BAB IV PEMBAHASAN ANALISIS DAN PERANCANGAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV PEMBAHASAN ANALISIS DAN PERANCANGAN"

Transkripsi

1 BAB IV PEMBAHASAN ANALISIS DAN PERANCANGAN 4.1. Gambaran Umum Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura Komoditas hortikultura yang terdiri dari tanaman buah-buahan, sayuran, tanaman hias dan biofarmaka, merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan mengingat potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, ketersediaan teknologi, serta potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar internasional yang terus meningkat. Dengan meningkatnya pendidikan dan kesejahteraan masyarakat mendorong peningkatan kemampuan daya beli dan preferensi permintaan masyarakat terhadap komoditas hortikultura, dalam rangka diversifikasi konsumsi dan peningkatan gizi. Pada tahun 2001 kontribusi sub sektor hortikultura terhadap PDB nasional sebesar 3,34% atau sebesar Rp.49,83 trilyun. Menyadari potensi prospek dan peluang ekonomi hortikultura yang besar tersebut dan mengingat pengembangan komoditas hortikultura belum ditangani secara khusus maka Pemerintah membentuk Ditjen BP Hortikultura dan Aneka Tanaman pada Mei 2000, yang kemudian menjadi Ditjen Bina Produksi Hortikultura pada Januari Sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian No. 62

2 63 01/Kpts/OT.210/1/2001 tentang Organisasi dan Tata kerja Departemen Pertanian. Ditjen Bina Produksi Hortikultura mempunyai tugas : Merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pembinaan produksi hortikultura. Dengan diberlakukannya otonomi daerah melalui penerapan UU No. 32 tahun 2004 dan UU No. 33 tahun 2004, daerah mempunyai kewenangan yang lebih luas dalam merencanakan pembangunan hortikultura sesuai dengan kepentingan daerah masing-masing. Implikasi dari adanya otonomi daerah tersebut adalah adanya pergeseran mekanisme perencanaan agribisnis hortikultura dari top down menjadi bottom up yang diselaraskan dengan kepentingan nasional, sebagai kesatuan kekuatan yang sinergis. Demikian pula dengan pelaku pembangunan, dari pemerintah sebagai pelaku yang dominan menjadi peran dan partisipasi masyarakat lebih besar, sedangkan pemerintah lebih banyak berperan sebagai regulator, fasilitator dan dinamisator. Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura mempunyai 6 unit eselon II, yaitu :! Direktorat Tanaman Buah! Direktorat Tanaman Sayuran, dan Biofarmaka! Direktorat Tanaman Hias! Direktorat Perbenihan! Direktorat Perlindungan! Sekretariat Direktorat Jenderal.

3 64 1. Visi dan Misi. Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No. 1/Kpts/OT.210/1/2001 tanggal 4 Januari 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian, tugas Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura Departemen Pertanian adalah merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pembinaan produksi hortikultura. Dari rumusan tugas tersebut Ditjen Bina Produksi Hortikultura menyelenggarakan fungsi : (1) Perumusan kebijakan Departemen Pertanian di bidang produksi hortikultura. (2) Pelaksanaan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang produksi hortikultura. (3) Penyiapan rancangan kebijakan umum di bidang produksi hortikultura sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (4) Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi hortikultura. (5) Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal. A. Visi. Untuk melaksanakan tugas dan fungsi tersebut, maka dirumuskan visi Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura adalah Menjadi penggerak berkembangnya agribisnis hortikultura yang berdaya saing, berkelanjutan, berkerakyatan, dan terdesentralisasi. B. Misi. Untuk mencapai visi tersebut, misi Ditjen Bina Produksi Hortikultura dirumuskan sebagai berikut :

4 65 (1) Membina penerapan teknologi yang direkomendasikan untuk peningkatan jumlah dan mutu produksi hortikultura. (2) Membina pengembangan sentra dan kawasan agribisnis horitkultura sesuai pewilayahan komoditas menuju sistem dan usaha agribisnis yang efisien. (3) Membina kelembagaan usaha dan peningkatan kemampuan manajemen usaha agribisnis. C. Tujuan dan Sasaran. Tujuan. Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura mempunyai tujuan sebagai berikut : a. Meningkatkan pembinaan untuk mendorong peningkatan jumlah produksi dan mutu hasil komoditas hortikultura yang berdaya saing untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan ekspor. b. Meningkatkan pembinaan penerapan budidaya ramah lingkungan untuk menghasilkan produk aman konsumsi; c. Mendorong penumbuhan dan pemantapan sentra agribisnis hortikultura; d. Pembinaan pengembangan kerjasama antar sentra agribisnis hortikultura menjadi kawasan agribisnis hortikultura; e. Meningkatkan pembinaan pemberdayaan kelembagaan usaha untuk memperoleh keterampilan dan penguasaan teknologi serta meningkatkan kemampuan manajemen agribisnis.

5 66 Sasaran. Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura secara rinci memiliki sasaran yang diuraikan sebagai berikut : a. Tercukupinya kebutuhan hortikultura dalam negeri dan meningkatnya volume ekspor. b. Diperolehnya produk hortikultura yang bermutu tinggi dan aman konsumsi bagi masyarakat. c. Diperolehnya produk yang mempunyai daya saing di pasar dalam dan luar negeri. d. Terbentuknya sentra agribisnis hortikultura dan kawasan agribisnis hortikultura. e. Terwujudnya kelembagaan usaha yang profesional di sentra-sentra agribisnis hortikultura. D. Faktor-faktor Kunci Keberhasilan. Untuk mencapai keberhasilan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura, dianalisa kondisi lingkungan strategik internal organisasi yaitu kekuatan, kelemahan dan eksternal organisasi yaitu peluang dan tantangan, merupakan titik tolak dalam menentukan faktor-faktor kunci keberhasilan. Dari analisa tersebut dapat diidentifikasi faktor-faktor kunci keberhasilan sebagai berikut : 1. Tersedianya rekomendasi teknologi produksi. 2. Tersedianya sumberdaya manusia yang potensial dan trampil. 3. Adanya kerjasama yang saling menguntungkan antara pelaku usaha agribisnis.

6 67 4. Terwujudnya kelembagaan agribisnis yang mantap. 5. Tersedianya dana dan sarana produksi yang dibutuhkan dalam pembinaan, pelaku, dan pengembangan hortikultura. E. Kebijaksanaan dan Strategi. a. Kebijaksanaan 1. Kebijaksanaan Pengembangan Perbenihan Tersedianya benih bermutu varietas unggul dengan harga yang terjangkau oleh petani dan sesuai dengan kebutuhan, berkembangnya penggunaan/penanaman benih bermutu varietas unggul hortikultura, serta tumbuh kembangnya industri benih yang tangguh dan mampu menyediakan benih bermutu. 2. Kebijaksanaan Peningkatan Produksi Peningkatan produksi hortikultura tercakup upaya peningkatan produktivitas dan mutu yang diperoleh melalui pengelolaan usahatani yang efisien untuk menghasilkan produk komoditas hortikultura yang berdaya saing sesuai dengan permintaan pasar dengan penerapan kaidah-kaidah budidaya yang baik dan benar (good farming practices) yang didukung oleh skala usaha yang ekonomis, pengelolaan kebun/usaha (orchard management) yang baik dan membangun keunggulan kompetitif produk-produk daerah berdasarkan keunggulan komparatif wilayah. 3. Kebijaksanaan Perlindungan Hortikultura Perlindungan tanaman hortikultura dilaksanakan dengan system PHT yang menekankan pendekatan pengelolaan ekosistem secara keseluruhan dan

7 68 memperhatikan semua faktor yang terkait dalam usahatani. Bila pestisida diperlukan dalam pengendalian OPT, maka penggunaannya harus dilakukan secara rasional untuk menuju produk dengan residu pestisida minimal dan aman konsumsi. 4. Kebijaksanaan Pengembangan Usaha Hortikultura Pengembangan agribisnis hortikultura diarahkan untuk membangun komoditas yang berorientasi pasar dengan memperhatikan karakteristik permintaan preferensi konsumen, berdaya saing, berkelanjutan, efektif dan efisien. 5. Kebijaksanaan Pengembangan Manajemen Agribisnis Hortikultura Pengembangan agribisnis memerlukan dukungan manajemen yang tangguh, yang mampu mengelola sumberdaya alam, sumberdaya manusia, permodalan dan peralatan secara efektif dan efisien untuk menghasilkan produk yang berdaya saing di pasar domestik dan luar negeri. b. Strategi Strategi pengembangan produksi hortikultura diarahkan pada peningkatan produksi, produktivitas, dan mutu produk pada sentra produksi dan wilayah pengembangan sesuai pewilayahan komoditas unggulan. Secara rinci strategi yang akan ditempuh adalah sebagai berikut : 1. Pembinaan Produksi Komoditas Unggulan. Komoditas unggulan yang dikembangkan mengacu pada besarnya pangsa pasar, keuntungan kompetitif, nilai ekonomi, sebaran wilayah produksi dan kesesuaian

8 69 agroekologi. Berdasarkan hal tersebut ditetapkan komoditas unggulan hortikultura dengan rincian sebagai berikut : (1) Tanaman buah : mangga, manggis, jeruk, salak, rambutan, durian, pisang, melon, nenas, markisa. (2) Tanaman sayuran : kentang, kubis, wortel, cabe merah, bawang merah, tomat, jamur merang dan sayuran daun. (3) Tanaman hias : anggrek, dracaena, krisan dan gladiol. (4) Biofarmaka : lidah buaya, kunyit, kencur, temulawak dan mengkudu. 2. Pembinaan Pewilayahan Komoditas. Pewilayahan komoditas didasarkan pada kesesuaian sumberdaya lahan dan agroklimat (jenis dan kesuburan tanah, curah hujan, ketersediaan air, topografi) dengan persyaratan produksi, serta memperhatikan nilai ekonomi, permintaan pasar, nilai keuntungan kompetitif, fasilitas pemasaran, kondisi sosial ekonomi petani dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Areal produksi dalam bentuk sentra-sentra agribisnis untuk selanjutnya akan dikembangkan menjadi kawasan agribisnis yang diharapkan dapat memenuhi permintaan pasar, baik untuk ekspor maupun pasar dalam negeri. Kawasan agribisnis tersebut dapat mencakup beberapa propinsi yang berada pada satu jalur (belt), atau dalam satu propinsi yang mencakup beberapa kabupaten.

9 70 Tabel 4.1. Komoditas Unggulan di Wilayah Pengembangan Utama K0MODITAS WILAYAH PENGEMBANGAN UTAMA Buah-Buahan - Mangga Jabar, Jateng, Jatim, D.I. Yogyakarta, Aceh, Sumut, Sumbar, Sulteng, Sulsel, Bali, NTB dan NTT - Manggis Sumut, Jabar, Bali, Sulsel, Sumbar, Riau, Jateng, Jatim - Jeruk Jabar, Jateng, Jatim, Sumut, Sumbar, Jambi, Sultra, Sulsel, Bali, NTT dan Kalbar, Kalsel - Salak Jateng, D.I. Yogyakarta, Jatim, Sumut, Sulut, Sulsel, Maluku, Bali, NTB - Rambutan Jabar, Jateng, Jatim, D.I. Aceh, Sumut, Sumbar, Riau, Jambi, Sumsel, Lampung, Kalsel, Sulut, Sulteng, Sulsel, Bali dan NTB - Durian Sumut, Sumbar, Jambi, Sumsel, Lampung, Bengkulu, Jabar, Jateng, Kalbar, Kalteng, Kalsel, Kaltim - Pisang Jabar, Jateng, Jatim, Sumut, Sumbar, Jambi, Sumsel, Lampung, Kalsel, Kaltim dan Bali Sayuran - Kentang Sumut, Sumbar, Jambi, Jabar, Jateng, Jatim, Sulsel, Sulut - Kubis Sumut, Sumbar, Bengkulu, Jabar, Jateng, Jatim, Aceh, Sumsel, Bali, Sulsel dan Sulut. - Cabe Merah Aceh, Sumut, Riau, Lampung, Jabar, Jateng, Jatim, DIY, Sulsel, NTB dan Bali - Bawang Merah Sumut, Jabar, Jateng, Jatim, Sulsel, NTB, Aceh, Lampung - Tomat Sumut, Bengkulu, Jabar, Sumbar, Riau, Jambi, Aceh, Jateng, Jatim, Bali, NTB, Sulsel - Jamur Sumbar, Jabar, Jateng, DIY, Jatim, Bali Tanaman Hias - Anggrek Biofarmaka - Kunyit - Kencur Sumut, Riau, Jambi, DKI Jaya, Jabar, Banten, DIY, Jatim, Bali, Kalbar, Kalsel, Kaltim, Papua, Sulut, Sulsel - Tan. Hias Daun DKI Jaya, Jabar, Jateng, Jatim, Jambi, Sulut, Irja DI. Aceh, Sumut, Sumbar, Riau, Jambi, Sumsel, Lampung, DKI Jaya, Jabar, DIY, Jatim, Bali, Kalbar, Kaltim, Sulsel Sumut, Riau, Jambi, Lampung, DKI Jaya, Jabar, Jateng, DIY, Jatim, Bali, NTB, Kalsel, Sulsel, Sulteng, Sultra, Maluku - Lengkuas Sumbar, Riau, Sumsel, Bengkulu, Lampung, Banten, Jateng, Jatim, NTB, NTT, Kalsel, Sulsel, Maluku, Irja Sumber Ditjen Bina Produksi Hortikultura, 2004

10 71 3. Pembinaan Penerapan Teknologi. Pembinaan penerapan teknologi dilakukan melalui penyediaan teknologi anjuran, peningkatan adopsi rekomendasi teknologi produksi dan teknologi pasca panen, termasuk bioteknologi, oleh pelaku usaha agribisnis untuk meningkatkan produksi, mutu dan daya saing produk. 4. Pembinaan Perbenihan. Penyediaan benih bermutu varietas unggul dilakukan melalui pemberdayaan pelaku perbenihan, pengembangan teknologi dalam produksi dan distribusi benih, pengembangan varietas yang mempertimbangkan permintaan pasar, dan pengawasan mutu benih yang menjamin kebenaran varietas. 5. Pembinaan Perlindungan Hortikultura Perlindungan hortikultura diarahkan untuk membudayakan subsistemsubsistemnya, yaitu : (1) Memperkuat subsistem pengamatan dan peramalan OPT; (2) Mengembangkan subsistem teknologi pengendalian OPT; (3) Meningkatkan pemberdayaan pelaku perlindungan tanaman; (4) Mengembangkan, memantapkan dan memasyarakatkan subsistem penerapan PHT; (5) Memperkuat subsistem informasi manajemen perlindungan hortikultura. 6. Pembinaan Kelembagaan Usaha. Pembinaan kelembagaan usaha dilakukan melalui peningkatan manajemen, penguatan modal, peningkatan kemampuan organisasi, pengembangan kemitraan usaha, penumbuhan dan pemantapan kelembagaan usaha.

11 72 7. Pembinaan Pengembangan Sentra Agribisnis. Penumbuhan sentra dilakukan dengan perluasan areal, dan usaha baru pada lokasi yang telah ada maupun pada lokasi baru yang dapat memberikan peluang keberhasilan, produktivitas dan mutu yang tinggi, sistem produksi yang efisien dan dalam skala ekonomi yang menguntungkan, dengan pemanfaatan sumberdaya alam yang selama ini belum dikelola secara optimal. Pemantapan sentra dilakukan dengan pembinaan penerapan teknologi maju yang dilakukan secara terpadu dengan melibatkan instansi terkait di daerah-daerah sentra produksi yang usahataninya telah mantap dan luas areal panennya telah stabil untuk meningkatkan produktivitas, kontinuitas pasokan produk dan kualitas serta mengurangi kehilangan hasil. 8. Pembinaan Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura (KAHORTI). Pembinaan pengembangan kawasan agribisnis hortikultura dilakukan melalui peningkatan kerjasama, keterpaduan, koordinasi dan sinkronisasi antar dan inter sentra produksi dan sentra pemasaran, antar institusi pelaksana, pembina dan pelaku agribisnis hortikultura. 9. Pemasyarakatan Produk Hortikultura. Pemasyarakatan produk hortikultura dilakukan melalui peningkatan frekuensi promosi, kampanye, sosialisasi atau pemasyarakatan baik di dalam maupun di luar negeri, dan melakukan gerakan peningkatan konsumsi untuk menanamkan rasa kecintaan dan kebanggaan terhadap produk hortikultura nasional.

12 Sinkronisasi Perencanaan Sinkronisasi perencanaan merupakan wadah yang tepat untuk menyatukan aspirasi daerah yang beragam sejalan dengan program pembangunan nasional, yang dilakukan melalui penyusunan rencana kerja, pertemuan nasional, pertemuan regional yang bersifat internal dan lintas sub sektor-sektor, konsultasi, dan advokasi perencanaan program/proyek. 11. Peningkatan Pengelolaan Sumberdaya Pengelolaan sumberdaya yang bijaksana, efektif dan efisien dilakukan melalui pengendalian teknis dan administrasi pelaksanaan program/proyek, sosialisasi, monitoring dan evaluasi, serta pelaporan yang mengacu kepada prinsip-prinsip akuntabilitas. 12. Pengembangan Data dan Informasi Hortikultura Pengembangan data dan informasi dilakukan melalui penyempurnaan metode pengumpulan data dan informasi hortikultura, pengembangan Sistem Informasi Manajemen, pelatihan petugas, dan sinkronisasi data statistik hortikultura Kondisi Lingkungan Strategik dengan Menggunakan Analisa SWOT Keberhasilan Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura dalam mewujudkan visi, mengemban misi dan mencapai tujuan serta sasaran dipengaruhi oleh lingkungan strategik, baik faktor internal maupun eksternal. Faktor internal

13 74 dapat mendukung pencapaian keberhasilan apabila unsur-unsur kekuatan (strength) yang dimiliki dapat dimanfaatkan secara optimal. Sebaliknya faktor internal juga dapat menghambat atau mempengaruhi keberhasilan apabila unsur-unsur kelemahan (weakness) tidak diperbaiki kondisinya. Faktor eksternal seperti peluang (opportunities) dan ancaman (threats) dapat dimanfaatkan dan diatasi dalam rangka untuk mendukung pencapaian tujuan dan sasaran. Oleh sebab itu, optimalisasi pemanfaatan kekuatan dan minimalisasi kelemahan merupakan strategi yang digunakan Ditjen Bina Produksi Hortikultura. Beberapa faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi perubahan kondisi lingkungan strategik antara lain : (1) Globalisasi dan liberalisasi aturan perdagangan regional dan internasional seperti AFTA, APEC dan WTO; (2) Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang Undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; (3) Perubahan paradigma pembangunan pertanian; (4) Deregulasi peraturan-peraturan; (5) Perubahan kondisi dan perilaku masyarakat/ penduduk; dan (6) Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pemanfaatan sumberdaya. Identifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang berpengaruh terhadap kinerja Ditjen Bina Produksi Hortikultura dapat dilihat dalam uraian berikut : A. Faktor Eksternal 1. Peluang (opportunities) a. Peningkatan permintaan produk hortikultura.

14 75 b. Dukungan peraturan dan perundang-undangan. c. Berkembangnya pusat-pusat pemasaran. d. Terbukanya pasar ekspor (liberalisasi perdagangan). e. Keberadaan institusi penyedia teknologi produksi. f. Minat pelaku usaha dan perusahaan swasta hortikultura cukup tinggi. g. Tersedianya media promosi hortikultura. h. Kesadaran gizi masyarakat meningkat. i. Tuntutan peningkatan mutu. j. Populasi penduduk besar. k. Banyak jenis tanaman yang belum ditangani. 2. Tantangan/Ancaman (threats) a. Masuknya produk impor dengan kualitas, performan dan harga lebih bersaing. b. Sistem distribusi ekonomi biaya tinggi. c. Apresiasi terhadap produk dalam negeri masih rendah. d. Sistem pemasaran tidak jelas dan belum tertata dengan baik. e. Akses kredit dan permodalan terbatas. B. Faktor Internal 1. Kekuatan (Strength) a. Besarnya komitmen pemerintah terhadap pembangunan hortikultura. b. Potensi lahan tersedia. c. Tersedianya keanekaragaman plasma nutfah. d. Kondisi agroklimat sangat mendukung.

15 76 e. Sentra produksi hortikultura. f. Sumberdaya manusia tersedia. g. Tersedianya kelembagaan perbenihan. h. Tersedianya kelembagaan perlindungan. 2. Kelemahan (Weakness) a. Tenaga lapangan yang menguasai bidang hortikultura terbatas. b. Kualitas SDM pelaku usaha dan pembina terbatas. c. Ketersediaan data dan informasi sesuai kebutuhan pelaku usaha terbatas. d. Kecilnya skala usaha dan rendahnya efisiensi produk. e. Terbatasnya penerapan teknologi sesuai rekomendasi. f. Belum berkembangnya kelembagaan usaha. g. Belum adanya insentif untuk pengembangan usaha. Dari hasil analisa tersebut dapat dilihat bahwa kondisi lingkungan strategik yang memiliki peluang serta dapat didukung oleh kekuatan dari faktor internal, yaitu : 1. Melakukan pembinaan produksi, produktivitas dan mutu. 2. Melakukan pembinaan pengembangan komoditas sesuai dengan tuntutan pasar. 3. Memfasilitasi kegiatan pelaku usaha untuk mengembangkan agribisnis hortikultura. 4. Memfasilitasi terbentuknya kerjasama dan kemitraan antara pelaku usaha di sentra produksi dan sentra pemasaran. Dukungan kekuatan faktor internal untuk mengurangi ancaman serta tantangan bagi pembangunan agribisnis hortikultura dilakukan dengan :

16 77 1. Pemberlakuan bea masuk dan pengendalian mutu. 2. Pembinaan penerapan budidaya yang baik. 3. Sosialisasi, promosi dan advokasi. 4. Koordinasi dan sinkronisasi pengembangan agribisnis hortikultura antar dan inter sub sektor- sektor. Disamping kekuatan, terdapat faktor internal yang belum mampu mendukung pemanfaatan peluang dan mengatasi tantangan yang ada, sehingga diperlukan strategi-strategi berikut : 1. Sosialisasi institusi dan program pembinaan agribisnis hortikultura. 2. Peningkatan SDM dan kelembagaan usaha agribisnis hortikultura 3. Pembinaan skala dan manajemen usaha. 4. Pemilihan lokasi pengembangan sentra agribisnis hortikultura yang mempertimbangkan aspek ekonomi, teknologi dan ekosistem. 5. Penyediaan data dan informasi yang akurat. 6. Harmonisasi peraturan daerah yang menyebabkan biaya tinggi. 7. Melengkapi sarana dan prasarana sentra agribisnis hortikultura. 8. Menggerakkan peningkatan konsumsi dan mencintai produk hortikultura nasional. Peranan institusi pemerintah dalam era desentralisasi ini adalah sebagai fasilitator, dinamisator, dan katalisator pembangunan agribisnis hortikultura. Upaya yang diperlukan adalah menggerakkan pelaku usaha dan sumberdaya agar lebih terfokus dalam pengembangan agribisnis hortikultura.

17 Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura Berdasarkan hasil studi pustaka, organisasi Departemen Pertanian yang terakhir diatur melalui Keputusan Presiden No. 177/2000 tentang Susunan Organisasi dan Tugas Departemen, dan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.01/Kpts/OT.210/ 1/2001 tanggal 4 Januari 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian. Berdasarkan KEPRES dan SK Menteri Pertanian tersebut, Ditjen Bina Produksi Hortikultura mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan standarisasi teknis dibidang pembinaan produksi hortikultura. Sedangkan fungsinya adalah : (1) Perumusan kebijakan Departemen Pertanian di bidang produksi hortikultura; (2) Pelaksanaan kebijakan dan standarisasi teknis dibidang produksi hortikultura; (3) Penyiapan rancangan kebijakan umum di bidang produksi hortikultura sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (4) Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi dibidang produksi hortikultura; dan (5) Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal. Fungsi Ditjen Bina Produksi Hortikultura tersebut dijabarkan dalam tugas dan fungsi teknis pada 5 (lima) Direktorat, yakni; (1) Direktorat Perbenihan; (2) Direktorat Tanaman Buah; (3) Direktorat Tanaman Sayuran dan Biofarmaka; (4) Direktorat Perlindungan Hortikultura; dan (5) Direktorat Tanaman Hias. Di samping kelima Direktorat tersebut, terdapat Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Produksi

18 79 Hortikultura yang berugas memberi pelayanan teknis dan administratif pada lingkup Direktorat Jenderal. Secara garis besar Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura dapat dilihat pada gambar 14. Untuk lebih detailnya Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura dapat dilihat pada Lampiran L-1 dan L-2. Gambar 4.2. Struktur Organisasi Ditjen Bina Produksi Hortikultura Gambaran Umum Sistem dan Infrastruktur Sistem Jaringan Direktorat jenderal Bina Produksi Hortikultura Pengembangan infrastruktur jaringan komputer di lingkup unit kerja Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura dimulai sejak tahun 2001, ketika itu yang terhubung hanya terdiri dari lima komputer PC dan satu komputer server, sedangkan koneksi internetnya hanya menggunakan dial-up langganan ke Perusahaan Penyedia Layanan Internet (ISP). Setelah itu pada tahun 2002 melalui proyek Land Use Data

19 80 Management (LUDM), beberapa komputer di Kantor yang berada di Pasar Minggu dapat terintegrasi dengan jaringan komputer Departemen. Kemudian pada tahun itu juga jaringan komputer di unit kerja Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura dapat diperluas sampai dengan unit kerja eselon IV. Gambar infrastruktur jaringan komputer di Departemen Pertanian dan Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura dapat dilihat masing-masing pada gambar 4.3 dan 4.4.

20 81

1. Pengembangan Komoditas Unggulan 2. Pengembangan Kawasan dan Sentra Produksi 3. Pengembangan Mutu Produk 4. Pengembangan Perbenihan

1. Pengembangan Komoditas Unggulan 2. Pengembangan Kawasan dan Sentra Produksi 3. Pengembangan Mutu Produk 4. Pengembangan Perbenihan KEBIJAKSANAAN UMUM 1. Pengembangan Komoditas Unggulan 2. Pengembangan Kawasan dan Sentra Produksi 3. Pengembangan Mutu Produk 4. Pengembangan Perbenihan 5. Pengembangan Perlindungan Hortikultura 6. Pengembangan

Lebih terperinci

Bab 5 H O R T I K U L T U R A

Bab 5 H O R T I K U L T U R A Bab 5 H O R T I K U L T U R A Komoditas hortikultura yang terdiri dari buah-buahan, sayuran, tanaman hias, dan tanaman obat mempunyai potensi besar untuk dikembangkan sebagai usaha agribisnis. Pengelolaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian di masa depan. Globalisasi dan liberalisasi

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN H. ISKANDAR ANDI NUHUNG Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian ABSTRAK Sesuai

Lebih terperinci

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN Pada bab V telah dibahas potensi dan kesesuaian lahan untuk seluruh komoditas pertanian berdasarkan pewilayahan komoditas secara nasional (Puslitbangtanak,

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN HORTIKULTURA 2016

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN HORTIKULTURA 2016 RENCANA KERJA PEMBANGUNAN HORTIKULTURA 2016 Disampaikan pada acara : Pramusrenbangtannas Tahun 2016 Auditorium Kementerian Pertanian Ragunan - Tanggal, 12 Mei 201 KEBIJAKAN OPERASIONAL DIREKTORATJENDERALHORTIKULTURA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian unggulan yang memiliki beberapa peranan penting yaitu dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian ke depan. Globalisasi dan liberasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura yang terdiri dari tanaman buah-buahan dan sayuran,

I. PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura yang terdiri dari tanaman buah-buahan dan sayuran, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan sub-sektor pertanian tanaman pangan, merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan telah terbukti memberikan peranan penting bagi pembangunan nasional,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang,

I. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor pertanian tanaman pangan, merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan telah terbukti memberikan peranan penting bagi pembangunan nasional,

Lebih terperinci

PENETAPAN KINERJA TAHUN 2011 DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

PENETAPAN KINERJA TAHUN 2011 DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN PENETAPAN KINERJA TAHUN 2011 DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, kami yang bertandatangan

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BALI

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BALI KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BALI SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat ini

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BANTEN

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BANTEN KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BANTEN SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat

Lebih terperinci

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA 1. Pengembangan kawasan agribisnis hortikultura. 2. Penerapan budidaya pertanian yang baik / Good Agriculture Practices

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI ACEH

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI ACEH KINERJA TATA KELOLA PROVINSI ACEH SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat ini

Lebih terperinci

Direktorat Jenderal Hortikultura I. PENDAHULUAN

Direktorat Jenderal Hortikultura I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan hortikultura telah memberikan sumbangan yang berarti bagi sektor pertanian maupun perekonomian nasional, yang dapat dilihat dari nilai Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DKI JAKARTA

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DKI JAKARTA KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DKI JAKARTA SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada

Lebih terperinci

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN 185 VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN Ketersediaan produk perikanan secara berkelanjutan sangat diperlukan dalam usaha mendukung ketahanan pangan. Ketersediaan yang dimaksud adalah kondisi tersedianya

Lebih terperinci

Keynote Speech. Menteri Pertanian Republik Indonesia PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING KOMODITAS PERTANIAN

Keynote Speech. Menteri Pertanian Republik Indonesia PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING KOMODITAS PERTANIAN Keynote Speech Menteri Pertanian Republik Indonesia PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING KOMODITAS PERTANIAN PADA SEMINAR NASIONAL AGRIBISNIS DALAM RANGKA DIES NATALIS KE 19 UNIVERSITAS GALUH, CIAMIS,

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SULTENG

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SULTENG KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SULTENG SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA KINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI GORONTALO

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI GORONTALO KINERJA TATA KELOLA PROVINSI GORONTALO SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SUMATERA SELATAN

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SUMATERA SELATAN KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SUMATERA SELATAN SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif.

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SULAWESI SELATAN

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SULAWESI SELATAN KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SULAWESI SELATAN SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif.

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI JAWA TIMUR

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI JAWA TIMUR KINERJA TATA KELOLA PROVINSI JAWA TIMUR SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DIY

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DIY KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DIY SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat ini

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BENGKULU

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BENGKULU KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BENGKULU SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada saat

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA BARAT

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA BARAT KINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA BARAT SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif. Pada

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017 LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN OKTOBER 2017 2017 Laporan Kinerja Triwulan III DAFTAR ISI KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

Kegiatan Penelitian. Kegiatan Penelitian

Kegiatan Penelitian. Kegiatan Penelitian Kegiatan Penelitian Dalam memasuki periode Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahap ke-2 yaitu tahun 2010 2014 setelah periode RPJMN tahap ke-1 tahun 2005 2009 berakhir, pembangunan pertanian

Lebih terperinci

RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT)

RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT SAYURAN DAN TANAMAN OBAT 2017 DAFTAR ISI KATAPENGANTAR... i DAFTAR ISI ii BAB I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. 3 1.2. Maksud dan Tujuan. 7 1.3. Sasaran. 7 1.4.

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. 1. Latar Belakang

BAB I P E N D A H U L U A N. 1. Latar Belakang BAB I P E N D A H U L U A N 1. Latar Belakang Sesuai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Nasional, dan undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, setiap

Lebih terperinci

LAPORAN MINGGUAN DIREKTORAT PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN PERIODE 18 MEI 2018

LAPORAN MINGGUAN DIREKTORAT PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN PERIODE 18 MEI 2018 LAPORAN MINGGUAN DIREKTORAERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN PERIODE 18 MEI 2018 LUAS SERANGAN OPT UTAMA PADA TANAMAN PADI 1. LUAS SERANGAN OPT UTAMA PADA TANAMAN PADI MK 2018 2. LUAS SERANGAN OPT UTAMA PADA TANAMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya meningkat, sementara sektor lain mengalami pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya meningkat, sementara sektor lain mengalami pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia harus tetap menjadi prioritas utama dari keseluruhan pembangunan ekonomi yang dilakukan pemerintah. Hal ini mengingat bahwa sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permintaan produk peternakan terus meningkat sebagai konsekuensi. adanya peningkatan jumlah penduduk, bertambahnya proporsi penduduk

I. PENDAHULUAN. Permintaan produk peternakan terus meningkat sebagai konsekuensi. adanya peningkatan jumlah penduduk, bertambahnya proporsi penduduk 13 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan produk peternakan terus meningkat sebagai konsekuensi adanya peningkatan jumlah penduduk, bertambahnya proporsi penduduk perkotaan, pendidikan dan pengetahuan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA dan EVALUASI e-proposal DITJEN HORTIKULTURA TAHUN 2015

RENCANA KERJA dan EVALUASI e-proposal DITJEN HORTIKULTURA TAHUN 2015 RENCANA KERJA dan EVALUASI e-proposal DITJEN HORTIKULTURA TAHUN 2015 Disampaikan oleh Dr. Ir. YulH. Bahar Sekretaris Direktorat Jenderal Hortikultura Pada Acara Pramusrenbang Pertanian Bogor, 7 9 Mei2014

Lebih terperinci

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1 KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1 Sudi Mardianto, Ketut Kariyasa, dan Mohamad Maulana Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN UPSUS PENINGKATAN PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2015

PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN UPSUS PENINGKATAN PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2015 PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN UPSUS PENINGKATAN PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI TAHUN 2015 Bahan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Pertanian Nasional 3 4 Juni 2015 KEMENTERIAN PERTANIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi secara keseluruhan.

PENDAHULUAN. memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi secara keseluruhan. PENDAHULUAN Latar Belakang Sejarah menunjukkan bahwa sektor pertanian di Indonesia telah memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi secara keseluruhan. Beberapa peran penting sektor pertanian antara

Lebih terperinci

PENGANTAR. Ir. Suprapti

PENGANTAR. Ir. Suprapti PENGANTAR Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa dengan tersusunnya Rencana Strategis Direktorat Alat dan Mesin Pertanian Periode 2015 2019 sebagai penjabaran lebih lanjut Rencana Strategis

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,

Lebih terperinci

PEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA

PEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA Pendahuluan Policy Brief PEMETAAN DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA 1. Dinamika perkembangan ekonomi global akhir-akhir ini memberikan sinyal tentang pentingnya peningkatan daya saing pertanian. Di tingkat

Lebih terperinci

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *)

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *) Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *) Oleh : Dr. Ir. Sumarjo Gatot Irianto, MS, DAA Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian *) Disampaikan

Lebih terperinci

PROGRAM KERJA TAHUN 2013 DAN RENCANA KERJA TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH

PROGRAM KERJA TAHUN 2013 DAN RENCANA KERJA TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH PROGRAM KERJA TAHUN 2013 DAN RENCANA KERJA TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH Oleh: EUIS SAEDAH Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah Kementerian Perindustrian B A H A N

Lebih terperinci

BAB VI SASARAN PEMBANGUNAN HORTIKULTURA

BAB VI SASARAN PEMBANGUNAN HORTIKULTURA BAB VI SASARAN PEMBANGUNAN HORTIKULTURA A. Sasaran Umum Selama 5 (lima) tahun ke depan (2015 2019) Kementerian Pertanian mencanangkan 4 (empat) sasaran utama, yaitu: 1. Peningkatan ketahanan pangan, 2.

Lebih terperinci

Direktorat Jenderal Hortikultura I. PENDAHULUAN

Direktorat Jenderal Hortikultura I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan hortikultura telah memberikan sumbangan yang berarti bagi sektor pertanian maupun perekonomian nasional, yang dapat dilihat dari nilai Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan

Lebih terperinci

PUSAT DISTRIBUSI DAN CADANGAN PANGAN BADAN KETAHANAN PANGAN RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM DISTRIBUSI DAN STABILITAS HARGA PANGAN TAHUN 2015

PUSAT DISTRIBUSI DAN CADANGAN PANGAN BADAN KETAHANAN PANGAN RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM DISTRIBUSI DAN STABILITAS HARGA PANGAN TAHUN 2015 PUSAT DISTRIBUSI DAN CADANGAN PANGAN BADAN KETAHANAN PANGAN RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM DISTRIBUSI DAN STABILITAS HARGA PANGAN TAHUN 2015 Workshop Perencanaan Ketahanan Pangan Tingkat Nasional Tahun 2015

Lebih terperinci

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA 2012, No.659 6 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR PER.07/MEN/IV/2011

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan produksi. Pada posisi semacam ini investasi pada hakekatnya juga merupakan langkah awal kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

DESKRIPTIF STATISTIK PONDOK PESANTREN DAN MADRASAH DINIYAH

DESKRIPTIF STATISTIK PONDOK PESANTREN DAN MADRASAH DINIYAH DESKRIPTIF STATISTIK PONDOK PESANTREN DAN MADRASAH DINIYAH Deskriptif Statistik Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah Pendataan Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah Tahun 2007-2008 mencakup 33 propinsi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik I. PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan daerah dalam era globalisasi saat ini memiliki konsekuensi seluruh daerah di wilayah nasional menghadapi tingkat persaingan yang semakin tinggi secara langsung

Lebih terperinci

Keragaan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya

Keragaan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Keragaan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya No Kategori Satuan Aceh Sumut Sumbar Riau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung Babel Kepri Potensi Lahan Ha Air 76.7 0 7.9 690.09 0.9 60. 069.66 767.9 79.6. Air

Lebih terperinci

Subsistem Distribusi (Ketersediaan Pangan) Annis CA Iti R Nadhiroh Dini RA

Subsistem Distribusi (Ketersediaan Pangan) Annis CA Iti R Nadhiroh Dini RA Subsistem Distribusi (Ketersediaan Pangan) Annis CA Iti R Nadhiroh Dini RA Keadaan konsumsi --- Data konsumsi BPS (Susenas 3 th/ kali) Keadaan ketersediaan pngn pd tkt konsumsi --- Data ktsd Deptan + BPS

Lebih terperinci

KESELAMATAN TRANSPORTASI DARAT Disampaikan dalam rangka Rapat Koordinasi Teknis Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Tahun 2013

KESELAMATAN TRANSPORTASI DARAT Disampaikan dalam rangka Rapat Koordinasi Teknis Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Tahun 2013 KESELAMATAN TRANSPORTASI DARAT Disampaikan dalam rangka Rapat Koordinasi Teknis Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Tahun 2013 Oleh: Ir. Hotma Simanjuntak, Ms.Tr Direktur Keselamatan Transportasi Darat

Lebih terperinci

AKSES PELAYANAN KESEHATAN. Website:

AKSES PELAYANAN KESEHATAN. Website: AKSES PELAYANAN KESEHATAN Tujuan Mengetahui akses pelayanan kesehatan terdekat oleh rumah tangga dilihat dari : 1. Keberadaan fasilitas kesehatan 2. Moda transportasi 3. Waktu tempuh 4. Biaya transportasi

Lebih terperinci

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA Disampaikan pada: SEMINAR NASIONAL FEED THE WORLD JAKARTA, 28 JANUARI 2010 Pendekatan Pengembangan Wilayah PU Pengembanga n Wilayah SDA BM CK Perkim BG AM AL Sampah

Lebih terperinci

INDONESIA Percentage below / above median

INDONESIA Percentage below / above median National 1987 4.99 28169 35.9 Converted estimate 00421 National JAN-FEB 1989 5.00 14101 7.2 31.0 02371 5.00 498 8.4 38.0 Aceh 5.00 310 2.9 16.1 Bali 5.00 256 4.7 30.9 Bengkulu 5.00 423 5.9 30.0 DKI Jakarta

Lebih terperinci

PEMBIAYAAN KESEHATAN. Website:

PEMBIAYAAN KESEHATAN. Website: PEMBIAYAAN KESEHATAN Pembiayaan Kesehatan Pembiayaan kesehatan adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan upaya kesehatan/memperbaiki keadaan kesehatan yang

Lebih terperinci

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA. No Nama UPT Lokasi Eselon Kedudukan Wilayah Kerja. Bandung II.b DITJEN BINA LATTAS

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA. No Nama UPT Lokasi Eselon Kedudukan Wilayah Kerja. Bandung II.b DITJEN BINA LATTAS 5 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR PER.07/MEN/IV/2011

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Penetapan visi sebagai bagian dari perencanaan strategi, merupakan satu langkah penting dalam perjalanan suatu organisasi karena

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN RENCANA KINERJA TAHUNAN SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN Jakarta, 2012 Direktorat Jenderal Tanaman

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN RENCANA KINERJA TAHUNAN SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN Jakarta, 2012 Direktorat Jenderal Tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PROVINSI DI INDONESIA MENURUT DERAJAT KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA

DISTRIBUSI PROVINSI DI INDONESIA MENURUT DERAJAT KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA DISTRIBUSI PROVINSI DI INDONESIA MENURUT DERAJAT KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA Handewi P.S. Rachman, Mewa Ariani, dan T.B. Purwantini Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No.

Lebih terperinci

RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018

RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018 RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018 Disampaikan pada: MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN NASIONAL Jakarta, 30 Mei 2017 CAPAIAN INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN PERKEBUNAN NO.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian dan sektor basis baik tingkat Provinsi Sulawsi Selatan maupun Kabupaten Bulukumba. Kontribusi sektor

Lebih terperinci

Mekanisme Pelaksanaan Musrenbangnas 2017

Mekanisme Pelaksanaan Musrenbangnas 2017 Mekanisme Pelaksanaan Musrenbangnas 2017 - Direktur Otonomi Daerah Bappenas - Temu Triwulanan II 11 April 2017 1 11 April 11-21 April (7 hari kerja) 26 April 27-28 April 2-3 Mei 4-5 Mei 8-9 Mei Rakorbangpus

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PERBENDAHARAAN NEGARA DAN KESIAPAN PENYALURAN DAK FISIK DAN DANA DESA MELALUI KPPN

PENGELOLAAN PERBENDAHARAAN NEGARA DAN KESIAPAN PENYALURAN DAK FISIK DAN DANA DESA MELALUI KPPN KEMENTERIAN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN PENGELOLAAN PERBENDAHARAAN NEGARA DAN KESIAPAN PENYALURAN DAK FISIK DAN DANA DESA MELALUI DISAMPAIKAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN DALAM SOSIALISASI

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI)

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI) PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI) DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN MARET 2015

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM KEWASPADAAN NASIONAL PADA DITJEN KESBANGPOL KEMENDAGRI GRAND SAHID JAYA, 6 DESEMBER 2013 DIREKTUR KEWASPADAAN NASIONAL

EVALUASI PROGRAM KEWASPADAAN NASIONAL PADA DITJEN KESBANGPOL KEMENDAGRI GRAND SAHID JAYA, 6 DESEMBER 2013 DIREKTUR KEWASPADAAN NASIONAL SU M AT ER A TUGAS POKOK DAN FUNGSI DIREKTORAT KEWASPADAAN NASIONAL KAL IM AN TAN IRIAN JAYA J AVA DIREKTORAT KEWASPADAAN NASIONAL DITJEN KESATUAN BANGSA DAN POLITIK KEMENTERIAN DALAM NEGERI GRAND SAHID

Lebih terperinci

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan Juli 1997 mempunyai dampak yang besar terhadap perekonomian negara. Sektor pertanian di lndonesia dalam

Lebih terperinci

RENCANA KERJA DAN STRATEGI PEMBANGUNAN HORTIKULTURA TAHUN 2015

RENCANA KERJA DAN STRATEGI PEMBANGUNAN HORTIKULTURA TAHUN 2015 RENCANA KERJA DAN STRATEGI PEMBANGUNAN HORTIKULTURA TAHUN 2015 Disampaikan oleh: Direktur Jenderal Hortikultura Musrenbangtan Jakarta, 13 Mei 2014 Amanah UU 13 tahun 2010 tentang Hortikultura 1. Fasilitasi

Lebih terperinci

SELAYANG PANDANG SIMLUH KP

SELAYANG PANDANG SIMLUH KP SELAYANG PANDANG SIMLUH KP Jakarta, 29 April 2014 PUSAT PENYULUHAN KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN PENGEMBANGAN SDM KELAUTAN DAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2014 IMPLEMENTASI SISTEM PENYULUHAN

Lebih terperinci

Propinsi Kelas 1 Kelas 2 Jumlah Sumut Sumbar Jambi Bengkulu Lampung

Propinsi Kelas 1 Kelas 2 Jumlah Sumut Sumbar Jambi Bengkulu Lampung 2.11.3.1. Santri Berdasarkan Kelas Pada Madrasah Diniyah Takmiliyah (Madin) Tingkat Ulya No Kelas 1 Kelas 2 1 Aceh 19 482 324 806 2 Sumut 3 Sumbar 1 7-7 4 Riau 5 Jambi 6 Sumsel 17 83 1.215 1.298 7 Bengkulu

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan

Lebih terperinci

PENYELENGGARAAN PROGRAM DI TINGKAT PROVINSI

PENYELENGGARAAN PROGRAM DI TINGKAT PROVINSI PENYELENGGARAAN PROGRAM DI TINGKAT PROVINSI INPUT Kebijakan nasional Peraturan dan perundangan Pedoman /Juknis/Juklak Kurmod Bahan Advokasi Kit Pelatihan, Sosialisasi, Orientasi, Pembinaan Pencatatan dan

Lebih terperinci

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2013 KATA PENGANTAR Pedoman Teknis Koordinasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian haruslah merupakan tujuan utama dari setiap pemerintah sedang berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. pertanian haruslah merupakan tujuan utama dari setiap pemerintah sedang berkembang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mayoritas penduduk di negara berkembang adalah petani. Oleh karena itu, pembangunan pertanian haruslah merupakan tujuan utama dari setiap pemerintah sedang

Lebih terperinci

UPT-BPSPL Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut DAN. UPT-BKKPN Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional

UPT-BPSPL Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut DAN. UPT-BKKPN Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional UNIT PELAKSANA TEKNIS DITJEN KP3K UPT-BPSPL Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut DAN UPT-BKKPN Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional Sekretariat Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan

Lebih terperinci

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK)

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK) WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK) KONSEP 1 Masyarakat Anak Pendidikan Masyarakat Pendidikan Anak Pendekatan Sektor Multisektoral Multisektoral Peserta Didik Pendidikan Peserta Didik Sektoral Diagram Venn:

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERKEBUNAN No.60/Kpts/RC.110/4/08 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERKEBUNAN No.60/Kpts/RC.110/4/08 TENTANG KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERKEBUNAN.60/Kpts/RC.0//08 TENTANG SATUAN BIAYA MAKSIMUM PEMBANGUNAN KEBUN PESERTA PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN DI LAHAN KERING TAHUN 008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

EVIDENCE KAMPANYE GIZI SEIMBANG MEMASUKI 1000 HPK ( SDT- SKMI 2014)

EVIDENCE KAMPANYE GIZI SEIMBANG MEMASUKI 1000 HPK ( SDT- SKMI 2014) EVIDENCE KAMPANYE GIZI SEIMBANG MEMASUKI 1000 HPK ( SDT- SKMI 2014) P R A W I D Y A K A R Y A P A N G A N D A N G I Z I B I D A N G 1 : P E N I N G K A T A N G I Z I M A S Y A R A K A T R I S E T P E N

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA (LKJ)

LAPORAN KINERJA (LKJ) PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR LAPORAN KINERJA (LKJ) DINAS PERTANIAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2017 PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR LAPORAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PRODUK UNGGULAN KOTA PONTIANAK SEKTOR PERTANIAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya A. Visi Perumusan visi dan misi jangka menengah Dinas Pertanian,

Lebih terperinci

PENYALURAN DAK FISIK DAN DANA DESA TA 2017

PENYALURAN DAK FISIK DAN DANA DESA TA 2017 PENYALURAN DAK FISIK DAN DANA DESA TA 2017 PELAKSANAAN PENYALURAN 1. Penyaluran melalui KPPN dilaksanakan berdasarkan PMK nomor 112/PMK.07/2017 tentang Perubahan PMK nomor 50/PMK.07/2017 tentang Pengelolaan

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA

BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA 2015-2019 Dalam penyusunan Rencana strategis hortikultura 2015 2019, beberapa dokumen yang digunakan sebagai rujukan yaitu Undang-Undang Hortikultura Nomor

Lebih terperinci

PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan

PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan Subdit Pengelolaan Persampahan Direktorat Pengembangan PLP DIREKTORAT JENDRAL CIPTA KARYA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT Aplikasi SIM PERSAMPAHAN...(1)

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT)

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2014 BALAI BESAR PERBENIHAN DAN PROTEKSI TANAMAN PERKEBUNAN (BBPPTP) SURABAYA Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian KATA PENGANTAR Rencana Kinerja Tahun

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/11/18.Th.V, 5 November 2015 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN III-2015 SEBESAR

Lebih terperinci

PEMANTAUAN CAPAIAN PROGRAM & KEGIATAN KEMENKES TA 2015 OLEH: BIRO PERENCANAAN & ANGGARAN JAKARTA, 7 DESEMBER 2015

PEMANTAUAN CAPAIAN PROGRAM & KEGIATAN KEMENKES TA 2015 OLEH: BIRO PERENCANAAN & ANGGARAN JAKARTA, 7 DESEMBER 2015 PEMANTAUAN CAPAIAN PROGRAM & KEGIATAN KEMENKES TA 2015 OLEH: BIRO PERENCANAAN & ANGGARAN JAKARTA, 7 DESEMBER 2015 Penilaian Status Capaian Pelaksanaan Kegiatan/ Program Menurut e-monev DJA CAPAIAN KINERJA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

Lampiran 3d. Rencana Strategis Program Peningkatan Fungsi dan Daya Dukung DAS Berbasis Pemberdayaan Masyarakat

Lampiran 3d. Rencana Strategis Program Peningkatan Fungsi dan Daya Dukung DAS Berbasis Pemberdayaan Masyarakat Lampiran 3d Rencana Strategis 2010-2014 Indikator Kinerja Per Program Per Propinsi Regional - Kementerian Kehutanan Program Peningkatan Fungsi dan Daya Dukung DAS Berbasis Pemberdayaan Masyarakat INDIKATOR

Lebih terperinci

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN PEDOMAN TEKNIS INSENTIF PETUGAS PENGAMAT TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2012 KATA PENGANTAR Pedoman Teknis Kegiatan Insentif Petugas

Lebih terperinci

DESKRIPTIF STATISTIK RA/BA/TA DAN MADRASAH

DESKRIPTIF STATISTIK RA/BA/TA DAN MADRASAH DESKRIPTIF STATISTIK RA/BA/TA DAN MADRASAH Deskriptif Statistik RA/BA/TA dan Madrasah (MI, MTs, dan MA) A. Lembaga Pendataan RA/BA/TA dan Madrasah (MI, MTs dan MA) Tahun Pelajaran 2007/2008 mencakup 33

Lebih terperinci

PAGU SATUAN KERJA DITJEN BINA MARGA 2012

PAGU SATUAN KERJA DITJEN BINA MARGA 2012 No Kode PAGU SATUAN KERJA DITJEN BINA MARGA 2012 Nama Satuan Kerja Pagu Dipa 1 4497035 DIREKTORAT BINA PROGRAM 68,891,505.00 2 4498620 PELAKSANAAN JALAN NASIONAL WILAYAH I PROVINSI JATENG 422,599,333.00

Lebih terperinci