TINJAUAN PUSTAKA. Konsep Ketahanan Pangan Rumah Tangga. Ketahanan Pangan Rumah Tangga sebagaimana hasil rumusan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA. Konsep Ketahanan Pangan Rumah Tangga. Ketahanan Pangan Rumah Tangga sebagaimana hasil rumusan"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Ketahanan Pangan Rumah Tangga Ketahanan Pangan Rumah Tangga sebagaimana hasil rumusan International Congres of Nutrition (ICN) yang diselenggarakan di Roma tahun 1992 mendefenisikan bahwa: Ketahanan pangan rumah tangga (Household food security) adalah kemampuan rumah tangga untuk memenuhi kecukupan pangan anggotanya dari waktu ke waktu agar dapat hidup sehat dan mampu melakukan kegiatan sehari-hari. Dalam sidang Committee on World Food Security 1995 definisi tersebut diperluas dengan menambah persyaratan Harus diterima oleh budaya setempat (acceptable with given culture). Hal lain dinyatakan Hasan (1995) bahwa ketahanan pangan sampai pada tingkat rumah tangga antara lain tercermin oleh tersedianya pangan yang cukup dan merata pada setiap waktu dan terjangkau oleh masyarakat baik fisik maupun ekonomi serta tercapainya konsumsi pangan yang beraneka ragam, yang memenuhi syarat-syarat gizi yang diterima budaya setempat. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan dinyatakan bahwa Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutu, aman, merata, dan terjangkau. Sehubungan dengan itu untuk mewujudkan ketahanan pangan tingkat rumah tangga diperlukan kelembagaan pangan karena ketahanan pangan mempunyai cakupan luas dan bersifat multisektoral meliputi aspek peraturan perundangan, organisasi sebagai pelaksana peraturan perundangan dan ketatalaksanaan (Soetrisno, 1996). Secara nasional di Departemen Pertanian

2 7 terdapat Badan Urusan Ketahanan Pangan sebagai organisasi pelaksana ketahanan pangan. Hal lain yang dapat dilakukan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan diperlukan kerjasama yang baik antara pemerintah, pengusaha, lembaga swadaya masyarakat dan penduduk setempat. Kerjasama tersebut dimaksudkan sebagai penguatan sistem pangan lokal sehingga tercapai ketahanan pangan rumah tangga. Ketahanan pangan rumah tangga dapat dicapai melalui berbagai kegiatan seperti peningkatan jaminan ekonomi dan pekerjaan, bantuan pangan melalui jaringan pengaman sosial, peningkatan produksi dan pemasaran pangan, pendidikan dan penyuluhan, penelitian, monitoring dan evaluasi untuk membantu masyarakat menilai dan memperkuat ketahanan pangannya. Secara teoritis, dikenal dua bentuk ketidaktahanan pangan (food insecurity) tingkat rumahtangga yaitu pertama, ketidaktahanan pangan kronis yaitu terjadi dan berlangsung secara terus menerus yang biasa disebabkan oleh rendahnya daya beli dan rendahnya kualitas sumberdaya dan sering terjadi di daerah terisolir dan gersang. Ketidaktahanan pangan jenis kedua, ketidaktahanan pangan akut (transitori) terjadi secara mendadak yang disebabkan oleh antara lain : bencana alam, kegagalan produksi dan kenaikan harga yang mengakibatkan masyarakat tidak mempunyai kemampuan untuk menjangkau pangan yang memadai (Atmojo, 1995). Menurut Sutrisno (1996) kebijakan peningkatan ketahanan pangan memberikan perhatian secara khusus kepada mereka yang memiliki resiko tidak mempunyai akses untuk memperoleh pangan yang cukup.

3 8 Indikator Ketahanan Pangan Rumah Tangga Dengan semakin disadari pentingnya untuk selalu memantau kondisi ketahanan pangan, maka upaya-upaya terus aktif dilakukan untuk mengembangkan berbagai metoda pengukuran dan peramalan agar sedapat mungkin menggambarkan keadaan yang sebenarnya sedang atau akan terjadi. Maxwell dan Frankenberger (1992) menyatakan bahwa pencapaian ketahanan pangan rumah tangga dapat diukur dari berbagai indikator. Indikator tersebut dibedakan menjadi dua kelompok yaitu indikator proses dan indikator dampak. Indikator proses menggambarkan situasi pangan yang ditujukan oleh ketersediaan dan akses pangan. Ketersediaan pangan berkaitan dengan produksi pertanian, iklim, akses terhadap sumberdaya alam, praktek pengelolaan lahan, pengembangan institusi, pasar, konflik regional dari kerusuhan sosial. Sedang akses pangan meliputi strategi rumah tangga untuk memenuhi kekurangan pangan. Indikator dampak digunakan sebagai cerminan konsumsi pangan yang meliputi dua kategori yaitu secara langsung yakni konsumsi dan frekuensi pangan dan secara tak langsung meliputi penyimpanan pangan dan status gizi. Penelitian yang telah dilakukan oleh Khomsan (1999) bahwa indikator ketahanan pangan di Jawa di ukur dari indikator tingkat konsumsi energi atau protein yang ditentukan oleh konsumsi beras, tahu dan tempe. Dari uraian diatas menggambarkan bahwa ketahanan pangan merupakan konsep yang multidimensi yaitu meliputi mata rantai sistem pangan dan gizi mulai dari produksi, distribusi, konsumsi dan status gizi. Oleh karena itu Chung (1997)

4 9 merangkum berbagai indikator ketahanan pangan rumah tangga dalam sebuah kerangka konseptual seperti berikut ini: Ketersediaan pangan Sumberdaya: Fisik, Manusia, Sosial Produksi pangan Akses pangan Pendapatan: Pertanian dan non pertanian Pemanfaatan pangan Konsumsi pangan Out put Status Gizi : Anak dan dewasa Gambar 1. Pengembangan Kerangka Pemikiran Ketahanan Pangan Berdasarkan Chung (1997).

5 10 Pengukuran Ketahanan Pangan Rumah Tangga Salah satu pengkasifikasian ketahanan pangan rumah tangga kedalam food secure (tahan Pangan) dan food insecure (rawan ketahanan pangan) dapat dilakukan dengan menggunakan pengukuran dari indikator out put yaitu konsumsi pangan (intik energi) atau status gizi individu (khususnya wanita hamil dan baduta). Rumah tangga dikategorikan rawan ketahanan pangan jika tingkat konsumsi energi lebih rendah dari cut off point atau TKE < 70 % (Zeitlin & Brown, 1990). Di Indonesia Sumarwan dan Sukandar (1998) juga telah menetapkan pengukuran ketahanan pangan rumah tangga dari tingkat konsumsi energi dan protein. Suatu rumah tangga dikatakan tahan pangan jika jumlah konsumsi energi dari proteinnya lebih besar dari kecukupan energi dan protein yang dibutuhkan (E & P > 100 %). Jika konsumsi energi atau proteinnya lebih kecil dari kecukupan, maka rumah tangga tersebut dikatakan rawan ketahanan pangan (E & P < 100 %). Menurut Hasan (1995) ketahanan pangan tingkat rumah tangga dapat diketahui melalui pengumpulan data konsumsi dan ketersediaan pangan dengan cara survei pangan secara langsung dan hasilnya dibandingkan dengan angka kecukupan yang telah ditetapkan. Selain pengukuran konsumsi dan ketersediaan pangan melalui survei tersebut dapat pula digunakan data mengenai sosial ekonomi dan demografi untuk mengetahui resiko ketahanan pangan seperti pendapatan, pendidikan, struktur keluarga, harga pangan, pengeluaran pangan dan sebagainya. Data tersebut dapat digunakan sebagai indikator risiko terhadap ketahanan pangan pada tingkat rumah tangga (Sukandar dkk, 2001).

6 11 Konsep pengukuran ketahanan pangan lain yang dikembangkan Hardinsyah (1996) adalah berdasarkan mutu konsumsi dengan menggunakan skor diversifikasi Pangan. Pada dasarnya konsep pengukuran ketahanan pangan yang dikembangkan Hardinsyah relatif sederhana dan mudah. Selain sudah memperhitungkan jumlah pangan yang dikonsumsi (aspek kuantitas) dan dikelompokkan pada lima kelompok pangan Empat Sehat Lima Sempurna (makanan pokok, lauk pauk, sayur buah dan susu) dan dihitung kuantitasnya menggunakan unit konsumen (UK) agar perbedaan komposisi umur dan jenis kelamin anggota rumah tangga dapat dipertimbangkan. Menurut Sutrisno (1995) dua komponen penting dalam ketahanan pangan adalah ketersediaan dan akses terhadap pangan. Maka tingkat ketahanan pangan suatu negara/wilayah dapat bersumber dari kemampuan produksi, kemampuan ekonomi untuk menyediakan pangan dan kondisi yang membedakan tingkat kesulitan dan hambatan untuk akses pangan. Hal yang sama dinyatakan Sawit dan Ariani (1997) bahwa penentu ketahanan pangan di tingkat rumah tangga adalah akses terhadap pangan, ketersediaan pangan dan risiko yang terkait dengan akses serta ketersediaan pangan tersebut. Menurut Aziz (1990) ketahanan pangan rumahtangga dapat dicapai dengan pendapatan (daya beli) dan produksi pangan yang cukup. Sementara menurut Hasan (1995) risiko ketidaktahanan pangan tingkat rumah tangga timbul karena faktor rendahnya pendapatan atau rendahnya produksi dan ketersediaan pangan maupun faktor geografis. Sedangkan menurut Susanto (1996) kondisi ketahanan pangan rumah tangga dipengaruhi tidak hanya oleh ketersediaan pangan (pada tingkat makro dan tingkat di dalam pasar) dan

7 12 kemampuan daya beli, tetapi juga oleh beberapa hal yang berkaitan dengan pengetahuan dan aspek sosio-budaya. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi ketahanan pangan rumah tangga tersebut diatas, dapat dirinci menjadi 3 faktor yaitu faktor ketersediaan pangan, daya beli dan pengetahuan pangan dan gizi. Ketersediaan pangan. Menurut Suhardjo (1989) bila kebutuhan akan pangan dipenuhi dari produksi sendiri, maka penghasilan dalam bentuk uang tidak begitu menentukan. Kapasitas penyediaan bahan pangan dapat dipertinggi dengan meningkatkan produksi pangan sendiri. Menurut Djogo (1994) daerah yang memiliki perbedaan kondisi agroekologi, akan memiliki potensi produksi pangan yang berbeda. Namun sebaliknya jika kebutuhan pangan banyak tergantung pada apa yang dibelinya, maka penghasilan (daya beli) harus sanggup membeli bahan makanan yang mencukupi baik kuantitas maupun kualitasnya (Suhardjo, 1989). Sedangkan Soemarwoto (1994) menyatakan keluarga yang lebih suka menjual bahan pangan yang dimilikinya disebabkan oleh pertimbangan ekonomi. Daya beli. Kemampuan membeli atau daya beli merupakan indikator dari tingkat sosial ekonomi seseorang atau keluarga. Pembelian merupakan fungsi dari faktor kemampuan dan kemauan membeli yang saling menjalin (Hardjana, 1994). Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VII (LIPI, 1998) kurangnya ketersediaan pangan keluarga mempunyai hubungan dengan pendapatan keluarga, ukuran keluarga dan potensi desa. Rendahnya pendapatan merupakan rintangan lain yang menyebabkan orang tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan (Sajogyo, 1996). Keluarga dan masyarakat yang berpenghasilan rendah, mempergunakan sebagian besar dari keuangannya

8 13 untuk membeli makanan dan bahan makanan dan tentu jumlah uang yang dibelanjakan juga rendah (Suhardjo, 1989). Hal yang sama dinyatakan Soemarwoto (1994) bahwa faktor ekonomi menyebabkan manusia untuk mendapatkan makanan ditentukan oleh harga makanan. Pengetahuan pangan dan gizi. Secara umum perilaku konsumsi makanan seseorang atau keluarga sangat erat dengan wawasan atau cara pandang yang dimiliki terhadap (sistem) nilai tindakan yang dilakukan. Jika ditelusuri lebih lanjut, sistem nilai tindakan itu dipengaruhi oleh pengalaman pada masa lalu yang berkaitan dengan pelayanan gizi/kesehatan/kb, ciri-ciri sosial yang dimiliki (umur, jenis/golongan etnik, pendidikan, pekerjaan dan sebagainya), dan informasi pangan, gizi dan kesehatan yang pernah diterimanya dari berbagai sumber (Susanto, 1994). Kebudayaan memberikan nilai sosial pada makanan karena ada makanan yang dianggap mempunyai nilai sosial tinggi dan ada pula nilai sosial yang rendah (Soemarwoto, 1994). Pengasuhan Anak International Conference on Nutrition (1992) mendefinisikan Pengasuhan sebagai suatu kesepakatan dalam rumah tangga dalam hal pengalokasian waktu, perhatian dan dukungan untuk memenuhi kebutuhan fisik, mental dan sosial dalam rangka tumbuh kembang anak dan anggota keluarga lainnya (Engle et al.1997). Lebih lanjut dikatakan bahwa pengasuhan dalam prakteknya (biasanya oleh wanita), dapat dibagi ke dalam enam tipe aktivitas yaitu : (1) pengasuhan untuk wanita, seperti menyediakan waktu istirahat yang cukup atau meningkatkan intik makanan selama masa kehamilan; (2) pemberian ASI dan makanan pendamping ASI bagi anak baduta; (3) stimulasi psikososial anak dan pemberian

9 14 dukungan untuk tumbuh kembang anak; (4) praktek peyimpanan dan persiapan makanan; (5) perawatan anak selama mengalami sakit, termasuk diagnosa penyakit dan pengadopsian praktek kesehatan di rumah. Pada kenyataannya pemberian pengasuhan tergantung pada ketersediaan sumberdaya, pendidikan dan pengetahuan, kondisi kesehatan pengasuh, waktu, dukungan sosial dan sumberdaya ekonomi keluarga. Lebih jauh lagi juga sangat tergantung dari dukungan masyarakat, baik di tingkat regional, nasional bahkan internasional. Secara spesifik Engle (1992) dalam Latham (1997) mendefinisikan pola pengasuhan anak baduta sebagai perilaku pengasuhan yang meliputi pemberian ASI, diagnosa penyakit, pemberian makanan tambahan, stimulasi bahasa dan kemampuan koagnitif lainnya serta pemberian dukungan emosional pada anak. Pada umumnya di negara-negara berkembang, biasanya pelaku utama pengasuhan bagi bayi dan anak baduta dalam rumah tangga adalah ibu. Akan tetapi pada keluarga tipe exetended family, nenek, bibi, ayah dan anggota keluarga lainnya bahkan tetangga di sekitar keluarga tersebut pun memberikan kontribusi dalam pengasuhan anak. Hasil penelitian Rogers dan Youssef (1988) menunjukkan bahwa ibu memberikan alokasi waktu yang lebih banyak dalam pengasuhan anak, selanjutnya adalah wanita lainnya dalam keluarga tersebut misalnya nenek, bibi dan kakak perempuan. Biasanya wanitalah yang berbelanja, menyiapkan makanan, mendistribusikan makanan dalam keluarga serta memberikan pengasuhan dasar bagi bayi dan anak baduta seperti memberikan ASI dan makanan pendamping ASI, memandikan, memakaikan pakaian, dan mengawasi aktivitas anak (Cassidy, 1987; Piit & Rosenzweig, 1990).

10 15 Praktek pemberian pengasuhan yang memadai sangat penting tidak hanya bagi daya tahan anak tetapi juga untuk mengoptimalkan perkembangan fisik dan mental anak serta baiknya kondisi kesehatan anak. Pengasuhan juga memberikan kontribusi bagi kesejahteraan dan kebahagiaan serta kualitas hidup yang baik bagi anak secara keseluruhan. Sebaliknya jika pemberian pengasuhan anak kurang memadai, terutama keterjaminan makanan dan kesehatan anak bisa menjadi salah satu faktor yang menghantarkan anak menderita kurang gizi. Pola Asuh Makan Anak Tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh kualitas makanan dan gizi yang dikonsumsi. Sementara itu kualitas makanan dan gizi sangat tergantung pada pola asuh makan anak yang diterapkan oleh keluarga. Stare dan William (1981) dalam Karyadi (1985) menyatakan bahwa makanan merupakan kebutuhan fisiologis maupun psikologis untuk anak dan orang tua. Oleh karena itu, perlu diciptakan situasi pemberian makan kepada anak yang memenuhi kebutuhan (a) fisiologis, yaitu memenuhi kebutuhan zat gizi untuk proses metabolisme, aktivitas dan tumbuh kembang anak; (b) psikologis, yaitu untuk memberikan kepuasan kepada anak dan untuk memberikan kenikmatan lain yang berkaitan dengan anak serta (c) edukatif, yaitu mendidik bayi dan anak terampil mengkonsumsi makanan dan untuk membina kebiasaan dan perilaku makan, memilih dan menyukai makanan yang baik, dan dibenarkan oleh keyakinan atau agama orang tua masing-masing (Samsudin, 1993). Karyadi (1985) mendefinisikan pola asuh makan sebagai praktek-praktek pengasuhan yang diterapkan oleh ibu kepada anak baduta yang berkaitan dengan cara dan situasi makan. Jumlah dan kualitas makanan yang dibutuhkan untuk

11 16 konsumsi anak penting sekali dipikirkan, direncanakan, dan dilaksanakan oleh ibu atau pengasuhnya. Pola asuh makan anak akan selalu terkait dengan pemberian makan yang akhirnya akan memberikan sumbangan terhadap status gizinya. Sebagai gate keeper, yaitu orang yang menentukan bahan makanan yang akan dibeli, dimasak dan disiapkan, ibu memainkan peranan penting dalam menatalaksanakan makanan bagi anak khususnya anak baduta serta menjamin terpenuhinya kebutuhan anak akan makanan bergizi. Kekurangan makanan dan zat gizi pada masa ini, membuat anak mudah sekali terserang penyakit dan gangguan kesehatan. Tiga aspek perilaku pemberian makan pada anak oleh ibu atau pengasuhnya yang mempengaruhi asupan adalah: (1) menyesuaikan metoda pemberian makan dengan kemampuan psikomotorik anak; (2) pemberian makanan yang responsif, termasuk dorongan untuk makan, memperhatikan nafsu makan anak, waktu pemberian, kontrol terhadap makanan antara anak dan pemberi makan, dan hubungan yang baik dengan anak selama memberi makan; (3) situasi pemberian makan, termasuk bebas gangguan, waktu pemberian makan yang tertentu, serta perhatian dan perlindungan selama makan (Engle et al. 1997). Pertumbuhan Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan kuantitatif yaitu perubahan ukuran dan struktur. Anak tidak saja lebih besar secara fisik, tetapi juga ukuran dan struktur organ dan otak meningkat. Akibat adanya pertumbuhan otak, anak mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk belajar, mengingat dan berpikir sehingga anak tumbuh baik secara fisik maupun mental (Hurlock, 1997)

12 17 Ada dua faktor yang saling berinteraksi dalam mempengaruhi pertumbuhan anak/ bayi adalah faktor bawaan (genetik) dan faktor lingkungan (environmental). Faktor bawaan mengacu pada faktor statik yang menyertai anak sejak pembuahan, sedangkan faktor lingkungan lebih banyak terfokus pada kecukupan gizi dan kesehatan anak/bayi (Satoto, 1997). Lingkungan yang bersih sangat berpengaruh pada pertumbuhan anak/bayi (Pudjiadi, 2001). Penilaian pertumbuhan pada anak/bayi sebaiknya dilakukan dengan jarak yang teratur dan disertai pemeriksaan serta pengamatan fisik (Ebrahim, 1994). Salah satu cara yang umumnya dilakukan untuk mengukur pertumbuhan adalah dengan metode antropometri, seperti penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan, lingkar kepala, lingkar lengan atas dan sebagainya. Berat badan digunakan untuk mengukur pertumbuhan secara umum atau menyeluruh dan tinggi atau panjang badan digunakan untuk mengukur pertumbuhan linier (Satoto, 1997). Defenisi antropometrik menurut Jellife (1966) dalam Gibson (1990) adalah pengukuran variasi dimensi fisik dan komposisi kasar dari tubuh manusia pada level umur dan tingkatan-tingkatan gizi yang berbeda. Beberapa macam indikator yang dapat dipergunakan antara lain berat badan (BB), tinggi badan (TB), lingkar lengan atas (LLA) disesuaikan dengan usia (U), dan sebagainya. Dari berbagai pengukuran tersebut, berat badan, tinggi badan dan lingkar lengan yang sesuai dengan usia adalah yang paling sering dilakukan dalam survei gizi. Untuk keperluan perorangan di keluarga, pengukuran berat badan (BB) dan kadang-kadang tinggi badan (TB) atau panjang badan (PB) adalah yang paling dikenal.

13 18 Kecepatan pertumbuhan berat badan dan panjang badan tidak sama pada triwulan pertama setelah kelahiran anak lebih cepat dari pada triwulan kedua lebih cepat dibandingkan dengan triwulan ketiga. Pada usia 5-6 bulan pertambahan berat badan mencapai 2 kali dan pada umur 12 bulan sudah 3 kali berat lahir, demikian juga pertambahan panjang badan yang lebih cepat terjadi pada tahun pertama. Kenaikan panjang badan 25 cm terjadi selama tahun pertama dan 12 cm pada tahun kedua dan hanya 7 cm pada tahun ketiga (Pudjiadi, 2001). Konsumsi Pangan Anak Baduta Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan tubuh. Oleh karena itu, pangan harus selalu tersedia pada setiap saat dan tempat dengan mutu yang memadai. Pangan dengan nilai gizi yang cukup dan seimbang, merupakan pilihan terbaik untuk dikonsumsi guna mencapai status gizi dan kesehatan yang optimal. Bagi tubuh nilai suatu bahan pangan ditentukan oleh isinya atau zat gizi apa yang dikandungnya. Zat gizi yang terkandung dalam pangan digunakan untuk memberikan energi pada tubuh, untuk pertumbuhan dan untuk memperbaiki jaringan tubuh yang telah rusak serta mengatur proses dalam tubuh. Jadi nilai gizi pangan menyangkut ketersediaannya secara biologis atau dapat tidaknya zat gizi tersebut digunakan tubuh. Pangan dengan kandungan gizi yang lengkap, dalam jumlah yang proporsional mempunyai potensi yang besar untuk menjadi pangan yang bergizi tinggi. Tinggi rendahnya nilai gizi suatu pangan merupakan salah satu kriteria yang dapat digunakan untuk menilai mutu pangan tersebut. Selain nilai gizi, mutu pangan juga ditentukan oleh keadaan fisik, mikrobiologis serta penerimaan secara indrawi (organoleptik) (Rimbawan, 1999).

14 19 Konsumsi pangan adalah jumlah pangan (tunggal atau beragam) yang dimakan seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan tertentu. Tujuan konsumsi pangan adalah untuk memperoleh zat gizi yang diperlukan tubuh (Hardinsyah & Martianto, 1989). Kebiasaan mengkonsumsi pangan yang baik akan menyebabkan status gizi yang baik pula, dan keadaan ini dapat terlaksana apabila telah tercipta keseimbangan antara banyaknya jenis-jenis zat gizi yang dikonsumsi dengan banyaknya gizi yang dibutuhkan tubuh (Suhardjo, 1990). Anak baduta merupakan golongan yang berada dalam masa pertumbuhan yang pesat. Dalam usia ini anak memerlukan asupan gizi yang cukup, baik kualitas maupun kuantitasnya. Dalam mengkonsumsi pangan, anak baduta sangat tergantung pada konsumsi pangan keluarga/kebiasaan konsumsi pangan keluarga. Kekurangan konsumsi pangan ditingkat keluarga akan dapat menurunkan asupan gizi anak baduta, dan ini ditandai dengan menurunnya kemampuan fisik, terganggunya pertumbuhan, perkembangan, dan kemampuan berfikir serta adanya angka kesakitan dan kematian yang tinggi (Winarno, 1990). Konsumsi makanan anak baduta harus memenuhi semua zat gizi yang dibutuhkan yaitu zat gizi esensial (energi, protein, vitamin, mineral dan air) dalam jumlah yang cukup (Pudjiadi, 1999). Angka kecukupan gizi yang dianjurkan untuk anak baduta adalah energi (1250 Kkal), protein (23 g), vitamin A (350 RE), vitamin C (40 g), kalsium (500 mg) dan besi (8 mg) (Muhilal, Jalal & Hardinsyah, 1998). Untuk menjamin kebutuhan zat gizi anak baduta dengan mutu gizi yang baik, maka makanan yang biasa dikonsumsi anak baduta harus mengandung zat tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur. Oleh karena itu sangat dianjurkan untuk

15 20 memberi makanan yang beraneka ragam mulai umur 4 bulan, di antaranya sumber tenaga seperti serealia, sumber protein seperti bahan pangan hewani dan kacang-kacangan serta sumber zat pengatur, misalnya sayuran dan buah-buahan (Krisnatuti & Yenrina, 2000). Masalah konsumsi pangan dan gizi bukanlah masalah yang berdiri sendiri, tapi merupakan bagian dari suatu sistem yang ditentukan oleh berbagai faktor yang saling terkait. Masalah yang berkaitan dengan konsumsi pangan dan gizi seperti tingkat pendapatan, ketersediaan pangan setempat, teknologi, tingkat pengetahuan, kesadaran masyarakat mengenai gizi, kesehatan dan faktor-faktor sosial budaya seperti kebiasaan makan, sikap dan pandangan masyarakat terhadap bahan makanan tertentu dan adat-istiadat (Sanjur, 1982). Status Kesehatan Sehat atau tidaknya seseorang dapat dilihat dari ada atau tidaknya penyakit infeksi yang diderita. Penyakit infeksi sebagai bidang khusus dalam kedokteran dimulai oleh epidemi di Yunani, Romawi dan Ibrani yaitu suatu epidemi yang sangat mengesankan di abad petengahan. Infeksi saat ini lebih sering akibat dari interaksi hospes dengan bakteri yang menyusun flora normal hospes, dan bukan dari mikroorganisme eksogen. Ini sangat berbeda dengan epidemi penyakit infeksi pada zaman dahulu, misalnya pes, kolera dan cacar, yang merupakan penyakit-penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme yang mampu menimbulkan infeksi pada hospes yang rentan dan dengan demikian merupakan bencana pada ras manusia. Sekarang ancaman infeksi yang paling serius disebabkan oleh mikrobiota kita sendiri (Shulman, Phair &Sommer, 1994).

16 21 Untuk mendiagnosis penyakit infeksi, diperlukan pemeriksaan terhadap penderita secara klinis dan laboratoris. Tiap-tiap pemeriksaan terkadang secara timbak balik diperlukan sekali dan tidak dapat diabaikan. Terkadang secara klinis saja sudah dapat diperkirakan penyebabnya, namun pemeriksaan secara laboratoris diperlukan juga. Terkadang kita temukan penyakit dengan sindrom atau gejala-gejala yang sama, tetapi berlainan kuman penyebabnya. Untuk itu diperlukan pemeriksaan laboratorium. Contohnya: penyakit diare atau buang air besar membocor dapat disebabkan oleh kuman-kuman seperti Salmonella, Basil Dysentery atau oleh virus (Prabu, 1998). Jenis-jenis penyakit infeksi antara lain, pilek, radang saluran pernafasan,batuk, diare dan demam. Penyakit pilek adalah penyakit yang mengganggu kehidupan kita sehari-hari. Gejala-gejala awal dari penyakit pilek adalah rasa tidak enak badan, kadang-kadang langsung dimulai dengan demam, rasa pegal linu, lemas, lesu, bersin-bersin, terasa nyeri diotot-otot dan sendi. Penyebab dari pilek adalah virus (Prabu, 1998). Penyakit radang saluran pernafasan terutama banyak terdapat pada musim hujan atau di daerah tempat udaranya selalu lembab. Penderita penyakit tersebut umumnya adalah anak muda dan orang tua. Selain itu juga ada orangorang tertentu yang mudah terserang oleh penyakit tersebut karena lemahnya badan mereka. Penyebab utama penyakit radang saluran pernafasan adalah akibat penyakit pilek dan akibat perubahan udara. Umpamanya udara panas yang diikuti menurunnya suhu udara, sehingga daya penyesuaian tubuh terhadap perubahan cuaca tidak cukup baik, maka seseorang akan mudah terserang penyakit.

17 22 Penyakit batuk biasanya banyak terjadi pada anak baduta. Penyebab penyakit ini adalah kuman Haemophylus pertusis. Kuman ini biasanya berada di saluran pernafasan. Bila anak-anak dalam keadaan daya tahan tubuhnya melemah, maka kuman tersebut mudah sekali menyerang dan menimbulkan penyakit. Penularannya melalui cairan yang keluar dari hidung yang tersembur ke luar waktu batuk atau bersin. Perawatan dan pencegahan penyakit ini tidak terlalu sulit. Bila anak tidak begitu menderita dan cuaca cukup baik, boleh ia dibawa keluar agar dapat menghirup udara segar dan bersih. Makanan sebaiknya diberikan yang ringan-ringan dan cukup bergizi. Pencegahan penyakit ini dengan imunisasi DPT (Prabu, 1998). Diare adalah buang air besar yang disertai banyak air dan merupakan kumpulan gejala dari berbagai penyakit. Diare biasanya bersamaan dengan peradangan usus. Diare tidak boleh dianggap sepele, keadan ini harus dihadapi dengan serius, mengingat cairan banyak keluar dari tubuh, sedangkan tubuh kita pada umumnya (60%) terdiri dari pada air. Sebab itu bila seseorang menderita diare berat, maka dalam waktu singkat tubuh penderita sudah kelihatan sangat kurus (Shulman, Phair &Sommer, 1994). Sanitasi Lingkungan Sanitasi lingkungan biasanya sangat erat kaitannya dengan kondisi permukiman. Kusnoputranto (1983) mendifinisikan sanitasi lingkungan sebagai usaha-usaha pengendalian dari semua faktor-faktor lingkungan fisik manusia yang mungkin menimbulkan atau dapat menimbulkan hal yang merugikan bagi perkembangan fisik, kesehatan dan daya tahan hidup manusia. Sedangkan menurut Entjang (1993) sanitasi lingkungan adalah pengawasan lingkungan fisik,

18 23 biologis sosial dan ekonomi yang mempengaruhi kesehatan manusia dimana lingkungan yang berguna ditingkatkan dan diperbanyak, sedangkan yang merugikan diperbaiki atau dihilangkan. Dari kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa sanitasi lingkungan selalu membicarakan tentang bagaimana mengelola berbagai faktor yang mempengaruhi kesehatan manusia. Pengelolaan sanitasi lingkungan di Indonesia terutama meliputi faktor-faktor (1) penyediaan air rumah tangga yang baik, (2) pengaturan pembuangan kotoran manusia, (3) pengaturan pembuangan sampah, (4) pengaturan pembuangan air limbah, (5) pengaturan rumah sehat, (6) pembasmian binatang-binatang penyebar penyakit seperti lalat dan nyamuk, (7) pengawasan polusi udara dan (8) pengawasan radiasi dari sisa-sisa zat radio aktif. (Entjang, 1993). Sanitasi lingkungan erat kaitannya dengan status gizi seseorang. Syarief (1992) mengatakan status gizi selain ditentukan oleh jumlah dan mutu pangan yang dikonsumsi secara langsung juga dipengaruhi oleh faktor kesehatan dan sanitasi termasuk sanitasi lingkungan permukiman. Permukiman yang sanitasi lingkungannya tidak baik, seperti tidak tersedianya air bersih, jamban, tempat pembuangan sampah, tidak tersedia saluran pembuangan air kotor memungkinkan seseorang dapat menderita penyakit infeksi yang menyebabkan seseorang dapat menderita kurang gizi. Penyakit infeksi tersebut antara lain diare dan cacingan. Sediaoetama (1996) menambahkan bahwa penyakit infeksi dari infestasi cacing dapat memberikan hambatan absorpsi dan hambatan utilisasi zat gizi yang menjadi dasar timbulnya penyakit kurang energi-protein. Selain itu Suhardjo dan Riyadi (1990) juga mengatakan adanya hubungan timbal balik antara infeksi bakteri, virus dan parasit dengan gizi kurang.

19 24 Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga Pendidikan Ibu Ibu merupakan pendidik pertama dalam keluarga, untuk itu ibu perlu menguasai berbagai pengetahuan dan keterampilan. Pendidikan ibu di samping merupakan modal utama dalam menunjang perekonomian rumah tangga juga berperan dalam pola penyusunan makanan untuk rumah tangga. Sanjur (1982) menyatakan bahwa tingkat pendidikan formal ibu rumah tangga berhubungan positif dengan perbaikan dalam pola konsumsi pangan keluarga dan pola pemberian makanan pada bayi dan anak. Tingkat pendidikan akan mempengaruhi konsumsi melalui pemilihan bahan pangan. Orang yang berpendidikan lebih tinggi cenderung memilih makanan yang lebih baik dalam jumlah dan mutunya dibandingkan mereka yang berpendidikan lebih rendah (Moehdji, 1986). Tetapi hasil penelitian lain menyatakan bahwa tingkat pendidikan umum yang lebih tinggi tanpa disertai dengan pengetahuan di bidang gizi terutama ibu, ternyata tidak berpengaruh terhadap pemilihan makanan untuk keluarga (Sediaoetama, 1996). Pendapatan Keluarga Pendapatan keluarga adalah jumlah semua hasil perolehan yang didapat oleh anggota keluarga dalam bentuk uang sebagai hasil pekerjaannya. Sajogjo (1994) menyatakan bahwa pendapatan keluarga meliputi penghasilan ditambah dengan hasil-hasil lain. Pendapatan keluarga mempunyai peran yang penting terutama dalam memberikan efek terhadap taraf hidup mereka. Efek di sini lebih berorientasi pada kesejahteraan dan kesehatan, dimana perbaikan pendapatan akan meningkatkan tingkat gizi masyarakat. Pendapatan akan menentukan daya beli

20 25 terhadap pangan dan fasilitas lain (pendidikan, perumahan, kesehatan, dll) yang dapat mempengaruhi status gizi. Adanya hubungan antara pendapatan dan status gizi telah banyak dikemukakan para ahli. Sanjur (1982) menyatakan bahwa pendapatan merupakan penentu utama yang berhubungan dengan kualitas makanan. Hal ini diperkuat oleh Suhardjo (1989) bahwa apabila penghasilan keluarga meningkat, penyediaan lauk pauk akan meningkat pula mutunya. Menurut Berg (1986), terdapat hubungan antara pendapatan dan keadaan status gizi. Hal itu karena tingkat pendapatan merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Sejak lama telah disepakati bahwa pendapatan merupakan hal utama yang berpengaruh terhadap kualitas menu. Pernyataan itu nampak seperti logis, karena memang tidak mungkin orang makan makanan yang tidak sanggup dibelinya. Pendapatan yang rendah menyebabkan daya beli yang rendah pula, sehingga tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan, keadaan ini sangat berbahaya untuk kesehatan keluarga dan akhirnya dapat berakibat buruk terhadap keadaan status gizi terutama bagi bayi dan baduta. Dalam kaitannya dengan status gizi, Sayogyo, Soehardjo, dan Khumaidi (1980) menyatakan bahwa pendapatan mempunyai hubungan yang erat dengan perubahan dan perbaikan konsumsi pangan, tetapi pendapatan yang tinggi belum tentu menjamin keadaan gizi yang baik. Menurut Berg (1986), pertambahan pendapatan tidak selalu membawa perbaikan pada konsumsi pangan, karena walaupun banyak pengeluaran uang untuk pangan, mungkin akan makan lebih banyak, tetapi belum tentu kualitas pangan yang dibeli lebih baik.

21 26 Dari uraian tersebut di atas dapat diketahui bahwa antara pendapatan dan gizi, jelas ada hubungan yang menguntungkan. Berlaku hampir universal, peningkatan pendapatan akan berpengaruh terhadap perbaikan kesehatan dan kondisi keluarga dan selanjutnya berhubungan dengan status gizi. Namun peningkatan pendapatan atau daya beli seringkali tidak dapat mengalahkan pengaruh kebiasaan makan terhadap perbaikan gizi yang efektif. Besar Keluarga Banyaknya anggota keluarga akan mempengaruhi konsumsi pangan. Suhardjo (1989) mengatakan bahwa ada hubungan sangat nyata antara besar keluarga dan kurang gizi pada masing-masing keluarga. Jumlah anggota keluarga yang semakin besar tanpa diimbangi dengan meningkatnya pendapatan akan menyebabkan pendistribusian konsumsi pangan akan semakin tidak merata. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga besar mungkin hanya cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut. Keadaan yang demikian tidak cukup untuk mencegah timbulnya gangguan gizi pada keluarga besar. Seperti juga yang dikemukakan Berg (1986) bahwa jumlah anak yang menderita kelaparan pada keluarga besar, empat kali lebih besar dibandingkan dengan keluarga kecil. Anak-anak yang mengalami gizi kurang pada keluarga beranggota banyak, lima kali lebih besar dibandingkan dengan keluarga beranggota sedikit. Dalam hubungannya dengan pengeluaran rumah tangga, Sanjur (1982) menyatakan bahwa besar keluarga yaitu banyaknya anggota suatu keluarga, akan mempengaruhi pengeluaran rumah tangga. Harper (1988), mencoba menghubungkan antara besar keluarga dan konsumsi pangan, diketahui bahwa keluarga miskin dengan jumlah anak yang banyak akan lebih sulit untuk

22 27 memenuhi kebutuhan pangannya, jika dibandingkan keluarga dengan jumlah anak sedikit. Lebih lanjut dikatakan bahwa keluarga dengan konsumsi pangan yang kurang, anak badutanya lebih sering menderita gizi kurang.

TINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Pangan

TINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Pangan 4 TINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Pangan Menurut UU RI No 7 tahun 1996 tentang pangan menyatakan ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini justru

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyusun makanan yang memenuhi persyaratan gizi dibandingkan orang lain yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyusun makanan yang memenuhi persyaratan gizi dibandingkan orang lain yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Keluarga 2.1.1 Pendidikan Orang Tua Seseorang yang hanya tamat sekolah dasar belum tentu kurang mampu menyusun makanan yang memenuhi persyaratan gizi dibandingkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kekurangan Energi Kronis (KEK) 1. Pengertian Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan ibu hamil dan WUS (Wanita Usia Subur) yang kurang gizi diakibatkan oleh kekurangan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Waktu dan Tempat. Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional study dan

METODE PENELITIAN. Desain, Waktu dan Tempat. Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional study dan METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional study dan prospective study. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai Agustus 2003 (antara musim

Lebih terperinci

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup 7 II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Tinjauan Pustaka 1. Pola makan anak balita Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup khususnya manusia. Pangan merupakan bahan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian status gizi Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Jika keseimbangan tadi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)

TINJAUAN PUSTAKA Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) 5 TINJAUAN PUSTAKA Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Posyandu merupakan salah satu bentuk kegiatan dari Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD), dimana masyarakat antara lain melalui kader-kader yang terlatih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ketahanan Pangan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan menyebutkan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercemin dari tersedianya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian Status Gizi Menurut Supariasa dkk (2002) status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu sedangkan menurut Almatsier

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Makan Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Status Gizi Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Pangan Rumahtangga

TINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Pangan Rumahtangga 20 TINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Pangan Rumahtangga Konsep ketahanan pangan menurut World Food Conference on Human Rights 1993 dan World Food Summit 1996 memiliki arti setiap orang pada setiap saat memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa kanak-kanak dibagi menjadi dua periode yang berbeda, yaitu masa awal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa kanak-kanak dibagi menjadi dua periode yang berbeda, yaitu masa awal BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak Usia Dini Masa kanak-kanak dibagi menjadi dua periode yang berbeda, yaitu masa awal dan masa akhir kanak-kanak. Periode awal berlangsung dari umur dua tahun sampai enam

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sedep n = 93. Purbasari n = 90. Talun Santosa n = 69. Malabar n = 102. n = 87. Gambar 3 Teknik Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN. Sedep n = 93. Purbasari n = 90. Talun Santosa n = 69. Malabar n = 102. n = 87. Gambar 3 Teknik Penarikan Contoh METODE PENELITIAN Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian Desain penelitian adalah cross-sectional. Penelitian ini dilakukan di kebun Malabar PTPN VIII Desa Banjarsari, Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan. terjangkau dan aman dikonsumsi bagi setiap warga untuk menopang

I. PENDAHULUAN. suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan. terjangkau dan aman dikonsumsi bagi setiap warga untuk menopang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketahanan pangan pada tingkat nasional, regional, maupun rumah tangga. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. ketahanan pangan pada tingkat nasional, regional, maupun rumah tangga. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sasaran pembangunan pangan dalam GBHN 1999 adalah terwujudnya ketahanan pangan pada tingkat nasional, regional, maupun rumah tangga. Menurut Undang-Undang No. 18 Tahun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Menyusui merupakan aspek yang sangat penting untuk kelangsungan hidup bayi guna mencapai tumbuh kembang bayi atau anak yang optimal. Sejak lahir bayi hanya diberikan ASI hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gizi memegang peranan penting dalam siklus hidup manusia. Rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya status gizi

Lebih terperinci

PENINGKATAN PENGETAHUAN GIZI MASYARAKAT MELALUI PENDIDIKAN DAN LATIHAN

PENINGKATAN PENGETAHUAN GIZI MASYARAKAT MELALUI PENDIDIKAN DAN LATIHAN PENINGKATAN PENGETAHUAN GIZI MASYARAKAT MELALUI PENDIDIKAN DAN LATIHAN Astini Syarkowi *) Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan gizi masyarakat sehingga memiliki kecakapan memilih

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Definisi dan Ruang Lingkup Ketahanan Pangan

TINJAUAN PUSTAKA. Definisi dan Ruang Lingkup Ketahanan Pangan TINJAUAN PUSTAKA Definisi dan Ruang Lingkup Ketahanan Pangan Ketahanan pangan (food security) menjadi suatu topik yang menarik dan mulai populer diperbincangkan sejak timbulnya krisis pangan dan kelaparan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada keberhasilan bangsa itu sendiri dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas,

Lebih terperinci

B A B II TINJAUAN PUSTAKA

B A B II TINJAUAN PUSTAKA B A B II TINJAUAN PUSTAKA A. STATUS GIZI Status gizi atau tingkat konsumsi pangan adalah suatu bagian penting dari status kesehatan seseorang. Tidak hanya status gizi yang mempengaruhi status kesehatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sosial Ekonomi Keluarga

TINJAUAN PUSTAKA. Sosial Ekonomi Keluarga TINJAUAN PUSTAKA Sosial Ekonomi Keluarga Besar Keluarga Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengelolaan sumberdaya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Pangan Rumah Tangga

TINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Pangan Rumah Tangga 4 TINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Pangan Rumah Tangga Menurut Undang-Undang No. 7 tahun 1996 tentang Pangan, ketahanan pangan adalah suatu keadaan dimana setiap rumah tangga mempunyai akses terhadap makanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anak Sehat Anak sehat adalah anak yang dapat tumbuh kembang dengan baik dan teratur, jiwanya berkembang sesuai dengan tingkat umurnya, aktif, gembira, makannya teratur, bersih,

Lebih terperinci

BAB II T1NJAUAN PUSTAKA

BAB II T1NJAUAN PUSTAKA BAB II T1NJAUAN PUSTAKA A. Pola Konsumsi Anak Balita Pola konsumsi makan adalah kebiasaan makan yang meliputi jumlah, frekuensi dan jenis atau macam makanan. Penentuan pola konsumsi makan harus memperhatikan

Lebih terperinci

PEMBERIAN MAKAN PADA KELOMPOK RENTAN DALAM SITUASI DARURAT

PEMBERIAN MAKAN PADA KELOMPOK RENTAN DALAM SITUASI DARURAT PEMBERIAN MAKAN PADA KELOMPOK RENTAN DALAM SITUASI DARURAT (yuniz) I. PENDAHULUAN Salah satu situasi kedaruratan yang sering menimbulkan banyak korban, adalah kejadian bencana, yang merupakan suatu keadaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Usia anak dibawah lima tahun (balita) merupakan usia dalam masa emas

BAB 1 PENDAHULUAN. Usia anak dibawah lima tahun (balita) merupakan usia dalam masa emas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usia anak dibawah lima tahun (balita) merupakan usia dalam masa emas periode pertumbuhan (Golden Age Periode) dimana pada usia ini sangat baik untuk pertumbuhan otak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakancg Pada negara-negara berkembang seperti halnya Indonesia, penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama tingginya angka kesakitan (mordibity) dan angka kematian (mortality).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Beastudi Etos Karakteristik Individu Umur dan Jenis Kelamin

TINJAUAN PUSTAKA Beastudi Etos Karakteristik Individu Umur dan Jenis Kelamin 4 TINJAUAN PUSTAKA Beastudi Etos Beastudi Etos merupakan sebuah beasiswa yang dikelola oleh Lembaga Pengembangan Insani Dompet Dhuafa. Beasiswa ini berdiri sejak tahun 2005 hingga sekarang dengan jumlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Status gizi adalah keseimbangan antara pemasukan zat gizi dari bahan makanan yang dimakan dengan bertambahnya pertumbuhan aktifitas dan metabolisme dalam tubuh. Status

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tingkat Konsumsi Tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas serta kuantitas hidangan. Kualitas hidangan menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh di dalam susunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Status gizi adalah tingkat kesehatan seseorang atau masyarakat yang di pengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi di nilaidengan ukuran atau parameer gizi.balita yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Berat Badan Lahir Cukup (BBLC) a. Definisi Berat badan lahir adalah berat badan yang didapat dalam rentang waktu 1 jam setelah lahir (Kosim et al., 2014). BBLC

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. B. PENILAIAN STATUS GIZI Ukuran ukuran tubuh antropometri merupakan refleksi darik pengaruh 4

TINJAUAN PUSTAKA. B. PENILAIAN STATUS GIZI Ukuran ukuran tubuh antropometri merupakan refleksi darik pengaruh 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. STATUS GIZI Status gizi anak pada dasarnya ditentukan oleh dua hal yaitu makanan yang dikonsumsi dan kesehatan anak itu sendiri. Kualitas dan kuantitas bahan makanan yang dikonsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. variabel tertentu, atau perwujudan dari Nutriture dalam bentuk variabel

BAB I PENDAHULUAN. variabel tertentu, atau perwujudan dari Nutriture dalam bentuk variabel 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari Nutriture dalam bentuk variabel tertentu. Status gizi merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN atau 45% dari total jumlah kematian balita (WHO, 2013). UNICEF

BAB I PENDAHULUAN atau 45% dari total jumlah kematian balita (WHO, 2013). UNICEF BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya manusia yang sehat dan berkualitas merupakan modal utama atau investasi dalam pembangunan kesehatan. Gizi merupakan penentu kualitas sumber daya manusia.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Konsep Ekologi Anak Sekolah Dasar

TINJAUAN PUSTAKA Konsep Ekologi Anak Sekolah Dasar TINJAUAN PUSTAKA Konsep Ekologi Mata pencaharian dapat dilihat dari corak kehidupan penduduk setempat berdasarkan lingkungan tempat tinggalnya. Kehidupan penduduk dapat dibedakan menjadi dua corak yaitu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Makanan Bayi

TINJAUAN PUSTAKA. Makanan Bayi TINJAUAN PUSTAKA Makanan Bayi Air Susu Ibu (ASI) Air Susu Ibu (ASI) merupakan gizi terbaik bagi bayi karena komposisi zat gizi di dalamnya secara optimal mampu menjamin pertumbuhan tubuh bayi, selain itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui perbaikan perilaku masyarakat dalam pemberian makanan

BAB I PENDAHULUAN. melalui perbaikan perilaku masyarakat dalam pemberian makanan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Upaya peningkatan status kesehatan dan gizi bayi usia 6-12 bulan melalui perbaikan perilaku masyarakat dalam pemberian makanan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anak Balita (1 5 Tahun) Anak balita adalah anak yang berusia 1-5 tahun. Pada kelompok usia ini, pertumbuhan anak tidak sepesat masa bayi, tapi aktifitasnya lebih banyak (Azwar,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Labuhan Deli terletak di Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan Propinsi Sumatera Utara. Luas wilayah + 4,50 km 2 dengan jarak antara Kelurahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis Primer 1. Definisi Tuberkulosis Tuberkulosis adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis yang biasa menyerang paru tetapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sarapan Pagi Sarapan pagi adalah makanan atau minuman yang memberikan energi dan zat gizi lain yang dikonsumsi pada waktu pagi hari. Makan pagi ini penting karena makanan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam, sehingga kebutuhan zat gizinya dapat terpenuhi.

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam, sehingga kebutuhan zat gizinya dapat terpenuhi. BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Masalah Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia untuk dapat melangsungkan hidupnya, manusia memerlukan makanan karena makanan merupakan sumber gizi dalam bentuk kalori,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional yang diupayakan oleh pemerintah dan masyarakat sangat ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM). SDM yang berkualitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Produktivitas Kerja

TINJAUAN PUSTAKA Produktivitas Kerja TINJAUAN PUSTAKA Produktivitas Kerja Produktivitas tenaga kerja sebagai suatu konsep yang menunjukkan adanya kaitan antara output (hasil kerja) dengan waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk dari

Lebih terperinci

energi yang dibutuhkan dan yang dilepaskan dari makanan harus seimbang Satuan energi :kilokalori yaitu sejumlah panas yang dibutuhkan untuk menaikkan

energi yang dibutuhkan dan yang dilepaskan dari makanan harus seimbang Satuan energi :kilokalori yaitu sejumlah panas yang dibutuhkan untuk menaikkan KESEIMBANGAN ENERGI Jumlah energi yang dibutuhkan dan yang dilepaskan dari makanan harus seimbang Satuan energi :kilokalori yaitu sejumlah panas yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu air sebesar 1 kg sebesar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan anak balita ini rawan gizi dan rawan kesehatan antara lain : sehingga perhatian ibu sudah berkurang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan anak balita ini rawan gizi dan rawan kesehatan antara lain : sehingga perhatian ibu sudah berkurang. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak Balita Anak Balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan penyakit. Kelompok ini yang merupakan kelompok umur yang paling menderita akibat gizi (KKP), dan jumlahnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kalori yang dibutuhkan untuk kehidupan yang aktif dan sehat (Hanani, 2012).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kalori yang dibutuhkan untuk kehidupan yang aktif dan sehat (Hanani, 2012). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ketersediaan Pangan Ketersediaan (food availabillity) yaitu ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup aman dan bergizi untuk semua orang baik yang berasal dari produksi sendiri,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Status Gizi Status gizi merupakan suatu keadaan tubuh akibat interaksi antara asupan energi dan protein serta zat-zat gizi esensial lainnya dengan keadaan kesehatan tubuh (Sri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya dan pembangunan masyarakat seluruhnya. Untuk menciptakan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya dan pembangunan masyarakat seluruhnya. Untuk menciptakan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hakekat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat seluruhnya. Untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar bagi perekonomian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat keseimbangan dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Pertumbuhan seorang anak bukan hanya sekedar gambaran perubahan antropometri (berat badan, tinggi badan, atau ukuran tubuh lainnya) dari waktu ke waktu, tetapi lebih

Lebih terperinci

Perilaku Makan Dan Pengasuhan Gizi Anak Balita di Kawasan Pemukiman Kumuh Kota Denpasar

Perilaku Makan Dan Pengasuhan Gizi Anak Balita di Kawasan Pemukiman Kumuh Kota Denpasar Perilaku Makan Dan Pengasuhan Gizi Anak Balita di Kawasan Pemukiman Kumuh Kota Denpasar Ni Ketut Sutiari*, Tangking Widarsa Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Udayana Gd PS IKM, Kampus

Lebih terperinci

PERILAKU KONSUMSI IKAN PADA WANITA DEWASA DI WILAYAH PANTAI DAN BUKAN PANTAI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Nia Kurniawati

PERILAKU KONSUMSI IKAN PADA WANITA DEWASA DI WILAYAH PANTAI DAN BUKAN PANTAI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Nia Kurniawati PERILAKU KONSUMSI IKAN PADA WANITA DEWASA DI WILAYAH PANTAI DAN BUKAN PANTAI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Nia Kurniawati PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan,

Lebih terperinci

Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga Perubahan konsumsi pangan sebelum dan sesudah mengikuti program pemberdayaan Tingkat Kecukupan energi dan zat gizi

Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga Perubahan konsumsi pangan sebelum dan sesudah mengikuti program pemberdayaan Tingkat Kecukupan energi dan zat gizi KERANGKA PEMIKIRAN Masa yang terentang antara usia satu tahun sampai remaja boleh dikatakan sebagai periode laten karena pertumbuhan fisik berlangsung tidak sedramatis ketika masih berstatus bayi (Arisman

Lebih terperinci

ANALISIS DETERMINAN KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA DI KOTA MEDAN NATHASA WEISDANIA SIHITE

ANALISIS DETERMINAN KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA DI KOTA MEDAN NATHASA WEISDANIA SIHITE ANALISIS DETERMINAN KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA DI KOTA MEDAN NATHASA WEISDANIA SIHITE DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 ABSTRACT NATHASA WEISDANIA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keikutsertaan PAUD

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keikutsertaan PAUD HASIL DAN PEMBAHASAN Keikutsertaan PAUD Konsep Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah konsep bermain sambil belajar yang merupakan fondasi yang akan mengarahkan anak pada pengembangan kemampuan yang lebih

Lebih terperinci

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut dibutuhkan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama, karena itu pemenuhannya menjadi bagian dari hak asasi setiap individu. Di Indonesia,

Lebih terperinci

kekurangan energi kronik (pada remaja puteri)

kekurangan energi kronik (pada remaja puteri) kekurangan energi kronik (pada remaja puteri) BAB I PENDAHALUAN A. LATAR BELAKANG Masalah gizi masih merupakan beban berat bagi bangsa, hakekatnya berpangkal dari keadaan ekonomi dan pengetahuan masyarakat,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan Sejahtera (NKKBS) yang dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Keluarga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan Sejahtera (NKKBS) yang dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Keluarga BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Keluarga Keluarga adalah sekelompok orang yang tinggal atau hidup bersama dalam satu rumahtangga dan ada ikatan darah. Berdasarkan Norma Keluarga Kecil Bahagia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsumsi Energi dan Protein 1. Energi Tubuh memerlukan energi sebagai sumber tenaga untuk segala aktivitas. Energi diperoleh dari makanan sehari-hari yang terdiri dari berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah kekurangan energi protein seperti merasmus, kwarsiorkor, dan stunting. Kekurangan energi protein

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Prestasi Belajar Prestasi belajar adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar yang di nyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf, maupun kalimat yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Era Globalisasi seharusnya membawa pola pikir masyarakat kearah yang

BAB I PENDAHULUAN. Di Era Globalisasi seharusnya membawa pola pikir masyarakat kearah yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Era Globalisasi seharusnya membawa pola pikir masyarakat kearah yang lebih modern. Dimana saat ini telah berkembang berbagai teknologi canggih yang dapat membantu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ibu Menyusui Menyusui merupakan pekerjaan biologik yang mulia bagi semua jenis mamalia dan sebagai satu kesatuan dari fungsi reproduksi, menyusui adalah suatu insting. Namun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bayi dibawah lima tahun adalah kelompok yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang masih rentan terhadap berbagai penyakit (Probowo, 2012). Salah satu penyakit

Lebih terperinci

prasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan

prasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan Masalah Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi manusia. Pangan yang bermutu, bergizi, dan berimbang merupakan suatu

Lebih terperinci

67,3 54,5 43,6 32,7 1,8 0. Kategori umur orangtua contoh. Gambar 3 Sebaran umur orangtua contoh

67,3 54,5 43,6 32,7 1,8 0. Kategori umur orangtua contoh. Gambar 3 Sebaran umur orangtua contoh 31 Karakteristik Sosial Ekonomi keluarga Umur orangtua Sebaran umur orangtua contoh dikelompokkan menjadi empat golongan, yaitu kelompok remaja (

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. gizi yang baik ditentukan oleh jumlah asupan pangan yang dikonsumsi.

BAB 1 PENDAHULUAN. gizi yang baik ditentukan oleh jumlah asupan pangan yang dikonsumsi. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu butir yang tercantum dalam pembangunan milenium (Millenium Development Goals) adalah menurunkan proporsi penduduk miskin dan kelaparan menjadi setengahnya antara tahun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. tahun 2004, konsumsi protein sudah lebih besar dari yang dianjurkan yaitu

PENDAHULUAN. tahun 2004, konsumsi protein sudah lebih besar dari yang dianjurkan yaitu 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola konsumsi pangan pokok di Indonesia masih berada pada pola konsumsi tunggal, yaitu beras. Tingginya ketergantungan pada beras tidak saja menyebabkan ketergantungan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing, maka

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing, maka BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Pembangunan kesehatan merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsumsi Pangan Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial budaya dipengaruhi banyak hal yang saling kait mengait, di samping untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Faktor penentu kualitas tumbuh kembang anak adalah faktor genetik yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Faktor penentu kualitas tumbuh kembang anak adalah faktor genetik yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tumbuh kembang yang normal pada seorang individu sangat dipengaruhi oleh interaksi yang kompleks antara pengaruh hormonal, respons jaringan dan gizi. Tingkat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. AIR SUSU IBU 1. ASI Sebagai Makanan Bayi ASI merupakan emulasi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam anorganik yang diekresi oleh kedua belah kelenjar mammae dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kebutuhan nutrisi merupakan kebutuhan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kebutuhan nutrisi merupakan kebutuhan yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan nutrisi merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam membantu proses pertumbuhan dan perkembangan pada bayi dan anak. Menurut Hidayat (2008), zat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan pangan. Banyak kasus kurang gizi disebabkan karena rendahnya pemahaman pola konsumsi yang sehat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 14 II. TINJAUAN PUSTAKA Aktivitas ekonomi rumahtangga petani lahan sawah erat kaitannya dengan upaya meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga. Ketahanan pangan rumahtangga sebagaimana hasil rumusan Internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional sebagai landasan kemajuan suatu bangsa, salah satu ciri bangsa yang maju adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional sebagai landasan kemajuan suatu bangsa, salah satu ciri bangsa yang maju adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional sebagai landasan kemajuan suatu bangsa, salah satu ciri bangsa yang maju adalah bangsa yang memiliki tingkat kesehatan, kecerdasan, dan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG GUBERNUR JAMBI Menimbang PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Gambar 1 Hubungan pola asuh makan dan kesehatan dengan status gizi anak balita

Gambar 1 Hubungan pola asuh makan dan kesehatan dengan status gizi anak balita 17 KERANGKA PEMIKIRAN Masa balita merupakan periode emas, karena pada masa ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan otak yang optimal, terlebih lagi pada periode dua tahun pertama kehidupan seorang anak.

Lebih terperinci

HUBUNGAN ASUPAN GIZI MAKAN PAGI DAN MAKAN SIANG DENGAN STATUS GIZI DAN KESEGARAN JASMANI PADA ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI TEMBALANG SEMARANG TAHUN 2012

HUBUNGAN ASUPAN GIZI MAKAN PAGI DAN MAKAN SIANG DENGAN STATUS GIZI DAN KESEGARAN JASMANI PADA ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI TEMBALANG SEMARANG TAHUN 2012 HUBUNGAN ASUPAN GIZI MAKAN PAGI DAN MAKAN SIANG DENGAN STATUS GIZI DAN KESEGARAN JASMANI PADA ANAK SEKOLAH DASAR NEGERI TEMBALANG SEMARANG TAHUN 2012 Mulinatus Saadah 1. Mahasiswa Peminatan Gizi Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang melibatkan organ saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah. Infeksi ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Konsumsi Makan Makanan merupakan fisiologis maupun psikologis untuk anak dan orang tua. Oleh karena itu perlu diciptakan situasi pemberian makan kepada anak yang memenuhi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Konsumsi Makanan Dalam kehidupan sehari-hari, orang tidak terlepas dari makanan karena makanan adalah salah satu kebutuhan pokok manusia. Fungsi pokok makanan adalah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapat perhatian, karena merupakan kelompok yang rawan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. mendapat perhatian, karena merupakan kelompok yang rawan terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak balita merupakan kelompok yang menunjukan pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Oleh karena itu, kelompok usia balita perlu mendapat perhatian, karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja seringkali dihubungkan dengan mitos dan stereotip

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja seringkali dihubungkan dengan mitos dan stereotip BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja seringkali dihubungkan dengan mitos dan stereotip mengenai penyimpangan dan ketidakwajaran. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya teori-teori perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas. Peningkatan sumber daya manusia harus

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas. Peningkatan sumber daya manusia harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan memegang peran sangat penting dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Peningkatan sumber daya manusia harus dilakukan sejak dini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa adalah membangun

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa adalah membangun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa adalah membangun sumber daya manusia yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif. Perjalanan sejarah bangsa-bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah masalah gizi, yaitu kurang energi protein (KEP). Adanya gizi

BAB I PENDAHULUAN. adalah masalah gizi, yaitu kurang energi protein (KEP). Adanya gizi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah utama kesehatan di Negara berkembang adalah masalah gizi, yaitu kurang energi protein (KEP). Adanya gizi kurang yang dialami oleh negara -negara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam kehidupan sehari-hari, pangan mempunyai peranan penting bagi

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam kehidupan sehari-hari, pangan mempunyai peranan penting bagi II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Tinjauan Pustaka 1. Pola Pangan Anak Balita Dalam kehidupan sehari-hari, pangan mempunyai peranan penting bagi manusia. Peran pokok pangan adalah untuk mempertahankan

Lebih terperinci

KETAHANAN PANGAN DAN GIZI BAGI KELUARGA KORBAN GEMPA DAN TSUNAMI DI KABUPATEN PIDIE A. RAKHMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

KETAHANAN PANGAN DAN GIZI BAGI KELUARGA KORBAN GEMPA DAN TSUNAMI DI KABUPATEN PIDIE A. RAKHMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR KETAHANAN PANGAN DAN GIZI BAGI KELUARGA KORBAN GEMPA DAN TSUNAMI DI KABUPATEN PIDIE A. RAKHMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 KETAHANAN PANGAN DAN GIZI BAGI KELUARGA KORBAN GEMPA

Lebih terperinci