IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaaan Umum Perusahaan Sejarah dan Perkembangan Perusahaan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaaan Umum Perusahaan Sejarah dan Perkembangan Perusahaan"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaaan Umum Perusahaan Sejarah dan Perkembangan Perusahaan Wilayah Kabupaten Musi Banyuasin (MUBA), seluas ,96 km 2, memiliki banyak pusat produksi yang tersebar di beberapa tempat. Pusat-pusat produksi tersebut banyak menghasilkan komoditi berupa produk pertanian berupa beras, produk perkebunan utama berupa karet, kelapa, dan kelapa sawit, dan produk bahan galian/tambang dan barangbarang industri yang menunjang kegiatan sektor perdagangan di Kabupaten MUBA. Luas areal perkebunan tanaman karet rakyat sebesar ha dengan produksi ton, sedangkan luas perkebunan tanaman kelapa sawit rakyat sebesar ha dengan produksi ton (Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Musi Banyu Asin, 2008). Potensi tersebut merupakan peluang yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan ekonomi msayarakat kabupaten Musi Banyuasin. PT. ATB merupakan perseroan dengan kegiatan usaha bergerak di bidang pertanian, khususnya perkebunan kelapa sawit. Perseroan ini didirikan dengan akta notaris No. 35 tanggal 23 Januari 2006 di Jakarta oleh notaris. Modal dasar perseroan berjumlah Rp ,- (enam milyar rupiah), terbagi atas (enam ribu) saham, masing-masing saham bernilai nominal Rp ,- (satu juta rupiah). Dari modal dasar tersebut telah ditempatkan oleh para pendiri senilai total Rp ,- (satu milyar lima ratus juta rupiah). Untuk menjamin legalitas dan kelancaran usaha serta mendapatkan fasilitas-fasilitas yang diperlukan dalam merealisasikan rencana investasinya, PT. ATB telah memperoleh izin-izin (Tabel 11).

2 34 Tabel 11. Dokumen dan legalitas Dokumen Nomor Tanggal Izin Lokasi Perkebunan 023/KPTS/IUP/DISBUN/ Juli 2006 Bupati Muba Izin Lokasi Bupati Muba 1683 Tahun Agustus 2006 Surat Keterangan Domisili 87/ II/ Februari 2006 Perusahaan Akte Pengesahan C HT TH Maret 2006 Dep. HAM NPWP Februari 2006 Akte Notaris Rusnaldy, SH Januari 2006 Akte Notaris Rusnaldy, Januari 2006 SH Lokasi kebun PT. ATB berada di 5 desa yang tercakup dalam 4 Kecamatan yaitu Desa Epil (Kecamatan Lais), Desa Muara Teladan dan Desa Bandar Jaya (Kecamatan Sekayu), Desa Tanah Abang (Kecamatan Batanghari Leko) dan Desa Singadesa (Kecamatan Babat Toman), Kabupaten Musi Banyuasin, Propinsi Sumatera Selatan. Kebun ini berjarak kurang lebih 124 km dari kota Palembang sebagai Ibukota Propinsi. Posisi lokasi secara geografis dan batas-batas fisik dari areal proyek perkebunan tersebut disajikan pada Tabel 12. Perseroan sudah mendapatkan izin lokasi perkebunan Kelapa Sawit dengan luas Ha dari Bupati Musi Banyuasin pada tanggal 2 Agustus 2006 melalui keputusan Nomor 1683 Tahun Tabel 12. Posisi lokasi kebun PT. ATB secara geografis dan batas fisik No Uraian Lokasi 1 Posisi geografis Bujur Timur ' ' Lintang Selatan 02 37' ' 2 Batas-batas fisik Utara Selatan Barat Timur Berbatasan dengan Talang Manunggal Hulu dan Talang Depati, serta Talang Padang Alang dan Talang Kayukawan Berbatasan dengan Desa Bailangu, Desa Lumpatan dan Kecamatan Sekayu Berbatasan dengan Desa Simpangsari dan Desa Singadesa Berbatasan dengan Areal Pertambangan Minyak PT. Medco, Kebun Plasma PT. Musi Banyuasin Indah dan Kebun Plasma PTPN VIII, Talang Baru dan Kecamatan Sungai Lilin

3 Visi dan Misi Perusahaan PT ATB mempunyai visi terwujudnya perusahaan yang unggul dan handal dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit sebagai kawasan agribisnis agroindustri terpadu untuk tercapainya kesejahteraan stakeholder. Visi tersebut dijabarkan dalam misi berikut : a. Membangun dan mengembangkan kebun plasma dan inti melalui pola kemitraan; b. Mengembangkan perusahaan inti sebagai champion penghela pertumbuhan dan pengembangan kebun, serta pemasaran dan pengembangan hasil industri turunannya; c. Mengembangkan industri pengolahan hasil utama maupun sampingan, serta industri penunjang lainnya Evaluasi Rencana Kemitraan PT. TB dan Petani Evaluasi rencana kemitraan antara PT. Anugerah Tani Bersama (PT. ATB) dan petani dilakukan dengan melakukan analisis terhadap hasil SWOT dari masing-masing pihak. Berdasarkan hasil analisis SWOT tersebut, kemudian prospek kemitraan inti plasma antara petani dan PT. ATB dinilai secara deskriptif. Tabel 13. Deskripsi Faktor Internal dan Eksternal dari Petani, PT. ATB dan Kemitraan Petani PT. ATB Faktor Petani PT. ATB A. Internal Kekuatan (Strengths) Kelemahan (Weaknesses) Hubungan masyarakat Lahan Keuangan Sarana dan prasarana Produksi dan operasi Budaya kebun petani Pemasaran Kredibilitas mendapat akses modal Hubungan pemerintahan Keuangan Pemasaran Pengalaman membangun kebun Lahan Kemitraan Petani- PT. ATB Lahan Kredibilitas mendapat akses modal Hubungan masyarakat Hubungan pemerintah Keuangan Pemasaran Pengalaman membangun kebun

4 36 Lanjutan Tabel 13. Faktor Petani PT. ATB B. Ekternal Peluang (Opportunities) Ancaman (Threats) Ketersediaan lahan Dukungan pemerintah Prospek kelapa sawit Komoditas andalan daerah Tren Ekonomi Situasi politik dan keamanan dunia Dukungan pemerintah daerah Ketersediaan lahan petani Dukungan perbankan Prospek kelapa sawit Budaya kerja (perusahaan) Kebijakan kredit revitalisasi Komoditas andalan daerah Keberadaan LSM Daerah Situasi politik dan keamanan dunia Kemitraan Petani- PT. ATB Dukungan pemerintah daerah Ketersediaan lahan petani Dukungan perbankan Prospek kelapa sawit Situasi politik dan keamanan dunia Prospek kemitraan antara petani dan PT. ATB dikaji berdasarkan faktorfaktor SWOT secara deskriptif adalah : Kekuatan (strengths) a. Kredibilitas mendapat akses modal Kredibilitas dalam mendapat akses modal menjadi solusi dalam mengatasi permasalahan keuangan yang dirasakan oleh petani. Melalui kerjsama kemitraan, petani tidak perlu menyediakan dana tunai untuk dapat memiliki kebun kelapa sawit. b. Sarana dan prasarana Untuk menjamin legalitas dan kelancaran usaha serta mendapatkan sarana dan prasarana yang diperlukan dalam merealisasikan rencana investasinya, PT. ATB telah memperoleh izin-izin sebagai berikut : Izin Lokasi Perkebunan Bupati Muba, Izin Lokasi Bupati Muba, Surat Keterangan Domisili Perusahaan, Akte Pengesahan Dep.HAM, NPWP, Akte Notaris Rusnaldy, SH. c. Hubungan pemerintah Setiap pelaksanaan usaha tentunya tidak dapat terlepas dari peran dan dukungan pemerintah. Hubungan yang baik dengan pemerintah akan

5 37 membantu kelancaran perijinan dan kegiatan operasional usaha perkebunan. d. Organisasi dan manajemen Pola kerjasama kemitraan inti plasma dengan kepemilikan lahan oleh petani, pada umumnya dengan pola kerjasama bagi hasil (profit sharing). Petani sebagai pemilik lahan, menyerahkan seluruh lahan kepada perusahaan inti untuk mendapatkan hak guna usaha (HGU) dan sebagai imbalannya, petani mendapatkan persetase pembagian keuntungan dari total keuntungan pengusahaan kebun kelapa sawit. e. Visi dan misi kemitraan Kejelasan aturan atau kesepakatan antara PT. ATB dengan petani, sehingga menumbuhkan kepercayaan dalam hubungan kemitraan bisnis yang ada. Kesepakatan tentang aturan, perubahan harga, dan pembagian hasil harus dibuat secara adil oleh pihak-pihak yang bermitra. Dengan demikian, tujuan, kepentingan dan kesinambungan bisnis dari kedua pihak dapat terlaksana dan saling menguntungkan. f. Hubungan masyarakat Hubungan masyarakat (Humas) yang baik merupakan sebuah landasan yang diperlukan bagi petani untuk dapat maju dan berkembang. Dengan hubungan masyarakat yang baik, maka dapat memberikan situasi kondusif dan aman dalam melaksanakan kegiatan usaha. Humas dengan petani dan perusahaan dapat menjadi tolok ukur respon masyarakat terhadap kegiatan kerjasama kemitraan. g. Budaya kerja perusahaan Program inti plasma dalam pengembangan perkebunan kelapa sawit memerlukan keseriusan baik pihak petani selaku plasma yang mendapat bantuan dalam upaya mengembangkan usahanya, maupun pihak inti usaha besar atau menengah yang mempunyai tanggungjawab sosial untuk membina dan mengembangkan usaha kecil sebagai mitra usaha untuk jangka panjang.

6 38 h. SDM Kemitraan ini menyebabkan penyerapan tenaga kerja yang cukup banyak dan berkesinambungan di sektor pertanian. i. Keuangan Ketersediaan akses untuk mendapat modal menjadi faktor yang mempengaruhi keuangan bagi usaha kemitraan. Melalui kerjasama kemitraan, dapat dibuka akses untuk memperoleh kredit Kredit Koperasi Primer untuk Anggota (KKPA). j. Lahan Melalui kerjasama kemitraan, faktor lahan yang sebelumnya menjadi faktor kelemahan PT. ATB, mampu ditutupi dan menjadi salah satu faktor kekuatan. Potensi lahan plasma yang dimiliki petani adalah Ha. k. Pemasaran Pemasaran produk hasil kebun kelapa sawit dirasakan sebagai kelemahan bagi petani. Namun dengan kerjasama kemitraan, pemasaran hasil kebun menjadi lebih baik, karena selain lebih mudah, hasil yang dipasarkan juga memiliki nilai tambah lebih melalui pengolahan di pabrik pengolahan Kelapa Sawit Kelemahan a. Pengalaman membangun kebun Kerjasama kemitraan antara petani dan PT. ATB masih memiliki kelemahan dalam pengalaman membangun kebun. PT. ATB memiliki latar belakang sebagai perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan batubara, sedangkan secara demografis, masyarakat Kabupaten Musi Banyuasin (MUBA) mayoritas memiliki latar belakang budidaya tanaman karet (luas areal perkebunan karet rakyat Ha dan luas areal perkebunan kelapa sawit rakyat Ha). b. Penelitian dan pengembangan Masih kurangnya penelitian dan pengembangan untuk mengatasi persoalan ketersediaan input produksi (bibit unggul, pupuk dan pestisida) yang selama ini menyebabkan rendahnya produktivitas sawit.

7 39 c. Sistem informasi manajemen Keterbatasan sistem informasi manajemen menyebabkan petani tidak memiliki kemampuan untuk membangun kebun kelapa sawit dengan baik, misalnya, penerapan kultur teknis tidak tepat seperti penanaman, pemeliharaan, aplikasi pupuk, manajemen panen dan kesalahan dalam interpretasi kelas kesesuaian lahan Peluang a. Dukungan pemerintah daerah Dukungan pemerintah daerah diberikan kepada usaha perkebunan melalui kemudahan dalam pemberian ijin dengan pelayanan satu atap. b. Ketersediaan lahan petani Ketersediaan lahan yang lebih luas dalam usaha perkebunan, akan dapat meningkatkan produksi dan meningkatkan pendapatan perusahaan. selain itu, potensi kemungkinan terjadinya inefisiensi pabrik dapat diperkecil. c. Dukungan perbankan Dukungan dari pihak perbankan terkait dengan fasilitas kredit KKPA dapat dimanfaatkan hanya melalui kerjasama kemitraan. Dengan demikian, peluang untuk memperoleh tambahan modal usaha semakin luas. d. Prospek kelapa sawit Prospek kelapa sawit dinilai masih cukup besar, hal ini dapat dilihat dari terus meningkatnya konsumsi CPO. Konsumsi CPO dunia pada Desember 2008 (USDA, 2008) adalah MT. Tren peningkatan konsumsi CPO dunia diperlihatkan dalam Gambar 6. e. Penerimaan masyarakat petani Luasnya areal perkebunan tanaman kelapa sawit rakyat merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan ekonomi msayarakat kabupaten Musi Banyuasin. f. Kebijakan kredit revitalisasi Hubungan kerjasama antara kelompok petani/petani dengan perusahaan inti, dibuat seperti halnya hubungan antara Plasma dengan Inti di dalam

8 40 Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR). Petani merupakan plasma dan perusahaan besar sebagai inti. Kerjasama kemitraan ini kemudian menjadi terpadu dengan keikut sertaan pihak bank yang memberi bantuan pinjaman bagi pembiayaan usaha petani plasma. Gambar 6. Tren pertumbuhan konsumsi CPO Dunia (telah diolah kembali USDA, 2008) g. Komoditas andalan daerah Sawit merupakan salah satu komoditi andalan untuk produk perkebunan Kabupaten Musi Banyuasin sehingga mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah daerah setempat. h. Perkembangan teknologi Perkembangan teknologi informasi semakin pesat merupakan peluang bagi PT. ATB sehingga lebih mudah memonitor perkembangan teknologi budidaya dan perkembangan industri sawit agar produknya dapat disesuaikan dengan perkembangan jaman. i. Budaya kebun petani Pusat produksi di Kabupaten Musi Banyuasin sebagian besar menghasilkan komoditi pertanian dan perkebunan, sehingga budaya kebun merupakan halyang tidak asing lagi bagi masyarakat daerah tersebut.

9 Ancaman a. Tren ekonomi Risiko tren ekonomi yang mungkin dihadapi oleh petani dapat diminimalisir juga melalui program kemitraan, karena risiko usaha ditanggung secara bersama-sama. b. Perubahan kultur masyarakat Perubahan kultur masyarakat yang menyebabkan konflik sosial seperti ketidakharmonisan hubungan antara pekebun, masyarakat sekitar dan instasi terkait. Masalah-masalah sosial tersebut dapat berlanjut menjadi masalah lainnya seperti okupasi lahan, masalah ketersediaan lahan dan perizinan, serta tindakan kriminal seperti penjarahan produk. c. Keberadaan LSM daerah Secara umum, ancaman-ancaman yang mungkin muncul dari kondisi sebelum bermitra dapat diminimalisir melalui kerjasama kemitraan, yakni keberadaan LSM daerah. Potensi ancaman dari keberadaan LSM daerah dapat diminimalisir karena program kerjasama kemitraan merangkul pihak masyarakat petani setempat. d. Situasi politik dan keamanan dunia Kondisi politik dan keamanan dunia dinilai sebagai ancaman dalam kerjasama kemitraan. Kondisi tersebut tidak sepenuhnya dapat dikendalikan, baik oleh perusahaan maupun oleh petani. Kemungkinan kondisi politik dan keamanan dunia yang buruk (tidak stabil) dan isu-isu negatif seperti rencana pemberlakuan EU Directive on Renewable Energy and Fuel Quality (DREFQ), yaitu kebijakan baru Uni Eropa terkait dengan penggunaan energi terbarukan yang menilai minyak sawit (CPO) sebagai bahan baku biodiesel tidak berkualitas dan tidak ramah lingkungan pada tahun 2010, dinilai sebagai ancaman yang perlu untuk diantisipasi Analisis IFE dan EFE Analisis internal dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor kekuatan kerjasama kemitraan dan faktor kelemahan kerjasama kemitraan yang yang harus diperbaiki. Analisis eksternal dilakukan dengan tujuan menggabungkan

10 42 berbagai faktor peluang yang dapat menguntungkan kerjasama kemitraan dan faktor ancaman yang harus diwaspadai dalam pelaksanaan kerjasama kemitraan. Hasil analisis eksternal dievaluasi dengan menggunakan matriks EFE dan hasil analisis internal dievaluasi dengan menggunakan matriks IFE Faktor Lingkungan Internal Hasil analisis terhadap faktor internal menunjukkan bahwa faktor kekuatan internal yang dimiliki dalam kerjasama kemitraan ini terletak pada lahan, pemasaran, keuangan, kredibilitas mendapat akses modal, hubungan pemerintah dan hubungan masyarakat. Sedangkan faktor yang dinilai menjadi kelemahan adalah pengalaman dalam membangun kebun. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat rating yang tinggi untuk kekuatan berdasarkan hasil olah data kuesioner yang diberikan terhadap responden, dan rating yang rendah untuk kelemahan. Hasil analisis matriks IFE ditunjukkan dalam Tabel 14. Tabel 14. Analisis Faktor Internal No Faktor Internal Kekuatan 1 Kredibilitas mendapat akses modal Bobot (a) Rating (b) Skor (a x b) 0, ,28 2 Sarana dan prasarana 0, ,22 3 Hubungan pemerintahan 0, ,27 4 Organisasi dan manajemen 0, ,19 5 Visi dan misi kemitraan 0, ,19 6 Hubungan masyarakat 0, ,26 7 Budaya kerja perusahaan 0, ,18 8 SDM 0, ,19 9 Keuangan 0, ,29 10 Lahan 0, ,30 11 Pemasaran 0, ,29 12 Produksi dan operasi 0, ,22 Kelemahan 1 Pengalaman membangun kebun 0, ,07 2 Penelitian dan pengembangan 0, ,11 3 Sistem informasi manajemen 0, ,11 Total 1,00 3,17

11 Faktor Lingkungan Eksternal Hasil analisis terhadap faktor eksternal perusahaan menunjukkan bahwa faktor peluang eksternal yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan adalah dukungan pemerintah daerah, ketersediaan lahan petani, dukungan perbankan dan prospek kelapa sawit. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat rating yang tinggi berdasarkan hasil olah data kuesioner yang diberikan terhadap responden. Sedangkan faktor yang dinilai sebagai ancaman dan perlu diwaspadai adalah situasi politik dan keamanan dunia. Hasil analisis matriks EFE ditunjukkan dalam Tabel 15. Tabel 15. Analisis Faktor Eksternal No Faktor Eksternal Bobot (a) Rating (b) Skor (a x b) Peluang 1 Dukungan pemerintah daerah 0, ,30 2 Ketersediaan lahan petani 0, ,34 3 Dukungan perbankan 0, ,34 4 Prospek kelapa sawit 0, ,29 5 Penerimaan masyarakat petani 0, ,23 6 Kebijakan kredit revitalisasi 0, ,26 7 Komoditas andalan daerah 0, ,20 8 Perkembangan teknologi 0, ,21 9 Budaya kebun petani 0, ,24 Ancaman 1 Tren ekonomi 0, ,21 2 Perubahan kultur masyarakat 0, ,15 3 Keberadaan LSM daerah 0, ,14 4 Situasi politik dan keamanan 0, ,09 dunia Total 1,00 2, Analisis SWOT Kemitraan Hasil yang diperoleh dari analisis matriks IFE dan EFE, dapat digunakan sebagai acuan dalam menyusun strategi dengan analisis SWOT pada umumnya dan khusus untuk hal spesifik. Faktor-faktor kekuatan dan kelemahan yang dinilai berpengaruh besar berdasarkan matriks IFE akan menjadi dasar dalam penyusunan analisis SW (strengths and weaknesses)

12 44 kemitraan. Faktor-faktor yang peluang dan ancaman yang dinilai berpengaruh besar berdasarkan matriks EFE dapat menjadi dasar dalam penyusunan analisis OT (opportunities and threats) kemitraan (Tabel 16). Tabel 16. Matriks SWOT Peluang (O) Ancaman (T) Kekuatan (S) Melaksanakan kerjasama kemitraan yang dapat memaksimalkan pemanfaatan potensi lahan dan sumber daya masyarakat dalam pengembangan usaha kelapa sawit Melakukan pendekatan dan sosialisasi yang baik terhadap mitra sebagai antisipasi kemungkinan perubahan situasi eksternal Kelemahan (W) Melakukan kerjasama dengan pihak lain yang telah memiliki pengalaman dalam membangun, serta mengembangkan kebun dan pabrik kelapa sawit Menciptakan peluang kerjasama kemitraan baru dengan alternatif komoditas perkebunan yang lain Dari Hasil analisis SWOT dapat disusun alternatif strategi yang dapat diprioritaskan melalui analisis matriks perencanaan strategik kuantitatif (QSPM) dengan melakukan analisis berdasarkan komponen-komponen kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman.semakin tinggi angka jumlah nilai daya tarik total, maka alternatif strategi tersebut semakin menarik untuk diprioritaskan. Dari hasil pengolahan matriks QSP diperoleh hasil sebagaimana disajikan dalam Tabel 17. Hasil analisis matriks QSP menunjukkan bahwa alternatif strategi berbasis pada SO (strengths and opportunities) memiliki nilai total daya tarik yang paling tinggi, yaitu menunjukkan bahwa alternatif strategi tersebut mendapat prioritas utama dilaksanakan, karena dinilai paling menarik untuk dilaksanakan. Faktorfaktor utama yang mendukung strategi SO adalah kredibilitas mendapat akses modal, hubungan pemerintahan, hubungan masyarakat, keuangan, lahan, pemasaran, prospek kelapa sawit, dukungan perbankan, ketersediaan lahan petani dan dukungan pemerintah daerah. Sebagai prioritas berikutnya dipilih strategi berbasis pada ST (strengths and threats).

13 45 Tabel 17. Analisis Matriks QSP No Faktor Kunci Bobot Alternatif strategi 1 (SO) Alternatif strategi2 (WO) Alternatif strategi 3 (ST) Alternatif strategi 4 (WT) AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS Faktor Internal a b axb c axc d axd e Axe 1 Kredibilitas mendapat akses modal 0, , , , ,139 2 Sarana dan prasarana 0, , , , ,216 3 Hubungan pemerintahan 0, , , , ,206 4 Organisasi dan manajemen 0, , , , ,123 5 Visi dan misi kemitraan 0, , , , ,130 6 Hubungan masyarakat 0, , , , ,128 7 Budaya kerja perusahaan 0, , , , ,120 8 SDM 0, , , , ,194 9 Keuangan 0, , , , , Lahan 0, , , , , Pemasaran 0, , , , , Produksi dan operasi 0, , , , , Pengalaman membangun 0, , , , ,288 kebun 14 Penelitian dan 0, , , , ,168 pengembangan 15 Sistem informasi 0, , , , ,109 manajemen Total 1,00 2,94 2,43 2,87 2,62 Faktor Eksternal 1 Dukungan pemerintah daerah 0, , , , ,225 2 Ketersediaan lahan petani 0, , , , ,170 3 Dukungan perbankan 0, , , , ,171 4 Prospek kelapa sawit 0, , , , ,146 5 Penerimaan masyarakat 0, , , , ,155 petani 6 Kebijakan kredit 0, , , , ,173 revitalisasi 7 Komoditas andalan daerah 0, , , , ,134 8 Perkembangan teknologi 0, , , , ,205 9 Budaya kebun petani 0, , , , , Tren ekonomi 0, , , , , Perubahan kultur 0, , , , ,218 masyarakat 12 Keberadaan LSM daerah 0, , , , , Situasi politik dan 0, , , , ,351 keamanan dunia Total 1,00 2,95 2,95 2,62 2,54 Total Nilai Daya Tarik 1,92 5,89 5,39 5,49 5,17

14 Alternatif Usulan Strategi Berdasarkan hasil analisis SWOT dan QSPM, dapat disusun alternatif usulan strategi dalam mengembangkan usaha kelapa sawit dengan pola kemitraan antara PT. ATB dengan petani, maka alternatif usulan strategi tersebut adalah : 1. Melaksanakan kerjasama kemitraan dengan memaksimalkan potensi lahan yang dimiliki oleh masyarakat, 2. Memaksimalkan peranserta masyarakat dan keterlibatan masyarakat dalam pemilikan lahan perkebunan, 3. Mengembangkan pola kemitraan yang saling menguntungkan, baik bagi perusahaan inti dan petani, 4. Menciptakan sinergi yang baik antara perusahaan dan petani mitra, 5. Melakukan sosialisasi yang baik dalam pelaksanaan program kemitraan kepada masyarakat, 6. Melakukan kerjasama dengan pihak lain yang telah memiliki pengalaman dalam membangun kebun dan pabrik kelapa sawit Analisis Kelayakan Kerjasama Kemitraan Analisis Kelayakan Usaha Analisis kelayakan usaha bertujuan mengukur kelayakan usaha melalui parameter-parameter kelayakan yang digunakan untuk memberikan penilaian terhadap pengeluaran investasi. Berbagai asumsi harga, sarana dan hasil produksi, serta biaya proyek per hektar, digunakan dalam analisis tersebut. Luas areal kebun dalam analisis ini disesuaikan dengan rencana realisasi perusahaan, yaitu Ha kebun inti dan kebun plasma Ha. Kriteria kelayakan yang dinilai mencakup NPV, PBP, IRR, PI dan BEP. Asumsi-asumsi penghitungan yang mendasari penilaian kelayakan investasi, antara lain luas lahan yang dibudidayakan Ha. Asumsi harga jual CPO Rp /kg dengan proyeksi peningkatan per tahun senilai dengan proyeksi tingkat inflasi Indonesia dibanding dengan tingkat inflasi Amerika per tahun. Nilai inflasi Amerika diproyeksikan stabil pada angka 2,5%, sedangkan tingkat inflasi Indonesia diproyeksikan 6,5% dan

15 47 akan mengalami penurunan setiap tahun sebesar 2,5% dari tingkat inflasi tahun sebelumnya. Asumsi produksi TBS, CPO dan PKO disajikan dalam Tabel 18. Proyeksi tersebut didasarkan pada standar produktivitas per usia tanaman per hektar. Tabel 18. Proyeksi produksi TBS, CPO dan PKO perusahaan inti Tahun ke- Produksi TBS Produksi CPO Produksi Palm Kernel (ton) (ton) (ton) ,000 1, ,000 4, ,500 8,910 1, ,500 14,410 2, ,400 21,648 4, ,800 27,236 5, ,200 30,404 6, ,600 33,572 6, ,000 36,300 7, ,400 38,588 7, ,800 39,776 8, ,200 40,304 8, ,200 39,644 8, ,200 38,544 7, ,800 37,136 7, ,800 36,036 7, ,800 34,936 7, ,400 32,868 6, ,400 31,768 6, ,000 29,700 6, ,000 28,600 5,850 a. Biaya Total Proyek Biaya total proyek adalah seluruh biaya yang dikeluarkan dalam pembangunan kebun. Pengeluaran biaya dilakukan secara bertahap selama lima tahun penanaman dan tiga tahun pemeliharaan tanaman belum menghasilkan (TBM), termasuk pembangunan pabrik beserta

16 48 sarana dan prasarananya. Dalam periode tersebut, seluruh biaya yang dikeluarkan diperhitungkan sebagai investasi. Total biaya proyek yang dikeluarkan Rp. 372,789,807,828, terdiri dari biaya proyek Rp. 242,931,881,497 dan bunga selama pembangunan (Interest During Construction atau IDC) Rp. 129,857,926,331 (Proyeksi biaya total produksi tedapat dalam Lampiran 2). b. Rencana Pendanaan Pembangunan kebun dan pabrik secara keseluruhan termasuk kapitalisasi bunga dalam masa pembangunan (IDC) dan membutuhkan dana Rp. 372,789,807,828. Pendanaan pembangunan pabrik dan kebun direncanakan diperoleh dari pinjaman 65% dari total biaya proyek dan sisanya 35% diperoleh dari modal sendiri. c. Biaya Modal Kerja Modal kerja diperlukan untuk modal kerja kebun dan modal kerja pabrik. Modal kerja kebun digunakan untuk pemeliharaan tanaman produktif, panen dan transportasi. Biaya modal kerja pabrik digunakan untuk membeli sebagian bahan baku dari plasma, bahan penunjang, biaya tenaga kerja pabrik dan overhead. d. Harga Pokok Penjualan Berdasarkan biaya modal kerja kebun dan modal kerja pabrik, kemudian disusun harga pokok produksi dan penjualan. Harga pokok produksi merupakan akumulasi biaya kebun dan pabrik per tahun. Harga pokok mempertimbangkan produksi yang diestimasi terjual. Penjualan TBS diestimasi akan menyisakan persediaan TBS untuk satu hari, sedangkan penjualan minyak sawit mentah (CPO) dan inti sawit PKO akan menyisakan persediaan satu bulan. Harga pokok penjualan diperhitungkan sejak tanaman menghasilkan dan diperoleh penjualan. e. Proyeksi Harga, Produksi, Pendapatan dan Pengembalian Pinjaman Penerimaan perusahaan setelah pabrik dioperasikan, akan berasal dari penjualan minyak sawit mentah (crude palm oil, CPO) dan inti sawit PKO. Produksi TBS dari kebun menjadi bahan baku bagi

17 49 produksi CPO dan PK di pabrik. Proyeksi harga, produksi TPS serta nilai penjualan CPO dan PK disajikan dalam Lampiran 3, sedangkan proyeksi produksi, penjualan, pendapatan dan cicilan pinjaman disajikan dalam Lampiran 4. f. NPV NPV merupakan ukuran nilai tambah bersih dalam nilai kini bagi investasi yang akan dilakukan. NPV juga mencerminkan keuntungan murni di atas biaya yang diinvestasikan. Nilai NPV untuk pengusahaan perusahaan inti adalah Rp Hal ini berarti bahwa pengusahaan kebun inti layak untuk dilaksanakan. g. PBP PBP digunakan untuk mengetahui risiko-waktu dana investasi akan tertanam dan kemudian dapat dipulihkan. Nilai PBP sebesar 9,87 berarti bahwa investasi total pengusahaan kebun kelapa sawit akan terpulihkan dalam waktu 9,87 tahun. h. IRR IRR merupakan indikator imbangan terhadap tingkat imbalan yang disyaratkan oleh investor yang berpatokan pada suku bunga. Nilai NPV di atas setara dengan tingkat imbalan internal 34,15% (sebelum pajak) atau 31,34% (setelah pajak). Perbandingan terhadap tingkat suku bunga SBI, sebagai alternatif investasi lain, yakni rata-rata sebesar 8,04% (periode November 2007-Mei 2008 (sumber : Bank Indonesia, 2008), menunjukkan bahwa dengan tingkat IRR 31,34% (setelah pajak) proyek tersebut layak untuk dilaksanakan. i. Net B/C Net B/C adalah perbandingan antara nilai sekarang dari aliran kas masuk di masa yang akan datang. Pengusahaan perusahaan inti memiliki nilai net B/C sebesar 2,47, yang artinya layak untuk dilaksanakan, karena > 1. j. BEP BEP atau titik pulang pokok menunjukkan sejumlah pendapatan atau unit dimana penerimaan pendapatan pengusahaan perusahaan inti

18 50 sama dengan biaya yang ditanggungnya. BEP dapat ditentukan dengan satuan unit atau rupiah. BEP unit pengusahaan perusahaan inti menunjukkan nilai ton, yang artinya pada saat perusahaan inti menghasilkan ton CPO, maka perusahaan akan mencapai kondisi BEP. Kondisi BEP tersebut juga akan dicapai pada saat pendapatan perusahaan mencapai Rp k. Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan dengan melakukan perubahan terhadap beberapa faktor yang dinilai cukup nyata, yaitu volume produksi dan harga jual per unit. Melalui analisis sensitivitas ini ingin diketahui mengenai seberapa sensitif perubahan yang terjadi pada tiaptiap faktor kelayakan (Tabel 19). Tabel 19. Perbandingan hasil analisis sensitivitas Parameter Analisis Kelayakan Harga CPO : Rp /Kg 1) Produksi rataan TBS = 43,297 ton 2) Harga CPO : Rp /Kg 1) Produksi rataan TBS = 43,297 ton 2) Harga CPO : Rp /Kg 1) Produksi rataan TBS = 20,782 ton 2) NPV Rp Rp Rp PBP 9,87 tahun 14,54 tahun 14,74 tahun IRR (sblm pjk) 34,15% 17,37% 20,11% IRR (stlh pjk) 31,34% 12,81% 14,66 % PI 2,47 1,18 1,39 BEP (unit) ton ton ton BEP Rp Rp Rp Ket : 1) harga dasar asumsi CPO 2) produksi rataan TBS per tahun, dengan luas total tanaman Ha Tabel di atas menunjukkan perbandingan mengenai dampak yang terjadi terhadap parameter kelayakan finansial sebagai akibat perubahan harga CPO dan produksi TBS. Penurunan harga jual CPO 50% dari harga yang diasumsikan sekarang, akan menyebabkan

19 51 turunnya nilai NPV menjadi Rp Selain nilai NPV yang negatif, lama waktu PBP bagi investasi menjadi lebih lama, yaitu 14,54 tahun. Nilai IRR turun hingga menjadi hanya 17,37%, sehingga secara umum hasil kelayakan membuat investasi tersebut bernilai negatif, atau tidak layak. Penurunan jumlah produksi rataan TBS kelapa sawit sebesar 48% dari jumlah produksi semula, menyebabkan penurunan nilai NPV menjadi Rp Selain itu, jangka PBP lebih lama, yakni menjadi 17,74 tahun. Penurunan produktivitas TBS perlu di waspadai oleh pengelola kebun, karena akan menimbulkan potensi kerugian bagi investor, atau tidak layak Proyeksi hasil dan pembagian Penentuan proyeksi hasil dan pembagian yang diperoleh dari kerjasama kemitraan antara petani dan PT ATB bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai pendapatan rataan per hektar bagi petani dan PT ATB. Asumsi yang digunakan dalam menghitung proyeksi hasil dan pembagian adalah sesuai dengan luas lahan yang digunakan untuk kebun inti seluas Ha dan kebun plasma Ha. Pendanaan usaha yang digunakan berasal dari pinjaman 65% dan dana sendiri 35%, sedangkan tingkat suku bunga yang digunakan dalam perhitungan proyeksi 15% per tahun. Proyeksi hasil dan pembagian tidak mecakup pendapatan perusahaan dari pengolahan CPO dan PKO, namun hanya dari pendapatan penjualan TBS kelapa sawit. Pembagian biaya dan proyeksi hasil dilakukan dengan proporsi 60% untuk perusahaan dan 40% untuk petani. Proyeksi hasil yang akan diperoleh melalui kerjasama kemitraan antara petani dan perusahaan disajikan dalam Tabel 20. a. Proyeksi hasil bagi PT. ATB Proyeksi hasil yang disajikan merupakan proyeksi hasil kebun inti berupa penjualan TBS yang dihasilkan dari lahan seluas Ha. Proyeksi hasil ini dilakukan dengan memperhitungkan biaya kebun, yaitu berupa biaya pemupukan dan biaya panen, serta pembayaran

20 52 cicilan pinjaman 35% dari pendapatan yang diterima dari penjualan TBS. Proyeksi hasil bagi PT. ATB per hektar tahun disajikan dalam Tabel 21. b. Proyeksi hasil bagi petani plasma Proyeksi hasil yang diterima oleh petani plasma merupakan proyeksi hasil dari konsep kerjasama kemitraan dengan PT. ATB. Proyeksi hasil digunakan untuk mengetahui pendapatan petani dari per hektar lahan yang diserahkan kepada perusahaan. Luas lahan yang diproyeksikan sebagai kebun plasma adalah Ha. Dalam proyeksi ini, petani dibebani dengan cicilan pinjaman 35% dari pendapatan penjualan TBS hingga pinjaman berakhir. Proyeksi pendapatan yang diterima oleh petani plasma per hektar tahun disajikan dalam Tabel 22. Mekanisme pola kemitraan inti plasma 60:40 oleh PT. ATB adalah : 1. Pola kemitraan 60:40 berada dalam satu wadah Koperasi; sebelum pembagian hak, petani belum dapat mengetahui letak kebun masingmasing, sebab dalam pembangunan kebun dan lahan dikonsolidasi 2. Pembagian sertifikat hak milik dilakukan setelah kredit secara menyeluruh lunas, disaksikan oleh ahli waris dan para saksi 3. Sertifikat hak milik dibuat atas nama dan tidak dapat diperjual belikan sebelum lunas kewajiban 4. Ikatan kemitraan diperjanjikan antara perusahaan dengan koperasi di hadapan Notaris 5. Pengelolaan kebun sampai kredit dinyatakan lunas, dilaksanakan oleh perusahaan inti; setelah lunas terbuka opsi bagi kedua belah pihak untuk meneruskan atau menghentikan ikatan kemitraan 6. Selama dalam proses pelunasan kredit, petani dapat memperoleh hasil dengan perhitungan; hasil produksi (TBS) dikurangi biaya produksi dan operasi (sekitar 40%), dikurangi 35% untuk cicilan kewajiban

21 53 Pola kemitraan inti-plasma PT. ATB dapat digambarkan dalam skema di bawah ini (Gambar 7). Pola Kemitraan 60:40 Manajemen 100% Perusahaan Kemitraan Investasi Lahan 100% Petani Pembangunan Kebun Bagi Hak atas Tanah 60% Inti HGU 40% Plasma SHM Koperasi Pemeliharaan Bank Panen Hasil sekitar 40% 35% untuk Cicilan sekitar 25% Lunas sekitar 60% Kemitraan Berlanjut Opsi Plasma Mandiri Gambar 7. Skema pola kemitraan PT. ATB dengan masyarakat

22 54 Tabel 20. Proyeksi hasil kemitraan antara petani dan PT. ATB per tahun per hektar Tahun ke- TBS Total Pendapatan pokok pinjaman IDC total pinjaman Biaya kebun Pembayaran Cicilan Pendapatan Produksi (ton/ha) Harga (Rp/Kg) a b c = a x b d e f = (d + e) g h = 35% x (c-g) i = (c-g)-h 0-1,101-3,850,963 3,850, ,142-3,802, ,548 7,846, ,183-1,930, ,954 10,669, ,224-1,538,238 1,600,443 13,808, ,264 8,846,605 1,120,077 2,071,245 16,999,620 4,405,000 1,554,562 2,887, ,304 13,687,698-2,549,943 17,995,001 5,230,500 2,960,019 5,497, ,343 15,259, ,034,982 5,858,050 3,290,411 6,110, ,381 17,871, ,744,571 6,653,336 3,926,414 7,291, ,419 18,923, ,818,157 5,568,460 4,674,116 8,680, ,456 24,756, ,144,041 6,715,827 3,144,041 11,726, ,492 28,356, ,741,722 20,614, ,528 32,081, ,905,637 23,175, ,562 35,533, ,171,329 25,362, ,595 38,681, ,542,154 27,138, ,627 40,814, ,912,515 27,902, ,658 42,280, ,322,646 27,957, ,688 42,333, ,624,143 26,709, ,716 41,902, ,956,405 24,946, ,743 40,967, ,303,942 22,663, ,769 40,394, ,855,853 20,539, ,794 39,757, ,535,107 18,222, ,817 37,847, ,014,688 14,832, ,838 37,073, ,945,496 12,128, ,859 35,004, ,624,591 8,380, ,878 34,108, ,838,550 5,269,630 Rataan 16,573,245 53

23 55 Tabel 21. Proyeksi hasil bagi PT. ATB melalui pengusahaan kebun dengan kemitraan per tahun hektar (60%) Tahun ke- TBS Pendapatan Penjualan TBS Pokok pinjaman IDC Total pinjaman Biaya kebun Pembayaran Cicilan Pendapatan Produksi (ton/ha) Harga (Rp/Kg) a b c = a x b d e f = (d + e) g h = 35% x (c-g) i = (c-g)-h 0-1,101-2,310,578 2,310, ,142-2,281, ,529 4,707, ,183-1,158, ,773 6,401, , , ,266 8,284, ,264 5,307, ,046 1,242,747 10,199,772 2,643, ,737 1,732, ,304 8,212,619-1,529,966 10,797,001 3,138,300 1,776,012 3,298, ,343 9,155, ,020,989 3,514,830 1,974,247 3,666, ,381 10,722, ,046,742 3,992,002 2,355,848 4,375, ,419 11,353, ,690,894 3,341,076 2,804,470 5,208, ,456 14,854, ,886,424 4,029,496 1,886,424 7,035, ,492 17,013, ,645, ,368, ,528 19,248, ,343, ,905, ,562 21,320, ,102, ,217, ,595 23,208, ,925, ,283, ,627 24,488, ,747, ,741, ,658 25,368, ,593, ,774, ,688 25,400, ,374, ,025, ,716 25,141, ,173, ,967, ,743 24,580, ,982, ,598, ,769 24,236, ,913, ,323, ,794 23,854, ,921, ,933, ,817 22,708, ,808, ,899, ,838 22,244, ,967, ,276, ,859 21,002, ,974, ,028, ,878 20,464, ,303, ,161,778 rataan 9,943,947 54

24 56 Tabel 22. Proyeksi hasil bagi petani plasma melalui kerjasama kemitraan dengan PT. ATB per tahun hektar (40%) Tahun ke- TBS Pendapatan Pokok pinjaman IDC Total pinjaman Biaya kebun Pembayaran cicilan Pendapatan Produksi (ton/ha) Harga (Rp/Kg) a b c = a x b c d e = (c + d) f g h = (c-f)-g Rataan

25 Analisis Perbandingan proyeksi hasil kemitraan PT. ATB dengan sistem bagi hasil 80:20 Penilaian kelayakan kemitraaan PT. ATB juga dilakukan dengan membandingkan proyeksi hasil pola kemitraan yang dilaksanakan dengan pola kemitraan yang telah lazim dilakukan, yaitu pola kemitraan dengan bagi hasil 80:20. PT. ATB menerapkan pola kemitraan inti plasma 60:40. Dalam pola ini, lahan yang semula adalah milik petani, diserahkan kepada perusahaan melalui koperasi. Lahan tersebut akan dibangun menjadi areal kebun kelapa sawit dan disertifikasi dalam dua jenis yang berbeda, yaitu Hak Guna Usaha (HGU) dan Sertifikat hak Milik (SHM). Seluas 60% lahan akan disertifikasi dalam bentuk HGU dan diperuntukkan bagi perusahaan inti, sedangkan 40% sisanya akan disertifikasi dalam bentuk SHM yang diperuntukkan bagi petani plasma. Perbedaan utama pola kemitraan 60:40 dengan pola bagi hasil 80:20 terletak pada status kepemilikan lahan, beban kredit investasi, dan pembagian hasil usaha. Tabel 23. Perbandingan pola kemitraan 80:20 dan pola kemitraan 60:40 secara umum Aspek No. Perbandingan 1 Dasar kemitraan 2 Kepemilikan lahan 3 Andil para pihak Pola Kemitraan 80:20 Pola Kemitraan 60:40 Bagi hasil yaitu 80% hasil bagi Inti, 20% hasil bagi petani Lahan asal milik petani, dengan kemitraan 100% HGU bagi Inti Petani berinvestasi lahan, inti berinvestasi finansial, SDM dan teknologi Bagi lahan 60% menjadi lahan Inti (HGU), 40% lahan petani (SHM). Konsekuensi bagi hasil yang diterima 60% hasil bagi Inti dan 40% hasil bagi petani Lahan asal milik petani, dengan kemitraan 60% HGU bagi Inti dan 40% SHM milik petani Petani berinvestasi lahan dan 40% pembangunan kebun, inti berinvestasi 60% pembangunan kebun, avalis pendanaan, SDM dan teknologi

26 58 Lanjutan Tabel 23. No. Aspek Perbandingan Pola Kemitraan 80:20 Pola Kemitraan 60:40 4 Pengelolaan Satu manajemen oleh Inti Satu manajemen oleh Inti 5 Penyerahan lahan 6 Beban kredit investasi pembangunan kebun 7 Pemilikan dan penguasaan lahan 8 Proses kepemilikan seterusnya Petani peserta secara tertulis menyerahkan lahannya kepada Koperasi, selanjutnya oleh koperasi diteruskan kepada Perusahaan untuk dibangun kebun kelapa sawit Petani peserta TIDAK dibebani kredit investasi pembangunan kebun Lahan petani tetap utuh kecuali dipotong fasilitas infrastruktur, tetapi dikuasai perusahaan (HGU bagi perusahaan) Tidak ada proses konversi kepemilikan, sepanjang masa kemitraan lahan menjadi HGU yang dikuasai perusahaan 9 Status lahan Lahan petani seluruhnya diubah statusnya menjadi HGU atas nama Perusahaan 10 Pengelolaan kebun Kebun kelapa sawit dikelola oleh perusahaan sejak pembibitan, TBM, TM sampai peremajaan kembali dengan opsi pengalihan pengelolaan sebagian kebun setelah kredit lunas Petani peserta secara tertulis menyerahkan lahannya kepada Koperasi, selanjutnya oleh koperasi diteruskan kepada Perusahaan untuk dibangun kebun kelapa sawit Petani peserta dibebani kredit investasi pembangunan 40% kebun Lahan setelah dipotong fasilitas infrastruktur, 40% akan dimiliki petani setelah kredit lunas (sertifikat bagi petani) Proses konversi menjadi hak milik dengan sertifikat dilakukan setelah kredit investasi pembangunan kebun lunas Seluas 60% lahan petani diubah statusnya menjadi HGU atas nama Perusahaan, sedangkan 40% sisanya menjadi hak milik bersertifikat bagi petani Kebun kelapa sawit dikelola oleh perusahaan sejak pembibitan, TBM, TM sampai peremajaan kembali, kecuali bila petani mengambil opsi pengalihan pengelolaan setelah kredit lunas

27 59 Lanjutan Tabel 23. No. Aspek Perbandingan 11 Penerimaan bagi hasil 12 Status lahan setelah kemitraan selesai Pola Kemitraan 80:20 Pola Kemitraan 60:40 Petani mulai memperoleh pembagian hasil 20% setelah dipotong biaya pemupukan, perawatan, panen dan transportasi TBS dari kebun ke pabrik pada saat tanaman di lapangan berumur 49 bulan HGU dapat diperpanjang untuk dua kali siklus pertanaman produktif. Setelah kemitraan selesai, lahan HGU kembali menjadi milik petani Petani mulai memperoleh pembagian hasil 40% setelah dipotong biaya pemupukan, perawatan, panen dan transportasi TBS dari kebun ke pabrik pada saat tanaman di lapangan berumur 49 bulan HGU dapat diperpanjang untuk dua kali siklus pertanaman produktif. Setelah kemitraan selesai, lahan HGU kembali menjadi milik petani Petani dalam kedua pola kerjasama tersebut menanggung beban biaya operasional, yaitu meliputi biaya pemupukan, perawatan, panen dan transportasi TBS sebelum menerima bagi hasil yang ditentukan. Berdasarkan hasil proyeksi yang dilakukan, diperoleh hasil perhitungan pendapatan rataan petani dengan pola kemitraan 60:40 lebih besar daripada pendapatan rataan petani dengan sistem bagi hasil 80:20. Pendapatan rataan petani dengan pola kemitraan 60:40 sebesar Rp. 6,629,298 per tahun/hektar, sedangkan dengan pola bagi hasil 80:20 Rp. 3,531,028 per tahun/hektar.

28 60 Tabel 24. Proyeksi perbandingan hasil kemitraan inti plasma 60:40 dan bagi hasil 80:20 Tahun ke- Produksi (ton/ha) TBS Harga (Rp/Kg) Pendapatan Biaya kebun Pendapatan petani inti plasma 60:40 Pendapatan bersih bagi hasil petani (80:20) a B c = (a+b) d e f = (c-d) x 20% 0-1, , , , ,264 3,538,642 1,762,000 1,154, , ,304 5,475,079 2,092,200 2,198,872 1,691, ,343 6,103,690 2,343,220 2,444,305 1,880, ,381 7,148,665 2,661,335 2,916,765 2,243, ,419 7,569,231 2,227,384 3,472,201 2,670, ,456 9,902,681 2,686,331 4,690,628 3,608, ,492 11,342,629 3,096,689 8,245,940 4,122, ,528 12,832,574 3,562,255 9,270,319 4,635, ,562 14,213,493 4,068,532 10,144,962 5,072, ,595 15,472,441 4,616,862 10,855,580 5,427, ,627 16,325,806 5,165,006 11,160,800 5,580, ,658 16,912,121 5,729,058 11,183,062 5,591, ,688 16,933,597 6,249,657 10,683,940 5,341, ,716 16,761,199 6,782,562 9,978,636 4,989, ,743 16,387,050 7,321,577 9,065,473 4,532, ,769 16,157,960 7,942,341 8,215,619 4,107, ,794 15,903,119 8,614,043 7,289,076 3,644, ,817 15,138,954 9,205,875 5,933,079 2,966, ,838 14,829,510 9,978,198 4,851,312 2,425, ,859 14,001,852 10,649,836 3,352,015 1,676, ,878 13,643,272 11,535,420 2,107,852 1,053,926 rataan 6,629,298 3,531,028 59

29 Implikasi Manajerial Berdasarkan hasil analisis SWOT yang telah dilakukan, maka dapat ditetapkan beberapa alternatif strategi seperti yang terlihat dalam matriks SWOT. Dari beberapa alternatif strategi yang sudah diformulasikan, dengan matriks QSP didapatkan prioritas strategi yang dapat diimplementasikan oleh PT. ATB, dengan tetap mengandalkan kekuatan dan peluang yang ada, serta mengatasi semua kelemahan dan mengantisipasi adanya ancaman yang berasal dari lingkungan internal dan eksternal perusahaan. Implikasi manajerial yang dapat dilakukan PT. ATB berkaitan dengan nilai NPV yang dihasilkan, dimana memiliki nilai keuntungan murni di atas biaya investasinya, yaitu mengerahkan sumber daya untuk mencapai pertumbuhan dengan teknologi tertentu. Tindakan yang dapat dilakukan, antara lain meningkatkan tingkat produksi dengan memaksimalkan potensi lahan yang ada dengan dukungan teknologi modern. Implikasi manajerial yang dapat dilakukan berkaitan dengan nilai PBP yang dihasilkan 9,87 tahun, yaitu dengan melakukan perubahan terhadap pola kerjasama atau menciptakan bentuk kemitraan yang lebih mengikat dan saling menguntungkan (misal dengan perjanjian kerjasama kemitraan minimal 10 tahun). Selain itu, strategi pengembangan produk dapat dilakukan dengan diversifikasi produk atau mengembangkan produk baru yang berkaitan dengan lini produk yang sudah ada, namun tetap memperhatikan mutu hasil produksi dan terus ditingkatkan secara berkesinambungan. Implikasi manajerial yang dapat dilakukan berkaitan dengan nilai IRR yang menunjukkan proyek layak untuk dilaksanakan sebesar 31,43%, yaitu pengembangan pasar yang dimaksud adalah dengan penguasaan pasar di kotakota besar di Indonesia dan meningkatkan informasi pasar, serta menambah saluran distribusi. Tindakan yang dapat dilakukan, antara lain membuka pasar baru dan menarik segmen pasar lain dengan mengembangkan produk yang unit dan khas untuk memikat segmen lain. Implikasi manajerial yang berkaitan dengan nilai B/C ratio yang dihasilkan melebihi 1 yakni sebesar 2,47, dimana angka ini menunjukkan tingkat besarnya tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu

30 62 satuan. Strategi yang dapat dilakukan PT. ATB berkaitan dengan hal tersebut, yaitu dengan cara menginformasikan secara lebih jelas dan terbuka tentang pelaksanaan program kemitraan yang telah dilaksanakan, permasalahan, kendala dan manfaat yang dapat dihasilkan. Dapat pula dilakukan sosialisasi kepada masyarakat dan petani oleh manajemen perusahaan agar tercipta sinergi yang lebih baik. Implikasi manajerial yang dapat dilakukan berkaitan dengan nilai titik impas (BEP) yang dihasilkan ton atau sebesar Rp , yaitu perlu adanya komitmen dari manajemen perusahaan dan karyawan untuk melaksanakan program yang telah disusun dengan baik, mengembangkan dan memperbaiki standar kinerja, serta melatih keterampilan karyawan, agar hasil produksi dapat maksimal dan BEP segera terpenuhi.

III. METODE KAJIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Kajian

III. METODE KAJIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Kajian III. METODE KAJIAN 3.. Kerangka Pemikiran Kajian Sinergi yang saling menguntungkan antara petani dan perusahaan (PT ATB) dalam pengusahaan perkebunan merupakan faktor penting dalam usaha pengembangan perkebunan

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI 2.1. Kerangka Teoritis Kemitraan

II. LANDASAN TEORI 2.1. Kerangka Teoritis Kemitraan II. LANDASAN TEORI 2.1. Kerangka Teoritis Kemitraan Kemitraan pada dasarnya mengacu pada hubungan kerjasama antar pengusaha yang terbentuk antara usaha kecil menengah (UKM) dengan usaha besar. Kemitraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap perusahaan memiliki rencana pengembangan. bisnis perusahaan untuk jangka waktu yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap perusahaan memiliki rencana pengembangan. bisnis perusahaan untuk jangka waktu yang akan datang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Business Assignment Pada dasarnya setiap perusahaan memiliki rencana pengembangan bisnis perusahaan untuk jangka waktu yang akan datang. Pengembangan bisnis ini diharapkan dapat memberikan

Lebih terperinci

Mungkur dan Gading Jaya. kebun Limau. PT Selapan Jaya, OKI ha ha, Musi Banyuasin. PT Hindoli, 2, kebun Belida dan Mesuji

Mungkur dan Gading Jaya. kebun Limau. PT Selapan Jaya, OKI ha ha, Musi Banyuasin. PT Hindoli, 2, kebun Belida dan Mesuji Tabel 13 Perbandingan Karakteristik Kebun Kelapa Sawit Inti dan Plasma Contoh di Sumatera Selatan Tahun 2002 No Karakteristik Betung Barat 1 Nama lain IV Betung Talang Sawit Sungai Lengi II B Sule PT Aek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah dibuka maka investasi harus terus dilanjutkan sampai kebun selesai

BAB I PENDAHULUAN. telah dibuka maka investasi harus terus dilanjutkan sampai kebun selesai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bisnis perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu bisnis yang dinilai prospektif saat ini. Karakteristik investasi dibidang perkebunan kelapa sawit teramat berbeda

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS Perencanaan pembangunan antara lain dimaksudkan agar Pemerintah Daerah senantiasa mampu menyelaraskan diri dengan lingkungan. Oleh karena itu, perhatian kepada mandat

Lebih terperinci

III. METODE KAJIAN A. Lokasi dan Waktu B. Metode Kerja 1. Pengumpulan data

III. METODE KAJIAN A. Lokasi dan Waktu B. Metode Kerja 1. Pengumpulan data 15 III. METODE KAJIAN A. Lokasi dan Waktu Pengambilan data dilakukan di PT. Mitra Bangun Cemerlang yang terletak di JL. Raya Kukun Cadas km 1,7 Kampung Pangondokan, Kelurahan Kutabaru, Kecamatan Pasar

Lebih terperinci

KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SILO JAGUNG di GAPOKTAN RIDO MANAH KECAMATAN NAGREK KABUPATEN BANDUNG

KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SILO JAGUNG di GAPOKTAN RIDO MANAH KECAMATAN NAGREK KABUPATEN BANDUNG LAMPIRAN 83 Lampiran 1. Kuesioner kelayakan usaha KUESIONER PENELITIAN KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SILO JAGUNG di GAPOKTAN RIDO MANAH KECAMATAN NAGREK KABUPATEN BANDUNG SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Kelapa Sawit

Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Kelapa Sawit Fitur Pemeringkatan ICRA Indonesia April 2015 Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Kelapa Sawit Pendahuluan Sektor perkebunan terutama kelapa sawit memiliki peran penting bagi perekonomian Indonesia karena

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian atau mencakup. yang berhubungan dengan tujuan penelitian.

METODE PENELITIAN. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian atau mencakup. yang berhubungan dengan tujuan penelitian. III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti, serta penting untuk memperoleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang PT. Perkebunan Nusantara atau biasa disebut sebagai PTPN merupakan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memiliki kewenangan untuk mengelola perkebunan yang ada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia salah satunya di Provinsi Sumatera Selatan. Pertanian

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia salah satunya di Provinsi Sumatera Selatan. Pertanian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usaha di bidang pertanian merupakan sumber mata pencaharian pokok bagi masyarakat Indonesia salah satunya di Provinsi Sumatera Selatan. Pertanian berperan sangat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN I. PENDAHULUAN.. 1

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN I. PENDAHULUAN.. 1 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN Halaman.. i..vi.. viii.. ix I. PENDAHULUAN.. 1 1.1. Latar Belakang.. 1 1.2. Identifikasi Masalah..5 1.3. Rumusan Masalah.. 6 1.4. Tujuan

Lebih terperinci

Lingkup hunbungan kemitraan meliputi :

Lingkup hunbungan kemitraan meliputi : Lingkup hunbungan kemitraan meliputi : 1. Penyediaan Lahan Lahan yang dimaksud harus memenuhi kriteria KESESUAIAN LAHAN ( Suitable) dari aspek teknis, TERJAMIN dari aspek Legal dan KONDUSIF secara Sosial.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebutuhan akan minyak nabati dalam negeri. Kontribusi ekspor di sektor ini pada

I. PENDAHULUAN. kebutuhan akan minyak nabati dalam negeri. Kontribusi ekspor di sektor ini pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting di Indonesia, baik dilihat dari devisa yang dihasilkan maupun bagi pemenuhan kebutuhan akan minyak

Lebih terperinci

BAB I PROFIL PERUSAHAAN

BAB I PROFIL PERUSAHAAN BAB I PROFIL PERUSAHAAN 1.1 Sejarah Singkat PT. Paya Pinang Pada bulan Maret tahun 1962 para pendiri perusahaan (pribumi) yang tergabung dalam PT. Sumber Deli dan PT. Tjipta Makmur (sebagai owner) yang

Lebih terperinci

III. METODE KAJIAN. B. Pengolahan dan Analisis Data

III. METODE KAJIAN. B. Pengolahan dan Analisis Data 19 III. METODE KAJIAN Kajian ini dilakukan di unit usaha Pia Apple Pie, Bogor dengan waktu selama 3 bulan, yaitu dari bulan Agustus hingga bulan November 2007. A. Pengumpulan Data Metode pengumpulan data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dicapai. Ketiga tujuan tersebut antara lain: laba perusahaan yang maksimal,

BAB I PENDAHULUAN. dicapai. Ketiga tujuan tersebut antara lain: laba perusahaan yang maksimal, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya setiap perusahaan memiliki tiga tujuan utama yang ingin dicapai. Ketiga tujuan tersebut antara lain: laba perusahaan yang maksimal, pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting di

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang penting di Indonesia, baik dilihat dari devisa yang dihasilkan maupun bagi pemenuhan kebutuhan akan minyak

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuesioner kajian untuk penilaian bobot dan rating faktor strategi internal dan eksternal Jaya Printing Garment, Jakarta

Lampiran 1. Kuesioner kajian untuk penilaian bobot dan rating faktor strategi internal dan eksternal Jaya Printing Garment, Jakarta LAMPIRAN 51 53 Lampiran 1. Kuesioner kajian untuk penilaian bobot dan rating faktor strategi internal dan eksternal Jaya Printing Garment, Jakarta KUESIONER : BAGI MANAJEMEN PERUSAHAAN KAJIAN KINERJA DAN

Lebih terperinci

Adapun lingkup hunbungan kemitraan meliputi :

Adapun lingkup hunbungan kemitraan meliputi : Adapun lingkup hunbungan kemitraan meliputi : 1. Penyediaan Lahan Lahan yang dimaksud harus memenuhi kriteria KESESUAIAN LAHAN ( Suitable) dari aspek teknis, TERJAMIN dari aspek Legal dan KONDUSIF secara

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Negara Indonesia yang merupakan negara

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 6 1.3 Tujuan Penelitian...

Lebih terperinci

III METODOLOGI. 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Penentuan Metode Destilasi Minyak Pala

III METODOLOGI. 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Penentuan Metode Destilasi Minyak Pala 50 III METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian 3.1.1 Penentuan Metode Destilasi Minyak Pala a. Penentuan Kriteria dan Alternatif : Diperlukan data primer berupa kriteria yang digunakan dalam pemilihan

Lebih terperinci

Sakti Hutabarat Staf pengajar Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Riau

Sakti Hutabarat Staf pengajar Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Riau Evaluasi Investasi Perkebunan Kelapa Sawit Pola PIR di Desa Gading Sari Kec. Tapung Kab. Kampar (Sakti Hutabarat) EVALUASI INVESTASI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT POLA PIR DI DESA GADING SARI KECAMATAN TAPUNG

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU)

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) DINAS PERKEBUNAN KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2015 DAFTAR ISI Kata Pengantar... Daftar Isi... i ii BAB. I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Maksud..... 1 1.3. Tujuan....

Lebih terperinci

PT AUSTINDO NUSANTARA JAYA Tbk. TANYA JAWAB PUBLIC EXPOSE Senin, 14 Mei Bagaimana target produksi dan penjualan Perseroan pada tahun 2018?

PT AUSTINDO NUSANTARA JAYA Tbk. TANYA JAWAB PUBLIC EXPOSE Senin, 14 Mei Bagaimana target produksi dan penjualan Perseroan pada tahun 2018? PT AUSTINDO NUSANTARA JAYA Tbk. TANYA JAWAB PUBLIC EXPOSE Senin, 14 Mei 2018 1. Bagaimana target produksi dan penjualan Perseroan pada tahun 2018? Target produksi Perseroan untuk tahun 2018 adalah 219.000

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana pembangunan dibidang pertanian menjadi prioritas utama karena Indonesia merupakan salah satu negara yang memberikan komitmen

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Variabel. Konsep dasar dan definisi operasional variabel adalah pengertian yang

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Variabel. Konsep dasar dan definisi operasional variabel adalah pengertian yang 53 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Variabel Konsep dasar dan definisi operasional variabel adalah pengertian yang diberikan kepada variabel sebagai petunjuk dalam memperoleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keuangan setiap negara. Bank antara lain berperan sebagai tempat. penyimpanan dana, membantu pembiayaan dalam bentuk kredit, serta

I. PENDAHULUAN. keuangan setiap negara. Bank antara lain berperan sebagai tempat. penyimpanan dana, membantu pembiayaan dalam bentuk kredit, serta I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Industri perbankan, khususnya bank umum, merupakan pusat dari sistem keuangan setiap negara. Bank antara lain berperan sebagai tempat penyimpanan dana, membantu pembiayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian PT. Perkebunan Sumatera Utara didirikan berdasarkan peraturan daerah tingkat I Sumatera Utara No.15 Tahun 1979 dengan bentuk badan hukum pertama sekali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Subsektor perkebunan merupakan salah satu bisnis strategis dan andalan dalam perekonomian Indonesia, bahkan pada masa krisis ekonomi. Agribisnis subsektor ini mempunyai

Lebih terperinci

III. METODE KAJIAN 3.1 Lokasi dan Waktu 3.2 Pengumpulan Data

III. METODE KAJIAN 3.1 Lokasi dan Waktu 3.2 Pengumpulan Data III. METODE KAJIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lokasi unit usaha pembenihan ikan nila Kelompok Tani Gemah Parahiyangan yang terletak di Kecamatan Cilebar, Kabupaten Karawang, Jawa

Lebih terperinci

Gambar 1.1. Perkembangan Konsumsi Minyak Nabati Dunia

Gambar 1.1. Perkembangan Konsumsi Minyak Nabati Dunia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit telah menjadi komoditas andalan sebagai sumber devisa negara non migas, penciptaan lapangan kerja dan pelestarian lingkungan hidup. Berdasarkan informasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN PETANI PLASMA KELAPA SAWIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Investasi Investasi merupakan suatu tindakan pembelanjaan atau penggunaan dana pada saat sekarang dengan harapan untuk dapat menghasilkan dana di masa datang yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

VII. FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT PENGEMBANGAN PERKEBUNAN KARET

VII. FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT PENGEMBANGAN PERKEBUNAN KARET VII. FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT PENGEMBANGAN PERKEBUNAN KARET Faktor pendukung dan penghambat merupakan elemen yang diidentifikasi untuk menentukan dan mempengaruhi keberhasilan pengembangan

Lebih terperinci

KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI

KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI KAJIAN KEMAMPUAN EKONOMI PETANI DALAM PELAKSANAAN PEREMAJAAN KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR KABUPATEN MUARO JAMBI SKRIPSI YAN FITRI SIRINGORINGO JURUSAN/PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 BOKS REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005 I. PENDAHULUAN Dinamika daerah yang semakin kompleks tercermin dari adanya perubahan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 29 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Sektor UKM memiliki peran dan fungsi sangat strategik dalam pertumbuhan perekonomian Indonesia, tetapi kredit perbankan untuk sektor ini dinilai masih

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Pabrik Kelapa Sawit Adolina PT Perkebunan Nusantara IV yang terletak di Kelurahan Batang Terap Kecamatan Perbaungan Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (pendapatan) yang tinggi. Petani perlu memperhitungkan dengan analisis

BAB I PENDAHULUAN. (pendapatan) yang tinggi. Petani perlu memperhitungkan dengan analisis BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tanaman karet merupakan salah satu komoditi yang menduduki posisi cukup penting sebagai devisa non-migas dan menunjang pembangunan ekonomi Indonesia, sehingga memiliki

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Manajemen Manajemen merupakan proses pengkoordinasian kegiatan-kegiatan pekerjaan sehingga pekerjaan tersebut terselesaikan secara efisien

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan pada CV Salim Abadi (CV SA), yang terletak di Jalan Raya Punggur Mojopahit Kampung Tanggul Angin, Kecamatan Punggur,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas Lahan Komoditi Perkebunan di Indonesia (Ribu Ha)

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas Lahan Komoditi Perkebunan di Indonesia (Ribu Ha) 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia memiliki potensi yang sangat besar di sektor pertanian khususnya di sektor perkebunan. Sektor perkebunan memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap produk

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya terencana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri strategis sektor pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis seperti

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 33/Permentan/OT.140/7/2006 TENTANG PENGEMBANGAN PERKEBUNAN MELALUI PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 33/Permentan/OT.140/7/2006 TENTANG PENGEMBANGAN PERKEBUNAN MELALUI PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 33/Permentan/OT.140/7/2006 TENTANG PENGEMBANGAN PERKEBUNAN MELALUI PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PETANIAN, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan salah satu sektor penggerak utama dalam pembangunan ekonomi. Menurut Soekartawi (2000),

Lebih terperinci

Gambar 3. Kerangka pemikiran kajian

Gambar 3. Kerangka pemikiran kajian III. METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Kajian Usaha pengolahan pindang ikan dipengaruhi 2 (dua) faktor penting yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi aspek produksi, manajerial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan sumber pembiayaan yang sangat penting adalah devisa. Devisa diperlukan untuk membiayai impor dan membayar

Lebih terperinci

PELUANG PENGEMBANGAN AGRIBISNIS SAYUR-SAYURAN DI KABUPATEN KARIMUN RIAU

PELUANG PENGEMBANGAN AGRIBISNIS SAYUR-SAYURAN DI KABUPATEN KARIMUN RIAU PELUANG PENGEMBANGAN AGRIBISNIS SAYUR-SAYURAN DI KABUPATEN KARIMUN RIAU Almasdi Syahza Pusat Pengkajian Koperasi dan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat (PPKPEM) Universitas Riau Email: asyahza@yahoo.co.id:

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN. PT Dinamika Cipta Sentosa berdiri sejak Tahun 1993, bidang usaha yang dijalani oleh

BAB III OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN. PT Dinamika Cipta Sentosa berdiri sejak Tahun 1993, bidang usaha yang dijalani oleh BAB III OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN III.1 Objek penelitian III. 1.1 Sejarah Singkat PT Dinamika Cipta Sentosa berdiri sejak Tahun 1993, bidang usaha yang dijalani oleh perusahaan adalah dalam bidang perkebunan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Gejolak moneter yang terjadi pada November 1997 dan mencapai Mminasi

PENDAHULUAN Gejolak moneter yang terjadi pada November 1997 dan mencapai Mminasi L PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gejolak moneter yang terjadi pada November 1997 dan mencapai Mminasi pada Mei 1998 telah melumpuhkan pembangunan di Indonesia terutama yang berbasis bahan baku impor. Bersamaan

Lebih terperinci

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel 54 ANALISIS SISTEM Sistem pengembangan agroindustri biodiesel berbasis kelapa seperti halnya agroindustri lainnya memiliki hubungan antar elemen yang relatif kompleks dan saling ketergantungan dalam pengelolaannya.

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Masalah

1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Crude palm oil (CPO) merupakan produk olahan dari kelapa sawit dengan cara perebusan dan pemerasan daging buah dari kelapa sawit. Minyak kelapa sawit (CPO)

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS SUMBER PERTUMBUHAN MINYAK SAWIT YANG BERKELANJUTAN

PRODUKTIVITAS SUMBER PERTUMBUHAN MINYAK SAWIT YANG BERKELANJUTAN PRODUKTIVITAS SUMBER PERTUMBUHAN MINYAK SAWIT YANG BERKELANJUTAN Oleh Prof. Dr. Bungaran Saragih, MEc Komisaris Utama PT. Pupuk Indonesia Holding Ketua Dewan Pembina Palm Oil Agribusiness Strategic Policy

Lebih terperinci

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN

VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN 158 VI. REKOMENDASI KEBIJAKAN Pengelolaan lahan gambut berbasis sumberdaya lokal pada agroekologi perkebunan kelapa sawit rakyat di Kabupaten Bengkalis dilakukan berdasarkan atas strategi rekomendasi yang

Lebih terperinci

VI. PERUMUSAN STRATEGI

VI. PERUMUSAN STRATEGI VI. PERUMUSAN STRATEGI 6.1. Analisis Lingkungan Dalam menentukan alternatif tindakan atau kebijakan pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantargebang, dibutuhkan suatu kerangka kerja yang logis. Analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat diunggulkan, baik di pasar dalam negeri maupun di pasar ekspor. Kelapa

BAB I PENDAHULUAN. sangat diunggulkan, baik di pasar dalam negeri maupun di pasar ekspor. Kelapa BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu sektor yang cukup berkembang dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan sejak krisis ekonomi dan moneter melanda semua sektor

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian yang dilakukan ini didasarkan pada suatu pemikiran bahwa perlu dilaksanakan pengembangan agroindustri serat sabut kelapa berkaret. Pengembangan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman LEMBAR PENGESAHAN... i KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI. Halaman LEMBAR PENGESAHAN... i KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... i KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 7 1.3 Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

Sistem Manajemen Basis Data

Sistem Manajemen Basis Data 85 KONFIGURASI MODEL Hasil analisis sistem menunjukkan bahwa sistem pengembangan Agrokakao bersifat kompleks, dinamis, dan probabilistik. Hal tersebut ditunjukkan oleh banyaknya pelaku yang terlibat dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. salah satu bagian penting dalam pembangunan pertanian serta merupakan bagian

I. PENDAHULUAN. salah satu bagian penting dalam pembangunan pertanian serta merupakan bagian I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sub sektor perkebunan khususnya kelapa sawit merupakan salah satu bagian penting dalam pembangunan pertanian serta merupakan bagian integral pembangunan nasional.

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Studi Kelayakan Proyek Proyek merupakan suatu kegiatan untuk membangun sistem yang belum ada. Sistem dibangun dahulu oleh proyek, kemudian dioperasionalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia dilihat dari aspek kontribusinya terhadap PDB, penyediaan lapangan kerja, penyediaan penganekaragaman menu makanan,

Lebih terperinci

PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA MUFID NURDIANSYAH (10.12.5170) LINGKUNGAN BISNIS ABSTRACT Prospek bisnis perkebunan kelapa sawit sangat terbuka lebar. Sebab, kelapa sawit adalah komoditas

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Strategi merupakan rumusan perencanaan komprehensif tentang bagaimana perusahaan akan mencapai misi dan tujuannya. Strategi akan memaksimalkan keunggulan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Perkebunan karet rakyat di Kabupaten Cianjur mempunyai peluang yang cukup besar untuk pemasaran dalam negeri dan pasar ekspor. Pemberdayaan masyarakat perkebunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan antar negara akan menciptakan pasar yang lebih kompetitif dan mendorong pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Kondisi sumber daya alam Indonesia

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa dengan adanya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia Menurut Martha Prasetyani dan Ermina Miranti, sejak dikembangkannya tanaman kelapa sawit di Indonesia pada tahun 60-an, luas areal perkebunan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Identifikasi Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian...

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Identifikasi Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian... DAFTAR ISI RIWAYAT HIDUP... i ABSTRAK... ii ABSTRACT... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatannya menghimpun. dan menyalurkan dana dari dan kepada masyarakat yang memiliki fungsi

Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatannya menghimpun. dan menyalurkan dana dari dan kepada masyarakat yang memiliki fungsi BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatannya menghimpun dan menyalurkan dana dari dan kepada masyarakat yang memiliki fungsi intermediasi atau memperlancar lalu lintas

Lebih terperinci

LAMPIRAN-LAMPIRAN 118

LAMPIRAN-LAMPIRAN 118 LAMPIRAN-LAMPIRAN 118 Lampiran 1. Kuesioner SKB A. Gambaran Umun Perusahaan No Uraian Keterangan 1 Sejarah Perusahaan 2 Lokasi Perusahaan 3 Tujuan Perusahaan Visi : Misi : 4 Kegiatan Bisnis PT ASG B. Aspek

Lebih terperinci

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model Boks 1 Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model I. Latar Belakang Perkembangan ekonomi Riau selama beberapa kurun waktu terakhir telah mengalami transformasi.

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. teoretik. Manajemen strategi didefinisikan sebagai ilmu tentang perumusan

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. teoretik. Manajemen strategi didefinisikan sebagai ilmu tentang perumusan 22 BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Manajemen Strategi Penelitian ini menggunakan perencanaan strategi sebagai kerangka teoretik. Manajemen strategi didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang

I PENDAHULUAN. tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Peranan tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang devisa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya pola hidup masyarakat secara global yang semakin hari

BAB I PENDAHULUAN. Bergesernya pola hidup masyarakat secara global yang semakin hari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bergesernya pola hidup masyarakat secara global yang semakin hari semakin menginginkan pola hidup yang sehat, membuat adanya perbedaan dalam pola konsumsi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Proses produksi kopi luwak adalah suatu proses perubahan berbagai faktor

III. METODE PENELITIAN. Proses produksi kopi luwak adalah suatu proses perubahan berbagai faktor III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup semua pengertian yang digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sesuai dengan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK PT Karya Tama Bakti Mulia merupakan salah satu perusahaan dengan kompetensi pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang sedang melakukan pengembangan bisnis dengan perencanaan pembangunan pabrik kelapa

Lebih terperinci

DAFTAR IS1

DAFTAR IS1 DAFTAR IS1 Halarnan KATA PENGANTAR... i DAFTAR IS1... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. ldentifikasi Masalah... 4 C. Pembatasan

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF Muhammad Syahroni, E. Gumbira Sa id dan Kirbrandoko.

RINGKASAN EKSEKUTIF Muhammad Syahroni, E. Gumbira Sa id dan Kirbrandoko. RINGKASAN EKSEKUTIF Muhammad Syahroni, 2005. Analisis Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan Agribisnis di Kabupaten Dompu Propinsi Nusa Tenggara Barat. Di Bawah bimbingan E. Gumbira Sa id dan Kirbrandoko.

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada produksi karet remah di PT ADEI Crumb Rubber Industry yang berlokasi di Jalan Imam Bonjol, Kel. Satria, Kec. Padang Hilir,

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. 4.1 Analisis Kondisi Perseroan Sesuai Dengan Standar Akuntansi Yang Ada

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. 4.1 Analisis Kondisi Perseroan Sesuai Dengan Standar Akuntansi Yang Ada BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 4.1 Analisis Kondisi Perseroan Sesuai Dengan Standar Akuntansi Yang Ada Dalam bab ini, dilakukan analisis dengan membandingkan standar standar akuntansi yang ada di Indonesia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS. Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5

VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS. Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5 VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS Formatted: Swedish (Sweden) Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5 menunjukkan bahwa sistem kemitraan setara usaha agroindustri

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1.tE,"P...F.3...1!..7. INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada 2020 dan berdasarkan data forecasting World Bank diperlukan lahan seluas

BAB I PENDAHULUAN. pada 2020 dan berdasarkan data forecasting World Bank diperlukan lahan seluas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meskipun dibayangi penurunan harga sejak akhir 2012, Prospek minyak kelapa sawit mentah (CPO) diyakini masih tetap akan cerah dimasa akan datang. Menurut Direktur

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR STRATEGIS DAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PERDESAAN Faktor-faktor Strategis Dalam Pengembangan Agroindustri Perdesaan

VI. FAKTOR-FAKTOR STRATEGIS DAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PERDESAAN Faktor-faktor Strategis Dalam Pengembangan Agroindustri Perdesaan VI. FAKTOR-FAKTOR STRATEGIS DAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PERDESAAN 6.1. Faktor-faktor Strategis Dalam Pengembangan Agroindustri Perdesaan Faktor-faktor strategis merupakan beberapa elemen yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 61 HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem manajemen ahli model SPK agroindustri biodiesel berbasis kelapa sawit terdiri dari tiga komponen utama yaitu sistem manajemen basis data, sistem manajemen basis pengetahuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Peranan pertanian antara lain adalah : (1) sektor pertanian masih menyumbang sekitar

Lebih terperinci

Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT

Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting di Indonesia yang berperan sebagai sumber utama pangan dan pertumbuhan ekonomi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkebunan rakyat, cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Dari seluruh

BAB I PENDAHULUAN. perkebunan rakyat, cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Dari seluruh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luas areal perkebunan di Indonesia, baik perkebunan besar maupun perkebunan rakyat, cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Dari seluruh komoditas utama perkebunan

Lebih terperinci