BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Osteoarthritis dapat terjadi bersamaan dengan arthritis jenis lain, seperti gout atau

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Osteoarthritis dapat terjadi bersamaan dengan arthritis jenis lain, seperti gout atau"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Osteoarthritis adalah penyakit sendi yang progresif, secara khas terjadi pada pasien usia menengah hingga pasien usia lanjut. Penyakit ini terjadi ketika tulang rawan sendi rusak akibat tekanan mekanik ataupun perubahan biokimia. Osteoarthritis dapat terjadi bersamaan dengan arthritis jenis lain, seperti gout atau rheumatoid arthritis. Osteoarthritis cenderung mempengaruhi sendi yang sering digunakan seperti tangan dan tulang belakang, serta sendi yang menopang berat badan, seperti lutut dan pinggul. Gejala dari osteoarthritis antara lain sendi terasa nyeri dan mengalami kekakuan, sendi membengkak, timbul suara saat sendi bergerak, serta penurunan fungsi sendi (American College Rhematology, 2012). Prevalensi osteoarthritis total di Indonesia 34,3 juta orang pada tahun 2002 dan mencapai 36,5 juta orang pada tahun Diperkirakan 40% dari populasi usia diatas 70 tahun menderita osteoarthritis, dan 80% pasien osteoarthritis mempunyai keterbatasan gerak dalam berbagai derajat dari ringan sampai berat yang berakibat mengurangi kualitas hidupnya karena prevalensi yang cukup tinggi. Oleh karena sifatnya yang kronik-progresif, osteoarthritis mempunyai dampak sosio-ekonomi yang besar, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Diperkirakan 1 sampai 2 juta orang lanjut usia di Indonesia menderita cacat karena osteoarthritis (Soeroso, 2006). 1

2 2 Pengatasan osteoarthritis terbagi menjadi empat cara, yaitu perubahan gaya hidup, terapi nonfarmakologi, terapi farmakologi, dan pembedahan (Vincent dan Watt, 2014). Terapi farmakologi osteoarthritis bertujuan untuk membebaskan nyeri, memelihara kemampuan bergerak, dan atau mengurangi inflamasi (Maiwenn dkk., 2008). Obat yang biasa digunakan dalam pengatasan osteoarthritis adalah analgesik oral, suplemen nutrisi, dan NSAID (Nonsteroidal Antiinflammatory Drugs). NSAID yang biasa digunakan dalam pengobatan osteoarthritis adalah asam karboksilat, asetil salisilat, aspirin, salisilat yang tak terasilasi (salsalate, difusinal, choline salisilat), asam asetat (etodolak, diklofenak, indometachin, ketorolak), asam propionat (fenoprofen, flubiprofen, ibuprofen, ketoprofen, naproxen, oxaprozin), fenamat (meclofenamat, asam mefenamat), oksikam (piroksikam, meloksikam), dan coxibs (celecoxib) (Dipiro dkk., 2008). Osteoarthritis memerlukan biaya yang besar pada komunitas. Biaya langsung yang ditimbulkan oleh osteoarthritis meliputi kunjungan ke dokter, pengobatan, dan tindakan operasi. Biaya tidak langsung meliputi semua yang hilang akibat ketidakmampuan bekerja. Biaya yang terkait dengan osteoarthritis dapat menjadi signifikan nilainya pada lansia yang menjadi tidak mampu melakukan kegiatan sehari-hari sehingga memerlukan bantuan orang lain. Komunitas pada negaranegara yang sedang berkembang perlu lebih memahami osteoarthritis dan dapat mengembangkan alternatif terapi untuk mengatasinya (Royal College of Physicians, 2008).

3 3 Pasien dengan cara bayar umum adalah pasien yang sedang melalukan pengobatan dan biaya untuk pengobatannya berasal dari pasien. Sedangkan pasien dengan cara bayar JKN adalah pasien yang sedang melakukan pengobatan namun biaya pengobatannya ditanggung oleh pemerintah, dalam hal ini adalah BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) kesehatan. Kedua jenis pasien ini memerlukan biaya pengobatan yang tidak sama karena obat yang diberikan kepada kedua jenis pasien ini berbeda. Rumah Sakit (RS) PKU Muhammadiyah adalah rumah sakit swasta yang terletak di Jalan KH. Ahmad Dahlan 20 Yogyakarta. Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta dipilih untuk melakukan penelitian ini, karena rumah sakit ini memiliki poli rematologi. Osteoarthritis merupakan salah satu penyakit yang termasuk dalam poli rematologi. Dengan demikian, rumah sakit PKU Muhammadiyah banyak dikunjungi pasien osteoarthritis. RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta melayani pasien umum dan JKN. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui perbedaan biaya osteoarthritis pasien umum dan JKN. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, permasalahan yang akan diteliti adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana gambaran pengunaan obat osteoarthritis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta?

4 4 2. Apa saja komponen biaya dan berapakah rata rata biaya pasien osteoarthritis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta? 3. Komponen biaya apakah yang memberikan proporsi paling besar dalam pengobatan pasien osteoarthritis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta? 4. Bagaimana perbandingan biaya pasien osteoarthritis umum dan JKN di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui gambaran penggunaan obat osteoarthritis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. 2. Mengetahui komponen biaya dan rata rata biaya pasien osteoarthritis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. 3. Mengetahui komponen biaya yang memberikan proporsi paling besar dalam pengobatan pasien osteoarthritis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. 4. Mengetahui perbandingan biaya pasien osteoarthritis umum dan JKN di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Sebagai informasi dan masukan dalam pengobatan osteoarthritis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

5 5 2. Dapat menjadi masukan bagi pemerintah dalam menentukan obat apa saja yang digunakan untuk terapi osteoarthritis. 3. Bagi masyarakat umum dapat menjadi gambaran biaya pengobatan penyakit osteoarthritis. 4. Bagi peneliti dapat digunakan untuk memperdalam pengetahuan mengenai osteoarthritis dan farmakoekonomi. E. Tinjauan Pustaka 1. Osteoarthritis a. Definisi Osteoarthritis Osteoarthritis adalah penyakit sendi yang progresif, secara khas terjadi pada pasien usia menengah hingga pasien usia lanjut. Penyakit ini terjadi ketika tulang rawan sendi rusak akibat tekanan mekanik ataupun perubahan biokimia. Osteoarthritis dapat terjadi bersamaan dengan arthritis jenis lain, seperti gout atau rheumatoid arthritis. Osteoarthritis cenderung mempengaruhi sendi yang sering digunakan seperti tangan dan tulang belakang, serta sendi yang menopang berat badan, seperti lutut dan pinggul. Gejala dari osteoarthritis antara lain sendi terasa nyeri dan mengalami kekakuan, sendi membengkak, timbul suara saat sendi bergerak, serta penurunan fungsi sendi (American College Rheumatology, 2012). Osteoarthritis merupakan penyakit sendi degeneratif, dimana keseluruhan struktur dari sendi mengalami perubahan patologis.

6 6 Ditandai dengan kerusakan tulang rawan (kartilago) hyaline sendi, meningkatnya ketebalan serta sklerosis dari lempeng tulang, pertumbuhan osteofit pada tepian sendi, meregangnya kapsula sendi, timbulnya peradangan, dan melemahnya otot-otot yang menghubungkan sendi (Felson, 2008). b. Epidemiologi Osteoarthritis Osteoartritis merupakan penyakit sendi pada orang dewasa yang paling umum di dunia. Felson (2008) melaporkan bahwa satu dari tiga orang dewasa memiliki tanda-tanda radiologis terhadap osteoarthritis. Osteoarthritis pada lutut merupakan tipe osteoarthritis yang paling umum dijumpai pada orang dewasa. Penelitian epidemiologi dari Joern dkk. (2010) menemukan bahwa orang dewasa dengan kelompok umur tahun sebanyak 22%. Pada pria dengan kelompok umur yang sama, dijumpai 23% menderita osteoarthritis pada lutut kanan, sementara 16,3% sisanya didapati menderita osteoarthritis pada lutut kiri. Berbeda halnya pada wanita yang terdistribusi merata, dengan insiden osteoarthritis pada lutut kanan sebanyak 24,2% dan pada lutut kiri sebanyak 24,7 %. Prevalensi osteoarthritis total di Indonesia 34,3 juta orang pada tahun 2002 dan mencapai 36,5 juta orang pada tahun Diperkirakan 40% dari populasi usia diatas 70 tahun menderita osteoarthritis, dan 80% pasien osteoarthritis mempunyai keterbatasan gerak dalam berbagai derajat dari ringan sampai berat yang berakibat

7 7 mengurangi kualitas hidupnya karena prevalensi yang cukup tinggi. Oleh karena sifatnya yang kronik-progresif, osteoarthritis mempunyai dampak sosio-ekonomi yang besar, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Diperkirakan 1 sampai 2 juta orang lanjut usia di Indonesia menderita cacat karena osteoarthritis (Soeroso, 2006). c. Faktor Risiko Osteoarthritis Osteoarthritis dapat terjadi pada semua ras dan jenis kelamin. Osteoarthritis lebih sering menyerang pada seseorang dengan usia lebih dari 40 tahun. Osteoarthritis dapat terjadi lebih dini pada orang orang yang memiliki faktor risiko (American College Rhematology, 2012). Berikut ini adalah faktor risiko terjadinya osteoarthritis pada seseorang: 1) Usia Prevalensi dan keparahan osteoarthritis meningkat seiring dengan bertambahnya usia seseorang. Semakin meningkat usia seseorang, semakin bertambah rasa nyeri dan keluhan pada sendi (Arthritis Foundation, 2015). Risiko seseorang mengalami gejala timbulnya osteoarthriris lutut dimulai pada usia 50 tahun (Kraus, 1997). Studi Framingham menunjukkan bahwa 27% orang berusia tahun memiliki bukti radiografik menderita osteoarthritis lutut, yang meningkat mencapai 40% pada usia 80 tahun atau lebih (Felson dkk., 1995). Studi mengenai kelenturan pada osteoarthritis

8 8 telah menemukan bahwa terjadi penurunan kelenturan pada pasien usia tua dengan osteoarthritis lutut (Pay dkk., 1997). 2) Jenis Kelamin Prevalensi osteoarthritis pada laki-laki sebelum usia 50 tahun lebih tinggi dibandingkan perempuan, tetapi setelah usia lebih dari 50 tahun prevalensi perempuan lebih tinggi menderita osteoarthritis dibandingkan laki-laki. Perbedaan tersebut menjadi semakin berkurang setelah menginjak usia 80 tahun. Hal tersebut diperkirakan karena pada masa usia tahun wanita mengalami pengurangan hormon esterogen yang signifikan (Felson dan Zhang, 1998). 3) Obesitas Semakin tinggi berat badan seseorang, semakin besar kemungkinan seseorang untuk menderita osteoarthritis. Hal ini disebabkan karena seiring dengan bertambahnya berat badan seseorang, beban yang akan diterima oleh sendi pada tubuh semakin besar. Beban yang diterima oleh sendi akan memberikan tekanan pada bagian sendi yang berpengaruh, contohnya pada bagian lutut dan pinggul (Arthritis Foundation, 2015). Obesitas merupakan faktor risiko terkuat yang dapat dimodifikasi. Selama berjalan, setengah berat badan bertumpu pada sendi lutut. Peningkatan berat badan akan melipatgandakan beban sendi lutut saat berjalan. (Felson, 2000).

9 9 4) Genetika Genetika memainkan peranan dalam perkembangan osteoarthritis. Kelainan warisan tulang mempengaruhi bentuk dan stabilitas sendi yang dapat menyebabkan osteoarthritis. (Hensen dan Elliot, 2005). 5) Trauma Studi Framingham menemukan bahwa orang dengan riwayat trauma lutut memiliki risiko 5 6 kali lipat lebih tinggi untuk menderita osteoarthritis lutut (Felson, dkk., 1995). 6) Aktivitas Fisik Aktivitas fisik berat seperti berdiri lama (2 jam atau lebih setiap hari), berjalan jarak jauh (2 jam atau lebih setiap hari), mengangkat barang berat (10 kg 50 kg selama 10 kali atau lebih setiap minggu), mendorong objek yang berat (10 kg 50 kg selama 10 kali atau lebih setiap minggu), naik turun tangga setiap hari merupakan faktor risiko osteoarthritis lutut (Lau dkk., 2000). d. Gejala dan Tanda Klinik Osteoarthritis Pada umumnya, pasien osteoarthritis mengatakan bahwa keluhankeluhan yang dirasakannya telah berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan. Berikut adalah keluhan yang dapat dijumpai pada pasien osteoarthritis:

10 10 1) Nyeri sendi Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan tertentu terkadang dapat menimbulkan rasa nyeri yang melebihi gerakan lain. Perubahan ini dapat ditemukan meski osteoarthritis masih tergolong dini (secara radiologis). Umumnya bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit sampai sendi hanya bisa digoyangkan dan menjadi kontraktur, Hambatan gerak dapat konsentris (seluruh arah gerakan) maupun eksentris (salah satu arah gerakan saja) (Soeroso, 2006). Pada penelitian dengan menggunakan MRI, didapat bahwa sumber dari nyeri yang timbul diduga berasal dari peradangan sendi (sinovitis), efusi sendi, dan edema sumsum tulang (Felson, 2008). 2) Hambatan gerakan sendi Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan sejalan dengan pertambahan rasa nyeri (Soeroso, 2006). 3) Kaku pagi Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau tidak melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu yang cukup lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi hari (Soeroso, 2006).

11 11 4) Krepitasi Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang sakit. Gejala ini umum dijumpai pada pasien osteoarthritis lutut. Pada awalnya hanya berupa perasaan akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang memeriksa. Seiring dengan perkembangan penyakit, krepitasi dapat terdengar hingga jarak tertentu (Soeroso, 2006). 5) Pembesaran sendi (deformitas) Sendi yang terkena secara perlahan dapat membesar (Soeroso, 2006). 6) Pembengkakan sendi yang asimetris Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada sendi yang biasanya tidak banyak (< 100 cc) atau karena adanya osteofit, sehingga bentuk permukaan sendi berubah (Soeroso, 2006). 7) Tanda-tanda peradangan Tanda tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan) dapat dijumpai pada osteoarthritis karena adanya sinovitis. Biasanya tanda tanda ini tidak menonjol dan timbul pada perkembangan penyakit yang lebih jauh. Gejala ini sering dijumpai pada osteoarthritis lutut (Soeroso, 2006).

12 12 8) Perubahan gaya berjalan Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien dan merupakan ancaman yang besar untuk kemandirian pasien osteoarthritis, terlebih pada pasien lanjut usia. Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan berat badan terutama pada osteoarthritis lutut (Soeroso, 2006). e. Diagnosis Osteoarthritis Kebanyakan dokter mendeteksi osteoarthritis berdasar gejala yang khas dan uji fisik. Dalam beberapa kasus, X-rays atau tes penggambaran yang lain berguna untuk mendeskripsikan keparahan penyakit atau membantu menunjukkan masalah sendi lain (American College Rhematology, 2012). Melalui penggambaran, osteoarthritis biasanya didiagnosis menggunakan radiograf yang dapat menunjukkan joint space width (JSW) dan osteofit. Akhir akhir ini, ada cara lain yang dapat dilakukan, yaitu menggunakan Magnetic Resonance Imaging (MRI), Ultrasound (US), dan Optical Coherence Tomography (OCT) Cara ini dapat meningkatkan hasil diagnosis dan manajemen osteoarthritis dalam jaringan (Braund dan Gold, 2012). f. Penatalaksanaan Osteoarthritis Tidak ada terapi yang dapat menyembuhkan osteoarthritis. Tujuan terapi hanya mengurangi nyeri dan meningkatkan fungsi sendi yang terpengaruh. Paling sering, terapi dilakukan dengan

13 13 mengkombinasikan terapi fisik dan terapi obat, serta terkadang dengan pembedahan (American College Rhematology, 2012). 1) Terapi Fisik Penurunan berat badan dan latihan bermanfaat untuk pasein osteoarthritis. Beban yang berlebihan dapat memberikan tekanan pada lutut pan pinggul. Setiap penurunan berat badan 10 pon selama 10 tahun, dapat mengurangi perkembangan osteoarthritis lutut hingga 50 %. Latihan fisik dapat meningkatkan kekuatan otot, menurunkan nyeri sendi dan kekakuan, serta menurunkan kemungkinan kecacatan pada pasien osteoarthritis (American College Rhematology, 2012). 2) Terapi Obat (Farmakologi) Terapi farmakologi terbagi menjadi dua, yaitu sistemik dan topikal. Terapi sistemik terbagi menjasi analgesik nonopioid, NSAID, analgesik opioid serta glukosamin dan kondroitin. Sedangkan terapi topikal menggunakan analgesik topikal (Felson, 2000). a) Analgesik oral Untuk pasien osteoarthritis dengan nyeri ringan hingga sedang, penggunaan analgesik asetaminofen sebanding dengan penggunaan NSAID. Dosis harian asetaminofen tidak boleh lebih dari 4 gram. Dalam dosis terapetik, asetaminofen jarang menimbulkan toksisitas hepar, namun harus digunakan hati-

14 14 hati pada pasien dengan penyakit hati dan pasien yang mengkonsumsi alkohol (Felson, 2000). Tramadol merupakan analgesik oral, sintetis agonis opioid yang menghambat reuptake norepinefrin dan serotonin. Tramadol digunakan untuk pasien dengan nyeri parah yang memiliki kontraindikasi dengan NSAID. Dosis harian tramadol adalah 200 hingga 300 mg, diberikan dalam empat dosis bagi. Pasien dengan nyeri parah yang tidak memberikan respon saat diberikan tramadol dan NSAID, dapat diberikan analgesik opioid (Felson, 2000). b) Nonsteroidal Antiinflammatory Drugs (NSAID) Pasien yang tidak dapat ditangani dengan analgesik nonopioid dapat diberikan NSAID. Pemilihan antara NSAID dan inhibitor spesifik COX-2 berdasarkan faktor risiko, toksisitas gastrointestinal dan renal. Bagi pasien osteoarthritis dengan gangguan gastrointestinal atas, seperti pendarahan dan obstruksi, Obat yang digunakan adalah inhibitor spesifik COX- 2 atau NSAID dengan terapi gastroprotektif. Contoh inhibitor spesifik COX-2 adalah celecoxib. Inhibitor COX-2 dapat menyebabkan toksisitas ginjal, sehingga harus menjadi perhatian jika digunakan pada pasien dengan kerusakan ginjal ringan hingga sedang serta tidak dapat digunakan untuk pasien dengan kerusakan ginjal parah (Felson, 2000).

15 15 Penggunaan NSAID nonselektif dimulai dari dosis rendah analgesik dan dinaikkan hingga dosis total anti inflamasi jika dosis rendah tidak menghilangkan gejala. NSAID nonselektif memiliki efek terhadap gastrointestinal, yaitu mencegah agregasi platelet, sehingga meningkatkan risiko pendarahan (Felson, 2000). c) Glukosamin dan Kondroitin Penggunaan glukosamin dan kondrotin sulfat untuk terapi osteoarthritis dengan cara membantu substrat untuk membentuk kartilago (Felson, 2000). d) Analgesik topikal Pasien osteoarthritis tangan atau lutut dengan nyeri ringan hingga sedang dapat menggunakan analgesik topikal sebagai terapi tambahan atau monoterapi (Felson, 2000). 3) Pembedahan Pembedahan dapat menjadi pilihan untuk kasus osteoarthritis yang parah. Kasus ini terjadi saat sendi mengalami kerusakan berat, atau saat pengobatan secara farmakologi gagal untuk mengurangi nyeri dan kehilangan banyak fungsi. Pembedahan terdiri dari arthroscopy, memperbaiki sendi dengan sedikit pemotongan. Ketika kerusakan sendi tidak dapat diperbaiki, maka dapat dilakukan penggantian sendi (American College Rhematology, 2012).

16 16 2. Farmakoekonomi a. Definisi Farmakoekonomi Farmakoekonomi adalah deskripsi dan analisis biaya terapi menggunakan obat untuk memelihara fungsi kesehatan dan sosial. Penelitian farmakoekonomi adalah proses identifikasi, mengukur, dan membandingkan harga (yang akan dikeluarkan konsumen) dengan konsekuensi (klinik, ekonomi, humanistik) dari produk dan pelayanan kefarmasian (Bootman, 2005). Cost didefinisikan sebagai nilai sumber daya yang digunakan pada suatu program atau terapi obat tertentu. Consequance didefinisikan sebagai efek, keluaran, atau outcome (keadaan keluar) dari suatu program pemberian terapi obat tertentu. Pertimbangan cost dan consequence memberikan perbedaan pada sebagian besar metode evaluasi farmakoekonomi dari evaluasi penggunaan obat dan strategi dalam pengalokasian biaya (Sanchez, 2005). Evaluasi ekonomi secara formal didefinisikan sebagai perbandingan antara biaya dan konsekuensi dari dua atau lebih alternatif tindakan. Biaya (cost) adalah sumber daya yang digunakan untuk melakukan suatu tindakan atau mengimplementasikan suatu keputusan, sedangkan konsekuensi (consequence) adalah keluaran (outcome), baik positif atau negatif, dari aksi maupun keputusan tadi. Evaluasi ekonomi menilai efisiensi, hubungan antara konsekuensi (output) dan biaya (input). Tujuan utamanya adalah memungkinkan

17 17 para pembuat keputusan untuk mengalokasikan sumber daya dengan lebih baik (Vogenberg, 2011). b. Kategori Biaya 1) Biaya medis langsung (direct medical cost) Biaya medis langsung adalah biaya yang harus dibayarkan untuk pelayanan kesehatan. Biaya ini meliputi biaya pengobatan, tenaga medis, biaya tes laboratorium, dan biaya pemantauan efektivitas dan efek samping (Kulkarni dkk., 2009). 2) Biaya medis tidak langsung (direct non medical cost) Biaya medis tidak langsung adalah biaya yang harus dikeluarkan secara langsung dengan pembelian produk atau jasa pelayanan kesehatan. Biaya yang termasuk di dalamnya adalah biaya transportasi dari dan ke rumah sakit, makanan untuk keluarga pasien (Kulkarni dkk., 2009). 3) Biaya tidak langsung (indirect cost) Biaya tidak langsung adalah biaya yang dapat mengurangi produktivitas pasien maupun keluarga, kehilangan pendapatan karena tidak bisa bekerja akibat sakit dan kehilangan waktu (Kulkarni dkk., 2009). 4) Biaya tidak teraba (intangible cost) Biaya tidak teraba adalah biaya yang berhubungan dengan rasa sakit pasien dan penderitanya, khawatir tertekan, efeknya pada kualitas hidup. Kategori ini tidak bisa diukur dengan mata uang,

18 18 namun sangat penting bagi pasien maupun dokter (Kulkarni dkk., 2009). c. Perspektif analisis Perspektif adalah sudut pandang mana yang diambil peneliti dalam melakukan evaluasi farmakoekonomi. Perspektif analisis terbagi menjadi empat, yaitu: 1) Perspektif pasien yaitu pasien mendapatkan pelayanan kesehatan dengan harga yang murah. 2) Perspektif penyedia pelayanan kesehatan yaitu menyediakan pelayanan kesehatan yang diperlukan masyarakat. 3) Perspektif pembayar (perusahaan asuransi) yaitu membayarkan biaya terkait dengan pelayanan kesehatan yang digunakan peserta asuransi selama pelayanan kesehatan yang digunakan peserta termasuk dalam tanggungan perusahaan yang bersangkutan. Menyusun program pelayanan kesehatan yang lebih efektif sehingga nantinya dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan. 4) Perspektif masyarakat yaitu masyarakat menggunakan pelayanan kesehatan untuk mencegah terjangkitnya berbagai penyakit, seperti program pencegahan penyakit untuk imunisasi (Vogenberg, 2001). d. Metode Evaluasi Farmakoekonomi 1) Cost of Illness (CoI) CoI adalah metode evaluasi biaya langsung dan tak langsung dan memperkirakan keseluruhan biaya akibat suatu penyakit

19 19 tertentu pada populasi yang ditentukan. Metode evaluasi ini sering disebut sebagai Burden of Illness dan meliputi pengukuran biaya langsung dan tak langsung akibat suatu penyakit yang spesifik (Sanchez, 2005). Sebuah penyakit akan menghabiskan sumber daya, oleh sebab itu akan timbul biaya. Cost of Illness adalah total dari 3 komponen, yaitu biaya medis, biaya non medis, dan kehilangan produktivitas atau biaya tak langsung (Bootman dkk., 2005). 2) Cost Minimization Analysis (CMA) CMA mempertimbangkan alternatif pilihan yang kurang menghabiskan biaya (lebih murah) ketika membandingkan dua atau lebih alternatif terapi. Beberapa alternatif pilihan dalam CMA harus diasumsikan atau menunjukkan keamanan dan efikasi yang ekivalen, misalnya terdapat dua alternatif yang ekivalen secara terapetik. Ketika ekivalensi keluaran telah diketahui, maka biaya dapat diidentifikasi, dihitung, dan dibandingkan dalam unit mata uang (Sanchez, 2005). Contohnya adalah keputusan untuk menggunakan obat generik atau branded yang menghasilkan efek sama namun dengan biaya paling rendah (Walley dkk., 2004). 3) Cost Effectiveness Analysis (CEA) CEA membandingkan program atau alternatif perlakuan yang memiliki profil keamanan dan efikasi yang berbeda. Dua atau lebih program yang dibandingkan dengan CEA harus memiliki outcome

20 20 klinik yang sama dalam physical unit (misal penurunan nilai HbA1c, tekanan darah). Biaya dihitung dalam unit mata uang, sedangkan keluarannya dinyatakan dalam unit natural atau unit lain selain mata uang. Yang terpilih adalah program yang memiliki biaya rendah dengan efektivitas tinggi (Vogenberg, 2001). 4) Cost Benefit Analysis (CBA) CBA merupakan alat utama yang dapat digunakan untuk meningkatkan proses pembuatan keputusan untuk pengalokasian dana pada program pelayanan kesehatan (Bootman dkk., 2005). Keuntungan diukur sebagai keuntungan ekonomis berhubungan dengan suatu intervensi. Oleh sebab itu, baik biaya (cost) dan keuntungan (benefit) dinyatakan dalam bentuk uang. Keunggulan analisis ini adalah memungkinkan perbandingan antara dua alternatif yang sangat berlainan dan tidak hanya potensial di bidang obat-obatan. Namun, pendekatan ini tidak secara luas diterima penggunaannya pada bidang ekonomi kesehatan (Walley dkk., 2004). 5) Cost Utility Analysis (CUA) CUA adalah metode untuk membandingkan alternatif perlakuan yang melibatkan pendapat pasien tentang kualitas hidup yang terkait dengan pelayanan kesehatan (health related quality of life). CUA dapat membandingkan biaya, kualitas, dan kuantitas hidup pasien. Biaya diukur dalam unit mata uang, sedangkan keluarannya

21 21 diukur dengan alat ukur tertentu yang menitikberatkan pasien. Alat ukur yang sering digunakan adalah Quality Adjusted Life Year (QLAY) gained. QLAY biasanya digunakan untuk mengukur status kesehatan seseorang dan dikombinasikan dengan data morbilitas dan mortalitas (Sanchez, 2005). e. Cost of Therapy (CoT) Konsep mengenai cost (biaya) berkaitan dengan sumber daya yang digunakan atau dikonsumsi untuk memproduksi barang dan jasa. Adanya suatu penyakit dapat dikatakan memiliki biaya karena menggunakan sumber daya untuk mengatasinya. Biaya untuk mengatasi penyakit (Cost of Illnes / CoI) merupakan penjumlahan dari tiga komponen, yaitu sumber daya medis untuk terapi, sumber daya non medis (personal dan sector lain), dan hilangnya produktivitas atau biaya tidak langsung. Seperti halnya Cost of Illnes / CoI, Cost of Therapy (CoT) dapat diklasifikasikan menjadi medis, non medis langsung, dan tidak langsung (produktivitas). Namun, biaya tidak langsung masih menjadi suatu kontroversi. Cost of Therapy (CoT) merupakan penjumlahan dari sumber daya yang digunakan dan dihemat dari suatu terapi pada tiga kategori tersebut. Konsekuensi terapi yang secara umum mempengaruhi penggunaan sumber daya terbagi ke dalam empat tipe, yaitu : 1) Efek samping terapi, sumber daya yang digunakan untuk mengatasinya dipertimbangkan sebagai bagian dari Cost of

22 22 Therapy (CoT) karena sumber daya tersebut tidak akan digunakan bila tidak ada terapi. 2) Mencegah atau meringankan penyakit, jika suatu penyakit dapat dicegah atau keparahannya dapat dikurangi maka jasa medis dihemat. Hal ini termasuk ke dalam Cost of Therapy (CoT) sebagai suatu penghematan (biaya negatif). 3) Suatu intervensi menyediakan informasi yang menyebabkan penggunaan atau penghematan sumber daya. 4) Terapi dapat memperpanjang harapan hidup dan sumber daya pelayanan medis yang digunakan selama perpanjangan hidup tidak akan dikonsumsi tanpa adanya terapi. Namun hal ini dianggap paling kontroversial (Bootman dkk., 2005). 3. Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Rumah Sakit (RS) PKU Muhammadiyah Yogyakarta beralamat di Jalan K.H. Ahmad Dahlan No. 20 Yogyakarta. RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta memiliki akreditasi penuh tingkat lengkap untuk 16 pelayanan yaitu administrasi dan manajemen, pelayanan medis, pelayanan gawat darurat, pelayanan keperawatan, rekam medis, farmasi, K.3, radiologi, laboratorium, kamar operasi, pengendalian infeksi rumah sakit, perimatal risiko tinggi, pelayanan rehabilitasi medis, pelayanan gizi, pelayanan intensif, dan pelayanan darah.

23 23 RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta memiliki instalasi gawat darurat, pelayanan medis (pelayanan rawat jalan/poliklinik, pelayanan rawat inap, pelayanan rawat intensif, pelayanan bedah, dan pelayanan bersalin), pelayanan penunjang (instalasi laboratorium, instalasi radiologi, instalasi rehabilitasi mesik, instalasi farmasi, instalasi gizi, pelayanan diagnostik lain, CSSD, dan laundry), dan pelayanan pemeliharaan kesehatan (medical check up serta klub dan senam kesehatan). Pada pelayanan rawat jalan/poliklinik RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta memiliki pelayanan bedah umum, bedah tulang, bedah syaraf, bedah urologi, bedah anak, bedah digesti, reumatologi, penyakit dalam, penyakit jantung, penyakit paru, ginjal dan hipertensi, kandungan, keluarga berencana, penyakit anak, imunisasi dan tumbuh kembang anak, terapi tumbuh kembang anak,terapi wicara, penyakit syaraf, kesehatan jiwa, konsultasi psikologi, penyakit THT, penyakit mata, kulit dan kelamin, rehabilitasi medis, radiologi, klinik gigi, dan anastesi (Anonim, 2014). 4. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Pemerintah bertanggung jawab atas pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi kesehatan perorangan. Usaha ke arah itu sesungguhnya telah dirintis pemerintah dengan menyelenggarakan beberapa bentuk jaminan sosial di bidang kesehatan, diantaranya adalah melalui PT Askes (Persero) dan PT

24 24 Jamsostek (Persero) yang melayani antara lain pegawai negeri sipil, penerima pensiun, veteran, dan pegawai swasta. Untuk masyarakat miskin dan tidak mampu, pemerintah memberikan jaminan melalui skema Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Namun demikian, skema-skema tersebut masih terfragmentasi, terbagi-bagi. Biaya kesehatan dan mutu pelayanan menjadi sulit terkendali. Untuk mengatasi hal itu, pada 2004, dikeluarkan Undang- Undang No.40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). UU 40/2004 ini mengamanatkan bahwa jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk termasuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) (Kementrian Kesehatan RI, 2014). Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sistem Jaminan Sosial Nasional ini diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang- Undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Tujuannya adalah agar semua penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak (Kementrian Kesehatan RI, 2014).

25 25 F. Landasan Teori Osteoarthritis merupakan penyakit kronis yang memerlukan pengobatan jangka panjang. Pengobatan jangka panjang tersebut berdampak pada biaya yang diperlukan oleh pasien osteoarthritis. Biaya pengobatan osteoarthritis meliputi biaya obat dan biaya (biaya tindakan medis, biaya pendaftaran, dan biaya jasa resep). Pemerintah telah menerapkan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sejak 01 Januari Pasien yang berobat ke rumah sakit dapat menggunakan JKN tersebut apabila pasien telah terdaftar sebagai peserta. Namun, pasien yang belum terdaftar menjadi peserta, saat berobat ke rumah sakit termasuk dalam pasien umum. Dengan demikian, cara pembayaran pasien dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu pasien umum dan pasien JKN. Perbedaan cara pembayaran ini dapat menyebabkan perbedaan biaya yang diperlukan oleh pasien. Hasil penelitian yang dilakukan Hartanto (2013) menyebutkan bahwa pembiayaan umum merupakan pembiayaan yang memerlukan biaya terbesar dibanding pembiayaan lain. Komponen biaya terbesar dari total biaya yang diperlukan adalah biaya obat. G. Keterangan Empiris Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran penggunaan obat pasien osteoarthritis RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta tahun 2014, biaya rata-rata yang diperlukan pasien umum dan JKN serta komponen biaya, termasuk komponen biaya dengan proporsi terbesar.

26 26 H. Kerangka Konsep Pasien osteoarthritis Cara pembayaran : Umum JKN Obat yang diperoleh Tindakan yang diperoleh Biaya Osteoarthritis: Biaya Obat Biaya Non obat Biaya tindakan medis Biaya Pendaftaran Jasa Kefarmasian Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. OSTEOARTHRITIS 1. Definisi Osteoartritis disebut juga penyakit sendi degeneratif atau artritis hipertrofi. Penyakit ini merupakan penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif kronik non inflamasi yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Penyakit ini bersifat progresif lambat,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka harapan hidup penduduk di Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 2007, Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat jumlah penduduk Indonesia sebanyak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 37 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian A.1 Deskripsi Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Saraf dan Radiologi Rumah Sakit di Kota Yogyakarta,yaitu Rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut World Health Organization tahun 2011 stroke merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut World Health Organization tahun 2011 stroke merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut World Health Organization tahun 2011 stroke merupakan penyebab kematian ketiga (10%) di dunia setelah penyakit jantung koroner (13%) dan kanker (12%) dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Osteoarthritis 1. Definisi Osteoarthritis merupakan penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang lambat dan berhubungan dengan usia lanjut. Secara klinik ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia prevalensi OA lutut yang tampak secara radiologis mencapai 15,5%

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia prevalensi OA lutut yang tampak secara radiologis mencapai 15,5% BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif dan salah satu keluhan muskuloskeletal yang sering ditemui, dengan progresifitas yang lambat, bersifat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Osteoartritis Osteoartitis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif, dimana keseluruhan struktur dari sendi mengalami perubahan patologis. Ditandai dengan kerusakan

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS KNEE DEXTRA DI RSUD KOTA SRAGEN

KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS KNEE DEXTRA DI RSUD KOTA SRAGEN KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS KNEE DEXTRA DI RSUD KOTA SRAGEN Diajukan guna melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk menyelesaikan program Pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri sendi merupakan salah satu gangguan kesehatan yang bisa dialami oleh siapapun karena setiap orang di dalam tubuhnya memiliki persendian (Soeroso, 2006). Sendi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi yang sangat modern untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi yang sangat modern untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN Pada era globalisasi ini, ditandai dengan kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat modern untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Bangsa Indonesia sedang giat-giatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, mobilitas manusia menjadi. semakin tinggi. Dengan dampak yang diakibatkan, baik positif maupun

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, mobilitas manusia menjadi. semakin tinggi. Dengan dampak yang diakibatkan, baik positif maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman, mobilitas manusia menjadi semakin tinggi. Dengan dampak yang diakibatkan, baik positif maupun negatif. Seiring dengan keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I.PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Masalah. Osteoarthritis merupakan penyakit sendi yang. paling sering dijumpai pada masyarakat dan jumlah

BAB I.PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Masalah. Osteoarthritis merupakan penyakit sendi yang. paling sering dijumpai pada masyarakat dan jumlah BAB I.PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Osteoarthritis merupakan penyakit sendi yang paling sering dijumpai pada masyarakat dan jumlah penderitanya kebanyakan pada usia tua (Kurniawati, 2014). Osteoarthritis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Osteoartritis (OA) adalah penyakit re matik kronis yang ditandai dengan timbulnya rasa nyeri, hilangnya fungsi fisik dan kecacatan sehingga dapat mengganggu aktivitas

Lebih terperinci

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG TARIF PELAYANAN KESEHATAN KELAS III PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PANDAN ARANG KABUPATEN BOYOLALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arthritis secara umum diartikan sebagai peradangan pada sendi, sedangkan Osteoarthritis (OA) adalah salah satu tipe arthritis paling sering terjadi. Sebelumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di Indonesia sering terdengar kata Transisi Epidemiologi atau beban ganda penyakit. Transisi epidemiologi bermula dari suatu perubahan yang kompleks dalam pola kesehatan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.693,2012

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.693,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.693,2012 PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 029 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 416/MENKES/PER/II/2011 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. insektisida antikolinesterase, serta gangguan hepar dan gagal ginjal akibat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. insektisida antikolinesterase, serta gangguan hepar dan gagal ginjal akibat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keracunan memiliki dampak negatif, baik terhadap kesehatan maupun sosial-ekonomi. Keracunan akut maupun kronis akan menimbulkan gangguan kesehatan, misalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. degeneratif atau osteoarthritis (OA). Sendi merupakan faktor penunjang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. degeneratif atau osteoarthritis (OA). Sendi merupakan faktor penunjang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan pembangunan disegala bidang kehidupan menyebabkan perubahan dalam tingkah laku dan pola hidup masyarakat. Berbagai macam penyakit yang banyak terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara mengakui bahwa kesehatan menjadi modal terbesar untuk

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara mengakui bahwa kesehatan menjadi modal terbesar untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kesehatan adalah suatu keadaan sejahtera yang meliputi fisik, mental dan sosial yang tidak hanya bebas dari penyakit atau kecacatan. Kesehatan merupakan hak bagi setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas hidup manusia, baik kemajuan dalam bidang sosioekonomi

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas hidup manusia, baik kemajuan dalam bidang sosioekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai kemajuan dalam segala aspek kehidupan manusia saat ini telah meningkatkan kualitas hidup manusia, baik kemajuan dalam bidang sosioekonomi maupun dalam bidang

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN SINAR INFRA MERAH DAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS GENU BILATERAL DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

PENATALAKSANAAN SINAR INFRA MERAH DAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS GENU BILATERAL DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA PENATALAKSANAAN SINAR INFRA MERAH DAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS GENU BILATERAL DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA Oleh: MIFTAH RIZKY ARDHIANI J 100 050 014 KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. klinis, histologist, dan radiologi. Penyakit ini bersifat asimetris, tidak ada

BAB I PENDAHULUAN. klinis, histologist, dan radiologi. Penyakit ini bersifat asimetris, tidak ada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Osteoarthritis disebut juga penyakit sendi degeneratif yaitu suatu kelainan pada kartilago (tulang rawan sendi) yang ditandai dengan perubahan klinis, histologist,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tidak menular merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas dinegara yang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tidak menular merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas dinegara yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas dinegara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Menurut WHO pada tahun 2007 proporsi kematian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian mengenai hubungan antara gejala klinis OA lutut dengan derajat OA lutut dilakukan pada bulan Oktober November 2016 di RSUD Tidar kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terus berkembang memanjakan kehidupan manusia. Sehingga akifitas fisik. mengalami peningkatan yang begitu pesat.

BAB I PENDAHULUAN. terus berkembang memanjakan kehidupan manusia. Sehingga akifitas fisik. mengalami peningkatan yang begitu pesat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan teknologi dan pola pikir masyarakat yang terus berkembang memanjakan kehidupan manusia. Sehingga akifitas fisik menjadi berkurang, yang mengakibatkanterjadinya

Lebih terperinci

Prevalensi hipertensi berdasarkan yang telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan pengukuran tekanan darah terlihat meningkat dengan bertambahnya

Prevalensi hipertensi berdasarkan yang telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan pengukuran tekanan darah terlihat meningkat dengan bertambahnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit hipertensi atau disebut juga tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan ketika tekanan darah di pembuluh darah meningkat secara kronis. Tekanan darah pasien

Lebih terperinci

OBAT ANALGETIK, ANTIPIRETIK dan ANTIINFLAMASI

OBAT ANALGETIK, ANTIPIRETIK dan ANTIINFLAMASI OBAT ANALGETIK, ANTIPIRETIK dan ANTIINFLAMASI Oleh dr. Agung Biworo, M.Kes Untuk mahasiswa Prodi Ilmu Keperawatan FK Unlam ANALGETIKA Analgetika dikelompokkan menjadi 2 : Analgetika opioid NSAID/Non Non-Steroidal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. artritis dan paling banyak diderita oleh pasien usia tua. Osteoartritis dikaitkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. artritis dan paling banyak diderita oleh pasien usia tua. Osteoartritis dikaitkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Osteoartritis adalah kondisi degradasi kronik dari tulang kartilago dan sendi. Penyakit ini merupakan bentuk paling umum yang dijumpai dari penyakit artritis dan paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan tingginya standar tingkat pendidikan, keadaan sosial ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Dengan tingginya standar tingkat pendidikan, keadaan sosial ekonomi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan tingginya standar tingkat pendidikan, keadaan sosial ekonomi masyarakat serta makin tingginya kesadaran masyarakat akan masalah kesehatan membuat setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kronis merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan di seluruh dunia. WHO (2005) melaporkan penyakit kronis telah mengambil nyawa lebih dari 35 juta orang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. baru pada permukaan sendi (Khairani, 2012). Terjadinya osteoarthritis itu

I. PENDAHULUAN. baru pada permukaan sendi (Khairani, 2012). Terjadinya osteoarthritis itu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit osteoarthris (OA) adalah penyakit degeneratif yang bersifat kronis dan berjalan progresif lambat. Penyakit ini hanya menyebabkan inflamasi ringan, biasanya ditandai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Reumatoid Arthritis (RA) merupakan suatu penyakit autoimun yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Reumatoid Arthritis (RA) merupakan suatu penyakit autoimun yang BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Reumatoid Arthritis (RA) merupakan suatu penyakit autoimun yang menyerang persendian dan menyebabkan inflamasi yang ditandai dengan pembengkakan, nyeri, serta bisa menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu gerak yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk beraktivitas

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu gerak yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk beraktivitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu gerak yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk beraktivitas adalah berjalan. Untuk dapat menghasilkan mekanisme pola berjalan yang harmonis, maka kita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keberhasilan pemerintah dalam pembangunan Nasional telah mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keberhasilan pemerintah dalam pembangunan Nasional telah mewujudkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pemerintah dalam pembangunan Nasional telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan ekonomi, peraikan lingkungan hidup,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dan organisasi yang sangat kompleks. Berbagai jenis tenaga

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dan organisasi yang sangat kompleks. Berbagai jenis tenaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan struktur umur penduduk yang ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perubahan struktur umur penduduk yang ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan, serta bertambah baiknya kondisi sosial ekonomi menyebabkan semakin meningkatnya umur harapan hidup (life

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik di dunia maupun di Indonesia (Anonim, 2008b). Di dunia, 12%

Lebih terperinci

DRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR.MOEWARDI SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007

DRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR.MOEWARDI SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007 DRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR.MOEWARDI SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007 SKRIPSI Oleh: TOUDA KURNIA ANDRIYA K 100 040 180 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai khusus pada orang lanjut usia atau sering disebut penyakit

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai khusus pada orang lanjut usia atau sering disebut penyakit 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Osteoarthritis merupakan penyakit tipe paling umum dari arthritis, dan dijumpai khusus pada orang lanjut usia atau sering disebut penyakit degeneratif. Osteoarthritis

Lebih terperinci

EVALUASI EKONOMI PADA PELAYANAN KESEHATAN

EVALUASI EKONOMI PADA PELAYANAN KESEHATAN EVALUASI EKONOMI PADA PELAYANAN KESEHATAN Elsa Pudji Setiawati 140 223 159 BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNPAD DAFTAR ISI DAFTAR ISI. Pendahuluan... Evaluasi Ekonomi Pada Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jaman. Termasuk ilmu tentang kesehatan yang di dalamnya mencakup. manusia. Selama manusia hidup tidak pernah berhenti menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. jaman. Termasuk ilmu tentang kesehatan yang di dalamnya mencakup. manusia. Selama manusia hidup tidak pernah berhenti menggunakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang seiring perkembangan jaman. Termasuk ilmu tentang kesehatan yang di dalamnya mencakup bahasan tentang berbagai macam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menahun yang disebabkan oleh penyakit degeneratif, diantaranya

BAB 1 PENDAHULUAN. menahun yang disebabkan oleh penyakit degeneratif, diantaranya BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pola penyakit di Indonesia mengalami pergeseran, dimana penyakit infeksi dan kekurangan gizi berangsur-angsur turun, dilain pihak penyakit menahun yang disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan berbagai faktor seperti perubahan pola penyakit dan pola pengobatan,

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan berbagai faktor seperti perubahan pola penyakit dan pola pengobatan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir-akhir ini, biaya pelayanan kesehatan semakin meningkat diakibatkan berbagai faktor seperti perubahan pola penyakit dan pola pengobatan, peningkatan penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mengenai mereka di usia lanjut atau usia dewasa dimana rawan kartilago yang

BAB I PENDAHULUAN. yang mengenai mereka di usia lanjut atau usia dewasa dimana rawan kartilago yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif dan progresif yang mengenai mereka di usia lanjut atau usia dewasa dimana rawan kartilago yang melindungi ujung

Lebih terperinci

PENGARUH TERAPI LATIHAN SETELAH PEMBERIAN TERAPI GABUNGAN ULTRASOUND DAN TENS PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS LUTUT KRONIS SKRIPSI

PENGARUH TERAPI LATIHAN SETELAH PEMBERIAN TERAPI GABUNGAN ULTRASOUND DAN TENS PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS LUTUT KRONIS SKRIPSI PENGARUH TERAPI LATIHAN SETELAH PEMBERIAN TERAPI GABUNGAN ULTRASOUND DAN TENS PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS LUTUT KRONIS SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Sains

Lebih terperinci

OSTEOARTHRITIS GENU. 1. Definisi

OSTEOARTHRITIS GENU. 1. Definisi OSTEOARTHRITIS GENU 1. Definisi Osteoarthritis (OA) adalah gangguan sendi yang bersifat kronis disertai kerusakan tulang sendi berupa disintegritas dan perlunakan progesif, diikuti penambahan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang paling sering dijumpai pada pasien-pasien rawat jalan, yaitu sebanyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang paling sering dijumpai pada pasien-pasien rawat jalan, yaitu sebanyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di negara berkembang, hipertensi telah menggeser penyakit menular sebagai penyebab terbesar mortalitas dan morbiditas. Hal ini dibuktikan hasil Riset Kesehatan Dasar

Lebih terperinci

Gangguan Pada Bagian Sendi

Gangguan Pada Bagian Sendi Gangguan Pada Bagian Sendi Haemarthrosis ( Hemarthrosis ) Hemarthrosis adalah penyakit kompleks di mana terjadi perdarahan ke dalam rongga sendi - Penyebab (Etiologi) Traumatic nontraumatic Degrees - Gejala

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini adalah penelitian observasional dengan desain penelitian cross sectional. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif dan diambil melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lanjut usia (Lansia) adalah seseorang yang berusia di atas 60 tahun (UU 13

BAB I PENDAHULUAN. Lanjut usia (Lansia) adalah seseorang yang berusia di atas 60 tahun (UU 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lanjut usia (Lansia) adalah seseorang yang berusia di atas 60 tahun (UU 13 Tahun 1998). Secara biologis penduduk lansia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tubuh untuk beradaptasi dengan stress lingkungan. Penurunan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. tubuh untuk beradaptasi dengan stress lingkungan. Penurunan tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan- perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan makin meningkatnya usia. Perubahan terjadi sejak awal kehidupan hingga usia lanjut pada semua organ

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Natrium diklofenak merupakan obat golongan anti-inflamasi nonsteroid

BAB I PENDAHULUAN. Natrium diklofenak merupakan obat golongan anti-inflamasi nonsteroid BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Natrium diklofenak merupakan obat golongan anti-inflamasi nonsteroid (NSAID) dengan efek analgesik, antiinflamasi, dan antipiretik. NSAID adalah salah satu obat yang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 87 TAHUN : 2008 SERI : C PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 6 TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 87 TAHUN : 2008 SERI : C PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 6 TAHUN 2008 LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 87 TAHUN : 2008 SERI : C PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 6 TAHUN 2008 TENTANG PENETAPAN TARIF PELAYANAN KESEHATAN RUMAH SAKIT UMUM CIBABAT CIMAHI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsurangsur

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsurangsur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsurangsur yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dzahabiy dalam At Talkhish berdasarkan syarat Bukhari-Muslim. Syaikh Al

BAB I PENDAHULUAN. Dzahabiy dalam At Talkhish berdasarkan syarat Bukhari-Muslim. Syaikh Al BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Artinya: Manfaatkanlah lima perkara sebelum lima perkara, Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, Masa kayamu sebelum datang

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI MICRO WAVE DIATHERMY DAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS GENU UNILATERAL

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI MICRO WAVE DIATHERMY DAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS GENU UNILATERAL PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI MICRO WAVE DIATHERMY DAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS GENU UNILATERAL Oleh: SURATMAN NIM.J.100.050.005 Diajukan guna untuk melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada tahun 2000 jumlah lansia di Indonesia diproyeksikan sebesar

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada tahun 2000 jumlah lansia di Indonesia diproyeksikan sebesar BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada tahun 2000 jumlah lansia di Indonesia diproyeksikan sebesar 7,28% dan pada tahun 2020 menjadi sebesar 11,43% (Maryam, 2008). Semakin seseorang bertambah usia maka

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. asuransi sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. asuransi sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan salah satu kebijakan pemerintah bidang kesehatan yang terintegrasi dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit adalah salah satu contoh sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan optimal bagi masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kronis dimana tulang rawan sendi lutut mengalami degenerasi secara perlahan.

BAB I PENDAHULUAN. kronis dimana tulang rawan sendi lutut mengalami degenerasi secara perlahan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Osteoartritis (OA) lutut adalah suatu kondisi inflamasi, keadaan reumatik kronis dimana tulang rawan sendi lutut mengalami degenerasi secara perlahan. Osteoartritis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. 1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan rancangan cross sectional. Pengambilan data yang dilakukan secara retrospektif melalui seluruh

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Sejalan dengan semakin meningkatnya usia seseorang, maka akan terjadi

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Sejalan dengan semakin meningkatnya usia seseorang, maka akan terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sejalan dengan semakin meningkatnya usia seseorang, maka akan terjadi perubahan-perubahan pada tubuh manusia. Semakin meningkatnya usia seseorang, maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Osteoartritis (OA) merupakan penyakit degenerasi pada sendi yang melibatkan kartilago, lapisan sendi, ligamen, dan tulang sehingga menyebabkan nyeri dan kekakuan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya prevalensi diabetes melitus (DM) akibat peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya prevalensi diabetes melitus (DM) akibat peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya prevalensi diabetes melitus (DM) akibat peningkatan kemakmuran di negara berkembang banyak disoroti. Peningkatan pendapatan perkapita dan perubahan gaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persendian melakukan aktivitas atau gerakan (Helmi, 2012). Usia tua merupakan salah satu faktor risiko terjadi osteoarthritis.

BAB I PENDAHULUAN. persendian melakukan aktivitas atau gerakan (Helmi, 2012). Usia tua merupakan salah satu faktor risiko terjadi osteoarthritis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi osteoarthritis merupakan suatu penyakit degenaratif pada persendiaan yang disebabkan oleh beberapa macam faktor. Penyakit ini mempunyai karakteristik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola penyakit sekarang ini telah mengalami perubahan dengan adanya transisi epidemiologi. Proses transisi epidemiologi adalah terjadinya perubahan pola penyakit dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rheumatoid Arthritis (RA)merupakan penyakit kronis, yang berarti dapat berlangsung selama bertahun-tahun, pasien mungkin mengalami waktu yang lama tanpa gejala. RA merupakan

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN SHORT WAVE DIATHERMY DAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS GENU DEXTRA DI RSOP dr. SOEHARSO SURAKARTA

PENATALAKSANAAN SHORT WAVE DIATHERMY DAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS GENU DEXTRA DI RSOP dr. SOEHARSO SURAKARTA PENATALAKSANAAN SHORT WAVE DIATHERMY DAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS GENU DEXTRA DI RSOP dr. SOEHARSO SURAKARTA Oleh: FITRIA ENDAH WIDYASTUTI J 100 050 022 KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Guna

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. semua organ dan jaringan tubuh terutama pada sistem muskuloskeletal dan

BAB 1 PENDAHULUAN. semua organ dan jaringan tubuh terutama pada sistem muskuloskeletal dan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dalam tubuh manusia terdapat 230 sendi yang menghubungkan 206 tulang, perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan hingga usia lanjut pada semua organ

Lebih terperinci

BAB III ELABORASI TEMA

BAB III ELABORASI TEMA BAB III ELABORASI TEMA 3.1 Pengertian Tema yang akan diangkat dalam perancangan Rumah Sakit Islam Ini adalah Habluminallah wa Habluminannas yang berarti hubungan Manusia dengan Tuhan dan hubungan Manusia

Lebih terperinci

Kiat-Kiat Menjaga Kesehatan Sendi Lutut. Fanny Aliwarga Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi

Kiat-Kiat Menjaga Kesehatan Sendi Lutut. Fanny Aliwarga Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Kiat-Kiat Menjaga Kesehatan Sendi Lutut Fanny Aliwarga Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi OSTEOARTRITIS Penyakit sendi paling banyak Sendi yang menopang berat badan (weight bearing) lutut, panggul,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut UU No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna

Lebih terperinci

Apakah Anda menderita nyeri. MAKOplasty. pilihan tepat untuk Anda

Apakah Anda menderita nyeri. MAKOplasty. pilihan tepat untuk Anda Apakah Anda menderita nyeri MAKOplasty pilihan tepat untuk Anda Jangan biarkan radang sendi menghambat aktivitas yang Anda cintai. Tingkatan Radang Sendi Patellofemoral compartment (atas) Medial compartment

Lebih terperinci

harus dilaksanakan dengan teliti dalam setiap fungsi manajemen. Keputusan

harus dilaksanakan dengan teliti dalam setiap fungsi manajemen. Keputusan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Menurut pandangan ekonomi, Rumah Sakit adalah organisasi penyedia pelayanan jasa, dan pasien adalah konsumen atau pemakai pelayanan jasa kesehatan. Dalam perkembangannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh para penggerak yang produktif. Namun hal ini sedikit terganggu

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh para penggerak yang produktif. Namun hal ini sedikit terganggu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan dan perkembangan negara dari berbagai aspek tentunya dipengaruhi oleh para penggerak yang produktif. Namun hal ini sedikit terganggu dengan munculnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. efisiensi biaya obat pasien JKN rawat jalan RS Swasta

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. efisiensi biaya obat pasien JKN rawat jalan RS Swasta BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran umum Penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa besar efisiensi biaya obat pasien JKN rawat jalan RS Swasta Yogyakarta melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 18 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi penyakit tidak menular (non communicable diseases) diprediksi akan terus mengalami peningkatan di beberapa negara berkembang. Peningkatan penderita penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Fraktur merupakan kondisi ketika tulang mendapat tekanan yang melebihi kekuatan dari tulang tersebut sehingga menyebabkan terjadinya patah tulang (Atlas of pathophysiology,

Lebih terperinci

olahraga secara teratur, diet pada pasien obesitas, menjaga pola makan, berhenti merokok dan mengurangi asupan garam (Tedjasukmana, 2012).

olahraga secara teratur, diet pada pasien obesitas, menjaga pola makan, berhenti merokok dan mengurangi asupan garam (Tedjasukmana, 2012). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hipertensi atau lebih dikenal dengan istilah tekanan darah tinggi merupakan suatu keadaan dimana seseorang mempunyai tekanan darah sistolik (TDS) 140 mmhg dan tekanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat berperan penting sebagai penopang berat badan dalam aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. sangat berperan penting sebagai penopang berat badan dalam aktivitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan bertambahnya usia menyebabkan penurunan fungsi tubuh termasuk sistim Musculuskeletal, diantaranya anggota gerak bawah yang sangat berperan penting sebagai penopang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari orang ke orang. PTM mempunyai durasi yang panjang, umumnya

BAB I PENDAHULUAN. dari orang ke orang. PTM mempunyai durasi yang panjang, umumnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) merupakan penyakit kronis tidak ditularkan dari orang ke orang. PTM mempunyai durasi yang panjang, umumnya berkembang lama (Riskesdas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pasal 28H dan pasal 34, dan diatur dalam UU No. 23/1992 yang kemudian diganti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pasal 28H dan pasal 34, dan diatur dalam UU No. 23/1992 yang kemudian diganti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah hak dan investasi, dan semua warga negara berhak atas kesehatannya termasuk masyarakat miskin. Diperlukan suatu sistem yang mengatur pelaksanaan bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud

Lebih terperinci

E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini antara lain: 1. Ng et al (2014) dengan judul Cost of illness

E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini antara lain: 1. Ng et al (2014) dengan judul Cost of illness 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Diabetes Melitus (DM) merupakan masalah kesehatan dunia karena di berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya peningkatan angka insidensi dan prevalensi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota Yogyakarta. RS Jogja terletak di

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota Yogyakarta. RS Jogja terletak di BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di RSUD Kota Yogyakarta atau Rumah Sakit Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Congestive Heart Failure (CHF) merupakan kumpulan gejala klinis

BAB I PENDAHULUAN. Congestive Heart Failure (CHF) merupakan kumpulan gejala klinis 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Congestive Heart Failure (CHF) merupakan kumpulan gejala klinis pasien dengan tampilan seperti sesak nafas saat istirahat atau aktifitas, kelelahan, edema tungkai,takikardia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. osteoartritis sering mengalami nyeri sendi dan keterbatasan gerak. Tidak seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. osteoartritis sering mengalami nyeri sendi dan keterbatasan gerak. Tidak seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit rematik bukanlah hal asing lagi di masyarakat. Penyakit ini biasanya banyak diderita oleh lansia. Jenis rematik yang sering ditemui adalah osteoartritis, di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah. Osteoarthritis (OA), atau yang biasa dikenal. dengan penyakit sendi degeneratif, merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah. Osteoarthritis (OA), atau yang biasa dikenal. dengan penyakit sendi degeneratif, merupakan penyakit BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Osteoarthritis (OA), atau yang biasa dikenal dengan penyakit sendi degeneratif, merupakan penyakit dengan kerusakan sendi diarthrodial (sendi yang dapat bergerak

Lebih terperinci

darah. Kerusakan glomerulus menyebabkan protein (albumin) dapat melewati glomerulus sehingga ditemukan dalam urin yang disebut mikroalbuminuria (Ritz

darah. Kerusakan glomerulus menyebabkan protein (albumin) dapat melewati glomerulus sehingga ditemukan dalam urin yang disebut mikroalbuminuria (Ritz BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tekanan darah tinggi atau hipertensi merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat yang umum di negara berkembang, secara khusus bagi masyarakat Indonesia. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran disebut dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran disebut dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Saat ini masyarakat dihadapkan pada berbagai penyakit, salah satunya adalah penyakit Lupus, yang merupakan salah satu penyakit yang masih jarang diketahui oleh masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nyeri. Nyeri menjadi penyebab angka kesakitan yang tinggi di seluruh dunia.

BAB I PENDAHULUAN. nyeri. Nyeri menjadi penyebab angka kesakitan yang tinggi di seluruh dunia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Salah satu alasan utama pasien datang ke layanan kesehatan adalah karena nyeri. Nyeri menjadi penyebab angka kesakitan yang tinggi di seluruh dunia. Prevalensi nyeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia. 11 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah kesehatan adalah masalah kompleks yang merupakan hasil dari berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia. Datangnya penyakit

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini meliputi ilmu kedokteran fisik dan rehabilitasi.

BAB IV METODE PENELITIAN. 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini meliputi ilmu kedokteran fisik dan rehabilitasi. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini meliputi ilmu kedokteran fisik dan rehabilitasi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Ruang Lingkup Tempat Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Artritis gout merupakan suatu penyakit peradangan pada persendian yang dapat diakibatkan oleh gangguan metabolisme (peningkatan produksi) maupun gangguan ekskresi dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. deformitas sendi progresif yang menyebabkan disabilitas dan kematian dini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. deformitas sendi progresif yang menyebabkan disabilitas dan kematian dini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reumatoid Arthritis (RA) merupakan suatu penyakit autoimun yang menyerang persendian dan menyebabkan inflamasi yang ditandai dengan pembengkakan, nyeri, serta

Lebih terperinci

II. INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI

II. INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI OSTEOARTHRITIS Osteoartritis adalah gangguan yang terjadi pada satu atau lebih sendi, awalnya oleh adanya gangguan yang bersifat lokal pada kartilago dan bersifat progresif degeneratif dari kartilago,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa data yang tersedia menurut World Health Organization (2010),

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa data yang tersedia menurut World Health Organization (2010), BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Beberapa data yang tersedia menurut World Health Organization (2010), menunjukkan bahwa kejadian osteoartritis lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria di antara semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, serta kanker dan Diabetes Melitus

Lebih terperinci