Criteria khusus untuk analgetik dapat dilihat pada tabel 2. Tambahan Beers Criteria 2012: Penggunaan tramadol harus secara hatihati, karena dapat menurunkan ambang batas kejang. Dapat diberikan jika kejang sudah terkontrol baik. Dapat juga digunakan sebagai alternatif pada pasien lansia dengan osteoartritis yang memiliki kontraindikasi terhadap obat anti-inflamasi nonsteroid (OAINS). Alternatif untuk nyeri ringan dan sedang adalah kodein, asetaminofen, OAINS jangka pendek, obat topikal (kapsaisin atau OAINS), khususnya pada osteoartritis. Alternatif untuk nyeri sedang atau berat adalah hidrokodon atau oksikodon. Alternatif untuk nyeri neuropatik adalah duloksetin, venlafaksin, pregabalin, gabapentin, lidokain topikal, kapsaisin, desipramin, nortriptilin. Penggunaan OAINS selektif COX-2 sebaiknya dihindari pada pasien gagal jantung, karena dapat memperberat edema sehingga memperburuk keadaan. OAINS berhubungan dengan perburukan derajat gagal ginjal, oleh karena itu tidak dianjurkan pada pasien lansia dengan gagal ginjal. Tabel 3. Terapi adjuvan nyeri persisten pada lansia 1,8 Golongan obat Rekomendasi Antidepresan Golongan trisiklik, seperti amitriptilin dan imipramin, tidak dianjurkan untuk digunakan pada lansia sehubungan dengan efek retensi urin, hipotensi postural, sedasi, glaukoma, dan aritmia Nortriptilin, mempunyai efek samping lebih sedikit dibanding antidepresan trisiklik lainnya, dapat dipergunakan dengan pengawasan Golongan SSRI (selective serotonin reuptake inhibitor) tidak efektif dalam penanganan nyeri persisten meskipun tolerabilitasnya lebih baik dibanding antidepresan trisiklik Golongan SNRI (serotonin norepinephrine reuptake inhibitor), seperti duloksetin, cukup efektif untuk nyeri persisten, dengan tingkat tolerabilitas yang lebih baik dibanding antidepresan trisiklik Antikonvulsan Antikonvulsan untuk nyeri persisten golongan gabapentin dan pregabalin lebih ditoleransi baik oleh lansia dibanding karbamazepin, fenitoin, dan asam valproat. Obat ini digunakan pada kasus nyeri neuropatik (postherpetik neuralgia, neuropati DM, dll). Gabapentin dan pregabalin juga lebih ditoleransi baik dibanding antidepresan trisiklik Titrasi dosis diperlukan untuk meminimalisir efek samping Analgetik topikal Lidokain : Sediaan lidokain 5% efektif untuk neuralgia postherpetika OAINS : Efektif mengurangi nyeri dan menghindari efek samping sistemik Kapsaisin : Dapat dipertimbangkan untuk kasus neuralgia postherpetika Modifikasi WHO Step Ladder pada Lansia Dengan mempertimbangkan perubahan fisiologis pada lansia, maka WHO Step Ladder juga perlu disesuaikan (gambar 1). Penggunaan WHO analgesics step ladder pada awalnya dikhususkan untuk pendekatan tatalaksana nyeri kanker. Tetapi dewasa ini, pendekatan ini juga dapat diterapkan untuk penatalaksanaan nyeri kronis non-kanker dengan perhatian khusus. Modifikasi WHO analgesics step ladder pada lansia menunjukkan bahwa OAINS non-spesifik, termasuk aspirin dan propoksifen sebaiknya dihindari. Asetaminofen (parasetamol) merupakan obat pilihan pertama untuk tatalaksana nyeri kronik pada lansia, tetapi penting diingat bahwa penggunaannya sebaiknya di minimalisir karena efek samping kerusakan hati. Penggunaan asetaminofen sampai 4000 mg per hari dalam jangka panjang Level 3 (sever pain): Strong opioids morphine, hydromorphone, fentanyl, oxycodone±adjuvants Level 2 (moderate to severe pain): Acetaminophe, aspirin, nonspecific NSAIDs, COX-2 specific NSAIDs±adjuvants Level 1 (mild to moderate pain): Acetaminophen plus opioid [hydrocodone, oxycodone, codeine; tramadol±adjuvants, propxyophene WHO ladder (adapted for the elderly) Gambar 1. Modifikasi WHO Analgesics Step Ladder pada penatalaksanaan nyeri pada lansia (Argoff, 2005) berhubungan dengan kerusakan fungsi hati pada orang dewasa. Sesuai rekomendasi Food and Drugs Administration USA (FDA-USA), penggunaan asetaminofen untuk kasus nyeri kronis pada lansia sebaiknya dibatasi sampai 2000 mg/hari. Jika ingin memberikan OAINS, maka pilihan utama adalah OAINS yang selektif bekerja menghambat COX 2 karena efek gastrointestinal yang minimal (Argoff, 2005). Yang dimaksud dengan analgetik adjuvan pada gambar 1 adalah obat-obat golongan antikonvulsan dan antidepresan yang dapat dipergunakan pada nyeri persisten. Secara umum, pilihan terapi adjuvan untuk nyeri persisten pada lansia dapat dilihat pada tabel 3. Opioid pada Lansia Penggunaan opioid untuk kasus nyeri persisten pada lansia, tidak hanya pada kasus nyeri kanker, dewasa ini semakin dapat diterima. Opioid terutama digunakan pada kasus nyeri sedang atau berat. Meskipun demikian, sediaan opioid juga dapat dipertimbangkan jika didapatkan kontraindikasi terhadap penggunaan obat lain, terutama OAINS. Adiksi pada lansia jarang terjadi. Meskipun potensi itu ada, tidak boleh dijadikan alasan kurang teratasinya nyeri pada lansia. 1 Kodein dapat digunakan pada nyeri ringan. Untuk nyeri sedang dan berat dapat digunakan morfin, hidromorfon, oksikodon, bahkan fentanil. Morfin terutama dikeluarkan melalui ginjal, sehingga perlu hati-hati pada pasien lansia dengan gangguan fungsi ginjal. Hidromorfon, oksikodon, dan fentanil lebih 169
4 aman pada kondisi ini. Meskipun demikian, potensi sedasi, dizziness, gangguan gait, risiko jatuh, dan gangguan motilitas usus perlu dipertimbangkan setiap kali memberikan opioid pada lansia. Efek samping tersebut akan hilang bersamaan dengan timbulnya toleransi terhadap opioid, kecuali gangguan motilitas usus. Pemberian laksansia harus selalu dipertimbangkan bersamaan dengan opioid. Obat golongan opioid yang sebaiknya dihindari pada lansia adalah: Propoksifen, karena efek gangguan susunan saraf pusat Metadon, karena efek long acting sehingga respons pada lansia sulit diperkirakan Meperidine, karena efek gangguan susunan saraf pusat, bahkan banyak referensi menganggapnya tidak efektif sebagai analgetik Penggunaan fentanil patch diutamakan pada nyeri stabil, tanpa eksaserbasi atau breakthrough (pada nyeri kanker). Penggunaan pada lansia perlu pemantauan khusus, karena absorbsinya terlalu bervariasi, dan saat dilepaskan dari kulit efek terapeutiknya tidak langsung berhenti. Selain itu, obat ini membutuhkan lebih kurang 48 jam untuk mencapai efek terapeutik maksimal setelah ditempelkan di kulit. Fentanil patch tidak dianjurkan pada pasien yang opioid naïve. Tramadol dapat memicu kejang pada pasien epilepsi, karena menurunkan ambang batas kejang. Efek ini akan minimal jika kejang sudah terkontrol baik. 9 Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid (OAINS) dan Hubungannya dengan Gangguan Kardiovaskuler Obat anti-inflamasi non-steroid konvensional (non-selektif ) yang menghambat siklooksigenase (COX) 1 dan 2, seperti ibuprofen, diklofenak, mefenamat, diketahui mempunyai efek samping gangguan gastrointestinal. Hal ini terutama dimediasi oleh efek terhadap COX 1. Untuk itu, dikembangkanlah OAINS yang selektif menghambat COX 2 dengan harapan tidak mengakibatkan gangguan gastrointestinal. Tetapi dalam perjalanannya, banyak penelitian telah membuktikan bahwa OAINS non-selektif maupun selektif dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler. Hal ini telah terbukti sejalan dengan penarikan rofekoksib dari peredaran, karena berkaitan dengan peningkatan risiko kardiovaskuler. Tabel 4. Risiko gangguan kardiovaskuler terkait penggunaan OAINS 11 NSAID Major Vascular Events: Rate Ratio (95% Cl) Inhibitor COX 2 selektif dan OAINS nonselektif menghambat produksi prostasiklin dalam derajat yang sama. Prostasiklin adalah zat vaskuloprotektif yang secara fisiologis menghambat agregasi platelet dan proses aterogenesis. Aspirin berperan dalam proteksi terhadap gangguan kardiovaskuler dengan cara menghambat COX 1 di platelet secara ireversibel. Meskipun OAINS nonselektif juga menghambat COX 1, tetapi tampaknya tidak cukup untuk memberikan efek yang sama bila dibanding dengan aspirin. Kecuali naproksen, sebagian besar OAINS non-selektif dianggap berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler. Risiko ini dapat dikurangi dengan menambahkan aspirin pada pasien dengan risiko tinggi penyakit kardiovaskuler yang mendapat terapi OAINS non-selektif, tetapi efek gastrointestinalnya akan meningkat signifikan. 10 Tabel 4 menunjukkan potensi risiko gangguan kardiovaskuler P value Major Coronary Events: Rate Ratio (95% Cl) P value Coxib 1,37 (1,14-1,66) ,76 (1,31-2,37).0001 Diclofenac 1,41 (1,12-1,78) ,70 (1,19-2,41).0032 Ibuprofen 1,44 (0,89-2,33) NS 2,22 (1,10-4,48).0253 High-dose naproxen 0,93 (0,69-1,27) NS 0,84 (0,52-1,35) NS terkait penggunaan beberapa OAINS. Simpulannya, baik penggunaan OAINS non-selektif maupun selektif pada pasien yang mempunyai faktor risiko vaskuler dan pasien lansia harus dilakukan secara hatihati. Rekomendasi penggunaan analgetik pada pasien yang diketahui berisiko tinggi mengalami penyakit kardiovaskuler menurut American Heart Association (AHA) dapat dilihat pada gambar 2. SIMPULAN Penggunaan analgetik pada lansia perlu pertimbangan khusus. Secara umum, parasetamol tetap merupakan pilihan pertama untuk kasus nyeri muskuloskeletal dengan pemantauan dosis dan efek samping. Penggunaan OAINS sedapat mungkin dibatasi, karena berkaitan dengan efek samping gastrointestinal dan peningkatan risiko gangguan kardiovaskuler. Jika perlu, diutamakan pemberian COX 2 inhibitor Gambar 2. Rekomendasi AHA tentang penggunaan analgetik pada kasus nyeri muskuloskeletal pada pasien risiko tinggi penyakit kardiovaskuler
5 untuk menghindari efek gastrointestinal, dan aspirin bersama PPI untuk mengurangi risiko kardiovaskuler. OAINS harus dihindari pada gangguan ginjal. Opioid secara umum dianggap lebih aman tetapi efek samping harus tetap diperhatikan. Analgetik adjuvan yang dianjurkan adalah antikonvulsan golongan gabapentin dan pregabalin, serta antidepresan golongan SNRI. DAFTAR PUSTAKA 1. Cavalieri TA. Management of pain in older adults. JAOA 2005;105(3):S12-S Bruckenthal P. Assessment of pain in the elderly adult. Clin Geriatr Med. 2008;24: Abdulla A, Adams N, Bone M, Gaffin J, Jones D, Elliott AM, et al..guidance on the management of pain in older people. Age and Aging 2013:42;i1-i Katz B. Pharmacological management of pain in older people. J Pharm Pract Res. 2007;37: Strassels SA, McNicol E, Suleman R. Pharmacotherapy of pain in older adults. Clin Geriatr Med. 2008;24: Gordon DB. Pain management in the elderly. J Perianesthesia Nurs. 1999;14(6): The American Geriatrics Society. American geriatrics society updated beers criteria for potentially inappropriate medication use in older adults. J Am Geriatr Soc Argoff CE. Pharmacoterapeutics options in pain management. In: Chronic Pain Management in the Elderly. Supplement for Geriatrics, Advanstar Communication Inc USA; Ginsburg M, Silver S, Berman H. Prescribing opioids to older adults: A guide to choosing and switching among them. Geriatrics and Aging 2009;12(1): British Heart Foundation. Non steroidal anti-inflammatory drugs and cardiovascular disease [Internet] Available from: Jeffrey S., Risk for CVD events with NSAIDs can be predicted [Internet] May 30. Available from: Antman EM, Bennet JS, Daugherty A, Furberg C, Roberts H, Taubert KA. Use of nonsteroidal antiinflammatory drugs: An update for clinicians: A scientific statement from the American Heart Association. Circulation 2007;115:
OBAT ANALGETIK, ANTIPIRETIK dan ANTIINFLAMASI
OBAT ANALGETIK, ANTIPIRETIK dan ANTIINFLAMASI Oleh dr. Agung Biworo, M.Kes Untuk mahasiswa Prodi Ilmu Keperawatan FK Unlam ANALGETIKA Analgetika dikelompokkan menjadi 2 : Analgetika opioid NSAID/Non Non-Steroidal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nyeri. Nyeri menjadi penyebab angka kesakitan yang tinggi di seluruh dunia.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Salah satu alasan utama pasien datang ke layanan kesehatan adalah karena nyeri. Nyeri menjadi penyebab angka kesakitan yang tinggi di seluruh dunia. Prevalensi nyeri
Lebih terperinciANALGETIKA. Non-Steroidal Antiinflamatory Drugs (OAINS/Obat Antiinflamasi Non-Steroid) Analgetika opioid. Analgetika opioid
ANALGETIKA Analgetika dikelompokkan menjadi 2 : Analgetika opioid NSAID/Non Non-Steroidal Antiinflamatory Drugs (OAINS/Obat Antiinflamasi Non-Steroid) Analgetika opioid Mengurangi nyeri dan menimbulkan
Lebih terperinciANALGETIKA. dr. Agung Biworo, M.Kes
ANALGETIKA dr. Agung Biworo, M.Kes Analgetika dikelompokkan menjadi 2 : Analgetika opioid NSAID/Non Non-Steroidal Antiinflamatory Drugs (OAINS/Obat Antiinflamasi Non-Steroid) Analgetika opioid Mengurangi
Lebih terperinciDi bawah ini diuraikan beberapa bentuk peresepan obat yang tidak rasional pada lansia, yaitu :
Peresepan obat pada lanjut usia (lansia) merupakan salah satu masalah yang penting, karena dengan bertambahnya usia akan menyebabkan perubahan-perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik. Pemakaian obat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Natrium diklofenak merupakan obat golongan antiinflamasi nonsteroid
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Natrium diklofenak merupakan obat golongan antiinflamasi nonsteroid (OAINS) dengan efek analgesik, antiinflamasi, dan antipiretik yang digunakan secara luas pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Natrium diklofenak merupakan obat golongan anti-inflamasi nonsteroid
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Natrium diklofenak merupakan obat golongan anti-inflamasi nonsteroid (NSAID) dengan efek analgesik, antiinflamasi, dan antipiretik. NSAID adalah salah satu obat yang
Lebih terperinciNONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S)
NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S) RESPON INFLAMASI (RADANG) Radang pada umumnya dibagi menjadi 3 bagian Peradangan akut, merupakan respon awal suatu proses kerusakan jaringan. Respon imun,
Lebih terperinci5/7/2012. HM Bakhriansyah, MD., M.Sc., M.Med.Ed Bagian Farmakologi PSPD FK UNLAM
5/7/2012 HM Bakhriansyah, MD., M.Sc., M.Med.Ed Bagian Farmakologi PSPD FK UNLAM 1 Analgetika NON STEROID ANTI-INFLAMATORY DRUGS (NSAIDs) Analgetik OPIOID Indikasi 2 5/7/2012 COX-1 COX-2 PGG2 & PGH2 PGE2
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. masyarakat mencari upaya untuk menghilangkannya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Nyeri merupakan penyakit yang dialami oleh semua kalangan. Setiap individu pasti pernah mengalami nyeri pada tingkatan tertentu. Rasa nyeri seringkali timbul
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kita dan lain pihak merupakan suatu siksaan. Definisi menurut The International
BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Rasa nyeri merupakan masalah unik, disatu pihak bersifat melindugi badan kita dan lain pihak merupakan suatu siksaan. Definisi menurut The International Association
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang memiliki efek analgetik, antipiretik dan antiinflamasi yang bekerja secara perifer. Obat ini digunakan
Lebih terperinciPETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM
PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM Annisa Sekar 1210221051 PEMBIMBING : dr.daris H.SP, An PETIDIN Merupakan obat agonis opioid sintetik yang menyerupai morfin yang dapat mengaktifkan reseptor,
Lebih terperincianak didapatkan persebaran data hasil penelitian sebagai berikut :
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pada penelitian farmakologi tentang efektivitas obat antinyeri parasetamol dan tramadol pada pasien sirkumsisi dengan sampel berjumlah 18 anak didapatkan
Lebih terperinciPenatalaksanaan rasa nyeri pada lanjut usia
Universa Medicina Januari-Maret 2006, Vol.25 No.1 Penatalaksanaan rasa nyeri pada lanjut usia Suharko Kasran* a dan Rina K. Kusumaratna** *Bagian Ilmu Penyakit Saraf, **Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas
Lebih terperinciBAB 1 1. PENDAHULUAN
BAB 1 1. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penanganan nyeri paska bedah yang efektif adalah penting untuk perawatan pasien yang mendapat tindakan pembedahan. Penanganan nyeri yang efektif dengan efek samping
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. saraf pusat tanpa menghilangkan kesadaran. 2,3 Parasetamol umumnya digunakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia, parasetamol sebagai antipiretik dan analgesik telah digunakan secara luas karena tersedia sebagai golongan obat bebas dan harganya yang relatif murah.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. OSTEOARTHRITIS 1. Definisi Osteoartritis disebut juga penyakit sendi degeneratif atau artritis hipertrofi. Penyakit ini merupakan penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang The International Association for The Study of Pain menggambarkan rasa sakit sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dan dihubungkan dengan
Lebih terperinciMENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL
MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL Pendahuluan Parasetamol adalah golongan obat analgesik non opioid yang dijual secara bebas. Indikasi parasetamol adalah untuk sakit kepala, nyeri otot sementara, sakit menjelang
Lebih terperinciPengantar Farmakologi
Pengantar Farmakologi Kuntarti, S.Kp, M.Biomed 1 PDF Created with deskpdf PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com 4 Istilah Dasar Obat Farmakologi Farmakologi klinik Terapeutik farmakoterapeutik
Lebih terperinci[FARMAKOLOGI] February 21, Obat Anti Inflamasi Non Steroid ( OAINS ) Pada th/ sistomatis, tidak u/ th/ kausal. Ibuprofen, asam mefenamat,
Obat Anti Inflamasi Non Steroid ( OAINS ) Obat anti inflamasi terbagi 2 : 1. Anti Inflamasi Non Steroid (AINS) Kronis, bekerja di saraf perifer Pada th/ sistomatis, tidak u/ th/ kausal Ex : Ibuprofen,
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sakit Perut Berulang Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut berulang pada remaja terjadi paling sedikit tiga kali dengan jarak paling sedikit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Inflamasi adalah suatu respon dari jaringan hidup atau sel terhadap suatu rangsang atau infeksi yang dilakukan oleh pembuluh darah dan jaringan ikat. Tanda-tanda
Lebih terperinciPengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi
Pengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi Farmakokinetik - 2 Mempelajari cara tubuh menangani obat Mempelajari perjalanan
Lebih terperinci2. proses pada perjalanan nyeri yang paling berperan dalam terjadinya nyeri pada pasien ini adalah
Seorang pasien, laki2 57 th, dtg ke poliklinik dengan keluhan nyeri pd daerah lutu yang dialami sejak setahun yang lalu, kadang membengkak, nyeri terus menerus, terutama bila berjalan agak jauh. Riwayat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sembuh tanpa jaringan parut. Penyembuhan fraktur bisa terjadi secara langsung atau
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat partial ataupun total. 1 Penyembuhan fraktur adalah sebuah
Lebih terperinciSEMINAR DAN PELATIHAN EKSISTENSI APOTEKER MEWUJUDKAN MASYARAKAT SEHAT Surabaya, 4 Juni 2016
Yulistiani Departemen Farmasi Klinik Fak. Farmasi Unair Rumah Sakit Universitas Airlangga Surabaya SEMINAR DAN PELATIHAN EKSISTENSI APOTEKER MEWUJUDKAN MASYARAKAT SEHAT Surabaya, 4 Juni 2016 Apoteker/Farmasis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. penduduk dunia seluruhnya, bahkan relatif akan lebih besar di negara-negara sedang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Populasi lanjut usia (lansia) di dunia akan bertambah dengan cepat dibanding penduduk dunia seluruhnya, bahkan relatif akan lebih besar di negara-negara sedang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nekrosis merupakan proses degenerasi yang menyebabkan kerusakan sel yang terjadi setelah suplai darah hilang ditandai dengan pembengkakan sel, denaturasi protein dan
Lebih terperinciOBAT OBAT ANTINYERI. Ida Lisni HISFARSI JABAR,
OBAT OBAT ANTINYERI Ida Lisni HISFARSI JABAR, 22-02-2017 DEFINISI NYERI perasaan sensoris dan emosional yg tidak menyenangkan yg berhubungan dgn adanya/ potensi rusaknya jaringan, keadaan yg menggambarkan
Lebih terperinciPENGARUH ANALGESIA AKUPUNTUR FREKUENSI KOMBINASI TERHADAP ONSET NYERI PASIEN PASCA OPERASI KRURIS TERTUTUP
PENGARUH ANALGESIA AKUPUNTUR FREKUENSI KOMBINASI TERHADAP ONSET NYERI PASIEN PASCA OPERASI KRURIS TERTUTUP SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh derajat Sarjana Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Lebih terperinciUSIA * INTERKSIOBAT. Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1. Hasil analisis bivariat beberapa variabel bebas terhadap kejadian potensi obat Mmenggunakan uji Chi square pada program SPSS Advanced 20.0 Crosstab USIA * INTERKSIOBAT Case Processing Summary
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam bidang kesehatan dan perekonomian dunia. Selama empat dekade terakhir
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) merupakan salah satu kasus kegawatan dibidang gastroenterologi yang saat ini masih menjadi permasalahan dalam bidang kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pembangunan kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyebab kematian nomor 7 (5,7%). Menurut statistik rumah sakit dalam Sistem
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi tumor/kanker di Indonesia adalah 4,3 per 1000 penduduk, dan kanker merupakan penyebab kematian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Berdasarkan intensitasnya, nyeri
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan dalam bentuk
Lebih terperinciOBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH
OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH OBAT : setiap molekul yang bisa merubah fungsi tubuh secara molekuler. NASIB OBAT DALAM TUBUH Obat Absorbsi (1) Distribusi (2) Respon farmakologis Interaksi dg reseptor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Obat analgesik adalah obat yang dapat mengurangi nyeri tanpa menyebabkan. mengurangi efek samping penggunaan obat.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Nyeri merupakan salah satu penyakit yang prevalensinya meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Diperkirakan satu dari lima orang dewasa mengalami nyeri dan setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. beberapa dekade terakhir ini, namun demikian perkembangan pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang International Association for the Study of Pain (IASP) mendefinisikan nyeri sebagai sensasi yang tidak mengenakkan dan biasanya diikuti oleh pengalaman emosi tertentu
Lebih terperinciPOLA PERESEPAN OBAT PADA PENDERITA REUMATIK DI APOTEK SEHAT FARMA KLATEN TAHUN 2010
POLA PERESEPAN OBAT PADA PENDERITA REUMATIK DI APOTEK SEHAT FARMA KLATEN TAHUN 2010 Totok Hardiyanto, Sutaryono, Muchson Arrosyid INTISARI Reumatik adalah penyakit yang menyerang persendian dan struktur
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN (Sari, 2007). Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara termasuk
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Parasetamol (asetaminofen) merupakan salah satu obat analgesik dan antipiretik yang banyak digunakan di dunia sebagai obat lini pertama sejak tahun 1950 (Sari, 2007).
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. semua organ dan jaringan tubuh terutama pada sistem muskuloskeletal dan
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dalam tubuh manusia terdapat 230 sendi yang menghubungkan 206 tulang, perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan hingga usia lanjut pada semua organ
Lebih terperinciBAB I 1PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Universitas Sumatera Utara
BAB I 1PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Nyeri merupakan masalah yang paling sering menyebabkan pasien mencari perawatan ke rumah sakit. Nyeri tidak melakukan diskriminasi terhadap manusia, nyeri tidak membeda-bedakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 1,2. Nyeri apabila tidak diatasi akan berdampak
BAB 1 PENDAHULUAN 11 LATAR BELAKANG Nyeri paska bedah masih merupakan masalah utama bagi penderita karena setelah obat anestesi hilang efeknya, penderita akan merasakan sakit Nyeri bersifat subjektif,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya mediator inflamasi seperti histamin,
Lebih terperinciFARMAKOTERAPI KELOMPOK KHUSUS
FARMAKOTERAPI KELOMPOK KHUSUS dr HM Bakhriansyah, M.Kes., M.Med.Ed Farmakologi FK UNLAM Banjarbaru PENGGUNAAN OBAT PADA ANAK Perbedaan laju perkembangan organ, sistem dalam tubuh, maupun enzim yang bertanggung
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Nyeri paska bedah masih merupakan masalah utama bagi penderita karena setelah obat anestesi hilang efeknya, penderita akan merasakan sakit. Nyeri bersifat subjektif,
Lebih terperinciDETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN
DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembedahan merupakan suatu tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka dan menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Peresepan Obat di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Peresepan Obat di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Penelitian ini mengidentifikasi penggunaan obat off-label dosis pada pasien dewasa rawat inap di Rumah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. anestesiologi. 3. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nyeri pascabedah masih merupakan masalah utama bagi penderita karena setelah obat anestesi hilang efeknya, penderita akan merasakan sakit. Saat ini nyeri masih menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Osteoarthritis dapat terjadi bersamaan dengan arthritis jenis lain, seperti gout atau
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Osteoarthritis adalah penyakit sendi yang progresif, secara khas terjadi pada pasien usia menengah hingga pasien usia lanjut. Penyakit ini terjadi ketika tulang rawan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Apendisitis dapat disebabkan oleh lumen usus yang pecah, pembengkakan pada jaringan dinding apendiks, dan inflamasi di usus (Hendarto, 2010). Terapi untuk pasien
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara-negara yang sedang berkembang, penyakit tidak menular seperti penyakit jantung, kanker dan depresi akan menjadi penyebab utama kematian dan disabilitas. Hasil
Lebih terperinciREINFORECEMENT BLOK 11 Pemicu 2. DR.Harum Sasanti, drg, SpPM KaDep. Ilmu Penyakit Mulut FKGUI
REINFORECEMENT BLOK 11 Pemicu 2 DR.Harum Sasanti, drg, SpPM KaDep. Ilmu Penyakit Mulut FKGUI Pengantar Tugas Drg. tidak hanya tahu dan merawat masalah gigi saja, tetapi juga perlu tahu dan sebisa mungkin
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakkan jaringan untuk menghancurkan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi akibat sekresi insulin yang tidak adekuat, kerja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sekarang para ahli tidak henti-hentinya meneliti mekanisme kerja dari obat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Parasetamol atau asetaminofen telah ditemukan sebagai obat analgesik yang efektif lebih dari satu abad yang lalu tepatnya pada tahun 1893, tetapi hingga sekarang para
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Interaksi obat dianggap penting karena dapat menguntungkan dan merugikan. Salah satu dari interaksi obat adalah interaksi obat itu sendiri dengan makanan. Interaksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Fraktur merupakan kondisi ketika tulang mendapat tekanan yang melebihi kekuatan dari tulang tersebut sehingga menyebabkan terjadinya patah tulang (Atlas of pathophysiology,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Gagal jantung adalah keadaan di mana jantung tidak mampu memompa darah untuk mencukupi kebutuhan jaringan melakukan metabolisme dengan kata lain, diperlukan peningkatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang dapat menyebabkan kenaikan darah di atas nilai nomal. Prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5% pada
Lebih terperinciKinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh:
FARMAKOKINETIK Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh: Absorpsi (diserap ke dalam darah) Distribusi (disebarkan ke berbagai jaringan tubuh) Metabolisme (diubah
Lebih terperinciAACE Mengeluarkan Panduan untuk Terapi Hormon Menopause
AACE Mengeluarkan Panduan untuk Terapi Hormon Menopause Menopause didiagnosis pada wanita yang tidak lagi mendapatkan menstruasi dalam 1 tahun. Setelah menopause, lebih dari 85% wanita mengalami gejala
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kita. Salah satu komplikasi awal dari fraktur yang terjadi pada tulang adalah nyeri. Nyeri ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur pada tulang adalah suatu kejadian yang sering dijumpai dalam kehidupan kita. Salah satu komplikasi awal dari fraktur yang terjadi pada tulang adalah nyeri.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) atau iskemia miokard, adalah penyakit yang ditandai dengan iskemia (suplai darah berkurang) dari otot jantung, biasanya karena penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Osteoartritis (OA) adalah penyakit re matik kronis yang ditandai dengan timbulnya rasa nyeri, hilangnya fungsi fisik dan kecacatan sehingga dapat mengganggu aktivitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Nyeri didefinisikan oleh International Association for Study of Pain (IASP) sebagai suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seorang ahli anestesi. Suatu studi yang dilakukan oleh Pogatzki dkk, 2003
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penatalaksanaan nyeri akut pascaoperasi merupakan salah satu tantangan seorang ahli anestesi. Suatu studi yang dilakukan oleh Pogatzki dkk, 2003 melaporkan bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Proporsi penduduk usia lanjut tumbuh lebih cepat daripada kelompok umur
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proporsi penduduk usia lanjut tumbuh lebih cepat daripada kelompok umur lainya. Pada tahun 2014, tingkat pertumbuhan tahunan untuk penduduk berumur 60 tahun atau lebih
Lebih terperinciUniversitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Menstruasi Menstruasi adalah peluhuran lapisan rahim (endometrium) disertai dengan pendarahan. Ini terjadi dalam siklus bulanan sepanjang hidup selama usia reproduksi, kecuali
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terutama obat yang mengalami eliminasi utama di ginjal (Shargel et.al, 2005).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ginjal merupakan organ penting dalam mengatur kadar cairan dalam tubuh, keseimbangan elektrolit, dan pembuangan sisa metabolit dan obat dari dalam tubuh. Kerusakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. obat ini dijual bebas di apotik maupun di kios-kios obat dengan berbagai merek
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Parasetamol atau juga sering disebut asetaminofen salah satu obat golongan analgesik-antipiretik yang digunakan sangat luas di kalangan masyarakat Indonesia. Pada umumnya
Lebih terperinciLampiran materi MYALGIA (NYERI OTOT) 1. Pengertian myalgia 2. Jenis Myalgia Fibromyalgia
Lampiran materi MYALGIA (NYERI OTOT) 1. Pengertian Myalgia adalah nyeri otot yang merupakan gejala dari banyak penyakit dan gangguan pada tubuh. Penyebab umum myalgia adalah penggunaan otot yang salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Intensive Care Unit (ICU). Tingginya biaya perawatan,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit HIV & AIDS merupakan suatu penyakit yang terus berkembang dan menjadi masalah global yang melanda dunia. Indonesia merupakan negara di ASEAN yang paling tinggi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan suatu tumor atau neoplasma yang terdiri dari tumor jinak dan tumor ganas. Tumor secara umum diartikan sebagai suatu penyakit yang berbentuk benjolan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Nyeri terdiri dari 2 tipe yaitu nyeri nociceptive dan neuropatik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyeri terdiri dari 2 tipe yaitu nyeri nociceptive dan neuropatik (Pappagallo, 2003). Nyeri neuropatik diperkirakan diderita jutaan orang di seluruh dunia, namun demikian
Lebih terperinciANALGESIK-ANTIPIRETIK dan ANTIINFLAMASI
ANALGESIK-ANTIPIRETIK dan ANTIINFLAMASI ANALGESIK : menghilangkan/mengurangi nyeri ringan sampai sedang ANTIPIRETIK : menurunkan demam ANTIINFLAMASI : menanggulangi keradangan ANALGESIK OPIOID : sifat
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Bidang Ilmu Kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam, Sub-bagian Gastroentero-Hepatologi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di Rumah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Glukosa Darah Karbohidrat merupakan sumber utama glukosa yang dapat diterima dalam bentuk makanan oleh tubuh yang kemudian akan dibentuk menjadi glukosa. Karbohidrat yang dicerna
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam bentuk asalnya atau dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi. Ekskresi di sini merupakan hasil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lambung merupakan perluasan organ berongga besar berbentuk kantung dalam rongga peritoneum yang terletak di antara esofagus dan usus halus. Saat keadaan kosong, bentuk
Lebih terperinciDETEKSI DAN MANAJEMEN PENYAKIT SISTEMIK PADA PASIEN GIGI-MULUT DENGAN KOMPROMIS MEDIS. Harum Sasanti FKG-UI, Departemen Ilmu Penyakit Mulut
DETEKSI DAN MANAJEMEN PENYAKIT SISTEMIK PADA PASIEN GIGI-MULUT DENGAN KOMPROMIS MEDIS Harum Sasanti FKG-UI, Departemen Ilmu Penyakit Mulut Alur Presentasi Pendahuluan Tujuan presentasi Rasional deteksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manajemen neoplasma primer dan metastasis neoplasma pada otak. 1 Tindakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kraniotomi merupakan tindakan bedah yang paling sering dilakukan pada manajemen neoplasma primer dan metastasis neoplasma pada otak. 1 Tindakan bedah tersebut bertujuan
Lebih terperinciMAKALAH PERHITUNGAN DOSIS OBAT DISUSUN OLEH : VERTI AGSUTIN
MAKALAH PERHITUNGAN DOSIS OBAT DISUSUN OLEH : VERTI AGSUTIN 5390033 POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG JURUSAN DIII FARMASI TAHUN 205 KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt. karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yaitu: usia pertengahan (middle age) adalah tahun, lanjut usia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lansia menjadi 4 yaitu: usia pertengahan (middle age) adalah 45 59 tahun, lanjut usia (elderly) adalah 60 74 tahun, lanjut
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ulkus Peptikum 2.1.1 Definisi Ulkus peptikum merupakan luka terbuka dengan pinggir edema disertai indurasi dengan dasar tukak tertutup debris (Tarigan, 2009). Ulkus peptikum
Lebih terperinciRUMAH SAKIT MATA PADANG EYE CENTER (RSMPEC) Ramah, Empati, Siaga, Proaktif, Exsclusive, dan Competence PANDUAN TENTANG PANDUAN TELAAH INTERAKSI OBAT
PANDUAN TENTANG PANDUAN TELAAH INTERAKSI OBAT RS MATA PADANG EYE CENTER BAB I DEFINISI A. Pengertian Interaksi obat adalah suatu perubahan atau efek yang terjadi pada suatu obat ketika obat tersebut digabungkan
Lebih terperinciMakara Seri Kesehatan, 2013, 17(1): In Press DOI: /msk.v17i1.xxxx
Perbedaan Tolerabilitas Meloxicam dengan Natrium Diklofenak terhadap Saluran Cerna pada Pasien Rawat Jalan di Poliklinik Penyakit Saraf Rumkital Dr. Mintohardjo Jakarta 2011 Lailan Azizah Departemen Farmasi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Parasetamol merupakan obat penurun panas dan pereda nyeri yang telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Metabolit Fenasetin ini diklaim sebagai zat antinyeri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sementara di tahun 2011 terdapat korban. Korban luka ringan pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kecelakaan lalu lintas menjadi masalah yang seringkali terjadi di negara berkembang seperti Indonesia. Angka kecelakaan selama tahun 2012 tercatat 7.817 kasus atau turun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekitar 500.000 orang di Amerika Serikat setiap tahunnya terkena penyakit tukak peptik, dan 70% terjadi pada usia 25 sampai 64 tahun. Biaya yang dikeluarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah DBD merupakan penyakit menular yang disebabkan virus dengue. Penyakit DBD tidak ditularkan secara langsung dari orang ke orang, tetapi ditularkan kepada manusia
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid (OAINS) adalah suatu golongan obat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid (OAINS) adalah suatu golongan obat yang memiliki khasiat analgetik, antipiretik, serta anti radang dan banyak digunakan untuk menghilangkan
Lebih terperinciPanduan Interaksi Obat
Panduan Interaksi Obat Rumah Sakit Harapan Bunda Jl. Raya Lintas Sumatera, Seputih Jaya, Gunung Sugih Lampung Tengah I N D O N E S I A Telp. (0725) 26766. Fax. (0725) 25091 http://www.rshb-lampung.co.id
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Obat on-label On-label adalah penggunaan obat yang telah memiliki izin penjualan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Obat on-label On-label adalah penggunaan obat yang telah memiliki izin penjualan berkaitan dengan indikasi, rute pemberian, dosis, usia, dan kontraindikasi. Lembaga berwenang
Lebih terperinciPenggunaan Obat pada Anak FARMAKOTERAPI PADA KELOMPOK KHUSUS. Penggunaan Obat pada Anak. Alfi Yasmina. Dosis: berdasarkan usia, BB, LPT
FARMAKOTERAPI PADA KELOMPOK KHUSUS Alfi Yasmina Dipengaruhi oleh Fungsi biotransformasi hati Fungsi ekskresi ginjal Kapasitas pengikatan protein Sawar darah-otak, sawar kulit Sensitivitas reseptor obat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah. Diabetes melitus tipe 2 adalah sindrom metabolik. yang memiliki ciri hiperglikemia, ditambah dengan 3
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Diabetes melitus tipe 2 adalah sindrom metabolik yang memiliki ciri hiperglikemia, ditambah dengan 3 patofisiologi dasar : sekresi insulin yang terganggu, resistensi
Lebih terperinci