KINERJA PEMBANGUNAN PERTANIAN: EVALUASI DAN IMPLIKASINYA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KINERJA PEMBANGUNAN PERTANIAN: EVALUASI DAN IMPLIKASINYA"

Transkripsi

1 KINERJA PEMBANGUNAN PERTANIAN: EVALUASI DAN IMPLIKASINYA Adi Setiyanto dan Bambang Irawan PENDAHULUAN Pembangunan pertanian periode , merupakan pembangunan yang menstabilisasi pemerintahan, pemulihan masa krisis dan melakukan transisi dari era orde baru ke era pasca reformasi. Pembangunan pertanian dilaksanakan dengan memfokuskan pada upaya mengatasi dampak krisis, melalui implementasi Pembangunan Sistem dan Usaha Agribisnis sebagai Grand Strategy pembangunan pertanian. Dalam menghadapi krisis tahun , sektor pertanian telah menunjukkan kemampuannya menjadi penyelamat pertumbuhan ekonomi. Pada masa krisis, sektor pertanian terbukti lebih tangguh bertahan dan mampu pulih lebih cepat dibanding sektor-sektor lain, sehingga berperan sebagai penyangga pembangunan nasional. Peran tersebut terutama dalam penyediaan kebutuhan pangan pokok, perolehan devisa, penyedia lapangan kerja, dan penanggulangan kemiskinan. Sektor pertanian juga menjadi andalan dalam mengembangkan kegiatan ekonomi perdesaan melalui pengembangan usaha berbasis pertanian. Dengan pertumbuhan yang terus positif secara konsisten, sektor pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Pada periode pembangunan pertanian telah menunjukkan perkembangan yang signifikan. Pada periode tersebut sektor pertanian juga telah menunjukkan pertumbuhan dan kontribusi yang cukup besar dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Pada periode tersebut, sektor pertanian dinilai telah mampu : (1) melepaskan diri dari ancaman keterpurukan yang berkepanjangan, (2) terlepas dari ancaman kontraksi atau pertumbuhan negatif berkelanjutan dan melepaskan diri dari perangkap pertumbuhan ekonomi rendah, dan (3) telah berada pada fase percepatan pertumbuhan menuju pertumbuhan berkelanjutan. Keberhasilan tersebut merupakan modal dasar bagi pembangunan pertanian pada periode berikutnya. Dalam masa pemerintahan yang semakin stabil, maka periode pembangunan pertanian merupakan periode mempertahankan momentum pertumbuhan tersebut dan meningkatkan keberhasilan dibanding periode sebelumnya. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan kapital; penyediaan bahan pangan, bahan baku industri, pakan dan bioenergi; penyerap tenaga kerja; sumber devisa negara; sumber pendapatan; serta pelestarian lingkungan melalui praktek usahatani yang ramah lingkungan. Berbagai peran strategis pertanian dimaksud sejalan dengan tujuan pembangunan Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 145

2 Kinerja Pembangunan Pertanian: Evaluasi Dan Implikasinya perekonomian nasional yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia, mempercepat pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan, menyediakan lapangan kerja, serta memelihara keseimbangan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Pembangunan pertanian periode dihadapkan kepada masalahmasalah kesejahteraan petani, kemiskinan, pengangguran, ancaman terhadap ketahanan pangan, infrastruktur pertanian yang kurang mendapat perhatian, investasi pertanian relatif rendah, stagnasi terobosan teknologi, akses pasar yang masih lemah dan lainnya. Hal tersebut muncul akibat adanya berbagai perubahan dan perkembangan lingkungan domestik maupun internasional yang sangat dinamis serta persoalan mendasar sektor pertanian seperti meningkatnya jumlah penduduk, tekanan globalisasi dan liberalisasi pasar, pesatnya kemajuan teknologi dan informasi, makin terbatasnya sumber daya lahan, air dan energi, perubahan iklim global, perkembangan dinamis sosial budaya masyarakat, kecilnya luas kepemilikan lahan, terbatasnya kemampuan sistem perbenihan dan perbibitan nasional, terbatasnya akses petani terhadap permodalan, lemahnya kapasitas kelembagaan petani dan penyuluh, masih rawannya ketahanan pangan dan energi, masih rendahnya nilai tukar petani dan kurang harmonisnya koordinasi kerja antar sektor terkait pembangunan pertanian. Berdasarkan Buku Rencana Strategis Pembangunan Pertanian (Renstra Kementan) Tahun dan , pembangunan pertanian menghadapi banyak tantangan, antara lain bagaimana memenuhi kebutuhan pangan serta keseimbangan gizi keluarga, memperbaiki dan membangun infrastruktur lahan dan air serta perbenihan dan perbibitan, meningkatkan produktivitas dan nilai tambah produk pertanian, membuka akses pembiayaan pertanian dengan suku bunga rendah bagi petani/peternak kecil, memperkokoh kelembagaan usaha ekonomi produktif di perdesaan, menciptakan sistem penyuluhan pertanian yang efektif, membudayakan penggunaan pupuk kimiawi dan organik secara berimbang untuk memperbaiki dan meningkatkan kesuburan tanah, mengupayakan adaptasi terhadap perubahan iklim dan pelestarian lingkungan hidup, menciptakan kebijakan harga (pricing policies) yang proporsional untuk produk-produk pertanian khusus, mengupayakan pencapaian Millenium Development Goals (MDG's) yang mencakup angka kemiskinan, pengangguran, dan rawan pangan, memperkuat kemampuan untuk bersaing di pasar global, mengatasi pelemahan pertumbuhan ekonomi akibat krisis global, serta memperbaiki citra petani dan pertanian agar kembali diminati generasi penerus. Pembangunan Pertanian memiliki prioritas pelaksanaan pada pemantapan ketahanan pangan, peningkatan nilai tambah dan daya saing, penanggulangan pengangguran dan kemiskinan serta peningkatan kesejahteraan masyarakat petani. Mengacu kepada Undang-Undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) , maka dengan berakhirnya periode pembangunan tahap ke-1 ( ) dan tahap ke-2 ( ) Indonesia sedang memasuki tahap ke-3 ( ) sebagai kelanjutan dari RPJMN tahap sebelumnya. Berdasarkan RPJPN tersebut, RPJMN tahap ke-3 difokuskan untuk memantapkan pembangunan secara menyeluruh dengan menekankan pembangunan kompetitif perekonomian yang berbasis sumber daya alam yang 146 Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian

3 tersedia, sumber daya manusia yang berkualitas dan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) sebagai bagian yang tidak terpisahkan daripentahapan RPJPN ( ). Dengan berakhirnya tahapan pembangunan sebelumnya dan untuk mempersiapkan tahapan berikutnya maka diperlukan evaluasi kinerja pembangunan pertanian dan implikasinya bagi pembangunan tahapan berikutnya. Pembangunan pertanian merupakan proses dari sebuah upaya yang dilakukan secara berkesimbungunan, sehingga hasil-hasil yang dicapai pada periode sebelumnya menjadi landasan dan modal dasar bagi pembangunan pertanian pada periode berikutnya. Tulisan ini membahas evaluasi kinerja pembangunan pertanian periode dan implikasinya bagi pembangunan pertanian periode selanjutnya. PROGRAM TERKAIT PEMBANGUNAN PERTANIAN Walaupun disadari bahwa disamping program dalam lingkup Kementerian Pertanian masih ada program pembangunan diluar lingkup Kementerian pertanian yang juga erat kaitannya dengan pembangunan pertanian namun fokus utama pembahasan menyangkut program dalam lingkup Kementerian Pertanian. Periode Pada periode ini, pembangunan pertanian memiliki agenda terkait dengan Revitalisasi Pertanian. Dalan RPJMN , agenda pembangunan ekonomi yang yang terkait dengan pembangunan pertanian, diantaranya yaitu: (1) revitalisasi pertanian, (2) peningkatan investasi dan ekspor non-migas, (3) pemantapan stabilisasi ekonomi makro, (4) penanggulangan kemiskinan, (5) pembangunan perdesaan, dan (6) perbaikan pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Revitalisasi pertanian antara lain diarahkan untuk meningkatkan: (1) kemampuan produksi beras dalam negeri sebesar persen dari kebutuhan, (2) diversifikasi produksi dan konsumsi pangan, (3) ketersediaan pangan asal ternak, (4) nilai tambah dan daya saing produk pertanian, dan (5) produksi dan ekspor komoditas pertanian. Program Pembangunan Pertanian Tahun , dirumuskan dalam tiga program, yaitu: (1) Program Peningkatan Ketahanan Pangan, (2) Program Pengembangan Agribisnis, dan (3) Program Peningkatan Kesejahteraan Petani. Peningkatan Ketahanan Pangan Program Peningkatan Ketahanan Pangan ditujukan untuk tercapainya ketersediaan pangan yang cukup dan beragam pada tingkat nasional, regional dan rumah tangga, dan meningkatnya partisipasi masyarakat dalam mewujudkan ketahanan pangan. Pangan dalam arti luas mencakup pangan yang berasal dari tanaman, ternak dan ikan untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta turunannya yang bermanfaat bagi pertumbuhan kesehatan. Ketahanan pangan diartikan sebagai terpenuhinya pangan dengan Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 147

4 Kinerja Pembangunan Pertanian: Evaluasi Dan Implikasinya ketersediaan yang cukup, tersedia setiap saat di semua daerah, mudah diperoleh rumah tangga, aman dikonsumsi dengan harga yang terjangkau. Ketahanan pangan mencakup komponen: (1) ketersediaan pangan, (2) distribusi dan konsumsi pangan, (3) penerimaan oleh masyarakat, (4) diversifikasi pangan, dan (5) keamanan pangan. Pengembangan Agribisnis Program Pengembangan Agribisnis dimaksudkan untuk memfasilitasi berkembangnya usaha pertanian agar produktif dan efisien menghasilkan berbagai produk pertanian yang memiliki nilai tambah dan daya saing yang tinggi baik di pasar domestik maupun pasar internasional. Dalam rangka meningkatkan pendapatan petani, maka arah yang perlu ditempuh adalah memperluas cakupan kegiatan ekonomi produktif petani serta peningkatan efisiensi dan berdaya saing. Perluasan kegiatan ekonomi yang memungkinkan dilakukan adalah: (1) peningkatan nilai tambah melalui pengolahan dan perbaikan kualitas, dan (2) mendorong kegiatan usahatani secara terpadu mencakup beberapa komoditas (sistem integrasi tanaman-ternak atau sistem integrasi tanaman-ternak-ikan). Peningkatan efisiensi dan daya saing dilakukan dengan pendekatan agribisnis yang mencakup agribisnis hulu, kegiatan usahatani, agribisnis hilir dan jasa penunjang. Berdasarkan komoditas, pengembangan agribisnis mencakup komoditas-komoditas unggulan lingkup tanaman pangan, hortikultura, perkebunan maupun peternakan. Peningkatan Kesejahteraan Petani Program Peningkatan Kesejahteraan Petani bertujuan untuk meningkatkan pendapatan petani melalui pemberdayaan petani, pengembangan kelembagaan dan peningkatan akses petani, terhadap sumber daya usaha pertanian. Kesejahteraan petani merupakan muara dari upaya-upaya pembangunan yang dilakukan. Oleh karenanya, segala upaya yang dilakukan dalam pembangunan pertanian selayaknya didorong untuk mewujudkan kesejahteraan petani; disamping tujuan-tujuan lainnya. Kesejahteraan meliputi dimensi yang luas, namun untuk lebih menyederhanakan persoalan, definisi kesejahteraan dalam tulisan ini dibatasi pada kesejahteraan ekonomi atau lebih spesifik lagi pendapatan rumah tangga. Sesuai dengan Renstra Kementan , Program Peningkatan Kesejahteraan Petani bertujuan untuk memfasilitasi peningkatan pendapatan petani melalui pemberdayaan, peningkatan akses terhadap sumber daya usaha pertanian, pengembangan kelembagaan, dan perlindungan terhadap petani. Sedangkan sasaran yang ingin dicapai adalah: (1) meningkatnya kapasitas dan posisi tawar petani, (2) semakin kokohnya kelembagaan petani, (3) meningkatnya akses petani terhadap sumber daya produktif, dan (4) meningkatnya pendapatan petani. 148 Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian

5 Periode Sejalan dengan RPJMN, revitalisasi pertanian menjadi agenda dalam pembangunan pertanian periode , dan oleh Kementerian Pertanian dikembangkan menjadi strategi pembangunan pertanian yang ditempuh difokuskan pada penanganan tujuh aspek dasar yang disebut TUJUH GEMA REVITALISASI1, yaitu: (1) revitalisasi lahan, (2) revitalisasi perbenihan dan perbibitan, (3) revitalisasi infrastruktur dan sarana, (4) revitalisasi sumber daya manusia, (5) revitalisasi pembiayaan petani, (6) revitalisasi kelembagaan petani, dan (7) revitalisasi teknologi dan industri hilir.tujuan dan sasaran pembangunan pertanian nasional akan diwujudkan melalui pencapaian 4 (empat) target utama yaitu: (1) pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan, (2) peningkatan diversifikasi pangan, (3) peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor, serta (4) peningkatan kesejahteraan petani. Dalam rangka peningkatan produksi pertanian pada periode lima tahun ke depan ( ), Kementerian Pertanian akan lebih fokus pada peningkatan 39 komoditas unggulan nasional. Komoditas unggulan nasional tersebut terdiri dari 7 komoditas tanaman pangan, 10 komoditas hortikultura, 15 komoditas perkebunan, dan 7 komoditas peternakan. PEMBIAYAAN PROGRAM TERKAIT PEMBANGUNAN PERTANIAN Kementerian Pertanian Selama ini, investasi publik dilaksanakan oleh pemerintah dengan berbagai alasan, antara lain biaya investasi yang cukup besar sehingga di luar jangkauan para petani atau swasta menengah, kegiatan produktif tertentu cukup strategis sehingga memerlukan campur tangan pemerintah, dan adanya keperluan membangun prasarana publik yang memang seyogyanya disiapkan pemerintah. Keseluruhan investasi pemerintah pada prinsipnya untuk menciptakan situasi kondusif bagi pengembangan agribisnis dan memberikan insentif kepada para petani dan pengusaha untuk melaksanakan kegiatan pembangunan pertanian. Besarnya investasi pertanian yang dilaksanakan oleh pemerintah dapat ditera dari besarnya APBN dan APBD pertanian dan subsektor lainnya yang terkait, seperti pembangunan irigasi, pengembangan SDM, dan lain-lain. Tabel 1 memuat rata-rata alokasi anggaran Kementerian Pertanian tahun Tampak bahwa Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Direktorat Jenderal Peternakan dan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian memperoleh alokasi anggaran rata-rata diatas Rp. 1 triliun. 1 Penjabaran dan rincian mengenai upaya-upaya yang dilakukan berkaitan dengan Tujuh Gema Revitalisasi secara lengkap dapat dilihat pada Renstra Kementan Tahun Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 149

6 Kinerja Pembangunan Pertanian: Evaluasi Dan Implikasinya Pengalokasian anggaran menurut kabupaten/kota (di luar alokasi anggaran untuk UPT Pusat di daerah, UPTD Provinsi, UPTD Kabupaten/Kota dan dana alokasi TP Provinsi) menunjukkan bahwa alokasi anggaran cenderung di sebar ke seluruh Kabupaten/Kota. Berdasarkan hasil identifikasi anggaran tahun , menunjukkan bahwa anggaran disebar secara merata ke 492 dari 497 kabupaten/kota dengan jumlah yang bervariasi, dimana terdapat kecenderungan bahwa alokasi pembangunan tidak memiliki fokus pada lokasi tertentu. Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata kabupaten/kota yang memiliki anggaran di atas Rp. 1 Miliar adalah kabupaten/kota di bawah Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Direktorat Jenderal Perkebunan dan Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. Tabel 1. Rata-Rata Kementerian Pertanian Menurut Unit Eselon I, No Eselon I Nilai anggaran (Rp M/Tahun) Proporsi anggaran (%) Rata-rata peningkatan (%/tahun) 1 Sekretariat Jenderal 922,58 8,56 39,16 2 Inspektorat Jenderal 54,28 0,50 14,34 3 Ditjen Tanaman Pangan 1.810,33 16,80 41,78 4 Ditjen Perkebunan 980,87 9,10 48,58 5 Ditjen Peternakan 1.183,20 10,98 25,09 6 Ditjen Pengolahan & Pemasaran Hasil Pertanian 400,47 3,72 69,26 7 Ditjen Pengelolaan Lahan Dan Air (PSP) 2.048,33 19,01 150,33 8 Ditjen Hortikultura 416,14 3,86 13,43 9 Badan Litbang Pertanian 1.013,04 9,40 13,53 10 Badan Pengembangan Sdm Pertanian 981,83 9,11 15,85 11 Badan Ketahanan Pangan 516,20 4,79 11,11 12 Badan Karantina Pertanian 447,96 4,16 18,16 TOTAL , ,21 Sumber : Biro Perencanaan (2014) Tabel 2. Alokasi Kementerian Pertanian Per Kabupaten/Kota Menurut Unit Eselon I, Rata-rata No Unit Eselon I per Kabupaten/ Kota (Rp. Miliar) Jumlah Kabupaten/Kota lokasi program/ kegiatan Total anggaran (Rp. Miliar) 1 Tanaman Pangan 1, ,52 2 Hortikultura 0, ,39 3 Perkebunan 1, ,88 4 Peternakan 0, ,87 5 Prasarana Pertanian 3, ,33 6 PPHP 0, ,11 7 Badan Ketahanan Pangan 0, ,49 8 Pengembangan SDM 0, ,20 Jumlah 8, ,90 Sumber : Biro Perencanaan (2012) Catatan : Nilai anggaran diluar UPT Pusat Di Daerah, UPTD Provinsi, UPTD Kabupaten/Kota. 150 Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian

7 Pembangunan Pertanian dan Pedesaan 2 pembangunan pertanian dan perdesaan memiliki potensi dan bersumber serta tersebar pada banyak kementerian maupun lembaga. Sebagai gambaran, dapat dilihat dari hasil kajian Pasaribu et al., (2007), dimana anggaran pembangunan pertanian tidak hanya dialokasikan di Kementerian Pertanian, tetapi juga terdapat di berbagai departemen dan instansi pemerintah lainnya. Pada tahun 2007, misalnya, total angaran pembangunan pertanian adalah sebesar Rp 23,2 triliun (Tabel 3). paling besar (Rp 8,8 triliun) dikelola oleh Kementerian Pertanian. Sedangkan anggaran kedua terbesar (Rp 7,6 triliun) dialokasikan untuk Departemen Perhubungan, PU, Kimpraswil, dan ESDM. Selanjutnya pengelola anggaran pembangunan pertanian adalah Kementerian Dalam Negeri (Rp 1,2 triliun), Kementerian Kesehatan (Rp 0,99 triliun), Depnakertrans (Rp 0,93 triliun). Selebihnya anggaran dikelola oleh Kementerian maupun instansi lainnya yang jika dijumlah maka nilainya relatif signifikan. Rata-rata nilai anggaran pembangunan pertanian selama periode tahun adalah Rp 17,6 triliun dengan rata-rata anggaran terbesar (Rp 6,8 triliun) dikelola oleh Departemen Perhubungan, PU, Kimpraswil, dan ESDM. Tabel 3. Pembangunan Pertanian dan Perdesaan Berdasarkan Jenis/Kategori Layanan, Rata-rata No Kategori Nilai anggaran (Rp. Miliar) Pertumbuhan (%/thn) Porsi anggaran (%) Pertumbuhan (%/thn) 1 Penelitian dan Pengembangan 235,63 24,04 1,30 9,13 2 Pengendalian Hama dan Penyakit 14,39 30,58 0,08 14,76 3 Pelatihan dan Pengembangan SDM 186,50 24,81 1,03 9,94 4 Bimbingan, Penyuluhan dan Penyebaran Informasi 481,71 14,28 2,75 0,10 5 Inspeksi, Standarisasidan Pengawasan 19,22 15,29 0,11 1,28 6 Promosi danfasilitasi Pemasaran dan Perdagangan 170,07 13,27 0,97-0,59 7 Sarana, Prasarana dan Infrastruktur 1.854,32 14,71 10,50 1,03 8 Permodalan dan Bantuan Pemberdayaan 1.495,78 13,56 8,51-0,18 Jumlah (1 s/d 8) 4.457,62 14,82 25,24 0,98 9 Lainnya ,92 13,45 74,76-0,30 10 Jumlah (1 s/d 9) ,54 13, Departemen Pertanian 4.955,25 27,77 27,09 12,51 12 Luar Departemen Pertanian ,30 8,74 72,91-4,50 Sumber: Depkeu (2007) dalam Pasaribu et al., (2007) 2 Tulisan menggunakan nama kementerian dan lembaga yang masih menggunakan nomenklatur lama. Sekalipun demikian secara substansi tidak mengalami perubahan, karena perubahan hanya dari sisi Departemen menjadi Kementerian untuk beberapa lembaga yang sebelum tahun 2009 menggunakan nomenklatur nama departemen dan menjadi kementerian setelah Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 151

8 Kinerja Pembangunan Pertanian: Evaluasi Dan Implikasinya Selama periode tersebut rata-rata Departemen Pertanian mengelola jumlah anggaran terbesar kedua (Rp 4,96 triliun). Sejak tahun 2002 hingga 2006 nilai anggaran Departemen Pertanian selalu di bawah Departemen Perhubungan, PU, Kimpraswil, dan ESDM. Departemen Kesehatan, BKKBN dan Badan POM selama periode mengalami pertumbuhan anggaran pertanian tertinggi, yakni 29,26 persen per tahun. Pertumbuhan tertinggi berikutnya adalah Departemen Pertanian (27,77%/tahun), Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (12,39%/tahun) dan Departemen Perhubungan, PU, Kimpraswil dan ESDL (11,58%). Pertumbuhan anggaran terendah dialami oleh BKPM, BSN, BPN (-1,09%/tahun), Departemen Dalam Negeri (0,01%/tahun), dan Kementrian Koperasi dan UKM (3,00%/tahun). Selama periode , rata-rata anggaran pertanian yang terbesar adalah untuk sarana dan prasarana (infrastruktur), yaitu 10,5 persen dan yang kedua adalah bantuan permodalan sebesar 8,5 persen (Tabel 3). Urutan berikutnya adalah penyuluhan (2,7%), penelitian dan pengembangan (1,6%), dan pendidikan dan latihan (1,3%). Selama ini pembangunan infrastruktur pertanian selalu menempati urutan tertinggi dalam alokasi anggaran tetapi akhir-akhir ini infrastruktur pertanian tidak bisa beroperasi optimal. Misalnya, banyak saluran irigasi sekunder maupun tersier yang tidak berfungsi dengan baik. Hal ini merupakan indikasi anggaran yang dialokasikan mungkin tidak dikelola secara efisien. Pembiayaan pertanian menempati urutan nilai anggaran kedua tetapi dikelola oleh berbagai departemen/instansi yang di lapangan bisa tumpang tindih sehingga tidak efektif hasilnya. Sedangkan alokasi anggaran penelitian dan pengembangan yang relatif kecil (kurang dari 2%) tampaknya akan sulit diharapkan untuk dihasilkannya penemuan-penemuan yang relatif unggul dan dinamis. Lebih jauh lagi, anggaran per jenis layanan tersebut bukan hanya yang secara teknis dialokasikan untuk kegiatan tersebut tetapi termasuk biaya administrasi. Belanja Pembangunan Daerah Berdasarkan hasil identifikasi terhadap 497 kabupaten/kota pada periode , diperoleh gambaran bahwa rata-rata anggaran belanja pembangunan pertanian daerah kabupaten/kota tahun adalah Rp. 19,46 Miliar atau 2,46 persen dari total belanja daerah (Rp. 791,90 Miliar) dan mengalami peningkatan hanya 1,93 persen jauh di bawah rata-rata belanja daerah yang mencapai 9,40 persen per tahun. Sekalipun pertanian menempati urutan kelima terbesar belanja daerah, namun alokasi anggaran sangat kecil jika dibandingkan kontribusi pertanian terhadap PDRB rata-rata yang mencapai 34,12 persen dan rata-rata penyerapan tenaga kerja pertanian yang mencapai 49,48 persen. 152 Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian

9 KINERJA PROGRAM PEMBANGUNAN PERTANIAN Komoditas Pertanian Tabel 4 memberikan gambaran mengenai perkembangan sasaran, realisasi dan persentase realisasi produksi dibanding sasaran untuk komoditas utama tanaman pangan. Tampak bahwa rata-rata realisasi produksi dibanding sasaran komoditas padi mencapai 98,50 persen dan menunjukkan penurunan rata-rata 0,10 persen per tahun pada periode Sementara itu pada komoditas jagung rata-rata realiasi produksi terhadap sasaran 88,41 persen dan menurun rata-rata 3,73 persen per tahun. Pada komoditas kedele realisasi produksi hanya mencapai rata-rata 60,82 persen dan menurunan rata-rata 10,73 persen. Hal ini menunjukkan bahwa dari sisi produksi komoditas tanaman pangan utama pembangunan pertanian menunjukkan kinerja yang semakin menurun pada periode Ketiga komoditas ini merupakan komoditas yang menjadi program utama pembangunan pertanian periode Berbeda dengan komoditas tanaman pangan utama, pada komoditas sayuran menunjukkan kinerja yang relatif lebih baik. Sekalipun rata-rata realisasi produksi masih di bawah target, kecuali cabe (Tabel 4), pada komoditas sayuran utama terjadi kecenderungan kinerja yang semakin meningkat. Pada komoditas Kentang rata-rata realisasi produksi dibanding sasaran mencapai 97,45 persen dan meningkat rata-rata 1,72 persen per tahun. Pada komoditas cabe rata-rata realisasi 107,45 persen dibanding sasaran dan menunjukkan peningkatan 5,93 persen per tahun. Sementara itu pada komoditas bawang merah rata-rata realisasi mencapai 99,54 persen dan meningkat rata-rata 4,76 persen. Kecuali pada komoditas mangga, komoditas buah-buahan utama menunjukkan kinerja yang semakin menurun pada periode (Tabel 4). Realisasi produksi pisang menunjukkan rata-rata pencapaian 100,47 persen dibandingkan sasaran, namun persentasenya menunjukkan penurunan 1,40 persen per tahun. Pada komoditas mangga, rata-rata realisasi produksi mencapai 90,29 persen dibanding sasaran dan menunjukkan rata-rata peningkatan 4,13 persen per tahun. Pada komoditas jeruk, sekalipun rata-rata realisasi produksi dibanding sasaran mencapai 99,70 persen, namun terjadi penurunan persentase realisasi dibanding sasaran ratarata 6,41 persen. Seperti halnya pada komoditas tanaman pangan utama, komoditas utama hortikultura menunjukkan kinerja pembangunan pertanian yang semakin menurun, kecuali pada komoditas tertentu. Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 153

10 Kinerja Pembangunan Pertanian: Evaluasi Dan Implikasinya Tabel 4. Sasaran dan Realisasi Komoditas Utama, Rata-rata Variabel Sasaran (juta ton) Padi Jagung Kedele Realisa Realisasi Sasaran Sasaran Realisasi Persen si Persen (juta (juta (juta (juta (%) (juta (%) ton) ton) ton) ton) ton) Persen (%) Rata-rata 64,84 63,63 98,2 19,45 16,62 88,4 1,54 0,82 60,8 Pertumbuhan (%/th) 3,61 3,51-0,10 10,46 6,32-3,73 16,56 2,24-10,73 Kentang Cabai Bawang merah Rata-rata 1,11 1,08 97,4 1,21 1,30 107,4 0,93 0,93 99,5 Pertumbuhan (%/th) 0,67 2,38 1,72 1,83 7,90 5,93 2,13 6,03 4,76 Pisang Mangga Jeruk Rata-rata 6,01 5,97 100,2 2,21 2,00 90,3 2,45 2,15 99,7 Pertumbuhan (%/th) 5,21 3,71-1,40 5,66 10,32 4,13 9,82 0,90-6,41 Kelapa sawit Karet Kakao Rata-rata 20,32 21,56 108,3 2,44 2,81 115,7 1,01 0,77 85,4 Pertumbuhan (%/th) 9,38 8,03-0,65 4,19 4,29 0,15 11,44 1,19-8,79 Kopi Kelapa Gula Rata-rata 0,77 0,68 88,8 3,33 3,19 95,9 3,19 2,50 82,8 Pertumbuhan (%/th) 0,14 1,27 1,88 0,30 0,59 0,29 9,32 2,82-5,92 Daging sapi Daging babi Daging kambing/domba Rata-rata 0,446 0,443 99,4 0,220 0,219 99,9 0,156 0,123 78,7 Pertumbuhan (%/th) 3,84 4,72 0,97 2,96 2,03-0,86 0,63-2,16-2,59 Sumber : Renstra , Renstra dan BPS 2014 (diolah), data realiasi tahun 2014 merupakan angka perkiraan. Pada komoditas perkebunan utama yaitu kelapa sawit, karet, kakao, kopi, kelapa dan gula menunjukkan penurunan kinerja pembangunan pertanian periode terutama komoditas kakao dan gula (Tabel 4). Pada komoditas lainnya sekalipun persentase realisasi produksi masih di bawah sasaran menunjukkan peningkatan rata-rata realisasi produksi dibanding sasaran. Dari enam komoditas utama perkebunan dua komoditas menunjukkan rata-rata realisasi di atas sasaran produksi yaitu kelapa sawit dan karet, sementara itu komoditas kopi dan kelapa menujukkan realisasi produksi masih dibawah sasaran, namun menunjukkan rata-rata peningkatan realisasi dibanding sasaran produksi. Justru pada komoditas Kakao dan Tebu (Gula) yang merupakan komoditas program utama yaitu Gernas Kakao dan Swasembada Gula menunjukan rata-rata realisasi produksi dibawah sasaran yaitu 85,35 persen dan menurun rata-rata 8,79 persen untuk kakao, dan rata-rata 85,38 persen dan rata-rata menurun 5,92 persen. Sama seperti pada tanaman pangan dan hortikultura, kinerja pembangunan pertanian periode menunjukkan kinerja yang semakin menurun. 154 Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian

11 Pada komoditas utama peternakan yaitu daging sapi, daging babi dan daging kambing dan domba, serta susu juga menunjukkan kecenderungan penurunan realisasi produksi dibanding sasaran kecuali daging sapi yang menunjukkan rata-rata realisasi hampir mencapai 100 persen dan meningkat 0,97 persen per tahun. Sekalipun juga mencapai rata-rata realisasi produksi hampir mencapai 100 persen pada daging babi menunjukkan rata-rata realisasi dibanding sasaran produksi menurun 0,86 persen. Pada daging kambing dan domba rata-rata relasisasi dibanding sasaran adalah 78,69 persen dan menurun rata-rata 2,59 persen per tahun. Pada komoditas susu rata-rata realisasi produksi dibanding sasaran adalah 81,54 persen dan menurun 0,05 persen. Seperti pada komoditas utama subsektor lainnya, subsektor peternakan juga menunjukkan kinerja pembangunan pertanian yang cenderung menurun pada periode Pertumbuhan PDB Tabel 5 memberikan gambaran sasaran dan realisasi pertumbuhan PDB Pertanian periode berdasarkan harga konstan Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa realisasi pertumbuhan PDB pertanian rata-rata lebih rendah dari sasaran pertumbuhan sektor pertanian yang diteapkan. Dalam periode , PDB pertanian diharapkan tumbuh rata-rata 3,49 persen pertanian, sedangkan pertumbuhan rata-rata PDB pertanian periode tersebut hanya 3,34 persen pertanian. PDB subsektor tanaman pangan dan hortikultura rata-rata tumbuh 3,17 per tahun juga lebih rendah dari sasaran yaitu 3,26 persen per tahun. Hal yang sama juga terjadi pada PDB subsektor perkebunan dan peternakan, dimana realisasi pertumbuhan PDB juga lebih rendah dari sasaran periode Tabel 5. Sasaran dan Realisasi Pertumbuhan PDB Pertanian Menurut Sub Sektor Berdasarkan Harga Konstan Tahun 2000 (%). Tahun Pangan & Hortikul tura Sasaran (%) Realisasi (%) Pangan& Perkebun Peternak- Pertani- Hortikul- - an an tura an an Perkebun - an Peterna k- Pertani - an ,89 6,01 4,11 2,97 2,60 2,48 2,13 2, ,98 6,19 4,28 3,17 2,98 3,79 3,35 3, ,18 6,36 4,45 3,37 3,35 4,55 2,36 3, ,14 6,32 4,42 3,37 6,06 3,67 3,52 5, ,50 6,49 4,58 3,58 4,97 1,73 3,45 4, ,33 4,01 4,30 3,62 1,64 3,49 4,27 2, ,31 3,99 4,28 3,61 1,75 4,47 4,78 2, ,39 4,08 4,36 3,69 2,95 5,08 4,82 3, ,47 4,16 4,44 3,77 1,93 4,93 4,76 3, ,45 4,14 4,42 3,75 3,50 3,42 3,15 3,08 Rata-rata 3,26 5,18 4,36 3,49 3,17 3,76 3,66 3,34 Sumber : Renstra Kementan , Renstra Kementan , BPS 2014 (diolah)dan data realisasi tahun 2014 merupakan perkiraan dari Pusdatin Kementan Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 155

12 Kinerja Pembangunan Pertanian: Evaluasi Dan Implikasinya Rata-rata pertumbuhan PDB pertanian mencapai 95,98 persen dari sasaran, dimana pada periode relatif lebih rendah jika dibandingkan kondisi periode (Tabel 6). Kondisi yang relatif sama terjadi pada subsektor tanaman pangan dan hortikultura, sedangkan pada subsektor perkebunan dan peternakan menunjukkan hal yang berbeda. PDB subsektor ini memiliki rata-rata pertumbuhan 78,34 persen dan 83,81 persen dengan kondisi rata-rata realisasi pertumbuhan ekonomi dibanding sasaran pada relatif lebih tinggi jika dibandingkan Penyerapan Tenaga Kerja Pertanian Tabel 7 menunjukkan realisasi penyerapan tenaga kerja pertanian dibandingkan sasarannya pada periode Pada periode tersebut sasaran penyerapan tenaga kerja pertanian diharapkan mencapai 43,65 juta orang per tahun dengan pertumbuhan 1,06 persen per tahun. Realisasi rata-rata periode adalah 38,61 juta orang perkembangan menurun rata-rata 1,55 persen per tahun. Rata-rata realisasi penyerapan tenaga kerja pertanian dibandingkan sasaran adalah 88,64 persen per tahun dengan penurunan rata-rata 2,56 persen per tahun. Tabel 6. Realisasi Dibanding Sasaran Pertumbuhan PDB Pertanian Menurut Sub Sektor Berdasarkan Harga Konstan Tahun 2000 (%). Tahun Pangan& Hortikultura Perkebunan Peternakan Pertanian ,12 41,26 51,82 84, ,23 78,27 100, ,51 71,54 53,03 101, ,99 58,07 79,64 153, ,00 26,66 75,33 113, ,25 87,03 99,30 66, ,87 112,03 111,68 77, ,02 124,51 110, ,48 118,51 107,21 79, ,45 82,61 71,27 82,13 Rata-rata 97,67 78,34 83,81 95,98 Sumber : Renstra Kementan , Renstra Kementan , BPS 2014 (diolah) dan data realisasi tahun 2014 merupakan perkiraan dari Pusdatin Kementan Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian

13 Tabel 7. Realisasi Dibanding Sasaran Penyerapan Tenaga Kerja Pertanian ( Juta Orang) Tahun Sasaran Realisasi Realisasi dibanding Sasaran (%) ,27 41,31 100, ,86 40,14 95, ,61 41,21 96, ,60 41,33 94, ,54 38,61 86, ,71 38,69 88, ,11 36,54 82, ,52 36,43 81, ,94 36,05 80, ,36 35,77 78,85 Rata-rata 43,65 38,61 88,64 R (%/Thn) 1,06-1,55-2,56 Sumber : Renstra Kementan , Renstra Kementan , BPS 2014 (diolah) dan data realisasi tahun 2014 merupakan perkiraan dari Pusdatin Kementan 2014 KINERJA PRODUKSI DIBANDING ANGGARAN Subsektor Tanaman Pangan Dalam periode , kinerja produksi dibanding anggaran sub sektor tanaman pangan menunjukkan penurunan rata-rata 9,39 persen (Gambar 1). Pada tahun , indek peningkatan produksi dibanding peningkatan anggaran sub sektor tanaman pangan menurun rata-rata -9,50 persen per tahun dan pada periode berikutnya yaitu menurun rata-rata 16,37 persen per tahun. Kinerja menurut komoditas utama yaitu padi, jagung dan kedele juga menunjukkan kecenderungan beragam. Komoditas padi menunjukkan penurunan 13,58 persen per tahun pada periode , penurunan 13,31 persen per tahun pada periode , dan rata-rata menurun 13,35 persen pada periode (Gambar 2). Pada komoditas jagung yang semula menunjukkan peningkatan kinerja produksi dibanding anggaran rata-rata 0,16 persen pada periode , menunjukkan penurunan tajam rata-rata 17,61 persen pada periode Gambar 3 menunjukkan rata-rata penurunan kinerja produksi dibanding anggaran pada periode sekitar 8,73 persen per tahun. Sementara itu, pada komoditas kedele (Gambar 4) menunjukkan penurunan kinerja produksi dibanding anggaran rata-rata 6,44 persen per tahun pada periode , pada periode menunjukkan penurunan yang lebih besar yaitu rata-rata 19,29 persen per tahun dan rata-rata menurun 12,86 persen pada periode Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 157

14 Kinerja Pembangunan Pertanian: Evaluasi Dan Implikasinya Dibanding Dibanding Gambar 1. Kinerja produksi tanaman pangan dibanding anggaran subsektor tanaman pangan (dalam %) Dibanding Trend Dibanding Gambar 2. Kinerja produksi padi dibanding anggaran (dalam %) Dibanding Trend Dibanding Gambar 3. Kinerja produksi jagung dibanding anggaran (dalam %) 158 Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian

15 60 50 Dibanding Trend Dibanding Sumber : Renstra Kementan , Renstra Kementan , Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan BPS 2014 (diolah) dan data realisasi tahun 2014 merupakan perkiraan dari Pusdatin Kementan Gambar 4. Kinerja produksi kedele dibanding anggaran (dalam %) Subsektor Hortikultura Seperti pada subsektor tanaman pangan, pada subsektor hortikultura juga menunjukkan penurunan kinerja. Dalam periode , kinerja produksi hortikultura dibanding anggaran subsektor hortikultura menunjukkan penurunan ratarata 7,59 persen per tahun. Pada tahun , indek peningkatan produksi hortikultura dibanding peningkatan anggaran sub sektor hortikultura menurun ratarata 1,85 persen per tahun dan pada periode berikutnya yaitu menurun rata-rata 13,32 persen per tahun (Gambar 5). Kinerja berdasarkan komoditas menunjukkan penurunan pada periode dibanding , baik untuk komoditas sayur-sayuran maupun buahbuahan. Pada komoditas kentang (Gambar 6) pada periode kinerja peningkatan kentang dibanding anggaran kentang menurun rata-rata 2,52 persen per tahun. Sedangkan pada periode menunjukkan penurunan rata-rata 7,81 persen per tahun. Pada periode menunjukkan rata-rata penurunan 5,17 persen per tahun. Pada komoditas cabe (Gambar 7), terjadi peningkatan kinerja pada periode sebesar rata-rata 0,30 persen per tahun, sedangkan pada periode menunjukkan penurunan 7,12 persen per tahun. Rata-rata penurunan kinerja pada periode adalah 3,41 persen per tahun. Pada komoditas bawang merah (Gambar 8) kinerja pada periode meningkat rata-rata 0,01 persen per tahun, namun menunjukkan penurunan rata-rata 8,09 persen per tahun pada periode Pada periode pada komoditas bawang merah menunjukkan penurunan kinerja rata-rata 4,04 persen per tahun. Pada komoditas pisang, kinerja produksi dibanding anggaran menunjukkan penurunan rata-rata 2,83 persen per tahun pada periode dan semakin menurun pada periode yaitu 11,88 persen. Pada periode menujukkan penurunan rata-rata 7,36 persen per tahun (Gambar 9). Pada komoditas Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 159

16 Kinerja Pembangunan Pertanian: Evaluasi Dan Implikasinya mangga, kinerja produksi dibanding anggaran menunjukkan penurunan rata-rata 0,48 persen per tahun pada periode dan penurunan rata-rata 11,48 persen per tahun pada periode Selama periode , kinerja produksi mangga dibanding anggaran menurun rata-rata 5,83 persen per tahun (Gambar 10). Dibandingkan pisang dan mangga, jeruk menunjukkan penurunan kinerja produksi dibanding anggaran yang lebih besar. Kinerja produksi dibanding anggaran pada komoditas jeruk menurun rata-rata 6,52 persen pada periode dan menurun 15,80 persen per tahun pada periode Pada periode , kinerja produksi jeruk dibanding anggaran menurun rata-rata 11,16 persen per tahun (Gambar 11). Gambar 5. Kinerja produksi hortikultura dibanding anggaran subsektor hortikultura (dalam %) Dibanding Trend Dibanding Gambar 6. Kinerja ej ap produksi ik kentang dibanding ding ga anggaran ara a n( (dalam am %) 160 Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian

17 Gambar 7. Kinerja Cabe Dibanding (Dalam %) Dibanding Gambar 8. Kinerja Bawang Merah Terhadap (Dalam %) Dibanding Gambar 9. Kinerja Pisang Dibanding (Dalam %) Dibanding Gambar 10. Kinerja Mangga Dibanding (Dalam %) Dibanding Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 161

18 Kinerja Pembangunan Pertanian: Evaluasi Dan Implikasinya 50 Gambar 11. Kinerja Jeruk Dibanding (Dalam %) Dibanding Sumber : Renstra Kementan , Renstra Kementan , Direktorat Jenderal Hortikultura dan BPS 2014 (diolah) dan data realisasi tahun 2014 merupakan perkiraan dari Pusdatin Kementan Subsektor Perkebunan Seperti pada subsektor tanaman pangan dan hortikultura, penurunan kinerja juga terjadi pada subsektor perkebunan, namun menunjukkan kecenderungan yang semakin baik. Dalam periode , kinerja produksi dibanding anggaran subsektor perkebunan menunjukkan penurunan rata-rata 9,57 persen per tahun (Gambar 12). Pada tahun , kinerja produksi dibanding anggaran subsektor ini menurun 13,80 persen per tahun dan pada periode berikutnya yaitu menurun rata-rata 9,59 persen per tahun. Perkembangan kinerja produksi dibanding anggaran subsektor perkebunan menunjukkan bahwa hanya komoditas kelapa sawit yang menunjukkan peningkatan kinerja. Pada komoditas lain yaitu karet, kakao, kopi, gula dan kelapa menunjukkan kinerja penurunan kinerja. Pada komoditas kelapa sawit (Gambar 13) kinerja produksi dibanding anggaran komoditas kelapa sawit meningkat rata-rata 0,71 persen per tahun pada periode dan menurun rata-rata 0,22 persen per tahun pada periode Pada periode menunjukkan peningkatan rata-rata 0,24 persen per tahun. Pada komoditas karet, kinerja produksi dibanding 162 Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian

19 Gambar 12. Kinerja Perkebunan Dibanding Alokasi Subsektor Perkebunan (Dalam %) Dibanding Gambar 13. Kinerja Kelapa Sawit Dibanding (Dalam %) Dibanding Trend Dibanding anggaran pada periode menurun rata-rata 6,64 persen per tahun, dan menurun rata-rata 2,41 persen per tahun pada periode Pada periode kinerja produksi karet dibanding anggaran menurun rata-rata 4,52 persen per tahun (Gambar 14). Kinerja karet menempati urutan kedua terbaik setelah kelapa sawit. Penurunan kinerja komoditas kakao adalah yang tertinggi diantara komoditas lainnya. Pada periode , kinerja produksi kakao menurun rata-rata 10,40 persen per tahun, dan menurun rata-rata 8,43 persen per tahun pada periode Pada periode , kinerja produksi kakao menurun rata-rata 9,42 persen per tahun (Gambar 15). Pada Gambar 16 dapat dilihat bahwa kinerja produksi kopi dibanding anggaran menunjukkan penurunan rata-rata 7,94 persen per tahun pada periode , penurunan rata-rata 6,16 persen per tahun, data rata-rata 7,05 persen per tahun pada periode Pad perioe , kinerja produksi gula dibanding anggaran menunjukkan penurunan rata-rata 7,86 persen per tahun, rata-rata menurun 6,29 persen per tahun pada periode dan menurun rata-rata 7,07 persen per tahun pada periode (Gambar 17). Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 163

20 Kinerja Pembangunan Pertanian: Evaluasi Dan Implikasinya Gambar 14. Kinerja Karet Dibanding (Dalam %) Dibanding Trend Dibanding Gambar 15. Kinerja Kakao Dibanding (Dalam %) Dibanding Penurunan kinerja gula adalah yang tertinggi setelah kakao. Sementara itu pada komoditas kelapa (Gambar 18) memiliki kinerja produksi dibanding anggaran menurun rata-rata 6,95 persen pada periode , menurun rata-rata 5,18 persen per tahun dan menurun rata-rata 6,06 persen per tahun pada periode Kinerja kelapa menempati urutan ketiga terbaik setelah komoditas kelapa sawit dan karet. Kinerja produksi menurut komoditas perkebunan menunjukkan bahwa semakin tinggi anggaran diberikan semakin rendah kinerjanya (terjadi pada kakao dan gula) dan semakin didominasi swasta semakin baik kinerjanya (terjadi pada kelapa sawit). 164 Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian

21 Gambar 16. Kinerja Kopi Dibanding (Dalam %) Dibanding Trend Dibanding Gambar 17. Kinerja Gula Dibanding (Dalam %) Dibanding Poly. ( Dibanding ) Sumber : Renstra Kementan , Renstra Kementan , Direktorat Jenderal Perkebunan dan BPS 2014 (diolah) dan data realisasi tahun 2014 merupakan perkiraan dari Pusdatin Kementan Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 165

22 Kinerja Pembangunan Pertanian: Evaluasi Dan Implikasinya Sumber : Renstra Kementan , Renstra Kementan , Direktorat Jenderal Perkebunan dan BPS 2014 (diolah) dan data realisasi tahun 2014 merupakan perkiraan dari Pusdatin Kementan Subsektor Peternakan Seperti pada subsektor tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan, pada sub sektor peternakan juga mengalami penurunan kinerja. Pada periode , kinerja produksi subsektor peternakan dibanding anggaran menurun rata-rata 11,73 persen per tahun, menurun rata-rata 15,90 persen per tahun pada periode dan menurun rata-rata 13,81 persen pada periode (Gambar 19). Kinerja menurut komoditas menunjukkan produksi daging sapi yang menyerap anggaran paling besar menunjukkan penurunan yang paling besar kedua setelah kambing/domba, sama seperti pada komoditas padi, kakao dan gula. Kinerja produksi daging sapi dibanding anggaran menurun rata-rata 9,45 persen per tahun pada periode , menurun rata-rata 6,81 persen per tahun pada periode dan menurun rata-rata 8,13 persen pada periode (Gambar 20). Kinerja produksi dibanding anggaran pada daging babi menunjukkan penurunan rata-rata 6,45 persen pada periode , penurunan rata-rata 8,23 persen per tahun pada periode dan rata-rata menurun 7,34 persen pada periode (Gambar 21). Kinerja produksi daging kambing/domba menunjukkan penurunan tertinggi pada subsektor peternakan. Pada periode , kinerja produksi daging kambing/domba menurun rata-rata 8,87 persen per tahun, menurun rata-rata 8,05 persen per tahun pada periode dan menurun rata-rata 8,46 persen per tahun pada periode (Gambar 22). Kinerja produksi susu dibanding anggaran menurun rata-rata 6,16 persen pada periode , menurun rata-rata 5,90 persen per tahun pada periode dan pada periode menurun rata-rata 6,03 persen pada periode (Gambar 23). Kinerja produksi telur juga menunjukkan penurunan. Pada periode kinerja produksi telur menurun rata-rata 7,44 persen per tahun, menurun rata-rata 7,11 persen pada periode dan menurun rata-rata 7,27 persen pada periode (Gambar 24). 166 Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian

23 Gambar 19. Kinerja Peternakan Dibanding Subsektor Peternakan (Dalam %) Dibanding Gambar 20. Kinerja Daging Sapi Dibanding (Dalam %) Dibanding Trend Dibanding Gambar 21. Kinerja Daging Babi Dibanding (Dalam %) Dibanding Trend Dibanding Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 167

24 Kinerja Pembangunan Pertanian: Evaluasi Dan Implikasinya Gambar 22. Kinerja Daging Kambing/Domba Dibanding (Dalam %) Dibanding Trend Dibanding Gambar 23. Kinerja Susu Dibanding (Dalam %) Dibanding Trend Dibanding Gambar 24. Kinerja Telur Dibanding (Dalam %) Dibanding Trend Dibanding Sumber : Renstra Kementan , Renstra Kementan , Direktorat Jenderal Perkebunan, Direktorat Jenderal Peternakan dan BPS 2014 (diolah) dan data realisasi tahun 2014 merupakan perkiraan dari Pusdatin Kementan Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian

25 PDB Pertanian Indek PDB pertanian menunjukkan peningkatan rata-rata 29,68 persen pada periode , meningkat rata-rata 32,56 persen pada periode dan rata-rata 31,12 persen per tahun pada periode Sementara itu indek anggaran meningkat rata-rata 35,67 persen per tahun pada periode , meningkat 32,03 per tahun pada periode dan rata-rata meningkat 33,85 persen per tahun pada periode Indek PDB dan anggaran pada masingmasing subsektor juga menunjukkan peningkatan seperti terinci pada Tabel 8. Bukti bahwa kinerja pembangunan pertanian semakin menurun selain ditunjukkan oleh kinerja produksi dibanding anggaran, juga ditunjukkan oleh penurunan indek PDB dibanding anggaran pertanian. Berdasarkan Tabel 9, kinerja PDB tanaman pangan dan hortikultura yang mengalami peningkatan rata-rata 15,00 persen per tahun pada periode menjadi menurun rata-rata 16,90 persen per tahun pada periode , dan pada periode menurun ratarata 0,95 persen per tahun. Kinerja yang lebih baik ditunjukkan oleh sub sektor perkebunan, dimana pada periode mengalami penurunan indek PDB dibanding anggaran rata-rata 7,60 persen menjadi meningkat rata-rata 5,31 persen per tahun sekalipun pada periode masih menunjukkan rata-rata penurunan rata-rata 1,15 persen per tahun. Seperti pada sub sektor tanaman pangan dan hortikultura, indek PDB dibanding anggaran pada sub sektor peternakan menunjukkan kondisi yang semakin menurun. Pada periode , sub sektor ini memiliki peningkatan rata-rata 3,07 persen per tahun, namun demikian pada periode menunjukkan penurunan rata-rata 7,45 persen per tahun. Pada Tabel 8. Perkembangan Indeks PDB dan Indeks Pertanian Menurut Sub Sektor, Tahun Indeks PDB Indeks Tahun ,53 113,71 108,78 110,22 130,05 116,17 117,68 114, ,47 127,75 125,69 128,53 119,42 115,03 188,66 178, ,12 164,54 150,92 159,52 230,98 98,39 173,41 249, ,28 213,50 204,94 210,70 154,73 113,29 238,78 235, ,20 224,41 258,11 248,40 144,69 361,87 223,74 278, ,36 274,12 293,77 288,40 138,97 115,39 297,27 227, ,11 309,70 318,20 317,79 391,72 501,88 725,97 498, ,91 321,88 359,52 344,05 578,34 370,99 803,53 534, ,60 353,10 406,46 376,14 448,71 450,48 724,44 505, ,02 352,53 405,82 411,18 380,27 398,17 519,53 438,47 Pertumbuhan (%/th) ,64 24,88 31,62 29,68 8,94 52,37 24,75 35, ,16 25,62 29,54 32,56 47,12 7,26 59,16 32, ,40 25,25 30,58 31,12 28,03 29,82 41,95 33,85 Sumber : Biro Perencanaan dan BPS 2014 (diolah) dan data PDB tahun 2014 merupakan perkiraan Pusdatin. Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian 169

26 Kinerja Pembangunan Pertanian: Evaluasi Dan Implikasinya Tabel 9. Perkembangan Indeks PDB Dibanding Indeks Pertanian Menurut Sub Sektor, Tahun Indeks PDB dibanding Indeks Tahun Pangan& Hortikultura Perkebunan Peternakan Pertanian ,22 97,88 92,44 96, ,41 111,05 66,62 72, ,32 167,24 87,03 64, ,55 188,45 85,83 89, ,99 62,01 115,36 89, ,66 237,55 98,82 126, ,72 61,71 43,83 63, ,98 86,76 44,74 64, ,71 78,38 56,11 74, ,47 88,54 78,11 93,78 Pertumbuhan (%/thn) ,00-7,60 3,07-2, ,90 5,31-7,45 0, ,95-1,15-2,19-0,62 Sumber : Biro Perencanaan dan BPS 2014 (diolah) dan data PDB tahun 2014 merupakan perkiraan Pusdatin. periode , indek PDB dibanding anggaran pada sub sektor peternakan menurun rata-rata 2,19 persen per tahun. Namun demikian, sekalipun terjadi penurunan pada periode rata-rata sebesar 2,15 persen per tahun, pada periode meningkat rata-rata 0,91 persen per tahun dan rata-rata periode menurun 0,62 persen per tahun. Tenaga Kerja Pertanian Pada Tabel 10 diberikan gambaran bahwa pertambahan anggaran pertanian juga belum mampu sepenuhnya mendorong peningkatan penyerapan tenaga kerja ke arah yang positif. Pada kondisi alamiah dimana penyerapan tenaga kerja pertanian tetap harus menurun, peningkatan anggaran belum mampu mendorong pertambahan penyerapan tenaga pertanian sebesar peningkatan anggaran. Pada periode , indek penyerapan tenaga kerja dibanding anggaran pertanian menurun rata-rata 13,17 persen per tahun, dan juga mengalami penurunan pada periode dengan nilai rata-rata 2,81 persen per tahun. Dalam periode , indeks penyerapan tenaga kerja pertanian dibanding anggaran pertanian menurun rata-rata 7,99 persen per tahun. 170 Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN GARUT TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN GARUT

RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN GARUT TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN GARUT RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN GARUT TAHUN 2019-2019 PEMERINTAH KABUPATEN GARUT DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA Jl. PEMBANGUNAN NO. 183 GARUT

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH Sekretariat Dewan Ketahanan Pangan Disampaikan dalam Rapat Koordinasi Dewan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA Oleh : Reni Kustiari Pantjar Simatupang Dewa Ketut Sadra S. Wahida Adreng Purwoto Helena

Lebih terperinci

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional Berdasarkan Renstra Kementerian Pertanian Tahun 2010 2014 (Edisi Revisi Tahun 2011), Kementerian Pertanian mencanangkan

Lebih terperinci

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2007 Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian Oleh : Sahat M. Pasaribu Bambang Sayaza Jefferson Situmorang Wahyuning K. Sejati Adi Setyanto Juni Hestina PUSAT ANALISIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

REVITALISASI PERTANIAN

REVITALISASI PERTANIAN REVITALISASI PERTANIAN Pendahuluan 1. Revitalisasi pertanian dan pedesaan, merupakan salah satu strategi yang dipilih oleh Kabinet Indonesia Bersatu dalam upayanya mewujudkan pembangunan masyarakat Indonesia,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN

BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN A. KONDISI UMUM Sektor pertanian telah berperan dalam perekonomian nasional melalui sumbangannya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), penerimaan

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan dan energi dunia, harga pangan dan energi meningkat, sehingga negara-negara

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGANGGARAN SEKTOR PERTANIAN

KEBIJAKAN PENGANGGARAN SEKTOR PERTANIAN KEMENTERIAN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN KEBIJAKAN PENGANGGARAN SEKTOR PERTANIAN Jakarta, 12 Mei 2015 1 OUTLINE A. DASAR HUKUM B. PEMBAGIAN KEWENANGAN DALAM PENGELOLAAN NEGARA C. SIKLUS PENYUSUNAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi pertanian dari kondisi yang kurang menguntungkan menjadi kondisi yang lebih menguntungkan (long

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS JAGUNG. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS JAGUNG. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS JAGUNG Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENGEMBANGAN MODEL PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA. Oleh :

LAPORAN AKHIR PENGEMBANGAN MODEL PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA. Oleh : LAPORAN AKHIR PENGEMBANGAN MODEL PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA Oleh : Nizwar Syafa at Prajogo Utomo Hadi Dewa K. Sadra Erna Maria Lokollo Adreng Purwoto Jefferson Situmorang Frans

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

Pembangunan Agribisnis di Indonesia

Pembangunan Agribisnis di Indonesia Pembangunan Agribisnis di Indonesia Dr. Antón Apriyantono Menteri Pertanian Republik Indonesia Sambutan kunci pada Coffee Morning Sofá Launching Agriculture Internacional Expo for Agribusinees Di Kampus

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA (LKJ)

LAPORAN KINERJA (LKJ) PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR LAPORAN KINERJA (LKJ) DINAS PERTANIAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2017 PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR LAPORAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Pengembangan Kelembagaan Ekonomi dan Iklim Usaha Kondusif 1. Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi Mendukung terciptanya kesempatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya terencana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi dengan

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN H. ISKANDAR ANDI NUHUNG Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian ABSTRAK Sesuai

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii BAB

Lebih terperinci

PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN BERDASARKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN

PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN BERDASARKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN BERDASARKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN Oleh : Tenaga Ahli Badan Ketahanan Pangan Dr. Ir. Mei Rochjat Darmawiredja, M.Ed SITUASI DAN TANTANGAN GLOBAL Pertumbuhan Penduduk

Lebih terperinci

KINERJA PERTUMBUHAN PDB PERTANIAN 2003 : BERADA PADA FASE PERCEPATAN PERTUMBUHAN 1)

KINERJA PERTUMBUHAN PDB PERTANIAN 2003 : BERADA PADA FASE PERCEPATAN PERTUMBUHAN 1) KINERJA PERTUMBUHAN PDB PERTANIAN 2003 : BERADA PADA FASE PERCEPATAN PERTUMBUHAN 1) Nizwar Syafa at, Sudi Mardianto, dan Pantjar Simatupang Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Jalan

Lebih terperinci

BAB V PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN

BAB V PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN BAB V PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN 5.1. TUGAS PEMBANTUAN YANG DITERIMA 5.1.1. Dasar Hukum Berdasarkan ketentuan umum pasal 1 Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Tugas Pembantuan

Lebih terperinci

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia

Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi. Perekonomian Indonesia Peranan Pertanian di Dalam Pembangunan Ekonomi Perekonomian Indonesia Peran Pertanian pada pembangunan: Kontribusi Sektor Pertanian: Sektor Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi Pemasok bahan pangan Fungsi

Lebih terperinci

IV.B.13. Urusan Wajib Ketahanan Pangan

IV.B.13. Urusan Wajib Ketahanan Pangan 13. URUSAN KETAHANAN PANGAN Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.

Lebih terperinci

Pelaksanaan Revitalisasi Pertanian

Pelaksanaan Revitalisasi Pertanian Analisis Kebijakan 33 Pelaksanaan Revitalisasi Pertanian Pendahuluan Revitalisasi pertanian dan pedesaan, merupakan salah satu strategi yang dipilih oleh Kabinet Indonesia Bersatu dalam upaya mewujudkan

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN

ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN Agar pangsa pasar susu yang dihasilkan peternak domestik dapat ditingkatkan maka masalah-masalah di atas perlu ditanggulangi dengan baik. Revolusi putih harus dilaksanakan sejak

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS CENGKEH. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS CENGKEH. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS CENGKEH Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian unggulan yang memiliki beberapa peranan penting yaitu dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal

Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal Yayuk FB Pembekalan KKP Departemen Gizi Masyarakat FEMA IPB 14 Mei 2011 CONTOH : Hasil identifikasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAKAO. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAKAO. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAKAO Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN

BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN A. KONDISI UMUM Sektor pertanian telah berperan dalam perekonomian nasional melalui sumbangannya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), penerimaan

Lebih terperinci

SEKTOR PERTANIAN : Dari Stagnasi Menuju Pertumbuhan Tinggi Berkelanjutan. Orasi Ilmiah di Universitas Medan Area Tanggal 8 Mei 2004

SEKTOR PERTANIAN : Dari Stagnasi Menuju Pertumbuhan Tinggi Berkelanjutan. Orasi Ilmiah di Universitas Medan Area Tanggal 8 Mei 2004 SEKTOR PERTANIAN : Dari Stagnasi Menuju Pertumbuhan Tinggi Berkelanjutan Orasi Ilmiah di Universitas Medan Area Tanggal 8 Mei 2004 Oleh : Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, MEc Rektor dan Senat Guru Besar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, sehingga sering disebut sebagai negara agraris yang memiliki potensi untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TAHUN Target. Realisasi Persentase URAIAN (Rp)

BAB III KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TAHUN Target. Realisasi Persentase URAIAN (Rp) BAB III KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TAHUN 2009 3.1. Program dan Kegiatan Dinas Pertanian Tahun 2008 Program yang akan dilaksanakan Dinas Pertanian Tahun 2008 berdasarkan Prioritas Pembangunan Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

AGRIBISNIS KAMBING - DOMBA

AGRIBISNIS KAMBING - DOMBA PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KAMBING - DOMBA Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, kami yang bertandatangan di bawah ini : Nama : Ir. Bambang

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Subsektor perkebunan merupakan salah satu bisnis strategis dan andalan dalam perekonomian Indonesia, bahkan pada masa krisis ekonomi. Agribisnis subsektor ini mempunyai

Lebih terperinci

Ketahanan Pangan dan Pertanian. disampaikan pada : Workshop Hari Gizi Nasional (HGN) ke-55

Ketahanan Pangan dan Pertanian. disampaikan pada : Workshop Hari Gizi Nasional (HGN) ke-55 Ketahanan Pangan dan Pertanian disampaikan pada : Workshop Hari Gizi Nasional (HGN) ke-55 Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Badan Ketahanan Pangan Februari 2015 KONDISI KETAHANAN PANGAN

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Rangkuman Kebutuhan Investasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Rangkuman Kebutuhan Investasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Rangkuman Kebutuhan Investasi Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah bersangkutan (Soeparmoko, 2002: 45). Keberhasilan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. daerah bersangkutan (Soeparmoko, 2002: 45). Keberhasilan pembangunan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada, dengan menjalin pola-pola kemitraan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN

LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN PENETAPAN TARGET INDIKATOR MAKRO DALAM RANGKA PENYUSUNAN RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN PERTANIAN 2015-2019 Oleh Pantjar Simatupang Sri Hery Susilowati Supriyati Sri Hastuti

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAMBING-DOMBA. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAMBING-DOMBA. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAMBING-DOMBA Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan

Lebih terperinci

PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN

PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN A. Tugas Pokok dan Fungsi PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN pengkajian, penyiapan perumusan kebijakan, pengembangan, pemantauan, dan pemantapan ketersediaan pangan, serta pencegahan dan penanggulangan kerawanan

Lebih terperinci

Matrik Keterkaitan Dukungan Kelembagaan Dalam Pembangunan Pertanian

Matrik Keterkaitan Dukungan Kelembagaan Dalam Pembangunan Pertanian Matrik Keterkaitan Dukungan Kelembagaan Dalam Pembangunan Pertanian Menko Kesra BI Deptan, Dephut, Kelautan /Kan KLH/ BPN No Kebijakan Menko Perekonomian Depkes, BSN Karantina Kem- Ristek/ BPPT /LIPI 1

Lebih terperinci

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

PRODUKSI PANGAN INDONESIA 65 PRODUKSI PANGAN INDONESIA Perkembangan Produksi Pangan Saat ini di dunia timbul kekawatiran mengenai keberlanjutan produksi pangan sejalan dengan semakin beralihnya lahan pertanian ke non pertanian

Lebih terperinci

BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA

BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA 2015-2019 Dalam penyusunan Rencana strategis hortikultura 2015 2019, beberapa dokumen yang digunakan sebagai rujukan yaitu Undang-Undang Hortikultura Nomor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN 2011

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN 2011 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN 2011 KEMENTERIAN PERTANIAN 2010 KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilits Kinerja Instansi Pemerintah yang mewajibkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan pada sektor pertanian. Di Indonesia sektor pertanian memiliki peranan besar dalam menunjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang DINAS PETERNAKAN PROV.KALTIM 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah Administratif Provinsi Kalimantan Timur terdiri atas 14 Kabupaten/Kota, namun sejak tgl 25 April 2013 telah dikukuhkan Daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi SKPD Visi SKPD adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi masa depan yang ingin dicapai SKPD melalui penyelenggaraan tugas

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KAKAO

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KAKAO PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KAKAO Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI BHINEKA TUNGGAL IKA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan

Lebih terperinci

Kebijakan Pertanian dan Dukungan Departemen Pertanian Terhadap Implementasi Otonomi Daerah.

Kebijakan Pertanian dan Dukungan Departemen Pertanian Terhadap Implementasi Otonomi Daerah. 22 Kebijakan Pertanian dan Dukungan Departemen Pertanian Terhadap Implementasi Otonomi Daerah. Pendahuluan Sektor pertanian di Indonesia memiliki peran strategis dalam perkembangan struktur perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi perekonomian Kota Ambon sepanjang Tahun 2012, turut dipengaruhi oleh kondisi perekenomian

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS TEBU. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS TEBU. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS TEBU Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

MEMBANGUN SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS DI NUSA TENGGARA BARAT

MEMBANGUN SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS DI NUSA TENGGARA BARAT MEMBANGUN SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS DI NUSA TENGGARA BARAT Peranan dan kinerja agribisnis dalam pembangunan ekonomi Faktor produksi utama sektor pertanian di NTB adalah lahan pertanian. Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM 2007-2015 Pendahuluan 1. Target utama Kementerian Pertanian adalah mencapai swasembada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi PENDAHULUAN A. Tugas Pokok dan Fungsi Berdasarkan Peraturan Gubernur No. 28 Tahun 2015 tentang rincian tugas, fungsi dan tata kerja Dinas Perkebunan Provinsi Riau, pada pasal 2 ayat 2 dinyatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, Indonesia merupakan bagian dari negara

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, Indonesia merupakan bagian dari negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman, Indonesia merupakan bagian dari negara berkembang yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah dan terus mengupayakan pembangunan,

Lebih terperinci

AGRIBISNIS Dukungan Aspek Mekanisasi Pertanian

AGRIBISNIS Dukungan Aspek Mekanisasi Pertanian PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS Dukungan Aspek Mekanisasi Pertanian Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BIRO HUKUM DAN HUMAS

BIRO HUKUM DAN HUMAS RENCANA KINERJA TAHUNAN 2011 BIRO HUKUM DAN HUMAS BIRO HUKUM DAN HUMAS SEKRETARIAT JENDERAL, KEMENTERIAN PERTANIAN 2010 Kata Pengantar Negara Republik Indonesia sebagai Negara yang berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 1 Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2010 2014 Komoditas Produksi Pertahun Pertumbuhan Pertahun

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian ke depan. Globalisasi dan liberasi

Lebih terperinci

Terwujudnya Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani

Terwujudnya Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani VISI KEMENTERIAN PERTANIAN 2015-2019 Terwujudnya Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani Mengukur KESEJAHTERAAN PETANI EKONOMI Pendapatan, NTP, NTUP NON EKONOMI Terhormat Diperhatikan Dilindungi dibutuhkan

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk di dunia semakin meningkat dari tahun ketahun. Jumlah penduduk dunia mencapai tujuh miliar saat ini, akan melonjak menjadi sembilan miliar pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat

Lebih terperinci

INDEKS. biofuel 63, ceteris paribus 164 constant return to scale 156, 166

INDEKS. biofuel 63, ceteris paribus 164 constant return to scale 156, 166 INDEKS A adopsi teknologi 94, 100, 106, 111, 130, 171, 177 agregat 289, 295, 296, 301, 308, 309, 311, 313 agribisnis 112, 130, 214, 307, 308, 315, 318 agroekosistem 32, 34, 35, 42, 43, 52, 55, 56, 57,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL PERATURAN PRESIDEN NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi di era otonomi daerah menghadapi berbagai tantangan, baik dari faktor internal ataupun eksternal (Anonim, 2006a). Terkait dengan beragamnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang beriklim tropis dan relatif subur. Atas alasan demikian Indonesia memiliki kekayaan flora yang melimpah juga beraneka ragam.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memerlukan pertumbuhan ekonomi yang kokoh dan pesat. Pertanian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memerlukan pertumbuhan ekonomi yang kokoh dan pesat. Pertanian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian sebagai penunjang utama kehidupan masyarakat Indonesia memerlukan pertumbuhan ekonomi yang kokoh dan pesat. Pertanian untuk pembangunan (agriculture

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan global di masa mendatang juga akan selalu berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan global di masa mendatang juga akan selalu berkaitan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan bagian pokok didalam kehidupan dimana dalam kehidupan sehari-hari manusia membutuhkan pemenuhan sandang, pangan, maupun papan yang harus

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan perekonomian nasional dan menjadi sektor andalan serta mesin penggerak pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

FORMULIR 1 : RENCANA PENCAPAIAN SASARAN STRATEGIS PADA KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 1 : RENCANA PENCAPAIAN SASARAN STRATEGIS PADA KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA A. KEMENTRIAN : (18) KEMENTERIAN PERTANIAN FORMULIR 1 : RENCANA PENCAPAIAN SASARAN STRATEGIS PADA KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA TAHUN ANGGARAN : 215 B.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian adalah bagian dari pembangunan ekonomi yang berupaya dalam mempertahankan peran dan kontribusi yang besar dari sektor pertanian terhadap pembangunan

Lebih terperinci

AGRIBISNIS BAWANG MERAH

AGRIBISNIS BAWANG MERAH PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS BAWANG MERAH Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Dukungan Aspek Mekanisasi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Dukungan Aspek Mekanisasi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Dukungan Aspek Mekanisasi Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI

Lebih terperinci

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN Adi Setiyanto PENDAHULUAN Tenaga kerja merupakan motor penggerak dalam pembangunan ekonomi. Tenaga kerja sebagai sumber daya

Lebih terperinci