BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyeri Leher Definisi Nyeri Leher Secara umum nyeri merupakan suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan maupun berat. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang serta eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya. Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah pengalaman perasaan emosional yang tidak menyenangkan akibat terjadinya kerusakan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. Menurut Engel dalam Parjoto (2006) menyatakan nyeri sebagai suatu dasar sensasi ketidak nyamanan yang berhubungan dengan tubuh dimanifestasikan sebagai penderitaan yang diakibatkan oleh persepsi jiwa yang nyata, ancaman atau fantasi luka (Parjoto, 2006). Definisi nyeri yang diusulkan oleh the Subcommitte on Taxonomy of the International Association for the Study of Pain (IASP) menyatakan bahwa nyeri merupakan sensasi dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan yang diikuti gangguan atau kerusakan jaringan yang merupakan kombinasi dari respon sensoris, afektif dan kognitif sehingga hubungan nyeri dengan kerusakan jaringan tidak sama dan tidak konstan. Nyeri menyebabkan fungsi 8

2 9 dan gerak tertentu dari tubuh menjadi terbatas sehingga sangat mengganggu aktivitas fungsional. Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subjektif dan individual. Stimulus nyeri dapat berupa stimulus yang bersifat fisik dan/atau mental, sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringan actual atau pada fungsi ego seorang individu (Gerwin, 2010) Jadi dapat disimpulkan, nyeri merupakan suatu perasaan yang tidak nyaman yang dirasakan oleh seseorang akibat adanya kerusakan jaringan dan nyeri tersebut merupakan suatu pengalaman yang pribadi serta bersifat subjektif sehingga rasa nyeri yang dirasakan setiap orang berbeda beda Fisiologi Nyeri Tipe nyeri ada beberapa jenis, pertama yaitu nyeri nosiseptif yang disebabkan oleh aktivitas nosiseptor (reseptor nyeri) sebagai respon terhadap stimuli yang berbahaya. Nosiseptif sebenarnya merupakan alur nyeri yang dimulai dari transduksi, transmisi, modulasi sampai persepsi; kedua adalah nyeri neuropatik yang disebabkan oleh sinyal yang diproses di sistem saraf perifer atau pusat yang menggambarkan kerusakan sistem saraf perifer atau pusat yang menggambarkan kerusakan sistem saraf.1,3,8,9,10,12 Nosiseptor adalah aferen-aferen primer yang berespon terhadap stimulus yang berbahaya dan intens. Pertama, stimulus mencetuskan aktivitas pada grup aferen primer di neuron-neuron ganglion sensorik (nosiseptor). Melalui system spinal dan berbagai sistem intersegmental, informasi tersebut mengakses pusat supraspinal

3 10 di batang otak dan talamus. Sistem proyeksi ini mewakili dasar rangsangan somatik dan visera yang memberikan hasil berupa usaha menarik diri atau keluhan verbal. Nosisepsi merupakan istilah yang menunjukkan proses penerimaan yang menunjukkan proses penerimaan informasi nyeri yang dibawa dari reseptor perifer di kulit dan visera ke korteks serebri melalui penyiaran neuron-neuron. Neuron-neuron sensorik pada akar dorsal ganglia mempunyai ujung tunggal yang bercabang ke akson perifer dan sentral. Akson perifer mengumpulkan input sensorik dari reseptor jaringan, sementara akson sentral menyampaikan input sensorik tersebut ke medula spinalis dan batang otak. Akson sensorik (aferen nosiseptif) tersebar luas di seluruh tubuh (kulit, persendian, visera dan meningen). Ada tiga jenis sel saraf dalam proses penghantaran nyeri yaitu sel saraf aferen atau neuron sensori, serabut konektor atau interneuron dan sel saraf eferen atau neuron motorik. Sel - sel saraf ini mempunyai reseptor pada ujungnya yang menyebabkan impuls nyeri dihantarkan ke sum - sum tulang belakang dan otak. Reseptor - reseptor ini sangat khusus dan memulai impuls yang merespon perubahan fisik dan kimia tubuh. Reseptor - reseptor yang berespon terhadap stimulus nyeri disebut nosiseptor. Stimulus pada jaringan akan merangsang nosiseptor melepaskan zat - zat kimia, yang terdiri dari prostaglandin, histamin, bradikinin, leukotrien, substansi p, dan enzim proteolitik. Zat - zat kimia ini akan mensensitasi ujung saraf dan menyampaikan impuls ke otak (Guyton & Hall, 2008).

4 11 Kornu dorsalis dari medula spinalis dapat dianggap sebagai tempat memproses sensori. Serabut perifer berakhir disini dan serabut traktus sensori asenden berawal disini. Juga terdapat interkoneksi antara sistem neural desenden dan traktus sensori asenden. Traktus asenden berakhir pada otak bagian bawah dan bagian tengah dan impuls - impuls dipancarkan ke korteks serebri. Agar nyeri dapat diserap secara sadar, neuron pada sistem asenden harus diaktifkan. Aktivasi terjadi sebagai akibat input dari reseptor nyeri yang terletak dalam kulit dan organ internal. Terdapat interkoneksi neuron dalam kornu dorsalis yang ketika diaktifkan, menghambat atau memutuskan transmisi informasi yang menyakitkan atau yang menstimulasi nyeri dalam jaras asenden. Seringkali area ini disebut gerbang. Kecendrungan alamiah gerbang adalah membiarkan semua input yang menyakitkan dari perifer untuk mengaktifkan jaras asenden dan mengaktifkan nyeri. Namun demikian, jika kecendrungan ini berlalu tanpa perlawanan, akibatnya sistem yang ada akan menutup gerbang. Stimulasi dari neuron inhibitor sistem asenden menutup gerbang untuk input nyeri dan mencegah transmisi sensasi nyeri (Guyton & Hall, 2008). Teori gerbang kendali nyeri merupakan proses dimana terjadi interaksi antara stimulus nyeri dan sensasi lain serta stimulasi serabut yang mengirim sensasi tidak nyeri memblok transmisi impuls nyeri melalui sirkuit gerbang penghambat. Sel - sel inhibitor dalam kornu dorsalis medula spinalis mengandung eukafalin yang menghambat transmisi nyeri (Guyton & Hall, 2008).

5 Faktor yang Mempengaruhi Nyeri Leher Berikut adalah beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya nyeri leher, yaitu (Anggraeni, 2013): a. Trauma pada otot Kerja otot secara berlebihan saat bekerja, dapat menyebabkan terjadinya trauma makro dan mikro pada otot. Trauma makro disebabkan karena injury langsung pada jaringan otot sedangkan trauma makro yang terjadi menyebabkan terjadinya proses inflamasi yang berujung pada pembentukan jaringan-jaringan kolagen baru. Jaringan kolagen ini cenderung berbentuk tidak beraturan, dan menjadi pemicu munculnya myofascial trigger point pada otot. Sedangkan trauma mikro disebabkan karena adanya cedera yang berulang-ulang pada otot (repetitive injury) akibat kerja yang terus menerus. Beban kerja yang diterima terus menerus ini dapat menstimulasi terbentuknya jaringan kolagen baru dan berujung pada terbentuknya jaringan fibrous. Hal ini lah yang memicu semakin berkembangnya trigger point pada otot (Gerwin, 2001). b. Postur tubuh Postur tubuh yang buruk dalam aktivitas sehari-hari dapat menyebabkan terjadinya myofascial pain syndrome. Aktivitas manusia saat ini cenderung statis dengan postur yang buruk, seperti: forward head posture dan lateral head posture dapat menyebabkan beban yang berlebihan pada otot upper

6 13 trapezius. Hal ini jika berlangsung lama akan menimbulkan terbentuknya trigger point pada otot. c. Sikap bekerja Sikap kerja yang buruk saat bekerja, seperti: bekerja dalam posisi stastis dalam waktu yang lama dan otot yang lelah akibat terlalu lama menahan beban dari kepala dalam posisi ekstensi yang dapat menyebabkan terjadinya nyeri sertau kekakuan atau spasme pada otot upper trapezius. Hal ini jika dibiarkan secara terus-menerus akan memicu terjadinya myofascial pain syndrome. d. Usia Faktor usia juga turut mempengaruhi myofascial pain syndrome. Kasus ini lebih sering terjadi pada usia pertengahan (usia dewasa). Hal ini kemungkinan disebabkan karena kemampuan otot untuk menahan beban dan mengatasi trauma akibat beban tersebut mulai menurun. Selain itu, semakin tua usia seseorang akan menyebabkan degenerasi pada ototnya. Hal ini ditandai dengan penurunan jumlah serabut otot, atrofi serabut otot, dan berkurangnya masa otot. Dampaknya yaitu pada penurunan kekuatan dan fleksibilitas otot Nyeri Otot Upper Trapezius Otot upper trapezius adalah otot tipe I (tonik) atau disebut juga red muscle karena berwarna lebih gelap dari otot lainnya, yang banyak mengandung hemoglobin dan mitokondria. Otot upper trapezius bekerja secara konstan bersama-sama dengan otot-otot shoulder girdle lain yaitu memfiksasi

7 14 scapula dan leher termasuk mempertahankan postur kepala yang cenderung jatuh ke depan karena kekuatan gravitasi dan berat kepala itu sendiri. Kerja otot ini akan meningkat pada kondisi tertentu seperti adanya postur yang jelek, ergonomi kerja yang buruk, degenerasi otot, trauma atau strain kronis. Keadaan ini akan beresiko untuk terjadinya gangguan pada jaringan miofasial otot upper trapezius itu sendiri (Neuman, 2002). Otot tonik berfungsi untuk mempertahankan sikap, kelainan tipe otot ini cenderung tegang dan memendek. Itu sebabnya jika otot upper trapezius berkontraksi dalam jangka waktu lama jaringan ototnya menjadi tegang dan akhirnya timbul nyeri. Otot upper trapezius berfungsi untuk gerak menarik bahu keatas (elevasi). Keluhan yang dirasakan pasien adalah nyeri otot pada bagian leher sampai pundak. Kondisi ini lebih lanjut sering disebut sindroma miofasial yang pada kasus ini adalah pada otot upper trapezius. Sebagaimana diketahui pada jaringan miofasial yang sehat terdapat keseimbangan antara kompresi atau ketegangan dengan rileksasi. Keseimbangan ini dipelihara oleh adanya substansi dasar (ground substance) dari jaringan miofasial. Substansi dasar ini mempertahankan keseimbangan kompresi atau tegangan dengan relaksasi melalui cara mempertahankan jarak antar serabut jaringan ikat, berperan sebagai alat transpor zat gizi dan sebagai alat transpor zat-zat sisa metabolisme (Neuman, 2002).

8 Pengukuran Nyeri Visual Analogue Scale (VAS) merupakan alat pengukuran intensitas nyeri yang dianggap paling efisien yang telah digunakan dalam penelitian dan pengaturan klinis. VAS umumnya disajikan dalam bentuk garis horizontal berupa garis lurus yang panjangnya biasanya 10 cm atau 100 mm, dengan penggambaran verbal pada masing - masing ujungnya, seperti angka 0 (tanpa nyeri) sampai angka 10 (nyeri terberat). Dalam perkembangannya VAS menyerupai NRS yang cara penyajiannya diberikan angka 0-10 yang masingmasing nomor dapat menunjukkan intensitas nyeri yang dirasakan oleh pasien. VAS juga sering digunakan untuk menilai nyeri pada pasien untuk dapat memperoleh sensitivitas obat pada uji coba obat analgetik. Dalam penggunaan VAS terdapat beberapa keuntungan dan kerugian yang dapat diperoleh. Keuntungan penggunaan VAS antara lain VAS adalah metode pengukuran intensitas nyeri paling sensitif, murah dan mudah dibuat. VAS mempunyai korelasi yang baik dengan skala-skala pengukuran yang lain dan dapat diaplikasikan pada semua pasien serta VAS dapat digunakan untuk mengukur semua jenis nyeri. Namun kekurangan dari skala ini adalah VAS memerlukan pengukuran yang lebih teliti dan sangat bergantung pada pemahaman pasien terhadap alat ukur tersebut (Breivik H, et al., 2008). VAS telah direkomendasikan untuk menilai keparahan nyeri pada IHS edisi pertama untuk trial kontrol obat-obat migren pada tahun Beberapa studi lainnya juga telah menunjukkan bahwa VAS merupakan alat ukur yang

9 16 valid dan reliable pada pengukuran intensitas nyeri baik kronik maupun akut. Pengukuran nyeri dilakukan dengan cara pasien diminta untuk menandai sepanjang garis tersebut, sesuai dengan level intensitas nyeri yang dirasakan pasien. Kemudian jaraknya diukur dari batas kiri sampai pada tanda yang diberi oleh pasien (ukuran mm), dan itulah nilai yang menunjukkan level intensitas nyeri. Kemudian nilai tersebut dicatat untuk melihat kemajuan dari pengobatan atau terapi yang dilakukan. Gambar 2.1 : Visual Analogue Scale (Sumber : Warden et al, 2003) Keterangan : 0 : Tidak nyeri 1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik. 4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi

10 17 nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi 2.2 Biomekanik dan Anatomi Terapan Cervical Regio Cervical Regio cervical disusun oleh 3 sendi penyusun yaitu atlanto-occipital joint (C0-C1), atlanto-axial joint (C1-C2) dan vertebra joints (C2-C7). Regio ini merupakan regio yang paling sering bergerak dari seluruh bagian tulang vertebra. Hal itu dapat terlihat dari peranannya yaitu untuk mengatur sendi dan memfasilitasi posisi dari kepala, termasuk penglihatan (vision), pendengaran, penciuman dan keseimbangan tubuh. Adapun gerakan yang dihasilkan pada regio ini yaitu fleksi-ektensi, rotasi dan lateral fleksi cervical (Neuman, 2002) a. Atlanto-occipital Joint (C0-C1) Atlanto-occipital Joint berperan dalam gerakan fleksi-ekstensi dan lateral fleksi cervical. Arthrokinematika pada gerakan fleksi condylus yang conveks akan slide ke arah belakang terhadap facet articularis yang concaf sebesar Sedangkan pada gerakan ekstensi condylus yang conveks akan slide ke arah depan terhadap facet articularis yang concaf sebesar 17 o. Pada gerakan lateral fleksi cervical akan terjadi roll dari sisi-sisi pada jumlah yang kecil pada condylis occipital yang conveks terhadap facet articularis(atlas) yang concaf sebesar 5 o (Neuman, 2002).

11 18 b. Atlanto-axial Joint (C1-C2) Gerakan utama pada atlanto-axial joint adalah gerakan rotasi cervical ditambah dengan gerakan fleksi dan ekstensi. Pada gerakan fleksi akan terjadi gerakan pivot kedepan dan sedikit berputar pada atlas terhadap axis (C2) sebesar 15 o sedangkan pada gerakan ekstensi gerakan pivot kebelakang dan sedikit berputar pada atlas terhadap axis (C2). Gerakan rotasi pada sendi ini sebesar 45 o dimana atlas yang berbentuk cincin akan berputar disekitar procesus odonthoid bagian procesus articularis inferior atlas yang sedikit concaf akan slide dengan arah sirkuler (melingkar) terhadap procesus articularis superior axis (Neuman, 2002) c. Vertebra Joints (C2-C7) Pada vertebra joint terjadi gerakan fleksi-ekstensi, rotasi dan lateral fleksi cervical. Pada gerakan fleksi permukaan procesus articularis inferior vertebra superior yang berbentuk concaf akan slide ke arah atas dan depan terhadap procesus articularis superior vertebra inferior sebesar 40 o, sedangkan pada gerakan ekstensi permukaan procesus articularis inferior vertebra superior yang berbentuk concaf akan slide ke arah bawah dan belakang terhadap procesus articularis superior vertebra inferior sebesar 70 o. Pada gerakan rotasi akan terjadi slide pada procesus articularis inferior vertebra superior ke arah belakang dan bawah pada ipsilateral arah rotasi dan akan terjadi slide ke arah depan atas pada sisi contralateral terhadap procesus articularis superior vertebra inferior sebesar 45 o.

12 19 Gerakan lateral fleksi cervical, procesus articularis inferior vertebra superior pada sisi ipsilateral slide ke arah bawah dan sedikit ke belakang dan pada sisi contralateral akan slide ke arah atas dan sedikit kedepan sebesar 35 o. Inlinasi pada bentuk facet joint akan menghasilkan gerakan coupling yang searah dimana selama gerakan rotasi akan disertai dengan lateral fleksi yang searah (Neuman, 2002) Biomekanik Terapan pada Otot Upper Trapezius Otot trapezius adalah salah satu grup otot besar pada tubuh manusia, otot ini dibagi menjadi 3 bagian yaitu upper, midle dan lower trapezius. Otot upper trapezius merupakan grup otot pada tubuh manusia yang berfungsi untuk elevasi bahu, ekstensi dan lateral fleksi cervical. Otot upper trapezius merupakan otot yang berperan sentral dalam stabilisasi postur kepala. Stabilisasi tersebut dikarenakan adanya otot agonis dan antagonis yang dimainkan oleh upper trapezius kiri dan kanan. Otot ini memberikan arah tarikan ke inferolateral pada cervical sehingga dengan adanya suatu gangguan pada otot ini akan menyebabkan postur kepala yang tidak seimbang antara kanan dan kiri dan menimbulkan nyeri (Neuman, 2002). Untuk menanggulangi gangguan pada otot upper trapezius dapat dilakukan suatu peregangan dengan metode auto stretching, dimana teknik dari peregangan ini memiliki mekanisme Post isometric relaxation yang memberikan pengaruh pada pengurangan tonus otot agonis setelah kontraksi isometrik. Hal ini terjadi karena pengaruh reseptor stretch yang disebut golgi tendon organ pada otot agonis. Reseptor ini bereaksi

13 20 terhadap overstretching otot oleh inhibisi otot yang selanjutnya berkontraksi. Selain auto stretching, juga dapat dilakukan teknik active isolated stretching yang merupakan teknik stretching dengan menggunakan reflek neurologis yang disebut reciprocal inhibition (RI). RI menyebabkan otot antagonis dari suatu sendi terhambat kontraksinya dan memfasilitasi otot agonis untuk berkontraksi. Fasilitasi kontraksi pada otot agonis menyebabkan otot antagonis menjadi rileks (Fakhrana, 2014). Gambar 2.2 seperti di bawah menunjukkan otot upper trapezius elevasi bahu ekstensi cervical Lateral fleksi cervical Gambar 2.2 : Otot Upper Trapezius (Sumber : Lippert, 2011)

14 Anatomi Terapan pada Otot Upper Trapezius Otot trapezius dibagi menjadi 3 bagian, yaitu : a. Upper Trapezius Origo : Squama ossia occipital diantara linea suprema dan linea nuchalis superior Insertio : sepertiga acromion clavicula Fungsinya : menahan gelang bahu dan lengan agar tidak jatuh. Rotasi kepala b. Middle Trapezius ke arah kontra lateral Origo : processus spinatus pada vertebra dan cervical bawah dan thorakal atas Insertio : pada acromion Fungsinya : menarik scapula dan rotasi scapula ke arah medial c. Lower Trapezius Origo Insertio : processus spinosus vertebra thorakal tengah sampai bawah : pada spina scapula Fungsinya : menarik scapula dan rotasi scapula ka arah kaudal Gambar 2.3 di bawah menunjukkan struktur anatomi otot trapezius, dimana otot trapezius tersebut dibagi menjadi 3, yaitu upper trapezius, middle trapezius dan lower trapezius.

15 22 Upper trapezius Middle trapezius Lower trapezius Gambar 2.3 : Anatomi Otot Trapezius (Sumber : Lippert, 2011) Struktur Otot dan Mekanisme Kontraksi serta Relaksasi Otot Selain otot melakukan kontraksi, otot juga akan melakukan relaksasi. Mekanisme kontraksi dan relaksasi otot ini selalu terjadi, dimana setelah mengalami kontraksi otot akan mengalami relaksasi. Apabila kontraksi otot terjadi dalam waktu yang cukup lama, akan terjadi kelelahan otot. Kelelahan otot akan menghambat aliran darah ke otot yang sedang kontraksi, sehingga kelelahan akan semakin parah dengan hilangnya suplai makanan, utamanya otot kehilangan suplai oksigen. Akibat dari ketiadaan suplai oksigen tersebut maka tidak ada ion kalsium yang masuk ke dalam sitoplasma karena pintu masuk kalsium menjadi tertutup sehingga kalsium akan kembali masuk ke dalam sarcoplasmic reticulum. Sehingga menyebabkan posisi troponin kembali normal sehingga posisi tropomiosin kembali normal serta memutus hubungan antara kepala miosin dan aktin. Kemudian otot akan kembali rileks pada saat kepala miosin dan aktin tidak lagi saling berhubungan sehingga tak ada lagi

16 23 pergeseran molekul. Gambar 2.4 menunjukkan struktur otot dan mekanisme kontraksi serta relaksasi otot. Gambar 2.4 : Struktur Otot dan Mekanisme Kontraksi serta Relaksasi Otot (Sumber : Sherwood, 2006) Ada 2 tipe serabut yang utama yaitu serabut slow-twitch dan serabut fasttwitch. Kedua tipe serabut tersebut terdapat di dalam suatu otot tunggal. 1. Tipe I atau slow twitch (tonik muscle fibers) : Jenis otot tunggal menunjukkan 'tonik' karakteristik kontraksi lambat dari otot postural. Ini adalah berwarna merah karena banyak mengandung hemoglobin dan mitokondria, kekuatan motor unit yang rendah, serat busur kaya mitokondria dan enzim oksidatif, tetapi miskin phosphorylases. Karena metabolisme aerobik berkembang dengan baik, serat lambat sangat tahan terhadap kelelahan. 2. Tipe II atau fast twitch (phasic muscle fibers) : disebut juga white muscle karena berwarna lebih pucat. Otot ini menunjukkan kontraksi cepat 'phasic', diperlukan untuk gerakan skala besar dari segmen tubuh. Ini adalah pucat (putih) dalam warna karena jumlah kecil mioglobin. Serat busur kaya glikogen dan phosphorylases, tetapi miskin dalam mitokondria dan enzim

17 24 oksidatif. Banyak mengandung myofibril serta durasi kontraksi lebih pendek dan berfungsi untuk melakukan gerakan yang cepat dan kuat Kontraksi otot isotonik dibagi menjadi konsentrik dan eksentrik. Kontraksi konsentrik merupakan kontraksi otot yang membuat otot memendek dan terjadi gerakan pada sendi sedangkan kontraksi eksentrik merupakan kontraksi otot pada saat memanjang untuk menahan beban. Kontraksi isometrik merupakan kontraksi otot yang tidak disertai dengan perubahan panjang otot (Lippert, 2011). 2.3 Sikap Kerja Pegawai Negeri Sipil di Dinas Kelautan dan Perikanan Pemerintah Provinsi Bali Profesi sebagai Pegawai Negeri Sipil merupakan salah satu pekerjaan manual, yang dilakukan dalam posisi duduk dengan posisi statis, leher agak menunduk ke depan selama beberapa jam. Menurut Diana (2007) otot-otot yang mengalami ketegangan pada saat leher menunduk adalah otot yang berfungsi untuk ekstensi kepala atau yang membantu ekstensi kepala. Otot yang letaknya superfisial dan membantu ekstensi kepala adalah otot upper trapezius. Jadi jika posisi leher menunduk statis ke depan selama beberapa menit dapat menyebabkan ketegangan pada otot upper trapezius. Oleh karena itu, profesi sebagai Pegawai Negeri Sipil yang bekerja di depan komputer sambil menunduk menatap layar komputer dan mengetik serta posisi kerja yang kurang ergonomis secara terus-menerus dalam waktu yang relatif lama dapat

18 25 menyebabkan kelelahan secara fisiologis yang disebabkan karena aktivitas kerja dan mempertahankan tubuh pada saat melakukan pekerjaan. Berdasarkan analisis ilmu ergonomi pada pegawai kantoran, terdapat beberapa permasalahan ergonomi yang ditimbulkan akibat pekerjaannya, diantaranya : 1. Sakit leher Sakit leher ini bisa disebabkan oleh karena posisi duduk dan posisi kepala yang sedikit fleksi serta membungkuk dan monoton dalam waktu lama pada saat bekerja, sehingga menyebabkan leher menjadi terasa pegal-pegal dan sakit. 2. Pegal pada bagian lengan dan pergelangan serta jari-jari tangan Pegal pada bagian lengan dan pergelangan tangan ini bisa disebabkan oleh karena aktivitas mengetik yang monoton, sehingga bisa menyebabkan pegal-pegal pada bagian lengan dan pergelangan tangan serta jari-jari tangan. 3. Sakit punggung dan nyeri pada pinggang bagian bawah Sakit punggung dan nyeri pada pinggang bagian bawah ini sama-sama disebabkan karena posisi duduk yang terlalu lama, yaitu selama 7-8 jam sehingga otot-otot punggung biasanya mulai dan terasa letih. Sehingga akibatnya mulai dirasakan nyeri pada pinggang bagian bawah. Nyeri pada pinggang bagian bawah ini akan menyebabkan otot-otot pinggang menjadi tegang dan dapat merusak jaringan lunak di sekitarnya.

19 Auto Stretching Pengertian Auto stretching juga dikenal sebagai self-stretching karena tipe ini dilakukan sendiri oleh pasien secara aktif. Auto stretching adalah stretching otot pada posisi yang benar, yang dapat mencegah dan atau mengurangi kekakuan dan perasaan yang tidak nyaman. Auto stretching merupakan stretching yang efektif, karena berpengaruh terhadap semua otot yang membatasi gerakan. Teknik auto stretching merupakan aspek penting dari program latihan di rumah (home programe) dan merupakan penatalaksanaan terapi jangka panjang pada beberapa gangguan muskuloskeletal. Pemberian edukasi terhadap pasien tentang cara yang aman melakukan prosedur auto stretching di rumah sangat penting untuk pencegahan injuri kembali atau mencegah terjadinya disfungsi di masa akan datang (Evjenth Olaf & Hamberg Jean, 1997) Indikasi dan kontraindikasi a. Indikasi pemberian auto stretching yaitu : 1. Pemendekan otot dan jaringan ikat 2. Keterbatasan gerak karena deformitas struktur skeletal 3. Kelemahan otot dan perubahan jaringan otot b. Kontraindikasi pemberian auto stretching yaitu : 1. Sedang mengalami patah tulang 2. Baru mengalami cidera

20 27 3. Terdapat pengurangan atau penurunan fungsi pada daerah pergerakan 4. Masih adanya tanda tanda inflamasi akut atau proses infeksi di sekitar sendi Adapun prinsip untuk mengaplikasikan auto stretching adalah sebagai berikut (Evjenth Olaf & Hamberg Jean, 1997): 1. Posisi badan dan kepala pasien tegak, pertahankan dalam kondisi stabil dan relaks 2. Latihan harus selalu terkontrol dan mempunyai dampak yang sesuai harapkan. 3. Otot atau grup otot harus dalam keadaan terulur di berbagai posisi dan memanjang sebisa mungkin sehingga dapat mencapai batas dari mobilitas normal. Prinsip-prinsip vital ini yang membuat auto stretching efektif dan aman. Auto stretching membantu bergerak dengan mudah dan lebih baik. Tidak ada reaksi perlindungan yang ditimbulkan dan tidak terdapat resiko overs tretch atau kerobekan pada otot jika stretching dilakukan secara perlahan dan lembut (Evjenth Olaf & Hamberg Jean, 1997).

21 28 Gambar 2.6 : Auto Stretching pada Leher (Sumber : Evjenth Olaf & Hamberg Jean, 1997) Mekanisme Penurunan Intensitas Nyeri Otot Upper Trapezius dengan Pemberian Auto Stretching Pemberian auto stretching dapat mengurangi iritasi terhadap saraf Aδ dan saraf tipe C yang menimbulkan nyeri akibat adanya abnormal cross link. Mengaktifkan motor unit maksimal yang ada pada seluruh otot sehingga menstimulus golgi tendon organ, memudahkan pelemasan otot, meningkatkan LGS, aliran darah lancar, relaksasi, nyeri berkurang (Apleton, 2006). Auto stretching merupakan stretching yang efektif, karena berpengaruh terhadap semua otot upper trapezius yang membatasi gerakan dan merupakan teknik peregangan dengan konsep kontraksi isotonik (kontraksi dinamik) (Evjenth Olaf & Hamberg Jean, 1997). Pada intervensi auto stretching akan terjadi mekanisme post isometric relaxation (PIR). Post isometric relaxation yang mengacu pada pengurangan tonus otot agonis setelah kontraksi

22 29 isometrik. Hal ini terjadi karena pengaruh reseptor stretch yang disebut golgi tendon organ pada otot agonis. Reseptor ini bereaksi terhadap overstretching otot oleh inhibisi otot yang selanjutnya berkontraksi. Hal ini secara natural melindungi reaksi terhadap regangan berlebih, mencegah ruptur dan memiliki pengaruh pemanjangan karena relaksasi yang terjadi tiba-tiba pada seluruh otot dibawah pengaruh stretching (Chaitow, 2006). Gambar 2.7 : Post Isometric Relaxation (Sumber: Chaitow, 2006) Dalam teknik ini, kekuatan kontraksi otot terhadap perlawanan yang sama memicu reaksi golgi tendon organ. Impuls saraf afferent dari golgi tendon organ masuk ke bagian dorsal spinal cord dan bertemu dengan inhibitor motor neuron. Hal ini menghentikan impuls motor neuron efferent dan oleh karena itu terjadi pencegahan kontraksi lebih lanjut, tonus otot menurun, yang menghasilkan relaksasi dan pemanjangan otot agonist sehingga nyeri dapat berkurang (Chaitow, 2006).

23 Active Isolated Stretching Pengertian Active Isolated Stretching merupakan suatu teknik atau metode stretching yang menggunakan adaptasi suatu kontraksi otot agonis secara aktif dan merelaksasikan otot antagonisnya melalui inhibisi timbal balik yang menyebabkan terjadinya peregangan pada otot antagonis tanpa meningkatkan ketegangan otot (Muscle Tension). (Longo, 2009) Active Isolated Stretching merupakan stretching aktif yang melibatkan komponen system neuromuskuler, kemudian didalam terapi disebut metode Mattes. Metode Mattes digunakan terapi myofacial release dan penguluran untuk otot yang dangkal maupun yang dalam, tendon dan facia. Stretching ini berguna untuk mengoptimalkan fleksibilitas. Gerakan aktif yang memungkinkan otot antagonis untuk relaksasi, sehingga terjadi peningkatan fleksibilitas tanpa hambatan. Adapun tujuan dari pemberian Active Isolated Stretching adalah untuk menurunkan nyeri, mencegah dan atau mengurangi kekakuan serta mengulur struktur jaringan lunak (soft tissue) yang berkaitan dengan spasme sehingga dapat meningkatkan lingkup gerak sendi (LGS). (Koncho, 2009) Indikasi dan kontraindikasi a. Indikasi pemberian active isolated stretching yaitu : 1. Adanya pemendekan, kontraktur, atau spastisitas pada otot 2. Kelemahan otot dan peningkatan fleksibilitas otot.

24 31 3. Adanya malposition pada unsur tulang b. Kontraindikasi pemberian active isolated stretching yaitu : 1. Cedera muskuloskeletal akut 2. Adanya fraktur tulang yang tidak stabil 3. Adanya penyatuan dan ketidakstabilan pada sendi 4. Osteoporosis 5. Gangguan kardiovaskuler Adapun prinsip untuk mengaplikasikan active isolated stretching adalah sebagai berikut : 1. Posisi awal harus aman dan stabil, sehingga pasien dalam keadaan relaks 2. Sebelum menerapkan active isolated stretching, fisioterapis melakukan pemeriksaan pada otot atau sendi yang mengalami tightness, hipomobile, hipermobile dan spasme dengan palpasi untuk menentukan target jaringan yang akan dilakukan treatment. Teknik palpasi yang dilakukan dengan tekanan yang halus. Otot atau sendi harus dalam keadaan yang relaks saat dilakukan gerak pasif. 3. Otot atau grup otot harus dalam keadaan terulur di berbagai posisi dan memanjang sebisa mungkin sehingga dapat mencapai batas dari mobilitas normal. Intensitas kekuatan yang digunakan adalah 60% sampai 80% kekuatan maksimal dan disesuaikan pada setiap posisi. Beban perlahan ditingkatkan sampai pada akhirnya kekuatan otot meningkat.

25 32 4. Waktu kontraksi dan latihan isometrik dilakukan 6 sampai 10 detik. Latihan yang dilakukan kurang dari 6 detik belum menimbulkan adaptasi atau perubahan anatomi dan fisiologi otot sedangkan latihan yang dilakukan terlalu lama dapat menimbulkan kelelahan dan bahkan bila berulang ulang dapat menimbulkan cedera. 5. Pernapasan pada saat melakukan active isolated stretching sangat penting, karena rileksasi yang diberikan lebih besar dan sangat baik untuk meningkatkan sirkulasi darah. Saat melakukan kontraksi isometrik, pasien diinstruksikan untuk mengeluarkan napas dengan perlahan dan rileks. Setelah penerapan active isolated stretching, pasien diinstruksikan untuk menarik dan menghembuskan napas dengan perlahan dan rileks. Tujuan pernapasan ini dilakukan untuk memberikan efek rileksasi pada jaringan dan otot agar ketegangan jaringan dan otot menurun serta memberikan efek yang nyaman bagi pasien. 6. Waktu pengulangan yang dilakukan sebanyak 10 kali, sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Waktu pengulangan ini efektif bagi rileksasi jaringan dan otot. 7. Latihan harus selalu terkontrol dan mempunyai dampak yang sesuai Pedoman Latihan Active Isolated Stretching a. Neck Flexion Posisi awal kepala tegak, mata lurus ke depan, telapak tangan berada di kepala bagian belakang, dorong dan gerakan kepala menunduk dengan posisi

26 33 dagu menuju ke arah dada. Dengan dosis pelatihan sebanyak 2 set x 10 repetisi dengan istirahat 2 menit tiap set b. Neck Extension Posisi awal kepala tegak, mata lurus ke depan, kedua telapak tangan berada di bawah dagu, dorong dan gerakan kepala dengan posisi kepala bagian depan menhadap ke atas. Dengan dosis pelatihan sebanyak 2 set x 10 repetisi dengan istirahat 2 menit tiap set c. Neck Side Extension Posisi awal kepala tegak, mata lurus ke depan, telapak tangan berada di bagian samping kepala, dorong dan gerakan kepala dengan posisi kepala ditekuk pada bagian samping kiri dan kanan menuju ke arah bahu. Dengan dosis pelatihan sebanyak 2 set x 10 repetisi dengan istirahat 2 menit tiap set d. Neck Rotation Posisi awal kepala tegak, mata lurus ke depan, telapak tangan berada di bagian samping kepala, dorong dan gerakan kepala dengan posisi kepala berputar ke arah samping kiri dan kanan menuju ke arah bahu. Dengan dosis pelatihan sebanyak 2 set x 10 repetisi dengan istirahat 2 menit tiap set e. Neck Oblique Flexion Posisi awal kepala tegak, mata lurus ke depan, telapak tangan berada di bagian samping kepala, dorong atau tarik kepala dalam posisi rotasi dengan sedikit ke bawah, ke arah samping kiri dan kanan menuju arah bahu. Dengan dosis pelatihan sebanyak 2 set x 10 repetisi dengan istirahat 2 menit tiap set

27 34 f. Neck Oblique Extension Posisi awal kepala tegak, mata lurus ke depan, telapak tangan berada di bagian dagu, dorong atau tarik kepala dalam posisi rotasi dengan sedikit ke atas, ke arah samping kiri dan kanan menuju arah bahu. Dengan dosis pelatihan sebanyak 2 set x 10 repetisi dengan istirahat 2 menit tiap set Mekanisme Penurunan Intensitas Nyeri Otot Upper Trapezius dengan Pemberian Active Isolated Stretching Pemberian active isolated stretching dapat mengurangi iritasi terhadap saraf Aδ dan saraf tipe C yang menimbulkan nyeri akibat adanya abnormal cross link. Hal ini dapat terjadi karena pada saat diberikan active isolated stretching serabut otot ditarik keluar sampai panjang sarkomer penuh. Ketika hal ini terjadi maka akan membantu meluruskan kembali beberapa serabut atau abnormal cross link pada otot yang memendek. Active isolated stretching dapat bermanfaat pada serabut otot yang mengalami pemendekan. Serabut otot yang terganggu akan menyebabkan penurunan elastisitas otot akibat adanya taut band dalam serabut otot. Sarkomer sebagai komponen elastis di dalam serabut otot akan mengalami gangguan Active isolated stretching merupakan teknik stretching yang menggunakan reflek neurologis yang disebut reciprocal inhibition (RI). RI menyebabkan otot antagonis dari suatu sendi terhambat kontraksinya dan memfasilitasi otot agonis untuk berkontraksi. Fasilitasi kontraksi pada otot agonis menyebabkan otot antagonis menjadi rileks. Otot antagonis ini adalah

28 35 otot target yang akan di stretching. Setelah otot target terinhibisi dan menjadi rileks maka stretching akan semakin efektif. Hal tersebut akan mengaktivasi muscle spindle untuk memberikan rangsangan kepada system saraf pusat untuk mengirim sinyal fasilitasi pada otot. Bersamaan dengan itu Golgi Tendon Organ (GTO) teraktivasi dan memberikan rangsangan kepada sistem saraf pusat untuk memberikan input sinyal inhibisi kepada otot upper trapezius. Sinyal inhibisi yang menghambat kontraksi otot upper trapezius ini dimanfaatkan untuk melakukan penguluran pada otot tersebut. Pada saat penguluran berlangsung kondisi aktin dan miosin yang saling bertumpang tindih (tightness) akan diusahakan kembali ke posisi semulanya atau dalam posisi rileks. Sehingga jaringan otot akan bertambah panjang akibat hilangnya aksi tumpang tindih abnormal yang terjadi pada aktin dan miosin. Pemberian active isolated stretching yang dilakukan secara perlahan akan menghasilkan peregangan pada sarkomer sehingga peregangan akan mengembalikan elastisitas sarkomer yang terganggu. Active isolated stretching dapat mencegah dan atau mengurangi kekakuan dan perasaan yang tidak nyaman. Active isolated stretching merupakan stretching yang efektif, karena berpengaruh terhadap semua otot upper trapezius yang membatasi gerakan (Fakhrana, 2014).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyeri Leher 2.1.1 Definisi Nyeri Secara umum nyeri adalah suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan maupun berat. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkup perkantoran biasanya sudah dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas serta

BAB I PENDAHULUAN. lingkup perkantoran biasanya sudah dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era modern seperti sekarang, banyak pekerjaan yang dilakukan oleh sebagian besar orang, salah satunya adalah sebagai Pegawai Negeri Sipil. Dimana profesi sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bergerak full ROM secara lancar, mudah, tanpa hambatan, serta bebas dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bergerak full ROM secara lancar, mudah, tanpa hambatan, serta bebas dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fleksibilitas 2.1.1 Definisi Fleksibilitas Fleksibilitas merupakan kemampuan satu atau lebih sendi untuk bergerak full ROM secara lancar, mudah, tanpa hambatan, serta bebas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang statis dan overload dalam waktu yang lama dapat menyebabkan ketenganan

BAB I PENDAHULUAN. yang statis dan overload dalam waktu yang lama dapat menyebabkan ketenganan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bekerja dan bersekolah merupakan beberapa aktivitas yang dilakukan oleh manusia dalam kesehariannya. Seperti Bekerja didepan komputer dengan posisi yang statis

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Sindroma miofasial adalah kumpulan gejala dan tanda dari satu atau

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Sindroma miofasial adalah kumpulan gejala dan tanda dari satu atau 61 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Sindroma miofasial adalah kumpulan gejala dan tanda dari satu atau beberapa titik picu (trigger points) dan dicirikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya manusia harus melakukan aktivitas untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya manusia harus melakukan aktivitas untuk memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya manusia harus melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Melakukan aktivitas fisik dengan membiarkan tubuh bergerak secara aktif tentunya

Lebih terperinci

1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI

1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI 1.1PENGERTIAN NYERI Nyeri merupakan sensasi yang terlokalisasi berupa ketidaknyamanan, kesedihan dan penderitaan yang dihasilkan oleh stimulasi pada akhiran saraf tertentu. Nyeri terjadi sebagai mekanisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia setiap hari melakukan gerakan untuk melakukan suatu tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia setiap hari melakukan gerakan untuk melakukan suatu tujuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia setiap hari melakukan gerakan untuk melakukan suatu tujuan atau aktivitas sehari-hari dalam kehidupannya. Salah satu contoh aktivitas seharihari adalah bersekolah,kuliah,bekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Menuju Indonesia Sehat 2010 merupakan program pemerintah dalam mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai macam kondisi yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi, sesama manusia maupun lingkungan, baik secara langsung

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi, sesama manusia maupun lingkungan, baik secara langsung 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan mahluk sosial yang satu sama lainnya saling berinteraksi, sesama manusia maupun lingkungan, baik secara langsung maupun secara tidak langsung, verbal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di zaman globalisasi sekarang ini, ilmu pengetahuan dan teknologi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di zaman globalisasi sekarang ini, ilmu pengetahuan dan teknologi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di zaman globalisasi sekarang ini, ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) berkembang sangat pesat, bisa kita lihat di dalam perkembangan ilmu pengetahuan misalnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sangat pesat, bisa kita lihat di dalam perkembangan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sangat pesat, bisa kita lihat di dalam perkembangan ilmu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman sekarang ini, ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) berkembang sangat pesat, bisa kita lihat di dalam perkembangan ilmu pengetahuan misalnya, banyak sekali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam melakukan pekerjaan, seseorang atau sekelompok pekerja

BAB I PENDAHULUAN. Dalam melakukan pekerjaan, seseorang atau sekelompok pekerja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam melakukan pekerjaan, seseorang atau sekelompok pekerja beresiko mendapat kecelakaan ataupun penyakit akibat kerja. Penyakit akibat kerja merupakan penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan sehari-hari manusia dalam bekerja dan beraktivitas selalu melibatkan anggota gerak tubuhnya. Manusia adalah makhluk yang memerlukan gerak karena hampir seluruh

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. memiliki rerata umur sebesar 36,65 ± 7,158 dan kelompok perlakuan

BAB VI PEMBAHASAN. memiliki rerata umur sebesar 36,65 ± 7,158 dan kelompok perlakuan BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik Sampel Deskripsi sampel pada penelitian ini meliputi umur, jenis kelamin, dan disabilitas. Berdasarkan umur diperoleh data bahwa kelompok kontrol memiliki rerata umur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi telah berkembang sangat pesat. Hal tersebut menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi telah berkembang sangat pesat. Hal tersebut menjadikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknogi (IPTEK) pada zaman globalisasi telah berkembang sangat pesat. Hal tersebut menjadikan pekerjaan manusia lebih hemat waktu,

Lebih terperinci

PERBANDINGAN INTERVENSI AUTO STRETCHING

PERBANDINGAN INTERVENSI AUTO STRETCHING PERBANDINGAN INTERVENSI AUTO STRETCHING DAN ACTIVE ISOLATED STRETCHING TERHADAP PENURUNAN NYERI OTOT UPPER TRAPEZIUS PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL DI DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN PEMERINTAH PROVINSI BALI 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan zaman yang semakin maju, berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan zaman yang semakin maju, berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejalan dengan perkembangan zaman yang semakin maju, berbagai macam teknologi telah digunakan untuk membuat segala pekerjaan menjadi lebih efisien. Komputer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan anggota gerak bawah. Yang masing-masing anggota gerak terdiri atas

BAB I PENDAHULUAN. dan anggota gerak bawah. Yang masing-masing anggota gerak terdiri atas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu bergerak dalam menjalankan aktivitasnya. Sering kita jumpai seseorang mengalami keterbatasan gerak dimana hal tersebut

Lebih terperinci

ABSTRAK KOMBINASI INTERVENSI INTEGRATED NEUROMUSCULAR INHIBITION TECHNIQUE

ABSTRAK KOMBINASI INTERVENSI INTEGRATED NEUROMUSCULAR INHIBITION TECHNIQUE ABSTRAK KOMBINASI INTERVENSI INTEGRATED NEUROMUSCULAR INHIBITION TECHNIQUE DAN ULTRASOUND LEBIH BAIK DARIPADA STRETCHING METODE JANDA DAN ULTRASOUND DALAM MENINGKATKAN ROM SERVIKAL PADA SINDROMA MIOFASIAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi sebagai penyanggah berat badan, yang terdiri dari beberapa bagian yakni salah

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi sebagai penyanggah berat badan, yang terdiri dari beberapa bagian yakni salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tubuh manusia dibentuk oleh struktur tulang belakang yang sangat kuat dimana berfungsi sebagai penyanggah berat badan, yang terdiri dari beberapa bagian yakni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era globalisasi saat ini sangat berkembang pesat. Dimana sangat membawa dampak perubahan yang sangat besar terhadap gaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umum dan untuk mencapai tujuan tersebut bangsa Indonesia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. umum dan untuk mencapai tujuan tersebut bangsa Indonesia melakukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah memajukan kesejahteraan umum dan untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sering digunakan untuk beraktivitas. Keluhan nyeri merupakan sensasi yang

BAB I PENDAHULUAN. yang sering digunakan untuk beraktivitas. Keluhan nyeri merupakan sensasi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) di era globalisasi saat ini mempengaruhi segala bidang, salah satunya adalah bidang kesehatan. Hal ini dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. langsung dan tidak langsung, kesehatan masyarakat juga perlu. With Low Back Pain : A Randomized Controllled Trial Bukti juga

BAB 1 PENDAHULUAN. langsung dan tidak langsung, kesehatan masyarakat juga perlu. With Low Back Pain : A Randomized Controllled Trial Bukti juga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan dan keselamatan dalam bekerja sangat penting bagi masyarakat yang berkaitan dengan semua pekerjaan yang berhubungan dengan faktor potensial yang mempengaruhi

Lebih terperinci

Blanko Kuisioner Neck Disability Index (NDI)

Blanko Kuisioner Neck Disability Index (NDI) Lampiran 1 Blanko Kuisioner Neck Disability Index (NDI) 1. Intensitas Nyeri a Saat ini saya tidak merasa nyeri (nilai 0) b. Saat ini nyeri terasa sangat ringan (nilai 1) c. Saat ini nyeri terasa ringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Manusia pertama kali akan berusaha memenuhi kebutuhan (Hariandja,

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Manusia pertama kali akan berusaha memenuhi kebutuhan (Hariandja, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai tenaga kerja adalah pelaksana dalam sektor kegiatan ekonomi. Manusia pertama kali akan berusaha memenuhi kebutuhan (Hariandja, 2009). Kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk yang dinamis, dimana pada hakekatnya selalu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk yang dinamis, dimana pada hakekatnya selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk yang dinamis, dimana pada hakekatnya selalu bergerak dan beraktivitas dalam kehidupannya. Semua bentuk kegiatan manusia selalu memerlukan dukungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kebugaran serta dilakukan dengan aturan tertentu, dimana dengan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kebugaran serta dilakukan dengan aturan tertentu, dimana dengan tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Olahraga adalah suatu kegiatan fisik yang merupakan salah satu cara untuk dapat meningkatkan kebugaran serta dilakukan dengan aturan tertentu, dimana dengan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aktifitas manusia dalam hidupnya dilakukan dengan bergerak.

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aktifitas manusia dalam hidupnya dilakukan dengan bergerak. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia adalah makhluk yang memerlukan gerak karena hampir seluruh aktifitas manusia dalam hidupnya dilakukan dengan bergerak. Kebutuhan gerak ini harus terpenuhi agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fisik dengan menggunakan anggota tubuhnya. Biasanya anggota yang. badan, pergerakan tersebut bisa terjadi pada saat beraktivitas.

BAB I PENDAHULUAN. fisik dengan menggunakan anggota tubuhnya. Biasanya anggota yang. badan, pergerakan tersebut bisa terjadi pada saat beraktivitas. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk hidup yang banyak melakukan kerja fisik dengan menggunakan anggota tubuhnya. Biasanya anggota yang sering digunakan terutama bagian kaki. Gerak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ergonomi dan psikososial yang berdampak pada kesehatan pekerja.

BAB I PENDAHULUAN. ergonomi dan psikososial yang berdampak pada kesehatan pekerja. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bekerja merupakan salah satu dasar manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tuntutan pekerjaan kerap kali membuat manusia lupa akan batas kemampuan tubuhnya. Dunia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. gerak: nyeri cukup berat, sedangkan pada terapi ke-6 didapatkan hasil bahwa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. gerak: nyeri cukup berat, sedangkan pada terapi ke-6 didapatkan hasil bahwa BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Nyeri Hasil evaluasi nyeri dengan menggunakan VDS didapatkan hasil bahwa pada terapi ke-0 nyeri diam: tidak nyeri, nyeri tekan: nyeri ringan, nyeri gerak: nyeri

Lebih terperinci

Clinical Science Session Pain

Clinical Science Session Pain Clinical Science Session Pain Disusun oleh : Nurlina Wardhani 1301-1214-0658 William Reinaldi 1301-1214-0503 Preseptor : Arnengsih, dr., Sp.KFR BAGIAN ILMU KESEHATAN FISIK DAN REHABILITASI FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

SPASME OTOT (M62.83) Lusia Pujianita, dr. Pembimbing : Marina Moeliono, dr, Sp.KFR Penguji :Tertianto Prabowo, dr, Sp.KFR

SPASME OTOT (M62.83) Lusia Pujianita, dr. Pembimbing : Marina Moeliono, dr, Sp.KFR Penguji :Tertianto Prabowo, dr, Sp.KFR Tinjauan Kepustakaan 1 Senin, 27 Januari 2014 SPASME OTOT (M62.83) Lusia Pujianita, dr. Pembimbing : Marina Moeliono, dr, Sp.KFR Penguji :Tertianto Prabowo, dr, Sp.KFR PENDAHULUAN SPASME OTOT statik Kontraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas sehari- hari, beradaptasi dan berkontribusi di lingkungan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas sehari- hari, beradaptasi dan berkontribusi di lingkungan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hidup sehat adalah tujuan semua orang. Salah satu yang mempengaruhi kualitas hidup individu adalah kondisi fisiknya sendiri. Sehingga manusia yang sehat sudah tentu

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. Manifestasi fisiologi nyeri

BAB II PEMBAHASAN. Manifestasi fisiologi nyeri BAB II PEMBAHASAN 1. PROSES TERJADINYA NYERI DAN MANIFESTASI FISIOLOGIS NYERI Pengertian nyeri, menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah merupakan pengalaman sensoris subyektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dengan menggunakan bahan malam atau lilin melalui alat yang

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dengan menggunakan bahan malam atau lilin melalui alat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara yang kaya akan seni. Salah satu karya seni dari masyarakat Indonesia yang diwariskan secara turun-temurun adalah batik. Dalam Balai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modalitas sensorik tetapi adalah suatu pengalaman 1. The

BAB I PENDAHULUAN. modalitas sensorik tetapi adalah suatu pengalaman 1. The BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya Nyeri bukan hanya suatu modalitas

Lebih terperinci

Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut

Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut Konsep kenyamanan Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut didukung oleh Kolcaba yang mengatakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ergonomi 2.1.1. Pengertian Ergonomi Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, begitu juga dalam bidang kesehatan. Salah satu Negara kita, yaitu dari

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, begitu juga dalam bidang kesehatan. Salah satu Negara kita, yaitu dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan pembangunan dan teknologi memberikan dampak bagi segala bidang pembangunan, begitu juga dalam bidang kesehatan. Salah satu Negara kita, yaitu dari penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang satu sama lainnya saling

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang satu sama lainnya saling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan mahluk sosial yang satu sama lainnya saling berinteraksi, sesama manusia maupun lingkungan, baik secara langsung maupun secara tidak langsung, verbal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti HNP, spondyloarthrosis, disc migration maupun patologi fungsional

BAB I PENDAHULUAN. seperti HNP, spondyloarthrosis, disc migration maupun patologi fungsional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Vertebra memiliki struktur anatomi paling kompleks dan memiliki peranan yang sangat penting bagi fungsi dan gerak tubuh. Patologi morfologi seperti HNP, spondyloarthrosis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belikat. Keluhan yang sering ditimbulkan, antara lain: nyeri otot, pegal di

BAB I PENDAHULUAN. belikat. Keluhan yang sering ditimbulkan, antara lain: nyeri otot, pegal di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktifitas yang terus menerus akan menimbulkan masalah baru dan keluhan-keluhan pada tubuh kita, terutama pada sekitar leher, leher, dan belikat. Keluhan yang sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan karena 65% penduduk Indonesia adalah usia kerja, 30% bekerja disektor

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan karena 65% penduduk Indonesia adalah usia kerja, 30% bekerja disektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu dari negara dengan jumlah penduduk terbesar didunia, sangat berkepentingan terhadap masalah kesehatan dan keselamatan kerja. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nyeri tak tertahankan, mempengaruhi tangan, punggung, leher, lengan, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. nyeri tak tertahankan, mempengaruhi tangan, punggung, leher, lengan, bahkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Myalgia cervical atau sering dikenal dengan nyeri otot leher adalah suatu kondisi kronis dimana otot mengalami ketegangan atau terdapat kelainan struktural tulang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab 40% kunjungan pasien berobat jalan terkait gejala. setiap tahunnya. Hasil survei Word Health Organization / WHO

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab 40% kunjungan pasien berobat jalan terkait gejala. setiap tahunnya. Hasil survei Word Health Organization / WHO BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyeri menurut International Association For Study Of Pain / IASP yang dikutuip oleh Kuntono, 2011 adalah suatu pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian yakni salah satunya bagian leher yang mempunyai peranan sangat

BAB I PENDAHULUAN. bagian yakni salah satunya bagian leher yang mempunyai peranan sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tubuh manusia dibentuk oleh struktur tulang belakang yang sangat kuat dimana berfungsi sebagai penyanggah berat badan, yang terdiri dari beberapa bagian yakni

Lebih terperinci

Skeletal: Otot: Sendi: Fasia Hubungan sistem muskuloskeletal dengan reproduksi wanita

Skeletal: Otot: Sendi: Fasia Hubungan sistem muskuloskeletal dengan reproduksi wanita Skeletal: Struktur jaringan tulang Klasifikasi tulang Tulang tengkorak, rangka dada, tulang belakang, panggul, ekstremitas atas dan bawah Sendi: Klasifikasi berdasarkan gerakan Klasifikasi berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun mental dan juga bebas dari kecacatan. Keadaan sehat bukanlah

BAB I PENDAHULUAN. maupun mental dan juga bebas dari kecacatan. Keadaan sehat bukanlah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah suatu keadaan bebas dari penyakit baik penyakit fisik maupun mental dan juga bebas dari kecacatan. Keadaan sehat bukanlah merupakan keadaan statis,

Lebih terperinci

MANFAAT LATIHAN STATIC ACTIVE STRETCHING DAN MC KENZIE LEHER PADA SINDROMA MIOFASIAL LEHER PENJAHIT

MANFAAT LATIHAN STATIC ACTIVE STRETCHING DAN MC KENZIE LEHER PADA SINDROMA MIOFASIAL LEHER PENJAHIT MANFAAT LATIHAN STATIC ACTIVE STRETCHING DAN MC KENZIE LEHER PADA SINDROMA MIOFASIAL LEHER PENJAHIT SKRIPSI DISUSUN SEBAGAI PERSYARATAN DALAM MERAIH GELAR SARJANA SAINS TERAPAN FISIOTERAPI Disusun oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan komputer. Kebanyakan pengguna komputer tidak. yang berlebih pada otot-otot leher, pundak dan punggung atas.

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan komputer. Kebanyakan pengguna komputer tidak. yang berlebih pada otot-otot leher, pundak dan punggung atas. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era globalisasi saat ini sangat berkembang pesat. Dimana sangat membawa dampak perubahan yang sangat besar terhadap gaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berulang-ulang. Salah satunya adalah mengetik atau menekan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang berulang-ulang. Salah satunya adalah mengetik atau menekan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tangan merupakan salah satu anggota gerak tubuh yang paling sering digunakan dalam berbagai aktivitas sehari-hari. Dalam setiap aktivitas yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut manusia melakukan macam aktivitas. Aktivitas yang sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut manusia melakukan macam aktivitas. Aktivitas yang sangat BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan membuat manusia dituntut untuk hidup lebih maju mengikuti perkembangan tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. munculnya masalah tersebut, seseorang akan mengkompensasinya dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. munculnya masalah tersebut, seseorang akan mengkompensasinya dengan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktivitas manusia tidak bisa terlepas dengan fungsi kaki. Dari bangun tidur sampai tidur lagi, fungsi kaki sangat berperan. Perjalanan seribu mil pun selalu dimulai

Lebih terperinci

MEKANICAL CERVICAL & LUMBAR TRACTION. Oleh: Sugijanto

MEKANICAL CERVICAL & LUMBAR TRACTION. Oleh: Sugijanto MEKANICAL CERVICAL & LUMBAR TRACTION Oleh: Sugijanto Pengertian Traksi: proses menarik utk meregangkan jarak antar suatu bagian. Traksi spinal: tarikan utk meregangkan jarak antar vertebra. Traksi Non

Lebih terperinci

Pengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional

Pengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional Pengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional termasuk suatu komponen sensori, komponen diskriminatri, responrespon yang mengantarkan atau reaksi-reaksi yang ditimbulkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Myofascial Pain Syndrome 2.1.1 Definisi Nyeri merupakan suatu mekanisme perlindungan yang terjadi di dalam tubuh. Tujuannya agar seseorang menjadi lebih peka terhadap rangsangan

Lebih terperinci

PENGUKURAN KUANTITAS NYERI DASAR TEORI

PENGUKURAN KUANTITAS NYERI DASAR TEORI PENGUKURAN KUANTITAS NYERI DASAR TEORI 1. Pengertian Nyeri The International Association for the Study of Pain memberikan defenisi nyeri, yaitu: suatu perasaan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tahun dengan diagnosa medis CTS dextra diperoleh permasalahan berupa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tahun dengan diagnosa medis CTS dextra diperoleh permasalahan berupa BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Setelah dilakukan proses assessment pada pasien Ny. DA usia 44 tahun dengan diagnosa medis CTS dextra diperoleh permasalahan berupa nyeri tekan dan gerak pada pergelangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktivitas merupakan kegiatan sehari-hari yang dilakukan seseorang dalam menjalankan kehidupannya. Aktivitas yang dilakukan seseorang dalam menjalankan kehidupannya sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya aktifitas masyarakat diluar maupun didalam ruangan. melakukan atifitas atau pekerjaan sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya aktifitas masyarakat diluar maupun didalam ruangan. melakukan atifitas atau pekerjaan sehari-hari. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Negara Indonesia merupakan negara dengan jumah penduduk yang memasuki peringkat 5 besar penduduk terbanyak didunia. Dengan banyaknya jumlah penduduk di Indonesia membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang lebih modern masyarakat juga mengalami perubahan dan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang lebih modern masyarakat juga mengalami perubahan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era yang lebih maju dan berkembang disertai dengan peningkatan teknologi yang lebih modern masyarakat juga mengalami perubahan dan perilaku hidup, hal ini mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin banyaknya penggunaan komputer atau laptop di kalangan anak sekolah,

BAB I PENDAHULUAN. semakin banyaknya penggunaan komputer atau laptop di kalangan anak sekolah, 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi pada era globalisasi saat ini sangat berkembang pesat dan membawa dampak besar terhadap gaya hidup manusia. Salah satunya adalah semakin banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan yang dapat mengganggu proses kerja sehingga menjadi kurang

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan yang dapat mengganggu proses kerja sehingga menjadi kurang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini semua proses pekerjaan tidak terlepas dari posisi duduk, mulai dari orang kecil seperti murid sekolah sampai orang dewasa dengan pekerjaan yang memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sempurna baik secara fisik, mental, dan sosial serta tidak hanya bebas dari

BAB I PENDAHULUAN. yang sempurna baik secara fisik, mental, dan sosial serta tidak hanya bebas dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut WHO (Word Health Organization), sehat adalah Suatu keadaan yang sempurna baik secara fisik, mental, dan sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam mencari pengobatan (Kambodji, 2002). menyebabkan sekitar 12,5% dari seluruh angka sakit.

BAB I PENDAHULUAN. dalam mencari pengobatan (Kambodji, 2002). menyebabkan sekitar 12,5% dari seluruh angka sakit. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyeri punggung bawah merupakan salah satu keluhan yang dapat menurunkan produktivitas manusia, 80% penduduk di negara industri pernah mengalami nyeri punggung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. duduk terlalu lama dengan sikap yang salah, hal ini dapat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. duduk terlalu lama dengan sikap yang salah, hal ini dapat menyebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebiasaan duduk dapat menimbulkan nyeri pinggang apabila duduk terlalu lama dengan sikap yang salah, hal ini dapat menyebabkan otot punggung akan menjadi tegang

Lebih terperinci

BAB 2 NYERI. serta termasuk suatu komponen sensori, komponen diskriminatori, respon-respon yang

BAB 2 NYERI. serta termasuk suatu komponen sensori, komponen diskriminatori, respon-respon yang BAB 2 NYERI Nyeri adalah suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional serta termasuk suatu komponen sensori, komponen diskriminatori, respon-respon yang mengantarkan ataupun reaksi-reaksi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam studi kasus ini, seorang pasien perempuan dengan inisial Ny. NF

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam studi kasus ini, seorang pasien perempuan dengan inisial Ny. NF BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Dalam studi kasus ini, seorang pasien perempuan dengan inisial Ny. NF berusia 52 tahun dengan keluhan nyeri pinggang bawah dan menjalar sampai kaki kiri akibat Hernia

Lebih terperinci

Otot rangka tersusun dari serat-serat otot yang merupakan unit. penyusun ( building blocks ) sistem otot dalam arti yang sama dengan

Otot rangka tersusun dari serat-serat otot yang merupakan unit. penyusun ( building blocks ) sistem otot dalam arti yang sama dengan MORFOLOGI Organisasi Otot rangka tersusun dari serat-serat otot yang merupakan unit penyusun ( building blocks ) sistem otot dalam arti yang sama dengan neuron yang merupakan unit penyusun sistem saraf.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baru. (Millson, 2008). Sedangkan menurut pendapat Departement of Trade and

BAB I PENDAHULUAN. baru. (Millson, 2008). Sedangkan menurut pendapat Departement of Trade and BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Inovasi adalah perbuatan mengenalkan sesuatu yang baru dengan cara yang baru. (Millson, 2008). Sedangkan menurut pendapat Departement of Trade and Industry,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nyeri punggung bawah atau Low Back Pain (LBP) merupakan. sehingga dengan demikian walaupun etiologi LBP dapat bervariasi dari yang

BAB I PENDAHULUAN. Nyeri punggung bawah atau Low Back Pain (LBP) merupakan. sehingga dengan demikian walaupun etiologi LBP dapat bervariasi dari yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyeri punggung bawah atau Low Back Pain (LBP) merupakan manifestasi keadaan patologik yang dialami oleh jaringan atau alat tubuh yang merupakan bagian pinggang

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA CERVICAL ROOT SYNDROME DI RSUD SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA CERVICAL ROOT SYNDROME DI RSUD SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA CERVICAL ROOT SYNDROME DI RSUD SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: EKO BUDI WIJAYA J 100 090 032 KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Guna Melengkapi Tugas -Tugas dan Memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penyebabnya adalah virus. Salah satunya adalah flu, tetapi penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. yang penyebabnya adalah virus. Salah satunya adalah flu, tetapi penyakit ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini semakin banyak ditemukan berbagai penyakit berbahaya yang penyebabnya adalah virus. Salah satunya adalah flu, tetapi penyakit ini tidak mengancam jiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan segala aktifitas dalam kehidupan sehari-hari nya. Sehat adalah

BAB I PENDAHULUAN. melakukan segala aktifitas dalam kehidupan sehari-hari nya. Sehat adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan sangat penting bagi manusia untuk hidup dan untuk melakukan segala aktifitas dalam kehidupan sehari-hari nya. Sehat adalah suatu keadaan dimana seseorang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ada (kurangnya aktivitas fisik), merupakan faktor resiko independen. menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ada (kurangnya aktivitas fisik), merupakan faktor resiko independen. menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1. Aktivitas Fisik a. Definisi Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Aktivitas fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, dimana harus mempunyai kemampuan fungsi yang optimal

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, dimana harus mempunyai kemampuan fungsi yang optimal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan mahkluk sosial yang saling berinteraksi dengan lingkungannya, dimana harus mempunyai kemampuan fungsi yang optimal dalam bergerak atau beraktivitas.

Lebih terperinci

Bio Psikologi. Firman Alamsyah, MA. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Bio Psikologi. Firman Alamsyah, MA. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi Bio Psikologi Modul ke: Fakultas Psikologi SISTEM SENSORI MOTOR 1. Tiga Prinsip Fungsi Sensorimotor 2. Korteks Asosiasi Sensorimotor 3. Korteks Motorik Sekunder 4. Korteks Motorik Primer 5. Serebelum dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Brachial Plexus (pleksus brachialis) adalah pleksus saraf somatik yang

BAB I PENDAHULUAN. Brachial Plexus (pleksus brachialis) adalah pleksus saraf somatik yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Brachial Plexus (pleksus brachialis) adalah pleksus saraf somatik yang terbentuk antara ventral rami (akar) dari empat nervus cervical (C5-C8) dan nervus thoracal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Laktat merupakan produk akhir dari metabolisme anaerobik, proses ini berlangsung tanpa adanya oksigen.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Laktat merupakan produk akhir dari metabolisme anaerobik, proses ini berlangsung tanpa adanya oksigen. digilib.uns.ac.id 18 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Laktat merupakan produk akhir dari metabolisme anaerobik, proses ini berlangsung tanpa adanya oksigen. Selama latihan fisik akan terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau man made disease. Penyakit Akibat Kerja menurut OSHA. tahun 1992, dimana sekitar 62% pekerja menderita Musculoskeletal

BAB I PENDAHULUAN. atau man made disease. Penyakit Akibat Kerja menurut OSHA. tahun 1992, dimana sekitar 62% pekerja menderita Musculoskeletal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian Penyakit Akibat Kerja merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modern. Hal ini mengakibatkan dampak yang positif tetapi juga bisa

BAB I PENDAHULUAN. modern. Hal ini mengakibatkan dampak yang positif tetapi juga bisa 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perilaku dan gaya hidup manusia akan mengalami perubahan seiring dengan perkembangan jaman yang disertai kemajuan teknologi yang semakin modern. Hal ini mengakibatkan

Lebih terperinci

Tinjauan Umum Jaringan Otot. Tipe Otot

Tinjauan Umum Jaringan Otot. Tipe Otot Tinjauan Umum Jaringan Otot Tipe Otot Otot rangka menempel pada kerangka, lurik, dapat dikontrol secara sadar Otot jantung menyusun jantung, lurik, dikontrol secara tidak sadar Otot polos, berada terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang sangat banyak. cidera atau gangguan sendi yang cukup besar. (Kuntono 2003).

BAB I PENDAHULUAN. kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang sangat banyak. cidera atau gangguan sendi yang cukup besar. (Kuntono 2003). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Keadaan sehat merupakan dambaan bagi setiap orang,karena pada tubuh yang sehat seseorang dapat melaksanakan aktifitas fungsionalnya secara optimal, dengan demikian produktifitasnyapun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya dan dapat menyebabkan terjadinya disfungsi motorik dan sensorik yang berdampak pada timbulnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otak merupakan organ yang sangat vital bagi seluruh aktivitas dan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otak merupakan organ yang sangat vital bagi seluruh aktivitas dan fungsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otak merupakan organ yang sangat vital bagi seluruh aktivitas dan fungsi tubuh, karena di dalam otak terdapat berbagai pusat kontrol seperti pengendalian fisik, intelektual,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi ini, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang semakin canggih memberikan segala bentuk kemudahan bagi manusia dalam menjalankan kegiatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Olahraga merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita, karena

PENDAHULUAN. Olahraga merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita, karena BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita, karena olahraga dapat mempertahankan dan meningkatkan kesehatan tubuh, serta akan dapat berdampak kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antar manusia dapat dilakukan dengan berbagai alat dan sarana, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. antar manusia dapat dilakukan dengan berbagai alat dan sarana, salah satunya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi di era sekarang ini sangat pesat. Berbagai kemajuan tekonologi dapat kita peroleh dengan mudahnya. Seiring dengan perkembangan zaman dan pesatnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Produktivitas Kerja 1. Pengertian Produktivitas kerja adalah jumlah barang atau jasa yang dihasilkan oleh tenaga kerja yang bersangkutan dalam suatu periode tertentu. (15) Umumnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kompres 1. Kompres hangat Adalah memberikan rasa hangat pada daerah tertentu dengan menggunakan kantung berisi air hangat yang menimbulkan rasa hangat pada bagian

Lebih terperinci

Fungsi. Sistem saraf sebagai sistem koordinasi mempunyai 3 (tiga) fungsi utama yaitu: Pusat pengendali tanggapan, Alat komunikasi dengan dunia luar.

Fungsi. Sistem saraf sebagai sistem koordinasi mempunyai 3 (tiga) fungsi utama yaitu: Pusat pengendali tanggapan, Alat komunikasi dengan dunia luar. Pengertian Sistem saraf adalah sistem yang mengatur dan mengendalikan semua kegiatan aktivitas tubuh kita seperti berjalan, menggerakkan tangan, mengunyah makanan dan lainnya. Sistem Saraf tersusun dari

Lebih terperinci

tumpul, aching, dan menyebar, yang dapat berubah menjadi nyeri akut pada saat rahang berfungsi serta menyebabkan disfungsi mandibular berupa

tumpul, aching, dan menyebar, yang dapat berubah menjadi nyeri akut pada saat rahang berfungsi serta menyebabkan disfungsi mandibular berupa tumpul, aching, dan menyebar, yang dapat berubah menjadi nyeri akut pada saat rahang berfungsi serta menyebabkan disfungsi mandibular berupa pembukaan mulut (pada umumnya). 8 Pasien dengan sindroma nyeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selalu melibatkan anggota gerak tubuhnya. Suatu pergerakan

BAB I PENDAHULUAN. selalu melibatkan anggota gerak tubuhnya. Suatu pergerakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan sehari-hari manusia dalam bekerja dan beraktivitas selalu melibatkan anggota gerak tubuhnya. Suatu pergerakan membutuhkan kontraksi dari otot-otot yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menaiki tangga, berlari dan berolahraga secara umum dan lain-lain. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. menaiki tangga, berlari dan berolahraga secara umum dan lain-lain. Untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktivitas fisik adalah bagian sangat esensial dari kehidupan manusia sehari-hari. Misalnya berjalan kaki, mengangkat sesuatu dengan tangan, menaiki tangga, berlari dan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Definisi Traktus Spinotalamikus Anterior Traktus Spinotalamikus Lateral Daftar Pustaka

DAFTAR ISI. Definisi Traktus Spinotalamikus Anterior Traktus Spinotalamikus Lateral Daftar Pustaka DAFTAR ISI Definisi 2 Traktus Spinotalamikus Anterior 2 Traktus Spinotalamikus Lateral 4 Daftar Pustaka 8 1 A. Definisi Traktus Spinotalamikus adalah traktus yang menghubungkan antara reseptor tekanan,

Lebih terperinci

INTERVENSI DYNAMIC REVERSALS

INTERVENSI DYNAMIC REVERSALS INTERVENSI DYNAMIC REVERSALS LEBIH BAIK DARIPADA RHYTHMIC STABILIZATION DALAM MENINGKATKAN FLEKSIBILITAS OTOT UPPER TRAPEZIUS PADA PEGAWAI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA I PUTU YUDI PRAMANA PUTRA

Lebih terperinci