BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Taman lingkungan merupakan ruang terbuka yang dibangun dan dikembangkan di lingkungan perumahan atau permukiman, yang diperuntukkan bagi masyarakat umum dan diatur sebagai areal ruang terbuka kota atau sebagai bagian dari pembangunan perumahan oleh pengembang swasta; misalnya taman bermain, fasilitas olahraga, dan lainnya (Carr: 1992). Penyediaan taman lingkungan adalah untuk kebutuhan rekreasi terbatas yang meliputi populasi yang terbatas pula. Berbeda dengan taman kota yang diperuntukkan bagi kebutuhan interaksi masyarakat kota, taman lingkungan diperuntukkan bagi kebutuhan interaksi masyarakat setempat (Bappeda Provinsi Jawa Barat: 2007). Oleh karena itulah, taman lingkungan umumnya memiliki lokasi yang berada pada pusat lingkungan perumahan serta mudah diakses. Taman lingkungan berperan penting sebagai pemberi keringanan dan kebebasan bagi masyarakat di lingkungan perumahan yang dilayani dengan adanya kemungkinan untuk berekreasi aktif dan pasif, juga sebagai media sosial untuk berinteraksi bagi penduduk yang tinggal di kawasan perumahan yang dilayani. Selain itu, taman lingkungan juga memungkinkan penduduk sekitarnya untuk berinteraksi dengan alam, karena pada dasarnya manusia memiliki kebutuhan dasar penyegaran diri melalui interaksinya dengan keindahan alam dan lingkungan (Maslow: 1943 dalam Huitt: 2004). Taman lingkungan pada dasarnya pun memiliki fungsi sosial yang lebih kental dibandingkan fungsi lainnya, seperti fungsi estetika, fungsi ekonomi, dll (Bappeda Provinsi Jawa Barat: 2007). Lebih jauh lagi, Sherer (2003) dalam penelitiannya mengemukakan manfaat taman lingkungan dalam kehidupan perkotaan: Keberadaan taman di lingkungan permukiman menambah kemungkinan masyarakat untuk selalu beraktifitas aktif (berolahraga) dan meningkatkan ketahanan fisik individu, dan kontak dengan elemen-elemen natural akan meningkatkan kesehatan psikologis. 1

2 2 Keberadaan taman lingkungan dalam suatu unit lingkungan permukiman akan memberi nilai tambah bagi quality of life lingkungan permukiman setempat atau bahkan dapat meningkatkan nilai lahan. Keberadaan elemen hijau pada taman lingkungan akan mengurangi polusi udara, polusi air, dan akan memberikan kenyamanan bagi lingkungan setempat. Keberadaan taman lingkungan akan memberikan manfaat bagi komunitas setempat, yaitu menjadikan lingkungan setempat lebih livable, memberikan kesempatan bagi penduduk setempat untuk berekreasi, terutama bagi masyarakat golongan menengah ke bawah. Sehingga akan timbul sense of community pada lingkungan permukiman dengan penduduk golongan menengah ke bawah dengan adanya penyediaan ruang terbuka. Namun, fasilitas taman lingkungan yang tersedia untuk melayani penduduk sangatlah minim, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Persoalan ini merupakan persoalan umum yang terjadi di kota-kota di Indonesia, begitu juga dengan Kota Bandung. Berdasarkan data dari Dinas Pertamanan dan Pemakaman Kota Bandung, Kota Bandung memiliki 518 taman seluas ,27 m 2 dan Ruang Terbuka Hijau (RTH) lainnya hingga luas RTH di Kota Bandung kini mencapai 6,9 % dari keseluruhan luas Kota Bandung. Jumlah ini sangat kurang dari luas yang dikehendaki oleh Perda No.2 Tahun 2004 yang kini telah direvisi menjadi Perda No. 3 Tahun 2006 tentang RTRW Kota Bandung yang menghendaki luas RTH 10 % dari keseluruhan luas Kota Bandung, yaitu sekitar Ha. Dari jumlah tersebut, hanya terdapat kurang dari 10 % taman yang dapat dikategorikan sebagai taman lingkungan. Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang bahkan menghendaki Ruang Terbuka Hijau Kota harus memiliki luas total sekurang-kurangnya 30 % dari keseluruhan luas kota yang bersangkutan. Selain itu, persoalan lainnya yang terjadi adalah sebagian besar taman lingkungan di Kota Bandung kurang dimanfaatkan secara optimal. Sebagian besar taman kurang dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas yang mendukung aktifitas penggunanya, dan pemeliharaannya pun kurang diperhatikan sehingga terjadi penurunan kualitas yang berakibat pada ketidakoptimalan taman dalam melayani pengguna. Persoalan ini semakin besar ketika timbul persoalan dalam hal penyediaan fasilitas taman yang tidak sesuai

3 3 dengan kebutuhan masyarakat setempat. Akibatnya, masyarakat setempat cenderung tidak menggunakan taman dan tidak melakukan aktifitasnya di taman, walaupun beberapa fasilitas telah disediakan. Hal ini juga memiliki kaitan yang erat dengan perencanaan dan perancangan taman lingkungan yang tidak melibatkan masyarakat setempat. Persoalan taman lingkungan yang terjadi di bagian barat Kota Bandung sama dengan persoalan taman lingkungan pada umumnya seperti yang telah diuraikan di atas, yaitu kualitas dan kuantitas taman lingkungan yang tidak memadai serta penyediaannya yang kurang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan masyarakat. Kondisi ini diperparah dengan kepadatan wilayah yang dapat dikatakan relatif tinggi. Kota Bandung bagian barat yang terdiri atas WP Bojonegara dan WP Tegallega memiliki rata-rata kepadatan penduduk jiwa/km 2, jauh diatas rata-rata kepadatan Kota Bandung yang hanya mencapai jiwa/km 2. Di tengah situasi yang begitu padat, hanya terdapat kurang dari 5 % taman dari keseluruhan luas total taman yang ada yang dapat dikategorikan sebagai taman lingkungan. Dari jumlah tersebut, taman lingkungan yang ada pun memiliki kualitas yang buruk serta penyediaannya kurang memperhatikan kebutuhan masyarakat. Akibatnya, penduduk tidak dapat menikmati fasilitas yang seharusnya ditawarkan oleh taman, serta tidak adanya media untuk berinteraksi sosial dengan penduduk sekitar. Padahal, penduduk di kawasan padat lebih membutuhkan taman sebagai media interaksi, baik dengan alam maupun dengan penduduk lainnya, akibat adanya keterbatasan ruang beraktifitas (Marcus dan Francis: 1980). Pemerintah Kota Bandung dalam menanggapi persoalan taman secara umum telah mengeluarkan sejumlah kebijakan, di antaranya kebijakan revitalisasi taman, ekstensifikasi taman berupa pembangunan taman eks TPA Cicabe dan TPA Pasir Impun, serta menjadikan beberapa SPBU di Kota Bandung untuk dijadikan RTH pertamanan. Selain itu, dilakukan pula penataan kembali dan pemeliharaan terhadap 55 taman strategis di Kota Bandung melalui pola kemitraan. Dalam hal taman lingkungan, Pemerintah Kota Bandung telah mengeluarkan kebijakan berupa revitalisasi taman lingkungan, serta penataan kembali beberapa taman lingkungan. Selain itu, data dari Dinas Pertamanan dan Pemakaman Kota Bandung menunjukkan bahwa Kota Bandung bagian barat

4 4 merupakan salah satu wilayah yang menjadi prioritas utama dalam penataan kembali taman lingkungan. Namun, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan hanya meninjau dari sudut pandang supply tanpa memperhatikan sisi demand atau kebutuhan pengguna itu sendiri. Intensifikasi maupun ekstensifikasi taman melalui berbagai kebijakan lebih mengutamakan segi artistik dan penyediaan, tanpa melihat prinsip-prinsip perancangan taman yang seharusnya dipenuhi, terutama mengenai penyediaan fasilitas yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat. Ditambah lagi bahwa dalam penyediannya, taman lingkungan memiliki potensi tersendiri dibandingkan taman dengan skala yang lebih luas lagi yaitu pelibatan masyarakat dalam perancangan ataupun bahkan dalam pembuatan master plan, karena pada dasarnya penyediaan taman lingkungan adalah untuk masyarakat setempat sehingga fitur-fitur yang terdapat di dalamnya harus berdasarkan kebutuhan dan permintaan dari masyarakat setempat (Morgan Hill City Government: 2007; Houston Government: 2007). Selain itu, dari segi perencanaan taman yang lebih luas lagi yakni Rencana RTH Kota Bandung pun lebih menitikberatkan pada upaya penyediaan RTH berdasarkan skala pelayanan penduduk, tanpa memperhatikan sisi kebutuhan pengguna mengenai kriteria RTH yang diinginkan khususnya mengenai taman, sehingga belum mampu secara optimal memenuhi kebutuhan penggunanya. Dengan kata lain, terdapat hal-hal yang tidak terpenuhi yakni pemenuhan kebutuhan masyarakat pengguna taman itu sendiri. 1.2 Rumusan Persoalan Berdasarkan latar belakang studi, maka persoalan yang terjadi adalah belum adanya arahan dalam perancangan taman lingkungan yang mempertimbangkan persepsi dan preferensi masyarakat setempat, terutama dalam bentuk prinsip-prinsip perancangan taman lingkungan. Untuk mengatasi persoalan tersebut, maka perlu diketahui terlebih dahulu kriteria kualitas taman, agar dapat diketahui kualitas taman yang ada, sehingga pada akhirnya dapat disusun prinsip-prinsip perancangan taman lingkungan. Studi sebelumnya yang sudah dilakukan adalah studi yang dilakukan oleh Eriawan (2003) mengenai penyusunan prinsip-prinsip perancangan taman dengan skala pelayanan kota dan Bagian Wilayah Kota (BWK). Namun tetap

5 5 diperlukan kajian lebih lanjut mengenai penyusunan prinsip perancangan taman yang melayani dalam skala lingkungan permukiman untuk memperkaya dan melengkapi prinsip-prinsip perancangan yang ada. Selain itu, hal ini juga didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut: Studi kasus di negara Amerika Serikat menunjukkan bahwa terdapat prinsip perancangan khusus untuk taman lingkungan. Dalam perencanaan taman yang melayani skala lingkungan, perlu penentuan kriteria dan prinsip yang lebih lanjut yang melibatkan masyarakat lingkungan setempat selain penggunaan kriteria, prinsip, dan standar taman secara umum yang diadaptasikan (Enger: 2005). 1.3 Tujuan, Sasaran, dan Manfaat Studi Tujuan dari studi ini adalah menyusun prinsip perancangan taman lingkungan yang mempertimbangkan persepsi dan preferensi masyarakat setempat. Untuk mencapai tujuan tersebut, sasaran studi ini adalah: Merumuskan kriteria atau aspek-aspek yang menjadi perhatian (issues of concern) dan komponen-komponen yang diatur (scope of issues) dalam perancangan taman lingkungan. Menilai kondisi taman lingkungan yang menjadi objek studi. Mengidentifikasi preferensi masyarakat setempat terhadap fasilitas taman lingkungan yang menjadi objek studi. Menyusun prinsip-prinsip perancangan taman lingkungan. Studi ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap berbagai pihak: Bagi dunia perencanaan wilayah dan kota, metode yang digunakan dalam studi ini maupun prinsip-prinsip perancangan yang dihasilkan dalam studi ini dapat dijadikan acuan dalam perancangan taman lingkungan di lokasi lainnya yang tidak tercakup dalam studi ini. Selain itu kriteria perancangan yang dirumuskan dalam studi ini dapat dijadikan masukan bagi studi selanjutnya yang berkaitan dengan perancangan taman lingkungan. Bagi pemerintah kota, studi ini dapat memberikan gambaran mengenai kondisi taman lingkungan. Juga memberikan gambaran mengenai persepsi dan preferensi masyarakat terhadap kondisi dan kualitas taman

6 6 lingkungan. Hal tersebut dapat menjadi masukan bagi perancangan taman lingkungan sebagai salah satu fasilitas publik. Selain itu, bagi pemerintah kota sebagai pengelola, studi ini dapat menjadi masukan untuk meningkatkan kualitas taman lingkungan yang ada. 1.4 Ruang Lingkup Studi Lingkup Materi Lingkup materi dalam studi ini adalah sebagai berikut: 1. Lingkup taman lingkungan hanya dibatasi pada taman lingkungan permukiman / perumahan yang disebut neighborhood park, yakni ruang terbuka yang dibangun dan dikembangkan di lingkungan perumahan atau permukiman, yang diperuntukkan bagi masyarakat umum dan diatur sebagai areal ruang terbuka kota atau sebagai bagian dari pembangunan perumahan oleh pengembang swasta; misalnya taman bermain, fasilitas olahraga, dan lainnya. Taman lingkungan yang dimaksud juga merupakan taman lingkungan aktif (dapat digunakan beraktifitas dan memiliki fungsi sosial) yang berlokasi di pusat lingkungan perumahan atau permukiman yang dilayaninya serta mudah diakses. 2. Taman lingkungan yang berupa taman pasif seperti pulau jalan tidak termasuk ke dalam taman lingkungan yang dimaksud dalam studi ini. Taman pulau jalan merupakan taman pelengkap sebagai aksesoris kota yang cenderung berfungsi estetis dan bukan sebagai tempat melakukan aktifitas bagi penduduk serta tidak memiliki fungsi sosial (Bappeda Provinsi Jawa Barat: 2007). 3. Ketentuan normatif perancangan taman lingkungan dirumuskan berdasarkan kajian teoritis, kebijakan pemerintah, studi mengenai perancangan taman yang pernah dilakukan sebelumnya, serta studi kasus di luar negeri. 4. Kondisi yang ada serta persepsi masyarakat menjadi dasar pertimbangan dalam menyusun prinsip-prinsip perancangan taman. Persepsi masyarakat merupakan salah satu penilaian terhadap kondisi dan kualitas taman berdasarkan kriteria hasil studi normatif mengenai perancangan taman.

7 7 5. Preferensi masyarakat terhadap fasilitas taman lingkungan dibatasi pada kebutuhan-kebutuhan yang dapat diaplikasikan ke dalam bentuk perancangan suatu taman lingkungan. Kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang tidak termasuk ke dalam aspek perancangan tidak termasuk ke dalam penelitian ini. Kebutuhan masyarakat yang merupakan preferensi masyarakat terhadap fasilitas taman akan menjadi pertimbangan dalam penyusunan prinsip perancangan taman. 6. Prinsip perancangan merupakan pedoman yang dapat dijadikan acuan dalam merancang taman. Substansinya mencakup ketentuan mengenai komponen-komponen yang diatur dalam perancangan taman berdasarkan tujuh kriteria, yaitu keamanan, keselamatan, kesehatan, daya tarik, kenyamanan, aksesibilitas, dan keindahan. Komponenkomponen yang diatur berdasarkan tujuh kriteria tersebut adalah vegetasi, tempat duduk, lampu penerangan, pembatas sub-ruang, penutup permukaan, tempat sampah, fasilitas aktifitas aktif, jalur masuk, tanda / rambu (signage), air, jalur pejalan, dan pagar Lingkup Wilayah Studi Studi ini dilakukan di wilayah administratif Kota Bandung. Dasar pertimbangan pemilihan wilayah studi ini adalah karena Kota Bandung merupakan salah satu kota metropolitan di Indonesia yang memiliki persoalan mengenai ruang terbuka hijau, khususnya taman baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Dari keseluruhan wilayah Kota Bandung, dipilih taman lingkungan yang berlokasi di Kota Bandung bagian barat, yaitu Taman Lesmana dan Taman Pandawa sebagai objek studi. Pemilihan ini didasarkan pada lokasi taman yang terletak di Kota Bandung bagian barat yang memiliki kepadatan penduduk yang relatif tinggi ditengah-tengah persoalan kurangnya sediaan taman lingkungan dan buruknya kualitas taman lingkungan. Pemilihan objek studi dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut: Berdasarkan beberapa standar dari studi literatur dan studi kasus di negara lain, serta mengacu pada klasifikasi taman menurut Departemen Pekerjaan Umum, Bappeda Provinsi jawa Barat, dan Dinas Pertamanan

8 8 dan Pemakaman Kota Bandung, yang termasuk kategori taman lingkungan adalah: o Merupakan taman aktif yang dapat digunakan untuk beraktifitas baik aktifitas aktif maupun aktifitas pasif (Departemen Pekerjaan Umum; Bappeda Provinsi Jawa Barat; City of Rochester s Park and Recreation Plan). o Memiliki ukuran minimal m 2, melayani penduduk atau setingkat RW (Departemen Pekerjaan Umum; Dinas Pertamanan dan Pemakaman Kota Bandung; Eriawan). o Terletak di pusat lingkungan permukiman, serta dapat diakses dengan mudah oleh penduduk setempat dengan berjalan kaki atau bersepeda, yaitu m (Mertes; City of Morgan Hill; Houston Government; Departemen Pekerjaan Umum; Bappeda Provinsi Jawa Barat). o Jalan yang melingkupi taman lingkungan adalah jalan lokal dan tidak diganggu oleh jaringan jalan non-permukiman lainnya (Mertes; City of Morgan Hill; Houston Government). Berdasarkan hasil observasi awal tehadap taman-taman yang tersedia di Kota Bandung bagian barat, taman yang memiliki luas <1.250 m 2 hanya berupa taman pulau jalan (taman pasif) yang merupakan kumpulan semak, perdu dan pohon besar yang dipagari dan tidak memiliki fasilitas taman serta tidak dapat digunakan oleh pengguna untuk beraktifitas baik aktif maupun pasif. Sedangkan taman yang memiliki luas >5.000 m 2 merupakan taman skala kelurahan hingga taman skala kota yang melayani banyak kawasan permukiman, sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai taman lingkungan. Oleh karena itu wilayah studi yang dipilih adalah taman yang memiliki luas m 2. Dari keseluruhan taman yang memiliki luas m 2, hanya beberapa taman saja yang dapat dikategorikan sebagai taman lingkungan, sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya. Sedangkan sisanya adalah taman yang berfungsi sebagai taman pulau jalan serta taman-taman yang tidak berlokasi di pusat lingkungan perumahan/permukiman atau berlokasi di jalan utama (arteri dan kolektor).

9 9 Tabel I.1 Taman di Kota Bandung Bagian Barat dengan Luas m 2 No Jenis Taman Nama Taman Taman yang hanya berupa pulau jalan, tidak Taman Kopo Kencana, Taman Cimindi, Taman Batu, 1. terdapat fasilitas-fasilitas taman serta tidak Taman Taman Sukajadi/Sindangsirna, Taman Dr. dapat digunakan untuk beraktifitas (aktif Cipto, Taman Abd. Rachmansaleh, Taman Tritisan ataupun pasif) Taman Pasif Kencana Dilingkupi oleh Taman Setiabudhi/Cipaganti, Taman Taman yang memiliki jaringan jalan Sukajadi/Panglayungan, Taman Dr. Otten, Taman fasilitas-fasilitas taman non-lokal Monumen KTT Non-Blok 2. dan dapat digunakan oleh pengguna untuk Berlokasi di pusat lingkungan beraktifitas (aktif perumahan/ ataupun pasif) permukiman dan Taman Pandawa, Taman Lesmana Taman Aktif dilingkupi oleh jalan lokal Sumber: Dinas Pertamanan dan Pemakaman Kota Bandung & Hasil Observasi, 2007 Berdasarkan hal tersebut, maka taman lingkungan yang menjadi objek studi adalah Taman Lesmana dan Taman Pandawa: Tabel I.2 Taman Lingkungan sebagai Objek Studi No Nama Taman Lokasi Luas 1. Taman Lesmana Jl.Lesmana, Kecamatan Cicendo m 2 2. Taman Pandawa Jl.Pandawa, Kecamatan Cicendo m 2 Sumber: Hasil Analisis, 2007

10

11 Metode Penelitian Metode penelitian mencakup pendekatan studi dan tahapan kegiatan untuk mencapai setiap sasaran studi yang telah ditentukan. Pendekatan studi secara umum merupakan pendekatan dalam menyusun prinsip perancangan taman lingkungan dengan menggunakan pendekatan normatif, sediaan (supply), dan permintaan (demand). Pendekatan dalam menyusun prinsip-prinsip perancangan taman lingkungan mempertimbangkan ketentuan normatif perancangan taman lingkungan, preferensi masyarakat (demand), dan kondisi taman lingkungan yang ada saat ini (supply). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di kerangka pemikiran studi pada gambar 1.2. Untuk mencapai sasaran studi, maka metode penelitian yang dilakukan meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut: 1. Perumusan kriteria atau aspek-aspek yang menjadi perhatian (issues of concern) dan komponen-komponen yang diatur (scope of issues) dalam perancangan taman lingkungan. Pencapaian sasaran dilakukan melalui studi dari berbagai literatur untuk merumuskan issues of concern dan scope of issues dalam perancangan taman lingkungan, beserta indikator sebagai tolak ukur pencapaian pengaturan scope of issues. Keluaran yang akan dihasilkan dari tahapan ini adalah berupa kriteria, komponen yang diatur, dan indikator dalam perancangan taman lingkungan. Data yang dibutuhkan adalah data sekunder yang didapat dari kajian literatur yang bersumber dari buku-buku, peraturan, artikel serta studistudi yang pernah dilakukan sebelumnya. 2. Peniliaian kondisi taman lingkungan yang menjadi objek studi berdasarkan kriteria, komponen, dan indikator peniliaian yang telah dirumuskan pada sasaran 1. Penilaian dilakukan melalui observasi lapangan (survei data primer), yaitu dengan pengamatan langsung terhadap kondisi objek studi. Adapun variabel-variabel yang digunakan dalam penilaian kondisi fisik taman yang digunakan adalah kesesuaian kondisi yang ada dengan kriteria, komponen dan indikator perancangan taman lingkungan seperti yang telah dirumuskan sebelumnya. Untuk tahap ini dilakukan metode pembobotan untuk masing-masing kriteria

12 14 (Lampiran D). Adapun kategori penilaian kualitas taman adalah sebagai berikut: Baik (skor: 3), yaitu komponen yang ada melebihi atau sesuai dengan indikator; Sedang (skor: 2), yaitu komponen yang ada mendekati indikator; Buruk (skor: 1), yaitu komponen yang ada jauh di bawah indikator; Sangat buruk (skor: 0), yaitu tidak terdapat komponen yang dimaksud. Selain itu, dilakukan pula penilaian berdasarkan persepsi masyarakat setempat yang dilakukan melalui penyebaran kuesioner. Penilaian ini ditujukan agar diketahui gambaran mengenai kualitas taman lingkungan yang ada dan menemukan kelemahan-kelemahan serta ketidaksesuaian fasilitas taman dengan kriteria, komponen, dan indikator yang telah disusun pada sasaran 1. Jumlah responden yang menjadi sampel untuk lingkungan Taman Lesmana dan Taman Pandawa masing-masing adalah 58 dan 70 responden. Metode sampling yang digunakan adalah metode sampel acak proporsional (proportional random sampling), yang dijelaskan lebih rinci pada Lampiran B. Analisis yang digunakan adalah analisis perbandingan antara kriteria, komponen, dan indikator yang telah disusun sebelumnya dengan kondisi hasil observasi dan persepsi masyarakat setempat. 3. Identifikasi preferensi masyarakat setempat terhadap fasilitas taman lingkungan yang menjadi objek studi meliputi permintaan masyarakat terhadap kondisi fisik taman seperti penyediaan fasilitas taman, serta kondisi non-fisik taman seperti jenis aktifitas yang diinginkan di taman. Data dikumpulkan melalui survei data primer berupa penyebaran kuesioner, dengan jumlah responden untuk masing-masing lingkungan Taman Lesmana dan Taman Pandawa sebanyak 58 dan 70 responden. Penjelasan lebih jauh mengenai metode pengambilan sampel dijelaskan pada Lampiran B. 4. Penyusunan prinsip-prinsip perancangan taman lingkungan dilakukan berdasarkan ketentuan normatif perancangan taman lingkungan, preferensi masyarakat setempat sekitar taman, serta kondisi yang ada saat ini, yang meliputi ketentuan perancangan taman lingkungan

13 15 berdasarkan kriteria-kriteria keamanan, keselamatan, kesehatan, daya tarik, kenyamanan, aksesibilitas, dan keindahan. Ketentuan normatif perancangan taman lingkungan disusun berdasarkan studi literatur terhadap norma perancangan taman lingkungan yaitu dengan mempertimbangkan: Kebutuhan dasar manusia (Maslow: 1943 dalam Huitt: 2004). Kriteria perancangan kota secara umum (Lang: 1994; City of Tuscon Departement of Urban Planning and Design: 2007). Kriteria perancangan taman dan ruang terbuka publik secara umum (Carr: 1992; Majlis Perbandaran Seberang Perai: 2007; Eriawan: 2003). Krteria perancangan taman lingkungan (Marcus & Francis: 1980; Hou & Lowber: 2007; Vancouver Government: 2007; Enger: 2005; Rochester Government: 2007). Preferensi masyarakat menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan prinsip-prinsip perancangan, dengan aturan pengambilan keputusan sebagai berikut: Untuk kriteria keamanan, keselamatan, dan kesehatan, yang menjadi prioritas utama sebagai pertimbangan dalam penyusunan prinsip perancangan adalah ketentuan normatif, kecuali apabila preferensi masyarakat lebih tinggi dari ketentuan normatif, maka preferensi masyarakat yang menjadi pertimbangan dalam penyusunan prinsip perancangan. Untuk kriteria kenyamanan dan daya tarik: o Jika preferensi masyarakat lebih rendah dari ketentuan normatif, maka preferensi masyarakat masih dapat dijadikan pertimbangan dalam penyusunan prinsip perancangan, selama tidak terlalu jauh melenceng dari ketentuan normatif. o Jika preferensi masyarakat sejalan dengan ketentuan normatif, maka preferensi masyarakat dan ketentuan normatif digunakan sebagai pertimbangan dalam penyusunan prinsip perancangan.

14 16 o Jika preferensi masyarakat lebih tinggi dari ketentuan normatif, maka preferensi masyarakat yang digunakan sebagai pertimbangan dalam penyusunan prinsip perancangan. Untuk krtieria aksesibilitas dan keindahan, yang menjadi prioritas utama sebagai pertimbangan dalam penyusunan prinsip perancangan adalah preferensi masyarakat.

15 17 Tabel I.3 Metode Penelitian No Sasaran Data Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Keluaran 1. Merumuskan kriteria (issues of concern) dan komponen yang diatur (scope of issues) dalam perancangan taman lingkungan 2. Menilai kondisi taman lingkungan yang menjadi objek studi 3. Mengidentifikasi preferensi masyarakat setempat terhadap fasilitas taman lingkungan yang menjadi objek studi 4. Menyusun prinsip perancangan taman lingkungan Sumber: Hasil Analisis, 2007 Data sekunder dari Kajian literatur Penentuan kriteria, komponren dan Kriteria, komponen, dan berbagai literatur indikator dengan cara mengkaji ketentuan indikator perancangan tentang perancangan taman - Data primer. Berupa - Observasi lapangan terhadap data hasil observasi objek studi lapangan dan persepsi - Penyebaran kuesioner kepada masyarakat setempat masyarakat setempat mengenai - Data hasil sasaran 1 kondisi objek studi - Data primer. Berupa Penyebaran kuesioner kepada data preferensi masyarakat setampat sebagai masyarakat setempat responden terhadap kondisi fisik dan non-fisik objek studi - Data hasil sasaran 1 Hasil sasaran 1, 2, 3 Studi literatur dan kompilasi data hasil sasaran 1, 2, 3 normatif perancangan taman lingkungan taman lingkungan dari berbagai literatur Analisis komparatif dengan membandingkan kriteria, komponen dan indikator terhadap hasil observasi dan persepsi masyarakat Menyimpulkan keinginan masyarakat mengenai fasilitas dan aktifitas di dalam taman dengan cara mengambil mayoritas pilihan responden sebagai preferensi masyarakat Kesimpulan dengan mempertimbangkan kondisi saat ini (supply), studi normatif, dan preferensi masyarakat setempat (demand) Gambaran mengenai kondisi dan kualitas taman lingkungan yang menjadi objek studi Gambaran mengenai kebutuhan masyarakat terhadap fasilitas, kondisi dan kualitas taman, serta aktifitas yang diinginkan di taman Prinsip perancangan taman lingkungan

16 18 Gambar 1.2 Kerangka Pemikiran Studi Penyediaan taman lingkungan belum memperhatikan kebutuhan masyarakat LATAR BELAKANG Perlunya prinsip-prinsip perancangan taman lingkungan yang memperhatikan kebutuhan masyarakat Kajian literatur mengenai perancangan taman lingkungan Kriteria atau aspek yang diperhatikan (issue of concern) dalam perancangan taman lingkungan KAJIAN TEORITIS Program Pengembangan Taman Kriteria, komponen, dan indikator perancangan taman lingkungan Komponen yang diatur (scope of issues) dalam perancangan taman lingkungan Preferensi masyarakat mengenai fasilitas taman yang menjadi objek studi Observasi terhadap karakteristik taman yang menjadi objek studi Persepsi masyarakat mengenai kualitas taman yang menjadi objek studi IDENTIFIKASI & ANALISIS Penilaian kondisi taman berdasarkan hasil observasi Penilaian kondisi taman berdasarkan persepsi masyarakat Penilaian kondisi taman KELUARAN Program Pengembangan Taman Lingkungan Prinsip-prinsip perancangan taman lingkungan

17 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan pada bab-bab selanjutnya adalah sebagai berikut: BAB 2 DASAR-DASAR PERANCANGAN TAMAN LINGKUNGAN Bab ini akan menjelaskan pengertian taman, klasifikasi dan jenis taman, definisi taman lingkungan, kebijakan dan peraturan pertamanan, program pengembangan taman, preferensi masyarakat sebagai pertimbangan perancangan taman lingkungan, serta kriteria, komponen dan indikator dalam perancangan taman lingkungan. BAB 3 KONDISI DAN KUALITAS TAMAN LESMANA DAN TAMAN PANDAWA Bab ini menjelaskan karakteristik yang dimiliki wilayah penelitian (Taman Lesmana dan Taman Pandawa), yaitu mencakup karaktersitik fisik, karakteristik pengguna dan penggunaan taman, analisis tapak Taman Lesmana dan Taman Pandawa, persepsi responden terhadap kondisi taman, serta preferensi responden terhadap fasilitas taman. BAB 4 PRINSIP-PRINSIP PERANCANGAN TAMAN LINGKUNGAN Bab ini akan menjelaskan temuan studi, kesimpulan studi, penyusunan program pengembangan taman, penyusunan prinsip-prinsip perancangan umum dan khusus, dan diakhiri dengan rekomendasi, kelemahan studi serta saran studi lanjutan.

BAB 4 PRINSIP-PRINSIP PERANCANGAN TAMAN LINGKUNGAN

BAB 4 PRINSIP-PRINSIP PERANCANGAN TAMAN LINGKUNGAN BAB 4 PRINSIP-PRINSIP PERANCANGAN TAMAN LINGKUNGAN 4.1 Temuan Studi Berdasarkan hasil analisis, terdapat beberapa temuan studi, yaitu: Secara normatif, terdapat kriteria-kriteria atau aspek-aspek yang

Lebih terperinci

PRINSIP-PRINSIP PERANCANGAN TAMAN LINGKUNGAN (Kasus: Taman Lesmana dan Taman Pandawa)

PRINSIP-PRINSIP PERANCANGAN TAMAN LINGKUNGAN (Kasus: Taman Lesmana dan Taman Pandawa) PRINSIP-PRINSIP PERANCANGAN TAMAN LINGKUNGAN (Kasus: Taman Lesmana dan Taman Pandawa) TUGAS AKHIR Oleh: ADRIADI DIMASTANTO 15403057 PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA SEKOLAH ARSITEKTUR PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 127 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bagian ini merupakan akhir dari seluruh tahapan studi yang telah dilakukan. Bab ini berisi temuan dan kesimpulan studi yang menjelaskan secara umum mengenai ketersediaan

Lebih terperinci

Tugas Akhir Analisa Taman Menteng Sebagai Taman Kota Berdasarkan Kriteria Kualitas Taman, Jakarta Pusat BAB I PENDAHULUAN

Tugas Akhir Analisa Taman Menteng Sebagai Taman Kota Berdasarkan Kriteria Kualitas Taman, Jakarta Pusat BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang DKI Jakarta yang memiliki tingkat perkembangan yang tinggi mendorong minat investor untuk berinvestasi di kota metropolitan ini. Dengan kondisi yang demikian, DKI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dan pertumbuhan kota sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh berbagai macam faktor-faktor perubahan yang menyangkut segi-segi sosial, ekonomi, politik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan RTH sangat penting pada suatu wilayah perkotaan. Disamping sebagai salah satu fasilitas sosial masyarakat, RTH kota mampu menjaga keserasian antara kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan suatu tempat terjadinya kehidupan dan aktivitas bagi penduduk yang memiliki batas administrasi yang diatur oleh perundangan dengan berbagai perkembangannya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota adalah sebuah tempat dimana manusia hidup, menikmati waktu luang, berkomunikasi, dan bersosialisasi dengan manusia lain. Kota juga merupakan wadah dimana keseluruhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Bab I merupakan pendahuluan yang merupakan framework dari penyusunan laporan ini. Pada bab ini berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sasaran. Dibahas pula ruang lingkupnya

Lebih terperinci

REVITALISASI KAWASAN CITRA NIAGA SAMARINDA

REVITALISASI KAWASAN CITRA NIAGA SAMARINDA REVITALISASI KAWASAN CITRA NIAGA SAMARINDA Irsan Gazali Magister Arsitektur, Program Pascasarjana, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, Jl. Merdeka, No. 30, Bandung - Indonesia Email: irsangazali91@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang tinggi dan pesatnya perkembangan kota, membutuhkan sarana dan prasarana untuk menunjang berbagai aktivitas masyarakat kota. Meningkatnya aktivitas

Lebih terperinci

ARAHAN PENGEMBANGAN FUNGSI RUANG LUAR KAWASAN GELORA BUNG KARNO JAKARTA TUGAS AKHIR. Oleh: RICKAYATUL MUSLIMAH L2D

ARAHAN PENGEMBANGAN FUNGSI RUANG LUAR KAWASAN GELORA BUNG KARNO JAKARTA TUGAS AKHIR. Oleh: RICKAYATUL MUSLIMAH L2D ARAHAN PENGEMBANGAN FUNGSI RUANG LUAR KAWASAN GELORA BUNG KARNO JAKARTA TUGAS AKHIR Oleh: RICKAYATUL MUSLIMAH L2D 000 449 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah.

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, maka landasan administrasi dan keuangan diarahkan untuk mengembangkan otonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Perkembangan kota yang didasari oleh sebuah proses perencanaan, pada awalnya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya yang senantiasa berkembang. Namun pelaksanaannya

Lebih terperinci

RENCANA PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN RUANG TERBUKA, SERTA PRASARANA DAN SARANA UMUM

RENCANA PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN RUANG TERBUKA, SERTA PRASARANA DAN SARANA UMUM RENCANA PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN RUANG TERBUKA, SERTA PRASARANA DAN SARANA UMUM 6 6.1 Rencana Penyediaan Ruang Terbuka Tipologi Ruang Terbuka Hijau di Kota Bandung berdasarkan kepemilikannya terbagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah 17.506 pulau besar dan kecil, dengan total garis pantai yang diperkirakan mencapai 81.000 Km, Indonesia

Lebih terperinci

Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU)

Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU) PENGADAAN TANAH UNTUK RUANG TERBUKA HIJAU DI KAWASAN PERKOTAAN Disajikan oleh: LIA MAULIDA, SH., MSi. (Kabag PUU II, Biro Hukum, Kemen PU) Sekilas RTH Di dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan

Lebih terperinci

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang TEMU ILMIAH IPLBI 2017 Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang Desti Rahmiati destirahmiati@gmail.com Arsitektur, Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

Studi Peran & Efektifitas RTH Publik di Kota Karanganyar Isnaeny Adhi Nurmasari I BAB I PENDAHULUAN

Studi Peran & Efektifitas RTH Publik di Kota Karanganyar Isnaeny Adhi Nurmasari I BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terbitnya Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang seiring dengan makin menguatnya keprihatinan global terhadap isu pemanasan global dan pembangunan

Lebih terperinci

ARAHAN PENATAAN KAWASAN TEPIAN SUNGAI KANDILO KOTA TANAH GROGOT KABUPATEN PASIR PROPINSI KALIMANTAN TIMUR TUGAS AKHIR

ARAHAN PENATAAN KAWASAN TEPIAN SUNGAI KANDILO KOTA TANAH GROGOT KABUPATEN PASIR PROPINSI KALIMANTAN TIMUR TUGAS AKHIR ARAHAN PENATAAN KAWASAN TEPIAN SUNGAI KANDILO KOTA TANAH GROGOT KABUPATEN PASIR PROPINSI KALIMANTAN TIMUR TUGAS AKHIR Oleh : IKHSAN FITRIAN NOOR L2D 098 440 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

Konsep Penataan Ruang Terbuka Hijau di Kota Ponorogo. Dirthasia G. Putri

Konsep Penataan Ruang Terbuka Hijau di Kota Ponorogo. Dirthasia G. Putri Konsep Penataan Ruang Terbuka Hijau di Kota Ponorogo Dirthasia G. Putri 1 Latar Belakang KOTA PONOROGO Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota merupakan kerangka struktur pembentuk kota. Ruang terbuka Hijau (RTH)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan perkotaan yang signifikan merupakan wujud nyata pembangunan dalam perkembangan kawasan perkotaan. Perkembangan kawasan perkotaan tidak dapat dipungkiri

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERMUKIMAN GOLONGAN MASYARAKAT PENDAPATAN MENENGAH BAWAH DI KECAMATAN DRIYOREJO, KABUPATEN GRESIK

PENGEMBANGAN PERMUKIMAN GOLONGAN MASYARAKAT PENDAPATAN MENENGAH BAWAH DI KECAMATAN DRIYOREJO, KABUPATEN GRESIK PENGEMBANGAN PERMUKIMAN GOLONGAN MASYARAKAT PENDAPATAN MENENGAH BAWAH DI KECAMATAN DRIYOREJO, KABUPATEN GRESIK OLEH PALUPI SRI NARISYWARI SIDANG TUGAS AKHIR PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kota baik dari skala mikro maupun makro (Dwihatmojo)

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kota baik dari skala mikro maupun makro (Dwihatmojo) BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Ruang terbuka merupakan ruang publik yang digunakan masyarakat untuk berinteraksi, berolahraga, dan sebagai sarana rekreatif. Keberadaan ruang terbuka juga bermanfaat

Lebih terperinci

Arahan Optimalisasi RTH Publik Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara

Arahan Optimalisasi RTH Publik Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara C193 Arahan Optimalisasi RTH Publik Kecamatan, Jakarta Utara Shella Anastasia dan Haryo Sulistyarso Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

Kondisi Eksisting Lokasi Budidaya Tanaman Hias Kelurahan Srengseng

Kondisi Eksisting Lokasi Budidaya Tanaman Hias Kelurahan Srengseng Kondisi Eksisting Lokasi Budidaya Tanaman Hias Kelurahan Srengseng Land Mark Hutan Kota Srengseng Kantor Pemasaran Pedagang/Pembudidaya Embrio/jenis Tanaman i Kondisi Eksisting Lokasi Budidaya Tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pedagang kaki lima adalah bagian dari aktivitas ekonomi yang merupakan kegiatan pada sektor informal. Kegiatan ini timbul karena tidak terpenuhinya kebutuhan pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ruang Kota dan Perkembangannya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ruang Kota dan Perkembangannya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Ruang Kota dan Perkembangannya Ruang merupakan unsur penting dalam kehidupan. Ruang merupakan wadah bagi makhluk hidup untuk tinggal dan melangsungkan hidup

Lebih terperinci

Matrik Cascading Kinerja Dinas Tata Bangunan dan Kebersihan tahun 2016

Matrik Cascading Kinerja Dinas Tata Bangunan dan Kebersihan tahun 2016 Matrik Cascading Kinerja Dinas Tata Bangunan dan Kebersihan tahun 2016 KEPALA DINAS Isu Strategis Tujuan Indikator Tujan Target Indikator Tujuan (Tahun Sasaran Indikator Kinerja Sasaran Alasan Pemilihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fristiawati, 2015 PENGEMBANGAN TAMAN RA. KARTINI SEBAGAI RUANG REKREASI PUBLIK DI KOTA CIMAHI

BAB I PENDAHULUAN. Fristiawati, 2015 PENGEMBANGAN TAMAN RA. KARTINI SEBAGAI RUANG REKREASI PUBLIK DI KOTA CIMAHI BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keberadan ruang terbuka publik di dalam suatu kota semakin terbatas. Pembangunan gedung-gedung tinggi dan kawasan industri yang merupakan trademark dari kemajuan suatu

Lebih terperinci

ARAHAN POLA PENYEBARAN RUANG TERBUKA HIJAU IBUKOTA KECAMATAN TADU RAYA KABUPATEN NAGAN RAYA, NAD. Oleh : Linda Dwi Rohmadiani

ARAHAN POLA PENYEBARAN RUANG TERBUKA HIJAU IBUKOTA KECAMATAN TADU RAYA KABUPATEN NAGAN RAYA, NAD. Oleh : Linda Dwi Rohmadiani ARAHAN POLA PENYEBARAN RUANG TERBUKA HIJAU IBUKOTA KECAMATAN TADU RAYA KABUPATEN NAGAN RAYA, NAD Oleh : Linda Dwi Rohmadiani Abstrak Proporsi Ruang Terbuka Hijau sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan ruang terbuka hijau khususnya ruang terbuka hijau publik.

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan ruang terbuka hijau khususnya ruang terbuka hijau publik. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Kota merupakan sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERSEPSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT TENTANG ASPEK PERANCANGAN KOTA

BAB IV ANALISIS PERSEPSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT TENTANG ASPEK PERANCANGAN KOTA BAB IV ANALISIS PERSEPSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT TENTANG ASPEK PERANCANGAN KOTA Dalam pembahasan bab ini akan menjelaskan persepsi dan preferensi masyarakat, analisis gap dan analisis kuadran. Dari hasil

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI TABEL V.1 KESESUAIAN JALUR HIJAU

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI TABEL V.1 KESESUAIAN JALUR HIJAU BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini akan menjelaskan mengenai hasil kesimpulan studi dari hasil penelitian. Selain itu akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai hasil temuan studi yang menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kota merupakan pusat dari segala kegiatan seperti pusat industri, pusat pendidikan, pusat perdagangan, pusat hiburan, pusat pemerintahan dan lain sebagainya.

Lebih terperinci

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET 42 VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET Pengembangan konsep dalam studi perencanaan kawasan ini akan terbagi ke dalam empat sub konsep, yaitu perencanaan lanskap pedestrian shopping street,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pedestrian berasal dari bahasa Yunani, dimana berasal dari kata pedos yang berarti kaki, sehingga pedestrian dapat diartikan sebagai pejalan kaki atau orang yang berjalan

Lebih terperinci

Penentuan Lokasi Alternatif Kawasan Hijau Binaan Di Jakarta Barat

Penentuan Lokasi Alternatif Kawasan Hijau Binaan Di Jakarta Barat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penghijauan dalam kota merupakan satu upaya yang dapat menanggulangi degradasi dari kualitas lingkungan, yang pada dasarnya penghijauan merupakan prioritas pembangunan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban space) dengan unsur vegetasi yang dominan. Perancangan ruang hijau kota harus memperhatikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan perekonomian di kota-kota besar dan metropolitan seperti DKI Jakarta diikuti pula dengan berkembangnya kegiatan atau aktivitas masyarakat perkotaan

Lebih terperinci

POLA PEMANFAATAN DAN PELAYANAN ALUN-ALUN KOTA PATI BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG TUGAS AKHIR TKPA 244

POLA PEMANFAATAN DAN PELAYANAN ALUN-ALUN KOTA PATI BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG TUGAS AKHIR TKPA 244 POLA PEMANFAATAN DAN PELAYANAN ALUN-ALUN KOTA PATI BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG TUGAS AKHIR TKPA 244 Oleh : INDRA KUMALA SULISTIYANI L2D 303 292 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dibahas dalam tesis ini. 1 Subkawasan Arjuna pada RTRW kota Bandung tahun merupakan kawasan Arjuna

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dibahas dalam tesis ini. 1 Subkawasan Arjuna pada RTRW kota Bandung tahun merupakan kawasan Arjuna BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan Arjuna terletak pada bagian Barat Kota Bandung ditetapkan sebagai salah satu Kawasan Cagar Budaya oleh Pemerintah Kota Bandung (RTRW Kota Bandung 2003-2013).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses demokratisasi yang berlangsung sejak tahun 1998 memberikan pengaruh besar terhadap sistem pemerintahan di Indonesia. Proses yang menawarkan mekanisme keterbukaan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 99 BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Temuan Studi Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dalam penelitian ini, terdapat beberapa hal sebagai temuan studi yaitu sebagai berikut : 1. Karakteristik

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR

PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR Oleh : RIAS ASRIATI ASIF L2D 005 394 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des Jan

IV. METODOLOGI 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des Jan IV. METODOLOGI 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Tapak secara geografis terletak di 3 o 16 32-3 o 22 43 Lintang Selatan dan 114 o 3 02 114 o 35 24 Bujur Timur administratif termasuk ke dalam Kelurahan Kertak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 131 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian Perkembangan Kualitas Permukiman ini dilakukan di Kampung Bratan, Kota Surakarta. Kampung Bratan terdiri dari dua RW, yaitu RW 01 dan RW 02.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan menjelaskan kerangka awal dan tahapan pelaporan pelaksanaan penelitian untuk memberikan gambaran mengenai apa dan

BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan menjelaskan kerangka awal dan tahapan pelaporan pelaksanaan penelitian untuk memberikan gambaran mengenai apa dan BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan menjelaskan kerangka awal dan tahapan pelaporan pelaksanaan penelitian untuk memberikan gambaran mengenai apa dan bagaimana penelitian ini dengan menjabarkan latar belakang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perdagangan eceran merupakan salah satu unsur penting dalam proses kegiatan distribusi barang. Bentuk dari perdagangan eceran dapat berupa pasar, supermarket, mini market, toko/kios,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyediaan lahan di kota - kota besar maupun kota sedang berkembang di Indonesia dirasakan sangat sulit dan membutuhkan biaya yang cukup besar. Oleh karenanya pemenuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, kawasan industri, jaringan transportasi, serta sarana dan prasarana

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, kawasan industri, jaringan transportasi, serta sarana dan prasarana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, pembangunan perkotaan cenderung meminimalkan ruang terbuka hijau. Lahan terbuka hijau dialih fungsikan menjadi kawasan pemukiman, perdagangan, kawasan industri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Pengalihan fungsi lahan sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota semakin banyak terjadi pada saat sekarang. Hal ini seiring dengan permintaan pembangunan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung merupakan Ibukota Provinsi Jawa Barat dengan jumlah penduduk berdasarkan proyeksi sensus penduduk tahun 2012 yaitu 2,455,517 juta jiwa, dengan kepadatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses berkembangnya suatu kota baik dalam aspek keruangan, manusia dan aktifitasnya, tidak terlepas dari fenomena urbanisasi dan industrialisasi. Fenomena seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai Cikapundung adalah salah satu sungai yang membelah Kota Bandung melewati 9 kecamatan yang mencakup 13 kelurahan. Sungai Cikapundung memiliki fungsi dan peran

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 33 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Studi ini dilakukan di Kota Padang Panjang, Sumatera Barat. Secara administrasi pemerintahan Kota Padang Panjang terletak di Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Kediri memiliki sumber daya alam yang melimpah dan lokasi yang strategis. Terletak di jalur lintas wisata regional kota Blitar, Tulungagung dan Trenggalek, juga

Lebih terperinci

BAB III METODE KAJIAN

BAB III METODE KAJIAN 47 BAB III METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Meningkatnya aktivitas perkotaan seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi masyarakat yang kemudian diikuti dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk akan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang Terbuka Hijau (RTH) merupakan salah satu elemen perkotaan yang sangat penting untuk menunjang kehidupan dan aktivitas penduduk, karena pada dasarnya RTH merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muhammad Riksa Alhadi, 2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Muhammad Riksa Alhadi, 2016 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota pada dasarnya adalah tempat bermukim bagi suatu komunitas dalam jumlah yang besar. Namun selain tempat bermukim suatu komunitas, kota juga merupakan tempat dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota adalah daerah terbangun yang memiliki jumlah penduduk dan intensitas penggunaan ruang yang cenderung tinggi sehingga kota senantiasa menjadi pusat aktivitas bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sampai saat ini pemanfaatan ruang masih belum sesuai dengan harapan yakni terwujudnya ruang yang nyaman, produktif dan berkelanjutan. Menurunnya kualitas permukiman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang kemudian disingkat dengan UUD 1945 bahwa Bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di

Lebih terperinci

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 1 PENDAHULUAN

AR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah susun ini dirancang di Kelurahan Lebak Siliwangi atau Jalan Tamansari (lihat Gambar 1 dan 2) karena menurut tahapan pengembangan prasarana perumahan dan permukiman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ruang terbuka publik adalah satu ruang yang tidak terbangun dalam kota yang mempunyai fungsi untuk meningkatkan kualitas estetika, lingkungan, dan juga kesejahteraan

Lebih terperinci

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo Fungsi Ekologis Terciptanya Iklim Mikro 81% responden menyatakan telah mendapat manfaat RTH sebagai pengatur iklim mikro.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 133 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan dari studi penelitian dan rekomendasi yang bisa di ambil dalam studi. Selain itu akan dibahas mengenai kelemahan studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkotaan sebagai pusat permukiman dan sekaligus pusat pelayanan (jasa) terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah pengaruhnya (hinterland)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi dan pertambahan penduduk menyebabkan kebutuhan manusia semakin meningkat. Dalam lingkup lingkungan perkotaan keadaan tersebut membuat pembangunan

Lebih terperinci

KETERSEDIAAN RUANG BERMAIN ANAK DI KELURAHAN BARANANGSIANG, KECAMATAN BOGOR TIMUR

KETERSEDIAAN RUANG BERMAIN ANAK DI KELURAHAN BARANANGSIANG, KECAMATAN BOGOR TIMUR KETERSEDIAAN RUANG BERMAIN ANAK DI KELURAHAN BARANANGSIANG, KECAMATAN BOGOR TIMUR 1) Joao Da Silva Gusmao, 2) Janthy Trilusianthy, 3) Indarti Komala Dewi. ABSTRAK Bermain sangatlah penting dalam proses

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG RUANG TERBUKA DI KELURAHAN TAMANSARI

BAB IV ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG RUANG TERBUKA DI KELURAHAN TAMANSARI 62 b a BAB IV ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG RUANG TERBUKA DI KELURAHAN TAMANSARI Bahasan analisis mengenai persepsi masyarakat tentang identifikasi kondisi eksisting ruang terbuka di Kelurahan Tamansari,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting dan Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Kecamatan Jepara Jenis ruang terbuka hijau yang dikembangkan di pusat kota diarahkan untuk mengakomodasi tidak hanya fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil KTT bumi di Rio de Janeiro (1992) dan Johannesburg

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil KTT bumi di Rio de Janeiro (1992) dan Johannesburg 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan hasil KTT bumi di Rio de Janeiro (1992) dan Johannesburg (2002) telah disepakati luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota yang sehat, minimal 30% dari total

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KOTA BITUNG

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KOTA BITUNG ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KOTA BITUNG ANALYSIS OF PUBLIC GREEN OPEN SPACE IN BITUNG CITY Alvira Neivi Sumarauw Jurusan Perencanaan Wilayah, Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung sebagai salah satu kota yang perkembangannya sangat pesat dihadapkan pada berbagai kebutuhan dalam memenuhi kehidupan perkotaan. Semakin pesatnya pertumbuhan

Lebih terperinci

EVALUASI KEBERHASILAN TAMAN LINGKUNGAN DI PERUMAHAN PADAT SEBAGAI RUANG TERBUKA PUBLIK STUDI KASUS: TAMAN LINGKUNGAN DI KELURAHAN GALUR, JAKARTA PUSAT

EVALUASI KEBERHASILAN TAMAN LINGKUNGAN DI PERUMAHAN PADAT SEBAGAI RUANG TERBUKA PUBLIK STUDI KASUS: TAMAN LINGKUNGAN DI KELURAHAN GALUR, JAKARTA PUSAT Aulia Hariz Evaluasi Keberhasilan Taman Lingkungan di Perumahan Padat Sebagai Ruang Terbuka Publik Studi Kasus: Taman Lingkungan di Kelurahan Galur, Jakarta Pusat Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang

I. PENDAHULUAN. Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang berkembang sangat pesat dengan ciri utama pembangunan fisik namun di lain sisi, pemerintah Jakarta

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berkembangnya suatu kota membawa konsekuensi terhadap perubahan fisik kota yang biasanya juga dibarengi pertumbuhan penduduk dan pembangunan fasilitas ekonomi yang cukup

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk menyebabkan meningkatnya pula kebutuhan akan papan. Papan atau rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang mendesak. Manusia

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI PENYEDIAAN TEMPAT PEMAKAMAN UMUM (TPU) DI KOTA BANDUNG

BAB IV EVALUASI PENYEDIAAN TEMPAT PEMAKAMAN UMUM (TPU) DI KOTA BANDUNG 63 BAB IV EVALUASI PENYEDIAAN TEMPAT PEMAKAMAN UMUM (TPU) DI KOTA BANDUNG Pada bab ini akan dijelaskan mengenai hasil evaluasi dari penyediaan tempat pemakaman umum di Kota Bandung. Evaluasi meliputi evaluasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang publik merupakan ruang terbuka maupun tertutup yang berfungsi sebagai tempat terjadinya interaksi sosial, ekonomi dan budaya. Di wilayah perkotaan, ruang publik

Lebih terperinci

Tabel II.6 Matriks Kajian Studi Terdahulu No Penulis Judul Tujuan Metode Analisis Hasil Studi

Tabel II.6 Matriks Kajian Studi Terdahulu No Penulis Judul Tujuan Metode Analisis Hasil Studi 60 Tabel II.6 Matriks Kajian Studi Terdahulu No Penulis Judul Tujuan Metode Analisis Hasil Studi 1 Edwin Panolo Hulu (NIM 25405026) studi S1 - Regional and City Planning ITB. Implikasi Perbedaan Teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai sumber daya yang tersebar secara luas di bumi ini walaupun dalam jumlah yang berbeda, air terdapat dimana saja dan memegang peranan penting dalam kehidupan

Lebih terperinci

HUBUNGAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN KUALITAS LINGKUNGAN KAWASAN PERMUKIMAN TUGAS AKHIR

HUBUNGAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN KUALITAS LINGKUNGAN KAWASAN PERMUKIMAN TUGAS AKHIR HUBUNGAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN KUALITAS LINGKUNGAN KAWASAN PERMUKIMAN (Studi Kasus: Kelurahan Tembalang, Kec. Tembalang, Kota Semarang) TUGAS AKHIR Oleh: IRA ADIATMA L2D 007 027 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

TERMINAL BUS TIPE A DI SURAKARTA

TERMINAL BUS TIPE A DI SURAKARTA LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR (LP3A) TERMINAL BUS TIPE A DI SURAKARTA Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Diajukan Oleh : TITIS WULANDARI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tata guna lahan ialah pengarahan penggunaan lahan dengan kebijakan umum

BAB I PENDAHULUAN. Tata guna lahan ialah pengarahan penggunaan lahan dengan kebijakan umum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tata guna lahan ialah pengarahan penggunaan lahan dengan kebijakan umum (public policy) dan program tata ruang untuk memperoleh manfaat total sebaikbaiknya secara

Lebih terperinci

Gambar 2. Lokasi Studi

Gambar 2. Lokasi Studi 17 III. METODOLOGI 3.1. Lokasi Studi Studi ini berlokasi di Kawasan Sungai Kelayan di Kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan. Sungai Kelayan terletak di Kecamatan Banjarmasin Selatan (Gambar 2).

Lebih terperinci

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ruang terbuka hijau (RTH) merupakan suatu ruang terbuka di kawasan perkotaan yang didominasi tutupan lahannya oleh vegetasi serta memiliki fungsi antara lain

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN. Dalam proses perancangan Kepanjen Education Park ini dibutuhkan

BAB III METODE PERANCANGAN. Dalam proses perancangan Kepanjen Education Park ini dibutuhkan BAB III METODE PERANCANGAN Dalam proses perancangan Kepanjen Education Park ini dibutuhkan sebuah metode perancangan yang memudahkan perancang untuk mengembangkan sebuah ide perancangannya secara deskriptif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bertambahnya jumlah penduduk membuat bertambahnya aktivitas dalam suatu ruang. Pertambahan penduduk yang disebabkan oleh tingginya angka kelahiran dan rendahnya kematian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomena pemanasan bumi, degradasi kualitas lingkungan dan bencana lingkungan telah membangkitkan kesadaran dan tindakan bersama akan pentingnya menjaga keberlanjutan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dalam memajukan kondisi sosial,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN 1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Jakarta Timur, Kota Jakarta, Propinsi DKI Jakarta dengan sampel tujuh Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) dan lokasi

Lebih terperinci

VI. KONSEP PERANCANGAN TAMAN TEPIAN SUNGAI MARTAPURA KOTA BANJARMASIN

VI. KONSEP PERANCANGAN TAMAN TEPIAN SUNGAI MARTAPURA KOTA BANJARMASIN VI. KONSEP PERANCANGAN TAMAN TEPIAN SUNGAI MARTAPURA KOTA BANJARMASIN VI.1. Konsep Desain Lanskap Tepian Sungai Martapura Kota Banjarmasin menitikberatkan kepada sungai sebagai pusat perhatian dan pemandangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II 2.1 Desain TINJAUAN PUSTAKA Desain adalah suatu proses kreatif yang merespon suatu kondisi dengan berkonsenterasi pada ide, arti, dan nilai-nilai. Desain lanskap adalah pembentukan suatu bentang

Lebih terperinci