BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan lainnya karena tidak mempunyai corpus vertebra oleh karena

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan lainnya karena tidak mempunyai corpus vertebra oleh karena"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi Servikal Servikal I-VII Vertebra servikal I juga disebut atlas, pada dasarnya berbeda dengan lainnya karena tidak mempunyai corpus vertebra oleh karena pada atlas dilukiskan adanya arcus anterior terdapat permukaan sendi, fovea, vertebralis, berjalan melalui arcus posterior untuk lewatan arcus posterior untuk lewatnya arteri vertebralis. Vertebra servikal II juga disebut aksis, berbeda dengan vertebra servikal ke-3 sampai ke-6 karena adanya dens atau processus odontoid. Pada permukaan cranial corpus aksis memiliki tonjolan seperti gigi, dens yang ujungnya bulat, aspek dentis. Vertebra servikal III-V processus spinosus bercabang dua. Foramen transversarium membagi processus transversus menjadi tuberculum anterior dan posterior. Lateral foramen transversarium terdapat sulcus nervi spinalis, didahului oleh nervi spinalis. Vertebra servikal VI perbedaan dengan vertebra servikal I sampai dengan servikal V adalah tuberculum caroticum, karena dekat dengan arteri carotico. 8

2 9 Vertebra servikal VII merupakan processus spinosus yang besar, yang biasanya dapat diraba sebagai processus spinosus columna vertebralis yang tertinggi, oleh karena itu dinamakan vertebra prominens (Syaifuddin, 2003). Gambar Vertebra Servikal I-VII (Sumber: Syaifuddin, 2003) Ligamentum. Ligamentum adalah pita jaringan fibrosa yang kuat dan berfungsi untuk mengikat serta menyatukan tulang atau bagian lain atau untuk menyangga suatu organ (Snell, 2006). a. Ligamentum longitudinal anterior Ligamentum longitudinal anterior merupakan suatu serabut yang membentuk pita lebar dan tebal serta kuat, yang melekat pada bagian corpus vertebra, dimulai dari sebelah anterior corpus

3 10 vertebrae cervicalis II (yang meluas ke kepala pada os occipitale pars basilaris dan tuberculum anterior atlantis) dan memanjang ke bawah sampai bagian atas depan fascies pelvina os sacrum. Ligamen longitudinal anterior ini lebih tebal pada bagian depan corpus karena mengisi kecekungan corpus. Ligamen longitudinal anterior ini berfungsi untuk membatasi gerakan extensi columna vertebralis. Dimana daerah lumbal akibat berat tubuh akan mengalami penambahan lengkungan pada vertebra columna didaerah lumbal. Gambar a. Ligamentum Longitudinal Anterior (Sumber: Syaifuddin, 2003) b. Ligamentum longitudinal posterior Ligamentum longitudinal posterior berada pada permukaan posterior corpus vertebrae sehingga dia berada di sebelah depan

4 11 canalis vertebralis. Ligamentum ini melekat pada corpus vertebra servikal II dan memanjang kebawah os sacrum. Ligamentum ini diatas discus intervertebralis diantara kedua vertebra yang berbatasan akan melebar, sedangkan dibelakang corpus vertebra akan menyempit sehingga akan membentuk rigi. Ligamentum ini berfungsi seperti ligamentum-ligamentum lain pada bagian posterior vertebra colum, yaitu membatasi gerakan ke arah fleksi dan membantu memfiksasi dan memegang dalam posisi yang betul dari suatu posisis reduksi ke arah hyperextensi, terutama pada daerah thorakal. Gambar b. Ligamentum Longitudinal Posterior (Sumber: Syaifuddin, 2003)

5 12 c. Ligamentum intertransversarium Ligamentum intertransversarium melekat antara processus transversus dua vertebra yang berdekatan. Ligamentum ini berfungsi mengunci persendian sehingga membentuk membuat stabilnya persendiaan. Gambar c. Ligamentum Intertransversarium (Sumber: Syaifuddin, 2003) d. Ligamentum flavum Ligamentum flavum merupakan suatu jaringan elastis dan berwarna kuning, berbentuk pita yang melekat mulai dari permukaan anterior tepi bawah suatu lamina, kemudian memanjang ke bawah melekat pada bagian atas permukaan posterior lamina yang

6 13 berikutnya. Ligamentum flavum ini di daerah servikal tipis akan tetapi di daerah thorakal ligamentum ini agak tebal. Ligamentum ini akan menutup foramen intervertebral untuk lewatnya arteri, vena serta nervus intervertebral. Adapun fungsi ligamentum ini adalah untuk memperkuat hubungan antara vertebra yang berbatasan. Gambar d. Ligamentum Flavum (Sumber: Syaifuddin, 2003) e. Ligamentum interspinale Ligamentum interspinale merupakan suatu membran yang tipis melekat pada tepi bawah processus suatu vertebra menuju ke tepi atas processus vertebra yang berikutnya. Ligamentum ini

7 14 berhubunganm dengan ligamentum supra spinosus dan ligamentum ini didaerah lumbal semakin sempit. Gambar e. Ligamentum Interspinale (Sumber: Syaifuddin, 2003) Otot pada Leher Otot yang terdapat pada leher terdiri dari otot sternocleidomastoideus origonya terletak pada processus mastoideus dan linea nuchae superior, insersio Pada incisura jugularis sterni dan articulation sternoclavicularis, fungsi rotasi, lateral flexi, kontraksi bilateral mengangkat kepala dan membantu pernapasan bila kepal difixasi inervasi nervus accessorius dan plexus servikal (C 1 dan C 2 ) (Daniel, S. Wibowo, 2005).

8 15 Gambar Otot Sternocleidomastoideus (Sumber: Daniel, 2005) Otot scaleni terbagi atas 3 serabut, yang pertama otot scalenus anterior, origo pada tuberculum anterius processus transversus vertebra cervicalis III sampai VI, insersio pada tuberculum scaleni anterior, inervasi plexus brachialis (C 5 -C 7 ) dan berfungsi menarik costa I, menekuk leher ke latero anterior dan menekuk leher ke anterior. Yang kedua otot scalenus medius origo terletak pada tuberculum posterior processus transversus vertebra cervicalis II sampai dengan VII, insersio pada costa I di belakang sulcus a.subclavicula dan kedalam membran intercostalis externa dari spatium intercostalis I, inervasi plexus cervicalis dan brachialis (C 4 -C 8 ) dan berfungsi mengangkat costa I dan

9 16 menekuk leher ke lateral costa I. Yang terakhir otot scalenus posterior origo terletak pada processus transversus vertebra cervicalis V sampai VII, insersio pada permukaan lateral costa II, inervasi plexus brachialis ( C 7 -C 8 ) dan berfungsi fleksi leher, membantu rotasi leher dan kepala serta mengangkat costa I (Daniel, S. Wibowo, 2005). Gambar Otot Scaleni (Sumber: Daniel, 2005) Otot trapezius dibagi menjadi 3 serabut yaitu yang pertama pars descendens origo berasal dari linea nuchae superior, protuberantia occipitalis externa dan ligamentum nuchea, insersio pada sepertiga lateral clavicula, berfungsi untuk melakukan gerakan adduksi dan retraksi dan menginervasi nervus accessorius dan rami trapezius (C 2 - C 4 ). Otot pars tranversa origo berasal dari servikal, insersio pada

10 17 sepertiga lateral clavicula, berfungsi untuk melakukan gerakan adduksi dsn retraksi. dan menginervasi nervus accessorius dan rami trapezius (C 2 -C 4 ). Yang ketiga pars ascendens origo berasal dari vertebra thoracalis III sampai XII, dari processus spinosus dan ligamentum supraspinasum, insersio pada trigonum spinale dan bagian spina scapulae yang berdekatan, berfungsi untuk menarik ke bawah (depresi) dan menginervasi nervus accessorius dan rami trapezius (C 2 -C 4 ) (Daniel, S. Wibowo, 2005). Gambar Otot Trapezius (Sumber: Daniel, 2005)

11 18 Otot levator scapula origo terletak pada tuberculum posterior processus transversus vertebra cervicalis I sampai IV, insersio pada angulus superior scapula, berfungsi mengangkat scapula sambil memutar angulus inferior ke medial dan menginervasi nervus dorsalis scapulae (C 4 -C 8 ). Otot ini difungsikan untuk mengangkat pinggir medial scapula. Bila bekerja sama dengan serabut tengah otot trapezius dan rhomboideus, otot ini menarik scapula ke medial dan atas, yakni pada gerakan menjepit bagu ke belakang (Daniel, S. Wibowo, 2005). Gambar Otot Levator Scapula (Sumber: Daniel, 2005)

12 19 Otot longus colli kira-kira membentuk segitiga karena terdiri atas tiga kelompok serabut. Fungsinya : untuk membengkokkan servikal ke depan dan ke samping. Inervasinya plexus cervicalis dan brachialis (C 2 - C 8 ). Otot longus colli terdiri dari 3 serabut, yang pertama serabut oblique superior origonya berasal dari tuberculum anterius processus transversus vertebra cervicalis II sampai V dan insersio pada tuberculum anterior atlas. Yang kedua serabut oblique inferior, origo berjalan dari corpus vertebra thoracalis I sampai III dan insersio pada tuberculum anterius vertebra cervicalis VI. Dan yang terakhir serabut medial, origo terbentang dari corpus vertebra thoracalis bagian atas dan vertebra cervicalis bagian bawah insersio pada corpus vertebra cervicalis bagian atas (Daniel, S. Wibowo, 2005). Gambar Otot Longus Colli (Sumber: Daniel, 2005)

13 20 Otot longus capitis origo terletak pada tuberculum anterius processus transversus vertebra cervicalis III sampai VI, insersio pada bagian basal os occipital berfungsi membentuk gerakan flexi, Lateral flexi dan menginervasi plexus cervicalis (C 1 -C 4 ) (Daniel, S. Wibowo, 2005). Gambar Otot Longus Capitis (Sumber: Daniel, 2005) 2.2 Biomekanik Regio Servikal Disusun oleh 3 sendi penyusun yaitu atlanto-occipital joint (C 0 - C 1 ), atlanto-axial joint (C 1 -C 2 ) dan vertebra joints (C 2 -C 7 ). Regio ini merupakan regio yang paling sering bergerak dari seluruh bagian tulang vertebra. Hal itu dapat terlihat dari peranannya yaitu untuk mengatur

14 21 sendi dan memfasilitasi posisi dari kepala, termasuk penglihatan (vision), pendengaran, penciuman dan keseimbangan tubuh. Adapun gerakan yang dihasilkan pada regio ini yaitu fleksi-ektensi, rotasi dan lateral fleksi cervical (Neuman, 2002). a. Atlanto-occipital Joint (C 0 -C 1 ) Atlanto-occipital Joint berperan dalam gerakan fleksiekstensi dan lateral fleksi cervical. Arthrokinematika pada gerakan fleksi condylus yang conveks akan slide ke arah belakang terhadap facet articularis yang concaf sebesar 10 derajat. Sedangkan pada gerakan ekstensi condylus yang conveks akan slide ke arah depan terhadap facet articularis yang concaf sebesar 17derajat. Pada gerakan lateral fleksi cervical akan terjadi roll dari sisisisi pada jumlah yang kecil pada condylis occipital yang conveks terhadap facet articularis(atlas) yang concaf sebesar 5derajat. b. Atlanto-axial Joint (C 1 -C 2 ) Gerakan utama pada atlanto-axial joint adalah gerakan rotasi cervical ditambah dengan gerakan fleksi dan ekstensi. Pada gerakan fleksi akan terjadi gerakan pivot kedepan dan sedikit berputar pada atlas terhadap axis (C 2 ) sebesar 15 derajat sedangkan pada gerakan ekstensi gerakan pivot kebelakang dan sedikit berputar pada atlas terhadap axis (C 2 ).

15 22 Gerakan rotasi pada sendi ini sebesar 45 derajat dimana atlas yang berbentuk cincin akan berputar disekitar procesus odonthoid bagian procesus articularis inferior atlas yang sedikit concaf akan slide dengan arah sirkuler (melingkar) terhadap procesus articularis superior axis. c. Vertebra joints (C 2 -C 7 ) Pada vertebra joint terjadi gerakan fleksi-ekstensi, rotasi dan lateral fleksi cervical. Pada gerakan fleksi permukaan procesus articularis inferior vertebra superior yang berbentuk concaf akan slide ke arah atas dan depan terhadap procesus articularis superior vertebra inferior sebesar 40 derajat, sedangkan pada gerakan ekstensi permukaan procesus articularis inferior vertebra superior yang berbentuk concaf akan slide ke arah bawah dan belakang terhadap procesus articularis superior vertebra inferior sebesar 70 derajat. Pada gerakan rotasi akan terjadi slide pada procesus articularis inferior vertebra superior ke arah belakang dan bawah pada ipsilateral arah rotasi dan akan terjadi slide ke arah depan atas pada sisi contralateral terhadap procesus articularis superior vertebra inferior sebesar 45 derajat. Gerakan lateral fleksi cervical, procesus articularis inferior vertebra superior pada sisi ipsilateral slide ke arah bawah dan sedikit ke belakang dan pada sisi contralateral akan slide ke arah atas dan

16 23 sedikit kedepan sebesar 35 derajat. Inlinasi pada bentuk facet joint akan menghasilkan gerakan coupling yang searah dimana selama gerakan rotasi akan disertai dengan lateral fleksi yang juga searah. Mekanisme gerakan lateral fleksi ditunjukan seperti gambar dibawah ini. muscle stretch muscle contraction Gambar Gerakan Lateral Fleksi Leher (Sumber: Neumann, 2002) 2.3 Lingkup Gerak Sendi Leher Lingkup gerak sendi atau Range Of Motion (ROM) adalah luasnya gerakan sendi yang terjadi pada saat sendi bergerak dari satu posisi ke posisi lain, baik secara pasif maupun aktif. Lingkup gerak sendi dapat juga diartikan sebagai ruang gerak/batas-batas gerakan dari suatu kontraksi otot dalam melakukan gerakan, apakah otot tersebut dapat memendek atau memanjang secara penuh atau tidak (Deuster et al., 2007).

17 24 Lingkup gerak sendi berhubungan dengan fleksibilitas. Fleksibilitas adalah kemampuan suatu jaringan atau otot untuk memanjang semaksimal mungkin sehingga tubuh dapat bergerak dengan lingkup gerak sendi yang penuh, tanpa disertai rasa nyeri. Gerakan leher yang utama adalah fleksi yaitu membawa dagu kearah dada, ekstensi yaitu memutar kepala kebelakang untuk melihat langit-langit, dan lateral fleksi yaitu membawa telinga kearah bahu. Stabilitas tulang belakang cervical disediakan oleh kombinasi sendi zygapophyseal, banyak ligament dan otot. Ekstensi, fleksi, gerakan lateral, dan rotasi diinduksi oleh orientasisendi zygapophyseal (Weerapong et al., 2005). Pengukuran dari lingkup gerak sendi leher tersebut dapat diukur dengan menggunakan alat berupa goniometer. Dengan cara meletakan axis (fulcrum) di posisi ataupun di suatu titik pengukuran kemudian lengan proksimal (stationary arm) posisi diam dan lengan distal (moving arm) bergerak mengikuti gerakan sendi. Sudut yang ditunjukan pada goniometer diinterpretasikan sebagai lingkup gerak sendi dari sendi tersebut (Reese,2002). Berikut adalah gambar dari alat ukur goniometer.

18 25 Gambar 2.3 Goniometer (Sumber: Reese,2002) 2.4 Patofisiologi Penurunan Lingkup Gerak Sendi Leher Masalah penurunan lingkup gerak sendi pada tubuh manusia salah satunya sering terjadi pada otot upper trapezius karena otot ini sering ditemukan mengalami gangguan (Lestari, 2010). Otot upper trapezius adalah tot tipe I atau tonik dan juga merupakan otot postural yang berfungsi melakukan gerakan elevasi bahu, ekstensi dan lateral fleksi servikal. Kelainan yang terjadi pada tipe otot ini cenderung tegang dan memendek. Itu sebabnya jika otot upper trapezius berkontraksi dalam jangka waktu lama, maka jaringan ototnya menjadi tegang, timbul nyeri dan dalam waktu lama mengakibatkan penurunan lingkup gerak sendi. Kerja otot upper trapezius akan bertambah berat dengan adanya postur yang buruk, mikro dan makro trauma (Makmuriyah & Sugijanto, 2013). Kondisi kontraksi pada otot yang berlangsung dalam waktu lama mengakibatkan keadaaan yang dikenal sebagai kelelahan otot. Hal ini disebabkan karena menurunnya jumlah ATP, sehingga tidak adanya ketersediaan energi untuk menggeser aktin dan miosin. Kontraksi yang terjadi semakin lama akan

19 26 semakin lemah, walaupun saraf masih bekerja dengan baik dan potensial aksi masih menyebar pada serabu-serabut otot (Guyton & Hall, 2008). Pada penelitian ini akan digunakan gerakan lateral fleksi servikal sebagai interpretasi lingkup gerak sendi dimana otot upper trapezius berperan sebagai main muscle atau otot yang paling dominan bekerja pada gerakan tersebut. Lingkup gerak sendi lateral fleksi servikal yang normal adalah lebih dari 45º. Otot upper trapezius terdiri dari dua bagian yaitu kanan dan kiri dimana pelatihan otot dapat dioptimalkan dengan memberikan intervensi dengan gerakan yang spesifik seperti lateral fleksi (Neuman, 2002). 2.5 Infrared Definisi Infrared adalah pancaran gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang Juta A o. Sinar infrared dapat menghasilkan panas lokal yang bersifat superfisial dan direkomendasikan untuk kondisi yang subakut untuk mengurangi nyeri dan inflamasi. Pemanasan supefisial akan berpengaruh pada suhu jaringan di bawahnya yang mengalami cedera, dan penignkatan suhu pada jaringan superfisial akan menghasilkan efek analgesia. Efek panas yang ditimbulkan menyebabkan terjadinya vasodilatasi pada pembuluh darah, dan meningkatkan sirkulasi pada jaringan (Prentice, 2002).

20 27 Berdasarkan panjang gelombangnya, infrared dibagi menjadi dua yaitu: (1) Gelombang panjang (non penetrating) yang merupakan infrared dengan panjang gelombang A o A o. Daya penetrasi dari gelombang ini hanya sampai pada lapisan superfisial epidermis yaitu sekitar 0,5 mm. (2) Gelombang pendek (penetrating) yang memiliki panjang gelombangnya mencapai A o A o. Gelombang ini mempunyai daya penetrasi yang lebih dalam dari pada gelombang panjang. Daya penetrasi dari gelombang ini mencapai jaringan subkutan dan dapat berpengaruh langsung terhadap pembuluh darah kapiler, pembuluh limfe, ujung-ujung saraf, dan jaringan lain yang ada di bawah kulit.selain memiliki efek fisiologis dan terapeutik, infrared menimbulkan bahaya seperti : (1) Adanya luka bakar yang terjadi pada daerah superfisial epidermis, (2) Electric shock yang terjadi akibat dari adanya kabel yang terbuka dan disentuh oleh pasien, (3) Meningkatkan keadaan gangrene, (4) Sakit kepala (Headache) yang terjadi pada saat pemberian terapi, (5) Kaitnessyang terjadi pada saat diberikan terapi dimana pasien menjadi pingsan atau tidak sadarkan diri secara tiba-tiba, (6) Kerusakan pada mata, sinar infrared dapat menyebabkan terjadinya katarak jika mengenai mata (Prasetyo, 2013). Dalam infrared terdapat indikasi dan kontraindikasi pemberian intervensi tersebut. Indikasi dari modalitas infrared adalah kondisi

21 28 peradangan setelah fase akut, seperti kuntusio, muscle strain, muscle sprain, trauma sinovitis, arthritis seperti rhematoid arthritis, osteoarthritis, myalgia, neuralgia, neuritis, gangguan sirkulasi darah, penyakit kulit, persiapan exercise dan massage. Sedangkan, kontraindikasi dari modalitas infrared adalah daerah dengan insufiensi pada darah, gangguan sensibilitas kulit dan adanya kecenderungan terjadinya pendarahan (Prentice, 2002) Teknik Aplikasi Infrared Posisikan pasien 20 inchi dari lampu infrared. Lepaskan bahanbahan logam atau pakaian pada bagian yang akan di terapi. Posisikan lampu infrared tegak lurus dengan daerah yang diterapi. Durasi waktu saat pelakasanaan terapi terapi adalah menit. Selama proses terapi, perlu dilakukan kontrol untuk memeriksa rasa hangat pada kulit (Prentice, 2002) Efek Pemberian Infrared Pemberian modalitas infrared, dapat memberikan efek fisiologis dan efek terapeutik pada tubuh, yaitu (Prentice, 2002): 1. Efek fisiologis a. Meningkatkan proses metabolisme Suatu reaksi kimia akan dapat dipercepat dengan adanya panas atau kenaikan temperatur pada jaringan. Proses metabolisme yang terjadi pada lapisan superficial kulit akan meningkat sehingga

22 29 sirkulasi oksigen dan nutrisi ke jaringan menjadi lebih baik, dan pengeluaran zat sisa metabolisme juga lancar. b. Vasodilatasi pembuluh darah Efek panas yang dihasilkan oleh sinar infrared akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah kapiler dan artiole. Kulit akan mengadakan reaksi dan berwarna kemerah-merahan yang disebut erythema. Untuk ini mekanisme vasomotor mengadakan reaksi dengan jalan pelebaran pembuluh darah sehingga jumlah panas daratakan keseluruh jaringan lewat sirkulasi darah. Dengan sirkulasi darah yang miningkat, maka pemberian nutrisi dan oksigen kepada jaringan akan ditingkatkan, sehingga pemeliharaan jaringan menjadi lebih baik dan perlawanan terhadap radang juga baik. c. Pigmentasi Penyinaran yang berulang-ulang dengan sinar infrared dapat menimbulkan pigmentasi pada tempat yang disinari. Hal tersebut disebabkan oleh karena adanya perubahan sel-sel darah merah di tempat tersebut. d. Pengaruh terhadap jaringan otot Kenaikan temperatur pada jaringan mempengaruhi terjadinya relaksasi otot, pemanasan juga akan membantu proses pembuangan zat-zat metabolisme.

23 30 e. Distruksi Jaringan Penyinaran yang berlebihan dapat menimbulkan kenaikan temperatur jaringan yang cukup tinggi dan berlangsung dalam waktu yang lama sehingga menyebabkan kerusakan pada jaringan. f. Meningkatkan temperatur tubuh Peningkatan temperatur jaringan superfisial akan diteruskan ke seluruh tubuh, maka disamping terjadi pemerataan panas juga akan terjadi penurunan tekanan darah sistemik. Hal ini karena adanya panas yang akan merangsang pusat pengatur panas tubuh untuk meratakan panas yang terjadi dengan jalan dilatasi yang bersifat general. g. Mengaktifkan kerja kelenjar keringat Pengaruh rangsangan panas yang dibawa ujung-ujung saraf sensoris dapat mengaktifkan kerja kelenjar keringat. 2. Efek terapeutik a. Mengurangi rasa nyeri Panas ringan memberikan efek sedatif pada superficial sensoris nerve ending, Sedangkan panas kuat dapat menghasilkan counter iritation yang akan menimbulkan pengurangan nyeri. Deangan sirkulasi darah yang lancar maka zat P yang merupakan salah satu penyebab nyeri akan ikut terbuang.

24 31 b. Relaksasi otot Relaksasi otot akan dicapai jika rasa nyeri berkurang dan jaringan otot dalam keadaan hangat. c. Meningkatkan sirkulasi darah Kenaikan temperatur yang terjadi, akan menimbulkan vasodilatasi pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan terjadinya peningkatan sirkulasi darah pada jaringan yang diterapi. d. Membuang zat-zat sisa hasil metabolisme Penyinaran di daerah yang luas akan mengaktifkan glandula gudoifera diseluruh badan, sehingga dengan demikian akan meningkatkan pembuangan sisa-sisa hasil metabolisme melalui keringat Menurut hasil penelitian dari Usuba, et al., (2006) bahwa efek panas yang dihasilkan oleh infrared dapat meningkatkan lingkup gerak sendi pada area yang mengalami keterbatasann lingkup gerak sendi. Penelitian lainnya yang dilakukan Anjas Wichaksono (2014) efek pemberian intervensi infrared pada bagian leher dapat memberikan vasodilatasi dan relaksasi pada otot untuk dapat mengurangi spasme dan meningkatkan lingkup gerak sendi leher. Hal ini diperkuat oleh Prentice (2002) dalam bukunya yang berjudul Therapeutic Modalities for Physical Therapists, bahwa infrared dapat memberikan efek relaksasi pada otot

25 32 yang mengalami spasme sehingga akan berdampak pada peningkatan fleksibilitas pada otot. 2.6 Slow Reversal Definisi Slow reversal adalah salah satu metode dalam PNF untuk menambah fleksibilitas pada otot yang melibatkan kontraksi otot agonis dan antagonis untuk menambah lingkup gerak sendi. Dalam pelaksanaannya terapis memberikan tahanan sedangkan pasien mengkontraksikan otot agonis sebagai otot yang lebih kuat hingga ROM yang diinginkan dan setelah itu tanpa adanya pengurangan kontraksi atau relaksasi otot dilanjutkan dengan memberi tahanan kontraksi pada otot yang antagonis. Adanya kontraksi yang terus menerus tanpa diselingi oleh jeda akan memberikan relaksasi maksimal yang dapat membantu dalam penguluran dan peningkatan lingkup gerak sendi. Kontraksi maksimal pada otot yang dipanjangkan akan memprovokasi perubahan struktur dari aktin-miosin. Gerakan yang pelan akan memastikan setiap otot yang diinginkan berkontraksi secara maksimal (Alder et al., 2007). Dalam slow reversal terdapat indikasi dan kontraindikasi pemberian intervensi tersebut. Indikasi dilakukannya slow reversal adalah keterbatasan lingkup gerak sendi akibat adanya perlengketan,

26 33 pembentukan jaringan parut, yang berperan untuk menimbulkan ketegangan otot, jaringan ikat dan kulit, gerakan yang terbatas akibat deformitas struktural, kelemahan otot dan pemendekan dari jaringan antagonis. Sedangkan, kontraindikasi dilakukannya slow reversal adalah fraktur yang masih baru, tulang menonjol yang membatasi gerakan sendi, infeksi akut, perdarahan, terdapat penyatuan tulang yang belum komplit dan nyeri akut yang tajam pada gerakan sendi atau elongasi otot (Kisner & Colby, 2007) Teknik Aplikasi Slow Reversal Teknik aplikasi slow reversal adalah sebagai berikut (Alder et al., 2007) : a. Terapis memberikan tahanan pada subjek untuk bergerak dalam satu arah (biasanya arah yang lebih kuat) sebanyak 5 kali repetisi. b. Pada akhir ROM yang diinginkan tercapai, ubah manual kontak sementara memberikan persiapan perintah verbal. c. Perintah verbal mengawali gerakan untuk bergerak ke arah sebaliknya tanpa relaksasi dan berikan penahanan pada arah gerakan baru mulai dari distal. d. Aplikasi teknik inidilakukan dengan frekuensi 3x dalam satu minggu sebanyak 6x perlakuan.

27 Mekanisme Peningkatan Lingkup Gerak Sendi Leher Melalui Slow Reversal Konsep dari teknik slow reversal pada dasarnya terjadi pada komponen elastik (aktin dan miosin) yang menyebabkan ketegangan dalam otot meningkat dengan tajam, sarkomer akan memanjang dan bila hal ini dilakukan terus-menerus otot akan beradaptasi. Saat pengaplikasian teknik intervensi dynamic reversals akan terjadi mekanisme yang disebut reciprocal innervations/inhibition. Reciprocal inhibition mengacu pada inhibisi otot antagonist ketika kontraksi isotonik yang terjadi dalam otot agonis. Hal ini terjadi karena reseptor strecth dalam serabut otot agonis muscle spindle. Muscle spindle bekerja untuk mempertahankan panjang otot secara tetap dengan memberikan umpan balik pada perubahan kontraksi, dalam hal ini arah muscle spindle memainkan bagian dalam proprioceptif. Dalam respon untuk peregangan, muscle spindle menghentikan impuls saraf yang meningkatkan kontraksi, hingga mencegah over stretching (Alder et al., 2007). Pada slow reversal juga terjadi penguluran komponen elastik pada otot. sehingga akan mempengaruhi komponen elastik sarkomer pada otot dimana melepaskan perlengketan ataupun taut band aktin dan moisin sehingga akan mempengaruhi dari pemanjangan otot (Alder et al., 2007).

28 35 Menurut penelitian yang dilakukan Sherrington tahun 2004 teknik slow reversal dapat meningkatkan lingkup gerak sendi pada regio leher sebanyak 10%-20% dilakukan selama enam kali perlakuan dalam 2 minggu. Hal ini diperkuat oleh penelitian Candra Prayoga (2014) bahwa slow reversal pada otot upper trapezius dapat meningkatkan lingkup gerak sendi pada leher. 2.7 Contract Relax Stretching Definisi Contract relax stretching merupakan suatu teknik yang menggunakan kontraksi isometrik pada otot yang mengalami pemendekan dilanjutkan dengan relaksasi kemudian kembali diulur. Contract relax stretching merupakan suatu teknik yang menggabungkan antara tipe stretching isometrik dengan tipe stretching pasif. Teknik tersebut bertujuan untuk memanjangkan / mengulur struktur jaringan lunak seperti ligament, otot, fascia dan tendon yang mengalami pemendekan secara patologis. Penguluran tersebut dapat meningkatkat lingkup gerak sendi (LGS) dan mengurangi nyeri yang disebabkan oleh spasme, pemendekan otot atau akibat fibrosis (Azizah & Hardjono, 2006). Teknik contract relax stretching dimulai dengan terapis memberikan kontraksi isometrik pada otot yang mengalami pemendekan

29 36 kemudian dilanjutkan dengan relaksasi. Setelah relaksasi terapis memberikan penguluran pada otot tersebut. Contract relax stretching dikatakan sebagai kombinasi dari tipe stretching isometrik dan stretching pasif karena pada pelaksanaannya teknik ini dilakukan dengan dengan mengkontraksikan otot yang memendek kemudian relaksasi, setelah itu dilakukan penguluran (Azizah & Hardjono, 2006). Manfaat dari teknik contract relax stretching adalah untuk mengurangi ketegangan dan rasa sakit pada otot, membuat tubuh menjadi lebih relaks, fleksibilitas meningkat, mencegah terjadinya strain otot, mempersiapkan diri untuk melakukan aktifitas agar terasa lebih mudah seperti berlari, berenang, dan memberikan sinyal kepada otot agar otot mengetahui bahwa mereka akan dipakai untuk melakukan aktifitas (Nelson 2007). Dalam contract relax stretching terdapat indikasi dan kontraindikasi pemberian intervensi tersebut. Indikasi dilakukannya contract relax stretching yakni Range Of Motion (ROM) terbatas akibat dari kontraktur adhesive dan terbentuknya scar tissue (jaringan parut) yang memicu pemendekan pada otot dan kulit, adanya keterbatasan gerak akibat dari deformitas yang bersifat structural, adanya kontraktur otot dan kelemahan otot, digunakan untuk mencegah cedera musculoskeletal (Kisner & Colby, 2007).

30 37 Kontraindikasi dilakukannya contract relax stretching adalah fraktur yang baru, dislokasi atau subluksasi, terdapat gejala peradagangan atau infeksi akut pada daerah sekitar sendi, trauma akut pada otot dan ruptur tendon dan otot (Kisner & Colby, 2007) Teknik Aplikasi Contract Relax Stretching Contract relax stretching merupakan suatu teknik stretching yang bertujuan untuk meningkatkan lingkup gerak sendi, menghilangkan spasme otot serta meningkatkan panjang jaringan lunak. Adapun pelaksanannya adalah sebagai berikut (Kisner & Colby, 2007): a. Posisikan pasien pada posisi yang nyaman dan jelaskan prosedur, tujuan dan efek contract relax stretching yang dirasakan. b. Fisioterapis berada dibelakang pasien dengan tangan kanan memfiksasi bagian lateral leher pasien sedangkan tangan kiri diatas bahu pasien. c. Pasien melakukan gerakan melawan arah dorongan tangan kiri fisioterapis dan ditahan selama 7 detik diikuti inspirasi maksimal,kemudian relaksasi diikuti ekspirasi dan fisioterapis melakukan stretching selama 9 detik Mekanisme Peningkatan Lingkup Gerak Sendi Leher Melalui Contract Relax Stretching Contract relax stretching dilakukan untuk mendapatkan efek relaksasi dan pengembalian panjang dari otot dan jaringan ikat. Motor unit

31 38 yang ada pada seluruh serabut otot akan teraktifasi akibat dari adanya kontraksi isometrik yang diikuti dengan inspirasi maksimal. Hal tersebut juga akan menstimulus golgi tendon organ yang dapat membantu terjadinya relaksasi pada otot setelah kontraksi (reverse innervation) sehingga akan terjadi pelepasan adhesi pada otot tersebut (Azizah & Hardjono, 2006). Kontraksi otot yang kuat akan mempermudah mekanisme pumping action sehingga proses metabolisme dan sirkulasi lokal dapat berlangsung dengan baik sebagai akibat dari vasodilatasi dan relaksasi setelah kontraksi maksimal dari otot tersebut. Dengan demikian maka pengangkutan sisa-sisa metabolisme ( substance) dan asetabolic yang diproduksi melalui proses inflamasi dapat berjalan dengan lancar sehingga rasa nyeri dapat berkurang (Azizah & Hardjono, 2006). Relaksasi yang dilakukan setelah kontraksi isometrik maksimal selama 9 detik dimana dalam proses ini diperoleh relaksasi maksimal yang difasilitasi Reverse Innervation. Proses relaksasi yang diikuti ekspirasi maksimal akan memudahkan perolehan pelemasan otot. Apabila dilakukan peregangan secara bersamaan pada saat relaksasi dan ekspiresi maksimal maka diperoleh pencapaian panjang otot yang tightness/kontraktur lebih maksimal karena contract relax melalui mekanisme stretch relax, autogenic inhibition sehingga dapat dikatakan bahwa stretching pada maksimal range of motion (ROM) akan

32 39 merangsang golgi tendon organ sehingga timbul relaksasi pada otot antagonis (Risal, 2010). Dengan adanya komponen stretching maka panjang otot dapat dikembalikan dengan mengaktifasi golgi tendon organ sehingga relaksasi dapat dicapai karena nyeri akibat ketegangan otot dapat diturunkan dan mata rantai viscous circle dapat diputuskan. Jika contract relax stretching diaplikasikan pada kondisi tersebut maka dapat mengurangi iritasi pada saraf Aδ dan C yang menimbulkan nyeri akibat dari abnormal cross link. Hal ini dapat terjadi karena pada saat diberikan intervensi contract relax stretchingserabut otot ditarik keluar sampai panjang sarkomer penuh. Ketika hal ini terjadi maka akan membantu meluruskan kembali beberapa serabut atau abnormalcross link pada ketegangan. (Azizah & Hardjono, 2006). Penelitian yang telah dilakukan 3 kali seminggu selama 2 minggu dengan sample 20 orang mengahasilkan peningkatan lingkup gerak sendi leher 63,3% ( Zuriatum Faizah, 2011 ). Hal ini diperkuat oleh penelitian Somprasong, et al., (2011) bahwa pemberian contract relax stretching pada upper trapezius dapat meningkatkan lingkup gerak sendi pada leher.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di zaman globalisasi sekarang ini, ilmu pengetahuan dan teknologi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di zaman globalisasi sekarang ini, ilmu pengetahuan dan teknologi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di zaman globalisasi sekarang ini, ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) berkembang sangat pesat, bisa kita lihat di dalam perkembangan ilmu pengetahuan misalnya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bergerak full ROM secara lancar, mudah, tanpa hambatan, serta bebas dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bergerak full ROM secara lancar, mudah, tanpa hambatan, serta bebas dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fleksibilitas 2.1.1 Definisi Fleksibilitas Fleksibilitas merupakan kemampuan satu atau lebih sendi untuk bergerak full ROM secara lancar, mudah, tanpa hambatan, serta bebas

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Sindroma miofasial adalah kumpulan gejala dan tanda dari satu atau

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Sindroma miofasial adalah kumpulan gejala dan tanda dari satu atau 61 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Sindroma miofasial adalah kumpulan gejala dan tanda dari satu atau beberapa titik picu (trigger points) dan dicirikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi telah berkembang sangat pesat. Hal tersebut menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi telah berkembang sangat pesat. Hal tersebut menjadikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknogi (IPTEK) pada zaman globalisasi telah berkembang sangat pesat. Hal tersebut menjadikan pekerjaan manusia lebih hemat waktu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk yang dinamis, dimana pada hakekatnya selalu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk yang dinamis, dimana pada hakekatnya selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk yang dinamis, dimana pada hakekatnya selalu bergerak dan beraktivitas dalam kehidupannya. Semua bentuk kegiatan manusia selalu memerlukan dukungan

Lebih terperinci

KOMBINASI INTERVENSI INFRARED

KOMBINASI INTERVENSI INFRARED KOMBINASI INTERVENSI INFRARED DAN CONTRACT RELAX STRETCHING LEBIH EFEKTIF DARIPADA INFRARED DAN SLOW REVERSAL DALAM MENINGKATKAN LINGKUP GERAK SENDI LEHER PADA PEMAIN GAME ONLINE DI BMT NET BAJERA TABANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Menuju Indonesia Sehat 2010 merupakan program pemerintah dalam mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai macam kondisi yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti HNP, spondyloarthrosis, disc migration maupun patologi fungsional

BAB I PENDAHULUAN. seperti HNP, spondyloarthrosis, disc migration maupun patologi fungsional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Vertebra memiliki struktur anatomi paling kompleks dan memiliki peranan yang sangat penting bagi fungsi dan gerak tubuh. Patologi morfologi seperti HNP, spondyloarthrosis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan zaman yang semakin maju, berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan zaman yang semakin maju, berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejalan dengan perkembangan zaman yang semakin maju, berbagai macam teknologi telah digunakan untuk membuat segala pekerjaan menjadi lebih efisien. Komputer

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Osteologi, Miologi, dan Arthrologi Leher Leher merupakan bagian dari tubuh manusia yang terletak di antara thorax dan caput. Leher termasuk ke dalam columna vertebrales. Batas

Lebih terperinci

Anatomi Vertebra. Gambar 1. Anatomi vertebra servikalis. 2

Anatomi Vertebra. Gambar 1. Anatomi vertebra servikalis. 2 Anatomi Vertebra Tulang belakang (vertebra) dibagi dalam dua bagian. Di bagian ventral terdiri atas korpus vertebra yang dibatasi satu sama lain oleh discus intervebra dan ditahan satu sama lain oleh ligamen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyeri Leher 2.1.1 Definisi Nyeri Leher Secara umum nyeri merupakan suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan maupun berat. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. gerak: nyeri cukup berat, sedangkan pada terapi ke-6 didapatkan hasil bahwa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. gerak: nyeri cukup berat, sedangkan pada terapi ke-6 didapatkan hasil bahwa BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Nyeri Hasil evaluasi nyeri dengan menggunakan VDS didapatkan hasil bahwa pada terapi ke-0 nyeri diam: tidak nyeri, nyeri tekan: nyeri ringan, nyeri gerak: nyeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia setiap hari melakukan gerakan untuk melakukan suatu tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia setiap hari melakukan gerakan untuk melakukan suatu tujuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia setiap hari melakukan gerakan untuk melakukan suatu tujuan atau aktivitas sehari-hari dalam kehidupannya. Salah satu contoh aktivitas seharihari adalah bersekolah,kuliah,bekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang lebih modern masyarakat juga mengalami perubahan dan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang lebih modern masyarakat juga mengalami perubahan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era yang lebih maju dan berkembang disertai dengan peningkatan teknologi yang lebih modern masyarakat juga mengalami perubahan dan perilaku hidup, hal ini mengakibatkan

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh: AYUDIA SEKAR PUTRI J

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh: AYUDIA SEKAR PUTRI J NASKAH PUBLIKASI PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA STIFFNESS ELBOW DEXTRA POST FRAKTUR SUPRACONDYLAR HUMERI DENGAN K-WIRE DI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL Disusun oleh: AYUDIA SEKAR PUTRI J 100 090 02

Lebih terperinci

OSTEOLOGI THORAX, TRUNCUS DAN PELVIS DEPARTEMEN ANATOMI FK USU

OSTEOLOGI THORAX, TRUNCUS DAN PELVIS DEPARTEMEN ANATOMI FK USU OSTEOLOGI THORAX, TRUNCUS DAN PELVIS DEPARTEMEN ANATOMI FK USU OSTEOLOGI DINDING THORAX 1 THORAX Bgn tubuh yg terdapat diantara leher dan abdomen Rangka dinding thorax ( compages thoracis ), dibentuk oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Foward Head Position (FHP) 2.1.1 Definisi Forward Head Position Forward Head Position (FHP) atau posisi kepala mengarah ke depan adalah suatu posisi kepala terhadap tubuh pada

Lebih terperinci

ANATOMI FISIOLOGI TULANG BELAKANG

ANATOMI FISIOLOGI TULANG BELAKANG ANATOMI FISIOLOGI TULANG BELAKANG Tulang punggung atau vertebra adalah tulang tak beraturan yang membentuk punggung yang mudah digerakkan. Terdapat 33 tulang punggung pada manusia, 5 di antaranya bergabung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi sebagai penyanggah berat badan, yang terdiri dari beberapa bagian yakni salah

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi sebagai penyanggah berat badan, yang terdiri dari beberapa bagian yakni salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tubuh manusia dibentuk oleh struktur tulang belakang yang sangat kuat dimana berfungsi sebagai penyanggah berat badan, yang terdiri dari beberapa bagian yakni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan keadaan dinamis dan dapat ditingkatkan sehingga manusia dapat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan keadaan dinamis dan dapat ditingkatkan sehingga manusia dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Setiap orang mendambakan bebas dari penyakit, baik fisik maupun mental serta terhindar dari kecacatan. Sehat bukan suatu keadaan yang sifatnya statis tapi merupakan

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA CERVICAL SYNDROME DI RSUP. DR. SARDJITO-YOGYAKARTA

NASKAH PUBLIKASI PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA CERVICAL SYNDROME DI RSUP. DR. SARDJITO-YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA CERVICAL SYNDROME DI RSUP. DR. SARDJITO-YOGYAKARTA Disusun oleh: DEWI FITRIANI J 100 090 060 Diajukan Guna Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan sehari-hari manusia dalam bekerja dan beraktivitas selalu melibatkan anggota gerak tubuhnya. Manusia adalah makhluk yang memerlukan gerak karena hampir seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menghambat aktivitas kegiatan sehari-hari, di Jerman persentase

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menghambat aktivitas kegiatan sehari-hari, di Jerman persentase BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Cedera ligamen kolateral medial sendi lutut merupakan salah satu gangguan yang dapat menyebabkan gangguan mobilitas dan fungsional, sehingga menghambat aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang tertentu (Wakhinuddin, 2009). Salah satunya skill dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. bidang tertentu (Wakhinuddin, 2009). Salah satunya skill dalam bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan sekolah dimana siswa disiapkan untuk memasuki dunia kerja setelah dinyatakan lulus. Undang-Undang Sistem Pendidikan

Lebih terperinci

Hasil Evaluasi Nyeri Tekan Menggunakan Skala VDS

Hasil Evaluasi Nyeri Tekan Menggunakan Skala VDS BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Permasalahan- permasalahan yang timbul pada pasen bernama Ny. N, usia 62 tahun dengan kondisi Post Fraktur 1/3 proksimal Humerus sinistra adalah adanya nyeri tekan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nyeri tak tertahankan, mempengaruhi tangan, punggung, leher, lengan, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. nyeri tak tertahankan, mempengaruhi tangan, punggung, leher, lengan, bahkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Myalgia cervical atau sering dikenal dengan nyeri otot leher adalah suatu kondisi kronis dimana otot mengalami ketegangan atau terdapat kelainan struktural tulang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkup perkantoran biasanya sudah dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas serta

BAB I PENDAHULUAN. lingkup perkantoran biasanya sudah dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era modern seperti sekarang, banyak pekerjaan yang dilakukan oleh sebagian besar orang, salah satunya adalah sebagai Pegawai Negeri Sipil. Dimana profesi sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umum dan untuk mencapai tujuan tersebut bangsa Indonesia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. umum dan untuk mencapai tujuan tersebut bangsa Indonesia melakukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah memajukan kesejahteraan umum dan untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

SKRIPSI NYOMAN HARRY NUGRAHA

SKRIPSI NYOMAN HARRY NUGRAHA SKRIPSI KOMBINASI INTERVENSI INFRARED DAN CONTRACT RELAX STRETCHING LEBIH EFEKTIF DARIPADA INFRARED DAN SLOW REVERSAL DALAM MENINGKATKAN LINGKUP GERAK SENDI LEHER PADA PEMAIN GAME ONLINE DI BMT NET BAJERA

Lebih terperinci

MANFAAT LATIHAN STATIC ACTIVE STRETCHING DAN MC KENZIE LEHER PADA SINDROMA MIOFASIAL LEHER PENJAHIT

MANFAAT LATIHAN STATIC ACTIVE STRETCHING DAN MC KENZIE LEHER PADA SINDROMA MIOFASIAL LEHER PENJAHIT MANFAAT LATIHAN STATIC ACTIVE STRETCHING DAN MC KENZIE LEHER PADA SINDROMA MIOFASIAL LEHER PENJAHIT SKRIPSI DISUSUN SEBAGAI PERSYARATAN DALAM MERAIH GELAR SARJANA SAINS TERAPAN FISIOTERAPI Disusun oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang statis dan overload dalam waktu yang lama dapat menyebabkan ketenganan

BAB I PENDAHULUAN. yang statis dan overload dalam waktu yang lama dapat menyebabkan ketenganan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bekerja dan bersekolah merupakan beberapa aktivitas yang dilakukan oleh manusia dalam kesehariannya. Seperti Bekerja didepan komputer dengan posisi yang statis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya aktifitas masyarakat diluar maupun didalam ruangan. melakukan atifitas atau pekerjaan sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya aktifitas masyarakat diluar maupun didalam ruangan. melakukan atifitas atau pekerjaan sehari-hari. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Negara Indonesia merupakan negara dengan jumah penduduk yang memasuki peringkat 5 besar penduduk terbanyak didunia. Dengan banyaknya jumlah penduduk di Indonesia membuat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyeri Leher 2.1.1 Definisi Nyeri Secara umum nyeri adalah suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan maupun berat. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA CERVICAL ROOT SYNDROME DI RSUD SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA CERVICAL ROOT SYNDROME DI RSUD SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA CERVICAL ROOT SYNDROME DI RSUD SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: EKO BUDI WIJAYA J 100 090 032 KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Guna Melengkapi Tugas -Tugas dan Memenuhi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tahun dengan diagnosa medis CTS dextra diperoleh permasalahan berupa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tahun dengan diagnosa medis CTS dextra diperoleh permasalahan berupa BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Setelah dilakukan proses assessment pada pasien Ny. DA usia 44 tahun dengan diagnosa medis CTS dextra diperoleh permasalahan berupa nyeri tekan dan gerak pada pergelangan

Lebih terperinci

ANATOMI HUMERUS DAN FEMUR

ANATOMI HUMERUS DAN FEMUR ANATOMI HUMERUS DAN FEMUR A. HUMERUS (arm bone) merupakan tulang terpanjang dan terbesar dari ekstremitas superior. Tulang tersebut bersendi pada bagian proksimal dengan skapula dan pada bagian distal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian yakni salah satunya bagian leher yang mempunyai peranan sangat

BAB I PENDAHULUAN. bagian yakni salah satunya bagian leher yang mempunyai peranan sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tubuh manusia dibentuk oleh struktur tulang belakang yang sangat kuat dimana berfungsi sebagai penyanggah berat badan, yang terdiri dari beberapa bagian yakni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aktifitas manusia dalam hidupnya dilakukan dengan bergerak.

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aktifitas manusia dalam hidupnya dilakukan dengan bergerak. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia adalah makhluk yang memerlukan gerak karena hampir seluruh aktifitas manusia dalam hidupnya dilakukan dengan bergerak. Kebutuhan gerak ini harus terpenuhi agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fisik dengan menggunakan anggota tubuhnya. Biasanya anggota yang. badan, pergerakan tersebut bisa terjadi pada saat beraktivitas.

BAB I PENDAHULUAN. fisik dengan menggunakan anggota tubuhnya. Biasanya anggota yang. badan, pergerakan tersebut bisa terjadi pada saat beraktivitas. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk hidup yang banyak melakukan kerja fisik dengan menggunakan anggota tubuhnya. Biasanya anggota yang sering digunakan terutama bagian kaki. Gerak

Lebih terperinci

Anatomy of Vertebrae

Anatomy of Vertebrae Anatomy of Vertebrae Introduction 33 vertebrae : 7 Vertebra cervicales 12 vertebra thoracicae 5 vertebra lumbales 5 vertebra sacrales 4 vertebra coccygeae Vertebral Body Corpus vertebralis anterior segment

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS CERVICAL ROOT S SYNDROME DI RSU AISYIYAH PONOROGO

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS CERVICAL ROOT S SYNDROME DI RSU AISYIYAH PONOROGO PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS CERVICAL ROOT S SYNDROME DI RSU AISYIYAH PONOROGO Oleh: ARNI YULIANSIH J100141115 NASKAH PUBLIKASI Diajukan guna Melengkapi Tugas dan Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi, sesama manusia maupun lingkungan, baik secara langsung

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi, sesama manusia maupun lingkungan, baik secara langsung 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan mahluk sosial yang satu sama lainnya saling berinteraksi, sesama manusia maupun lingkungan, baik secara langsung maupun secara tidak langsung, verbal

Lebih terperinci

dengan processus spinosus berfungsi sebagai tuas untuk otot-otot dan ligamenligamen

dengan processus spinosus berfungsi sebagai tuas untuk otot-otot dan ligamenligamen 6 ke lateral dan sedikit ke arah posterior dari hubungan lamina dan pedikel dan bersama dengan processus spinosus berfungsi sebagai tuas untuk otot-otot dan ligamenligamen yang menempel kepadanya. Processus

Lebih terperinci

MEKANICAL CERVICAL & LUMBAR TRACTION. Oleh: Sugijanto

MEKANICAL CERVICAL & LUMBAR TRACTION. Oleh: Sugijanto MEKANICAL CERVICAL & LUMBAR TRACTION Oleh: Sugijanto Pengertian Traksi: proses menarik utk meregangkan jarak antar suatu bagian. Traksi spinal: tarikan utk meregangkan jarak antar vertebra. Traksi Non

Lebih terperinci

Semester 5 Prodi D3 Fisioterapi STIKES St. Vincentius a Paulo Surabaya

Semester 5 Prodi D3 Fisioterapi STIKES St. Vincentius a Paulo Surabaya Semester 5 Prodi D3 Fisioterapi STIKES St. Vincentius a Paulo Surabaya 1. Nondisplaced 2. Medial displacement 3. Lateral displacement 4. Distracted 5. Overidding with posterior & superior displacement

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. barang, mencuci, ataupun aktivitas pertukangan dapat mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. barang, mencuci, ataupun aktivitas pertukangan dapat mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktivitas sehari-hari tidak jarang dapat menimbulkan gangguan pada tubuh kita, misalnya pada saat melakukan aktivitas olahraga, mengangkat barang, mencuci, ataupun aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dengan menggunakan bahan malam atau lilin melalui alat yang

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dengan menggunakan bahan malam atau lilin melalui alat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara yang kaya akan seni. Salah satu karya seni dari masyarakat Indonesia yang diwariskan secara turun-temurun adalah batik. Dalam Balai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan. Olahraga merupakan kebutuhan yang tidak asing lagi.

BAB I PENDAHULUAN. sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan. Olahraga merupakan kebutuhan yang tidak asing lagi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain sehingga manusia harus memiliki kemampuan untuk bergerak atau melakukan aktivitas demi memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dari mulai alat komunikasi, alat perkantoran, alat transportasi sampai sistem

BAB I PENDAHULUAN. Dari mulai alat komunikasi, alat perkantoran, alat transportasi sampai sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kini, perkembangan zaman semakin pesat. Setiap waktunya lahir berbagai teknologi baru yang memudahkan manusia melakukan aktivitas sehari-hari. Dari mulai alat komunikasi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. serta bidang kesehatan. Setiap orang yang hidup baik usia produktif maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. serta bidang kesehatan. Setiap orang yang hidup baik usia produktif maupun 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Di era yang serba modern seperti sekarang ini maka mudah sekali untuk mendapatkan semua informasi baik dalam bidang teknologi, bisnis, serta bidang kesehatan. Setiap

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. memiliki rerata umur sebesar 36,65 ± 7,158 dan kelompok perlakuan

BAB VI PEMBAHASAN. memiliki rerata umur sebesar 36,65 ± 7,158 dan kelompok perlakuan BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik Sampel Deskripsi sampel pada penelitian ini meliputi umur, jenis kelamin, dan disabilitas. Berdasarkan umur diperoleh data bahwa kelompok kontrol memiliki rerata umur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat di suatu

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat di suatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa dampak perubahan yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat di suatu negara, seperti pada kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

OTOT DAN SKELET Tujuan 1. Mengidentifikasi struktur otot 2. Mempelajari mekanisme otot pada saat berkontraksi 3. Mengetahui macam-macam otot

OTOT DAN SKELET Tujuan 1. Mengidentifikasi struktur otot 2. Mempelajari mekanisme otot pada saat berkontraksi 3. Mengetahui macam-macam otot OTOT DAN SKELET Tujuan. Mengidentifikasi struktur otot. Mempelajari mekanisme otot pada saat berkontraksi. Mengetahui macam-macam otot berdasarkan lokasi 4. Mengetahui macam-macam kerja otot yang menggerakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas sehari- hari, beradaptasi dan berkontribusi di lingkungan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas sehari- hari, beradaptasi dan berkontribusi di lingkungan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hidup sehat adalah tujuan semua orang. Salah satu yang mempengaruhi kualitas hidup individu adalah kondisi fisiknya sendiri. Sehingga manusia yang sehat sudah tentu

Lebih terperinci

Blanko Kuisioner Neck Disability Index (NDI)

Blanko Kuisioner Neck Disability Index (NDI) Lampiran 1 Blanko Kuisioner Neck Disability Index (NDI) 1. Intensitas Nyeri a Saat ini saya tidak merasa nyeri (nilai 0) b. Saat ini nyeri terasa sangat ringan (nilai 1) c. Saat ini nyeri terasa ringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya manusia harus melakukan aktivitas untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya manusia harus melakukan aktivitas untuk memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya manusia harus melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Melakukan aktivitas fisik dengan membiarkan tubuh bergerak secara aktif tentunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan segala aktifitas dalam kehidupan sehari-hari nya. Sehat adalah

BAB I PENDAHULUAN. melakukan segala aktifitas dalam kehidupan sehari-hari nya. Sehat adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan sangat penting bagi manusia untuk hidup dan untuk melakukan segala aktifitas dalam kehidupan sehari-hari nya. Sehat adalah suatu keadaan dimana seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesemuanya adalah merupakan satu kesatuan untuk menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. kesemuanya adalah merupakan satu kesatuan untuk menciptakan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Masalah Dari sekian banyak anggota tubuh yang dimiliki dalam tubuh manusia, kesemuanya adalah merupakan satu kesatuan untuk menciptakan keharmonisan aktivitas seseorang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ergonomi 2.1.1. Pengertian Ergonomi Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. trauma atau aktifitas fisik dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada. dan terjadi fraktur radius 1/3 (Thomas, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. trauma atau aktifitas fisik dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada. dan terjadi fraktur radius 1/3 (Thomas, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fraktur merupakan suatu perpatahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan tadi mungkin tidak lebih dari suatu retakan atau primpilan korteks, biasanya patahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman, tingkat aktivitas masyarakat Indonesia semakin tinggi. Hal ini disebabkan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga

Lebih terperinci

DISUSUN OLEH MUHAMMAD HANAFI ( ) HERKA ARDIYATNO ( ) LESTARI PUJI UTAMI

DISUSUN OLEH MUHAMMAD HANAFI ( ) HERKA ARDIYATNO ( ) LESTARI PUJI UTAMI OTOT MANUSIA UNIVERSITAS PGRI Y O G T A Y A K A R DISUSUN OLEH MUHAMMAD HANAFI (09144600025) HERKA ARDIYATNO (09144600172) LESTARI PUJI UTAMI (09144600214) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belikat. Keluhan yang sering ditimbulkan, antara lain: nyeri otot, pegal di

BAB I PENDAHULUAN. belikat. Keluhan yang sering ditimbulkan, antara lain: nyeri otot, pegal di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktifitas yang terus menerus akan menimbulkan masalah baru dan keluhan-keluhan pada tubuh kita, terutama pada sekitar leher, leher, dan belikat. Keluhan yang sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, dimana harus mempunyai kemampuan fungsi yang optimal

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, dimana harus mempunyai kemampuan fungsi yang optimal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan mahkluk sosial yang saling berinteraksi dengan lingkungannya, dimana harus mempunyai kemampuan fungsi yang optimal dalam bergerak atau beraktivitas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sangat pesat, bisa kita lihat di dalam perkembangan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sangat pesat, bisa kita lihat di dalam perkembangan ilmu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman sekarang ini, ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) berkembang sangat pesat, bisa kita lihat di dalam perkembangan ilmu pengetahuan misalnya, banyak sekali

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut manusia melakukan macam aktivitas. Aktivitas yang sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut manusia melakukan macam aktivitas. Aktivitas yang sangat BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan membuat manusia dituntut untuk hidup lebih maju mengikuti perkembangan tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun mental dan juga bebas dari kecacatan. Keadaan sehat bukanlah

BAB I PENDAHULUAN. maupun mental dan juga bebas dari kecacatan. Keadaan sehat bukanlah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah suatu keadaan bebas dari penyakit baik penyakit fisik maupun mental dan juga bebas dari kecacatan. Keadaan sehat bukanlah merupakan keadaan statis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengguna jasa asuransi kesehatan. Pengertian sehat sendiri adalah suatu kondisi

BAB I PENDAHULUAN. pengguna jasa asuransi kesehatan. Pengertian sehat sendiri adalah suatu kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kesehatan saat ini merupakan hal yang sangat penting dikarenakan meningkatnya jumlah pasien di rumah sakit dan meningkat juga pengguna jasa asuransi kesehatan.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kulit di daerah bahu beruk ditutupi oleh rambut yang relatif panjang dan berwarna abu-abu kekuningan dengan bagian medial berwarna gelap. Morfologi tubuh beruk daerah bahu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2. Tujuan a. Tujuan umum Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami konsep Sistem Saraf Spinal

BAB I PENDAHULUAN. 2. Tujuan a. Tujuan umum Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami konsep Sistem Saraf Spinal BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Seluruh aktivitas didalam tubuh manusia diatur oleh sistem saraf. Dengan kata lain, sistem saraf berperan dalam pengontrolan tubuh manusia. Denyut jantung, pernafasan,

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Os radius 2. Os. Ulna

Gambar 2.1 Os radius 2. Os. Ulna Anatomi antebrachii 1. Os. Radius Adalah tulang lengan bawah yang menyambung dengan humerus dan membentuk sendi siku. Radius merupakan os longum yang terdiri atas epiphysis proximalis, diaphysis, dan epiphysis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam melakukan pekerjaan, seseorang atau sekelompok pekerja

BAB I PENDAHULUAN. Dalam melakukan pekerjaan, seseorang atau sekelompok pekerja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam melakukan pekerjaan, seseorang atau sekelompok pekerja beresiko mendapat kecelakaan ataupun penyakit akibat kerja. Penyakit akibat kerja merupakan penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baru. (Millson, 2008). Sedangkan menurut pendapat Departement of Trade and

BAB I PENDAHULUAN. baru. (Millson, 2008). Sedangkan menurut pendapat Departement of Trade and BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Inovasi adalah perbuatan mengenalkan sesuatu yang baru dengan cara yang baru. (Millson, 2008). Sedangkan menurut pendapat Departement of Trade and Industry,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan anggota gerak bawah. Yang masing-masing anggota gerak terdiri atas

BAB I PENDAHULUAN. dan anggota gerak bawah. Yang masing-masing anggota gerak terdiri atas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu bergerak dalam menjalankan aktivitasnya. Sering kita jumpai seseorang mengalami keterbatasan gerak dimana hal tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk hiduplebih maju mengikuti perkembangan tersebut. Untuk memenuhi tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. untuk hiduplebih maju mengikuti perkembangan tersebut. Untuk memenuhi tuntutan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan, manusia dituntut untuk hiduplebih maju mengikuti perkembangan tersebut. Untuk memenuhi tuntutan tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era globalisasi saat ini sangat berkembang pesat. Dimana sangat membawa dampak perubahan yang sangat besar terhadap gaya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam upaya meningkatkan kualitas hidup manusia dituntut untuk mengikuti perkembangan zaman. Oleh karena itu, manusia melakukan berbagai aktivitas untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sempurna baik secara fisik, mental, dan sosial serta tidak hanya bebas dari

BAB I PENDAHULUAN. yang sempurna baik secara fisik, mental, dan sosial serta tidak hanya bebas dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut WHO (Word Health Organization), sehat adalah Suatu keadaan yang sempurna baik secara fisik, mental, dan sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan

Lebih terperinci

ABSTRAK KOMBINASI INTERVENSI INTEGRATED NEUROMUSCULAR INHIBITION TECHNIQUE

ABSTRAK KOMBINASI INTERVENSI INTEGRATED NEUROMUSCULAR INHIBITION TECHNIQUE ABSTRAK KOMBINASI INTERVENSI INTEGRATED NEUROMUSCULAR INHIBITION TECHNIQUE DAN ULTRASOUND LEBIH BAIK DARIPADA STRETCHING METODE JANDA DAN ULTRASOUND DALAM MENINGKATKAN ROM SERVIKAL PADA SINDROMA MIOFASIAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau permukaan rawan sendi. Karena tulang dikelilingi oleh struktur jaringan

BAB I PENDAHULUAN. atau permukaan rawan sendi. Karena tulang dikelilingi oleh struktur jaringan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, lempeng epiphyseal atau permukaan rawan sendi. Karena tulang dikelilingi oleh struktur jaringan lunak, tekanan fisik yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nyeri punggung bawah atau Low Back Pain (LBP) merupakan. sehingga dengan demikian walaupun etiologi LBP dapat bervariasi dari yang

BAB I PENDAHULUAN. Nyeri punggung bawah atau Low Back Pain (LBP) merupakan. sehingga dengan demikian walaupun etiologi LBP dapat bervariasi dari yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyeri punggung bawah atau Low Back Pain (LBP) merupakan manifestasi keadaan patologik yang dialami oleh jaringan atau alat tubuh yang merupakan bagian pinggang

Lebih terperinci

BAB 2 SENDI TEMPOROMANDIBULA. Temporomandibula merupakan sendi yang paling kompleks yang dapat

BAB 2 SENDI TEMPOROMANDIBULA. Temporomandibula merupakan sendi yang paling kompleks yang dapat BAB 2 SENDI TEMPOROMANDIBULA Temporomandibula merupakan sendi yang paling kompleks yang dapat melakukan gerakan meluncur dan rotasi pada saat mandibula berfungsi. Sendi ini dibentuk oleh kondilus mandibula

Lebih terperinci

BAB 2 ANATOMI SENDI TEMPOROMANDIBULA. 2. Ligamen Sendi Temporomandibula. 3. Suplai Darah pada Sendi Temporomandibula

BAB 2 ANATOMI SENDI TEMPOROMANDIBULA. 2. Ligamen Sendi Temporomandibula. 3. Suplai Darah pada Sendi Temporomandibula BAB 2 ANATOMI SENDI TEMPOROMANDIBULA Sendi adalah hubungan antara dua tulang. Sendi temporomandibula merupakan artikulasi antara tulang temporal dan mandibula, dimana sendi TMJ didukung oleh 3 : 1. Prosesus

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAKSI LEMBAR PENGESAHAN PROPOSAL SKRIPSI KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GRAFIK DAFTAR GAMBAR DAFTAR SKEMA

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAKSI LEMBAR PENGESAHAN PROPOSAL SKRIPSI KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GRAFIK DAFTAR GAMBAR DAFTAR SKEMA DAFTAR ISI hal HALAMAN JUDUL ABSTRAKSI LEMBAR PENGESAHAN PROPOSAL SKRIPSI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GRAFIK DAFTAR GAMBAR DAFTAR SKEMA DAFTAR SINGKATAN i ii iv v vii x xi xii xiii xiv

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mana jika kesehatan terganggu maka akan dapat mempengaruhi. kemampuan seseorang dalam melakukan aktifitas sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. mana jika kesehatan terganggu maka akan dapat mempengaruhi. kemampuan seseorang dalam melakukan aktifitas sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan di mana jika kesehatan terganggu maka akan dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam melakukan aktifitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam studi kasus ini, seorang pasien perempuan dengan inisial Ny. NF

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam studi kasus ini, seorang pasien perempuan dengan inisial Ny. NF BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Dalam studi kasus ini, seorang pasien perempuan dengan inisial Ny. NF berusia 52 tahun dengan keluhan nyeri pinggang bawah dan menjalar sampai kaki kiri akibat Hernia

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI. CERVICAL ROOT SYNDROME e.c SPONDYLOSIS CERVICAL 4-6 DI PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI. CERVICAL ROOT SYNDROME e.c SPONDYLOSIS CERVICAL 4-6 DI PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI CERVICAL ROOT SYNDROME e.c SPONDYLOSIS CERVICAL 4-6 DI PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Naskah Publikasi Diajukan Guna Melengkapi Tugas Dan Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN INTERVENSI MUSCLE ENERGY TECHNIQUE

PERBANDINGAN INTERVENSI MUSCLE ENERGY TECHNIQUE PERBANDINGAN INTERVENSI MUSCLE ENERGY TECHNIQUE DAN INFRARED DENGAN CONTRACT RELAX STRETCHING DAN INFRARED DALAM PENINGKATAN LINGKUP GERAK SENDI LEHER PADA PEMAIN GAME ONLINE DENGAN MYOFASCIAL PAIN SYNDROME

Lebih terperinci

PERBANDINGAN MYOFASCIAL RELEASE TECHNIQUE DENGAN CONTRACT RELAX STRETCHING TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA SINDROM MYOFASCIAL OTOT UPPER TRAPEZIUS

PERBANDINGAN MYOFASCIAL RELEASE TECHNIQUE DENGAN CONTRACT RELAX STRETCHING TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA SINDROM MYOFASCIAL OTOT UPPER TRAPEZIUS PERBANDINGAN MYOFASCIAL RELEASE TECHNIQUE DENGAN CONTRACT RELAX STRETCHING TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA SINDROM MYOFASCIAL OTOT UPPER TRAPEZIUS 1) Witri Okta Maruli, 2) I DP Sutjana, 3) Agung Wiwiek Indrayani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu gerak yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk beraktivitas

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu gerak yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk beraktivitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu gerak yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk beraktivitas adalah berjalan. Untuk dapat menghasilkan mekanisme pola berjalan yang harmonis, maka kita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan karena 65% penduduk Indonesia adalah usia kerja, 30% bekerja disektor

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan karena 65% penduduk Indonesia adalah usia kerja, 30% bekerja disektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu dari negara dengan jumlah penduduk terbesar didunia, sangat berkepentingan terhadap masalah kesehatan dan keselamatan kerja. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan aktivitas fungsional sehari-hari. yang lama dan berulang, akan menimbulkan keluhan pada pinggang bawah

BAB I PENDAHULUAN. melakukan aktivitas fungsional sehari-hari. yang lama dan berulang, akan menimbulkan keluhan pada pinggang bawah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada perkembangan jaman sekarang ini, kesehatan merupakan sesuatu hal yang sangat penting. Sehat adalah suatu kondisi yang terbebas dari segala jenis penyakit, baik

Lebih terperinci

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA Fraktur tibia umumnya dikaitkan dengan fraktur tulang fibula, karena gaya ditransmisikan sepanjang membran interoseus fibula. Kulit dan jaringan subkutan sangat tipis pada bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia memiliki aktivitas yang bermacam-macam dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini menuntut manusia untuk memiliki kondisi tubuh yang baik tanpa ada gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan yang dapat mengganggu proses kerja sehingga menjadi kurang

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan yang dapat mengganggu proses kerja sehingga menjadi kurang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini semua proses pekerjaan tidak terlepas dari posisi duduk, mulai dari orang kecil seperti murid sekolah sampai orang dewasa dengan pekerjaan yang memerlukan

Lebih terperinci

Lampiran 4. Penatalaksanaan Terapi Masase pada Cedera Bahu PANDUAN MASASE DAN TERAPI LATIHAN PADA CEDERA BAHU A. Panduan Massage 1. NO 1. Masase Frirage Pada Bahu Posisi Pronation Sendi Masase Keterangan

Lebih terperinci

BAB ² PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 adalah

BAB ² PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 adalah 14 BAB ² PENDAHULUAN Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang terwujud dalam derajat kesehatan masyarakat,

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Guna Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Untuk Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Fisioterapi

NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Guna Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Untuk Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Fisioterapi NASKAH PUBLIKASI PENATALAKSANAAN SINAR INFRA MERAH DAN TERAPI LATIHAN PADA KASUS PASCA FRACTURE CLAVICULA DEXTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW DI RST DR.SOEDJONO MAGELANG Diajukan Guna Melengkapi Tugas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Osteoarthritis merupakan penyakit sendi degeneratif yang paling banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. Osteoarthritis merupakan penyakit sendi degeneratif yang paling banyak BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Osteoarthritis merupakan penyakit sendi degeneratif yang paling banyak dijumpai dibanding dengan penyakit sendi lainnya. Semua sendi dapat terserang, tetapi yang paling

Lebih terperinci